UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
PUNGUTAN LIAR (PUNGLI) PADA KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) TUGAS AKHIR KELOMPOK PELAYANAN PUBLIK DAN E-GOVERNMENT
Kelompok : 1. Annisa Pancasilaisti (1506802910) 2. Dea Viasta (1506802961) 3. Jacqualine Sabrina (1506803075) 4. Medha Andam Permata (1506803112) 5. Naufal Virindra (1506803150)
Depok 2016
2
ABSTRAK
Pelayanan publik adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintahan untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat umum. Kebutuhan baik secara informasi maupun teknis dalam mengurus administrasi pencatatan kepada instansi terkait. Pada dasarnya setiap kegiatan pelayanan publik yang dilakukan di Indonesia mengalami perkembangan dan proses pembaharuan. Dari segi mekanisme, perubahan bentuk menjadi digital maupun adanya publikasi yang membuat masyarakat semakin sadar untuk selalu mengikuti prosedur-prosedur. Namun tak dipungkiri bahwa saat ini sudah banyak kasus yang ditemukan oleh masyarakat bahwa terdapat oknum yang memanfaatkan adanya kebutuhan pelayanan tersebut. Salah satunya adalah tindakan pungli. Ditemukannya kasus pungutan liar yang terjadi pada salah satu bagian dari instansi Kementerian Agama merupakan suatu bukti masih buruknya pelayanan publik di Indonesia. Instansi yang terlibatpun merupakan sebuah instansi yang idealnya dapat dijadikan panutan dan diharapkan tidak melakukan perbuatan tercela. Pungutan liar adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang ataupun pihak kelompok pegawai negeri atau pejabat negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan atau prosedur yang telah ditetapkan. Dalam kasus ini, pihak yang melakukan penyimpangan adalah oknum dalam Kantor Urusan Agama yang menjalankan tugas pengurusan administrasi pada kegiatan pernikahan. Setiap instansi idealnya telah memiliki prosedur yang jelas dalam penyelenggaraan suatu jenis pelayanan. Karena kejelasan atas prosedur tersebut merupakan salah satu kewajiban bagi pelayan publik dalam memenuhi komponen standar pelayanan sesuai dengan Undang-Undang. Oleh karena itu ketika ditemukan suatu kejanggalan dalam prosedur, warga berhak untuk melaporkan kegiatan tersebut kepada pihak yang lebih berwenang. Kata Kunci: instansi pemerintah, pelayanan publik, pungutan liar
Universitas Indonesia
3
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. 2 DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3 DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. 4 BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 5 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 5 1.2. Rumusan Permasalahan ........................................................................... 6 1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 6 1.4. Kerangka Teori......................................................................................... 7 1.4.1. Keterkaitan Dengan Konsep Pelayanan Publik............................ 7 1.4.2. Keterkaitan Dengan Konsep E-Government .............................. 13 BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................... 16 2.1. Profil Organisasi & Fungsi .................................................................... 16 2.2. Kaitan Dengan Pelayanan Publik ........................................................... 18 2.2.1. Apa Penyebab Terjadinya Pungutan Liar Pada Pengurusan Administrasi Pernikahan Pada Instansi Kantor Urusan Agama? ........... 19 2.2.2. Apa Dampak Adanya Pungutan Liar Pada Pengurusan Administrasi Pernikahan Pada Instansi Kantor Urusan Agama? ........... 21 2.3. Kaitan Dengan E-Government ............................................................... 22 2.4. Permasalahan Dan Hambatan Yang Ada Di Kantor Urusan Agama…. 23 2.5.
Solusi Dalam Menangani Permasalahan Di Kantor Urusan Agama …..25
BAB 3 PENUTUP................................................................................................ 28 3.1. Kesimpulan ............................................................................................ 28 3.2. Saran ....................................................................................................... 31 3.2.1. Penindakan Internal .................................................................... 32 3.2.2. Penindakan Eksternal ................................................................. 32 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 3535
Universitas Indonesia
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Struktur Kementrerian Agama ........................................................... 16 Gambar 2 : Struktur Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam ................................... 17 Gambar 3 : Alur Prosedur Pendaftaran Pernikahan .............................................. 18
Universitas Indonesia
5
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sering kita dengar banyak anggota masyarakat yang mengkritik kinerja
aparatur pemerintah yang lebih banyak menempatkan diri sebagai orang yang ingin dilayani daripada harus melayani masyarakat. Pelayanan yang diberikan lebih didasarkan pada peraturan yang sangat kaku dan tidak fleksibel, sehingga aparatur seringkali terbelenggu untuk melakukan daya inovasi dan kreasi dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Padahal pelayanan publik oleh aparatur pemerintah merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena pelayanan yang baik terhadap masyarakat sebagai objek sekaligus subyek pembangunan akan memicu pertumbuhan ekonomi. Sebagai prinsip dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan oleh birokrasi kepada para masyarakat harus bersifat adil, cepat, ramah dan tanpa diskriminasi. Karena itu, ungkapan yang mengatakan bahwa para pegawai negeri adalah untuk melayani dan bukan untuk dilayani, hendaknya terwujud dalam praktik administrasi pemerintahan sehari-hari, sebab apabila tidak ada, ungkapan tersebut hanya akan menjadi slogantanpa makna. Citra buruk semakin diperparah dengan isu yang sering muncul ke permukaan, yang berhubungan dengan kedudukan dan kewenangan pejabat publik, yakni korupsi dengan beranekaragam bentuknya, serta lambatnya pelayanan, dan diikuti dengan prosedur yang berbelit-belit. Pungutan liar merupakan suatu hal yang sudah biasa dalam masyarakat Indonesia pada saat ini. Bagaimana tidak, bahkan setiap hari di negeri ini banyak sekali pungutan liar yang tanpa disadari oleh masyarakat baik yang menerima pungutan liar tersebut dan orang yang memberikannya. Pungutan liar adalah suatu tindakan ilegal yang sudah menjadi kebudayaan di negara ini. Tindakan seperti itu seharusnya ditindak lanjuti lagi agar tidak berkembang dan menjadi budaya negara ini. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus sadar dan taat pada peraturan yang telah berlakuUndang-Undang Dasar yang telah
5
Universitas Indonesia
6
diatur sedemikian rupa agar tidak ada pungutan liar yang semakin berkembang luas. Khusunya masyarakat Indonesia yang masih saja dihantui dengan pelayanan public dari pemerintah yang tak kunjung baik dimana seharusnya para aparatur pemerintahan telah memiliki tanggung jawab dan contoh dari segi pelayanan. Saat ini untuk pengurusan baik pendaftaran pernikahan, maupun pembuatan izin perwakafan, pendirian rumah ibadah dan pengurusan izin lainya pada Kantor Urusan Agama (KUA) di Indonesia belum dapat dinyatakan secara keseluruhan telah bersih dari pungutan liar. Atas dasar untuk memenuhi kewajiban tugas kelompok dan fenomena diatas maka kelompok kami membuat makalah yang berjudul Kasus Pungutan Liar (Pungli) pada Kantor Urusan Agama (KUA). 1.2.
