FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER DI ACCOUNTING GROUP PT BANK X, JAKARTA TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH : SELISCA LUTHFIANA FADHILLAH NIM : 109101000048
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M/ 1434 H
Generated by CamScanner from intsig.com
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, September 2013 Selisca Luthfiana Fadhillah, NIM: 109101000048 Faktor- faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta Tahun 2013 (xviii + 83 halaman, 11 tabel, 1 grafik, 4 gambar, 5 lampiran)
ABSTRAK Kelelahan mata pada pengguna komputer dapat terjadi karena bekerja dengan melihat dan membaca dekat dalam waktu yang lama. Kondisi demikian dapat menurunkan ketelitian dan kewaspadaan. Selain itu dapat menurunkan kondisi kesehatan pekerja bahkan dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain crosss sectional study, yang dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta dengan jumlah sampel 100 orang. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen: kuesioner, snellen chart, meteran, dan lux meter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna komputer yang mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 72%. Keluhan yang paling banyak adalah mata perih (77.8%). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa variabel yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata adalah variabel kelainan refraksi (Pvalue = 0.030) dan tingkat pencahayaan (Pvalue = 0.003). Sedangkan usia dan jarak monitor tidak berhubungan dengan keluhan kelelahan mata. Untuk menurunkan risiko keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer, disarankan agar tingkat pencahayaan sesuai dengan standar Kepmenkes yaitu 500 lux. Melengkapi setiap layar monitor dengan antiglare. Melakukan sosialisasi terhadap pekerja. Mengganti bola lampu yang tidak berfungsi dengan baik. Melakukan pemeriksaan mata pada pekerja dan melakukan pemindahan tenaga kerja dengan visus yang setinggi-tingginya. Daftar bacaan : (1985 – 2013) Kata kunci: Pengguna komputer, Kelelahan mata, Kelainan Refraksi. ii
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduated Thesis, September 2013 SELISCA LUTHFIANA FADHILLAH, NIM : 109101000048 FACTORS CORELATION WITH SYMPTOM OF EYESTRAIN IN COMPUTER USER AT ACCOUNTING GROUP PT. BANK X, JAKARTA OF YEAR 2013. (xviii + 83 pages, 11 tables, 1 graphic, 4 pictures, 5 attachments)
ABSTRACT
Eye fatigue can occur on the user's computer because it works by looking and reading closely for a long time. These conditions can decrease accuracy and alertness. Moreover, it can reduce worker health condition can even cause accidents. This study was therefore conducted to determine the factors associated with complaints of eye fatigue. This study is an epidemiological study designs crosss sectional analytic study, which was conducted in June-July 2013. The population in this study were all computer users in the Accounting Group X PT Bank Jakarta with a sample of 100 people. Data were collected using instruments: questionnaires, Snellen chart, meter, and a lux meter. Results showed that computer users experience eyestrain complaints as much as 72%. The most common complaints were eye irritation (77.8%). Based on the results of the statistical test is known that the variables associated with complaints of eye fatigue is a variable refractive disorders (Pvalue = 0.030) and light levels (Pvalue = 0.003). While the age and distance monitor is not associated with complaints of eye fatigue. To reduce the risk of eye fatigue complaints on the user's computer, it is recommended that lighting levels in accordance with the standards Kepmenkes is 500 lux. Complement each monitor with antiglare screen. To disseminate the workers. Replacing light bulbs that are not functioning properly. Conduct eye examinations on workers and labor of moving the highest visual acuity. References
: (1985 – 2013)
Keyword: Computer users, eye fatigue, Refraction disorder.
iii
Generated by CamScanner from intsig.com
Generated by CamScanner from intsig.com
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Selisca Luthfiana Fadhillah
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 02 Juli 1991 Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Pernikahan
: Belum menikah
Nomor Handphone
: 08568505035
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 2009- sekarang
S1-
Program
Studi
Kesehatan
Masyarakat,
Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2006- 2009
SMA Negeri 1 Ciputat
2003- 2006
SMP Negeri II Ciputat
1997- 2003
SD Negeri Situ Gintung II
Pengalaman Pelatihan dan Seminar 2012
Pelatihan OSHAS 18001
2012
Seminar Profesi K3 UIN Jakarta
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Segalanya, syukur penulis ucapkan padamu ya Rabb, karena tanpa pertolongan-Mu penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis haturkan Shalawat dan salam kepada baginda Rasulallah SAW yang membawa umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi Tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta, Tahun 2013” Penyelesaian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang memberikan bantuan baik moril maupun materil, sekiranya patutlah bagi penyusun untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Kepada Mama dan Papa yang memberikan doa dan ketulusan serta rasa sayang yang tak terbatas terhadap diriku. 2. Kepada kakak kandungku “Reza Fahmi Fatahillah” yang telah membantu atas kelancaran penelitian penulis. I can’t make it without u Bro.. 3. Ua Emon, Bi Lilis, Umi, dan semua keluarga besar yang juga turut mendukung dan memotivasi serta memberikan nasehat kepada penulis. 4. Tim ceriwis di grup “Moses Family”, Kak Novi, Kak Nancy, Kak Adi, Kak Anda, Kak Lia, Kak Dewi, dll. Terimaksih buat do’a nya.
vii
5. Om Herianto, Tante Hesti, dan Om Udi. Terimakasih sudah mendukung penulis dan membantu penulis untuk tetap semangat menyelesaikan skripsi. 6. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Ibu Febrianti, SP, M. Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat yang selalu berusaha dengan keikhlasannya memajukan jurusan kesmas agar bisa berdiri di atas dari jurusan-jurusan lain 8. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M. MA, selaku Pembimbing Skripsi I dan Ibu Minsarnawati, M. Kes, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan waktu, ilmu, dan kesabarannya untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. 9. Bapak dr.Yuli Prapanca Satar, Ibu Febrianti dan Ibu Meilani Anwar selaku penguji sidang skripsi, terimakasih atas masukannya yang berharga untuk penulis. 10. Bapak Gozali, Kak Ami, Kak Ida, dan Kak Septi. Terimakasih untuk semangat yang diberikan kepada penulis. 11. My bestfriend forever “Novandany Dwiantoro Putra”, kata terimakasih tidak akan cukup untuk membayar segala kebaikanmu. 12. Teman-teman di Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya K3 2009. Semoga keberkahan selalu menyertai langkah kita. Aamiin...
viii
Dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT, penyusun berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Aamiin. Terakhir kiranya penyusun berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi penyusun dan pembaca umumnya.
Jakarta, September 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN MAHASISWA
i
ABSTRAK
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
iv
LEMBAR PENGESAHAN
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vi
KATA PENGANTAR
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GRAFIK
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
6
1.3 Pertanyaan Peneltian
7
1.4 Tujuan Penelitian
8
1.4.1 Tujuan Umum
8
1.4.2 Tujuan Khusus
8
1.5 Manfaat Penelitian
9
1.5.1
Bagi Perusahaan
9
1.5.2
Bagi Peneliti Lain
10
1.5.3
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
10
1.6 Ruang Lingkup
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Monitor Komputer
11
2.2 Pengaruh Penggunaan Komputer Terhadap Kesehatan
13
2.3 Pengaruh Komputer Terhadap Kesehatan Mata
13
2.4 Fungsi Mata dalam Pekerjaan
15 x
2.5 Proses Kerja Mata
16
2.6 Kelelahan Mata
16
2.7 Gejala-gejala Kelelahan Mata
19
2.8 Patogenesis Kelelahan Mata
20
2.9 Faktor Risiko Timbulnya Kelelahan Mata
22
2.5.1
Faktor Karakteristik Individu
22
2.5.2
Faktor Pekerjaan
26
2.5.3
Faktor Lingkungan Kerja
30
2.10 Kerangka Teori
33
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep
35
3.2 Definisi Operasional
38
3.3 Hipotesis
41
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian
42
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
42
4.2.1
Lokasi
42
4.2.2
Waktu Penelitian
42
4.3 Populasi dan Sampel
43
4.4 Instrumen Penelitian
46
4.5 Metode Pengumpulan Data
50
4.6 Pengolahan Data
52
4.7 Analisis Data
53
4.7.1
Analisis Univariat
53
4.7.2
Analisis Bivariat
54
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Perusahaan
55
5.1.1
Profil PT Bank X.
55
5.1.2
Accounting Group PT Bank X
55
5.2 Gambaran Lingkungan Kerja
56
5.3 Analisis Univariat
57
xi
5.3.1
Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 57
5.3.2
Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 58
5.3.3
Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 59
5.4 Analisis Bivariat
61
5.4.1
Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 61
5.4.2
Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 63
5.4.3
Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 64
5.4.4
Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 65
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian
67
6.2 Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 67 6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 70 6.4 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 71 6.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 75 6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 77
xii
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan
81
7.2 Saran
82
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi
24
Tabel 4.1 Populasi Sampel Penelitian Terdahulu
45
Tabel 5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
57
Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Faktor Karakteristik Individu (Usia dan Kelainan Refraksi) pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
59
Tabel 5.3 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor) pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
60
Tabel 5.4 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
61
Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
62
Tabel 5.6 Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
63
xiv
Tabel 5.7 Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
64
Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
65
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Distribusi Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta Tahun 2013
xvi
58
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
34
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
37
Gambar 4.1 Digital Lux Meter Custom LX-204
48
Gambar 4.2 Pengukuran dengan snellen chart
49
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 2
Pemberian Izin Penelitian
Lampiran 3
Persyaratan Pengambilan Data
Lampiran 4
Output Analisis Univariat dan Bivariat
Lampiran 5
Kuesioner Penelitian
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Komputer didefinisikan sebagai peralatan elektronik yang dapat merekam, mengolah, menampilkan dan menyimpan data. Kemampuannya menangani data ini telah membuatnya dimanfaatkan untuk mendukung berbagai kegiatan manusia antara lain kegiatan bekerja, belajar, belanja, perang, bahkan juga kegiatan kejahatan dan kegiatan yang sifatnya santai atau hiburan seperti permainan ketangkasan (Rustiati, 1999). Kebutuhan komunikasi antar komputer untuk saling menukar data telah menghasilkan pemikiran untuk menghubungkan komputer pada suatu jaringan yang populer yang disebut internet, yaitu suatu jaringan komputer yang bersifat global. Dengan internet para pengguna dapat mengakses data maupun melakukan komunikasi ke seluruh dunia. Dengan adanya akses ke internet yang bersifat global, pengaruh komputer terhadap aktivitas manusia semakin tinggi terutama dalam hal berkomunikasi. Selain itu informasi kini dapat di transmisi, diakses dan diperbanyak dari jarak jauh secara lebih cepat dan mudah (Rustiati, 1999). Komputer mulai digunakan sebagai alat pendukung di tempat kerja pada tahun 1960, dan sejak itu pemakaiannya berkembang secara pesat. Berdasarkan 1
2
penelitian yang dilakukan Amerika Utara pada tahun 1990 dilaporkan bahwa lebih dari 40 juta komputer digunakan di tempat kerja, 25 juta di rumah dimana sekitar 7-8 juta diantaranya berupa komputer portabel (Rustiati, 1999). Penggunaan komputer dewasa ini telah demikian luas di segala bidang, baik diperkantoran maupun bagian dari kehidupan pribadi seseorang. Hampir semua petugas administrasi menggunakan komputer dalam pekerjaan seharihari. Penggunaan komputer tidak terlepas dari hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan (Roestijawati, 2007). Penggunaan komputer yang terlalu lama akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan pekerja. Pekerja yang dipaksa beradaptasi dengan komputer sering mengalami gangguan penglihatan yang disebabkan karena penggunaan komputer terlalu lama, oleh The American Optometric Association dinamakan Computer Vision Syndrome (CVS). CVS juga dikenal dengan nama kelelahan mata. Kelelahan mata adalah kumpulan gejala mata maupun nonmata yang timbul setelah bekerja di depan layar komputer atau Video Display Terminal (VDT) (Firdaus, 2013). Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata yang disebabkan oleh gangguan indra penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant, 1991). Kelelahan mata memiliki gejala-gejala atau keluhan seperti terdapat perasaan tegang atau sakit pada mata, mata merah, perasaan panas pada mata
3
disertai rasa berat pada dahi (Ilyas, 1991). Kondisi demikian cenderung akan menurunkan ketelitian dan lebih lanjut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan, memperpanjang waktu kerja, menurunkan produksi, disamping itu juga dapat menurunkan kewaspadaan dan cenderung terjadinya kecelakaan kerja atau menambah angka kecelakaan, serta mempengaruhi moral kerja (Soeripto, 2008). Selain itu menurut Firdaus (2013) kelelahan mata dapat menurunkan produktivitas kerja dikarenakan pekerja mengalami berbagai keluhan yang menyebabkan hilangnya konsentrasi dan menurunkan semangat kerja. Pekerja yang terganggu kesehatannya akan menyebabkan kerugian pada perusahaan berupa biaya pengobatan dan perawatan karena Penyakit Akibat Kerja (PAK). Selain itu angka kehadiran akan menurun dan tidak terselesaikannya pekerjaan karena ketidakbugaran jasmaninya. Kelelahan mata sering terjadi pada pekerja yang menggunakan komputer (Pheasant, 1991). Dari hasil studi sebelumnya (Carayon, 1995 dalam Sundari, 2011) bahwa pengguna komputer apabila bekerja terlalu lama di depan komputer akan mengalami beberapa keluhan. Keluhan yang dapat ditimbulkan karena pemakaian komputer adalah keluhan kelelahan mata sebanyak 75-90% dan keluhan muskuloskeletal porsinya hanya 22%. NIOSH (1999) juga mengatakan bahwa keluhan yang paling banyak dilaporkan oleh pengguna komputer adalah keluhan kelelahan mata. Karena pekerja harus bekerja dengan titik mata melihat yang dekat dalam jangka waktu yang lama. Hal ini juga
4
selaras dengan pernyataan Hapsari (2012) bahwa keluhan yang paling sering dikemukakan oleh para pengguna komputer adalah keluhan pada penglihatan. Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) di Amerika dilaporkan dari 40 juta pengguna VDT, 80% menderita CVS. Efek jangka pendek biasanya pandangan kabur, nyeri kepala, pandangan ganda, dan lain sebagainya (Roestijawati, 2007). Hal ini selaras dengan pernyataan Pheasant (1991) dimana orang-orang yang bekerja dengan komputer umumnya menderita kelelahan mata. Prevalensi 70% -90% telah dilaporkan pada orang yang melakukan entry data berulang-ulang dan layar berbasis tugas-tugas administrasi lainnya dibandingkan dengan 45% pada pekerja kantor umum yang tidak menggunakan komputer. Di Indonesia keluhan kelelahan mata pada pekerja yang menggunakan komputer sering ditemukan. Hasil penelitian Setiawan (2012) yang dilakukan terhadap pekerja yang menggunakan komputer di PT Surveyor Indonesia menunjukan bahwa sebanyak 83,7% mengalami keluhan kelelahan mata. Hana (2008) dalam penelitiannya juga diketahui sebanyak 78,6% pekerja yang menggunakan komputer di PT Bridgestone Tire Indonesia mengalami keluhan kelelahan mata. Keluhan kelelahan mata dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut diantaranya adalah faktor karakteristik individu seperti usia, dan kelainan refraksi (Grandjean, 2003). Faktor pekerjaan seperti jarak penggunaan
5
komputer dan faktor lingkungan kerja seperti pencahayaan juga dapat mempengaruhi untuk terjadinya kelelahan mata (OSHA, 1997). PT Bank X adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa perbankan yang terletak di Jakarta. Untuk mendukung kegiatannya, PT Bank X memerlukan informasi mengenai keadaan seluruh kegiatan perusahaan secara cepat dan dapat diandalkan. Informasi ini dikelola di Accounting Group PT Bank X. Dalam melakukan pekerjaannya, pekerja di Accounting Group sangat bergantung pada komputer sebagai alat kerja untuk memudahkan pekerjaan mereka. Sehingga mereka menggunakan komputer dengan pemakaian waktu yang lama yang memicu terjadinya gangguan kesehatan mata. Gangguan kesehatan mata tersebut dapat berupa kelelahan mata yang berdampak pada produktivitas kerja. Pekerja di Accounting Group memproses informasi-informasi seperti mengolah data, memasukkan data, memeriksa data ke dalam bentuk laporanlaporan dan mengkomunikasikannya kepada pengambil keputusan. Sehingga diperlukan kualitas dan ketajaman penglihatan agar tidak terjadi kesalahan laporan. Menurut Soeripto (2008) penglihatan merupakan fungsi pekerjaan yang sangat penting untuk dilaksanakan di dalam industri dan kemampuan tenaga kerja untuk melihat apa yang sedang dikerjakan adalah langsung berhubungan dengan kecepatan dan ketelitian dengan apa yang dilakukannya terhadap pekerjaanya.
