Perkumpulan HAK
24
MAJALAH BULANAN HAK ASASI MANUSIA
Edisi 24 - APRIL 2003
Rua Governador C.M. Serpa Rosa T-091, Farol, Dili, Timor Leste. Tel.: +670.390.313323 Fax: +670.390.313324 E-Mail:
[email protected]
Governasaun Aberta Mengapa Ditentang? Demonstrasi mempertanyakan peran Pemerintah RDTL. Foto: Rogério Soares/Direito
DAFTAR
ISI
DIREITO UTAMA: Governasaun Aberta Ditentang? Hal. 1 - 2 Hak Asasi tentang Pemerintahan Hal. 3 Pemerintahan Terbuka dan Tertutup Hal. 4 - 5 DIALOG: Nuno Rodriguez Hal. 6 JUSTIÇA: Buruh Bisa Diperbudak Hal. 7 PEMBERDAYAAN RAKYAT: Kelompok Liquilua Ekspor Kopi ke Jepang Hal. 8 - 9 TEROPONG KEBIJAKAN: Pengadilan Lamban & Tidak Menjamin Kepastian Hukum Hal. 10 11 HAK ASASI: Amnesty International: Polisi Harus Didukung Hal. 12 INSTRUMEN HAM: Instrumen Hak Asasi Manusia sebagai Norma Hukum Hal. 13 Pemerintahan dan Hak Asasi Manusia Hal. 14 GUGAT: Belum Ada Kebijakan Transportasi Umum Hal. 15 SERBA-SERBI: Pelatihan Advokasi di Oecusse Hal. 16 AMI LIAN: Kami Mengharapkan Pemerintahan Terbuka Hal. 16
S
ejak memegang kekuasaan pada 20 Mei 2002 lalu, Dewan Menteri RDTL yang dipimpin Perdana Menteri Marí Alkatiri, tidak pernah lepas dari kritik. Kritik semakin meningkat baik dari partai-partai politik oposisi maupun kalangan lain ketika pemerintah menjalankan programnya yang dikenal sebagai “governasaun aberta” (pemerintahan terbuka) di distrik-distrik. Kegiatan ini tidak lain adalah serangkaian kegiatan dialog yang melibatkan sebagian besar anggota Dewan Menteri dengan rakyat di sejumlah distrik. Program ini kali pertama dilakukan di Distrik Viqueque pada Februari 2003, dilanjutkan lagi di Maliana dan Manufahi, dan sekarang masih berlangsung di distrik-distrik lain. Yang dibicarakan dalam program governasaun aberta itu beragam, mulai dari kesulitan ekonomi sehari-hari yang dihadapi rakyat hingga persoalan-persoalan politik tingkat nasional yang oleh rakyat dianggap sering memperkeruh suasana di desa-desa. Dalam kegiatan itu, rakyat mengungkapkan masalahnya dan pemerintah menanggapinya sambil menyampaikan informasi tentang perkembangan pemerintah. Tetapi dengan adanya kegiatan itu, golongan oposisi di Parlemen Nasional bereaksi sinis. “Kegiatan ini hanya menghambur-hamburkan uang dan tenaga,” kata Fernando Araújo (Lasama), ketua Partido Democratico. Pemerintah juga dituduh telah mengurangi peran pemerintah lokal di tingkat distrik ke bawah. Menurut golongan oposisi, asas desentralisasi yang dijamin dalam konstitusi telah design by nobodycorp.
DIREITO UTAMA
Menggugah Oposisi
K
egiatan pemerintah mengadakan dialog dengan rakyat di desa-desa mendapatkan tentangan dari kalangan oposisi. Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari pemborosan uang negara, mengganggu rakyat yang sedang bekerja, hingga tuduhan bahwa pemerintah melakukan kampanye terselubung untuk pemilihan umum tiga tahun lagi. Alasan oposisi mungkin ada benarnya. Tetapi dari sudut pandang demokrasi, kesempatan yang dibuka oleh pemerintah seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, bukan sekadar untuk menjatuhkan pemerintah, tetapi untuk membangun demokrasi itu sendiri. Demokrasi bukanlah barang jadi, tetapi adalah suatu hasil dari proses pergumulan terus-menerus antara berbagai kekuatan dan kepentingan dalam masyarakat. Demokrasi di negeri kita baru ada dalam pengertian formal saja. Sistem demokrasi negeri didirikan oleh UNTAET dengan pembentukan partai-partai politik, penyelenggaraan pemilihan umum anggota Majelis Konstituante (yang kemudian ditransformasikan menjadi Parlemen Nasional) dan pemilihan umum Presiden Republik, dan pendidikan kewarganegaraan. Kalau setelah semua itu dijalankan dianggap demokrasi telah berdiri di Timor Leste, ini pikiran yang salah. Sikap sebagian anggota eksekutif pemerintahan dan parlemen yang menganggap tidak perlu mendengar pihak lain karena mereka yang dipilih rakyat bukanlah khas Timor Leste. Di Amerika Serikat pemerintah juga bersikap demikian (lihat tulisan “Pemerintahan Terbuka vs Pemerintahan Tertutup”). Masalahnya, sistem demokrasi perwakilan memang memungkinkan terjadinya pemerintahan yang “tertutup.” Program yang oleh pemerintah diberi nama “pemerintahan terbuka” seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk membuka demokrasi itu sendiri, untuk mengatasi kelemahan demokrasi perwakilan. Caranya adalah dengan memanfaatkan pertemuan-pertemuan tersebut dengan mendialogkan masalah-masalah rakyat, dan menemukan jalan keluarnya, serta memperkuat rakyat dengan mendesak kepada pemerintah untuk memberikan wewenang kepada rakyat di tingkat desa untuk mengelola urusan-urusan yang bisa mereka tangani. Dengan cara ini, oposisi bisa menyumbang sesuatu untuk mewujudkan demokrasi di negeri ini.
2
dilanggar oleh pemerintah. Bahkan oposisi yakin kalau pemerintah tidak akan mampu menghasilkan apa-apa dari kegiatan tersebut. Karena, kegiatan itu lebih mirip dengan kampanye partai politik ketimbang sebuah dialog partisipatif antara pemerintah dengan rakyat. Sebagian bahkan menyamakan kegiatan governasaun aberta dengan “Safari Ramadhan” yang dulu di Indonesia dilakukan oleh pemimpin Golkar untuk mencari dukungan jauh sebelum masa kampanye dimulai. Pemerintah pun langsung menanggapi semua kritikan yang datang. “Fernando Lasama ne’e hemu tua botir hira ona mak koalia arbiru deit ne’e,” begitu serangan balik Perdana Menteri terhadap kaum oposisi. Sementara salah seorang pengurus teras FRETILIN, José Reis, dalam konferensi pers Comite Central FRETILIN (7/4/ 03) untuk menangapi kritik terhadap pemerintah mengatakan, “Jika oposisi bisa melakukan mujizat, maka FRETILIN akan segera menyerahkan kekuasaan kepada oposisi,” katanya. Menurut Reis yang juga anggota Parlemen Nasional itu, siapapun yang menguasai pemerintah sekarang tidak akan secara cepat dan gampang memecahkan semua persoalan yang dihadapi oleh bangsa dan negara. Sambil merujuk pada pengalaman negara lain, Reis menyebutkan bahwa proses pemecahan atas semua persoalan itu memakan waktu dan tenaga. Kritik yang disampaikan kalangan oposisi dan tanggapan balik dari pihak pemerintah malah keluar dari permasalahan. Dalam hal governasaun aberta, masalahnya bukanlah apakah pemerintah yang dikuasai FRETILIN mampu atau tidak dan apakah partai-partai oposisi akan lebih baik nantinya. Masalah intinya adalah apakah kegiatan tersebut cocok dengan keinginan kita bersama tentang bagaimana pemerintahan seharusnya dijalankan. Dalam hal ini, apakah pemerintah seharusnya dijalankan dengan membangun dialog terus-menerus dengan rakyat atau apakah rakyat cukup menyuarakan keinginannya melalui pemilihan umum dan setelah itu semua persoalan bangsa dan negara menjadi urusan pemerintah, dalam hal ini Dewan Menteri, Parlemen Nasional, dan Presiden Republik saja. Dari segi ini, pendapat yang dikemukakan Nuno Rodriguez, koordinator Sahe Institute for Liberation, perlu kita perhatikan. Dalam wawancara dengan Rogério Soares dari Direito, ia mengatakan bahwa kegiatan governasaun aberta cukup baik karena terjadinya pertemuan langsung antara pemerintah dengan rakyat. “Sejak masa pemerintahan transisi UNTAET, hubungan rakyat dengan pemerintah sudah cukup timpang. Karena itulah kegiatan governasaun aberta sangat penting dalam konteks memecahkan masalah ketimpangan itu,” kata Rodriguez. Hal senada juga dikatakan Drs.Valentin Ximenes MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universidade Nasional Timor Lorosae (UNTL). Pakar ilmu politik yang cukup kritis terhadap perkembangan politik tanah air itu mengatakan bahwa kegiatan governasaun aberta adalah satu langkah awal yang baik dalam memperkuat hubungan antara pemerintah dengan rakyat (Timor Post, 1/3/03). Menurutnya melalui governasaun aberta, pemerintah menunjukkan komitmennya dan sadar bahwa sebagai sebuah institusi yang berasal dari rakyat, pemerintah harus mengabdi kepada rakyat. Duarte Baros, seorang penduduk Distrik Bobonaro yang ditemui Direito di Maliana juga berpendapat bahwa program governasaun aberta adalah hal yang baik. “Menurut kami, ini hal yang baik, karena pemerintah datang kepada rakyat dan mengatakan apa yang sedang dilakukan pemerintah. Itu sangat kami harapkan karena kami rakyat kecil di basis sangat perlu mengetahui perkembangan pemerintah sekarang,” katanya. Menurutnya, banyak orang desa selama ini terus bekerja sambil menunggu program pemerintah. “Sekarang datang kesempatan untuk menyampaikan kesulitan yang kami hadapi kepada pemerintah,” ucapnya. Hal itu memang jelas, sejak awal dicetuskan dan dilaksanakannya program governasaun aberta, pemerintah memang sudah menjelaskan tentang tujuan dan maksudnya. Menurut pemerintah, kegiatan governasaun aberta dilakukan untuk melihat dan mendengarkan langsung realitas kehidupan dan tuntutan rakyat. Fakta yang ditemukan dalam kegiatan tersebut, akan digunakan pemerintah sebagai referensi dalam menentukan program prioritas pembangunan yang akan dibuat pemerintah. Dengan begitu, prioritas pembangunan yang akan ditentukan, berpijak pada hasil temuan lewat program governasaun aberta itu. Rui Viana edisi 24 - April 2003
DIREITO UTAMA
