Executive Summary EVALUASI IMPLEMENTASI SISTEM INATRADE Sistem perijinan INATRADE yang dibangun oleh Kementerian Perdagangan merupakan salah satu upaya untuk mengurangi biaya transaksi melalui peningkatan efisiensi waktu, biaya dan akurasi data dalam proses penanganan perijinan dalam rangka mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Window (INSW) dan meningkatkan daya saing nasional melalui. Melalui sistem tersebut, diharapkan proses pengajuan perijinan menjadi lebih mudah dan cepat karena diakses secara online; memiliki document tracking untuk mengetahui sampai dimana proses dokumen yang diajukan; mengurangi penggunaan kertas (paperless); monitoring lebih baik; database perijinan lengkap; verifikasi dokumen secara otomatis karena memiliki akses ke Government Agency (GA) yang terkait dengan ekspor dan impor; serta mempercepat Customs Clearance. Namun demikian, sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 28/M-DAG/PER/6/2009 terkait Sistem Perijinan Online, hanya sekitar 6,8% dari 1.688 perusahaan yang telah menggunakan hak aksesnya dalam melaksanakan perijinan dengan sistem elektronik untuk periode 30 Juni 2009 sampai dengan 20 Oktober 2010. Berkaitan dengan fakta tersebut, maka kajian ini berupaya untuk menjawab pertanyaan mengenai permasalahan dan hambatan dalam implementasi INATRADE, manfaat yang diperoleh pelaku usaha baik sebelum maupun sesudah penerapan INATRADE, bagaimana sosialisasi yang dilakukan baik sebelum maupun sesudah adanya INATRADE, bagaimana meningkatkan pemanfaatan INATRADE, serta bagaimana strategi kebijakan optimalisasi manfaat INATRADE dalam rangka memperlancar arus barang di Indonesia. Kajian ini pada dasarnya menggunakan metode survei lapangan dengan responden pengguna sistem INATRADE. Survei dilakukan melalui wawancara baik secara langsung dan tidak langsung melalui web INATRADE, namun secara keseluruhan kuesioner diberikan kepada responden untuk kemudian dikembalikan kepada tim pengkaji dimana pertanyaan yang digunakan dibuat terstruktur. Penyajian hasil survei menekankan pada analisa deskriptif berdasarkan temuan di lapangan. Manfaat Sebelum dan Sesudah Penerapan INATRADE Untuk menilai manfaat sebelum dan setelah penerapan INATRADE, responden dikelompokkan menjadi dua yaitu mereka yang baru pertama kali menggunakan INATRADE dan kelompok responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih dahulu. Manfaat sebelum dan sesudah penerapan INATRADE dilihat dari beberapa aspek diantaranya kemudahan dalam mengakses sistem, pemonitoran proses perijinan, dan proses kelengkapan dokumen. Manfaat yang diperoleh responden terhadap kemudahan dalam mengakses sistem INATRADE terhitung tinggi. Bagi responden yang menggunakan INATRADE pertama kali, merasakan manfaat kemudahan dalam mengakses INATRADE yang lebih besar (95,15%) dibandingkan responden yang sudah terlebih dahulu menggunakan (84,78%). Manfaat yang diperoleh responden dalam mengecek atau memonitor ijin menunjukkan hal yang sama dengan sebelumnya dimana responden yang baru menggunakan INATRADE memberikan penilaian yang tinggi mencapai 93,65%. Sementara itu,
responden yang baru pertama kali menggunakan INATRADE merasakan manfaat kemudahan dalam proses kelengkapan dokumen sebesar 93,55%. Selain manfaat penggunaan INATRADE, dilakukan pula penilaian terhadap kejelasan informasi yang berguna untuk meningkatkan efisiensi proses perijinan melalui prosedur, syarat, biaya, dan waktu. Kelompok responden yang baru pertama kali menggunakan INATRADE memberikan penilaian yang tinggi terhadap kejelasan informasi (83,61%) daripada responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih dahulu. Penilaian responden terkait kejelasan prosedur dan syarat menunjukkan bahwa penilaian responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih dahulu memberikan penilaian yang lebih tinggi dibandingkan pengguna pemula Bagi kelompok responden yang pertama kali menggunakan INATRADE, seluruh responden mengganggap biaya yang dibebankan sudah jelas untuk pengurusan prosedur perijinan. Namun ketika ada penambahan intensitas pengurusan dokumen, penilaian responden cenderung beragam bahkan terdapat banyak ketidakpastian dengan persentase penilaian responden yang cukup besar dalam menjawab tidak jelas dan kurang jelas, masing-masing sebesar 40% dan 30%. Sementara itu, mayoritas bahkan seluruhnya memberikan penilaian cukup jelas terkait ketepatan waktu dokumen yang berhasil diajukan. Namun bagi kelompok responden yang sudah pernah menggunakan sistem tersebut, hanya separuh kelompok responden tersebut yang memberikan penilaian cukup jelas untuk ketepatan waktu. Temuan ini memberikan indikasi bahwa untuk efisiensi dari implementasi INATRADE perlu ditingkatkan karena dari segi biaya dan waktu dirasa masih kurang bagi responden. Evaluasi Implementasi Sistem INATRADE Survei yang dilakukan dalam studi evaluasi pelaksanaan INATRADE ini memperoleh 119 responden perusahaan yang telah mencoba layanan publik satu pintu melalui sistem INATRADE. Responden yang menjadi narasumber kuesioner sistem INATRADE yang Jakarta menempati porsi terbesar yaitu 24,37% kemudian diikuti Medan (10,08%), Bekasi (8,4%), Tangerang (7,56%), Semarang (5,88%), Bandung (5,04%), Bogor (4,2%) dan kota-kota lain di Indonesia. Responden berjenis kelamin pria, lebih banyak dibandingkan dengan wanita. Sebagian besar responden (84,04%) menjawab penggunaan INATRADE mudah yang menunjukkan bahwa sistem perijinan online INATRADE sudah cukup user friendly. Sementara responden yang menjawab tidak mudah dalam menggunakan sistem sebagian besar dikarenakan koneksi internet lambat (45,45%) dan beberapa responden juga tidak paham tahapan penggunaan sistem perijinan online INATRADE (36,36%). Menurut pendapat responden, sebagian besar merasakan kemudahan layanan mengecek atau memonitor ijin dengan presentase yaitu sebesar 84,04%, Bagi responden yang menjawab tidak merasakan kemudahan pelayanan INATRADE dalam mengecek atau memonitor ijin, alasan terbanyak karena informasi sulit didapat dari situs INATRADE dan sistem tidak meng-update ijin pemohon (masing-masing sebesar 25,00%). Kemudian diikuti karena alasan sistem sering error, sistem sering keliru menampilkan status ijin pemohon, dan konfirmasi via email sering tidak dibalas oleh petugas (masing-masing sebesar 16,67%). Terkait waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan dokumen melalui sistem INATRADE, sebagian besar responden memberikan penilaian yang baik terhadap
kecepatan pengurusan dokumen melalui sistem INATRADE. Beberapa responden (35,29%) menjawab butuh waktu tiga hari untuk pengurusan dokumen, sedangkan mayoritas responden menjawab lebih dari 14 hari waktu yang diperlukan untuk mengurus dokumen (46,22%). Padahal jumlah hari yang dibutuhkan bisa lebih singkat menjadi 3 hari sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan. Pengguna INATRADE merasa dibantu dalam proses kelengkapan dokumen dengan prosentase sebesar 83,19%. Namun ada pula yang merasakan tidak terbantudengan alasan informasi item kelengkapan dokumen tidak disajikan secara lengkap (40%), sering munculnya item dokumen tambahan (33,33%), dan adanya perbedaan item dokumen yang muncul disitus dengan yang ada di petugas lapangan (26,67%). Praktis tidaknya sistem INATRADE juga menjadi penilaian bagi pengguna. Sebanyak 83,19% responden menyatakan sistem INATRADE praktis, sedangkan 10,92%. Responden lainya mengatakan bahwa sistem tersebut tidak praktis. Penilaian ini termasuk baik mengingat sistem INATRADE masih tergolong baru. Kepraktisan yang dirasakan pengguna tentunya sejalan dengan visi sistem ini diadakan sebagai media pengurusan dokumen terkomputerisasi yang praktis dan efisien. Kendala ketidakpraktisan bagi sebagian responden disebabkan karena pada tahapan pengisian masih berbelit (30,77%), terlalu banyaknya pihak yang terlibat (30,77%), selain itu lokasi pengurusan yang tidak satu atap (23,08%), dan bahasa yang digunakan sulit dipahami bagi beberapa responden (15,38%). Tingkat kejelasan informasi yang diberikan sistem INATRADE diukur dengan empat indikator pengukuran yaitu prosedur, syarat, waktu, dan biaya. Meskipun bagi mayoritas responden menyatakan bahwa sistem ini memberikan informasi yang jelas (93%), namun keempat komponen indikator pengukuran tingkat kejelasannya dirasa masih kurang memuaskan dimana persentase kekurangjelasan setiap komponen yaitu prosedur (88,89%), syarat (66,67%), waktu (61,11%), dan biaya (73,33%). Ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan sistem INATRADE haruslah mudah dipahami, tidak bermakna ganda, dan dapat menyesuaiakan dengan tingkat pendidikan pengguna yang beragam. Terkait dengan keberadaan jasa perantara, mayoritas responden (68,91%) menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan adanya jasa perantara dalam pengurusan perijinan secara online. Sedangkan sebanyak 25,21% responden menyatakan bahwa kemungkinan jasa perantara itu ada dalam pengurusan perijinan meskipun sudah ada penerapan sistem INATRADE. Bagi responden yang menjawab ada kemungkinan jasa perantara, mereka menyatakan bahwa keberadaan jasa perantara tidak mengganggu (50%). Sedangkan responden yang menyatakan bahwa keberadaan jasa perantara tersebut sangat mengganggu dan mengganggu hanya sebesar 18,42% dan 26,32%. Bahkan ada juga responden yang merasa diuntungkan dengan adanya jasa perantara yaitu sebesar 5,26% Beberapa responden yang menggunakan jasa perantara juga perlu mengalokasikan waktu untuk bertemu sehingga kepastian selesainya dokumen bisa dipantau. Hampir separuh responden menjawab beberapa kali untuk sebagian kecil tahapan, sedangkan yang melakukan pertemuan hanya sekali pertemuan sebanyak 46,15%. Adapula responden yang perlu bertemu setiap kali untuk sebagian tahapan proses perijinan dengan persentase sebesar 3,85%. Ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan jasa
perantara masih belum yakin jika prosedur yang sedang diurus tidak dapat selesai sebagaimana yang diharapkan atau tepat waktu Sementara itu, keinginan untuk bertemu dari pemohon kepada pihak perantara mempunyai latar belakang motivasi yang beragam. Sebagian besar pertemuan tersebut karena untuk melengkapi sejumlah persyaratan yang kurang dan mempercepat waktu pengurusan, masing-masing sebesar 37,5%. Alasan berikutnya adalah mengambil dokumen yang sudah jadi (15%), menjalin perkenalan dengan petugas (7,5%) dan menegoisasikan biaya tambahan untuk kecepatan dokumen (2,5%). Kelima motivasi tersebut bersifat jamak dan memunculkan potensi biaya tambahan yang dikenakan kepada pengguna Pengurusan dokumen dengan sistem INATRADE juga memberikan peluang munculnya keluhan dari pengguna. Berdasarkan hasil survei menyatakan bahwa mayoritas responden (68,07%) belum pernah mengajukan keluhan kepada petugas. Sedangkan responden yang sudah pernah mengajukan keluhan kepada petugas hanya sebesar 26,05%. Tingginya responden yang menjawab belum pernah mengajukan keluhan kepada petugas perlu diapresiasi bagus artinya sistem ini telah mampu mengakomodir kepentingan pengguna dalam mengurus perijinan yang lebih mudah. Sementara itu, keluhan yang diajukan pengguna juga direspon dengan baik oleh petugas Mayoritas responden yang memberikan penilaian positif terhadap tanggapnya komplain yang diajukan membuktikan keseriusan lembaga pengelola sistem untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki INATRADE. Kesimpulan dan Saran Hasil temuan dari studi implementasi pelaksanaan INATRADE dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem INATRADE masih memiliki beberapa permasalahan dan hambatan. Permasalahan yang dirasakan oleh pengguna INATRADE diantaranya mengenai kesulitan memperoleh informasi dari situs INATRADE, perbedaan item dokumen disitus dengan petugas lapangan, dan pengguna belum cukup paham tahapan penggunaan INATRADE dikarenakan penggunaan bahasa yang sulit dipahami Sistem INATRADE telah disarakan manfaatnya bagi mayoritas penggunanya, baik berupa kemudahan dalam mengakses, kemudahaan dalam mengecek atau memonitor, maupaun kemudahan dalam membantu proses kelengkapan dokumen. Mayoritas responden merasakan peningkatan manfaat dan terbantu dengan sistem INATRADE terutama dalam bentuk kepraktisan pengurusan beragam dokumen perjinan. Sistem INATRADE memberikan kemungkinan yang kecil bagi jasa perantara untuk terlibat dalam pengurusan dokumen. Meskipun jumlahnya kecil, namun latar belakang motivasi pengguna INATRADE untuk bertemu dengan perantara patut dicermati. Sebagian besar pertemuan tersebut karena untuk melengkapi sejumlah persyaratan yang kurang dan mempercepat waktu pengurusan, mengambil dokumen yang sudah jadi, menjalin perkenalan dengan petugas, dan menegoisasikan biaya tambahan untuk kecepatan dokumen. Kelima motivasi tersebut bersifat jamak dan memunculkan potensi biaya tambahan yang dikenakan kepada pengguna Terakhir, pengelola sistem INATRADE dinilai telah memperhatikan dan proaktif terhadap komplain atau pengaduan yang diajukan oleh pengguna. Sebagian besar responden memberikan penilaian sangat baik dan baik terkait respon petugas terhadap
pengajuan komplain atau pengaduan. Hal ini membuktikan keseriusan lembaga pengelola sistem untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki INATRADE. Hasil kajian ini pada gilirannya menuntut pengelolan sistem INATRADE untuk meningkatkan kinerja sehingga dapat memacu perbaikan prosedur pengurusan ijin via INATRADE secara keseluruhan. Adapun saran yang dapat dijadikan solusi implementatif bagi perbaikan system INATRADE adalah sebagai berikut: Sistem INATRADE perlu mempertimbangkan adanya kegiatan sosialisasi dan mekanisme pemanduan serta pendampingan terhadap pengguna yang dilakukan secara massif hingga tingkat daerah atau SKPD teknis. Sistem INATRADE perlu memperbaiki tampilan, pilihan kosakata, dan kinerja karena masih ada responden yang mengeluhkan sistem sering error, tahapan pengisian masih berbelit, bahasa yang digunakan sulit dipahami, serta terlalu banyak pihak yang terlibat. Sistem INATRADE sebaiknya memberikan kepastian tidak adanya perantara dalam pengurusan dokumen yang sudah terkomputerisasi. Sistem INATRADE perlu memberikan jaminan kepastian dan ketepatan waktu terhadap prosedur pengurusan dokumen yang sedang diajukan oleh pemohon
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang National Single Window (NSW) yang dibangun oleh Indonesia dilaksanakan dengan menggunakan prinsip yang sedikit lebih jika dibandingkan prinsip yang dalam perjanjian ASEAN Single Window (ASW) yaitu untuk meningkatkan efisiensi pelayanan dalam penyelesaian dokumen, customs clearance dan cargo release sekaligus berfungsi untuk meningkatkan efektivitas pengawasan ekspor impor. NSW merupakan sistem pelayanan yang memiliki 2 sub sistem pelayanan yaitu trade net dan port net dengan tujuan untuk kelancaran dokumen dan kelancaran arus barang; melayani kegiatan ekspor tidak hanya dengan negara-negara ASEAN namun juga semua negara. Di dalam sistem Indonesia National Single Window (INSW) dapat menyampaikan data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information) seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008, selain itu juga dalam sistem ini dapat melakukan pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of data and information), termasuk pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang ( single decision making for customs clearance and release of cargoes). Di Indonesia sistem NSW dilakukan secara bertahap untuk aktivitas impor, ekspor, arus komoditi, aktivitas pelabuhan, instansi yang terlibat serta kelembagaanya. Untuk pelayanan impor dilakukan sejak 17 Desember 2007 dan hingga saat ini sudah diterapkan
1
secara mandatory di 5 (lima) pelabuhan utama, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Belawan dan Bandara Soekarno Hatta. Pada saat implementasi NSW tahap nasional pada Oktober 2010, seluruh perijinan dikirim ke portal NSW baik yang proses pengajuannya masih dilakukan secara manual maupun yang sudah dilakukan secara online. Sejak diterapkannya, Kementerian Perdagangan telah menerima pengajuan sebanyak 53 (lima puluh tiga) perijinan impor secara online melalui portal NSW. Untuk mempercepat proses customs clearance sampai dengan akhir tahun 2009 sisa perijinan impor yang diproses secara manual dikirimkan ke portal NSW melalui webservice INATRADE. Sehingga sampai dengan saat ini seluruh perijinan impor (78 perijinan) telah dikirim ke portal NSW. Selain itu juga, Laporan Surveyor (LS) dan Certificate of Inspection (COI) untuk impor juga telah dikirim ke portal NSW melalui INATRADE (Ditjen Daglu, 2011). Sementara untuk sistem NSW pelayanan ekspor penerapannya diawali dengan penerapan secara mandatory di pelabuhan Tanjung Perak pada tanggal 18 Januari 2010, kemudian di Tanjung Emas mulai tanggal 17 Juni 2010, pelabuhan Belawan mulai tanggal 15 Juli 2010, Tanjung Priok mulai tanggal 5 Agustus 2010 dan di bandara Soekarno Hatta pada tanggal 23 September 2010. Terkait dengan perijinan ekspor tersebut telah dibangun sistem Surat Keterangan Asal (SKA) otomasi/online di 28 (dua puluh delapan) Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal (IPSKA) guna mempercepat layanan publik terkait dengan penerbitan SKA dan 57 (lima puluh tujuh) IPSKA yang melaksanakan penerbitan secara manual sehingga total sudah ada 85 (delapan puluh lima) IPSKA.