6
Berdasarkan informasi dari kalangan perusahaan hingga saat ini belum pernah dilakukan suatu penelitian terhadap pekerja yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di PT Bank X. Selain itu belum pernah dilakukan pemeriksaan fisik lingkungan kerja berupa tingkat pencahayaan, dan belum pernah dilakukannya pemeriksaan terhadap kesehatan pekerja yang berhubungan dengan gangguan kesehatan mata di Accounting Group PT Bank X. Padahal pekerjaan di Accounting Group merupakan pekerjaan vital PT Bank X dimana laporan dari seluruh cabang kantor di dalam dan di luar negeri diolah di Accounting Group. Peneliti juga melakukan studi pendahuluan terhadap 15 pekerja dimana berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, sebanyak 13 pekerja merasakan adanya keluhan kelelahan mata pada saat bekerja menggunakan komputer. Keluhan kelelahan mata yang paling banyak dirasakan adalah sakit kepala sebanyak 46,67%, mata terasa perih sebanyak 46,67% dan penglihatan kabur sebanyak 40%. Untuk itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X agar risiko kejadian kelelahan mata dapat diminimalisasi.
1.2
Rumusan Masalah Komputer digunakan oleh pekerja di Accounting Group PT Bank X sebagai alat kerja untuk memudahkan pekerjaan mereka. Namun penggunaan
7
komputer secara terus-menerus dapat mengakibatkan keluhan kelelahan mata yang
berdampak
menurunnya
produktivitas
kerja.
Berdasarkan
studi
pendahuluan yang sudah dilaksanakan diketahui bahwa dari 15 pekerja yang menggunakan komputer di Accounting Group PT Bank X, didapatkan 13 pekerja mengalami keluhan kelelahan mata. Keluhan kelelahan mata yang paling banyak dirasakan adalah sakit kepala, mata terasa perih dan penglihatan kabur. Penelitian terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata belum pernah dilakukan di PT Bank X, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013.
1.3
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013? 2. Bagaimana gambaran faktor karakteristik individu (usia dan kelainan refraksi) pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013? 3. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan yaitu jarak monitor pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013? 4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013?
8
5. Apakah ada hubungan antara faktor karakteristik individu (usia dan kelainan refraksi) dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013? 6. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan yaitu jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013? 7. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013?
1.4 1.4.1
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013.
1.4.2
Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013. 2. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik individu (usia dan kelainan refraksi) pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013.
9
3. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan yaitu jarak monitor pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013. 4. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan yaitu tingkat pencahayaan pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013. 5. Diketahuinya hubungan antara faktor karakteristik individu (usia, dan kelainan refraksi)
dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013. 6. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan yaitu jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013. 7. Diketahuinya
hubungan
antara
faktor
lingkungan
yaitu
tingkat
pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013.
1.5 1.5.1
Manfaat Penelitian Bagi Perusahaan Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memberikan informasi bagi perusahaan mengenai faktor- faktor apa saja yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja sehingga perusahaan dapat mengatasi secara dini tindakan pencegahan yang dilakukan agar produktivitas para pekerja tidak menurun.
10
1.5.2
Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan akan memperluas wawasan dan menambah pengetahuan dalam bidang sumber daya manusia khususnya tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer.
1.5.3
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan keluhan kelelalahan mata untuk mahasiswa khususnya peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
1.6
Ruang Lingkup Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa semester VIII Program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta di Accounting Group PT Bank X Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2013. Penelitian membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013, dengan menggunakan desain studi cross sectional. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data primer dan data sekunder.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Monitor Komputer Komputer terdiri dari Central Processing Unit (CPU) dan Visual Display Terminal (VDT), yaitu bagian yang paling berpengaruh terhadap kesehatan mata pada pekerja pengguna komputer. VDT yang dapat disebut pula Visual Display Unit (VDU) adalah alat untuk presentasi visual dan informasi yang disimpan secara elektronik (Fauzia, 2004). Cara kerja VDT umumnya berdasarkan penggunaan sebuah Cathode Ray Tube (CRT) dan layar yang berfungsi hampir sama dengan televisi. Televisi diperuntukan untuk dilihat dari jauh, sedangkan komputer harus dilihat dari dekat. Jenis lain yang menggunakan teknik lain yaitu VDT yang menggunakan plasma dan Electroluminance (ELD) atau Liquid Crystal Display (LCD), kini mulai banyak dipegunakan seperti pada komputer laptop (Fauzia, 2004). Proses kerja VDT umumnya masih memakai Cathode Ray Tube (CRT) yang terdiri atas: katoda yang berfungsi sebagai sumber elektron, kisi-kisi untuk mengatur intensitas sinar, dan satu seri anoda yang terdiri atas dua atau tiga
11
12
anoda, yang berfungsi untuk mempercepat, memfokuskan, dan mengatur sinar (Fauzia, 2004). Alat defleksi berupa kumparan magnetik di luar tabung untuk mengatur area pada layar yang akan disinari. Lintasan sinar yang terjadi tergantung pada lapangan magnetik yang diinduksi oleh kuparan (Fauzia, 2004). Layar CRT yang terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan logam yang menimbulkan potensi tinggi sampai 25 kV, dan layar fosfor merupakan bahan yang berfluorensi, di mana energi electron diubah menjadi cahaya. Monitor berwarna mempunyai voltase lebih tinggi dari monitor monokrom (Fauzia, 2004). Penutup kaca terbuat dari lapisan Permalloy yang bersifat konduktif, dan berfungsi untuk melindungi tabung dari pengaruh lapangan elektrostatik dan elektromagnetik. Cara kerja CRT yaitu elektron yang bermuatan negatif ditembakkan dai katoda dari arah belakang tabung dan akan diakselerasi ke permukaan gelas tabung yang dilapisi fosfor oleh tegangan tinggi yang bermuatan positif (anoda). Berkas elektron ini difokuskan sehingga berbentuk bulat dan menyapu permukaan tabung secara horizontal dan vertikal dengan mempergunakan coil. Control grid berfungsi mematikan dan menghidupkan berkas elektron sehingga dihasilkan pola tertentu di layar. Iluminasi yang dipancarkan oleh VDT besarnya 791,28 lumen/m2 sampai 4.396 lumen/m2 (Fauzia, 2004).
13
2.2. Pengaruh Penggunaan Komputer Terhadap Kesehatan Pengaruh penggunaan komputer terhadap kesehatan dapat dibedakan menjadi pengaruh yang langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung yaitu pengaruh pada penglihatan dan otot rangka, sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu pengaruh respon stres pada manusia. Gangguan pada penglihatan yang sering terjadi adalah kelelahan mata yang disebut juga astenopia atau eye strain dengan angka kejadian mencapai 40-92% (Fauzia, 2004).
2.3. Pengaruh Komputer Terhadap Kesehatan Mata Pengguna komputer harus bekerja dengan melihat pada jarak dekat dan lama. Mata harus berakomodasi terus menerus yang menyebabkan pergeseran diafragma iris lensa ke arah depan sehingga mengakibatkan spasme otot-otot siliar. Untuk kembali ke posisi diafragma semula memerlukan waktu pemulihan yang lebih panjang. Hal ini menyebabkan penurunan amplitudo akomodasi dari pekerja komputer dan menyebabkan miopia sementara (Fauzia, 2004). VDT sebagai sumber cahaya menyebabkan rangsangan terhadap mata. Cahaya akan diterima oleh sel-sel fotoreseptor retina dan selanjutnya akan dikonveksikan menjadi energi bio-elektrik melalui siklus biokimiawi yang memerlukan energi dan waktu tertentu. Pada penelitian terdahulu telah dibuktikan bahwa perangsangan yang terus menerus pada mata menimbulkan pemanjangan waktu pemulihan makula (Fauzia, 2004).
14
Pada penelitian lain dibuktikan bahwa para pengguna komputer selain melihat pada monitor juga harus melihat ke keyboard dan dokumen atau manuskrip. Keadaan ini menyebabkan intensitas pergerakkan bola mata 2,5 kali lebih besar dibandingkan saat membaca dan menulis. Hal ini tentunya ikut berperan serta menambah kelelahan pada mata (Fauzia, 2004). Pada waktu kita melihat suatu objek yang dekat dengan jelas, mata perlu melakukan akomodasi dan konvergensi. Akomodasi adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan fokus pada waktu melihat satu objek yang jauh kemudian objek tersebut digerakkan ke arah yang lebih dekat dan masih dapat terlihat jelas, sebagai hasil kerja otot dalam dan otot luar bola mata. Daya konvergensi adalah kemampuan seseorang untuk dapat mempertahankan akomodasinya untuk melihat jarak terdekat yang menghasilkan bayangan tunggal (Fauzia, 2004). Untuk dapat melihat dekat dengan nyaman dan tahan lama harus mempunyai koordinasi dari binocular vision yang baik, yaitu waktu seseorang melihat suatu objek yang menjadi pusat perhatian dengan kedua mata, dan menerima bayangan objek di kedua mata, yang akan diinterpretasikan sebagai bayangan tunggal. Binokularitas seseorang tergantung dari ketajaman penglihatan yang seimbang dan baik, alignment yang baik dan susunan saraf pusat yang baik pula. Bila salah satu tak berkembang dengan baik maka binokularitas seseorang tak akan sempurna (Fauzia, 2004).