Rumusan Permasalahan
Adapun rumusan permasalahan dalam makalah ini ialah sebagai berikut : a. Apa penyebab terjadinya pungutan liar dalam proses administrasi pernikahan di instansi Kantor Urusan Agama? b. Apa dampak adanya Pungutan Liar pada pengurusan administrasi Pernikahan pada instansi Kantor Urusan Agama? c. bagaimana pemanfaatan teknologi dalam pengurusan administrasi pernikahan di KUA? 1.3.
Tujuan Penulisan
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Menjelaskan penyebab terjadinya pungtan liar pada proses pengurusan administrasi pernikahan pada instansi Kantor Urusan Agama b. Menjelaskan dampak terjadinya pungutan liar dari sisi instansi pemerintah maupun masyarakat
Universitas Indonesia
7
c. Menjelaskan bagaimana instansi pemerintahan dalam hal ini Kantor Urusan Agama dalam memanfaatkan teknologi untuk proses pengurusan pernikahan d. Memberikan saran kepada instansi pemerintah dalam menanggulangi adanya pungli dalam pelayanan publik. 1.4.
Kerangka Teori Untuk melakukan pembahasan masalah pada makalah ini, terdapat teori-
teori yang relevan dan mampu menjadi dasar acuan dalam penulisan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1.4.1. Keterkaitan Dengan Konsep Pelayanan Publik 1.4.1.1.
Definisi Pelayanan Publik Dalam menjalankan aktifitas pemerintahan baik di suatu Negara ataupun
daerah,
pemerintah
harus
memenuhi
kebutuhan
masyarakatnya
dengan
menjalankan sebuah layanan yang baik. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah merupakan sebagai bentuk tanggung jawab dan usaha pemerintah mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku. Di Indonesia, menurut UU No 25 Tahun 2009, Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa dan atau pelayanan administrative yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Dengan adanya pelayanan public yang baik maka secara tidak langsung pemerintah telah mendukung terciptanya kesejahteraan masyarakat. Serta hal tersebut merupakan sebuah bentuk penyelenggaraan pemerintah dalam rangka mencapai pembangunan. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai pelayanan publik, perlu mengetahui terlebih dahulu terkait istilah itu sendiri. Istilah public datang dari bahasa inggris yang berarti umum, masyarakat atau Negara (Nurcholis, 2005). Sementara itu pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung (Tangkilisan, 2005). Dari arti kedua istilah tersebut,
Universitas Indonesia
8
dapat disimpulkan bahwa pelayanan public adalah sebuah bentuk pemenuhan kebutuhan yang dilakukan oleh Negara dalam hal ini pemerintah untuk seluruh masyarakat. Definisi pelayanan public dapat pula diartikan sebagai sebuah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada sejumlah orang yang mempunyai kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai dan norma yang mereka miliki (Nurcholis, 2005). 1.4.1.2.
Kualitas Pelayanan Publik Masyarakat sebagai penikmat pelayanan public mempunyai hak untuk
mengevaluasi dan menilai kualitas pelayanan yang diberikan. Dari segi fasilitas, biaya
maupun
oknum-oknum
operasional
yang
melaksanakan
kegiatan
administrasi di lapangannya. Evaluasi tersebut adalah elemen penting dalam melakukan analisa kualitas pelayanan public. Dari adanya evaluasi, pemerintah mampu mengetahui apakah kinerjanya telah memuaskan masyarakat atau tidak. Menurut Day dalam Tse dan Wilton (Tangkilisan, 2005), kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan
adalah
respons
pelanggan
terhadap
evaluasi
ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Dalam konteks pelayanan public, pelanggan ialah masyarakat yang merasakan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Dalam menilai pengukuran kualitas pelayanan publik, masyarakat dapat menilai dengan menggunakan 11 (sebelas) indikator menurut Zeithaml dalam buku Manajemen Pubik, diantaranya : a. Kenampakan Fisik (Tangible) b. Reliabilitas (Reliability) c. Responsivitas (Responsiveness) d. Kompetensi (Competence) e. Kesopanan (Courtesy) f. Kredibilitas (Credibility) g. Keamanan (Security) h. Akses (Access)
Universitas Indonesia
9
i. Komunikasi (Communication) j. Pengertian (Understanding the costumer) k. Akuntabilitas (Accountability) Di dalam kegiatan layanan (service) terdapat dua posisi yang berbeda yaitu yang memberikan layanan dan yang diberi layanan. Hubungan timbal balik yang terjadi antara yang memberikan layanan dan yang dilayani pada hakikatnya saling membutuhkan. Kondisi saling membutuhkan seharusnya menjadi nilai (value) yang dimiliki dan difahami bersama untuk mengokohkan tujuan yang ingin dicapai. Nilai saling membutuhkan yang dasari oleh saling memahami akan berkembang kepada saling mengetahui kebutuhan masing-masing pihak. Keduanya memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda, tidak mustahil dapat menimbulkan benturan kepentingan, untuk itu perlukan nilai yang disepakati bersama sehingga seluruh kepentingan dapat diakomodasi secara optimal. Landasan dari teori kualitas pelayanan ini ada dalam literatur mengenai kualitas produk dan kepuasan pelanggan. Konseptualisasi awal (e.g. Gronroos 1982, 1984; Parasuraman, Zeithaml dan Berry 1985) didasarkan atas perselisihan paradigma yang terjadi dalam literatur-literatur yang membahas mengenai barang dalam arti nyata (e.g. Churchill dan Suprenant 1982). Dalam literatur di atas menyatakan bahwa kualitas merupakan hasil dari perbandaningan kinerja yang diharapkan dengan yang dirasakan, hal ini seperti yang digambarkan dalam konseptualisasi kualitas pelayanan menurut Gronroos’s (1982, 1984) dimana ia menyatakan “ Membandingkan pelayanan yang dirasakan dengan pelayanan yang diharapkan”(Gronroos 1984, hal.37, Asal mula penekanan). Sebagai tambahan untuk menyesuaikan dengan adanya perselisihan paradigma dalam pengukuran dimensi kualitas pelayanan maka Gronroos (1982) mengidentifikasikan dua macam dimensi kualitas pelayanan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2, panel A. Kualitas fungsional menunjukkan mengenai cara memberikan pelayanan; jadi hal ini menegaskan mengenai persepsi konsumen terhadap interaksi yang berlangsung
selama
pemberian
pelayanan.