2
Beberapa upaya diperlukan untuk mengurangi biaya transaksi melalui peningkatan efisiensi waktu, biaya dan akurasi data dalam proses penanganan perijinan dalam rangka mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Window (INSW) dan meningkatkan daya saing nasional serta meningkatkan fasilitasi perdagangan dalam menghadapi persaingan global, adalah salah satunya pembuatan sistem perijinan INATRADE oleh Kementerian Perdagangan. Sistem perijinan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 28/M-DAG/PER/6/2009. Tujuan diterapkannya sistem perijinan INATRADE sebagai pendukung NSW dan ASW adalah agar proses pengajuan perijinan menjadi lebih mudah dan cepat karena diakses secara online melalui internet tanpa perlu melakukannya secara manual; memiliki document tracking untuk mengetahui sampai dimana proses dokumen yang diajukan; mengurangi penggunaan kertas (paperless); monitoring lebih baik; database perijinan lengkap; verifikasi dokumen secara otomatis karena memiliki akses ke Government Agency (GA) yang terkait dengan ekspor dan impor; serta mempercepat Customs Clearance (Ditjen Daglu, 2011). Sistem INATRADE tidak hanya digunakan untuk mengajukan perijinan secara online namun juga dapat digunakan untuk melihat status proses perijinan manual yang diajukan oleh pemohon perijinan pada Ditjen Perdagangan Luar Negeri. Disamping itu, laporan realisasi yang harus disampaikan oleh importir atau eksportir telah dapat dikirimkan melalui website tersebut, sehingga importir maupun eksportir tidak perlu lagi datang ke Kementerian Perdagangan untuk menyampaikan file hardcopy. Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 28/M-DAG/PER/6/2009 terkait Sistem Perijinan 3
Online pada 30 Juni 2009 sampai dengan 20 Oktober 2010 ada sebanyak 1.688 perusahaan yang telah memiliki hak akses, namun pada kenyataannya dari 1.688 perusahaan tersebut hanya sekitar 6,8% yang telah menggunakan hak aksesnya untuk melaksanakan perijinan dengan sistem elektronik (Ditjen Daglu, 2011). Berkaitan dengan fakta bahwa rendahnya pemanfaatan hak akses dalam sistem perijinan INATRADE di atas, maka kajian ini mencoba untuk menjawab pertanyaan bagaimana permasalahan dan hambatan dalam implementasi INATRADE, bagaimana manfaat yang diperoleh pelaku usaha baik sebelum maupun sesudah penerapan INATRADE, bagaimana sosialisasi yang dilakukan baik sebelum maupun sesudah adanya INATRADE, bagaimana meningkatkan pemanfaatan INATRADE, serta bagaimana strategi kebijakan optimalisasi manfaat INATRADE dalam rangka memperlancar arus barang di Indonesia maka dilakukan kajian mengenai “Evaluasi Implementasi INATRADE”.
1.2. Permasalahan Fakta sedikitnya pemanfaatan hak akses yaitu sebesar 6,8% dari 1.688 pemilik hak akses, maka permasalahan yang akan diangkat dalam kajian ini adalah: 1. Apa permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam implementasi INATRADE dalam rangka mendukung INSW? 2. Manfaat apa yang diperoleh baik sebelum maupun sesudah penerapan INATRADE? 3. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan baik sebelum maupun sesudah penerapan INATRADE? 4. Bagaimana peningkatan pemanfaatan INATRADE? 4
5. Bagaimana rekomendasi kebijakan optimalisasi manfaat INATRADE dalam rangka memperlancar arus barang di Indonesia?
1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup kajian ini adalah sistem perijinan online INATRADE di Kementerian Perdagangan, dilihat dari manfaat yang diperoleh seperti waktu, transparansi, akurasi, biaya, dan sosialisasi sistem tersebut.
1.4. Tujuan Secara umum kajian ini bertujuan: 1. Mengetahui permasalahan dan hambatan dalam implementasi INATRADE; 2. Mengetahui manfaat sebelum dan sesudah penerapan INATRADE 3. Mengetahui bagaimana sosialisasi sebelum dan sesudah adanya INATRADE 4. Mengetahui peningkatan pemanfaatan INATRADE 5. Menghasilkan bahan rekomendasi dalam menyusun kebijakan optimalisasi manfaat INATRADE dalam rangka memperlancar arus barang di Indonesia.
5
2 STUDI EMPIRIS
2.1. Gambaran Asean Single Window (ASW) dan National Single Window (NSW) Pengembangan dan implementasi ASEAN Single Window (ASW) telah menjadi komitmen para kepala pemerintahan di kawasan ASEAN untuk meningkatkan fasilitasi perdagangan dengan menyediakan platform yang terintegrasi antara institusi pemerintah dengan pengguna akhir seperti operator transportasi dan operator logistik dalam pergerakan barang. Negara-negara anggota ASEAN telah berupaya dengan sungguh-sungguh membangun ASW dengan meletakkan fondasi yang kuat yang fokus pada keamanan interoperabilitas dan inter-konektivitas berbagai sistem otomasi pengolahan informasi. Inisiatif strategis ini dimaksudkan mendukung proses integrasi ekonomi bagi terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN sebelum tahun 2015 dan dapat dijadikan momentum bagi negara anggota ASEAN untuk mengakselerasi perbaikan sistem pelayanan terpadu dalam transaksi perdagangan internasional.
Landasan Hukum Pembentukan ASEAN Single Window Kesepakatan para Pemimpin negara anggota ASEAN yang dikenal dengan Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II) tahun 2003 yang ditandatangani oleh seluruh Pemimpin Negara-negara ASEAN mengenai visi integrasi ekonomi untuk membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada tahun 2020 (yang kemudian dipercepat menjadi 2015) merupakan mandat secara politis untuk
6
pembangunan sistem ASEAN Single Window. Deklarasi tersebut ditindaklanjuti oleh Menteri-menteri Ekonomi negara ASEAN dengan penandatanganan Persetujuan untuk Membangun dan Melaksanakan ASEAN Single Window (Agreement to Establish and Implement The ASEAN Single Window), dikenal dengan nama ASW Agreement, pada tanggal 9 Desember 2005 di Kuala Lumpur, dimana dari Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia. Untuk melaksanakan ASW Agreement tersebut, penjelasan teknis lebih lanjut dituangkan kedalam Protokol untuk Membangun dan Melaksanakan ASEAN Single Window (Protocol to Establish and Implement The ASEAN Single Window), dikenal dengan nama ASW Protocol, yang ditandatangani secara sirkulasi oleh para Menteri Keuangan pada tanggal 20 Desember 2006. Penandatanganan ASW Agreement and ASW Protocol merupakan milestone dimulainya pembentukan Single Window di regional ASEAN.
Pengertian, Tujuan, dan Konsep Single Window ASEAN Single Window merupakan suatu lingkungan fasilitasi perdagangan yang beroperasi berdasarkan pada parameter standar informasi, prosedur, formalitas, praktekpraktek terbaik internasional yang relevan untuk proses pelepasan dan penyelesaian kepabeaan (release and clearance) kargo di titik masuk ASEAN di bawah sistem kepabeanan tertentu (impor, ekspor, dan sebagainya). Hal tersebut ditujukan untuk mempercepat pelepasan kargo yang diangkut ke dan dari ASEAN dalam rangka untuk mengurangi biaya transaksi dan waktu yang dibutuhkan di wilayah tersebut. ASW juga
7
harus dilihat sebagai bagian dari rantai pasokan global dan industri logistik yang bekerja untuk merealisasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang efektif. Perspektif pengembangan ASW terdiri dari suatu kolaborasi yang harmonis dan kemitraan antara Administrasi Pabean dan instansi pemerintah, serta aktor-aktor ekonomi dan para operator (misalnya importir, eksportir, operator transportasi, broker pabean, forwarder, entitas perbankan komersial dan lembaga keuangan, asuransi, dan sejenisnya) dalam kerangka rantai pasokan internasional di mana transaksi internasional berlangsung. ASW dan National Single Windows (NSW) beroperasi di lingkungan terbuka (fungsional dan teknis) yang memberikan peluang lebih lanjut bagi hubungan operasional untuk sistem kliring lain terhadap negara lain setelah kondisi siap. Batasan ASW yang disepakati sejauh ini adalah suatu lingkungan dimana NSW dari negara-negara anggota ASEAN beroperasi dan berintegrasi. NSW sendiri didefinisikan sebagai sebuah sistem yang memungkinkan dilakukannya: a) Satu pengajuan data dan informasi (a single submission of data and information); b) Suatu sistem pemrosesan yang terintegrasi (a single and synchronous processing of data and information); c) Keputusan tunggal/akhir dalam proses penyelesaian pabean (a single decision-making for customs release and clearance). Pembuatan keputusan tunggal diartikan sebagai satu titik ujung keputusan penyelesaian barang oleh pabean berdasarkan keputusan-keputusan (yang relevan atas barang tersebut) dari departemen/lembaga terkait yang disampaikan tepat waktu kepada Pabean. 8
ASW adalah lingkungan di mana sepuluh NSW (merepresentasikan jumlah negara anggota ASEAN) beroperasi dan berintegrasi untuk mempercepat pelepasan dan penyelesaian pabean. Cara kerja ASW didasarkan pada hubungan antara aktor ekonomi dalam bentuk Pemerintah-ke-Pemerintah, Pemerintah-ke-Bisinis, Bisnis-ke-Bisnis atau Bisnis-ke-Pemerintah. Sistem ini juga bekerja dalam konteks peningkatan penyederhanaan dan harmonisasi prosedur kepabeanan dan formalitas serta standardisasi dari parameter informasi dengan standar internasional. ASW menerapkan pengolahan informasi yang canggih (Teknologi Informasi dan Komunikasi-TIK), dan mengintegrasikan dirinya melalui lingkungan jaringan yang aman. Model konseptual ASW adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Model Konseptual ASEAN Single Window
Sumber: ASW Technical Guide, 2006
9
Dalam konsep yang lebih luas, ASW beroperasi di lingkungan yang terdiri dari fitur sinkronisasi progresif dan proses integrasi dan parameter informasi yang terstandarisasi oleh pihak terkait (pemerintah dan bisnis). Pengolahan hubungan konseptual dan fungsional dalam Model Konseptual ASW adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Diagram Alur Pengelolaan Informasi ASEAN Single Window
Sumber: ASW Technical Guide, 2006
Pada tingkat nasional, terdapat enam area utama pengolahan informasi dan data yang terkoordinasi untuk proses penyelesaian yang lebih cepat seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2. Area tersebut memperhatikan transaksi rinci antara pemerintah dan lembaga administrasi, agen ekonomi dan operator (misalnya importir, eksportir, operator transportasi, 10
broker pabean, forwarder, entitas perbankan komersial dan lembaga keuangan, asuransi, dan sejenisnya), dan penyelesaian prosedur oleh otoritas manajemen di setiap bagian (manajemen perdagangan, bea cukai dan manajemen pajak, dan lain-lain). Area pengolahan informasi di NSW meliputi a) Pabean; b) Instansi Pemerintah lainnya (OGAs); c) Industri Perbankan dan Asuransi; d) Industri Transportasi; e) Dunia Usaha; dan f) Mata Rantai ASEAN/ Internasional. Struktur tersebut juga menjelaskan bahwa, meskipun Administrasi Pabean merupakan komponen vital dari sebuah national single window, kerjasama dan keterlibatan komponenkomponen lain sangat menentukan apakah sebuah sistem pelayanan kepabeanan memenuhi kriteria sebagai sistem single window. Bahkan terdapat mata rantai ASEAN/Internasional yang memungkinkan hubungan komunikasi data antar 10 (national) single window di ASEAN bahkan dimungkinkan dengan entitas non-ASEAN. Perlu diingat bahwa NSW diupayakan untuk menjadi poros (hub) yang netral, aman dan handal untuk bisnis, industri dan pemerintah untuk berkomunikasi, bertukar dan mengolah informasi perdagangan dan logistik dalam rangka mewujudkan proses penyelesaian perizinan barang dan komoditas yang efisien. Model konseptual NSW adalah sebagai berikut:
11
Gambar 3. Model Konseptual National Single Window
Sumber: ASW Technical Guide, 2006
ASW dan NSW berkerja di lingkungan yang lebih global untuk meningkatkan efisiensi perdagangan dan daya saing. Peningkatan daya saing untuk transaksi internasional pada perekonomian regional ditempuh melalui:
Standardisasi perdagangan terkait data dan informasi yang sesuai;
Standarisasi dan harmonisasi dokumen dan formalitas dengan standar dan konvensi internasional;
Penyederhanaan dan standarisasi alur proses bisnis yang berhubungan dengan perizinan kargo; dan
Pengembangan kerangka hukum yang tepat.