15
2.4. Fungsi Mata dalam Pekerjaan Penglihatan adalah kemampuan sensorik yang luar biasa dan digunakan untuk memandu hampir semua yang kita lakukan. Hal ini memungkinkan kita untuk mengaktifkan dan menanggapi banyak sistem peringatan, dan memberikan kita umpan balik yang hampir konstan pada berbagai jenis gerakan yang selalu berubah (Kevin, et.al, 2010). Mata yang begitu penting untuk kehidupan pada umumnya dan bagi pekerjaan pada khususnya perlu dilindungi, ditingkatkan kesehatannya dan lebih dari itu dipelihara atau diciptakan kondisi-kondisi yang menjamin kelestariannya (Suma’mur, 1989). Dari kelima indra, penglihatan dapat dianggap terpenting. Dengan penglihatan, pekerjaan dapat dilakukan dengan baik, oleh karena dengan penglihatan itu keseluruhan aspek dari pekerjaan dapat disadari, untuk kemudian dikendalikan secara tepat. Karena perananya yang besar dalam pekerjaan, khususnya bagi industri dan komunikasi, diperlukan kemampuan alat penglihatan yang semaksimal mungkin dalam hal fungsi mata. Fungsifungsi yang terpenting ini meliputi ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap persepsi, dan persepsi warna (Suma’mur, 1989). Selain itu, menurut Soeripto (2008) penglihatan merupakan fungsi pekerjaan yang sangat penting untuk dilaksanakan di dalam industri dan kemampuan tenaga kerja untuk melihat apa yang sedang dikerjakan adalah
16
langsung berhubungan dengan kecepatan dan ketelitian dengan apa yang dilakukannya terhadap pekerjaanya. Kemampuan penyesuaian mata terhadap fungsinya perlu berada dalam keadaan yang tepat sesuai dengan keperluan. Kemampuan penyesuaian ini adalah akomodasi mata, lebar kecilnya pupil, dan adaptasi retina (Suma’mur, 1989).
2.5. Proses Kerja Mata Mata menyerupai kamera, tetapi bekerja lebih baik dari kamera karena beraksi secara otomatis, hampir tepat dan cepat tanpa harus ada penyesuaian yang dilakukan. Cahaya memasuki mata melalui kornea yang transparan, kemudian menjalar melalui lensa yang membalikkan cahaya tersebut dan membentuk gambaran balik pada retina. Retina mengubah cahaya ke dalam impuls saraf. Impuls tersebut melewati sepanjang saraf optikus dan traktus ke otak, disampaikan ke korteks oksipitalis dan di sana diinterpretasikan sebagai gambar (Gibson, 1995).
2.6. Kelelahan mata Dalam kenyataannya, proses penting dari penglihatan adalah fungsi saraf otak, mata hanyalah organ reseptor untuk sinar cahaya. Sistem penglihatan menguasai sekitar 90% dari semua kegiatan kita dalam kehidupan sehari-hari. Penglihatan bahkan lebih penting dalam banyak pekerjaan besar di kantor-
17
kantor yang modern. Jika fungsi saraf mata banyak yang berada di bawah tekanan stres selama melihat, tidak mengherankan bahwa akan menimbulkan kelelahan mata (Grandjean, 2003). Kelelahan mata disebabkan oleh stres yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stres pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara
terus
menerus
dan
lebih
dipaksakan.
Ketegangan
otot-otot
pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stres pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama (Ilyas, 1991). Manifestasi kelelahan mata sebagian tergantung dari pemakaian kedua mata, sebagian dari kemampuan alat penglihatan dan sebagian lagi dari kemampuan sesorang untuk mempertahankan usaha yang terus menerus tanpa menjadi lelah. Menurut Donders, kelelahan mata sendiri sebenarnya adalah kelelahan otot, karena kelebihan beban pada otot siliar. Kemudian baru ditambahkan kelelahan dari saraf yang mengatur pergerakan bola mata untuk mempertahankan konvergensi (Ivone, 2004). Menurut Wijaya (2012) dalam Silaban (2013), pencahayaan yang tidak baik dapat menyebabkan stres pada penglihatan. Stres pada penglihatan ini bisa menimbulkan dua tipe kelelahan, yaitu kelelahan mata dan kelelahan saraf
18
(visual and nenlous fatique). Kelelahan mata yang disebabkan oleh stres intensif pada fungsi tunggal dari mata. Stres yang persisten pada otot akomodasi (ciliary muscle) dapat terjadi pada seseorang yang mengadakan penglihatan terhadap objek-objek yang berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Stres pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan (visual field) dan waktu pengamatan yang cukup lama. Menurut Pheasant (1991) kelelahan mata adalah ketegangan pada mata yang disebabkan oleh gangguan indra penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. Sedangkan menurut Suma’mur (1989) kelelahan mata timbul sebagai stres intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu
pengamatan
secara
teliti
atau
terhadap
retina
sebagai
akibat
ketidaktepatan kontras. Pengaruh penggunaan komputer pada kesehatan dapat dibedakan menjadi pengaruh yang langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung yaitu pengaruh pada penglihatan dan otot rangka, sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu pengaruh respon stres pada manusia (Fauzia, 2004). Astenopia banyak dijumpai pada pemakai kacamata, membaca dekat dan terus-menerus lebih dari dua jam. Terutama di ruangan yang pencahayaannya kurang dari 200 lux. Pada pengguna komputer astenopia
19
terjadi karena kelelahan mata akibat memusatkan pandangan pada komputer di mana objek yang dilihat terlalu kecil, kurang terang, bergerak dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip, sehingga penguapan air mata meningkat dan mata menjadi kering (Fauzi 2006 dalam Nourmayanti 2010).
2.7. Gejala-gejala Kelelahan Mata Menurut Suma’mur (1996), gejala atau keluhan kelelahan mata diantaranya adalah : 1. Sakit kepala 2. Penurunan kemampuan intelektuil, daya konsentrasi dan kecepatan berpikir. 3. Penglihatan rangkap atau kabur 4. Perasaan sakit kepala di daerah atas mata Menurut Ilyas (1985), gejala kelelahan mata terdapat perasaan tegang atau sakit pada mata, mata merah, perasaan panas pada mata disertai rasa berat pada dahi. Tanda-tanda tersebut di atas terjadi bila iluminasi tempat kerja berkurang dan pekerja yang bersangkutan menderita kelainan refraksi mata yang tidak dikoreksi. Bila persepsi visual mengalami stres yang hebat tanpa disertai efek lokal pada otot akomodasi atau retina maka keadaan ini akan menimbulkan kelelahan saraf. General Nervus Fatique ini terutama akan terjadi bila pekerjaan yang dilakukan seseorang memerlukan kosentrasi, kontrol otot dan gerakan gerakan yang sangat tepat (Ilyas, 1991).
20
Sedangkan menurut Pheasant (1991), gejala atau keluhan kelelahan mata adalah sebagai berikut : 1. sakit atau sensasi berdenyut di sekitar dan di belakang bola mata, penglihatan kabur, penglihatan ganda, dan kesulitan dalam memfokuskan penglihatan 2. Pada mata dan pelupuk mata terasa perih, kemerahan, sakit dan mata berair 3. Sakit kepala yang terkadang disertai dengan mual dan pusing.
2.8. Patogenesis Kelelahan Mata Mekanisme kelelahan mata pada pengguna komputer belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga merupakan gabungan dari faktor permukaan mata, akomodasi dan faktor lain di luar mata, karakteristik komputer serta penataan ruang kerja. Penglihatan dipusatkan untuk melihat layar monitor. Pemusatan penglihatan dilakukan dengan cara menatap lurus dan fisura interpalpebra terbuka lebar. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya pajanan udara terhadap mata dan mengurangi frekuensi berkedip. Keadaan ini diperberat oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu antara lain pencahayaan ruangan dengan tingkat iluminasi tinggi sehingga terjadi kontras yang berlebihan antara monitor dengan lingkungan kerja akan mengganggu fungsi akomodasi dan berakibat pada ketidaknyamanan terhadap mata, dan monitor komputer yang diposisikan lebih tinggi dari ketinggian horizontal mata menyebabkan area permukaan mata yang terpajan oleh lingkungan menjadi lebih luas (Firdaus, 2013).
21
Keluhan kelelahan mata terutama disebabkan oleh aktivitas akomodasi dan konvergensi mata yang berlebihan ketika bekerja di depan komputer. Aktivitas yang berlebihan itu terjadi karena mata membutuhkan penyesuaian terhadap jarak antara mata dengan monitor. Berbagai faktor yang memperberat keluhan ini antara lain astigmatima, hipermetropia, miopia, cahaya berlebihan, kesulitan koordinasi mata, dan lain-lain (Firdaus, 2013). Nyeri kepala pada pekerja pengguna komputer dipicu oleh berbagai macam stres, seperti kecemasan dan depresi. Faktor lain yang berpegaruh yaitu kondisi mata (kelainan refraksi), dan kondisi lingkungan kerja yang tidak sesuai (kurang pencahayaan dan penyusunan letak komputer yang tidak sesuai). Pekerjaan yang dilakukan dengan komputer merupakan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kedua mata untuk dapat memfokuskan penglihatan pada jarak dekat. Penglihatan jarak dekat memerlukan konvergensi kedua mata yang dikoordinasi oleh otak agar mata dapat mempertahankan peletakan kedua bayangan pada tempat setara di kedua retina. Kemampuan konvergensi dapat menurun akibat bekerja secara terus-menerus di depan komputer sehingga kedua mata akan tidak searah dan tertuju ke titik yang berbeda. Otak yang bekerja menekan atau menghilangkan bayangan pada satu mata semakin lama akan mengalami kelelahan sehingga terjadi penglihatan ganda. Penglihatan kabur terjadi bila mata tidak dapat memfokuskan objek penglihatan secara tepat di retina sehingga tidak terbentuk bayangan yang jelas. Penglihatan kabur disebabkan oleh kelainan refraksi seperti hipermetropia, miopia, dan
22
astigmatisma, selain itu bisa disebabkan oleh kacamata koreksi yang tidak tepat kekuatan dan setelannya. Suatu keadaan yang disebut dengan presbiopia juga berkaitan dengan timbulnya keluhan penglihatan kabur. Faktor lingkungan kerja dapat berpengaruh pula terhadap timbulnya keluhan ini, yaitu layar monitor yang kotor, sudut penglihatan yang kurang baik, adanya refleksi cahaya yang menyilaukan atau monitor komputer yang berkualitas buruk atau rusak (Firdaus, 2013).
2.9. Faktor Risiko Timbulnya Kelelahan Mata 2.9.1 Faktor Karakteristik Individu 1. Usia Pekerja komputer dituntut untuk dapat melihat dan membaca dekat untuk waktu yang lama. Untuk dapat bertahan lama dan nyaman sangat tergantung dari amplitudo fusi seseorang, baik fusi sensorik maupun fusi
motorik. Fusi sensorik yaitu daya menyatukan dua
bayangan menjadi bayangan tunggal dan fusi motorik adalah kemampuan untuk mengintegrasikan kerja otot-otot mata sedemikian rupa sehingga pada waktu melihat jauh atau dekat kedua mata terfiksasi pada objek yang menjadi pusat perhatian dengan bayangan yang tetap tunggal. Untuk dapat mempertahankan fiksasi pada objek yang jadi perhatian dalam jarak dekat tergantung kemampuan daya konvergensi seseorang (Fauzia, 2004).
23
Daya konvergensi seseorang dipengaruhi oleh daya akomodasi yang sangat tergantung pada kelenturan lensa seseorang. Daya konvergensi ini juga mempengaruhi kemampuan mata sebagai suatu team untuk dapat bergerak mengikuti baris dan melompat ke baris berikutnya, kemampuan ini disebut saccadic eye movement (Fauzia, 2004). Menurut Suma’mur (1996) keluhan kelelahan mata dapat dipengaruhi usia karena ketajaman penglihatan berkurang. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Hal ini juga di jelaskan oleh Ilyas (1991) dimana dengan bertambahnya usia maka setiap lensa akan mengalami kemunduran kemampuan untuk mencembung atau berkurangnya daya untuk akomodasi. Orang yang berusia 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan berupa mata lelah, berair, dan sering terasa pedas. Pheasant (1991) juga mengungkapkan bahwa lensa menjadi lebih kaku dengan berjalannya usia. Sehingga ketegangan otot yang lebih besar diperlukan untuk akomodasi, dan bekerja dekat menjadi lebih melelahkan. Titik terdekat untuk melihat menjadi semakin sulit dan kesulitan untuk fokus. Grandjean (2003) juga mengungkapkan bahwa usia memiliki efek mendalam pada kekuatan akomodasi, karena lensa secara bertahap kehilangan elastisitasnya. Sebagai akibatnya titik dekat secara bertahap menurun, sedangkan titik jauh biasanya tetap tidak berubah atau menjadi sedikit lebih pendek.
24
Berikut ini merupakan korelasi antara daya akomodasi dan usia menurut Grandjean (2003) yang dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi Umur (Tahun)
Titik dekat (cm)
16
8
32
12
44
25
50
50
60
100
Sumber: (Grandjean, 2003) Penelitian yang dilakukan oleh Nourmayanti (2010) juga menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata dengan nilai Pvalue sebesar 0,023. 2. Kelainan Refraksi Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas yang tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus (Ilyas, 1991).