Sedangkan
kualitas
teknis
menggambarkan hasil dari tindakan pelayanan atau sesuatu yang diterima
Universitas Indonesia
10
konsumen dalam pelayanan yang ditujukan kepadanya.Dalam Perspektif Islam, Islam mengajarkan bila ingin memberikan hasil usaha baik berupa barang maupun pelayanan/jasa hendaknya memberikan yang berkualitas, jangan memberikan yang buruk atau tidak berkualitas kepada orang lain. Seperti dijelaskan dalam AlQuran surat Al-Baqarah ayat 267:
Artinya : “Hai orang–orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagiandari hasil usahamu yang baik–baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk–buruk lalu kamu nafkahkan darinya padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Quran : 2: 267) Menurut Thorik G. dan Utus H. (2006:77) pentingnya memberikan pelayanan yang berkualitas disebabkan pelayanan (service) tidak hanya sebatas mengantarkan atau melayani. Service berarti mengerti, memahami, dan merasakan sehingga penyampaiannyapun akan mengenai heart share konsumen dan pada akhirnya memperkokoh posisi dalam mind share konsumen. Dengan adanya heart share dan mind share yang tertanam, loyalitas seorang konsumen pada produk atau usaha perusahaan tidak akan diragukan. Salah satu dimensi kualitas pelayanan adalah tangibles (bukti langsung) yang berupa fasilitas fisik meliputi gedung, dan sarana prasarana lainnya. Fasilitas dalam Islam dan konvensional tidak mengalami perbedaan yang signifikan, perbedaannya hanya terletak pada proses penggunaannya yang mana ketika pelaku bisnis memberikan pelayanan dalam bentuk fisik hendaknya tidak menonjolkan kemewahan. Sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an surat AtTakaatsur ayat 1-5, yaitu:
Universitas Indonesia
11
Artinya : “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin (Qur’an : 102 : 1-5) Fasilitas yang diberikan dalam melakukan pelayanan akan terlihat semu tanpa adanya reliability (kehandalan) dari pelaku bisnis. Kehandalan dalam pelayanan dapat dilihat dari ketepatan dalam memenuhi janji secara akurat dan terpercaya. Allah sangat menganjurkan setiap umatnya untuk selalu menepati janji yang telah ditetapkan seperti dijelaskan dalam Al Qur’an surat An-Nahl ayat 91, yaitu:
Artinya :
Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpahsumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (Qur’an : 16 : 91). Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap manusia diwajibkan menepati janji yang telah ditetapkan, demikian juga dengan pelaku bisnis baik janji yang ditetapkan secara langsung maupun janji-janji dalam bentuk promosi, semuanya
Universitas Indonesia
12
harus ditepati dan sesuai dengan kenyataan. Penawaran ketika promosi atau iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan berarti telah mengingkari janji yang ditetapkan dan hal ini telah mengandung unsur penipuan yang akan merugikan konsumen. Pelanggan lebih loyal pada perusahaan yang selalu menepati janji daripada perusahaan yang banyak menawarkan promosi mewah tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Kualitas pelayanan juga dapat dilihat dari responsiveness (daya tanggap) karyawan, yang mana karyawan memiliki kemauan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan. Memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat menunjukkan pelaku bisnis yang profesional. Thorik G. dan Utus H. (2006:115) menjelaskan bahwa dalam soul marketing kecepatan dalam bergerak adalah hal yang utama. Pemanfaatan waktu secara efektif benar-benar menjadi hal yang bersifat esensial. Pelaku bisnis yang selalu tanggap maka akan melahirkan sikap inovatif dan tidak ada waktu yang terbuang. Islam menganjurkan setiap pelaku bisnis untuk bersikap profesional yakni dapat bekerja dengan cepat dan tepat sehingga tidak menyia-nyiakan amanat yang menjadi tanggung jawabnya, sebagaimana terdapat dalam hadis Rasulullah saw diriwayatkan oleh Bukhari yang maknanya : “apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya, berkata seseorang: bagaimana caranya menyia-nyiakan amanat ya Rasulullah? Berkata Nabi: apabila diserahkan sesuatu pekerjaan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (Thorik G. dan Utus H., 2006:116). Hadis diatas menjelaskan bahwa setiap manusia hendaknya tidak menyianyiakan amanat yang menjadi tanggung jawabnya, dapat bekerja dengan keahlian yang baik sehingga tidak akan mengalami kehancuran. Ketika pelaku bisnis bekerja memberikan pelayanan dengan keahliannya (kompeten) maka akan bekerja dengan tanggap (cepat dan tepat) sehingga pelanggan akan memperoleh kepuasan. Profesionalisme dan kompetensi terhadap sebuah pekerjaan adalah dua hal yang saling berkaitan, namun kadang ada individu yang memaksakan diri mengerjakan sebuah pekerjaan yang bukan bidangnya (sesuatu yang dikuasai dengan baik) sehingga yang terjadi adalah kerugian, baik dari sisi waktu pelaksanaan pekerjaan maupun kerugian materiil.
Universitas Indonesia
13
Berdasarkan ayat diatas, jelas bahwa setiap manusia dituntunkan untuk berlaku lemah lembut agar orang lain merasakan kenyamanan bila berada disampingnya. Apalagi dalam pelayanan yang mana konsumen banyak pilihan, bila
pelaku
bisnis
tidak
mampu
memberikan
rasa
aman
dengan
kelemahlembutannya maka konsumen akan berpidah ke perusahaan lain. Pelaku bisnis dalam memberikan pelayanan harus menghilangkan jauhjauh sikap keras hati dan harus memiliki sifat pemaaf kepada pelanggan agar pelanggan terhindar dari rasa takut, tidak percaya, dan perasaan adanya bahaya dari pelayanan yang diterima. Selain empat hal diatas, kualitas pelayanan juga dapat dilihat dari faktor empathy
(empati)
yang
dapat
diberikan
oleh
karyawan
kepada
pelanggan/konsumen. Sikap empati ditunjukkan melalui kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Dalam Islam sikap empati merupakan wujud dari kemauan karyawan untuk memberikan kemudahan pada pelanggan dengan senang hati dalam melakukan transaksi, disaat pelanggan mengalami kesulitan maka karyawan siap membantu. Fasilitas dalam Islam dan konvensional juga tidak mengalami perbedaan yang signifikan, perbedaannya hanya terletak pada proses penggunaannya yang mana ketika pelaku bisnis memberikan pelayanan dalam bentuk fisik hendaknya tidak menonjolkan kemewahan. Islam menganjurkan setiap pelaku bisnis untuk bersikap profesional yakni dapat bekerja dengan cepat dan tepat sehingga tidak menyia-nyiakan amanat yang menjadi tanggung jawabnya, sebagaimana terdapat dalam hadis Rasulullah saw., diriwayatkan oleh Bukhari yang maknanya: “apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya, berkata seseorang: bagaimana caranya menyia-nyiakan amanat ya Rasulullah? Berkata Nabi: apabila diserahkan sesuatu pekerjaan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (Thorik G. dan Utus H., 2006:116). 1.4.2. Keterkaitan Dengan Konsep E-Government The World Bank Group (2006), e-Government sebagai penggunaan
Universitas Indonesia
14
teknologi informasi oleh badan-badan pemerintahan, seperti: Wide Area Networks, Internet, dan Mobile Computing. Dijelaskan pula Legislative Analyst’s Office (2006), bahwa e-Government merupakan proses trasaksi bisnis antara masyarakat dan pemerintah melalui penggunaan sistem yang terotomatisasi dan jaringan internet, biasanya disebut World Wide Web. Pemerintah federal Amerika Serikat (dalam Legislative Analyst Office. 2001) mendefinisikan e-Government secara ringkas, padat dan jelas, e- Government mengacu kepada penyampaian informasi dan pelayanan online pemerintahan melalui internet atau media digital lainnya. E-Government
adalah
istilah
yang
menurut
beberapa
