Evaluasi dan Optimalisasi (Djoko M. Hartono)
EVALUASI DAN OPTIMALISASI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM CITAYAM, PDAM TIRTA KAHURIPAN TERHADAP PERTUMBUHAN PENDUDUK KOTA DEPOK EVALUATION AND OPTIMIZATION PERFORMANCE OF CITAYAM DRINKING WATER TREATMENT PLANT, PDAM TIRTA KAHURIPAN TOWARD POPULATION INCREASE IN DEPOK Djoko M. Hartono1), Irma Gusniani2), dan R.M. Sandyanto A.S.3) 1,2,3) Program Studi Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus Depok, Jawa Barat Email: 1)
[email protected]; 2)
[email protected]; 3)
[email protected] dikirim 29 Agustus 2010, diterima setelah perbaikan 9 November 2010 Abstrak: Kebutuhan air minum untuk kota Depok seiring dengan perkembangan penduduk yang mencapai pertumbuhan 3,23% pertahun. Untuk dapat memenuhi perkembangan kebutuhan air minum diperlukan evaluasi dan optimalisasi kinerja dari Instalasi Pengolahan Air (IPA) Citayam yang mensuplai kebutuhan air minum wilayah pelayanan Cabang I, Kota Depok. Kinerja IPA dapat diketahui melalui evaluasi dengan meninjau kebutuhan air, kuantitas dan kualitas air baku, kapasitas pengolahan IPA dan kualitas air produksi yang dihasilkan IPA Citayam. Tahap awal berupa pengumpulan data primer dan sekunder, observasi lapangan, serta wawancara dan diskusi dengan pengelola IPA Citayam yang meliputi Instalasi Kedasih dan Degremont.Tahap evaluasi kinerja berupa menghitung proyeksi kebutuhan air penduduk serta dimensi unit bangunan dengan membandingkan dengan kriteria disain yang ada, dan tahap optimalisasi kerja dengan memberikan solusi pemecahan masalah. Dari hasil evaluasi, diketahui bahwa efektifitas pengolahan instalasi sekitar 40% dan diperlukan perbaikan teknis pada unit intake, koagulasi, flokulasi, filtrasi dan desinfeksi. Dari hasil optimalisasi kapasitas desain pengolahan (kapasitas produksi), instalasi Kedasih dapat ditingkatkan kapasitasnya sebesar 30% dari 100 lt/dt menjadi 130 lt/dt. Sedangkan instalasi Degremont dapat ditingkatkan sebesar 50% dari 10 lt/dt-paket menjadi 15 lt/dt-paket. Maka total peningkatan kapasitas IPA Citayam adalah 37,5% dari 160 lt/dt menjadi 220 lt/dt, sehingga masih dapat memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2015. Kata kunci: evaluasi, instalasi pengolahan, optimalisasi, dan kapasitas produksi.
Abstract: Demand of drinking water in Depok is rising in line with increasing of population wcih has growth on 3,23% peryear. Along with the increasing number of residents in Depok City in general and in the service of Branch I PDAM Tirta Kahuripan particularly, the demand for drinking water will also continue to increase. To meet these demand, evaluation and optimization of the performance of Citayam water treatment plant (WTP) which is supply a drinking water in Branch I service areas, Kota Depok is needed included water demand, quantity and quality raw, production capacity and quality of water production. First stage is collecting primary and secondary data, field observation, interview and discussion with both IPA Kedasih and Degremont management. Evaluation on performance by calculating population water demand and the dimension of units and comparing with disaign criteria and optimization stage by giving solution to the problem. The results of the evaluation, shows that the effectiveness of processing installations is around 40% and they need some technical improvements in the intake unit, coagulation, flocculation, filtration and disinfection unit. The results of the optimization of the processing capacity (production capacity), Kedasih installation capacity can be increased by 30% from 100 l/s to 130 l/s. While the Degremont installation can be upgraded up to 50% from 10 L/s-package to 15 l/s-package. So the total capacity increase of WTP Citayam is 37.5% from 160 l/s to 220 l/s, so it is still able to meet the water needs until 2015. Keywords: capacity of production, evaluation, optimization, and water treatment plant.