25
Pengguna komputer harus bekerja dengan melihat pada jarak dekat dan lama. Mata harus berakomodasi terus-menerus yang menyebabkan pergeseran diafragma iris lensa ke arah depan yang mengakibatkan spasme otot-otot siliar. Untuk kembali ke posisi diafragma semula memerlukan waktu pemulihan yang lebih panjang. Hal ini menyebabkan penurunan amplitudo akomodasi dari pekerja komputer dan menyebabkan miopia sementara (Fauzia, 2004). Ametropia adalah kelainan refraksi yang terdapat pada mata kiri atau kanan atau keduanya, tetapi tidak dikoreksi. Pada kelainan refraksi ini timbulnya kelelahan mata disebabkan oleh karena pembentukkan bayangan objek yang menjadi kabur, sehingga interpretasi penglihatan akan lebih sulit, serta akomodasi mata menjadi lebih kuat (Ivone, 2004). Pada kelainan refraksi miopia, pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia atau kelelahan mata. Selain itu pada penderita hipermetropia atau rabun dekat, penderita akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi (Ilyas, 1991).
26
Grandjean (2003) menyatakan bahwa presbiopia adalah alasan yang sering muncul untuk ketidaknyamanan penglihatan saat melakukan pekerjaan dekat. Hal ini dikarenakan meningkatnya kekuatan otot statis yang diperlukan untuk mengkompensasi hilangnya elastisitas lensa dan menjadi salah satu alasan untuk terjadinya kelelahan mata. Yeow dan Taylor (1991) dalam Bridger (2003) melaporkan bahwa hingga 30% penduduk Amerika Serikat yang bekerja dan diperkirakan memiliki kelainan refraksi banyak yang mengalami keluhan kelelahan mata ketika saat bekerja menggunakan komputer untuk waktu yang lama dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami kelainan refraksi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2012) juga menunjukkan adanya hubungan antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata yang dirasakan pekerja yang bekerja menggunakan komputer dengan Pvalue = 0,03.
2.9.2 Faktor Pekerjaan 1. Durasi Penggunaan Komputer Departemen Layanan Kesehatan dan Kemanusiaan AS baru-baru ini merilis laporan tentang batas waktu minimal memandang mnitor komputer dan juga televisi dalam sehari yaitu maksimal 2 jam dalam sehari. Menurut National Institute of Occupational Safety and Health, kelelahan mata mempengaruhi sekitar 90% dari ornag-orang yang
27
menghabiskan 3 jam atau lebih per hari di depan komputer. A healthier Michigan mencatat bahwa ketika seorang pengguna memfokuskan pandangan mereka pada layar dalam jangka aktu yang lama, otot-otot kecil dalam mata mereka akan terus berkontraksi, dan hal tersebut mengakibatkan kelelahan, kaburnya penglihatan dan juga kesulitan untuk memfokuskan pikiran (Firdaus, 2013). Pheasant
(1991)
juga
menggungkapkan
bahwa
mata
membutuhkan waktu untuk melihat suatu objek kerja agar lebih fokus, objek kerja yang terlalu kecil dan bentuk yang sangat rumit akan memerlukan waktu yang lama agar penglihatan lebih fokus dan faktor yang paling berpengaruh dalam keluhan kelelahan mata adalah pekerjaan jarak dekat dalam jangka waktu yang lama. Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), kelelahan mata mempengaruhi sekitar 90% dari orang-orang yang menghabiskan tiga jam atau lebih per hari di depan komputer (Children Growup Clinic, 2012 dalam Firdaus, 2013). Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Ivone (2004) mendapatkan pengguna komputer yang mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 88,2% setelah 4 jam bekerja dan Sunarmi (1997) mendapatkan pengguna komputer yang mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 84,5% setelah 4 jam bekerja.
28
2. Jarak Penggunaan Komputer Kenyamanan penglihatan dan postur yang baik tergantung pada jarak antara layar monitor dengan mata. Untuk bekerja menggunakan komputer jarak antara mata dengan layar komputer minimum 50cm (Pheasant, 2003). Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) saat pekerja bekerja menggunakan komputer jarak antara mata terhadap layar monitor sekurang-kurangnya adalah 20 inch atau 50 cm (OSHA, 1997). Penelitian Jaschinski-Kruza (1991)
dalam
Bridger
(2003)
menunjukkan bahwa pekerja sehat dan tidak mengeluhkan kelelahan mata ketika bebas untuk mengatur jarak pandang mereka sendiri yaitu jarak antara 51 cm sampai dengan 99 cm. 3. Document Holder Fauzi (2006) dalam Nourmayanti (2010) menjelaskan bahwa posisi monitor dapat dilihat oleh operator komputer sesuai dengn level mata, yaitu membentuk sudut 20o–50o. Dengan sudut pandang seperti itu, maka penempatan dokumen yang baik adalah di atas keyboard, sehingga proses melihat dokumen dan monitor tidak memerlukan pergerakan bola mata atau kepala yang dapat mengakibatkan mata lebih cepat lelah dan nyeri pada bagian leher.
29
4. Penggunaan Antiglare Menurut Grandjean (2003) glare adalah proses adaptasi mata yang berlebihan. Terdapat tiga jenis glare atau silau, yaitu: a. Silau relatif, yang disebabkan oleh kontras kecerahan yang berlebihan antara bagian yang berbeda dari bidang visual. b. Silau mutlak, yang disebabkan ketika sumber cahaya begitu terang (misalnya matahari) dan mata tidak mungkin beradaptasi dengan itu. c. Silau adaptive, efek sementara selama periode adaptasi cahaya, misalnya pada saat keluar dari ruangan gelap menjadi terang. Phasant (1991) menyatakan bahwa gambar yang kabur pada monitor, silau, dan pantulan cahaya dapat menyebabkan daya akomodasi mata yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya keluhan kelelahan mata. Sehingga diperlukan penggunaan antiglare pada layar komputer. Teori tersebut juga didukung dengan penelitian Talwar et al (2009) dalam Setiawan (2012). Penelitian oleh Bhanderi et al terhadap operator komputer di NCR Delhi yang menyatakan 46,3% responden mengalami kelelahan mata dan berhubungan dengan penggunaan antiglare. Penelitian oleh Hanum juga melaporkan bahwa kompuer dengan penapis antiglare dapat mengurangi kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer. Antiglare dapat mengurangi pantulan cahaya (yang berasal dari cahaya luar terpantul oleh monitor) dan meminimalisasi pancaran radiasi (Firdaus, 2013).
30
5. Jenis Monitor a. Monitor Tabung (CRT) Komputer pada awalnya menggunakan monitor jenis Cathode Ray Tube (CRT) yang lebih banyak dikenal dengan sebutan komputer tabung atau layar cembung. Monitor komputer CRT terdiri atas titik-titik kecil (pixel) yang membuat mata menjadi sulit untuk fokus. Adanya efek halo dari pantulan cahaya di antara titiktitik tersebut menyebabkan gambar yang terbentuk menjadi tidak jelas. Titik-titik tersebut juga harus dilakuan recharge yang menimbulkan suatu flicker. Flicker tersebut membuat otot-otot mata harus berulang kali mengatur dan memfokuskan penglihatan. Beberapa hal tersebut dapat menimbulkan kelelahan pada mata dan karena efek yang tidak menyenangkan itu, komputer tabung saat ini lebih jarang digunakan (Firdaus, 2013). b. Liquid Crystal Display (LCD) Penggunaan
komputer
sekarang
lebih
banyak
yang
menggunakan komputer layar datar. Komputer jenis ini sudah tidak ada flicker pada monitor sehingga dapat meminimalisasi kelelahan mata, tidak ada lagi efek halo oleh karena itu dapat mengurangi pantulan cahaya, sudah didesain sedemikian rupa sehingga tidak memancarkan radiasi, dan oleh karena bentuknya
31
yang datar maka pantulan cahaya dari luar lebih sedikit (Firdaus, 2013). 2.9.3 Faktor Lingkungan Kerja Faktor lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi keluhan kelelahan mata adalah pencahayaan. Tingkat pencahayaan yang tidak memadai pada pengguna komputer merupakan faktor yang menyebabkan keluhan kelelahan mata (Fauzia, 2004). Pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upayaupaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, pencahayaan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan. Selain itu, pencahayaan yang buruk menyebabkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan effisiensi kerja (Suma’mur, 1996). Cahaya harus diarahkan sehingga tidak memancar ke mata operator ketika operator sedang melihat tampilan layar. Selain itu, pencahayaan harus memadai bagi operator untuk melihat teks dan layar, tapi tidak begitu terang seperti menyebabkan silau atau ketidaknyamanan (0SHA, 1997). Perlengkapan pencahayaan perlu diletakkan atau dipasang menurut karakteristik distribusi cahaya yang dikehendaki sehingga dapat terarah dengan baik. Pencahayaan yang terarah dapat menciptakan distribusi cahaya yang merata, sehingga dapat membantu tenaga kerja untuk melihat objek
32
pekerjaan dengan teliti tanpa adanya hal yang menimbulkan kelelahan pada mata. (Ilyas, 1989). Persyaratan pencahayaan untuk membaca dari hardcopy dan dari komputer
jelas
berbeda.
Lingkungan
kantor
yang
terlalu
terang,
bagaimanapun, menimbulkan risiko dalam pekerjaan yang menggunakan komputer (NIOSH, 1999). Pheasant (1991) menyatakan bahwa pencahayaan sebesar 500-700 lux cocok untuk keperluan kantor umum dan kantor yang diterangi lebih dari 1000 lux mungkin dapat dianggap sebagai over-lit (kecuali ada tuntutan tugas khusus). Menurut
Kepmenkes
RI No.
1405/menkes/sk/xi/2002
standar
intensitas pencahayaan untuk pekerjaan dengan menggunakan komputer minimal 500 lux. Penelitian yang dilakukan oleh Maryamah (2011) menunjukkan adanya hubungan antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata yaitu dengan Pvalue sebesar 0,003.
33
2.10. Kerangka Teori Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keluhan kelelahan mata adalah faktor karakteristik individu, faktor pekerjaan, dan faktor lingkungan pekerjaan. Faktor karakteristik individu antara lain: usia, kelainan refraksi (Grandjean, 2003). Faktor pekerjaan antara lain: jarak monitor (OSHA, 1997). Selain itu dalam Pheasant (1991) durasi penggunaan komputer dan penggunaan antiglare dapat mempengaruhi keluhan kelelahan mata, Fauzi (2006) dalam Nourmayanti (2010) menyebutkan bahwa keluhan kelelahan mata juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan document holder, Firdaus (2013) menyebutkan jenis monitor juga berpengaruh dalam kejadian kelelahan mata. Sedangkan faktor lingkungan kerja menurut Suma’mur (1996) yang dapat mempengaruhi keluhan kelelahan mata yaitu pencahayaan. Hal tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut ini :
34
Karateristik Individu :
Usia Kelainan refraksi
Pekerjaan :
Jarak monitor Durasi penggunaan komputer Penggunaan Document holder Penggunaan antiglare Jenis monitor
Keluhan kelelahan mata
Lingkungan Kerja :
Intensitas pencahayaan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Sumber: OSHA (1997), Grandjean (2003), Fauzi (2006), Pheasant (1991), Firdaus (2013), Sumamur (1996)
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1
Kerangka Konsep Kerangka konsep ini berdasarkan kerangka teori yang diungkapkan oleh beberapa sumber yang menyatakan bahwa terdapat faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kejadian keluhan kelelahan mata antara lain faktor individu seperti usia dan kelainan refraksi. Faktor pekerjaan seperti durasi penggunaan komputer, jarak monitor, penggunaan document holder dan penggunaan antiglare. Faktor lingkungan yaitu pencahayaan. Usia dapat mempengaruhi timbulnya keluhan kelelahan mata yaitu karena usia yang berbeda dapat mempengaruhi kekuatan lensa mata individu. Usia membuat kekuatan lensa secara bertahap kehilangan elastisitasnya yang berdampak terhadap perubahan daya akomodasi individu. Kelainan refraksi dapat mempengaruhi untuk timbulnya keluhan kelelahan mata karena seseorang yang memiliki kelainan refraksi membuat daya akomodasinya bertambah sehingga cenderung membuat otot matanya tegang dan menimbulkan keluhan kelelahan mata. Jarak monitor dapat mempengaruhi timbulnya keluhan kelelahan mata karena semakin dekat jarak mata ke monitor maka otot siliar akan bekerja lebih
35
36
keras sehingga menyebabkan ketegangan mata yang kemudian akan timbul keluhan kelelahan mata. Tingkat pencahayaan juga dapat mempengaruhi untuk timbulnya keluhan kelelahan mata karena cahaya yang terlalu suram membuat mata semakin kuat untuk melakukan daya akomodasi. Namun pada penelitian ini durasi kerja, jenis monitor, penggunaan document holder dan penggunaan antiglare tidak diteliti. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, seluruh pekerja bekerja dengan menggunakan komputer lebih dari 4 jam/hari dan seluruh komputer yang disediakan tidak ada yang menggunakan document holder dan antiglare. Jenis monitor yang digunakan juga seluruhnya menggunakan monitor LCD. Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Variabel independen terdiri dari faktor individu (usia dan kelainan refraksi), faktor pekerjaan yaitu jarak monitor, dan faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan. Sedangkan keluhan kelelahan mata ditetapkan sebagai variabel dependen. Hubungan antara beberapa variabel tersebut digambarkan dalam gambar 3.1:
37
Variabel Independen
Variabel dependen
Usia
Kelainan Refraksi
Jarak monitor
Keluhan kelelahan mata
Tingkat Pencahayaan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
38
3.2
Definisi Operasional Faktor Dependen Variabel Dependen
Keluhan Kelelahan Mata
Definisi Pernyataan subjektif gangguan kesehatan mata yang dirasakan responden pada saat bekerja dengan menggunakan komputer. Keluhan meliputi : 1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata 2. Penglihatan kabur 3. Penglihatan ganda/rangkap 4. Sulit fokus dalam melihat 5. Mata perih 6. Sakit kepala 7. Pusing disertai mual 8. Mata merah 9. Mata berair
Cara Ukur Memberikan kuesioner kepada responden
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur 1. Ada (jika mengalami satu atau lebih keluhan kelelahan mata) 2. Tidak Ada (jika tidak mengalami satupun keluhan kelelahan mata) (Pheasant, 1991)
Skala Ukur Ordinal
39
Faktor Independen Variabel Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Independen Karakteristik Individu Usia
Lama responden hidup, terhitung sejak tahun kelahiran sampai dilakukannya penelitian.