Pemerintahan dari Perspektif Hak Asasi Manusia Dalam ketentuan hak asasi manusia internasional, rakyat dijamin haknya untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Lebih jauh lagi, keinginan rakyatlah yang merupakan sumber dari otoritas pemerintah, bukan keinginan presiden atau perdana menteri atau partai mayoritas yang terpilih dalam pemilihan umum. Bagaimana mewujudkan prinsip hak asasi manusia ini dalam pemerintahan? alam demokrasi, pemerin tahan adalah suatu kegiatan mengur us kepentingan umum seluruh rakyat yang dilaksanakan oleh suatu badan yang terbentuk melalui pemilihan umum. Pengertian seperti ini terkait langsung dengan gagasan tentang kekuasan negara. Di dalam demokrasi, kekuasaan negara dianggap bersumber dari rakyat. Prinsip hak asasi manusia yang terkait dengan kekuasaan negara adalah hak tentang pemerintahan. Deklarasi Semesta Hak Asasi Manusia secara khusus menyebut masalah ini dalam pasal 21, yang isi lengkapnya adalah: 1. Setiap orang berhak ambil bagian dalam pemerintahan negaranya, secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas 2. Setiap orang berhak atas akses yang sama pada dinas publik di negaranya 3. Keinginan rakyat harus menjadi dasar otoritas pemerintah; keinginan ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum berkala dan sejati yang harus berlaku hak pilih yang sama untuk semua orang dan harus diselenggarakan melalui pemungutan suara rahasia atau melalui prosedur pemungutan suara yang sama bebasnya. Dengan kata-kata yang sedikit berbeda, prinsip tersebut tercantum dalam pasal 26 Konvenan Hak Sipil dan Politik yang pada tahun lalu telah diratifikasi oleh negara kita. Deklarasi ini menyatakan bahwa rakyat punya hak partisipasi dalam pemerintahan. Dipandang dari sisi pemerintah, ini berarti bahwa pemerintah harus membuka pintu lebarlebar kepada rakyat agar rakyat ikut ambil bagian dalam pemerintahan. Bagaimana partisipasi itu dilaksanakan? Partisipasi bisa dilakukan secara langsung. Salan satu bentuknya adalah referendum, yaitu pemungutan suara untuk menentukan politik negara tentang sesuatu. Misalnya, di Inggris tahun lalu diadakan referen-
D
edisi 24 - April 2003
dum untuk menentukan apakah negara Inggris akan mengganti mata uangnya dengan mata uang yang berlaku untuk seluruh Eropa (Euro). Wujud lain dipraktekkan di negara bagian Rio Grande dos Sul (Brazil), yaitu rakyat ambil bagian dalam perencanaan anggaran negara bagian. Dalam skala lebih kecil negara kita mempraktekkanya ketika menyusun rencana pembangunan nasional. Konsultasi dilaksanakan di desa-desa untuk menampung pendapat rakyat
berikan kekuasaannya kepada politisi tersebut atau partainya. Rakyat hanya meminjamkan kekuasaannya. Menurut teori, rakyat bisa menarik kembali kekuasaan yang dipinjamkannya jika jangka waktunya habis atau jika yang dipinjami tidak lagi menjalankan keinginan rakyat. Agar rakyat bisa menyampaikan keinginannya, harus ada pemilihan umum berkala yang bebas untuk semua orang. Tetapi di sini ada masalah. Pemilihan umum kalau hanya
Masyarakat Hatubuilico: membuka ruang partisipasi Foto: R. Soares/Direito
yang selanjutnya disusun menjadi Rencana Pembangunan Nasional oleh Komisi Perencanaan Nasional. Rakyat sebagai “sumber” kekuasaan ditegaskan dalam ayat tiga yang disebut di atas. Dasar otoritas pemerintah adalah keinginan rakyat, bukan keinginan presiden atau perdana menteri. Bisa dikatakan bahwa pemerintah dan parlemen yang terpilih melalui pemilihan umum tidak lebih adalah semacam kontraktor yang dikontrak oleh rakyat untuk melaksanakan keinginan rakyat dalam jangka waktu tertentu. Dengan memilih para politisi dalam pemilihan umum, rakyat tidak mem-
dijalankan sekali dalam empat atau lima tahun, maka rakyat hanya bisa menyatakan keinginan hanya sekali saja dalam empat atau lima tahun. Masalah lain, dalam kebebasan itu, rakyat bisa saja tidak bisa menyatakan keinginannya. Sebabnya, rakyat tidak mengetahui cara untuk menyampaikan keinginan. Sebab lain, adanya manipulasi dari pihakpihak yang menginginkan kedudukan dalam pemerintahan. Karena itu jika kita menginginkan keinginan rakyat bisa menjadi dasar otoritas pemerintah, governasaun aberta harus didorong sampai seterbukaterbukanya bagi rakyat. 3
DIREITO UTAMA
PEMERINTAHAN TERBUKA VS PEMERINTAHAN TERTUTUP Oposisi dan pemerintah berbeda pendapat tentang pemerintahan terbuka. Oposisi menyebut kriteria transparansi, pertanggungjawaban, dan hukum. Sedang pemerintah menyebut kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintah sebagai inti pemerintah terbuka. Mana yang benar?
erdebatan antara pemerintah dan oposisi tentang pemerin tahan terbuka sebenarnya tidak mengejutkan. Sejak awal terbentuknya Dewan Menteri setelah UNTAET menyerahkan kekuasaannya, sudah muncul tuduhan dari partai-partai oposisi bahwa pemerintah yang dipimpin Mari Alkatiri bersifat tertutup. Seiring dengan berjalannya waktu, tuduhan itu mereda begitu saja, tanpa ada hasil konkret. Pemerintah berjalan terus. Sementara oposisi pindah mengangkat masalah lain lagi, tanpa memperjuangkan secara tuntas masalah yang sudah diangkat. Belakangan setelah pemerintah menggelar program governasaun aberta, isu tentang pemerintahan terbuka kembali mengedepan. Dengan alasan yang sama, golongan oposisi menuduh pemerintah dijalankan secara tertutup, walaupun telah digelar program governasaun aberta. Sebaliknya menurut pemerintah, dengan menyelenggarakan program governasaun aberta, pemerintah telah menjalankan pemerintahan terbuka. Betulkah pemerintah di Timor Leste telah menjalankan pemerintahannya secara tertutup? Untuk mendapatkan jawabannya, yang perlu diketahui lebih dulu adalah apa itu sistem pemerintahan terbuka. Oposisi mengartikan pemerintahan terbuka sebagai pemerintahan yang dijalankan secara partisipatif, transparan, bertanggungjawab, dan selalu berdasarkan pada semua aturan hukum yang berlaku. Sayangnya oposisi kurang menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan “partisipatif.” Tetapi dari sikap sebagian pemimpin mereka sejak pembentukan Dewan Menteri, yang mereka maksudkan adalah partai-partai yang sekarang beroposisi itu seharusnya diberi kedudukan penting dalam Dewan Menteri. Pengertian ini kurang lebih sama dengan pengertian yang digunakan
P
4
Demonstrasi di Lapangan Demokrasi, Dili. Foto: Rogério Soares
Bank Dunia dalam kampanyenya tentang pemerintahan yang baik dan bersih atau good and clean governance. Versi pemerintah lain lagi. Menurut mereka, interaksi antara pemerintah dengan rakyat, dimana rakyat dengan bebas menyampaikan pendapat dan kritik terhadap pemerintah, adalah inti dari pemerintahan terbuka. Pendapat ini belum menyentuh masalah sesungguhnya dari pemerintahan. Karena dalam demokrasi, masalahnya adalah bagaimana menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan asas dari rakyat dan oleh rakyat, yang merupakan inti dari demokrasi. Sebagai contoh, di Amerika Serikat (AS) rakyat mendapatkan kebebasan yang sebebas-bebasnya dalam menyampaikan pendapat dan kritik terhadap pemerintah. Pada saat pemerintah AS memutuskan untuk menyerbu Irak jika Irak tidak menyerahkan senjata pemusnah massal yang oleh AS dianggap dimiliki Irak, jutaan rakyat AS berdemonstrasi menentang sikap pemerintahnya. Tetapi pemerintah tetap melanjutkan keinginannya dan Irak pun diserang
habis-habisan oleh AS dan diduduki hingga sekarang. Jadi di AS ada kebebasan besar bagi siapa saja untuk mengemukakan pendapat, termasuk melalui demonstrasi besar-besaran yang memprotes politik pemerintah. Tetapi pendapat mereka tidak didengar sama sekali oleh Presiden dan DPR AS. Dari segi ini bisa dikatakan bahwa Pemerintah dan DPR AS telah menjalankan pemerintahan secara tertutup. Pendapat oposisi juga tidak dengan sendirinya mengarah pada pemerintahan terbuka. Jika yang dimaksudkan dengan “partisipatif ” oleh oposisi adalah partisipasi partai-partai bukan pemenang pemilihan umum dalam kabinet, ini belum berarti kabinet pemerintah akan menjalankan pemerintahan yang terbuka terhadap keinginan rakyat. Para politisi partai bukan pemenang pemilihan umum bisa sama tertutupnya dengan partai pemenang pemilihan umum. Apalagi sekarang ini di kalangan orang berpendidikan tinggi sangat luas pendapat bahwa rakyat kecil itu bodoh dan tidak tahu apa-apa, orang berpendidikanlah edisi 24 - April 2003
DIREITO UTAMA yang pintar. Suatu sikap elitis yang merupakan bibit bagi ketertutupan. Bagaimana dengan transparansi dan pertanggungjawaban? Ini juga bukan jaminan bagi pemerintahan terbuka. Kembali perhatikan kasus AS. Pengambilan keputusan untuk memerangi Irak dilakukan secara transparan oleh Pemerintah AS. Presiden bahkan menunjukkan secara terbuka bukti-bukti intelijen bahwa Irak sedang mengembangkan senjata pemusnah massal. Keputusan berperang diambil secara bertanggungjawab dengan terlebih dahulu meminta persetujuan Senat, bagian dari DPR AS yang berwenang mengenai masalah ini. Senat pun mengadakan pemungutan suara secara bebas dan terbuka, dengan hasil hanya satu orang menentang keputusan tersebut. Keputusan tersebut juga sesuai dengan hukum yang berlaku. Yaitu bahwa Presiden berwenang menyatakan perang dengan negara lain dan bahwa keputusan itu harus mendapatkan persetujuan dari Senat. Jadi partisipasi dalam pemerintahan, transparansi, pertanggungjawaban, dan hukum saja bukan merupakan jaminan bahwa pemerintahan berlangsung secara terbuka. De-
saan negara. Dalam negara demokratis, ini berarti suatu pemerintahan dari rakyat dan oleh rakyat. Demokrasi sendiri pengertian dasarnya adalah “kekuasaan rakyat” atau “pemerintahan rakyat.” Pengertian dasar inilah yang justru telah diselewengkan di banyak negara yang mengaku demokratis. Seperti dikemukakan oleh Andrew Heywood dalam bukunya Political Ideologies (Macmillan, 1993, hal. 277), “Demokrasi dewasa ini adalah demokrasi perwakilan; tanggungjawab untuk memerintah bukan dijalankan oleh semua warganegara yang sudah dewasa, tetapi dipercayakan kepada satu kelompok elit politisi profesional.” Partisipasi rakyat dalam pemerintahan dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan memilih wakil-wakilnya dalam badan perwakilan dan memilih pejabat-pejabat eksekutif. Akibatnya ide dasar demokrasi tentang pemerintahan rakyat ditinggalkan, yang dikemukakan adalah peraturan yang mengatur proses pemilihan umum. Demokrasi hanya berarti pemilihan umum bebas dan rahasia untuk menjamin hak pilih warganegara serta kompetisi partaipartai politik untuk menjamin pilihan. Partisipasi warganegara
Penduduk berdagang di Pasar Maubisse. Foto: Rogério Soares/Direito.
