BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Perusahaan Nama Lembaga
:
Kantor Bersama Perkebunan Chakra (PT Kabepe Chakra)
Alamat
:
Jalan Bojong Buah Raya No.6A, Bandung 40971 Indonesia
Telepon
:
+62 (22) 5892874
Faximile
:
+62 (22) 5895306
Email
:
[email protected]
Website
:
http://www.chakratea.com
CHAKRA merupakan perusahaan yang memproduksi beberapa tipe teh. Tiga tipe utama dari teh yang diproduksi Chakra adalah Green Tea, Black Tea, dan Japan Tea. Setiap tipe teh tersebut diproses secara berbeda setelah daun hijaunya dipetik, sehingga memberikan karakteristik yang berbeda-beda. PT Kabepe Chakra merupakan kantor manajemen yang mengelola beberapa perusahaan induk yang masing-masing memiliki perkebunan sendiri, diantaranya: 1. Chakra, PT: Dewata Tea plantation, 600 hektar, 1200-1600 a.s.l 2. Ratnapura Bianka, PT: Negara Kanaan Tea plantation, 379 hektar, 1200 a.s.l 3. Surya Andaka Mustika, PT: Megawatie Tea plantation, 836 hektar, 1300 a.s.l 4. HK. Waringin, PT: Gunung Kencana Tea plantation, 624 hektar, 800 a.s.l 5. Baru Ulis Tea Plantation 6. PT SMM, Kabawetan Tea Estate, 1000 hektar, 1200 a.s.l
1
Gambar 1.1 merupakan logo perusahaan PT Kabepe Chakra :
Gambar 1.1 Logo Perusahaan PT Kabepe Chakra Sumber : Kabepe Chakra (2014)
1.1.2 Sejarah Singkat Perusahaan Chakra Group memulai bisnisnya dengan sebuah perkebunan teh di Jawa Barat yang bernama Dewata. Teh tersebut merupakan inti dari grup yang sekarang berfokus pada produksi dan pertukaran teh. Saat ini, Chakra memiliki enam perkebunan dengan teh sebagai tanaman utamanya. Perkebunan Dewata dibeli oleh Bapak Badruddin pada tahun 1956 dari perusahaan Belanda, Tiedeman van Kerchem, dan anaknya, Bapak Rachmat Badruddin, telah mengambil alih manajemennya pada tahun 1990 ketika ayahnya telah meninggal dunia. Setiap perusahaan telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan grup yang sekarang dikelola oleh PT. KABEPE CHAKRA. Gambar 1.2 merupakan timeline dari sejarah pertumbuhan Chakra Group:
Gambar 1.2 Timeline Sejarah dan Pertumbuhan Chakra Group Sumber : Kabepe Chakra (2014)
2
Awal terbentuknya Chakra adalah pada tahun 1956 ketika Perkebunan Dewata dibeli oleh Bapak Badruddin dari perusahaan Belanda, Tiedeman van Kerchem. Untuk mencapai skala ekonomi yang lebih tinggi, pada tahun 1990-1995 Chakra mengakuisisi empat perusahaan yang masing-masing memiliki perkebunan yaitu perkebunan Negara Kanaan, Megawatie, Gunung Kencana, dan P. Eurih. Pada tahun 1991 Chakra akhirnya membentuk holding company untuk mengelola unit produksi dan kegiatan marketing dari seluruh perusahaan yang tergabung dengan nama Kabepe Chakra. Pada tahun 2006-2007 Kabepe Chakra kembali memperoleh dua perkebunan teh yaitu perkebunan Gambung Agro Lestari dan Baru Ulis untuk meningkatkan kemampuan memasok teh sencha. Pada tahun 2007 dan seterusnya, Kabepe Chakra melakukan partnership dengan perkebunan teh milik pemerintah ataupun swasta seperti perkebunan B. Mekar dan perkebunan Kabawetan.
