EXECUTIVE SUMMARY PELAKSANAAN BIMBINGAN MANASIK HAJI OLEH KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) TAHUN 2015
S
esuai dengan bunyi UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, bahwa penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah. Salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan haji adalah pelaksanaan bimbingan manasik haji. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 9 Tahun 2014 Pasal 2, ada empat materi pokok yang harus diberikan dalam bimbingan manasik haji, yaitu (1) Pelaksanaan ibadah haji dan umrah, (2) Perjalanan dan pelayanan haji, (3) Kesehatan, dan (4) Kemabruran haji. Meskipun pelaksanaan Bimbingan Manasik Haji (Bimsik) telah diatur sedemikian rupa, beberapa kajian tentang pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada 2010 dan 2012, menunjukkan Bimsik yang dilakukan Kementerian Agama selama ini diragukan efektivitasnya dalam memandirikan jamaah haji. Berdasarkan preposisi di atas, maka Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2015 melaksanakan penelitian “Pelaksanaan Bimbingan Manasik Haji oleh KUA”.
~1~
Dengan pendekatan kuantitatif, penelitian ini menjawab dua masalah rumusan penelitian yaitu, bagaimanakah implementasi kebijakan Kementerian Agama tentang bimbingan manasik haji yang dilaksanakan oleh Kankemenag-KUA? dan dimensi apa saja yang menjadi faktor dominan dalam pelaksanakan bimbingan manasik haji? Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan evaluasi yang menyeluruh demi peningkatan bimbingan manasik bagi calon jamaah haji di masa yang akan datang. Melalui pengukur terhadap 5 dimensi dalam bimbingan manasik haji yaitu pembimbing, materi, metode, sarana prasarana, dan kepanitiaan, terhadap 105 KUA di 33 provinsi didapatkan beberapa kesimpulan antara lain: 1. Rerata nilai indeks manasik haji di 33 provinsi yang didapatkan dari hasil penelitian terhadap 105 KUA pelaksana bimbingan manasik di Indonesia berada pada Nilai 58,1 %. 2. Rerata indeks pembimbing manasik nasional berada pada Nilai 70,7%, dengan rerata indeks subdimensi paling tinggi yaitu “Pernah Ibadah Haji” yang mencapai rerata indeks sebesar 92,3% dan terendah adalah “Lulus Sertifikasi” yang mencapai rerata indeks 41,7%. 3. Rerata indeks materi manasik nasional berada pada nilai 79,3%, dengan rerata indeks subdimensi paling tinggi yaitu “Kesesuaian Modul” yang mencapai rerata indeks
~2~
4.
5.
6.
7.
sebesar 87,0% dan terendah adalah “Materi Kesehatan” yang mencapai rerata indeks 67,7%. Rerata indeks metode manasik nasional berada pada Nilai 51,5 %, dengan rerata indeks subdimensi paling tinggi adalah “Ceramah” yang mencapai rerata indeks sebesar 79,9% dan terendah adalah “Home Visit/ Kunjungan” yang hanya mencapai rerata indeks 7,8%. Rerata indeks sarana dan prasarana manasik nasional berada pada nilai 20,3%. Umumnya sarana yang dimiliki baru sebatas “Pengeras Suara” yang mencapai rerata indeks sebesar 52,0% dan terendah adalah “Alat Bantu OHV” yang mencapai rerata indeks 41,7%. Rerata nilai indeks kepanitiaan manasik nasional yaitu KUA sebagai penyelenggara berada pada Nilai 68,6 % dengan rerata indeks subdimensi paling tinggi adalah “SK Kemenag” yang mencapai rerata indeks 89,9% dan terendah adalah “Evaluasi Peserta” yang mencapai rerata indeks 16,6%. Dari kelima dimensi tersebut, maka dimensi yang paling kuat (dominan) dalam merefleksikan Indeks Manasik 2015 adalah dimensi “Sarana dan Prasarana” yang memiliki nilai korelasi sebesar 0,67 yang masuk dalam kategori hubungan yang kuat.
Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis data sebagaimana telah diuraikan di atas, penelitian ini mengajukan beberapa rekomendasi, antara lain:
~3~
1. Rerata indeks pembimbing manasik yang mengikuti sertifikasi baru 41,7%, untuk itu program sertifikasi pembimbing perlu ditingkatkan melalui diklat sertifikasi oleh Kementerian Agama, dengan jumlah 100 jam pelajaran (1 jam pelajaran = 45 menit), sehingga terdapat standarisasi kompetensi pembimbing manasik. 2. Berdasarkan perhitungan materi yang harus disampaikan dengan waktu yang ditetapkan 4 hari x 4 jam, maka waktu pelaksanaan bimbingan manasik selama ini kurang memadai, sehingga waktu pelaksanaan perlu ditambahkan menjadi antara 10-15 pertemuan, dengan pertimbangan jamaah dapat memahami materi sesuai Buku Bimbingan Manasik dan Perjalanan Haji yang diterbitkan Kementerian Agama. 3. Materi bimbingan selama ini lebih menekankan aspek fiqh dan kebijakan haji. Sedangkan aspek pembinaan qalbu (spiritual) masih kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan pembimbingan qalbu (spiritual) dengan alokasi waktu yang memadai. 4. Metode peragaan dan simulasi/praktek perlu ditingkatkan. Selama ini metode bimbingan masih didominasi dengan metode ceramah (79,9%), dibandingkan metode peragaan (48,2%) dan simulasi/ praktek (50,2%). 5. Subdimensi evaluasi oleh KUA dalam pelaksanaan bimbingan manasik haji terendah yaitu 16,6 %, sehingga ~4~
ke depan perlu adanya kebijakan dan panduan evaluasi bagi KUA. 6. Rerata indeks sarana dan prasarana kegiatan manasik secara nasional berada pada nilai indeks 20,3 %. Hal ini dapat dipahami karena sarana dan prasarana bimbingan manasik haji pada KUA dan Kankemenag Kab/Kota masih sangat minim dan sebagian menggunakan peralatan milik pribadi pembimbing dan masyarakat sehingga perlu upaya meningkatkan perbaikan sarana dan prasarana bimbingan manasik haji tersebut. 7. Penelitian ini belum melihat aspek efektivitas bimbingan manasik haji, untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh bimbingan manasik haji di tanah air dengan pelaksanakan ibadah haji di Tanah Suci.
~5~