mikian pula kebebasan berpendapat dan berdemonstrasi. Bukan berarti kita tidak perlu transparansi, pertanggungjawaban, hukum, kebebasan berpendapat dan berkumpul. Tetapi itu saja tidak cukup atau tidak lengkap. Karena belum menyentuh masalah dasar pemerintahan, yaitu kekuasaan. Pada dasarnya kegiatan pemerintahan adalah kegiatan menjalankan kekuaedisi 24 - April 2003
terbatas pada memberikan suara pada hari pemilihan umum. Demokrasi semacam inilah yang disebut “demokrasi perwakilan.” Hasilnya adalah pemerintahan seperti di Amerika Serikat. Pemerintahan yang dijalankan oleh para politisi yang dipilih rakyat melalui pemilihan umum yang bebas dan rahasia, tetapi yang bisa mengabaikan begitu saja keinginan rakyat.
Kalau mau menerapkan pemerintahan yang benar-benar terbuka, yang harus diadopsi adalah suatu sistem demokrasi partisipatoris, bukan sistem demokrasi perwakilan. Yaitu suatu sistem dalam mana rakyat berpartisipasi semaksimal mungkin dalam urusan pengelolaan pemerintahan dan urusan kenegaraan. Rakyat setiap saat dan di mana saja bisa mengajukan usulan dan kritik terhadap pemerintah karena mekanisme untuk itu ada. Dalam sistem demokrasi perwakilan, hal itu tidak akan mudah terjadi karena, urusan seharihari pemerintahan negara menjadi wewenang parlemen dan pemerintah saja. Merujuk pada pendapat alternatif itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa sistem pemerintahan terbuka harus memenuhi syarat-syarat penting berikut: (1) Pemerintah harus bisa menjamin partisipasi aktif rakyat dalam setiap proses pengambilan keputusan pemerintah. Misalnya dalam penyusunan anggaran negara, rakyat harus aktif terlibat di dalam proses penentuan perencanaannya dengan ikut menentukan sektor mana yang harus diprioritaskan dan harus dibiayai oleh pemerintah dan mana yang diserahkan kepada masyarakat. Rakyat juga berpartisipasi dalam pelaksanaannya dengan melakukan pemantauan dan kontrol. (2) Pemerintah harus memberikan tempat kepada rakyat untuk praktek langsung dalam menjalankan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan untuk membaca data, berdiskusi dan membentuk komisikomisi kontrol. Ringkasnya memberikan semua hal yang diperlukan untuk mengambil keputusan. (3) Pengorganisasian rakyat oleh rakyat sendiri, dalam mana rakyat mengatur kehidupannya dan menggunakan dengan baik kedaulatan yang dimilikinya. Pengalaman ini sangat penting sebagai sarana rakyat untuk memajukan kehidupan dan mewujudkan kekuasaan atas dirinya sendiri. Misalnya di tingkat desa, rakyat berorganisasi yang aktif melakukan kegiatan untuk kepentingan bersama, seperti mengelola saluran irigasi, sekolah, sistem transportasi. Ide seperti ini bukanlah mimpi. di beberapa tempat seperti Kerala di India dan Rio Grande do Sul di Brasil, ini sudah bertahun-tahun dipraktekkan. Hasilnya? Rakyat lebih sejahtera! Rui Viana & Nug Katjasungkana 5
DIALOG
Nuno Rodriguez: Pemerintahan Terbuka Diharapkan Rakyat Pemerintah dan oposisi berbantahan tentang “pemerintahan terbuka.” Namun menurut Nuno Rodrigues, kemungkinan keduanya tidak paham tentang yang diperlukan oleh bangsa ini. Berikut petikan wawancaranya dengan Rogério Soares dari Direito.
Bagaimana tangapan Anda tentang pemerintahan terbuka? Dulu pada masa perjuangan selalu ada hubungan antara pemimpin dan rakyat, sehingga rakyat tahu apa yang dilakukannya untuk membebaskan bangsa ini. Setelah kemerdekaan, terutama pada pemerintahan transisi tidak ada lagi hubungan itu. Pemerintahan lebih terkonsentrasi di Dili, informasi tidak sampai ke basis. Setelah UNTAET keluar, kita memegang sendiri pemerintahan. Rakyat tetap berharap para pemimpin turun ke basis untuk memberikan informasi, supaya rakyat bisa mengerti proses sekarang ini. Dari segi ini, upaya pemerintah ke desa-desa bisa menjawab apa yang diharapkan oleh rakyat. Ini baik, karena rakyat bisa tahu dan berpartisipasi dalam proses pembangunan. Dari segi lain, pemerintah harus banyak mendengar dari rakyat, supaya tahu masalah dan apa yang dirasakan rakyat. Kalau tidak, seolah-olah pemerintah
yang tahu segalanya. Rakyat hanya menerima dan menunggu. Ini akan membuat pemerintah tidak tahu pasti keadaan rakyat.
Tetapi oposisi mengkritik pemerintahan terbuka ... Dulu semua menuntut pemerintah turun ke basis. Banyak pihak, terutama partai-partai oposisi mengkritik pemerintah yang hanya terpusat di Dili. Sekarang, pemerintah yang dipegang oleh Fretilin, turun ke basis untuk mendengarkan dan melihat langsung keadaan rakyat, partai-partai oposisi protes lagi. Mereka khawatir dan menuduh Fretilin memulai kampanye sebelum waktunya untuk pemilihan umum mendatang. Kemungkinan partai-partai oposisi maupun pemerintah belum memahami demokrasi partisipatif. Semua harus duduk bersama untuk merumuskan konsep demokrasi partisipatif yang harus kita terapkan untuk membangun bangsa. Pembangunan yang baik harus melalui demokrasi partisipatif, karena seluruh rakyat terlibat langsung dalam semua proses pembangunan. Satu hal yang perlu diingat, sistem sekarang ini semuat diciptakan oleh UNTAET. Kita hanya melanjutkan. Karena itu, kita harus duduk bersama merumuskan sistem pemerintahan kita. Demokrasi partisipatif adalah konsep yang sangat cocok dengan kita. Konsep ini sangat dekat dengan pengertian ukun rasik an. Oposisi mengatakan bahwa pemerintahan terbuka hanya menghabiskan biaya dan mengurangi kekuasaan pemerintah lokal?
Nuno Rudriques. Foto: Rogério Soares 6
Kalau mengajukan kritik harus jelas, jangan hanya asal berbeda dengan pemerintah, tetapi tidak ada alasan yang jelas. Sepertinya mereka tidak tahu apa yang baik bagi rakyat. Apa saja yang dibuat pemerintah mereka tidak setujui, termasuk pemerintahan terbuka. Padahal kita memerlukan pemerintahan terbuka, bukan pe-
merintahan yang tertutup. Mereka katakan menghabiskan biaya, tetapi saya kira semua telah dialokasikan sebelumnya. Mengenai pengurangan kekuasaan pemerintah lokal, saya kira jelas bahwa struktur pemerintahan tingkat lokal masih belum tersusun baik. Sekarang baru memilih koordinator subdistrik dan baru memikirkan untuk pemilihan chefe suco dan aldeia. Saya kira pada kondisi sekarang tidak mengurangi kekuasaan pemerintah lokal, apa lagi menghilangkannya.
Seperti apa gambaran pemerintahan terbuka yang bisa membuat bangsa ini sejahtera? Mendengarkan rakyat di desadesa itu jangan dijadikan seperti proyek. Sekali pergi ke desa-desa selesai. Pergi berdialog ke desa-desa adalah tahap awal. Yang harus dilanjutkan pemerintah dengan menyusun dan menjalankan program yang bisa menjawab masalah-masalah rakyat. Tetapi bukan berarti pemerintah yang harus menjawab semua masalah, sedang rakyat tinggal menunggu saja. Pemerintah harus mengidentifikasi masalah dan mencarikan jalan keluar dengan melibatkan rakyat. Rakyat harus aktif dalam menyelesaikan masalah. Kalau tidak seperti itu, bukan pemerintah terbuka. Pemerintahan terbuka adalah suatu proses yang setiap hari kita lakukan, bukan satu bulan ke satu distrik kemudian satu bulan lagi ke distrik lain. Yang terpenting adalah adanya proses pemerintahan dalam mana semua orang bisa partisipasi. Dialog dengan penduduk desa harus dilakukan agar pemerintah bisa mengidentifikasi masalah dan apa yang menjadi prioritas menurut rakyat. Selanjutnya pemerintah melibatkan semua pihak menyusun dan menjalankan program. Yang terpenting sekarang bukanlah Dewan Menteri harus terus-menerus ke desa, tetapi bagaimana kita menciptakan sistem di desa-desa yang memungkinkan penduduk desa bisa mengambil keputusan dan melakukan sesuatu untuk menjawab masalah mereka sendiri. Inilah hal yang terpenting dari pemerintahan terbuka. Harus ada suatu sistem yang memungkinkan rakyat mengambil keputusan untuk memajukan kehidupan mereka, terlibat dalam pelaksanaan dan pemantauannya. Sistem ini dasarnya adalah dialog. Rogério Soares edisi 24 - April 2003
JUSTIÇA
HATI-HATI: BURUH BISA DIPERBUDAK ... Meskipun Timor Leste telah merdeka, kehidupan kaum buruh belum mengalami perbaikan berarti. Ketentuanketentuan internasional yang melindungi buruh berlaku di negeri ini. Tetapi organisasi buruh masih lemah, sedang proses pengadilan berjalan lamban, dan para penegak hukum belum menguasai ketentuan-ketentuan itu. ampir bisa dipastikan jika setiap manusia di jaman sekarang ini tidak pernah mau menjadi budak bagi sesamanya. Ini adalah sebuah keinginan yang normal dan manusiawi. Tetapi dalam kenyataanya yang terjadi adalah sebaliknya. Banyak sekali orang yang dengan cara-cara tertentu sesungguhnya masih diperbudak oleh sesamanya. Buruh, yaitu orang yang memperoleh nafkah dengan menjual tenaga kepada orang lain untuk menghasilkan suatu barang atau jasa, seringkali berada dalam keadaan diperbudak oleh orang lain. Buruh yang dirugikan sering kita jumpai dalam relasinya dengan perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan mereka. Para pemilik perusahaan sering menganggap orang yang bekerja di perusahaannya sebagai pekerja yang bisa diperintah apa saja tanpa memperhatikan bahwa buruh memiliki hak-hak tertentu. Meskipun tidak sama betul dengan budak, karena untuk kerja yang dilakukannya buruh mendapatkan imbalan berupa uang sedang budak tidak, perlakuan terhadap buruh sangat mirip dengan budak. Karena para majikan membeli tenaga kerja buruh, mereka bisa mengharuskan buruh untuk bekerja dengan jam kerja yang panjang. Majikan sering tidak memperhatikan bahwa buruh adalah manusia yang perlu istirahat. Apa yang terjadi dengan kaum buruh di negeri kita, pada kenyataannya tidaklah jauh dari gambaran di atas. Sejak masa transisi sampai sekarang terjadi banyak sekali tindakan sewenang-wenang oleh kaum majikan (pemilik perusahaan) terhadap para buruh. Jika kita mengunjungi sejumlah lembaga advokasi hak asasi manusia atupun lembaga-lembaga bantuan hukum di kota Dili, kita akan temukan bahwa dari daftar kasus yang masuk, sebagian besar terdiri dari kasus perburuhan. Mulai dari perlakuan semena-mena para majikan lewat tindakan pemecatan tanpa alasan yang jelas dan tanpa uang pesangon, sampai pada soal kondisi kerja dan besarnya upah yang tidak memadai. Juga soal beban kerja yang melebihi kemampuan buruh dan waktu kerja yang melampaui standar delapan jam kerja sehari atau 48 jam seminggu. Dengan modal yang dimiliki, perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan para buruh itu merendahkan martabat kemanusiaan para buruh sebagai sesama manusia yang berderajat sama. Keadaan menjadi lebih menyedihkan karena buruh yang diperlakukan sewenangwenang oleh majikan atau pimpinan perusahaan tempat kerjanya, tidak bisa mendapatkan keadilan secara cepat ketika kasusnya diajukan ke pengadilan. Karena sistem peradilan kita saat ini masih berjalan lamban dengan berbagai persoalan yang dihadapinya, seperti kurangnya hakim, jaksa, dan pembela umum serta kurangnya pemahaman aparat penegak hukum mengenai hukum perburuhan, termasuk standar perburuhan internasional.