12
ASW dan NSW berfungsi untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi berdasarkan penyederhanaan, standarisasi dan modernisasi prosedur, praktek dan parameter informasi yang relevan untuk manajemen perdagangan dan kepabeanan kargo, dengan maksud untuk mencapai rilis barang dan pengiriman yang lebih pasti dan cepat di kawasan ASEAN. Pelaksanaannya akan dipengaruhi oleh upaya-upaya kolektif oleh kementerian dan lembaga, khususnya Administrasi Pabean. ASW dan NSW dibentuk untuk mempromosikan integrasi regional melalui ASEAN Economic Community melalui perbaikan kompatibilitas sistem fungsional transaksi perdagangan internasional, manajemen perdagangan (termasuk sistem release dan clearance) dan kontrol oleh para pemangku kepentingan di masing-masing negara. Tujuan dibangunnya sistem NSW dan ASW adalah untuk meningkatkan kinerja pelayanan atas lalu-lintas barang di kawasan ASEAN, khususnya yang menyangkut masalah kepabeanan dan kargo. Oleh karena itu ada 4 prinsip yang menjadi dasar bagi pengimplementasian sistem NSW dan ASW ini, yaitu konsistensi, simplifikasi, transparansi, dan juga efisiensi. Secara sederhana, apa yang dikehendaki oleh ASW Agreement tersebut adalah agar masing-masing negara ASEAN dapat membuat suatu Common-portal, yang memungkinkan dilakukannya pertukaran data dalam rangka customs clearance and cargo release dalam satu layanan tunggal elektronik. Common-portal yang ada di masing-masing negara ASEAN itulah yang kemudian diintegrasikan ke dalam common-portal ASW, sehingga memungkinkan dilakukannya pertukaran data dalam rangka customs clearance and cargo release secara lebih luas lagi ditingkat ASEAN.
13
ASW Agreement mengamanatkan negara-negara anggota ASEAN untuk membangun dan mengimplementasikan NSW secara tepat waktu dalam rangka pembentukan ASW. Negara ASEAN-6 yang meliputi Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand ditargetkan mengimplementasikan NSW masing-masing pada akhir tahun 2008, sedangkan negara ASEAN lainnya yang mencakup Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam diharapkan dapat mengoperasikan NSW-nya paling lambat pada akhir tahun 2012.
2.2. Perkembangan INATRADE Tahapan pembangunan dan pengembangan NSW sampai saat ini telah mencapai implementasi tahap nasional untuk perizinan impor yang diresmikan oleh Presiden RI tanggal 29 Januari 2010. Mengingat besarnya cakupan sistem yang akan dibangun, kompleksitas permasalahan dan banyaknya instansi yang dilibatkan serta jumlah pengguna yang sangat besar, maka penerapan Sistem NSW di Indonesia dilakukan secara bertahap (Gambar 4).
14
Gambar 4. Tahapan Pembangunan NSW di Indonesia
Sumber: Ditjen Daglu, 2011
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Window (INSW), Kementerian Perdagangan telah membangun dan mengembangkan sistem perijinan secara elektronik melalui internet (e-licencing) dengan nama INATRADE. Sistem INATRADE mulai beroperasi sejak tanggal 17 Desember 2007 bersamaan dengan implementasi NSW Tahap I di pelabuhan Tanjung Priok. Sebagai landasan hukum pembangunan dan pengembangan INATRADE telah diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan sebagai berikut :
15
a. Permendag No. 28/M-DAG/PER/6/2009, tentang Ketentuan Pelayanan Perijinan Ekspor Dan Impor Dengan Sistem Elektronik Melalui INATRADE Dalam Kerangka Indonesia National Single Window; b. Kepmendag No. 934/M-DAG/KEP/6/2009, tentang Pembentukan Tim Pengelola INATRADE; c. Perdirjen No. 14/DAGLU/KEP/8/2009, tentang Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure) Registrasi Hak Akses INATRADE dan Dokumen Persetujuan Hak Akses INATRADE Dalam Kerangka Indonesia National Single Window; d. Permendag No. 32/M-DAG/PER/10/2010, tentang Unit Pelayanan Perdagangan (UPP); e. Permendag No. 40/M-DAG/PER/10/2010, tentang Jenis Perijinan Ekspor Dan Impor, Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure) Dan Tingkat Layanan (Service Level Arrangement) Dengan Sistem Elektronik Melalui INATRADE Dalam Kerangka Indonesia National Single Window. Berdasarkan Permendag tersebut di atas, Kementerian Perdagangan terus berupaya meningkatkan pelayanan publik khususnya pelayanan di Bidang Perdagangan Luar Negeri, salah satunya melalui penerapan INSW dan INATRADE yang perkembangannya cukup signifikan dalam mendorong kinerja pelayanan ekspor impor untuk mengatasi permasalahan yang menghambat kelancaran arus barang. Selain itu, website INATRADE dapat digunakan untuk mengajukan perijinan secara online, melihat status perijinan manual sehingga pelaku usaha tidak perlu lagi datang secara langsung ke kantor Kementerian Perdagangan, serta laporan realisasi yang harus
16
disampaikan oleh importir atau eksportir sebagai amanat Peraturan Menteri Perdagangan (Tinjauan Terkini Perdagangan Indonesia, 2010). Sejak diterapkan, Kementerian Perdagangan telah menerima pengajuan 53 (lima puluh tiga) jenis perijinan yang merupakan penyederhanaan dari 78 (tujuh puluh delapan) perijinan impor yang dapat diajukan secara online melalui website INATRADE (http://inatrade.kemendag.go.id) ke portal INSW oleh seluruh importir yang terlebih dahulu mereka harus memiliki password dan user name sesuai dengan aturan yang ditetapkan dan mempercepat proses customs clearance dengan mengirimkan sisa perijinan impor yang diproses secara manual ke portal INSW melalui webservice INATRADE, dengan demikian seluruh perijinan impor (53 perijinan) telah dikirim secara mandatory ke portal NSW secara elektronik untuk customs clearance (Gambar 5). Selain itu juga, terkait perijinan ekspor Kementerian Perdagangan telah membangun sistem SKA otomasi di 28 (dua puluh delapan) Instansi Penerbit SKA (IPSKA) serta telah mempercepat layanan publik terkait dengan penerbitan SKA. Selain perijinan impor melalui website INATRADE yang dikirim ke portal INSW, Laporan Surveyor (LS) dan Certificate of Inspection (COI) yang diterbitkan oleh Surveyor juga dikirimkan ke portal INSW. Sementara itu, dalam rangka uji coba NSW ekspor di pelabuhan Tanjung Perak, perijinan ekspor yang telah dikirimkan ke portal NSW sudah mencakup 5 (lima) perijinan, yaitu: Eksportir Terdaftar Rotan (ETR), Persetujuan Ekspor Rotan, LS Ekspor Rotan, Persetujuan Ekspor Migas dan Persetujuan Ekspor Skrap Logam. Dalam rangka mandatory NSW ekspor yang dilakukan bulan Oktober 2010, maka seluruh perijinan ekspor yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan akan dikirim melalui 17
portal NSW yaitu terdiri dari 28 (dua puluh delapan) Perijinan Ekspor, 7 (tujuh) Laporan Surveyor (LS), serta 1 (satu) Perijinan Ekspor berupa Endorsement dari BRIK.
Gambar 5. Skema INATRADE Dalam Rangka INSW & ASW
Lembaga Lainnya * KSO, IPSKA, Disperindag dll
Daglu PDN Bapebti
Importir Eksportir
e-BPOM, Sister Karolin - Sipusra / Karantina Kementerian Lainnya
INATRADE/ Kemendag
SAP / Customs
INSW ASW Sumber: Ditjen Daglu, 2011
2.3. Mekanisme Sistem Online INATRADE Aplikasi INATRADE merupakan aplikasi pengajuan perijinan ekspor-impor milik Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dapat dilakukan secara online melalui internet, sangat mudah, dan efisien. Aplikasi INATRADE ini dapat digunakan para pelaku usaha dalam proses pengajuan permohonan perijinan baik ijin ekspor maupun impor.
18
Tatacara penggunaan pelayanan perijinan ekspor dan impor dengan sistem elektronik melalui aplikasi INATRADE, baik yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan maupun dalam panduan-panduannya, sebagai berikut :
Penggunaan layanan online perijinan ekspor/impor melalui INATRADE, yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No : 28/M-DAG/PER/6/2009;
Panduan penggunaan aplikasi INATRADE;
Pendaftaraan registrasi untuk mendapatkan Hak Akses INATRADE dan kemilikan Kode Verifikasi data realisasi ekspor/impor yang dimiliki perusahaan.
Adapun alur dari permohonan ijin melalui INATRADE adalah sebagai berikut: 1. Pelaku usaha membuka website INATRADE 2. Pelaku usaha melakukan login atau registrasi bagi yang belum memiliki user name dan password 3. Setelah melakukan pendaftaran, akan mendapatkan email konfirmasi. Setelah itu segera datangi Unit Pelayanan Terpadu untuk validasi profile user dan perusahaan, selain itu harus menyerahkan dokumen yang dibutuhkan. 4. Petugas loket akan memeriksa kelengkapan dokumen pengaju perijinan. Setelah semuanya lengkap maka user pun telah selesai divalidasi dan dapat langsung digunakan. 5. Setelah melakukan login atau registrasi, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan perijinan secara online dan melihat status perijinannya.
19
6. Setelah surat permohonan telah selesai diterbitkan, pelaku usaha dapat datang untuk mengambil perijinan tersebut (Ditjen Daglu, 2011).
Layanan Aplikasi INATRADE Untuk masuk pada layanan aplikasi INATRADE terlebih dahulu user harus membuka website INATRADE yang ada di
http://inatrade.kemendag.go.id/; kemudian user bisa
memilih apakah akan masuk pada konten Layanan Perdagangan Luar Negeri (DAGLU), Layanan Perdagangan Dalam Negeri (DAGRI), atau masuk pada konten Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). Konten Layanan DAGLU dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, dimana dalam konten ini menyediakan layanan pengajuan permohonan perijinan secara online, dengan jenis layanannya sebagai berikut :
Status Permohonan, layanan untuk mengecek status terkini permohonan perusahaan dengan mengisi data sesuai dengan lembar Tanda Terima Permohonan Perijinan;
Laporan Realisasi, bagi perusahaan/importir/pelaku usaha yang ingin melaporkan data realisasi impor melalui form entry yang tersedia pada aplikasi INATRADE;
Impor Barang Jadi, layanan untuk melakukan permohonan penetapan dalam daftar produsen yang dapat melakukan impor barang jadi;
Daftar HS, Gunakan layanan ini untuk mengetahui HS diatur oleh ijin di Kementerian Perdagangan;
Document Tracking untuk melihat alur proses permohonan perijinan yang diajukan;
20
Laporan Realisasi, untuk melaporkan setiap kegiatan importasi yang dilakukan melalui form entry yang tersedia pada aplikasi INATRADE;
Larangan dan Pembatasan, konten bagi perusahaan/importir/pelaku usaha untuk dapat melihat barang-barang yang terkena larangan dan pembatasan impor. Sementara itu konten Layanan DAGRI, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri, dengan menyediakan konten layanan online sebagai berikut:
Pengajuan Online, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat mengajukan permohonan perijinan secara online;
Document Tracking, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat alur proses permohonan perijinan yang di ajukan;
Cek Status Sertifikat, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat status sertifikat yang sudah diajukan;
Berita, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat berita-berita terbaru mengenai perdagangan dalam negeri. Sedangkan konten BAPPEBTI, dilaksanakan oleh Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi yang memiliki tugas pokok melaksanakan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka serta pasar fisik dan jasa. Adapaun BAPPEBTI menyediakan konten layanan online sebagai berikut:
Resi Gudang Anda dapat melihat dan mencari resi gudang;
Pasar Lelang, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat pasar lelang;
21
Harga Komoditi, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat harga-harga komoditi di seluruh Indonesia mulai level terbawah hingga teratas;
Edukasi, perusahaan/importir/pelaku usaha dapat melihat glossary, brosur/leaflet dan artikel. Dalam setiap melakukan pengajuan perijinan online, beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah kemudahan akses ke web, kemudahan mengakses form laporan realisasi ekspor/impor serta kepastian keamanan data, selain itu kemudahan melakukan registrasi untuk mendapatkan hak akses INATRADE harena 1 (satu) hak akses ini hanya diberikan kepada satu perusahaan. Dengan memiliki hak akses INATRADE, para pelaku usaha tidak perlu lagi memiliki Kode Verifikasi untuk setiap perijinan yang dimiliki perusahaan. Selain untuk melaporkan realisasi ekspor/impor secara online, hak akses juga dapat digunakan untuk mengajukan permohonan perijinan impor.
22
3
METODOLOGI
3.1 Kerangka Teori Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006). Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnyakondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan sobjek yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak di lakukan oleh para penelitian karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian di lakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia. Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi variabel dan tidak menetapkan peristiwa yang akan terjadi, dan biasanya menyangkut peristiwa-peristiwa yang saat sekarang terjadi. Dengan penelitian deskriptifi, peneliti memungkinkan untuk
23
menjawab pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan hubungan variabel atau asosiasi, dan juga mencari hubungan komparasi antarvariabel.
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian deskriptif Penelitian dengan metode deskriptif mempunyai langkah penting seperti berikut:
Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode deskriptif.
Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.
Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian.
Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk dalam hal ini menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen, mengumpulkan data, dan menganalisis data.
Mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik statistika yang relevan.