81
Lingkungan Tropis, vol.4, no.2, September 2010: 81-92
PENDAHULUAN Kota Depok yang secara geografis berlokasi dekat dengan Ibu Kota DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk 1.503.677 jiwa dengan kepadatan penduduk 7.507,5 jiwa/km2 dan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk mencapai 3,23% pertahun (Bappeda Kota Depok, 2008). Pertambahan jumlah penduduk tentunya sebanding dengan peningkatan kebutuhan air minum. Saat ini kebutuhan air minum Kota Depok dilayani oleh PDAM Tirta Kahuripan, Kabupaten Bogor. Berdasarkan area cakupan pelayanan, Kota Depok di bagi menjadi 4 zona yaitu wilayah pelayanan Cabang I, II, III dan IV. Berdasarkan Bussnines Plan PDAM Tirta Kahuripan tahun 2009-2013, wilayah pelayanan Cabang I yang mencakup Kecamatan Pancoran Mas, Sawangan dan Beji merupakan wilayah yang memiliki potensi peningkatan pelanggan yang cukup besar yaitu diperkirakan sekitar 3.260 potensi tambahan sambungan selama tahun 2009-2013. Nilai tersebut mencapai +34% dari seluruh potensi pelanggan PDAM Tirta Kahuripan. Meningkatnya permintaan berlangganan air minum PDAM Tirta Kahuripan di Cabang I juga menjadi bukti bahwa tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi air minum sudah cukup baik. Namun karena keterbatasan kemampuan PDAM baik dari segi kuantitas maupun jangkauan pelayanan menjadikan kendala dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk mensuplai kebutuhan air minum di Cabang I Kota Depok, PDAM Tirta Kahuripan memiliki 3 sumber yakni Instalasi Pengolahan Air (IPA) Citayam, IPA Sawangan dan Sumur Bor (SB) Cinangka. IPA Citayam merupakan tulang punggung utama untuk memenuhi kebutuhan air minum di Cabang I kota Depok. Hal ini karena IPA Citayam yang memiliki kapasitas desain terbesar yaitu 160 lt/dt yang terdiri dari Instalasi Kedasih 100 lt/dt dan Instalasi Degremont 60 lt/dt. Sedangkan IPA Citayam dan SB Cinangka mempunyai kapasitas maksimum 15 liter/detik. Permasalahan yang ada saat ini adalah kualitas air produksi yang terkadang tidak memenuhi standar dan keterbatasan instalasi yang ada dari segi kuantitas untuk memenuhi kebutuhan air minum di Cabang I. Disisi lain potensi peningkatan pelanggan untuk wilayah ini cukup besar yaitu diperkirakan 3.260 sambungan untuk kurun waktu 2009-2013. Bagi masyarakat yang belum tersentuh pelayanan air minum PDAM umumnya menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih dan air minum untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun sumber air tersebut tidak hanya kualitas tapi juga kontinuitasnya sangat dipengaruhi oleh musim. Memang belum ada keluhan yang berarti akibat menggunakan sumber air non PDAM tersebut. Akan tetapi dalam rangka program peningkatan kesehatan masyarakat melalui penyediaan air bersih yang berkualitas dengan harga terjangkau dan penggunaan sumber air non pengolahan harus dihindari (Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum). Untuk dapat memenuhi kebutuhan air minum dari segi kuantitas dan kualitas maka diperlukan evaluasi dan optimalisasi kinerja instalasi. Penelitian dilakukan pada Instalasi Kedasih (IK) dan Instalasi Degremont (ID) yang merupakan instalasi pengolahan air minum lengkap yang terdiri dari unit intake, transmisi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi dan reservoar. Kapasitas desain Instalasi Kedasih 100 lt/dt dan kapasitas Instalasi Degremont 10 lt/dt-paket dan terdiri dari 6 paket (total kapasitas 60 lt/dt).
METODE PENELITIAN Tahap Awal (Persiapan) Mengumpulkan data – data primer dan sekunder terkait data kependudukan, dimensi unit pengolahan, dan data kualitas air baku dan air produksi. Data primer: merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapangan seperti dimensi unit 82
Evaluasi dan Optimalisasi (Djoko M. Hartono)
pengolahan, layout IPA, kegiatan operasional di lapangan, sampling air S.Ciliwung (air baku) dan air produksi dari instalasi. Selain itu juga wawancara dengan pelaksana lapangan untuk mengetahui kondisi instalasi. Data sekunder: merupakan data yang diperoleh dari literatur seperti buku, jurnal penelitian, maupun studi terdahulu yang relevan. Selain itu juga data data dari instansi terkait. Meninjau/melakukan observasi lapangan di IPA Citayam untuk mengetahui kondisi unit – unit pengolahan dan operasional pengelolaan secara umum untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada. Mulai
Pengumpulan Data Data Sekunder : - Gambar Teknis IPA - Hasil Uji Lab PDAM - Kependudukan - Lteratur (teks book) - Jurnal - Penelitian Terdahulu
Data Primer : - Observasi - Pengukuran Dimensi - Sampling Air Baku dan Air Produksi - Wawancara Pengolahan dan Analisa Data
Tinjauan Kondisi IPA Eksisting
Kriteria Desain
Evaluasi Kinerja
Kuantitas Kebutuhan Air
Kapasitas Pengolahan
Proyeksi Kebutuhan Air
Standar dan Peraturan
Kualitas Air Baku dan Produksi
Tidak Trend Perubahan Kualitas Air
Ya Ya Solusi Teknis
Optimalisasi Kinerja
Kriteria Desain
Kinerja Optimal Instalasi
Umur Rencana IPA
Kesimpulan/Saran
Gambar 1. Metode penelitian. 83
Lingkungan Tropis, vol.4, no.2, September 2010: 81-92
Tahap Evaluasi Kinerja Menghitung proyeksi kebutuhan air minum wilayah pelayanan I Kota Depok. Menganalisis data parameter kualitas air baku dan air produksi dengan membandingkan terhadap standar yang berlaku dan perkiraan trend fluktuasi di masa mendatang. Memperkirakan kinerja instalasi pengolahan dari aspek kualitas dengan menghitung efektifitas removal (ER). Menghitung parameter – parameter hidrolik tiap unit pengolahan untuk kemudian dibandingkan dengan kriteria desain. Tahap Optimalisasi Kinerja Memberikan solusi perbaikan teknis berdasarkan hasil evaluasi, sehingga kinerja pengolahan dapat dioptimalkan dari sisi kualitas dan kuantitas. Memperkirakan tahun dimana kapasitas desain 160 lt/dt akan terpakai seluruhnya dan besaran prosentase peningkatan kapasitas produksi berdasarkan optimalisasi.