H
edisi 24 - April 2003
Jika kita melihat keluar maka nasib kaum buruh di negara-negara maju sedikit lebih baik karena aturan hukum untuk menjamin hak mereka ada dan jelas. Sementara di pihak buruh sendiri kesadaran berorganisasi dan pembentukan serikat buruh juga tinggi dibandingkan perkembangan kaum buruh di negeri kita sekarang ini. Walaupun demikian, keadaan buruh di negeri-negeri maju sekarang juga memburuk karena pemberlakuan kebijakan liberalisasi dan swastanisasi yang diterapkan banyak pemerintah untuk mendorong investasi. Dengan liberalisasi, banyak peraturan yang melindungi buruh dicabut karena dianggap tidak sesuai dengan tuntutan pasar. Peraturan yang melarang dipekerjakannya buruh secara kontrak untuk jenis pekerjaan yang tetap telah membuat banyak buruh kehilangan jaminan kerja. Demikian pula swastanisasi menyebabkan banyak buruh kehilangan pekerjaan karena dianggap tidak produktif. Juga banyak keluarga buruh tidak lagi bisa menikmati pelayanan kesehatan gratis, karena sistem kesehatan diswastakan. Perlindungan hukum untuk buruh di Timor Leste sejak masa transisi sampai sekarang belum memperlihatkan perkembangan. Pengadilan secara umum berjalan lamban, sehingga kasus-kasus perburuhan yang masuk tidak dengan cepat mendapatkan penyelesaian. Misalnya, sejumlah mantan pegawai Perusahaan Listrik Negara (sekarang Elestrisidade de Timor Leste) menggugat pemecatan yang dilakukan terhadap diri mereka dan mendaftarkan gugatan tersebut kepada Pengadilan Distrik Dili sejak masa transisi (tahun 2001). Gugatan tersebut sampai sekarang belum disidangkan. Menurut informasi yang kami peroleh, sebabnya adalah Pengadilan Distrik memberikan prioritas pada perkara pidana, sedang gugatan tersebut adalah perkara perdata. Kelemahan lain pengadilan adalah kenyataan bahwa hakim dan para penegak hukum yang lain belum memahami dengan baik ketentuan-ketentuan perburuhan internasional. Padahal menurut Regulasi UNTAET No. 1/1999 standar hak asasi manusia internasional berlaku di Timor Leste, sehingga ketentuan-ketentuan perburuhan yang dikeluarkan Organisasi Perburuhan Sedunia (International Labour Organization, ILO) berlaku di negeri ini karena merupakan bagian dari standar hak asasi manusia. Yang diatur oleh ketentuan ini antara lain mengenai upah dan kondisi kerja. Karena kelemahan para penegak hukum ini, meskipun menurut hukum hak kaum buruh dilindungi, dalam kenyataan perlindungan ini hampir tidak ada. Jika demikian, bisa-bisa tidak lama lagi Timor Leste akan menjadi negeri yang paling banyak memberikan kebebasan kepada para pemilik modal untuk mengeksploitasi rakyatnya. Apalagi banyak pemimpin, termasuk dari kalangan oposisi, yang berlomba-lomba mengundang Rogério Soares investor. 7
PEMBERDAYAANRAKYAT
KELOMPOK TANI LIQUILUA:
MENGEKSPOR KOPI KE JEPANG Kelompok tani di Liquilua membuktikan bahwa dengan kerja keras secara bersama mereka bisa meningkatkan penghasilan dari pertanian. Kopi hasil mereka bahkan sudah diekspor ke Jepang melalui jalur perdagangan yang adil (fair trade) yang merupakan alternatif terhadap perdagangan kopi yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar, yang justru tidak menguntungkan petani. ecara umum kehidupan pendu duk Maubisse tergantung pada pertanian. Maubisse dikenal sebagai penghasil sayur-sayuran dan kopi. Setelah terjadi penghancuran besar 1999, petani di sana sulit untuk bertani karena alat-alat pertanian dan bibit habis dibakar oleh milisi. Menghadapi keadaan itu, ada orang-orang yang berusaha mencari jalan agar penduduk bisa keluar dari kebingungan dan bekerja untuk membangun bangsa. Adolfo Mendonça Tilman, adalah seorang penduduk Maubisse yang setelah penghancuran, bekerja sebagai petugas keamanan disalah satu organisasi non-pemerintah (NGO) asing di Maubisse. Di sela-sela tugasnya, ia sering bertukar pikiran dengan para staf Rumah Rakyat II Maubisse
S
Anggota kelompok Liquilua menggarap kebun. Foto: Rogério Soares/Direito.
(cabang dari Perkumpulan HAK di Maubisse yang wilayah kerjanya meliputi distrik Aileu, Ainaro, dan Suai). Dalam pembicaraan-pembicaraan, muncul ide untuk mengorganisasikan kelompok tani. Sebagai langkah awal, pertengahan 2000 Adolfo bersama Mariano da Silva Ferreira (saat itu menjadi kepala Rumah Rakyat) berdiskusi dengan penduduk Aldeia Liquilua (Maubisse), kampung halaman istri Adolfo. Mariano da Silva menyampaikan pengalaman pengorganisasian petani di Alas (Distrik Manufahi) dan Luro (Distrik Lautem), yang 8
mendapat dukungan dari Perkumpulan HAK (saat itu masih bernama Yayasan HAK). Penduduk Liquiloa pun menjadi terdorong untuk mengerjakan pertanian seperti yang telah dikerjakan di Alas dan Luro, yaitu mengolah lahan pertanian secara berkelompok, dengan peralatan yang masih tersisa dan bibit apa adanya. Sejak Agustus 2000 para petani Liquilua mulai membentuk kelompok. “Kami membentuk regu kerja yang terdiri dari 7-8 orang yang bertugas membersihkan ladang dan kebun milik pribadi setiap anggota,” kata salah seorang anggota kelompok, Raimundo Alberto Carlos, kepada Rogério Soares dari Direito. Lahan pribadi setiap anggota kelompok dikerjakan secara kolektif, sedang hasilnya tetap menjadi milik pribadi. Kelompok petani yang awalnya beranggotakan 18 orang ini diberi nama “Kelompok Tani Liquiloa.” Adolfo Mendonça Tilman menjadi ketuanya. Perkumpulan HAK memberikan bantuan dengan mencarikan bibit kol (kubis), kentang, kacang merah, wortel, selada, bawang, tomat, dan sayuran lainnya. Semua bibit ini bukan bibit hibrida, karena kalau bibit hibrida maka hasilnya tidak akan bisa dijadikan bibit lagi. Kemudian juga didapatkan bantuan alat pertanian, seperti parang, cangkul, linggis, dan ganco. Kerja kelompok ini memberikan hasil yang cukup memuaskan. Lahan pertanian yang cukup luas dikerjakan dalam waktu yang cepat tanpa mengeluarkan uang. Dengan demikian, tidak ada lahan yang tidak dimanfaatkan karena keluarga yang memilikinya kekurangan tenaga kerja. Pemikiran anggota kelompok pun berkembang. Mulai Februari 2001, mereka menggarap kebun milik bersama (komunal), bukan hanya lahan milik pribadi anggota. Penghasilan
dari kebun komunal ini masuk ke kas kelompok yang akan digunakan untuk keperluan bersama, misalnya membangun balai pertemuan dan membeli alat-alat pertanian milik bersama kelompok. Kelompok tani ini menjadi semakin berkembang ketika sebuah organisasi non-pemerintah dari Jepang mengajak bekerjasama. PARC (Pacific Asia Resource Center) yang dulu terlibat dalam kampanye mendukung kemerdekaan Timor Leste, mengirim aktivisnya ke Timor Leste untuk melanjutkan solidaritas dengan membangun hubungan perdagangan yang adil (fair trade) antara petani Timor Leste dengan konsumen di Jepang. Perdagangan yang adil adalah upaya yang dibuat sebagai alternatif terhadap pola perdagangan dunia yang tidak menguntungkan petani maupun konsumen, tetapi menguntungkan perusahaan besar dari negara-negara maju. Misalnya dalam perdagangan kopi, petani kopi mendapat harga yang rendah. Perusahaan-perusahaan yang membeli kopi dan kemudian mengolahnya menjadi produk jadi berupa kopi bubuk dan menjualnya di negaranegara maju, seperti Amerika, Prancis, dan Jepang mengambil keuntungan sangat besar. Konsumen juga tidak untung karena harga kopi di restoran sangat tinggi. Kalau harga kopi dunia turun, karena produksi kopi yang meningkat, yang rugi adalah petani. Harga yang diterima petani samakin turun, sementara perusahaan besar tetap untung. Dari segi risiko, bagi petani turunnya harga bisa membuat kebutuhan keluarga tidak bisa dipenuhi. Sementara bagi perusahaan besar, jika perdagangan kopi tidak lagi menguntungkan, mereka bisa mengalihkan modalnya untuk usaha lain. Pola perdagangan yang tidak adil ini berlaku di seluruh dunia sekarang. Di dunia ini ada banyak organisasi non-pemerintah yang mengupayakan perdagangan yang adil. Mereka membangun jaringan sendiri yang edisi 24 - April 2003
PEMBERDAYAANRAKYAT
Kelompok tani Liquilua dan kemasan kopi yang diolah dan dipasarkan di Jepang. Foto: R. Soares/Direito