Membuat laporan penelitian Furchan (2004:448-465) menjelaskan, beberapa jenis penelitian deskriptif, yaitu; (1)
Studi kasus, yaitu, suatu penyelidikan intensif tentang individu, dan atau unit sosial yang dilakukan secara mendalam dengan menemukan semua variabel penting tentang perkembangan individu atau unit sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini dimungkinkan
24
ditemukannya hal-hal tak terduga kemudian dapat digunakan untuk membuat hipotesis. (2) Survei. Studi jenis ini merupakan studi pengumpulan data yang relatif terbatas dari kasuskasus yang relatif besar jumlahnya. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan informasi tentang variabel dan bukan tentang individu. Berdasarkan ruang lingkupnya (sensus atau survai sampel) dan subyeknya (hal nyata atau tidak nyata), sensus dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu: sensus tentang hal-hal yang nyata, sensus tentang hal-hal yang tidak nyata, survei sampel tentang hal-hal yang nyata, dan survei sampel tentang halhal yang tidak nyata. (3) Studi perkembangan. Studi ini merupakan penelitian yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya bagaimana sifat-sifat anak pada berbagai usia, bagaimana perbedaan mereka dalam tingkatan-tingkatan usia itu, serta bagaimana mereka tumbuh dan berkembang. Hal ini biasanya dilakukan dengan metode longitudinal dan metode cross-sectional. (4) Studi tindak lanjut, yakni, studi yang menyelidiki perkembangan subyek setelah diberi perlakukan atau kondisi tertentu atau mengalami kondisi tertentu. (5) Analisis dokumenter. Studi ini sering juga disebut analisi isi yang juga dapat digunakan untuk menyelidiki variabel sosiologis dan psikologis. (6) Analisis kecenderungan. Yakni, analisis yang dugunakan untuk meramalkan keadaan di masa yang akan datang dengan memperhatikan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi. (7) Studi korelasi. Yaitu, jenis penelitian deskriptif yang bertujuan menetapkan besarnya hubungan antar variabel yang diteliti.
25
3.2 Data dan Sumber Data Data primer diperoleh melalui survey dan focus group discussion (FGD) dengan pelaku usaha/importir. Survey telah dilakukan dibeberapa daerah yaitu Sulawesi Selatan, Batam, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, sedangkan FGD dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk importir, beberapa aspek yang digali informasinya meliputi: (i) Pengetahuan dan pemahaman pelaku usaha terkait perijinan impor online melalui INATRADE (ii) Kemudahan dalam mengakses sistem INATRADE (iii) Kejelasan informasi melalui sistem INATRADE (iv) Persepsi mengenai prosedur layanan perijinan INATRADE (v) Persepsi responden terhadap keberadaan sistem INATRADE Selain itu data primer juga diperoleh melalui benchmarking ke beberapa negara yaitu Taiwan, Korea Selatan dan Thailand untuk membandingkan sistem online yang mendukung NSW di masing-masing negara dengan diarahkan untuk hal-hal sebagai berikut: (i)
Tujuan dari dikeluarkannya kebijakan perijinan online di masing-masing negara;
(ii)
Jenis dan jumlah perijinan yang ditangani secara online dan apakah menyatu dengan sistem NSW;
(iii) Koordinasi sistem perijinan online antar instansi di masing-masing negara. Selain data primer, data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari publikasi di internet, yakni dari website INATRADE.
26
3.3 Metode & Instrumen Survey Survey lapangan dilakukan kepada pengguna sistem INATRADE. Survey dilakukan melalui wawancara baik secara langsung dan tidak langsung melalui web INATRADE, namun secara keseluruhan kuesioner diberikan kepada responden untuk kemudian dikembalikan kepada tim pengkaji dimana pertanyaan yang digunakan dibuat terstruktur. Sebelum survey dilaksanakan, kuesioner telah ditelaah dan direview sehingga diperoleh masukan baik dari kalangan akademisi serta pejabat, ketua, dan anggota tim pengkaji dari Kementrian Perdagangan yang berkepentingan terhadap kegiatan ini. Survey awal atau pre-test dilakukan sebelum pelaksanaan survey sesungguhnya, kemudian diperoleh masukan tentang pertanyaan yang sukar dipahami agar diperbaiki dan dimodifikasi untuk mempermudah pelaksanaan survey sesungguhnya. Kuesioner penelitian terdiri dari lima bagian, meliputi (1) pertanyaan saringan; (2) identitas responden; (3) pemanfaatan internet dalam perusahaan; (4) penggunaan sistem INATRADE; dan (5) persepsi responden terhadap keberadaan sistem INATRADE. Disamping itu, ada juga kuesioner tambahan untuk mengetahui sejauhmana pengalaman responden dalam menggunakan sistem INATRADE berkaitan dengan permohonan pengajuan ijin. Penyajian hasil survey menekankan pada analisa deskriptif berdasarkan temuan dilapangan. Hasil survey disajikan dalam bagian tersendiri yang merupakan output dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden, dalam hal ini adalah responden yang telah menggunakan sistem INATRADE dalam pengurusan dokumen perijinannya.
27
3.4 Kerangka Pemikiran Penelitian Dalam rangka mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Windows (INSW), Kementerian Perdagangan berinisiatif membangun sistem perijinan secara online yaitu INATRADE. Dengan adanya sistem tersebut diharapkan proses perijinan menjadi lebih sederhana karena diproses melalui layanan elektronik melalui internet (e-licencing) serta biaya murah sehingga pada akhirnya akan memperlancar arus barang serta dapat meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global. Namun, sejak beroperasinya sistem perijinan online INATRADE pada 17 Desember 2007 hingga saat ini, ada sebanyak 1.688 pemilik hak akses namun hanya 6,8% yang memanfaatkan hak akses tersebut melakukan perijinan secara online melalui webservice INATRADE. Oleh karena itu, kajian ini ingin mengevaluasi bagaimana implementasi dari pelaksanaan sistem perijinan INATRADE, dengan membandingkan manfaat yang diperoleh pelaku usaha baik sebelum dan sesudah diterapkannya sistem INATRADE ini, serta mengetahui permasalahan dan hambatan apa yang dihadapi selama implementasi system ini dilihat dari sisi pengguna, unit pengelola serta pemilik hak akses. Untuk mengetahui ini semua dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil survey dan Focus Group Discussion (FGD). Seperti yang terlihat pada gambar 6 di bawah ini:
28
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Indonesia National Single Window (INSW)
Sebelum INATRADE
Manfaat Waktu Transparansi Akurat Biaya Sosialisasi
INATRADE (Perijinan Impor) Rendahnya pemanfaatan hak akses
Setelah INATRADE
Manfaat Waktu Transparansi Akurat Biaya Sosialisasi
Permasalahan dan hambatan implementasi INATRADE SDM (pengguna, unit pengelola) Pemilik hak akses
Survey Langsung, Depth Interview dan FGD
Rekomendasi kebijakan optimalisasi manfaat INATRADE dalam rangka memperlancar arus barang di Indonesia
29
4
HAMBATAN DAN PERMASALAHAN INATRADE
4.1. Manfaat Sebelum dan Sesudah Penerapan INATRADE Sistem INATRADE diterapkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan penyelesaian dokumen sekaligus berfungsi untuk meningkatkan efektivitas pengawasan ekspor impor. Sistem ini diharapkan menjadi salah solusi untuk mendukung pelaksanaan INSW dan meningkatkan daya saing nasional serta meningkatkan fasilitas perdagangan dalam menghadapi persaingan global. Bagian ini akan melihat sejauh mana manfaat yang diperoleh responden dari kelompok sebelum dan sesudah penerapan INATRADE. Responden yang merasakan manfaat sebelum penerapan INATRADE dilihat dari mereka yang menggunakan sistem INATRADE untuk pertama kalinya sedangkan responden yang merasakan manfaat setelah penerapan INATRADE dilihat dari mereka yang telah menggunakan sistem INATRADE atau dengan kata lain sistem INATRADE bukan pertama kali digunakan oleh responden. Manfaat yang dirasakan responden terkait penggunaan sistem INATRADE adalah kemudahan dalam mengakses sistem INATRADE, kemudahan dalam mengecek atau memonitor ijin, kemudahaan dalam membantu proses kelengkapan dokumen, dan kemudahan dalam prioritas layanan prosedur perijinan. Gambar 7 menunjukkan manfaat yang diperoleh responden terhadap kemudahan dalam mengakses sistem INATRADE terhitung tinggi. Bagi responden yang menggunakan INATRADE pertama kali, merasakan manfaat kemudahan dalam mengakses INATRADE
30
yang lebih besar (95,15%) dibandingkan responden yang sudah terlebih dahulu menggunakan (84,78%). Rendahnya penilaian responden yang bukan pertama kali menggunakan INATRADE terhadap manfaat yang diperoleh harus menjadi perhatian serius bagi pengelola sistem. Karena jika perhatian yang diberikan kurang optimal maka pengguna yang baru pertama kali mencoba dan akan menggunakan layanan untuk kedua kalinya berpotensi untuk memberikan penilaian serupa dengan responden yang bukan pertama kali menggunakan INATRADE. Gambar 7. Kemudahaan dalam Mengakses INATRADE
Tidak 4.84% Tidak 15.22%
Ya 95.16%
Sebelum
Ya 84.78%
Sesudah Sumber : Data primer diolah
Manfaat yang diperoleh responden dalam mengecek atau memonitor ijin menunjukkan hal yang sama dengan sebelumnya (Gambar 8). Responden yang baru menggunakan INATRADE memberikan penilaian yang tinggi (sebesar 93,65%) terhadap kemudahan dalam mengecek atau memonitor ijin. Meskipun penilaian ini lebih rendah
31
dibandingkan manfaat sebelumnya, terbilang cukup konsisten. Penilaian yang lebih rendah diberikan bagi mereka yang telah menggunakan INATRADE terkait manfaat kedua. Gambar 8. Kemudahaan dalam Mengecek atau Memonitor Ijin
Tidak 6.35%
Ya 93.65%
Sebelum
Tidak 15.22%
Ya 84.78%
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
Berikutnya, manfaat yang diperoleh responden untuk kemudahan dalam melengkapi dokumen (Gambar 9). Responden yang baru pertama kali menggunakan INATRADE merasakan manfaat kemudahan dalam proses kelengkapan dokumen (93,55%). Sebaliknya, responden yang sudah terlebih dahulu menggunakan INATRADE memberikan penilaian yang lebih kecil untuk manfaat kemudahan dalam proses kelengkapan dokumen yaitu sebesar 83,33%.
32
Gambar 9. Kemudahaan dalam Membantu Proses Kelengkapan Dokumen
Sumber : Data primer diolah
Gambar 10. Kemudahaan dalam Prioritas Layanan Prosedur Perijinan
Tidak 10.64%
Tidak 13.56%
Ya 86.44%
Ya 89.36%
Sesudah
Sebelum Sumber : Data primer diolah
33
Bentuk manfaat lain adalah kemudahan pemohon untuk menerima prioritas layanan dalam pengurusan prosedur perijinan. Gambar 10 menunjukkan bahwa responden yang baru pertama kali menggunakan INATRADE memberikan penilaian yang lebih rendah (86,44%) dibandingkan dengan responden yang terlebih dahulu menggunakan sistem tersebut. Penilaian yang rendah dari responden pemula terhadap manfaat prioritas layanan merupakan yang paling kecil dibandingkan bentuk manfaat lain yang telah diperoleh sebelumnya. Tentu, ini harus dicarikan jalan keluar karena jika dilihat dari kelompok responden bukan pemula ternyata memberikan jawaban yang cenderung konsisten terhadap bentuk manfaat yang telah diperoleh sebelumnya. Kecenderungan penurunan dari penilaian kelompok responden yang bukan pertama kali menggunakan sistem INATRADE perlu ditelusuri sebabnya. Jika dilihat lebih jauh, sistem ini tampaknya belum menjamin kepastian dan ketepatan terhadap prosedur pengurusan dokumen yang sedang diajukan oleh pemohon sehingga mereka merasa belum mendapatkan manfaat yang optimal dari sistem INATRADE tersebut.
4.2. Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan INATRADE INATRADE dibangun untuk mengurangi biaya transaksi melalui peningkatan efisiensi waktu, biaya dan akurasi data dalam proses penanganan perijinan. Sistem INATRADE diharapkan dapat mendukung pelaksanaan Indonesia National Single Window (INSW) dan meningkatkan daya saing nasional serta meningkatkan fasilitasi perdagangan dalam menghadapi persaingan global.
34
Maka, sudah seharusnya jika sistem ini memberikan kejelasan sistem informasi yang diberikan dalam petunjuk penggunaan INATRADE. Bagian ini akan menyajikan penilaian responden terkait kejelasan informasi yang berguna untuk meningkatkan efisiensi proses perijinan melalui prosedur, syarat, biaya, dan waktu. Responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu mereka yang baru pertama kali menggunakan INATRADE dan kelompok responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih dahulu. Gambar 11 menunjukkan penilaian responden terhadap kejelasan informasi yang diterima dalam pengurusan dokumen perijinan dengan INATRADE. Kelompok responden yang baru pertama kali menggunakan INATRADE, memberikan penilaian sebesar 83,61%. Penilaian ini lebih tinggi dibandingkan responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih dahulu yang hanya sebesar 79,59%. Tingginya persentase penilaian dari kelompok responden yang sudah terlebih dahulu menggunakan INATRADE perlu diperhatikan serius oleh pengelola sistem INATRADE karena persentase dengan kelompok yang baru pertama kali ternyata tidak jauh berbeda. Gambar 11. Kejelasan Informasi INATRADE
Tidak 16.39%
Tidak 20.41% Ya 83.61%
Sebelum Sumber : Data primer diolah
Ya 79.59%
Sesudah 35
Gambar 12. Kejelasan Prosedur
Kurang Jelas 0.00% Kurang Jelas 12.50%
Tidak Jelas 9.09%
Tidak Jelas 12.50% Cukup Jelas 75.00%
Sebelum
Cukup Jelas 90.91%
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
Penilaian responden terkait efektivitas dalam bentuk kejelasan prosedur menunjukkan bahwa penilaian responden yang sudah menggunakan INATRADE terlebih dahulu memberikan penilaian yang lebih tinggi dibandingkan pengguna pemula (Gambar 12). Penilaian yang diberikan sebesar 90,91% untuk kelompok responden pemohon INATRADE bukan pemula, sedangkan kelompok responden pemula sebesar 75,00%. Kelompok responden pengguna pemula masih merasa kurang jelas untuk prosedur tersebut. Ini ditunjukkan dengan masih adanya responden yang memberikan pilihan tersebut yaitu sebesar 12,5%.
