EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM CSR PGN POSKO PENGUNGSIAN ERUPSI GUNUNG KELUD DENGAN NGO FILANTROPIS RZ SEBAGAI PENGELOLANYA
Oleh : Muhammad Fauzan Ulva Pembimbing Dr. Erwin Saraswati, Ak., CPMA., CSRS Abdul Ghofar, DBA., Ak., CPMA
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengelolaan dana CSR sebuah perusahaan yang diserahkan kepada pihak di luar perusahaan. Pengelolaan dengan cara ini diperbolehkan oleh Undang-undang yang berlaku di Indonesia. Sampel penelitian yang digunakan adalah pelaksanaan program Dapur Umum Bencana Gunung Kelud pada tahun 2014 yang didanai oleh PGN dengan RZ sebagai pelaksananya. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah pustaka data sekunder berupa laporan kegiatan internal RZ kepada PGN dan laporan tahunan PGN, yang dianalisa kesesuaiannya dengan teori CSR, Teori Manajemen Bencana, dan GRI Index. Dalam Penelitian ini ditemukan bahwa Pelaksanaan dengan metode kerjasama sudah cukup sesuai dengan teori Piramida CSR, Teori Manajemen Bencana, dan GRI Index, meskipun dalam beberapa hal belum sesuai. Keyword : CSR, Piramida CSR, RZ, PGN, Manajemen Bencana, GRI Index
Latar Belakang CSR (Corporate Social Responsibility) di dunia dimulai pada munculnya istilah "Corporate Social Responsibility" yang muncul di publikasi berjudul "Social Responsibilities of Business" yang ditulis oleh William Bowen pada tahun 1953. CSRadalah keberlanjutan dari komitmen oleh bisnis untuk berkontribusi ke pembangunan ekonomi sembari memperbaiki kualitas kehidupan para pekerja dan keluarganya, juga komunitas dan masyarakat dalam skala luas. Komitmen tadi diwujudkan dengan cara berkontribusi ke pembangunan ekonomi
dengan memperhatikan keberlanjutan serta kepentingan Stakeholder secara luas. Dalam konsep "Piramida CSR" ada 4 macam tanggung jawab yang terkandung dalam pelaksanaan CSR, yaitu tanggung jawab filantropis, tanggung jawab etis, tanggung jawab legal, dan tanggung jawab ekonomis. Tanggung jawab etis muncul kepada perusahaan terhadapStakeholder perusahaan yaitu para karyawan dan penduduk sekitar perusahaan beroperasi. Tanggung jawab filantropis muncul dalam bentuk kegiatan yang bersifat pemberian tanpa berharap adanya pengembalian kepada perusahaan.
Semua tanggung jawab harus dilandasi oleh tanggung jawab ekonomis untuk menjamin daya tahan perusahaan dalam jangka panjang (Adhima, Fauzan, 2013). Jika keempat tanggung jawab tadi terpenuhi barulah perusahan dapat dikatakan perusahaan yang baik yang saat ini disebutGood Corporate Citizen (Atiningsih, Suci, 2012). Pelaksanaan CSR di Indonesia diatur menurut UU no. 40 tahun 2007.Pada pasal 74 UU tersebut mewajibkan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengansumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Peraturan lainnya adalah UU pasal 25 tahun 2007 pasal 15 ayat b yang mewajibkan penanam modal untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaa. Sedangkan panduan rinci pelaksanaan CSR diatur melalui peraturan khusus untuk BUMN melalui Peraturan Mentri BUMN no. PER 05/MBU/2007 yang berisi pedoman PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan). Pada intinya BUMN harus melaksanakan CSR-nya untuk 2 macam fokus kegiatan program pelaksanaan CSR BUMN, yang pertama "program kegiatan kemitraan" yang beorientasi pada ekonomi dan "program kegiatan bina lingkungan" yang memiliki cakupan bantuan korban bencana alam, bantuan pendidikan atau pelatihan, bantuan peningkatan kesehatan, bantuan pengembangan sarana/prasarana, bantuan sarana ibadah, dan bantuan pelestarian alam. PKBL ini bisa dikelola sendiri atau diserahan pada pihak lain untuk dikelola. Menurut UU no. 24 tahun 2007 bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Menurut konsep penanganan bencana, ada 4 tahap dalam manajemen bencana, yaitu Mitigasi, Persiapan, Tanggap Darurat, dan Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Kaidah dalam penanganan bencana sudah terkandung dalam konsep "segitiga pertahanan sipil" yang penjabarannya ada dalam konvensi Jenewa. Konsep segitiga pertahanan sipil memiliki arti bahwa dalam kondisi kebencanaan, pihak-pihak yang seharusnya terlibat adalah pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Konsep segitiga pertahanan sipil di Indonesia digunakan dalam lambang BNPB dan BPBD yang mendasari segala bentuk kegiatan dalam manajemen bencana. Berdasarakan UU no. 24 tahun 2007 juga diatur bahwa lembaga usaha dapat membantu upaya penanggulangan bencana dengan cara menyesuaikan kegiatannya dengankebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana, menyampaikan laporankepada pemerintah dan/atau badan yang diberi tugasmelakukan penanggulangan bencana sertamenginformasikannya kepada publik secara transparan, dan mengindahkan prinsipkemanusiaan dalam melaksanakan fungsi ekonominyadalam penanggulangan bencana. PGN selaku salah satu perusahaan yang melaksanakan CSR semenjak tahun 2009 sudah menerapkan CSR sesuai peratura yang beraku, termasuk pelakanaan project Posko Gunung Kelud selama masa tanggap darurat erupsi Gunung Kelud di bulan Februari 2014 yang dikelola oleh RZ, sebuah lembaga Filantropis Religius, yang memiliki fokus pada pengelolaan dana-dana filantropis seperti Zakat, Infaq, Shodaqoh, Wakaf, dan CSR untuk dijadikan berbagai macam program yang sudah menjadi mitra pengelola CSR PGN di bidang kesehatan
sejak tahun 2010. PGN sendiri yang bergerak di bidang energi, dengan gas alam sebagai sumber energi yang diekstrak, memiliki dampak negatif terhadap masyarakat berupa resiko keamanan yang mereka tanggung di sepanjang jalur penyaluran pipa gas dari tambang menuju ke industri-industri yang menjadi konsumennya,sehingga PGN harus melakukan upaya kompensasi terhadap masyarakat yang berada di sekitar daerah produksi, beserta jalur pipa distribusi gasnya. Teori Legitimasi Teori Legitimasi berpendapat bahwa sebuah organisasi akan berupaya untuk memastikan mereka dapat beroperasi secara terus menerus dalam masyarakat dimana mereka tinggal, dengan cara memastikan bahwa cara mereka beroperasi dapat dterima oleh norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut (Deegan 2000). Dengan pola pikir demikian, sebuah perusahaan diharuskan dapat memenuhi harapan dari masyarakat tempat perusahaan tersebut beroperasi, karena perusahaan tersebut sudah terikat "Kontrak Sosial" yang tidak tertulis namun sangat menentukan legitimasi berjalannya perusahaan di masyarakat tempat perusahaan beroperasi. Selanjutnya harapan dari masyarakat tersebut akan memunculkan tuntutan agar perusahaan melakukan beberapa aktivitas yang dikehendaki oleh Masyarakat tempat perusahaan tersebut beroperasi, yang jika gagal dipenuhi akan mengancam legitimasi berjalannya perusahaan tersebut (Deegan 2000). Limbdolm (1994) dalam buku Nor Hadi (2011,88), juga menyebutkan bahwa Legitimasi adalah proses dinamis yang memilliki arti bahwa publik akan mengevaluasi terus menerus mengenai metode output korporasi serta tujuannya apakah selaras dengan ekspektasi mereka