kalangan,
didefinisikan secara beragam. Secara umum e-Gov dapat di definisikan: penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. E-Government tidak saja dianggap sebagai pemerintahan online yang berbasis Internet (internet based government). Namun, terdapat juga teknologi pemerintahan electronic non-Internet yang dapat digunakan dalam hal ini. Menurut Medina(2012) dalam pencapaian tujuan e-Government perlu dilaksanakan melalui enam strategi yang saling terkait, yaitu : 1. Mengembangkan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas. 2. Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara holistik. 3. Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal. 4. Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industry telekomunikasi dan teknologi informasi. 5. Mengembangkan kapasistas SDM baik pada pemerintah maupun pemerintah daerah otonom, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat. 6. Melaksanakan pengembangan secara sistematik melaui tahapan-tahapan yang realistis dan terukur. Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan publik yang
Universitas Indonesia
15
disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangan eGovernment dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan sebagai berikut (Inpres No. 3/2003): Tingkat 1 – Persiapan yang meliputi : 1. Pembuatan situs informasi disetiap lembaga. 2. Penyiapan SDM. 3. Penyiapan sarana akses yang mudah misalnya menyediakan sarana Multipurpose Community Center, Warnet, SME-Center, dl. 4. Sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk public. Tingkat 2 – Pematangan yang meliputi : 1. Pembuatan situs informasi publik interaktif. 2. Pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain. Tingkat 3 – Pemantapan yang meliputi : 1. Pembuatan situs transaksi pelayanan public. 2. Pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain. Tingkat 4 – Pemanfaatan yang meliputi : 1. Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi. 2. Situs pemerintah pusat dan daerah harus secara bertahap ditingkatkan menuju ke tingkat 4. Diakuinya ICT pada pemerintahan sendiri dapat ditinjau dari Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Goverment, yang tidak bisa dipungkiri adalah kebijakan strategis bagi penerapan teknologi komunikasi dan informasi di pemerintahan. Dan pemerintah pun menyusun 6 strategi untuk mencapai tujuan strategis egovernment, yaitu strategi pertama mengembangkan sistem pelayanan yang handal, terpercaya serta terjangkau masyarakat luas. Sasarannya antara lain, perluasan dan peningkatan kualitas jaringan komunikasi ke seluruh wilayah negara dengan tarif terjangkau. Strategi kedua adalah menata sistem dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara holistik.
Universitas Indonesia
16
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1.
Profil Organisasi& Fungsi Kantor
Urusan
Agama
(disingkat:
KUA)
adalah
kantor
yang
melaksanakan sebagian tugas kantor Kementerian Agama Indonesia di kabupaten dan kotamadya di bidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan. Secara umum, tugas dan fungsi dari Kementerian Agama Pusat dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1 : Struktur Kementrerian Agama
Kantor Urusan Agama berada dibawah unit Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang mempunyai tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang bimbingan masyarakat islam. Adapun struktur organisasi dari Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam ialah sebagai berikut.
Universitas Indonesia
17
Gambar 2 : Struktur Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam
Dalam melaksanakan tugas sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama Kecamatandalam pasal 2, KUAKecamatan menyelenggarakan fungsi: a. Pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan pelaporan nikah dan rujuk; b. Penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat Islam; c. Pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi manajemen KUA Kecamatan; d. Pelayanan bimbingan keluarga sakinah; e. Pelayanan bimbingan kemasjidan;
Universitas Indonesia
18
f. Pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan syariah; g. Pelayanan bimbingan dan penerangan agama Islam; h. Pelayanan bimbingan zakat dan wakaf; dan i. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA Kecamatan.
Adapun layanan masyarakat yang berkaitan dengan kasus dalam makalah ini ialah mengenai pengurusan dalam pernikahan. Dalam memenuhi berkas persyaratan untuk pengurusan pernikahan, berikut adalah hal-hal yang diperlukan sesuai dengan Prosedur KUA :
Gambar 3 : Alur Prosedur Pendaftaran Pernikahan
2.2.
Kaitan Dengan Pelayanan Publik Pada dasarnya, setiap manusia akan melaksanakan adanya ikatan dalam
pernikahan. Untuk umat muslim khususnya, pelaksanaan administrasi pengurusan pernikahan tersebut dilaksanakan di Kantor Urusan Agama di masing-masing Universitas Indonesia
19
daerahnya. Kantor Urusan Agama (KUA) adalah lembaga yang melaksanakan sebagian tugas kantor Kementerian Agama Indonesia di kabupaten dan kotamadya di bidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, KUA berada didalam inspektorat Kementrian Agama. Bagi masyarakat, diharapkan pengurusan pernikahannya dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prosedur yang ada. Sehingga segala bentuk informasi yang menjadi hak warga dapat diterima dan diketahui dengan transparan. Namun, kenyataannya saat ini tidak dapat dipungkiri ditemukan adanya penyimpangan dalam proses pengurusan administrasi tersebut. Inspektorat Kementrian Agama telah melakukan penindakan atas temuan adanya aktifitas pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh lembaga KUA. Pungli merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh oknum pemerintah dengan cara menerima biaya/uang yang seharusnya diberikan untuk instansi dengan cara pembayaran ke bank, sehingga menyalahai prosedur yang ada. 2.2.1. Apa
Penyebab
Terjadinya
Pungutan
Liar
pada
Pengurusan
Administrasi Pernikahan pada Instansi Kantor Urusan Agama ?
Tidak dapat dipungkiri, pelayanan publik di Indonesia masih perlu untuk ditingkatkan dan diperbaiki disegala sektor, baik kesehatan, pendidikan, keamanan dan juga pencatatan administrasi. Setiap lembaga pemerintahan sudah diatur untuk mematuhi peraturan tentang pelayanan publik yaitu Undang-Undang No. 25 tahun 2015. Adapun asas penyelenggaraan pelayanan publik yaitu kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, dan kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. Namun, apakah seluruh aspek tersebut telah terpenuhi dalam pelayanan publik di lapangan? Jawabannya ialah tidak. Sesuai dengan data yang disampaikan oleh www.republika.co.id , Inspektorat menemukan adanya 63 kasus pungli yang terjadi dalam periode tahun 2015-2016. Apa penyebabnya? Dari segi internal instansi itu sendiri, pungli dapat terjadi karena: Universitas Indonesia
20
a.
Tidak terpenuhinya aspek Kenampakan Fisik (Tangible)meliputi fasilitas fisik penampilan personel, dan sarana komunikasi. Dalam hal ini, KUA tidak membuatkan pemaparan standard operasional prosedur (SOP) yang dapat dilihat oleh masyarakat.
b.
Tidak terpenuhinya aspek Reliabilitas (Reliability) sesuai indikator kualitas pelayanan publik. Reliabilitas yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum terjadi karena tidak adanya data atau informasi yang pasti yang menunjukan nominal biaya yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Sehingga
oknum
tertentu
dapat
memanfaatkan
kesempatan
untuk
memberikan informasi dan prosedur yang tidak semestinya. c.