HASIL DAN DISKUSI Evaluasi Kinerja IPA Citayam Kuantitas Kebutuhan Air Kuantitas kebutuhan air minum saat ini dan beberapa tahun mendatang dihitung melalui proyeksi kebutuhan air minum. Dasar dari proyeksi kebutuhan air minum merupakan penjumlahan dari proyeksi jumlah penduduk (domestik) dan fasilitas (non-domestik) dikalikan dengan standar kebutuhan air minum yang ditetapkan Dirjen Cipta Karya Dept. PU tahun 2002. Kemudian dipertimbangkan juga kebutuhan umum, kebutuhan instalasi dan kehilangan air, lalu penjumlahannya disebut juga sebagai debit kebutuhan air rata – rata (Qaverage). Dalam perencanaan instalasi air minum yang digunakan adalah kebutuhan air maksimum (Qmax), yaitu kebutuhan air rata – rata dikalikan faktor harian maksimum. Tabel 1. Proyeksi kebutuhan air cabang I. Jumlah
Standar
Keb. Air
TP
Penduduk
Jumlah
Terlayani
Penduduk
(lt/org/hr)
(lt/dt)
(%)
Terlayani
SL
(lt/dt)
2009
609.702
100
705,67
9,75
59.472
9.912
68,80
2010
626.581
100
725,21
10,25
64.225
10.704
74,33
2011
643.460
100
744,75
10,85
69.815
11.636
80,80
2012
660.339
100
764,28
11,55
76.269
12.712
88,27
2013
677.218
100
783,82
12,35
83.636
13.939
96,80
2014
694.097
110
883,69
13,25
91.968
15.328
117,09
2015
710.976
110
905,18
14,25
101.314
16.886
128,99
2020
795.371
120
1.104,68
20,75
165.039
27.507
229,22
2025
879.766
130
1.323,72
29,75
261.730
43.622
393,81
2030
964.161
140
1.562,30
41,25
397.716
66.286
644,45
Tahun
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa di cabang pelayanan I terdapat 2 IPA lain milik PDAM Tirta Kahuripan yaitu SB Cinangka dan IPA Sawangan. Jika diasumsikan tidak ada penambahan kapasitas dari kedua instalasi tersebut dan tidak ada instalasi baru di wilayah pelayanan cabang I, maka beban yang harus dilayani IPA Citayam 84
Evaluasi dan Optimalisasi (Djoko M. Hartono)
adalah Qmaks wilayah pelayanan cabang I dikurangi total kapasitas IPA Sawangan dan SB Cinangka sebesar 15 lt/dt. Perkiraan waktu dimana kapasitas desain maksimum IPA Citayam akan terpakai juga dapat dilihat dari tabel 2. Dari gambar 2, dapat dilihat perbandingan kapasitas instalasi pengolahan IPA Citayam dan proyeksi beban IPA Citayam. Dari gambaran tersebut diatas dapat dilihat bahwa kapasitas disain maksimum sebesar 160 lt/dt diperkirakan akan segera tercapai pada tahun 2013 sehingga untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di masa mendatang diperlukan optimalisasi kapasitas, penambahan kapasitas atau bahkan pembangunan instalasi baru. Dimana kapasitas debit Sungai Ciliwung untuk periode tahun 2003 dan tahun 2004, mempunyai rata-rata debit minimum adalah 950 liter/detik (Masterplan SPAM Kota Bogor, 2008) sehingga masih memungkinkan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan yang ada. Tabel 2. Proyeksi beban pelayanan IPA Citayam. Qmaks Cabang I (lt/dt)
Instalasi
Beban
Qmaks Cabang I (lt/dt)
Instalasi
Beban
lain
IPA Citayam
lain
IPA Citayam
(lt/dt)
(lt/dt)
(lt/dt)
(lt/dt)
2009
125,30
15
110,30
2020
441,97
15
426,97
2010
135,55
15
2011
147,33
15
120,55
2021
540,96
15
525,96
132,33
2022
631,36
15
616,36
2012
160,72
15
145,72
2023
689,37
15
674,37
2013
175,80
15
160,80
2024
751,53
15
736,53
2014
208,52
15
193,52
2025
818,00
15
803,00
2015
249,62
15
234,62
2026
950,19
15
935,19
2016
283,61
15
268,61
2027
1030,97
15
1015,97
2017
311,54
15
296,54
2028
1116,81
15
1101,81
2018
367,41
15
352,41
2029
1207,86
15
1192,86
2019
403,17
15
388,17
2030
1299,38
15
1284,38
Tahun
Tahun
Gambar 2. Proyeksi beban IPA Citayam.