Memberikan kuesioner kepada responden
Kuesioner
Kelainan Refraksi
Suatu ketidakseimbangan sistem penglihatan pada responden sehingga menghasilkan bayangan yang kabur pada mata
Melakukan pemeriksaan mata pada responden
Snellen Chart
1. Berisiko (jika ≥ 40 tahun) 2. Tidak berisiko (< 40 tahun) (Ilyas, 1991) 1. Ada kelainan refraksi (jika tidak 6/6, dengan/tidak menggunakan alat koreksi apapun) 2. Tidak ada kelainan refraksi (jika 6/6, dengan/tidak menggunakan alat koreksi apapun) (Gibson, 1995)
Ordinal
Ordinal
40
Pekerjaan Jarak monitor
Jarak antara layar monitor dengan mata responden yang biasa dilakukan saat bekerja menggunakan komputer
Lingkungan Kerja Tingkat Jumlah cahaya yang diterima Pencahayaan di area titik dilakukannya pengukuran yaitu di ukur sejajar meja atau tempat diletakkannya monitor komputer yang dinyatakan dalam lux
Pengukuran langsung dengan menggunakan meteran yang diukur dari mata responden sampai ke bagian tengah layar monitor
Meteran
Pengukuran Langsung dengan direct reading instrument
Lux meter
1. Berisiko (< 50 cm) 2. Tidak berisiko (≥ 50 cm) (OSHA, 1997)
1. Berisiko (Jika < 500 lux) 2. Tidak berisiko (Jika ≥ 500 lux) (Kepmenkes No. 1405)
Ordinal
Ordinal
41
3.3
Hipotesis 1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013. 2. Ada hubungan antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013. 3. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013. 4. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional study (potong lintang). Dalam penelitian ini suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010). Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2010).
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Lokasi penelitian ini di Accounting Group PT Bank X, Jakarta. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai Juli 2013.
42
43
4.3
Populasi dan Sampel Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X tahun 2013. Jumlah populasi pengguna komputer adalah 160 orang. Sampel ditentukan berdasarkan perhitungan sampel yang dilakukan berdasarkan rumus besar sampel uji hipotesis beda dua proporsi sebagai berikut:
nsample =
[
⁄
√
(
)
(
√ (
)
(
)]
)
Keterangan : n
: Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
P1
: Proporsi kejadian pada salah satu partisipan pada kelompok berisiko
P2
: Proporsi kejadian pada salah satu partisipan pada kelompok tidak berisiko
P
: Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2))
Z1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5%= 1,96 Z1-β
: Kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 95% Adapun hasil proporsi variabel penelitian dari penelitian sebelumya
adalah sebagai berikut: :
44
1. Tingkat Pencahayaan Maryamah (2011), menunjukkan bahwa pengguna komputer dengan tingkat pencahayaan < 300 lux yang mengalami keluhan kelelahan mata adalah sebesar 63,4% (P1). Pengguna komputer dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux yang mengalami keluhan kelelahan mata adalah sebesar 15,4% (P2). 2. Jarak Monitor Prayitno (2008), menunjukkan bahwa pengguna komputer dengan jarak monitor ≥ 45 cm yang mengalami keluhan kelelahan mata adalah sebesar 53,8% (P1). Pengguna komputer dengan jarak monitor <45 cm yang mengalami keluhan kelelahan mata adalah sebesar 91,2% (P2). 3. Usia Nourmayanti (2010), menunjukkan bahwa pengguna komputer yang berusia lebih dari 45 tahun yang mengalami keluhan kelelahan mata adalah sebesar 33,3% (P1). Pengguna komputer yang berusia kurang dari 45 tahun yang mengalami keluhan kelelahan mata adalah sebesar 93,8% (P2). Adapun hasil perhitungan sampel penelitian berdasarkan nilai proporsi variabel pada penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
45
Tabel 4.1 Populasi Sampel Penelitian Terdahulu Variabel
Diketahui
Tingkat
P1 : 63,4% = 0,634
Pencahayaan
P2 : 15,4% = 0,154
(Maryamah, 2011)
Pv : 0,003
Jarak monitor
P1 : 53,8% = 0,538
(Prayitno, 2008)
P2 : 91,2% = 0,912
Total Sampel 24 x 2 = 48
35 x 2 = 70
Pv : 0,004 Usia
P1 : 33,3% = 0,333
(Nourmayanti, 2010)
P2 : 93,8% = 0,938
14 x 2 = 28
Pv : 0,023
Berdasarkan hasil perhitungan sampel di atas, didapatkan bahwa variabel dengan perhitungan total sampel tertinggi adalah variabel jarak monitor sebesar 70 sampel. Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari responden maka perlu ditambahkan jumlah sampel menjadi 100 sampel. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara systematic random sampling. Teknik ini merupakan modifikasi dari sampel random sampling.
46
Caranya adalah membagi jumlah atau anggota populasi dengan prakiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya adalah interval sampel. Sampel diambil dengan membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak antara 1 sampai dengan banyaknya anggota populasi. Kemudian membagi dengan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya sebagai interval adalah X, maka yang terkena sampel adalah setiap kelipatan dari X tersebut (Notoatmodjo, 2010). N (jumlah populasi) : 160 orang N (sampel)
: yang diinginkan 100
I (Interval)
: 160 : 100 = 1,6 ~ 2
Maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen (nama orang) yang mempunyai nomor kelipatan 2, misalnya no. 2, 4, 6, 8, dan seterusnya sampai mencapai jumlah 100 anggota sampel.
4.4
Instrumen Penelitian 1. Lux meter Lux meter yang digunakan adalah digital lux meter merk Custom LX-204 untuk mengukur intensitas pencahayaan atau tingkat pencahayaan dan menggunakan satuan lux dengan range 20-20000 Hz. Data pencahayaan diukur dengan metode direct reading dengan cara mengukur
47
secara langsung tingkat pencahayaan berdasarkan standar pengukuran SNI 16-7062-2004. Metode pengukurannya adalah sebagai berikut : a. Hidupkan lux meter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup sensor. b. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan. Penentuan titik pengukuran setempat yang berupa objek kerja, meja kerja maupun peralatan. c. Pada saat melakukan pengukuran pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan dilakukan dan lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan. d. Operator harus berhati-hati agar tidak menimbulkan bayangan dan pantulan cahaya yang disebabkan oleh pakaian operator. e. Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil. f. Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas pencahayaan setempat g. Matikan lux meter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas pencahayaan.
48
Gambar 4.1 Digital Lux Meter Custom LX-204 2. Meteran Alat ini digunakan untuk mengukur jarak antara monitor dengan mata responden yang dihitung dengan satuan centi meter. Jarak diukur mulai dari tengah layar monitor sampai ke mata responden dimulai dari angka 0 cm. 3. Kuesioner Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata menurut Pheasant (1991), dan usia dengan cara menyebarkan kuesioner dan melakukan pengisian kuesioner oleh responden. 4. Snellen chart Snellen chart digunakan untuk mengatahui apakah ada kelainan refraksi pada mata responden. Mata normal yaitu dalam keadaan 6/6. Untuk menggunakan kartu Snellen, responden didudukkan jarak 6 meter
49
dari kartu Snellen. Kemudian, kartu Snellen digantungkan sejajar atau lebih tinggi dari mata responden. Pemeriksaan dimulai pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup. Responden disuruh membaca huruf Snellen dari baris paling atas ke bawah. Hasil pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya. Mata normal dapat melihat pada jarak 6 meter baris ke 6 dengan jelas (Gibson, 1995).
Sumber : Gibson (1995) Gambar 4.2 Pengukuran dengan snellen chart
50
4.5
Metode Pengumpulan Data Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli. Data primer diperoleh secara langsung dari hasil jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden dan wawancara dengan responden yang menggunakan komputer di Accounting Group PT Bank X mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata. Pertanyaan dalam kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu: a. Keluhan Kelelahan Mata Keluhan kelelahan mata diketahui dengan cara menggunakan kuesioner yang terdiri dari daftar checklist gejala keluhan kelelahan mata menurut Pheasant (1991). Jika responden menjawab atau memberi checklist pada salah satu gejala maka responden tersebut mengalami keluhan kelelahan mata. b. Usia Penghitungan usia responden dihitung mulai responden itu lahir sampai dengan dilakukannya penelitian. Penghitungan ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden. Selain itu peneliti juga memeriksa kartu identitas dari responden.
51
c. Kelainan Refraksi Mata Untuk responden yang belum mengetahui ada atau tidaknya kelainan refraksi mata maka dilakukan pemeriksaan mata dengan menggunakan snellen chart. d. Jarak Monitor Jarak monitor diukur langsung menggunakan meteran yang dihitung dalam satuan centimeter. Jarak Pengukuran dihitung mulai dari titik tengah layar monitor sampai dengan mata responden saat bekerja menggunakan komputer. e. Tingkat Pencahayaan Tingkat pencahayaan diukur dengan menggunakan alat ukur cahaya yaitu lux meter untuk mengetahui tingkat pencahayaan pada masing-masing meja kerja responden. Menurut Sunarmi (1997) dan Ivone (2004) pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali lalu diambil nilai rata-ratanya dari hasil tiga kali pengukuran tersebut. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan seperti profil perusahaan dan jumlah tenaga kerja.
52
4.6
Pengolahan Data Seluruh data primer yang terkumpul akan dilakukan pengolahan data secara statistik. Pengolahan data melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Editing Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar kuesioner. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat di lapangan. Jika terjadi kekurangan data, maka peneliti akan menghubungi responden kembali. 2. Coding Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah pada saat menganalisis data dan mempercepat kegiatan entry data. Adapun kode dalam penelitian ini adalah: a. Keluhan Kelelahan Mata [0] Ada [1] Tidak Ada b. Usia [0] Berisiko : usia ≥ 40 tahun [1] Tidak berisiko : usia < 40 tahun c. Kelainan Refraksi [0] Ada kelainan refraksi [1] Tidak ada kelainan refraksi
53
d. Jarak Monitor [0] Berisiko : < 50 cm [1] Tidak berisiko : ≥ 50 cm e. Tingkat Pencahayaan [0] Berisiko : < 500 lux [1] Tidak berisiko : ≥ 500 lux 3. Entry data Meng-entry data dari kuesioner kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan program komputer SPSS version 16.0 untuk dilakukan analisis univariat dan bivariat. 4. Cleaning data Kegiatan pemeriksaan kembali data yang sudah di entry agar tidak terdapat data yang tidak diperlukan.
4.7
Analisis Data
4.7.1. Analisis univariat Analisis univariat ini bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan besarnya proporsi dari variabel dependen dan variabel independen yang disajikan secara deskriptif. Adapun variabel yang akan dianalisis menggunakan analisis univariat adalah variabel keluhan kelelahan mata, karakteristik individu, pekerjaan, dan lingkungan.
54
4.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Interpretasi nilai Pvalue dengan CI 95% (α = 5%), jika Pvalue > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika Pvalue ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan kedua variabel. Rumus Chi-Square yang digunakan adalah: X2 = (O-E)2 E Keterangan: X2 =Chi-Square O = efek yang diamati E = efek yang diharapkan
BAB V HASL PENELITIAN
5.1 5.1.1
Gambaran Umum Perusahaan Profi PT Bank X PT Bank X Jakarta adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang jasa perbankan. PT Bank X memiliki cabang yang tersebar di seluruh indonesia dan jaringan ATM yang luas. Sepanjang tahun PT Bank X berdiri, berbagai penghargaan telah diterima oleh PT Bank X. Selain itu PT Bank X merupakan salah satu bank dengan aset yang besar di Indonesia. Sampai dengan tahun 2012 jumlah nasabah di PT Bank X mencapai jutaan nasabah.
5.1.2
Accounting Group PT Bank X Accounting Group adalah grup di PT Bank X yang terdiri dari beberapa departement yang diantaranya adalah reporting department, text management department, dan reconsiliation department. Accounting Group terdiri dari 160 pekerja dengan rata-rata minimal pendidikan S1. Accounting Group merupakan supporting unit yang bersifat back office. Dimana dalam hal ini membantu unit kerja lain dalam melakukan
55
56
bisnisnya. Fungsi utamanya adalah untuk membuat laporan keuangan baik pihak eksternal maupun pihak internal. Dalam membuat suatu laporan keuangan, Accounting Group melakukan beberapa pekerjaan lain seperti membuat membuat neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Selain berfungsi membuat laporan keuangan, Accounting Group juga membuat laporan pajak. Untuk membantu mempermudah pekerjaannya, setiap pekerja difasilitasi sebuah komputer yang bisa mengakses laporan dari seluruh cabang. Selain komputer, pekerja juga dilengkapi dengan ip-phone untuk berkomunikasi antar pekerja baik dari pihak Accounting Group maupun pihak luar yang berkepentingan.