bekerja memasarkan barang produsen di negara-negara sedang berkembang ke konsumen di negara-negara maju. Prinsipnya adalah saling menguntungkan antara produsen dan konsumen, dan tidak merusak lingkungan. PARC adalah salah satu organisasi di Jepang yang bersama organisasi-organisasi lain mendirikan Alter Trade Japan (ATJ) untuk menjalankan perdagangan yang adil. ATJ membeli produk para petani dan mengolahnya kemudian menjual hasil yang sudah diolah kepada konsumen di Jepang dengan harga yang relatif murah. Di Timor Leste, PARC mendukung Kelompok Tani Liquilua yang semuanya memiliki tanaman kopi. Pada bulan Agustus 2002, dengan bantuan PARC, Kelompok Tani Liquilua mengolah kopi dalam persiapan untuk dikirim ke Jepang. Para petani harus memilih kopi dengan ukuran tertentu dan membersihkannya, selanjutnya diangkut ke Dili untuk diekspor melalui laut. Pengapalan dari Dili ke Jepang masih ditangani oleh PARC. “Dalam kerjasama kami dengan PARC dan ATJ di Jepang, tahun lalu kami mengirim enam ton lebih kopi bersih,” kata Francisco da Silva Borbosa, ketua umum kelompok tani ini kepada Rogério Soares dari Direito. Kopi sebanyak itu adalah hasil olahan dari 50 ton kopi kulit merah. Di Jepang, ATJ menangani pengolahannya menjadi kopi bubuk. edisi 24 - April 2003
Kopi bubuk dibungkus dengan kemasan bagus diberi cap bendara nasional RDTL dan diberi merk Cafe Rai Timor. Pada kemasan juga ditulis keterangan bahwa kopi ini diolah dari biji kopi produksi kelompok petani di Maubisse. “Meskipun ada kekurangan dalam proses panen, para konsumen kopi kami di Jepang puas dengan kualitasnya,” kata Borbosa. Bantuan PARC ini hanya bersifat sementara, di masa mendatang penyiapan kopi sampai pengirimannya ke Jepang menjadi tanggungjawab kelompok tani. Dengan demikian semakin banyak keuntungan yang akan didapatkan petani karena semakin besar kontrolnya atas perdagangan produknya. Memperbaiki kehidupan petani perlu usaha yang keras. Meskipun sebagian dari produk mereka sudah diekspor, Kelompok Tani Liquilua masih harus melakukan banyak usaha. “Kerja kelompok kami sudah berjalan dengan baik, tetapi penghasilannya masih untuk dikonsumsi sendiri,” kata Vitor Maria Carlos (35 tahun), sekretaris Kelompok Tani Liquilua. Tetapi, menurut Barbosa, kebutuhan sehari-hari keluarga anggota kelompok sekarang sudah bisa dipenuhi. Untuk meningkatkan wawasan, kelompok petani ini juga mengikuti kegiatan jaringan pengembangan pertanian berkelanjutan HASATIL (Hadomi Sustainabilidade Agrikul-
tura Timor Lorosae). “Saya berharap kelompok bekerja lebih baik lagi untuk mengembangkan pertanian organik,” kata Francisco. Pertanian ini cocok dengan keadaan Timor Leste karena sejalan dengan pertanian berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan alam. “Pertanian yang kami kembangkan ini bisa memberikan kesejahteraan kepada petani sekarang dan di masa yang akan datang,” lanjutnya. Kelompon Tani Liquilua tidak menjadikan kopi sebagai satu-satunya produk unggulan. “Kami juga menghasilkan sayuran seperti kentang, wortel, kacang merah, selada, bawang merah, dan bawah putih. Karena pemasarannya masih sulit, kami belum memproduksinya dalam jumlah banyak,” katanya. Kelompok yang sekarang sudah membesar dengan anggota lebih dari tiga puluh keluarga ini bertekad memperluas ladang garapan. Untuk mengatasi masalah pemasaran, kelompok ini akan membangun jaringan dengan kelompok-kelompok tani di tempat-tempat lain seperti Maubara, Alas, dan Luro. Mereka akan menukar hasil pertanian mereka dengan hasil pertanian kelompok tani lain yang mereka perlukan seperti padi, jagung, dan kelapa. Mereka juga mencari kemungkinan untuk membangun jaringan untuk memasarkan produk selain kopi ke luar negeri. Rogério Soares 9
TEROPONGKEBIJAKAN
Pengadilan Lamban dan Tidak Memberikan Kepastian Hukum Banyak perkara yang masuk ke pengadilan ditangani dengan sangat lamban. Tersangka yang diadili maupun para pihak yang bersengketa tidak mendapatkan kepastian hukum dalam waktu yang cukup lama. Pelanggaran hak asasi manusia pun bisa terjadi. enurut standar penanganan perkara, penyelesaian perka ra (pidana maupun perdata) melalui pengadilan harus berlangsung dengan cepat, efektif, dengan biaya yang murah, serta dengan kepastian hokum. Namun menurut pengamatan Divisi Penanganan Kasus Perkumpulan HAK, asas-asas ini belum terwujud dalam badan peradilan Timor Leste yang sedang dalam proses pembentukan ini. Akibatnya, para terdakwa (dalam perkara pidana) atau penggugat dan tergugat (dalam perkara perdata) tidak mendapatkan kepastian hukum. Dalam kasus perdata, sekalipun terdakwa tidak ditahan, ia tidak bisa bebas bepergian karena sewaktu-waktu dipanggil untuk menghadiri sidang. Sedang di bidang perdata, sengketa yang berlarut-larut akan merugikan semua pihak, baik secara moril maupun materil. Berikut ini adalah sebagian dari kasus yang ditangani penasehat hukum Perkumpulan HAK yang memperlihatkan hal tersebut. Kasus-kasus ini diangkat agar pihak-pihak yang berwenang bisa segera mengambil tindakan perbaikan. Dakwaan Penghasutan TMC, seorang mahasiswa Universitas Nasionan Timor Lorosae didakwa melakukan tindakan pidana menghasut untuk melakukan penyerangan terhadap dua orang reporter TVTL (Televisi Timor Leste) pada 20 Oktober 2001. Yang bersangkutan didakwa melakukan tindak pidana yang diatur oleh pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan hukuman maksimal enam tahun penjara. Kasus ini diproses peradilan sejak akhir 2001, jadi sudah dua tahun lebih. Tetapi sekarang masih dalam tahap pemeriksaan saksi dan barang bukti. Penundaan ini berlebihan. Sebabnya bermacam-macam: berhentinya kontrak aparat penegak hukum pada tahun lalu, jaksa yang terlalu sibuk, tidak hadirnya saksi, pergantian jaksa, kesibukan penase-
M
10
hat hukum, dan hambatan-hambatan teknis lainnya. Selain tidak efisien dan tidak efektif, akibatnya kasus ini kehilangan nilai hukumnya. Tim pembela hukum dari Perkumpulan HAK telah meminta Majelis Hakim atas lamanya proses persidangan dan penundaan ini. Tetapi belum ada tindakan untuk menanggapinya. Apabila diukur dari standar normal penanganan perkara, sebuah perkara pidana biasa membutuhkan waktu paling cepat tiga bulan dan paling lambat enam bulan. Akibat berlarutlarutnya proses peradilan kasus ini, selain kepastian hukum menjadi kehilangan maknanya, terdakwa praktis menjadi kehilangan kebebasan bergerak untuk waktu yang tidak tentu. Walaupun tidak ditahan, TMC tidak bisa bebas ke luar kota apalagi ke luar negeri karena sewaktu-waktu bisa dipanggil untuk menghadiri sidang. Bila ditinjau substansi dakwaan pada kasus ini, pasal yang digunakan sesungguhnya bermasalah dari sudut hak asasi manusia. Pasal ini menghambat pelaksanaan hak menyampaikan pendapat karena orang yang sedang melaksanakan hak ini bisa ditafsirkan melakukan penghasutan. Misalnya, ajakan melakukan demonstrasi dan mogok rentan untuk didakwa dengan pasal ini. Jika terdakwa kasus ini diputus bersalah, maka perkara ini bisa dijadikan preseden penggunaan pasal ini untuk kasus-kasus yang lain. Hal ini patut diperhatikan karena menurut Regulasi UNTAET 1/1999 di Timor Leste berlaku standar hak asasi manusia internasional, sementara kebebasan menyatakan pendapat adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin internasional. Kasus Tanah Dewan Solidaritas Selain banyak jumlahnya, masalah tanah sekarang semakin terlihat kompleksitasnya. Selain terhambat oleh hal-hal yang disebutkan di atas, kasus pertanahan juga terhambat