yang terus berubah. Ada "celah legitimasi" antara tindakan perusahaan dan harapan publik, yang secara lanjut juga berubah-ubah jaranya sesuai tindakan yang diambil perusahaan. Perusahaan harus mengambil sikap dan menjawab tuntutan perubahan dari publik, karena jika tidak maka "celah legitimasi" tadi akan semakin melebar dan menimbulkan konflik antara perusahaan dan publik. Terlebih jika dukungan aktif maupun pasif dari perusahaan kepada publik’’ Gray et.al,(1996) dalam buku Nor Hadi (2011,88) berpendapat bahwa legitimasi merupakan Pandangan yang berorientasi pada sistem dari sebuah organisasi dan masyarakat. Pandangan tersebut membuat kita bisa fokus pada peran informasi dan pengungkapan dalam hubungan antara organisasi, pemerintah, individu, dan grup" Teori Stakeholder Teori Stakeholder berpendapat bahwa setiap organisasi memiliki Stakeholder yang menentukan jalannya perusahaan dan perlu diperlakukan adil sesuai daya pengaruh yang dia miliki terhadap jalannya perusahaan, yang dibagi menjadi Stakeholder Primer dan Stakeholder Sekunder (Clarkson, 1995 dalam Deegan, 2000) yang memiliki perbedaan bahwa Stakeholder Primer memiliki pengaruh lebih dalam perusahaan, dikarenakan mereka memiliki akses dan pengendalian lebih terhadap Sumber Daya Perusahaan seperti Pemegang Saham, Manajer, dimana keterlibatannya menentukan hidup/matinya perusahaan secara langsung dan mereka mendapat manfaat dari kegiatan perusahaan secara langsung, sedang Stakeholder Sekunder merupakan Stakeholder yang keterlibatannya tidak menentukan hidup/mati dan keberlanjutan perusahaan secara langsung dan mereka juga mendapat manfaat secara tidak langsung, namun memegang peranan penting dalam
menentukan keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang. Contoh Stakeholder primer adalah Manajer, Pemegang Saham, Karyawan, Kreditor, dan Supplier sedang contoh Stakeholder Sekunder adalah Media Massa, Pemerintah, Lembaga Pengaturan Dagang, Komunitas Lokal, dan Aliansi Buruh. Cabang Etis dari Teori Stakeholder menyatakan bahwa setiap Stakeholders berhak diperlakukan dengan baik dan adil, karena setiap Stakeholders memiliki hak intrinsik terhadap jalanya perusahaan, meskipun di sisi lain ada cabang Teori Stakeholder Manajerial yang menyatakan bahwa ada beberapa Stakeholders yang memiliki kekuatan terkuat dan memegang sumber daya strategis yang penting bagi jalannya perusahaanlah yang harus diberikan apresiasi lebih. Kedua pandangan tersebut sama-sama benar karena pada akhirnya dalam jangka panjang kedua jenis Stakeholder sama-sama harus diberikan informasi dan memiliki hak untuk diberikan apresiasi sesuai dengan peran yang dimiliki terhadap jalannya perusahaan, agar keberlanjutan perusahaan dapat terjamin dalam jangka panjang. Teori stakeholder juga mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007 dalam Adhima) Pada intinya teori stakeholder mengisyaratkan bahwa perusahaan tidak berdiri sendiri dalam menjalankan operasionalnya, melainkan memiliki banyak pihak yang sama-sama berkepentingan, baik secara primer yang terlibat langsung dengan operasi perusahaan yaitu Manajer, Pemegang Saham, Karyawan, Kreditor, Supplier dan sekunder yang tidak terlibat
langsung namun merasakan dampak dari operasional perusahaan yaitu Media Massa, Pemerintah, Lembaga Pengaturan Dagang, Komunitas Lokal, dan Aliansi Buruh. Untuk menjamin operasi perusahaan berjalan dengan lancar, dibutuhkan keselarasan dan pemenuhan di antara semua kepentingan. Teori Siklus Manajemen Bencana Manajemen Bencana merupakan proses dinamis tentang bekerjanya fungsifungsi manajemen yang selama ini dikenal yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling. Cara kerja manajemen bencana adalah melalui kegiatan-kegiatan yang ada pada tiap kuadran/siklus/bidang kerja dalam kebencanaan yaitu pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan, tanggap darurat, serta pemulihan (Nurjanah et al, 2012) Siklus manajemen bencana merupakan rangkaian fase dalam menghadapi bencana yang menjadi landasan mengenai beragam kegiatan yang digunakan untuk membuat beragam kegiatan teknis (Kusumasari Bevaola, 2014). Meniru Nick Carter dalam buku The Disaster Management Cycle siklus manajemen bencana digambarkan sebagai berikut Mitigasi dan Kesiapsiagaan
Pencegahan
Saat Bencana
Tanggap Darurat
Pemulihan dan Pembngunan Kembali
Kegiatan utama menurut dalam tiap siklus sangat berbeda antara satu dengan lainnya, yang secara lebih dalam dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Tahap Pencegahan : Tahapan ini difokuskan pada membuat berbagai macam perencanaan yang meliputi Rencana Penanggulangan Bencana, Rencana Mitigasi, Rencana Kontinjensi, Rencana Operasi, dan Rencana Pemulihan. 2. Tahap Mitigasi dan Kesiapsiagaan : Tahapan ini difokuskan pada upaya untuk meningkatkan dan membangun kapasitas masyarakat untuk menghadapi kondisi bencana dengan harapan ketika bencana terjadi masyarakat lebih siap menghadapinya. Pada tahapan ini pembangunan ICS (Incident Command System) yang pada saat tanggap darurat diperlukan juga mulai dijalankan. 3. Tahap Saat Bencana : Pada tahapan ini kapasitas masyarakat yang sudah dibangun harus dapat didayagunakan, terutama kemampuan evakuasi diri. 4. Tahap Tanggap Darurat : Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah pengorganisasian dan pemulihan secara cepat terhadap dampak bencana yang terjadi, serta pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana secara cepat. Periode ini merupakan periode yang sangat kritis bagi kesuksesan penanganan korban bencana pada tahap selanjutnya, serta keselamatan masyarakat secara umum. 5. Tahap Pemulihan dan Pembangunan Kembali : Fokus pada tahapan ini adalah pemulihan dari kondisi rusak pasca bencana menjadi pulih, dan bahkan jika bisa lebih baik daripada kondisi sebelumnya.
Definisi CSR Konsep Corporate Social Responsibility pertama kali dicetuskan oleh William Bowen pada tahun 1953 dalam tulisannya yang berjudul "Social Responsibilities of Business", yang selanjutnya perlahan-lahan berkembang pada tahun 1960-an dengan ditandai ditandai mula terdefinisikannya CSR dengan
beberapa ahli seperti Keith Davis, Frederick, McGuire, dan Walton. Selanjutnya pada tahun 1970-an perkembangan konsep CSR mulai menajam mengarah kepada penekanan alternatif dari CSR seperti Corporate Social Responsiveness dan Corporate Social Performance bermunculan dengan ahli-ahli seperti Steiner, Eells, Walton, juga Carroll. Pada tahun 1980-an riset mengenai CSR mulai mengarah kepada pembentukan lanadasan teori dan upaya untuk menjelaskan CSR menggunakan Teori Legitimasi, Teori Stakeholder, dan Teori etika bisnis. Pada tahun 1990-an perkembangan riset CSR mengarah kepada riset mengenai pengukuran kinerja CSR. (Carroll 1991). Selanjutnya setelah tahun 1991 kesadaran mengenai isu lingkungan mulai menguat hingga muncul berbagai event yang bertujuan menyepakati upaya pecegahan kerusakan lingkungan seperti KTT Rio 1992 yang menyepakati upaya penanganan dampak kerusakan lingkungan oleh operasi bisnis dan munculnya konsep Triple Bottom Line oleh John Elkington pada tahun 1997 dan dan mulai bermunculannya berbagi macam panduan pelaporan dan pengukuran performa lingkungan seperti Introducing Environmental Reporting oleh Konfederasi Industri Inggris pada tahun 1993, A Framework for Public Environmental Reporting : An Australian Approach oleh Environment Australia, dan Global Reporting Initiative Index oleh Global Reporting Initiatives. Setelah tahun 2000 riset mengenai CSR dan pelaporannya mulai terstruktur masuk ke dalam berbagai Undang-Undang dan kesepakatan Internasional, sehingga dapat diatakan hampir semua perusahaan saat ini melaksanakan dan melaporkan CSR, meskipu demikian hingga saat ini belum ada kesepakatan secara resmi secara definitif mengenai apa itu CSR, meskipun ada beberapa definisi berbeda,yaitu :
1.
2.
3.
4.