Budaya organisasi yang menyimpang telah melekat. Adanya pungutan liar dapat terjadi jika didalam organisasi tersebut telahterpendam perilaku yang menyimpang. Menurut Luthans dan Kreitner (Tangkilisan, 2005)perilaku yang ada dalam suatu organisasi publik diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan terbentuk berdasarkan kemampuan orang untuk beradaptasi dengannya. Hal ini dapat terlihat, jika salah satu oknum di level tertentu melakukan pungli, maka seterusnya akan merasa bahwa pungli adalah kegiatan yang umum dan lumrah. Dari sisi eksternal instansi, pungutan liar terjadi karena masyarakat saat ini
merasa akan lebih cepat dilayani jika memberikan dan membayarkan biaya yang lebih mahal. Akibatnya, biaya pelayanan publik dikenal mahal. Padahal jika dilihat aturan dasar resminya, biaya-biaya pelayanan lebih murah bahkan ada yang tidak dipungut biaya. Seperti pada kasus pengurusan administrasi pernikahan, untuk melaksanakan pernikahan di KUA pada hari kerja, KUA tidak mengenakan biaya kepada masyarakat. Diluar itu biaya pernikahan dikenakan sebesar Rp. 600.000 jika pelaksanaan pernikahan dilakukan diluar KUA dan diadakan pada hari libur. Namun untuk mendapatkan kepastian dan proses yang cepat, masyarakat tidak segan jika biaya yang diberikan lebih dari standard. Dan pembayarannya pun tidak dilakukan resmi melalui bank. Hal ini sudah menjadi pola pikir dan kewajaran jika dari sisi instansi tidak tegas dalam prosedur.
Universitas Indonesia
21
2.2.2. Apa dampak adanya Pungutan Liar pada pengurusan administrasi Pernikahan pada instansi Kantor Urusan Agama?
Terdapat tiga dampak pungutan liar pada pengurusan administrasi pernikahan pada Instansi Kantor Urusan Agama, yaitu : 1.
Pihak yang sangat dirugikan adalah masyarakat, hal ini sangat memberatkan dan mengganggu masyarakat. Dimana seharusnya masyarakat menerima pelayanan primadari KUA. Administrasi yang seharusnya dapat diproses dengan efisien dan efektif untuk keberlangsungan pernikahan calon pengantin harus terhambat karena biaya yang diminta cukup besar sebagai persyaratan administrasi, sehingga calon pengantin harus menyiapkan dana lebih dari yang sudah direncanakan dan siapkan. Karena tarifyang dikenakan sesuai dengan pernyataan dari staf ataupun penghulu KUA yang bersangkutan. Tidak hanya itu tidak ada kepastian apakah nama pengantin yang telah mendaftarkan diri ke KUA tersebut sudah tercatat di KUA. Dan tercatatnya status pernikahan tersebut sangat dibutuhkan untuk persyaratan bekerja dan kelengkapan dokumen lainnya.
2.
Timbulnya pernikahan siri Bagi sebagian masyarakat, pungli sangat memberatkan dan banyak yang tidak sanggup membayarnya. Jenderal Kementerian Agam M. Jasin menemukan potensi korupsi dalam penyelenggaraan pernikahan di semua wilayah. Nilai korupsi itu diperkirakan Rp 1,2 triliun setahun. Padahal, biaya administrasi pernikahan sesuai dengan aturan hanya Rp 30 ribu. Namun, penghulu atau pejabat Kantor Urusan Agama memungut biaya pernikahan hingga jutaan rupiah.
3.
Berpengaruh pada merosotnya wibawa hukum. Wibawa hukum menjadi salah satu aspek sangat penting bagi seluruh warga negara. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan bagi warga harus menempatkan wibawa hukum secara elegan. Tegaknya hukum menjadi sangat penting
Universitas Indonesia
22
2.3.
Kaitan Dengan E-Government Dengan terjadinya penyimpangan dalam kegiatan administrasi pengurusan
Pernikahan di instansi Kantor Urusan Agama, maka hal tersebut berkaitan dengan penggunaan sistem atau digitalisasi untuk menjalankan sebuah prosedur. Saat ini sudah banyak instansi pemerintahan yang merubah sistem administrasi pelayanan publiknya dengan memanfaatkan teknologi. Masyarakat tidak perlu datang dan mengunjungi instansi, tetapi hanya membutuhkan akses ke jaringan internet. Hal inilah yang kini sedang diusahakan oleh Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama Republik Indonesia untuk Kantor Urusan Agama (KUA). Pada kasus ini, bagaimana pemanfaatan teknologi dalam pengurusan administrasi pernikahan di KUA? Kini Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai Kementerian yang menaungi KUA telah menyediakan suatu website khusus untuk mendaftarkan pernikahan dan berbagai urusan yang berhubungan dengan pernikahan secara online. Jika calon pengantin berada di luar kota/ luar pulau maka calon pengantin dapat mendaftarkan pernikahannya melalui daftar online yang disediakan oleh website tersebut. Masyarakat umum pun telah dapat mengakses website tersebut yang diberi nama Simkah Online. Dengan beroperasinya Simkah Online, pihak- pihak terkait dapat memantau transaksi pendaftaran dalam seminggu/sebulan/setahun yang telah dilakukan di masing-masing KUA serta mendapatkan berbagai informasi penting lainnya terkait pernikahan. Simkah Online memiliki berbagai fungsi yang sangat membantu masyarakat untuk mengurus urusan/izin pernikahannya. Fungsi-fungsi tersebut, antara lain:
Direktori KUA Online
Pendaftaran Nikah Online
Forum Simkah
Pengumuman Kehendak Nikah
Pencarian Akta Nikah
Universitas Indonesia
23
Dumas KUA
Statistik
Menurut tingkatan pengembangan e-government, Simkah Online telah menerapkan e-government tingkat 3. Hal ini diketahui karena dengan adanya Simkah Online, masyarakat dapat melakukan transaksi via online dalam mengurus pernikahan meski belum sepenuhnya dapat dilayani sepenuhnya online. Contohnya masyarakat tetap harus mengupload form-form dan blangko yang dibutuhkan dalam pendaftaran pernikahan, dimana form-form tersebut masih harus diperoleh dan diisi secara manual. Namun untuk kualitas transaksi dokumen di Simkah Online dapat dinilai cukup baik meskipun masih dibutuhkan banyak pengembangan dari berbagai aspek. 2.4.