oleh lemahnya substansi hukum. Salah satu kasus pertahanan yang ditangani Perkumpulan HAK adalah sengketa atas tanah seluas 8.400 meter persegi yang terletak di kawasan Villa Verde, Dili. Perkumpulan HAK menjadi pehasehat hukum pihak tergugat (Dewan Solidaritas Mahasiswa Timor Leste) yang digugat menempati rumah dan lahan milik orang lain secara ilegal. Dewan Solidaritas tinggal di gedung bekas Ajenrem Kodam Udayana yang terletak di atas tanah tersebut setelah mendapatkan izin dari pemerintah transisi UNTAET. Dalam areal tanah tersebut tinggal sekitar 15 keluarga dan terdapat beberapa gedung (termasuk gedung Pengadilan Distrik Dili, yang dibangun pada masa pendudukan Indonesia). Penggugat, João José do Rosario dos Martires, yang mengaku sebagai pemilik tanah tersebut telah meninggalkan rumah dan tanah tersebut sejak tahun 1975. Ia mengajukan gugatan dengan dasar dokumen alvara da conceição yang diterbitkan pemerintah Portugis pada 1955. Semula kasus ini dilaporkan kepada jaksa dengan tuduhan tindakan kriminal (merampas hak milik orang lain). Tetapi, entah mengapa aspek pidana ini diabaikan dan diajukan gugatan perdata. Gugatan dimulai sejak pertengahan 2000, dan hingga sekarang pemeriksaan perkara memasuki tahap pemeriksaan saksi ahli. Secara substansial ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyelesaian kasus ini, seperti faktor bahasa (dokumen alvara da conceição berbahasa Portugis sementara hakim dan pengacara umumnya tidak menguasai bahasa ini), rendahnya pengetahuan tentang sistem hukum (pertanahan) zaman Portugis, informasi dan dokumentasi hukum dan administrasi pertanahan Portugis. Jika ini tidak ditangani maka akan sulit menangani sengketa pertanahan yang menurut pengamatan Perkumpulan HAK jumlahnya akan semakin banyak di masa mendatang. Selain itu, kebijakan negara dalam penyelesaian pertanahan dan perumahan mengandung kontradiksi. Di satu sisi, pemerintah memberlakukan kekosongan dengan tidak menerbitkan dokumen hak atas tanah. Di sisi lain, pengadilan dalam keputusannya dapat memastikan hak atas tanah bagi pihak pemenang perkara. Ini dapat memperparah persoalan tanah di masa mendatang. edisi 24 - April 2003
TEROPONGKEBIJAKAN Sengketa Hotel Turismo Hotel Turismo dibangun pada masa kekuasaan Portugis di Timor Leste. Pada zaman Indonesia, hotel ini dijual oleh pemiliknya kepada seorang pengusaha asal Indonesia. Pada saat Timor Leste memasuki transisi menuju kemerdekaan, pemiliknya, Alex Tanjung Samara, yang tinggal di Timor Leste (dengan status penduduk jangka panjang menurut regulasi pemerintah transisi UNTAET) menyewakan hotel ini kepada perusahaan bernama Arafura Hotel Pty. Ltd. yang berdomisili di Darwin, Australia. Transaksi yang dilakukan dengan sebuah perjanjian sewa-menyewa ini oleh pihak pemilik didaftarkan pada kantor registrasi UNTAET yang berwenang. Persoalan muncul setelah Jaksa Agung Timor Leste mengeluarkan surat bertanggal 8 Juni 2002 yang memerintahkan agar pemilik mengalihkan obyek tersebut kepada pemerintah, karena perjanjian tersebut dianggap bertentangan dengan Konstitusi RDTL pasal 54 dan Regulasi UNTAET 1/1999 pasal 7 ayat 2 jo Regulasi UNTAET 27/2000 pasal 3. Surat Jaksa Agung ini berarti membatalkan perjanjian sewamenyewa hotel tersebut. Pada 7 September 2002 pengacara dari Perkumpulan HAK mengirimkan surat kepada Jaksa Agung menyatakan keberatan atas seluruh dasar hukum yang digunakan Jaksa Agung tersebut. Tetapi tanggapan dan klarifikasi dari Jaksa Agung belum juga datang. Yang beredar hanyalah desas-desus bahwa ada intervensi dari tangan-tangan tersembunyi di balik surat Jaksa Agung. Aset warganegara Indonesia memang bisa menjadi rebutan banyak orang setelah kepergian pemerintah pendudukan Indonesia. Dalam kenyataan, tanpa dasar hukum hanya dengan alasan politis kekejamah yang dilakukan aparat militer di masa Indonesia atau alasan rumah dibakar milisi, orang dapat menguasai aset-aset milik perorangan atau pemerintah Indonesia. Alasan tersebut tidak bisa dijadikan dasar tindakan dalam negara hukum. Dalam negara yang beradab, pemerintah punya tanggungjawab untuk menciptakan hukum dan mekanisme yang pasti dan adil untuk perkara aset peninggalan warganegara perorangan dan pemerintah Indonesia maupun Portugis. Regulasi UNTAET 27/2000 pasal 13 tentang benda tidak bergerak dapat edisi 24 - April 2003
membuka ruang bagi pemilik untuk anggapnya melakukan tindakan inmelakukan klaim atas asetnya. Ka- disipliner. sus Hotel Turisme sekarang sedang Dari informasi yang dikumpuldiupayakan melalui lembaga klaim kan, bisa disimpulkan bahwa sumyang diatur dalam regulasi tersebut. ber persoalannya adalah rehabilitasi Sayangnya regulasi ini belum disertai sebuah hotel yang terletak di kota dengan peraturan dan mekanisme Baucau. Masa pemberhentian seyang konkret. Akibatnya, aset yang mentara telah berlalu dan Perkumdiklaim untuk sementara belum bisa pulan HAK telah meminta klarifidirealisasikan dengan pemastian dan kasi dari Departemen Administrasi pemberian hak atas tanah melalui Dalam Negeri. Namun sejauh ini dokumen yang legal dan definitif. Uraian kasus-kasus di atas mencerminkan sistem kekuasaan kehakiman dengan pengadilan sebagai badan utamanya yang masih belum bisa menjadi tempat Sengketa tanah yang berlarut-larut di pengadilan. Foto: R. Soares/Direito pencarian keadilan dan memberikan kepastian belum diterima tanggapan resmi dari hukum bagi masyarakat. Walaupun Departemen ini. mungkin dalam beberapa kasus MR dinilai indisipliner karena tipengadilan bertindak efektif, tetapi dak mematuhi prosedur yang dimindengan belum berfungsi efektifnya ta oleh pemerintah pusat tentang pengadilan tinggi kebutuhan akan rehabilitasi dan pengelolaan gedung penegakan hukum dan keadilan be- tersebut. Perkumpulan HAK menlum bisa dikatakan telah dipenuhi. dapatkan informasi bahwa setelah Pembenahan institusi pengadilan itu masa pemberhentian sementara bersangat penting, mengingat keadaan akhir, MR diminta bekerja kembali nyata saat ini yang tidak menduku- tetapi tidak pada kedudukannya ng para pencarian keadilan seperti semula sebagai administrator distrik, kurangnya jumlah aparat penegak dan kemungkinan tingkatan (level) hukum (polisi, jaksa, hakim, dan kepegawaiannya diturunkan. pengacara) dengan pengalaman yang Yang menjadi persoalan, pembecukup. Keberadaan pengadilan ting- rian sanksi tersebut dijatuhkan bergi sangat diperlukan untuk mengo- dasarkan investigasi sebuah tim yang reksi dan mengontrol keputusan dibentuk untuk itu yang hasilnya tipengadilan pada tingkat pertama dak disampaikan kepada yang ber(pengadilan distrik). sangkutan dan tidak dipublikasikan. Seharusnya hasil investigasi juga Pemberhentian Sementara diberikan kepada yang bersangkutAdministrator Baucau an supaya bisa mempelajari dan MR diangkat menjadi administra- mengecek kebenaran fakta dan tor (bupati) untuk distrik Baucau kaitannya dengan ketentuan yang pada masa pemerintahan transisi menjadi dasar pengambilan keputuUNTAET. Namun ia dikenai pem- san pemberian sanksi tersebut. Bisa berhentian sementara (suspensaun) dikatakan, pengambilan keputusan selama 150 hari dan gajinya dihenti- itu tidak transparan. Selain itu, pikan pembayarannya. Setelah Inspek- hak yang dikenai sanksi tidak mentur Jenderal mengadakan investiga- dapat kesempatan untuk memberisi, Departemen Administrasi Dalam kan penjelasan atau pun untuk memNegeri pemerintahan transisi meng- bela diri. Lito Exposto 11
HAK ASASI
Amnesty International Merekomendasikan Dukungan Besar Bagi PNTL epolisian Timor Leste kem bali mendapat sorotan. Kali ini dari organisasi hak asasi manusia terkemuka di dunia, Amnesty International, yang pada akhir tahun 2002 mengirim sebuah delegasi dengan tujuan untuk mengkaji kemajuan dalam pembentukan dinas kepolisian dan sejauh mana standar hak asasi manusia diintegrasikan dalam pengembangan dan operasinya. Dalam briefing yang disampaikan kepada Dewan Keamanan pada bulan Maret 2003, organisasi yang berpusat di London, Inggris ini menyatakan bahwa delegasi yang mereka kirim tersebut berkesimpulan bahwa meskipun terjadi kemajuan yang berarti dan perwira-perwira tertentu memperlihatkan profesionalisme dan komitmen yang jelas, Policia Nacional de Timor-Leste (PNTL) masih merupakan suatu lembaga yang rentan dan belum berkembang yang belum cukup dipersiapkan, diperlengkapi, atau didukung dengan baik untuk tugas menjaga hukum dan ketertiban dengan cara yang sesuai dengan hak asasi manusia. Amnesty International menilai bahwa PNTL belum berpengalaman dan belum mampu menangani keadaan ketidaktertiban umum. Contoh paling menonjol tentang ketidakmampuan ini adalah pada saat terjadinya bentrokan antara polisi dan pemrotes di Baucau tanggal 18 dan 25 November 2002 dan kekacauan di Dili pada 3 dan 4 Desember 2002. Dalam peristiwaperistiwa ini tiga orang ditembak, dan sejumlah lainnya luka, yang pelakunya diduga polisi. Juga ada laporan yang bisa dipercaya bahwa 80 orang yang ditangkap di Dili dipukuli oleh petugas polisi. Menurut Amnesty International, dalam sejumlah kejadian PNTL menggunakan kekuatan secara berlebihan dan bertindak dengan cara yang tidak sesuai dan ini mencerminkan persoalan yang lebih mendalam di dalam tubuh kepolisian dan sistem peradilan pidana yang lebih luas.