Menurut World Bank : CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, peningkatan kesejahteraan karyawan, keluarganya, komunitas secara lokal, dan masyarakat secala luas, untuk meningkatkan taraf kehidupan, dalam jalan yang sama-sama baik untuk bisnis dan untuk pembangunan. Menurut Carroll (1983) : CSR adalah upaya perusahaan untuk menjalankan perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai berikut menguntungkan secara ekonomis, mematuhi peraturan hukum, dan mendukung upaya etis dan sosial. Secara lanjut untuk menjadi bertanggung jawab secara sosial perusahaan harus menguntungkan terlebih dahulu dan mematuhhi peraturan hukum, untuk selanjutnya bisa mendukung masyarakat dengan kontribusi uang, waktu, dan bakat. (Carroll 1983 dalam Wayne Visser 1991). Keith Davis : CSR adalah keharusan bagi perusahaan untuk menjawab isu yang lebih luas daripada isu ekonomis, teknis, dan keabsahan hukum dari suatu perusahaan. Perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol atas proses pengambilan keputusannya agar memiliki efek yang menguntungkan secara sosial sekaligus menguntungkan secara ekonomi seperti tujuan tradisional perusahaan. Itu artinya tanggung jawab sosial harus dilakukan lebih dari sekedar melaksanakan hukum yang ada, karena jika demikian maka setiap pihak dalam masyarakat sudah pasti akan melakukannya. (Davis 1973, dalam Carroll 1999) Eells dan Walton : Dalam artian paling luas CSR merepresantsikan perhatian terhadap kebutuhan dan tujuan dari
sebuah masyarakat jauh lebih luas dari sekedar tujuan bisnis. Hingga saat inipun sistem bisnis hanya dapat hidup dalam suasana masyrakat yang bebas, gerakan CSR merepresantasikan perhatian yang luas dari peran bisnis untuk memperbaiki keteraturan sosial masyarakat. (Eells dan Walton 1974 dalam Carroll 1999) 5. Epstein : CSR berkaitan erat dengan usaha mencapai hasil yang menguntungkan bagi Stakeholder bukan yang malah merugikan. Kebenaran secara normatif dari hasil kebijakan perusahaan harus menjadi perhatian utama dari CSR. (Epstein 1987 dalam Carroll 1999) Dari sekian banyak definisi CSR dapat ditarik kesimpulan bahwa CSR Merupakan upaya lebih luas dari sekedar memenuhi tujuan bisnis dan legalitas hukum, untuk dapat memberikan manfaat lebih kepada masyarakat selaku Stakeholder yang lebih luas, dengan harapan dapat memberikan keuntungan jangka panjang terhadap perusahaan sekaligus memperbaiki keteraturan sosial di masyarakat melalui peran bisnis. Piramida Tanggung Jawab CSR Dalam konsep piramida tanggung jawab yang digagas Carroll disebutkan bahwa pelaksanaan CSR memiliki 4 dimensi tanggung jawab yang saling berkaitan. Tanggung jawab tersebut adalah tanggung jawab ekonomis, legal, etis, dan filantropis. Keempat tanggung jawab tadi saling berkaitan antara satu sama lain, dalam bentuk saling mendasari antar keempatnya berturut-turut dari tanggung jawab ekonomis, legal, etis, dan filantropis. Gambar Piramida CSR menurut Carroll :
Filantropis Tanggung Jawab Etis Tanggung Jawab Legal
2. 3.
4.
Tanggung Jawab Ekonomis
Piramida Tanggung Jawab CSR Struktur tanggung jawab dalam piramida CSR tersebut juga dapat diartikan bahwa tanggung jawab ekonomis akan mendasari seluruh kegiatan CSR dan tanggung jawab di atasnya, disusul tanggung jawab legal yang merupakan kewajiban perusahaan untuk taat hukum, juga untuk menunaikan tanggung jawab etis perusahaan terhadap lingkungan, disertai semangat filantropis perusahaan untuk berbagi. Standard Pengungkapan Kegiatan Bertemakan Masyarakat dalam Sustainability Report oleh Global Reporting Initiative, G4-SO1 Global Reporting Initiatve memiliki guidance atau petunjuk untuk pengungkapan berbagai kegiatan yang mendukung terciptanya keberlanjutan sebuah entitas. Hal tersebut termasuk juga kegiatan yang berkaitan dengan masyarakat, dimana kegiatan CSR diimplementasikan. Subbagian dari Guidance Report yang menjabarkan petunjuk pengungkapan pada perusahaan ada dalam G4-SO1 yang secara detail mengatur mengenai petunjuk pengungkapan yang berkaitan dengan implementasi kegiatan sebuah entitas pada komunitas masyarakat lokal. Secara rinci ada 8 petunjuk pengungkapan yang ada dalam G4-SO1 yaitu : 1. Assesmen dampak Sosial, termasuk dampak gender, berdasarkan proses partisipasi
5.
6.
7.
8.
Assesmen dampak lingkungan, dan pemantauan berkelanjutan Pengungkapan publik atas hasil asesmen dampak lingkungan dan sosial Program pengembangan masyarakat lokal berdasarkan kebutuhan masyarakat lokal Rencana pelibatan pemangku kepentingan berdasarkan pemetaan pemangku kepentingan Komite konsultasi masyarakat lokal berbasis luas dan proses yang menyertakan kelompok rentan. Dewan kerja, komite kesehatan dan keselamatan kerja, dan badan perwakilan karyawan lainnya untuk menangani dampak Proses pengaduan formal masyarakat lokal.
Kerjasama Pelaksanaan CSR PGN oleh RZ Pelaksanaan CSR oleh PGN selaku BUMN di bidang pertambangan gas alam bekerjasama dengan RZ selaku lembaga filantropis Internasional dimulai pada bulan Mei tahun 2010 dengan bentuk program "Armada mobil sehat PGN" sebagai bentuk komitmen Perseroan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal disekitar wilayah operasi PGN. Layanan kesehatan yang diberikan mencakup: pemerikasaan kesehatan umum, kehamilan, pemerikasaan balita serta sosialisasi pola hidup bersih dan sehat. Selain itu fasilitas ini juga memberikan pengetahuan tentang bisnis Perusahaan kepada masyarakat. Kerjasama ini berlanjut pada tahun 2011 dalam bentuk menambah 4 unit mobil sehat, bekerjasama dengan Rumah Zakat Indonesia untuk meningkatkan kesehatan masyarakat daerah terpencil di wilayah operasi PGN. dengan total penerima manfaat layanan kesehatan sebanyak 37.633 orang ditambah posko
mudik sehat PGN. Tahun 2012 layanan mobil sehat PGN tetap berlanjut dengan penerima layanan manfaat kesehatan sebesar 36.212 orang. Tahun 2013 layanan mobil sehat PGN tetap berlanjut, ditambah posko mudik lebaran di terminal Bungurasih dengan fasilitas kesehatan, penyediaan fasilitas hiburan seperti televisi, internet, pemutaran musik, video games, doorprize serta layanan pijat gratis. (Sustainability Report PGN 2010-2013) Manajemen Posko Posko adalah pusat komando dari sebuah misi untuk dilaksanakan, dalam kebencanaan posko berfungsi sebagai pusat kendali atas semua kegiatan yang dilakukan, mulai dari tempat berkumpul dan mengambil keputusan, tempat melaksanakan program yang dijalankan, tempat melapor bagi relawan yang bertugas, tempat mencari sumber informasi, dan tempat melakukan segala aktivitas manajerial. Teori yang bisa dijadikan landasan untuk menstandardkan posko siaga bencana yang ideal, adalah : 1. Teori Manajemen Bencana, Penerapan teori manajemen bencana dapat memberlikan panduan mengenai kondisi yang harus dihadapi, kendala, filosofi, dan gambaran umum dalam kegiatan penangaan kebencanaan. 2. Incident Command System, Incident Command System adalah sistem manajerial yan secara khusus digunakana dalam menangani situasi darurat. Pada awalnya sistem ini digunakana untuk menangani kebakaran hutan, selanjutnya sistem ini digunakan untuk menangani berbagai bentuk kondisi darurat, seperti menangani bencana, menjalankan komand dalam perang, menangani operasi kriminal, hingga menangani operasi anti terorisme.