85
Lingkungan Tropis, vol.4, no.2, September 2010: 81-92
Kualitas Air Baku dan Produksi Analisis kualitas air baku (S. Ciliwung) di dilakukan berdasarkan data bulanan Lab. PDAM tahun 2009 yang dibandingkan dengan standar dalam PP 82/2001 mutu air kelas I dan Kepmenkes 907/2002. Jika dibandingkan dengan PP 82/2001 yang melebihi standar terdapat pada parameter besi total, sedangkan jika dibandingkan dengan Kepmenkes 907/2002 yang melebihi standar adalah warna, kekeruhan, besi dan mangan. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan Sungai Ciliwung masih bisa diandalkan sebagai sumber air baku IPA Citayam saat ini jika ditinjau dari segi kualitasnya akan tetapi perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum didistribusikan ke masyarakat/konsumen. Hasil analisis kualitas air produksi Instalasi Kedasih (IK) berdasarkan data bulanan Lab. PDAM tahun 2009 menunjukan bahwa parameter yang beberapa kali melebihi standar adalah kekeruhan, warna dan sisa klor. Penurunan kekeruhan dan warna terkait dengan kinerja unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi, sedangkan sisa klor terkait dengan kinerja unit desinfeksi. Hasil analisis kualitas air produksi Instalasi Degremont (ID) berdasarkan data bulanan Lab. PDAM tahun 2006 – 2009 parameter yang beberapa kali melebihi standar adalah warna, mangan dan sisa klor. Penurunan warna dan mangan terkait dengan kinerja unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi, sedangkan sisa klor terkait dengan kinerja unit desinfeksi. Analisis efektifitas pengolahan dapat dihitung dari kualitas input (air baku) dan outputnya (air produksi). Efektifitas pengolahan dapat ditinjau dari besarnya pengurangan konsentrasi parameter kualitas air (parameter pencemar) yang dapat dinyatakan dalam efektifitas removal (ER). Nilai ER dapat digunakan sebagai indikator kinerja unit pengolahan dari aspek kualitas. ER rata – rata untuk parameter TDS, warna, kekeruhan, CO2 bebas, kesadahan total, klorida, besi total, dan mangan IK=40,48% dan ID=40,81% (Data pada tabel 3). Nilai tsb sesuai dengan tinjauan teoritis menurut Droste (1997) sebesar 23 – 59%. Analisis trend perubahan kualitas air baku dan air produksi dilakukan untuk memperkirakan fluktuasi konsentrasi parameter – parameter kualitas air terhadap waktu. Analisis kualitas air baku dan air produksi hanya dilakukan pada beberapa parameter yang konsentrasinya di air baku melebihi standar air minum yang ditetapkan dalam Kepmenkes No. 907 tahun 2002. Maka ditetapkan 5 parameter kualitas air yang dianalisis yaitu warna, kekeruhan, besi total, mangan, dan zat organik (KMnO4). Berdasarkan tinjauan trend perubahan kualitas air (berdasarkan data bulanan kualitas air produksi Instalasi Degremont), konsentrasi parameter fisik dan kimia di Sungai Ciliwung cenderung tinggi pada bulan September – November dan akan rendah antara bulan April – Juni. Dari data ke-5 parameter tersebut yang menunjukan ada kecenderungan peningkatan konsentrasi adalah parameter mangan dan zat organik.