K
edisi 24 - April 2003
Meskin demikian, Amnesty International mengakui bahwa dinas kepolisian Timor Leste yang baru dibentuk itu juga menunjukkan kemajuan yang mengesankan. Sekitar 1.800 petugas kepolisian telah direkrut dan dilatih pada hari penyerahan kedaulatan Timor Leste dan sasaran 2.830 petugas akan tercapai pada bulan Juni 2003. Hanya saja, desakan untuk memenuhi target jumlah anggota kepolisian dan pengurangan petugas Kepolisian PBB (UN Police) menyebabkan lebih diutamakannya kuantitas daripada kualitas. Untuk mengembangkan dan memperkuat PNTL, Amnesty International mengusulkan agar diberikan dukungan finansial dan teknis yang besar pada tahun-tahun mendatang. “Agar PNTL bisa berkembang menjadi badan kepolisian yang efektif dan demokratis yang mempu menegakkan hukum dan ketertiban dalam cara yang sejalan dengan standar hak asasi manusia internasional,” kata Amnesty International. Juga dikemukakan perlunya komitmen jangka panjang dan koordinas iantara PBB dan negara-negara donor agar proyek pembentukan kepolisian bisa berhasil. Sedang dalam penugasan perwira UN Police yang bekerja bersama PNTL, direkomendasikan agar mereka diseleksai sesuai bidang keahlian tugas mereka. Selain itu, mereka harus telah memiliki pengalaman dalam penerapan standar hak asasi manusia dalam pekerjaan kepolisian. Amnesty International mengamati beberapa bidang yang perlu mendapat perhatian khusus: Tidak adanya kejelasan mengenai hukum yang berlaku, kesenjangan antara legislasi dan peraturan pelaksanaannya, dan adanya ketidakkonsistenan dengan hukum hak asasi manusia internasional Ketidakmemihakan dan pemisahan antara fungsi polisi dengan militer. Amnesty International mengkhawatirkan terancamnya ketidakmemihakan dan legitimasi ke-
polisian karena ketegangan seputar masalah rekrutmen. Standar hak asasi manusia internasional belum dimasukkan dalam pendidikan kepolisian Rendahnya mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban PNTL Satuan Polisi Khusus kualitas pelatihannya kurang memadai, khususnya dalam hal penggunaan senjata, struktur komando dan kontrolnya tidak jelas, pengawasan dan pertanggungjawaban anggotanya tidak jelas. Sistem peradilan sangat lemah sehingga administrasi keadilan sebenarnya lumpuh, yang berakibat pada masa depan keamanan dan stabiltias Timor Leste dan kepercayaan publik pada sistem rendah. Khusus mengenai sistem peradilan, Amnesty International mengusulkan agar empat hal berikut ini segera ditangani secepat mungkin: a. Politik - Klarifikasi tentang peran dan hubungan yang tepat antara pejabat pemerintah dengan badan peradilan yang menegaskan penghormatan pada kebebasan badan peradilan. b. Kelembagaan - Rendahnya kapasitas dan pengalaman para hakim, jaksa penuntut, dan pembela umum. Kejelasan tentang peran dan tanggungjawab masing-masing dan tentang hubungannya dengan petugas penegak hukum. Kurangnya manajemen dan sistem administrasi yang efektif. Tidak memadainya fasilitas dan dukungan. c. Pelaksanaan - Kurangnya kesadaran di kalangan pejabat badan peradilan, dan kegagalan menjalankan perlindungan hak asasi manusia yang sudah ada, termasuk hak tersangka dan kaum perempuan serta anak-anak dalam sistem peradilan pidana. d. Hukum - Tidak lengkapnya kerangka hukum untuk melindungi hak asasi manusia dan ketidakjelasan di kalangan pejabat badan peradilan dan pejabat lainnya yang terkait mengenai undang-undang yang berlaku, termasuk standar dan hukum hak asasi manusia internasional. 12
INSTRUMEN HAM
INSTRUMEN HAM SEBAGAI NORMA HUKUM Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Untuk menjamin hak semua manusia maka perlu adanya ketentuan atau norma yang digunakan untuk menjaminnya. Konvensi-konvensi internasional merupakan instrumen untuk menjamin hak-hak itu. ak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia, untuk bisa mengembangkan kehidupannya. Sebagai hak dasar yang ada pada makhluk ciptaan Tuhan yang berjenis manusia, maka setiap manusia harus memiliki hak itu dan tidak bisa dibatasi, dirampas, didiskriminasi atas dasar jenis kelamin, suku bangsa atau ras, status sosial (kaya-miskin, berpendidikan-tidak berpendidikan, buruh-majikan, anak-orang tua, rakyat biasa dan pejabat). Hak asasi manusia terbagi dalam dua kelompok. Pertama, kelompok hak sipil dan politik, dan kedua, kelompok hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hak sipil contohnya adalah hak untuk bebas dari penyiksaan, hak untuk bebas bergerak. Sedangkan contoh hak politik adalah hak untuk mengemukakan pendapat atau ide, hak untuk berorganisasi. Contoh hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan upah yang layak. Hak sosial contohnya adalah hak atas pelayanan kesehatan, hak atas bantuan kemanusiaan bagi orang yang mengalami musibah. Sedangkan contoh hak budaya adalah hak untuk menikmati hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hak untuk mengembangkan kebudayaan. Bila seseorang dengan kekuasaannya, merampas atau membatasi hak orang lain, maka tindakan ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Negara mempunyai tanggungjawab utama dan berkewajiban untuk melindungi hak sipil dan politik, dan mengembangkan hak ekonomi, sosial, dan budaya warganegaranya. Bila negara tidak bisa memenuhi tanggungjawab ini, maka dapat dikatakan negara telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Misalnya, apabila tindakan kriminal merajalela terhadap penduduk. Tidak ada sarana pelanyanan sosial seperti pusat pelayanan kesehatan untuk
H
edisi 24 - April 2003
Ratifikasi beberapa konvensi internasional. Foto: R. Soares/Direito.
masyarakat dan sekolah, maka negara sedang melakukan pelanggaran hak asasi manusia. “Ideologi” hak asasi manusia muncul karena persoalan kemanusiaan yang terjadi pada saat Perang Dunia Kedua dan pada masa sebelumnya. Deklarasi Semesta tentang Hak Asasi Manusia dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948, sehingga setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia Internasional. Tujuan hukum internasional hak asasi manusia adalah memberikan perlindungan internasional pada hak asasi pribadi dari pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah dan dalam hal tertentu juga oleh pribadi, kelompok, organisasi lain untuk mengusahakan serta menjamin keadaan kehidupan yang sesuai dengan martabat manusia. Instrumen hak asasi manusia adalah norma hukum internasional. Setiap negara anggota PBB terikat pada norma-norma tersebut. Instrumen hak asasi manusia terdiri dari deklarasi, kovenan, dan konvensi. Instrumen pokok hak asasi manusia
adalah Deklarasi Semesta Hak Asasi Manusia, Kovenan Hak Sipil dan Politik, dan Kovenan tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Deklarasi Semesta Hak Asasi Manusia adalah hukum kebiasaan bagi anggota PBB. Sebagai hukum kebiasaan, maka anggota PBB tidak terikat pada isi deklarasi tersebut. Kovenan dan konvensi yang kadang-kadang disebut sebagai “perjanjian internasional” mempunyai kekuatan mengikat secara hukum (legally-binding). Tetapi ikatan ini terjadi setelah negara bersangkutan ikut dalam perjanjian internasional bersangkutan, yaitu dengan menandatangani dan menjadikannya sebagai undang-undang nasional (ratifikasi). Misalnya, suatu negera terikat untuk mematuhi isi Konvensi Hak Anak setelah negara bersangkutan menandatangani konvensi ini dan menjadikannya sebagai undang-undang nasionalnya. Negara RDTL, yang tahun lalu telah menjadi anggota PBB dan telah meratifikasi beberapa kovenan, harus menjalankannya dengan mewujudkan isinya demi kemajuan rakyat Timor Leste dan rakyat dunia. 13
INSTRUMEN HAM
GUGAT
PEMERINTAHAN DAN HAK ASASI MANUSIA Pengakuan pada hak asasi manusia membawa konsekuensi pada proses pemerintahan di suatu negara. Pemerintah memiliki kewajiban menjalankan kebijakan yang manjamin hak politik rakyat. roses pemerintahan di Timor Lorosae pada tahun-tahun pertama ini dapat dikatakan sebagai suatu proses pada tingkat konsolidasi mekanisme, strategi dan sistem pemerintahan negara. Para ahli politik kontemporer beranggapan bahwa pemerintahan yang baru dibentuk akan dimulai dengan usaha-usaha pencarian model, bentuk dan sistem atau mekanisme pelayanan. Selama proses ini, sebagai suatu pemerintahan yang baru, pasti tidak kuat. Apalagi faktor ini dihadapkan pada tantangan globalisasi, investasi modal asing, kebijakan pasar bebas, demokratisasi modern, dan penegakan hak asasi manusia yang biasanya dijadikan paradigma oleh kebanyakan negara maju untuk ditawarkan kepada pemerintahan negara berkembang termasuk Timor Lorosae. Biasanya negara-negara maju menggunakan paradigma demokra-
P
tisasi dan hak asasi manusia sebagai model pembangunan dan penerapan sistem ketatanegaraan. Ini dipaksakan kepada negara-negara berkembang untuk dijadikan dasar berpijaknya pembangunan. Biasanya ini menjadi prasyarat utama untuk memberi dukungan baik politik maupun ekonomi kepada negara sedang berkembang. Pandangan ini sangat tepat sekali melihat potret pemerintahan RDTL sekarang ini. Tanpa meniru kebijakan global tersebut, Timor Lorosae membangun negara ini berdasarkan paradigma yang sama sebagaimana yang tertulis dalam konstitusi Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) yang disusun dan disahkan oleh Majelis Konstituante. Dalam konstitusi ini dikemukakan prinsip tentang proses penyelenggaraan pemerintahan yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dengan sistem demokrasi partisipatif. Pada usianya yang muda, Timor Lorosae dihadapkan pada kondisi harus bersaing dengan negara-negara lainnya. Kebijakan ini didukung dengan langkah meratifikasi 12 konvesni internasional tentang hak asasi manusia untuk dijadikan bagian dari Hukum Nasional Timor Lorosae. Termasuk Konvensi
Presiden bersama Dewan Menteri RDTL. Foto: Rogério Soares/Direito. edisi 24 - April 2003
Internasional Hak Sipil dan Politik sebagai salah satu kebijakan dasar. Proses penyelenggaraan pemerintahan dengan berlandaskan pada hak asasi manusia ditegaskan di dalam pasal 62 dan 63 konstitusi RDTL yang secara eksplisit merupakan indikator bagi penyelenggaraan pemerintahan yang menjunjung tinggi hak-hak politik warganegara sebagai pemilik kekuasaan politik dan untuk berpartisipasi secara sama di dalam pemerintahan. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 62 tentang sumber dan kekuasaan politik, kekuasaan politik adalah milik rakyat dan digunakan sesuai dengan ketetapan konstitusi. Kemudian ditegaskan lebih lanjut di dalam pasal 63 tentang keikutsertaan warganegara dalam kehidupan politik. Intinya bahwa sumber kekuasaan politik adalah rakyat yang proses penyelenggaraan pemerintahan dengan mengacu pada prinsip partisipasi aktif secara langsung dari seluruh warganegara dengan memajukan persamaan dalam penggunaan hakhak sipil dan politik serta tidak adanya diskriminasi berdasarkan unsurunsur jenis kelamin, umur, etnis, agama dan aliran kepercayaan, dan lain-lainnya. Dalam Konvensi Hak Sipil dan Politik tertulis prinsip dasar bahwa proses penyelenggaraan pemerintahan negara dilaksanakan dengan menjunjung tinggi hak setiap orang untuk berpartisipasi di dalam kehidupan politik dan pemerintahan dalam arti yang luas dan mempunyai kesempatan yang sama. Seperti hak politik setiap warganegara untuk; bebas memberikan pendapat, bebas untuk mencari, menerima dan memberikan informasi tanpa batas, ikut pemilu untuk memilih dan dipilih, dan seterusnya. Untuk itu pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap warganegara untuk menikmati dan mengetahui perkembangan pelaksanaan hak-hak tersebut. Terutama mengenai sejauhmana proses pemerintahan itu berjalan. Sebagai negara yang meratifikasi konvensi ini, Timor Leste memiliki kewajiban internasional untuk melaporkan pelaksanaan konvensi ini kepada PBB dan masyarakat Timor Lorosae. Aniceto Guró Berteni Neves 14
GUGAT
BELUM ADA KEBIJAKAN PEMERINTAH DI SEKTOR TRANSPORTASI UMUM Angkutan umum dan jalan raya adalah dua hal yang perlu perhatian dalam pembangunan bangsa ini karena sangat menentukan pembangunan ekonomi rakyat. Angkutan umum yang belum menjakau daerah-daerah pelosok saat ini mempersulit pengembangan ekonomi rakyat yang merata.