Dalam teori manajemen bencana terutama dalam bagian Tanggap Darurat, disebutkan bahwa permasalahan terbesar yang dihadapai dalam kebencanaan adalah Incident Comman System adalah sebuah sistem manajemen yang ditemukan pada 1968 oleh pemadam kebakaran di Arizona untuk mengatasi kebakaran hutan yang luas dan liar pada saat itu. Dalam rangka mengatasi kebakaran hutan. Selanjutnya pada tahun-tahun selanjutnya diadaptasi dalam penanganan beragam kejadian yang bernuansa darurat, seperti perang, pengendalian bencana, penanganan kecelakaan, penanganan kriminal, hingga terorisme. Unsur utama dari Incident Command System adalah Base (Markas), Communication Unit (Unit Komunikasi), Support Facility (Fasilitas Support). Manfaat dari penggunaan prinsip ICS adalah sebuah kegiatan penanganan keadaan darurat dapat berjalan dengan cepat, dan tepat dengan dukungan cepatnya akses informasi yang masuk dan cepatnya sebuah keputusan dapat diambil. Dapat diimpulkan bahwa standard pengelolaan posko Tanggap Darurat Bencana, minimal memiliki : 1. Kemampuan yang memadai untuk menghadapi beragam kendala yang ada dalam keadaan bencana 2. Daya dukung logistik dan kapabilitas memadai untuk mendukung terlaksananya program 3. Kemampuan komunikasi yang maksimal untuk pengambilan keputusan dengan cepat. 4. Alur administrasi dan informasi yang cepat dan jelas untuk mengambil keputusan. 4.4 Pelaporan kegiatan CSR sesuai standard GRI SO4 Bagi sebuah perusahaan yang (bla bla bla) mereka harus memenuhi Undangundang (nomor berapa ttg CSR) yang secara
tidak langsung akan memunculkan tuntutan pelaporan kegiatan CSR. Pada dasarnya belum ada peraturan khusus mengenai pelaporan kegiatan CSR, namun PGN memilih membuat laporan kegiatan CSRnya dengan menggunakan standard GRI (Global Reporting Initiatives), yang merupakan standard pelaporan CSR Internasional. Pelaporan sesuai GRI Index merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan sebuah perusahaan untuk mendapatkan kepercayaan publik atas laporan keberlanjutan yang disusun. GRI Index pada awalnya disusun pada tahun 1997 diawali dengan lembaga CERES (Coalition for Environmentally Responsible Economies) dengan maksud membuat sebuah standard kerangka kerja untuk mekanisme pengukuran akuntabilitas pelaporan bagi perusahaan yang mengikuti prinsip ekonomi yang bertanggung jawab secara lingkungan dari CERES. Pada tahun 2013 GRI meluncurkan GRI 4 yang menjadi standard yang bisa dipergunakan oleh berbagai perusahaan dalam menerapkan pelaksanaan kegiatannya yang berbasis lingkungan. Operasi Tanggap Darurat Letusan Gunung Kelud Februari 2014 di Kabupaten Kediri Gunung Kelud, yang terletak di Jawa timur mengalami peningkatan aktivitas sejak akhir 2013. Peningkatan aktivitas ini menjadi semakin jelas ketika pada tanggal 2 februari 2014 status gunung kelud dinyatakan meningkat dari normal menjadi waspada oleh PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Dari gejala alam meningkatnya aktivitas vulkanis gunung kelud tadi, persiapan-persiapan untuk bersiaga sewaktu-waktu Gunung Kelud meletus mulai dilakukan, termasuk penyiapan tempat tempat yang nantinya menjadi posko pengungsianseperti sekolah-
sekolah, balai desa, lapangan, dan fasilitas umum lainnya. Gunung Kelud meletus pada tanggal 14 februari tahun 2014 dan memaksa penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana mengungsi. Menurut data dari media online tempo.com pada tanggal 14 Februari 2015 jumlah pengungsi di Kediri mencapai 28.539 jiwa yang ebrasal dari area rawan dengan radius 10 km dari kawah gunung kelud. Pengungsi tadi mayoritas sekitar 80%, diungsikan ke daerah Wates dengan sisanya diungsikan ke desa Pasang, Gadungan, Pojok, Sumberagung, Janti, Karanganyar, Joho, Pagu, Plaosan, dan Duwet. Sehari setelah terjadi letusan guung kelud, pemerintah menetapkan masa Tanggap Darurat Bencana erupsi gunung kelud selama 7 hari, yang kemudian diperpanjang menjadi satu bulan dimulai dari 14 Februari 2014 hingga 21 Februari 2014, dan akan diperpanjang hingga 15 Maret 2014 (jpnn.com, 11 Maret 2014). Organisasi pemerintah yang mengkoordinasi jalannya operasi tannggap darurat gunung kelud adalah BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Jawa Timur dengan petugas lapangan BPBD Kabupataen Malang dan BPBD Kota Batu untuk area Malang Raya, BPBD Blitar untuk wilayah Blitar, dan SATLAK PB Kabupaten Kediri untuk wilayah kediri. Melalui fungsi oordiatif bencana yang dimilikinya, BPBD melakukan koordinasi antar SKPD terkait untuk melakukan penangan, sembari juga menjadi koordinator bagi unsur masyarakat yang ingin membantu pengungsi. Dalam operasi tanggap darurat bencana erupsi gunung kelud, keberadaan unsur relawan dari masyarakat sangat membantu terlaksananya operasi dengan baik, berbagi unsur masyarakat memberikan bantuannya masing-masing, termasuk unsur relawan yang membiayai kegiatannya secara mandiri ataupun ada sponsor di
belakangnya, termasuk Relawan RZ yang dibiayai melalui PGN selaku sponsor kegiatan. Hal-hal yang dilaksanakan selama operasi tanggap darurat ini antara lain : a. Penyediaan Hunian Sementara berupa tempat pengungsian b. Pembersihan rumah warga dari material vulkanik c. Pemenuhan kebutuhan hidup dasar (Sandang, Pangan, Papan, Toilet, dan Sarana Kesehatan) d. Penjagaan keamanan oleh aparat keamanan (TNI dan Polri) e. Trauma Healing f. Pengawasan kondisi gunung kelud oleh komunitas radio Operasi Tanggap darurat ini secara resmi selesai pada tanggal 15 Maret 2014 setelah ditutup oleh gubernur jatim Soekarwo setelah berlangsung selama 1 bulan. . Partisipasi RZ dan PGN dalam Operasi Tanggap Darurat PB di Kediri Sesuai dengan undang-undang (cari lagibro) kebencanaan, masyarakat dan dunia bisnis dapat turut serta dalam upaya Penanggulangan Bencana, sesuai dengan kemampuannya. Pada bencana Erupsi Gunung Kelud, PGN memutuskan untu bekerjasma dengan RZ dalam menyalurkan bantuan berupa paket posko dengan kelengkapan dapur umum, toilet portable, dan posko kesehatan. Dalam kesepakatan yang dijalankan antara RZ dan PGN, dapat disepakati bahwa PGN akan membanu upaya Peananganan Tanggap Darurat Erupsi Gunung Kelud dalam bentu RZ selaku lembaga filantropis juga ikut berkonrtibusi dalam penanganan operasi tanggap darurat PB Pasca Letusan Kelud dalam bentuk. pengoperasian Dapur Umum yang dananya menggunakan CSR Perusahaan Gas Negara. Dapur Umum ini
beroperasi selama 7 hari dimulai dari tanggal 16 Februari 2014 hingga 22 Februari 2014. SDM Pengelola Dapur Umum ad 16 orang yang terdiri dari 1 ketua dan 15 anggota, dengan dibantu 1 orang penasehat plus bantuan 10 orang SDM dari ibu-ibu pengungsi. Dapur Umum pengungsi Kelud ini memiliki target produksi sebanyak 7000 paket nasi secara akumulatif dengan target harian dapat memproduksi sebanyak 1000 paket per hari yang dibagi shift pagi dan shift sore masing-masing sebnyak 500 paket. Dapur Umum ini didirikan di SDN Siman 1 yang dijadikan posko bagi sekitar 500 pengungsi. Hasil produksi dari Dapur Umum ini didistribusikan ke pengungsi di posko sekitar, pengungsi di posko lain, relawan, penduduk sekitar, dan petugas pemerintahan dari TNI dan Polri. Dalam kontrak yang dilakukan oelh RZ dan PGN,disebutkan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh RZ, yaitu : 1. Penyediaan paket makanan kepada pengungsi sebanyak 7000 paket selama 7 hari. 2. Peyediaan layanan kesehatan sebanyak 300 orang selama 7 hari. 3. Penyediaan sarana toilet portable sebanyak 3 toilet selama 7 hari. 4. Pembelian tenda Dapur Umum dan kelengkapannya, selama 7 hari. Pelaksanaan project dilakukan di SDN Siman 1 Puncu, Kabupaten Kediri. Selain melaksanakan hal yang wajib disepakati dalam kontrak, posko PGN yang dilaksanakan oleh RZ juga diperbolehkan memberikan layanan tambahan berupa pendampingan sosial, truma healing, edukasi kesehatan, dan permainan bagi anak-anak pengungsian.. Pelaksanaan kerjasama tersebut harus dilaporkan oleh RZ dalam bentuk laporan internal, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk menyusun laporan keberlanjutan oleh PGN.