5.2
Gambaran Lingkungan Kerja Ruangan Accounting Group terdiri dari beberapa kubikal. Setiap kubikal terdapat 2 - 4 pekerja yang masing-masing memiliki komputer dengan besar layar monitor 17 inci. Sekat pada kubikal berwarna biru muda dengan tanaman hias dalam pot di atasnya. Warna biru muda menurut Suma’mur (1989) sudah baik karena menciptakan lingkungan psikologis yang optimal yaitu berefek menyejukkan untuk kelestarian fungsi mata. Jendela-jendelanya di tutup dengan tirai dan lantainya beralaskan keramik yang ditutupi karpet. Suhu di seluruh ruangan diatur secara sentral pada suhu 21o celcius. Jenis lampu yang
57
digunakan adalah lampu fluorescent. Lampu yang digunakan sudah baik karena lampu fluorescent merupakan lampu dengan distribusi cahaya secara langsung – tidak langsung dengan kotak tutup lampu warna putih untuk tabir pelindung mata dari kesilauan (Soeripto, 2008).
5.3
Analisis Univariat
5.3.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 Data keluhan kelelahan mata didapatkan dengan cara memberikan kuesioner keluhan kelelahan mata menurut Pheasant (1991). Analisis univariat gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
Keluhan Kelelahan Mata
Frekuensi
Persentase (%)
Ada
72
72
Tidak ada
28
28
Jumlah
100
100
58
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui sebagian besar pengguna komputer di Acconting Group PT Bank X mengalami keluhan kelelahan mata (72%). 5.3.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 Distribusi gambaran jenis keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta tahun 2013 dapat dilihat pada grafik 5.1 :
Jenis Keluhan Kelelahan Mata 77.8% 65.3%
59.7% 48.6% 40.3%
26.4%
29.2%
29.2% 9.7%
Grafik 5.1 Distribusi Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta Tahun 2013
59
Berdasarkan grafik 5.1 diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling banyak dialami oleh pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta adalah keluhan mata perih (77,8%). 5.3.3 Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 a. Faktor Karakteristik Individu (Usia dan Kelainan Refraksi) Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Faktor Karakteristik Individu (Usia dan Kelainan Refraksi) pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 No.
1.
2.
Varibel
Usia
Kelainan Refraksi
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
Berisiko
33
33
Tidak berisiko
67
67
Total
100
100
Ada kelainan
68
68
Tidak ada kelainan
32
32
Total
100
100
Kategori
1. Usia Berdasarkan tabel 5.2 di atas, dapat diketahui bahwa pengguna komputer dengan usia yang tidak berisiko (<40 tahun) lebih banyak dari pada pengguna komputer dengan usia yang berisiko (≥40 tahun) yaitu 67 dari 100 pengguna komputer (67%).
60
2. Kelainan Refraksi Berdasarkan tabel 5.2 di atas, dapat diketahui bahwa pengguna komputer yang memiliki kelainan refraksi lebih banyak dari pada pengguna komputer yang tidak memiliki kelainan refraksi yaitu 68 dari 100 pengguna komputer (68%). b. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor) Tabel 5.3 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor) pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta Tahun 2013 Varibel
Jarak Monitor
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
Berisiko
19
19
Tidak Berisiko
81
81
Total
100
100
Kategori
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, dapat diketahui bahwa pengguna komputer dengan jarak monitor tidak berisiko (≥ 50 cm) lebih banyak dari pada pengguna komputer dengan jarak monitor yang berisiko (< 50 cm) yaitu 81 dari 100 pengguna komputer (81%).
61
c. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) Tabel 5.4 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
Varibel
Tingkat Pencahayaan
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
Berisiko
61
61
Tidak berisiko
39
39
Total
100
100
Kategori
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diketahui bahwa tingkat pencahayaan pada meja pengguna komputer yang berisiko (<500 lux) sebanyak 61%. Sedangkan meja pengguna komputer yang memiliki tingkat pencahayaan yang tidak berisiko (≥500 lux) sebanyak 39%.
5.4
Analisis Bivariat
5.4.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 Distribusi pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta berdasarkan hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata dapat dilihat pada tabel 5.5.
62
Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta Tahun 2013
Keluhan Kelelahan Mata Usia
Berisiko Tidak Berisiko Total
Ada
Total
Pvalue
Tidak Ada
n
%
n
%
N
%
27
81.8
6
18.2
33
100
45
67.2
22
32.8
67
100
72
72
28
28
100
100
0.158
Data pada tabel 5.5 di atas menunjukan dari 33 pengguna komputer yang usia berisiko, sebanyak 27 pengguna komputer (81,8%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Sedangkan pengguna komputer yang usia tidak berisiko sebanyak 45 pengguna komputer (67,2%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil uji statistik, didapatkan Pvalue sebesar 0,158. Artinya adalah pada α 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X.
63
5.4.2 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 Distribusi pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X berdasarkan hubungan antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut : Tabel 5.6 Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
Kelainan Refraksi
Keluhan Kelelahan Mata Ada
Total
Pvalue
Tidak Ada
n
%
N
%
N
%
Ada
54
79.4
14
20.6
68
100
Tidak Ada
18
56.2
14
43.8
32
100
Total
72
72
28
28
100
100
0.030
Data di atas menunjukan dari 68 pengguna komputer yang mengalami kelainan refraksi, sebanyak 54 pengguna komputer (79,4%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Sedangkan pengguna komputer yang
tidak
mengalami kelainan refraksi sebanyak 18 pengguna komputer (56,2%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil uji statistik, didapatkan Pvalue sebesar 0,030. Artinya adalah pada α 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
64
antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X. 5.4.3 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 Distribusi pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X berdasarkan hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut : Tabel 5.7 Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta Tahun 2013
Jarak
Keluhan Kelelahan Mata
Monitor
Berisiko
Ada
Total
Pvalue
Tidak Ada
n
%
n
%
N
%
17
89.5
2
10.5
19
100
55
67.9
26
32.1
81
100
72
72
28
28
100
100
Tidak 0.087
Berisiko Total
Data di atas menunjukan dari 19 pengguna komputer yang bekerja dengan jarak monitor berisiko, sebanyak 17 pengguna komputer (89,5%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Sedangkan pengguna komputer yang
65
bekerja dengan jarak monitor tidak berisiko, sebanyak 55 pengguna komputer (67,9%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil uji statistik, didapatkan Pvalue sebesar 0,087. Artinya adalah pada α 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X. 5.4.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 Distribusi pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X berdasarkan hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut : Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta Tahun 2013
Tingkat
Keluhan Kelelahan Mata
Pencahayaan
Berisiko Tidak Berisiko Total
Ada
Total
Pvalue
Tidak Ada
n
%
n
%
N
%
51
83.6
10
16.4
61
100
21
53.8
18
46.2
39
100
72
72
28
28
100
100
0.003
66
Data pada tabel 5.8 di atas menunjukan dari 61 pengguna komputer yang bekerja dengan tingkat pencahayaan berisiko, sebanyak 51 pengguna komputer (83,6%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Sedangkan pengguna komputer yang bekerja dengan tingkat pencahayaan tidak berisiko, sebanyak 21 pengguna komputer (53,8%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil uji statistik, didapatkan Pvalue sebesar 0,003. Artinya adalah pada α 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian Faktor risiko yang diteliti sulit diukur secara akurat karena keterbatasan peneliti dan di lapangan, seperti : a. Keluhan kelelahan mata yang diukur hanyalah keluhan secara subjektif yang dirasakan oleh pekerja. Untuk penelitian selanjutnya pengukuran keluhan kelelahan mata dilakukan secara lengkap misalnya seperti pemeriksaan klinis. b. Variabel kelainan refraksi yang diukur hanya dengan snellen chart oleh peneliti dan tidak dianalisis mengenai status refraksi. Untuk penelitian selanjutnya pengukuran kelainan refraksi dapat dilakukan secara lengkap misalnya seperti pemeriksaan klinis oleh dokter mata.
6.2
Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 Kelelahan mata menurut Ilyas (1991) disebabkan oleh stres yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stres pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot 67
68
pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stres pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama. Manifestasi kelelahan mata sebagian tergantung dari pemakaian kedua mata, sebagian dari kemampuan alat penglihatan dan sebagian lagi dari kemampuan sesorang untuk mempertahankan usaha yang terus menerus tanpa menjadi lelah. Menurut Donders, kelelahan mata sendiri sebenarnya adalah kelelahan otot, karena kelebihan beban pada otot siliar. Kemudian baru ditambahkan kelelahan dari saraf yang mengatur pergerakan bola mata untuk mempertahankan konvergensi (Ivone, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X, sebagian besar pengguna komputer mengalami keluhan kelelahan mata (72%) sedangkan sebanyak 28% tidak mengeluhkan keluhan kelelahan mata, hal ini mungkin disebabkan mata responden tidak mengalami kelainan refraksi dan tingkat pencahayaan yang sudah sesuai standar di meja kerjanya. Selain itu bisa disebabkan karena pengguna responden kurang fokus dalam bekerja, sehingga otot mata nya tidak bekerja terlalu kuat. Jenis keluhan yang paling banyak dialami adalah mata perih (77,8%). Menurut Ilyas (1991) orang yang berusia 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan berupa mata yang sering terasa perih, mata berair dan mata lelah. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya usia maka setiap lensa akan mengalami kemunduran
69
kemampuan untuk mencembung atau berkurangnya daya akomodasi. Pheasant (1991) juga mengungkapkan bahwa lensa menjadi lebih kaku dengan berjalannya usia. Sehingga ketegangan otot mata yang lebih besar diperlukan untuk akomodasi. Gangguan pada akomodasi mata akan menimbulkan keluhan kelelahan mata (Ilyas, 1991). Dari hasil penelitian di Accounting Group PT Bank X Jakarta diketahui bahwa responden yang mengalami kelainan refraksi dan mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 79,4%. Penggunaan komputer dalam jarak dekat juga mempengaruhi terjadinya keluhan kelelahan mata karena mata akan terus menerus berakomodasi. Kenyamanan penglihatan dan postur yang baik tergantung pada jarak antara layar monitor dengan mata. Untuk bekerja dengan menggunakan komputer jarak antara mata dengan layar komputer minimum adalah 50cm (Pheasant, 2003). Hasil penelitian pada pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X menunjukkan bahwa responden sebagian besar bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm. Responden yang bekerja dengan jarak layar monitor ≥ 50 cm atau <50 cm juga mengalami keluhan kelelahan mata. Menurut Soeripto (2008) kondisi lingkungan kerja yang suram atau pencahayaan yang kurang dapat menyebabkan terjadinya ketegangan mata dan mempercepat terjadinya keluhan kelelahan mata karena tenaga kerja akan berupaya
melihat
pekerjaannya
dengan
sebaik-baiknya,
dengan
cara
berakomodasi secara terus menerus. Hasil uji statistik menunjukkan ada
70
hubungan yang signifikan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Untuk itu kondisi pencahayaan harus sesuai dengan karakteristik pekerjaanya agar tidak menurunkan ketelitian, memperpanjang waktu kerja, menurunkan hasil produksi dan cenderung terjadinya kecelakaan maupun terganggunya kesehatan kerja. Menurut Lipson (2008), untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kelelahan mata maka lakukanlah istirahat. Istirahatkanlah pendangan dari layar monitor 2 – 3 menit setiap 30 menit. Saat istirahat, fokuskan pandangan pada sesuatu di jarak yang jauh dan bila memungkinkan berjalanlah di sekitar tempat kerja. Selain itu penggunaan antiglare pada layar monitor juga dapat meminimalisir kejadian keluhan kelelahan mata.
6.3
Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 Usia adalah salah satu faktor risiko terjadinya kelelahan mata. Menurut Ilyas (1991) dengan bertambahnya usia maka setiap lensa akan mengalami kemunduran kemampuan untuk mencembung atau berkurangnya daya untuk akomodasi. Orang yang berusia 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan berupa mata lelah, berair, dan sering terasa perih. Pheasant (1991) juga mengungkapkan bahwa lensa menjadi lebih kaku dengan berjalannya usia. Sehingga ketegangan otot yang lebih besar diperlukan untuk akomodasi, dan
71
bekerja dekat menjadi lebih melelahkan. Titik terdekat untuk melihat menjadi semakin sulit dan kesulitan untuk fokus. Dari hasil analisis bivariat dalam penelitian ini nilai Pvalue = 0,158 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata. Hasil penelitian selaras dengan hasil penelitian oleh Dhiparswastika (2011) dimana tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata dengan Pvalue = 0,635. Hal ini mungkin disebabkan karena penggunaan komputer berusia <40 tahun maupun pengguna komputer yang berusia ≥40 tahun mendapatkan intensitas cahaya yang kurang. Intensitas cahaya yang kurang dapat meyebabkan terjadinya keluhan kelelahan mata. Soeripto (2008) menjelaskan bahwa umumnya di dalam kondisi lingkungan kerja yang suram, tenaga kerja akan berupaya untuk dapat melihat pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, dengan cara berakomodasi secara terus menerus. Upaya demikian akan menyebabkan terjadinya ketegangan mata dan kelelahan pada mata.