Permasalahan Dan Hambatan Yang Ada Di Kantor Urusan Agama Dalam administrasi pernikahan di KUA dibutuhkan teknologi informasi bagi
peningkatan layanan publik prosedur pencatatan di KUA berjalan mengikuti aturan yang terdapat di PP Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan kemudian mengikuti aturan PMA Nomor 11 Tahun 2007 tentang pencatatan nikah dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/1142 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Pengisian dan Penulisan Blangko Nikah. Pencatatan nikah dapat dilakukan dengan ditulis dan diketik jika memiliki fasilitas komputer yang memadai namun sebelum adanya aturan Intruksi Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/369 Tahun 2013 Tentang Penerapan Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) pada KUA Kecamatan, tata cara penulisan dalam proses pendaftaran, pemeriksaan Nikah, dan pendaftaran peristiwa nikah, cerai/talak dan rujuk ditulis dengan huruf balok dan menggunakan tinta hitam. Baik ditulis tangan maupun diketik dan dilakukan oleh para penghulu. Namun sejalan dengan adanya SIMKAH pencatatan nikah dilakukan oleh penghulu kemudian pencatatan nikah menggunakan SIMKAH dilakukan oleh operator yang bertugas sendiri. Dimana bagi sebagian KUA yang memiliki SDM dan fasilitas memadai penggunaan SIMKAH membuat pekerjaan KUA lebih cepat dan efisien namun berbeda dengan KUA yang belum memiliki Universitas Indonesia
24
SDM dan fasilitas yang memadai adanya SIMKAH menjadikan KUA tersebut kurang optimal dalam pelaksanaannya menuju pencatatan nikah yang modern dan berbasis IT. Terdapat hambatan-hambatan yang teridentifikasi sebagai salah satu penyebab dari timbulnya tindakan Pungli pada Proses pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA). Hambatan dapat timbul baik dari faktor internal organisasi seperti prosedur dan sistem yang lemah dan berpotensi timbul celah untuk melakukan tindakan pungli ataupun dari faktor eksternal seperti kurangnya pengetahuan masyarakat akan prosedur pendaftaran dan pencatatan pernikahan dan juga sikap pasif masyarkat untuk ikut serta mengawasi jalannya distribusi pelayanan pencatatan pernikahan oleh KUA. Apabila dijabarkan secara lebih mendalam, maka penjelasannya adalah sebagai berikut: a.
Sistem Pencatatan Pernikahan yang Masih Manual di Kantor Urusan Agama Sistem pencatatan dan pendaftaran pernikahan yang masih manual dan belum
memanfaatkan adanya Teknologi Informasi dapat menyebabkan proses pelayanan yang tidak efektif dan efisien. Birokrasi pelayanan akan memakan waktu, potensi akan Human Error akan sangat mungkin untuk terjadi, biaya administratifyang seharusnya dapat dipangkas dan pengawasan sangat rendah apabila sistem pencatatan manual masih dipelihara. Hal tersebutlah yang harus menjadi perhatian dari Pemerintah, khususnya bagi Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah,
Kementerian
Agama
Republik
Indonesia
untuk
dapat
mengimplementasikan Teknologi Informasi dalam mengembangkan prosedur manual yang sudah ada sebelumnya. b.
Kurangnya Sosialisasi perihal Prosedur Pencatatan Pernikahan di Kantor Urusan Agama Masih sedikit masyarakat awam yang mengetahui tata cara dan prosedur
pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama. Mereka lebih banyak tahu dari informasi yang didapatkan dari relasi atau kerabat yang telah menikah sebelumya. Hal tersebut disebabkan belum adanya Program Sosialisasi yang komprehensif dan berkelanjutan oleh Kantor Urusan Agama kepada masyarakat sekitar.
Universitas Indonesia
25
Dibutuhkannya program Sosisialisasi secara berkala yang dilakukan oleh Kantor Urusan Agama untuk prosedur pencatatan pernikahan disuatu tempat yang disesuaikan regional daerahnya dan dengan target responden yang dituju misalkan sosialisasi yang dialkukan di Kecamatan X atau, sosialisasi yang diberikan kepada Universitas X oleh KUA yang diharapkan dapat menjadi referensi contoh yang dapat diimplementasikan kedepannya. c.
Sikap Pasif Masyarakat dalam menanggapi adanya Tindakan Pungli oleh Aparatur Kantor Urusan Agama Sikap Pasif Masyarakat dalam merespon tindakan Pungli yang dilakukan oleh
Aparatur KUA pada proses pencatatan dan pendaftaran pernikahan merupakan bahaya yang sangat besar dan berpotensi dapat meningkatkan tingkat Pungli di Badan KUA. Masyarakat adalah pihak yang langsung berinteraksi secara langsung kepada setiap aparatur KUA, sehingga diharapkan dapat ikut serta mengawasi dan mengawal setiap prosedur pencatatan pernikahan yang dilakukan oleh aparatur KUA dan dapat proaktif dalam melaporkan setiap adanya tindakan penyelewengan prosedur yang dilakukan oleh Aparatur KUA baik kepada Lembaga Internal seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama ataupun Lembaga Pengawas Pelayanan Publik Eksternal yang dapat menampung aspirasi dan suara masyarakat atas adanya pengaduan dan temuan-temuan penyelewengan prosedur. 2.5.
Solusi Dalam Menangani Permasalahan Di Kantor Urusan Agama Dalam rangka mengevaluasi, dan menjawab serta memberikan solusi atas
hambatan-hambatan yang ditemukan dan dibahas pada sesi sebelumnya, maka terdapat
solusi
yang
dapat
direkomendasikan
yaitu
sebagai
berikut:
a. Membangun Sebuah Sistem yang berbasis Teknologi Informasi terhadap Prosedur Pencatatan dan Pendaftaran Pernikahan:
Adanya
sistem
berbasis
Teknologi
Informasi
(IT)
dalam
rangka
mengembangkan sistem pencatatan dan pendaftaran pernikahan yang masih
Universitas Indonesia
26
manual sampai saat ini, akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas layanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Dampak yang akan terasa yaitu sebagai berkut: 1. Waktu birokrasi pelayanan dapat dipercepat, masyarakat dapat melakukan upload dokumen persyaratan pendaftaran ataupun download dokumen administratif yang dibutuhkan dari sistem pencatatan pernikahan yang berbasis IT, sehingga masyarakat tidak perlu bolak-balik datang ke Kantor KUA untuk kepengurusan dokumen, 2. Masyarakat dapat mengetahui sejauh mana progress pencatatan dan pendaftaran pernikahan mereka melalui sistem tersebut, 3. Tingkat Human Error dapat direduksi dengan penggunaan sistem berbasis IT, 4. Dengan adanya sistem berbasis IT, maka akan memperkecil celah dan mereduksi adanya Tindakan Pungli dalam proses Pencatatan pernikahan di KUA. Notifikasi pembayaran dapat langsung terintegrasi antara Bank yang terdaftar terhadap sistem sehingga tidak perlu adanya penyerahan bukti transfer ataupun pembayaran via calo untuk setiap pembayaran yang dilakukan yang notabennya hal tersebut dapat meningkatkan potensi pungli.
b.
