UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Argihta Marettia 0706272603
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DEPOK MEI 2011
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Argihta Marettia
NPM
: 0706272603
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 12 Mei 2011
ii Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : Argihta Marettia : 0706272603 : Kesehatan Masyarakat : Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Dr. dr. L. Meily Kurniawidjaja M.Sc., Sp.Ok. (...........................)
Penguji
: Dr. dr. Zulkifli Djunaedi M. App Sc.
Penguji
: Delta Digita Rinaldo, SKM
Ditetapkan di Tanggal
: Depok : 12 Mei 2011
iii Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
KATA PENGANTAR & UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya, ditulis dalam rangka pemenuhan sistem kredit semester dan sebagai prasyarat kelulusan program studi kesehatan dan keselamatan kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Program STOP di Lingkungan PT. X Indonesia tahun 2011” diharapkan dapat memberikan informasi dan meningkatkan ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Dalam pembuatan laporan ini, penulis juga meminta maaf atas segala kesalahan baik secara lisan atau tulisan. Skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis bersikap terbuka terhadap masukan dan menerima kritik dan saran yang membangun untuk meyempurnakan laporan magang ini. Selain itu, dalam pembuatan skripsi ini penulis dibantu oleh banyak pihak yang tak dapat dituliskan satu per satu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. My Saviour, Jesus Christ, terima kasih untuk kebaikan dan kasih-Mu selama ini. Tak pernah berkesudahan kasih setia-Mu padaku. Biarlah ini menjadi persembahan yang berkenan pada-Mu. 2. Orang tua yang terkasih dan adik tercinta, terima kasih atas dukungan dan kasih sayangnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. 3. Ibu Meily Kurniawidjaja selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan masukan, nasihat, dan dukungan. Terima kasih Ibu atas petunjuk yang diberikan pada saya selama penyusunan skripsi ini. 4. Mbak Shinta selaku pembimbing lapangan di PT. X, terima kasih atas bantuannya selama saya di PT. X dan mohon maaf atas segala kesalahan yang saya buat. 5. Inangtua Vera, tak ada kata yang bisa terucapkan selain terima kasih banyak atas kebaikannya selama ini, dari sebelum KP hingga saat ini, the best motivator di saat tersulit. 6. Seluruh orang-orang E5, khususnya HSE, Mbak Erna, Mbak Mega, Kak Yuni, Kak Mey, Kak Gina, Om Vit, Mbak Elsye, dll dan Kak Delta, terima kasih untuk semuanya. I’m happy to know all of you.
iv Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
7. Seluruh responden yang telah membantu penyebaran kuesioner ini, para driver (Mas Sandy, dan rekan-rekan), para security (Pak Suwandi, dan rekan), para pantry (Mbak Pony, Mbak Yanti, Mbak Siti, Mbak Asih, dkk), para cleaner (Bang Yono, Mbak Nisa, dll), para helper (Mas Turmin, dkk), para mail room, para penduduk E3 (Mbak Gita, Mas Rijal, dkk), E5, E8 (Mbak Maria, Mbak DinarShita), E9 (Mas Deva), D2 (Mbak Santi), D3 (Mbak Livi), D4 (Mbak Ani), dan D5 (Mbak Nunik). 8. Leidiana L., teman satu perjuangan dalam suka dan duka, terima kasih telah mendengarkan keluh kesah selama perjuangan skripsi ini. 9. Eldi Risania, Resty Tri Anissa, Ajeng Tantri, Indah Purnamasari, Febri Himawan, kawan-kawan seperjuangan di PT. X. Thanks yaa guyss 10. Christiana S., Ka Aswin, Bang Sabam, Tika, Kiting, yang selalu gw recoki dengan curhat-curhat gw selama ini. 11. Teman-teman tercinta, Dwi Astuti, Asti Rosiana, Fazariah Rachmawati, Arry Rinaldy, Ary Rachmawan, Dimas R., Yusy Aprianty, dan Andi Darma. 12. Geng Gabil, yang eksis kapanpun dan dimanapun, hedon terus, hehe. Buat ketuanya terutama Elyana A. dan wakilnya Dwi Okta R. Dan juga untuk para anggotanya, Cesie Nadia, Miranty Jasmine, Devani Ersa, Devi Partina, Putri W., dll, maju terus dan sukses bersama ya, 13. Teman-teman K3 2007, yang selama 3 tahun ini telah berjuang bersama-sama untuk menuntaskan kuliah ini. Bersama kita bisa, sampai berjumpa pada September ceria 14. Teman-teman POSA, yang selalu mendoakan kami setiap saat, khususnya sang Koor tergeje, mari kita jalan-jalan *loh..
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih untuk semua orang yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Banyak pihak yang tidak tertuliskan, namuan dari dalam hati terdalam, saya ucapkan terima kasih. Saya berharap skripsi ini bisa menjadi manfaat untuk orang lain
Jakarta, Mei 2011
Argihta Marettia
v Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Argihta Marettia
NPM
: 0706272603
Program Studi
: Kesehatan Masyarakat
Departemen
: Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas
: Kesehatan Masyarakat
Jenis karya
: Skripsi
demi
pengembangan
kepada Universitas
ilmu
pengetahuan,
Indonesia
Hak
menyetujui untuk memberikan
Bebas
Royalti
Noneksklusif (Non-
exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : “Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011” beserta
perangkat
yang
Royalti Noneksklusif
ini
ada
(jika
Universitas
diperlukan).
Dengan
Indonesia
berhak
Hak
Bebas
menyimpan,
mengalihmedia/format- kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 12 Mei 2011 Yang Menyatakan
( Argihta Marettia )
vi Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
ABSTRAK
Nama : Argihta Marettia Program Studi : Kesehatan Masyarakat Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011 Program STOP merupakan program penanaman nilai keselamatan pada karyawan. Yang dilakukan dengan cara mengobservasi perilaku yang aman dan tidak aman. Penelitian ini didasarkan pada persepsi karyawan mengenai pelaksanaan STOP dengan metode kuesioner, observasi, dan wawancara. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis deskriptif maupun analitik mengenai pengetahuan, persepsi bahaya, prosedur, komunikasi, sosialisasi, pelatihan, reward/punishment, pengawasan, dan komitmen. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara pengetahuan, persepsi, komunikasi, pelatihan, dan komitmen terhadap perilaku dalam pelaksanaan STOP. Program ini secara umum sudah berjalan dengan baik, tetapi belum optimal dan harus ditingkatkan. Program ini dapat menumbuhkan kesadaran akan keselamatan yang akan menuju pada terciptanya budaya keselamatan. Kata Kunci : Program STOP, Persepsi, Budaya Keselamatan
vii Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
ABSTRACT
Name Degree Title
: Argihta Marettia : Bachelor : Analyze of STOP Program in PT. X Indonesia 2011
STOP Program is a program for internalized a safety value of employees. The program is conducted by observing the behavior of safe and unsafe. The study was based on the perceptions of employees regarding the implementation of the STOP. The method used was a questionnaire, observation, and interviews. In this study, an analysis of descriptive and analytical knowledge, perception of danger, procedures, communication, socialization, training, reward / punishment, supervision, and commitment. From the survey results revealed that there is a relationship between knowledge, perception, communication, training, and commitment to the behavior in the execution of STOP. The program generally has been running well, but not optimal. This program can raise awareness of safety that will lead to the creation of a safety culture. Key word: STOP Program, Perception, Safety Culture
viii Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii KATA PENGANTAR & UCAPAN TERIMA KASIH ........................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................... vi ABSTRAK .................................................................................................................. vii ABSTRACT .............................................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 5 1.3
Pertanyaan penelitian .......................................................................................... 6
1.4 Tujuan ................................................................................................................... 7 1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................ 7 1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 7 1.5 Manfaat ................................................................................................................. 8 1.5.1
Manfaat bagi Perusahaan ........................................................................ 8
1.5.2 Manfaat bagi Mahasiswa......................................................................... 8 1.6 Ruang Lingkup ..................................................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Definisi keselamatan......................................................................................... 9
2.2
Definisi Kecelakaan .......................................................................................... 9
2.4
Pencegahan kecelakaan .................................................................................. 12
2.5
Konsep Budaya ............................................................................................... 13
x Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
2.5.1 Tiga Tingkatan Budaya........ ........................................................... 14 2.5.1.1 Artefak dan perilaku ........................................................... 14 2.5.1.2 Tata Nilai ............................................................................. 15 2.5.1.3
Asumsi dasar ..................................................................... 15
2.5.2
Karakteristik pada tingkat artefak dan/atau tata nilai...................... 16
2.5.3
Karakteristik pada Tingkatan Tata Nilai (IAEA, 2002).................. 17
2.5.4
Asumsi dasar (IAEA, 2002) ............................................................. 18
2.6
Definisi budaya keselamatan.......................................................................... 18
2.7
Model dan konsep budaya keselamatan ........................................................ 19
2.8
Safety culture maturity level .......................................................................... 23
2.9
Latar belakang program STOP....................................................................... 24
2.10
Safety Training Observation Program ........................................................... 27
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Teori.................................................................................................... 31 3.1.1 Safety Culture ........................................................................................... 31 3.2 Kerangka Konsep ............................................................................................... 32 3.3 Definisi Operasional, Skala Ukur, Hasil Ukur, Alat Ukur, dan Skala Ukur .. 33
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain penelitian .................................................................................................. 35 4.2 Waktu dan Lokasi ................................................................................................ 35 4.3 Populasi Sampel ................................................................................................... 35 4.4 Instrumen Penelitian ............................................................................................ 36 4.5 Uji Validitas Kuesioner ....................................................................................... 36 4.6 Uji Reliabilitas Kuesioner .................................................................................. 37 4.7 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 37 4.8 Manajemen Data .................................................................................................. 37 4.9 Analisis Data ........................................................................................................ 38
xi Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 5 Gambaran Umum Perusahaan 5.1 Visi, Misi dan Tujuan PT. X Global ................................................................. 39 5.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan............................................................ 41 5.3 PT. X Indonesia ................................................................................................. 42 5.4
Sejarah LNG Tangguh ...................................................................................... 43
5.5 Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................................... 45 5.6
Proses Kerja....................................................................................................... 45
5.7 Alat-Alat dan Mesin.......................................................................................... 47 5.8
Gambaran Umum HSE Department ................................................................ 48
5.9
Kebijakan dan Komitmen Perusahaan Terhadap HSE ................................... 49
5.10 Struktur Organisasi K3 (terlampir) .................................................................. 50 5.11 Program Kerja Departemen HSE ..................................................................... 50
BAB 6 HASIL 6.1 Karakteristik Informan ......................................................................................... 54 6.2 Pelaksanaan Program STO ................................................................................. 55 6.3 Perilaku terhadap program STOP ..................................................................... 63 6.4 Analisis Hubungan .............................................................................................. 64 6.4.1 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ....... 64 6.4.2 Hubungan Persepsi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ............. 65 6.4.3 Hubungan Prosedur dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ............ 66 6.4.4 Hubungan Sosialisasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP.......... 67 6.4.5 Hubungan Komunikasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP....... 67 6.4.6 Hubungan Pelatihan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP............. 68 6.4.7 Hubungan Reward/Punishment dengan Perilaku Pelaksanaan STOP...... 69 6.4.8 Hubungan Pengawasan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP....... 70 6.4.9 Hubungan Komitmen dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .........70
BAB 7 PEMBAHASAN 7.1 Analisis Pelaksanaan Program STOP ................................................................ 71 7.2 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pelaksanaan STOP........... 74
xii Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
7.3 Analisis Hubungan Persepsi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ........ 75 7.4 Analisis Hubungan Prosedur dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ....... 76 7.5 Analisis Hubungan Komunikasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP 77 7.6 Analisis Hubungan Sosialisasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ... 78 7.7 Analisis Hubungan Pelatihan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ...... 79 7.8 Analisis Hubungan Reward/Punishment dengan PerilakuPelaksanaanSTOP . 80 7.9 Analisis Hubungan Pengawasan dengan Perilaku Pelaksanaan STOP ........... 81 7.10 Analisis Hubungan Komitmen dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .. 82
BAB 8 PENUTUP 8.1
Kesimpulan ........................................................................................................ 85
8.2
Saran .................................................................................................................. 87
Daftar Pustaka............................................................................................................. 91 Lampiran
xiii Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi Kecelakaan ............................................................................. 10 Tabel 2. Tingkatan budaya dalam aplikasi aspek keselamatan ............................ 15 Tabel 3. Definisi Budaya Keselamatan ............................................................... 18 Tabel 6.1 Distribusi Frekuensi Pengisian kartu STOP di PT. X Indonesia tahun 2011 ..........................................................................................................57 Tabel 6.2 Distribusi Univariat .............................................................................59 Tabel 6.3 Distribusi Persepsi Bahaya di Lingkungan Kerja PT. X Indonesia tahun 2011 .................................................................................................60 Tabel 6.4 Distribusi Prosedur Kerja di PT. X Indonesia tahun 2011 ....................60 Tabel 6.5 Distribusi Metode Pelatihan Program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011 .................................................................................................63 Tabel 6.6 Distribusi perilaku safe/ unsafe act di PT. X Indonesia tahun 2011 ......64 Tabel 6.7 Distribusi Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .....................................................................................64 Tabel 6.8 Distribusi Hubungan Persepsi Bahaya dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .....................................................................................66 Tabel 6.9 Distribusi Hubungan Prosedur dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .........................................................................................................66 Tabel 6.10 Distribusi Hubungan Sosialisasi Perilaku dalam Pelaksanaan STOP . 67 Tabel 6.11 Distribusi Hubungan Komunikasi Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .........................................................................................................68 Tabel 6.12 Distribusi Hubungan Pelatihan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .........................................................................................................68 Tabel 6.13 Distribusi Hubungan Sanksi Reward dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .....................................................................................69 Tabel 6.14 Distribusi Hubungan Pengawasan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP ........................................................................................................ 70 Tabel 6.15 Distribusi Hubungan Komitmen Perilaku dalam Pelaksanaan STOP .71
xiv Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Domino Theory (Heinrich, 1980) ...................................................... 11 Gambar 2. Piramida kecelakaan (Bird, 1986) ..................................................... 12 Gambar 3. Konsep Budaya Keselamatan (Cooper, 2000) ................................... 20 Gambar 4. Total safety culture (Geller, 2001) .................................................... 20 Gambar 5. Hubungan perilaku keselamatan berdasarkan waktu dan insiden rate 23 Gambar 6 Safety Culture Maturity Level............................................................ 24 Gambar 7. Penyebab utama hilangnya hari kerja (United steelworkers of America) ................................................................................................... 25 Gambar 8. Siklus STOP (Dupont, 2000) ............................................................ 29 Gambar 10. Layout LNG Tangguh ..................................................................... 44 Gambar 9. Peta Proyek LNG Tangguh ............................................................... 44 Gambar 11. Alur Kerja LNG .............................................................................. 47 Gambar 12. Karakteristik responden berdasarkan umur.......................................54 Gambar 13. Karakteristik responden berdasarkan lama kerja ...............................54
xv Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU no.1 tahun 1970 mengenai keselamatan kerja pada pasal 3 menyebutkan mengenai syarat-syarat keselamatan kerja salah satunya sebagai upaya untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 4 tahun 1998 yang dimaksud kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikan pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa dan wajar dilalui. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak direncanakan dan tidak dapat dikontrol yang disebabkan oleh manusia, situasi, atau faktor lingkungan, atau dari kombinasi beberapa faktor yang mempengaruhi proses kerja, yang mana dapat menghasilkan ataupun tidak menghasilkan kerugian, kesakitan, kematian kerusakan barang atau kejadian lain yang tidak diinginkan, tapi memiliki potensial untuk terjadi (Colling, 1990). Dari dua definisi tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa kecelakaan merupakan kejadian yang tidak diinginkan dan tidak diharapkan terjadi karena menimbulkan dampak secara langsung maupun tidak langsung. Kecelakaan merupakan permasalahan umum yang terjadi di tempat kerja utamanya. Estimasi ILO tahun 2002, menggambarkan dari 2,8 milyar tenaga kerja di dunia terjadi 2,2 kematian terkait dengan pekerjaan, 270 juta kecelakaan kerja. NiOSH mengestimasikan 4 juta pekerja di Amerika menderita nonfatal injury yang
berhubungan
dengan
pekerjaan
atau
mengalami
sakit
penyakit
(www.cdc.gov). Menurut United States Department of Labor, diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 5657 kecelakaan kerja yang berakibat fatal di Amerika Serikat, kemudian pada tahun berikutnya terjadi 5214 kecelakaan kerja fatal, dan pada tahun 2009 diketahui 4340 kecelakaan kerja fatal. Jumlah tersebut tidak dapat dikatakan kecil sehingga dapat diabaikan begitu saja, karena menyangkut nyawa manusia. Data tersebut cukup signifikan bila dibandingkan dengan Bureau of Labor Statistics (BLS) Census of Fatal Occupational Injuries yang mengatakan
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
2
bahwa tercatat sekitar 5.700 trauma akibat cidera kerja di Amerika terjadi setiap tahunnya (Levvy, 2006). Badan Pusat Statistik RI pada bulan Agustus 2009 mencatat bahwa penduduk Indonesia berjumlah 231,83 juta jiwa, 113,89 (49,13%) diantaranya adalah populasi usia produktif (15-64 tahun). Sebanyak 104.87 juta jiwa (92,08%) adalah bagian dari angkatan kerja (Meily, 2010). Dengan jumlah angkatan kerja yang besar ini, timbullah suatu masalah baru, yaitu pada tingkat keselamatan kerja para pekerja. Data PT Jamsostek menyebutkan bahwa kecelakaan kerja pada tahun 2007 mencapai 83.714 dengan kasus fatal sebanyak 1.883 kasus. Pada tahun 2008, kasus kecelakaan kerja meningkat menjadi 93.823 kasus dengan fatalitas sebanyak 2.124 kasus. Pada tahun 2009, angka kecelakaan kerja justru mengalami kenaikan kembali menjadi 96.697 dengan kasus fatal sebanyak 3.015 (Meily, 2010). Dari tahun 2007 hingga 2008, kasus kecelakaan dan kasus fatal terus meningkat. Tingginya angka kecelakaan ini menunjukkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan kerja masih terabaikan. Industri minyak dan gas merupakan industri yang memberikan kontribusi besar pada Gross Domestic Product (GDP) Indonesia. Namun, industri ini mempunyai tingkat risiko dan bahaya yang tinggi. Hal ini terkait pada jam kerja yang lebih lama dan tingkat pekerjaan yang sulit. Pada tahun 2005, total jumlah pekerja produksi dan non-produksi meningkat dari 34.822 menjadi 38.228 dalam kurun waktu lima tahun (www.migas-indonesia.com). Pekerja di industri minyak secara umum menerima upah yang tinggi terkait lamanya jam kerja. Jam kerja untuk pekerja sektor ekstraksi minyak di Indonesia rata-rata 50-60 jam per minggu atau lebih tinggi dari jam kerja sektor manufaktur yang hanya 38-40 jam per minggu. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan risiko pada sektor minyak dan gas ini cukup tinggi. Dari data BP Migas tahun 2005 terdapat 328 kecelakaan. Kecelakaan ini terdiri dari beberapa kategori, seperti kecelakaan ringan tanpa hilangnya hari kerja sebanyak 262 kasus, kecelakaan sedang dengan kehilangan hari kerja sebanyak 48 kasus, kecelakaan berat sebanyak 14 kasus, dan kecelakaan fatal sebanyak 5 kasus.
Sedangkan data Ditjen Migas pada 2007 menunjukkan terjadi 103
kecelakaan di hulu migas dan 27 kecelakaan di hilir migas. Pada tahun 2008, di
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
3
hulu migas terjadi 100 kecelakaan dan 23 kecelakaan di hilir migas. Pada tahun 2009, sampai Oktober 2009, data kecelakaan industri migas terus mengalami penurunan menjadi 34 kasus kecelakaan operasi hulu migas dan 35 kasus kecelakaan di hilir migas (bataviase.co.id). Hingga tahun 201, kasus kecelakaan industri migas terus menurun, kecelakaan operasi di hulu migas terdiri dari 11 kecelakaan ringan, 14 kecelakaan sedang, enam kecelakaan berat, dan tiga kecelakaan fatal. Sedangkan di hilir migas, tercatat terjadi 23 kecelakaan ringan, enam kecelakaan sedang, satu kecelakaan berat dan empat kecelakaan fatal (bataviase.co.id). Pada dasarnya, kecelakaan dapat dikontrol dengan pendekatan budaya keselamatan dan kesehatan kerja. Pendekatan ini tidak hanya menekankan pada keselamatan dan kesehatan individu saja, tetapi juga untuk menjaga keselamatan orang lain. Dengan ini, karyawan diharapkan saling menjaga dan mengawasi orang lain sehingga terbentuk jaringan kerja yang saling mendukung. Budaya ini sebaiknya diaplikasikan di dalam dan di luar organisasi (Groeneweg, 2005). Pendekatan budaya keselamatan dan kesehatan kerja ini meliputi pendekatan teknis, pendekatan manajemen, dan pendekatan perilaku. Professor E. Scott Geller dalam buku The Psychology of Safety Handbook menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang berkontribusi pada kecelakaan kerja, yaitu faktor lingkungan, faktor manusia, dan faktor perilaku. Ketiga faktor ini yang disebut safety triads (Geller, 2001). Perilaku manusia (human behavior) merupakan aspek penting yang menjadi pusat perhatian para ahli di bidang Ilmu Keselamatan. Kecelakaan umumnya disebabkan oleh kondisi yang tak aman (unsafe condition) dan tindakan yang tak aman (unsafe act) (Heinrich, 1928). Teori yang dikemukan Heinrich ini yang menjadi dasar dari penelitian penyebab kecelakaan selanjutnya. Dalam riset yang dilakukan oleh beberapa peneliti lain mengenai faktor penyebab kecelakaan, ditemukan bahwa faktor manusia mempunyai kontribusi yang besar dalam menyebabkan kecelakaan. Penelitian Joshchek pada tahun 1981 menyimpulkan 80-90% kecelakaan disebabkan oleh kesalahan manusia (www.csb.gov). Sedangkan penelitian lain oleh Uehara dan Hoosegow (1986) menyebutkan 58% dari kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (www.csb.gov). Selain
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
4
itu, pada tahun 1971, Oil insurance Association Report on Boiler Safety memberikan persentase sebesar 73% untuk kesalahan manusia sebagai penyebab kecelakaan (CCPS, 1995). Lebih jauh lagi Wagenar dan Groeneweg menyimpulkan 96% dari kecelakaan diakibatkan setidaknya oleh satu kesalahan manusia, sementara Salminen dan Tallberg meyakini bahwa kontribusi kesalahan manusia
dalam
menyebabkan
kecelakaan
sebesar
84-94%.
(www.informaworld.com) Menurut Hollnagel kontribusi kesalahan manusia pada insiden yang terjadi pada tahun 1960 diperkirakan sebesar 20% dan pada tahun 1990 kontribusi kesalahan manusia meningkat hingga lebih dari 80% (Trepes, 2003). Barry Kirwan mengidentifikasi bahwa faktor kesalahan manusia berkontribusi 34% dari semua faktor penyebab kecelakaan, sedangkan Bea dan Moore menyebut angka 80% kecelakaan disumbang dari kesalahan manusia (API-Publication-2351). Human factors yang berkontribusi pada kecelakaan kerja selalu menjadi sesuatu hal yang kompleks, seringkali tidak dapat diprediksikan dan tidak dapat dikontrol (Geller, 2001). Kesalahan manusia tentunya secara tidak langsung akan berpengaruh pada loss. Profit suatu perusahaan akan menurun jika loss bertambah besar. Untuk menurunkan potensi dari loss, diperlukan suatu implementasi budaya keselamatan secara massif. Implementasi budaya keselamatan ini memerlukan peran leadership, dalam hal ini komitmen manajemen sebagai dukungan untuk program keselamatan diperusahaan. Selain itu, dibutuhkan partisipasi dari pekerja dalam menjalankan budaya keselamatan ini. Budaya keselamatan akhirnya merupakan sebuah komunikasi yang efektif antara pekerja dan pihak manajemen. Dengan budaya keselamatan ini diharapkan munculnya safety awareness. Dari penjabaran diatas, disimpulkan bahwa banyak kejadian kecelakaan yang terkait dengan “tindakan” (behavior/act) orang. Salah satu cara untuk mengembangkan perilaku selamat pada pekerja adalah dengan Safety Training Observation Program (STOP). STOP merupakan kartu keselamatan yang digunakan untuk mengobservasi tindakan aman atau tindakan yang tidak aman. Program STOP merupakan suatu program keselamatan yang berfokus pada
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
5
tindakan aman/tidak aman yang dilakukan pekerja. Program ini dikembangkan oleh institut keselamatan, DuPont. Program ini dikembangkan sebagai salah satu alat untuk mengembangkan keahlian observasi dan komunikasi dengan pendekatan positif guna memastikan tempat kerja yang lebih aman. Selain itu, program ini juga dilaksanakan untuk membangun budaya keselamatan di lingkungan kerja. Program ini telah diterapkan pada beberapa perusahaan, seperti PT. X. PT. X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas. Produk utama yang dihasilkan perusahaan ini adalah gas. Dalam peranannya sebagai produsen gas terbesar di Indonesia, PT. X juga menjalankan komitmennya dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satu program yang dilakukan di perusahaan ini untuk menciptakan budaya keselamatan di kalangan karyawan adalah dengan program STOP. Walau tingkat insiden di office hampir tidak ada, namun program ini dilakukan sebagai upaya preventif. Dengan program ini, karyawan dilatih untuk peka akan kondisi yang safe atau unsafe . Kartu STOP yang digunakan di PT. X mengadopsi lisensi dari DuPont. Program STOP ini lazimnya digunakan di lapangan (site), karena bahaya dan risiko yang ada di lapangan tentunya lebih besar dari lingkup kantor. Namun, untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak aman, PT. X sudah mengaplikasikan program ini di kantor. Namun, pelaksanaannya kurang berjalan secara menyeluruh. Ini dikarenakan tidak semua divisi melakukan pemantauan dengan kartu STOP. Hal ini terjadi karena pengaruh dari perilaku karyawan yang less awarness terhadap keselamatan dan menganggap risiko keselamatan di kantor rendah. Perilaku ini yang menjadikan program STOP kurang efektif. Oleh karena itu, dilakukan suatu kajian untuk melihat gambaran perilaku karyawan terhadap pelaksanaan program STOP di kalangan karyawan PT. X Indonesia tahun 2011. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan data yang dijabarkan pada latar belakang, diketahui bahwa mayoritas penyebab kecelakaan disebabkan oleh kesalahan manusia. Ini menandakan bahwa perilaku manusia berhubungan dengan terciptanya budaya
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
6
keselamatan. Untuk itu, PT. X mencanangkan program STOP. Dalam prakteknya, pengembangan budaya keselamatan merupakan komponen penting yang harus dibangun dalam suatu sistem. Program STOP dapat dijadikan sebagai salah satu indikator dalam pengembangan budaya keselamatan khususnya dalam pendekatan pada perilaku manusia. Namun, pelaksanaan program STOP di head office PT. X Indonesia masih belum menyeluruh dan mencakup semua divisi. Banyak hal yang berpengaruh dalam belum optimalnya program ini, seperti komitmen dari team leader, partisipasi dari karyawan sendiri, dan komunikasi dua arah yang kurang terbangun. Dari pra-survey yang dilakukan mengenai program ini, diketahui ada beberapa hal yang membuat program ini berjalan belum optimal, seperti anggapan bahaya dan risiko di lingkungan kantor rendah dan binggung untuk mengisi kartu STOP. Hal ini terjadi karena kategori pengamatan yang ada membuat ambigu karyawan. Selain itu, pengamatan yang dilakukan cenderung monoton karena risiko di kantor rendah. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis terhadap pelaksanaan program STOP di kalangan karyawan PT. X Indonesia tahun 2011 1.3 Pertanyaan penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, maka disusunlah pertanyaan mengenai masalah ini, seperti : 1. Bagaimana
analisis
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan program STOP PT. X Indonesia tahun 2011? 2. Bagaimana pengetahuan karyawan mengenai program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011? 3. Bagaimana persepsi karyawan mengenai bahaya yang ada di lingkungan kerja PT. X Indonesia tahun 2011? 4. Bagaimana pengawasan yang berjalan di PT. X Indonesia tahun 2011? 5. Bagaimana pelatihan yang berjalan dalam pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011? 6. Bagaimana sanksi/penghargaan yang berjalan dalam pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011? 7. Bagaimana komitmen yang berjalan di PT. X Indonesia tahun 2011?
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
7
8. Bagaimana komunikasi yang yang berjalan dalam pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011? 9. Bagaimana sosialisasi yang yang berjalan dalam pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011? 10. Bagaimana prosedur keselamatan kerja yang ada di PT. X Indonesia tahun 2011?
1.4
Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya analisis pengetahuan karyawan mengenai program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011 2
Diketahuinya analisis persepsi karyawan mengenai bahaya yang ada di lingkungan kerja PT. X Indonesia tahun 2011
3
Diketahuinya analisis pengawasan team leader yang berjalan di PT. X Indonesia tahun 2011
4
Diketahuinya analisis pelatihan yang berjalan dalam pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
5
Diketahuinya
analisis
sanksi-penghargaan
yang
berjalan
dalam
pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011 6
Diketahuinya analisis komitmen team leader yang berjalan di PT. X Indonesia tahun 2011
7
Diketahuinya analisis komunikasi yang yang berjalan dalam pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
8
Diketahuinya analisis sosialisasi yang yang berjalan dalam pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011
9
Diketahuinya analisis prosedur keselamatan kerja yang ada di PT. X Indonesia tahun 2011
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
8
1.5
Manfaat
1.5.1 Manfaat bagi Perusahaan Perusahaan dapat melihat persepsi karyawan terhadap pelaksanaan program STOP di kalangan karyawan PT. X Indonesia tahun 2011. Selain itu, penelitian ini dapat membantu perusahaan dalam rangka membangun budaya keselamatan di kalangan karyawan PT. X Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan menjadi sumber informasi untuk perusahaan dalam meninjau partisipasi karyawan dan komitmen team leader. Dengan penelitian ini, perusahaan juga dapat mengetahui pengetahuan dan sikap karyawan mengenai program STOP. 1.5.2
Manfaat bagi Mahasiswa Sebagai wadah pengembangan pengetahuan dan wawasan penulis, serta
sebagai sarana untuk mengaplikasikan dan menerapkan ilmu dan teori yang telah dipelajari oleh penulis selama kuliah.
1.6
Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan pelaksanaan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011. Penelitian ini juga ingin menggambarkan pengetahuan terhadap program STOP yang berjalan di PT. X Indonesia. Penelitian ini juga dilakukan dalam rangka melihat komitmen dan pengawasan dari team leader serta sangksi-penghargaan, sosialisasi, komunikasi, pelatihan, prosedur yang ada dalam menunjang pelaksanaan program STOP Dalam kegiatan penelitian ini, penulis melakukan observasi dokumen dan observasi pada pekerja. Penelitian ini dilakukan sepanjang Maret-Mei 2010 di PT. X Indonesia. Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara analisa kuesioner, wawancara, dan observasi langsung di lingkungan kerja. Data sekunder didapat dari dokumen internal perusahaan dan studi literatur maupun kepustakaan.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1
Definisi keselamatan Keselamatan diambil dari kata safety dalam bahasa Inggris, yang artinya
keadaan atau situasi yang aman. Dalam hal ini, keselamatan berhubungan dengan pekerjaan, atau biasa disebut dengan keselamatan kerja. Keselamatan kerja adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan. Keselamatan kerja ini juga mencakup pencegahan kecelakaan dan perlindungan terhadap tenaga kerja dari kemungkinan kecelakaan atau kondisi kerja yang tidak aman/sehat. Menurut LaDou, keselamantan kerja menekankan pada kesalahan sistem dan kesalahan manusia. Keselamatan juga mengandung pengertian interaksi anata manusia, mesin, dan lingkungan sehingga tercapai suatu keseimbangan yang dinamis. Namun, interaksi ini tidak selalu berjalan dengan mulus (gagal) sehingga menghasilkan masalah besar sebagai akibat dari kurangnya pengawasan.
Untuk itu, ada
beberapa upaya kesealamtan yang perlu diimplementasikan dalam suatu program keselamatan. Menurut David E. Geotsh (2005), program dasar dalam pengendalian keselamatan meliputi Engineering, Education, dan Enforcement. Aspek Engineering, dengan mengurangi bahaya yang berisiko dalam proses kerja. Aspek Education, dengan menjamin pekerja untuk tahu bagaimana cara bekerja yang aman. Aspek Enforcement, dengan menyakinkan pekerja untuk mematuhi kebijakan peraturan, pelaksanaan, dan prosedur yang berlaku. Dari penjelasan diatas, keselamatan kerja harus memperhatikan faktor alat, lingkungan, dan faktor manusia. 2.2
Definisi Kecelakaan Kecelakaan memang tak lepas dari perkembangan dunia industri.
Kecelakaan merupakan dampak yang ditimbulkan dari industrialisasi yang bertumbuh sangat pesat. Lebih lanjut lagi, ada beberapa definisi baku mengenai kecelakaan, seperti :
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
10
Tabel 1. Definisi Kecelakaan Referensi Index 2004
Definisi nakertrans, Kecelakaan dan atau penyakit yang menimpa tenaga kerja karena hubungan kerja di tempat kerja
Oglesby at all, 1994
Kecelakaan kerja yang dimaksud disini tidak hanya luka/cedera fisik pada pekerja atau kerusakan properti, tetapi juga berdampak pada kesehatan pekerja baik jangka pendek maupun jangka panjang Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan
Departemen kesehatan
tak diharapkan yang dapat menyebabkan kerugian material atau penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
David Colling, 1990
Kecelakaan adalah peristiwa yang tidak terencana dan tidak terkendali yang disebabkan oleh faktor manusia atau lingkungan atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang mengganggu proses kerja yang mungkin dapat
mengakibatkan
kerusakan
properti,
cedera,
kematian, atau penyakit akibat kerja Royal Society for the Kecelakaan sebagai sebuah penyimpangan dari keadaan Prevention of normal yang berujung pada injury Accidents (RoSPA) Bird, 1986
Kejadian yang tidak diinginkan dan berbahaya untuk manusia atau properti.
Dari beberapa definisi tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa kecelakaan merupakan kejadian yang menyimpang dan tidak direncanakan yang dapat menyebabkan kerugian, baik untuk manusia, alat, atau lingkungan. Kecelakaan terjadi akibat adanya interaksi atau kontak yang tidak seimbang antara manusia, mesin (alat), dan lingkungan. 2.4
Teori Kecelakaan
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
11
Heinrich dalam teori domino menjelaskan bahwa kecelakaan timbul karena adanya kontribusi dari berbagai faktor, seperti faktor lingkungan, kesalahan manusia, unsafe act, dan unsafe condition. Teori ini mengemukan bahwa kecelakaan sekitar 88% disebabkan oleh perilaku yang tidak aman, 10% karena situasi yang tidak aman dan 2% karena hal yang sulit dirinci. (Heinrich, 1980)
Gambar 1. Domino Theory (Heinrich, 1980) Pada teori domino ini, Heinrich memaparkan bahwa terdapat lima urutan faktor kecelakaan yang pada akhirnya akan menyebabkan injury. Terjadinya injury ini dapat dicegah dengan menghilangkan faktor sentral, yaitu, unsafe act yang merupakan 98% faktor penyebab kecelakaan. Konsep dasar dari teori ini adalah : 1. Accident merupakan salah satu hasil dari serangkaian kejadian yang berurutan. Accident tidak terjadi dengan sendirinya. 2. Penyebab terjadinya accident adalah faktor manusia dan faktor fisik. 3. Accident tergantung kepada lingkungan fisik kerja dan lingkungan sosial kerja. 4. Accident terjadi karena kesalahan manusia. (Heinrich, 1980)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
12
Gambar 2. Piramida kecelakaan (Bird, 1986) Gambar diatas menunjukkan bahwa kontribusi tindakan yang tidak aman akan menyebabkan cedera yang parah. Fenomena ini sering digambarkan dengan fenomena gunung es, dimana kejadian nearmiss dan tindakan yang tidak aman seringkali terabaikan. Untuk itu, sebaiknya dilakukan pencegahan pada tindakan yang tidak aman agar tidak berpotensi menjadi cedera yang lebih parah. Dalam practical loss control leadership menjelaskan bahwa satu kecelakaan terjadi akibat akumulasi dari (piramida) near miss ini merupakan at risk behaviour atau perilaku kerja yang tidak aman (Bird, 1986). Bila at risk behaviour ini dapat dikendalikan maka puncak kecelakaan yang paling parah tidak akan terjadi 2.4
Pencegahan kecelakaan Prinsip pencegahan kecelakaan dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, seperti : 1. Pendekatan Teknis Pendekatan teknis dapat dikendalikan melalui 3 titik, yaitu pengendalian teknis pada sumber, pengendalian pada path way, dan pengendalian pada penerima. Pada hirarki pengedalian, pendekatan teknis dilakukan dengan cara engineering control. Pendekatan teknis ini dapat
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
13
diaplikasikan dalam bentuk isolasi pada mesin atau modifikasi mesin. (Ramli, 2010) 2. Pendekatan Manajemen Bercermin dari loss causation model yang dijelaskan sebelumnya, manajemen mempunyai kontribusi penting dalam terjadinya kecelakaan. Pendekatan
manajemen
ini
dilakukan
sebagai
komitmen
dalam
pencegahan kecelakaan di tempat kerja. Dalam hirarki pengendalian, pendekatan manajemen dilakukan dengan cara administratif control. Mengembangkan sistem manajemen K3 pada perusahaan adalah salah satu contoh dalam pendekatan manajemen ini. (Ramli, 2010) 3. Pendekatan Behaviour Manusia berpotensi melakukan perilaku yang tidak aman. Perilaku ini dapat menjadi bumerang dalam menyebabkan terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu, pendekatan terhadap perilaku manusia harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Pendekatan ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan dan pengetahuan tentang K3 pada pekerja. Pendekatan behaviour ini menjadi alasan bagi pengembangan model aspek perilaku dalam K3 seperti safety culture. (Ramli, 2010) 2.5 Konsep Budaya Budaya adalah suatu peradaban dan sebuah tradisi yang merefleksikan “apa yang telah berlaku di masa lampau”. Budaya juga mencerminkan bagaimana cara manusia belajar untuk melihat lingkungan dan diri mereka sendiri, anggapananggapan
tidak
tertulis
tentang
dunia
dan
cara
manusia
berperilaku
(ansn.bapeten.go.id). Dengan kata lain, budaya adalah bagian dari interaksi manusia dan lingkungannya. Definisi budaya menurut Edgar Schein, yaitu pola asumsi-asumsi mendasar yang ditemukan, diperoleh, atau dikembangkan oleh sekelompok orang sebagai hasil dari proses belajar untuk menyelesaikan masalah adaptasi eksternal (bagaimana untuk bertahan hidup) dan integrasi internal (bagaimana untuk hidup bersama), yang tersusun dari waktu ke waktu dan diwariskan dari generasi ke generasi (ansn.bapeten.go.id). Pertama, budaya muncul dalam interaksi saling
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
14
menyesuaikan diri. Kedua, budaya terdiri dari unsur-unsur yang dimiliki bersama, seperti bahasa dan kesempatan untuk berinteraksi. Ketiga, budaya diwariskan lintas waktu dan lintas generasi dengan media komunikasi. Budaya adalah konsep kompleks yang harus dianalisis pada setiap tingkatannya sebelum dapat dimengerti (ansn.bapeten.go.id). 2.5.1 Tiga Tingkatan Budaya Diagram berikut ini menunjukkan model tingkatan budaya yang dikembangkan oleh Edgar Schein Artefak dan perilaku
Sesuatu yang tampak, misalnya arsitektur, salam
Tata nilai yang dianut
Sesuatu yang dapat dijabarkan, misalnya strategi,
Asumsi-asumsi mendasar
ritual, pakaian, bentuk-bentuk nasehat
tujuan, filsafat hidup
Sesuatu yang tidak tampak – secara tidak sadar berlaku dan biasanya tersembunyi – seperti sifatsifat manusia, alasan seseorang dihormati (IAEA, 2002)
2.5.1.1 Artefak dan perilaku Tingkatan budaya yang paling mudah diamati adalah artefak, yaitu apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan. Ketika kita memasuki suatu organisasi, artefak yang paling jelas adalah arsitektur atau desain bangunan. Aspek lainnya adalah tata letak. Pada tingkat ini budaya sangat jelas dan mempunyai dampak emosional yang tegas. Akan tetapi kita tidak tahu pasti mengapa setiap organisasi berbentuk susunan seperti ini atau mengapa manusia berperilaku seperti itu, sulit untuk dimengerti apa yang sedang terjadi. (IAEA, 2002) 2.5.1.2 Tata Nilai
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
15
Tata nilai yang dianut adalah nilai-nilai yang diterapkan dan didukung oleh seseorang atau organisasi. Informasi tentang hal ini dapat diperoleh melalui tanya jawab tentang sesuatu yang kita amati dan kita rasakan. Tata nilai yang dianut adalah nilai-nilai yang dikatakan oleh suatu kaum dan didukung oleh mereka. Tata nilai adalah keadaan yang diinginkan tentang sesuatu yang seharusnya. (IAEA, 2002) 2.5.1.3
Asumsi dasar Tingkatan ini terletak di tingkat paling dalam dari suatu budaya. Tingkat
ini terdiri dari sikap-sikap yang mendasar yang dimiliki oleh sebagian besar anggota kelompok budaya, mengakar pada diri mereka tetapi tidak disadari. (IAEA, 2002). Setiap kelompok budaya dapat dipelajari pada ketiga tingkatan ini, yaitu tingkat artefak dan tingkah laku, tingkat tata nilai yang dianut dan tingkat asumsi-asumsi mendasar. Esensi dari budaya terletak pada pola asumsi-asumsi mendasar, dan sekali seseorang mengerti hal ini, maka ia dapat mengerti tingkatan budaya yang berada di atasnya dan bertindak dan bersikap benar terhadap tingkatan budaya tersebut. Untuk mengerti budaya keselamatan secara menyeluruh, kita harus mengidentifikasi artefak, tata nilai yang dianut, dan asumsi-asumsi mendasar yang membentuk konsep budaya sebagaimana dapat diterapkan pada aspek keselamatan. Artefak paling mudah diamati, tetapi paling sulit untuk ditafsirkan maknanya. Pengetahuan tentang tata nilai akan membantu dalam mengerti maknanya, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan apabila asumsi-asumsi dasar telah dimengerti, maka makna komponen pada tingkat artefak akan lebih jelas. Tabel 2. Tingkatan budaya dalam aplikasi aspek keselamatan Tingkatan Artefak: - objek - bahasa - sejarah - ritual - perilaku
Contoh • • • •
Kebijakan keselamatan. Nihil kecelakaan Penghargaan keselamatan. Penggunaan alat keselamatan.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
16
• •
Tata nilai
• • Asumsi-asumsi dasar
Keselamatan adalah prioritas utama. Tidak ada toleransi pada penurunan kualitas keselamatan. Lingkungan kerja yang sehat. Kesalahan adalah kesempatan untuk belajar.
•
Kecelakaan disebabkan oleh kecerobohan. • Sebagian kecil orang bersifat cenderung celaka. • Risiko harus diambil untuk mencapai sasaran. • Keselamatan dapat selalu ditingkatkan. • Kecelakaan pada dasarnya dapat dihindari. Sumber : IAEA, 2002
2.5.2 Karakteristik pada tingkat artefak dan/atau tata nilai (IAEA, 2002) Karakteristik pada tingkat ini, dapat berupa : 1. Komitmen top manajemen terhadap keselamatan. Ini merupakan karakteristik penting, yang jika tidak ada akan sangat menghambat pengembangan budaya keselamatan secara positif. Top manajemen harus menunjukkan komitmen mereka dalam bentuk perilaku, sikap terhadap keselamatan, dan alokasi sumberdaya. 2. Kepemimpinan yang nyata. Ini berhubungan dengan karakteristik sebelumnya, bahwa top manajeman harus berperilaku mendukung keselamatan harus terlihat nyata bagi pekerja lainnya. Para top manajer dapat meningkatkan keselamatan dengan role-play. 3. Pendekatan sistematis terhadap keselamatan. Ini akan tampak pada kualitas prosedur keselamatan dari sistem manajeman keselamatan dan dokumentasi keselamatan. Hal yang penting dalam pendekatan sistematis ini adalah pengkajian risiko dan pengendalian risiko. 4. Kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur. Prosedur harus menyatakan apa yang harus dilakukan dalam kejadian yang tidak diharapkan, yang tidak hanya mencakup peraturan atau prosedur yang ada. Pelanggaran peraturan dan prosedur adalah tanda jelas bahwa budaya keselamatan lemah.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
17
5. Motivasi dan kepuasan bekerja. Perilaku para pekerja akan sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kepuasan bekerja mereka miliki. 6. Keterlibatan semua pekerja. Para pekerja tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap aspek keselamatan jika mereka tidak terlibat dalam identifikasi masalah-masalah keselamatan dan mencari penyelesaiannya. Keselamatan adalah suatu bidang di mana semua orang dapat terlibat aktif. 7. Hubungan antara para manager dengan para pekerja. Ada hubungan yang sehat, keterbukaan dan saling menghormati antara para manajer dan para pekerja akan membentuk suatu sinergisasi dalam organisasi. 8. Kesadaran akan proses kerja. Para pekerja harus memiliki pengertian yang baik tidak hanya pada proses kerja yang mereka lakukan, tetapi juga bagaimana masing-masing proses berinteraksi dengan proses lainnya. Seharusnya ada dokumentasi yang baik tentang proses-proses yang berlaku dalam organisasi. Hal itu mencakup manusia, teknologi dan bagian-bagian organisasi. 2.5.3 Karakteristik pada Tingkatan Tata Nilai (IAEA, 2002) 1. Prioritas utama terhadap keselamatan.
Banyak
organisasi
yang
menyatakan bahwa keselamatan adalah prioritas utama, tetapi tindakan dan perilakunya tidak selalu sesuai dengantata nilai yang dianutnya. Kredibilitas organisasi akan merosot jika kenyataannya tidak konsisten dengan tata nilai yang ada. 2. Keselamatan selalu dapat ditingkatkan. Organisasi tidak akan puas begitu saja dengan performa kerja dalam keselamatan. Tata nilai ini akan mencerminkan adanya penerapan terhadap pengkajian-diri. 3. Keterbukaan dan komunikasi. Komunikasi yang baik diperlukan dalam suatu organisasi. Pekerka mendapatkan saran untuk mendiskusikan masalah mereka baik secara kelompok atau secara individual. Organisasi dapat menggunakan saluran komunikasi untuk menjadi penjembatan antara pekerja. Suatu organisasi akan secara terus menerus mendorong suasana keterbukaan di antara para karyawannya jika mereka menganut tata nilai ini.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
18
2.5.4
Asumsi dasar (IAEA, 2002) Pandangan terhadap keselamatan: tanggung jawab terhadap keselamatan
berada pada setiap karyawan dan bukan hanya berada pada para manajer dan pengawas. 2.6
Definisi budaya keselamatan Tabel 2. Definisi Budaya Keselamatan
Referensi
Definisi
ACSNI, Human The product of individual and group values, attitudes, Factor Study Group, perceptions, competenciesand patterns of behaviour that can HSC, 1993 determine the commitment to, and the style and proficiency the competencies and behaviour that of an organisation’s health and safety management system UK Health and Safety ‘... the product of individual and group values, attitudes,competencies, and patterns of behaviour that Commission (1993) determine the commitment to, and the style and proficiency of, an organisations Health & Safety programmes. Organisations with a positive safety culture are characterised by communications founded on mutual trust, by shared perceptions of the importance of safety, and by confidence in the efficacy of preventative measures' The International Atomic Energy Authority (IAEA, 1991)
‘...that assembly of characteristics and attitudes in organisations and individuals which establishes that, as an overriding priority, nuclear plant safety issues receive the attention warranted by their significance’
The Confederation of British Industry (CBI, 1991)
‘the ideas and beliefs that all members of the organisation share about risk, accidents and ill health’
Uttal (1983)
‘Shared values and beliefs that interact with an organisations structures and control systems to produce behavioural norms’
Turner, Pidgeon, Blockley & Toft (1989)
‘the set of beliefs, norms, attitudes, roles, and social and technical practices that are concerned with minimising the exposure of employees, managers, customers and members of the public to conditions considered dangerous or injurious’.
Sumber : Towards a Model of Safety Culture (M. D. Cooper Ph.D, 2000)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
19
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa : 1. Budaya keselamatan merupakan konsep yang menggambarkan suatu kelompok yang mengacu pada nilai yang dimiliki oleh kelompok atau organisasi. 2. Budaya keselamatan memiliki komitmen yang tinggi akan masalah safety di organisasi yang berhubungan erat namun tidak terbatas sistem manajemen serta pengawasan 3. Budaya keselamatan menekankan pada keterlibatan semua pihak di semua tingkatan dari sebuah organisasi 4. Budaya keselamatan dari suatu organisasi memiliki dampak positif terhadap perilaku bekerja pada karyawan 5. Budaya keselamatan tercermin dari adanya penghargaan terhadap safety serta adanya kinerja safety yang terus meningkat 6. Budaya keselamatan akan menggambarkan keunggulan organisasi dalam mengembangkan diri dan belajar dari setiap kesalahan, insiden, dan kecelakaan, 7. Budaya keselamatan relatif bertahan lama, stabil, dan tahap terhadap perusahaan. 2.7 Model dan konsep budaya keselamatan Model dan konsep budaya keselamatan terus dikembangkan oleh para ahli dalam penerapannya di berbagai bidang, termasuk dunia industri. Dominic Cooper, misalnya, seorang ahli psikologi organisasi yang mendalami masalah ini. Cooper mencoba menguraikan budaya keselamatan dalam suatu batasan yang mudah dipahami dan mudah diukur. Cooper melihat konsep budaya keselamatan ini dari sisi : aspek psikologis, aspek perilaku, dan aspek situasi atau organisasi. Aspek psikologis menekankan pada pribadi manusia sebagai individu. Aspek pribadi ini misalnya cara pikir, nilai, pengetahuan, motivasi, dan harapan. Aspek perilaku berkaitan dengan perilaku sehari-hari, seperti kebiasaan dalam melakukan pekerjaan. Aspek situasi lebih menekankan pada apa yang dimiliki perusahaan untuk mengatur suatu pekerjaan berlangsung dengan aman, seperti standar dan sistem keselamatan kerja, SOP, peralatan, dan juga lingkungan kerja.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
20
Ketiga aspek ini saling mempengaruhi. Dari tiga aspek tersebut dapat diukur sejauh mana budaya keselamatan tercapai dalam sebuah perusahaan. Jadi, perkembangan budaya keselamatan tidak lepas dari ketiga aspek tersebut.
Gambar 3. Konsep Budaya Keselamatan (Cooper, 2000) Perkembangan model budaya keselamatan juga dipaparkan oleh E. Scott Geller yang banyak berkontribusi juga dalam pengembangan Behaviour Based Safety (BBS). Konsep budaya keselamatan Geller disebut ‘total safety culture’. Prinsip model budaya keselamatan Geller dan Cooper hampir serupa, menekankan pada tiga aspek. Geller memaparkan bahwa budaya keselamatan merupakan hasil interaksi antara tiga komponen, yaitu pribadi, perilaku, dan lingkungan.
Person
Environment
(knowledge, skill, abilities, intelligence)
(SOP, Tools, Equipment, Hosekeeping)
SAFETY CULTURE Behaviour (complying, coaching, recognizing)
Gambar 4. Total safety culture (Geller, 2001)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
21
Tabel 3. Perbandingan Beberapa Model mengenai Budaya Keselamatan Scott Geller
Dominic Cooper
IAEA
Pengertian
In a total safety culture (TSC), everyone feels responsible for safety and pursues it on a daily basis (safety culture)
concerned with the shared perceptions and beliefs that workers hold regarding safety in their work place
Fokus
Behaviour and person approach
Safety climate, Manajemen sistem
that assembly of characteristics and attitudes in organizations and individuals which establishes that, as an overriding priority, nuclear plant safety issues receive the attention warranted by their significance Manager’s Commitment
Sumber
Engineering (i.e. equipment design) and psychology (i.e. behavioural and social sciences)
Literature review of Literature review characteristics that differentiate between high versus low accident-rate companies
Model Kausal
ABC-model (A=Activator, B= Behaviour and C=Consequence) Environment, Behaviour, Person
Not explicitly stated Not explicitly stated
Variabel
Kekurangan `A safety professional's dan ultimate goal is to Kelebihan achieve a total safety culture'
Job, Organization, Person
Policy level commitment, Managers’ commitment, Individuals’ commitment
Assess any changes in the perceptions of safety climate that may have occurred as a result of a goalsetting and feedback intervention
Subset of the culture of the whole organization, whereby the latter comprises the mix of shared values, attitudes and patterns of behaviour that give the organization its particular character.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
22
Menurut HRMI Project Spesification, 2004, terdapat lima indikator dalam budaya keselamatan, yaitu : 1. Komitmen Dalam hal ini, komitmen team leader akan berpengaruh pada performance pekerja dalam melakukan pekerjaan yang aman. Selain itu, komitmen team leader akan berpengaruh aspek dimana keselamatan itu ditempatkan, apakah keselamatan itu merupakan suatu prioritas atau tidak. Komitmen dari team leader dapat dilihat dari komunikasi verbal (safety tour dan safety meeting) dan komunikasi tertulis (kebijakan) 2. Komunikasi dua arah Komunikasi dua arah ini dilakukan secara horishontal maupun vertikal, antara atasan dan bawahan atau sesama karyawan. Komunikasi secara vertikal dibuktikan dengan kebijakan tertulis yang menjelaskan mengenai isu keselamatan. Salah satu cara lain dalam komunikasi dua arah ini adalah dengan melakukan safety reporting, yaitu komunikasi isu untuk mendapatkan feedback. Komunikasi horishontal dapat dilakukan dengan media verbal. 3. Keterlibatan karyawan Dalam hal ini, partisipasi karyawan juga penting untuk menciptakan budaya keselamatan. Salah satu fasilitas yang digunakan dalam memancing keterlibatan karyawan adalah dengan adanya pelatihan, menyediakan kesempatan untuk karyawan dalam melakukan tanggung jawab personal, dan konsultasi. 4. Pembelajaran budaya keselamatan 5. Attitude toward blame Budaya keselamatan lebih menekankan pada aspek perilaku (apa yang orang lakukan), dimana keselamatan berhubungan dengan aksi dan perilaku manusia. Selain itu, budaya keselamatan memperhatikan aspek situasional (apa yang organisasi lakukan). Aspek situasional ini meliputi prosedur, regulasi, dan kebijakan. Kajian budaya keselamatan suatu organisasi tidaklah mudah. (Ridwan, 2011)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
23
Dalam prakteknya, budaya keselamatan dengan pendekatan perilaku memakan waktu yang lama dalam prosesnya. Dalam bagan berikut akan digambarkan tentang hubungan waktu dengan tingkat insiden : Engineering improvements Safety emphasis Compliance
• • • •
Reporting Assurance Competence Risk Management
• Behaviour • Visible leadership / personal accountability • Shared purpose & belief • Aligned performance commitment & external view
Gambar 5. Hubungan perilaku keselamatan berdasarkan waktu dan insiden rate Bagan
tersebut
menjelaskan
bahwa
ketiga
pendekatan
tersebut
berpengaruh dalam suatu tingkat insiden yang terjadi. Pendekatan perilaku memang membutuhkan waktu yang lama, namun pengaruhnya cukup signifikan dalam menurunkan tingkat insiden yang terjadi. 2.8
Safety culture maturity level
Terdapat 10 elemen dari safety culture maturity model : 1. Komitmen manajemen 2. Komunikasi 3. Produktivitas vs keselamatan 4. Pembelajaran organisasi 5. Sumber daya safety 6. Partisipasi 7. Persepsi tentang safety 8. Kepercayaan
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
24
9. Hubungan industri dan kepuasan kerja 10. Pelatihan
Gambar 6 Safety Culture Maturity Level Salah satu metode pengamatan perilaku dengan STOP. Program STOP merupakan salah satu tools yang dikembangkan untuk observasi tindakan aman atau tidak aman. Program ini, dikembangkan dari program Behaviour Based Safety, sebagai tools untuk menciptakan penanaman nilai-nilai keselamatan pada karyawan
2.9
Latar belakang program STOP Dupont melakukan penelitian selama 10 tahun dan menghasilkan suatu
produk bernama kartu STOP. Fokus penelitian dupont adalah mencari solusi dalam melindungi manusia, properti, dan lingkungan. Penelitian ini digunakan dengan pendekatan behaviour based safety. Awalnya, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan teori Heinrich mengenai kontribusi faktor unsafe act/unsafe condition dalam menyebabkan kecelakaan. Program keselamatan dari Dupont menyatakan kecelakaan di tempat kerja akibat dari perilaku yang berisiko (at risk behaviour), khususnya unsafe act. Perilaku yang tidak berisiko ini yang menjadi cikal bakal dari pembuatan kartu STOP.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
25
Heinrich dalam teori domino menyebutkan bahwa 88% dari kecelakaan di dunia industri disebabkan oleh unsafe act, sisanya sebesar 10% disebabkan oleh unsafe condition dan 2% disebabkan oleh keadaan yang sulit dirinci. Inilah yang menjadi dasar penelitian yang dilakukan Dupont. Dalam penelitian ini, Dupont menyimpulkan bahwa 96% dari kasus injuri disebabkan oleh unsafe acts dan 4% disebabkan oleh unsafe condition (United steelworkers of America, 2005). Itulah yang menjadi dasar dari pembuatan kartu STOP untuk mengobservasi perilaku seseorang.
Gambar 7. Penyebab utama hilangnya hari kerja (United steelworkers of America)
Dasar dari pengembangan kartu STOP ini adalah behaviour based safety (BBS). Thomas Krause menegaskan kembali bahwa BBS adalah sebuah program yang berkontribusi untuk meningkatkan efektivitas penerapan hierarchi of control, dengan memasukkan unsur intervensi perilaku manusia. BBS melakukan upaya pencegahan dengan mengandalkan perilaku manusia karena kecelakaan disebabkan 88% unsafe act. Dalam hal ini, peran BBS dalam mengintervensi perilaku manusia melalui stimulus (teori Pavlov) dan respons (teori Bandura).
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
26
Pavlov dengan teori perilaku classical condition menyatakan pemberian stimulus akan otomatis berpengaruh pada respon seseorang. Berikut merupakan bagan yang menggambar teori perilaku classical condition : Conditioned Stimulus (CS) Conditioned Respon (CR) Unconditioned Stimulus (UCS) Unconditioned Respon (UCR) (Sunyoto, 2000) Keterangan : 1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. 2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). 3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. 4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Respon mengacu pada perubahan perilaku yang melibatkan adanya aktivitas yang disebabkan oleh otot dan kelenjar. Respon dapat berupa respon luar dan respon dalam. Sedangkan stimulus mengacu pada segala perubahan yang ada dalam lingkungan. Istilah lain dari stimulus adalah rangsangan. Seperti halnya respon, stimulus dapat berasal dari luar maupun dari dalam. Dalam penerapan BBS, stimulus yang diberikan terus menerus adalah melakukan observasi perilaku secara terus menerus yang pada akhirnya menghasilkan perubahan perilaku yang aman. (Sunyoto, 2000) Operant conditioning merupakan tingkah laku membentuk suatu konsekuensi, seperti perilaku positif akan mendapatkan konsekuensi pujian atau hadiah, sebaliknya perilaku negatif akan mendapatkan sebuah konsekuensi berupa pujian
atau
hadiah.
Operant
conditoning
merubah
perilaku
dengan
menghubungkan akibat yang didapat. Teori Operant Conditioning dikemukan oleh B.F Skinner. Penerapan dalam BBS adalah bila dalam melakukan observasi
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
27
perilaku kerja didapatkan pekerja yang telah melakukan pekerjaannya dengan benar dan aman maka pekerja tersebut harus diberi reinforcement agar pekerja tersebut mengerti bahwa yang ia lakukan benar dan aman sehingga perilaku kerja aman diulangi terus menerus. (Sunyoto, 2000) Penguatan (reinforcement) adalah peristiwa atau sesuatu yang dianggap sebagai hadiah atau mungkin hukuman yang menyebabkan makin besar kemungkinan stimulus tertentu menghasilkan respon tertentu, makin besar kemungkinan stimulus tertentu menghasilkan respon tertentu. Penerapan dalam BBS
reinforcement memotivasi seseorang melakukan perilaku yang aman.
(Sunyoto, 2000). Geller dalam jurnal yang berjudul “Understanding Behaviour Based Safety” menjelaskan bahwa teori ABC menjelaskan hubungan antara Activator, Behaviour, Consequence. Activator adalah keadaan yang memicu behaviour, sedangkan consequence adalah keadaan yang timbul akibat perilaku. 2.10
Safety Training Observation Program Program STOP adalah suatu program untuk mengobservasi tindakan yang
tidak aman yang dilakukan orang lain. Dengan program ini, setiap individu dilatih untuk mengamati lingkungan kerja dan mengamati perilaku yang tidak aman dari sesama pekerja. Program ini tidak hanya melatih pekerja untuk mengamati lingkungan sekitarnya, tetapi juga melatih seseorang untuk mengidentifikasi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Program ini diaplikasikan dalam bentuk kartu yang dapat diisi pekerja. Kartu STOP ini juga dapat digunakan untuk mencatat hal-hal yang sudah aman. STOP memberi wewenang setiap orang untuk melakukan intervensi dari tindakan yang tidak aman, bersedia melakukan pendekatan dengan karyawan, menekankan tindakan yang aman di tempat kerja, membiasakan budaya aman dan selamat. Program ini mencoba menekan angka insiden dengan penekanan pada perilaku selamat dan menghilangkan perilaku berisiko di tempat kerja. Program ini bertujuan untuk mengubah perilaku dengan observasi dan memberikan umpan balik, baik yang positif maupun perilaku yang berisiko. Observasi yang dilakukan dalam pengamatan STOP ini adalah observasi perilaku bukan observasi kondisi.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
28
Namun, kondisi yang tidak aman tetap bermula dari perilaku yang tidak aman.Selain itu, program ini melatih tenaga kerja untuk mengamati, mencegah, dan melaporkan tindakan yang tidak aman, melatih pekerja mengamati dan menanamkan praktek kerja yang selamat. Dengan STOP dapat meningkatkan safety performance, mengurangi kemunduran produksi dan biaya terkait cidera. Tujuan dari aplikasi kartu STOP adalah untuk meningkatkan tingkat kesadaran keselamatan (safety awarness) pada karyawan. Untuk jangka panjang, diharapkan program ini dapat membentuk safety culture pada karyawan. Namun, untuk membentuk safety culture tidaklah mudah. Untuk itu, tujuan jangka pendek dari program ini adalah untuk melatih karyawan dalam mengamati tindakan yang aman/tidak aman. Manfaat
dari penggunaan kartu STOP antara lain,
meningkatkan keahlian pengamatan, meningkatkan kualitas komunikasi diseluruh organisasi, mengkomunikasikan komitmen manajemen tentang keselamatan, mengembangkan keahlian safety leadership,
mengurangi jumlah cedera
(www.pdo.com). Adapun, prinsip dasar dari aplikasi kartu STOP adalah :
Semua cedera dan penyakit akibat kerja dapat dicegah.
Keselamatan adalah tanggungjawab setiap orang.
Manajemen bertanggungjawab langsung dalam pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan merupakan persyaratan kerja.
Pelatihan merupakan elemen penting guna menciptakan tempat kerja yang aman
Audit keselamatan haruslah dilakukan.
Praktek kerja aman haruslah didorong dan semua tindakan/kondisi tidak aman harus diperbaiki dengan segera.
Cedera, penyakit akibat kerja dan near-miss haruslah diselidiki.
Safety off the job merupakan bagian penting dari keseluruhan upaya keselamatan.
Pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja merupakan tindakan yg menguntungkan.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
29
Orang/karyawan merupakan elemen terpenting untuk mencapai sukses dalam program keselamatan dan kesehatan kerja.
Siklus kartu STOP akan dijabarkan sebagai berikut :
Gambar 8. Siklus STOP (Dupont, 2000) Dalam melakukan program STOP ini, hal yang terpenting dilakukan adalah melakukan pengamatan. Kategori pengamatan dalam kartu STOP adalah posisi seseorang, reaksi seseorang, perkakas dan peralatan, kerapihan, prosedur, dan alat pelindung diri. Selain melakukan observasi, tahap yang tidak kalah penting adalah melakukan intervensi sesudah melakukan observasi. Intervensi ini digunakan untuk melengkapi proses pengamatan STOP untuk menentukan penyebab dasar dari tindakan seseorang. Untuk melakukan intervensi, dapat dilakukan beberapa cara, seperti melakukan percakapan dengan orang yang diamati, mendiskusikan hasil pengamatan mengenai tindakan tidak aman, dan bersepakat mengenai tindakan perbaikan guna mencegah terjadinya pengulangan. Dalam pengamatan STOP nama orang yang diamati tidak boleh dicantumkan dalam kartu. Pengamatan ini tidak terkait dengan kebijakan disiplin karyawan. Rollout dari program STOP ini adalah pembentukan stop team yang akan memberikan training kepada VP/manager, manager kemudian melakukan training pada supervisor, supervisor pada pekerja bawahnya.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
30
Ada beberapa arti penting dari STOP (STOP Training Package) : 1. STOP berarti komunikasi, komunikasi antara sesama rekan kerja atau komunikasi antara atasan dan staff. Komunikasi ini perlu dibangun untuk meningkatkan kesadaran akan perilaku yang selamat bagi pekerja. Dengan adanya komunikasi secara dua arah, pekerja dilatih untuk lebih peka dalam mengamati lingkungan kerja sekitarnya. 2. STOP juga berarti komitmen dari top manajemen dalam bidang K3. Komitmen ini juga dilaksanakan oleh karyawan. Pengisian kartu STOP bukan hanya untuk memenuhi kuantitas dan target pencapaian tetapi juga mencapai suatu kualitas pengembangan budaya keselamatan pada individu. 3. Program stop tidak mengenal hukuman terhadap perilaku kerja yang tidak aman karena hal tersebut tidak akan merubah perilaku permanen. Pelaporan observasi perilaku dengan kartu STOP tidak boleh menyebutkan nama, jenis kelamin atau identitas lainnya yang mudah dikenal terhadap pekerja yang diobservasi. Hal ini untuk mencegah agar pekerja tidak menaruh curiga terhadap observasi sebab tujuannya bukan untuk blame person tapi memperbaiki perilaku yang tidak aman.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB III Kerangka Teori, Kerangka Konsep, dan Definisi Operasional
3.1 Kerangka Teori 3.1.1 Safety Culture Scot Geller (2001) mengembangkan suatu teori budaya keselamatan yang dikenal dengan "The Safety Triad". Dalam teorinya ini, Geller menyebutkan bahwa budaya keselamatan dipengaruhi 3 faktor yang saling berinteraksi, yaitu person, behaviour, environment
Environment
Safety Culture Person
Behaviour
Sumber : Geller, 2001 Budaya keselamatan sangat penting diterapkan pada sebuah organisasi karena akan membentuk suatu sikap selamat berguna untuk meningkatkan perilaku selamat setiap individu (Zohar,1980). Aspek person dalam budaya keselamatan dikenal dengan istilah safety climate. Aspek ini merupakan aspek mendasar yang mempengaruhi aspek perilaku manusia. Ketika perilaku yang dilakukan oleh individu sudah mencakup kesadaran akan keselamatan, ini akan berpengaruh pada lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, perilaku yang baik akan menular pada lingkungan sekelilingnya. Lingkungan yang mendukung akan membentuk budaya keselamatan. Kunci dari budaya keselamatan adalah dimulai dari aspek person. Oleh karena itulah, faktor person menjadi fokus variabel utama. Selain itu, dalam faktor
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
32
person juga terkandung nilai-nilai, kepercayaan, maupun persepsi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok akan organisasi terhadap nilai safety suatu organisasi (Cox&Flin, 1998). Dari aspek tersebut akan membentuk suatu perilaku maupun suatu sistem yang mempengaruhi organisasi sehingga diharapkan mampu mengukur sampai dimana pemahaman nilai safety yang ada di suatu organisasi tersebut. Aspek person ini dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dengan berlandaskan alasan tersebut, kerangka teori diatas akan disederhakan dan difokuskan pada faktor person saja. 3.2 Kerangka Konsep Kerangka konsep disesuaikan dengan variabel dari kerangka teori yang diadaptasi dari Safety Triad oleh Geller (2001) yang mencakup tiga aspek dalam pembentukan budaya keselamatan. Teori ini cukup sesuai untuk pembentukan suatu perilaku selamat dalam suatu kelompok untuk terciptanya budaya selamat. Tiga aspek tersebut, yaitu faktor orang, lingkungan, dan perilaku. Dari faktor orang itu sendiri, dapat dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Penulis menyederhanakan variabel yang ada, sehingga didapatkan faktor internal dan eksternal yang terkait dengan perilaku pekerja. Faktor Internal : Pengetahuan Persepsi Bahaya
Pelaksanaan Program STOP Faktor Eksternal : Pelatihan Pengawasan Sanksi/Reward Prosedur Komitmen Komunikasi Sosialisasi
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
33
3.3 Definisi Operasional, Skala Ukur, Hasil Ukur, Alat Ukur, dan Skala Ukur
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Hasil Ukur
Alat Ukur
1
Pengetahuan
Hasil tahu dari keadaan manusia yang mencari informasi mengenai suatu hal
Kuesioner
Baik, jika nilai lebih dari mean Tidak baik, jika nilai kurang dari mean
Lembar kuesioner
2
Persepsi bahaya
Observasi
Pengawasan
4
Pelatihan
5
Sangksi/ penghargaan
Baik, jika nilai lebih dari mean Tidak baik, jika nilai kurang dari mean Baik, jika nilai lebih dari mean Tidak baik, jika nilai kurang dari mean Baik, jika nilai lebih dari mean Tidak baik, jika nilai kurang dari mean Baik, jika nilai lebih dari mean Tidak baik, jika nilai kurang dari mean
Lembar/Form Nominal identifikasi bahaya (checklist)
3
Suatu langkah awal untuk memandang adanya potensi bahaya yang ada di tempat kerja dengan subjektivitas individu. Upaya pendorong yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kekuasaan dalam mengayomi orang lain Proses pembelajaran pendek yang sistematis untuk menambah pengetahuan atau meningkatkan keterampilan dalam suatu hal. . Upaya pemberian hadiah dan hukuman sebagai risiko melakukan pekerjaan yang benar/salah
6
Prosedur
Suatu aturan yang dibuat untuk menjamin suatu pekerjaan dilakukan dengan benar
Kuesioner
Baik, jika nilai lebih dari mean Tidak baik, jika nilai kurang dari mean
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Skala Ukur Ordinal
Lembar kuesioner
Ordinal
Lembar kuesioner
Ordinal
Lembar kuesioner
Ordinal
Lembar kuesioner
Ordinal
Universitas Indonesia
34
7
Komunikasi
Cara penyampaian pesan dengan media tertentu oleh sumber pada penerima
Kuesioner
8
Sosialisasi program
Cara komunikasi untuk menyampaikan pesan dari komunikan kepada khayalak
Kuesioner
9
Komitmen
Kuesioner
10
Pelaksanaan Program Stop
Sikap untuk terlibat dalam upayaupaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan organisasi dan bentuk loyalitas yang konkret Proses yang berlangsung dalam menjalankan suatu program STOP hingga mencapai tujuan tertentu
Observasi
Baik, jika nilai lebih dari mean Tidak baik, jika nilai kurang dari mean Baik, jika nilai lebih dari mean Tidak baik, jika nilai kurang dari mean Baik, jika nilai lebih dari mean Tidak baik, jika nilai kurang dari mean Safe act Unsafe act
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Lembar kuesioner
Ordinal
Lembar kuesioner
Ordinal
Lembar kuesioner
Ordinal
Lembar kuesioner
Ordinal
Universitas Indonesia
BAB 4 Metodologi Penelitian
4.1 Desain penelitian Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan program STOP di lingkungan perkantoran PT. X Indonesia tahun 2011 ini dilakukan secara kuantitatif analitik. Penelitian ini ingin menggambarkan hubungan faktor individu, baik faktor internal atau eksternal, dengan pelaksanaan program STOP di lingkungan kantor. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan desain studi observasional, yaitu cross sectional (potong lintang). Desain studi ini dipakai karena variabel dependen dan variabel independen diteliti dalam waktu bersamaan. 4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Program STOP di lingkungan perkantoran PT. X Indonesia tahun 2011 ini dilakukan pada bulan Maret hingga April 2010 di perusahaan British Petroleum (PT. X), Jakarta. 4.3 Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. X Indonesia yang tercatat bekerja di head office. Jumlah seluruh populasi pekerja mencapai 327 orang yang tersebar dalam 10 departemen. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara random dari beberapa divisi. Untuk menghitung banyak sampel yang ingin diteliti, digunakan perhitungan sebagai berikut:
z 2 1 / 2 * p * (1 p ) * N s= d2 (N-1) +
z 2 1 / 2 * p * (1 p ) (Ariwan, 1998)
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
36
Keterangan : p = perkiraan proporsi (0,5) nilai 0,5 ini didapatkan karena tidak ada angka prevalens pada penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, diambil nilai proporsi sebesar 50% dari populasi keseluruhan d = presisi nilai presisi pada penelitian in sebesar 10% (0,1) diambil karena penelitian ini baru pertama dilakukan z = nilai z pada interval kepercayaan dipakai 95% yang nilainya 1,96 N = jumlah populasi di lingkungan kantor S = jumlah sampel seluruhnya Dari hasil perhitungan sampel diatas, didapatkan nilai S sebesar 76 sampel. 4.4 Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan instrumen utama berupa kuesioner. Dalam kuesioner tersebut, dibagi menjadi beberapa kategori besar, seperti kategori pengetahuan sebanyak 13 pertanyaan dengan beberapa alternatif jawaban. Kategori komunikasi dan sosialisasi sebanyak 4 pertanyaan dengan 3 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan terbuka. Kategori persepsi bahaya berupa checklist sebanyak 9 jenis bahaya dengan alternatif jawaban, tinggi, sedang, rendah. Kategori komitmen dengan pertanyaan sebanyak 7. Kategori pelatihan dengan pertanyaan sebanyak 5. Kategori sanksi dan reward sebanyak 4 buah. Instrumwn lain yang digunakan adalah panduan wawancara yang terstruktur. Wawancara tidak dilakukan
pada semua responden karena keterbatasan waktu, sehingga
wawancara dilakukan secara acak pada beberapa responden yang mempunyai waktu untuk dimintai keterangan dalam pelaksanaan STOP ini. 4.5 Uji Validitas Kuesioner Instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat yaitu validitas dan reliabel. Untuk menguji keandalan kuesioner dilakukan uji validitas dan
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
37
reliabilitas dengan SPSS. Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas ini dilakukan dengan menggunakan SPSS. Bila nilai r hitung komputer lebih besar dari nilai r tabel artinya pertanyaan valid, namun sebaliknya jika nilai r hitung lebih kecil dari r tabel maka pertanyaan tidak valid. Untuk mencari r tabel, Df = n-2 dengan alfa = 5 % (0,05). Jika hasilnya tidak valid maka dilakukan uji kembali dengan penghapusan/penghilangan item yang bernilai kurang dari R tabel. Uji validitas akan dilampirkan pada lembar lampiran. 4.6 Uji Reliabilitas Kuesioner Reliabilitas adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Uji yang digunakan adalah uji crombach alpha. Prinsip uji reliabilitas ini adalah dengan membandingkan nilai crombach alpha dengan nilai konstanta (0,6). Bila nilai Crombach ≥ 0,6 maka kuesioner reliable, namun bila nilai crombach < 0,6, maka
kuesioner tidak reliable. Uji reliabilitas akan
dilampirkan pada lembar lampiran. 4.7 Teknik Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan observasi, wawancara terstuktur pada responden yang mengisi kuesioner, dan kuesioner. Kuesioner merupakan instrumen pengumpulan data atau informasi yang dioperasionalkan dalam bentuk pertanyaan. Kuesioner dapat berbentuk pertanyaan terbuka atau pertanyaan tertutup. Kuesioner ini diarahkan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan karyawan tentang program STOP, pelatihan, persepsi bahaya, komitmen, sanksi dan reward, serta mengenai komunikasi-sosialisasi. Wawancara Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen perusahaan 4.8 Manajemen Data Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian selanjutnya akan diolah sehingga dapat dilakukan intepretasi yang benar. Adapun manajemen data yang dilakukan adalah :
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
38
1. Coding Data, yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode pada masing-masing data. Editing Data, yaitu penyuntingan data sebelum proses pemasukan data. 2. Struktur Data dan File Data, yaitu pengembangan data dengan menggunakan perangkat lunak yang ada. 3. Entry Data, yaitu pemasukan data pada perangkat yang digunakan. 4. Cleaning Data, yaitu pembersihan data dari kesalahan yang mungkin saja terjadi pada tahap pemasukan data.
4.9 Analisis Data Data yang telah diperoleh dan diolah selanjutnya dianalisis sehingga dapat dilakukan intepretasi terhadap data-data tersebut. Analisis data diolah dengan menggunakan software SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Data tersebut merupakan hasil dari lembar kuesioner yang telah disebar pada responden karyawan PT. X Indonesia. Sebelumnya kuesioner akan diuji validitas dan reliabilitas pada karyawan untuk mengetahui pertanyaan apa yang relevan untuk ditulis di kuesioner. Analisis data pada setiap variabel disesuaikan, misalkan pada variabel sangksi dan reward, dilakukan skoring (nilai 1= Sangat tidak setuju, 2= Tidak setuju, 3=Setuju, 4=Sangat Setuju). Pada proses SPSS, nilai-nilai ini kemudian di proses dengan compute lalu di recode menjadi satu kelompok. Dari kelompok variabel baru inilah kemudian dilakukan analisis deskriptif, dengan mencari mean, median, CI, persentase, dan percentil. Dari analisis tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori, baik dan tidak baik. Untuk mengetahui hasilnya, nilai keluaran dibandingkan dengan mean (jika distribusi variabel normal) atau dibandingkan dengan median (jika distribusi variabel tidak normal). Analisis data untuk variabel lainnya dilakukan per item, untuk mendapatkan analisis deskriptif. Untuk mengetahui hubungan antara setiap variabel dengan pelaksanaan STOP, dilakukan uji chi square.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 5 Gambaran Umum Perusahaan
PT. X adalah salah satu perusahaan terbesar yang bergerak di bidang energi, khususnya minyak dan gas. PT. X merupakan produsen minyak dan gas terbesar di Inggris dan North Sea dan Shetland West. Di Amerika, PT. X merupakan produsen minyak dan gas terbesar berdasarkan aset utamanya di Teluk Meksiko. Di Asia, PT. X merupakan prionir produksi gas alam lepas pantai (offshore) dan menjadi produsen gas terbesar untuk pasar domestik di Indonesia. Perusahaan ini berpusat di UK, Inggris dan mempunyai banyak cabang di Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan, Asia, Australasia, Afrika, dan Rusia. Aktivitas utama dari perusahaan ini adalah eksplorasi dan produksi minyak dan gas alam, penyulingan minyak, marketing, supply dan transportasi, dan manufactur petrokimia. Hampir 100.000 orang bekerja di 100 negara di 6 benua. Aktivitas eksplorasi perusahaan ini mencakup 26 negara, dan 27.800 service stasion disediakan sekitar 13 milyar pelanggan per hari. PT. X merupakan salah satu investor asing terbesar di Indonesia. 5.1 Visi, Misi dan Tujuan PT. X Global a. Visi Membantu dunia dalam memenuhi kebutuhan energi dengan memproduksi energi yang terjangkau, aman , dan tidak merusak lingkungan. b. Misi Progresif Menjalin hubungan baik dengan mitra kerja dan pelanggan yang saling menguntungkan. Bertanggung jawab Berkomitmen terhadap keselamatan dan pengembangan sumber daya manusia serta masyarakat dimana PT. X beroperasi. Bertujuan untuk
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
40
tidak ada kecelakaan, membahayakan manusia, dan kerusakan pada lingkungan. Inovatif Mendorong batas dan menciptakan terobosan baru melalui kerjasama antara manusia dan teknologi. Kinerja Optimal Perbaikan yang berkesinambungan dan aman serta operasi yang handal menjadi bukti kinerja optimal PT. X dalam memenuhi janji. c. Tujuan Mendukung masyarakat, melestarikan lingkungan PT. X memiliki komitmen jangka panjang terhadap komunitas dimana PT. X bekerja. PT. X menyadari bahwa tidak hanya memiliki tanggung jawab untuk menciptakan pendapatan yang cepat dari investasi tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap komunitas dimana PT. X bekerja. Apapun yang PT. X lakukan, dimanapun PT. X melakukannya, PT. X selalu berusaha untuk melestarikan dan memperbaiki lingkungan sekitar, memberikan dukungan terhadap pengusaha dan membantu pendidikan yang berhubungan dengan energi. Perbaikan organisasi Perbaikan organisasi di PT. X dilakukan dengan mengukur kemajuan yang ada di PT. X. Ukuran kemajuan tidak hanya bergantung pada sudut pandang PT. X sendiri, tetapi juga melalui laporan tahunan PT. X yang mencatat mengenai kemajuan terhadap lingkungan, kesehatan, keamanan dan ukuran lainnya yang diverifikasi oleh Ernst & Young. PT. X juga secara teratur mengundang pelanggan, pemegang saham, pemasok dan lainnya untuk memberikan pendapat tentang PT. X sebagai bahan perbaikan organisasi. Mencari energi untuk bahan bakar masa depan Beberapa tantangan yang begitu besar ada di dunia. Salah satu contoh tantangan tersebut adalah ancaman perubahan iklim. Kebutuhan untuk memanfaatkan energi dengan sebaik-baiknya untuk menopang
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
41
kehidupan sangat diperlukan. PT. X berusaha menemukan cara untuk menyeimbangkan tantangan yang akan menentukan masa depan energi, setidaknya untuk beberapa dekade mendatang. PT. X membantu dengan memberikan beberapa solusi dengan menyediakan bahan bakar, produk-produk, dan energi yang dibutuhkan untuk saat ini dan masa yang akan datang.
5.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan a. Tahun 1901-1908 Pada tahun 1901, pencarian minyak dimulai oleh William D’Arcy. Pada
tahun
1908
dilakukan
pemboran
hingga
mencapai
kedalaman1.180 kaki, setelah itu minyak keluar dari tanah. Dalam waktu setahun, perusahaan minyak Anglo-Persian yang saat ini menjadi PT. X, melakukan perdagangan di London dan Glasgow. b. Tahun 1909-1924 Sekitar tahun 1909, Anglo-Persian membangun kompleks kilang di Naphtha untuk mengubah aliran minyak mentah kental menjadi produk yang berguna. Pada tahun 1914 proyek Anglo-Persian hampir mengalami kebangkrutan. c. Tahun 1925-1945 Pada tahun 1920-1930 mobil-mobil membanjiri jalanan Eropa dan Amerika Serikat. Pompa bensin berlabel PT. X muncul di sekitar Inggris. Ada 69 pompa bensin pada tahun 1921 dan lebih dari 6.000 pompa bensin pada tahun 1925. Pada tahun 1935, Persia berubah nama menjadi Iran sehingga Anglo-Persian berubah nama menjadi AngloIranian. d. Tahun 1946-1970 Seperti perusahaan lainnya, Anglo-Iranian, yang kemudian menjadi PT. X mengalami banyak kerugian dalam perang dunia II. Pada tahun 1954, Anglo-Iranian berubah nama menjadi The British Petroleum.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
42
Pada tahun 1960, teknologi minyak telah mengalami banyak kemajuan. Pada tahun 1965, British Petroleum menemukan gas alam di selat Inggris yang dapat digunakan sebagai sumber energi untuk sebuah kota menengah. Pada tahun 1969, British Petroleum melakukan eksplorasi di Prudhoe Bay di Alaska. Pada tahun 1970, eksplorasi lepas pantai berpindah dari Selat Inggris ke Laut Utara. Ditemukan sebuah lahan yang disebut “Forty Field” yang dapat menghasilkan 400.000 barel minyak mentah dalam sehari. e. Tahun 1971-1999 Pada tahun 1971 terjadi kudeta militer di Libya.
Hal ini
menyebabkan British Petroleum mengalami kesulitan dalam distribusi pengangkutan minyak di kawasan Timur Tengah. Pada akhir 1990-an British Petroleum berubah nama menjadi PT. X dan dengan persaingan yang ketat dalam industri energi maka terjadi serangkaian merger terkemuka. PT. X dan Amoco bergabung dan membentuk PT. X Amoco. Kemudian ARCO,Castrol dan Aral juga begabung dengan PT. X f. Tahun 2000 Pada tahun 2000, periode pertumbuhan PT. X beserta kelompok seperti Amoco dan ARCO serta Castrol terbilang baik. PT. X meluncurkan logo baru yang diidentifikasikan dengan warna hijau, kuning dan putih. Logo baru tersebut melambangkan energi dalam segala bentuk yang dinamis. 5.3 PT. X Indonesia PT. X telah beroperasi selama lebih dari 35 tahun di Indonesia. Kegiatan terbesar yang dilakukan oleh perusahaan ini adalah produksi dan eksplorasi gas dan minyak. Saat ini, PT. X Indonesia mempekerjakan 1200 orang. Kantor pusat PT. X membawahi bagian upstream performance unit yaitu Java Gas PU dan Tangguh PU. Proyek LNG Tangguh ini akan dibahas lebih lanjut. LNG Tangguh terletak di Teluk Bintuni, Kabupaten Babo, Papua Barat. Lahan LNG Tangguh ini
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
43
ditemukan oleh Arco. Ladang ini kemudian dieksplorasi menjadi ladang gas. Hasil utama dari LNG Tangguh berupa Liqufied Natural Gas (LNG). Proyek LNG Tangguh ini melibatkan pengambilan gas bersih sekitar 14,4 trilliun kubik feet dari perut bumi. PT. X Indonesia memiliki pernyataan (statement) yang dirangkai oleh perusahaan dalam bentuk tujuan dan komitmen, yaitu : 1. Tujuan PT. X Indonesia Tujuan PT. X Indonesia adalah untuk berhasil di setiap kegiatan yang dilakukan dengan mempersembahkan kinerja yang berkualitas tinggi yang menggerakan daya saing perusahaan serta pengembalian yang sesuai dan kompetitif bagi perusahaan dan masyarakat. 2. Komitmen PT. X Indonesia Komitmen PT. X untuk menyalurkan penampilan yang terbaik di seluruh operasi di Indonesia dengan menggunakan teknologi, dan kemampuan dan pengalaman untuk mencari solusi baru dan inovatif dalam menghadapi tantangan pada sektor minyak dan gas di Indonesia. 5.4 Sejarah LNG Tangguh LNG tangguh memiliki area kerja sebesar 3.380 hektar per property area. Area kerja ini merupakan area hutan hujan tropis. Proyek ini berada dalam remote area di daerah Papua Barat. LNG ini merupakan komoditi yang menghasilkan devisa yang cukup besar untuk Indonesia. PT. X merupakan perusahaan yang dipegang oleh Arco. Selanjutnya terjadi merger antara PT. X dengan Arco, Vico, dan Amoco.
Pada tahun 2002, mulai dilakukan pencarian lokasi untuk
menemukan lahan yang berpotensi menghasilkan minyak atau gas. Tahun 2005, LNG Tangguh mulai melakukan konstruksi untuk membangun sarana prasarana operasi. Sebagian dari wilayah yang digunakan oleh PT. X merupakan daerah pemukiman penduduk di daerah Wiriagar dan Tanah Merah Lama pada rentang tahun 2004-2005. Awalnya, tahun 2002 mulai dilakukan pencarian awal lokasi
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
44
yang berpotensi menghasilkan minyak dan gas. Sejak tahun 2009, LNG tangguh sudah mulai beroperasi.
Gambar 9. Peta Proyek LNG Tangguh
Gambar 1. Peta LNG Tangguh
Gambar 10. Layout LNG Tangguh
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
45
5.5
Struktur Organisasi Perusahaan Sebagai suatu perusahaan multinasional dan multidisiplin, PT. X Indonesia
mempunyai struktur organisasi seperti PT. X dipimpin oleh seorang presiden dan resident manager, yang membawahi 17 executive vice president, vice president, senior vice president , dan senior manager. Adapun bidang-bidang yang dikelola oleh VP dan senior VP, meliputi : Supply Chain Management, Goverment and Public Affair, Human Resources Administration, subsurface, FC & P, Marketing, Java Gas, Tangguh Gas, Pagerungan, East Java Growth Gas, On North West Java, Java LNG, Drilling, PSS, Field & Support Team, dan HSE (Health and Safety Environment) 5.6 Proses Kerja PT. X merupakan salah satu investor asing terbesar di Indonesia. PT. X telah beroperasi selama lebih dari 35 tahun di Indonesia. Kegiatan terbesar yang dilakukan oleh perusahaan ini adalah produksi dan eksplorasi gas dan minyak. Saat ini, PT. X Indonesia mempekerjakan 1200 orang. Salah satu proyek yang dilakukan PT. X Indonesia adalah proyek LNG Tangguh. LNG Tangguh terletak di Teluk Bintuni, Babo, Papua Barat. Lahan LNG Tangguh ini ditemukan oleh Arco. Ladang ini kemudian dieksplorasi menjadi ladang gas. Hasil utama dari LNG Tangguh berupa Liqufied Natural Gas (LNG). Proyek LNG Tangguh ini melibatkan pengambilan gas bersih sekitar 14,4 trilliun kubik feet dari perut bumi. Proses kerja produksi LNG Tangguh akan dijabarkan sebagai berikut : dua platform produksi mengumpulkan gas bersih dari reservoir, kemudian dikirim melalaui pipa bawah laut. Dua platform ini biasa dinamai dengan VRA dan VRB. Dalam VRA, terdapat 6 sumur minyak yang dialirkan ke bawah laut. Sedangkan, dalam VRB terdapat 9 sumur minyak yang digunakan untuk mengambil minyak dan gas dari bawah laut. Pada sumur minyak tersebut dilakukan proses drilling untuk mencapai dasar laut. Minyak dan gas yang sudah diambil kemudian dialirkan melalui pipa dengan panjang 42 km dan diameter 26 inch. Namun, kapasitas gas yang diambil lebih banyak daripada minyak, karena produk utama dalam LNG Tangguh ini berupa gas. Dari VRA dan VRB dihasilkan gas sekitar
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
46
7,6 mtpa. Gas tersebut disimpan dalam ORF (Onshore Receiving Facilities). Di ORF ini, terjadi pemisahan antara gas yang ingin diolah menjadi LNG dan kondensat. Kondensat yang dihasilkan kemudian dialirkan ke tangki kondensat. Sedangkan gas yang dihasilkan, diolah kembali dalam dua train. Gas yang ingin dihasilkan untuk produksi LNG ini adalah gas metana. Namun, ada hasil sampingan yang dihasilkan dari gas tersebut adalah ethana, propona, butana, dan pentana. Untuk propana, butana, dan pentana digunakan untuk memproduksi LPG. Dari ORF, gas dibawa ke train 1 dan train 2, tepatnya pada unit 21 dan 22. Pada unit ini, dilakukan proses AGRU (Acid Gas Removal Unit) untuk memisahkan asam dan karbondioksida. Dari unit 21 dan 22 ini dihasilkan sweet gas dengan kadar karbondioksida yang diperbolehkan (CO2 on spec). Produk yang sudah dihasilkan pada unit 21 dan 22 dibawa ke unit 31 dan 32 untuk dilakukan proses mercury removal dan dehidration, untuk menghilangkan mercury dan H2O. Hasil dari proses ini didapatkanlah dry gas dengan kadar mercuri dan H2O on spec. Selain itu pada unit ini juga dilakukan proses pemisahan terhadap metana, etana, propana, butana, dan propana. Untuk produk metana yang dihasilkan lalu dijual, untuk produk etana digunakan sebagai freon untuk proses pendinginan. Freon ini dilakukan untuk menurunkan suhu dari metana yang berkisar 5700C hingga suhu metana yang diinginkan sekitar -1600C. Metana yang sudah sesuai dengan spec akan dialirkan ke tanki LNG. Ada dua tangki LNG. Kapasitas tangki LNG sebesar 170.000 m3. Dari tangki LNG, gas akan siap dijual. Sedangkan propana, butana, dan pentana akan menjadi kondensat dan dibawa ke tangki kondensat. Kapasitas tangki kondensat sebesar 20.000 m3. Berikut ini adalah bagan alir proses kerja di LNG Tangguh :
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
47
Gambar 11. Alur Kerja LNG Fasilitas lain yang terdapat pada LNG Tangguh ini meliputi : 1. Sistem pembuangan limbah padat 2. Ventilasi untuk emisi gas 3. Sistem pengolahan limbah 4. Utilities lain, seperti pasokan air untuk memenuhi kebutuhan operasi dari 41 cubik meter per jam dan generator listrik untuk menggerakan turbin sebesar 105 MW, bahan bakar, dan supply nitrogen. 5.7
Alat-Alat dan Mesin Alat yang digunakan untuk proses produksi adalah train gas, LNG @ 3,8
mtpa, 2 NUI @vorwata with dedicate pipeline. NUI (Normally Unattendent Information) dikontrol secara terpusat dari pusat main control building (MCB), dan 1 tank condesor, VRA dan VRB yang digunakan sebagai deck dan pipa.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
48
5.8
Gambaran Umum HSE Department HSE Department yang terdapat di PT. X Indonesia merupakan sebuah
departemen yang berdiri sendiri dan sejajar dengan departemen lainnya. HSE Department ini berhubungan langsung dengan departemen lain dan memiliki program-program kerja K3 tersendiri. Departemen ini memiliki laporan bulanan yang harus diberikan kepada project manager dan safety manager regional serta laporan triwulan (tiga bulanan) ke Depnaker. Our goals “No Accidents, no harm to people, and no damage to the environment.” “NIhil kecelakaan, tidak membahayakan manusia, dan tidak membahayakan lingkungan”
Sasaran PT. X terhadap HSE, PT. X memiliki ciri khas dalam mengejar dan mencapai prestasi di bidang kesehata, keselamatan kerja, dan lindungan lingkungan tetapi di perusahaan PT. X disebut HSE. Komintmen PT. X terhadap prestasi HSE merupakan salah satu dari lima kebijakan
grup bisnis (etika,
karyawan, hubungan kerja, prestasi HSE, pengendalian dan manajemen keuangan). Untuk mencapai sasaran tersebut PT. X memiliki HSE Management Sytem Network yang terdiri dari 13 elemen sebagai sarana untuk mencapai sasaran tersebut, yaitu :
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
49
5.9 Kebijakan dan Komitmen Perusahaan terhadap HSE PT. X Indonesia memiliki kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang merupakan sebuah bentuk komitmen yang dipegang teguh oleh perusahaan. Kebijakan tersebut dijabarkan sebagai berikut : Setiap orang yang bekerja untuk PT. X E&PAsPac SPU bertanggung jawab untuk melaksanakan HSSE dengan tepat. Kinerja HSE dan kesehatan, keselamatan dan keamanan yang baik dari setiap orang yang bekerja untuk kami sangat penting untuk keberhasilan bisnis PT. X. Target kita dinyatakan dengan sederhana - nihil kecelakaan, tidak melukai orang, dan tidak merusak lingkungan Kami akan :
berkonsultasi, mendengarkan dan memberikan respon terbuka kepada para pembeli, karyawan, tetangga, kelompok kepentingan umum dan mereka yang bekerja dengan kami
bekerja dengan orang lain - mitra kami, pemasok, pesaing dan regulator untuk meningkatkan standar industri kami
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
50
patuh dengan semua hukum dan peraturan yang berlaku dan setiap persyaratan lainnya perusahaan perlu taati
seluruh jajaran manajemen di site operasional PT. X bertanggung jawab atas performa HSE terus meningkatkan dan melaporkan secara terbuka performa kami, baik dan buruk mengenali mereka yang berkontribusi untuk meningkatkan performa kerja HSE Rencana bisnis kami meliputi pencapaian target HSE. Kami semua berkomitmen untuk
memenuhinya
dan
terus
memperbaikii
performa
HSE
melalui
melaksanakan sistem manajemen setempat dan peninjauan secara berkala. Safety adalah kewajiban setiap orang dan semua personil mempunyai tanggung jawab untuk menghentikan pekerjaan jika tidak aman 5.10 Struktur Organisasi K3 (terlampir) 5.11 Program Kerja Departemen HSE Adapun program kerja Departemen HSE, meliputi : 1. COW (Control of Work), meliputi : Menerapkan dan memelihara COW site steering commitee Melakukan audit eksternal COW Update prosedur dan material COW Mengembangkan kampanye terhadap hazard awarness 2. Process Safety, program kerjanya antara lain :
Mengembangkan dan menerapkan proses operasi manajemen risiko di site
Menyediakan
pelatihan
mengenai
root
causes
untuk
menyampaikan prinsip 5 Why, faktor kritikal, dan metode investigasi yang terstruktur
Mengembangkan dan melaksanakan proses pengukuran untuk mendorong audit yang konsisten dan meningkatkan analisis kecenderungan monitoring.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
51
Mengembangkan metode untuk memonitor ketersediaan sistem keamanan kritis dengan persyaratan Standar Kinerja. Fokus pada sistem Fire & Gas untuk mematuhi rekomendasi OMS.
Mengembangkan lesson learned dari kejadian atau insiden yang terjadi di dalam dan luar proyek Tangguh, serta memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip keselamatan dan pengetahuan proses manajemen risiko.
Memberikan modul
dan pelatihan model keselamatan untuk
Tangguh site.
Menyampaikan laporan bulanan mengenai proses keselamatan untuk identifikasi progress KPI
Memberikan asuransi kesehatan
3. Deliver site S&O audit action 4. Investigasi Insiden dan Lesson Learning, meliputi program kerja sebagai berikut :
Program pelatihan untuk PT. X TL dan manager dalam proses investigasi kecelakaan untuk meluruskan teminologi, proses, alat, dan meningkatkan kualitas hasil.
Implementasi program lesson learn di site untuk mendapatkan pelajaran baik secara internal maupun eksternal
5. HSE induction, meliputi :
Memperbaharui video induction
Mengembangkan sebuah video induction NUI lepas pantai
Mengembangkan video HSE Induction mengenai LNG Plant
Mengembangkan sebuah video induksi untuk fasilitas Babo
Mengembangkan kartu informasi pra-kedatangan bagi personil baru ke site
6. HSE Kampanye, meliputi :
Memberikan 5 program kerja dan membahas tentang STOP yang tidak aman pada pertengahan tahun
Melakukan penelaahan kepatuhan APD untuk semua kontraktor
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
52
Meningkatkan kampanye Keselamatan Mengemudi di situs disesuaikan
dengan
kami
rencana
perbaikan
Keselamatan
Mengemudi
Memulai sidang untuk transisi dari STOP untuk program keselamatan BOSS perilaku
7. Program Asuransi 8. Prosedur Hse
Semua prosedur ISSOW dapat direvisi dalam bentuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Memperbaharui prosedur HSE dan ekspektasi OMS
9. Sistem Tanggap Darurat
Menyelesaikan pemeriksaan fungsi fasilitas: ICP, Shorebase, MCB, Babo dan Bravo Sierra
Pastikan kesiapaan HSE untuk CAT 5 dan otorisasi bandara Babo
Sosialisasi dan revisi IMP Tangguh dan ERP IMT
Atur audit sebagai per tindakan 1017-015-011 untuk ditinjau ER sebelum 31 Juli
10. Project interface – WWT safe start up 11. Safey execution of project & TARs in 2011
Memastikan persyaratan training dan standar HSE diidentifikasi untuk setiap aktivitas proyek.
Implementasi lesson learn sebelum TAR 1 dan pre TAR 2
Review latihan dan pelajaran HSE sesudah TAR 1 dan 2
12. Manajemen kontraktor
Implementasi
persyaratan
revisi
HSE
untuk
tahun
2011
berdasarkan kontrak kerja
Mengenali perbaikan terms & conditions untuk personil kontraktor dalam meminimalisasi risiko.
13. Health
Pengenalan mengenai program Tangguh Healthy Living
Promosi terhadap manajemen stress kerja dan fatique
Pengenalan program skrinning obat
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
53
Program surveilans kesehatan
Membangun program untuk skrining malaria
14. Environment
Implementasi ISO-14001 dengan program manajemen lingkungan, kampanye dan training lingkungan, audit surveilans,internal audit dan review manajemen
Mendukung TAR 2011, untuk penanganan kontaminasi merkuri.
15. Compliance
Menjaga keabsahan peraturan yang berlaku
16. Kapabilitas organisasi
Program CMAS
Kepatuhan secara resmi di site
Kompetensi manajemen risiko
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB 6 HASIL 6.1 Karakteristik Responden Responden yang dapat dimasukkan sebagai objek penelitian adalah Responden yang bekerja di lingkungan perkantoran PT. X Indonesia, baik karyawan kontrak maupun karyawan tetap dari beberapa departemen. Responden yang menjadi objek penelitian digolongkan berdasarkan umur dan lama bekerja. Dari hasil tersebut didapatkan :
Karakteristik Responden berdasarkan Umur
50 40 30 20 10 0
Umur
< 25
26-30
31-35
>36
Gambar 12. Karakteristik responden berdasarkan umur
Karakteristik Responden berdasarkan Lama Kerja
35 30 25 20 15 10 5 0
Lama Kerja
1-3 tahun
3-5 tahun
5-7 tahun
7-9 tahun
Gambar 13. Karakteristik responden berdasarkan lama kerja
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
55
Karakteristik responden berdasarkan umur, diketahui bahwa responden mayoritas berumur 26-30 tahun sebanyak 41 responden (54%), sedangkan 17 responden berusia 31-35, sisanya 12 responden berusia kurang dari 25 tahun, dan 1 responden berusia lebih dari 36 tahun. Sedangkan untuk karakteristik responden berdasarkan masa kerja, diketahui bahwa 32 responden sudah bekerja selama kurun waktu 3-5 tahun, 25 orang sudah bekerja dalam kurun waktu 5-7 tahun, 14 orang sudah bekerja dalam rentang 7-10 tahun, dan sisanya 5 responden bekerja dalam kurun lebih dari 10 tahun. Beberapa responden dalam kuesioner ini juga yang menjadi Responden dalam wawancara yang dilakukan. 6.2 Pelaksanaan Program STOP Dari hasil wawancara terstuktur yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pelaksanaan program ini sudah berjalan dengan baik. Program yang telah dijalankan selama 10 tahun di lingkungan perkantoran PT. X Indonesia ini, terbukti berhasil dalam menurunkan angka insiden yang terjadi. Dari tahun 2008 hingga tahun 2010, diketahui angka insiden yang terjadi mengalami penurunan. Di tahun 2011 ini, belum terjadi insiden di wilayah perkantoran. Pelaksanaan program ini mengacu pada pencapaian target per bulan. Untuk masing-masing departemen, target penerimaan kartu STOP bersikar antara 2-3 kartu per bulan. Setiap departemen mempunyai target masing-masing. Pernyataan Responden mengenai pelaksanaan program STOP ini dapat dilihat dari kutipan berikut : “Di team ku setiap orang diminta submit stopcard minimal 2 per bulan. Ini masuk di performance contract (daftar kerjaan yang akan dikerjakan pertahun), dan ini dijadikan nomor pertama di performance contract, buat nunjukin kalo kita sangat perduli dengan safety. Tapi bukan berarti wajib, nanti nya bisa submit bisa engga, tapi nanti akhir tahun di review, siapa yang submit terus dikasih penghargaan, dan siapa yang ga pernah submit atau kurang performance nya di ajak diskusi biar lebih rajin. Tapi ini beda2 tiap team ya, kalo team yang di office mungkin mirip, 2 stop perbulan.” (Responden 1 dari team Eksplorasi)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
56
“Kalo disini, setiap orang per bulannya submit 2 kartu per bulan. Gak wajib juga sih, tapi nanti kalo paling banyak submit bisa dapet reward di akhir tahunnya.” (Responden 2 dari team Tangguh Operation) “Sama dengan kebanyakan departemen lainnya, disini submit 3 kartu sebulan. Tapi, disini wajib mengsubmit 3 kartu, termasuk dalam daftar tugas bulanan yang harus dikerjakan. Kartu tersebut dikumpulkan pada STOP representatif” (Responden 3 dari team Drilling) Pelaksanaan program ini pada beberapa departemen sudah berjalan dengan baik. Namun, secara menyeluruh, tidak semua departemen aktif menjalankan program ini. Dari hasil observasi diketahui bahwa departemen HR kurang berpartisipasi dalam pelaksanaan program ini. Ini dikarenakan kesadaran yang rendah akan keselamatan di lingkungan kerja. Karyawan departemen ini menganggap bahaya dan risiko yang ada di lingkungan perkantoran rendah. Selain itu, karyawan mempunyai anggapan bahwa susah menemukan kejadian yang aman/tidak aman dalam sebulan. Beberapa responden menilai program ini kurang efektif, karena adanya target oriented, yang menyebabkan rekayasa cerita dari karyawan untuk memenuhi kuantitas kartu. Selain itu,
pengamatan yang dilakukan cenderung
monoton. “Sepertinya bahaya dan risiko yang ada di kantor minim ya, jadi sulit rasanya menemukan tindakan yang tidak aman dalam 1 bulan” (Responden 1 HR) “Tidak rutin mengsubmit kartu STOP karena kurang dibudayakan disini” (Responden 2 HR) “Program ini memang bagus, tapi adanya target per departemen menyebabkan suka ada yang ngarang-ngarang cerita untuk memenuhi target” (Responden 1 Tangguh Operation )
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
57
Dari hasil penelitian, frekuensi pengisian kartu STOP pada 50% karyawan dilakukan 2x dalam satu bulan. Sebanyak 11 responden mengisi kartu STOP 1 bulan sekali, sisanya 17 responden mengisi kartu STOP 1 bulan 3x, dan 8 responden mengisi kartu STOP 1 bulan lebih dari 3x (tabel 6.1). Frekuensi pengisian kartu STOP ini didasarkan pada kuantitas (target) masing-masing departemen. Ada beberapa departemen yang mempunyai target pengisian kartu STOP 2 kali dalam sebulan, seperti departemen operation, departemen finance, dan departemen explorasi. Ada juga beberapa departemen yang mempunyai target pengisian kartu STOP 3 kali dalam sebulan, seperti departemen drilling dan Ada pula beberapa departemen yang tidak menjalankan program ini, karena less awarness mengenai keselamatan. Tabel 6.1 Distribusi Frekuensi Pengisian kartu STOP di PT. X Indonesia tahun 2011 Variabel
Frekuensi Pengisian n
%
1x
11
16 %
2x
38
50 %
3x
17
24 %
Lebih dari 3 x
8
10 %
Total
76
100%
Pelaksanaan program ini juga mendapatkan dukungan dari manajemen. Ini dilakukan sebagai komitmen manajemen dalam mendukung program keselamatan di perusahaan. Selain, dukungan dari manajemen, program ini juga cukup banyak dikuti karyawan. Dalam arti kata, partisipasi karyawan dalam program ini sudah membumi di beberapa divisi. Secara kasat mata, memang program ini berjalan dengan baik, namun masih terdapat banyak hambatan dalam pelaksanaan program ini. Hambatan yang ada ini meliputi hambatan secara teknis ataupun non teknis. Pernyataan Responden mengenai hambatan pelaksanaan STOP ini akan dikutip sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
58
“Persediaan kartu STOP terbatas” (Responden 1 dari team FM) “Lupa untuk menuliskan kondisi aman/tidak aman pada saat kejadian” (Responden 1 dari team Finance) “Sudah
banyak
terjadi
kesamaan
dalam
hal
pengisiian
STOP.
sehingga terjadi pengulangan pengamatan dalm hal tidakan dan kondisi yang tidak aman. ketika ada target yg di-set, kualitas tidak menjadi prioritas. Pengisian
STOP
menjadi
kebiasaan
berupa
perulangan-perulangan
tindakan.” (Responden 2 dari team Finance) “Masih banyak sifat sungkan dalam budaya kita sehingga menghambat pengembangan kesadaran akan kondisi aman. Misalnya sungkan dalam menegur orang yang menyebabkan kondisi tidak aman” (Responden 2 dari team Eksplorasi) “Isi dari apa yang diamati di kartu STOP tidak dibaca team leader.“(Responden 2 dari team FM) ”Lamanya tindakan perbaikan yang dilakukan, selain itu, kondisi aman/tidak aman ataupun tindakan perbaikan/pencegahan jarang dibagikan untuk proses pembelajaran.” (Responden 3 dari team FM) “Menemukan tindakan tidak aman dalam satu bulan terkadang sulit” (Responden 3 dari team Finance) Dalam pelaksanaan program STOP ini, dominasi perilaku aman dan tidak aman masih menjadi isu utama. Program ini merupakan suatu program untuk penanaman nilai keselamatan tahap awal dalam mengobservasi perilaku aman dan tidak aman. Perilaku aman dan tidak aman ini tentunya dipengaruhi beberapa faktor, seperti faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang ada di dalam pribadi masing-masing, seperti tingkat pengetahuan dan persepsi bahaya. Faktor eksternal yaitu faktor yang muncul dari pengaruh luar diri sendiri, seperti lingkungan.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
59
Cut of point dari setiap variabel yang termasuk faktor eksternal dan internal adalah nilai mean. Jika nilai dari item-item pertanyaan pada variabel kurang dari mean, maka dikategorikan menjadi tidak baik. Sebaliknya jika nilai dari item-item pertanyaan pada variabel lebih dari mean, maka dikategorikan menjadi baik. Tabel 6.2 Distribusi Univariat Variabel-Variabel Penelitian terhadap Program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011 Variabel
Baik
Tidak Baik
Jumlah
n
%
n
%
n
%
Pengetahuan
28
37%
48
63%
76
100%
Persepsi
43
57%
33
43%
76
100%
Prosedur
70
92%
6
8%
76
100%
Komunikasi
67
88%
9
12%
76
100%
Sosialisasi
69
90%
7
10%
76
100%
Pelatihan
65
86%
11
14%
76
100%
Reward/Punishment
45
59%
31
41%
76
100%
Pengawasan
36
33%
40
47%
76
100%
Komitmen
43
57%
33
43%
76
100%
Dalam kuesioner yang disebarkan, terdapat enam pertanyaan mengenai pengetahuan. Pertanyaan ini dikembangkan seputar program STOP, seperti tujuan, manfaat, siklus STOP, intervensi yang dilakukan, kategori pengamatan dalam STOP, dan juga pertimbangan sebelum melakukan pengamatan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa lebih dari 50% karyawan yang mempunyai tingkat pengetahun yang kurang baik mengenai program STOP (tabel 6.2). Persepsi karyawan terhadap bahaya tergolong baik (57%) (tabel 6.2). Lebih lanjut, persepsi bahaya ini sebelum dilakukan pengkategorian, dilihat menurut masing-masing bahaya yang ada, seperti :
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
60
Tabel 6.3 Distribusi Persepsi Bahaya yang Muncul di Lingkungan Kerja PT. X Indonesia tahun 2011 Variabel
Rendah
Tinggi
Total
Persepsi Bahaya
N
%
N
%
n
%
Ergonomi
30
39,5%
46
60,5%
76
100%
Bising
39
51,3 %
37
48,7 %
76
100%
Cahaya
48
63,2%
28
36,8 %
76
100%
Listrik
20
26,3 %
56
73,7 %
76
100%
Kebakaran
33
43,4 %
43
56,6 %
76
100%
IAQ
25
32,9 %
51
67,1 %
76
100%
Suhu
27
35,5%
49
64,5 %
76
100%
House keeping
19
25%
57
75 %
76
100%
Stress
17
22,4%
59
77,6 %
76
100%
Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa, persepsi bahaya yang muncul tergolong pada tingkat bahaya yang tinggi. Bahaya yang tergolong rendah hanya bising, bahaya yang lain masih terbilang cukup tinggi. Untuk variabel prosedur, diketahui bahwa 72 responden (92%) karyawan menilai prosedur yang ada di lingkungan kerja sudah baik (tabel 6.2). Penilaian itemitem pertanyaan pada prosedur, meliputi prosedur yang memadai, tujuan HSE PT. X, prosedur awal dalam penanganan tindakan yang tidak aman. Dari item tersebut, diketahui bahwa : Tabel 6.4 Distribusi Prosedur Kerja di PT. X Indonesia tahun 2011 Variabel
Prosedur
Tujuan HSE
Prosedur
Keselamatan
Memadai
n
%
n
%
n
%
Ya
76
100 %
75
99 %
75
99%
Tidak
0
0%
1
1%
1
1%
Total
76
100%
76
100%
76
100%
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
61
Dari hasil penyebaran kuesioner mengenai prosedur kerja kepada 76 responden di lingkungan kantor, sebanyak 75 responden (99%) menyatakan bahwa prosedur kerja di PT. X Indonesia sudah memadai, sisanya sebanyak 1 (1%) menyatakan prosedur kerja yang ada kurang memadai (tabel 6.4). Sebanyak 75 responden (99%) mengetahui tujuan dari HSE PT. X Indonesia, sedangkan sisanya 1 repsonden (1%) tidak mengetahui tujuan HSE PT. X (tabel 6.4). Untuk setiap pekerjaan yang ada sudah dilengkapi prosedur keselamatan, ini diketahui dari 100% responden menilai bahwa dalam prosedur pekerjaan yang dilakukan telah dicantumkan juga prosedur keselamatan. Dalam variabel komunikasi diketahui bahwa sebanyak 67 responden (88%) menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan sudah baik. Untuk sosialisaisi, sebanyak 90% menyatakan bahwa sosialisasi program ini sudah berjalan dengan baik. (tabel 6.2). Komunikasi ini baik secara horishontal maupun vertikal, sesama karyawan, maupun atasan dan bawahan. Ini ditunjukkan dengan hasil wawancara beberapa Responden mengenai cara komunikasi pesan dalam kartu STOP pada objek yang diamati. Pernyataan responden tersebut dikutip sebagai berikut : “Menyampaikan secara langsung dengan cara yang friendly, tidak menjudge jika tindakan orang tersebut salah dan memberi tahu tindakan yang sebaiknya diambil sebagai langkah koreksi dari kesalahan/keadaan tidak aman yang disebabkan.” (Responden 1 eksplorasi)
“Menyampaikan dengan cara baik-baik, bukan menegur dgn keras jika ada tindakan/keadaan kurang aman dan memberikan apresiasi kepada seseorang jika ia bekerja secara aman atau membuat lingkungan kerja menjadi aman” (Responden 2 eksplorasi)
“Penyampaian lebih ke asking, bukan instruction, kemudian memberikan pandangan kita/anjuran bila diperlukan, tidak bersifat blaim.” (Responden 3 eksplorasi)
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
62
“Mengamati orang apabila dalam aktivitasnya kondisinya tidak aman/ aman, memberikan arahan yang benar apabila tindakannya salah dan mempertahankan
apabila
tindakannya
benar
dalam
melakukan
aktivitasnya.” (Responden 1 finance)
“Berkomunikasi dengan baik dan sopan dan berupaya untuk berdiskusi tentang dampak yang mungkin timbul dari perbuatan tersebut serta bagaimana solusinya. “(Responden 2 finance)
Dalam item pertanyaan sosialisasi program, didapatkan sebesar 54% (41 responden) disampaikan oleh team leader, sebesar 20% (15 responden) mengetahui program STOP dari rekan kerja, dan sisanya sebesar 26% (20 responden) tahu program STOP dari sumber lain, seperti HSE Group, Safety Induction, atau Safety Meeting. Sosialisasi program ini ditunjang dengan media sebagai perantara kepada karyawan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden 47 (62%) sosialisasi program dilakukan dengan media visual, sedangkan sisanya 29 responden (38%) menyatakan program sosialisasi lebih efektif dilakukan dengan media verbal. Sebesar 65 responden atau 86% karyawan menilai pelatihan mengenai STOP ini sudah berjalan dengan baik (tabel 6.2). Dalam variabel pelatihan terdapat pertanyaan, mengenai keikutsertaan pelatihan, metode pelatihan, dan analisis kebutuhan pelatihan. Hampir seluruh responden, 88% responden sudah mengikuti pelatihan mengenai STOP. Sedangkan untuk metode pelatihan yang banyak dilakukan adalah dengan metode lain-lain, seperti audiovisual, multimedia, dan gambar (tabel 6.5). Sedangkan untuk analisis kebutuhan pelatihan, sebesar 71 (93%) responden menilai kebutuhan akan pelatihan STOP ini diperlukan dan sisanya sebanyak 5 responden (7%) menilai kebutuhan akan pelatihan ini tidak perlukan
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
63
Tabel 6.5 Distribusi pendapat karyawan mengenai metode pelatihan program STOP di PT. X Indonesia tahun 2011 Variabel
Metode Pelatihan n
%
Kuliah Umum
11
14 %
Role play/simulasi
17
23 %
Studi kasus
13
17 %
Diskusi Kelompok
13
17 %
Lain-lain
22
29 %
Total
76
100%
Sebesar 45 responden menilai bahwa reward dan punishment yang selama ini dilakukan dalam menunjang program STOP ini berjalan dengan baik. Untuk pengawasan, sebanyak 36 responden mengatakan pengawasan yang berjalan dalam pelaksanaan program ini sudah baik. Komitmen manajemen yang ada juga sudah baik, dilihat dari 57% karyawan menilai komitmen dari top manajemen sudah memfasilitasi program ini dengan baik (lihat tabel 6.2). 6.3 Perilaku terhadap program STOP Untuk menilai perilaku dilakukan observasi tindakan yang aman atau yang tidak aman yang dilakukan responden. Observasi ini dilakukan dengan mengamati proses kerja yang dilakukan apakah sesuai dengan prosedur dan standar yang ada atau tidak. Dari hasil observasi tersebut didapatkan bahwa responden lebih dominan melakukan tindakan yang tidak aman, ini dibuktikan dengan sebanyak 50 responden (66%) melakukan tindakan yang tidak aman yang memenuhi kategori pengamatan dalam kartu STOP. Mayoritas responden melakukan tindakan tidak aman yang melanggar kategori posisi seseorang dan kerapihan. Tindakan ini meliputi posisi kerja yang salah dan workstation yang dipenuhi buku, file, dan makanan.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
64
Tabel 6.6 Distribusi perilaku safe dan unsafe act pada responden penelitian di PT. X Indonesia tahun 2011 Variabel
Perilaku dalam Pelaksanaan STOP n
%
Perilaku Unsafe Act
50
66 %
Perilaku Safe Act
16
44%
Total
76
100%
6.4 Analisis Hubungan 6.4.1 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP Dalam kuesioner yang disebarkan, terdapat enam pertanyaan mengenai pengetahuan. Pertanyaan ini dikembangkan seputar program STOP, seperti tujuan, manfaat, siklus STOP, intervensi yang dilakukan, kategori pengamatan dalam STOP, dan juga pertimbangan sebelum melakukan pengamatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 6.7 Distribusi Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP
Variabel Pengetahuan
Pelaksanaan unsafe act safe act N
pengetahuan
Total
Tidak baik Baik
%
N
%
Total N
%
36 75%
12 25%
48
100%
8 29%
20 71%
28
100%
76
100%
32 42%
44
58%
P value (one tail)
OR
95% CI
0,046
1,2
0,4213,424
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dan pelaksanaan program STOP diperoleh bahwa sebanyak 36 (75%) responden memiliki pengetahuan tidak baik yang diikuti dengan perilaku tidak aman. Sedangkan diantara responden yang
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
65
memiliki pengetahuan baik, ada 20 (71%) responden cenderung berperilaku aman. Hasil uji statistik diatas memperlihatkan nilai p value sebesar 0,046, maka dapat disimpulkan semakin baik pengetahuan dari responden kecenderungan perilaku yang aman juga semakin tinggi. Sebaliknya, semakin tidak baik pengetahuan responden kecenderungan berperilaku tidak aman juga cenderung tinggi. Dari hasil analisis ini juga diperoleh nilai OR sebesar 1,2 yang artinya responden yang berpengetahuan baik mempunyai peluang 1,2 kali untuk beperilaku aman dibanding responden yang berpengetahuan tidak baik.
6.4.2 Hubungan Persepsi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP Berikut ini hasil analisis mengenai hubungan persepsi terhadap bahaya dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP :
Tabel 6.8 Distribusi Hubungan Persepsi terhadap Bahaya Perilaku dalam Pelaksanaan STOP
Variabel Persepsi Persepsi Total
Tidak baik Baik
Pelaksanaan unsafe act safe act N % N % 21 64% 8 19% 29 38%
12 36% 35 81% 47 62%
Total N 33 43 76
P value
OR
95% CI
0,05
1,4
10,815,8
% 100% 100% 100%
Hasil analisis hubungan antara persepsi bahaya dan perilaku pelaksanaan program STOP diketahui bahwa semakin baik persepsi pekerja mengenai suatu bahaya dapat meningkatkan perilaku aman dalam pelaksanaan STOP. Sebanyak 35 responden (81%) yang mempunyai persepsi baik cenderung berperilaku aman lebih besar dari pada kecenderungan untuk berperilaku tidak aman. Sedangkan, pada responden yang mempunyai persepsi yang tidak baik mengenai bahaya mempunyai kecenderungan melakukan perilaku yang tidak aman lebih tinggi (lihat tabel 6.8). Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui juga terdapat hubungan antara persepsi bahaya dan perilaku dalam pelaksanaan STOP, karena p value 0,05. Selain itu,
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
66
diperoleh juga nilai OR sebesar 1,4 yang artinya responden yang memiliki persepsi bahaya yang baik mempunyai peluang 1,7 untuk berperilaku yang aman dibandingkan responden dengan persepsi terhadap bahaya yang tidak baik.
6.4.3 Hubungan Prosedur dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP Berikut ini hasil analisis mengenai hubungan prosedur dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP :
Tabel 6.9 Distribusi Hubungan Prosedur dan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP
Variabel Prosedur
Pelaksanaan unsafe act safe act N
Prosedur
Tidak baik Baik
Total
%
3 50% 37 53% 40 53%
N
%
3 50% 33 47% 36 47%
Total N 6 70 76
% 100% 100% 100%
P value (one tail)
OR
95% CI
0,2
0,6
4,8-8,8
Hasil analisis hubungan antara prosedur dan perilaku dalam pelaksanaan program STOP diperoleh bahwa sebanyak 3 (50%) responden menilai prosedur yang tidak baik dapat mempengaruhi perilaku yang tidak aman pada karyawan. Sedangkan, sebagian responden menilai prosedur yang baik juga tidak membentuk perilaku selamat pada karyawan (lihat tabel 6.9), karena sebanyak 37 responden (53%) menilai prosedur sudah baik namun tidak ikuti dengan perilaku aman. Hanya 47% responden yang menilai prosedur baik dan diikuti perilaku aman pada karyawan dalam pelaksanaan program STOP ini. Kedua variabel ini tidak mempunyai perbedaan ratarata, karena nilai p value lebih dari nilai alpha. Jadi, tidak ada hubungan antara prosedur yang baik atau yang tidak baik terhadap perilaku karyawan dalam pelaksanaan program STOP.
6.4.4 Hubungan Sosialisasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
67
Berikut ini hasil analisis mengenai hubungan sosialisasi dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP :
Tabel 6.10 Distribusi Hubungan Sosialisasi Perilaku dalam Pelaksanaan STOP
Variabel Sosialisasi Sosialisasi
Tidak baik Baik
Total
Pelaksanaan unsafe act safe act N % N %
Total N
P value
OR
95% CI
0,403
0,28
0,25720,208
%
6 86%
1 14%
7
100%
50 72%
19 28%
69
100%
56 74%
20 26%
76
100%
Hasil analisis hubungan antara sosialisasi program dan pelaksanaan program STOP diperoleh bahwa sebanyak 6 (86%) responden menilai sosialisasi yang tidak baik dapat mempengaruhi perilaku yang tidak aman pada karyawan. Sedangkan, sebagian responden menilai sosialisasi yang baik juga tidak membentuk perilaku selamat pada karyawan (lihat tabel 6.10), karena sebanyak 50 responden (72%) menilai sosialisasi program yang dilakukan sudah baik namun tidak ikuti dengan perilaku aman. Hanya 28% responden yang menilai sosialisasi program baik dan diikuti perilaku aman pada karyawan dalam pelaksanaan program STOP ini. Kedua variabel ini tidak mempunyai perbedaan rata-rata, karena nilai p value lebih dari nilai alpha. Jadi, tidak ada hubungan antara sosialisasi program yang baik atau yang tidak baik terhadap perilaku karyawan dalam pelaksanaan program STOP.
6.4.5 Hubungan Komunikasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP Berikut ini hasil analisis mengenai hubungan komunikasi dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
68
Tabel 6.11 Distribusi Hubungan Komunikasi Perilaku dalam Pelaksanaan STOP
Variabel Komunikasi Komunikasi
Tidak baik Baik
Total
Pelaksanaan unsafe act safe act N % N %
Total N
P value
OR
95% CI
0,000
1,94
0,2243,977
%
8 72%
3 28%
11
100%
17 26%
48 74%
65
100%
25 33%
51 67%
76
100%
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara komunikasi dan perilaku dalam pelaksanaan STOP. Nilai p value yang signifikan sebesar 0,000 menunjukkan ada hubungan signifikan. Hasil analisis hubungan antara komunikasi dan perilaku dalam pelaksanaan program STOP diperoleh semakin baik komunikasi yang dilakukan perilaku aman pada karyawan pun cenderung meningkat (lihat tabel 6.11). Sebaliknya, jika komunikasi yang dilakukan tidak baik maka perilaku yang tidak aman pun akan meningkat. Sebesar 8 (72%) responden menilai komunikasi yang tidak baik dapat mempengaruhi perilaku tidak aman pada karyawan dalam pelaksanaan program STOP. Dari hasil analisis ini juga diperoleh nilai OR sebesar 1,9 yang artinya responden dengan komunikasi baik mempunyai peluang 1,9 kali untuk beperilaku aman dibanding responden dengan komunikasi yang tidak baik.
6.4.6 Hubungan Pelatihan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP Berikut ini hasil analisis mengenai hubungan pelatihan dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP :
Tabel 6.12 Distribusi Hubungan Pelatihan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP
Variabel Pelatihan Pelatihan
Total
Tidak baik Baik
Pelaksanaan unsafe act safe act N % N %
Total N
P value
OR
95% CI
0,04
1.72
0,3398,758
%
9 82%
2 18%
11
100%
18 28%
47 72%
65
100%
27 36%
49 64%
76
100%
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
69
Hasil analisis hubungan antara pelatihan dan perilaku pelaksanaan program STOP diketahui bahwa semakin baik pelatihan yang diberikan pada karyawan dapat meningkatkan perilaku aman dalam pelaksanaan STOP. Ini dapat dilihat pada tabel 6.12 yaitu sebanyak 47 responden (72%) yang memperoleh pelatihan yang baik cenderung berperilaku aman lebih besar dari pada kecenderungan untuk berperilaku tidak aman. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui juga terdapat hubungan antara pelatihan dan perilaku dalam pelaksanaan STOP, karena p value 0,04 lebih kecil dari alpha (0,05). Selain itu, diperoleh juga nilai OR sebesar 1,7 yang artinya responden dengan pelatihan baik mempunyai peluang 1,7 kali untuk beperilaku aman dibanding responden dengan komunikasi yang tidak baik.
6.4.7 Hubungan Reward/Punishment dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP Berikut ini hasil analisis mengenai hubungan prosedur dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP :
Tabel 6.13 Distribusi Hubungan Reward/Punishment Perilaku dalam Pelaksanaan STOP Variabel Reward/Punishment RP
Total
Tidak baik Baik
Pelaksanaan unsafe act safe act N % N %
Total N
P value
OR
95% CI
0,537
1,7
0,4336,777
%
20 65%
11 35%
31
100%
31 69%
14 31%
45
100%
51 67%
25 33%
76
100%
Hasil analisis hubungan antara reward/punishment dan pelaksanaan program STOP diperoleh sebanyak 20 (65%) responden menilai pemberian reward dan punishment yang tidak memadai dapat menunjang perilaku yang ke arah yang tidak aman dalam pelaksanaan program STOP. Sedangkan diantara responden, sebanyak 14 (31%) menilai pemberian reward dan punishment yang baik dapat menunjang
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
70
perilaku yang aman. Namun, hasil dari hubungan ini tidak signifikan, karena nihali p value lebih dari alpha (0,05). Ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pemberian reward dan punishment dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP.
6.4.8 Hubungan Pengawasan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP Berikut ini hasil analisis mengenai hubungan pengawasan dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP :
Tabel 6.14 Distribusi Hubungan Pengawasan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP
Variabel Pengawasan Pengawasan
Tidak baik Baik
Total
Pelaksanaan unsafe act safe act N % N % 27 75% 29 72% 56 74%
9 25% 11 28% 20 26%
Total N 36 40 76
P value
OR
95% CI
1,00
0,87
0,3152,449
% 100% 100% 100%
Hasil analisis hubungan antara pengawasan dan perilaku dalam pelaksanaan program STOP diperoleh sebanyak 29 (72%) responden menilai pengawasan yang tidak baik masih berkontribusi mempengaruhi perilaku tidak aman pada karyawan. Pengawasan yang tidak baik cenderung mempengaruhi perilaku tidak aman dari pada perilaku yang aman dalam perilaku dalam pelaksanaan STOP. Sebanyak 9 (25%) menilai pengawasan yang baik berpengaruh pada tindakan aman. Nilai ini masih rendah, karena lebih dari 50% responden pengawasan yang baik dominan diikuti dengan perilaku yang tidak aman (lihat tabel 6.14). Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui nilai p value (0,1) lebih dari alpha, artinya tidak ada perbedaan rata-rata atau hubungan antara pengawasan dengan perilaku dalam pelaksanan program STOP.
6.4.9 Hubungan Komitmen dengan Perilaku dalam Pelaksanaan STOP Berikut ini hasil analisis mengenai hubungan prosedur dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP :
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
71
Tabel 6.15 Distribusi Hubungan Komitmen Perilaku dalam Pelaksanaan STOP
Variabel Komitmen
Pelaksanaan unsafe act safe act N
Komitmen Total
Tidak baik Baik
%
26 79% 13 30% 39 51%
N
%
7 21% 30 70% 37 49%
Total N 33 43 76
% 100% 100% 100%
P value (one tail)
OR
95% CI
0,00
1,7
10,815,8
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin baik komitmen dari pihak manajemen, perilaku dalam pelaksanaan program STOP ini semakin ke arah tindakan yang aman, begitu juga sebaliknya. Tabel diatas menunjukan bahwa sebanyak 26 responden (79%) menilai komitmen yang tidak baik akan berpengaruh pada tidak aman. Sedangkan, sebanyak 30 responden (70%) yang menilai komitmen baik akan berpengaruh pada tindakan aman karyawan dalam pelaksanaan program STOP. Nilai p value sebesar 0,00 menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara komitmen dan perilaku dalam pelaksaan program STOP. Selain itu nilai OR sebesar 1,7 menunjukkan bahwa komitmen yang baik mempunyai peluang 1,7 kali dalam mempengaruhi responden unstuk beperilaku aman.
Universitas Indonesia
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
BAB 7 PEMBAHASAN
7.1 Analisis Pelaksanaan Program STOP Dari hasil penelitian pada bab 6 sebelumnya sudah diketahui, bahwa pelaksanaan program ini berjalan dengan baik. Pelaksanaan program ini didukung manajemen dan menjadi salah satu performance contract atau daftar pekerjaan yang harus dilakukan per tahunnya. Namun, tidak ada kewajiban dalam mengisi kartu STOP pada karyawan. Untuk kebijakan dalam program ini disesuaikan per departemen. Setiap departemen mempunyai kebijakan yang berbeda mengenai pengsubmitan kartu STOP perbulannya. Seperti, departemen Eksplorasi setiap karyawan diminta untuk mengsubmit kartu STOP sebanyak 2 buah per bulannya. Lain lagi dengan departemen Drilling yang setiap karyawannya diminta untuk mengsubmit kartu STOP sebanyak 3 buah per bulan (lihat kutipan pada halaman 62-63). Jadi, kebijakan mengenai pengsubmitan kartu STOP bergantung pada masing-masing departemen. Setiap departemen mempunyai STOP representatif yang berfungsi sebagai perwakilan untuk mengumpulkan dan melakukan analisis kuantitatif. Selanjutnya STOP representatif akan memberikan hasilnya kepada departemen HSE. Pelaksanaan program ini juga belum diikuti secara aktif oleh beberapa departemen (lihat kutipan pada halaman 63). Hal ini terjadi karena karyawan menganggap bahaya dan risiko yang ada di lingkungan perkantoran relatif rendah sehingga susah menemukan kejadian yang tidak aman. Dari segi efektivitas, program ini berjalan cukup efektif. Dari sisi karyawan yang mengikuti aktif program ini, STOP ini efektif dalam menumbuhkan kesadaran akan keselamatan di lingkungan kerja. Program ini juga sudah memberikan nilai bahwa keselamatan adalah penting untuk diperhatikan. Hal ini bisa dilihat dari kutipan wawancara dibawah ini.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
73
“Program ini efektif bisa menumbuhkan kesadaran karyawan akan keselamatan. Saya juga jadi aware dengan safety, kebiasaan mengisi STOP jadi ikut menular kalo saya dirumah” (Responden 1 Eksploration) Pelaksanaan program ini juga tidak lepas dari berbagai hambatan seperti yang sudah dijelaskan pada kutipan halaman 65 Hambatan ini datang baik secara teknis ataupun non-teknis. Hambatan secara teknis, seperti persediaan kartu STOP yang kurang. Untuk itu perlu dilakukan penambahan stok pada setiap departemen. Stok dapat diatur dengan melihat distribusi jumlah populasi karyawan terbesar. Untuk departemen dengan populasi yang besar dan aktif menjalankan program ini, disediakan kartu yang cukup banyak. Untuk departemen yang pasif dalam program ini harus kembali digiatkan untuk mengisi kartu STOP dengan tetap memberikan stok kartu. Selain itu, jika persediaan sudah habis, STOP representatif juga dapat langsung meminta kartu pada departemen HSE. Hambatan dari non-teknis, datang dari individu itu sendiri, seperti lupa menuliskan kejadian atau budaya sukan dalam menegur perbuatan yang tidak aman. Untuk menghindari hal tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menuliskan kejadian di handphone terlebih dahulu sehingga tidak lupa menulis. Selain itu, untuk menghilangkan budaya sungkan, karyawan dilatih untuk berkomunikasi dengan sesama karyawan. Selain itu, hambatan lain adalah mengenai isi dari kartu STOP kadang tidak dibaca oleh team leader. Ini dapat menyebabkan lamanya tindakan perbaikan yang dilakukan. Team leader sebaiknya memberikan contoh pada karyawan. Team leader sebaiknya membaca isi dari kartu STOP, kemudian melakukan diskusi bersama karyawan lain untuk membahas upaya perbaikan selanjutnya dari hasil temuan tersebut. Diskusi ini dapat masuk dalam agenda safety meeting tiap departemen. Ini dilakukan supaya terdapat feedback antara karyawan yang berpartisipasi dan team leader. Selain itu, upaya ini juga dapat dilakukan untuk menemukan isu keselamatan apa yang sedang menjadi isu hangat. Selain itu, untuk setiap STOP representatif masingmasing departemen dapat melakukan diskusi untuk membahas isu keselamatan per departemen.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
74
7.2 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan Program STOP Pengetahuan merupakan hasil tahu dari sesuatu setelah melalui proses pembelajaran. Menurut Bloom ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu tahu, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. Dalam hal ini, diketahui bahwa lebih dari 63% karyawan yang mempunyai tingkat pengetahun yang kurang baik mengenai program STOP (tabel 6.2). Hanya 37% responden yang memiliki pengetahuan baik. 37% tersebut dapat digolongkan dalam tingkatan pengetahuan, yaitu pemahaman. Tingkat pemahaman, dimana responden mengerti akan essensi dari program STOP. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang kurang pada pengenalan progam STOP ini didasarkan pada konsep yang ada kurang matang dalam penyampaian kerangka pikir program ini. Beberapa konsep yang sering disalah artikan oleh responden adalah konsep siklus STOP. Siklus STOP yang benar adalah dimulai memutuskan-berhenti-mengamati-bertindak-melaporkan. STOP adalah suatu pengamatan dan pemikiran itu digeneralisasi pada siklus STOP, sehingga membentuk pola pikir bahwa mengamati merupakan langkah pertama dari siklus ini. Ini yang membuat salah penangkapan persepsi dalam siklus STOP. Kategori pengamatan dalam kartu STOP adalah reaksi seseorang, posisi
seseorang,
alat
pelindung
diri,
kerapihan,
prosedur,
dan
peralatan/perlengkapan. Namun, persepsi karyawan terhadap hal ini masih lemah. Inilah pengaruh dari konsep yang kurang matang dalam pemberian edukasi pada karyawan. Untuk itu perlu diadakan brainstroming dalam membangun pengetahuan karyawan. Ini dilakukan agar konsep dasar dari program ini tidak dilupakan Analisis hubungan pengetahuan dan perilaku dalam pelaksanaan STOP diketahui bahwa semakin baik pengetahuan dari responden kecenderungan perilaku yang aman juga semakin tinggi (tabel 6.3). Sebaliknya, semakin tidak baik pengetahuan responden kecenderungan berperilaku tidak aman juga
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
75
cenderung tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Rogers (1974) menyatakan bahwa adopsi perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap.
7.3 Analisis Hubungan Persepsi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan Program STOP Bahaya yang tergolong rendah dalam peneltiaan ini hanyalah bising, bahaya yang lain masih terbilang cukup tinggi. Bahaya bising biasanya berasal dari mesin fotokopi, mesin scan, atau printer. Namun intensitasnya rendah sehingga tidak terlalu menyebabkan gangguan. Risiko pada bahaya bising masih dalam batasan yang aman. Selain itu, bahaya fisik berupa pencahayaan juga tergolong rendah. Ini dikarenakan cahaya yang menyinari pada ruang kerja sudah cukup memenuhi kriteria standar. Pada rentang cahaya ini, karyawan dapat mengerjakan sesuatu dengn nyaman. Bahaya yang termasuk tingkat tinggi adalah bahaya ergonomi (tabel 6.2). Bahaya ergonomi dapat muncul dari postur tubuh yang berhubungan dengan work stasion ataupun layout kerja. Bahaya ergonomi ini juga muncul karena durasi dan frekuensi dalam melakukan pekerjaan. Seperti yang diketahui, karyawan di kantor, mempunyai rutinas yang cenderung statis. Oleh karena itu, potensi risiko dari ergonomi juga tinggi. Bahaya lain yang tergolong tinggi adalah listrik, kebakaran, Indoor Air Quality, house keeping, temperatur dan stress (tabel 6.2). Bahaya listrik tidak terlepas dari segala peralatan yang digunakan di kantor menggunakan listrik sebagai sumber penyalaan. Risiko dari bahaya listrik ini dapat menyebabkan korselting yang akan berpotensi menjadi kebakaran. Bahaya fisik, berupa temperatur, berasal dari penggunaan AC sentral pada seluruh gedung. AC sentral tidak bisa diatur manual oleh karyawan, sehingga kadangkala suhu dapat diatur dibawah suhu ruangan (24-25oC). Suhu akan berpengaruh pada kualitas udara dalam ruangan, sehingga keduanya akan berhubungan. Jika suhu rendah, kualitas udara dalam ruangan tidak akan stabil. Bahaya lain adalah house keeping, kerapihan dalam menata ruangan. Dalam satu workstation karyawan dipenuhi oleh barang-barang, seperti map, file, kertas, ataupun makanan minuman. Ini berpotensi untuk menyebabkan kondisi yang tidak aman dan ketidaknyamanan dalam bergerak. Kondisi yang tidak aman
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
76
ini akan berpengaruh langsung pada munculnya tindakan yang tidak aman. Bahaya lainnya, stress, bahaya psikososial ini memang mayoritas dialami pekerja kantor. Ini dikarenakan rutinas yang cenderung sama dan tuntutan pekerjaan/tugas yang dijalani. Untuk mengendalikan bahaya tersebut dapat dilakukan hirarki pengendalian sesuai dengan potensi bahaya masing-masing. Misal, pada bahaya housekeeping, pengendalian yang dilakukan yaitu menerapkan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) dalam lingkup kantor. Analisis hubungan antara persepsi bahaya dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang signifikan, bahwa terdapat hubungan antara keduanya (tabel 6.8). Hal ini menunjukan persepsi berpengaruh pada perilaku. Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.
7.4 Analisis Hubungan Prosedur dengan Perilaku dalam Pelaksanaan Program STOP Dalam setiap pekerjaan, tentu ada suatu prosedur kerja. Sebagaimana adanya, prosedur kerja dibuat agar pekerjaan menjadi terstruktur dan sistematis. Selain itu, prosedur kerja dibuat agar menjamin seseorang untuk bekerja secara aman dan nyaman. Untuk itu, analisis mengenai prosedur kerja yang aman dibutuhkan
sebagai
dasar
pengembangan
budaya
kerja
di
suatu
organisasi/perusahaan. Prosedur kerja merupakan tahapan dalam tata kerja yang harus dilalui suatu pekerjaan baik mengenai dari mana asalnya dan tujuan pekerjaan tersebut. Selain itu, prosedur juga mencakup hal-hal yang harus dan tidak boleh dikerjakan. Prosedur yang baik juga seyogyianya menyusun kerangka tugas dengan sistematis, dari alat yang pakai, kapan pekerjaan itu harus selesai,
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
77
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keselamatan dan kenyamanan karyawan dalam menjalankan tugasnya. Prosedur kerja yang ada di PT. X Indonesia sudah mencakup semua aspek tersebut. PT. X adalah salah satu perusahaan dengan kompleksitas prosedur kerja yang tinggi. Selain itu, prosedur di PT. X Indonesia sudah memperhatikan aspek tujuan, fasilitas, alat, material, biaya, waktu, dan sifat atau macam tugas. Prosedur yang memadai juga harus mencakup penjelasan mengenai tujuan pokok organisasi dan analisis tugas. Hal lain yang harus termuat sebagai prosedur yang memadai adalah detail pekerjaan, tahapan pekerjaan, keterampilan yang dibutuhkan, dan job desk. Namun, prosedur kerja juga harus disesuai dengan kemajuan jaman (tidak kaku) dan bersifat stabilitas. Prosedur
keselamatan
harus
menganalisis,
mengevaluasi,
dan
mengendalikan potensi bahaya dan risiko pada semua aktivitas guna membuat suatu metode kerja yang tepat. Prosedur keselamatan ini berpedoman pada tujuan HSE PT. X Indonesia yaitu “nihil kecelakaan, tidak membahayakan manusia, dan tidak membahayakan lingkungan.” Untuk menunjang tujuan tersebut harus ada prosedur mengenai keselamatan kerja dalam menjamin kenyamanan karyawan. Analisis hubungan antara prosedur dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Prosedur adalah satu satu alat atau fasilitas yang mendukung karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan. Prosedur hanya memandu pekerjaan karyawan. Jadi, prosedur merupakan faktor pendukung dalam pelaksanaan program STOP dan tidak berpengaruh pada perilaku karyawan secara langsung.
7.5 Analisis Hubungan Komunikasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan Program STOP Komunukasi
yang
baik
dalam
penyampaian
pengamatan
juga
memperhatikan beberapa aspek kontak mata, gestur tubuh. Selain itu, sebaiknya komunikasi juga mengedepankan bahaya dan risiko apa yang akan muncul jika melakukan tindakan yang tidak aman. Pada saat berkomunikasi atau berdiskusi,
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
78
sebaiknya tidak menghakimi, pesan disampaikan dengan sopan dan alasan masuk akal, persuasif, tidak vulgar, dan tetap berada dalam koridor kesopanan. Komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia. Fisher menyebut 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi, yaitu sensory reception of stimuli, internal meditation of stimuli, prediction of response,dan reinforcement of responses. Komunikasi dalam pelaksanaan STOP yang sesuai adalah komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator, dan pesan menimbulkan efek pada komunikate. Komunikasi persuasif ini merupakan proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan (Sunyoto,1990). Analisis hubungan antara komunikasi dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang signifikan, bahwa terdapat hubungan antara keduanya (tabel 6.11). Hal ini sesuai dengan training package STOP berarti komunikasi, komunikasi antara sesama rekan kerja atau komunikasi antara atasan dan staff. Komunikasi ini perlu dibangun untuk meningkatkan kesadaran akan perilaku yang selamat bagi pekerja. Dengan adanya komunikasi secara dua arah, pekerja dilatih untuk lebih peka dalam mengamati lingkungan kerja sekitarnya (STOP Training Package, 2009).
7.6
Analisis Hubungan Sosialisasi dengan Perilaku dalam Pelaksanaan Program STOP Sosialisasi program sebaiknya dilakukan oleh team leader sesuai dengan
roll out program. Rollout dari program STOP ini adalah pembentukan stop team yang akan memberikan training kepada VP/manager, manager kemudian melakukan training pada supervisor, supervisor pada pekerja bawahnya. Oleh karena itu, team leader seharusnya menjadi orang
yang mensosialisasikan
program STOP pada karyawan lain. Sosialisasi program ini ditunjang dengan media pendukung. Media ini memudahkan penyampaian pesan dari sumber pada penerima. Media yang digunakan dapat dilakukan secara verbal atau visual. Metode verbal yang efektif
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
79
sebaiknya dirancang secara jelas, ringkas, dan memperhatikan intonasi saat bicara. Metode non-verbal yang efektif sebaiknya dirancang secara menarik dan simple. Metode yang efektif digunakan untuk sosialiasi program STOP adalah media nonverbal, seperti media visual (STOP Training Package, 2009). Analisis hubungan antara sosialisasi dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang tidak signifikan, bahwa tidak terdapat hubungan antara keduanya (tabel 6.12).
7.7 Analisis Hubungan Pelatihan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan Program STOP Berdasarkan jenis pelatihan yang dikemukan oleh Vaughn, pelatihan STOP tergolong pada jenis pelatiahan prosedural, dimana pelatiahan ini berisi informasi mengenai bagaimana cara melakukan sesuatu. Selain itu, pelatihan STOP juga termasuk jenis pelatihan faktual, dimana adanya pemaparan mengenai data dan informasi. Berdasarkan tujuan pelatihan, pelatihan STOP termasuk dalam pelatihan keterampilan, dimana pelatihan ini berisi pengetahuan dan keterampilan. Pelatihan ini dapat dilakukan secara menyeluruh pada seluruh karyawan. Oleh karena itu, pelatihan ini diperlukan untuk memberikan keterampilan dalam mengisi kartu STOP. Karyawan yang belum pernah mendapatkan pelatihan, biasanya mereka mengetahui cara menggunakan kartu STOP dengan petunjuk rekan kerja. Sebaiknya, pada karyawan yang belum mendapatkan pelatihan, team leader secara khusus membantu dan melatih mereka dalam pemakaian kartu STOP agar karyawan dapat mengaplikasikannya dengan benar. Selain itu, diperlukan suatu pelatihan refreshment untuk mengetahui sejauh mana efektivitas dari pelatihan sebelumnya. Ada beberapa perubahan yang terjadi sesudah mendapatkan pelatihan STOP ini. Berikut pernyataan dari Responden mengenai perubahan setelah mendapat pelatihan. “Saya jadi mengerti mengenai bekerja yang aman dan sesuai prosedur keselamatan demi tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.” (Responden 1 FM)
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
80
“Saya lebih peka dalam melakukan observasi keadaan atau tindakan aman/tidak aman.” (Responden 1 Finance) “ Pengetahuan mengenai program STOP, cara mengisi kartu STOP juga bertambah setelah mengikuti pelatihan.” (Responden 2 Finance) “Saya jadi berani menghentikan pekerjaan yang tidak aman, lebih bijaksana dalam mengambil keputusan jika melihat kondisi aman/tidak aman dan tidak menyalahkan orang lain, dan juga lebih memperhatikan lingkungan dan menerapkan keselamatan kerja dalam aktivitas seharihari.” (Responden 1 Eksplorasi) Analisis hubungan antara persepsi bahaya dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang signifikan, bahwa terdapat hubungan antara keduanya (tabel 6.8). Dengan pelatihan yang memadai, pengetahuan akan meningkat. Pelatihan juga membimbing karyawan pada perubahan perilaku seperti yang ditunjukkan pada kutipan hasil wawancara diatas. Pelatihan ini memfasilitasi karyawan dalam mengerti dan memahami pelaksanaan STOP lebih mendalam sehingga terbentuk perubahan perilaku ke arah yang aman.
7.8 Analisis Hubungan Reward/Punishment dengan Perilaku dalam Pelaksanaan Program STOP Sejauh ini, PT. X memang sudah menerapkan pemberian penghargaan pada karyawan yang mengisi kartu STOP terbanyak pada setiap bulannya. Namun, PT. X tidak memberikan sanksi/hukuman karena STOP bukan merupakan suatu hukuman. Itulah juga yang menyebabkan program ini tidak mencantumkan nama orang yang diamati melakukan tindakan yang tidak aman. STOP bahwa diketahui program stop tidak mengenal hukuman terhadap perilaku kerja yang tidak aman karena hal tersebut tidak akan merubah perilaku permanen. Pelaporan observasi perilaku dengan kartu STOP tidak boleh menyebutkan nama, jenis kelamin atau identitas lainnya yang mudah dikenal terhadap pekerja yang diobservasi. Hal ini untuk mencegah agar pekerja tidak menaruh curiga terhadap observasi sebab tujuannya bukan untuk blame person tapi memperbaiki perilaku yang tidak aman (STOP Training Package, 2009)
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
81
Analisis hubungan antara sanksi/reward dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang tidak signifikan, bahwa tidak terdapat hubungan antara keduanya (tabel 6.13). Hal ini sudah sesuai dengan package PT. X 2009, bahwa pelaksanaan STOP tidak mengenal hukuman. Namun, PT. X tetap memakai metode penghargaan untuk memancing partisipasi karyawan. Metode penghargaan ini sesuai dengan teori operant conditioning. Operant contioning merupakan tingkah laku membentuk suatu konsekuensi, seperti perilaku positif akan mendapatkan konsekuensi pujian atau hadiah, sebaliknya perilaku negatif akan mendapatkan sebuah konsekuensi berupa pujian atau hadiah. Operant conditoning merubah perilaku dengan menghubungkan akibat yang didapat. Kecenderungan orang untuk melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh reinforcement. Reinforcement tersebut dapat berupa penghargaan, pujian, atau sanksi.
7.9 Analisis Hubungan Pengawasan dengan Perilaku dalam Pelaksanaan Program STOP George
R.
Tery
(2006:395)
mengartikan
pengawasan
sebagai
mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tidankan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Sedangkann, Robbin (dalam Sugandha, 1999 : 150) menyatakan pengawasan itu merupakan suatu proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga membutuhkan seorang manajer untuk menjalankan tugas dan pekerjaan organisasi. Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi, pengawasan merupakan suatu usaha sistematik untuk
menetapkan
standar
pelaksanaan
tujuan
dengan
tujuan-tujuan
perencanaan,merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
82
mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan. Ada tiga jenis pengawasan, yaitu pengawasan pendahuluan, cocurent control, pengawasan feedback. Pengawasan pendahuluan meliputi pengawasan pendahuluan sumber daya manusia dan pengawasan pendahuluan bahan-bahan. Cocurent control, pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan. Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran telah dicapai. Pengawasan feedback yaitu mengukur hasil suatu kegiatan yang telah dilaksakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar. Analisis hubungan antara pengawasan dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang tidak signifikan, bahwa tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Hal ini menunjukan bahwa ketidaksesuaian antara pengawasan dan perilaku. Pengawasan merupakan faktor eksternal yang berpengaruh pada pelaksanaan STOP. Namun, ketidaksesuaian ini disebabkan karena pengawasan yang dilakukan selama ini masih belum optimal. Pengawasan hanya berbentuk pengawasan pendahuluan yang berupa kebijakan dan aturan dan pengawasan saat bekerja. Pengawasan ini meliputi pengawasan secara umum yang tidak rutin dilakukan dan bergantung pada kualitas pemimpin.
7.10 Analisis Hubungan Komitmen dengan Perilaku dalam Pelaksanaan Program STOP Panduan PT. X : 1. Kepatuhan ini ditunjukkan dalam bentuk komitmen terhadap K3 dengan partisipasi kegiatan K3 dan menjalankan prosedur/kebijakan yang ada. Pada item 2. Komitmen team leader pada tindakan/kondisi yang tidak aman adalah menghentikan tindakan yang tidak aman yang dilakukan orang lain untuk menjamin keselamatan bersama.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
83
3. Kompetensi personal team leader tidak hanya mempunyai keterampilan kepemimpinan tetapi juga mengembangkan diri untuk meningkatkan keterampilan kepemimpinan tersebut. 4. Umpan balik yang baik menyediakan fasilitas umpan balik yang spesifik dalam rentang 1 minggu 5. Reaksi team leader terhadap feedback ditunjukkan dengan menerima umpan balik dari karyawan dan melakukan perubahan. Sebaiknya umpan balik memenuhi 5 kriteria, seperti Ada lima karakteristik dari feedback yaitu : Speed, lebih cepat feedback yang diberikan setelah terjadinya error lebih cepat pula tindakan perbaikan yang akan dilakukan, selain itu pekerja dapat langsung belajar dari error tersebut. Specificity – lebih tajam feedback yang berfokus pada kekeliruan secara spesifik maka akan lebih aktif. Accuracy - feedback harus terliti, error pada feedback menimbulkan tindakan yang keliru Content – isi dari informasi yang akan disampaikan harus sesuai dengan perilaku yang diinginkan Amplitude – feedback harus cukup menimbulkan perhatian terhadap pekerja (William E. Tarrants dalam The Measurement of Safety Performance) 6. Ide dan masukan, team leader juga mendorong pekerja untuk mengumpulkan isu tentang keselamatan. 7. Isu keselamatan team leader menyediakan informasi mengenai safety yang terbaru dan relevan. Komitmen team leader yang baik adalah komitmen dimana team leader tidak hanya membuat program, kebijakan, atau prosedur tetapi juga terlibat dalam setiap aktivitasnya. Analisis hubungan antara komitmen dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang signifikan, bahwa terdapat hubungan antara keduanya (tabel 6.15). STOP berarti komitmen dari top manajemen dalam bidang K3. Komitmen ini juga dilaksanakan oleh karyawan. Pengisian kartu STOP bukan hanya untuk memenuhi kuantitas dan target pencapaian tetapi juga
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
84
mencapai suatu kualitas pengembangan budaya keselamatan pada individu (STOP Training Package PT. X, 2009). Hal ini juga sesuai dengan survei CBI bahwa pentingnya kepemimpinan dan komitmen untuk mereduksi angka insiden. STOP merupakan program pengembangan dari behaviour based safety, yaitu program penanaman nilai keselamatan pada kegiatan sehari-hari, termasuk dalam pekerjaan. Nilai-nilai keselamatan yang tumbuh akan berpengaruh pada meningkatnya kesadaran akan keselamatan. Kesadaran ini yang akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku yang aman. Dengan kesadaran untuk berperilaku yang aman, lingkungan sekitar akan terpengaruh sehingga terbentuklah suatu jaringan yang aman dan saling mendukung. Faktor-faktor tersebut kemudian secara tidak langsung akan berkontribusi dalam menurunkan angka kecelakaan. Selain itu, faktor tersebut akan membentuk suatu budaya keselamatan di suatu organisasi.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB 8 Penutup
8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran perilaku karyawan terhadap program STOP, penulis menyimpulkan beberapa hal, yaitu : 1. Program STOP merupakan program internalisasi nilai-nilai keselamatan dalam kegiatan sehari-hari. Program ini adalah pengembangan dari Behaviour Based Safety untuk mengobservasi perilaku yang aman dan tidak aman. Program ini juga salah satu tools yang digunakan untuk menanamkan budaya keselamtan dari hal yang kecil. Dalam prakteknya, program ini diaplikasikan dengan kartu observasi keselamatan. 2. Perilaku karyawan yang melakukan unsafe act tergolong tinggi sebesar 66% unsafe act dan 44% safe act. 3. Prosedur yang ada di PT. X Indonesia sudah memadai dan sudah mencakup prosedur keselamatan yang sesuai dengan tujuan HSE PT. X. Analisis hubungan prosedur dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang tidak signifikan bahwa tidak ada perbedaan ratarata antara prosedur dengan perilaku dalam pelaksanaan STOP. 4. Tingkat pengetahuan karyawan terhadap program STOP masih rendah sebesar 63%. Sedangkan analisis hubungan prosedur dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang signifikan, bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan perilaku dalam pelaksanaan STOP. Ini menjelaskan bahwa semakin tidak baik tingkat pengetahuan karyawan, semakin cenderung karyawan melakukan tindakan yang tidak aman. Begitu juga sebaliknya, semakin baik pengetahuan karyawan tersebut akan diikuti oleh perilaku yang aman. 5. Pengisian kartu STOP berdasarkan target atau pencapaian kuantitas, sehingga frekuensi pengisian kartu STOP masing-masing divisi berbeda. 6. Persepsi bahaya yang tergolong kategori tinggi adalah bahaya ergonomi, listrik, kebakaran, suhu, IAQ, stress, dan house keeping. Sedangkan,
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
86
bahaya bising dan pencahayaan tergolong kategori rendah. Analisis hubungan persepsi terhadap bahaya dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil yang signifikan, bahwa semakin baik persepsi karyawan terhadap bahaya akan diikuti oleh perilaku yang aman pada karyawan. 7. Partisipasi dalam pelatihan STOP pada karyawan sudah baik, hampir 88% responden pernah mengikuti pelatihan. Pelatihan ini membawa perubahan perilaku pada karyawan (lihat kutipan wawancara halaman 80). Analisis hubungan pelatihan dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil signfikan bahwa semakin baik pelatihan yang dilakukan, akan semakin mengembangkan perilaku karyawan dalam bertindak. 8. Sosialisasi program STOP ini berjalan baik (90 %), dimana media sosialisasi yang digunakan adalah media visual. Selain itu, sosialisai program ini dilakukan baik oleh team leader atau sesama pekerja. Analisis hubungan sosialisasi dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil tidak signfikan bahwa tidak ada hubungan antara sosialisasi dan pembentukan perilaku pada pelaksanaan STOP. Jadi, sosialisasi tidak membentuk perilaku, hanya menjadi fasilitasi dalam menyampaikan pesan mengenai program ini pada karyawan. 9. Komunikasi yang dilakukan dalam program ini baik (88%) dilihat dari tata cara penyampaian pesan pada karyawan. Komunikasi ini baik secara horishontal maupun vertikal, sesama karyawan, maupun atasan dan bawahan. Analisis hubungan komunikasi dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil signfikan bahwa semakin baik komunikasi yang dilakukan, akan diikuti dengan perilaku yang aman. Ini juga telah sesuai karena STOP merupakan komunikasi, komunikasi antara sesama rekan kerja atau komunikasi antara atasan dan staff. Dengan adanya komunikasi secara dua arah, pekerja dilatih untuk lebih peka dalam mengamati lingkungan kerja sekitarnya. 10. Komitmen team leader dalam kepatuhan akan prosedur, reaksi pada umpan balik, keterbukaan dalam menerima ide, penyampaian isu keselamatan, dan kompetensi personal tergolong dalam kategori yang
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
87
komitmen baik 57%. Analisis hubungan komitmen dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil signfikan bahwa semakin baik komitmen dari manajemen, perilaku aman karyawan akan meningkat. Ini sesuai dengan STOP yang merupakan suatu komitmen manajemen. Berdasarkan hal ini, komitmen ini sudah dilaksanakan oleh karyawan. 11. Pengawasan yang dilakukan terhadap program ini masih kurang baik (47%). Analisis hubungan pengawasan dan perilaku dalam pelaksanaan STOP menunjukkan hasil tidak signfikan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan terhadap perilaku pelaksanaan STOP. Hal ini tidak sesuai dengan pengawasan manajemen yang mendukung dan menunjang perilaku dalam pelaksanaan STOP. 12. Pemberian sanksi dan reward telah baik dilakukan. PT. X Indonesia menerapkan pemberian reward dalam pelaksanaan program ini. Analisis hubungan
sanksi/reward
dan
perilaku
dalam
pelaksanaan
STOP
menunjukkan hasil tidak signfikan bahwa tidak ada hubungan antara sanksi dan reward terhadap perilaku pelaksanaan STOP. Ini sesuai dengan STOP bukan merupakan suatu hukuman. Pelaporan observasi perilaku dengan kartu STOP tidak boleh menyebutkan nama, jenis kelamin atau identitas lainnya yang mudah dikenal terhadap pekerja yang diobservasi. Namun, reward masih dibutuhkan dalam program ini sesuai dengan teori operant condition, dimana reinforcement dapat menguatkan perilaku seseorang. 13. Program STOP ini dinilai bermanfaat dalam mengembangkan budaya keselamatan di kalangan karyawan. Namun, masih terdapat hambatan dalam pelakasanaan program ini. 7.2 Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, ada beberapa hal yang dapat disampaikan, seperti : 1. Pengetahuan Untuk meningkatkan pengetahuan akan konsep dasar STOP, dapat dilakukan brainstroming antara karyawan dan team leader. Dengan
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
88
program ini, diharapkan karyawan mendapatkan input berupa edukasi dari team leader. Selain itu, kedua belah pihak juga dapat melakukan tukar pikiran. 2. Prosedur Prosedur yang ada memang sudah baik. Prosedur yang baik ini sebaiknya diperbaharui sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan jika sewaktuwaktu berubah, sehingga sifatnya dapat diaplikasikan pada semua golongan. Prosedur ini juga sebaiknya dibentuk dalam sebuah package atau manual handbook agar lebih menarik. 3. Pelatihan Dibutukan suatu refreshment training, semacam post test untuk mengingatkan karyawan. Selain itu, perlu dilakukan pemetaan pelatihan yang cocok sesuai dengan jabatan masing-masing pekerja. Ini dilakukan karena kebutuhan setiap level jabatan berbeda-beda dalam pelaksanaan program ini. Dengan pemetaan ini, pelatihan dapat sesuai target dan akan lebih fokus. 4. Sosialisasi Sosialisasi program sebaiknya dilakukan oleh team leader sesuai dengan roll out STOP. Team leader sebaiknya aktif memberi tahu mengenai program ini, sehingga dapat menuntun karyawan dalam melaksanakan program ini. 5. Komunikasi Hilangkan budaya sungkan dalam berkomunikasi. Karyawan mempunyai kecenderungan untuk takut mengatakan hal yang dilihat. Jika melihat hal yang tidak aman, sebaiknya karyawan berani untuk melakukan diskusi dan tidak segan untuk bertindak. Ini biasa pada komunikasi vertikal. Untuk itu, dibutuhkan suatu pengembangan komunikasi vertikal antara karyawan dan pimpinan. Ini dapat dilakukan dengan cara diskusi dalam forum atau meeting. 6. Pengawasan Pengawasan oleh team leader sebaiknya mengandung unsur partisipatif dari karyawan, sehingga tercipta sebuah simbosis mutualisme bagi kedua
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
89
belah pihak. Selain itu, perlu juga diadakan pengawasan feedback, untuk mendapatkan umpan balik dari karyawan mengenai pengawasan pelaksanaan program ini. 7. Komitmen Komitmen team leader sebaiknya tidak hanya membuat program, kebijakan, atau prosedur tetapi juga terlibat dalam setiap aktivitasnya. Team leader harus memastikan secara langsung sejauh mana aplikasi komitmennya berjalan dilapangan. Dengan keterlibatan manajemen, partisipasi dari karyawan akan meningkat. 8. Sanksi/reward Pemberian reward dapat tetap dipertahankan. Hal ini dilakukan untuk memotivasi karyawan untuk mengisi kartu STOP. Selain itu, pemberian reward dapat diadakan untuk setiap divisi dan untuk individu dalam divisi. Dalam hal ini maksudnya, diadakan perlombaan antar divisi dalam pelaksanaan program ini. Dengan perlombaan antar divisi, diharapkan dapat memacu kontribusi dari divisi yang kurang aktif menjadi aktif. 9. Masalah hambatan pelaksanaan STOP, seperti Penambahan jumlah kartu STOP pada tiap departemen agar kartu ini mudah didapatkan. Penyediaan kartu STOP ini disesuaikan dengan kerajinan suatu divisi dalam mengisi kartu STOP. Untuk itu, setiap divisi melalui STOP representatif perlu menetapkan kuota kartu yang dibutuhkan setiap bulannya. Kadangkala observasi tindakan yang tidak aman ditemukan secara tidak sengaja, sehingga ada kecenderungan untuk lupa menuliskan pada kartu STOP. Untuk mengatasi itu, sebaiknya observer menuliskan terlebih dahulu pada sebuah kertas/handphone, baru kemudian dituliskan pada kartu STOP. Program STOP ini memiliki kecenderungan target-oriented, dimana ada kecenderungan untuk merekayasa cerita. Untuk itu, sebaiknya karyawan mengembangkan cara observasi yang variatif agar tidak menemukan kejadian tidak aman yang sama untuk diamati.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
90
Untuk meningkatkan kualitas observer, karyawan dilatih untuk lebih peka pada keadaan yang tidak aman.Kualitas observer akan meningkat seiring dengan frekuensi pengamatan yang dilakukan. Orang akan lebih cepat tanggap
jika sering melakukan
pengamatan. Selain itu, dengan frekuensi pengamatan yang sering, dapat menumbuhkan insting keselamatan pada karyawan Menyediakan waktu untuk memperhatikan keselamatan. STOP tidak hanya terbatas dalam lingkungan kantor saja, tetapi juga di jalan raya ataupun di lingkungan rumah. Untuk itu, bagi karyawan yang sulit mencari sela-sela waktu dalam mengamati, bisa mencoba melakukan pengamatan pada saat istrihat atau saat pulang/pergi kantor Meningkatkan kesadaran pada diri individu dengan bantuan lingkungan kerja sebagai pendukung. Orang yang diamati kadangkala bersikap bebal dan melakukan pekerjaan yang tidak aman berulang-ulang. Ini karena STOP masih berupa kuantitas dan prosedur yang tidak dijalani dengan benar. Mengontrol pengamatan pada masing-masing observer agar tidak mengulang pengamatan yang sama Melakukan follow up untuk tindakan perbaikan dari pihak manajemen, kemudian dikomunikasikan pada karyawan.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
91
DAFTAR PUSTAKA
Bird, Frank. 1986. Practical loss control leadership. International Loss Control Institute Bureau of Labor Statistics. National Census of Fatal occupational injuries in 2008, US Department of Labor, News Release (August 20, 2009). www.bls.gov Bureau of Labor Statistics. October 2009. Workplace injuries and illnesses in 2008, US Department of Labor, News Release. www.bls.gov Burman, R. & Evans, A.J. 2008. Target Zero: A Culture of Safety. Defence Aviation Safety Centre Journal 2008, 22-27 CBI. 1991. Developing a Safety Culture. London : Confederation of British Industry Center for Chemical Process Safety. 1995. www.aiche.org (diunduh tanggal 11 April 2011 pukul 11.00) Canadian Centre for Occupational Health and Safety. 2008-2009. www.ccohs.ca Cooper, Dominic. 2000. Toward a Model of Safety Culture. Safety Science 36, 111-136. Pergamon Cooper, Dominic. 2000. Improving Safety Culture: A Practical Guide. Applied Behavioral Science Cooper, Dominic. 2002. Culture, A Model for understanding and Quantifying Difficult concept, Management. American Society for Safety Engineer, Professional Safety Colling, David A. 1990. Industrial Safety Management & Technology. New Jersey : Prenctice Hall Cox, S. & Cox, T. 1991. The Structure of Employee Attitudes to Safety - A European Example Work and Stress. 93 - 106. Geller, Scott. 2001. The Psychology of Safety Hand Book. Lewis Publisher Geller, Scott. 1994. Ten Principles for Achieving a Total Cafety culture. Professional Safety : ABI/Inform Global page 18 Geller, E. Scott. 2004. Behavior-based safety: A Solution to Injury Prevention: Behaviorbased safety 'empowers' Employees and Addresses the Dynamics of Injury Prevention. Risk & insurance. 15 Geller, E. Scott. 1998. Working Safe: How to Help People Actively Care for Health and Safety. Lewis Publishers Guldenmund, F. 2000. The Nature of Safety Culture : A Review of Theory and Research, Safety Science 34, 215-257. Pergamon Heinrich. 1980. Industrial accident prevention. New Jersey : McGraw-Hill
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
92
Health and Safety Executive. 2005. A review of safety culture and safety climate literature for the development of the safety culture inspection toolkit. Hopkins, Andrew. 2002. Safety Culture, Mindfulness and Safe Behaviour : Converging ideas? Australian National University IAEA. 2002. Safety culture in nuclear installations : Guidance for use in the enhancement of safety culture. International Safety Advisory Group (INSAG). 1991. Safety Culture, Safety Series No.75INSAG-4, IAEA International Safety Advisory Group (INSAG). 2002. Key Practical Issues in Strengthening Safety Culture, INSAG-15, IAEA Krause, Thomas. 2005. Leading with Safety. Hoboken, NJ, Wiley Publishing Company Kurniawidjaja, Meily. 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta : UI Press Munandar, Ashar Sunyoto. 1990. Psikologi Industri. Jakarta : UI Press Notoadmojo, Soekidjo. 2000. Promosi Pendidikan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta Reason, J. 1998. Achieving a Safe Culture: Theory and Practice Work and Stress, 12, 293 306. Roughton, James. 2002. Developing an Effective Safety Culture: A Leadership Approach (1st edition ed.). Butterworth-heinemann Rundmo, T. 1996. Associations Between Risk Perception and Safety. Safety Science 24, 107 - 209 Shappell, A. Scott dan Douglas A. Wiegmann. 2000. The Human Factors Analysis and Classification System – HFACS, US Department of Transportation, Federal Aviation Administration. Virginia : National Technical Information Service. Soehatman Ramli. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, OHSAS 18001 Stranks, Jeremy. 2006. The A-Z of Health and Safety. London : Thorogood Publishing Ltd Syaaf, Ridwan. 2001. Implementasi program pengembangan budaya K3 di tempat kerja. Tarrants, William. 1980. The Measurement of Safety Performance. New York : Garland STPM Press United Steelworkers of America. 2005. Not Walking the Talk: DuPont’s Untold Safety Failures. Allied-industrial, chemical and energy workers international union.
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
93
Wiemann, D., Zhang, H., Von Thaden, T., Gibbons, A. and Sharma, G. 2004. Safety Culture: An Integrative Review. International Journal of Aviation Psychology 14 (2): 117-134. NJ: Lawrence Earlbaum Associates. Zohar, D. 1980. Safety Climate in Industrial Organizations: Theoretical and Applied Implications. Journal of Applied Psychology, 65, 96 - 102. Zohar, D. 2002. The Effects of Leadership Dimensions, Safety Climate and Assigned Priorities on Minor Injuries in Work Groups. Journal of Organizational Behaviour, 23, 75 - 92. “Injury Prevention & Control: Data & Statistics.” www.cdc.gov
“Data statistik kecelakaan.” bataviase.co.id (diunduh tanggal 10 April 2011 pukul 15.00) “Investigation Report” www.csb.gov (diunduh tanggal 10 April 2011 pukul 15.00) “Human errors in fatal and serious occupational accidents in Finland”. www.informaworld.com (diunduh tanggal 19 April 2011 pukul 10.00) “Budaya keselamatan” ansn.bapeten.go.id (diunduh tanggal 11 April 2011 pukul 11.00) “Safety culture maturity model.” 2000. www.hse.gov.uk (diunduh tanggal 20 April 2011 pukul 11.00) “Safety Culture Maturity Model (SCMM).” www.iagc.org (diunduh tanggal 20 April 2011 pukul 11.10) “STOP Cards” www.pdo.co.om (diunduh tanggal 11 April 2011 pukul 19.00) “STOP Card” www.migas-indonesia.com (diunduh tanggal 19 April 2011 pukul 10.00) “STOP Training Package.” 2009. Jakarta : BP Indonesia www.bp.com
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
KUESIONER PENELITIAN Salam sejahtera bagi kita semua, Saya Gita, mahasiswa K3 FKM UI, saat ini saya sedang magang di Departemen HSE BP. Dalam tugas akhir ini, saya melakukan penelitian mengenai program STOP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan program STOP yang telah berjalan di lingkungan head office BP. Bersama ini saya memohon kesediaan Bapak/ Ibu/ Sdr untuk memberikan penilaian terhadap beberapa perrtanyaan dibawah ini. Saya sangat mengharapkan kesediaan waktu Anda untuk membantu saya dalam mengisi kuesioner ini. Penilaian yang Bapak/ Ibu/ Sdr berikan akan sangat membantu kelancaran penyusunan skripsi saya. Jawaban Bapak/ Ibu/ Sdr merupakan pendapat dan pandangan pribadi. Kuesioner ini hanya dibuat untuk penelitian semata tidak akan berpengaruh pada pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara Terima kasih atas kesediaan Bapak/ Ibu/ Sdr untuk memberikan penilaian terhadap pernyataan di dalam kuesioner. Divisi : Umur : Lama Kerja :
Prosedur 1. Dalam setiap pekerjaan, tentu ada prosedur kerja. Menurut Saudara, apakah prosedur yang berlaku sudah memadai untuk menjamin bekerja secara aman? a. memadai b. cukup memadai c. kurang memadai d. tidak memadai 2. Apakah prosedur kerja yang berlaku tersebut mencakup hal keselamatan kerja? a. Ya b. Tidak
3. Dalam prosedur kerja, jika melihat kondisi atau tindakan yang tidak aman, apa yang seharusnya dilakukan? a. menghentikan pekerjaan tersebut b. menghentikan pekerjaan tersebut dan melaporkan pada supervisi c. menegur orang tersebut d. tidak melakukan tindakan apapun 4. Apakah Saudara mengetahui tujuan dan sasaran BP di bidang HSE? a. Ya b. Tidak Pengetahuan 1. Apakah Saudara tahu mengenai tujuan jangka panjang dari penggunaan kartu STOP? a. mengobservasi tindakan/kondisi yang aman/tidak aman b. mencegah insiden c. membentuk komunikasi antar karyawan d. membentuk budaya yang selamat 2. Apakah manfaat dari penggunaan kartu STOP? a. kesadaran akan budaya keselamatan dalam diri pekerjameningkat b. komunikasi dua arah meningkat c. tingkat kecelakaan/inciden turun sampai 50-60 persen. d. semua benar 3. Apa motivasi Anda mengisi kartu STOP? a. memenuhi kuantitas target b. keinginan pribadi c. alasan keselamatan rekan kerja d. dorongan team leader e. mendapat intensif f. lain-lain 4. Berapa kali dalam sebulan Saudara mengisi kartu STOP? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali d. > 3 kali
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
5. Bagaimana cara menggunakan STOP Card? a. mengamati – memutuskan – berhenti – melakukan tindakan - melaporkan b. memutuskan – berhenti – mengamati – melakukan tindakan – melaporkan c. berhenti – memutuskan - mengamati – melakukan tindakan – melaporkan d. memutuskan - mengamati – melakukan tindakan – melaporkan – berhenti 6. Sebelum memutuskan melakukan pengamatan dengan kartu STOP, apa saja yang dipertimbangkan? a. tindakan aman/tidak aman b.orang yang diamati c. kondisi aman/tidak aman d. A,B,C dipertimbangkan 7. Setelah diobservasi, tindakan intervensi apa yang Saudara dilakukan pada objek pengamatan bila kondisi/tindakan tidak aman? a. diam saja b. menegur c. memberi tahu tindakan yang aman d. tidak peduli 8. Manakah yang merupakan kategori pengamatan dari kartu STOP? a. reaksi dan posisi seseorang, prosedur, kerapihan, APD, perlengkapan/peralatan b. tindakan atau kondisi yang aman dan tidak aman c. tindakan perbaikan dan pencegahan d. semua benar 9. Apa kategori pengamatan dalam kartu STOP mudah dimengerti? a. mudah dimengerti b. sulit dimengerti Persepsi bahaya Berikut adalah bahaya-bahaya yang muncul di lingkungan kerja, khususnya pada lingkungan perkantoran. Isilah dengan Saudara checklist, sesuai tingkat bahayanya, apakah bahaya tersebut dalam kategori tinggi, sedang, atau rendah.
Bahaya Ergonomi Bising Pencahayaan Elektrik Fire (kebakaran) Kerapihan ruangan Temperatur – AC Kualitas udara di ruangan Psikososial (stress kerja) Sick Building Syndrom Bencana alam (gempa bumi)
Tinggi
Sedang
Rendah
Komitmen 1. Menurut pandangan Saudara, bagaimana kepatuhan dan partisipasi dari team leader? a. mengabaikan kebijakan dan prosedur serta menghindari partisipasi dalam aktivitas K3 b. mengikuti kebijakan dan prosedur c. aktif dalam kegiatan K3 d. aktif dalam kegiatan K3 dan menunjukkan komitmen K3 e. mengikuti kebijakan, prosedur, mengikuti kegiatan K3, dan membuktikan dalam aktivitas pekerjaaan 2. Menurut pandangan Saudara, bagaimana pelaksanaan dari komitmen team leader? a. tidak konsisten dalam merespon kondisi yang tidak aman b. menghentikan tindakan yang tidak aman dalam keadaan mendesak dengan alasan keselamatan pribadi c. menghentikan tindakan yang tidak aman yang dalam keadaan mendesak untuk kepentingan pekerja lain. d. menghentikan tindakan yang tidak aman yang dilakukan orang lain e. menghentikan tindakan yang tidak aman yang dilakukan orang lain untuk menjamin keselamatan bersama
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
3. Menurut pandangan Saudara, bagaimana kompetensi personal dari team leader? a. tidak mengerti mengenai kepemimpinan b. hanya menggambarakan peraturan dalam sistem keselamatan dan mengembangkan kepemimpinan sesuai dengan kebutuhan c. mempunyai keterampilan kepemimpinan d. mengembangkan diri dengan mengikuti training kepemimpinan e. mengembangkan diri untuk meningkatkan keterampilan kepemimpinan 4. Apakah team leader menyediakan fasilitas umpan balik (feedback)? a. hanya menyediakan fasilitas umpan balik setahun sekali b. menyediakan fasilitas umpan balik 6 bulan sekali c. menyediakan fasilitas umpan balik jika diminta d. menyediakan fasilitas umpan balik secara teratur setiap bulan e. menyediakan fasilitas umpan balik yang spesifik dalam rentang waktu 1 minggu 5. Apakah reaksi team leader dalam menerima umpan balik (feedback) dari karyawan? a. reaksi negatif pada umpan balik yang diterima b. reaksi positif dan penerimaan yang baik terhadap umpan balik yang diterima c. menerima umpan balik dan melakukan perubahan d. mencoba mengumpulkan umpan balik dari orang banyak e. menerima umpan balik dari banyak karyawan dan melakukan perubahan
6. Apakah team leader mendengarkan ide dan masukan dari karyawan? a. Jarang mendengarkan ide dan masukan pada karyawan b. Aktif mendengarkan ide dan masukan dari karyawan c. Mencari tahu dan mendengarkan ide karyawan dari sudut pandang yang berbeda d. Mendorong pekerja untuk mengumpulkan isu tentang keselamatan e. Mendorong pekerja untuk mengumpulkan isu tentang keselamatan dari sudut pandang yang berbeda dan mendorong sesama team leader untuk melakukan hal sejenis. 7. Apakah team leader menyampaikan isu keselamatan diinformasikan pada karyawan? a. Jarang menginformasikan tentang isu keselamatan pada karyawan b. Kadang-kadang menginformasikan mengenai isu keselamatan pada karyawan c. Menginformasikan isu keselamatan secara teratur dalam rapat d. Menyediakan informasi mengenai safety yang terbaru dan relevan e. Menyediakan informasi mengenai safety yang terbaru dan relevan secara efektif
Sosialisasi 1. Darimanakah Saudara tahu mengenai program STOP ini? a. Team leader b. Rekan kerja c. Lain lain, sebutkan... 2. Apakah sosialisasi program STOP ini sudah berjalan dengan baik? a. Sudah baik b. Cukup baik c. Kurang baik 3. Apakah ada media komunikasi yang digunakan dalam sosialisasi program ini? a. Ya b. Tidak
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
4. Apa saja media komunikasi yang digunakan dalam sosialisasi program ini? a. media verbal (dari mulut ke mulut) b. Media visual (poster atau publikasi lainnya) Pengawasan 1. Apakah team leader mengetahui kondisi lingkungan kerja dan pekerja dengan baik? a. Ya b. Tidak 2. Apakah team leader mempunyai komitmen terhadap safety? a. Ya b. Tidak 3. Bagaimana komitmen team leader ini ditunjukan? a. dengan adanya kebijakan b. dengan adanya prosedur c. dengan adanya program kerja d. dengan adanya partisipasi dalam aktivitas keselamatan, seperti safety meeting 4. Apakah Team leader mendorong pekerja untuk melakukan observasii pada tindakan/kondisi yang tidak aman? a. Ya b. Tidak
Komunikasi 1. Bagaimana cara Saudara dalam menyampaikan pengamatan dalam kartu STOP pada orang yang sedang diamati? a. langsung menjelaskan tindakan aman/tidak aman yang dilakukan b. langsung memberhentikan pekerjaan yang dilakukan c. melakukan pendekatan terlebih dahulu setelah itu menyampaikan hasil pengamatan d. tidak menyampaikan pesan keselamatan setelah melakukan pengamatan 2. Jika Saudara sedang mengamati tindakan yang tidak aman, apakah Saudara memberikan solusi pada orang yang diamati bagaimana seharusnya tindakan yang aman? a. iya b. tidak 3. Jika Saudara mengamati tindakan yang tidak aman, apakah Saudara menyampaikan bahaya dan risiko pada orang yang diamati jika melakukan tindakan tersebut? a. iya b. tidak Pelatihan
5. Apakah team leader menyediakan sumber daya dan waktu untuk partisipasi karyawan dalam mengerjakan budaya selamat? a. Ya b. Tidak 6. Apakah team leader sering memantau pekerjaan saudara? a. selalu memantau b. Kadang-kadang c. Jarang d. Tidak pernah 7. Apakah team leader pernah memberi tahu mengenai bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja? a. pernah b. Tidak pernah 8. Apakah Team leader pernah mengingatkan Saudara jika dalam kondisi yang tidak aman? a. pernah b. Tidak pernah
1. Apakah Saudara pernah mendapatkan pelatihan mengenai STOP? a. Pernah b. Tidak pernah 2. Jika pernah mendapatkan pelatihan mengenai STOP, metode pelatihan apa yang digunakan? a. kuliah umum b. simulasi/role play c. diskusi kelompok d. studi kasus e. Lain-lain : ____________ 3. Jika Saudara tidak mendapatkan pelatihan STOP, bagaimana cara Saudara tahu mengenai penggunaan kartu STOP? a. petunjuk dari team leader b. belajar sendiri dari buku atau internet c. diskusi kelompok d. lain-lain : ____________
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
4. Menurut Saudara, apakah pelatihan mengenai STOP dibutuhkan? a. Ya b. Tidak Sanksi/Reward 1. Bagaimana pendapat Saudara jika ada kewajiban untuk mengisi kartu STOP? a. setuju b. tidak setuju 2. Bagaimana pendapat Saudara jika pekerja yang tidak berpartisipasi mengisi kartu STOP mendapatkan sangksi dari atasan? a. setuju b. tidak setuju 3. Apakah Saudara setuju dengan pemberian reward bagi karyawan yang mengisi kartu STOP sesuai dengan target? a. setuju b. tidak setuju 4. Menurut Saudara, apakah sangksi dan penghargaan itu diperlukan untuk meningkatkan pengisian kartu STOP? a. perlu b. tidak perlu
Penutup 1. Menurut Saudara, objek apakah yang diamati kartu STOP? a. perilaku aman/tidak aman b. kondisi aman/tidak aman c. dua-duanya d. tidak tahu 2. Apakah kategori pengamatan yang diamati pada kartu STOP sudah sesuai dengan kondisi lingkungan kerja Saudara? a. sesuai b. tidak sesuai 3. Menurut Saudara, apakah program yang STOP yang sudah berjalan di BP berjalan dengan efektif? a. Ya, alasan..... b. Tidak, alasan..... 4. Apakah program STOP ini bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran akan budaya keselamatan di lingkungan kerja dan diantara pekerja? a. Bermanfaat b. Minim manfaat c. Tidak bermanfaat
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Gambar Kartu STOP
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
SPU Leader
VP Exploration
VP Resources
VP Developmen t
VP Operation
VP HSSE & Engineering
VP OBO
VP Vietnam
VP Indonesia
CFO
VP HR
Tax
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011
Analisis Faktor..., Argihta Marettia, FKM UI, 2011