6.4
Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013 Kelainan refraksi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kelelahan mata. Menurut Ilyas (1997), kelelahan mata didapatkan pada kelainan refraksi yang tidak dikoreksi dengan benar. Pemeriksaan fungsi mata pada
72
pengguna komputer diperlukan karena komputer berpengaruh terhadap kesehatan mata. (Fauzia, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdelaziz et al (2009) dalam Setiawan (2012) pada pengguna komputer di Nigeria, ada hubungan yang signifikan antara penggunaan komputer dengan menurunnya ketajaman penglihatan yang diawali dengan keluhan kelelahan mata. Pada penelitian lain dibuktikan bahwa para pengguna komputer selain melihat pada monitor juga harus melihat ke keyboard dan dokumen atau manuskrip. Keadaan ini menyebabkan intensitas pergerakkan bola mata 2,5 kali lebih besar dibandingkan saat membaca dan menulis. Hal ini tentunya ikut berperan serta menambah kelelahan pada mata (Fauzia, 2004). Pada waktu kita melihat suatu objek yang dekat dengan jelas, mata perlu melakukan akomodasi dan konvergensi. Akomodasi adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan fokus pada waktu melihat satu objek yang jauh kemudian objek tersebut digerakkan ke arah yang lebih dekat dan masih dapat terlihat jelas, sebagai hasil kerja otot dalam dan otot luar bola mata. Daya konvergensi adalah kemampuan seseorang untuk dapat mempertahankan akomodasinya untuk melihat jarak terdekat yang menghasilkan bayangan tunggal (Fauzia, 2004). Untuk dapat melihat dekat dengan nyaman dan tahan lama harus mempunyai koordinasi dari binocular vision yang baik, yaitu waktu seseorang melihat suatu objek yang menjadi pusat perhatian dengan kedua mata, dan
73
menerima bayangan objek di kedua mata, yang akan diinterpretasikan sebagai bayangan tunggal. Binokularitas seseorang tergantung dari ketajaman penglihatan yang seimbang dan baik, alignment yang baik dan susunan saraf pusat yang baik pula. Bila salah satu tak berkembang dengan baik maka binokularitas seseorang tak akan sempurna (Fauzia, 2004). Selain kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dengan tepat, pengguna komputer yang tidak memiliki kelainan refraksi pun harus bekerja dengan melihat pada jarak dekat dan lama. Mata harus berakomodasi terus menerus yang menyebabkan pergeseran diafragma iris lensa ke arah depan; mengakibatkan spasme otot-otot siliar. Untuk kembali ke posisi diafragma semula memerlukan waktu pemulihan yang lebih panjang. Hal ini menyebabkan penurunan amplitudo akomodasi dari pekerja komputer dan menyebabkan miopia sementara (Fauzia, 2004). Dari hasil analisis bivariat untuk variabel kelainan refraksi, didapatkan bahwa 54 pengguna komputer (79,4%) dengan kelainan refraksi mengalami keluhan kelelahan mata. Hasil analisis juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata (Pvalue = 0,030). Hasil penelitian selaras dengan penelitian Yeow dan Taylor (1991) dalam Bridger (2003) melaporkan bahwa hingga 30% penduduk Amerika Serikat yang bekerja dan diperkirakan memiliki kelainan refraksi banyak yang mengalami keluhan kelelahan mata ketika saat bekerja menggunakan komputer untuk waktu yang lama dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami
74
kelainan refraksi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2012) juga menunjukkan adanya hubungan antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata yang dirasakan pekerja yang bekerja menggunakan komputer dengan Pvalue = 0,030. Pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X saat dilakukan pemeriksaan sebagian besar mengalami kelainan refraksi (68%). Kelainan refraksi yang dialami pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X terdapat kemungkinan merupakan kelainan refraksi sementara. Karena menurut Fauzia (2004), pengguna komputer yang tidak memiliki kelainan refraksi dapat mengalami kelainan refraksi yang berupa miopia sementara. Miopia sementara terjadi karena mata pengguna komputer harus berakomodasi terus menerus yang menyebabkan pergeseran diafragma iris lensa ke arah depan dan mengakibatkan spasme otot-otot siliar. Sehingga dibutuhkan waktu pemulihan yang lebih panjang untuk kembali ke posisi diafragma semula. Pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X mengakui bahwa tidak memeriksakan matanya secara berkala. Selain itu, perusahaan hanya melakukan pemeriksaan mata pada saat sebelum bekerja (Pre Requirement). Menurut Suma’mur (1989), untuk perlindungan fungsi mata dan kelestarian pekerjaan, fungsi mata harus diperiksa sehingga terdapat fungsi mata yang tepat untuk pekerjaan yang tepat. Dalam hal ini, sangat penting pemeriksaan mata sebelum kerja. Selanjutnya, perlu diadakan pemeriksaan berkala untuk mengetahui keadaan fungsi mata secara periodik. Pemeriksaan dapat dilakukan
75
ke dokter spesialis mata secara rutin paling sedikit satu tahun sekali. Apalagi bila timbul keluhan (Fauzia, 2004). Hal ini juga selaras dengan pernyataan Sunarmi (1997) bahwa pmeriksaan kesehatan mata minimal satu kali dalam setahun, sehingga apabila ditemukan kelainan visus dapat segera ditanggulangi. Untuk
mengurangi
terjadinya
keluhan
kelelahan
mata,
selain
dilakukannya pemeriksaan mata, menurut Suma’mur (1996) perlu adanya pemindahan tenaga kerja dengan visus yang setinggi- tingginya. Jadi tenaga kerja yang berusia muda, yang apabila usianya makin bertambah, dapat dipindahkan kepada pekerjaan yang kurang diperlukan ketelitian.
6.5
Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013
Kenyamanan penglihatan dan postur yang baik tergantung pada jarak antara layar monitor dengan mata. Untuk bekerja menggunakan komputer jarak antara mata dengan layar komputer minimum 50cm (Pheasant, 2003). Hal ini juga selaras dengan yang dijelaskan oleh Occupational Safety and Health Association (OSHA) yaitu saat pekerja bekerja menggunakan komputer jarak antara mata terhadap layar monitor sekurang-kurangnya adalah 20 inch atau 50 cm (OSHA, 1997). Dari hasil analisis bivariat untuk variabel jarak monitor, didapatkan bahwa pengguna komputer yang bekerja dengan jarak monitor yang berisiko atau <50 cm yaitu 89,5% maupun pengguna komputer dengan jarak monitor
76
tidak berisiko atau ≥50 cm yaitu 67,9% sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Hasil analisis juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata (Pvalue = 0,087). Hasil penelitian ini tidak selaras dengan penelitian oleh JaschinskiKruza (1991) dalam Bridger (2003) yang menunjukkan bahwa pekerja sehat dan tidak mengeluhkan kelelahan mata ketika bebas untuk mengatur jarak pandang mereka sendiri yaitu jarak antara 51 cm sampai dengan 99cm. Hal ini mungkin disebabkan karena pengguna komputer yang bekerja dengan jarak monitor ≥50cm dan mengalami keluhan kelelahan mata terjadi karena adanya faktor pencahayaan yang kurang sehingga tetap mengalami keluhan kelelahan mata. Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Selain itu pencahayaan yang buruk menyebabkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Sehingga jika pencahayaan yang diterima tidak optimal maka akan menimbulkan kelelahan mata. Selain pencahayaan yang optimal, seharusnya perusahaan memberikan informasi mengenai postur ergonomis ketika bekerja menggunakan komputer karena berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, para pekerja tidak tahu mengenai postur ergonomis ketika bekerja. Informasi tersebut dapat disampaikan saat briefing sebelum bekerja.
77
Selain itu informasi juga dapat diberikan dalam bentuk media cetak yang diletakkan pada setiap meja pekerja.
6.6
Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X Jakarta Tahun 2013 Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan yang tepat dan disesuaikan dengan pekerjaan berakibat produksi yang maksimal dan ketidakefisienan yang minimal, dan pencahayaan yang baik merupakan usaha preventif (Suma’mur, 1993). Soeripto (2008) juga menjelaskan bahwa apabila intensitas pencahayaan tidak memadai (suram atau menyilaukan), maka dapat menyebabkan produktivitas tenaga kerja menurun atau menjadi rendah. Pencahayaan untuk membaca dari hardcopy dan dari komputer jelas berbeda. Persyaratan pencahayaan di kantor yang terlalu terang dapat menimbulkan risiko dalam pekerjaan yang menggunakan komputer (NIOSH, 1999). Standar pencahayaan yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, bahwa untuk pekerjaan kantor yang menggunakan komputer membutuhkan tingkat pencahayaan minimal 500 lux. Menurut CIE (1975) dan ISO 8995 dalam Pheasant (1991) standar pencahayaan minimal untuk pengguna komputer di kantor adalah 500 lux. Hal
78
ini juga sesuai dengan Stammerjhon (1981) dalam WHO (1987), Pheasant (1991) dan Grandjean (2003) bahwa standar pencahayaan untuk pengguna komputer di kantor adalah 500-700 lux. Pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objekobjek yang dikerjakannya dengan jelas, cepat, dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, pencahayaan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan (Suma’mur, 1996). Permasalahan pencahayaan meliputi kemampuan manusia untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari indra penglihat, usaha-usaha yang dilakukan untuk melihat objek lebih baik dan pengaruh pencahayaan terhadap lingkungan. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah kenapa seseorang melihat suatu objek dengan mudah dan cepat, sedangkan yang lainnya harus dengan berusaha keras, sedangkan lainnya tidak terlihat sama sekali (Suma’mur, 1996). Upaya mata yang melelahkan dapat menyebabkan kelelahan mata. Gejala-gejalanya meliputi sakit kepala, penurunan daya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Lebih dari itu, bila pekerja mencoba mendekatkan matanya terhadap objek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi lebih dipaksa, dan mungkin terjadi penglihatan rangkap atau kabur. Kejadian ini disertai pula dengan perasaan sakit kepala di daerah atas mata (Suma’mur, 1996).
79
Dari hasil analisis bivariat untuk variabel tingkat pencahayaan didapatkan bahwa 51 pengguna komputer (83,6%) dengan tingkat pencahayaan berisiko (<500 lux) mengalami keluhan kelelahan mata. Hasil analisis juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata (Pvalue = 0,003). Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2008) bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata (Pvalue = 0,010). Tingkat pencahayaan di Accounting Group PT Bank X belum sepenuhnya memadai. Masih terdapat lampu yang padam dan belum diperbaiki. Perlu diperhatikan untuk segera mengganti lampu yang padam. Pemeriksaan terhadap lampu yang rusak dan padam juga harus dilakukan. Hal ini juga memerlukan peran serta pekerja di Accounting Group PT
Bank X untuk
memantau kondisi lampu di ruangan dan melaporkannya. Selain masalah lampu yang padam, penataan lampu juga seharusnya sesuai dengan letak meja pengguna komputer sehingga pencahayaan dapat terdistribusi secara merata. Pengguna komputer dengan tingkat pencahayaan < 500 lux sebagian besar jauh dengan lampu dan terdapat lampu yang padam di atas meja kerjanya. Jika mendesain ulang kembali letak meja pengguna komputer dan letak sumber pencahayaan tidak memungkinkan, maka penambahan lampu meja dapat dilakukan untuk melindungi pekerja dari kelelahan mata yang diakibatkan
80
buruknya pencahayaan karena pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, pencahayaan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan. Selain itu, pencahayaan yang buruk menyebabkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja (Suma’mur, 1996).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Accounting Group PT Bank X Jakarta, maka ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Gambaran pengguna komputer yang mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 72%. 2. Gambaran pengguna komputer berdasarkan faktor karakteristik individu (usia dan kelainan refraksi) adalah sebagai berikut: a. Sebanyak 33% pengguna komputer berusia berisiko (≥40 tahun) dan 67% pengguna komputer berusia tidak berisiko (<40 tahun). b. Sebanyak 68% pengguna komputer memiliki kelainan refraksi dan 32% pengguna komputer tidak memiliki kelainan refraksi. 3. Gambaran pengguna komputer berdasarkan faktor pekerjaan (jarak monitor) adalah sebanyak 19% pengguna komputer bekerja dengan jarak monitor berisiko dan 81% pengguna komputer bekerja dengan jarak monitor tidak berisiko. 4. Gambaran pengguna komputer berdasarkan faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) adalah sebanyak 61% pengguna komputer bekerja dengan tingkat pencahayaan berisiko dan 39% pengguna komputer bekerja dengan tingkat pencahayaan tidak berisiko. 81
82
5. Faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer adalah kelainan refraksi dan tingkat pencahayaan. 6. Faktor yang tidak berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer adalah usia dan jarak monitor.
7.2
Saran 1. Bagi Pekerja Pekerja disarankan untuk mengurangi pajanan dengan komputer dengan cara mengurangi lama paparan (lama menatap komputer atau bekerja) dengan melakukan istirahat secara berkala agar ada jeda waktu bagi otot-otot mata untuk beristirahat. 2. Bagi Perusahaan a. Melengkapi
setiap
layar
monitor
dengan
antiglare
untuk
meminimalisasi silau yang ditimbulkan oleh layar monitor. b. Melakukan sosialisasi terhadap pekerja terkait waktu istirahat yang tepat di tengah-tengah penggunaan komputer. Seperti menggunakan sistem peringatan istirahat yang dapat muncul di layar monitor setiap pekerja agar pekerja dapat mengistirahatkan pandangannya dari layar komputer. c. Melakukan penerapan pencahayaan di ruang kerja sesuai dengan standar yaitu minimal 500 lux.
