1
ESTIMASI NILAI EKONOMI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN AKIBAT BEROPERASINYA TEMPAT PEMPROSESAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG, DEPOK
ARIO BISMOKO SANDJOYO
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok” adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2013
Ario Bismoko Sandjoyo
4
ABSTRAK ARIO BISMOKO SANDJOYO. Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA. Meningkatnya jumlah penduduk memiliki dampak yang sangat nyata terhadap lingkungan. Sampah yang merupakan produk sisa dari kegiatan manusia dapat menjadi sebuah permasalahan yang menggangu kehidupan manusia. Berdirinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung, Depok merupakan sebuah upaya untuk mengatasi permasalahan sampah di Kota Depok. Pertumbuhan penduduk juga menyebabkan permintaan lahan pemukiman semakin meningkat, karena keterbatasan lahan pada akhirnya banyak wilayah yang seharusnya tidak diperuntukan untuk tempat tinggal tetapi dijadikan tempat tinggal oleh masyarakat. Wilayah sekitar TPAS Cipayung yang kini padat penduduk menimbulkan permasalahan ketika letak TPAS berdekatan dengan pemukiman. Eksternalitas negatif dirasakan oleh masyarakat akibat beroperasinya TPAS Cipayung. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan, polusi udara dan polusi air merupakan kerusakan lingkungan yang paling dirasakan oleh masyarakat sekitar TPAS Cipayung. Hasil penelitian ini menunjukan nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung dengan pendekatan meteode cost of illness dan replacement cost, melalui pendekatan tersebut didapatkan nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan di wilayah administratif Kelurahan Cipayung sebesar Rp 3.288.269.934 per tahun yang merupakan penjumlahan dari biaya pengganti air minum dan biaya kesehatan. Rincian dari nilai ekonomi penuruan kualitas lingkungan tersebut adalah biaya kesehata sebesar Rp 838.202.184 per tahun dan biaya pengganti pembelian air minum sebesar Rp 2.450.067.750 per tahun. Kata kunci : cost of illness, eksternalitas, TPAS Cipayung, replacement cost
5
ABSTRACT ARIO BISMOKO SANDJOYO. Estimation of The Economic Value of Environmental Degradation as A Result of The Operation Cipayung Landfill, Depok. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI and NUVA The increasing number of residents has caused a significant impact on the environment. Garbage, as residual of human activity, may become a serious problem within human life. The establishment of Cipayung landfill was an effort to solve the problem of garbage in Depok City. Population growth also led to a growing demand for residential land, due to the limited land, many people build their home on the land that is not for habitation Currently, both of the population and Cipayung landfill are facing a new problem. It is considered that the location of landfill is too close to the residence and causing negative externalities to the population. The impact is perceived by the population due to the operation of Cipayung landfill. This led to a decline in the quality of environment, air pollution, and water pollution are the main environmental impact which perceived by the population around Cipayung landfill. The results of this research show the economic value of environmental degradation around Cipayung landfill with the approaximation methods of cost of illness and replacement cost, by the approximation methods above, it is estimated that the economic value of environmental degradation in administrative regions of Cipayung Village is worth Rp 3.288.269.934 per year which is the sum of the cost of illness which is worth Rp 838.202.184 per year and Rp 2.450.067.750 per year for replacement cost of the drinking water. Keywords : Cipayung landfill, cost of illness, externalities, replacement cost.
6
7
ESTIMASI NILAI EKONOMI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN AKIBAT BEROPERASINYA TEMPAT PEMPROSESAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG, DEPOK
ARIO BISMOKO SANDJOYO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
8
' kripsi: Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Temp at Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok : Ario Bismoko Sandjoyo : H44070093
Disetujui oleh
Dr. Ir.· k I tan Kumala Putri MS Pembimbing I
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
25 OCT 2013
Nuva, SP. MSc Pembimbing II
9
Judul Skripsi : Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok Nama : Ario Bismoko Sandjoyo NIM : H44070093
Disetujui oleh
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Nuva, SP. MSc Pembimbing II
10
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam selalu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Topik penelitian yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah estimasi nilai ekonomi
penurunan
kualitas
lingkungan
akibat
beroperasinya
tempat
pemprosesan akhir sampah Cipayung, Depok. Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Ayahanda tercinta (Tugino Ponco Sanjoyo), Ibunda tercinta (Mandalawati), Kakak dan adikku tersayang (Sigit Yoga Sanjoyo, Reza Lazuardi Sanjoyo dan Bayu Mukti Sanjoyo), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis. 2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing utama skripsi yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Nuva, SP, MSc selaku dosen pembimbing kedua skripsi yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik 4. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen penguji utama dan Hastuti, SP, M.P, M.Si selaku dosen perwakilan departemen. 5. Ir. Sahat Simanjuntak, MSc, sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah membimbing dan memberikan masukan serta arahan selama penulis menjalani kuliah. 6. Kepala Kesbangpolinmas Kota Depok, Kepala Unit Pelaksanan Teknis Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, dan Bapak Lurah Cipayung
11
beserta jajarannya yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi. 7. Sahabat-sahabat terbaik Fariz, Suci, Bahroin, Ilham, Ardi, Ashari, Rida, Noby, Firman, Dhany, Nabe, Lidya, Dean, Aris, Maryam, Elisa, Ria, Fadli, Wirda atas segala bantuan, semangat dan motivasinya. 8. Keluarga Besar ESL 44 atas segala cerita, pengalaman, bantuan, semangat dan motivasinya. 9. Keluarga Besar Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas pengalaman yang sangat berharga dan segala bantuan kawan-kawan sekalian. 10. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat Bogor, Oktober 2013
Ario Bismoko Sandjoyo
12
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL .............................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR. .......................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
v
I.
II.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang .................................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah .........................................................................
3
1.3
Tujuan Penelitian .............................................................................
5
1.4
Manfaat Penelitian ...........................................................................
6
1.5
Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sampah ............................................................................................
7
2.1.1 Penggolongan Sampah ...........................................................
7
2.1.2 Pengelolaan Sampah ...............................................................
8
2.2
Tempat Pembuangan Akhir Sampah ...............................................
9
2.3
Eksternalitas..................................................................................... 10
2.4
Dampak Lingkungan ....................................................................... 12
2.5
Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan ............................ 13
2.6
Penelitian Terdahulu ....................................................................... 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................... 17 3.1.1 Karakteristik Masyarakat ....................................................... 17 3.1.2 Cost of Illness dan Replacement Cost .................................... 17
3.1 IV.
Kerangka Pemikiran Operasional .................................................... 18
METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 21
4.2
Jenis dan Sumber Data .................................................................... 21
4.3
Metode Pengambilan Sampel .......................................................... 22
4.4
Metode Analisis Data ...................................................................... 23 4.4.1 Analisis Kondisi Lingkungan di Sekitar TPAS Cipayung ..... 24
13
4.4.2 Analisis Nilai Kerugian Masyarakat dengan Pendekatan Replacement Cost dan Cost of Illness ................................... ...24 4.4.3 Analisis Regresi Linier Berganda .......................................... 26 4.4.3.1Pengujian Parameter Regresi ...................................... V.
27
GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...............................................
29
5.1.1 Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung ....................
29
5.1.2 Gambaran Kondisi Lahan Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung .................................................................. 33 5.2
VI.
Karakteristik Responden .................................................................
34
5.2.1 Jenis Kelamin.........................................................................
34
5.2.2 Usia ........................................................................................
35
5.2.3 Jumlah Tanggungan ...............................................................
36
5.2.4 Pendidikan Formal .................................................................
36
5.2.5 Jenis Pekerjaan.......................................................................
36
5.2.6 Tingkat Pendapatan ...............................................................
37
5.2.7 Lama Tinggal .........................................................................
37
5.2.8 Status Lahan...........................................................................
37
HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Deskripsi Lingkungan Sekitar Tempat Pengelolaan Akhir Sampah Cipayung Bedasarkan Penilaian Responden ...................................
38
6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kondisi Air ...........................
39
6.1.2 Penilaian Responden terhadap Kondisi Udara ......................
40
6.1.3 Tingkat Gangguan Responden ...............................................
42
6.1.4 Penilaian Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung.................................. . 43 6.2
Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan .............................
44
6.2.1 Estimasi Biaya Kesehatan Akibat Beroperasinya TPAS Cipayung ...............................................................................
45
6.2.2 Estimasi Biaya Pengganti Akibat Beroperasinya TPAS Cipayung ................................................................................
47
6.2.3 Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya TPAS Cipayung ...........................................
49
14
6.3
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengganti ........ 49
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1
Simpulan ........................................................................................ 55
7.2
Saran .............................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 57 LAMPIRAN ...................................................................................................... 59 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 68
15
DAFTAR TABEL 1.
Matriks Metode Analisis Data .............................................................
23
2.
Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Cipayung Tahun 2012 ..........................................................................
30
3.
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun 2012 ......................................................................................... 30
4.
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Cipayung Tahun 2012 .......................................................................................... 31
5.
Karakteristik Responden ......................................................................
34
6.
Perubahan Lingkungan yang Paling Dirasakan Responden ................
43
7.
Daftar Penyakit yang Diderita Keluaga Responden dan Biaya Kesehatannya .......................................................................................
46
8.
Biaya Pengganti Pembelian Air Minum ..............................................
48
9.
Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda terhadap Besarnya Biaya Pengganti ............................................................................................. 50
DAFTAR GAMBAR 1.
Kurva Eksternalitas Negatif .................................................................
11
2.
Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional .................................
20
3.
Lokasi Penelitian ..................................................................................
21
4.
Peta TPAS Cipayung ...........................................................................
32
5.
Pembagian Zona TPAS Cipayung .......................................................
32
6.
Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan ..........................
38
7.
Kondisi Air Berdasarkan Persepsi Masyarakat....................................
39
8.
Kondisi Udara Berdasarkan Persepsi Responden ................................
41
9.
Tingkat Ketergangguan Masyarakat Akibat TPAS Cipayung .............
42
10. Pengelolaan TPAS Berdasarkan Persepsi Responden .........................
43
16
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Kuesioner.............................................................................................. 58
2.
Rekap Data Hasil Hasil Wawancara Responden................................... 63
3.
Hasil Olahan Data Regresi Linear Berganda Fungsi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan ............................................................................ 62
4.
Dokumentasi ......................................................................................... 65
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari interaksi dengan lingkungan. Segala bentuk kegiatan yang dilakukan memiliki dampak terhadap lingkungan, baik yang bisa bersifat positif
maupun
negatif.