Dalam melaksanaka project posko pengungsian kerjasama antara PGN dan RZ, kedua belah pihak harus memenuhi standard pelaksanaan CSR baik dari segi filosofi, juga dari segi kepatuhan pelaksanaan sesuai regulasi dan kebutuhan pelaporan. Dari segi filosofi RZ selaku pelaksana dituntut untuk menjalankan project sesuai dengan filosofi tanggungjawab piramida CSR bagi PGN, yaitu tanggung jawab ekonomis, tanggung jawab legal, tanggung jawab sosial, dan tanggung jawab filantropis. Secara sederhana hal itu berarti project posko yang dilaksanakan oleh RZ dengan pembiayaan dari PGN harus bermanfaat secara ekonomis terhadap PGN, sesuai dengan undangundang yang berkaitan dengan pelaksanaan project, tidak mengharapkan imbal balik dari penerima manfaat program, dan memiliki prinsip filantropis. Pelaksanaan Program dari hari pertama hingga hari ketujuh Sesuai dengan hasil kesepakatan antara RZ dan PGN, maka pada tanggal 13 februari ditetapkan sebagai tanggal pertama dilaksanakan project posko tanggap darurat PGN dengan RZ selaku pelaksananya.Dalam project kali ini RZ memiliki ewajiban menyediakan posko pengungsian beserta layanan yang sudah di Pelaksanaan kegiatan program posko dapur umum dimulai pada saat malam hari tanggal 12 Februari 2014 bertepatan sejenak setelah terjadinya erupsi gunung kelud, diawali dengan negosiasi antara perwakilan Relationship Manager RZ kepada direktur CSR di PGN. Dalam pembicaraan awal tadi ditawarkan kerjasama antara RZ cabang Surabaya dan PGN berupa program posko dapur umum. Setelah pembicaraan selesai, diputuskan bahwa RZ cabang kediri akan menjadi pelaksana programnya. Selanjutnya pada tanggal 13 Februari 2014 dilakukan konsolidasi cabang Kediri
beserta relawan RZ yang hadir dari beberapa kota seperti Malang dan Surabaya, sejumlah kurang lebih 30 orang. Selain melakukan konsolidasi relawan, dilakukan juga survey cepat untuk menentukan berapa pengungsi yang bisa di tampung beserta daya dukung lingkungan sekitar. Hasil survey cepat yang dilakukan dapat diketahui bahwa di posko yang bersebelahan dengan SDN Siman 1 terdapat 500 penngungsi yang nantinya akan dijadikan sasaran Penerima Manfaat, hanya terdapat 4 kamar mandi yang dapat menyediaakan air bersih, dan tidak terdapat sarana kesehatan yang memadai. Hasil survey cepat yang dilakukan digunkan untuk menentukan program yang akan dilakukan selama 7 hari, dan disepakati bahwa program yang dilakukan mencakup program dapur umum dengan kapastitas 1000 porsi per hari yang dibagi menjadi 2 shift, tambahan toilet portable selama 7 hari, dan penyediaan klinik mobile. Selanjutnya pada hari pertama, pelaksanaan program dapur umum diawali dengan set up dapur umum di SDN Siman 1, Kediri. Pada tahapan ini dilakukan negosiasi dengan pihak warga, perangkat desa, dan penduduk sekitar untuk menentukan lokasi pendirian Dapur Umum, Klinik, dan Toilet Portable. Negosiasi dengan warga setempat dibantu oleh Relawan Setempat dari Team Relawan Jangkar Kelud. Selanjutnya Klinik ditempatkan di ruang balai desa, dapur umum diletakkan di halaman SDN Siman 1, dan Toilet Portable ditempatkan di pojok halaman depan SDN Siman 1, Kediri. Tantangan yang dihadapi oleh team pada hari pertama adalah koordinasi yang alurnya tidak beraturan dan minmnya waktu untuk mengambil keputusan dibandingkan ketersediaan jumlah SDM. Selain itu warga yang masih panik sulit untuk di kendalikan dan di atur. Pada hari kedua, pelaksanaan program difokuskan pada pembelian
peralatan yang masih kurang memenuhi dan pelibatan pengungsi dalam kerja-kerja posko, seperti membantu SDM dapur umum (10 orang ibu-ibu pengungsi), membagi tugas pengamanan area posko dengan pemuda setempat, mendirikan tenda, dan merencanakan pembelian barang-barang keperluan dapur umum. Pada hari kedua project posko gunung kelud mengambil keputusan dilakukan pembagian shift dapur umum, pembagian shift jaga relawan, pembagian shift jaga pemuda, penyiapan alur distribusi hasil produksi dapur umum, instalasi sarana kesehatan klinik, dan instalasi toilet portable. Pada hari ini juga Batch pertama dari produksi dapur umum terlaksana. Hambatan yang dihadapi pada hari kedua adalah hambatan dari warga yang belum terdata dengan baik sehingga perekrutan warga untuk membantu di dapur umum pun terhambat. Pada hari ketiga, pelaksanaan program berfokus pada stabilisasi pelaksanaan dapur umum dari yang sebelumnya masih memulai dengan tidak stabil, menjadi lebih stabil. Pada hari ini alur koordinasi yang pada hari-hari sebelumnya masih belum tertata degan baik, mulai rapi dan tertata, yang dapat dilihat dari mulai tertatanya perapian data pengungsi yang dicocokkan dengan data kependudukan oleh perangkat desa, mulai tertatanya koordinasi relawan dari beragam elemen untuk membantu di beragam tempat sesuai dengan bidangnya. Pada hari ke-tiga penduduk yang mengungsi sudah mulai mampu menata kehidupan sehari-hari mereka, meskipun kejenuhan mulai nampak pada raut muka pengungsi, terutama bagi anak-anak.Pada hari ini juga diadakan beragam kegiatan lain dilakukan untuk mengurangi kejenuhan yang dialami pengungsi seperti senam bersama, bermain ular tangga raksasa, dan penyuluhan kesehatan. Pada hari ke empat bantuan dalam bentuk beragam, berdatangan ke peosko-
posko pengungsian (dari berbagai kalangan, sayangnya kurang tepat dari segi distribusi dan kurang tepat dari segi jumlah dan bentuk) dengan dibantu oleh oleh Relawanrelawan, termasuk ke posko PGN yang menjadi project. Beragam barang bantuan yang masuk antara lain pakaian layak pakai, sembako, ikan lele hidup, beragam bahan makanan dan kebutuhan rumah tangga. Keberadaan bantuan logistik tersebut di satu sisi sangat membantu pemenuhan kebutuhan pegungsi, namun di sisi lain menambah permasalahan baru, yaitu munculnya potensi kecemburuan antar pengungsi terkait dengan pembagian barang kebutuhan rumah tangga. Tantangan yang muncul pada hari ke-empat adalah tantangan pendisribusian barang yang kurang sulit untuk tepat sasaran. (kegiatan juga berlanjut) Pada hari ke lima titik jenuh pengungsi mulai terlihat, hal initampak dari penduduk yang mulai kembali ke rumah masing-masing, untuk menata dan membersihkan rumah masing-masing dan mengembalikan fungsi rumahnya, meskipun hanya sekedarnya saja. Di satu sisi hal ini cukup menggembirakan, emngingat hal ini menjadi penanda bahwa masyarakat mulai pulih kehidupan sosialnya, namun di sisi lain hal in imenimbulkan permasalahan tersendiri di sisi produksi makanan siap saji dari posko Dapur Umum menjadi kurang terserap secara maksimal. Pada hari ke lima sasaran disribusi makanan produksi dapur umum diarahkan menuju ke aparat dan petugas yang membantu pemulihan area, seperti petugas dari militer, kepolisian, beserta relawan dari berbagai elemen. Pada hari ke enam pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing, sehingga posko pengungsian menjadi kosong. Pada hari ke enam ini, pegungsi yang bertahan di pengungsian hampir tidak ada lagi, sehingga kegiatan selama hari ke enam di fokuskan untuk melakukan evaluasi total dan persiapan penutupan posko. Pada hari ke
enam juga mulai dilakukan persiapan pembongkaran terhadap posko dan peralatan dapur umum. Hasil Evaluasi dari pelaksanaan project menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang perlu dilakuan evaluasi seperti pembagian tugas, pendistribusian hasil produk, alur koordinasi yang kurang maksimal, hingga pembagian tugas yang belum sesuai dengan tempatnya. Pada hari ke tujuh pengungsi sudah benar-benar kosong dari pengungsian sehingga produksi pada hari ke tujuh difokuskan kepada pemenuhan kebutuhan personil aparat dan personil relawan, sekaligus untuk bekal relawan yang akan kembali ke asal organisasinya masingmasing. Pada hari ini, dilakukan pembubaran project dan dilakukan pelaporan dan perekapan seluruh laporan harian sebelumnya. Evaluasi Pelaksanaan Gunung Kelud
Dapur
Umum
Pelaksaanaan project CSR posko erupsi gunung kelud selama tujuh hari meliputi evaluasi latar belakang pelaksanaan CSR apakah sudah sesuai dengan filosofi piramida CSR, evaluasi pelaksanaan project posko Gunung Kelud apakah sudah sesuai dengan konsep posko yang ideal, dan evaluasi hasil pelaporan posko apakah sudah sesuai dengan keperluan yang dibutuhkan. Pelaksanaan project posko erupsi gunung kelud selama 7 hari, dilatar belakangi oleh keinginan PGN untuk berkontribusi dalam bidang kemanusiaan, sekaligus untuk memenuhi kewajiban pelaksanaan CSR sesuai undang-undang yang berlaku. Pemenuhan unsur tanggung jawab ekonomis dalam pelaksanaan CSR posko bencana gunung kelud, dapat diketahui dari upaya PGN untuk memasang branding mereka pada posko yang berjalan. Pemenuhan unsur tanggung jawab legal terenuhi dari upaya PGN untuk membuat
laporan keberlajutan, dimana salah satu sumber informai untuk menususnnya adalah laporan internal pelaksanaan project posko erupsi Gunung Kelud yang dilaksanakan sesuai dengan tata cara pelaksanaan pelaporan CS sesuai GRI SO-4. Pemenuhan unsur tanggung jawab ekonomis terlaksana dengan adanya pemasangan banner, spanduk, logo pada pakaian petugas, logo pada bendera posko, dan logo pada bungkus obat untuk layanan kesehatan. Selain memasang logo pada beragam area posko, upaya untuk melakukan pemenuhan tanggung jawab ekonomis ada pada upaya dokumentasi kegiatan yang menitik beratkan expose pada logo PGN, dengan maksud PGN dapat menjadikan dokumentasi tersebut sebagai bahan pembuatan laporan dan peningkatan nilai perusahaan, melalui citra yang meningkat di mata masyarakat. Pemenuhan tanggung jawab legal oleh PGN didapatkan melalui kepatuhan PGN untuk melaksanakan kewajiban CSR sesuai petunjuk dari Undang-undang dan secara detail melaksanakannya sesuai instruksi peraturan mentri BUMN yang mengatur salah satu pelaksanaan CSR BUMN adalah di bidang kebencanaan. Pelaksanaan tanggung jawab etis sudah secara langsung terlaksana dengan diberlakukannya CSR itu sendiri yang merupakan tanggung jawab dari sebuah perusahaan kepada Stakeholder di sekitar tempat perusahaan tersebut beroperasi, termasuk paad masayarakat. Tanggung jawab filantropis dilaksanakan dengan prinsip tidakmengharapkan imbal balik atas manfaat yang diterima oleh masayraat yang menerima dana CSR. Evaluasi teknis pelaksanaan kegiatan project posko dapur umum dilaksanakan dengan cara membandingkan pelaksanaan teknis posko dapur umum ditinjau dari kesesuaian dengan kontrak kerja antara RZ dan PGN, dari sini dapat dilihat bagaiman
upaya RZ untuk mematuhi kontrak kerjasama yang telah dibuat. Selain melakukan evaluasi menggunakan tingkat kepatuhan serta struktur organisasi dan pelaksanaannya dibandingkan dengan konsep manajemen posko ideal, yang didasarkan pada konsep manajemen bencana dan konsep Incident Command System (ICS).
4.4 Evaluasi Teknis Pelaksaan Project Dapur Umum Evaluasi kepatuhan komtrak Evaluasi pelaksanaan teknis projet posko gunung kelud, meiputi beberapa 2 hal, yaitu kepatuhan terhadap kontrak kerja yang sudah dibuat antara RZ dan PGN, dan kesesuaian antara manajemen bencana dan konsep ICS (Incident Command System). Evaluasi pelaksanaan kontrak kerja dilakukan dengan cara membanadingkan antara pelaksanaan posko di lapangan dengan kontrak kerja yang sudah dibuat. Poin per poin dari kontrak diperbandingkan dengan pelaksanaan yang sudah dilakukan untuk dilihat sejauh mana RZ mampu melaksanakan kontrak yang sudah ditetapkan, selanjutnya dilakukan analisa mendalam untuk melihat apakah jika ada penyimpangan dari kontrak yang sudah ditetapkan, murni dilakukan oleh RZ atau ada faktor lain, seperti pengungsi yang kurang mampu bekerjasama dengan pihak posko atau ada gangguan eksternal lainnya. Evaluasi pelaksanaan juga dilakukan dengan cara membandingkan pelaksanaan yang dilakukan RZ dengan konsep posko ideal, dengan cara ini, posko yang didirikan oleh RZ dapat dilihat apakah sudah baik atau belum. Kontrak kerja antara PGN dan RZ memiliki beberapa poin penting yang menjadi kesepakatan pelasanaan project posko erupsi gunung kelud, yaitu :
1. Penyediaan layanan paket makanan, dengan melalui penyediaan dapur umum, dengan target produksi sebanyak 7000 porsi dalam 7 hari. 2. Penyadiaan layanan toilet portable selama 7 hari sebanyak 3 bilik. 3. Penyediaan layanan posko kesehatan dengan target 150 penerima manfaat. Dari kontrak kerja yang sudah dibuat antara PGN dan RZ, dapat dijadikan dasar untuk menilai kepatuhan RZ terhadap kontrak yang telah dibuat. Berikut ini tabel evalusi dari pelasanaan kontrak RZ dan PGN. Dari segi pelaksanaan ketepatan kontrak, RZ mayoritas sudah memenuhunya, namun kesalahan banyak terjadi pada pelaksanaan kontrak Dapur Umum, dimana pada pelaksanaannya terjadi kesalahan di bagian pelaksanaan, dikarenakan pada saat itu RZ belum memiliki pengalaman dalam mengelola dapur umum. Selain belum memiliki pengalaman dalam mengelola dapur umum, RZ juga belum memiliki kesipan dari segi sarana dan prasarana dapur umum, yang menyebabkan terhambatnya operasi pelaksanaan posko, terutama bagian dapur umum. Evaluasi Pelaksanaan posko projet PGN dilihat dari segi manajemen posko ideal, sebuah posko bencana idealnya mampu beroperasi secara fleksibel dan relatif tahan untuk mengatasi permaalahan yang ada saat kondisi bencana, yaitu mampu menghadapi 10 macam hambatan yang terjadi dalam kondisi bencana, yaitu : 1. Tidak adanya kesiapan dalam menghadapi bencana. 2. Tidak adanya peringatan dini. 3. Banyaknya informasi yang membingungkan. 4. Komunikasi/Transportasi Terputus. 5. Gagalnya Koordinasi antar sektor. 6. Kebutuhan besar yang timpang. 7. Lingkup terlalu besar untuk di handle.
8. Sasaran tindakan yang tidak jelas. 9. Terlalu banyak tugas yang membebani 10. Hambatan Politis, Administratirf, Birokratis.
ideal jika dilihat dari kemampuan menghadapi hambatan di bidang bencana : dan
Untuk melaksanakan program yang mampu mengatasi 10 hambatan dalam kebencanaan, diperlukan seuah sistem manajerial khusus yang mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Sistem manajerial khusus tersebut berbeda dengan sistem manajerial konvensional dengan tipe POAC (Planning Organizing Actuating Controlling) yang kurang mampu menghadapi hambatan yang ada dalam kondisi bencana. Pada penerapan Incident Command System terdapat beragam perangkat yang mampu membuat manajerial tipe ICS mengambil keputusan dalam waktu cepat dengan rangkaia proses yang tepat, karena didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Posko PGN yang dilaksanaan oleh RZ masih menerapkan prinsip manajerial konvensional dimana pengorganisasian dilaksanakan per-unit kerja yang melakukan pengambilan keputusan melalui siklus Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling secara berturut. Dapat dilihat dari segi pengambilan keputusan dan koordinasi, penggunaan manajerial metode konvensional mengakibatkan beberapa kesalahan koordinasi seperti terlambatnya kloter produksi pertama, ketidak sesuaian sasaran penyaluran, dan lambatnya pengambilan keputusan dibandingkan dengan tuntutan di lapangan. Sebuah posko yang ideal adalah posko yang mampu mengatasi hambatan yang terjadi pada saat terjadi bencana, hal tersebut baru mungkin terjadi jika organisasi posko yang dimaksud memiliki sarana dan prasaran yang mampu mendukung teratasinya hambatan-hambatan yang mungkin terjadi. Berikut syarat dari posko
1. Memiliki kesiapan dalam menghadapi bencana. 2. Memiliki kemampuan peringatan dini. 3. Mampu meyaring informasi yang membingungkan. 4. Memiliki sistem komunikasi yang kuat dan tidak mudah terputus.. 5. Mempu menyambungkan oorinasi anatar sektor. 6. Kebutuhan besar yang timpang. 7. Memiliki kemampuan membuat skala prioritas pekerjaan. 8. Memiliki kemampuan menseleksi sasaran tindakan. 9. Memiliki kemampuan memprioritaskan da menyederhanakan tugas 10. Mampu menembus hambatan poitik, adminstratif, dan birokratis. Sebuah posko yang ideal yang menggunaan manajerial bertipe ICS (Incident Command System) memiliki struktur organisasi dan sarana prasarana yang mendukung. Pada dasarnya ICS adalah sebuah sistem pengorganisasian yang secara khusus digunakan dalam penanganan situasi darurat. Strukur organisasi yang digunakan oleh manajerial ICS, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Incident Commander Leader Staff Incident Commander Leader Section of Incident Commander Branch Group Personal Member
Struktur pelaksana tadi bekerja dengan dipimpin oleh Incident Comander Leader yang mengorganisasikan segala input bersama dengan Staff Icident, dan kepala Branch. Berjalannya pengambilan keputusan dilakuan dengan cara menggerakkan team dengan tingkatan Branch hingga Individu di
lapangan, sembari memantau perkembangan situasi bersama antara Incident Command Leader hingga kepala Seksi Incident Commander. Dalam menerapkan posko yang ideal terdapat beberapa sarana dan prasarana yang wajib ada untuk mendukung operasi berjalan dengan baik, sarana dan prasarana tersebut adalah : 1. Adanya Base (Markas), Base memiliki fungsi tempat berkumpulnya pemimpin dan pengambil keputusan, tempat mengolah informasi yang masuk, dan tempat mengeluarkan instruksi pada team yang bekerja di lapangan. untuk berdiskusi antar pengambil keputusan, fungsi ini dapat berupa Base yang tidak bergerak yang diposisikan ada di bangunan, Base yang ada di kendaraan untuk bisa mendukung mobilitas pusat komando, ataupundapat juga menggunakan bangunan semi permanen seperti tenda peleton, maupun. Peletakan base harus cukup aman dari kemungkinan terimbas bahaya dari kondisi darurat yang dihadapi. 2. Adanya sarana komunikasi yang mendukung masuknya suplai informasi secara real time. Fungsi sarana komunikasi adalah untuk mensuplai informasi berupa berita yang disampaikan dalam bentuk foto, text, laporan kejadian, dalam berbagai bentuk baik laporan secara fisik, laporan kejadian melalui radio komunikasi, dan laporan teks secara fisik. 3. Adanya sarana pendukung untuk keberlangsungan posko, seperti tempat penyimpanan data, tempat penyimpanan keperluan logistik, tempat penyimpanan aset transportasi, dan tempat penyimpanan logistik dan tempat penyimpanan dokumen serta administrasi.
Posko PGN yang didirikan oleh RZ menggunakan metode yang sama dengan pelaksanaan suatu event. Struktur pelaksaaannya mernggunakan bentuk struktur pelaksana Event Organizer dimana satu ketua membawahi beberapa divisi dengan sistem manajerial kerja yang berpola siklus POAC(Planning Organizing Actuating dan Controlling). Berikut adalah struktur organisasi yang digunakan oleh posko PGN yang dikelola RZ. Ketua Umum Posko Korlap Dapur Umum Anggota Team Relawan
PJ Posko Kesehatan
PJ Toilet Portable
Anggota Team Kesehatan
Anggota Team
Dalam menjalankan kegiatan posko, ketua posko mengajak setiap anggota posko untuk bermusyawarah pada pagi hari-nya untuk menentukan bagaimana kegiatan dalam sehari dilaksanakan, serta melakukan penetapan target produksi dalam satu hari. Perencanaan dilaksanakan pada pagi hari, dilanjutkan dengan mengorganisasikan dan melaksanakan kegiatan pada siang hingga sore hari. Pada malam hari ketua posko memimpin rapat untuk evaluasi darri kegiatan yang sudah dilakukan dan pencapaian target produksi. Sarana dan Prasarana yang ada dalam suatu posko merupakan pendukung penting demi berjalannya tujuan posko. Posko PGN oleh RZ di kelud memiliki beberapa sarana yang digunakan untuk mendukung tujuan didirikannya posko, yaitu :
1. Tenda istirahat panitia, dengan fungsi sebagai tempat istirahat panitia dan tempat menaruh benda benda berharga. 2. Tenda dapur umum, dengan fungsi sebagai tempat produksi makanan dan tempat menyimpan logistik bahan baku makanan. 3. Halaman parkir, sebagai tempat memarkir kendaraan bermotor, ambulance, dan kendaraan pendukung logistik yang lain. 4. Tempat penyimpanan logistik, sebagai tempat menyimpan logistik bahan makanan yang akan diolah menjadi produk makanan dari dapur umum. 5. Posko kesehatan, sebagai tempat untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, serta memberikan layanan kepada pengungsi yang terdampak. Fungsi yang sudah ada pada sarana yang dimiliki oleh posko RZ adalah fungsi markas untuk melakukan rapat, serta fungsi tambahan seprti tempat parkir dan gudang logistik. fungsi-fungsi yang belum dapat berjalan yaitu fungsi sarana komunikasi sebagai alat untuk mensuplai informasi yang kemudian diolah dan dijadikan landasan dalam mengambil keputusan. Evaluasi posko yang digunakan oleh RZ dibandingkan dengan posko yang ideal dapat diketahui dengan cara membandingkan struktur organisasi posko bentukan RZ dengan struktur posko yang ideal, serta kelengkapan fungsi yang dimilikinya. Berikut ini adalah perbandingan antara posko yang didirikan oleh RZ dibandingkan dengan kriteria posko yang ideal Dibandingkan dengan kelengkapan umum dalam konsep posko yang ideal, posko yang dibangun oleh RZ sudah mampu memenuhi sedikit dari peran posko yang ideal, namun masih belum sepenuhnya, karena ada kekurangan dari beberapa sarana yang cukup vital yaitu sarana komunikasi,
terutama radio HT. Kekurangan sarana berupa alat komunikasi menjadi penyebab utama keputusan-keputusan dalam berjalannya posko tidak maksimal seperti kurang responsifnya pendistribusian hasil produksi dapur umum dan banyak terjadinya keaalah pahaman antara satu anggota dengan anggota lainnya, sehingga menghambat jalannya posko. Selain kekurangan sarana berupa alat komunikasi, kesalahan dalam pembentukan struktur organisasi yang kurang sesuai dalam menghadapi situasi bencana juga menyebabkan ketidakjeasan dalam garis koordinasi yang menyebabkan terjadinya banyak kesalahan dalam pengambilan keputusan. Analisa Pelaporan Program dapur Umum dalam Sustainaility Report PGN menurut GRI (Global Reporting Initiative) Dalam melaporkan kegiatan CSRnya PGN menggunakan standard yang diterapkan oleh Global Reporting Iniiative (GRI). Hal-hal yang menjadi dasar penilaian dalam laporan yang berstandard GRI meliputi pelaporan mengenai berbagai Stakeholder baik dari dalam perusahaan maupun luar perusahaan yaitu (cari) yang dibagi menjadi tiga ketegori besar degan rincian aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial. Kegiatan CSR perusahaan PGN dalam pelaksanaannya masuk dalam kriteria kegiatan sosial yang secara langsung memiliki dampak kepada masyarakat, sehingga standard pengungkapan kegiatan CSR dalam GRI mengikuti panduan pelaporan kegiatan masyarakat. Ada 8 petunjuk pengungkapan dalam kegiatan masyarakat menurut GRI versi 4 ketegori masyarakat, sub-kategori komunitas lokal (G4-SO1) yang secara rinci adalah assesmen dampak Sosial, termasuk dampak gender, assesmen dampak lingkungan, pengungkapan publik atas hasil asesmen
dampak lingkungan dan sosial, program pengembangan masyarakat lokal berdasarkan kebutuhan masyarakat lokal , rencana pelibatan pemangku kepentingan berdasarkan pemetaan pemangku kepentingan, pembentukan komite konsultasi masyarakat lokal, penyediaan pengaduan formal masyarakat lokal. PGN selayaknya melaporkan tentang mengenai berbagai kegiatan CSR-nya dalam Sustainabitlity Report yang diterbitkan sesuai standard G4-SO1. Pada index penilaian GRIdi halaman akhir Sustainability Report PGN tahun 2014, di tahun program ini dilaksanakan, dibagian akhir disebutkan bahwa PGN sudah melaksanakan pelaporan program untuk masyarakat,termasuk kegiatan pemberian bantuan pada masa darurat bencana di berbagai daerah di Indonesia. Pada pelaporan kegiatan di halaman 162 pada Sustainability Report tahun 2014 disebutkan ada 9 macam kegiatan bantuan pada masa tanggap darurat bencana alam di Indonesia, termasuk pada bencana alam erupsi gunung kelud dalam bentuk layanan kesehatan dan dapur umum, namun hanya terdapat penjelasan umum saja, sedangkan penjelasan detail mengenai tiap kegiatan belum disebutkan. AnalisaLaporan Pertanggungjawaban RZ untuk membantu PGN mencapai GRI Index. RZ selaku lembaga yang mendapatkan kontrak untuk melaksanakan kegiatan dapur umum PGN secara tidak langsung memliki tanggung jawab untuk melakukan pelaporan dan pelaksanaan kegiatan sesuai standarad GRI yang dipakai oleh PGN. Berdasarkan data yang diambil (screen shot dr , RZ sudah selangkah lebih baik dalam melaksanakan kewajiban yang secara tidak langsung dibebankan kepada lembaga RZ, yaitu membantu menyediakan informasi yang diperlukan secara detail
kepada PGN untuk menyusun laporan pelaksanaan project sesuai standard GRI G4 SO1. RZ selaku pelaksana kegiatan CSR PGN di bidang kemasyarakatan, sudah cukup baik dalam melaksanakan kegiatan CSR sesuai dengan sistem penilaian Global Reporting Initiative (GRI) G4 SO1 yang digunakan oleh PGN sebagai standard pelaporan pelaksanaan kegiatan CSR-nya. Opini terhadap pelaksanaan CSR Rumah Zakat bekerjasama dengan PGN Pelaksanaan CSR yang dilakukan dengan cara bekerjsama dengan pihak ketiga tidak dilarang dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan CSR adalah kesesuian dalam peraturan pelaksanaan CSR. Bagi perusahaan BUMN, ada peraturan dari mentri BUMN mengenai bentuk penyaluran dana CSR di masyarakat. Pelaksanaan CSRnya pun sebaiknya disesuaikan dengan landasan teori ilmiah mengenai CSR. Salah satu teori yang mampu menjadi standard penerapan CSR yang menyeluruh adalah piramida CSR yang digagas oleh Carrol, dimana dalam konsep ini CSR digambarkan dengan 4 tangggung jawab yang berbeda, yang satu sama lain saling berkaitan, dengan urutan tanggung jawab ekonomis, tanggung jawab legal, tanggung jawab etis, dan tanggung jawab legal. Pelaksanaan CSR PGN yang bekerjssama dengan Rumah Zakat dalam bentuk program tanggap darurat bencana Gunung Kelud, sudah memenuhi beberapa kriteria dalam pelaksanaan CSR yang ideal sesuai dengan konsep piramida CSR Carroll. Kriteria tanggung jawab ekonomis sudah dilaksanakan kedua belah pihak, meskipun berbeda. Bagi pihak RZ dana CSR PGN dapat membantu menambah pemasukan donasi yang dapat dikelola dan memberdayakan SDM yang ada di Jawa Timur. Sedangkan Bagi pihak PGN, yang
memiliki dana, namun tidak memliki pengalaman dan SDM di bidang kebencanaan, keputusan untuk memberikan dana CSR untuk dikelola Rumah Zakat merupakan keputusan yang tepat. Kekurangan yang ditemukan dalam pelaksanaan program CSR Dapur Umum Bencana Gunung Kelud ada pada kurangnya pihak RZ dalam menguasai kemampuan alat komunikasi yang dapat memudahkan pergerakan dalam tiap tahap acara. Sedangkan di pihak PGN kekurangan yang dialami adalah dalam hal kurang lengkapnya pelaporan hasil kegiatan project dalam Laporan Keberlanjutan Tahunan. Kesimpulan Project Posko Dapur Umum PGN Gunung Kelud oleh RZ merupakan salah satu contoh penerapan CSR yang diserahkan kepada pihak di luar perusahaan. Dalam prakteknya, hal ini diperbolehkan dalam Undang-undang. Dalam tulisan ini kontrak kerjasama yang dilakukan adlaah PGN dan RZ dalam program Pelaksanaan kegiatan Project Posko Erupsi Gunung Kelud selama berlangsungnya kegiatan, menggunakan sistem manajemen konvensional yang memiliki kelemahan di sisi lemahnya sarana komunikasi untuk mendukung kecepatan aliran input ata dan output keputusan. Untuk sarana ideal dalam Hal ini menyebabkan banyak waktu, sarana, dan sumber daya terbuang. Pelaporan yang dilakukan oleh RZ kepada PGN dan PGN kepada masyarakat melalui laporan keberlanjutan tahunannya, sudah mampu memberikan kesimpulan bahwa baik pihak RZ maupun pihak PGN sudah berupaya melaksanakan kegiatan CSR mereka sesuai dengan prinsip-prinsip dalam piramida CSR, meskipun belum sempurna. Daftar Pustaka Daftar Pustaka Skripsi
Adhima, Fauzan. 2012,Pengaruh Sustainability Report terhadap Profitabilitas Perusahaan Studi Kasus pada perusahaanManfaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Atiningsih, Suci. 2012, Penerapan Corporate Social Responsibility pada Perusahaan di Indonesia, khususnya Sektor Bisnis. Carroll, Archie B. 1991. The Pyramid of Corporate Social Responsibiliy : Toward the Moral Management of Organizational Stakeholders. Clarkson.1994. A Risk Based Model of Stakeholder Theory. Centre for Corporate Social Performance and Ethics. Toronto Carter, Nick. 1991. Disaster Management Handbook, 1991, Asian Development Bank, Mandaluyung, Philiphines Deegan, Craig, 2014. Accounting Theory, Mc Graw Hill, Australia Epstein M.J. Buhovac. 2008. Making Sustainability Works : Best Practice in Managing and Measuring Corporate Social, Environmental, and Economic Impacts. Sheffield, UK : Greenleaf Publishing Eels and Walton. 1961. Conceptual Foundation of Business. Homewood IL. Irwin Ghazali Imam dan A. Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Konvensi Jenewa, poin 61, mengenai Civil Defense Kusumasari Bevaola, Manajemen Kebencanaan dan Ketahanan Masyarakat, 2014, UGM Press, Jogjakarta Laporan Tahunan RZ tahun 2014 Nor, Hadi. 2010. Corporate Social Responsibility. Graha Ilmu, Jogjakarta Perka BNPB nomor 17 tahun 2010, tentang Relawan Siaga Bencana Peraturan Mentri BUMN nomor 35 tahun tentang PKBL (Program Karya Bina Lingkungan) Sustainability Report PGN tahun 2014 Undang Undang nomor 19 tahun 2003 Tentang BUMN Undang Undang nomor 24 tahun 2007 tentang Kebencanaan Undang undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas US Department of Homeland Security, National Incident Management System William Bowen, 1954. Social Responsibilities of Businessman