36
Gambar 13. Kejelasan Syarat Kurang Jelas 0.00%
Kurang Jelas 0.00% Tidak Jelas 12.50%
Tidak Jelas 22.22%
Cukup Jelas 77.78%
Cukup Jelas 87.50%
Sebelum
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
Gambar 13 menunjukkan penilaian responden terhadap kejelasan syarat yang diinformasikan dalam sistem INATRADE. Responden yang pertama kali menggunakan sistem INATRADE menganggap syarat yang diinformasikan sudah cukup jelas, ini terlihat dari 87,5% responden menjawab pilihan tersebut. Sedangkan responden yang sudah terlebih dahulu menggunakan sistem INATRADE cenderung memberikan penilaian yang lebih rendah (77,28%) terkait kejelasan syarat yang diinformasikan melalui sistem INATRADE. Responden yang memberikan kejelasan biaya dalam pengurusan prosedur perijinan melalui sistem INATRADE sangat berbeda diantara kelompok responden yang pertama kali menggunakan sistem tersebut dibandingkan kelompok yang sudah (gambar 14). Bagi kelompok responden yang pertama kali menggunakan INATRADE, seluruh responden
37
mengganggap biaya yang dibebankan sudah jelas untuk pengurusan prosedur perijinan. Disini ada ekspektasi yang tinggi dari pengguna bahwa sistem INATRADE yang terkomputerisasi dapat memberikan kepastian biaya pengurusan dokumen. Namun ketika ada penambahan intensitas pengurusan dokumen, penilaian responden cenderung beragam bahkan terdapat banyak ketidakpastian. Ini ditunjukkan dengan persentasepenilaian responden yang cukup besar dalam menjawab tidak jelas dan kurang jelas. Masing-masing sebesar 40% dan 30%. Hanya 30% responden saja yang menjawab cukup jelas terkait kejelasan biaya pengurusan dokumen dengan INATRADE. Gambar 14. Kejelasan Biaya
Tidak Jelas 0%
Cukup Jelas 30%
Kurang Jelas 30%
Kurang Jelas 0%
Cukup Jelas 100%
Sebelum
Tidak Jelas 40%
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
Pendapat hampir senada dengan diatas juga terjadi untuk kejelasan waktu dalam pengurusan prosedur perijinan dengan sistem INATRADE. Responden yang baru pertama kali mengguankan INATRADE menaruh harapan besar bahwa sistem ini dapat
38
memberikan kejelasan waktu selesainya dokumen perijinan yang mereka ajukan. Mayoritas bahkan seluruhnya memberikan penilaian cukup jelas terkait ketepatan waktu dokumen yang berhasil diajukan. Namun bagi kelompok responden yang sudah pernah menggunakan sistem tersebut, hanya separuh kelompok responden tersebut yang memberikan penilaian cukup jelas untuk ketepatan waktu. Sisanya, responden memberikan penilaian kurang jelas dan tidak jelas, masing-masing sebesar 37,5% dan 12,5%. Temuan ini memberikan indikasi bahwa untuk efisiensi dari implementasi INATRADE perlu ditingkatkan karena dari segi biaya dan waktu dirasa masih kurang bagi responden (gambar 15). Gambar 15. Kejelasan Waktu
Kurang Jelas 0%
Kurang Jelas 38%
Tidak Jelas 0%
Cukup Jelas 100%
Cukup Jelas 50%
Tidak Jelas 12%
Sebelum
Sesudah
Sumber : Data primer diolah
39
Tabel 1. Kepraktisan INATRADE
Sebelum
Sesudah
Tidak Mengisi
23.53
10.77
Ya
76.47
89.23
100.00
100.00
Sumber : Data primer diolah
Peningkatan efisiensi manfaat dalam bentuk kepraktisan yang dirasakan responden pengguna sistem INTARADE ditunjukkan dalam tabel 1. Bagi responden yang baru pertama kali menggunakan sistem, mayoritas yang menjawab “ya” sebesar 76,47%. Sedangkan responden yang telah menggunakan sistem dan menjawab “ya” adalah sebesar 89,23%. Tingginya persentase yang diberikan responden yang sudah menggunakan sistem dan menjawab “ya” bisa jadi karena responden tersebut sudah merasakan kepraktisan dari pengurusan dokumen yang bisa dilakukan dari tempat kerja dengan bermodalkan koneksi internet yang baik.
4.3. Hasil Survey Luar Negeri Survey ke luar negeri dilakukan untuk membandingkan sistem online yang mendukung NSW di masing-masing negara dengan diarahkan untuk hal-hal sebagai berikut: Tujuan dari dikeluarkannya kebijakan perijinan online di masing-masing negara; Jenis dan jumlah perijinan yang ditangani secara online dan apakah menyatu dengan sistem NSW;
40
Koordinasi sistem perijinan online antar instansi di masing-masing negara. Ada tiga negara yang dipilih sebagai tujuan survey kajian ini, yaitu Taiwan, Korea Selatan dan Thailand.
4.3.1. Taiwan Taiwan telah memulai untuk membangun sistem online sejak 1992. Pada tahun tersebut paperless/online system digunakan pada customs clearance. Dalam online system tersebut terdapat 16 lembaga yang terlibat dan lebih dari 90% sertifikat telah dikeluarkan secara paperless. Namun demikian, berdasarkan informasi yang di peroleh dari pelaku usaha di Taiwan, pelaku usaha lebih banyak menggunakan jasa custom brokers untuk mengurus perijinan yang terkait dengan customs clearance. Taiwan akan meluncurkan National Single Window (NSW) pada tahun 2013. NSW tersebut mengintegarsikan 3 sistem online yaitu: administrasi perdagangan, administrasi pelabuhan dan kepabeanan. Tujuan dikeluarkannya kebijakan perijinan online yang ada di Taiwan adalah mengkombinasikan sistem komputer yang digunakan oleh berbagai lembaga dan biro dalam 3 area: trade administration, port administration dan customs; mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk aplikasi, dan meningkatkan keamanan dalam wilayah perbatasan, di luar wilayah perbatasan dan dalam daerah perbatasan. Ada beberapa jenis perijinan yang ada di Taiwan yaitu: perijinan di bidang ekspor/impor untuk komoditi yang harus dikontrol ekspor/impornya yang berada di Bureau of Foreign Trade (BOFT) Ministry of Economic Affairs, sistem jaringan cargo clearance automation yang dilaksanakan sejak tahun 1990 oleh Trade Van Information Services Co. yang merupakan lembaga yang didirikan oleh Kementerian Keuangan. 41
Selain Custom Clearance Automation, layanan Trade-Van terdiri dari: Layanan Monitoring Cargo Secara Real Time (Real Time Cargo Status Tracking and Monitoring Services), E-Tax Filing dan E-procurement. Layanan Monitoring Cargo Secara Real Time adalah layanan jasa yang dapat mendeteksi pergerakan kontainer barang dengan alat tertentu. Saat ini Trade-Van juga menjalin kerjasama dengan Korea melalui Korea Trade Net (KTNET) yang merupakan Korea Customs Service Provider dalam proyek ECertificate of Origin (ECO). Sistem ini diharapkan dapat mempermudah pelaku usaha di kedua negara.
4.3.2. Korea Selatan Ada beberapa jenis sistem online yang ada di Korea Selatan, antara lain:
Terkait dengan penerbitan Surat Keterangan Asal (C/O) yang dilakukan oleh Korea Chamber of Commerce and Industry (KCCI). Penerbitan C/O baik untuk nonpreferential C/O dan preferential C/O secara elektronik melalui sistem WEB/internet baru direalisasikan pada bulan Oktober 2006 dengan terlebih dahulu diperkenalkan sistem ASP (Active server Pages) pada tahun 2001 oleh KCCI. Tujuan adanya sistem ini adalah untuk meningkatkan keamanan dan pemeliharaan sistem keamanan internet, serta dapat berbagi basis data dengan institusi pemerintah terkait. Landasan hukum KCCI untuk menerbitkan C/O adalah Foreign Trade Act (Ministry of Knowledge Economy mendelegasikan pernerbitan C/O kepada KCCI), Special Act for FTA (KCCI dan Korea Customs Service ditujuk sebagai institusi resmi penerbit C/O
42
untuk FTA Korea-Singapura dan Korea-ASEAN), dan Regulation on Trade Certificate Issuance (KCCI memiliki peraturan tersendiri dalam penerbitan sertifikat perdagangan).
Selain itu, melalui Korea Customs Service (KCS), Korea Selatan memiliki sistem eclearance yang disebut dengan UNI-PASS. Nama tersebut diambil dari keunggulankeunggulan yang pada sistem, yaitu ’Unified’ yang berarti mengintegrasikan proses clearance ekspor/impor, pembayaran bea cukai dan drawbak, dan verifikasi persyaratan; ’Universal’ yang berarti sistem dapat diaplikasikan universal di seluruh dunia dan mengacu pada standar internasional; ’Unique’ yang merepresentasikan fitur unik yang disediakan kepada pengguna untuk mengakses informasi kargo secara realtime; dan ’Pass’ yang mengekspresikan kecepatan dalam melakukan clearance.
Penggunaan sistem UNI-PASS mampu menghemat anggaran kurang-lebih KRW 3,8 trilliun per tahun, dengan waktu clearance 1,5 jam untuk impor dan 2 menit untuk ekspor dimana proses clearence dilakukan sepenuhnya menggunakan formulir edocument. Sistem ini mampu meningkatkan volume perdagangan dari US$ 134,9 miliar (1990) menjadi US$ 686 miliar (2009). Sementara itu, tenaga kerja yang digunakan cenderung tetap yaitu sebanyak 4.427 orang pada tahun 1990 dan 4.454 orang pada tahun 2009. Ke depan, KCS merencanakan untuk mewujudkan real-time customs yang menyediakan informasi pengambilan keputusan baik untuk internal (bea cukai) maupun eksternal, serta mendukung terwujudnya global single window dan global logistics management sistem yang bukan hanya diperuntukkan bagi pertukaran data tetapi juga informasi visibilitas logistik antar negara.
43
Pemerintah Korea Selatan Korea Strategic Trade Institute (KOSTI) meluncurkan sistem kontrol ekspor online ‘Yestrade’ pada tahun 2005 yang bertujuan untuk memfasilitasi kepatuhan industri dan meningkatkan efisiensi administrasi. Sistem ini diterapkan untuk pengendalian ekspor barang-barang strategis, seperti persenjataan pemusnah masal (nuklir dan biokimia), alat-alat persenjataan konvensional, serta software dan teknologi yang dapat digunakan untuk membuat dan mengembangkan persenjataan tersebut. Pengendalian
ekspor
dimaksudkan
untuk
mencegah
barang-barang
strategik
disebarluaskan ke countries of concern serta kelompok-kelompok teroris.
Fitur utama Yestrade diantaranya single window untuk kontrol ekspor, proses yang transparan, penerbitan dan verifikasi secara elektronik, perangkat self-classification, perangkat pencarian, dan modul pelatihan online terkait kontrol ekspor. Namun secara umum, Yestrade yang dioperasikan oleh KOSTI menyediakan dua layanan utama yang dilakukan secara online/internet, yaitu layanan klasifikasi dan layanan perizinan. Layanan klasifikasi diperuntukkan bagi perusahaan yang kesulitan menentukan apakah barang yang akan diekspor dalam pengaturan atau tidak. Sementara itu, layanan perizinan utamanya berupa izin ekspor untuk barang atau teknologi yang dianggap strategis. Apabila eksportir luar negeri membutuhkan surat keterangan/sertifikat penggunaan akhir barang atau pengguna sebagai persyaratan transaksi, maka pihak pengimpor dapat mengajukan Korea Import Certificate kepada Pemerintah Korea melalui Yestrade.
44
Informasi perizinan ekspor barang yang telah diterbitkan kemudian dikirim ke bea cukai, kemudian informasi clearance atas barang tersebut oleh bea cukai dikirim balik ke Yestrade. Perbedaan informasi perizinan ekspor dan informasi clearance diperiksa dalam Yestrade.
4.3.3. Thailand Terkait dengan perkembangan national single window, masih terkendala karena sistem perijinan belum seluruhnya secara elektronik. Terkait dengan dukungan NSW Thailand dalam rangka ASEAN Communty 2015, berdasarkan informasi dari The Custom Department of Thailand belum banyak diharapkan karena masih adanya perbedaan yang mendasar diantara negara anggota ASEAN, seperti ketimpangan perekonomian, termasuk ketidaksamaan kekuatan masing-masing mata uang yang dipertukarkan.
45
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini akan memberikan pemaparan hasil survey terhadap evaluasi implementasi sistem perijinan online INATRADE yang telah dilakukan. Hasil disajikan dalam dua bagian berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada responden.
5.1 Pertanyaan Saringan Sistem Evaluasi INATRADE Survey yang dilakukan dalam studi evaluasi pelaksanaan INATRADE ini memperoleh 119 responden perusahaan. Responden perusahaan ini telah mencoba layanan publik satu pintu melalui sistem INATRADE. Dalam tabel 2, berdasarkan pertanyaan saringan terkait pengetahuan dan penerapan sistem INATRADE, mayoritas responden (98,32%) sudah mengetahui sistem INATRADE. Responden yang menggunakan sistem INATRADE juga cukup banyak yaitu mencapai 94,96%. Responden yang memiliki hak akses INATRADE juga cukup besar mencapai 93,28%. Responden menggunakan pertama kali sistem INATRADE sebesar 42,86%, lebih sedikit dibandingkan yang tidak yaitu sebesar 54,62%. Tabel 2. Pertanyaan Saringan untuk Sistem INATRADE Kategori Sudah mengetahui INATRADE Pernah menggunakan INATRADE Hak akses INATRADE Pertama kali menggunakan INATRADE
Pilihan Jawaban Ya Tidak Tidak Mengisi 98.32 1.68 0.00 94.96 3.36 1.68 93.28 5.88 0.84 42.86 54.62 2.52
Sumber : Data primer diolah
46
5.2 Profil Demografi Responden Profil demografi responden yang menjadi narasumber kuesioner sistem INATRADE disajikan dalam Tabel 3. Hasil survey ini mencakup responden yang berada dibeberapa kota. Jakarta menempati porsi terbesar yaitu 24,37% kemudian diikuti Medan (10,08%), Bekasi (8,4%), Tangerang (7,56%), Semarang (5,88%), Bandung (5,04%), dan Bogor (4,2%). Sedangkan sisanya tersebar dikota lain seperti Banten, Ciamis, Cikarang, Depok, Gresik, Sidoarjo, Malang, Purwakarta, Samarinda, Serang, Surakarta, dan Tangerang Selatan. Adapun responden yang tidak mengisi asal daerah juga ada sebesar 15,13%. Tabel 3. Profil Demografi Responden dengan Sistem INATRADE Karakteristik Daerah Bandung Banten Bekasi Bogor Ciamis Cikarang Denpasar Depok Gresik Jakarta Sidoarjo Karawang Kota Malang Medan Purwakarta Samarinda Semarang Serang Surabaya Surakarta Tangerang Tangerang Selatan Tidak Mengisi Jenis Kelamin Pria Wanita Tidak Mengisi
Freq.