ada era kemerdekaan ini, di Dili kita melihat angkutan umum dari berbagai jenis kenderaan seperti mikrolet, bus kota dan mobil sedan yang dijadikan taxi. Sepertinya angkutan umum sekarang lebih baik dibandingkan dengan masa kolonial. Sejak masa transisi, masuk para pengusaha dari berbagai negara menjual mobil-mobil bekas yang harganya relatif murah. Karena banyak orang yang membeli mobil, kota Dili pun dibanjiri mobil bekas. Tetapi mobil angkutan umum ternyata hanya berdesak-desakan di kota Dili. Banyak desa tidak dijangkau oleh angkutan umum. Menurut mereka, hasil pertanian tidak bisa dijual karena kesulitan mencari alat transportasi. Apalagi banyak wilayah belum dilalui oleh jalan. Misalnya para perempuan penduduk HatuBuilico harus berjalan kaki lebih dari empat jam mengangkut hasil pertanian mereka untuk dijual di Ermera. Angkutan umum dan jalan raya adalah dua masalah transportasi yang memerlukan perhatian serius pemerintah. Jika kebutuhan transportasi ditangani dengan baik oleh pemerintah, pengaruhnya akan baik bagi kehidupan rakyat. Perekonomian rakyat bisa tumbuh, tercipta keseimbangan pendapatan antar wilayah, dan angka kemiskinan bisa dikurangi. Anggaran negara tahun 20012002 (masa transisi) untuk infrastruktur, termasuk sektor transportasi besarnya mencapai USD 16.585 juta. Sementara dalam laporan pembelanjaan pemerintah tahun 20022003, pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur totalnya adalah USD 16,7 juta, dengan nilai kapital sebesar USD 1,46 juta. Uang sebesar ini seharusnya pemerintah dapat menjamin adanya angkutan umum untuk melayani masyarakat di pelosok dengan biaya murah. Atau paling tidak jalan raya untuk angkutan umum bisa diper-
P
edisi 24 - April 2003
Angkutan umum di kota Dili. Foto: Rogério Soares/Direito.
baiki. Anggaran yang dialokasikan di atas berasal dari TFET (Trust fund for East Timor), CFET (Consolidation fund for East Timor), Bdan bilateral serta UN Assessed Fund. Sebagian dari anggaran tersebut juga digunakan pemerintah untuk menyewa kapal jurusan Dili-Atauro-Oecusse. Oecusse dan Atauro menjadi prioritas karena keduanya dipisahkan oleh laut dari wilayah utama Timor Leste dan hanya bisa dijangkau dengan angkutan laut. Tetapi muncul kritik karena penyewaan kapal ini dianggap memboroskan dan diusulkan agar pemerintah membeli dan mengoperasikan kapal sendiri saja. Pemikiran agar pemerintah mengoperasikan angkutan umum ada di kalangan pemerintah. Pada masa “Transisi II” yang kebanyakan posisi sudah dipegang orang Timor Leste sendiri, Kabinet Transisi di bawah Ketua Menteri Marí Alkatiri pernah mengajukan usulan agar pemerintah mendirikan semacam perusahaan angkutan umum yang melayani desadesa agar penduduk desa bisa mengangkut hasil pertaniannya untuk dijual di kota. Tetapi usulan ini ti-
dak disetujui oleh Bank Dunia karena menurut Bank Dunia transportasi adalah urusan swasta dan pemerintah tidak boleh campur tangan karena hanya akan menimbulkan korupsi dan inefisiensi ekonomi. Karena Bank Dunia yang mengelola dana anggaran pembangunan yang uangnya berasal dari negara-negara donor, Bank Dunia lebih kuat posisinya dalam menentukan kebijakan dibandingkan Dewan Menteri saat itu. Keadaan ini berlanjut sampai sekarang. Meskipun RDTL telah resmi merdeka, yang mengelola dana bantuan dari donor-donor untuk Timor Leste masih Bank Dunia. Aggaran pembangunan dan anggaran rutin pemerintah masih berada di tangan Bank Dunia. Transportasi begitu penting bagi kehidupan rakyat Timor Leste. Kalau urusan ini diserahkan kepada swasta, maka akan banyak desa yang tidak bisa mendapatkannya karena di manapun usaha swasta hanya memikirkan keuntungannya sendiri, bukan kepentingan seluruh rakyat. Apalagi rakyat miskin di desa-desa. Julino Ximenes da Silva 15
serba-serbi
Pelatihan Advokasi di lokal, yang selama ini menjadi mitra besar program advokasi dan turundalam kegiatan pemberdayaan mas- annya berupa kegiatan-kegiatan yang Oecusse untutan agar organisasi nonpemerintah lebih meningkat kan perannya dalam memberdayakan rakyat terus meningkat belakangan ini. Pihak organisasi nonpemerintah sendiri telah berupaya memenuhi tuntutan itu lewat program kegiatan yang mereka jalankan. Walaupun begitu, memang banyak kelemahan. Sebagian besar organisasi non-pemerintah baru dibentuk di masa transisi, dan dijalankan oleh orang-orang belum banyak pengalaman. Pengetahuan dan keterampilan sebagian dari para pekerja untuk mengelola organisasi masih lemah. Juga ada kelemahan perspektif mengenai persoalan dasar rakyat dan alternatif-alternatif jalan keluar untuk persoalan yang dihadapi rakyat. Untuk menjawab kekuarangankekurangan di atas Perkumpulan HAK berusaha memberikan dukungan kepada organisasi-organisasi
T
yarakat dan advokasi hak asasi manusia. Dalam rangka itu, pada tanggal 25-26 April 2003 Perkumpulan HAK menyelanggarakan pelatihan tentang advokasi hak asasi manusia dan pengorganisasian masyarakat untuk tiga organisasi mitranya di Ambeno, yaitu Fundação Fatu Sinai Oecusse (FFSO), Atoni Oecusse, dan Centro Feto Oecusse. Dalam pelatihan ini para peserta belajar melakukan analisis mengenai kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman yang dihadapi organisasi mereka, atau yang lebih dikenal dengan sebutan analisis K3A atau SWOT. Dengan latihan ini diharapkan para peserta bisa menganalisis keadaan nyata yang dihadapi masing-masing organisasi, dalam menjalankan pekerjaan advokasi yang akan dilakukan di Oecusse nanti. Dari hasil analisis ini, peserta dilatih untuk merancang garis-garis
akan dilakukan setelah pelatihan. Peserta juga berlatih melakukan kampanye advokasi terpadu atas kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Oecusse. Para peserta dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok diberi tugas menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia yang diangkat dari kasus nyata yang dihadapi para peserta. Dalam latihan advokasi pelanggaran hak asasi manusia, para peserta berlatih melakukan penanganan secara tahap demi tahap. Dimulai dari pengamatan dan investigasi kasus, pembuatan laporan, hingga merumuskan strategi, sasaran, dan caracara yang akan digunakan dalam advokasi kasus. Fasilitator kemudian mengarahkan para peserta untuk mendiskusikan kelemahan-kelemahan mereka dalam menangani kasus, agar di dalam kenyataan mereka bisa memperbaikinya.
AMI LIAN
Kami Mengharapkan Pemerintahan Terbuka
K
unjungan para anggota De wan Menteri RDTL ke desadesa yang diberi nama governasauan aberta sejak tiga bulan lalu, banyak mendapatkan kritik dari partai-partai oposisi. Tetapi bagaimana pandangan masyarakat tentang hal ini ? Berikut sebagian pendapat yang dihimpun oleh Rogério Soares dari Direito. “Kami senang karena Dewan Menteri sampai di tengah masyarakat untuk memberitahukan kepada rakyat tentang apa yang direncanakan dan keadaan pemerintah sekarang dalam membangun bangsa,” kata Fernando Oliveira Xavier, seorang penduduk Maliana Kota. Ia mengatakan akan tetap mendukung program ini. “Kami tetap memberikan dukungan pada pemerintah untuk menjalankan
aktivitas ini sampai ke seluruh 13 distrik,” tegasnya. Hal yang sama diungkapkan oleh Duarte Barros, penduduk Subdistrik Cailaco, Distrik Bobonaro yang ditemui Direito di Maliana. “Saya berpendapat ini adalah hal yang baik, karena pemerintah datang kepada rakyat dan mengatakan apa yang sedang mereka lakukan dalam menjalankan pemerintahan,” katanya. Menurut pengamatannya, rakyat di desa-desa selama ini mengharapkan pemerintah datang kepada mereka. Karena mereka sangat ingin tahu perkembangan pemerintahan setelah merdeka. “Kesempatan seperti itu sangat baik bagi kami. Sebagai rakyat, selama ini kami terus bekerja, dan sambil menunggu program dari
PENERBIT: Perkumpulan HAK. PENGELOLA : José Luís de Oliveira, Rui Viana, Rogério Soares, Nug Katjasungkana, Oscar da Silva, Mariano Fereirra, F.X. Sumaryono, Aneceto Guro Berteni Neves | ALAMAT REDAKSI: Rua Governador C.M. Serpa Rosa T-091, Farol, Dili, Timor Lorosae. Tel.: +670.390.313323 Fax: +670.390.313324 E-mail:
[email protected]
pemerintah. Sekarang kesempatan untuk menyampaikan kesulitan yang kami hadapi sehari-hari kepada pemerintah,” katanya lagi. Ia menginginkan agar semua pendapat dan usulan yang diajukan rakyat kepada pemerintah tidak hanya dijadikan catatan. “Penting bagi kami adalah bagaimana usulan kami itu diperhatikan dalam perencanaan untuk pembangunan bangsa ini. Supaya menunjukan bahwa apa yang kami sampaikan betulbetul diperhatikan pemerintah,” tegasnya. Baginya, kesempatan itu juga bisa digunakan rakyat untuk menyampaikan kritik tentang hal yang tidak baik dari pemerintah. “Kesempatan itu kami bisa menyampaikan kritik agar pemerintahan bisa diperbaiki,” katanya. Rogério Soares TERBITAN INI DIDUKUNG OLEH: