FAKTOR-FAKTOR EXPERIENTIAL MARKETING DAN EMOTIONAL BRANDING (EXEM) YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBENTUKAN LOYALITAS KONSUMEN KAFE KOPI X
Oleh : KRISHNA PADJA KURNIAWAN A 14104103
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
RINGKASAN KRISHNA PADJA KURNIAWAN. Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang Dipertimbangkan dalam Pembentukan Loyalitas Konsumen Kafe Kopi X. (Di bawah bimbingan JAJAH K. WAGIONO). Kopi merupakan salah satu komoditas yang penting bagi perekonomian dunia. Hal ini terlihat dari jumlah konsumsi kopi per gelasnya yang mencapai 500 milyar gelas per tahun dengan total produksi kopi dunia adalah sebesar 7.80 juta ton pada tahun 2006. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia (gram/kapita/hari) komoditas kopi selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan sebuah peluang pasar yang sangat baik, terutama bagi para pengusaha agribisnis untuk mengembangkan komoditas kopi menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah. Di seluruh dunia jumlah penjual kopi termasuk kafe-kafe, kios dan pabrik pengeringan kopi berjumlah sekitar 17.400 unit dengan total penjualan 8.96 milyar dolar di tahun 2003. Di Indonesia sendiri, tiap tahun jumlah restoran pun mengalami peningkatan sehingga menyebabkan restoran-restoran kopi tersebut harus bersaing untuk mendapatkan konsumen dan mempertahankan loyalitas konsumen yang sudah ada. Dengan demikian, restoran-restoran ini harus menerapkan berbagai strategi pemasaran dan strategi merek dalam mendapatkan, memuaskan dan mempertahankan konsumen agar loyal terhadap mereknya masing-masing. Salah satu restoran kopi yang unik dan merupakan restoran kopi yang murni dimiliki dan dikelola oleh orang Indonesia adalah Kafe kopi X. Seiring perkembangan gerai-gerai Kafe kopi X yang ada, beberapa gerai Kafe kopi X juga mengalami penutupan. Padahal jumlah restoran atau Kafe kopi saat ini sedang mengalami peningkatan, artinya tingkat persaingan pun semakin meningkat pula. Ha ini mengharuskan Kafe kopi X untuk mampu bersaing dengan pesaing-pesaing sejenis baik yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri. Demi mendekatkan, mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal, maka produsen melalui produknya perlu menghadirkan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan kepada konsumen dan juga membuat merek mereka selalu berada dalam benak konsumen, yang kesemuanya itu tercakup ke dalam bagian Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) menjadi komponen utama dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X dan menganalisis faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) utama yang paling dominan dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X. Penelitian dilaksanakan di Kafe kopi X cabang Mal Kelapa Gading 2, Jakarta. Data primer diperoleh dari kuisioner yang disebarkan kepada para konsumen yang ada di restoran pada saat penelitian dan hasil wawancara dengan pihak manajemen PT. XYZ. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur beberapa skripsi, internet dan buku yang berkaitan dengan materi penelitian. Jumlah contoh yang diambil adalah 100 orang dengan tingkat
kesalahan pengambilan contoh sebesar 10 persen. Metode skala pengukuran dengan menggunakan skala likert. Data diolah dengan menggunakan analisis faktor dengan metode analisis komponen utama untuk mereduksi faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding yang dipertimbangkan oleh konsumen Kafe kopi X. Hasil analisis berupa skor faktor dari masing-masing komponen utama yang terbentuk. Hasil tersebut digunakan sebagai variabel independen pada analisis diskriminan. Analisis diskriminan digunakan untuk dapat mengelompokkan faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X. Sebagai variabel dependen dari analisis ini adalah bentuk perilaku pasca pembelian. Faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding yang dipertimbangkan oleh konsumen Kafe kopi X yang terdiri dari 22 faktor dapar direduksi menjadi 4 faktor komponen utama. Komponen utama yang dihasilkan yaitu komponen utama satu yaitu sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), kualitas ke preferensi (X16), relate (X5), produk ke pengalaman (X14), kejujuran ke kepercayaan (X15). Komponen utama dua yaitu komunikasi ke dialog (X21), website (X11), fungsi ke perasaan (X19), kemasyuran ke aspirasi (X17), pelayanan ke hubungan (X22), konsumen ke manusia (X13), ubikuitas ke kehadiran (X20). Komponen Utama tiga yaitu identitas (X7), komunikasi (X6), orang (X12), dan produk (X8). Komponen utama empat yaitu co-branding (X9), lingkungan (X10), dan identitas ke kepribadian (X18). Faktor yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan grup pasca pembelian repeat costumer adalah faktor komponen utama dua. Untuk faktor komponen utama yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan grup pasca pembelian clients dan advocates adalah faktor komponen utama empat. Saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Faktor co-branding yang dilakukan oleh Kafe kopi X perlu ditingkatkan. Pelaksanaan co-branding Kafe kopi X dengan salah satu bank nasional terkemuka sebagai bentuk promo harga dapat terus ditingkatkan. Hal ini karena terbukti bahwa faktor co-branding merupakan faktor utama yang dominan dipertimbangkan dalam bentuk loyalitas konsumen yang tetap tidak terpengaruh terhadap produk pesaing (clients) dan membentuk konsumen yang dapat merekomendasikan Kafe kopi X kepada orang lain (advocates). Penelitian selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan meneliti co-branding yang dilakukan antara Kafe kopi X dan bank tersebut, atau bentuk-bentuk co-branding yang lainnya.
FAKTOR-FAKTOR EXPERIENTIAL MARKETING DAN EMOTIONAL BRANDING (EXEM) YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBENTUKAN LOYALITAS KONSUMEN KAFE KOPI X
Oleh : KRISHNA PADJA KURNIAWAN A 14104103
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang Dipertimbangkan dalam Pembentukan Loyalitas Konsumen Kafe Kopi X Nama
: Krishna Padja Kurniawan
NRP
: A 14104103
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Jajah K. Wagiono, M.Ec NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL FAKTOR-FAKTOR EXPERIENTIAL MARKETING DAN EMOTIONAL
BRANDING
(EXEM)
YANG
DIPERTIMBANGKAN
DALAM PEMBENTUKAN LOYALITAS KONSUMEN KAFE KOPI X, BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Mei 2008
KRISHNA PADJA KURNIAWAN NRP. A 14104103
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juni 1986 dari Ayah H. Bambang Edi Purnomo dan Ibu Suhaemi. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU N 68 Jakarta Pusat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima di Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi dan kepanitiaan. Diantaranya adalah menjadi anggota departemen PR (public relation) MISETA tahun 2005, kepanitian masa perkenalan fakultas pertanian, masa perkenalan kampus dan yang terakhir adalah sebagai wakil ketua dalam field trip mahasiswa manajemen agribisnis angkatan 41 ke Jawa dan Bali (AA’ Rodjali). Selain itu penulis juga pernah menjadi crew dan penyiar di radio komunitas IPB Agri FM pada tahun 2005-2006. Berkat pengalaman tersebut, penulis juga sering diminta untuk menjadi master of ceremony (MC) pada beberapa acara yang dilakukan oleh mahasiswa maupun program studi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan kakak penulis yang telah memberikan dukungan yang tak pernah putus selama penulsi menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bimbingan dari Ir. Jajah K. Wagiono, M.Ec yang telah bersedia memberikan arahan dan masukan-masukan agar penelitian ini dapat selesai dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap semoga hasil peneltian ini dapat memberikan manfaat yang berarti.
Bogor, Mei 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Mama dan Papa, atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan yang tak pernah henti. Semoga Allah selalu memberikan karunia-Nya kepada kita sekeluarga, Amien. 2. Mba Luki dan Mas Galuh, yang telah memberikan dukungan dan masukanmasukan kepada penulis serta kasih sayang yang juga tak pernah putus. 3. Ir. Jajah K. Wagiono, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan-masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan saran serta kritik dalam menyempurnakan skripsi ini. 5. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan masukan-masukan dalam perbaikan penulisan skripsi ini. 6. Ibu Tessa dari PT. XYZ yang telah membantu penulis dalam proses perizinan dalam turun lapang di Kafe kopi X. Pak Ali, Pak Ikhsan, Pak Emil dan seluruh karyawan Kafe Kopi X cabang MKG2 yang telah membantu penulis dalam proses turun lapang untuk mendapatkan responden. 7. Staff dosen pengajar PS Agb, makasih bwt ilmunya dan kesabarannya.. 8. Sahabat-sahabat ku, Mita (for all of the things we’ve done), Fadhel (for all supports and suggest), Randi (for all the help and cheerfulness,hehe..), Deris. (for making me ur best friend). Terima kasih atas persahabatan selama ini, semua yang pernah kita lalui tidak akan ku lupakan. Semoga persahabatan kita dapat terus berlanjut di kemudian hari. 9. Fanny , Widy, Sastrow, Suci, Rani, Nunk, Intan, Tere, Agnes, Pretty, (orangorang ini, klo udah ngumpul,,deuh rame banget..!!) 10. Utari & yudhi (yg udah bersedia direpotin gara2 seminar ku), tedjo (diskusi tentang kehidupan secara mendalam yang cuma kita aja yang ngerti,,hehe..)
11. Yoga (kerjasama di AA’ Rodjali, Top Banget... thx juga buat motor lu yg siap gw pinjam kapan aja..hehehe), Mamieq & Ragil (semoga langgeng,,amien..), Dinna (temen seperjuangan dari SMA), Anggoy (yang ngehibur banget waktu gw lagi puyeng,,hehehe), Gery, Duta, Aliy (gerombolan bahbengket yang kompak bgt..) 12. Nunik, Kiki, Erik (Temen-temen seperjuangan... tetap semangat ya,,,), Wahid (yang sabar diskusi skripsi sm gw, makasih laptopnya ya bwt seminar n sidang) 13. AA’ Rodjali 2K8 ’s Crew,, bersama kalian gw tau gimana rasanya berjuang sama-sama bwt dapatin tujuan qt, mulai dari ngamen, jualan baju, bazar, sampe ngliat kalian muter2 jakarta. Pengalaman di perjalanan juga ga bisa gw lupain, seru bgt, sweet bgt..!! thx guys..!! thx gals..!! Refresh Ur Heart, Mind and Soul.. 14. Teman-teman Agb yang lain Nurani, Arisman, Dini, Kasep, Cumi, Cimaey, Bekem, Menik, Lia, Taufik, Tifa, Widya, Dita, Mega, Icank, Mela, Chika, Wahyu, Ine, Testi, Acuy, Endang, Mimi, Agus, Remmy, Wanti, Neneng, Dani, Luqman, Bapuq, Pakde, Rangga, Nanien, Dika, Bibib, Rini, Cahyo, Jadul, Fandy, Ipung, Harritz, Icha, Yessica, Vernov, Tika, Yuz, Efendy, Triyadi, Nunu, Evan, saut, Sevia, Tutik, Rizal. (dan semua temen2 yang namanya lupa kesebut..maaf yaa..) 15. AA Crew (Uda Roni, Fandra, Ucup, Doni, Uda Novit, Edo, Agung, Bang Harun, Adit, pokoknya semuanya), makasih bwt dukungan selama kita seatap, hehehe... 16. Teman-teman KKP Begawat, Abi, Eka, Novi, Mega, Tri, Lenny. Makasih udah mempercayakan kordes ke gw, semoga gw ga mengecewakan kalian. 17. Mba Dian, Mba Dewi, Teh Ida, Pak Ucup yang udah bantu dalam proses administrasi biar segala urusan lancar... 18. Semua pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala doa, dukungan dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis.
DAFTAR ISI . Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv I PENDAHULUAN.................................................................................. 1.1. Latar Belakang............................................................................ 1.2. Perumusan masalah..................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian........................................................................ 1.4. Kegunaan Penelitian................................................................... II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2.1. Kopi............................................................................................. 2.1.1. Sejarah Kopi................................................................... 2.1.2. Aspek Budidaya Tanaman Kopi................................... 2.1.3. Proses Pengolahan Kopi................................................ 2.1.4. Kopi dari Sudut Kesehatan............................................ 2.2. Pengertian Experiential Marketing............................................. 2.3. Pengertian Emotional Branding.................................................. 2.4. Loyalitas Konsumen................................................................... 2.5. Penelitian Terdahulu................................................................... III KERANGKA PEMIKIRAN.................................................................. 3.1. Kerangka pemikiran teoritis....................................................... 3.1.1. Teori Permintaan Individu............................................. 3.1.2. Perilaku Konsumen ....................................................... 3.1.3. Pemasaran...................................................................... 3.1.4. Experiential Marketing dan Emotional Branding……. 3.1.5. Branding dengan Emotional Branding.......................... 3.1.6. Hubungan EXEM terhadap Loyalitas Konsumen.......... 3.1.7. Variabel Penelitian......................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional............................................... IV METODE PENELITIAN....................................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................... 4.2. Jenis dan Sumber Data............................................................... 4.3. Teknik Penentuan Jumlah Sampel.............................................. 4.4. Metode Skala Pengukuran.......................................................... 4.5. Pengolahan dan Analisis Data.................................................... 4.5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas......................................... 4.5.2. Analisis Deskriptif......................................................... 4.5.3. Analisis Faktor............................................................... 4.5.4. Analisis Diskriminan..................................................... 4.6. Definisi Konstitutif dan Operasional.......................................... V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN............................................... VI HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 6.1 Profil Responden….. ………………………………………….
1 1 5 9 10 11 11 11 12 14 15 17 20 21 25 29 29 29 34 42 45 50 52 54 58 61 61 61 62 63 63 64 65 66 68 69 71 75 75
6.1.1. Jenis Kelamin dan Usia Responden….……………..… 6.1.2. Tingkat Pendidikan Responden……………………..… 6.1.3. Pekerjaan Responden…………………………….…… 6.1.4. Rata-Rata Penghasilan Responden tiap Bulan............... 6.2. Uji Validitas dan Reliabilitas..................................................... 6.3. Identifikasi Faktor-Faktor EXEM yang Dipertimbangkan Konsumen di Kafe kopi X.......................................................... 6.4. Komponen Utama Faktor-Faktor EXEM yang Dipertimbangkan Konsumen Kafe Kopi X................................ 6.4.1. Komponen Utama satu................................................... 6.4.2. Komponen Utama dua.................................................... 6.4.3. Komponen Utama tiga.................................................... 6.4.4. Komponen Utama Empat............................................... 6.4.5. Penentuan Skor Faktor................................................... 6.5. Faktor-Faktor EXEM yang Dipertimbangkan dalam Pembentukan Loyalitas Konsumen Kafe kopi X....................... 6.5.1 Analisis Diskriminan ..................................................... 6.5.2 Uji Kelayakan Variabel.................................................. 6.5.3 Faktor-Faktor EXEM yang Dominan Dipertimbangkan dalam pembentukan Loyalitas Konsumen Kafe kopi X. VII KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 7.1. Kesimpulan ………………………………………………….. 7.2. Saran............................................................................................ DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... LAMPIRAN......................................................................................................
75 76 77 77 78 79 80 81 86 90 92 93 94 95 96 98 101 101 102 103 106
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Negara-negara 10 besar produsen kopi di dunia.................................. 1 2 Karakteristik ekonomi dari komoditas kopi di Indonesia..................... 3 3 Luas area produksi tanaman kopi (ha) di indonesia tahun 2000-2007. 3 4 Pertumbuhan jumlah restoran di Indonesia tahun 1997-2005.............. 4 5 Keuntungan dan kerugian mengkonsumsi kopi dari sudut kesehatan.. 16 6 Operasionalisasi variabel...................................................................... 56 7 Operasionalisasi variabel dalam pertanyaan........................................ 57 8 Jenis dan sumber data……………………………………………….. 61 9 Urutan nilai communality masing-masing variabel.............................. 80 10 Variabel penciri dan nilai loading komponen utama........................... 81 11 Classification function coefficients....................................................... 99
DAFTAR GAMBAR Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Halaman Roda Loyalitas……………………………………………………….. 23 Kurva Indiferens................................................................................... 30 Kendala Anggaran................................................................................ 31 Maksimisasi Utilitas............................................................................. 32 Peta Kurva Indiverens Individu (A) dan Kurva Permintaan (B)......... 33 Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen.......................... 35 Tahapan Proses Keputusan Pembelian................................................ 40 Konsep Pemasaran............................................................................... 42 Jalur Distribusi Perdagangan Kopi Rakyat.......................................... 44 Jalur Distribusi Perdagangan Kopi Besar............................................ 45 Kerangka Pemikiran Operasional........................................................ 60 Diagram Jenis Kelamin Responden..................................................... 75 Diagram Usia Responden.................................................................... 76 Diagram Tingkat Pendidikan Responden............................................ 76 Diagram Jenis Pekerjaan Responden.................................................. 77 Diagram Penghasilan Rata-Rata Per Bulan......................................... 78
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Kuisioner Penelitian............................................................................... 107 2 Ringkasan Penelitian Terdahulu............................................................ 110 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas....................................................... 114 4 Hasil Output Principal Component Analysis…………………………….. 116 5 Hasil Output Analisis Diskriminan…………………………………… 119
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas yang penting bagi perekonomian dunia. Hal ini terlihat dari jumlah konsumsi kopi per gelasnya yang mencapai 500 milyar gelas per tahun. Selain itu juga tercatat ada 25 juta produsen kecil di seluruh dunia yang meggantungkan hidup pada komoditas kopi (Wikipedia, 2007). United Nations Food and Agriculture Organization (FAO) dalam wikipedia (2007) mencatat total produksi kopi dunia adalah sebesar 7.80 juta ton pada tahun 2006 dengan persebaran produksi kopi terbesar dunia diklasifikasikan kepada negara sepuluh besar produsen kopi dunia. Brazil merupakan negara terbesar pertama yang memproduksi kopi di dunia diikuti oleh Vietnam, Kolombia, Indonesia, Meksiko, India, Ethiopia, Guatemala, Honduras dan Peru (Wikipedia, 2007). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan untuk konsumsi kopi, sepertiga dari konsumsi dunia terjadi di Amerika utara dan Eropa. Tabel 1 Negara-Negara 10 Besar Produsen Kopi di Dunia No. Negara Produksi (juta ton) 1. Brazil 2.59 2. Vietnam 0.85 3. Kolombia 0.70 4. Indonesia 0.65 5. Meksiko 0.29 6. India 0.27 7. Ethiopia 0.26 8. Guatemala 0.26 9. Honduras 0.19 10. Peru 0.17 11. Lain-lain 1.57 Total produksi dunia 7.80 Sumber : FAO 2006
Indonesia sebagai negara yang menempati peringkat ke-empat produsen kopi terbesar di dunia memiliki berbagai karakteristik ekonomi dari komoditas ini. Dari Tabel 2 dapat kita lihat bahwa produksi mengalami kenaikan sampai tahun 2002 menjadi 682019.00 (1000 ton) dan mulai menurun untuk tahun-tahun selanjutnya hingga tahun 2005. Produksi kopi kemudian meningkat kembali di tahun 2006 sebesar 1.9 persen menjadi 652668.00 (1000 ton). Indonesia juga mengekspor komoditas kopinya ke berbagai negara dan tercatat mengalami kenaikan tiap tahunnya hingga tahun 2005 yaitu menjadi 498372.00 (1000 dollar). Pada tahun 2001 terjadi penurunan yang sangat signifikan dari nilai ekpor tahun 2000 yaitu sebesar 40.8 persen menjadi 184627.68 (1000 dollar). Selain mengekspor, Indonesia juga melakukan impor kopi, namun nilai impor ini jauh lebih kecil daripada nilai ekpor itu sendiri. Nilai impor hanya mengalami kenaikan pada tahun 2003 sebesar 1.5 persen namun mengalami penurunan yang sangat signifikan pada tahun 2005 sebesar 56.25 persen. Nilai impor yang cenderung menurun mungkin saja terjadi karena komoditas kopi yang biasa dikonsumsi di dalam negeri sebelumnya masih berasal dari negara lain tapi kali ini telah dapat dipenuhi oleh produsen-produsen dalam negeri. Tingkat konsumsi masyarakat (gram/kapita/hari) komoditas kopi selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun (Tabel 2). Hal ini merupakan sebuah peluang pasar yang sangat baik, terutama bagi para pengusaha agribisnis untuk mengembangkan komoditas kopi menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah. Sedangkan untuk harga kopi yang diterapkan oleh produsen di Indonesia mengalami fluktuasi yang beragam dari tahun ke tahun. Besarnya fluktuasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Ekonomi dari Komoditas Kopi di Indonesia Produksi Nilai Ekpor Nilai Tingkat Harga (1000 ton) (1000 dollar) Impor konsumsi produsen (1000 (gr/kapita/ hari) (dollar/ton) dollar) 2000 554574.00 312220.00 10664.00 2.73 917.48 2001 569234.00 184627.68 4650.00 3.19 762.80 2002 682019.00 218907.00 3700.00 3.65 580.90 2003 663571.00 251252.00 3758.00 4.07 660.80 2004 647385.00 283327.00 4698.00 4.45 646.75 2005 640365.00 498372.00 2055.00 4.82 658.74 2006 652668.00 Sumber : Food and Agricultural Organization (2007) Luas area produksi tanaman kopi di Indonesia pernah mengalami penurunan di tahun 2003 dan 2005, namun kemudian mengalami kenaikan di tahun berikutnya yaitu di tahun 2004 dan 2006 (Tabel 3). Kendati adanya fluktuasi terhadap luas area budidaya tanaman kopi, namun dapat dikatakan bahwa rakyat Indonesia masih mempercayakan komoditas kopi sebagai komoditas yang memiliki peluang baik untuk dibudidayakan. Hal ini dapat dilihat dari luas area budidaya tanaman kopi yang diperkirakan meningkat cukup baik sebesar 1.27 persen pada tahun 2007 dan tentu saja kenaikan luas area di tahun berikutnya setelah terjadi penurunan luas area. Tabel 3. Luas Area Produksi Tanaman Kopi di Indonesia Tahun 2000-2007 Luas Area (Ha) Tahun Perkebunan Perkebunan Besar Perkebunan Besar Total Rakyat Nasional Swasta 2000 1.192.322 40.645 27.720 1.260.687 2001 1.258.628 26.954 27.801 1.313.383 2002 1.318.020 26.954 27.210 1.372.184 2003 1.240.222 26.597 25.091 1.291.910 2004 1.251.326 26.597 26.020 1.303.943 2005 1.202.392 26.641 26.239 1.255.272 2006* 1.210.445 26.776 26.405 1.263.203 2007** 1.225.793 27.116 26.385 1.279.220 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2007) *) Angka sementara **) Estimasi dengan Model Double Exponential Smoothing
Agribisnis kopi di Indonesia dapat dikatakan memiliki peluang untuk diusahakan, hal ini terlihat dari kenaikan konsumsi yang senantiasa meningkat tiap tahunnya (Tabel 2). Keadaan demikian tentu saja mempengaruhi banyaknya produsen kopi dalam bentuk bubuk ataupun dalam bentuk restoran kopi. Di tahun 2005 tercatat ada 145 perusahaan perkebunan yang mengusahakan komoditas kopi (BPS, 2006). Banyaknya produsen ini menyebabkan tingkat persaingan semakin ketat dan mengharuskan produsen untuk melakukan berbagai usaha untuk menjadikan mereknya sebagai merek yang tetap berada pada pilihan konsumen. Tabel 4. Pertumbuhan Restoran di Indonesia Tahun Jumlah Restoran 1997 9.520 1998 9.798 1999 9.926 2000 10.135 2001 10.386 2002 10.674 2003 10.927 2004 10.953 2005 11.016 Sumber : Badan Pusat Statistik (2005)
Pertumbuhan (persen) 2,92 1,31 2,11 2,48 2,77 2,37 0,24 0,58
Salah satu subsistem dalam sistem agribisnis kopi adalah restoran kopi yang berada pada subsistem agribisnis hilir. Di seluruh dunia jumlah penjual kopi termasuk kafe-kafe, kios dan pabrik pengeringan kopi berjumlah sekitar 17.400 unit dengan total penjualan 8.96 milyar dolar di tahun 2003 (Wikipedia, 2007). Restoran-restoran dan pabrik-pabrik kopi ini telah menguasai pasar dan memiliki tempat sendiri di mata konsumen mereka. Di Indoesia sendiri, tiap tahun jumlah restoran pun mengalami peningkatan (Tabel 4). Seiring dengan meningkatnya jumlah restoran-restoran yang ada, persaingan pun akan senantiasa meningkat sehingga menyebabkan restoran-restoran kopi tersebut harus bersaing untuk
mendapatkan konsumen dan mempertahankan loyalitas konsumen yang sudah ada. Demi mendekati, mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal, maka produsen melalui produknya perlu menghadirkan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan kepada konsumen (Sutisna, 2005). Selain itu, saat ini dunia pemasaran berkembang menuju pola pemusatan kepada konsumen, bukan lagi pada produk yang mereka jual semata untuk memuaskan konsumen mereka hingga membuat konsumen loyal terhadap merek mereka (Gobé, 2005).
1.2. Perumusan masalah Restoran kopi atau Kafe kopi di Indonesia saat ini terdiri atas Kafe kopi yang diusahakan oleh pengusaha luar negeri dan oleh pengusaha dalam negeri. Kafe kopi luar negeri antara lain Starbucks Coffee, Coffee Bean and Tea Leaf, Famous Amos, Wiens Caffee, Gloria Jeans, Cup & Cino, Ya Kun, Caswell’s fine, Dakken Coffee and Steak, William Caffe, dan Scoops Gourmet Coffee Shops. Sedangkan pengusaha dalam negeri yang juga patut diperhatikan adalah Kafe Excelso atau ada juga Bakoel Koffie (Raharjo, 2004). Banyaknya restoran kopi sejenis
menyebabkan
terjadinya
persaingan
yang
semakin
ketat
dan
mengharuskan restoran-restoran ini untuk menerapkan berbagai strategi pemasaran
dan
strategi
merek
dalam
mendapatkan,
memuaskan
dan
mempertahankan konsumen agar loyal terhadap mereknya masing-masing. Salah satu restoran kopi yang unik dan merupakan restoran kopi yang murni dimiliki dan dikelola oleh orang Indonesia adalah Kafe kopi X. Jumlah gerai Kafe kopi X saat ini telah mencapai lebih dari 50 buah gerai yang tersebar lebih dari 15 kota di Indonesia dan saat ini sedang mengekspansi pasar luar
negeri. Kafe kopi X menjadi berkembang karena membidik sasaran pasar yang jelas dengan mengembangkan konsep pelayanan yang disesuaikan dengan potensi lokasi yang ada serta daya beli masyarakat sekitarnya. Hal ini terbukti dengan membuat tiga jenis gerai kopi dengan target pasar dan positioning berbeda, yaitu Kafe kopi X, X Express dan de’ X. Namun seiring perkembangan gerai-gerai Kafe kopi X yang ada, beberapa gerai Kafe kopi X juga mengalami penutupan. Hal ini terjadi beberapa tahun belakangan. Padahal jumlah restoran atau Kafe kopi saat ini sedang mengalami peningkatan, artinya tingkat persaingan pun semakin meningkat pula. Kondisi persaingan dari restoran kopi sejenis yang bermunculan dengan beragam strategi pemasaran yang juga tak kalah hebatnya, membuat Kafe kopi X harus mampu bersaing dengan pesaing-pesaing sejenis baik yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri. Dalam usaha meningkatkan dan mempertahankan pangsa pasar, Kafe kopi X hendaknya mengetahui secara mendalam mengenai perilaku konsumen
sasaran
tersebut.
Demi
mendekatkan,
mendapatkan
dan
mempertahankan konsumen loyal, maka produsen melalui produknya perlu menghadirkan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan kepada konsumen dan juga membuat merek mereka selalu berada dalam benak konsumen, yang kesemuanya itu tercakup ke dalam bagian Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM). Restoran kopi atau Kafe kopi dapat dikatakan memiliki keunikan karena berawal dari kopi yang dalam pelaksanaan bentuk penawarannya dapat memasuki berbagai industri. Kopi dapat bertindak sebagai commodities jika masih dalam bentuk kopi mentah atau green coffee. Jika sudah diolah, diberi aroma, dikemas
dan diberi merek maka kopi menjadi goods, tak lagi komoditi. Jika kopi itu dihidangkan di hotel, maka kopi menjadi services, karena konsumen tidak peduli apakah kopi itu merek A atau B, yang konsumen tahu adalah kopi tersebut merupakan kopinya hotel X atau hotel Y. Namun ketika kopi dihidangkan di Kafe Kopi, maka kopi itu naik derajat lagi menjadi experience, karena disana kopi tidak hanya dihidangkan dengan layanan yang bagus, tapi juga dirancang untuk menciptakan memorable experience (Kartajaya,2003). Seperti dikutip dalam Experiential Marketing Forum atau EMF (2007), Experiential marketing digunakan untuk menceritakan hal-hal yang sulit untuk dikomunikasikan dalam periklanan secara tradisional. Beragam acara dan aktivitas direncanakan untuk mendapatkan interaksi antara calon konsumen dengan pemasar, kegiatan ini didisain untuk menciptakan pengalaman yang akan menjadi sebuah cerita. Penelitian yang ditulis oleh Bigham (2005) terhadap 2.574 orang konsumen dapat diketahui bahwa lebih dari dua pertiga dari seluruh konsumen menyatakan
bahwa
experiential
marketing
akan
sangat
mempengaruhi
keseluruhan opini tentang suatu merek atau produk. Bahkan, 70 persen dari mereka menyatakan bahwa keikutsertaan mereka dalam acara-acara yang mengemukakan tentang pemasaran berdasarkan pengalaman dapat meningkatkan pertimbangan mereka dalam melakukan pembelian, dan 57 persen menyatakan bahwa akan lebih cepat melakukan pembelian. Pemasaran seperti ini juga memperlihatkan cara untuk meningkatkan ROI (Return on Investment), dimana 75 persen dari konsumen mengatakan bahwa pemasaran dengan cara ini akan membuat mereka lebih menerima produk atau promosi produk tersebut. Selain itu
75 persen dari konsumen juga mengatakan bahwa mereka akan menyampaikannya kepada orang lain, walaupun hanya lewat mulut saja. Kendati 73 persen dari seluruh responden belum pernah ikut serta dalam acara yang membahas tentang pemasaran berdasarkan pengalaman ini, data ini tentu saja mengindikasikan adanya kesempatan bagi para pemasar untuk melakukannya di kemudian hari. Gobé (2005) menyatakan bahwa Emotional branding telah membuka jalan kepada semua bentuk pemikiran baru, yaitu meneliti bagaimana merek dapat berhubungan dengan orang dengan cara yang lebih sensitif dan humanis serta menyentuh tingkat perasaan dan emosi seseorang secara mendalam. Salah satu penemuan yang luar biasa dari emotional branding yang membuat kekuatan konsumen adalah merek itu sendiri. Emotional branding menjadikan merek untuk memiliki strategi yang unik dan mendorong, menerapkan visual, taktik dan katakata verbal yang menciptakan kepribadian yang dapat menjadikan merek dapat berdiri kuat dari kompetisi dan memenangkan hati orang lain atau konsumen. Experiential marketing dan emotional branding (EXEM) selanjutnya menjadi jalan bagi perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan loyalitas konsumen perusahaan tersebut. Menurut Hlavinka (2007) jika kita memperhatikan inovasi terhadap pemasaran untuk mendapatkan loyalitas untuk masa yang akan datang, maka akan ada tiga tren yang muncul. Tren-tren tersebut dapat dikatakan sesuai dengan konsep EXEM itu sendiri. Pertama adalah the power of network (kekuatan jaringan). Pemasar harus membangun jaringan dengan membuat suatu hubungan dengan konsumen. Semakin mampu untuk melakukan hubungan antara perusahaan dengan konsumen dan membuat hubugan yang baik diantara konsumen itu sendiri, maka semakin kuat pula merek perusahaan itu nantinya.
Kedua adalah the power of data (kekuatan data). Data tentang loyalitas konsumen merupakan hal yang sangat penting untuk dimengerti. Pemasar tidak dapat mengatur hubungan atau mempertinggi pengalaman yang dialami konsumen di toko tanpa mengetahui siapa konsumen mereka. Ketiga adalah the power of convergence (kekuatan pemusatan). Adanya kesatuan atau koalisi memungkinkan perusahaan memenangkan pemikiran konsumen untuk megkonsumsi produk dari perusahaan yang terkoalisi sementara konsumen yang lain masih mengkonsumsi produk-produk yang terkenal. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah penelitian yang akan dianalisis dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) apa saja yang dapat dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X? 2. Faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) utama apa paling dominan dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) menjadi komponen utama dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X.
2. Menganalisis faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) utama yang paling dominan dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi : 1.
Penulis yaitu sebagai sarana belajar terutama dalam mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari di perkuliahan.
2.
PT. XYZ sebagai perusahaan yang mengelola Kafe kopi X untuk mendapatkan
masukan-masukan
dalam
mengetahui
kondisi
perilaku
konsumennya. Dengan mengetahui kondisi tersebut, PT. XYZ dapat mempertimbangkan masukan tersebut dalam menyusun serangkaian strategi untuk menguatkan daya saing Kafe kopi X diantara gerai-gerai kopi sejenis dan mempertahankan konsumen yang telah ada serta mendapatkan konsumen potensial yang baru.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kopi 2.1.1. Sejarah Kopi Kopi adalah sejenis minuman, biasanya dihidangkan panas, dan dipersiapkan dari biji tanaman kopi yang dipanggang (Wikipedia, 2007). Kopi pada awalnya ditemukan sekitar abad ke-9 di dataran tinggi Ethiopia dan kemudian menyebar ke Mesir dan Yaman. Setelah itu pada abad limabelas menjangkau lebih luas ke Persia, Mesir, Turki dan Afrika utara. Dari dunia Muslim, kopi menyebar ke Eropa dan menjadi populer selama abad ke-17. Wikipedia (2007) juga mencatat bahwasanya ketika kopi mencapai kawasan koloni Amerika, pada awalnya tidak sesukses di Eropa, karena dianggap kurang bisa menggantikan alkohol. Akan tetapi, selama Perang Revolusi, permintaan terhadap kopi meningkat cukup tinggi sehingga para penyalur harus membuka persediaan cadangan dan menaikkan harganya secara dramatis. Minat orang Amerika terhadap kopi bertumbuh pada awal abad ke-19, menyusul terjadinya perang pada tahun 1812, di mana akses impor teh terputus sementara, dan juga karena meningkatnya teknologi pembuatan minuman, maka posisi kopi sebagai komoditas sehari-hari di Amerika menguat. Kopi diperkenalkan di Indonesia lewat Sri Lanka (Ceylon). Pada awalnya kopi di Indonesia berada di bawah pemerintah Belanda dan ditanam di daerah sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra dan Sulawesi. Pada permulaan abad ke-20 perkebunan kopi di Indonesia terserang hama yang hampir memusnahkan seluruh
tanaman kopi kecuali jenis kopi Arabika. Pemerintah Belanda kemudian menanam kopi Liberika untuk menanggulangi hama tersebut. Varietas ini tidak begitu lama populer dan juga terserang hama. Kopi Liberika masih dapat ditemui di pulau Jawa, walau jarang ditanam sebagai bahan produksi komersial (Wikipedia, 2007).
2.1.2. Aspek Budidaya Tanaman Kopi Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk ke dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 meter. Daunnya bulat telur dengan ujung yang agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya (Najiyati, 1998). Kopi adalah tanaman tropis yang tumbuh pada daerah antara 25° lintang utara dan 25° lintang selatan tetapi juga membutuhkan kondisi lingkungan yang spesifik untuk penanaman secara komersial. Suhu udara rata-rata yang ideal adalah diantara 15° - 24° C untuk kopi arabika, 24° - 30° C untuk kopi robusta. Kondisi ini dapat ditoleransi untuk suhu yang lebih panas namun tidak dapat ditoleransi dengan suhu dibawah 15° C. Secara umum, kopi membutuhkan curah hujan tahunan sebesar 1500 – 3000 mm. Pola periode hujan dan kering merupakan hal yang penting untuk pertumbuhan batang, pucuk dan pembungaan (ICO, 2008). Kopi pada umumnya disebarkan oleh benih. Metoda penanaman kopi yang tradisional dilakukan dengan meletakkan 20 benih pada setiap lubang pada awal musim hujan namun separuhnya akan hilang secara alami. Kopi sering ditanam bersama dengan tanaman pangan, seperti jagung, kacang, atau beras, untuk
penanaman di awal tahun. Dahulu, pertanian kopi dilakukan di bawah keteduhan pohon, namun saat ini, petani menggunakan penanaman terbuka, di mana kopi tumbuh berderet di bawah sinar matahari penuh dengan sedikit atau tidak tertuupi oleh pepohonan. Keadaan ini menyebabkan biji kopi menjadi lebih cepat masak dan untuk menghasilkan produksi yang lebih tinggi hanya memerlukan pembukaan hutan dan meningkatkan penggunaan pupuk dan pestisida. Sementara itu, penanaman terbuka juga memiliki permasalahan lingkungan seperti penebangan hutan, polusi pestisida, pembinasaan habitat, dan penurunan kualitas air dan lahan adalah efek samping dari penanaman dengan cara ini (Wikipedia, 2007). Dua jenis kopi utama yang ditanam adalah Coffea canephora dan Coffea arabica. Kopi arabika (dari coffea arabica) dianggap sebagai kopi yang pantas untuk bermabukan dibanding kopi robusta (dari coffea canephora). Karena alasan ini, sekitar tiga perempat bagian di seluruh dunia menanami kopi arabica. Coffea Canephora lebih sedikit peka ke penyakit dibanding coffea arabica dan dapat ditanami di lingkungan di mana coffea arabica tidak akan tumbuh dengan subur. Kopi robusta juga berisi sekitar 40–50 persen lebih kafein dibanding arabica. Karena alasan ini, kopi robusta digunakan sebagai pengganti murah untuk arabica di dalam banyak campuran kopi komersil. Robusta yang berkualitas digunakan dalam beberapa campuran espresso untuk menyediakan suatu busa lebih baik dan untuk menurunkan biaya produksi ramuan itu. Jenis kopi lain yang biasa ditanami meliputi coffea liberica dan coffea esliaca, masing-masing berasal dari Liberia dan selatan Sudan (Wikipedia, 2007).
2.1.3. Proses Pengolahan Kopi Biji kopi adalah benih dari buah kopi yang berwarna merah ketika matang. Biji kopi harus dikeluarkan dari buah dan dikringkan sebelum biji tersebut dapat dipanggang. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yang dikenal dengan metode kering dan metode basah. Ketika proses tersebut selesai, kopi yang belum dipanggang tersebut dikenal sebagai kopi hijau atau green coffee (ICO,2008). Metode kering atau yang sering disebut sebagai metode alami adalah merupakan metode yang paling tua, paling mudah dan hanya membutuhkan mesin kecil. Metode ini mengeringkan semua buah kopi. Ada beberapa variasi dalam bagaimana keluaran dalam proses ini, bergantung kepada ukuran penanaman, fasilitas yang tersedia dan kualitas hasil akhir yang diiinginkan. Langkah-langkah dasar dari metode ini adalah pembersihan, pengeringan, dan pengelupasan kulit (ICO, 2008). Metode Basah membutuhkan peralatan khusus dan air dalam jumlah yang banyak. Jika metode ini dilakukan dengan baik, dapat dijamin bahwa kualitas intrinsik dari biji kopi dapat dipertahankan dengan lebih baik, produksi kopi hijau yang homogen dan kerusakan yang terjadi karena proses hanya sedikit. Oleh karena itu, kopi yang diproduksi dengan metode ini biasanya dianggap sebagai kopi yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan menunjukkan harga yang lebih tinggi (ICO, 2008). Sebelum kopi dapat dinikmati, terlebih dahulu melalui beberapa proses tahapan dalam pengolahan setelah menjadi kopi hijau. Tahap-tahap tersebut juga menentukan bagaimana kenikmatan minuman kopi selanjutnya. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pemanggangan,
yaitu
dengan
memanggang
biji
kopi
hijau
yang
mempengaruhi rasa dan mengubah serbuk kopi secara fisik dan secara kimiawi. Dalam proses ini terjadi penurunan berat tetapi terjadi peningkatan volume, yang menyebabkan biji kopi menjadi lebih sedikit tebal atau padat. Kepadatan dari biji kopi kering juga mempengaruhi kekuatan dan kebutuhan dalam pembungkusan kopi. b. Penyimpanan, dimana setelah memanggang, serbuk biji kopi harus disimpan dengan baik untuk memelihara rasa segarnya. Proses penyimpanan yang paling penting adalah kondisi dingin dan kedap udara. Udara, embun, cahaya dan panas adalah faktor lingkungan yang penting memelihara kesegaran serbuk kopi. c. Persiapan, yaitu kopi sebelum dinikmati terlebih dahulu digiling dan dimasak. Kopi dapat dimasak bir dengan beberapa cara : direbus, direndam, atau dengan menggunakan tekanan udara. d. Penghidangan, yaitu setelah kopi dimasak, kopi dapat dihidangkan dengan berbagai cara : langsung disajikan, disaring ataupun dicampur dengan gula, susu atau krim. Hidangan kopi dapat berbeda-beda tergantung dari campuran yang menyertainya atau bentuk penyajiannya (panas atau dingin).
2.1.4. Kopi dari Sudut Kesehatan Kopi berisi beberapa campuran yang dapat mempengaruhi tubuh secara kimiawi. Serbuk kopi sendiri berisi bahan-kimia psikotropika yang dapat memuaskan manusia untuk mekanisme pertahanan diri mereka. Bahan-Kimia ini adalah beracun dalam dosis besar, atau bahkan di jumlah yang normal manakala
dikonsumsi oleh orang yang menggunakan biji kopi yang masih liar. Studi ilmiah sudah menguji hubungan antara mengkonsumsi kopi dengan kondisi-kondisi medis seseorang. Kebanyakan studi menyebutkan kondisi berlawanan seperti pada kopi yang dikatakan mempunyai manfaat kesehatan spesifik, dan hasilnya juga menyebutkan banyak hal negatif efek konsumsi kopi (Wikipedia, 2007). Keuntungan dan kerugian mengkonsumsi kopi dari sudut kesehatan dapat dilihat pada Tabel 5. Kopi memiliki kandungan kafein, yang bertindak sebagai suatu stimulan. Karena alasan inilah kopi sering dikonsumsi pagi-pagi dan selama bekerja. Riset terbaru telah membongkar efek kopi yang ternyata memberikan rangsangan tambahan yang tidak dihubungkan dengan isi kafeinnya. Kopi berisi suatu bahan kimia agen yang tak dikenal yang dapat merangsang produksi kelenjar hormon dan adrenalin, yang keduanya merupakan hormon merangsang (Wikipedia, 2007). Tabel 5. Keuntungan dan Kerugian Mengkonsumsi Kopi dari Sudut Kesehatan Keuntungan Kerugian 1. Menyebabkan gelisah dan 1. Mengurangi resiko penyakit perubahan waktu tidur alzeimer 2. Menyebabkan sembelit 2. Mengurangi resiko penyakit 3. Menyebabkan gigi kuning gallstone 4. Meningkatkan kolesterol 3. Mengurangi resiko penyakit 5. Mempengaruhi tekanan darah parkinson 4. Meningkatkan kemampuan kognitif 6. Memberikan efek dari kehamilan dan menopause 5. Meningkatkan pengurang rasa sakit 7. Menyebabkan penyakit arteri 6. Anti diabetes koroner 7. Anti kanker 8. Melindungi jantung 9. Diuretik 10. Anti oksidan 11. Mencegah kerusakan gigi 12. Mencegah encok
2.2. Pengertian Experiential Marketing Experiential Marketing adalah sebuah metodologi atau konsep yang bergerak dari cara pemasaran yang sebelumnya tradisional baik dalam hal ciri-ciri ataupun keuntungannya. Experiential Marketing menghubungkan konsumen dengan merek dengan cara personal dan yang mengesankan. Experiential Marketing dapat dikatakan sebagai pemasaran berdasarkan pengalaman konsumen karena cara untuk mengkomunikasikan inti dari merek adalah melalui pengalaman personal individu. Experiential Marketing telah menjadi alternatif metodologi pemasaran dan telah bertambah populer menjadi metodologi yang diadaptasi lebih luas oleh para pemasar (Wikipedia, 2007). Bigham (2005) menjelaskan bahwa pemasaran berdasarkan pengalaman adalah ketika konsumen berinteraksi dengan produk, merek atau duta merek secara tatap muka dan merupakan cara yang lebih efektif diantara cara pemasaran yang lainnya untuk mempengaruhi keinginan konsumen. Dunia pemasaran saat ini hendaknya lebih berkembang dan lebih memiliki variasi metode untuk mempertahankan konsumen. Seperti halnya yang dikatakan oleh Mc Call dalam Bigham (2005), metode pemasaran harus lebih inovatif dan intensif untuk mempertahankan pelanggan yang ada dengan realita baru dari pesaing-pesaing. Mc Call juga menjelaskan bahwa Experiential Marketing menawarkan strategi merek yang diperlukan untuk menjangkau target mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Jack Morton Worldwide memperlihatkan bahwa Experiential Marketing sangat efektif untuk mempengaruhi persepsi merek dan keputusan pembelian, dan tentu saja masih berguna dalam mendapatkan konsumen (Bigham, 2005)
Konsumen saat ini adalah konsumen yang memiliki kesibukan yang sangat tinggi dan kurang dapat meluangkan waktu untuk melakukan pilihanpilihan pembelian sesuai dengan yang mereka butuhkan. Tentu saja dalam menentukan keputusan-keputusan tersebut, konsumen membutuhkan tanggapan, pengakuan dan komunikasi yang wajar, dan keadaan tersebut mengindikasikan bahwa cara yang terbaik untuk mereka adalah melaui pengalaman yang didapatkan secara personal, dapat diingat, pengertian, emosional dan bermakna. Sedangkan kebanyakan iklan yang dilakukan oleh pemasar masih tergantung pada peningkatan obsesi terhadap merek melalui media massa yang tentu saja masih merujuk pada kondisi economies of scale. Hauser (2007) menjelaskan bahwa sekarang yang dibutuhkan oleh pemasar untuk menanggapi hal tersebut adalah cara untuk menjangkau konsumen yang potensial yang dapat membangkitkan emosi dan pesonalitas mereka dan menghubungkan mereka dengan merek untuk kehidupan mereka sehari-hari. Hal inilah yang merupakan definisi kesuksesan dari kampanye atau promosi menggunakan Experiential Marketing. Schmitt (1999) menjelaskan bahwa pengalaman adalah peristiwa khusus yang terjadi pada orang sebagai tanggapan atas beberapa jenis rangsangan. Pengalaman merupakan hasil pengamatan atau keterlibatan dalam peristiwaperistiwa yang nyata atau rekayasa. Pengalaman-pengalaman seperti itu melibatkan bagian dalam diri yaitu indera, perasaan, pikiran, dan badan. Pengalaman melibatkan rasional dan emosional pada diri manusia. Jadi Experiential
Marketing
adalah
kemampuan
produk
dalam
pengalaman emosi hingga menyentuh hati dan perasaan konsumen.
menawarkan
Experiential Marketing forum (2007) menjelaskan bahwa secara umum Experiential
Marketing
mewakili
kesempatan
untuk
memetakan
atau
menghubungkan kembali konsumen dan potensial konsumen dengan cara mengesankan dan bermakna. Sebagai alat, Experiential Marketing digunakan untuk menceritakan hal-hal yang sulit untuk dikomunikasikan dalam periklanan secara tradisional. Beragam acara dan aktivitas direncanakan untuk mendapatkan interaksi antara calon konsumen dengan pemasar, dan acara atau aktivitas ini didisain untuk menciptakan pengalaman yang akan menjadi sebuah cerita. Sebagai strategi, Experiential Marketing untuk membuat wawasan dan pola pikir konsumen untuk memastikan bahwa perusahaan membuat pengalaman yang tepat untuk orang yang tepat. Experiential Marketing memberikan konsumen pengalaman dengan produk dalam rangka untuk memberikan konsumen cukup informasi untuk menentukan keputusan pembelian. Experiential Marketing yang kreatif ketika dilaksanakan dengan benar akan menjadikan pengaruh yang besar bagi konsumen, meningkatkan efektivitas bagi periklanan dan bahkan menghemat biaya dibandingkan menggunakan iklan-iklan biasanya atau teknik marketing lainnya (Fou, 2003). Lenderman (2006) mengatakan bahwa experiential marketing adalah metodologi pemasaran yang dapat menjembatani antara permintaan konsumen yang meningkat dengan ajakan pemasar dan mereknya sesuai dengan produknya, dan untuk mengatasi lambatnya langkah pemasar tradisional untuk segera meninggalkan pemasaran melalui media massa yang dengan hanya satu arah,
memerintah dan mengendalikan jalan untuk membangun merek yang telah biasa mereka lakukan selama beberapa dekade.
2.3. Pengertian Emotional Branding Emotional branding menurut Gobé (2005) adalah saluran di mana orang secara tidak sadar berhubungan dengan perusahaan dan dengan produk dari perusahaan tersebut dalam suatu metode yang mengagumkan secara emosional. Kata emosional yang dimaksud adalah bagaimana suatu merek menggugah perasaan dan emosi konsumen, bagaimana suatu merek dapat menjadi hidup bagi masyarakat, dan bagaimana membentuk hubungan yang mendalam dan tahan lama. Emotional
branding
menyediakan
alat
serta
metodologi
untuk
menghubungkan produk ke konsumen secara emosional dengan cara yang mengagumkan. Emotional branding memfokuskan pada aspek yang paling mendesak dari karakter manusia, keinginan untuk memperoleh kepuasan material, dan mengalami pemenuhan emosional. Suatu merek berada pada posisi yang unik untuk memperoleh aspek-aspek ini karena merek dapat memanfaatkan dorongandorongan aspirasional yang mendasari motivasi manusia (Gobé, 2005).
2.3.1. Empat Pilar Emotional Branding Gobé (2005) menjelaskan bahwa konsep dasar dari proses emotional branding didasarkan pada empat pilar penting yang menyediakan cetak biru dari strategi emotional branding yang sukses ini. Empat pilar tersebut adalah :
a. Hubungan Hubungan adalah tentang menumbuhkembangkan hubungan yang mendalam dan menunjukkan rasa hormat pada jati diri konsumen yang sebenarnya serta memberikan mereka pengalaman emosional yang benar-benar mereka inginkan. b. Pengalaman pancaindera Menyediakan konsumen suatu pancaindera dari suatu merek adalah kunci untuk mencapai hubungan emosional dengan merek yang menimbulkan kenangan manis serta akan menciptakan preferensi merek dan menciptakan loyalitas. c. Imajinasi Imajinasi dalam penetapan desain merek adalah upaya yang membuat proses emotional branding menjadi nyata. d. Visi Visi merupakan faktor utama kesuksesan merek dalam jangka panjang. Perangkat perusahaan dengan visi yang kuat membantu dalam pengaturan perusahaan agar berada dalam satu arah merek yang kohesif dan berfokus pada resonansi emosional bagi konsumen saat ini.
2.4. Loyalitas Konsumen Loyalitas menurut Lovelock (2004) dalam konteks bisnis adalah menggambarkan keinginan konsumen untuk melanjutkan berlangganan pada suatu perusahaan dalam jangka panjang, melakukan pembelian dan menggunakan barang dan jasanya dengan berulang-ulang dan memilih atas dasar ekslusifitas,
dan merekomendasikan produk perusahaan tersebut kepada teman dan kolega. Sedangkan menurut Griffin (1995) adalah suatu komitmen yang kuat dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa pengaruh oleh situasi dan usaha-usaha marketing dari produk lain yang berusaha membuat mereka beralih untuk membeli produk lain tersebut. Loyalitas berkaitan erat dengan pembelian yang tentu saja mempengaruhi penerimaan dan keuntungan perusahaan. Karena itu, loyaltitas konsumen juga dapat berarti adanya sumberdaya penerimaan perusahaan yang konsisten selama periode tertentu dalam waktu bertahun-tahun. Hal ini juga menjelaskan bahwa nantinya loyalitas sangat berhubungan dengan keuntungan yang didapatkan perusahaan. Hubungan tersebut dapat dijelaskan oleh beberapa faktor-faktor, pertama yaitu keuntungan diperoleh dari peningkatan pembelian konsumen, kedua yaitu kuntungan dari penurunan biaya operasi, ketiga yaitu keuntungan dari penyerahan konsumen yang lain, dan keempat adalah keuntungan dari harga premium (Lovelock, 2004). Loyalitas konsumen merupakan suatu hal yang datang dengan proses dan merupakan hal yang harus dibangun sejak awal oleh perusahaan. Bagaimanapun loyalitas tidak dapat dipastikan akan selalu ada. Loyalitas hanya akan berlanjut selama konsumen merasa bahwa dia mendapatkan nilai yang lebih daripada yang dapat diberikan jika mengganti produk lain. Lovelock (2004) menjelaskan ada tiga tahapan untuk membangun loyalitas konsumen, ketiga hal tersebut diibaratkan sebagai sebuah roda loyalitas yang saling berhubungan. Tahapan-tahapan tersebut adalah :
a. Bangun pondasi untuk loyalitas Melakukan segmentasi pasar untuk mencocokkan keinginan konsumen dengan kemampuan perusahaan, selektif dengan hanya menerima konsumen yang sesuai dengan proposi nilai inti perusahaan, mengatur dasar konsumen melalui pelayanan bertingkat yang efektif dan memberikan pelayanan yang berkualitas. b. Membuat ikatan loyalitas Perdalam hubungan dengan konsumen, memberikan ganjaran atas loyalitas, dan membangun ikatan yang lebih tinggi. c. Mengurangi perputaran pada poros Memimpin perputaran dan mengawasi penurunan konsumen, memetakan kunci dari perputaran tersebut, menangani keluhan secara efektif dan melakukan pelayanan perbaikan saat itu juga, serta meningkatkan biaya bertukar.
Gambar 1. Roda loyalitas (Lovelock, 2004) Perusahaan
yang
kuat
mengetahui
titik
penting
dari
loyalitas
konsumennya dan akan membangun sistem untuk membuat konsumen tetap berada padanya dan atau mengembalikan konsumen yang telah pergi. Hal ini sama saja dengan membuat pagar yang kembali mengantarkan konsumen untuk balik ke perilaku awalnya. Beberapa dari konsumen mungkin saja masih berada di
sekitar pagar tersebut, namun ada juga yang pergi, tetapi pengaruh yang tepat dapat membuat konsumen tetap berada pada perusahaan dan juga dapat mengembalikan yang telah pergi (Greenberg, 2007).
Dengan memenuhi
kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, maka perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembelinya menjadi konsumen yang loyal dan klien perusahaan (Griffin, 1995). Tingkatan konsumen yang loyal menurut Griffin (1995) adalah : 1. Suspects (tersangka), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspects karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum mengetahui apapun mengenai perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan. 2. Prospects (yang diharapkan), adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan barang/jasa tertentu, dan mempunyai keyakinan untuk membelinya. Para prospects ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan barang dan jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasika barang/jasa tersebut kepadanya. 3. Disqualified Prospects (yang tidak berkemampuan), yaitu prospects yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa tertentu tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut. 4. First Time Consumers (pembeli baru), yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya, mereka masih menjadi konsumen baru. 5. Repeat Costumers (pembeli berulang-ulang), yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu poduk sebanyak dua kali atau lebih.
6. Clients (pelanggan tetap), yaitu pembeli semua barang/jasa yang mereka butuhkan dan ditawarkan perusahaan, mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis konsumen ini sudah kuat dan berlangsung lama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh daya tarik produk perusahaan pesaing. 7. Advocates (pelanggan pendukung), yaitu seperti clients akan tetapi juga mengajak teman-teman mereka yang lain agar membeli barang/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
2.5. Penelitian Terdahulu Tinjauan penelitian terdahulu disajikan sebagai perbandingan dengan penelitian-penelitian yang pernah ada terkait dengan topik dan komoditas yang penulis teliti. Penelitian terdahulu yang akan dibandingkan adalah penelitian terdahulu mengenai Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM), mengenai Branding atau merek, mengenai loyalitas dan mengenai komoditas kopi. Ringkasan penelitian dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Lampiran 2. Penelitian tentang Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) pernah dilakukan sebelumnya. Masing-masing penelitian dilakukan untuk menguji hubungan EXEM dengan loyalitas konsumen pada produk yang berbeda. Selain itu juga sudah ada beberapa penelitian terkait dengan merek dan loyalitas. Penelitian yang dilakukan oleh Tim Markplus & Co hanya meneliti produk-produk mana saja yang telah melakukan EXEM, namun tidak meneliti hubungan terhadap loyalitas produknya. Selain itu diantara ke-21 produk tersebut, belum diteliti produk yang akan penulis teliti yaitu Kafe kopi X. Penelitian
Novindra (2003) dan Sutisna (2005) merupakan penelitian yang hampir sama masing-masingnya. Mereka menghubungkan atau melihat pengaruh antara EXEM terhadap loyalitas. Produk yang digunakan oleh Novindra (2003) adalah Susu Kental Manis Indomilk, sedangkan Sutisna (2005) adalah Teh Botol Sosro. Alat yang mereka gunakan pun berbeda, Novindra (2003) menggunakan alat Spearman dan Kendall sedangkan Sutisna (2005) menggunakan analisis faktor dan diskriminan. Penelitian yang penulis lakukan memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan berkaitan dengan objek penelitian, hubungan antara judul, alat analisis ataupun kerangka pemikiran. Objek penelitian yang digunakan oleh Novindra (2003) dan Sutisna (2005) kurang dapat menjelaskan keunikan yang seharusnya dimiliki oleh objek tersebut. Hal ini karena dalam melakukan analisis menggunakan konsep EXEM objek yang akan dianalisis harusnya produk yang unik agar dapat menghadirkan pengalaman di benak konsumen. Jika dimasukkan dalam bentuk penawaran produk (Kartajaya, 2003) objek yang dianalisis oleh Novindra (2003) dan Sutisna (2005) masih dalam tahap goods, sedangkan kafe sebagai objek penelitian penulis telah masuk dalam tahap experience, sehingga lebih tepat dalam melakukan analisis dengan konsep EXEM. Penelitian mengenai merek pernah beberapa diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Indriasari (2007), Rahman (2007), Pamungkas (2006), dan Hadi (2005). Penelitian mereka mengkaji tentang Brand (merek) dan hubungannya dengan topik lain. Masing-masing dari penelitian tersebut menganalisis tentang ekuitas merek (brand equity), citra merek (brand image), posisi merek (brand positioning), dan pertukaran merek (brand switching).
Masing-masing dari analisis terhadap brand ini biasanya dihubungkan dengan keputusan konsumen ataupun pengaruh dari promosi terhadap variabel merek tersebut. Alat analisis yang digunakan bervariasi tergantung dari variabel apa yang diteliti dan akan dihubungkan dengan variabel apa penelitian tersebut. Alat analisis yang umumnya digunakan adalah analisis deskriptif, rata-rata dan standard deviasi, Brand Switching Pattern Matrix, Multi Dimention Scaling, uji Cohran, Buying Decision Process, Factor Analysis, Perceptual Mapping, analisis biplot, dan regresi. Penulis melakukan penelitian yang cukup berbeda dengan penelitian sebelumnya tentang branding. Penelitian yang dilakukan penulis adalah meneliti hubungan Experiential Marketing terhadap Emotional Branding dan bagaimana hubungannya dengan loyalitas. Emotional Branding merupakan muara dari suatu konsep semua variabel brand, karena itu suatu merek yang memiliki emotional branding, maka dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dari yang biasanya terjadi pada merek. Selain itu produk dan alat analisis yang digunakan oleh penulis berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut. Penelitian mengenai loyalitas pernah dilakukan oleh Sitompul (2007), Setianingrum (2007), Pratiwi (2006) dan Budi (2006) dengan menghubungkan loyalitas dengan kepuasan pelanggan, sensitivitas harga dan nilai pelanggan. Sedangkan alat yang digunakan oleh masing-masing penulis diatas adalah analisis deskriptif, Important Performance Analysis, Costumer Satisfaction Index, metode Huisnan, piramida loyalitas, SEM dan Fisbein serta tabulasi sederhana. Penelitian penulis merupakan penelitian yang lebih mendalam dibandingkan penelitianpenelitian tersebut diatas. Hal ini karena penulis menggunakan dua hal yang dapat dikatakan memberikan pertimbangan mendalam bagi keputusan konsumen untuk
membentuk loyalitas. Untuk objek atau produk dan alat analisis pun memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian mengenai kopi pernah dilakukan oleh Indriasari (2007), Jati (2006), Saragih (2007) dan Muchlis (2006). Penelitian yang dilakukan oleh Indriasari (2007) dan Muchlis (2006) mengenai ekuitas merek. Penelitian yang dilakukan oleh Jati (2006) mengenai analisis nilai tambah dan strategi pemasaran kopi bubuk arabika. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2006) mengenai pendapatan usahatani dan pemasaran kopi. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah pada konsep analisis yang dilakukan. Konsep emotional branding yang diteliti oleh penulis lebih mendalam daripada konsep merek yang dianalisis oleh Indriasari (2007) dan Muchlis (2006). Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan yang dilakukan oleh Jati (2006) yaitu nilai tambah dan strategi pemasaran Saragih (2007) adalah pada konsep penelitian mengenai usahatani dikaitkan dengan pemasaran kopi. Konsep tersebut diatas berbeda dengan yang dilakukan penulis, karena penulis menggunakan konsep EXEM dan loyalitas konsumen yang merupakan bagian dari konsep pemasaran dan perilaku konsumen.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Dasar teoritis dalam penelitian ini adalah teori permintaan individu, teori perilaku konsumen, teori pemasaran dan konsep Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM). Hal ini karena sebuah strategi pemasaran saat ini berawal dari fokus pada konsumen. Sehingga dalam mempelajari hal tersebut maka sebuah tindakan konsumen akan berawal dari permintaan individu konsumen. Permintaan tersebut selanjutnya dijelaskan oleh perilaku konsumen untuk mempelajari bermacam hal mengenai proses pengambilan keputusan konsumen. Setelah mengetahui hal tersebut, maka pemasar yang berorientasi kepada konsumen akan menerapkan beragam strategi untuk mendapatkan konsumen. Salah satu strategi tersebut dapat dijelaskan melalui konsep Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM).
3.1.1. Teori Permintaan Individu Permintaan adalah hubungan antara kuantitas komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga komoditi itu (Lipsey,
1996).
Sedangkan
menurut
Nicholson
(2002)
permintaan
menggambarkan hubungan antara barang tertentu dengan jumlah yang diminta konsumen. Dalam proses terjadinya pemasaran senantiasa berawal dari proses pertukaran yang dimulai dari adanya hubungan antara kebutuhan, keinginan, permintaan, produk pertukaran dan transaksi. Dengan adanya kebutuhan dan
keinginan tersebut, maka seseorang akan senantiasa memiliki berbagai pilihan dalam hidupnya. Pilihan tersebut dapat dijelaskan oleh teori pilihan (Nicholson, 2002) yaitu hubungan timbal balik antar preferensi (pilihan) dan berbagai kendala yang menyebabkan seseorang menentukan pilihan-pilihannya. Para
ekonom
merumuskan
model
preferensi
individu
dengan
menggunakan konsep utilitas/kepuasan (utility), yang didefinisikan sebagai kesenangan, kepuasan atau pemenuhan kebutuhan yang diperoleh seseorang dari aktivitas ekonominya (Nicholson, 2002). Untuk mempelajari mengenai kepuasan konsumen ini, dapat melalui kurva indiferens. Kurva indiferens adalah kurva yang menunjukkan seluruh kombinasi barang dan jasa yang memberikan tingkat kepuasan yang sama (Nicholson, 2002). Kurva indiferens memiliki slope negatif (artinya, kurva berupa garis yang digambarkan dari bagian kiri atas ke bagian kanan bawah) bermakna bahwa jika individu dipaksa untuk menyerahkan barang Y-nya, maka ia harus menerima tambahan barang X agar kesejahteraannya tidak berubah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Indiferens
Pada Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa konsumen memiliki kombinasi kepuasan seperti pada kurva U1. Kopi instan dan kopi di Kafe kopi X merupakan barang yang dapat bersubstitusi. Sehingga kombinasi dari kedua barang tersebut pada kurva indiferens memiliki kesejahteraan atau kepuasan yang sama. Kombinasi tersebut dapat dilihat pada titik A, B , C, dan D Selain tingkat kepuasan yang diinginkan, tiap orang juga memiliki keterbatasan atas setiap barang yang dapat dibeli. Para ekonom menyebut keterbatasan tersebut dengan kendala anggaran (budget constrains). Kendala anggaran (Nicholson, 2002) adalah batas yang diletakkan oleh pendapatan pada kombinasi barang-barang dan atau jasa-jasa yang dapat dibeli individu. Garis yang menghubungkan antara Xmaks dengan Ymaks menunjukkan kombinasi berbagai kelompok barang X dan Y yang dapat dibeli dengan menggunakan semua dana yang tersedia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kendala Anggaran Pada Gambar 3, sepanjang garis anggaran adalah kombinasi kopi instan dengan kopi di Kafe kopi X yang mampu diperoleh oleh seorang konsumen. Dengan kendala anggaran demikian, jika konsumen menggunakan kombinasi
pada tingkat yang lebih besar dari Xmaks dan Ymaks, maka konsumen tidak akan dapat memperolehnya. Jika para individu berusaha memperoleh utilitas yang paling maksimum dari keterbatasan pendapatnya, mereka seharusnya membelanjakan semua pendapatannya yang tersedia dan seharusnya memilih sekelompok barang dimana MRS (marginal rate of subtitusion – tingkat dimana seorang individu bersedia untuk mengurangi konsumsi dari dua jenis barang jika ia mendapatkan tambahan satu unit barang lain, merupakan slope negatif dari kurva indiferens) adalah sama dengan rasio harga dari kedua barang itu. Maksimisasi utilitas ditunjukkan dalam bentuk grafik sebagai persinggungan antara kendala anggaran individu dengan kurva indiferens tertinggi, yang dapat dibeli dengan pendapatannya (Nicholson, 2002). Grafik maksimisasi utilitas dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Maksimisasi Utilitas
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa kuantitas barang X dan Y yang dipilih seorang individu tergantung pada preferensi individu tersebut dan pada bentuk kendala anggarannya. Semua itu dapat direpresentasikan sebagai sebuah fungsi permintaan yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta
tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi (Nicholson, 2002). Untuk dapat menurunkan fungsi permintaan menjadi sebuah kurva permintaan maka dilakukan pengujian terhadap bagaimana perubahan faktor-faktor tersebut mempengaruhi keputusan individu untuk membeli barang X. Kurva permintaan individu adalah representasi grafis antara harga suatu barang dengan kuantuitas barang yang dimininta oleh seseorang, dengan mengasumsikan bahwa seluruh faktor lain tidak berubah (Nicholson, 2002). Pembentukan kurva permintaan individu dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta Kurva Indiverens Individu (A) dan Kurva Permintaan (B)
Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa permintaan individu terhadap kopi di Kafe kopi X dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain (substitusi dan komplemen), pendapatan dan selera. Semakin tinggi harga barang tersebut, maka semakin sedikit barang yang akan dibelinya. Semakin tinggi harga barang lain maka akan semakin banyak kuantitas barang yang dibelinya. Semakin banyak pendapatan, maka kuantitas kopi Kafe kopi X dapat diperoleh dengan jumlah yang lebih banyak. Selain penjelasan di atas, Spillane (1990) menjelaskan bahwa penelitian Economist Intelligence Unit mengatakan bahwa secara keseluruhan permintaan kopi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan penduduk, harga yang berlaku selama tahun yang diselidiki, laju pertumbuhan pendapatan fluktuasi dalam kurs valuta, faktor kecenderungan yang menunjukkan persaingan dari jenis minuman lain dan pertumbuhan dalam pengeluaran untuk periklanan.
3.1.2. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merurut Engel et al (1994) adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurut Engel et al (1994), model perilaku konsumen dapat terbentuk akibat tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologis. Model ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Pengaruh Lingkungan Budaya Kelas Sosial Pengaruh pribadi Keluarga
Perbedaan Individu Sumberdaya Konsumen Motivasi dan Keterlibatan Pengetahuan Sikap Kepribadian, Gaya hidup, dan Demografi
Proses Keputusan
Proses Psikologis
Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian Hasil
Pengolahan Informasi Pembelajaran Perubahan Sikap dan Perilaku
Gambar 6. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen (Engel, 1994).
3.1.2.1. Pengaruh Lingkungan Manusia merupakan makhluk sosial yang tak lepas dari hubungannya dengan faktor-faktor diluar dirinya. Hubungan tersebut seringkali dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam mengambil keputusan-keputusan dalam hidupnya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi seseorang dijelaskan oleh Engel et al (1994) dalam beberapa hal, yaitu : budaya, kelas dan status sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi. Budaya dalam studi perilaku konsumen mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol bermakna lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya tidak mencakupi naluri, dan tidak pula mencakupi perilaku idiosinkratik yang tidak terjadi sebagai pemecahan masalah sekali saja untuk masalah yang unik.
Kelas sosial mengacu pada pengelompokan orang yang sama dalam perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam pasar. Kelompok status mencerminkan suatu harapan komunitas akan gaya hidup di kalangan masing-masing kelas dan juga estimasi sosial yang positif atau negatif mengenai kehormatan yang diberikan kepada masing-masing kelas. Pengaruh pribadi kerap memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen, khususnya bila ada tingkat keterlibatan yang tinggi dan risiko yang dirasakan dan produk atau jasa memiliki visibilitas publik. Keadaan ini diekspresikan melalui kelompok acuan maupun melalui komunikasi lisan. Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan yang tinggal bersama. Keluarga sangat penting dalam studi perilaku konsumen karena dua alasan, yaitu yang pertama adalah karena keluarga merupakan unit pemakaian dan pembelian untuk banyak produk konsumen. Kedua adalah keluarga merupakan pengaruh utama pada sikap dan perilaku individu. Situasi pembelian dapat memiliki pengaruh yang kuat pada perilaku konsumen. Konsumen dapat sering mengubah pola pembelian mereka bergantung kepada situasi pemakaian. Perubahan pada situasi dan hubungannya terhadap perilaku konsumen dapat menjadi manfaat bagi pemasar dalam menentukan strategi pemasarannya.
3.1.2.2. Perbedaan Individu Masing-masing individu diciptakan oleh Tuhan berbeda-beda dan unik. Dengan adanya perbedaan tersebut, tentu saja akan mempengaruhi bagaiman
individu membuat keputusan. Hal ini juga sejalan dengan keputusan pembelian yang dipengaruhi oleh perbedaan individu sebagai faktornya. Ada lima hal yang membuat masing-masing individu konsumen berbeda satu sama lainnya, yaitu sumber daya konsumen, keterlibatan dan motivasi, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. Sumber daya yang sebenarnya dimiliki oleh konsumen terdiri atas tiga hal dan melalui ketiga hal inilah pemasar melakukan proses pertukaran barang dan jasa. Sumber daya tersebut adalah ekonomi, temporal dan kognitif. Secara praktis, ini berarti pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan perhatian konsumen. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian dan konsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh dan mengolah informasi dan kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan masalah yang diperluas. Terdapat dua jenis keterlibatan yaitu langgeng dimana keterlibatan ada sepanjang waktu karena peningkatan konsep diri. Kedua adalah keterlibatan situasional yaitu keterlibatan sementara yang distimulasikan oleh risiko yang disadari, tekanan konformitas, atau pertimbangan lain. Pengetahuan konsumen merupakan informasi yang disimpan di dalam ingatan. Pemasar harus mengetahui pengetahuan konsumen karena informasi yang ada pada konsumen mengenai produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian mereka. Sikap merupakan sebuah evaluasi menyeluruh. Intensitas, dukungan dan kepercayaan adalah sifat penting dari sikap. Sifat-sifat ini bergantung pada kualitas pengalaman konsumen sebelumnya dengan objek sikap. Dengan
demikian
sikap
pun
dapat
berubah
yaitu
saat
dimana
konsumen
mengakumulasikan pengalaman baru. Kepribadian dapat diartikan sebagai respons yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup juga merupakan hasil dari jajaran total ekonomi budaya, dan kekuatan kehidupan sosial yang menyokong kualitas manusia seseorang. Demografi adalah karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat, dapat berupa umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendapatan.
3.1.2.3. Proses Psikologis Proses psikologis merupakan proses sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen. Proses psikologis juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan. Menurut Engel et al (1994) ada tiga proses psikologis yang utama yaitu pemrosesan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap atau perilaku. Pemrosesan informasi adalah suatu proses yang mengacu pada bagaimana stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan dan kemudian diambil kembali. Pemrosesan informasi terdiri atas lima tahap yaitu pemaparan, perhatian, penerimaan, dan pemerolehan kembali. Proses psikologis juga menjelaskan bagaimana seharusnya pemasar memahami konsumen belajar. Dalam hal ini ada empat jenis pembelajaran yaitu pembelajaran kognitif berkenaan dengan proses mental yang menentukan retensi informasi. Pengkondisian klasik yang berfokus pada pembelajaran melalui asosiasi.
Pengkondisian
operant
mempertimbangkan
bagaiman
perilaku
dimodifikasikan oleh pengukuh dan penghukum. Pembelajaran vicarious menyangkut pembelajaran melalui observasi. Perubahan sikap dan perilaku merupakan suatu hal yang dapat dipengaruhi dan salah satu yang paling mendasar tetapi menantang yang dihadapi oleh perusahaan. Banyak perusahaan yang mengeluarkan dana besar dalam usaha memodifikasi atau mengukuhkan cara konsumen berpikir, merasa dan bertindak di dalam pasar.
3.1.2.4. Proses Keputusan Engel et al (1994) menjelaskan bahwa setiap orang memiliki model perilaku konsumen sendiri, yaitu suatu konsepsi mengenai bagaimana perilaku ini terjadi dan dibentuk. Jika model ini akurat maka mungkin untuk merancang strategi yang efektif untuk mempengaruhi perilaku tersebut dan sebaliknya. Lebih lanjut pula dijelaskan beberapa hal yang dijadikan sebagai bahan diagnosis pada proses pengambilan keputusan konsumen, yaitu motivasi dan pegenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan hasil atau perilaku pasca pembelian. Urutan proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian Gambar 7. Tahapan Proses Keputusan Pembelian (Engel et al, 1994). Pengetahuan kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual (situasi konsumen sekarang) dengan keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali. Pengenalan kebutuhan tidak secara otomatis mengaktifkan suatu tindakan. Hal ini bergantung pada beberapa faktor. Pertama, kebutuhan yang dikenali harus cukup penting. Kedua, konsumen percaya bahwa solusi bagi keputusan tersebut ada dalam batas kemampuannya. Pencarian informasi didefinisikan sebagai aktifitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi yang diiinginkan. Pencarian informasi dapat bersifat internal dan eksternal. Pencarian internal melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari ingatan. Pencarian eksternal terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar. Proses pencarian informasi ini lebih dahulu menggunakan pencarian internal lalu jika masih belum
berhasil dapat menggunakan pencarian eksternal. Motivasi utama dibalik pencarian pra pembelian adalah keinginan untuk membuat pilihan konsumsi yang lebih baik. Evaluasi alternatif merupakan tahap setelah konsumen mendapatkan informasi yaitu konsumen mengevaluasi berbagai alternatif pilihan dan memilih alternatif untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahap ini, konsumen menggunakan kriteria evaluasi sebagai atribut yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan, sehingga dapat memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut. Kriteria evaluasi dapat berbeda-beda bergantung pada karakteristik produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Ketika pengambilan keputusan bersifat kebiasaan, evaluasi alternatif hanya akan melibatkan konsumen yang membentuk niat untuk membeli kembali produk yang sama seperti sebelumnya. Pembelian, jika menggunakan model perilaku konsumen, ditunjukkan sebagai fungsi dari dua faktor yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan dan atau perbedaan individual. Hal ini dapat diartikan bahwa seringkali pembelian direncanakan sepenuhnya atau ada niat untuk membeli baik produk maupun merek. Pada kali lain, niat hanya mencakup produk, dengan pilihan merek dicadangkan untuk pertimbangan yang lebih mendalam di tempat penjualan. Perilaku pasca pembelian dapat terlihat dari adanya tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami konsumen setelah pembelian terhadap suatu produk dilakukan. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif, dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum.
3.1.3. Pemasaran Kotler (2005) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Definisi manajerial pemasaran sering digambarkan sebagai seni menjual produk. Kotler (2005) juga menjelaskan bahwa konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah perusahaan harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih. Konsep pemasaran berdiri di atas empat pilar : pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terintegrasi, dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep pemasaran mempunyai perspektif dari luar ke dalam. Konsep itu dimulai dari pasar yang didefinisikan
dengan
baik,
berfokus
pada
kebutuhan
pelanggan,
mengkoordinasikan semua aktivitas yang mempengaruhi pelanggan dan menghasilkan laba dengan memuaskan pelanggan.
Pasar Kebutuhan Sasaran pelanggan
Pemasaran terintegrasi
Laba kepuasan pelanggan
Gambar 8. Konsep pemasaran (Kotler , 2005)
3.1.3.1. Bauran Pemasaran Kotler (2005) menjelaskan bahwa strategi pemasaran dapat dirumuskan dengan menganalisis bauran pemasarannya. Formulasi strategi pada bauran
pemasaran nantinya dapat digunakan sebagai program pemasaran bagi perusahaan. Menurut Kotler (2005), terdapat empat bauran pemasaran yang disebut sebagai empat P, yaitu : a. Produk (Product) Kotler (2005) menjelaskan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan. Produk mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek dan kemasan produk. Strategi produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. b. Harga (Price) Menurut Kotler (2005), harga adalah jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa. Harga juga diartikan sebagai jumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk memiliki atau menggunakan jasa atau produk. Strategi bauran harga meliputi keputusan-keputusan yang berkaitan dengan penetapan harga dasar, potongan harga dan syarat-syarat pembayaran serta tingkat kompetensi pasar. c. Tempat (Place) Tempat berkaitan dengan saluran pemasaran distribusi. Kotler (2005) menjelaskan bahwa saluran pemasaran adalah organisasi yang saling tergantung untuk menjadikan suatu produk atau jasa untuk digunakan atau dikonsumsi. d. Promosi (Promotion) Kotler (2005) mendefinisikan promosi sebagai kumpulan dari kiat intesif yang beragam, kebanyakan berjangka pendek, dirancang untuk mendorong pembelian suatu produk atau jasa lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen
dan pedagang. Keberhasilan dari strategi promosi dinilai dari preferensi masyarakat terhadap produk yang ditawarkan. 3.1.3.2. Pemasaran Kopi Kopi di Indonesia sebagian besar dihasilkan dari perkebunan rakyat. Pemasaran kopi yang dilakukan di dalam negeri dimulai melalui jalur petani sampai kepada eksportir melalui berbagai saluran distribusi, seperti pedagang perantara yang meliputi tengkulak-tengkulak yang bergerak di desa dan kecamatan maupun pedagang pengumpul yang biasanya bergerak di kota-kota, perusahaan penyortir dan pengolah. Spillane (1990) menjelaskan bahwa pola struktur tataniaga kopi rakyat jauh daripada ideal, karena memang sejak awal pengelolaannya yang secara tradisional, tidak dapat menyamai keterampilan manajemen perusahaan-perusahaan perkebunan kopi yang bermodal besar dan modern. Kopi rakyat sangat tertinggal dibandingkan dengan kopi perkebunan besar baik pengelolaan maupun permodalan. Petani
Tengkulak
Pedagang Pengumpul
Perusahaan Penyortir
Eksportir Gambar 9. Jalur Distribusi Perdagangan Kopi Rakyat.
Spillane (1990) mengatakan bahwa distribusi kopi rakyat merupakan satu jalur distribusi. Jalur tersebut dimulai dari petani ke tengkulak, lalu tengkulak menjual ke pedagang pengumpul, kemudian pedangang pengumpul menjual ke
perusahaan penyortir, setelah itu perusahaan penyortir menjual kopinya ke eksportir. Sedangkan pada perusahaan perkebunan besar, jalur distribusi tidak melalui jalur yang panjang. Hal ini karena perusahaan besar mempunyai sistem pengolahan yang lebih baik, mulai dari pemeliharaan kebun, penyortiran, upgrading, pengolahan, dan pemasaran. Pola struktur tataniaganya lebih efisien, karena mata rantai pemasarannya lebih singkat. Baik untuk pemasaran dalam negeri maupun luar negeri, pola tataniaga perkebunan besar bermata rantai singkat berbentuk produsen ke konsumen. Perkebunan Besar / Eksportir
Importir
Gambar 10. Jalur Distribusi Perdagangan Kopi Besar.
3.1.4. Experiential Marketing dan Emotional Branding 3.1.4.1. Alat-Alat dalam Experiential Marketing Menurut Schmitt (1999), Experiential Marketing dapat dianalisis melalui dua hal, yaitu pendekatan terhadap pengalaman-pengalaman dalam proses Experiential Marketing dan penciptaan pengalaman-pengalaman dalam proses Experiential Marketing. Bentuk-bentuk dalam pendekatan pengalaman dapat ditunjukkan dengan SEMs (Strategy Experiential Modules). Unsur-unsur SEMs tersebut adalah :
a. Sense (indera) Strategi pemasaran ini bertujuan untuk mempengaruhi konsumen dengan mencipakan pengalaman sensori melalui penglihatan, pengecapan, suara, sentuhan, peraba, dan penciuman. b. Feel (perasaan) Strategi pemasaran ini bertujuan untuk mempengaruhi perasaan dan emosi terdalam pelanggan sehingga tercipta pengalaman afektif, yaitu adanya perasaan positif terhadap merek yang dapat memperkuat emosi kesenangan dan kebanggan si pelanggan. c. Think (pikiran) Strategi pemasaran ini bertujuan untuk meningkatkan kognitif dan pengalaman pemecahan masalah konsumen secara kreatif. Strategi ini juga mempengaruhi pelanggan melalui kejutan, intrik dan provokasi. d. Act (aksi) Strategi pemasaran ini bertujuan untuk mempengaruhi pengalamanpengalaman secara lahiriyah, gaya hidup, dan berbagai interaksi pelanggan. e. Relate (hubungan) Strategi pemasaran ini meliputi aspek sense, feel, think, dan act. Strategi ini merupakan perluasan dari kehidupan individu, perasaan pribadi sehingga menambah pengalaman-pengalaman individu dan menghubungkan individu pada idealis dirinya, orang lain, atau budaya. Sedangkan alat-alat penting yang diperlukan dalam penciptaan pelaksanaan Experiential Marketing menurut Schmitt (1999) adalah :
a. Komunikasi, yaitu mencakup periklanan, komunikasi internal dan eksternal perusahaan sebaik kampanye public relation terhadap merek. b. Identitas visual/verbal, yaitu nama,logo, dan lambang. c. Kehadiran produk, yaitu mencakup desain produk, pembungkusan dan penampakan produk dan karakter merek yang digunakan sebahai bagian dari pembungkusan dan poin dari material penjualan. d. Co-branding (kerjasama merek), yaitu adanya event marketing dan sponsorship, aliansi dan partnership, perizinan, penempatan produk dalam tim, kerja sama kampanye dan tipe lain dari pengaturan kerjasama. e. Lingkungan, yaitu bangunan, kantor, jarak pabrik, retail, jarak publik, dan perdagangan. f. Website dan media elektronik g. Orang, yaitu mencakup salespeople, perwakilan perusahaan, penyedia jasa, penyedia pelayanan pelanggan, dan siapa saja yang terlibat dengan perusahaan atau merek. Selain alat-alat diatas, Experiential Marketing Forum melalui para ahlinya juga menjelaskan ada lima belas hal yang dapat menjelaskan Experiential Marketing. Hal tersebut adalah sensory experience (pengalaman yang berhub dengan panca indera), interaction (interaksi), relationship (hubungan), memories (ingatan), information (informasi), presence (kehadiran), immediate (segera), respons (tanggapan), context (suasana), trust (kepercayaan), reward (ganjaran), community (masyarakat), long-term (jangka panjang), consumed (dikonsumsi) dan referral (penyerahan).
3.1.4.2. Sepuluh Perintah Emotional Branding Menurut Gobé (2005), untuk mengilustrasikan perbedaan antara konsep kepedulian merek yang tradisional yaitu brand awareness dengan konsep kepedulian merek yang baru yaitu emotional branding, diperlukan sepuluh perintah emotional branding untuk mengekspresikan merek tersebut agar menjadi disukai. Sepuluh perintah tersebut adalah : a. Dari Konsumen menuju Manusia Jika konsumen hanya membeli sedangkan manusia hidup, maka pola pikir perusahaan yang sebelumnya adalah bagaimana mendapatkan pembelian konsumen sebanyaknya menjadi bagaimana membangun kemitraan kepada sesama manusia dengan pendekatan saling menguntungkan yang didasarkan pada hubungan yang saling menghormati. b. Dari Produk menuju Pengalaman Produk memenuhi kebutuhan, sedangkan pengalaman memenuhi hasrat. Sebuah pengalaman produk atau pengalaman berbelanja mempunyai nilai tambah dan akan bertahan dalam memori emosional konsumen sebagai suatu keterkaitan yang dibuat pada tingkatan yang bukan sekedar memenuhi kebutuhan. c. Dari Kejujuran menuju Kepercayaan Kejujuran diharapkan, sedangkan kepercayaan bersifat melekat dan intim. Strategi ini menimbulkan rasa nyaman dan rasa nyaman bagi konsumen serta memberikan prioritas utama dalam pilihan mereka. Dengan demikian untuk memperolehnya harus diperjuangkan.
d. Dari Kualitas menuju Preferensi Kualitas dengan harga yang tepat merupakan suatu hal yang sudah biasa saat ini. Preferensi menciptakan penjualan. Kualitas merupakan suatu penawaran yang penting bagi bisnis, namun adanya preferensi terhadap produk yang berkualitas membuat merek memiliki hubungan yang riil dengan kesuksesan. e. Dari Kemasyuran menuju Aspirasi Menjadi terkenal bukan berarti merek tersebut dicintai. Jika suatu merek yang sudah termahsyur ingin didambakan oleh konsumennya, maka merek tersebut harus mendengarkan aspirasi konsumennya. f. Dari Identitas menuju Kepribadian Identitas adalah pengakuan, sedangkan kepribadian adalah mengenai karakter dan karisma. Identitas merek adalah unik dan menunjukkan sebuah titik perbedaan untuk berhadapan dengan lingkungan persaingan. Namun kepribadian merek yang spesial dapat menjadikan suatu karakter yang karismatik yang mendoromg suatu respons emosional. g. Dari Fungsi menuju Perasaan Fungsionalitas dari suatu produk adalah hanya mengenai kegunaan atau kualitas yang dangkal, sedangkan desain penginderaan adalah mengenai pengalaman. Menciptakan identifikasi produk dengan menekankan pada keuntungan produk hanya relevan jika inovasi produk dapat diingat dan menarik bagi konsumen. h. Dari Ubikuitas menuju Kehadiran Ubikuitas (keberadaan yang sangat umum) dapat dilihat, sedangkan kehadiran emosional dapat dirasakan. Kehadiran merek dapat berdampak terhadap
konsumen. Merek dapat membentuk hubungan yang kuat dan permanen dengan manusia, terutama jika merek tersebut disiasatkan sebagai suatu program gaya hidup. i. Dari Komunikasi menuju Dialog Komunikasi adalah memberi tahu, sedangkan dialog adalah berbagi. Pemasaran yang hanya menyampaikan informasi kepada konsumen dengan satu arah seperti melalui iklan sekarang harusnya mengubah cara pemasarannya
dengan
melakukan
dialog
dengan
konsumen
untuk
mendapatkan suatu tempat dalam konsumen karena kebutuhan konsumen akan sebuah kemitraan merupakan hal yang sangat berarti. j. Dari Pelayanan menuju Hubungan Pelayanan adalah menjual, sedangkan hubungan adalah penghargaan. Pelayanan yang terbaik dan perhatian khusus bagi konsumen akan membangun hubungan yang langgeng dengan konsumen.
3.1.5. Branding dengan Emotional Branding Kotler (2005) menjelaskan bahwa branding atau merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Branding dalam bisnis eceran adalah mengenai penceritaan kisah dan keterlibatan dalam sebuah dialog yang menghubungkan merek Anda dengan hati para konsumen (Gobé, 2005). Masa depan branding adalah mendengarkan konsumen secara seksama agar bisa
menjalin hubungan yang kuat dengan mereka dengan membawa solusi yang menyenangkan dan dapat meningkatkan daya hidup ke dalam dunia mereka. Joёl Desgrippes dalam Gobé (2005) mengatakan bahwa branding (penciptaan merek) bukan hanya mengenai ubikuitas (berada di mana-mana), visibilitas, dan fungsi, namun mengenai penciptaan ikatan emosional dengan masyarakat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hanya jika sebuah produk atau jasa dapat memicu sebuah dialog emosional dengan para konsumen, barulah produk atau jasa ini memiliki kualifikasi sebagai merek. Emotional branding menurut Gobé (2005) adalah saluran di mana orang secara tidak sadar berhubungan dengan perusahaan dan dengan produk dari perusahaan tersebut dalam suatu metode yang mengagumkan secara emosional. Selain itu, dapat juga dikatakan bahwa emotional branding adalah sebuah alat untuk menciptakan dialog pribadi dengan konsumen. Konsumen saat ini berharap merek yang mereka pilih dapat memahami mereka secara mendalam dan individual dengan pemahaman yang solid mengenai kebutuhan dan orientasi budaya mereka. Hal yang lebih penting menurut Gobé (2005) adalah perlu diluruskannya kesalahan konsep terbesar dalam strategi branding, yaitu keyakinan bahwa branding berkaitan dengan pangsa pasar, padahal branding sesungguhnya berkaitan dengan ”pangsa pikiran dan emosi”. Hal tersebut juga diperkuat oleh Kotler (2005) dengan Ikatan merek (brand bonding) yaitu terjadi apabila pelanggan mengalami bahwa perusahaan tersebut menepati manfaat yang dijanjikannya. Faktanya adalah bahwa merek tidak dibangun oleh iklan, melainkan oleh pengalaman merek. Sehingga dengan adanya pegalaman merek
yang dialami oleh konsumen, membuat pangsa pikiran dan emosi konsumen terpenuhi dan konsumen dapat menjadi loyal karenanya. 3.1.6. Hubungan antara Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) dengan Loyalitas Konsumen Pemasaran yang dilakukan terhadap suatu produk sesungguhnya akan menentukan kesuksesan produk tersebut dapat diterima atau tidak oleh konsumen. Penggunaan yang berulang terhadap produk tersebut menyiratkan bahwa telah terjadi hubungan antara konsumen dengan produsen dalam bentuk sebuah loyalitas terhadap penggunaan produk tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Haeckel (2003) yaitu seluruh pengalaman konsumen yang dipengaruhi oleh aspek sensori dan petunjuk-petunjuk emosional, dapat menjadikan sebuah nilai atau persepsi konsumen yang nantinya dapat menentukan preferensi terhadap merek tertentu. Melalui prinsip-prinsip pengalaman yang diatur dengan baik, perusahaan dapat mendisain berbagai elemen yang
dapat mempengaruhi konsumen dan
konsumen akan memberikan loyalitasnya. Haeckel (2003) juga menjelaskan bahwa konsumen secara sadar atau tidak akan menyaring berbagai petunjuk pengalaman bagi dirinya kemudian mengaturnya menjadi sebuah kesan baik secara rasional ataupun emosional. Petunjuk pengalaman adalah apapun yang disadari atau dirasakan seseorang. Petunjuk yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen secara emosional terdiri atas dua tipe yaitu mekanis (diperlihatkan melalui benda) dan humanis (diperlihatkan melalui manusia). Petunjuk mekanis, humanis ataupun fungsional (sebatas pelayanan saja) haruslah lebih bersinergi satu sama lainnya daripada hanya sebagai nilai tambah bagi suatu produk.
Manajemen pengalaman konsumen bagi perusahaan memfokuskan pada bagian yang berbeda dari tujuan umum perusahaan seperi biasanya. Haeckel (2003) telah mengidentifikasi tiga prinsip fundamental yang membantu perusahaan untuk meciptakan nilai di mata konsumen melalui pengalaman. Prinsip-prinsip tersebut adalah : a. Menggabungkan luasan dan kedalaman pengalaman Luasan pengalaman menunjuk kepada serangkaian pengalaman konsumen yang telah dilakukan dengan perusahaan, dimulai dari luar hingga ke dalam perusahaan pada hal-hal yang dapat diidentifikasi langsung. Kedalaman pengalaman merujuk kepada jumlah dan perbedaan petunjuk pada masingmasing level perusahaan, semakin banyak hal-hal yang mempengaruhi sensoritas konsumen semakin baik perusahaan tersebut mempengaruhi persepsi konsumen. b. Menggunakan
petunjuk
humanis
dan
mekanis
untuk
meningkatkan
fungsionalitas perusahaan Dalam beberapa kasus, petunjuk humanis dan mekanis dapat diperkenalkan untuk meningkatkan fungsionalitas barang atau jasa perusahaan tersebut. Konsumen memproses perbedaan petunjuk ini secara keseluruhan, sehingga perusahaan haruslah mengatur masing-masing petunjuk dengan baik. Stimulan yang melapisi barang dan jasa yang diproduksi dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas barang dan jasa yang dihasilkan tersebut. Petunjuk mekanis dan humanis harus tercampur dengan baik dengan petunjuk fungsional yang ditawarkan untuk nantinya mendukung petunjuk pengalaman secara keseluruhan.
c. Menghubungkan secara emosional Perusahaan dengan sistem manajemen pengalaman yang efektif mengerti dan memberikan tanggapan terhadap kebutuhan emosional konsumen. Perusahaan menciptakan serangkaian petunjuk yang digunakan untuk mempengaruhi reaksi emosional positif dari konsumen seperti kegembiraan, kekaguman, keingintahuan, kesayangan, dan kepercayaan. Menghubungkan dengan konsumen secara sensorial merupakan hal penting dalam hal mendapatkan elemen emosional yang positif dari sebuah pengalaman. Dari beberapa penjelasan di atas terlihat bahwa experiential marketing merupakan jalan untuk terjadinya emotional branding dan lebih jauh lagi dapat mempengaruhi loyalitas konsumen tersebut. Novindra (2003) juga berpendapat yang serupa yaitu bahwa EXEM sangat bermanfaat untuk mendapatkan loyalitas konsumen jangka panjang, selain itu kinerja secara umum dan ekuitasnya juga meningkat. Hal ini disebabkan, pada intinya EXEM memang untuk membangun hubungan yang langgeng dengan pelanggan dan pada akhirnya akan diperoleh ekuitas pelanggan sehingga daur hidup nilai produknya juga meningkat walaupun membutuhkan waktu yang sangat lama.
3.1.7. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini diturunkan berdasarkan konsep Experiential Marketing menurut Schmitt (1999) dan Emotional Branding menurut Gobé (2005). Variabel tersebut terdiri atas variabel independen dan variabel dependen Variabel independen adalah Experiential Marketing dan Emotional Branding pada Kafe kopi X. Experiential marketing terdiri dari dua belas faktor, yaitu
Experiential Module (sense, feel, think, act dan relate) dan Experiential Provider (komunikasi, identitas, produk, co-branding, lingkungan, website dan orang). Sedangkan Emotional Branding terdiri atas sepuluh faktor yaitu : dari konsumen menuju manusia, dari produk menuju pengalaman, dari kejujuran menuju kepercayaan, dari kualitas menuju preferensi, dari kemasyuran menuju aspirasi, dari identitas menuju kepribadian, dari fungsi menuju perasaan, dari ubikuitas menuju kehadiran, dari komunikasi menuju dialog, dan dari pelayanan menuju hubungan. Sedangkan variabel dependennya adalah loyalitas konsumen Kafe kopi X yang diwakili oleh faktor pembelian ulang, tidak terpengaruh oleh pesaing dan merekomendasikan kepada orang lain untuk datang ke Kafe kopi X. Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Sedangkan operasionalisasi variabel dalam pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6. Operasionalisasi Variabel Variabel Faktor Sense (indera) Feel (perasaan) Think (pikiran) Act (aksi) Relate (hubungan) Experiential Komunikasi Marketing (Xa) Identitas Produk co-branding Lingkungan Website Orang konsumen ke manusia produk ke pengalaman kejujuran ke kepercayaan kualitas ke preferensi kemasyuran ke aspirasi Emotional Branding (Xb) identitas ke kepribadian fungsi ke perasaan ubikuitas ke kehadiran komunikasi ke dialog pelayanan ke hubungan
Loyalitas Konsumen (Y)
Simbol Skala Ukuran X1 Nilai yang diberikan X2 konsumen X3 terhadap X4 penerapan X5 prinsipX6 Ordinal prinsip X7 Experiential X8 Marketing X9 X10 X11 X12 X13 Nilai yang diberikan X14 konsumen X15 terhadap X16 penerapan X17 Ordinal prinsipX18 prinsip X19 Emotional X20 Branding X21 X22 Tingkat Pembelian Ulang Ordinal pembelian ulang Tingkat kekuatan Pengaruh oleh daya tarik pesaing Ordinal konsumen atas produk Tingkat Penciptaan prospek Ordinal penciptaan prospek
Tabel 7. Operasionalisasi Variabel dalam Pertanyaan No. Variabel Pertanyaan Kopi X memiliki rasa manis dan pahit yang sesuai 1. Sense (X1) jika dibandingkan dengan minuman kopi yang biasa saya minum Menikmati kopi di Kafe kopi X dapat memberikan 2. Feel (X2) saya suasana yang lebih nyaman dibandingkan yang ditawarkan oleh restoran kopi lainnya Ketika saya menginginkan minuman kopi dengan rasa yang enak dan mendapatkan pelayanan yang 3. Think (X3) baik, maka Kafe kopi X merupakan kafe yang menjadi salah satu pilihan saya diantara kafe lainnya Minuman kopi yang disajikan, enak dinikmati pada saat santai, sedang bekerja, dan beristirahat serta 4. Act (X4) dapat menjadi lebih senang dan puas setelah meminumnya Saya mendapatkan suasana yang saya butuhkan 5. Relate (X5) saat kumpul keluarga, dengan rekanan, ataupun dengan relasi bisnis dengan berada di Kafe kopi X Menurut saya bentuk-bentuk promosi yang 6. Komunikasi (X6) dilakukan Kafe kopi X (promo menu, potongan harga, iklan, dll) dapat menarik minat konsumen Nama merek Kafe kopi X mudah diingat dan 7. Identitas (X7) diucapkan Produk-produk yang ditawarkan Kafe kopi X 8. Produk (X8) bervariasi dalam rasa dan ukuran serta sesuai dengan harga yang diberikan Kafe kopi X sering menjadi sponsor dalam 9. Co-Branding (X9) berbagai acara ataupun membantu kegiatankegiatan lain Kafe kopi X dapat ditemukan dibanyak tempat 10. Lingkungan (X10) dengan mudah seperti halnya kafe-kafe lain Pengenalan Kafe kopi X dari media internet, media 11. Website (X11) elektronik atau media massa lainnya memudahkan konsumen dalam mengenal Kafe kopi X Tenaga penjual atau pelayan sangat membantu dan 12. Orang (X12) memudahkan saya dalam pelayanan yang saya butuhkan ketika saya berada di Kafe kopi X Quiz dan undian berhadiah oleh Kafe kopi X dari konsumen ke 13. mendekatkan Kafe kopi X dengan konsumennya manusia (X13) Produk dan pelayanan yang ditawarkan di Kafe kopi X memberikan nilai tambah bagi saya untuk dari produk ke 14. memilih Kafe kopi X sebagai restoran kopi yang pengalaman (X14) saya pilih dikemudian hari Saya yakin Kafe kopi X telah dapat memberikan dari kejujuran ke 15. produk dan pelayanan yang terbaik untuk kepercayaan (X15) konsumennya
16.
dari kualitas ke preferensi (X16)
17.
dari kemasyuran ke aspirasi (X17)
18.
dari identitas ke kepribadian (X18)
19.
dari fungsi ke perasaan (X19)
20.
dari ubikuitas ke kehadiran (X20)
21.
dari komunikasi ke dialog (X21)
22.
dari pelayanan ke hubungan (X22)
Kafe kopi X mempunyai mutu yang baik sesuai dengan minuman kopi yang biasa saya minum Kafe kopi X merupakan salah satu merek kafe terkenal diantara merek kafe lainnya dengan kualitas dan inovasi produknya yang terjaga baik Kafe kopi X merupakan restoran kopi pertama yang dimiliki dan dikembangkan oleh murni pribumi di Indonesia Saya minum kopi di Kafe kopi X bukan sekedar minum kopi, melainkan untuk menikmati suasana Keberadaan Logo Kafe kopi X dalam bentuk nama merek yang terpampang ataupun tercetak dalam produk promosi (mug, gelas, botol, dll) membekas di benak konsumen Keberadaan komunikasi melalui alamat email alamat kantor dan faximile memungkinkan Konsumen dapat mengirimkan saran dan kritik untuk Kafe kopi X Keberadaan Kafe kopi X memenuhi kebutuhan konsumen akan restoran kopi yang berkualitas
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kafe kopi X merupakan sebuah nama restoran penyaji kopi yang telah berpengalaman bertahun-tahun. Sejak pertama didirikan hingga saat ini telah tersebar puluhan cabang di seluruh Indonesia dan sedang berekspansi ke beberapa negara tetangga. Namun beberapa tahun belakangan ini, beberapa gerai Kafe kopi X mengalami penutupan. Padahal saat ini, Kafe kopi X bukanlah satu-satunya pemain dalam bisnis restoran kopi. Adanya persaingan dengan restoran-restoran sejenis tentu saja merupakan hal yang patut untuk diperhitungkan. Karena itu Kafe kopi X dengan segala kelebihannya dan keunikannya, diharapkan mampu mengatasi persaingan tersebut. Konsumen saat ini menginginkan adanya pelayanan dan produk yang memuaskan baginya. Karena itu, konsumen mengharapkan agar senantiasa mendapatkan sebuah pengalaman dalam proses pembelian ataupun mendapatkan
hasil pembelian yang menciptakan suatu retensi atau pembelian ulang. Pengalaman positif yang dihadirkan oleh perusahaan kepada pelanggan merupakan sebuah metode pemasaran yang dikenal dengan nama experiential marketing. Sebuah merek yang senantiasa memberikan pengalaman positif bagi konsumen akan menjadikan merek tersebut yang selalu diingat di benak konsumen. Merek tersebut kemudian secara emosional atau tanpa disadari menjadi merek pilihan konsumen ketika dihadapkan pada pilihan akan menggunakan sesuatu produk. Konsep inilah yang nantinya disebut sebagai emotional branding. Experiential marketing dan emotional branding (EXEM) merupakan kombinasi strategi pemasaran yang dapat mengena kepada konsumen secara langsung, dan diharapkan dari adanya strategi ini adalah adanya bentuk loyalitas terhadap merek tersebut. Kombinasi dari ketiga konsep ini tebukti dapat meningkatkan hubungan baik antara konsumen dengan perusahaan. Penelitian ini akan menguji bagaimana faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X. Pengujian ini menggunakan analisis faktor dengan menggunakan analisis komponen utama untuk mereduksi sejumlah faktor agar dapat diperoleh sejumlah faktor-faktor komponen utama dari EXEM. Untuk melihat pembentukannya terhadap loyalitas konsumen, maka dilakukan analisis lanjutan terhadap skor faktor analisis komponen utama dengan menggunakan analisis diskriminan untuk mengklasifikasikan grup pasca pembelian yang merupakan bentuk dari loyalitas konsumen.
Perkembangan Konsumsi Kopi di Indonesia
Tingkat Persaingan Pasar Kafe yang Semakin Meningkat
Beberapa Kafe Kopi X Mengalami Penutupan
Kafe kopi X Menerapkan Prinsip-Prinsip Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM)
Konsumen Kafe kopi X
Perilaku pasca pembelian 1. Repeat Customer 2. Clients 3. Advocates
Faktor-Faktor EXEM yang dipertimbangkan oleh konsumen (22 faktor): sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), relate (X5), komunikasi (X6), identitas (X7), produk (X8), cobranding (X9), lingkungan (X10), website (X11), orang (X12), konsumen ke manusia (X13), produk ke pengalaman (X14), kejujuran ke kepercayaan (X15), kualitas ke preferensi (X16), kemasyuran ke aspirasi (X17), identitas ke kepribadian (X18), fungsi ke perasaan (X19), ubikuitas ke kehadiran (X20), komunikasi ke dialog (X21), dan pelayanan ke hubungan (X22)
Analisis faktor
Analisis Diskriminan
Faktor Komponen Utama Faktor-Faktor EXEM dominan
Gambar 11. Kerangka Pemikiran Operasional.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kafe kopi X yang terletak di Jakarta yaitu cabang Mal Kelapa Gading 2. Kafe kopi X sebagai objek penelitian dipilih secara sengaja (puposive) dengan pertimbangan bahwa Kafe kopi X telah memasukkan elemen-elemen Experiential Marketing dan Emotional Branding ke dalam gerai. Lokasi penelitian pada Kafe kopi X di wilayah Jakarta diperoleh secara sengaja (puposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah awal mula Kafe kopi X berdiri. Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2008.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis data yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari kuisioner yang disebarkan kepada para konsumen yang ada di restoran pada saat penelitian dan hasil wawancara dengan pihak manajemen PT. XYZ. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur beberapa skripsi, internet dan buku yang berkaitan dengan materi penelitian. Tabel 8. Jenis dan Sumber Data No. Jenis Data Sumber 1. Data Primer Kuisioner yang disebarkan kepada responden Konsumen Kafe kopi X 2. Data Sekunder Data perusahaan (gambaran umum perusahaan) PT. XYZ Landasan teori Buku-buku literatur, internet, skripsi, penelitian terdahulu Data kopi BPS, FAO, ICO(internet)
Kuisioner yang disebarkan kepada responden berisikan pertanyaan tertutup yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, dimana alternatif jawaban telah disediakan sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang menurutnya paling sesuai. Paket kuisioner yang dibagikan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa screening yang merupakan syarat bagi responden untuk dapat mengisi bagian kedua dari kuisioner. Sedangkan bagian kedua berkaitan dengan identitas responden dan memuat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan tanggapan responden atas pelaksanaan EXEM di Kafe kopi X. Kuisioner selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.3. Teknik Penentuan Jumlah Sampel Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah orang yang sedang melakukan pembelian di Kafe kopi X. Untuk memilih konsumen yang selanjutnya akan dijadikan sebagai responden dilakukan dengan secara convinience sampling. Populasi dalam penelitian ini berdasarkan jumlah pembeli pada bulan februari 2008 yang berjumlah 3928 orang. Penentuan jumlah contoh minimal berdasarkan populasi yang telah diketahui jumlahnya, maka dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut : n=
dengan :
N 1 + N • e2
n : jumlah contoh minimal N : jumlah populasi e : tingkat kesalahan (10%)
Berdasarkan rumus slovin, maka jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 97.5 orang dan untuk memudahkan dalam perhitungan
jumlah contoh dibulatkan menjadi 100 orang dengan tingkat kesalahan pengambilan contoh sebesar 10 persen.
4.4. Metode Skala Pengukuran Responden dalam penelitian ini ditanya penilaiannya terhadap elemenelemen Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) dan bentuk loyalitas yang dilakukannya. Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai setiap jawaban responden adalah Skala Likert dengan bobot tertentu pada setiap jawaban pertanyaan. Pengukuran Skala Likert hanya memuat rangking saja, tanpa diketahui berapa kali penilaian seorang responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya di dalam skala (Nazir, 1998). Pengukuran penelitian ini dengan cara meminta responden untuk memberikan penilainnya terhadap setiap pertanyaan dalam kuesioner. Penilaian yang diberikan berupa tingkat kesetujuan responden terhadap setiap pertanyaan yang diajukan. Skala pengukuran dan bobot yang digunakan untuk menilai tingkat kesetujuan responden adalah Sangat Setuju (5), Setuju (4), Ragu-Ragu (3), Tidak Setuju (2) dan Sangat Tidak Setuju (1). Definisi operasional dari masing-masing skala dapat dilihat pada sub bab 4.6.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian adalah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan tertutup, yang mengharuskan responden untuk memilih salah satu jawaban yang telah tersedia. Pengolahan data dilakukan dengan memberikan kode terhadap jawaban tersebut berdasarkan skala likert yang
digunakan. Selanjutnya data tersebut diolah menggunakan Microsoft Excel 2003 dan SPSS 13.0 for Windows dengan analisa data menggunakan analisa faktor metode analisis komponen utama dan analisa diskriminan.
4.5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas kuisioner merupakan pengujian kuisioner sebelum dilakukan penyebaran kuisioner kepada konsumen. Uji ini dilakukan terhadap beberapa responden dan hasilnya dapat digunakan untuk penyempurnaan kuisioner baik dalam pengurangan dan atau penambahan pertannyaan atau pun penyempurnaan bahasa atau kalimat yang digunakan. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Simamora, 2002). Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Tahapan pengujian validitas alat ukur adalah sebagai berikut (Simbolon, 2007) : 1.
Mengidentifikasi secara operasional konsep yang akan diukur
2.
Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden
3.
Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban dan menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi korelasi rank spearman. Nilai pengukur yang valid adalah jika lebih besar dari 0.3. Rumus korelasi rank spearman :
⎡ n 2 ⎤ ⎢ 6∑ d i ⎥ ⎥ r = 1 − ⎢ i =21 ⎢ n(n − 1) ⎥ ⎢⎣ ⎥⎦ Keterangan : d = perbedaan rank x dan y pada objek ke-i n = jumlah sampel
Reliabilitas menyangkut ketepatan alat ukur atau tingkat presisi suatu ukuran atau alat pengukur (Nazir, 1998). Simamora (2002) menjelaskan bahwa reliabilitas adalah tingkat keterandalan kuisioner. Kuisioner yang reliabel adalah kuisioner yang apabila dicobakan secara berulang-ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha atau metode Cronbach Alpha. Metode alpha digunakan untuk menganalisis reliabilitas kuisioner yang skalanya bukan 0 dan 1 (Simamora, 2002). Alat ukur (kuisioner) dapat dikatakan reliabel jika hasil perhitungan menggunakan rumus bernilai lebih dari 0.7. Rumus metode Cronbach Alpha : k ⎡ ⎤ s i2 ⎥ ∑ ⎢ k ⎢1 − i =1 2 ⎥ α = k −1 ⎢ s tot ⎥ ⎢⎣ ⎥⎦
Dimana :
K = jumlah pertanyaan Si2 = Ragam antar responden untuk skor pertanyaan ke-I Stot2 = Ragam antar responden untuk skor total
4.5.2. Analisis Deskriptif Penggunaan analisis deskriptif yaitu dalam bentuk pentabulasian dan pengelompokkan jawaban yang sama kemudian dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Persentase jumlah responden terbesar merupakan faktor yang dominan dari masing-masing variabel yang diteliti. Hasil dari tabulasi deskriptif digunakan sebagai data input dalam SPSS. Hasil analisis deskriptif memberikan gambaran awal terhadap hasil pengolahan dengan SPSS.
4.5.3. Analisis Faktor Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis faktor dengan metode analisis komponen utama atau principal component analysis. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mentransformasi sejumlah besar variabel yang saling berkorelasi, menjadi variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari variabel asal, merupakan variabel yang saling bebas, lebih sedikit namun kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah (representatif bagi data asal), dan terurut dari ragam terbesar hingga terkecil. Manfaat variabel baru PCA biasanya untuk analisis lanjutan atau untuk membuat indeks komposit (Sulianto,2005). Secara sederhana, proses dalam analisis komponen utama adalah sebagai berikut : •
Misalkan ada p variabel asal yaitu X1, X2, ..., XP
•
Ditransformasikan dengan PCA sehingga menjadi variabel baru (sebut saja PC) yang merupakan kombinasi linier variabel asal, yaitu : PC1 = a11 X1 + a12 X2 + ... + a1P XP PC2 = a21 X1 + a22 X2 + ... + a2P XP ... PCP = aP1 X1 + aP2 X2 + ... + aPP XP Dimana :
•
PC1 – PCP
: Skor faktor ke 1 sampai ke P
aP
: Koefisien skor faktor untuk faktor ke P
X1 – XP
: Variabel awal ke-P
Ingin dicari pembobot PC (ai) sedemikian rupa sehingga
1. Antar variabel baru (PC) tadi saling bebas; 2. Lebih sedikit dari variabel lama namun kandungan informasinya relatif tidak berubah; dan 3. Terurut dari ragam terbesar hingga terkecil. Dalam melakukan interpretasi komponen utama tersebut harus dilihat muatan
(loading)
variabel
amatan
terhadap
komponen
utama,
dengan
memperhatikan variabel muatan mana yang memiliki korelasi tinggi dengan komponen utama atau yang memiliki pembebanan lebih besar pada pembentukan komponen utama yang bersangkutan. Kemudian selanjutnya melakukan interpretasi komponen-komponen utama tersebut. Untuk dapat mengetahui faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) apa saja yang mempengaruhi loyalitas konsumen Kafe kopi X, ditunjukkan oleh Rotated Component Matrix melalui hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 13. Proses pengolahan data dalam analisis faktor dapat dijelaskan sebagai berikut (Sulianto, 2005): 1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis 2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan dengan menggunakan Bartlett’s Test of Sphericity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling Adequacy) 3. Melakukan proses factoring atau menurunkan satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang lolos dari uji variabel sebelumnya 4. Melakukan proses rotasi faktor dengan tujuan untuk memperjelas variabel yang masuk dalam faktor tersebut
5. Menginterpretasikan faktor-faktor yang terbentuk, khususnya memberi nama atas faktor yang terbentuk tersebut yang dianggap mewakili variabel-variabel anggota tersebut
4.5.4. Analisis Diskriminan Analisis diskriminan adalah termasuk analisis dependence statistical method yang digunakan untuk permasalahan yang menyangkut satu variabel dependen berupa kategorik, dipengaruhi oleh lebih dari dua variabel independen (prediktor atau diskriminator) berupa metrik. Namun jika ada variabel prediktor yang nonmetrik maka jadikan variabel dummy. Tujuan analisis diskriminan menurut Sulianto (2005) adalah untuk membentuk fungsi diskriminan, menguji perbedaan antar kelompok, menentukan kontribusi dari variabel yang paling besar, dan mengevaluasi ketepatan model yang terbentuk. Manfaat analisis diskriminan adalah untuk mengetahui faktorfaktor (variabel independen) yang berpengaruh nyata pada variabel dependen (peranannya nyata sebagai pembeda antar grup tersebut). Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan sebagai peramalan variabel dependen yaitu dengan fungsi diskriminan yang didapat, objek baru dapat diprediksi akan masuk pada grup yang mana. Model fungsi diskriminan yang merupakan kombinasi linier peubah dependen adalah sebagai berikut (Sulianto, 2005) : D = b0 + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn
Dimana, D b0
:
Skor Diskriminan
:
Konstanta persamaan diskriminan
b1-n :
Penduga parameter (koefisien)
X1-n : Variabel bebas
Hasil model diskriminan akan diperoleh dengan baik apabila telah memenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Multivariate normality, yaitu variabel bebas berdistribusi normal. Asumsi ini akan diuji dengan metode Shapiro-Wilks. Variabel akan valid apabila signifikansi lebih kecil dari 0.05. 2. Matriks kovarian dari semua variabel dalam populasi harus sama. Nilai signifikansi dan probabilitas F Box’s M kurang dari 0.05 digunakan untuk menguji asumsi ini valid. 3. Tidak ada korelasi antar variabel bebas. Hasil dari analisis faktor dapat memberikan faktor-faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain.
4.6. Definisi Konstitutif dan Operasional Experiential Marketing : Pemasaran berdasarkan pengalaman konsumen dengan cara untuk mengkomunikasikan inti dari merek adalah melalui pengalaman personal individu (Schmitt, 1999) Emotional Branding :
Menjadikan merek emosional ke konsumen dengan cara yang mengagumkan (Gobe, 2005)
Loyalitas
:
Keinginan konsumen untuk melanjutkan berlangganan pada
suatu
perusahaan
dalam
jangka
panjang,
melakukan pembelian dan menggunakan barang dan
jasanya dengan berulang-ulang dan memilih atas dasar ekslusifitas, dan merekomendasikan produk perusahaan tersebut kepada teman dan kolega (Griffin, 1995) EXEM dan loyalitas akan diukur menggunakan skala Likert dengan pengukuran sebagai berikut : Sangat Setuju
:
Faktor EXEM tersebut merupakan faktor utama yang ada di Kafe kopi X karena paling berpengaruh terhadap pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X
Setuju
:
Keberadaan faktor EXEM tersebut merupakan salah satu faktor yang harus ada di Kafe kopi X, karena memberikan peranan dalam pembentukan loyalitas konsumen di Kafe kopi X
Ragu-ragu
:
Faktor EXEM tersebut mungkin ada atau tidak, karena tidak terlalu memberikan pengaruh pada pembentukan loyalitas konsumen di Kafe kopi X
Tidak Setuju
:
Faktor EXEM tersebut merupakan faktor utama yang ada di Kafe kopi X tetapi tidak berpengaruh banyak terhadap pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X
Sangat Tidak Setuju :
Faktor EXEM tersebut bukan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN1
Kafe kopi X adalah sebuah nama kafe yang bernaung pada nama besar sebuah grup perusahan produksi kopi yang sudah terkenal di Indonesia. Kafe kopi X pertama dibuka pada bulan September 1991 di Plaza Indonesia, Jakarta, untuk mendukung merk kopi yang baru diciptakan oleh salah satu anak perusahaan grup tersebut pada waktu itu, yaitu kopi X. Kopi X dibuat dan dipasarkan tetap dalam bentuk kopi biji dengan alasan memenuhi kebutuhan kopi kelas menengah ke atas, menghapus image kopi campuran (kopi dicampur dengan jagung), kopi dengan kualitas terbaik adalah masih berbentuk biji dan baru digiling apabila akan diseduh, sehingga benar-benar terjaga cita rasanya. Kafe kopi X didirikan untuk mendukung pemasaran dan image yang hendak diciptakan untuk kopi X. Di Kafe kopi X, maka masyarakat dapat menikmati kopi yang diseduh secara langsung begitu dipesan (digiling dan langsung diseduh didalam mesin), dengan kualitas kopi terbaik yang hanya terdapat di Kafe kopi X. Demi mewujudkan komitmen grup perusahaan kopi tersebut dalam menyediakan sebuah pelayanan kepada masyarakat dalam menikmati kopi secara langsung tersebut, maka didirikanlah sebuah anak perusahaan bernama PT. XYZ pada tahun 1990. Anak perusahaan ini bergerak dibidang industri kafe (coffee shop) dengan merk ‘X’, serta pemasaran kopi biji ke hotel, restoran dan kafe. Sejak didirikan sampai dengan saat ini, Kafe kopi X terus berkembang dalam jumlah gerai, konsep pelayanan, desain serta jenis kopi, makanan &
1
www.coffee-X.com [diakses tanggal 11 Februari 2008]
minuman yang disajikan. Hal ini seiring dengan tuntutan masyarakat yang telah menjadikan kopi sebagai bagian dari gaya hidup. Jumlah gerai X saat ini telah mencapai lebih dari 50 buah gerai yang tersebar dilebih dari 15 kota di Indonesia, yaitu : Jakarta, Solo, Manado, Palembang, Bogor, Surabaya, Balikpapan, Bandung, Malang, Medan, Jogjakarta, Bali, Pekanbaru, Semarang, Makassar dan Batam. Konsep pelayanan yang dikembangkan oleh Kafe kopi X disesuaikan dengan potensi lokasi serta daya beli masyarakat sekitarnya. Hal ini dilakukan Kafe kopi X untuk menangkap pasar yang lebih besar lagi. Bentuk konsep pelayanan tersebut terbagi tiga : de’X yaitu konsep kafe resto dengan desain yang lebih mewah dan berbeda disetiap gerainya, pelayanan yang lebih personal, penyajian yang lebih baik serta pilihan makanan dan minuman yang lebih banyak, kedua Kafe kopi X yang saat ini telah menjadi trendsetter bagi para penikmat gaya hidup minum kopi di Indonesia dari hanya sebuah kafe sederhana yang didirikan untuk memperkenalkan merk kopi X, ketiga X express yaitu kafe dengan layanan cepat saji dan luas gerai yang kecil serta tampilan desain kreatif minimalis. Bentuk seperti ini cocok untuk konsumen yang ingin menikmati kopi secara cepat. Kafe kopi X memiliki beragam menu yang berkualitas. Apapun konsep pelayanan yang dijalankan, menu kopi merupakan menu utama yang ditawarkan. Ada beberapa menu yang menjadi favorit konsumen dan tercatat sebagai menu yang paling banyak dibeli di Kafe kopi X. Menu tersebut adalah Kopi & Minuman Campuran Kopi (Blossom Freeze, C & C Frappio, Cappuccino (hot/ice), Kopi Kalosi Toraja, Kopi Sumatra Mandheling dan Avocado Coffee.
Sedangkan untuk makanan adalah Chef's Salad, X Sampler, Holland Bitterballen, Holland Croquette, dan X Club Sandwich. Selain itu, dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pelanggan, Kafe kopi X juga menawarkan X Card. Kartu ini digunakan untuk menjadi Member X dan mendapatkan berbagai keuntungan seperti : •
Potongan harga sebesar 15% untuk setiap pembelian produk makanan dan minuman diseluruh gerai X
•
Potongan harga sebesar 10% untuk setiap pembelian kopi biji dan cinderamata di seluruh gerai X
•
Voucher senilai Rp. 25.000,- yang akan diterima bersama dengan kartu yang didaftarkan
•
Voucher diskon 25% yang akan dikirimkan pada saat pelanggan berulang tahun Dalam menjaga inovasi produk, Kafe kopi X juga menawarkan produk
baru secara rutin melalui promo menu. Promo pada bulan Febuari 2008 hingga saat ini adalah menawarkan produk baru, serta memberikan potongan harga pada bulan Februari 2008. Promo pun dilanjutkan dengan bonus minuman gratis untuk setiap pembelian dengan jumlah tertentu. Untuk mendapatkan pelanggan, X juga melakukan promo harga melalui diskon pembelian sebesar 50 %, jika pelanggan membayar dengan menggunakan kartu kredit salah satu Bank nasional terkemuka. Promo ini berlaku mulai bulan maret hingga agustus 2008. Mutu dan kualitas dari produk-produk di Kafe kopi X dapat diakui. Hal ini karena kebijakan mutu PT. XYZ yaitu “ Menjadi kafe nomor satu di Indonesia dalam hal pemenuhan kepuasan pelanggan” yang dicapai melalui peningkatan
mutu produk dan pelayanan, pengembangan sumber daya manusia dan perbaikan terus menerus. Dalam hal ini dua gerai Kafe kopi X yaitu Kafe kopi X – Kelapa Gading Mal 2 dan Kafe kopi X – Mega Mal Pluit telah berhasil mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000 untuk standarisasi produk dan pelayanan. Sertifikasi ini secara bertahap akan dilanjutkan ke gerai-gerai lainnya. Atas keberhasilan tersebut, MURI (Museum Rekor Indonesia) memberikan penghargaannya sebagai “Kafe Pertama di Indonesia yang mendapatkan ISO 9001:2000”
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Profil Responden Responden dalam penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan rata-rata pendapatan konsumen tiap bulan. Hal ini dilakukan untuk melihat karakteristik konsumen dari segi demografi untuk mendapatkan gambaran konsumen secara menyeluruh. Profil responden ini dapat digunakan bagi manajemen Kafe kopi X agar dapat mengetahui gambaran umum mengenai konsumennya dan merumuskan strategi pemasaran selanjutnya.
6.1.1. Jenis Kelamin dan Usia Responden Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jumlah responden untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan hanya terpaut 6 persen saja. Responden berjenis kelamin pria memiliki persentase sebesar 53 persen dan responden berjenis kelamin wanita memiliki persentase sebesar 47 persen.
JENIS KELAMIN
47% 53% Laki-Laki Perempuan
Gambar 12. Diagram Jenis Kelamin Responden
Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa sebanyak 36 persen responden berusia 20 hingga 27 tahun. Responden terbanyak adalah dalam selang usia antara 28 hingga 35 tahun yaitu sebesar 35 persen. Responden dengan usia 36 hingga 43 tahun menempati urutan ketiga dengan persentase sebesar 19 persen. Sedangkan untuk responden dengan usia 44 hingga 51 tahun dan usia 52 hingga 59 tahun masing-masing memiliki persentase sebesar 8 persen dan 2 persen.
Gambar 13. Diagram Usia Responden.
6.1.2. Tingkat Pendidikan Responden Responden Kafe kopi X didominasi oleh tingkat pendidikan terakhir Sarjana strata satu (S1) sebesar 58 persen. Tingkat pendidikan SMA memiliki persentase sebesar 15 persen. Untuk responden dengan tingkat pendidikan Diploma memliki persentase sebesar 15 persen diikuti oleh tingkat pendidikan S2 yaitu dengan persentase 12 persen. TINGKAT PENDIDIKAN 12%
15% SMA
15%
DIPLOMA S1 S2
58%
Gambar 14. Diagram Tingkat Pendidikan Responden
6.1.3. Pekerjaan Responden Hasil dari penelitian ini memperlihatkan adanya bermacam-macam latar belakang pekerjaan responden. Sebanyak 50 persen responden memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta. Selain itu terdapat 15 persen responden yang memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta. Responden dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil memiliki persentase sebesar 3 persen, profesional (guru, dokter, pengacara, dll) sebesar 9 persen dan TNI/POLRI sebesar 1 persen. Responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga juga memiliki persentase yang cukup besar yaitu sebesar 13 persen. Responden dengan pekerjaan saat ini sebagai pelajar atau mahasiswa dan pekerjaan lainnya masing-masing memiliki persentase sebesar 7 persen dan 2 persen. PEKERJAAN 13%
2% 7%
3%
1% 9%
15%
50%
PELAJAR/MAHASISWA PNS PEGAWAI SWASTA WIRASWASTA PROFESIONAL TNI/POLRI IBU RUMAH TANGGA LAIN-LAIN
Gambar 15. Diagram Jenis Pekerjaan Responden.
6.1.4. Rata-rata Penghasilan Responden tiap Bulan Responden Kafe Kopi X memliki penghasilan yang beragam. Persentase ratarata penghasilan terbesar adalah pada tingkat rata-rata penghasilan diatas Rp. 8.000.000 yaitu sebesar 30 persen. Sedangkan untuk responden dengan penghasilan rata-rata kurang dari Rp. 2.000.000 adalah sebesar 20 persen.
Sebanyak 17 persen responden memiliki rata-rata penghasilan antara Rp. 6.000.000 hingga Rp. 8.000.000. untuk rata-rata penghasilan dengan jumlah diantara Rp. 2.000.000 hingga Rp. 4.000.000 dan diantara Rp. 4.000.000 hingga Rp. 6.000.000 masing-masing memiliki persentase sebesar 18 persen dan 15 persen. RATA-RATA PENGHASILAN PER BULAN 20% 30%
< Rp 2 000 000 2 000 000 - < 4 000 000 4 000 000 - < 6 000 000
18%
6 000 000 - < 8 000 000 > 8 000 000
17% 15%
Gambar 16. Diagram Penghasilan Rata-Rata Per Bulan.
6.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner Uji validitas dan reliabilitas kuisioner dilakukan kepada 30 orang responden awal. Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Suatu pertanyaan dikatakan valid secara statistik apabila memiliki nilai korelasi yang lebih besar dari 0.3. Hasil yang didapat dari uji validitas kuisioner penelitian ini adalah semua pertanyaan dapat dikatakan valid, karena semua pertanyaan tersebut memiliki nilai korelasi yang lebih besar dari 0.3. Reliabilitas suatu kuisioner adalah apabila dicobakan secara berulangulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Secara statistik adalah jika nilai alpha lebih besar dari 0.7. Hasil dari uji reliabilitas pada penelitian ini adalah kuisioner dapat dikatakan reliabel karena nilai alpha untuk
seluruh pertanyaan bernilai lebih dari 0.7. Untuk melihat hasil uji validitas dan reliabilitas yang lebih lengkap, dapat dilihat pada Lampiran 3.
6.3. Identifikasi Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang Dipertimbangkan Konsumen di Kafe Kopi X Variabel Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang terdiri dari 22 variabel diuji dengan Bartlett’s Test of Spericity dan pengukuran MSA (Measure of Sample Adequacy). Bartlett’s Test of Spericity menguji apakah matriks korelasi merupakan suatu matriks identitas atau bukan. Jika matriks tersebut merupakan matriks korelasi, maka model faktor tidak sesuai. Nilai signifikansi Bartlett’s Test of Spericity yang kurang dari 0.05 menunjukkan bahwa matriks korelasi bukan matriks identitas, oleh karena itu model faktor sesuai dan dapat digunakan. MSA adalah menguji apakah 22 faktor-faktor tersebut dapat diprediksi atau diproses lebih lanjut. Nilai MSA lebih dari 0.5 artinya bahwa variabel-variabel tersebut dapat diprediksi atau diproses lebih lanjut. Nilai communality menunjukkan besarnya ragam dari tiap variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor yang nantinya terbentuk. Pada output SPSS, nilai communality dilihat pada Extraction communalities yang merupakan penduga ragam yang dijelaskan oleh faktor yang diekstrak. Semakin besar nilai communality sebuah variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Pada penelitian ini seluruh communality nilainya tinggi yang mengindikasikan bahwa faktor yang terbentuk mampu menjelaskan setiap variabel asal dengan baik. Jika ada communality yang nilainya kecil, maka
diperlukan tambahan faktor. Urutan nilai communality pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Urutan Nilai Communality Masing-Masing Variabel No. Faktor Communality 1 Pelayanan ke hubungan (X22) 0.786 2 Komunikasi ke dialog (X21) 0.702 3 Co-Branding (X9) 0.701 4 Lingkungan (X10) 0.674 5 Kualitas ke preferensi (X16) 0.673 6 Website (X11) 0.667 7 Kejujuran ke kepercayaan (X15) 0.653 8 Identitas (X7) 0.645 9 Kemasyuran ke aspirasi (X17) 0.643 10 Think (X3) 0.641 11 Relate (X5) 0.638 12 Komunikasi (X6) 0.637 13 Orang (X12) 0.626 14 Act (X4) 0.614 15 Fungsi ke perasaan (X19) 0.607 16 Produk (X8) 0.571 17 Konsumen ke manusia (X13) 0.554 18 Produk ke pengalaman (X14) 0.542 19 Sense (X1) 0.521 20 Identitas ke kepribadian (X18) 0.498 21 Feel (X2) 0.497 22 Ubikuitas ke kehadiran (X20) 0.459 6.4. Komponen Utama Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang Dipertimbangkan Konsumen Kafe kopi X Variabel-variabel yang diolah sebanyak 22 variabel dengan menggunakan analisis
faktor
dengan
metode
Principal
Component
Analysis
(PCA)
menghasilkan empat komponen utama dengan total percentage of variance sebesar 61.58 persen. Hal ini berarti bahwa keempat komponen utama mampu menjelaskan 61.58 persen keragaman dari 22 variabel asal sehingga dapat dipertimbangkan untuk mengurangi kompleksitas data yang ada dengan kehilangan 38.42 persen informasi (Lampiran 4).
Pengelompokkan variabel asal ke dalam komponen utama didasarkan pada angka mutlak terbesar dari nilai korelasi (nilai loading) yang diberikan setiap variabel terhadap masing-masing komponen utama. Pengelompokkan variabel menjadi komponen-komponen utama dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Variabel Penciri dan Nilai Loading Komponen Utama Komponen Eigenvalue Variabel Penciri Utama Sense (X1) Feel (X2) Think (X3) Act (X4) 1 39.50 % Kualitas ke preferensi (X16) Relate (X5) Produk ke pengalaman (X14) Kejujuran ke kepercayaan (X15) Komunikasi ke dialog (X21) Website (X11) Fungsi ke perasaan (X19) Kemasyuran ke aspirasi (X17) 2 8.32 % Pelayanan ke hubungan (X22) Konsumen ke manusia (X13) Ubikuitas ke kehadiran (X20) Identitas (X7) Komunikasi (X6) 3 7.77 % Orang (X12) Produk (X8) Co-Branding (X9) 4 6% Lingkungan (X10) Identitas ke kepribadian (X18)
Nilai Loading 0.673 0.670 0.668 0.635 0.627 0.576 0.542 0.527 0.822 0.676 0.618 0.608 0.604 0.545 0.535 0.768 0.719 0.706 0.605 0.794 0.737 0.450
6.4.1. Komponen Utama Satu Variabel-variabel
yang
menyusun
komponen
utama
satu
(PC1)
berdasarkan nilai loading seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 11 adalah Sense (X1), Feel (X2), Think (X3), Act (X4), Kualitas ke preferensi (X16), Relate (X5), Produk ke pengalaman (X14), Kejujuran ke kepercayaan (X15). Variabel-variabel
tersebut mampu menerangkan keragaman data komponen utama satu sebesar 39.50 %. Variabel sense atau indera yang mempunyai nilai communality sebesar 0.521 merupakan penyusun komponen utama satu yang pertama. Artinya bahwa komponen utama yang terbentuk dapat menjelaskan variabel indera sebesar 52.1 persen. Dari hasil penelitian diperoleh data tentang tanggapan responden terhadap pelaksanaan unsur strategi experiential marketing yaitu indera. Strategi pemasaran ini bertujuan untuk mempengaruhi konsumen dengan mencipakan pengalaman sensori melalui penglihatan, suara, sentuhan, peraba, dan penciuman. Strategi ini diwakili oleh tanggapan responden terhadap pertanyaan “Kopi Kafe Kopi X memiliki rasa manis dan pahit yang sesuai jika dibandingkan dengan minuman kopi yang biasa saya minum”. Dari 100 orang responden, 20 persen sangat setuju, 66 persen setuju, 8 persen ragu-ragu dan 6 persen tidak setuju. Dengan hasil yang berarti bahwa sebagian besar responden mengatakan bahwa rasa kopi Kafe Kopi X lebih pas bagi mereka, maka strategi indera dapat dikatakan telah memberikan pengalaman yang baik bagi konsumen. Variabel feel atau perasaan merupakan strategi pemasaran yang bertujuan untuk mempengaruhi perasaan dan emosi terdalam pelanggan sehingga tercipta pengalaman afektif, yaitu adanya perasaan positif terhadap merek yang dapat memperkuat emosi kesenangan dan kebanggan si pelanggan. Strategi ini diwakili oleh tanggapan konsumen terhadap pertanyaan “Menikmati kopi di Kafe Kopi X dapat memberikan saya suasana yang lebih nyaman dibandingkan yang ditawarkan oleh restoran kopi lainnya.” Hal ini berarti bahwa ketika kenyamanan yang dihadirkan oleh Kafe kopi X dapat memberikan pengaruh terhadap perasaan
konsumen, maka akan tercipta sebuah pengalaman yang berarti bagi konsumen yang tentu saja mempengaruhi mereka untuk melakukan pembelian berikutnya di Kafe kopi X. Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 18 persen konsumen sangat setuju, 53 persen konsumen setuju, 17 persen konsumen ragu-ragu dan hanya 12 persen yang tidak setuju. Nilai communality sebesar 0.497 mengartikan bahwa komponen utama yang terbentuk dapat menjelaskan variabel perasaan sebesar 49.7 persen. Variabel ketiga yang menyusun komponen utama satu adalah think atau variabel pikiran. Strategi pemasaran ini bertujuan untuk meningkatkan kognitif dan pengalaman pemecahan masalah konsumen secara kreatif, strategi ini juga mempengaruhi pelanggan melalui kejutan, intrik dan provokasi. Strategi ini diwakili
oleh
tanggapan
konsumen
terhadap
pertanyaan
“Ketika
saya
menginginkan minuman kopi dengan rasa yang enak dan mendapatkan pelayanan yang baik, maka Kafe Kopi X merupakan kafe yang menjadi salah satu pilihan saya diantara kafe lainnya.” Hal ini berarti ketika konsumen menghadapi keinginan terhadap adanya kafe berkualitas, mereka akan mendapatkan jawabannya dengan menjadikan Kafe kopi X sebagai pilihan yang ada dalam pikiran mereka. Sebanyak 24 persen responden sangat setuju, 55 persen mengatakan setuju, masing-masing 10 persen ragu-ragu dan tidak setuju sedangkan hanya 1 persen yang sangat tidak setuju terhadap hal ini. Nilai communality sebesar 0.461 mengisyaratkan bahwa sebesar 46.1 persen variabel pikiran dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk. Aksi (act) adalah variabel selanjutnya yang menyusun komponen utama satu dengan nilai communality sebesar 0.614. Strategi pemasaran ini bertujuan
untuk mempengaruhi pengalaman-pengalaman secara lahiriyah, gaya hidup, dan berbagai interaksi pelanggan. Pertanyaan yang mewakili variabel ini adalah “Minuman kopi yang disajikan, enak dinikmati pada saat santai, sedang bekerja, dan beristirahat serta dapat menjadi lebih senang dan puas setelah meminumnya.” Hal ini berarti bahwa Kafe kopi X telah dapat memperkaya kehidupan pelanggan melalui peningkatan pengalaman-pengalaman fisik dengan menunjukkan caracara alternatif dalam melakukan berbagal hal, haya hidup dan berbagai interaksi. Harapan dari pelaksanaan strategi ini adalah konsumen mendapatkan motivasi, inspirasi dan spontanitas dari pengaruh strategi ini. Konsumen yang menjawab sangat setuju sebayak 24 persen, setuju sebanyak 55 persen, ragu-ragu sebanyak 11 persen dan tidak setuju sebanyak 4 persen. Variabel selanjutnya adalah variabel kualitas ke preferensi, yaitu kualitas yang baik menyebabkan konsumen melakukan pilihan terhadap Kafe kopi X. Hal ini dapat dilihat melalui penilaian mutu oleh konsumen terhadap Kafe kopi X dianggap lebih baik dari yang Kafe yang lain sehingga konsumen memiliki preferensi terhadap Kafe kopi X ini. Hasil yang didapat adalah sebanyak 20 persen sangat setuju, 65 persen setuju, 13 persen ragu-ragu dan 2 persen tidak setuju. Nilai communality variabel ini adalah sebesar 0.673 atau sebesar 67.3 persen dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk. Variabel hubungan memiliki nilai communality sebesar 0.638 atau sebesar 63.8 persen variabel ini dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk. Variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Saya mendapatkan suasana yang saya butuhkan saat kumpul keluarga, dengan rekanan, ataupun dengan relasi bisnis dengan berada di Kafe kopi X.” Strategi ini merupakan perluasan dari kehidupan
individu, perasaan pribadi sehingga menambah pengalaman-pengalaman individu dan menghubungkan individu pada idealis dirinya, orang lain, atau budaya. Hasil yang didapat adalah sebanyak 24 persen sangat setuju, 51 persen setuju, 22 persen ragu-ragu dan hanya 3 persen yang tidak setuju. Variabel produk ke pengalaman adalah sebuah pengalaman produk atau pengalaman berbelanja yang mempunyai nilai tambah dan akan bertahan dalam memori emosional konsumen sebagai suatu keterkaitan yang dibuat pada tingkatan yang bukan sekedar memenuhi kebutuhan. Variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Produk dan pelayanan yang ditawarkan di Kafe Kopi X memberikan nilai tambah bagi saya untuk memilih Kafe Kopi X sebagai restoran kopi yang saya pilih dikemudian hari.” Konsumen yang puas akan produk dan pelayanan di Kafe kopi X akan memiliki nilai tambah sebagai pertimbangan mereka untuk kembali ke Kafe kopi X ketika akan melakukan pembelian selanjutnya. Hasil yang diperoleh adalah konsumen dengan respon sangat setuju sebanyak 14 persen, setuju sebanyak 67 persen, ragu-ragu sebanyak 15 persen, dan tidak setuju sebanyak 4 persen. Nilai communality variabel ini adalah sebesar 0.542 yang berarti bahwa variabel ini dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk sebesar 54.2 persen. Variabel terakhir yang menyusun komponen utama satu adalah variabel kejujuran ke kepercayaan dengan nilai communality sebesar 0.653. Strategi ini menimbulkan rasa nyaman dan rasa nyaman bagi konsumen serta memberikan prioritas utama dalam pilihan mereka. Variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Saya yakin Kafe Kopi X telah dapat memberikan produk dan pelayanan yang terbaik untuk konsumennya.” Hal ini berarti bahwa konsumen percaya bahwa produk dan
pelayanan yang diberikan di Kafe kopi X adalah sebuah bentuk produk dan pelayanan yang terbaik sehingga konsumen pun memberikan prioritas terhadap pilihan mereka. Sebanyak 18 persen konsumen menyatakan sangat setuju, 66 persen konsumen menyatakan setuju, 12 persen ragu-ragu, 3 persen tidak setuju dan 1 persen sangat tidak setuju.
6.4.2. Komponen Utama Dua Komponen utama dua dapat menjelaskan keragaman data sebesar 8.32 persen. Variabel yang menyusun komponen utama dua adalah Komunikasi ke dialog (X21), Website (X11), Fungsi ke perasaan (X19), Kemasyuran ke aspirasi (X17), Pelayanan ke hubungan (X22), Konsumen ke manusia (X13), Ubikuitas ke kehadiran (X20). Variabel komunikasi ke dialog diwakili oleh tanggapan konsumen terhadap pertanyaan “Keberadaan komunikasi melalui alamat e-mail alamat kantor dan faximile memungkinkan Konsumen dapat mengirimkan saran dan kritik untuk Kafe Kopi X.” Hal ini berarti bahwa melakukan dialog dengan konsumen akan mendapatkan suatu tempat dalam benak konsumen karena kebutuhan konsumen akan sebuah kemitraan merupakan hal yang sangat berarti. Adanya alamat e-mail, alamat kantor dan faximile memungkinkan adanya dialog yang terjalin dengan konsumen. Nilai communality variabel ini sebesar 0.702 atau sebesar 70.2 persen variabel ini dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk. Tanggapan konsumen yang menyatakan sangat setuju adalah sebanyak 25 persen, setuju sebanyak 36 persen, ragu-ragu sebanyak 23 persen, tidak setuju sebanyak 5 persen dan sangat tidak setuju sebanyak 1 persen.
Variabel kedua pada komponen utama dua adalah website. Variabel ini memiliki nilai communality sebesar 0.667 atau sebesar 66.7 persen variabel ini dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk. Variabel ini diwakili oleh tanggapan konsumen terhadap pertanyaan “Pengenalan Kafe Kopi X dari media internet, media elektronik atau media massa lainnya memudahkan konsumen dalam mengenal Kafe Kopi X.” Pengenalan Kafe Kopi X telah dilakukan oleh PT. XYZ dengan tujuan agar konsumen dapat mengenal Kafe kopi X lebih dalam. Hasil dari tanggapan konsumen adalah sebanyak 17 persen mengatakan sangat setuju, 45 persen setuju, 30 persen ragu-ragu, 7 persen tidak setuju dan hanya 1 persen mengatakan sangat tidak setuju. Variabel fungsi ke perasaan memiliki communality sebesar 0.607. Variabel ini diwakili oleh tanggapan konsumen terhadap pertanyaan “Saya minum kopi di Kafe Kopi X bukan sekedar minum kopi, melainkan untuk menikmati suasana.” Hal ini berarti bahwa berada di Kafe kopi X bukan hanya untuk mendapatkan fungsi utama yaitu minum kopi namun lebih dari itu adalah segala hal yang dihadirkan baik produk dan pelayanan ketika berada di Kafe kopi X membuat sebuah pengalaman yang mendalam bagi konsumen. Terdapat 30 persen konsumen yang sangat setuju, 41 persen konsumen yang setuju, 16 persen konsumen ragu-ragu, 12 persen konsumen tidak setuju dan 1 persen konsumen setuju. Variabel yang menyusun komponen dua selanjutnya adalah kemasyuran ke aspirasi. Variabel ini menjelaskan bahwa menjadi terkenal bukan berarti merek tersebut dicintai, karena jika suatu merek yang sudah termahsyur ingin didambakan oleh konsumennya, maka merek tersebut harus mendengarkan
aspirasi konsumennya. Untuk itu tanggapan konsumen terhadap variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Kafe Kopi X merupakan salah satu merek kafe terkenal diantara merek kafe lainnya dengan kualitas dan inovasi produknya yang terjaga baik.” Hal ini berarti bahwa kemahsyuran Kafe kopi X merupakan hal yang sudah diketahui
oleh
konsumen
dan
sebagai
bentuk
aspirasinya,
konsumen
menginginkan sebuah inovasi produk yang senantiasa terjaga baik. Tanggapan konsumen yang menyatakan sangat setuju adalah sebanyak 12 persen, setuju sebanyak 69 persen, ragu-ragu sebanyak 14 persen, tidak setuju sebanyak 4 persen dan sangat tidak setuju sebanyak 1 persen. Nilai communality variabel ini adalah sebesar 0.643 atau 64.3 persen variabel ini dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk. Variabel selanjutnya adalah variabel pelayanan ke hubungan dengan nilai communality sebesar 0.786. Pelayanan yang terbaik dan perhatian khusus bagi konsumen akan membangun hubungan yang langgeng dengan konsumen. Variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Keberadaan Kafe Kopi X memenuhi kebutuhan konsumen akan restoran kopi yang berkualitas.” Hal ini berarti bahwa produk dan pelayanan yang diberikan di Kafe kopi X menjawab kebutuhan konsumen akan adanya kafe berkualitas yang terbukti dengan adanya hubungan baik dengan konsumen. Sebanyak 19 persen konsumen sangat setuju, 67 persen setuju, 10 persen ragu-ragu, dan 4 persen tidak setuju terhadap hal ini. Variabel konsumen ke manusia adalah pola pikir yang berubah dari bagaimana mendapatkan pembelian konsumen sebanyaknya menjadi bagaimana membangun kemitraan kepada sesama manusia dengan pendekatan saling menguntungkan yang didasarkan pada hubungan yang saling menghormati.
Tanggapan konsumen terhadap variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Kuis dan undian berhadiah oleh Kafe Kopi X mendekatkan Kafe Kopi X dengan konsumennya.” Kuis dan undian berhadiah membuat hubungan yang saling menguntungkan antara Kafe kopi X dengan konsumennya. Hal ini karena konsumen mendapatkan keuntungan dari hadiah yang didapatkan sedangkan Kafe kopi X
mendapatkan keuntungan dari pembelian yang dilakukan ketika
konsumen berada di Kafe Kopi X. Hanya 15 persen konsumen menjawab sangat setuju dan 38 persen menjawab setuju. Sedangkan 39 persen konsumen masih ragu-ragu dan 8 persen mengatakan tidak setuju. Nilai communality variabel ini adalah sebesar 0.554. Variabel terakhir yang menyusun komponen utama dua adalah variabel ubikuitas (keberadaan yang sangat umum) ke kehadiran dengan nilai communality sebesar 0.459. Ubikuitas dapat dilihat, sedangkan kehadiran emosional dapat dirasakan. Tanggapan konsumen terhadap variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Keberadaan Logo Kafe Kopi X dalam bentuk nama merek yang terpampang ataupun tercetak dalam produk promosi (mug, gelas, botol, dll) membekas di benak konsumen.” Hal ini berarti bahwa keberadaan yang sangat umum dari Kafe kopi X dalam hal ini logo tercetak dapat membawa kehadiran emosional melalui keadaan yang membekas di benak konsumen. Hasilnya adalah sebanyak 14 persen konsumen sangat setuju, 55 persen konsumen setuju, 25 persen konsumen raguragu dan 6 persen tidak setuju.
6.4.3. Komponen Utama Tiga Variabel-variabel yang menyusun komponen utama tiga adalah Identitas (X7), Komunikasi (X6), Orang (X12), dan Produk (X8). Komponen utama tiga menjelaskan keragaman data sebesar 7.77 persen dan keempat variabel penyusunnya mempunyai korelasi positif terhadap faktor ini. Keempat variabel penyusun komponen utama tiga memiliki nilai communality masing-masing sebesar 0.645, 0.637, 0.626, dan 0.571. Hal ini berarti bahwa sebesar 64.5 persen variabel identitas, 63.7 persen variabel komunikasi, 62.6 persen variabel orang dan 57.1 persen variabel produk dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Variabel identitas diwakili oleh tanggapan konsumen terhadap pertanyaan ”Nama merek Kafe Kopi X mudah diingat dan diucapkan.” Hal ini berarti bahwa identitas Kafe kopi X memberikan bekas pada konsumen sehingga konsumen mudah mengingat dan mengucapkan nama merek tersebut. Sebanyak 28 persen konsumen memberikan tanggapan sangat setuju, 59 persen setuju, 8 persen raguragu dan 5 persen tidak setuju. Variabel komunikasi yaitu mencakup periklanan, komunikasi internal dan eksternal perusahaan sebaik kampanye public relation terhadap merek. Variabel ini diwakili oleh pertanyaan ”Menurut saya bentuk-bentuk promosi yang dilakukan Kafe Kopi X (promo menu, potongan harga, iklan, dll) dapat menarik minat konsumen.” Bentuk-bentuk promo yang dilakukan dapat dikatakan menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian di Kafe kopi X. Hal ini terlihat dari hasil penelitian sebanyak 38 persen konsumen mengatakan sangat setuju, 37 persen konsumen setuju, 20 persen konsumen ragu-ragu dan 5 persen konsumen tidak setuju.
Variabel orang yang mencakup salespeople, perwakilan perusahaan, penyedia jasa, penyedia pelayanan pelanggan, dan siapa saja yang terlibat dengan perusahaan atau merek juga merupakan variabel yang menyusun komponen utama tiga. Variabel ini diwakili oleh pertanyaan ”Tenaga penjual atau pelayan sangat membantu dan memudahkan saya dalam pelayanan yang saya butuhkan ketika saya berada di Kafe Kopi X.” Hal ini merupakan hal yang sangat penting di Kafe kopi X, karena proses mendapatkan pesanan ialah melalui pemesanan oleh pelayan, bukan melalui pembelian langsung seperti halnya di restoran fast food. Responden pun menjawab sangat setuju dengan presentase sebanyak 21 persen, dan menjawab setuju sebesar 71 persen. Sedangkan yang menjawab ragu-ragu dan tidak setuju adalah sebanyak 6 persen dan 2 persen. Variabel produk merupakan variabel terakhir yang menyusun komponen utama tiga. Variabel ini mencakup desain produk, pembungkusan dan penampakan produk dan karakter merek yang digunakan sebagai bagian dari pembungkusan dan poin dari material penjualan. Untuk itu, tanggapan responden atas variabel ini diwakili oleh pertanyaan ”Produk-produk yang ditawarkan Kafe Kopi X bervariasi dalam rasa dan ukuran serta sesuai dengan harga yang diberikan.” Hal ini berarti bahwa Kafe kopi X memiliki desain produk, inovasi, variasi, dan sesuai dengan harga yang ditawarkan kepada konsumen. Responden dengan jawaban sangat setuju sebanyak 15 persen, setuju sebanyak 60 persen, ragu-ragu sebanyak 16 persen dan tidak setuju sebanyak 9 persen.
6.4.4. Komponen Utama Empat Variabel-variabel yang menyusun komponen utama empat adalah CoBranding (X9), Lingkungan (X10), dan Identitas ke kepribadian (X18). Komponen utama empat menjelaskan keragaman data sebesar 6 persen dan ketiga variabel penyusunnya mempunyai korelasi positif terhadap faktor ini. Keempat variabel penyusun komponen utama tiga memiliki nilai communality masing-masing sebesar 0.701, 0.674, dan 0.498. Hal ini berarti bahwa sebesar 70.1 persen variabel co-Branding, 67.4 persen variabel lingkungan, dan 49.8 persen variabel identitas ke kepribadian dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Variabel co-branding yaitu adanya event marketin, sponsorship, aliansi, partnership, perizinan, penempatan produk dalam tim, kerja sama kampanye dan tipe lain dari pengaturan kerjasama. Untuk itu, maka tanggapan konsumen terhadap variabel ini diwakili oleh pertanyaan ” Kafe Kopi X sering menjadi sponsor dalam berbagai acara ataupun membantu kegiatan-kegiatan lain.” Konsumen saat ini yang sangat peka terhadap aspek-aspek sosial akan memiliki pertimbangan lain dalam memilih kafe-kafe yang akan dikunjunginya selain dari sekedar mutu yang ditawarkan oleh kafe tersebut misalnya dalam hal CSR (Corporate Social Responsibility). Namun hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah tidak banyak konsumen yang tahu bentuk sponsorship apa yang telah dilakukan oleh Kafe kopi X. Hanya 6 persen konsumen yang menjawab sangat setuju dan 25 persen menjawab setuju. Sedangkan 56 persen konsumen menjawab ragu-ragu, 10 persen menjawab tidak setuju dan 3 persen menjawab sangat tidak setuju.
Variabel yang kedua adalah lingkungan yaitu dalam hal ini adalah kemudahan konsumen dalam mengakses Kafe kopi X. Tanggapan konsumen diwakili oleh pertanyaan ”Kafe kopi X dapat ditemukan dibanyak tempat dengan mudah seperti halnya kafe-kafe lain.” Kafe kopi X tersebar di banyak tempat sehingga konsumen dapat menjangkau Kafe kopi X dan mudah untuk mencarinya. Hasil yang didapat adalah sebanyak 16 persen konsumen sangat setuju, 47 persen konsumen setuju, 19 persen konsumen ragu-ragu, 14 persen konsumen tidak setuju dan 4 persen konsumen sangat tidak setuju. Variable terakhir adalah identitas ke kepribadian. Tanggapan konsumen diwakili oleh pertanyaan “Kafe kopi X merupakan restoran kopi pertama yang dimiliki dan dikembangkan oleh murni pribumi di Indonesia.” Hal ini dapat melihat identitas Kafe kopi X sebagai restoran kopi Indonesia menjadi kepribadian yang membedakannya dari kafe kopi yang lain. Konsumen yang menyatakan sangat setuju sebanyak 9 orang, setuju sebanyak 40 orang, ragu-ragu sebanyak 46 orang, tidak setuju sebanyak 4 orang dan sangat tidak setuju sebanyak 1 orang.
6.4.5. Penentuan Skor Faktor Setelah didapat komponen utama tersebut diatas, maka dihasilkan persamaan konponen utama sebanyak empat persamaan yang menunjukkan nilai skor faktor. Persamaan-persamaan komponen utama tersebut adalah :
•
PC1 = 0.673 X1 + 0.670 X2 + 0.668 X3 + 0.635 X4 + 0.576 X5 + 0.542 X14 + 0.527 X15 + 0.627 X16
•
PC2 = 0.676 X11 + 0.545 X13 + 0.608 X17 + 0.618 X19 + 0.535 X20 + 0.822 X21 + 0.604 X22
•
PC3 = 0.719 X6 + 0.768 X7 + 0.605 X8 + 0.706 X12
•
PC4 = 0.794 X9 + 0.737 X10 + 0.450 X18 Skor faktor pada dasarnya adalah upaya untuk membuat satu atau
beberapa variabel yang lebih sedikit dan berfungsi untuk menggantikan variabel yang sudah ada. Penentuan skor faktor akan berguna apabila akan dilakukan analisis lanjutan, dalam penelitian ini akan dilanjutkan dengan menggunakan analisis diskriminan. Untuk itu, faktor skor dihitung terlebih dahulu bagi tiap responden untuk data yang telah terstandardisasi atau menyebar normal lalu kemudian dapat dilakukan analisis diskriminan. Perhitungan skor faktor dilakukan menggunakan Microsoft Excel 2003.
6.5. Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang dipertimbangkan dalam Pembentukan Loyalitas Konsumen Kafe kopi X Untuk mengetahui faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X, maka pada sub bab ini akan dilakukan analisis diskriminan. Penggunaan analisis diskriminan bertujuan untuk mendapatkan komponen utama (faktor) yang dominan dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X.
6.5.1. Analisis Diskriminan Tahap awal analisis diskriminan yaitu memilih variabel-variabel untuk dianalisis lebih lanjut. Tahap ini dilakukan dengan menguji variabel-variabel untuk memenuhi asumsi-asumsi analisis diskriminan. Pada pengolahan dengan analisis komponen utama dihasilkan empat komponen utama yang kemudian dilanjutkan dengan analisis dskriminan. Untuk itu dihasilkan model fungsi diskriminan sebagai berikut : D = b0 + b1PC1 + b2PC2 + b3PC3 + b4PC4 Dimana, D
:
Perilaku pasca pembelian, terdiri dari tiga grup, yaitu Repeat customer, Clients dan Advocates
b0
:
b1-n :
Konstanta persamaan diskriminan Penduga parameter (koefisien)
PC1-n : Faktor komponen utama 1 (PC1), faktor komponen utama 2 (PC2), faktor komponen utama 3 (PC3) dan faktor komponen utama 4 (PC4) yang merupakan hasil pengolahan dengan PCA
Untuk menentukan kategori pada perilaku pasca pembelian, maka penulis melakukan penjumlahan skor tabulasi pada pertanyaan mengenai loyalitas konsumen. Untuk mengklasifikasikannya digunakan rumus selang seperti menentukan selang pada tabel distribusi frekuensi. Nilai terendah dari jawaban responden adalah 3 dan nilai tertinggi dari jawaban adalah 15. Untuk menentukan lebar selang maka dihitung selisih nilai skor terbesar (15) dikurang nilai skor terkecil (3) lalu dibagi jumlah selang yang diinginkan (3). Hasilnya digunakan untuk lebar selang dengan dimulai pada skor terkecil (3). Sehingga didapatkan selang skor 3 sampai 6 adalah konsumen yang merupakan repeat customer, selang
skor 7 sampai 11 adalah konsumen yang merupakan clients, dan selang 12 sampai 15 adalah advocates.
6.5.2. Uji Kelayakan Variabel Konsumen Kafe kopi X yang puas dalam pembelian yang mereka lakukan di Kafe kopi X akan mengalami kecenderungan membeli ulang (Repeat customers), pelanggan yang tetap melakukan pembelian di Kafe kopi X secara teratur (Clients) atau pelanggan tetap dan pendukung yang juga mengajak orang lain agar melakukan pembelian di Kafe kopi X (Advocates). Untuk melihat pengaruh nyata masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen maka dilakukan uji signifikansi terhadap variabelvariabel tersebut. Uji signifikansinya adalah sebagai berikut : •
Hipotesa :
H0 : PC1 tidak berpengaruh nyata terhadap D H1 : PC1 berpengaruh nyata terhadap D
•
Statistik uji Wilks lambda : Λ =
SSWG SSTotal
Stat Λ kemudian dikonversi menjadi stat :
F
hit
1− Λ = G −1 Λ n−G
F > Λ, maka tolak H0
Λ1 = 0.734 Fhit1 = 17.558 •
Tolak H0
Sebaran Fhit menyebar F dengan df1 = 2 dan df2 = 97
•
Kriteria uji Bila Fhit > Fα (df1, df2) Æ tolak H0 pada α Pada output SPSS (TEST OF EQUALITY OF GROUP MEANS) : Sig = Peluang (F (df1, df2) > Fhit) Bila sig < α Æ tolak H0 Uji signifikansi variabel tersebut dilakukan juga pada PC2, PC3 dan PC4.
Berdasarkan output SPSS pada tabel “TEST OF EQUALITY OF GROUP MEANS”, maka dapat dikatakan semua faktor komponen utama (PC1, PC2, PC3, PC4) atau variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Untuk melihat apakah matriks kovarians dari semua variabel dalam populasi sama. Nilai signifikansi dari probabilitas F Box’s M digunakan untuk menguji hal ini. Asumsi ini dapat dipenuhi apabila nilai signifikan pada probabilitas kurang dari 0.05. Hasil output SPSS pada “Test Result” menunjukkan nilai signifikansi 0.00 atau kurang dari 0.05. Hal ini berarti bahwa jumlah varian dari variabel terikat (grup repeat, clients, dan advocates) adalah sama demikian juga jumlah varian dari variabel independen (PC1, PC2, PC3, PC4) adalah sama. Untuk melihat masalah multikolinieritas atau tidak terjadi korelasi antara variabel bebas secara signifikan, maka hal ini sudah dapat ditentukan. Hasil faktor dari metode analisis komponen utama telah menghasilkan variabel-variabel yang saling bebas atau tidak terjadi multikolinieritas. Berdasarkan hal-hal di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini dapat dipenuhi. Proses selanjutnya untuk melakukan analisis diskriminan dapat dilanjutkan.
6.5.3. Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang Dominan Dipertimbangkan dalam Pembentukan Loyalitas Konsumen Kafe kopi X
Untuk mengetahui apakah fungsi diskriminan yang dihasilkan nyata atau tidak, maka dilakukan uji signifikansi fungsi diskriminan ke-1 hingga ke-2. Uji signifikansinya adalah sebagai berikut : •
Hipotesa :
H0 : Fungsi diskriminan ke-1 hingga ke-2 tidak nyata H1 : Kedua fungsi diskriminan nyata
•
Statistik Uji
Chi Square
hit
P+G⎤ 2 ⎡ = ⎢( n − 1) − ∑ ln (1 + Xi ) 2 ⎥⎦ i =1 ⎣ = 49.242
•
Statistik Chi Square hitung dibawah H0 menyebar Chi Square dengan df = 8
•
Kriteria uji Bila Chi Square hit > X2df=8 (5%) Æ tolak H0 pada α Pada output SPSS (WILK’S LAMBDA) Sig = peluang (X2df=8 > X2 hit) Bila sig < α Æ tolak H0 pada taraf nyata α Hasil yang diperoleh pada pengujian tersebut diatas dilihat pada tabel
WILK’S LAMBDA. Nilai signifikansinya sebesar 0 dan ternyata lebih kecil dari 0.05. Karena itu, kedua fungsi dikriminan itu nyata. Berdasarkan klasifikasi tersebut dan mengacu pada hasil faktor dan fungsi yang semuanya layak dipercaya, maka untuk dapat menyimpulkan bahwa komponen utama yang mana yang merupakan faktor yang paling dominan
dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas repeat customer, clients dan advocates dapat dilihat pada Classification Function Coefficients (Tabel 11).
Tabel 11. Classification Function Coefficients Grup Perilaku Pasca Pembelian (D) Repeat Customer Clients Advocates -0.280 -0.033 0.147 PC1 0.061 -0.039 PC2 -0.414 0.029 -0.096 0.215 PC3 -0.168 PC4 -0.146 0.381 -2.885 -1.149 -1.614 (Constant)
Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa faktor komponen utama dua (Komunikasi ke dialog (X21), Website (X11), Fungsi ke perasaan (X19), Kemasyuran ke aspirasi (X17), Pelayanan ke hubungan (X22), Konsumen ke manusia (X13), Ubikuitas ke kehadiran (X20)) merupakan faktor komponen dominan dipertimbangkan dalam membentuk perilaku repeat customer. Hal ini dapat dilihat pada nilai yang diarsir karena memiliki nilai bobot mutlak yang paling besar pada grup repeat customer diantara komponen yang lain. Sedangkan faktor komponen utama yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan perilaku pasca pembelian clients dan advocates adalah komponen utama empat (Co-Branding (X9), Lingkungan (X10), dan Identitas ke kepribadian (X18)). Pada tabel untuk daerah yang diarsir pada perilaku pasca pembelian clients dan advocates, nilai bobot mutlak lebih besar daripada nilai bobot komponen utama lain. Bila diurutkan tingkat dominansi faktor yang dipertimbangkan dalam pembentukan grup pasca pembelian repeat customer, maka berurutan faktor komponen utama yang dominan membentuk loyalitas setelah komponen utama
dua adalah komponen utama satu, komponen utama empat dan komponen utama tiga. Untuk grup clients, urutan faktor komponen utama yang dominan membentuk loyalitas setelah komponen utama empat adalah komponen utama tiga, komponen utama dua dan komponen utama satu. Sedangkan untuk melihat dominansi pada grup advocates, urutan faktor yang dominan membentuk loyalitas setelah komponen utama empat adalah komponen utama tiga, komponen utama satu dan komponen utama dua.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian di awal penelitian, maka dapat dihasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1.
Penelitian ini menggunakan 22 faktor
dari variabel Experiential
Marketing dan Emotional Branding (EXEM) kemudian ke-22 faktor ini direduksi dengan menggunakan analisis faktor metode analisis komponen utama menjadi empat komponen utama. Komponen utama yang dihasilkan yaitu komponen utama satu yaitu sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), kualitas ke preferensi (X16), relate (X5), produk ke pengalaman (X14), kejujuran ke kepercayaan (X15). Komponen utama dua yaitu komunikasi ke dialog (X21), website (X11), fungsi ke perasaan (X19), kemasyuran ke aspirasi (X17), pelayanan ke hubungan (X22), konsumen ke manusia (X13), ubikuitas ke kehadiran (X20). Komponen Utama tiga yaitu identitas (X7), komunikasi (X6), orang (X12), dan produk (X8). Komponen utama empat yaitu co-branding (X9), lingkungan (X10), dan identitas ke kepribadian (X18). 2.
Berdasarkan hasil analisis diskriminan terhadap faktor-faktor komponen utama maka dapat dikatakan bahwa faktor komponen utama dua merupakan faktor yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan grup pasca pembelian repeat costumer. Sedangkan faktor komponen utama yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan grup pasca pembelian clients dan advocates adalah faktor komponen utama empat.
7.2. Saran
1.
Faktor co-branding yang dilakukan oleh Kafe kopi X perlu ditingkatkan. Pelaksanaan co-branding Kafe kopi X dengan salah satu bank nasional terkemuka sebagai bentuk promo harga dapat terus ditingkatkan. Hal ini karena terbukti bahwa faktor co-branding merupakan salah satu faktor utama yang dominan dipertimbangkan dalam bentuk loyalitas konsumen yang tetap tidak terpengaruh terhadap produk pesaing (clients) dan membentuk konsumen yang dapat merekomendasikan Kafe kopi X kepada orang lain (advocates).
2.
Penelitian selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan meneliti co-branding yang dilakukan antara Kafe kopi X dan bank tersebut, atau bentuk-bentuk co-branding yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bigham, Liz. 2005. Expetiential Marketing, New Consumer Research. www.360.jackmorton.com [diakses tanggal 4 Desember 2007]. BPS. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Budi, Muser Hijrah Fery. 2006. Analisis loyalitas konsumen terhadap rokok kretek di kecamatan Bogor Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Statistik Perkebunan Indonesia 2000-2007. Jakarta: Ditjen Perkebunan. Experiential Marketing Forum. 2007. Experiential Marketing, Changing The Way You Relate To Brand. www.emf.org [diakses tanggal 16 November 2007]. Engel, James F et al. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1-2. Jakarta : Biarupa Aksara. FAOSTAT. 2007. www.fao.org [diakses tanggal 20 November 2007]. Fou, Augustine. 2003. Experiential Marketing Defined. www.1000ventures.com [diakses tanggal 4 Desember 2007]. Gobé, Marc. 2005. Emotional Branding. www.emotionalbranding.com [diakses tanggal 16 November 2007]. _________. 2005. Emotional Branding, Paradigma Baru Untuk Membangun Hubungan Merek dengan Pelanggan. Jakarta : Erlangga. Greenberg, Michael. 2007. Build a Fence Around Your Loyal Costumers. www.chiefmarketer.com [diakses tanggal 15 November 2007]. Griffin. 1995. Customer Loyalty : How to Earn It, How to Keep It. New York : Mac Grow Hill. Hadi, Dian Agustina Puspitasari Sri. 2005. Analisis pengaruh promosi terhadap brand switching (SK di rest KFC cbg Pajajaran Bogor). Skripsi. Departemen Manajemen. FEM IPB. Bogor. Hausser, Eric. 2007. Experiential Marketing. www.emf.org [diakses tanggal 16 November 2007]. Haeckel. 2003. How to Lead The Customer Experience. Prentice Hall.
Hlavinka, Kelly. 2007. Three Trends That Will Transform Your Loyalty. www.chiefmarketer.com [diakses tanggal 15 November 2007]. ICO. 2008. About Coffee. www.ico.org [diakses tanggal 1 April 2008]. Indriasari, Rina. 2007. Analisis ekuitas merek (brand equity) pada produk kopi instan cappucino (Studi Kasus di 2 universitas di Bogor). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Jati, Yodhy Purwoko. 2006. Analisis Nilai Tambah dan Stratehi Pemasaran Kopi Bubuk Arabika Kelompok Tani Manunggal VI Kecamatan Jambu, Semarang. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Kartajaya, Hermawan, dkk. 2006. Marketing in Venus. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Lenderman, Max. 2006. Are You Experiential?. www.marketingmags.com [diakses tanggal 4 Desember 2007]. Lovelock. Christopher and Jochen Wirtz. 2004. Services Marketing : People, Technology, Strategy. Prentice Hall. Muchlis. 2006. Analisis Ekuitas Merek Pada Merek Kopi Bubuk Dan Merek Kopi Instan Di Wilayah Jakarta Timur. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Novindra. 2003. Hubungan Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) dengan Loyalitas Konsumen Susu Kental Manis Indomilk pada PT. Indomilk (Studi Kasus di Kotamadya Bogor). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Pamungkas, Sukiatno Catur. 2006. Analisis pengambilan keputusan konsumen dan brand positioning teh di wilayah perkotaan dan pedesan (kasus : ds. Kalikotes, kec. Kalikotes, kan. Klaten, Jateng dan kodya Yogya, DIY. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Pratiwi, Noor Annisya Haniyatti. 2006. Analisis nilai dan loyalitas pelanggan Macaroni Panggang, Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Raharjo, Sigit. 2004. Bila Ngopi Bukan Sekedar Minum Kopi. www.kontanonline.com [diakses tanggal 20 November 2007].
Rahman, Ingga. 2007. Analisis citra merek (brand image) dalam pengambilan keputusan pembelian fruit tea di kota Sukabumi. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Saragih, Ika Kartika. 2007. Analisis Pendapatan Usahatani Dan Pemasaran Kopi Arabika Dan Robusta. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Schmitt, Bernd H. 1999. Experiential Marketing : How to Get Customers to Sense, Feel, Think, Act, Relate to Your Company and Brands. New York. The Free Press. Setianingrum, Desi. 2007. Analisis sensitivitas harga dan loyalitas konsumen teh hijau selup di kota bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Simamora, Bilson. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Sitompul, Juristama Partogi. 2007. Analisis kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap fruit tea (SK mahasiswa SI IPB). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Spillane, James J. 1990. Komoditi Kopi, Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Yogyakarta : Kanisius. Sufehmi, Harry. 2007. Isnet, Starbucks, dan Kekuatan www.harry.sufehmi.com [diakses tanggal 20 November 2007].
Brand.
Sulianto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Jakarta : Ghalia Indonesia Sutisna, Adi Destriadi. 2005. Pengaruh Faktor-Faktor dari Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) terhadap Loyalitas Konsumen Teh Botol Sosro (Studi Kasus di Kota Bogor). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Wikipedia. 2006. Economics of Coffee. www.wikipedia.org [diakses tanggal 16 November 2007]. . 2006. Coffee. www.wikipedia.org [diakses tanggal 16 November 2007].
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian
Saya Krishna Padja Kurniawan, mahasiswa Program Studi Manajemen Agribinis Institut Pertanian Bogor yang sedang mengadakan penelitian tentang Hubungan Experiential Marketing dan Emotional Branding terhadap Loyalitas konsumen pada Kafe Kopi X. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi yang sedang saya selesaikan. Demi tercapainya hasil penelitian yang diinginkan, mohon kesediaan Anda untuk berpartisipasi dengan mengisi kuisioner ini secara lengkap dan benar. Semua informasi yang diterima sebagai hasil dari kuisioner ini bersifat rahasia dan dipergunakan hanya untuk kepentingan akademis. Tidak ada jawaban yang salah dalam SCREENING PETUNJUK : berilah tanda silang (X) pada nomor yang tersedia sesuai dengan jawaban yang Anda pilih. Plilih salah satu jawaban saja untuk masing-masing pertanyaan.
1.
Apakah Anda atau salah satu anggota keluarga Anda atau teman dekat Anda ada yang bekerja di Kafe Kopi X? 1. Ya Æ STOP, terima kasih atas partisipasi Anda 2. Tidak Æ (lanjutkan ke pertanyaan 2) 2. Kapan terakhir Anda pernah mengkonsumsi minuman dan atau makanan di Kafe Kopi X? 1. Dalam enam bulan terakhir 3. Lebih dari satu tahun terakhir 2. Dalam satu tahun terakhir 3. Sudah Berapa Kali Anda mengkonsumsi minuman dan atau makanan di Kafe Kopi X? 1. satu kali 2. ≥ dua kali INFORMASI DATA KONSUMEN PETUNJUK : Mohon dilengkapi titik-titik dibawah ini dan berilah tanda silang (X) pada pilihan yang paling sesuai bagi Anda.
Nama lengkap Jenis Kelamin Usia Alamat Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
: ................................................................................................... :L/P : ...................tahun :...................................................................................................... .................................................................................................... Telepon / HP :........... (1) SD/ Sederajat (5) S1 (2) SMP/Sederajat (6) S2 (3) SMA/Sederajat (7) S3 (4) Diploma (8) Lainnya (sebutkan)................ (a) Pelajar/mahasiswa (b) PNS
(f) TNI/POLRI (g) Ibu Rumah Tangga
(h) Tidak bekerja (c) Swasta (d) Wiraswasta (i) Lainnya (e) Profesional (sebutkan)..................... (guru,dokter,pengacara , dll) Penghasilan 1. < Rp 2 000.000 2. Rp 2 000 000 - < Rp 4 000 000 per bulan 3. Rp 4 000 000 - < Rp 6 000 000 4. Rp 6 000 000 - < Rp 8 000 000 5. > Rp 8 000 000 INFORMASI UMUM PETUNJUK : Mohon dilengkapi titik-titik dibawah ini 1.
No. 1. 2.
Jenis atau menu kopi apa yang Anda Minum di Kafe Kopi X? Alasan memilih menu kopi ini?...................................................................................................................... ............................................................................................................................ ...................... 2. Pada pembelian sebelumnya jenis yang Anda minum sama atau tidak? Jika tidak, maka jenis apa yang sebelumnya Anda minum?........................................................... ………………………………………………………………………………… ……... 3. Apakah Anda pernah mengkonsumsi kopi di kafe lain?............................................. Jika pernah sebutkan restoran atau kafe tersebut? ...................................................... ............................................................................................................................ ........... 4. Tolong Anda urutkan Kafe Kopi X & restoran kopi tersebut diatas berdasarkan seringnya Anda melakukan pembelian disana. 1. ……………………. 3. ……………………... 5. …………………………… 2. ……………………. 4. ……………………... dst PENTUNJUK : Berilah tanda X pada kolom angka menurut pendapat Anda dengan pilihan Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). A. Tanggapan konsumen atas pelaksanaan prinsip-prinsip Experiential Marketing (pemasaran yang memberikan pengalaman) dan Emotional Branding (menjadikan merek yang emosional) pada Kafe Kopi X. Alternatif Jawaban Pertanyaan SS S RR TS STS Kopi Kafe Kopi X memiliki rasa manis dan pahit yang sesuai jika dibandingkan dengan minuman kopi yang biasa saya minum Menikmati kopi di Kafe Kopi X dapat memberikan saya suasana yang lebih nyaman dibandingkan yang ditawarkan oleh restoran
3.
4.
5.
6.
7. 8. 9. 10. 11.
12.
13. 14.
15. 16.
kopi lainnya Ketika saya menginginkan minuman kopi dengan rasa yang enak dan mendapatkan pelayanan yang baik, maka Kafe Kopi X merupakan kafe yang menjadi salah satu pilihan saya diantara kafe lainnya Minuman kopi yang disajikan, enak dinikmati pada saat santai, sedang bekerja, dan beristirahat serta dapat menjadi lebih senang dan puas setelah meminumnya Saya mendapatkan suasana yang saya butuhkan saat kumpul keluarga, dengan rekanan, ataupun dengan relasi bisnis dengan berada di kafe Kafe Kopi X Menurut saya bentuk-bentuk promosi yang dilakukan Kafe Kopi X (promo menu, potongan harga, iklan, dll) dapat menarik minat konsumen Nama merek Kafe Kopi X mudah diingat dan diucapkan Produk-produk yang ditawarkan Kafe Kopi X bervariasi dalam rasa dan ukuran serta sesuai dengan harga yang diberikan Kafe Kopi X sering menjadi sponsor dalam berbagai acara ataupun membantu kegiatankegiatan lain Kafe Kafe Kopi X dapat ditemukan dibanyak tempat dengan mudah seperti halnya kafe-kafe lain Pengenalan Kafe Kopi X dari media internet, media elektronik atau media massa lainnya memudahkan konsumen dalam mengenal Kafe Kopi X Tenaga penjual atau pelayan sangat membantu dan memudahkan saya dalam pelayanan yang saya butuhkan ketika saya berada di Kafe Kopi X Quiz dan undian berhadiah oleh Kafe Kopi X mendekatkan Kafe Kopi X dengan konsumennya Produk dan pelayanan yang ditawarkan di Kafe Kopi X memberikan nilai tambah bagi saya untuk memilih Kafe Kopi X sebagai restoran kopi yang saya pilih dikemudian hari Saya yakin Kafe Kopi X telah dapat memberikan produk dan pelayanan yang terbaik untuk konsumennya Kafe Kopi X mempunyai mutu yang baik sesuai
17.
18. 19. 20.
21.
22.
dengan minuman kopi yang biasa saya minum Kafe Kopi X merupakan salah satu merek kafe terkenal diantara merek kafe lainnya dengan kualitas dan inovasi produknya yang terjaga baik Kafe Kopi X merupakan restoran kopi pertama yang dimiliki dan dikembangkan oleh murni pribumi di Indonesia Saya minum kopi di Kafe Kopi X bukan sekedar minum kopi, melainkan untuk menikmati suasana Keberadaan Logo Kafe Kopi X dalam bentuk nama merek yang terpampang ataupun tercetak dalam produk promosi (mug, gelas, botol, dll) membekas di benak konsumen Keberadaan komunikasi melalui alamat email alamat kantor dan faximile memungkinkan Konsumen dapat mengirimkan saran dan kritik untuk Kafe Kopi X Keberadaan Kafe Kopi X memenuhi kebutuhan konsumen akan restoran kopi yang berkualitas B. Tanggapan responden atas loyalitas konsumen terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip Experiential Marketing (pemasaran yang memberikan pengalaman) dan Emotional Branding (menjadikan merek yang emosional) pada Kafe Kopi X.
No.
Pertanyaan
1. 2.
Saya sering membeli produk di Kafe Kopi X Saya tidak terpengaruh untuk membeli produkproduk lain selain Kafe Kopi X Saya merekomendasikan kepada orang lain untuk membeli produk di Kafe Kopi X
3.
SS
Alternatif Jawaban S RR TS
STS
Saran-saran Anda kepada Kafe Kopi X......................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ................................................
TERIMA KASIH
Alat Analisis Diskriminan
Hubungan Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) dengan Loyalitas Konsumen Susu Kental Manis Indomilk pada PT. Indomilk (Studi Kasus di Kotamadya Bogor) Novindra (2003) Pengaruh Faktor-Faktor dari Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) terhadap Loyalitas Konsumen Teh Botol Sosro (Studi Kasus di Kota Bogor) Adi Destriadi Sutisna (2005) Analisis ekuitas merek (brand equity) pada produk kopi instan cappucino (Studi Kasus di 2 universitas di Bogor) Rina Indriasari (2007)
Hubungan EM terhadap loyalitas, hubungan EB terhadap loyalitas, hubungan EXEM terhadap loyalitas
- Uji Spearman - Uji Kendall
Hubungan EM terhadap loyalitas, hubungan EB terhadap loyalitas, pengaruh EXEM terhadap loyalitas
- PCA - Diskriminan
Adanya pengaruh faktor-faktor EXEM terhadap loyalitas
Menganalisis tingkat kesadaran merek, tingkat asosiasi merek, persepsi konsumen, tingkat loyalitas, dan membandingkan hasil elemenelemen ekuitas. Menganalisis kekuatan brand image relatif terhadap pesaing, faktorfaktor yang menjadikan dasar
- Analisis Deskriptif - Rata-rata std deviasi - Brand switching pattern matrix - Multi dimension scaling - Uji Cohran
Merek tekuat adalah Nescafe
Analisis citra merek (brand image) dalam pengambilan keputusan pembelian fruit tea di kota Sukabumi
Keterangan/Hasil Ada 3 urutan dan kombinasi : 1. Extra Joss, Aqua dan tahapan BCA 2. Nokia, Pepsodent dan Aqua 3. Mc Donald’s, indofood dan Tahapan BCA Adanya hubungan antara EM terhadap loyalitas, hubungan EB terhadap loyalitas, hubungan EXEM terhadap loyalitas
Keseluruhan brand image fruit tea mampu mempengaruhi keputusan pembelian produk fruit
Lampiran 2. Ringkasan Penelitian Terdahulu
Judul & Penulis Tujuan Tim Mark Plus & Co dan Majalah SWA Untuk memilih jago-jago di bidang EXEM
Ingga Rahman (2007) Analisis pengambilan keputusan konsumen dan brand positioning teh di wilayah perkotaan dan pedesan (kasus : ds. Kalikotes, kec. Kalikotes, kan. Klaten, Jateng dan kodya Yogya, DIY. Sukiatno Catur Pamungkas (2006) Analisis pengaruh promosi terhadap brand switching (SK di rest KFC cbg Pajajaran Bogor) Dian Agutina Puspitasari Sri Hadi (2005) Analisis kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap fruit tea (SK mahasiswa SI IPB) Juristama Partogi Sitompul (2007) Analisis sensitivitas harga dan loyalitas konsumen teh hijau selup di kota bogor Desi Setianingrum (2007) Analisis nilai dan loyalitas pelanggan Macaroni Panggang, Bogor. Noor Annisya Haniyatti Pratiwi (2006)
pembelian, hubungan antara brand image dengan keputusan pembelian Mengidentifikasi proses keputusan pembelian, faktor-faktor yang mempengaruhi, market positioning, memetakan persepsi konsumen terhadap teh.
- Buying Decision Process - Analisis Deskriptif - Analisis faktor - Analisis biplot
tea
Mengidentifikasi aktivitas promosi, persepsi konsumen dan menganalisis implikasi dari kegiatan promosi terhadap brand switching
- Uji Cohran - Regresi - Brand switching pattern matrix
Tingkat beralih KFC lebih rendah darpada restoran lain
Mengidentifikasi karakteristik konsumen, tingkat kepuasan dan loyalitas, merumuskan strategi pemasaran Menganalisis sensitivitas konsumen, mengidentifikasi tingkat loyalitas dan mnganalisa hubungan sensitivitas harga dengan loyalitas pelanggan Mengidentifikasi karekteristik konsumen, faktor-faktor yang menentukan nilai pelanggan dan yang mempengaruhi loyalitas konsumen.
- Analisis deskriptif - IPA - CSI
Atribut yang harus diprioritaskan kinerjanya adalah atribut pelepas dahaga, penghilang dehidrasi dan ukuran volume produk Menggunakan 3 produk, yaitu sariwangi, sosro, dan 2 tang.
- Sensitivitas harga (metode Huisman) - Piramida loyalitas - SEM
4 faktor utama : 1. Nilai jual produk 2. Penampilan produk 3. Kualitas produk 4. Pengalaman konsumen
Faktor yang mempengaruhi nilai bagi pelanggan adalah pelayanan, karyawan dan citra. Loyalitas pelanggan dipengaruhi oleh kinerja pesaing dan pengalaman pelanggan
Analisis loyalitas konsumen terhadap rokok kretek di kecamatan Bogor Barat Muser Hijrah Fery Budi (2006) Analisis nilali tambah dan strategi pemasaran kopi bubuk arabika kelompok tani manunggal VI Kecamatan Jambu, Semarang. Yodhy Purwoko Jati (2006)
Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran kopi arabika dan robusta Ika Kartika Saragih (2007)
Analisis ekuitas merek pada merek kopi bubuk dan merek kopi instan di wilayah Jakarta Timur Muchlis (2006)
Menganalisis penilaian konsumen terhadap atribut rokok kretek, atribut apa saja yang mempengaruhi, tingkat loyalitas konsumen terhadap rokok kretek Mengukur besarnya nilai tambah yang diciptakan usaha pengolahan kopi kelompok tani, menganalisis faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal usaha pengolahan kopi kelompok tani yang berpengaruh terhadap perkembangan kelompok tani, mengidentifikasi SWOT, merumuskan strategi pemasaran kopi bubuk arabika
- Fishbein dan tabulasi sederhana - IPA
Diperoleh 9 atribut memuaskan dan 2 atribut tidak memuaskan
- IFE, EFE - SWOT - QSPM
Menganalisis pendapatan usahatani kopi robusta dan arabika berdasarkan penerimaan petani dan total biaya yang dikeluarkan petani dalam mengusahakan kedua jenis kopi tersebut, menganalisis lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kopi Menganalisis ekuitas merek pada merek kopi instan dan kpoi bubuk Mengidentifikasi segmen pasar prioritas merek kopi bubuk dan
- Analisis efisiensi pemasaran - R/C ratio - Analisis margin pemasaran
Merupakan usaha yang padat modal Hasil pemetaan menuntukkan bahwa strategi pemasaran yang tepat adalah strategi penetrasi pasar dan strategi pengembangan produk Hasil QSPM menunjukkan strategi prioritas adalah membuka peluang investasi kepada pihak lain. R/C atas biaya tunai (arabika 4.93, robusta 3.06) R/C atas biaya total (arabika 1.94, robusta 1.22) Berdasarkan analisis efisiensi maka saluran pemasaran efisien.
- Analisis deskriptif - Uji Cohran - Model Fishbein - Model Markov
Ekuitas merek terbesar pada kopi instan adalah nescafe, pada kopi bubuk adalah kapal api. Segmen prioritas untuk nescafe
instan berdasarkan rata-rata pengeluaran konsumen yang loyal terhadap merek yang dikonsumsi
dan indocafe adalah segmen menengah ke atas, segmen prioritas untuk torabika dan ABC adalah menengah ke bawah
Lampiran 3. Validitas dan Reliabilitas Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .870
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .885
Item-Total Statistics
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25
Cronbach's Alpha if Item Deleted .870 .865 .868 .868 .867 .860 .868 .865 .862 .863 .867 .865 .861 .864 .861 .864 .866 .858 .865 .860 .865 .865 .877 .877 .870
N of Items 25
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 total x
Correlation Coefficient 0.348 0.538 0.409 0.497 0.535 0.671 0.391 0.520 0.533 0.516 0.531 0.488 0.662 0.549 0.707 0.595 0.517 0.738 0.706 0.744 0.627 0.616 1
P23 P24 P25 total y
Correlations Coefficient 0.663 0.832 0.489 1
Lampiran 4. Hasil Output Principal Component Analysis. KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
.881 1134.592 231 .000
Communalities P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22
Initial 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Extraction .521 .497 .641 .614 .638 .637 .645 .571 .701 .674 .667 .626 .554 .542 .653 .673 .643 .498 .607 .459 .702 .786
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Total 8.689 1.829 1.709 1.321 .931 .887 .751 .708 .627 .603 .531 .501 .442 .426 .364 .353 .285 .275 .238 .208 .191 .133
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Initial Eigenvalues % of Variance Cumulative % 39.497 39.497 8.314 47.811 7.766 55.577 6.003 61.580 4.233 65.813 4.030 69.843 3.415 73.259 3.217 76.476 2.851 79.327 2.743 82.069 2.412 84.481 2.275 86.756 2.007 88.763 1.935 90.698 1.654 92.353 1.602 93.955 1.293 95.248 1.252 96.500 1.083 97.583 .944 98.528 .868 99.395 .605 100.000
Extraction Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 8.689 39.497 39.497 1.829 8.314 47.811 1.709 7.766 55.577 1.321 6.003 61.580
Total Variance Explained Rotation Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 4.250 19.317 19.317 3.908 17.765 37.082 2.987 13.576 50.658 2.403 10.922 61.580
Component Matrixa
1 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22
.466 .553 .648 .621 .757 .566 .504 .598 .480 .536 .557 .625
Component 2 3 -.490 -.419
4
-.428 .523 .505 .456 .433
.456 .524
.594 .439 .525
.672 .744 .783 .749 .626 .679 .642 .561 .848
-.412
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 4 components extracted.
Rotated Component Matrixa Component 1 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22
2 .673 .670 .668 .635 .576
3
4
.494 .719 .768 .605 .794 .737 .432
.676 .706 .545 .542 .527 .627 .403
.574
.443 .429 .608 .402 .618 .535 .822 .604
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 8 iterations.
.431
.450
Lampiran 5. Hasil Output Analisis Diskriminan Test Results Box's M F
Approx. df1 df2 Sig.
58.762 2.441 20 1023.644 .000
Tests null hypothesis of equal population covariance matrices.
Tests of Equality of Group Means
pca1 pca2 pca3 pca4
Wilks' Lambda .734 .770 .795 .775
F 17.558 14.457 12.484 14.088
df1
df2 2 2 2 2
Sig. .000 .000 .000 .000
97 97 97 97
Wilks' Lambda Test of Function(s) 1 through 2 2
Wilks' Lambda .597 .909
Chi-square 49.242 9.119
Canonical Discriminant Function Coefficients
pca1 pca2 pca3 pca4 (Constant)
Function 1 2 .155 -.022 .056 -.369 .140 .305 .292 .372 .000 .000
Unstandardized coefficients
Classification Function Coefficients
pca1 pca2 pca3 pca4 (Constant)
.00 -.280 -.414 .029 -.168 -2.885
D 1.00 -.033 .061 -.096 -.146 -1.149
Fisher's linear discriminant functions
2.00 .147 -.039 .215 .381 -1.614
df 8 3
Sig. .000 .028