1.1.3 Visi dan Misi Perusahaan Visi dan Misi Perusahaan Kabepe Chakra adalah sebagai berikut : 1. Visi: Chakra berusaha menjadi perusahaan kelas dunia pada bidang agribisnis yang didukung oleh sistem manajemen total. Dengan berfokus pada teh, Chakra memiliki potensi untuk mengembangkan inti perusahaan dan mengembangkan strategi diversifikasi terkait melalui investasi sendiri, joint-venture dan/atau memperluas layanan kepada pihak lain. 2. Misi: Chakra secara efektif memanfaatkan pasar global, namun pasar lokal adalah dasar keberhasilannya. Hal ini untuk kepentingan para pemegang saham dan masyarakat pada umumnya. Chakra diarahkan untuk berada di depan dalam menciptakan sinergi dalam industri, untuk meningkatkan kekuatan untuk memanfaatkan proses program privatisasi yang maju dari perkebunan milik pemerintah.
3
3. Value: Chakra Group harus mematuhi semua undang-undang yang sah dan peraturan apapupun yang berlaku, dengan cara yang beretika tinggi. Chakra Group mengakui bahwa sumber daya manusia adalah aset yang paling berharga sehingga mereka berusaha untuk menjaga kualitas hidup karyawan mereka.
1.2 Latar Belakang Penelitian Produksi merupakan salah satu kegiatan operasional utama yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu produk yang akhirnya akan dijual ke konsumen. Seiring dengan perkembangan teknologi, kegiatan produksi saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan menggunakan mesin produksi. Sudah banyak negara yang mempunyai teknologi canggih untuk menggantikan posisi buruh. Bahkan beberapa pengusaha saat ini sudah ada yang beralih ke mesin untuk produksi (Rusadi, 2013). Pemerintah juga sangat mendukung penggunaan mesin produksi. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya pemberian insentif pada industri yang menggunakan mesin produksi dalam negeri agar industri mesin domestik bisa berkembang dan menguasai pasar lokal. Pemerintah hanya akan memberikan insentif bagi industri-industri yang menggunakan mesin produksi dalam negeri. Itu yang pemerintah coba dorong sekarang (Bukhari, 2008). Penggunaan mesin atau teknologi menghasilkan nilai efisiensi lebih besar ketimbang mempekerjakan manusia. Otomatisasi diperkirakan bisa menghemat separuh dari biaya produksi dibandingkan dengan jika menggunakan tenaga manusia. Ongkos produksi terbesar di sektor manufaktur adalah biaya pengadaan bahan baku sekitar 60%. Selanjutnya adalah komponen listrik dan tenaga kerja, bagi sektor non padat karya biaya listriknya bisa mencapai separuh. Namun, bagi yang bergerak di padat karya sekitar 30% hingga 40% digunakan untuk man power cost (Soetrisno, 2014). Kinerja mesin tidak mungkin akan terus stabil jika digunakan secara terus menerus dalam waktu yang lama. Mesin akan mengalami penurunan kinerja dan berkurangnya tingkat efektivitas yang akan menyebabkan penurunan pula terhadap kualitas produk. Mesin pabrik merupakan bagian penting untuk
4
memperlancar proses produksi, itulah sebabnya perawatan adalah hal yang tidak boleh dilewatkan mengingat mesin merupakan salah satu organ penting untuk eksistensi perusahaan. Manajemen pemeliharaan mesin merupakan salah satu langkah tepat untuk menentukan kapan mesin butuh dilakukan perawatan. Dengan demikian, proses kerja mesin dalam pabrik tetap berjalan lancar sehingga proses produksi tidak akan terhambat (Vibrasindo, 2015). Salah satu metode proses maintenance yang dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas
adalah
Total
Productive
Maintenance
(TPM).