86
Evaluasi dan Optimalisasi (Djoko M. Hartono)
Tabel 3.. Perhitungan efektifitas removal. Parameter Suhu TDS DHL Warna Kekeruhan pH CO2 bebas Alkalinitas Kesadahan total Kalsium Magnesium Chlorida KMnO4 Besi total Mangan Amonia Nitrit Alumunium Sulfat Sisa Chlor
Satuan Celcius mg/lt uS/cm PtCo NTU
Kualitas ABa
27,808 70,300 140,1 38,417 85,525 7,187 mg/lt CO2 11,732 mg/lt CaCO3 44,527 mg/lt CaCO3 48,958 mg/lt CaCO3 30,27 mg/lt CaCO3 18,68 mg/lt Cl 9,134 mg/lt KMnO4 9,129 mg/lt Fe3+ 0,748 mg/lt Mn 0,209 mg/lt NH3 td mg/lt NO2 0,198 mg/lt Al3+ td mg/lt SO4 12,083 mg/lt td Rata - rata keseluruhan Rata - rata*
Kualitas APb ID IK 28,664 28,217 73,264 73,158 133,9 133,3 7,444 14 2,678 4,798 7,001 7,056 11,020 9,693 42,316 41,292 45,505 46,357 30,5 31,98 14,99 14,37 10,321 10,879 4,043 3,998 0,057 0,087 0,082 0,046 0,028 0,334 0,016 0,015 0,063 0,086 19,273 19,083 0,396 0,417
ER(%) ID IK -3,08 -1,47 -4,22 -4,07 4,425 4,854 80,62 63,56 96,87 94,39 2,585 1,82 6,066 17,38 4,964 7,27 7,053 5,31 -0,76 -5,65 19,75 23,07 -13 -19,1 55,72 56,2 92,4 88,41 60,67 77,93 ? ? 91,74 92,3 ? ? -59,5 -57,9 ? ? 26,02 26,13 40,81 40,48
Keterangan tabel 3: AB = Air baku ( S. Ciliwung) ID = Instalasi Degremont AP = Air produksi IK = Instalasi Kedasih ER = Efisiensi removal td = tidak diuji a = Kualitas AB rata – rata selama tahun 2009 b = Kualitas AP rata – rata selama tahun 2009 *Rerata dari TDS, warna, kekeruhan, CO2 bebas, kesadahan total, klorida, besi total, mangan.
Gambar 3. Fluktuasi konsentrasi Mangan.
87
Lingkungan Tropis, vol.4, no.2, September 2010: 81-92
Gambar 4. Fluktuasi konsentrasi zat organik. Kapasitas Pengolahan Evaluasi kinerja pengolahan berdasarkan analisis kapasitas pengolahan dilakukan dengan menghitung kesesuaian parameter – parameter hidrolik pada unit – unit pengolahan Instalasi Kedasih (IK) dan Instalasi Degremont (ID) terhadap kriteria desain. Perhitungan dilakukan dengan kapasitas pengolahan disain yaitu 100 lt/dt untuk IK dan 10 lt/dr-paket untuk ID. Evaluasi Unit – Unit Pengolahan Instalasi Kedasih Pada unit intake jarak bukaan saringan halus (20 mm > 13 mm; Reynold, 1996) terlalu lebar sehingga dapat menyebabkan ikan–ikan kecil masuk dan berpotensi mengganggu kinerja unit pengolahan selanjutnya. Untuk daya dan head pompa intake yang ada diperkirakan sudah mencukupi (P=11,52<30 kW dan H=20,7<27 m), akan tetapi perlu investigasi lebih lanjut untuk menghitung kehilangan tekan akibat asesoris perpipaan. Debit yang terukur di alat ukur Cipolleti (trapezoidal weir) sebesar 103,3 lt/dt sesuai dengan kapasitas desain pengolahan sebesar 100 lt/dt. Pada unit koagulasi, nilai G.td lebih rendah (10.616 < 30.000) dari kriteria desain (Qasim et al., 2000). Kecepatan aliran di pipa outlet koagulasi melebihi kriteria desain (v=1,42 m/dt > 0,9 m/dt) Qasim et al. (2000). Nilai gradient hidrolik unit flokulasi (G1=63,9 dt-1;G2=37,5 dt-1;G3=45,9 dt-1;G4=52 dt-1;G5=37,5 dt-1) tidak sesuai kriteria desain dimana nilai G seharusnya menurun secara bertahap pada setiap kompartemen (Droste, 1997). Kecepatan aliran pada kompartemen flokulasi (v=0,04 m/dt < 0,1 m/dt) lebih rendah dari kriteria desain (Droste, 1997) sehingga menyebabkan terjadi pengendapan lumpur. Hal tersebut dibuktikan dengan pengujian sampel air yang menunjukan penurunan kekeruhan di unit flokulasi mencapai 63,03%. Untuk unit sedimentasi secara umum kinerjanya cukup baik karena perhitungan nilai beban permukaan (So=3,63 m/jam<3,8 m/jam) dan bilangan Froude (Fr=6,3x10-6<10-5) hanya sedikit lebih rendah dari kriteria desain (Droste, 1997). Pada unit filtrasi, kecepatan filtrasi (vf =156,84 m/hari) sesuai dengan kriteria desain (100-475 m/hari; Droste, 1997) bahkan saat 3 filter lainnya tidak beroperasi. Berdasarkan perhitungan kecepatan aliran melewati lubang underdrain dari data sekunder, diperkirakan luas bukaan lubang pada sistem underdrain terlalu kecil. Karena keterbatasan data sekunder maka untuk memastikan kondisi aktual underdrain unit filtrasi perlu dilakukan investigasi lebih lanjut. Pada proses desinfeksi, sisa klor di reservoar seringkali terlalu rendah (+ 0,2 mg/lt < 0,5 mg/lt; Montgomery, 1985), hal ini kemungkinan besar disebabkan kerusakan alat dosing meter klor dan penetapan standar sisa klor pada 88
Evaluasi dan Optimalisasi (Djoko M. Hartono)
proses DPC yang kurang tepat. Pada unit reservoar, melalui perhitungan dengan metode kurva massa dan metode deficit-surplus volume reservoar yang ada sebesar 1.400 m3 sudah mencukupi. Evaluasi Unit – Unit Pengolahan Instalasi Degremont Jarak bukaan saringan halus pada intake terlalu lebar (20 mm > 13 mm; Reynold, 1996) sehingga dapat menyebabkan ikan – ikan kecil masuk dan berpotensi mengganggu kinerja unit pengolahan selanjutnya. Untuk daya pompa sudah mencukupi tapi head yang ada diperkirakan secara teoritis tidak mencukupi (P=8,05<22 kW dan H=32,8>31,5 m), akan tetapi perlu investigasi lebih lanjut untuk menghitung kehilangan tekan akibat asesoris perpipaan. Instalasi Degremont tidak memiliki alat ukur debit pada setiap paket pengolahannya. Pada unit koagulasi, nilai G.td (9.208 < 30.000) lebih rendah dari kriteria desain (Qasim et al., 2000). Kecepatan aliran (1,46 m/dt > 0,9 m/dt) pada lubang/orifice di pipa inlet flokulasi melebihi kriteria desain (Qasim et al., 2000). Pada unit flokulasi terjadi pengendapan lumpur dimana penurunan kekeruhan mencapai + 91%. Permasalahan yang ada adalah pipa pembuang lumpur yang ada tidak cukup efektif untuk membuang lumpur. Untuk mengetahui nilai G pada unit flokulasi diperlukan pengujian secara empirik (dengan dyes tracer) untuk mengukur nilai waktu tinggal (td). Pada unit sedimentasi secara umum kinerjanya sudah cukup baik, hanya nilai beban permukaan (So=9m/jam > 7,5 m/jam) yang sedikit melebihi kriteria desain (Droste, 1997) saat paket pasangannya dikuras. Kecepatan filtrasi (vf =122,3 m/hari) pada unit filtrasi sesuai dengan kriteria desain. Akan tetapi sistem underdrain yang ada yaitu pipa manifold, lateral dengan orifice tidak memenuhi kriteria desain, hal ini dianalisis berdasarkan rasio luas pipa lateral terhadap orifice (0,42<2) dan rasio luas pipa manifold terhadap pipa lateral (0,35<1,5) Fair et al. (1968). Pada proses desinfeksi, sisa klor di reservoar seringkali terlalu rendah (+ 0,2 mg/lt < 0,5 mg/lt) Montgomery (1985), hal ini kemungkinan besar disebabkan kerusakan alat dosing meter klor dan penetapan standar sisa klor pada proses DPC yang kurang tepat. Berdasarkan perhitungan dengan kurva massa dan metode deficit-surplus volume reservoar yang ada sebesar 328,5 m3 jauh lebih kecil daripada volume ideal sebesar 670 m3. Optimalisasi Kinerja Instalasi Dari hasil evaluasi telah diketahui sumber – sumber permasalahan (parameter hidrolik yang tidak sesuai kriteria desain) pada setiap unit pengolahan mulai dari intake sampai reservoar. Agar instalasi Kedasih dan Degremont dapat terus memenuhi kebutuhan air di wilayah pelayanan Cabang I baik secara kualitas dan kuantitas maka diperlukan optimalisasi kinerja yang mencakup perbaikan desain sederhana, peningkatan kapasitas debit pengolahan instalasi (menentukan debit optimal) dan langkah antisipasi yang dapat dilakukan terkait perubahan kualitas air baku dan air produksi. Hasil analisis trend kualitas air menyatakan bahwa parameter mangan dan organik perlu mendapat perhatian khusus karena keduanya menunjukan kecenderungan peningkatan konsentrasi dari tahun ketahun pada air baku dan air produksi. Dengan pertimbangan ER mangan cukup tinggi berkisar 60 – 77 % (tabel 3) maka antisipasi kedepan difokuskan pada parameter zat organik (hanya memiliki ER + 55%). Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi trend peningkatan konsentrasi hal ini adalah: Menambahkan koagulan polimer PAC (Poly Aluminium Chloride) untuk meningkatkan efisiensi proses koagulasi (Montgomery, 1985). Menambahkan karbon aktif untuk mengadsorpsi kandungan organik di air baku. Karbon aktif yang digunakan bisa PAC (Powdered Activated Carbon) atau GAC (Granular Activated Carbon) (AWWA, 1998). 89
Lingkungan Tropis, vol.4, no.2, September 2010: 81-92
Optimalisasi Kualitas Pengolahan Instalasi Kedasih Saringan halus pada unit intake sebaiknya diganti dengan saringan yang memiliki ukuran bukaan 1 cm. Diameter pipa outlet koagulasi sebaiknya diganti dari 30 cm menjadi 40 cm untuk mencegah kerusakan inti flok sebelum masuk ke unit flokulasi. Untuk menciptakan proses pengadukan lambat yang bertahap (G. menurun) pada unit flokulasi diperlukan pengaturan kembali tinggi bukaan pintu air antar kompartemen. Pada unit sedimentasi agar So dan Fr sesuai kriteria dapat dilakukan dengan menambah/meningkatkan debit pengolahan (kapasitas produksi). Dari hasil evaluasi, kinerja unit filtrasi sudah sesuai kriteria disain hanya saja untuk sistem underdrain yang ada perlu investigasi lebih lanjut dengan membongkar media filter untuk mengetahui ukuran bukaan (orifice). Pada unit desinfeksi alat dosing meter untuk pembubuhan klor harus segera diperbaiki sehingga kecepatan pembubuhan dapat sesuai dengan perhitungan. Kemudian dalam proses DPC sebaiknya ditetapkan sisa klor antara 0,5 – 1 mg/lt., agar sisa klor di reservoar dan jaringan distribusi sesuai dengan standar. Reservoar yang ada sudah memenuhi kriteria desain. Untuk mempertahankan kualitas air di reservoar disarankan memasang kawat kasa di pipa udara untuk mencegah serangga masuk dan pipa outlet reservoar dipasang saringan. Optimalisasi Kuantitas Pengolahan Instalasi Kedasih Optimalisasi kinerja instalasi dari sisi kuantitas dihitung dengan menggunakan batas minimum atau maksimum dari nilai rentang kriteria desain parameter kunci sehingga dapat diperoleh debit optimal yang dapat diolah. Agar seluruh unit pengolahan memiliki kinerja yang baik maka idealnya digunakan debit optimal dari reservoar sebesar 108 lt/dt, akan tetapi tingkat optimalisasinya menjadi tidak signifikan (hanya 8 lt/dt). Maka debit optimal instalasi yang digunakan berdasarkan unit flokulasi sebesar 130 lt/dt. Tabel 4. Debit optimal tiap unit pengolahan instalasi Kedasih. Kapasitas (lt/dt) Unit Pengolahan Koagulasi Flokulasi Sedimentasi Filtrasi Desinfeksi Reservoar
Jumlah unit (bak) 1 1 2 6 1 1
Desain Per unit 100 100 50 16,67 100 100
Optimal Total 100 100 100 100 100 100
Per unit 180 130 107 50,5 1.167 108
Total 180 130 214 303 1.167 108
Optimalisasi Kualitas Pengolahan Instalasi Degremont Saringan halus pada unit intake sebaiknya diganti dengan saringan yang memiliki ukuran bukaan 1 cm. Kinerja unit koagulasi saat ini sudah cukup baik. Untuk dapat mengetahui debit yang masuk sebaiknya pada setiap paket diberikan alat ukur debit. Untuk mengurangi kecepatan aliran pada lubang pipa inlet unit flokulasi, jumlah lubang pada pipa inlet perlu ditambah dari 14 menjadi 23 lubang. Kemudian agar pembuangan lumpur pada unit flkulasi lebih cepat dan merata, diperlukan penambahan 3 pipa pembuang lumpur baru pada sisi bak yang berlawanan dengan lokasi pipa pembuang lumpur eksisting. Untuk unit sedimentasi kinerjanya sudah baik (sesuai dengan kriteria desain) dan pengurasan paket pengolahan sebaiknya dilakukan pada saat kebutuhan air sedang rendah. Agar kinerjanya lebih baik, underdrain filtrasi perlu diperbaiki menjadi seperti berikut ini: o Jumlah orifice 80 lubang dengan D = 1,5 cm o Jumlah pipa lateral 14 buah dengan D= 6 cm o Jumlah pipa manifold 1 buah dengan diameter 30 cm. 90
Evaluasi dan Optimalisasi (Djoko M. Hartono)