Sosialisasi
Prosedur
Pencatatan
dan
Pendaftaran
Pernikahan
yang
Berkelanjutan oleh KUA terhadap masyarakat Agar pengetahuan akan Prosedur Pencatatan dan Pendaftaran Pernikahan di KUA dapat tersebar merata kepada masyarakat, maka Sosialisasi yang komprehensif dan berkelanjutan serta berkala kepada masyarakat diperlukan untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap prosedur pencatatan pernikahan. Kantor KUA yang telah tersebar di setiap Regional Daerah sudah cukup membantu apabila program ini betul akan dilaksanakan. Akan sangat baik apabila program sosialisasi dapat dilakukan secara berkala sehingga masyarakat awam mendapatkan kepastian informasi dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan dengan pengetahuan prosedur yang didapatkan, masyarakat dapat secara kritis ikut serta mengawal dan mengawasi setiap
Universitas Indonesia
27
penyelewengan prosedur yang dilakukan oleh Aparatur KUA pada saat proses pencatatan dan pendaftaran pernikahan masyarakat. c. Membangun Sikap Pro Aktif Masyarakat dalam mengawasi Tindakan Pungli pada saat proses pencatatan dan pendaftaran pernikahan di KUA Tingkat Inisiatif dan Pro Aktif masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka untuk mereduksi dan menghilangkan celah bagi Aparatur KUA untuk melakukan pungli. Masyarakat diharapkan dapat melaporkan setiaptindakan- tindakan yang teridentifikasi telah melewati proseduryang telah ditentukan. Pengaduan masyarakat dapat ditampung dan ditindaklanjuti oleh lemabaga, yaitu sebagai berikut:
Lembaga Pengawas Internal Kementerian Agama – Inspektoran Jenderal Kementerian Agama,
Lembaga Pengawas Eskternal seperti: Satgas Saber Pungli yang berada dibawah koordinasi Kementerian Politih, Hukum dan HAM, Lapor! Program yang berada diawah koordinasi Kantor Staf Kepresidenan, Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Ombudsman, serta Ombudsman itu sendiri.
Universitas Indonesia
28
BAB 3 PENUTUP
Setelah melakukan analisa atas kaitan dari tindakan pungli terhadap Pelayanan Publik yang diberikan oleh Badan KUA terutama pada proses pencatatan pernikahan dengan mengetahui penyebab atas terjadinya tindakan pungli serta dampak yang dihasilkan dari adanya Pungli pada tubuh KUA. Dan juga analisa yang dilakukan terhadap inovasi dalam bentuk implementasi teknologi dalam rangka menutup celah yang dihasilkan dari prosedur manual dalam proses pencatatan pernikahan yang ada di KUA serta setelah adanya pembahasan akan adanya hambatan berupa birkorasi apa saja yang dapat mengganjal proses perbaikan layanan pada badan KUA dan adanya solusi dalam memperbaiki celah celah yang dapat berpotensi menimbulkan tindakan Pungli pada KUA. Maka pembahasan selanjutnya adalah Kesimpulan dan juga evaluasi atas Kasus Pungli yang tejadi pada proses pencatatan penikahan KUA yang akan berkaitan kepada Intergritas lembaga KUA yang dipertanyakan, Tanggung Jawab dari setiap Aparatur KUA yang menjadi pertanyaan besar serta penjabaran atas kasus-kasus pungli yang telah terjadi pada badan KUA yang dimuat pada artikel. Tidak lupa pembahasan atas saran yang akan diberikan baik dari segi penindakan internal yang ada dibawah koordinasi KUA ataupun Penindakan Eksternal dari lembaga lembagwa pengawas proses pelaksanaan pelayanan publik seperti Satgas Saber Pungli dan Ombudsman. 3.1.
Kesimpulan Dari banyaknya artikel yang memuat informasi akan adanya temuan kasus
pungli yang terjadi pada badan KUA (Kantor Urusan Agama) yang berada dibawah Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Kementerian Agama Republik Indonesia, terutama untuk kepengurusan pernikahan, maka dapat ditarik garis besar terdapat masalah – masalah yang dietumakan dalam:
Universitas Indonesia
29
a. Integritas Lembaga KUA (Kantor Urusan Agama) Merupakan hal yang janggal apabila terdapat praktek – praktek pungli yang terjadi dan telah ditemukan pada sebuah lembaga yang dikelola oleh negara yang pada kasus ini adalah Kantor Urusan Agama (KUA) yang notabennya berada dibawah pengelolaan dari Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Kementerian Agama Republik Indonesia. Hal tersebut jelas telah melanggar nilai-nilai yang dianut pada lembaga KUA dan tentu saja pada faedah-faedah yang telah ditentukan oleh Agama itu sendiri. Sehingga kredibilitas dan integritas pada Lembaga tersebut dipertanyakan dan harus dilakukan evaluasi secara lebih mendalam terutama pada proses pengawasan dan pelaksanaan prosedur di lapangan. Perbaikan Integritas dan Kredibilitas dari Layanan dari lembaga KUA dapat diperbaiki apabila Nilai – Nilai yang telah dianut oleh lemabaga tersebut dapat dijalankan secara sistemik dan seksama yaitu dengan:
1.
Perubahan budaya kerja yang bersih dan melayani dengan penerapan Zona Integritas KUA,
2.
Perbaikan layanan berbasis IT untuk memangkas jalur birokrasi dan tingkat kesalahan,
3.
Penerbitan PP 40 Tahun 2014 tentang biaya nikah baru, bahwa nikah di KUA dikenakan biaya gratis bagi keluarga tidak mampu dan terdampak bencana, dan Rp 600 ribu jika nikah di luar KUA dengan menyetorkan melalui bank yang ditunjuk.
b. Tanggung jawab seorang Aparatur KUA Tugas yang dilakukan oleh setiap Aparatur Sipil Negara pada Kantor Urusan Agama (KUA) mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dan sangat kental akan kaidah kaidah yang telah ditentukan oleh agama, sehingga apabila Pungli tetap terjadi, maka harus dilakukan evaluasi secara mendalam terhadap karakter setiap Aparatur dan proses Seleksi masuk setiap Aparatur itu sendiri. Diperlukannya pendidikan Karakter yang komprehensif dan berkelanjutan terhadap setiap Aparatur KUA untuk dapat memutuskan mata rantai Budaya
Universitas Indonesia
30
Pungli, dengan adanya pendidikan karakter yang berkelanjutan diharpakan dapat merubah pola pikir dari setiap aparatur agar setiap pekerjaan yang ia laksanakan akan berada di jalur yang benar. Pihak pegawai KUA, harus juga memahami mengenai hak dan kewajibannya di dalam melaksanakan tugas di KUA. Pegawai KUA, baik Kepala KUA, Penghulu, dan Staf KUA, hanya sebagai pelaksana regulasi, bukan pengambil kebijakan. Bekerja sesuai SOP (Standar Opersional Prosedur) Pelayanan yang telah ditetapkan akan membantu dalam menghindari praktek pungli. (Referensi Paragraf 3:Cara Cegah KUA dari Pungli, Oleh: Khoirul Anwar, S.HI, M.Sy.)
c. Evaluasi 5W + 1H Kasus Pungli pada Lembaga KUA 1. What: Dapat diidentifikasi bahwa yang menyebabkan maraknya kasus pungli yang terjadi pada KUA adalah rendahnya pengawasan pada sistem operational lembaga dan kurang pro aktifnya masyarakat dalam melaporkan perbuatan pungli yang dilakukan oleh Aparatur KUA dalam proses pernikahan terhadap lembaga lembaga pengawasan yang ada. 2. When: Dapat diidentifikasi bahwa proses pungli marak terjadi pada saat proses kepengurusan administratif pernikahan terutama pada jasa pencatatan nikah dan juga tidak memungkiri pada saat hari dimana pelaksanaan pernikahan berlangsung. 3.