Untuk
implementasi TPM, unit produksi dan maintenance harus bekerja bersamaan. Penerapannya akan melibatkan seluruh karyawan dalam melakukan perawatan mesin, peralatan dan bertujuan meningkatkan produktifitas. Indikator kesuksesan implementasi TPM diukur dengan OEE (Overall Equipment Effectiveness) (Shift, 2012). Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah suatu metrik best practice yang mengidentifikasi persentase waktu produksi yang direncanakan yang benar-benar produktif. Nilai OEE 100% menunjukkan produksi yang sempurna yaitu kegiatan manufaktur hanya pada bagian terbaik, cepat, tanpa down time (Vorne Industries, 2013). Rata-rata mesin pada pabrik umumnya menghasilkan nilai OEE sebesar 35% sampai 45 %. Artinya, mereka mengalami kerugian kapasitas sebesar 55% sampai 65% yaitu ketika mesin tidak bekerja, mesin bekerja tapi dengan kecepatan yang berkurang, dan memproduksi produk di luar spesifikasi (OEE Industry Standard, 2014). Sebagai perbandingan, nilai OEE yang dianggap baik ditunjukan pada gambar 1.3 berikut :
Gambar 1.3 Perbandingan nilai Overall Equipment Effectiveness Sumber : Vorne Industries (2013)
5
Nilai OEE 100% merupakan produksi yang sempurna yaitu kegiatan manufaktur hanya pada bagian terbaik, cepat, tanpa down time. Nilai OEE 85% dianggap sebagai standar manufaktur kelas dunia. Untuk beberapa perusahaan, nilai tersebut sangat cocok untuk tujuan jangka panjang. Nilai OEE 60% merupakan nilai tipikal untuk perusahaan manufaktur, tapi juga menunjukan bahwa masih banyak hal yang harus diperbaiki. Nilai OEE 40% merupakan nilai yang rendah namun banyak dimiliki oleh perusahaan manufaktur yang baru memulai meningkatkan kinerja manufakturnya. Nilai OEE tersebut dapat dengan mudah diperbaiki melalui langkah-langkah sederhana. Penggunaan mesin dan peralatan berupa alat konstruksi, mesin pertanian, mesin proses, alat penunjang dan alat listrik di Indonesia sendiri terus meningkat. Pasar yang sangat potensial bagi industri mesin dalam negeri adalah industri makanan dan minuman karena industri makanan dan minuman paling tahan terhadap krisis ekonomi yang terjadi. Industri makanan dan minuman tiap tahunnya, selalu melakukan pembelanjaan barang modal sekitar 15-20 persen dari anggarannya untuk melakukan perbaikan mesin. Beberapa mesin yang dibutuhkan industri makanan dan minuman antara lain mesin kemasan, mesin pengolahan, mesin penggilingan dan mesin pengeringan (Dharmawan, 2008). Besarnya persentase penggunaan anggaran perbaikan mesin tersebut menunjukan rendahnya nilai efektivitas mesin sehingga masih banyak ruang untuk dilakukan perbaikan terhadap mesin pada industri makanan dan minuman di Indonesia. Salah satu perusahaan industri makanan dan minuman di Indonesia, tepatnya di Jawa Barat yaitu perusahaan produksi teh, PT Kabepe Chakra. PT Kabepe Chakra menggunakan teknologi mesin produksi dalam pengolahan tehnya. Proses pengolahan teh tersebut terbagi pada beberapa stasiun, yaitu pelayuan, pendinginan, penggulungan, pengeringan, sortasi dan pengepakan. Setiap stasiun tersebut masing-masing menggunakan mesin untuk mengolah teh rata-rata sebanyak 91.792,58 kg per bulannya dengan jam kerja operasional mesin tertinggi terdapat pada stasiun pengeringan yang menggunakan mesin Ball Tea yaitu mencapai 24 jam sehari (Kabepe Chakra, 2014). Banyaknya bahan baku yang diolah dan lamanya mesin bekerja akan mempengaruhi
6
kondisi mesin dan tinggi rendahnya nilai efektivitas mesin. Mesin dengan nilai efektivitas yang tinggi akan menghasilkan teh yang sesuai spesifikasi dan memenuhi target jumlah produksi. Karena itu untuk menjaga kinerja dan efektivitas mesin, perlu dilakukan kegiatan maintenance yang sesuai agar kegiatan tersebut mampu meminimalisir segala macam bentuk kerugian. Kegiatan maintenance terhadap mesin produksi yang dilakukan oleh PT Kabepe Chakra juga memerlukan beberapa pertimbangan agar kegiatannya tepat guna. Maka, tingkat efektivitas mesin atau OEE perlu diperhitungkan untuk mengetahui apakah nilainya masih kurang atau sudah sesuai dengan standar OEE World Class. Setelah mengetahui nilai OEE, kerugian penyebab tinggi rendahnya nilai OEE tersebut perlu dianalisis pula sehingga akan didapat keputusan manajemen yang terbaik dalam kegiatan maintenance tersebut. Karena itu, dilakukan penelitian terhadap efektivitas mesin pada lini produksi yang digunakan oleh PT Kabepe Chakra yang berjudul : “ANALISIS EFEKTIVITAS MESIN PADA LINI PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE
OVERALL
EQUIPMENT
EFFECTIVENESS
(OEE)
BERDASARKAN PRINSIP TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) (Studi Kasus Pada Mesin Ball Tea di PT Kabepe Chakra)”
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, dapat ditentukan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat ketersediaan atau Availability mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan di pabrik PT Kabepe Chakra? 2. Bagaimana tingkat efisiensi kinerja atau Performance Efficiency mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan di pabrik PT Kabepe Chakra? 3. Bagaimana tingkat kualitas produk atau Rate Of Quality Product mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan di pabrik PT Kabepe Chakra? 4. Bagaimana tingkat efektivitas atau Overall Equipment Effectiveness (OEE) mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan di pabrik PT Kabepe Chakra? 5. Kerugian-kerugian apa saja yang terdapat pada mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan di pabrik PT Kabepe Chakra?