Percent 6 1 10 5 1 1 2 2 3 29 1 1 2 12 1 1 7 1 4 1 9 1 18
5.04 0.84 8.40 4.20 0.84 0.84 1.68 1.68 2.52 24.37 0.84 0.84 1.68 10.08 0.84 0.84 5.88 0.84 3.36 0.84 7.56 0.84 15.13
72 43 4
60.50 36.13 3.36
Sumber : Data primer diolah
47
Responden berjenis kelamin pria, mayoritas menjadi narasumber survey kali ini yaitu sebesar 60,50% dan responden wanita sebesar 36,13%. Sedangkan responden yang tidak mengisi memiliki persentase kecil sebesar 3,36%.
5.3 Pemanfaatan Internet Dalam Perusahaan Terkait pemanfaatan internet dalam perusahaan (Tabel 4 & Tabel 5). Pertanyaan pertama terkait ketersediaan fasilitas internet, sebagian besar responden (99,16%) menjawab bahwa perusahaan memiliki fasilitas internet. Seluruh responden juga merasakan kemudahan yang didapat dari internet bahkan semua responden juga memperoleh manfaat dari adanya internet. Tabel 4. Pemanfaatan Internet Kategori Ketersediaan fasilitas Internet Kemudahan internet Perolehan manfaat internet
Pilihan Jawaban Ya Tidak 99.16 0.84 100.00 0.00 100.00 0.00
Sumber : Data primer diolah
Tabel 5. Alasan Responden Memperoleh Manfaat
Alasan Responden Memperoleh Manfaat 1. Mencari informasi bahan baku 2. Memperluas pemasaran 3. Mengamati kompetitor 4. Mengamati informasi nilai tukar 5. Melakukan transaksi perbankan 6. Lainnya
Freq. 78 53 34 73 46 48
Percentase 65.55 44.54 28.57 61.34 38.66 40.34
Sumber : Data primer diolah
48
Alasan responden dalam memperoleh manfaat dari internet cukup beragam, mulai dari kemudahan dalam memperoleh informasi bahan baku, memperluas pemasaran, mengamati competitor, mengetahui informasi nilai tukar, serta dapat dimanfaatkan untuk melakukan transaksi perbankan. Persentase responden yang menjawab untuk kemudahan dalam mencari informasi bahan baku cukup besar yakni sebesar 65,55% kemudian diikuti dengan mengamati informasi nilai tukar sebesar 61,34%. Adapula responden yang memperoleh manfaat dapat memperluas pemasarannya melalui internet sebesar 44, 54% lalu melakukan transaksi perbankan dan mengamati kompetitor yang masing-masing sebesar 38,66% dan 28,57%.
5.4 Penggunaan Sistem INATRADE Tabel 6 menunjukkan jawaban responden terkait kemudahan penggunaan INATRADE. Berdasarkan tabel tersebut, sebagian besar responden (84,04%) menjawab penggunaan INATRADE mudah. Hal ini menunjukkan bahwa sistem perijinan online INATRADE cukup user friendly. Responden yang menjawab “tidak” cukup sedikit sekitar 9,24% namun ada juga responden yang tidak mengisi yaitu sebesar 6,72%. Alasan responden yang menjawab tidak mudah dalam menggunakan sistem ini (Tabel 7), sebagian besar dikarenakan koneksi internet lambat (45,45%), beberapa responden juga tidak paham tahapan penggunaan sistem perijinan online INATRADE (36,36%), dan tidak mengetahui adanya sistem perijinan online INATRADE (18,18%).
49
Tabel 6. Kemudahaan Penggunaan INATRADE
Kategori Kemudahan penggunaan INATRADE
Pilihan Jawaban (%) Ya Tidak Tidak Mengisi 84.03 9.24 6.72
Sumber : Data primer diolah
Tabel 7. Alasan Menjawab Tidak User Friendly
Alasan menjawab tidak Koneksi internet lambat Tidak paham tahapan penggunaan INATRADE Tidak mengetahui sistem INATRADE
Percen. 45.45 36.36 18.18
Sumber : Data primer diolah
Sistem perijinan online INATRADE juga memberikan layanan kemudahan dalam mengecek atau memonitor ijin yang sudah diajukan pemohon (Tabel 8 & Tabel 9). Menurut pendapat responden, sebagian besar merasakan kemudahan layanan tersebut dengan presentase yaitu sebesar 84,04%, sedangkan responden yang tidak merasakan kemudahan layanan tersebut sebesar 10,08%. Adapun responden yang tidak memberikan jawaban hanya sebesar 5,88%. Bagi responden yang menjawab tidak merasakan kemudahan pelayanan INATRADE dalam mengecek atau memonitor ijin, alasan terbanyak karena informasi sulit didapat dari situs INATRADE dan sistem tidak meng-update ijin pemohon (masing-masing sebesar 25,00%). Kemudian diikuti karena alasan sistem sering error, sistem sering keliru menampilkan status ijin pemohon, dan konfirmasi via email sering tidak dibalas oleh petugas (masing-masing sebesar 16,67%).
50
Tabel 8. Kemudahaan Mengecek atau Memonitor Ijin
Kategori INATRADE memudahkan dalam mengecek atau memonitor ijin
Pilihan Jawaban Ya Tidak Tidak Mengisi 84.03 10.08 5.88
Sumber : Data primer diolah
Tabel 9. Alasan Responden Menjawab Tidak Mudah Alasan menjawab tidak Informasi sulit didapat dari situs INATRADE Sering dijumpai sistem yang error Sistem tidak mengupdate ijin pemohon Sistem sering keliru menampilkan ijin pemohon Konfirmasi via email sering tidak dibalas petugas
Percen. 25.00 16.67 25.00 16.67 16.67
Sumber : Data primer diolah
Terkait waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan dokumen melalui sistem INATRADE, sebagian besar responden memberikan penilaian yang baik terhadap kecepatan pengurusan dokumen melalui sistem INATRADE. Padahal jumlah hari yang dibutuhkan bisa lebih singkat menjadi 3 hari sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan. Tabel 10, mayoritas responden menjawab lebih dari 14 hari waktu yang diperlukan untuk mengurus dokumen (46,22%). Beberapa responden (35,29%)
menjawab butuh waktu tiga hari untuk pengurusan dokumen.
Sedangkan bagi responden yang menjawab lebih dari 30 hari waktu pengurusan maupun responden yang tidak menjawab presentasenya cukup sedikit yaitu masing-masing sebesar 6,72% dan 11,76%.
51
Tabel 10. Jumlah Hari untuk Mengurus Dokumen via INATRADE
Freq.
Jumlah hari untuk mengurus dokumen via INATRADE 1. 3 hari 2. >14 hari 3. >30 hari 4. Tidak mengisi
42 55 8 14
Percen. 35.29 46.22 6.72 11.76
Sumber : Data primer diolah
Sepanjang tahun 2011 merupakan jawaban mayoritas responden (78,99%) yang menyatakan bahwa responden terakhir melakukan transaksi melalui sistem INATRADE, sedangkan sebanyak 15,13% menggunakan terakhir pada tahun 2010. Responden yang tidak memberikan jawaban juga relatif sedikit hanya sekitar 5,88% (Tabel 11). Ini menunjukkan ada peningkatan signifikan terkait pengetahuan masyarakat terhadap adanya sistem pengurusan dokumen dengan menggunakan INATRADE. Masyarakat sudah tahu jika ada sistem online yang dapat membantu pengurusan dokumen. Tabel 11. Penggunaan Terakhir Kali via INATRADE
Penggunaan terakhir kali dengan INATRADE 1. 2010 2. 2011 3.Tidak mengisi
Freq.
Percen. 18 15.13 94 78.99 7 5.88
Sumber : Data primer diolah
52
Pengguna INATRADE merasa dibantu dalam proses kelengkapan dokumen. Tabel 12 menunjukkan hal tersebut dimana sebagian besar responden sudah memanfaatkannya dalam proses kelengkapan dokumen melalui responden yang menjawab “ya” sebesar 83,19% dibandingkan responden yang menjawab “tidak” sebesar 12,61%. Sistem yang membantu proses kelengkapan dokumen sangatlah penting karena dapat mempermudah pengguna mempersiapkan segala kelengkapan yang digunakan untuk mengurus dokumen tertentu. Bagi mereka yang tidak tinggal di Jakarta, dapat dengan mudah mengakses dokumen apa saja yang perlu dilengkapi untuk mengurus perijinan tertentu. Tabel 12. INATRADE Membantu Proses Kelengkapan Dokumen
INATRADE membantu dalam proses kelengkapan dokumen 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak mengisi
Freq.
Percen. 99 83.19 15 12.61 5 4.20
Sumber : Data primer diolah
Meskipun ada responden yang merasa terbantu, adapula yang meraasakan sebaliknya. Berikut, beberapa alasan yang disampaikan oleh responden yang menjawab bahwa sistem INATRADE tidak membantu dalam proses kelengkapan dokumen disajikan dalam tabel 13. Sebagian besar alasan responden adalah disebabkan karena informasi item kelengkapan dokumen tidak disajikan secara lengkap (40%), sering munculnya item dokumen tambahan (33,33%), dan adanya perbedaan item dokumen yang muncul disitus dengan yang ada di petugas lapangan (26,67%). Ketiga alasan ini tentunya akan menjadi masukan penting karena sering dialami pengguna dilapangan. Ketidakcocokan item kelengkapan dokumen 53
seringkali berpotensi munculnya atau berkurangnya dokumen sehingga dapat menjadi media bagi petugas lapangan untuk memainkan peran yang dapat merusak tujuan utama dari keberadaan sistem INATRADE itu sendiri. Tabel 13. Alasan Responden Menjawab Tidak Membantu Kelengkapan Dokumen
Alasan menjawab tidak Informasi item dokumen tidak tersaji lengkap Seringkali muncul item dokumen tembahan Ada perbedaan item dokumen disitus dengan petugas lapangan
Percen. 40.00 33.33 26.67
Sumber : Data primer diolah
Tabel 14. Kepraktisan Sistem INATRADE
Kepraktisan sistem INATRADE 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak mengisi
Freq. 99 13 7
Percen. 83.19 10.92 5.88
Sumber : Data primer diolah
Praktis tidaknya sistem INATRADE juga menjadi penilaian bagi pengguna (Tabel 14). Sebanyak 83,19% responden menyatakan sistem INATRADE praktis, sedangkan responden yang mengatakan bahwa sistem tersebut tidak praktis sebanyak 10,92%. Penilaian ini termasuk baik mengingat sistem INATRADE masih tergolong baru. Kepraktisan yang dirasakan pengguna tentunya sejalan dengan visi sistem ini diadakan sebagai media pengurusan dokumen terkomputerisasi yang praktis dan efisien. Kendala ketidakpraktisan bagi sebagian responden disebabkan karena pada tahapan pengisian masih berbelit (30,77%), terlalu banyaknya pihak yang terlibat (30,77%), selain
54
itu lokasi pengurusan yang tidak satu atap (23,08%), dan bahasa yang digunakan sulit dipahami bagi beberapa responden (15,38%). Kedua alasan pertama yang memiliki persentase hampir separuhnya itu berkaitan dengan personel lapangan yang belum enggan melepaskan sebagaian kewenangannya dalam mekanisme pengurusan dokumen. Idealnya, sistem yang sudah terkomputerisasi harus dapat meminimalkan peran dari petugas lapangan. Tabel 15. Alasan Responden Menjawab Tidak Praktis Alasan menjawab tidak praktis Tahapan pengisian masih berbelit Bahasa yang digunakan sulit dipahami Lokasi pengurusan tidak satu atap Terlalu banyak pihak yang terlibat
Percen. 30.77 15.38 23.08 30.77
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan tabel 16 di bawah ini, terlihat bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa sistem perijinan online INATRADE sebenarnya memberikan informasi yang jelas bagi penggunanya. Tingkat kejelasan informasi yang diberikan sistem INATRADE diukur dengan empat indikator pengukuran yaitu prosedur, syarat, waktu, dan biaya. Tabel 16. Sistem INATRADE Memberikan Informasi yang Jelas
Sistem INATRADE memberikan informasi yang jelas 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak mengisi
Freq.
Percen. 93 78.15 21 17.65 6 5.04
Sumber : Data primer diolah
55
Namun demikian, meskipun bagi mayoritas responden menyatakan bahwa sistem ini memberikan informasi yang jelas, tetapi keempat komponen indikator pengukuran tingkat kejelasannya dirasa masih kurang jelas. Dimana persentase kekurang jelasan setiap komponen yaitu prosedur (88,89%), syarat (66,67%), waktu (61,11%), dan biaya (73,33%). Sedangkan responden yang menjawab bahwa sistem ini tidak memberikan informasi yang jelas, persentase ketidak jelasan setiap komponen tersebut yaitu prosedur (11,11%), syarat (16,67%), waktu (22,22%), dan biaya (6,67%) (tabel 17). Ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan sistem INATRADE haruslah mudah dipahami, tidak bermakna ganda, dan dapat menyesuaiakan dengan tingkat pendidikan pengguna yang beragam. Disinilah perlunya pendamping dari instansi terkait yang membantu pengguna menggunakan INATRADE. Tabel 17. Tingkat Kejelasan Informasi dari Sistem INATRADE
Sistem INATRADE memberikan informasi yang jelas Prosedur Syarat Waktu Biaya
Kurang Jelas Tidak Jelas Sangat Tidak Jelas 88.89 11.11 0.00 66.67 16.67 16.67 61.11 22.22 16.67 73.33 6.67 20.00
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan tabel 18 di bawah ini, terlihat bahwa ada sebanyak 79,83% responden yang memberikan penilaian bahwa sistem INATRADE memberikan prioritas layanan yang lebih baik, sedangkan responden yang menyatakan bahwa system INTRADE tidak memberikan prioritas layanan yang lebih baik hanya sebesar 11,76% (Tabel 18). Beberapa
56
alasan kenapa responden menyatakan bahwa system ini tidak memberikan prioritas yang lebih baik adalah adanya kekhawatiran terhadap kelengkapan prosedur yang belum menjamin cepat selesainya dokumen (79,83%), status pengurusan dokumen seringkali terlambat (23,08%), serta ketepatan validasi dokumen sering berbeda (15,38%) (Tabel 19). Tabel 18. Sistem INATRADE Memberikan Prioritas Layanan Lebih Baik
INATRADE memberikan prioritas layanan yang lebih baik 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak mengisi
Freq. Percen. 95 79.83 14 11.76 10 8.4
Sumber : Data primer diolah
Tabel 19. Alasan Responden Menjawab Tidak untuk Prioritas
Alasan menjawab tidak Kelengkapan prosedur belum memberikan jaminan Status pengurusan dokumen sering terlambat Ketepatan validasi seringkali berbeda
Percen. 61.54 23.08 15.38
Sumber : Data primer diolah
Jasa perantara yang seringkali muncul dalam layanan publik juga menjadi perhatian dari evaluasi sistem INATRADE ini. Berdasarkan tabel 20 di bawah ini, mayoritas responden (68,91%) menyatakan bahwa “tidak ada” terhadap kemungkinan adanya jasa perantara dalam pengurusan perijinan secara online. Sedangkan sebanyak 25,21%
57
responden menyatakan bahwa kemungkinan jasa perantara itu ada dalam pengurusan perijinan meskipun sudah ada penerapan sistem INATRADE. Hal ini menjadi indikasi awal bahwa kedepan perlu dikurangi bahkan dihilangkan kemungkinan jasa perantara tersebut karena idealnya ketika sistem sudah terkomputerisasi, maka jasa perantara jangan lagi muncul agar lebih efektif dan efisien. Tabel 20. Sistem INATRADE Memungkinkan Adanya Jasa Perantara
INATRADE memungkinkan adanya jasa perantara 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak mengisi
Freq. Percen. 30 25.21 82 68.91 7 5.88
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan tabel 21, Kategori jasa perantara yang seringkali terlibat dalam proses perijinan sistem INATRADE sebagian besar merupakan petugas langsung (54,17%) baik yang mengurus proses kelengkapan layanan dokumen maupun proses layanan penerbitan perijinan. Pekerja tidak langsung juga ada terutama meraka yang bekerja di unit lain (12,5%) dan pihak luar termasuk didalamnya tukang parkir, satpam, pedagang, penunggu toilet, dan lain-lain (10,42%). Responden yang mempercayakan pengurusan dokumen via badan jasa pengurusan juga ada, terhitung relatif besar yaitu mencapai 22,92%. Ini menunjukkan bahwa responden tidak mau terlalu repot untuk mengurus dokumen.
58
Bagi responden yang menjawab ada kemungkinan jasa perantara, mereka menyatakan bahwa keberadaan jasa perantara tidak mengganggu (50%). Sedangkan responden yang menyatakan bahwa keberadaan jasa perantara tersebut sangat mengganggu dan mengganggu hanya sebesar 18,42% dan 26,32%. Bahkan ada juga responden yang merasa diuntungkan dengan adanya jasa perantara yaitu sebesar 5,26% (Tabel 22). Jasa perantara tampaknya masih dibutuhkan bagi sebagian responden. Meskipun ini mengurangi nilai lebih dari keberadaan sistem komputerisasi yang seharusnya pengguna dapat terlibat langsung dan tidak mengalami hambatan dari adanya sistem tersebut. Dengan kata lain, peran jasa perantara harusnya makin berkurang dan tidak perlu ada. Tabel 21. Jasa Perantara dalam Sistem INATRADE
Jasa perantara yang terlibat dalam sistem INATRADE Petugas langsung yang mengurus proses layanan kelengkapan dokumen Petugas langsung yang mengurus proses layanan penerbitan perijinan Pekerja yang tidak terkait langsung karena bekerja di unit lain Individu yang bekerja diluar unit tersebut Orang luar (tukang parkir, satpam, pedagang, penunggu toilet, dll) Badan jasa pengurusan
Freq. Percen. 12 25.00 14 29.17 6 12.50 0 0.00 5 10.42 11 22.92
Sumber : Data primer diolah
Tabel 22. Jasa Perantara Memberikan Gangguan
59
Jasa perantara sistem INATRADE memberikan gangguan Sangat mengganggu Mengganggu Tidak menggangu Menguntungkan
Freq. Percen. 7 18.42 10 26.32 19 50.00 2 5.26
Sumber : Data primer diolah
Namun berdasarkan tingkat kebutuhan jasa perantara diluar sistem INATRADE seperti yang ada pada tabel 23 di bawah ini, bagi sebagian besar responden jasa perantara tersebut dianggap tidak terlalu dibutuhkan (62,16%), sisanya menjawab dibutuhkan (32,43%) dan sangat dibutuhkan (5,42%). Ini menunjukkan bahwa responden sebenarnya sadar bahwa sistem ini memberikan kemudahan bagi mereka untuk mengurus dokumen secara mandiri. Kejelasan informasi dari penyedia layananlah yang seharusnya diperkuat agar kesadaran masyarakat bahwa pengurusan dokumen bisa dilakukan sendiri menjadi lebih baik. Tabel 23. Tingkat Kebutuhan Jasa Perantara Diluar Sistem INATRADE
Tingkat kebutuhan jasa perantara diluar sistem INATRADE Tidak terlalu dibutuhkan Dibutuhkan Sangat dibutuhkan
Freq. Percen. 23 62.16 12 32.43 2 5.41
Sumber : Data primer diolah
Beberapa responden yang menggunakan jasa perantara juga perlu mengalokasikan waktu untuk bertemu sehingga kepastian selesainya dokumen bisa dipantau (Tabel 24).
60
Hampir separuh responden menjawab beberapa kali untuk sebagian kecil tahapan, sedangkan yang melakukan pertemuan hanya sekali pertemuan sebanyak 46,15%. Adapula responden yang perlu bertemu setiap kali untuk sebagian tahapan proses perijinan dengan persentase sebesar 3,85%. Ini menunjukkan bahwa responden yang menggunakan jasa perantara masih belum yakin jika prosedur yang sedang diurus tidak dapat selesai sebagaimana yang diharapkan atau tepat waktu. Adanya frekuensi pertemuan dengan pihak perantara cenderung memperbesar ruang gerak pungutan tak resmi yang seharusnya tidak perlu ada dalam sistem yang terkomputerisasi. Tabel 24. Frekuensi Pertemuan dengan Pihak Perantara
Frekuensi pertemuan dengan pihak perantara 1. Hanya sekali 2. Beberapa kali untuk sebagian kecil tahapan 3. Seringkali untuk sebagian besar tahapan 4. Setiap kali untuk sebagian tahapan
Freq. 12 13 0 1
Percen. 46.15 50.00 0.00 3.85
Sumber : Data primer diolah
Keinginan untuk bertemu dari pemohon kepada pihak perantara tentunya mempunyai latar belakang motivasi yang beragam (Tabel 25). Sebagian besar pertemuan tersebut karena untuk melengkapi sejumlah persyaratan yang kurang dan mempercepat waktu pengurusan. Kedua alasan itu memiliki persentase masing-masing sebesar 37,5%. Alasan berikutnya adalah mengambil dokumen yang sudah jadi (15%), menjalin perkenalan dengan petugas (7,5%) dan menegoisasikan biaya tambahan untuk kecepatan dokumen (2,5%). Ini menunjukkan beragamnya motivasi pengguna yang sering muncul dilapangan
61
terhadap jasa perantara. Kelima motivasi tersebut bersifat jamak dan memunculkan potensi biaya tambahan yang dikenakan kepada pengguna meskipun persentase yang menjawab ini sangat kecil.
Tabel 25. Motivasi Bertemu dengan Pihak Perantara
Motivasi untuk bertemu pihak perantara dalam mengurus ijin dengan sistem INATRADE Melengkapi sejumlah persyaratan yang kurang Mempercepat waktu pengurusan Menegoisasikan biaya tambahan untuk kecepatan dokumen Menjalin perkenalan dengan petugas Mengambil dokumen yang sudah jadi
Freq.
Percen. 15 15 1 3 6
37.50 37.50 2.50 7.50 15.00
Sumber : Data primer diolah
Pengurusan dokumen dengan sistem INATRADE juga memberikan peluang munculnya keluhan dari pengguna (Tabel 26). Berdasarkan hasil survei menyatakan bahwa mayoritas responden (68,07%) belum pernah mengajukan keluhan kepada petugas. Sedangkan responden yang sudah pernah mengajukan keluhan kepada petugas hanya sebesar 26,05%. Tingginya responden yang menjawab belum pernah mengajukan keluhan kepada petugas perlu diapresiasi bagus artinya sistem ini telah mampu mengakomodir kepentingan pengguna dalam mengurus perijinan yang lebih mudah. Kedepan, diharapkan
62
muncul persepsi positif dan kesadaran bahwa pengurusan perijinan dengan sistem INATRADE memberikan manfaat lebih baik dibandingkan sebelumnya. Tabel 26. Pengajuan Komplain kepada Petugas
Pengajuan komplain ke petugas
Freq.
Pernah Tidak Tidak mengisi
Percen. 31 26.05 81 68.07 7 5.88
Sumber : Data primer diolah
Keluhan yang diajukan pengguna direspon dengan baik oleh petugas (Tabel 27). Ini terlihat dari mayoritas responden (64,44%) yang memberikan penilaian baik dan sangat baik sebesar 24,44%. Sisanya responden yang memberikan penilaian tidak baik dan sangat tidak baik, masing-masing sebesar 6,67% dan 4,44%. Mayoritas responden yang memberikan penilaian positif terhadap tanggapnya komplain yang diajukan membuktikan keseriusan lembaga pengelola sistem untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki INATRADE. Tabel 27. Pengajuan Komplain kepada Petugas (lanjutan)
Respon petugas terhadap pengajuan komplain Sangat baik Baik Tidak baik Sangat tidak baik
Freq. 11 29 3 2
Percen. 24.44 64.44 6.67 4.44
Sumber : Data primer diolah
63
Bagi responden yang pernah mengajukan keluhan, petugas melakukan tindak lanjut (Tabel 28). Sebanyak 44,44% responden merasa keluhannya ditindaklanjuti oleh petugas. Selain itu, sebanyak 48,89% responden merasakan keluhannya ditanggapi oleh petugas. Namun, masih ada responden yang mengalami penolakan ketika mengajukan keluhan yaitu sebesar 6,67%. Prestasi bagus terlihat bahwa tidak ada keluhan yang diabaikan oleh petugas. Hal ini menjadi prestasi tersendiri bagi petugas lapangan yang telah berupaya melayani pengguna dengan baik tanpa mengabaikan keluhan yang berpotensi muncul dari penggunaan INATRADE. Kecenderungan keluhan yang ditanggapi dan ditindaklanjuti memunculkan anggapan bahwa penyedia jasa layanan serius mengelola sistem tersebut. Tabel 28. Tindak Lanjut Pengaduan
Tindak lanjut pengaduan sistem INATRADE Ditindaklanjuti Ditanggapi Diabaikan Ditolak
Freq. 20 22 0 3
Percen. 44.44 48.89 0.00 6.67
Sumber : Data primer diolah
5.5 Persepsi Pengguna terhadap Sistem INATRADE Tabel 29, persepsi pengguna terkait sistem INATRADE. Sebagian besar responden menyatakan terbantu, ini ditunjukkan dengan persentase responden yang menjawab terbantu sebesar 57,14% dan sangat terbantu sebesar 38,66%. Responden merasa puas dengan keberadaan sistem INATRADE sebesar 68,07% bahkan yang menyatakan sangat
64
puas juga ada yakni sebesar 22,69%. Mayoritas responden memperoleh manfaat dengan sistem INATRADE, yang menjawab bermanfaat sebesar 68,91% dan sangat bermanfaat sebesar 26,89%. Sebesar 76,47% responden menjawab sosialisasi sistem INATRADE adalah baik dan sangat baik sebesar 9,24%. Ada juga responden yang menjawab tidak baik sebesar 8,4% dan sangat tidak baik sebesar 2,62%. Bagian ini masih terdapat responden yang tidak mengisi dengan persentase yang kecil untuk setiap pertanyaan antara 2,52 sampai 3,36%. Respon positif yang diberikan pengguna sistem INATRADE menunjukkan bahwa mereka merasakan keberadaan sistem INATRADE yang mempermudah dalam pengurusan dokumen perijinan. Respon positif yang muncul dalam periode survei memberikan bukti akan peran dan konstribusi sistem INATRADE terhadap arus kegiatan perdagangan itu sendiri. Tabel 29. Persepsi Pengguna Sistem INATRADE
Kategori Terbantu dengan sistem INATRADE Puas dengan sistem INATRADE Manfaat dengan sistem INATRADE Sosialisasi sistem INATRADE
Sangat 38.66 22.69 26.89 9.24
Terbantu / Puas / Bermanfaat 57.14 68.07 68.91 76.47
Pilihan Jawaban Tidak Terbantu/ Tidak Sangat Tidak Puas / Tidak Bermanfaat Tidak Mengisi 1.68 0.00 2.52 5.04 1.68 2.52 1.68 0.00 2.52 8.4 2.52 3.36
Sumber : Data primer diolah
5.6 Permohonan Pengajuan Ijin Dokumen dengan Sistem INATRADE
65
Survei ini merupakan tambahan dari sebelumnya dengan desain kuesioner yang berbeda. Tujuan survei tetap sama hanya ingin melihat lebih jauh pengalaman responden terkait permohonan pengajuan ijin dokumen secara lebih spesifik. Survei ini memperoleh 63 responden perusahaan yang telah mencoba layanan publik satu pintu melalui sistem INATRADE. Tabel 30, terkait permohonan ijin dengan menggunakan sistem INATRADE, mayoritas responden (sebesar 44,44%) telah mencoba sistem INATRADE sebanyak satu kali. Responden yang mencoba lebih dari satu kali juga cukup banyak. Responden telah mencoba 2 hingga 5 kali mencapai 36,51%, sedangkan responden yang telah mencoba lebih dari lima kali mencapai 6,35%. Ada pula responden yang tidak mengisi dikarenakan belum pernah mencoba sistem tersebut dengan persentase sebesar 12,7%. Ini menunjukkan bahwa ketika survei ini dilakukan responden pemula cukup banyak dibandingkan yang bukan pemula. Tabel 30. Jumlah Pengajuan Ijin melalui Sistem INATRADE Pilihan 1 kali 2 - 5 kali Lebih dari 5 kali Tidak Mengisi Total
Freq. 28 23 4 8 63
Percent 44.44 36.51 6.35 12.70 100.00
Sumber : Data primer diolah
Jenis permohonan ijin dengan sistem INATRADE (Tabel 31). Hasil survey juga memberikan gambaran bahwa mayoritas responden yang mengajukan jenis ijin dengan sistem online INATRADE berupa ijin impor barang jadi sebesar 20,63%. Bentuk ijin yang
66
lain adalah NPIK, NPIK elektronik, laporan realisasi impor, ijin impor mobil, dan perubahan impor mobil memiliki persentasekumulatif sebesar 30,15%. Adapun sisanya untuk ijin yang lain seperti IP-IT, IP besi baja, IP hewan, IP produk kosmetik, ijin importir produsen, ijin impor gula putih, importir terdaftar, importir makanan & minuman, perpanjangan realisasi impor, dan rekomendasi IP. Namun, adapula responden yang tidak mengisi karena belum pernah menggunakan sistem tersebut yang%tasenya sebesar 12,7%.
Tabel 31. Jenis Permohonan Ijin dengan Sistem INATRADE
67
Jenis Ijin IP - IT IP Besi atau Baja IT Hewan IT Produk tertentu kosmetik (NO.06.10.0 Ijin Impor White Sugar Ijin impor mobil Ijin importir produsen Impor Barang Jadi Importir Terdaftar Importir Tertentu Makanan dan Minuman Laporan Realisasi Impor Monitor Proses Ijin Ekspor NPIK NPIK Elektronik NPIK Elektronika NPIK TPT PI Permohonan IP Gula Perpanjangan IP Tekstil Perpanjangan IT Perpanjangan NPIK Perpanjangan Realisasi Impor Perubahan ETK Perusahaan Perubahan NPIK Perubahan SRP ke NIK Realisasi Impor Rekomendasi IP Gula Tidak mengisi Total
Freq. 1 1 1 1 1 2 1 13 1 1 3 1 8 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 8 63
Percent 1.59 1.59 1.59 1.59 1.59 3.17 1.59 20.63 1.59 1.59 4.76 1.59 12.70 9.52 1.59 1.59 1.59 1.59 1.59 1.59 1.59 1.59 1.59 3.17 1.59 1.59 1.59 12.70 100.00
Sumber : Data primer diolah
Terkait, pengurusan ijin apa saja yang menggunakan sistem online INATRADE (Tabel 32). Sebagian besar responden sebanyak 38,1% responden mengurus semua perijinan melalui sistem online INATRADE. Responden yang menjawab pilihan sebagian besar dan sebagian kecil saja juga ada, masing-masing sebesar 12,7% dan 9,52%. Bagi responden yang menjawab perijinan tertentu sebesar 25,4% sedangkan responden yang tidak mengisi karena belum mencoba sebesar 14,29%. Cukup banyaknya responden yang
68
menjawab semua menunjukkan bahwa beberapa pilihan perijinan yang ditawarkan oleh INATRADE telah dicoba oleh responden. Indikator ini dapat dianggap baik karena responden mau mencoba semua pilihan pengurusan ijin yang ada. Tabel 32. Kategori Pengurusan Ijin dengan Sistem INATRADE
Pilihan Semua Sebagian Besar Sebagian kecil Perijinan Tertentu Tidak Mengisi Total
Freq. 24 8 6 16 9 63
Percent 38.10 12.70 9.52 25.40 14.29 100.00
Sumber : Data primer diolah
P i l i h aJawaban n F r e Tertentu q . Tabel 33. Keterangan Pilihan Perijinan A 2 4 B Menjawab 8 Keterangan Responden Freq. Percent C Tertentu 6 Pilihan Perijinan D 118.75 6 Ijin Ekspor 3 T i d Jadi a k m e n g is i 9 Impor Barang 3 18.75 6 6.25 3 Impor Daging SapiT o t a l 1 Importir Terdaftar 1 6.25 Kosmetik 1 6.25 Laporan Realisasi Impor 2 12.5 NPIK 4 25 Perubahan NPIK 1 6.25 Total 16 100
P e rce n t 3 8 .1 0 K e 1t e2 r. a7 n0 g a n R e 9 .5 2 M2 e5 n. 4j a0 w a b P i Ijin E1k4s .p2o9r Im p1 o0 r0 B. 0a0r a n g J a
Im p o r D a g in g S a Im p o r t ir T e r d a f t K o s m e t ik L a p o r a n R e a lis a s N P IK Sumber : Data primer diolah N P IK E le k t r o n ik Tabel 33, responden yang menjawab kategori perijinan tertentu dengan sistem P e r online u b a h a n N P IK T o t a lijin INATRADE mempunyai pilihan sebagai berikut. Kebanyakan responden mengurus ekspor dan impor barang jadi dengan persentase lebih tinggi dibandingkan lainnya yaitu
69
masing-masing sebesar 18,75%. Persentase hampir merata (sebesar 12,5%) digunakan untuk laporan realisasi impor, NPIK, dan NPIK elektronik. Sedangkan sisanya digunakan untuk mengurus impor daging sapi, importir terdaftar, kosmetika, dan perubahan NPIK. Terkait jumlah hari yang dibutuhkan responden untuk memperoleh ijin dengan pengurusan via sistem online INATRADE (Tabel 34). Mayoritas responden menjawab 7 hari adalah sebesar 33,33%. Patut diapresiasi juga, ada responden yang mempunyai pengalaman lebih singkat yang direpresentasikan dengan jawaban 3 hari yaitu sebesar 15,87%. Cukup banyak juga responden yang menjawab pilihan lebih dari 14 hari dengan persentase sebesar 28,57%. Responden yang menjawab pilihan 30 hari sebesar 9,52%. Sedangkan responden yang belum pernah mencoba sistem ini sehingga tidak mengisi sebesar 12,7%. Beragamnya pengalaman responden dalam memperoleh ijin perlu menjadi pertimbangan pengelola sistem agar tidak memunculkan kesan perbedaan prioritas dalam mekanisme perolehan ijin yang dilakukan oleh setiap individu. Tabel 34. Jumlah Hari untuk Memperoleh Ijin
Pilihan 3 hari 7 hari > 14 hari 30 hari Tidak mengisi Total
Freq. 10 21 18 6 8 63
Percent 15.87 33.33 28.57 9.52 12.70 100.00
Sumber : Data primer diolah
Tabel 35 menunjukkan tingkat kejelasan informasi tentang prosedur, biaya, syarat, dan waktu yang diberikan dalam petunjuk sistem online INATRADE. Mayoritas responden
Pilihan A B C
Freq.
Percent 1070 15.87 21 33.33 18 28.57
sebesar 55,56% menjawab jelas, responden yang menjawab kurang jelas sebesar 30,16%. Jawaban ekstrim dari responden sangat tidak jelas juga ada meskipun persentasenya kecil yaitu sebesar 3,17%. Bagi responden yang belum mencoba sehingga tidak mengisi memiliki persentasesebesar 11,11%. Temuan ini mendukung sebelumnya dimana tingkat kejelasan informasi baik dari segi prosedur, waktu, hingga biaya mencapai persentase diatasnya. Tentu, yang patut diperbaiki dan dicarikan jalan keluar adalah masih adanya responden yang merasa kurang jelas dengan informasi yang dimuat dalam sistem INATRADE. Pemilihan kata yang tepat dan sederhana dengan tampilan visual yang tidak mencolok dapat menjadi pertimbangan bagi pengelola sistem INATRADE. Tabel 35. Tingkat Kejelasan Informasi Sistem INATRADE
Pilihan Tidak Jelas Kurang Jelas Jelas Sangat Tidak Jelas Tidak Mengisi Total
Freq. 0 19 35 2 7 63
Percent 0.00 30.16 55.56 3.17 11.11 100.00
Sumber : Data primer diolah
P ilih a n A B C D T id a k m e n g is i T o ta l
F re q . 0 1 9 3 5 2 7 6 3
P e rce n t 0 .0 3 0 .1 5 5 .5 3 .1 1 1 .1 1 0 0 .0 71
0 6 6 7 1 0
6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Bagian ini akan memberikan kesimpulan dan saran terkait hasil studi yang telah dilakukan
sebelumnya. Berikut hasil temuan dari studi implementasi pelaksanaan
INATRADE. 1.
Sistem INATRADE masih memiliki beberapa permasalahan dan hambatan. Permasalahan tersebut diantaranya pengguna masih merasa sulit memperoleh informasi dari situs INATRADE dikarenakan informasi item dokumen tidak tersaji lengkap sehingga memunculkan perbedaan item dokumen disitus dengan petugas lapangan, sistem seringkali tidak mengupdate status ijin pemohon sehingga status pengurusan dokumen menjadi terlambat, dan pengguna belum cukup paham tahapan penggunaan INATRADE dikarenakan bahasa yang digunakan masih sulit dipahami. Sedangkan hambatan yang muncul berupa koneksi internet yang lambat disinyalir menyebabkan sistem INATRADE dianggap sering error, tidak semua pelaku usaha mengetahui serta menggunakan hak akses sistem INATRADE, dan tidak semua daerah menggunakan pelayanan satu atap dalam implementasi sistem INATRADE.
2.
Sistem INATRADE dibuat untuk memberikan manfaat bagi para penggunanya. Periode sebelum merepresentasikan responden yang baru pertama kali menggunakan sistem sedangkan periode sesudah merupakan responden yang telah menggunakan sistem. Manfaat kemudahan dalam mengakses INATRADE untuk periode sebelum sebesar 95,16% sedangkan sesudah 84,78%. Manfaat kemudahaan dalam mengecek atau memonitor ijin untuk periode sebelum sebesar 93,65% atau sesudah sebesar 72
84,78%. Manfaat kemudahan dalam membantu proses kelengkapan dokumen untuk periode sebelum sebesar 93,65% dan sesudah 84,78%. Manfaat kemudahan dalam memberikan layanan prioritas perijinan untuk periode sebelum sebesar 86,44% dan sesudah 89,36%. 3.
Sosialisasi yang dilakukan pihak pengelola INATRADE telah dilakukan dengan baik. Persepsi responden yang memberikan penilaian sangat baik dan baik cukup tinggi masing-masing sebesar 9,24% dan 76,47%. Sistem INATRADE sudah diketahui oleh sebagian besar responden dan responden yang sudah mengetahui sistem tersebut telah menggunakannya. Ini ditunjukkan dengan mayoritas responden yang menjawab Ya untuk keduanya masing-masing sebesar 98,32% dan 94,96%. Mayoritas responden bukan pengguna pertama dari sistem INATRADE. Responden yang menjawab telah menggunakan lebih dari sekali mencapai 54,62% sedangkan responden yang baru pertama kali hanya 42,86%.
4.
Mayoritas responden merasakan peningkatan manfaat dan terbantu dengan sistem INATRADE. Responden yang memberikan penilaian sangat bermanfaat dan bermanfaat masing-masing sebesar 26,89% dan 68,91%. Responden yang memberikan penilaian sangat terbantu dan terbantu masing-masing sebesar 38,66% dan 57,14%. Responden yang merasakan peningkatan manfaat dalam bentuk kepraktisan pengurusan beragam dokumen perjinan cukup besar. Bagi responden yang baru pertama kali menggunakan INATRADE dan menjawab Ya sebesar 76,47%. Sedangkan responden yang telah menggunakan INATRADE dan menjawab Ya sebesar 89,23%. Sistem INATRADE belum memberikan keseragaman waktu yang dibutuhkan 73
oleh pemohon untuk menyelesaikan pengurusan dokumen. Responden memberikan jawaban selesainya dokumen dalam 3 hari sebesar 35,29%; lebih besar 14 hari sebesar 46,22%; lebih besar 30 hari sebesar 6,72%; dan tidak mengisi sebesar 11,76%. 5.
Sistem INATRADE memberikan kemungkinan yang kecil bagi jasa perantara untuk terlibat dalam pengurusan dokumen . Responden yang menjawab tidak memungkinkan adanya jasa perantara sebesar 68,91% sedangkan yang masih dan tidak menjawab masing-masing sebesar 25,21% dan 5,88%.
6.
Pengelola sistem INATRADE bisa memperhatikan dan proaktif terhadap komplain atau pengaduan yang diberikan oleh pengguna. Responden yang memberikan penilaian sangat baik dan baik terkait respon petugas terhadap pengajuan komplain atau pengaduan masing-masing sebesar 24,44% dan 64,44%. Responden yang memberikan penilaian terkait tindak lanjut pengaduan sistem INATRADE untuk kategori ditindaklanjuti dan ditanggapi masing-masing sebesar 44,44% dan 48,89%.
6.2 Saran 1.
Sistem INATRADE perlu mempertimbangkan adanya kegiatan sosialisasi dan mekanisme pemanduan serta pendampingan terhadap pengguna yang dilakukan secara massif hingga tingkat daerah atau SKPD teknis.
2.
Sistem INATRADE perlu memperbaiki tampilan, pilihan kosakata, dan kinerja karena masih ada responden yang mengeluhkan sistem sering error, tahapan pengisian masih berbelit, bahasa yang digunakan sulit dipahami, lokasi pengurusan tidak satu atap, serta terlalu banyak pihak yang terlibat. 74
3.
Sistem INATRADE sebaiknya memberikan kepastian tidak adanya perantara dalam pengurusan dokumen yang sudah terkomputerisasi. Masih adanya responden yang memberikan jawaban kemungkinan adanya pihak ketiga yang ikut andil dalam membantu kelancaran proses pengurusan dokumen harus dihilangkan.
4.
Sistem INATRADE perlu memberikan jaminan kepastian dan ketepatan waktu terhadap prosedur pengurusan dokumen yang sedang diajukan oleh pemohon. Masih ada responden yang memberikan penilaian tidak seragam terkait jumlah hari yang dibutuhkan untuk mengurus dokumen via INATRADE.
75
DAFTAR PUSTAKA
ASEAN Secretariat. 2005. Agreement to Establish and Implement the ASEAN Single Window. Kuala Lumpur, 9 December 2005 ASEAN Secretariat, 2006. 8th Meeting of the ASW Task Force for the ASEAN Single Window. Technical Guide of ASEAN Single Window and National Single Windows Implementation (ASW Technical Guide).
ASEAN Secretariat. 2006. Protocol to Establish and Implement The ASEAN Single Window.
ASEAN Secretariat. 2008. ASEAN Economic Community Blueprint. January 2008
Ditjen Daglu. 2011. Presentasi Dirjen Perdagangan Luar Negeri dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2011.
Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Le, Quang Anh. ASEAN Single Window for Trade Facilitation and ASEAN Integration by 2015. SPECA-ASEAN UNeDOCS Seminar, April 2007
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Pengesahan Agreement to Establish and Implement the Asean Single Window (Persetujuan untuk Membangun dan Melaksanakan ASEAN Single Window) beserta Protocol to Establish and Implement the Asean Single Window (Protokol untuk Membangun dan Melaksanakan ASEAN Single Window)
76
Term of Refference Single Window (SW) Sistem dalam rangka National Single Window (NSW) Implementation dan mendukung Joint to ASEAN Single Window (ASW). Disampaikan
pada
Penyelenggaraan
Workshop
Nasional
Perumusan
dan
Pembahasan SW-Sistem untuk Indonesia. Jakarta, Februari 2007 Sukmadinata, Syaodih Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Susila, Wr., Ernawati M. 2007. Penggunaan Analytical Hierarchy Process Untuk Penyusunan Prioritas Proposal Penelitian. Informatika Pertanian Volume 16 No. 2
UNECE. 2006. A Roadmap towards Paperless Trade. New York and Geneva: United Nations Economic Commission for Europe.
UNESCAP. 2002. Trade Facilitation Handbook for the Greater Mekong Sub-region. New York, NY: United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific.
Warta Bea Cukai Tahun XXXVII Edisi 371 Oktober 2005
77