Secara tidak
langsung dampak tersebut juga akan mempengaruhi kehidupan manusia di masa yang akan datang. Sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Sampah ditimbulkan dari sisa kegiatan manusia baik konsumsi maupun produksi. Kuantitas yang besar dan kualitas pengelolaan yang kurang baik merupakan penyebab dari permasalahan sampah. Sampah dan pengelolaannya di negara berkembang termasuk Indonesia menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut (Suprihatin et al. 1999 dalam Utari 2006): 1) kandungan persentase bahan organik dalam sampah tergolong tinggi (50 - 75 persen); 2) pengumpulan ulang, daur ulang, serta pengelolaan sampah lainnya tidak efisien dan tidak terorganisasi secara aman; 3) kondisi sarana pelayanan umum yang rendah; 4) industri besar dan kecil tidak memberi kan perhatian yang cukup dalam pengelolaan sampah, sedangkan pemerintah sulit untuk membiayai pengelolaannya; dan 5) belum diterapkannya prinsip bahwa produsen barang harus mengelola sampahnya sendiri. Menurut Sudrajat (2006), sampah menjadi masalah yang penting untuk kota yang padat penduduknya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1) volume sampah sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung Tempat Pembuangan
Akhir (TPA); 2) lahan TPA semakin sempit
karena tergeser tujuan penggunaan lain; 3) teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya. Hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari pembusukannya. Oleh karena itu, selalu diperlukan perluasan areal TPA baru; 4) sampah yang sudah matang dan telah berubah menjadi kompos tidak dikeluarkan dari TPA karena berbagai pertimbangan; 5) manajemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga sering
2
kali menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat setempat; 6) pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan; 7) kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan produk sampingan dari sampah sehingga menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di TPA. Permasalahan sampah seringkali terjadi di kota-kota besar di Indonesia, pesatnya pembangunan serta bertambahnya jumlah penduduk diduga menjadi penyebab timbulnya permasalahan tentang sampah. Berdasarkan penelitian Pramono (2009) disebutkan bahwa timbulan sampah sebesar 80.235,87 ton/hari dari 384 kota di Indonesia hanya 4,2 persen yang tertangani (dibuang dan diangkut) di TPA. Selebihnya antara lain 37,6 persen dibakar, 4,9 persen dibuang ke sungai dan tidak tertangani sebesar 53,3 persen Kota Depok sebagai salah satu kota yang menjadi penyangga ibu kota dengan jumlah penduduk mencapai 1.813.612 jiwa (BPS Kota Depok. 2011) juga memiliki permasalahan mengenai timbulan sampah. Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok (2011) setiap hari timbulan sampah yang dihasilkan di Kota Depok mencapai 4897 m3. Sampah ini dibuang ke Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung luas nya sekitar 11,2 hektar yang merupakan satu-satunya TPAS di Kota Depok. Setiap harinya jumlah sampah yang dapat diangkut sebesar 1.140 m3 dengan menggunakan 57 truk masing-masing bermuatan 10 m3. Setiap truk beroperasi sebanyak dua putaran setiap harinya. Pada tahun 2012 Pemerintah Kota (Pemkot) sudah memiliki Unit Pengolahan Sampah (UPS) sebanyak19 UPS. Setiap UPS diupayakan dapat mengolah sampah sekitar 30 m3 setiap harinya. Sejak berdirinya UPS tersebut dapat mengolah sampah sekitar 570 m3 setiap harinya. Secara tidak langsung adanya UPS tersebut menambah jumlah sampah yang dapat ditangani yaitu menjadi sebesar 1.710 m3 perhari. Akan tetapi hal tersebut belum dapat menangani keseluruhan jumlah timbulan sampah yang setiap harinya mencapai 4.897 m3 sehingga terdapat sekitar 3.187 m3 yang tidak tertangani. Sebanyak 3.187 m3 sampah yang tidak tertangani oleh pihak TPAS sebagian besar dikelola
3
secara swadaya oleh masyarakat Kota Depok. Sampah yang menumpuk di TPAS Cipayung dan belum diolah karena keterbatasan UPS. Hal ini menyebabkan timbunan sampah yang menggunung hingga ketinggiannya mencapai 15- 35 m di TPAS Cipayung. Penelitian ini difokuskan untuk membahas dampak negatif dan penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung. Selain itu penelitian ini juga akan mendeskripsikan kondisi lingkungan pemukiman disekitar TPAS Cipayung berdasarkan persepsi masyarakat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di sekitar TPAS Cipayung. 1.2 Perumusan Masalah Pertambahan jumlah penduduk di Kota Depok membuat timbulan sampah terus meningkat. Semakin banyak kegiatan manusia seiring semakin pesatnya pembangunan juga menjadi penyebab semakin meningkatnya timbulan sampah. Meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan tidak diiringi dengan pengelolaan sampah yang memadai. Sistem pengelolaan sampah yang masih konvensional membuat timbunan sampah semakin menggunung di lokasi TPAS. Pertumbuhan penduduk juga menyebabkan semakin terbatasnya lahan pemukiman di Kota Depok. Kondisi ini menyebabkan banyak warga yang terpaksa memilih tinggal di lingkungan yang tidak layak. Lokasi sekitar TPAS Cipayung
yang tidak tepat untuk pemukiman terpaksa dijadikan pemukiman
karena keterbatasan lahan, sehingga kualitas hidup masyarakat sekitar TPAS semakin memburuk. Pertambahan jumlah sampah yang terus terjadi setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk membuat TPAS Cipayung semakin penuh dengan sampah. TPAS Cipayung diprediksi sudah tidak mampu lagi menampung jumlah sampah Kota Depok pada tahun 2019 dengan proyeksi volumenya mencapai 12.106.074,44 m3 (Widhiasari, 2012). Lokasi TPAS Cipayung yang berdekatan dengan pemukiman juga menimbulkan dampak bagi masyarakat. Bagi
4
masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung atau pengepul barang bekas, TPAS Cipayung mampu memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga mereka. Akan tetapi di sisi lain dampak negatif yang ditimbulkan akibat keberadaan TPAS Cipayung juga tidak sedikit. Penurunan kualitas lingkungan menjadi masalah utama yang dialami masyarakat akibat keberadaan TPAS Cipayung. Penurunan kualitas yang dialami masyarakat sekitar TPAS Cipayung antara lain pencemaran air tanah, pencemaran tanah, pencemaran udara dan perusakan pemandangan. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya tingkat kesehatan pada masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah dapat menimbulkan gangguan keseimbangan lingkungan, kesehatan dan keamanan, serta pencemaran. Secara spesifik disebutkan bahwa gangguan tersebut meliputi : 1) pencemaran udara dan bau yang tidak sedap; 2) sampah bertumpuk-tumpuk berpotensi menimbulkan kondisi physicochemis yang dapat mengakibatkan kenaikan suhu dan perubahan pH tanah; 3) kekurangan oksigen pada daerah pembuangan sampah; 4) gas-gas yang dihasilkan selama dekomposisi sampah dapat membahayakan kesehatan, bahkan kadang-kadang beracun dan mematikan; 5) penularan penyakit yang ditimbulkan oleh sampah; dan 6) secara estetika, pemandangan yang tidak indah untuk dinikmati. Eksternalitas akibat timbulan sampah dan beroperasinya TPAS Cipayung dirasakan oleh masyarakat sekitar TPAS. Beberapa masyarakat merasakan dampak positif antara lain dengan bertambahnya sumber penghasilan dari sampah yang masih bisa dimanfaatkan untuk dijual dan bekerja sebagai karyawan di TPAS, namun tidak sedikit yang merasakan eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif yang terjadi antara lain semakin sulitnya masyarakat sekitar untuk mengakses air bersih untuk keperluan konsumsi mereka serta gangguan kesehatan. Kerugian tersebut terus dirasakan oleh masyarakat sekitar dengan beroperasinya TPAS Cipayung. Analisa dampak ekonomi dari keberadaan TPAS Cipayung bagi masyarakat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana manfaat TPAS tersebut bagi
5
masyarakat yang tinggal disekitar TPAS. Selain itu, dampak lingkungan juga perlu dianalisa agar diketahui sejauh mana TPAS Cipayung berkontribusi dalam perbaikan lingkungan hidup di Kota Depok. Kedua elemen tersebut sangat penting mengingat kegiatan manusia perlu mempertimbangkan aspek ekonomi dan lingkungannya. Penurunan kualitas lingkungan akibat kegiatan di TPAS Cipayung perlu diamati lebih dalam. Pencemaran air, tanah, udara dan pemandangan yang tidak indah merupakan bagian dari penurunan kualitas lingkungan akibat kegiatan di TPAS Cipayung. Akibatnya masyarakat harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengganti kebutuhan sumberdaya yang tercemar dan biaya kesehatan untuk memperbaiki kualitas kesehatan yang semakin menurun. Berdasarkan permasalahan di atas, maka beberapa aspek yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana persepsi masyarakat mengenai kondisi lingkungan di sekitar TPAS Cipayung ?
2.
Berapakah besar nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung?
3.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi biaya pengganti pembelian air minum di sekitar TPAS Cipayung ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengkaji eksternalitas yang
terjadi akibat keberadaan TPAS Cipayung. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagi berikut: 1.
Menginterpretasikan persepsi masyarakat mengenai kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung.
2.
Mengestimasi nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung.
3.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengganti pembelian air minum di sekitar TPAS Cipayung.
6
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Bagi pemerintah daerah dalam pembuatan kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat khususnya dalam pengelolaan sampah.
2.
Bagi akademisi, menjadi referensi dalam mengkaji nilai penurunan kualitas lingkungan
3.
Bagi peneliti, berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kelengkapan penelitian selanjutnya. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah wilayah penelitian yang berlokasi di sekitar TPAS Cipayung, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Depok dengan radius tidak lebih satu kilometer dari TPAS Cipayung. Batasan penghitungan estimasi nilai penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung menggunakan metode cost of illness dan replacement cost dan hanya dilakukan pada wilayah Kelurahan Cipayung dalam waktu satu tahun terakhir. Sedangkan batasan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hanya dilakukan pada biaya pengganti air minum, karena biaya tersebut yang paling dominan dialami oleh masyarakat.
7
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990) dalam (Sulistyorini, 2005). Kastaman dan Kramadibrata (2007) mendefinisikan sampah (waste) adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa buangan domestik (rumahtangga) maupun buangan pabrik sebagai sisa proses industri. Ditinjau dari segi sosial ekonomis sampah sudah tidak memiliki harga serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan pelestarian alam (Hadiwiyoto, 1983). Sampah yang berasal dari daerah pemukiman umumnya merupakan sampah organik yang cepat lapuk (garbage), yaitu sisa sayuran, nasi basi, berbagai jenis kertas, daun, dan air larutan deterjen bekas cucian. Sampah industri umumnya merupakan sampah organik yang lambat lapuk (rubish), misalnya limbah pabrik berupa kertas karton, ampas, limbah sisa gergajian dan serpihan kayu, serbuk besi dan logam lainnya, karton, plastik, kaca, mika, dan sebagainya. Secara kimiawi, sampah-sampah tersebut dibedakan sebagai sampah organik dan sampah anorganik . 2.1.1 Penggolongan Sampah Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum (1986) dalam Kastaman dan Kramadibrata (2007) sampah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: 1. Sampah basah (garbage), yaitu sampah yang susunannya terdiri atas bahan organik yang mempunyai sifat mudah membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah. Sampah yang termasuk jenis sampah ini adalah sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dedaunan. 2. Sampah kering (rubbish), yaitu sampah yang terdiri atas bahan anorganik yang sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
8
a. Sampah kering logam, misalnya kaleng, pipa besi tua, mur, baud, seng, dan segala jenis logam yang sydah usang. b. Sampah kering non logam, yang terdiri atas: 1) sampah kering mudah terbakar (Combustible Rubbish), misalnya: kertas, karton, kayu, kain bekas, kulit, kain-kain usang; 2) sampah kering sulit terbakar (Non Combustible Rubbish), misalnya: pecahan gelas, botol, kaca. 3. Sampah lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri atas partikel-partikel kecil dan memiliki sifat mudah beterbangan serta membahayakan atau mengganggu pernafasan dan mata. Sampah tersebut terdiri atas: a. Debu, yaitu pertikel-partikel kecil yang berasal dari proses mekanis, misalnya serbuk dari penggergajian kayu, debu asbes dari pabrik pipa atau atap asbes, debu dari pabrik tenun, debu dari pabrik semen, dll. b.
Abu, yaitu partikel-partikel yang berasal dari proses pembakaran, misalnya abu kayu atau abu sekam, abu dari hasil pembakaran sampah (incenerator).
2.1.2
Pengelolaan Sampah Model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan
tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan. Urugan atau model buang dan pergi ini bisa saja dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila tidak ada pemukiman dibawahnya, tidak menimbulkan polusi udara, polusi pada air sungai, longsor, atau estetika. Model ini umumnya dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak begitu besar. Pengelolaan sampah yang kedua lebih maju dari cara urugan, yaitu tumpukan. Model ini bila dilaksanakan secara lengkap sebenarnya sama dengan teknologi aerobik. Hanya saja tumpukan perlu dilengkapi dengan unit saluran air buangan, pengolahan air buangan (leachate), dan pembakaran ekses gas metan (flare). Model yang lengkap ini memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan. Model seperti ini banyak diterapkan di kotakota besar (Sudrajat, 2006).
9
Soma (2010) memaparkan bahwa pengelolaan sampah adalah sebuah upaya komprehensif menangani sampah-sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia, dikelompokkan menjadi enam elemen terpisah yaitu: Pertama, pengendalian bangkitan (control of generation). Kedua, penyimpanan (storage). Ketiga, pengumpulan (collection). Keempat, pemindahan, dan pengangkutan (transfer and transport). Kelima, pemrosesan (processing), dan keenam, yaitu pembuangan (disposal). Menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007), pada umumnya pengelolaan sampah di perkotaan terdiri atas beberapa tahapan proses, antara lain: 1) pewadahan di tempat timbulan; 2) pengumpulan dari wadah tempat timbulan ke tempat pemindahan (tempat pembuangan sementara); 3) pemindahan dari wadahnya di alat pengangkut; 4) pengangkutan ke tempat pembuangan atau ke tempat pengolahan; 5) pengolahan sampah untuk dimanfaatkan; 6) pembuangan akhir. 2.2 Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Menurut Suryanto (1988) dalam Yudiyanto (2007), pembuangan akhir sampah adalah suatu upaya untuk memusnahkan sampah di tempat tertentu yang disebut TPA. Beberapa metode pengolahan sampah dalam pembuangan akhir di TPA, yaitu: 1. Open Dumping Metode ini merupakan cara pembuangan akhir yang sederhana karena sampah hanya ditumpuk di lokasi tertentu tanpa perlakuan khusus. 2. Controlled Landfill Metode ini merupakan peralihan antara teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan diratakan. Pipa-pipa ditanam pada dasar lahan untuk mengalirkan air lindi dan ditanam secara vertikal untuk mengeluarkan metan ke udara. Setelah timbunan sampah penuh dilakukan penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan dipadatkan.
10
3. Sanitary Landfill Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini, sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan, kemudian dilapisi tanah dan dipadatkan kembali, di atas lapisan tanah penutup tadi dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya berselang-seling antara lapisan tanah dan sampah. 2.3 Eksternalitas Pada kegiatan perekonomian yang dilakukan pelaku ekonomi memiliki dampak bagi pihak lain. Dampak yang secara langsung atau tidak langsung dirasakan oleh salah satu pihak atau kelompok akibat dari kegiatan yang dilakukan pihak lain hal tersebut disebut eksternalitas. Secara garis besar eksternalitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif terjadi apabila pihak yang merasakan dampak mendapat keuntungan dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain tanpa mengganggu pihak yang melakukan kegiatan tersebut. Ekternalitas negatif terjadi apabila pihak yang merasakan dampak mengalami kerugian dari kegiatan yang dilakukan pihak lain. Menurut Mangkoesoebroto (1993), keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah yang disebut dengan eksternalitas. Jadi, yang dimaksud dengan eksternalitas hanyalah apabila tindakan seseorang mempunyai dampak terhadap orang lain (atau segolongan orang lain) tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi. Secara umum eksternalitas tidak akan menggangu tercapainya efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun yang menguntungkan
dimasukan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan
jumlah barang yang diproduksi. Efisiensi ekonomi akan tercapai apabila Marginal Sosial Cost (MSC) sama dengan Marginal Sosial Benefit (MSB).
11
Salah satu contoh eksternalitas yang sering terjadi adalah eksternalitas produksi negatif. Hal ini terjadi apabila produsen melakukan kegiatan produksi dan memberikan dampak negatif kepada pihak yang lain seperti pencemaran limbah atau kerusakan lingkungan. Gambar 1 menjelaskan bagaimana ekternalitas negatif terjadi. Kurva permintaan menunjukkan Marginal Social Benefit (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output yang optimum terjadi pada tingkat produksi sebesar 0Q1 dengan harga di P1, dimana pada saat MSC=MSB. Apabila pengusaha tidak memperhitungkan biaya eksternalitas dalam menentukan harga dan jumlah output yang dihasilkan, maka pengusaha menetapkan tingkat produksi sebesar 0Q2 dengan harga di P2, yaitu di mana kurva permintaan MSB memotong kurva PMC, sehingga tampak bahwa jumlah yang diproduksi terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi yang optimum. Apabila dalam melakukan kegiatan produksi timbul suatu eksternalitas negatif, maka MEC>0 sedangkan MEB=0, berarti PMC<MSC dan MSC=PMC+MEC>MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi produksi ditinjau dari seluruh masyarakat mencapai optimum. Rp
MSC=PMC+MEC PMC MEC
P1 P2
MSB 0
Q1
Q2
Jumlah Produksi (Timbulan Sampah)
Sumber : Mangkoesoebroto (1993)
Gambar 1. Kurva Eksternalitas Produksi Negatif
12
dimana: MSC = Marginal Sosial Cost MSB = Marginal Sosial Benefits PMC = Private Marginal Cost MEC = Marginal External Cost MEB = Marginal External Benefits 2.4 Dampak Lingkungan Menurut Soemarno (2007), dampak lingkungan adalah perubahan lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan. Perubahan mendasar ini meliputi tiga kelompok besar, yaitu: 1) perubahan akibat suatu kegiatan yang (secara kumulatif) menghilangkan identitas rona lingkungan awal secara nyata; 2) perubahan akibat suatu kegiatan yang menimbulkan ekses nyata pada kegiatan lain di sekitarnya; dan 3) perubahan akibat suatu kegiatan yang menyebabkan suatu rencana tata ruang Sumber Daya Alam (SDA) tidak dapat dilaksanakan secara konsisten lagi. Sedangkan cara penentuan dampak lingkungan adalah: 1) berdasarkan pengalaman empiris profesional (expert judgement); 2) perubahan dibandingkan dengan baku mutu lingkungan; 3) perubahan dibandingkan dengan sistem nilai, fasilitas, pelayanan sosial dan sumberdaya yang diperlukan. Kriteria penentuan dampak lingkungan ada beberapa faktor yang penting untuk diperhatikan antara lain adalah: 1) jumlah penduduk yang terkena dampak lingkungan; 2) luas wilayah penyebaran dampak lingkungan; 3) lamanya dampak lingkungan berlangsung; 4) intensitas dampak lingkungan; 5) banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak lingkungan; 6) sifat kumulatif dampak lingkungan; dan 7) reversibilitas / irreversibilitas lingkungan.
akibat dampak
13
2.5 Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Penilaian nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan pada masyarakat dapat dilakukan dengan pendekatan Averting Behaviour Method (ABM). ABM menggambarkan pengeluaran yang dibuat atau dikeluarkan masyarakat dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif degradasi lingkungan. Metode ini menggunakan biaya dari pembelian barang (produk) tertentu untuk menilai kualitas lingkungan. Secara umum, metode ini sangat sesuai diaplikasikan untuk kasus-kasus dimana pencegahan kerusakan atau pengeluaran untuk barangbarang pengganti benar-benar ada atau benar-benar akan dibuat (Jones, et al. 2000). Averting behaviour method dimulai dengan gagasan bahwa orang mencoba untuk melindungi diri mereka sendiri ketika menghadapi risiko lingkungan. Sebagai contoh, dampak ekonomi negatif tidak aman mengkonsumsi air minum, perubahan kesejahteraan, biaya pengobatan, kehilangan pendapatan, kehilangan produksi, kehilangan waktu senggang dan pengeluaran medis. Studi perilaku averting dimulai dengan asumsi bahwa orang membuat pilihan untuk memaksimalkan tingkat kesejahteraan ketika dihadapkan dengan risiko kesehatan (Whitehead, 2005). Jones, et al. (2000) menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe ABM, yaitu: a. Damage Cost Avoided atau Preventive Expenditure Metode damage cost avoided mengestimasi nilai ekonomi berdasarkan biaya yang dihasilkan akibat hilangnya jasa lingkungan. Pendekatan ini menggunakan nilai properti yang dilindungi atau biaya dari tindakan yang diambil untuk mencegah kerusakan sebagai sebuah ukuran dari manfaat yang disediakan ekosistem (lingkungan). Pendekatan ini secara khusus sangat bermanfaat dalam penilaian ekosistem yang menyediakan suatu bentuk perlindungan alami. Tahapan pelaksanaan damage cost avoided method: 1) mengenali jasa perlindungan yang disediakan dan menaksir area proteksi yang akan berubah sesuai skenario kehilangan ekosistem tertentu; mencakup informasi mengenai kemungkinan peristiwa kerusakan yang terjadi dan tingkat kerusakan dibawah skenario ecosystem loss yang berbeda;
14
2) mengenali infrastruktur, properti dan populasi manusia yang akan terkena dampak perubahan proteksi menjelaskan batasan dampak yang tidak akan dianalisa; 3) mengestimasi skala tambahan kerusakan di bawah skenario kehilangan ekosistem; 4) mengestimasi biaya kerusakan tersebut dengan menggunakan informasi dari nilai aset yang mempunyai resiko.
b. Replacement Cost Replacement cost adalah metode yang mengestimasi nilai jasa lingkungan sebagai biaya penggantian jasa tersebut dengan barang dan jasa alternatif buatan. Metode ini menggambarkan jasa lingkungan yang bisa ditiru dengan menggunakan teknologi. Pada dasarnya, dalam metode ini diasumsikan bahwa sejumlah uang yang dikeluarkan masyarakat untuk mengganti aset (jasa) lingkungan secara umum sama dengan manfaat yang hilang dari jasa yang tersedia untuk masyarakat. c. Substitute Cost Substitute cost adalah metode yang mengestimasi nilai jasa lingkungan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk mensubsitusi barang dan jasa yang hilang akibat kerusakan lingkungan, dapat dengan menggunakan teknologi. Barang dan jasa yang digunakan untuk mensubsitusi sebaiknya harus sama atau lebih baik dari kondisi yang ada.
Averting Behavior Methods memiliki beberapa kelebihan sebagai metode dalam penilaian kerusakan (Aravossis dan Karydis, 2004), antara lain: 1) Data yang dibutuhkan relatif sederhana. 2) Estimasi nilai menggunakan data pengeluaran aktual. Selain kelebihan diatas, ABM memiliki permasalahan dan keterbatasan sebagai berikut (Hadley, et al., 2011): 1) Metode ini bukan metode yang sering digunakan. 2) Metode ini hanya dapat memperkirakan use value dari sumberdaya alam dan lingkungan.
15
3) Penggunaan metode ini terbatas pada kasus-kasus dimana rumah tangga menghabiskan uang untuk mengimbangi penurunan kualitas lingkungan. 4) Penggunaan metode ini terbatas pada kasus-kasus dimana mereka yang terkena dampak langsung, bertindak mengurangi permasalahan kualitas lingkungan. 5) Sulit mendapatkan data yang sesuai. 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian yang berhubungan dengan estimasi nilai kerugian masyarakat atau nilai penurunan kualitas lingkungan pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Bujagunasti (2009) melakukan penelitian mengenai estimasi manfaat dan kerugian akibat keberadaan tempat pembuangan akhir (studi kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi). Hasil studi tersebut menginformasikan bahwa nilai manfaat yang didapat akibat keberadaan TPA Bantar Gebang adalah sebesar Rp 183.547.000 nilai tersebut didapatkan dengan mengkalkulasi jumlah pendapatan yang didapat oleh masyarakat yang bekerja di TPA Bantar Gebang. Nilai kerugian yang didapatkan dengan pendekatan replacement cost dan cost of illness adalah sebesar Rp 13.385.300. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan manfaat bersih dari keberadaan TPA Bantar Gebang sebesar Rp 170.161.700 per tahun. Hifdziyah (2011) melakukan penelitian tentang analisis penurunan kualitas lingkungan di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dari hasil penilitian didapatkan
hasil perhitungan
menggunakan metode cost of illness dan replacement cost menunjukkan bahwa penurunan kualitas lingkungan untuk biaya kesehatan sebesar Rp 15.019.248.000 per tahun, sedangkan biaya pengganti air minum sebesar Rp 1.230.828.000 per tahun.
Total
nilai
penurunan
kualitas
lingkungan
adalah
sebesar
Rp
16.250.076.000 per tahun. Nilai ini merupakan biaya kerugian yang dirasakan masyarakat dalam satu tahun terakhir. Powell dan Brison (2004)
melakukan
penelitian untuk menghitung
perkiraan biaya eksternal dari TPA mulai 1 Poundsterling sampai 4 Poundsterling
16
per ton limbah. Biaya tersebut tergantung apakah kerusakan hanya terjadi di Inggris atau di wilayah lainnya. Untuk pembakaran sampah, manfaat eksternal sejumlah 2 poundsterling sampai 4 poundsterling per ton telah diperkirakan. Namun,
sebuah
peringatan
dikeluarkan
sebagai
perkiraan
ini
tidak
memperhitungkan efek disamenity, atau apakah itu termasuk efek kemacetan pengangkutan sampah ke fasilitas pembuangan limbah. Karena khawatir efek kesehatan dari emisi dari insinerator limbah, efek disamenity mungkin lebih besar daripada manfaat eksternal pembakaran. Ketakutan ini mungkin juga berarti bahwa efek disamenity insinerator mungkin lebih besar daripada tempat pembuangan sampah, meskipun tingkat disamenity TPA juga mungkin tinggi, terutama jika ada kecurigaan bahwa air lindi mungkin mencemari persediaan air minum.
17
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tahap awal penelitian adalah menentukan karakteristik responden, guna mengetahui interaksi masyarakat dengan lingkungan disekitarnya. Pendekatan analisis deskriptif dan wawancara secara langsung merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui karakteristik responden. Setelah karakteristik responden diketahui maka mulailah estimasi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan dilakukan dengan pendekatan metode replacement cost dan cost of illness. Metode yang digunakan dapat menggambarkan berapa besar kerugian yang dialami masyarakat dengan biaya tambahan yang dikeluarkannya. 3.1.1
Cost of Illness dan Replacement Cost Cost of illness dan replacement cost adalah metode yang dapat digunakan
untuk estimasi nilai kerugian akibat sebuah kegiatan ekonomi yang dijalankan. Pengukuran nilai dapat dilakukan dengan mencari berapa besar biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengganti kebutuhan mereka setelah terkena dampak dari kegiatan ekonomi dengan biaya alternatif maupun biaya pengganti. Menuk
rut Champ et al. (2003), metode
biaya kesehatan tidak
mengestimasi surplus konsumen atau harga marjinal. Metode biaya kesehatan secara sederhana berusaha untuk mengukur biaya kesehatan secara penuh, termasuk biaya perawatan. Biaya kesehatan terdiri dari dua macam.: medical cost dan non medical cost. Biaya yang termasuk medical cost adalah biaya perawatan medis sedangkan biaya yang termasuk non medical cost adalah biaya perjalanan pasien dan akomodasi sampai mendapat pengobatan. Biaya pengganti adalah menilai asset yang didasari oleh biaya untuk mengganti asset tersebut apabila dibutuhkan pada saat sekarang. Biaya pengganti dapat digunakan untuk menentukan nilai suatu asset pada saat ini. Beberapa keunggulan yang dimiliki metode biaya pengganti adalah dapat mengatasi kesalahan penghitungan akuntasi yang menggunakan nilai saat ini, metode ini
18
juga cukup transparan dan dapat menjadi dasar penentuan keputusan untuk memasuki suatu pasar. Sedangkan kekurangannya adalah metode ini terkesan subjektif karena nilai saat ini sulit untuk ditentukan, metode ini juga membutuhkan penghitungan yang akurat, mengabaikan sifat keoptimalan dan memungkinkan terjadinya overestimate dari suatu asset yang dinilai. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kota Depok merupakan salah satu kota yang memiliki permasalahan tentang sampah. Sumber penghasil sampah di Depok bermacam-macam mulai dari rumah tangga, industri dan fasilitas umum seperti pasar, rumah sakit, terminal dan sumber sampah lainnya. TPAS Cipayung menjadi andalan dalam pengumpulan serta pengelolaan sampah, namun jumlah lahan yang terbatas serta sarana dan prasarana yang minim menjadi masalah tersendiri dalam pengolahan sampah di Kota Depok. Belum lagi jumlah penduduk Kota Depok semakin bertambah yang menyebabkan jumlah sampah yang dihasilkan juga semakin banyak. Hal itu mengakibatkan terjadi penumpukan yang tidak wajar di TPAS Cipayung yang dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan Masalah lain yang timbul di kota besar akibat dari melonjaknya jumlah penduduk adalah masalah ketersediaan lahan pemukiman. Karena semakin terbatasnya lahan pemukiman membuat masyarakat sering tidak peduli akan kualitas lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan yang kurang layak pun kadang terpaksa dipilih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal, seperti pemukiman disekitar TPAS Cipayung. Penelitian ini mendeskripsikan kondisi lingkungan di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden dengan menggunakan analisis deskriptif, mengestimasi besarnya nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan
TPAS Cipayung dengan metode cost of illness dan
replacement
Selanjutnya,
cost.
dilakukan
analisis
faktor-faktor
mempengaruhi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan tersebut
yang
19
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi besarnya nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat beroperasinya TPAS Cipayung, sehingga dapat memberikan rekomendasi upaya yang dapat diambil oleh pemerintah Kota Depok dalam meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan TPAS tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan kerangka pemikiran yang dilaksanakan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang tersaji pada Gambar 2.
20
Pertambahan Jumlah Penduduk Kota Depok
Peningkatan Timbulan Sampah
Keterbatasan Lahan Pemukiman
Peningkatan Volume Sampah di TPAS Cipayung
Berdirinya Pemukiman di sekitar TPAS Cipayung
Ekternalitas Negatif
Penurunan Kualitas Lingkungan
Kualitas Lingkungan Sekitar TPAS Cipayung
Estimasi Nilai Ekonomi dari Penurunan Kualitas Lingkungan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Ekonomi dari Penurunan Kualitas Lingkungan
Rekomendasi Upaya Meminimalisir Dampak Negatif TPAS Cipayung
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional
21
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di RT 04 RW 06, RT 02 RW 07, dan RT 05 RW 07 Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Depok yang berlokasi tepat berdampingan dengan sekitar TPAS Cipayung. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan lokasi TPAS Cipayung berdekatan dengan pemukiman warga dan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2013. Gambar 3 menunjukkan lokasi pengambilan data responden.
Lokasi Penelitian
TPAS Cipayung Lokasi Penelitian
Sumber: UPT TPAS Cipayung (2012)
Gambar 3. Lokasi Penelitian 4.2
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui wawancara dengan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar TPAS Cipayung dan berpedoman
22
dengan kuesioner yang telah dibuat sebelumnya. Data primer yang digunakan meliputi karakteristik responden dan respon responden mengenai seberapa besar kerugian yang dialami dengan pendekatan replacement cost dan cost of illness. Data sekunder diperoleh dari laporan perusahaan, laporan penelitian, instansi terkait seperti Kantor kelurahan Cipayung dan Unit Pelaksana Teknis TPAS Cipayung, serta data lainnya yang relevan dengan tujuan penelitian ini. 4.3
Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified sampling. Masyarakat yang diambil sebagai sampel adalah warga yang bertempat tinggal disekitar TPAS Cipayung dan terkena dampak negatif akibat beroperasinya TPAS Cipayung. Strata sampel dibedakan berdasarkan jarak tempat tinggal dari TPAS Cipayung. Jumlah sample masyarakat sekitar TPAS Cipayung pada penelitian ini adalah
35 orang masyarakat yang tinggal disekitar TPAS Cipayung. Strata
sampel dibedakan berdasarkan jarak tempat tinggal dari TPAS Cipayung. Sampel diklasifikasikan berdasarkan wilayah administratif skala RT (Rukun Tetangga). Jumlah sample masyarakat sekitar TPAS Cipayung pada penelitian ini adalah 35 orang. Sampel didapatkan dari tiga RT yang berbatasan langsung dengan TPAS Cipayung yaitu RT 04 RW 06 sebanyak tiga sampel, RT 02 RW 07 sebanyak 28 sampel, dan RT 05 RW 07 sebanyak empat sampel. Sampel terbanyak didapat dari RT 02 RW 07 dikarenakan RT 02 RW 07 memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan TPAS Cipayung paling luas dibandingkan RT lainnya. Responden lainnya adalah instantsi terkait yang berhubungan dengan TPAS Cipayung seperti pegawai serta Lurah Kelurahan Cipayung, pegawai serta Kepala Unit Pelaksana Teknis TPAS Cipayung dan pegawai Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok.
23
4.4 Metode Analisis Data Data penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mengkaji karakteristik sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Cipayung. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pendekatan replacement cost dan cost of illness dan regresi linier berganda. Pengolahan dan analisis data mengunakan komputer dengan bantuan program Microsoft Office Excel dan SPSS 17. Pada Tabel 1 ditampilkan matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian ini. Tabel 1. Matriks Metode Analisis Data No 1
Tujuan Penelitian Menganalisis persepsi masyarakat mengenai kondisi lingkungan disekitar TPAS Cipayung
Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Data primer melalui Analisis deskriptif wawancara dengan masyarakat sekitar TPAS Cipayung dan data sekunder dari Kelurahan Cipayung, UPT TPAS Cipayung, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok
2
Mengestimasi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat beroperasinya TPAS Cipayung
Data primer melalui Cost of illness dan wawancara dengan replacement cost masyarakat sekitar TPAS Cipayung dan data sekunder dari Kelurahan Cipayung, UPT TPAS Cipayung, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok
3
Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi nilai kerugian masyarakat
Data primer melalui Analisis regresi linear wawancara dengan berganda masyarakat sekitar TPAS Cipayung
24
4.4.1 Analisis Deskriptif Kualitatif Kondisi Lingkungan di Sekitar TPAS Cipayung Analisis kondisi lingkungan di sekitar TPAS Cipayung dengan pendekatan analisis deskriptif kualitas lingkungan bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan di pemukiman sekitar TPAS Cipayung. Hasil dari analisis tersebut dapat menjelaskan sejauh mana dampak negatif dari beroperasinya TPAS Cipayung. Kondisi kualitas lingkungan dapat dilihat dari pencemaran yang terjadi antara lain pencemaran air dan udara. Pencemaran air dapat diketahui terjadi atau tidak dengan melihat kondisi air. Kondisi kualitas air dapat dilihat dari wujud fisik air yang tersedia dan melihat kandungan apa saja yang ada di dalamnya sehingga dapat ditentukan air tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak. Begitu pula dengan kualitas udara bisa dilihat dari kandungan yang terkandung dalam udara masih layak atau tidak untuk dihirup. 4.4.2
Analisis Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan dengan Pendekatan Replacement Cost dan Cost of Illness Nilai ekonomi penuruan kualitas lingkungan didapat dari hasil wawancara
dengan responden dengan pendekatan replacement cost dan cost of illness yang merujuk pada biaya yang dikeluarkan masyarakat akibat dari perubahan lingkungan yang terjadi. Nilai rata-rata untuk masing-masing pendekatan didapat dari nilai keseleruhuan dari masing-masing pendekatan dibagi jumlah responden. Data yang didapat dengan pendekatan replacement cost kemudian ditabulasi dengan beberapa komponen biaya pengganti. Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan didapat dari nilai rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk mengganti sumberdaya yang hilang dibagi jumlah responden yang menegeluarkan biaya pengganti. Cara untuk menghitung rata-rata biaya pengganti digunakan persamaan sebagai berikut :
......................................................... (1)
25
dimana: RBP
= Rata-rata Biaya Pengganti (Rp)
BPi
= Biaya Pengganti Responden i (Rp)
n
= Jumlah Responden
i
= Responden ke-i (1,2,3……,n) Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan yang hilang dari biaya
kesehatan dapat diketahui dengan menghitung jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk mengobati penyakit yang terjadi akibat kerusakan lingkungan sekitar. Data yang didapat kemudian ditabulasi dalam tabel dan kemudian untuk memperoleh biaya rata-ratanya didapatkan dari total uang yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit dibagi jumlah responden yang mengeluarkan biaya kesehatan. Cara untuk menghitung rata-rata biaya kesehatan tersebut maka digunakan persamaan sebagai berikut : .................................................... (2) dimana : RBK = Rata-rata Biaya Kesehatan (Rp) BKi
= Biaya Kesehatan Responden i (Rp)
n
= Jumlah Responden
i
= Responden ke-i (1,2,3……,n) Nilai rata-rata total penurunan kualitas lingkungan rata-rata didapat dari
rata-rata biaya pengganti dijumlahkan dengan rata-rata biaya kesehatan dengan persamaan : ........................................................(3)
atau RPKL = RBP + RBK
..............................................................(4)
dimana : RPKL = Rata-rata Penurunan Kualitas Lingkungan (Rp) RBP
= Rata-rata Biaya Pengganti (Rp)
RBK = Rata-rata Biaya Kesehatan (Rp)
26
BPi
= Biaya Pengganti Responden i (Rp)
BKi
= Biaya Kesehatan Responden i (Rp)
n
= Jumlah Responden
i
= Responden ke-i (1,2,3……,n)
4.4.3
Analisis Regresi Linier Berganda Model regresi berganda adalah model regresi yang terdiri lebih dari satu
variabel bebas. Terdapat hubungan antara variabel bebas dan terikat dalam regresi linier berganda. Sifat-sifat OLS (Ordinary Least Square) adalah: (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter atau variabel penjelas yang diamati (Gujarati, 2003). Fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut : Y = β1 + β2 X1 + β3 X2 + β4 X3 + β5 X4 + β6 X5 + β7 X6 + β3 D7+ εi ...... (5) dimana: Y
= Biaya Pengganti (Rp)
i
= Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample)
Xki
= Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk
X1
= Tingkat pendidikan (tahun)
X2
= Tingkat pendapatan (rupiah/bulan)
X3
= Jumlah konsumsi air (liter)
X4
= Lama tinggal (tahun)
X5
= Jarak tempat tinggal (meter)
X6
= Jumlah tanggungan keluarga (orang)
X7
= Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan
D7
= Status Lahan
β1
= Intersep
β2,3,..n
= Parameter penduga Xi
εi
= error term
27
Variabel yang diduga berbanding lurus dengan biaya pengganti adalah variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah konsumsi air, lama tinggal, dan jumlah tanggungan. Tingginya tingkat pendidikan seseorang maka orang tersebut memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai eksternalitas yang ditimbulkan dari aktivitas TPAS. Jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak dari akitivitas TPAS. Semakin banyak jumlah tanggungan seseorang, maka semakin tinggi persepsi biaya pengganti. Lama tinggal diduga menjadi variabel yang berpengaruh positif. Semakin lama seseorang tinggal di lokasi tersebut maka persepsi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan juga semakin tinggi. Tingkat pendapatan berpengaruh terhadap kosumsi yang dikeluarkan, semakin tinggi tingkat pendapatan maka anggaran belanja konsumsi juga semakin tinggi antara lain untuk biaya pengobatan dan konsumsi air minum. Begitu juga dengan jumlah konsumsi air minum yang semakin banyak akan menambah biaya pengganti sehingga kedua variabel tersebut diduga berpengaruh positif. Variabel jarak tempat tinggal diduga berpengaruh negatif terhadap nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan. Jarak tempat tinggal diduga berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat tinggal responden dengan lokasi TPAS, semakin banyak pula dampak yang dirasakan oleh responden sehingga nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan semakin tinggi dibandingkan dengan yang lokasi tempat tinggalnya jauh. Persepsi responden terhadap kualiitas lingkungan diduga berpengaruh negatif, semakin tinggi persepsi responden terhadap kualitas lingkungan maka nilai biaya pengganti diduga semakin rendah 4.4.3.1
Pengujian Parameter Pengujian terhadap model dapat dilakukan secara statistik dengan
beberapa macam cara uji antara lain : 1. Uji Keandalan Uji ini dilakukan dalam evaluasi pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai Rsquares (R2) dari OLS (Ordinary Least Square).
28
2. Uji Terhadap Kolinear Ganda Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah tersebut dapat dilihat langsung melalui hasil olahan komputer, dimana apabila Varian Inflation Factor (VIF) < 10 tidak ada masalah multikolinier. 3. Uji Heteroskedastisitas Salah
satu
asumsi
metode
pendugaan
kuadrat
terkecil
adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran
atas
asumsi
ini
disebut
heteroskedastisitas.
Masalah
heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji glejser. Uji tersebut dilakukan dengan
meregresikan
variable-variable
bebas
terhadap
nilai
absolut
residualnya (Gujarati, 2003). Residual adalah selisih antara nilai observasi dengan nilai prediksi; dan absolut adalah nilai mutlaknya. Heteroskedastisitas tidak terjadi apabila hasil dari uji glejser nilai siginifikannya lebih besar dari α (5%). 4. Uji Normalitas Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Penerapan uji ini adalah bahwa jika signifikasi dibawah 5 % berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut tidak normal. 5. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Autokorelasi cenderung akan mengestimasi standar error lebih kecil daripada nilai sebenarnya, sehingga nilai statistic-t akan lebih besar. Hasil estimasi dan peramalannya masih bersifat konsisten dan tidak bias. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 0 sampai 4 dan jika hasilnya mendekati 2 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi ordo kesatu (Juanda, 2009).
29
V GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Cipayung terletak di Kecamatan Cipayung Kota Depok. Kelurahan ini terdiri dari 11 Rukun Warga (RW) dan 67 Rukun Tetangga (RT). Secara administratif, Kelurahan Cipayung berbatasan dengan wilayah Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Cipayung Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ratu Jaya. Secara geografis Kelurahan Cipayung
memiliki
ketinggian 110 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu rata-rata harian Kelurahan Cipayung sekitar 30 ºC .
Sarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Cipayung yaitu sepuluh Taman Kanak-kanak (TK) / Taman Pendidikan AL-Quran (TPA) / Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), tujuh Sekolah Dasar (SD), lima Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), tiga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan dua tempat kursus. Selain itu, terdapat sarana kesehatan yang terdiri dari satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), empat Poliklinik, dan 14 Posyandu. Terdapat juga sarana peribadatan yang berupa masjid sebanyak delapan unit dan mushola sebanyak 18 unit serta 12 majelis ta’lim. Jumlah penduduk yang tercatat di Kelurahan Cipayung pada tahun 2012 berjumlah 20.778 jiwa yang terdiri dari 4.797 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk laki-laki terdiri dari 10.867 jiwa dan jumlah penduduk perempuan terdiri dari 9.911 jiwa. Rekapitulasi jumlah penduduk menurut golongan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2.
30
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Cipayung Tahun 2012 Kelompok Umur Jenis Kelamin (orang) (tahun) Laki-laki Perempuan 0-4 1119 1017 5-9 987 973 10-14 977 887 15-19 969 896 20-24 974 897 25-29 1194 1082 30-34 891 876 35-39 897 795 40-44 777 686 45-49 696 587 50-54 492 477 55-59 277 253 60-64 287 195 65-69 191 183 70-74 77 62 75-79 46 32 80 keatas 16 13 Jumlah 10867 9911 Sumber: Kelurahan Cipayung (2012)
Jumlah (orang) 2136 1960 1864 1865 1871 2276 1767 1692 1463 1283 969 530 482 374 139 78 29 20.788
Persentase (%) 10,29 9,44 8,98 8,99 9,00 10,96 8,51 8,15 7,05 6,18 4,67 2,56 2,32 1,81 0,68 0,38 0,02 100
Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cipayung yang tergolong masih rendah didominasi lulusan Sekolah Dasar (SD) sebesar 39,97 %. Hal ini menyebabkan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kualitas lingkungan yang baik. Tingkat pendidikan masyarakat Cipayung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir di Kelurahan Cipayung Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Perguruan Tinggi Jumlah Sumber: Kelurahan Cipayung (2012)
Jumlah (orang) 5510 3358 4692 225 13785
Persentase (%) 39,97 24,37 34,03 1,63 100
Tingkat pendidikan juga berpengaruh pada sebaran mata pencaharian penduduk kelurahan Cipayung. Mata pencaharian penduduk Cipayung didominasi
31
oleh buruh harian lepas sebanyak 2147 atau
35,10% yang dijabarkan pada
Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir di Kelurahan Cipayung Tahun 2012 Mata Pencaharian Jumlah (orang) Petani 240 Wiraswasta 1548 Pengrajin Industri Kecil 268 Buruh Harian Lepas 2147 Pedagang 409 PNS 379 TNI/Polri 57 Pensiunan 89 Lain-lain 979 Jumlah 6116 Sumber: Kelurahan Cipayung (2012)
Persentase (%) 3,92 25,31 4,38 35,10 6,69 6,20 0,93 1,46 16,01 100
5.1.1 Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung berlokasi di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Depok. TPAS Cipayung ini dibangun pada tahun 1987 dengan bantuan dari Asia Development Bank (ADB) berupa Program LOAN No. 1511-INO: Metro Botabek Urban Development Sector Project (Metro Botabek UDSP) dengan Luas Areal TPAS Cipayung yaitu 11,2 ha. Lokasi TPAS Cipayung terletak di tengah pemukiman penduduk. Sebelah utara TPAS berbatasan dengan pemukiman Kampung Benda Barat, sebelah selatan berbatasan dengan pemukiman Kampung Bulak Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pasir Putih, dan sebelah barat berbatasan dengan pemukiman Blok Rambutan. Jarak TPAS Cipayung dari jalan utama sekitar 1500 m. Gambaran Lokasi TPAS Cipayung dapat dilihat pada Gambar 4.
32
Sumber: UPT TPAS Cipayung (2012)
Gambar 4. Peta Wilayah TPAS Cipayung Luas lahan TPAS Cipayung yang sebesar 11,2 ha sekitar 5,1 ha dimanfaatkan sebagai area landfill yang terdiri dari Zona A seluas 2,1 ha, Zona B seluas 2,4 ha, dan Kolam C seluas 0,6 ha. Saat ini Kolam C sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan Zona B merupakan zona yang paling aktif digunakan dengan tumpukan sampah mencapai 30 meter. Pada Gambar 5 digambarkan pembagian lokasi Zona dari TPAS Cipayung. Zona C
Zona B
Zona A
Sumber: UPT TPAS Cipayung (2012)
Gambar 5. Pembagian Zona TPAS Cipayung
33
Pengelolaan TPAS Cipayung dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) TPAS Cipayung dibawah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Pengelolaan sampah di TPAS Cipayung menggunakan metode controll landfill, dengan indikator sebagai berikut: 1) pengurangan sampah dengan memperoses dahulu sampah atau residu; 2) penanganan ssampah dengan ditempatkan pada tempat yang telah dipersiapkan khusus. Tempat yang digunakan untuk menampung sampah merupakan kolam yang terdiri dari beberapa bagian anatara lain: Lapisan barrier pembatas (geomembran), saluran pembuangan gas methana, saluran pembuangan air limbah (leachet), dan penutupan sampah dengan tanah. Guna mengurangi dampak lingkungan akibat tumpukan sampah, dilakukan penutupan sampah oleh tanah (cover soil) secara periodik selama dua bulan dalam satu tahun. Setiap hari diduga 340-400 ton sampah masuk ke TPAS Cipayung dengan sumber terbesar dari sampah domestik sebesar 62% selanjutnya sampah pasar 21% dan sampah lainnya sebesar 17%. Jumlah sampah yang masuk terus menambah gunungan sampah yang saat ini tingginya sudah mencapai 30 meter. Saat ini untuk akses menuju TPAS Cipayung sudah terdapat jalan khusus yang digunakan sejak tahun 2008. 5.1.2 Gambaran Peruntukan Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kelurahan Cipayung memiliki luas wilayah 285,5 ha yang terdiri dari tanah basah dan tanah kering dengan penggunaan lahan pemukiman sebesar 182,3 ha, 69,43 ha sawah, 15 ha jalan, 4,5 ha kolam/empang, 3,2 ha tanah makam, 1,6 ha lapangan olah raga, 2 ha tanah peribadatan, 0,1 ha tanah pertokoan, 0,1 ha sungai, 0,04 ha perkantoran, dan peruntukan lainnya 2,33 ha. Dapat dikatakan bahwa Kelurahan Cipayung merupakan kawasan pemukiman terlihat dari penggunaan lahan di Kelurahan Cipayung didominasi oleh lahan pemukiman, dengan rata-rata kepadatan penduduk adalah 47,2 jiwa/km2. Salah satu penyebab kepadatan penduduk ini karena jarak Kelurahan Cipayung dekat dengan Jakarta yang merupakan kota metropolitan. Penggunaan lahan kedua terbesar yaitu penggunaan lahan sawah. Hal ini dikarenakan Kecamatan Cipayung merupakan
34
salah satu kecamatan di Kota Depok yang diunggulkan pada sektor pertanian. Sementara itu Kelurahan Cipayung berada di bawah pemerintahan Kecamatan Cipayung. Sebagian lahan Kelurahan Cipayung sebesar 11,2 ha digunakan sebagai lahan TPAS Cipayung. Penggunaan lahan sebagai TPAS Cipayung ini yang menjadi permasalahan di Kelurahan Cipayung. Keberadaan TPAS Cipayung tersebut mengganggu penduduk di Kelurahan Cipayung. Hal tersebut terjadi karena TPAS Cipayung menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung. 5.2 Karakteristik Responden Masyarakat Karakteristik umum responden di Kelurahan Cipayung diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 35 warga masyarakat. Karakteristik umum responden ini dinilai dari beberapa variabel meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan formal yang pernah ditempuh, jumlah tanggungan, kategori penduduk, lama tinggal di sekitar TPAS Cipayung, waktu tinggal, dan status lahan. Tabel 5 menjelaskan tentang karakteristik responden. Tabel 5. Karakteristik Responden Masyarakat di Kelurahan Cipayung, Depok Krakteristik Responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia (tahun) 20-29 30-39 40-49 50-59 >60 Total Jumlah Tanggungan (orang) <2 2 3 4 >5 Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%) 30 5 35
85,71 14,29 100
3 10 9 6 7 35
8,33 28,57 25,71 17,14 20 100
1 9 6 11 8 35
2,86 25,47 17,14 31,43 22,86 100
35 Krakteristik Responden Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total Pekerjaan PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Buruh Pensiunan Lainnya Total Pendapatan < Rp 500.000 Rp 500.001- Rp 1.000.000 Rp 1.000.000- Rp 1.500.000 Rp 1.500.000- Rp 2.000.000 >. Rp 2.000.000 Total Lama Tinggal < 5 Tahun 6-10 Tahun 11-15 Tahun > 15 Tahun Total Status Tempat Tinggal Milik Sendiri Sewa/kontrak Total Sumber: Data Primer diolah (2013)
Jumlah (Orang)
Persentase (%) 5 6 18 6 35
14,29 17,14 31,42 17,14 100
1 15 7 5 3 4 35
2,86 42,86 20 14,29 8,57 11,43 100
2 3 6 11 13 35
5,71 8,57 17,14 31,43 37,14 100
2 4 9 20 35
5,71 11,43 25,71 57,14 100
33 2 35
94,29 5,71 100
5.2.1 Jenis Kelamin
Hasil pengambilan responden menunjukan responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan responden berjenis kelamin perempuan. Responden laki-laki sebanyak 85,71 persen, sedangkan responden perempuan sebanyak 14,29 persen. Banyaknya responden laki-laki karena umumnya kepala keluarga lebih mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. 5.2.2 Usia Responden memiliki tingkat usia yang bervariasi, mulai dari usia 21 tahun hingga 67 tahun. Penyebaran usia responden sebagian besar berada pada kisaran 30-39 tahun sebanyak 28,57 persen dan kisaran 40-49 tahun sebanyak 25,71 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih berada pada
36
usia produktif disebabkan karena sebagian responden merupakan kepala keluarga. Responden yang berusia lebih dari 50-59 tahun sebesar 17,14 persen, sedangkan responden yang kurang dari 30 tahun sebesar 8,33 persen dan yang berusia lebih dari 60 tahun sebesar 20% 5.2.3 Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan responden mayoritas adalah 4 orang, yakni sebanyak 31,43 persen. Responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak 2 orang sebesar 25.7 persen, dan yang memiliki tannggungan 3 orang sebanyak 17,14 persen. Sementara itu 22,86 persen responden memiliki jumlah tanggungan 5 orang atau lebih. Jumlah tanggungan yang dimaksudkan disini mencakup keluarga inti (suami/istri dan anak) serta tambahan tanggungan bukan keluarga inti yang tinggal di rumah responden. 5.2.4 Pendidikan Formal Tingkat pendidikan responden cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh responden yang sebagian besar berpendidikan SMA sebanyak 31,42 persen. Sementara yang berpendidikan SD dan SMP masing-masing hanya 14,29 persen dan 17.14 persen, sedangkan yang berpendidikan sarjana hanya 17,14 persen. 5.2.5 Jenis Pekerjaan Terdapat beragam jenis pekerjaan yang dilakukan responden di tempat penelitian. Sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai swasta sebesar 42, 86 persen. Selain itu terdapat pula responden yang bekerja disektor lainnya seperti yang dijelaskan pada Tabel 5. 5.2.6 Tingkat Pendapatan Sebagaian besar responden bekerja sebagai pegawai swasta dengan pendapatan yang cukup tinggi, mayoritas responden memiliki penghasilan di atas Rp 2.000.000 . Hal ini disebabkan Kota Depok termasuk kota besar dengan Upah
37
Minimum Regional yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp 2.042.000. Responden yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 2.000.00 sebesar 37,14 persen. 5.2.7 Lama Tinggal Pada umumnya responden merupkan penduduk lama yang sudah puluhan tahun tinggal di Kelurahan Cipayung, dari hasil penelitian diketahui mayoritas responden telah menetap lebih dari 15 tahun di Cipayung sebesar 57,14 persen. Selain itu 25, 71 persen responden sudah menetap di Kelurahan Cipayung selama 11-15 Tahun, sedangkan yang sudah menetap selama 5-10 tahun adalah 11,43 persen dan sisanya sebesar 5,71 persen tinggal di Kelurahan Cipayung selama kurang dari 5 tahun. 5.2.8 Status Lahan Status lahan responden dikelompokkan menjadi dua yaitu lahan milik sendiri atau mengontrak/menyewa. Sebagian besar responden tinggal di lahan milik sendiri sebesar 94,29 dan yang masih menyewa atau mengontrak sebesar 5,71 persen
38
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Deskripsi Lingkungan Pemukiman Sekitar Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung Berdasarkan Penilaian Responden Lingkungan merupakan bagian penting dalam hidup manusia, lingkungan adalah bagian dari ekosistem tempat dimana manusia hidup. Lingkungan mampu menunjang kehidupan manusia. Saat kualitas lingkungan baik, maka kehidupan manusia cenderung juga akan baik, begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian terhadap 35 responden menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kualitas lingkungan disekitas TPAS Cipayung berbeda-beda. Perbandingan persentase responden terhadap kualitas lingkungan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Persepsi Masyarakat terhadap Kualitas Lingkungan Sebagian besar responden menilai kualitas lingkungannya buruk, sebesar 62,86% responden yang menilai kualitas lingkungannya buruk. Hal ini disebabkan oleh pengaruh negatif yang dihasilkan dari TPAS Cipayung. Sedangkan sebesar 8,57% responden masih menganggap bahwa lingkungan di sekitar TPAS Cipayung masih cukup baik dan mereka cenderung masih toleran terhadap kondisi lingkungan yang ada saat ini. Adapun indikator yang digunakan untuk
39
menentukan kualitas lingkungan melalui persepsi masyarakat adalah kualitas udara dan kualitas air serta akses untuk mendapatkan air bersih. Responden yang memilih kualitas lingkungan buruk adalah mereka yang merasakan udara yang kotor serta bau tidak sedap dari TPAS Cipayung dan juga kesulitan mendapatkan air bersih dikarenakan air yang mereka dapat akses tidak cukup berkualitas untuk dikonsumsi . 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kondisi Air Ketersediaan air bersih di suatu tempat tinggal dapat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan penghuninya. Selain air sebagai konsumsi tubuh (air minum), air juga digunakan sebagai sarana kebersihan tubuh dan barang. Apabila kualitas air rendah maka tingkat kesehatan penghuninya dapat menurun. Walaupun tidak dikonsumsi, air dengan kualitas rendah dapat menimbulkan penyakit, misalnya penyakit kulit maupun penyakit yang diakibatkan barang-barang yang tidak bersih setelah dicuci dengan air yang berkualitas rendah. Penilaian responden terhadap kualitas air di lingkungan sekitar TPAS Cipayung sebagian besar bermasalah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase penilaian kondisi air tercemar sebesar 97,14 persen dan kondisi air tidak tercemar sebesar 2,86 persen. Persentase penilaian kondisi air dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Kondisi Air Berdasarkan Persepsi Responden
40
Kondisi ini terjadi karena memang kualitas air di sekitar TPAS Cipayung tidak layak konsumsi, sebagain wilayah airnya berwarna hitam dan berbau. Berbagai macam penelitian yang dilakukan di sekitar TPAS Cipayung melaporkan bahwa kondisi air disekitar TPAS Cipayung tidak layak konsumsi. Apabila dikaji kondisi air untuk tempat tinggal yang sangat dekat (kurang dari 500 m) dengan TPAS Cipayung dapat dikatakan bahwa kondisi air sangat buruk, karena mengalami pencemaran air yang ditunjukkan dengan air yang berbau dan berwarna sehingga air tanah di daerah tersebut tidak dapat dikonsumsi, bahkan untuk digunakan keperluan non-konsumsi air tersebut dapat mengganggu kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawan (2006), hasil penelitiannya tentang kualitas air di TPA Galuga Kecamatan Cibungbulang menunjukkan bahwa IKA (Indeks Kualitas Air) pada jarak 400 m, 600 m dan 700 m dari TPA tergolong buruk dengan kisaran indeks 41,03 – 48,36. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas air di sekitar TPA memiliki kualitas buruk. Implikasi dari kondisi air yang tercemar terhadap sektor ekonomi keluarga menyebabkan pengeluaran menjadi bertambah. Disebabkan kondisi air yang tidak layak dikonsumsi maka masyarakat yang tinggal sangat dekat dengan TPAS membeli air kemasan untuk dikonsumsi. 6.1.2 Penilaian Responden terhadap Kondisi Udara
Kondisi udara juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal disuatu tempat. Semakin baik kualitas udara, potensi terserang peyakit semakin rendah. Selain mengganggu kesehatan pencemaran udara juga mengganggu kenyamanan masyarakat yang tinggal di tempat tersebut. Penilaian persepsi responden terhadap kualitas udara di sekitar TPAS Cipayung seluruhnya menganggap kualitas udara bermasalah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase yang sangat signifikan untuk penilaian pencemaran udara yang bermasalah sebesar 100 persen atau keseluruhan responden menganggap kualitas udara di sekitar TPAS Cipayung bermasalah.. Penilaian kondisi udara di sekitar
41
TPAS Cipayung telah tercemar, persentase pencemaran udara dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kondisi Udara Berdasarkan Persepsi Responden
Hal ini terjadi karena masyarakat disekitar TPAS Cipayung seluruhnya merasakan bau tidak sedap yang dihasilkan dari timbunan sampah di TPAS Cipayung. Timbunan sampah yang sangat banyak sehingga menyebabkan terjadinya pembusukan. Bau tak sedap akhirnya tercium sampai radius satu kilometer. Kondisi ini akan semakin parah apabila hujan turun, yang meyebabkan sampah menjadi basah dan proses pembusukan sampah semakin cepat. Kondisi ini dibuktikan dengan hasil penelitian Kusuma (2012) tentang kualitas udara disekitar TPAS Cipayung. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa adanya konsentrasi jamur dan mikroba pada tiga lokasi sampling udara yang didapat dari lokasi sekitar TPAS Cipayung. Konsentrasi jamur bervariasi antara 848 CFU/m3 sampai 4099 CFU/m3, kondisi ini melebihi standar maksimum adanya konsentrasi jamur pada udara yaitu sekitar 930 CFU/m3 . Sedangkan untuk hasil uji kualitas udara terhadap konsentrasi bakteri bervariasi antara 890 CFU/m3 sampai 14276 CFU/m3. Pada beberapa lokasi sampling konsentrasi bakteri berada jauh diatas standar maksimum yaitu 1500 CFU/m3. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kondisi udara TPAS Cipayung dalam kondisi yang tidak baik.
42
6.1.3 Tingkat Gangguan yang Dirasakan Responden
Keberadaan TPAS dapat mengganggu lingkungan sekitar baik bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa terganggu dengan keberadaan TPAS Cipayung sebesar 57,14 persen. Sedangkan responden yang merasa sangat terganggu dengan keberadaan TPAS Cipayung sebesar 5,71 persen dan 37,14 persen lain lainnya merasa biasa saja.. Persentase tingkat gangguan yang dirasakan responden akibat keberadaan TPAS Cipayung dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Tingkat Ketergangguan Masyarakat Akibat TPAS Cipayung
Masyarakat merasa terganggu karena kualitas lingkungan yang semakin buruk karena beroperasinya TPAS Cipayung, terlebih saat dahulu sebelum tahun 2008 truk pengangkut sampah melewati jalanan pemukiman warga, tapi sekarang pihak TPAS telah membuat jalan lain yang tidak melalui pemukiman warga sehingga sebagian warga sudah merasa biasa saja dan toleran dengan kondisi yang ada saat ini.
43
6.1.4 Penilaian Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung Pengelolaan TPAS dengan baik akan dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap pengelolaan sampah di TPAS Cipayung sebagian besar menilai tidak baik sebesar 71,43 persen. Sementara itu responden yang menilai pengelolaan TPAS Cipayung sangat tidak baik sebesar 8,57 persen, sedangkan responden yang menilai pengelolaan di TPAS Cipayung cukup baik sebesar 11, 43 persen dan 8,57 persen lainnya menilai pengelolaan sampah di TPAS Cipayung sudah baik. Persentase penilaian responden terhadap pengelolaan TPAS Cipayung dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 10. Pengelolaan TPAS Berdasarkan Persepsi Responden Pengelolaan sampah di TPAS Cipayung sangat berpengaruh terhadap kulitas lingkungan sekitar, sampah yang dikelola dengan baik dapat mengurangi dampak negatif yang dirasakan masyarakat. Metode sanitary landfill merupakan metode pengelolaan sampah yang dianggap lebih ideal, akan tetapi akibat keterbatasan lahan dan sumberdaya lain saat ini TPAS Cipayung hanya menggunkan metode controlled landfill. Metode controlled landfill ini tidak cukup ampuh dalam mengurangi dampak negatif dari timbunan sampah
44
dikarenakan sampah tetap dibiarkan menumpuk dan hanya diberikan sedikit penanganan berupa ditaburkan tanah untuk mengurangi proses pembusukan. Selain itu TPAS Cipayung juga menetapkan proses pengomposan sebagai upaya pengurangan dampak negatif dari timbunan sampah, akan tetapi belum optimalnya pengkomposan menyebabkan upaya ini tidak signifikan dalam pengurangan dampak negatif dari timbunan sampah yang ada. Dampak negatif tersebut menyebabakan terjadinya perubahan kualitas lingkungan yang diraskan masyarakat, berikut ini adalah perubahan kualitas lingkungan yang paling diraskan oleh masyarakat. Tabel 6 menjelaskan perubahan kualitas lingkungan yang paling dirasakan oleh masyarakat. Tabel 6. Perubahan Kualitas Lingkungan yang Paling Dirasakan Masyarakat Penurunan Kualitas Lingkungan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Kesulitan mendapat air bersih
5
14,29
Penurunan kualitas kesehatan
4
11, 43
Pencemaran udara dan bau tidak sedap
26
74,29
Total
35
100
Sumber: Data Primer diolah (2013)
Hasil penelitian menunjukkan dampak negatif yang paling dirasakan oleh masyarakat adalah pencemaran udara dan bau tidak sedap. Sebanyak 74,29% masyarakat merasakan dampak tersebut. Hal ini terjadi karena kualitas udara di sekitar TPAS Cipayung menjadi semakin buruk karena tumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik. 6.2 Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan Lingkungan
memiliki peranan penting dalam kesehatan masyarakat.
Pencemaran menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan pihak lain terkadang menyebabkan eksternalitas yang dirasakan oleh pihak lainnya.
45
Pencemaran menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang dapat meningkatkan biaya masyarakat lingkungan tersebut. Nilai penurunan kualitas lingkungan di sekutar TPAS Cipayung di estimasi dengan dua metode yaitu biaya kesehatan (cost of illness) dan biaya pengganti (replacement cost.) Biaya pengganti yang dikeluarkan masyarakat cenderung digunakan untuk membeli air minum dalam kemasan atau air mineral refill. Hal ini dikarenakan kondisi air disekitar TPAS Cipayung tidak layak konsumsi.
Biaya kesehatan dikeluarkan masyarakat untuk keperluan berobat
karena sakit yang diakibatkan penuruan kualitas lingkungan disekitar TPAS Cipayung. 6.2.1 Estimasi Biaya Kesehatan Masyarakat Akibat Beroperasinya TPAS Cipayung Penurunan kualitas lingkungan menyebabkan penurunan kualtas kesehatan di sekitar TPAS Cipayung yang menyebabkan beberapa penduduk terserang penyakit dan harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan. Buruknya kualitas air dan udara yang merupakan komponen lingkungan yang sangat vital menyebabkan timbulnya beberapa penyakit. Adapun sepuluh penyakit terbesar di Kelurahan Cipayung pada tahun 2003 adalah ISPA, Penyakit Kulit, Febris, Gangguan Gigi, Gastiris, Diare, Hipertensi, Conjunctivis, Sakit Kepala, Myligia (Kelurahan Cipayung, 2003). Biaya kesehatan dihitung per keluarga yang didapatkan dari biaya dokter atau tenaga medis lainnya serta biaya membeli obat. Pada penelitian ini yang sering terkena penyakit adalah keluarga dari responden khususnya anak, hal ini menyebabkan kepala keluarga atau pencari nafkah tidak kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja karena sakit, dan apabila kepala keluarga menderita sakit maka cenderung akan tetap melakukan kerja karena penyakit yang dianggap belum terlalu parah sehingga menghalanginya untuk bekerja. Hasil wawancara responden menunjukan 11 responden yang keluarganya terkena penyakit yang diduga dikarenakan penuruna kualitas lingkungan. Dari 11 responden yang terkena penyakit ada dua kasus yang dalam satu bulan terdapat
46
dua penderita penyakit dalam satu keluarga. Jadi total dari 11 responden yang menderita sakit terdapat 13 kasus. Dari 13 kasus tersebut hanya sembilan kasus atau 11 responden yang mengeluarkan biaya kesehatan, sedangkan dua responden atau empat kasus lainnya medapat pelayanan kesehatan gratis. Berikut daftar penyakit yang diderita keluarga responden. Tabel 7. Daftar Penyakit yang Diderita Keluarga Responden dan Biaya Kesehatannya Nama Penyakit
Jumlah Penderita (orang)
Pernapasan (ISPA) Penyakit Kulit Diare Total
Total Biaya Pengobatan /bulan (Rp/bulan)
4 7 2 13
29.000 117.000 10.000 156.000
Sumber: Data Primer diolah (2013)
Berdasarakan hasil pembahasan tentang kualitas udara di sekitar TPAS Cipayung ditemukan konsentrasi jamur dan bakteri yang melebihi batas wajar, hal ini diduga menjadi penyebab penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Menurut Insani dan Swesty (2007) dari hasil wawancara dengan Dr. Sri Sudarwati, Sp.A menjelaskan penyebab terjadinya ISPA ada tiga macam, yaitu: 1) virus, umumnya virus Respiratory Syncitial Virus (RSV), rhinovins, corongvirus, influenza virus dan parainfluenza virus; 2) bakteri, umumnya bankteri penyebab ISPA adalah Streptococcus pnuemoniae selain itu bisa juga oleh Haemophillus type B; 3) jamur, namun ISPA karena jamur lebuh jarang ditemukan. Pada Tabel 7 terdapat biaya pengobatan yang dikeluarkan masyarakat dari responden yang ada. Biaya pengobatan cenderung murah karena letak lokasi yang dekat dengan puskemas walaupun ada beberapa warga yang berobat ke klinik dokter. Pada beberapa kasus warga melakuakan pengobatan secara gratis di kantor UPT TPAS yang merupakan program CSR dari pihak UPT TPAS Cipayung, pengobatan gratis tersebut dilaksanakan setiap hari Rabu pada setiap minggunya. Maka untuk mendapatkan nilai total biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Cipayung adalah:
47
BK
=
RBK
x jumlah kepala keluarga
=
x jumlah kepala keluarga
=
x 4797
=
Rp 68.030.182
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan nilai bahwa biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Cipayung secara total
adalah Rp 68.030.182
perbulan atau Rp 816.362.184 per tahun . Sebagai wujud tanggung jawab dari pihak UPT TPAS Cipayung kepada masyarakat, setiap hari Rabu diadakan pengobatan gratis di kantor UPT TPAS Cipayung. Pengobatan gratis dilaksanakan TPAS Cipayung bekerjasama dengan UPT Puskesmas Cipayung. Setiap pekan jumlah pasien yang datang sekitar 20-50 pasien yang dilayani oleh dua orang dokter dan tiga orang tenaga medis dari Puskesmas Cipayung. Pada program ini setiap pekan UPT TPAS Cipayung harus mengeluarkan dana minimal Rp 350.000 untuk honor dokter dan tenaga medis dan membayarkan retribusi kesehatan ke pihak Puskesmas sebesar Rp 2.000 per pasien yang datang pada pengobatan gratis tersebut. Secara total UPT TPAS Cipayung mengeluarkan biaya rata-rata sebesar Rp 420.000 per pekan dengan rincian Rp 350.000 utnuk honor dokter dan tenaga medis dan Rp 70.000 untuk retribusi pasien yang jumlahnya rata-rata 35 orang per pekan. Untuk itu selama satu tahun UPT TPAS Cipayung mengeluarkan biaya sebesar Rp 21.840.000 untuk mengadakan program kesehatan gratis. Nilai total biaya kesehatan yang didapat dari penjumlahan biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat dan biaya yang dikeluarkan UPT TPAS Cipayung selama satu tahun adalah: Biaya Kesehatan = Biaya Kesehatan Masyarakat + Biaya Pengobatan Gratis = Rp 816.362.184 + Rp 21.840.000 = Rp 838.202.184
48
6.2.2 Estimasi Biaya Pengganti Masyarakat Akibat Beroperasinya TPAS Cipayung Biaya pengganti didapat dari nilai pembelian masyarakat atas sumber air pengganti untuk sumber air minum. Sedangkan untuk keperluan sehari-hari sebagian besar warga masih menggunakan air sumur dan mata air yang ada. Sebagian besar penduduk membeli air pada pengecer dengan sistem refill galon dengan harga yang variatif sekitar Rp 3.500-Rp 5.000 per galon. Sebanyak 30 responden melakukan pembelian air dengan galon isi ulang tersebut. Selain itu ada juga warga yang membeli air minum dalam kemasan yang bermerk seharga Rp 13.000 per galon sebanyak dua responden. Untuk mendapatkan air bersih tidak semua responden memebeli air di pengecer ada beberapa warga yang meminta air secara gratis kepada kerabat lain yang sumber airnya masih relatif baik, sebanyak tiga responden. Tabel 8 menjelaskan biaya pengganti yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pembelian air minum. Tabel 8. Biaya Pengganti Pembelian Air Minum Harga Air Minum/ Galon (Rp)
Jumlah Responden (orang)
Jumlah Konsumsi/ bulan (galon)
3500 4000 5000 13000 Total
1 28 1 2 32
6 252 12 21 291
Total Biaya Pengganti/ bulan (Rp/bulan) 21.000 1.008.000 60.000 273.000 1.362.000
Sumber: Data Primer diolah (2013)
Hasil estimasi biaya pengganti yang didapat dari 35 responden tersebut untuk memenuhi kebutuhan air minumnya selama satu bulan adalah Rp 1.362.000. Maka Untuk mendapatkan nilai total biaya pengganti untuk warga Cipayung adalah: BP
= = = =
RBP
x jumlah kepala keluarga x Jumlah kepala keluarga x 4797
Rp 204.172.313
49
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan nilai bahwa biaya pengganti yang dikeluarkan masyarakat Cipayung secara total
adalah Rp 204.172.313
perbulan atau Rp 2.450.067.750 per tahun . 6.2.3 Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Masyarakat Akibat Beroperasinya TPAS Cipayung Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung diestimasi dengan menjumlahkan semua biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat. Total nilai ekonomi akibat penurunan kualitas lingkungan dapat dari penjumlahan Biaya kesehatan dan biaya pengganti. Nilai Penuruan kualitas lingkungan = Biaya Kesehatan + Biaya Pengganti = Rp 838.202.184 + Rp 2.450.067.750 = Rp 3.288.269.934 / tahun Hasil estimasi menunjukkan bahwa total kerugian ekonomi yang dikeluarkan masyarakat sebesar Rp 3.288.269.934 per tahun . Biaya tersebut berupa biaya kesehatan dan biaya pengganti yaitu biaya pengobatan akibat pencemaran air, biaya pengobatan akibat pencemaran udara, dan biaya pengganti yang dikeluarkan untuk sumber air minum. Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung sebagian besar diakibatkan dari beroperasinya TPAS Cipayung. Nilai kerugian masyarakat yang dirasakan oleh masyarakat tersebut seharusnya dapat menjadi tanggung jawab pihak pengelola, dalam hal ini UPT TPAS Cipayung yang berada dibawah naungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Sebagian besar biaya kerugian tersebut masih ditanggung oleh masyarakat, sebaiknya pihak pengelola UPT TPAS Cipayung mulai melakukan internalisasi biaya eksternal untuk mengurangi dampak negatif yang diraskan masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan retribusi sampah agar proses ineternalisasi biaya eksternal dapat berjalan dan pemprosesan sampah bisa menjadi lebih baik. Hal ini akan membuat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat
50
6.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengganti Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengganti dilakukan dengan menggunakan teknik regresi berganda. Fungsi biaya pengganti masyarakat sekitar TPAS Cipayung diamati dengan memasukkan variabel terikat (dependent variable) yaitu nilai penurunan kualitas lingkungan dan bebas (independent variable) yang diduga berpengaruh antara lain tingkat pendidikan (X1), tingkat pendapatan (X2), kebutuhan air (X3), lama tinggal (X4), jarak tempat tinggal (X5), jumlah tanggungan keluarga (X6), persepsi lingkungna (X7) dan dummy untuk status tempat tingga (D7). Hasil analisis regresi nilai penurunan kualitas lingkungan responden meghasilkan model sebagi berikut: Y= -32,046 + 7,593 X1 + 0,696 X2 + 0,202 X3 + 0,540 X4 – 0,093 X5 + 2,085 X6 + 4,582 X7 – 6, 223 D8 + εi Hasil analisis model regresi linier berganda
untuk mengetahui biaya
pengganti pembelian air miunum dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9.
Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya Biaya Pengganti Pembelian Air Minum
Model (Constant) X1 (Tk. Pendidikan) X2 (Pendapatan) X3 (Kebutuhan Air) X4 (Lama Tinggal) X5 (Jarak Tinggal) X6 (Tanggungan) X7(Persepsi Lingkungan) D8 (Status Tinggal)
B -32.046 7.593 .696 .202 .540 -.093 2.085 4.582 -6.223
R-square
59.9%
R-square adj.
45.9%
Durbin-Watson
1.566
Asymp.Sig.(2-tailed)
0.224
Std. Error 26.797 8.115 .438 .124 .497 .049 7.210 6.624 19.362
Sumber
: Data Primer Diolah, 2013
Keterangan
: * nyata pada raraf α = 10% ** nyata pada taraf α = 15%
t -1.196 .936 1.589 1.624 1.087 -1.914 .289 .692 -.321
P-value .244 .359 .126** .118** .288 . 068* .775 .496 .751
VIF 3.131 2.364 5.548 1.865 1.454 6.215 1.303 1.504
51
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa model yang dihasilkan dalam penelitian tergolong relatif baik karena nilai R2 yang dihasilkan bernilai 45,9 %. Nilai tersebut memiliki arti bahwa keragaman nilai penurunan kualitas lingkungan sebesar 45,9 % dapat dijelaskan oleh model, sisanya 54,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai F hitung sebesar 4,288 dengan nilai P-value uji F sebesar 0,003 (Lampiran 2) menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai penurunan kualitas lingkungan pada taraf α 20 persen. Model regresi linier berganda harus memenuhi asumsi tidak ada masalah multikolinieritas, autokorelasi, homoskedastisitas, dan uji asumsi normalitas. Hasil uji tersebut adalah disajikan sebagai berikut: 1.
Uji Multikolinieritas Pengujian terhadap multikolinieritas didasarkan pada nilai VIF pada model. Nilai VIF pada Tabel 9 terlihat bahwa masing-masing variabel bebas memiliki nilai yang kurang dari sepuluh (VIF < 10). Nilai tersebut mengindikasikan tidak terjadi pelanggaran multikolinieritas.
2.
Uji Autokorelasi Pelanggaran terhadap autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan Uji Durbin-Watson yang terdapat pada Tabel 9. Pemeriksaan ini melihat dari nilai statistik DW yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu sebesar 1,566. Nilai tersebut berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus, 2004).
3.
Uji Homoskedastisitas Pemeriksaaan asumsi homoskedastisitas dilakukan dengan melihat sebaran pada scatterplot. Plot yang terdapat pada gambar Scatterplot di lampiran 2 terlihat tidak membentuk pola apapun atau dengan kata lain menyebar bebas, maka dapat disimpulkan bahwa model tidak terdapat pelanggaran asumsi homoskedastisitas.
4.
Uji Asumsi Normalitas Pemeriksaan asumsi normalitas sisaan menyebar normal dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov yang disajikan dalam Tabel 9. Pada output komputer
52
terlihat nilai Asymp.Sig. (2-tailed) yaitu sebesar 0,256. Alpha (α) yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 20 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari alpha. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas atau galat menyebar normal. Pemenuhan asumsi-asumsi analisis regresi menandakan bahwa model tersebut telah layak untuk digunakan. Berdasarkan Tabel 9 diketahui variabelvariabel yang berpengaruh nyata terhadap model pada alpha 15%, 10 % dan 5 %, pendapatan, jumlah kebutuhan air, dan jarak tempat tinggal. Variabel pendapatan memiliki nilai P-value 0,126 artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15 (15%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi tingkat pendapatan, maka besarnya biaya pengganti tersebut akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan responden dengan pendapatan yang tinggi memiliki kecenderungan memiliki tingkat konsumsi air yang tinggi dengan harga yang tinggi sesuai daya belinya. Nilai dari koefisien tingkat pendapatan adalah 0,696 yang artinya bahwa jika pendapatan meningkat sebesar satu satuan (ratus ribu rupiah), maka diduga rata-rata biaya pengganti akan meningkat sebesar 0,696 satuan (ribu rupiah) dengan kondisi ceteris paribus. Variabel kebutuhan air memiliki nilai P-value sebesar 0,118. Variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15 (15%). Koefisien untuk kebutuhan air adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0,202. Tanda positif (+) menunjukkan responden dengan tingkat kebutuhan air yang tinggi merasakan biaya pengganti yang tinggi. Peningkatan tingkat kebutuhan air satu satuan (liter) maka diiduga besarnya rata-rata biaya pengganti responden akan meningkat sebesar 0,202 satuan (ribu rupiah) dengan kondisi ceteris paribus. Variabel jarak tempat tinggal memiliki nilai P-value 0,068 artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,1 (10%).
Koefisien
variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi jarak tempat tinggal dari TPAS maka besarnya biaya pengganti responden tersebut akan semakin rendah. Nilai dari koefisien adalah 0,093 yang artinya bahwa jika jarak tempat tinggal
53
meningkat sebesar satu satuan (meter), maka diduga rata-rata biaya pengganti akan menurun sebesar 0,093 satuan (ribu rupiah) dengan kondisi ceteris paribus. Nilai P-value untuk tingkat pendidikan responden adalah sebesar 0,359 sehingga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,20 (20%). Koefisien tingkat pendidikan responden adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 7,593. Hal ini menggambarkan bahwa jika tingkat pendidikan responden meningkat satu satuan (tingkat pendidikan) maka diduga besarnya rata-rata biaya pengganti akan meningkat sebesar 7,593 satuan (ribu rupiah) dengan kondisi ceteris paribus. Nilai P-value untuk lama tinggal adalah sebesar 0,540 sehingga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien jumlah tanggungan adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0,540. Hal ini menggambarkan bahwa jika lama tinggal responden meningkat satu satuan (tahun) maka diduga besarnya biaya pengganti akan bertambah sebesar 0,540 satuan (ribu rupiah) dengan kondisi ceteris paribus. Hubungan positif antara lama tinggal dengan besarnya biaya pengganti sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini terjadi karena penduduk yang tinggal semakin lama sudah sering sekali merasakan dampak negatif dari TPAS Cipayung Variabel jumlah tanggungan memiliki nilai P-value sebesar 0,288. Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien untuk variabel tersebut adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 2,085. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin banyak juga air yang dikonsumsi. Peningkatan jumlah tanggungan keluarga sebesar satu satuan (orang) akan meningkatkan biaya pengganti sebesar 2,085 satuan (ribu rupiah) dengan kondisi ceteris paribus. Variabel persepsi kualitas lingkungan memiliki nilai P-value 0,496 artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin persepsi responden tentang kualitas lingkungan disekitar TPAS maka besarnya biaya pengganti responden tersebut akan semakin tinggi. Nilai dari koefisien adalah 4,582 yang
54
artinya bahwa apabila persepsi lingkungan masyarakat terhadap kualitas lingkungan semakin baik satu satuan, maka diduga rata-rata biaya pengganti akan menurun sebesar 4,582 satuan (ribu rupiah) dengan kondisi ceteris paribus. Hal ini berbeda dengan hipotesis awal yang menduga bahwa variabel persepsi lingkungan memiliki nilai negatif. Variabel dummy status tempat tinggal memiliki nilai P-value 0,751 artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-), artinya responden dengan status tempat tinggal milik sendiri, maka besarnya biaya pengganti responden tersebut akan semakin rendah. Nilai dari koefisien adalah 6,223 yang artinya bahwa jika responden berstatus tinggal milik sendiri, maka diduga rata-rata nilai biaya pengganti akan menurun sebesar 6,223 satuan (ribu rupiah) dengan kondisi ceteris paribus.
55
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Masyarakat di sekitar TPAS Cipayung secara umum menilai keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan, hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 62,86%
responden menilai kualitas
lingkungan sekitar TPAS
Cipayung buruk.
Perubahan kualitas lingkungan yang paling dirasakan
responden adalah pencemaran udara atau bau tidak sedap dan kesulitan mendapatkan air bersih 2. Hasil perhitungan menggunakan metode cost of illness dan replacement cost menunjukkan bahwa penurunan kualitas lingkungan untuk biaya kesehatan sebesar Rp 838.202.184 per tahun, sedangkan biaya pengganti air minum sebesar Rp 2.450.067.750 per tahun. Total nilai penurunan kualitas lingkungan adalah sebesar Rp 3.288.269.934 per tahun. Nilai ini merupakan biaya kerugian yang dirasakan masyarakat dalam satu tahun terakhir. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya biaya pengganti responden secara nyata yaitu tingkat pendapatan, jumlah kebutuhan air dan jarak tempat tinggal. Variabel-variabel bebas lain seperti tingkat pendidikan, lama tinggal, jumlah tanggungan,
persepsi lingkungan, status tempat tinggal tidak
berpengaruh nyata terhadap model karena Nilai Sig. dari masing-masing variabel tersebut lebih besar dari pada taraf α = 20 % 7.2 Saran Berdasarkan hasil pembahasan penelitian maka dapat disarankan: 1.
Pemerintah sebaiknya memperbaiki pola pengelolaan sampah yang ada selama ini, diantaranya dengan menerapkan sistem sanitary landfill dengan baik, melakukan pemprosesan sampah dengan jumlah yang lebih banyak
56
melalui kegiatanan pemprosesan yang lebih baik serta menanam pagar tanaman untuk meminimalisir pencemaran udara. 2.
Upaya internalisasi biaya eksternal sebaiknya dilaksanakan secara optimal, sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang terjadi. Penyediaan saluran air bersih dengan pihak terkait seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga perlu dilakukan agar masyarakat tidak kesulitan dalam memperoleh air bersih.
3.
Perlu diadakan kerjasama yang baik antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang baik anatara lain dengan peningkatan investasi untuk pengelolaan sampah yang modern. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan dampak positif berupa nilai tambah ekonomi dari sampah yang sudah diolah dan mengurangi dampak negatif terhadap penurunan kualitas lingkungan.
57 DAFTAR PUSTAKA Aravossis, K. G. and V.Karydis. 2004. Combination of Monetary Valuation
Techniques and Application to Environmental Impact Receptors. University of Thessaly Department of Planning and Regional Development. Pedion Areos. Badan Pusat Statistik Kotamadya Kota Depok [BPS]. 2011. Depok Dalam Angka 2011. Bapeda Kota Depok. Depok. Bujagunasti, Y. 2009. Estimasi Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi. Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manjaemen, Institut Pertanian Bogor. Champ, P.A, Boyle, K.J & T.C, Brown. 2003. A Primer Non-market Valuation. Kluwer Academic Publisher. New York. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. 2012. Mengenal Lebih Dekat TPA Di Cipayung Kota Depok. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Depok Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. 2012. Profil Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Depok. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta. Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometric 4th ed. Mc Graw Hill-Irvine. New York, USA Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta. Hifdziyah, L. 2011. Analisis Penurunan Kualitas Lingkungan Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manjaemen, Institut Pertanian Bogor. Insani, S.D dan Swesty, C. 2007. Waspadai ISPA!. www.enviroonline.blogspot.com (di akses 27 September 2013 pukul 13.05) Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. IPB Press : Bogor Jones, G.E., B, Davies., S, Hussain. 2000. Ecological Economics: an Introduction. Blackwell Science Ltd Oxford. England. Kastaman, R, dan Kramadibrata, A. M. 2007. Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu Silarsatu. Humaniora. Bandung. Kelurahan Cipayung .2012. Laporan Tahunan Kelurahan Cipayung. Kelurahan Cipayung. Depok. Kurniawan, B. 2006. Analaisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Kusuma, A.K. 20012. Kualitas Udara Mikrobiologis Daeras Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan Parameter Jamur dan Bakteri (Studi Kasus TPA Cipayung, Kota Depok). Skripsi Fakultas Teknik UI. Depok. Mangkoesoebroto, G. 1993. Ekonomi Publik Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta
58
Pramono, S. S. 2009. Studi Sistem Pengumpulan Sampah Perkotaan di Indonesia. Universitas Gunadarma. Depok Powell, J.C and I.Brisson. 2004.The Assessment of Social Costs and Benefits of Waste Disposal. University of East Anglia and University Colege London, London Soemarno. 2007. Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Manusia. www.soemarno.multiply.com (di akses 13 Juni 2010 pukul 2.29) Soma, S. 2010. Pengantar Ilmu Teknik Lingkungan Seri: Pengelolaan Sampah Perkotaan. IPB Press. Bogor Sudradjat, R. 2006. Mengelola Sampah Kota. Penebar Swadaya. Depok Sulistyorini, L. 2005. Pengelolaan Sampah Dengan Cara menjadikannya Kompos. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 2. no. 1 : 77-84 Utari, A. Y. 2006. Analisis Willingness To Pay dan Willingness To Accept Masyarakat Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah Pondok Rajeg Kabupaten Bogor. Skripsi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Whitehead, J. 2005. Measuring the Value of the Environment: Part II. www.envecon.net (diakses 23 Februari 2013 pukul 08.00) Widhiasari, R. 2012. Forecasting Volume Sampah Kota Depok. www.rahmawidhiasari.blogspot.com (di akses 21 Desember 2012 pukul 16.05) Yudiyanto. 2007. Analisis Sistem Pengelolaan Sampah Pemukiman di Kota Bogor. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor.
59
Lampiran 1 Kuesioner INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telepon : (0251) 8421762, (0251) 8621834, Fax (0251) 8421762 KUESIONER PENELITIAN Nama : Alamat :
No Responden : Tanggal :
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi Analisis Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pengelolaan Akhir Sampah (TPAS) oleh Ario Bismoko Sandjoyo (H44070093). Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan akan dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan, dan tidak digunakan untuk kepentingan politis. Atas perhatiannya Saya ucapkan terimakasih. A. Karakteristik Responden 1. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan 2. Umur : ……. tahun 3. Status : Menikah/Belum menikah 4. Jumlah tanggungan : ……. orang 5. Pendidikan formal terakhir : SD SLTP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi 6. Apakah jenis pekerjaan utama anda? a. Pegawai Negeri Sipil d. Ibu Rumah Tangga b. Pegawai Swasta e. Lainnya………………. c. Pedagang atau Wiraswasta 7. Rata-rata Pendapatan perbulan anda? (dalam rupiah) a. ≤ 500.000 Tepatnya: Rp…………………. b. 500.001 – 1.000.000 Tepatnya: Rp…………………. c. 1.000.001 – 1.500.000 Tepatnya: Rp…………………. d. 1.500.001 – 2.000.000 Tepatnya: Rp…………………. e. > 2.000.000 Tepatnya: Rp…………………. 8. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan yang anda sebutkan diatas? a. Ya, sebutkan………………. b. Tidak 9. Berapakah pendapatan perbulan yang anda dapatkan dari pekerjaan sambilan tersebut? Rp………………. 10. Apakah ada anggota keluarga lainnya yang bekerja? a. Ya b. Tidak 11. Jika ada, berapa total pendapatan mereka perbulan? Rp………………… 12. Total pendapatan perbulan dalam satu rumah tangga Rp…………………
60 13. Status tempat tinggal saudara? a. Milik sendiri b. Sewa atau kontrak 14. Lama tinggal……………tahun 15. Berapa Jarak tempat tinggal dengan TPAS:............................ meter B.
Persepsi Masyarakat Mengenai Penurunan Kualitas Lingkungan 1. Apakah Anda merasakan adanya penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS ? a. Ya :............... b. Tidak 2. Perubahan apa yang paling Anda rasakan akibat adanya kegiatan TPAS Cipayung? a. Kesulitan mendapatkan air bersih b. Penurunan kualitas kesehatan c. Pencemaran udara dan bau tidak sedap d. Gangguan visual (pemandangan) e. Lainnya : ................................... 3. Menurut anda, bagaimana kualitas lingkungan sekitar TPAS Cipayung? a. Sangat baik ; udara bersih, air bersih dan mudah di dapat b. Baik ; udara bersih, air bersih dan mudah di dapat, bau tidak sedap c. Cukup baik ; udara bersih, air bersih namun sulit di dapat, bau tidak sedap d. Kurang baik ; udara bersih, air kotor dan sulit di dapat, bau tidak sedap e. Buruk ; udara kotor, air kotor dan sulit di dapat, bau tidak sedap 4. Apakah Saudara nyaman tinggal disini? a. Tidak nyaman d. Nyaman b. Kurang nyaman e. Sangat nyaman c. Cukup nyaman 5. Apakah aktivitas Saudara terganggu akibat kerusakan yang terjadi di situ Rawa Badung? a. Sangat mengganggu d. Kurang mengganggu b. Mengganggu e. Tidak mengganggu c. Cukup mengganggu
C. Dampak Pencemaran terhadap Masyarakat 1. Apakah Anda mengetahui tentang adanya kerusakan lingkungan di sekitar TPAS Cipayung? a. Ya b Tidak 2. Apakah Anda merasa dirugikan dengan beroperasinya TPAS Cipayung? a. Ya b. Tidak 3. Apakah Anda merasa kesulitan dalam mendapatkan air bersih? a. Ya b. Tidak 4. Berapa kebutuhan air keluarga anda rata-rata (per hari):................... liter 5. Dari mana Anda mendapatkan air bersih ? a. Sumur bor d. PDAM b. Mata air/ sungai e. Lainnya:...... c. Beli di pengecer 6. Jika menggunakan PDAM, berapa rata-rata tagihan bulanan anda : Rp......................... 7. Jika membeli di pengecer, berapa pengeluaran Anda tiap bulan untuk membeli air : Rp..................................
61 8. Adakah upaya lain dari Anda untuk mendapatkan air bersih? a. Tidak ada d. Memasang instalasi PDAM b. Membuat sumur bor baru e. Membeli di Pengecer c. Memperdalam sumur bor Biaya yang dikeluarkan: Rp.................................................. 9. Apakah Anda dan keluarga sering terkena penyakit? a. Ya b. Tidak 10. Jenis penyakit apa sajakah yang sering keluarga anda derita? a. Diare d. Gangguan pernapasan b. Thypus e. Penyakit kulit c. Gatal-gatal f. Lainnya…………………. 11. Siapakah yang terkena penyakit tersebut? .................................................................................................................................. ...... 12. Saat anda atau keluarga terkena penyakit tersebut, apakah anda pergi berobat? a. Ya b. Tidak 13. Berapakah biaya yang anda keluarkan untuk mengobati penyakit tersebut? Jenis Penyakit Tempat Berobat Biaya Kunjungan Biaya pembelian Dokter obat Diare
Rp
Rp
Thypus
Rp
Rp
Gatal-gatal
Rp
Rp
Gangguan pernapasan
Rp
Rp
Penyakit kulit
Rp
Rp
Lainnya……………..
Rp
Rp
Jenis Penyakit
Frekuensi terkena penyakit per tahun
Frekuensi ke dokter selama sakit
Perawatan di rumah sakit per hari per episode
Biaya perawatan di rumah sakit
Diare
Rp
Thypus
Rp
Gatal-gatal
Rp
Gangguan pernapasan
Rp
62 Penyakit kulit
Rp
Lainnya……….........
Rp
14. Ketika anda terkena penyakit, apakah anda masih dapat bekerja? a. Ya b. Tidak 15. Jika tidak, berapa harikah anda tidak masuk kerja? Jenis Penyakit Jumlah hari tidak bekerja Diare Thypus Gatal-gatal Gangguan pernapasan Penyakit kulit Lainnya……………………..
☺ TERIMA KASIH ☺
Lampiran 2 Rekap Data Hasil wawancara responden
N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nama Safrudin Suhanda Hamda Sodikin Adah Andi Diah Irna Suhermawan Rusnandi Roni Anton Suhanda Hendra Muslim Thamrin Mahmud Inan Wayan Amsir Iis Dony wawah Indra Sutrisno Komariah Mawarni Samsudin Che Dila Sandi Jauhari wawang Yono Thalib
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Umur (tahun) 21 60 26 67 61 46 40 34 37 42 38 45 40 60 27 59 32 64 58 59 37 65 48 50 45 40 50 32 30 30 34 62 49 58 30
Status Belum Menikah Belum Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah
Jumlah Tanggungan 7 4 0 5 6 3 4 3 3 5 3 4 4 5 2 6 2 6 3 4 3 2 4 4 4 8 4 2 2 2 2 2 4 4 2
Pendidikan SMP SD SMP SMA SD SMA Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi SMA Perguruan Tinggi SMA SMA SMA SMA SMP SMA SMA SMP Perguruan Tinggi SMA Perguruan Tinggi SMP SMP SMA Perguruan Tinggi SD SD SMA SMA SMA SMA SMA SMA SD SMA
Pekerjaan Pegawai Sawasta Buruh Ustadz Pensiunan Petani Pegawai Sawasta Wiraswasta Pegawai Sawasta Pegawai Sawasta Pegawai Sawasta Pegawai Sawasta Petani Wiraswasta Supir Pegawai Sawasta Pensiunan Pegawai Sawasta Wiraswasta Pegawai Sawasta Pensiunan Pegawai Sawasta Pemulung Wiraswasta Pegawai Sawasta Pegawai Sawasta Buruh Ibu RT Pegawai Sawasta Wiraswasta Wiraswasta Pegawai Sawasta Pemulung PNS Wiraswasta Pegawai Sawasta
Pendapatan Rp 1.200.000 Rp 1.300.000 Rp 600.000 Rp 1.000.000 Rp 1.200.000 Rp 4.300.000 Rp 6.000.000 Rp 3.200.000 Rp 2.500.000 Rp 5.400.000 Rp 3.500.000 Rp 1.800.000 Rp 3.000.000 Rp 1.500.000 Rp 1.700.000 Rp 2.000.000 Rp 2.300.000 Rp 1.600.000 Rp 4.000.000 Rp 2.000.000 Rp 4.000.000 Rp 800.000 Rp 2.000.000 Rp 3.500.000 Rp 5.000.000 Rp 300.000 Rp 500.000 Rp 2.000.000 Rp 1.800.000 Rp 2.000.000 Rp 2.000.000 Rp 1.300.000 Rp 2.300.000 Rp 1.200.000 Rp 2.000.000
Status Tempat Tinggal Milik Milik Kontrak Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Kontrak Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik
Lama Tinggal (tahun) 15 60 1 18 29 12 18 18 18 18 10 28 3 10 23 13 18 22 13 31 8 26 25 15 12 40 16 20 20 15 6 17 15 12 30
Jarak Tempat Tinggal (meter) 20 150 100 100 200 200 100 100 100 100 200 300 200 300 100 200 200 210 300 350 300 180 200 200 500 100 100 100 50 150 150 130 130 130 50
Kebutuhan air (liter) 315 228 38 228 285 190 209 190 209 266 152 190 190 228 95 380 152 285 209 190 152 95 190 190 76 200 100 95 95 95 114 95 190 114 114
Biaya Beli air (ribu) 0 60 8 48 60 40 143 130 44 56 32 40 40 48 20 80 32 60 44 40 32 20 40 40 16 0 0 20 20 20 24 20 40 21 24
Biaya Sakit(ribu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 10 8 20 0 8 6 11 9 0 75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
63
64
Lampiran 3. Hasil Olahan Data Regresi Linear Berganda Fungsi Biaya Pengganti Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
-32.046
26.797
Pendidikan
7.593
8.115
Pendapatan
.696
KonsumsiAir
Coefficients
Collinearity Statistics
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
-1.196
.244
.219
.936
.359
.319
3.131
.438
.323
1.589
.126
.423
2.364
.202
.124
.505
1.624
.118
.180
5.548
LamaTinggal
.540
.497
.196
1.087
.288
.536
1.865
JarakTinggal
-.093
.049
-.305
-1.914
.068
.688
1.454
JumlahTanggungan
2.085
7.210
.095
.289
.775
.161
6.215
PersepsiLingkungan
4.582
6.624
.104
.692
.496
.768
1.303
-6.223
19.362
-.052
-.321
.751
.665
1.504
StatusTinggal a. Dependent Variable: BiayaPengganti
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,,b
32 Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
.0000000 18.62074630
Absolute
.185
Positive
.185
Negative
-.160 1.046 .224
65
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
16031.177
8
2003.897
Residual
10748.698
23
467.335
Total
26779.875
31
F 4.288
a. Predictors: (Constant), StatusTinggal, JarakTinggal, PersepsiLingkungan, KonsumsiAir, Pendidikan, LamaTinggal, Pendapatan, JumlahTanggungan b. Dependent Variable: BiayaPengganti
Sig. .003a
66
67
Lampiran 4 Dokumentasi
Pintu Gerbang TPAS Cipayung
Tumpukan Sampah di TPAS Cipayung
Unit Pengolahan Sampah TPAS
Alat Pengolahan Sampah
Kondisi Saluran Air di TPAS Cipayung
68
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Maret 1989. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Tugino Ponco Sanjoyo dan Mandalawati. Penulis memulai pendidikan di TK Islam Cendrawasih pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Mekarsari II Cimanggis, Depok. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Kota Depok. Pendidikan selanjutnya yang ditempuh penulis adalah di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kota Depok pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) yang selanjutnya diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai Kepala Eksekutif
Departemen Pengembangan Minat dan Bakat Badan
Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) , Kepala
Departemen Politik dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM), Anggota
Keluarga Pecinta Alam Fakultas
Ekonomi dan Manajemen (KAREMATA), Anggota Badan Pengawas Himpunan Profesi Resource Environmental Economics Student Assosiation ( BP Himpro REESA), dan terakhir sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) di tahun 2010. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan, baik sebagai panitia tingkat departemen, fakultas maupun IPB.