Where: Baik pada proses pernikahan yang dilaksanakan pada KUA disetiap daerahnya ataupun apabila pernikahan dilaksanakan diluar KUA, kasus pungli kerap terjadi.
4. Who: Aktor yang terlibat adalah Pegawai KUA, baik Kepala KUA, Penghulu, dan Staf KUA dan juga masyarakat yang menganggap bahwa proses pungli terhadap pegawai KUA adalah hal yang wajar 5. Why:
Universitas Indonesia
31
Kasus pungli pada KUA kerap terjadi karena lemahnya karakter pada setiap aktor yang berada pada lingkaran lembaga KUA, para aktor tersebut telah menganggap remeh tanggung jawabnya dan telah melanggar kaidahkaidah agama yang telah ditetapkan
d. Kasus Pungli yang telah terjadi dan terungkap pada KUA
Dengan contoh analisa akan Artikel Republika.com yang terbit pada tanggal 27 Oktober 2016, perihal 63 Kasus pada Kantor Urusan Agama (KUA) yang didalamnya terdapat konten yang dapat dianalisa adalah sebagai berikut: 1. Bahwa betul terdapat 63 kasus pungli yang telah ditindak antara periode 2015-2016 pada Lembaga KUA yang telah dikonfirmasi sebelumnya oleh M. Jasin selaku Inspektur Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia, 2. Terdapat penindakan tegas yang telah dilakukan terhadap para Aparatur yang telah lalai dalam melaksanakan tugasnya yang antara lain adalah dengan cara: Teguran tertulis (5 kasus),
b.
Pernyataan tidak puas secara tertulis (17 kasus),
c.
Penundaan gaji berkala selama satu tahun (14 kasus),
d.
Penundaan kenaikan pangkat selama setahun (3 kasus),
e.
Penurunan satu pangkat lebih rendah selama setahun (7 kasus),
f.
Penurunan satu pangkat lebih rendah selama tiga tahun (4 kasus)
3.2.
a.
Saran Dalam rangka mewujudkan Lembaga KUA yang bersih dari praktek-
praktek pungli maka harus dilakukan penguatan terhadap proses pengawasan baik secara internal pada Lembaga KUA yang berada dibawah koordinasi Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Kementerian Agama Republik Indonesia dan juga lembaga-lembaga eksternal pengawasan lainnya.
Universitas Indonesia
32
3.2.1. Penindakan Internal Penindakan tegas secara internal yang telah disesuaikan dengan nilai dan peraturan yang telah ditetapkan pada organisasi KUA itu sendiri perlu dikawal agar dapat diimplementasi secara seksama seperti dengan adanya peraturan bahwa para Aparatur KUA yang telah lalai dalam menjalankan tugasnya, yang pada kasus ini adalah pada Aparatur KUA telah melaksanakan pungli maka harus yang bersangkutan haruslah dikenakan sanksi seperti: 1. Teguran tertulis, 2. Penundaan pemberian gaji dalam jangka waktu tertentu, 3. Penundaan kenaikan pangkat – penurunan pangkat dalam jangka waktu tertentu, 4. Bahkan pemberhentian aparatur harus secara tegas diterapkan. . 3.2.2. Penindakan Eksternal Peran lembaga pengawas eksternal dalam mengawal proses operasional KUA dalam rangka mengawasi Lembaga dan Aparatur KUA pun mempunyai peran yang besar. Dan apabila dijabarkan lembaga lembaga tersebut antara lain: a. Saber Pungli Latar Belakang terbentuknya Saber Pungli yang berada di bawah koordinasi Kemenkopolhukam: 1. Pungutan liar yang sudah terlalu lama dibiarkan terjadi mungkin telah menjadi budaya tersendiri dalam pelayanan masyarakat di Indonesia. 2. Operasi Pungli yang terpadu diharapkan dapat mematahkan pola pikir bahwa pungli adalah hal yang wajar, 3. Semangat pemberantasan pungli bukanlah terletak pada jumlah kerugian yang ditimbulkannya, namun lebih pada akar budayanya yang hendak dihilangkan, 4. Pungli telah membuat masyarakat kita susah untuk mengurus sesuatu
Universitas Indonesia
33
Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Dalam melaksanakan tugasnya, menurut Perpres ini, Satgas Saber Pungli menyelenggarakan fungsi: a. Intelijen; b. Pencegahan; c. Penindakan; dan d. Yustisi.Adapun wewenang Satgas Saber Pungli adalah: a. Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar; b. Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi; c. Mengoordinasikan,
merencanakan,
dan
melaksanakan
operasi
pemberantasan pungutan liar; d. Melakukan operasi tangkap tangan; e. Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga, serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas lain unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayaan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah; dan g. Melakukan evaluasi pemberantasan pungutan liar.
b. Ombudsman Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan Pemerintah baik Pusat maupun derah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara serta badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.Ombudsman bertugas dalam : a.
Menerima laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik
b.
Melakukan pemeriksaan subtansi atas Laporan Universitas Indonesia
34
c.
Menindak lanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan ombudsman
d.
Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik
e.
Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga Negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan
f.
Membangun jaringan kerja
g.
Melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik dan
h.
Melakukan tugas kain yang diberikan oleh Undang-Undang.
Universitas Indonesia
35
DAFTAR PUSTAKA
Churchill, Gilbert A. and Carol Surprenant (1982), An Investigation into the Determinants of Customer Satisfaction, Journal of Marketing Research, 19 (November), 491-504. Gronroos, Christian (1984), A Service Quality Model and Its Marketing Implications, European Journal of Marketing, 18 (4), 36-44. Gunara, Thorik & Hardiono, U. S., Marketing Muhammad, 2006, Takbir Publishing House, Bandung. Louvan, S. (2009). Extracting The Main Content From Web Documents. Eindhoven: Eindhoven University of Technology. Natasha. (2010). Pengembangan Sistem Aggregator Berita Bahasa Indonesia Dengan Klasifikasi Berbasis Naive Bayes Dan Clustering Berbasis NonNegative Matrix Factorization. Depok: Universitas Indonesia. Nurcholis, H. (2005). Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Grasindo. Parasuraman, A., Valarie A.Z and Leonard,B. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and Its Implication for Future Research, Journal of Marketing Research 11(17): 460-9. Tangkilisan, H. N. (2005). Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo. Referensi Pointers: Cegah Gratifikasi, Ditjen Bimas Islam membentuk SATGAS layanan KUA secara khusus. Parasuraman, A., Valarie A.Z and Leonard,B. (1985). A Conceptual Model of Service Quality and Its Implication for Future Research, Journal of Marketing Research 11(17): 460-9.
Universitas Indonesia