7
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk menganalisis dan memberikan solusi atas masalah yang ada. Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian adalah : 1. Mengetahui tingkat ketersediaan atau Availability mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan di pabrik PT Kabepe Chakra. 2. Mengetahui tingkat efisiensi kinerja atau Performance Efficiency mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan di pabrik PT Kabepe Chakra. 3. Mengetahui tingkat kualitas produk atau Rate Of Quality Product mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan di pabrik PT Kabepe Chakra. 4. Mengetahui tingkat efektivitas atau Overall Equipment Effectiveness (OEE) dari mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan di pabrik PT Kabepe Chakra. 5. Mengetahui kerugian-kerugian yang terdapat pada mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan yang digunakan PT Kabepe Chakra.
1.5 Batasan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini memiliki beberapa batasan agar fokus dan tujuan utama penelitian menjadi lebih jelas. Batasan-batasan dalam penelitian ini diantaranya: 1. Penelitian hanya dilakukan terhadap mesin produksi pada lini produksi teh yaitu mesin Ball Tea pada stasiun pengeringan. 2. Prinsip Total Productive Maintenance (TPM) yang digunakan dalam penelitian hanya berfokus pada metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk menghitung tingkat produktivitas dan efektivitas mesin. 3. Identifikasi penyebab kerugian pada mesin dilakukan dengan menganalisis kerugian sesuai teori six big losses. 4. Data mesin dan produksi yang digunakan hanya data pada tahun 2014.
8
1.6 Kegunaan Penelitian Pelaksanaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam segi akademis maupun praktis, beberapa manfaat tersebut diantaranaya: 1. Aspek Akademis a. Menambah pengetahuan dan memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai materi kuliah yang telah diberikan dengan membandingkan teori dengan suatu kasus nyata yang terjadi di lapangan. b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan informasi tambahan bagi mahasiswa lain yang membutuhkan. 2. Aspek Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memberikan suatu masukan yang bersifat membangun bagi perusahaan terkait maupun perusahaan lain mengenai nilai efektifitas mesin dan pentingnya pelaksanaan maintenance mesin. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi terhadap masalah yang ada di perusahaan terutama masalah terkait tingkat efektifitas dan pelaksanaan maintenance mesin.
1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan memberikan gambaran bagi pembaca mengenai isi dari penelitian ini yang diuraikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang menggambarkan tinjauan objek studi, latar belakang masalah yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan, dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan objek yang diteliti dan bahan acuan dalam penelitian ini, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, dan ruang lingkup.
9
BAB III METODE PENELITIAN Bab 3 merupakan metode penelitian yang akan membahas tentang jenis penelitian, variabel, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab 4 menjelaskan tentang pembahasan atas masalah yang telah dirumuskan serta menjelaskan hasil penelitian tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup, dimana berisi tentang kesimpulan dari analisis tingkat efektivitas mesin dan faktor-faktor kerugian yang mempengaruhi nilai tersebut, serta saran-saran yang bersifat membangun untuk di masa mendatang bagi perusahaan terkait.
10