Pada unit desinfeksi, alat dosing meter untuk pembubuhan klor harus segera diperbaiki sehingga kecepatan pembubuhan dapat sesuai dengan perhitungan. Kemudian dalam proses DPC sebaiknya ditetapkan sisa klor antara 0,5 – 1 mg/lt agar sisa klor di reservoar dan jaringan distribusi sesuai dengan standar. Unit reservoar: idealnya volume reservoar yang ada perlu diperbesar atau membangun reservoar baru, akan tetapi hal ini tentunya perlu meninjau ketersediaan lahan yang ada. Optimalisasi Kuantitas Pengolahan Instalasi Degremont Optimalisasi kinerja instalasi dari sisi kuantitas dihitung dengan menggunakan batas minimum atau maksimum dari nilai rentang kriteria desain parameter kunci sehingga dapat diperoleh debit optimal yang dapat diolah. Penetapan debit optimal yang ideal sebenarnya tidak dapat dilakukan karena pada unit flokulasi tidak dapat dihitung. Jika debit optimal diambil berdasarkan data yang ada, maka berdasarkan unit reservoar yaitu 91 lt/dt. Jika dikonversi menjadi debit optimal tiap paket pengolahan adalah 15,17 lt/dt atau 15 lt/dt. Tabel 5. Debit optimal tiap unit pengolahan instalasi Degremont. Unit Pengolahan pada setiap paket
Jumlah Paket
Koagulasi 6 Flokulasi 6 Sedimentasi 6 Filtrasi 6 Desinfeksi 1unit Reservoar 1unit (-): Perlu pengujian empirik
Kapasitas (lt/dt) Desain Optimal Per paket Total Per paket 10 60 44 10 60 (-) 10 60 18,4 10 60 38,9 10 60 45,67 10 60 15,17
Total 264 (-) 110,4 233,4 274 91
KESIMPULAN Dari hasil proyeksi kebutuhan air, diperkirakan kapasitas desain IPA Citayam sebesar 160 l/dt akan terpakai semua pada tahun 2013 sehingga diperlukan optimalisasi kinerja instalasi dari segi kuantitas (kapasitas produksi) dengan tetap memperhatikan kualitas (kualitas air produksi). Kinerja IPA Citayam saat ini dapat dikategorikan cukup baik. Salah satunya jika ditinjau dari kualitas air produksi yang dihasilkan instalasi Kedasih dan instalasi Degremont yang umumnya sesuai standar yang ditetapkan Permenkes No. 907 tahun 2002. Akan tetapi dari data uji kualitas air Lab Pusat PDAM Tirta Kahuripan dan wawancara dengan pelaksana instalasi, parameter kekeruhan, warna dan sisa klor terkadang melebihi standar yang ada. Dari hasil optimalisasi kapasitas desain pengolahan (kapasitas produksi), instalasi Kedasih dapat ditingkatkan kapasitasnya sebesar 30% dari 100 lt/dt menjadi 130 lt/dt. Sedangkan instalasi Degremont diperkirakan dapat ditingkatkan sebesar 50% dari 10 lt/dt-paket menjadi 15 lt/dt-paket. Maka total peningkatan kapasitas IPA Citayam adalah 37,5% dari 160 lt/dt menjadi 220 lt/dt, sehingga masih dapat memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2015. Debit air Sungai Ciliwung untuk memenuhi kebutuhan instalasi pengolahan tidak memenuhi masalah, namun demikian perlu koordinasi bersama instansi terkait untuk tetap menjaga kualitas maupun kuantitas air sungai Ciliwung sepanjang daerah aliran sungai.
Daftar pustaka AWWA. Water Treatment Plant Design. New York: McGraw Hill Companies, Inc., 1998. Departemen Pekerjaan Umum. Petunjuk Teknis Perencanaan Perancangan Teknik SPAM Vol VI. Jakarta, 2002. 91
Lingkungan Tropis, vol.4, no.2, September 2010: 81-92 Droste, Ronald L.. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. Canada: John Willey & Sons, 1997. Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan No.907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat–Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta, 2002. Montgomery. Water Treatment Principles and Design. Canada: John Willey&Sons, 1985. PDAM Tirta Kahuripan. Bussines Plan 2009-2013 PDAM Tirta Kahuripan,Kab. Bogor. Cibinong, 2009. Indonesia. Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Jakarta, 2005. Indonesia. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta, 2001. PT. LEMTEK KONSULTAN INDONESIA. Master Plan Sistem Jaringan Air Bersih Kota Depok. Jakarta, 2007. Reynold and Richard. Unit Operation and Process In Environmental Engineering, 2nd ed. Boston: PWS Publishing Company, 1996. Indonesia. Undang-Undang No.7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. Jakarta, 2004.
92