83
d. Melakukan pergantian terhadap lampu yang mulai tidak berfungsi, seperti lampu yang berkedip dan lampu yang padam. e. Melakukan pemeriksaan mata pada pekerja setidaknya satu tahun sekali agar kelainan refraksi pada mata pekerja bisa diminimalisir. f. Melakukan pemindahan tenaga kerja dengan visus yang setinggitingginya. Jadi tenaga kerja yang berusia muda, yang apabila usianya makin bertambah, dapat dipindahkan kepada pekerjaan yang kurang diperlukan ketelitian. 3. Bagi Peneliti Lain a. Bagi peneliti lain diharapkan bisa meneliti variabel-variabel lain yang mungkin berhubungan dengan keluhan kelelahan mata. b. Bagi peneliti lain diharapkan dapat meneliti lebih dalam mengapa terdapat 28% pengguna komputer yang tidak mengalami keluhan kelelahan mata.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 16-7062-2004 Tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Bridger, R.S. 2003. Introduction to ergonomics, 2nd edition. London: Taylor and Francis Dhiparswastika, Kirani Suci. 2011. “Hubungan Tingkat Pencahayaan di Tempat Kerja dengan Keluhan Kelelahan Visual Pada Pekerja Bagian Pengawasan Mutu/ Quality Control Tekstil Area Spinning 1 dan Weaving 2 di PT Argo Pantes Tbk, Tangerang”. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Jakarta. Fauzia, Irawaty. 2004. “Upaya tuk mengurangi kelelahan mata pada tenaga kerja yang menggunakan komputer di rumah sakit “X” Jakarta 2003”. Tesis. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta. Firdaus, Fikri. 2013. Analisis Faktor Risiko Ergonomi Terhadap Munculnya Keluhan Computer Vision Syndrom (CVS) pada Pekerja Pengguna Komputer yang Berkacamata dan Pekerja yang Tidak Berkacamata di PT X Tahun 2013. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok. Gibson, John MD. 1995. Anatomi dan fisiologi modern untuk perawat (Modern Physiology and Anatomy for nurses), Edisi 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Grandjean, E. 2003. Ergonomics in computerized offices. London: Taylor and Francis. Hana, Liliana. 2008. “Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display Terkait Keluhan Subyektif Kelelahan Mata pada Pekerja yang Menggunakan Komputer di Ruang Kantor PT Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant Bulan Desember Tahun 2008”. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok. Hapsari, Endah. 2012. Lama di Depan Komputer, Siap-siap hadapi Masalah Ini. Republika. Dari : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/infosehat/12/07/30/m7z3ya-lama-di-depan-komputer-siapsiap-hadapi-masalahini. diunggah pada tamggal 18 Mei 2013 jam 09:37.
Ilyas, Elhamy. 1989. Ergonomic. Surabaya. Balai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Ilyas, Sidarta. 1985. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI __________. 1991. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI __________. 1997. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI Ivone, July. 2004. “Hubungan Kelelahan Mata dengan Produktivitas Tenaga Kerja di Bagian Insoeksi Perusahaan Tekstil PT. X, Bandung”. Tesis. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Depok. Kevin Patton dan Gary Thibodeau. 2010. Anthony’s Textbook of Anatomy 7 Physiology, 19th Edition. Mosbie Elsevier. United States of America. Lipson, Michael J. 2008. Help the computer eyes. University of Michigan Kellogs Eye Center. Dari : http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/ conditions /ATE. computer. eyes.html . Diunggah pada tanggal 8 April 2013 jam 14;17. Maryamah, Siti. 2011. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD (Bumi Serpong Damai) Tangerang Tahun 2011”. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 1999. NIOSH Publications on Video Display Terminals. Third edition. U.S. Department of Health and Human Services. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nourmayanti, Dian. 2010. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Occupational Safety and Health Administration (OSHA). 1997. Working Safely with Video Display Terminal. U.S Department of Labor, 3092. Dari : http://www.osha.gov/Publications/osha3092.pdf. Diunggah pada tanggal 26 April 2013 pukul 09:02. Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomic: Work and Health. Maryland: Aspen Publishers.
______________. 2003. Body space: Anthropometry, Ergonomics and the Design of Work: Second edition. London: Taylor and Francis. Prayitno, Budi. 2008. “Hubungan Pencahayaan Dengan Kelelahan Mata Pada Pengguna Komputer di Kelurahan Pondok Cina Depok Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok. Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/02 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran Vol. 34 No. 1/154. Rustiati, Sri. 1999. Masalah Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang Mengoperasikan Komputer di PT N K Jakarta Tahun 1997 serta Upaya mengatasinya. Tesis. Program Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Universtas Indonesia. Jakarta. Setiawan, Iwan. 2012. “Analisis Hubungan Faktor Karakteristik Pekerja, Durasi Kerja, Alat Kerja, dan Tingkat Pencahayan dengan Keluhan Subjektif Kelelahan Mata Pada Pengguna Komputer di PT. Surveyor Indonesia Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok. Silaban, Cornelius. 2013. “Gambaran Intensitas Pencahayaan dan Keluhan Subyektif Kelelahan Mata pada Pekerja di Ruang Kantor PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Jakarta Group Instalasi Plumpang 2012”. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok. Soeripto, M. 2008. Higiene Industri. Jakarta. Balai penerbit FKUI. Suma’mur, P.K. 1989. Ergonomi untuk produktivitas kerja. Jakarta : CV Haji Masagung. ____________. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Cetakan keenam. Jakarta : CV Haji Masagung. ____________. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Toko Gunung Agung. Sunarmi, Siti Zuriah. 1997. “Hubungan Penerangan di Tempat Kerja Terhadap Kelelahan Mata dan Produktivitas Tenaga Kerja di Industri Konveksi PT. Busana Rama Tekstil & Garment Tangerang”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Program Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Hiperkes Medis. Jakarta.
Sundari, KN. 2011. Keluhan Subjektif Pada Operator Komputer di Unit Pelaksaana Teknis – Pengembangan Seni dan Teknologi Keramik dan Porselin Bali. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. Vol. 10. No. 2. Desember. World Health Organization (WHO). 1987. Visual Display Terminals and Workers’ Health. Geneva: WHO Offset Publications.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT
Frequency Table Keluhan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ada
72
72.0
72.0
72.0
tidak ada
28
28.0
28.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Usia Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
berisiko
33
33.0
33.0
33.0
tidak berisiko
67
67.0
67.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Refraksi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ada kelainan refraksi
68
68.0
68.0
68.0
tidak ada kelainan refraksi
32
32.0
32.0
100.0
Refraksi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ada kelainan refraksi
68
68.0
68.0
68.0
tidak ada kelainan refraksi
32
32.0
32.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
jarak_monitor Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
berisiko
19
19.0
19.0
19.0
tidak berisiko
81
81.0
81.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
Pencahayaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
berisiko
61
61.0
61.0
61.0
tidak berisiko
39
39.0
39.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
OUTPUT ANALISIS BIVARIAT
Uji Chi Square
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Usia * Keluhan
100
100.0%
0
.0%
100
100.0%
Refraksi * Keluhan
100
100.0%
0
.0%
100
100.0%
jarak_monitor * Keluhan
100
100.0%
0
.0%
100
100.0%
Pencahayaan * Keluhan
100
100.0%
0
.0%
100
100.0%
Usia * Keluhan Crosstab Keluhan ada Usia
berisiko
Count % within Usia
tidak berisiko
Total
6
33
81.8%
18.2%
100.0%
45
22
67
67.2%
32.8%
100.0%
72
28
100
72.0%
28.0%
100.0%
Count % within Usia
Total
27
Count % within Usia
tidak ada
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.125
1.684
1
.194
2.474
1
.116
2.355 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.158
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
2.332
1
.095
.127
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.24. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Usia (berisiko / tidak berisiko) For cohort Keluhan = ada For cohort Keluhan = tidak ada N of Valid Cases
Lower
Upper
2.200
.792
6.107
1.218
.966
1.537
.554
.249
1.233
100
Refraksi * Keluhan Crosstab Keluhan ada Refraksi
ada kelainan refraksi
Count % within Refraksi
tidak ada kelainan refraksi
Total
14
68
79.4%
20.6%
100.0%
18
14
32
56.2%
43.8%
100.0%
72
28
100
72.0%
28.0%
100.0%
Count % within Refraksi
Total
54
Count % within Refraksi
tidak ada
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square
5.790
df a
1
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.016
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
4.699
1
.030
5.581
1
.018
Fisher's Exact Test
.030
Linear-by-Linear Association
5.733
b
N of Valid Cases
1
.016
.017
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.96. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Refraksi (ada kelainan refraksi / tidak ada
3.000
1.204
7.474
1.412
1.016
1.961
.471
.256
.866
kelainan refraksi) For cohort Keluhan = ada For cohort Keluhan = tidak ada N of Valid Cases
100
jarak_monitor * Keluhan Crosstab Keluhan ada jarak_monitor
berisiko
Count % within jarak_monitor
tidak berisiko
Count % within jarak_monitor
Total
Count % within jarak_monitor Chi-Square Tests
tidak ada
Total
17
2
19
89.5%
10.5%
100.0%
55
26
81
67.9%
32.1%
100.0%
72
28
100
72.0%
28.0%
100.0%
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.059
2.563
1
.109
4.131
1
.042
3.553 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.087
Linear-by-Linear Association
3.517
b
N of Valid Cases
1
.048
.061
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.32. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for jarak_monitor (berisiko / tidak berisiko) For cohort Keluhan = ada
Lower
Upper
4.018
.863
18.699
1.318
1.063
1.634
.328
.085
1.263
For cohort Keluhan = tidak ada N of Valid Cases
100
Pencahayaan * Keluhan Crosstab Keluhan ada Pencahayaan
berisiko
Count % within Pencahayaan
tidak berisiko
Count % within Pencahayaan
Total
Count % within Pencahayaan
tidak ada
Total
51
10
61
83.6%
16.4%
100.0%
21
18
39
53.8%
46.2%
100.0%
72
28
100
72.0%
28.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.001
9.027
1
.003
10.327
1
.001
10.452 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.003
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
10.347
1
.001
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.92. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Pencahayaan (berisiko / tidak berisiko) For cohort Keluhan = ada For cohort Keluhan = tidak ada N of Valid Cases
Lower
Upper
4.371
1.733
11.025
1.553
1.138
2.119
.355
.184
.687
100
.001
Lampiran 5 Kuesioner “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X”
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i..... Assalamualaikum Wr. Wb Dengan hormat, Sehubungan dengan tugas akhir yang saya tempuh, maka bersama ini saya: Nama : Selisca Luthfiana Fadhillah NIM : 109101000048 Peminatan : Kesehatan dan Keselamatan Kerja Jurusan : Kesehatan Masyarakat Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bermaksud meyampaikan kuesioner penelitian yang berkaitan dengan topik yang saya teliti, yaitu “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X”. Sehubungan dengan hal tersebut, saya minta kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengisi kuesioner tersebut dengan objektif. Semua informasi yang diberikan hanya digunakan untuk kepentingan akademik dan dijamin kerahasiannya. Atas bantuan Bapak/Ibu/Saudara/I, saya ucapkan terimakasih.
Hormat Saya,
Selisca Luthfiana Fadhillah
No. Responden:
KUESIONER PENELITIAN “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X”
Petunjuk Pengisian Kuesioner: 1. Isilah pertanyaan pada garis bawah (________) yang tersedia. 2. Isilah pertanyaan yang memiliki pilihan jawaban dengan melingkari salah satu jawaban. 3. Isilah pertanyaan sesuai dengan kondisi yang anda rasakan.
Tanggal Pengisian kuesioner : ___________________________________ Nama
: ___________________________________
No. Handphone
: ___________________________________
Departemen/Divisi
: ___________________________________
Karakteristik Individu 1. Tanggal lahir : Tanggal_____/Bulan___________/Tahun_______ 2. Jenis Kelamin :P/L 3. Apakah anda memiliki kelainan refraksi (minus/plus/silinder)? a. Ya b. Tidak 4. Kelainan Refraksi = ........................... (diisi oleh peneliti)
Karakteristik Pekerjaan Jarak monitor dengan mata = ..............cm (diisi oleh peneliti)
Lingkungan Kerja Tingkat Pencahayaan Meja Kerja = ......................lux (diisi oleh peneliti)
Keluhan Kelelahan Mata 1. Apakah ada keluhan kelelahan mata yang anda rasakan selama anda bekerja menggunakan komputer? a. Ya b. Tidak 2. Jika “ya”, keluhan apa saja yang anda rasakan? (boleh di checklist lebih dari satu) No Keluhan yang dirasakan ya tidak 1 Nyeri/terasa berdenyut di sekitar mata 2 Penglihatan kabur 3 Penglihatan rangkap/ganda 4 Sulit fokus 5 Mata perih 6 Sakit kepala 7 Pusing disertai mual 8 Mata merah 9 Mata Berair Sumber: Pheasant (1991)
Terimakasih Selamat Bekerja Kembali