UNIVERSITAS INDONESIA
KUALITAS AIR TANAH DANGKAL DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) CIPAYUNG KOTA DEPOK
SKRIPSI
YULI NURRAINI 0706265932
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN GEOGRAFI DEPOK JULI 2011
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
KUALITAS AIR TANAH DANGKAL DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) CIPAYUNG KOTA DEPOK
SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
YULI NURRAINI 0706265932
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN GEOGRAFI DEPOK JULI 2011
i Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
ii Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
iii Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb Alhamdulillah rabbil’allamin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Jurusan Geografi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kualitas Air Tanah Dangkal di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung Depok” ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dr.rer.nat. Eko Kusratmoko, MS selaku pembimbing I, yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan bimbingan, saran, dukungan selama penelitian. 2. Dr. Ir, Tarsoen Waryono, M.S selaku pembimbing II, atas kesabaran, masukan, saran, dan pemikirannya dalam memberikan bimbingan. 3. Drs. Supriatna, MT selaku penguji I atas masukan, saran, dan kritikan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Drs Sobirin, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan kritikan, masukan, dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Dr. Rohmatulloh, M.Eng selaku ketua siding yang telah memberikan kritik dan masukan yang mambangun demi kesempuranaan skripsi ini. 6. Drs. Djoko Harmatyo, MS, selaku pembimbing akademik, 7. Seluruh staf pengajar Departemen Geografi atas ilmu-ilmu yang diberikan selama menjalani masa kuliah. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat, amien. 8. Drs. Triarko Nurlambang, MA selaku Kepala Pusat Penelitian Geografi Terapan, Bapak Hafid Setiadi, S.Si, MT, Ibu Dra.Widyawati, M.S., Mba Syarifah F Syakuat M.Si, Mba Irma Susanti S.Si, Mba Nurul Sri Rahartiningtias S.Si, Mba Nurrokhmah Rizqihandari, S.Si, M.Si atas ilmu
iv Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
yang telah diberikan serta dukungannya terhadap penulis dan memberikan pengalaman yang luar biasa. 9. Asisten Dosen Geografi, Mas Jarot Mulyo Semedi, S.Si, Awal Setiawan S.Si, Weling S, S.Si, Ratri Candra S.Si yang telah memberikan tutorial dan saran yang bermanfaat untuk skripsi ini. 10. Bapak, Ibu dan Kakak serta adik (Mia Permawati S.Farm, Apt dan Fikri Yogo Wicaksono) tercinta yang selalu memberikan doa yang tak pernah putus, nasehat, dukungan, dan semangat kepada penulis selama ini. 11. Sahabat-sahabat “Hore” tersayang Deliyanti Ganesha S.Si, Estriastuti Nur Aisyah S.Si, Dani Vina Okatarine S.Si, dan Dian Anggraeini atas cinta dan kasih sayang, keceriaan, kehangatan dan dukungan kepada penulis disaat susah dan senang 12. Satria Indratmoko yang bersedia membantu dalam survey lapang, terimakasih atas bantuan, pengalaman, dan sabarnya kepada penulis. 13. Teman-teman
Geografi
angkatan
2007,
yang
telah
memberikan
kenyamanan dan kehangatan selama ini. Dan untuk Dicky Arvianza yang menjadi temen curhat akan keluh kesah berbagi cerita selama masa perkuliahan. 14. Saras Tiara Damayanti, S.Si angkatan geografi 2006, Kurniawati Sugiyo, S.Si (Geo 2004), Dian Wahyu, S.Si (Geo 2006) yang telah memberikan bantuannya kepada penulis. 15. Seluruh staf karyawan Geografi UI atas bantuan administrasi pendukung keperluan proses pembuatan skripsi. 16. Teman-teman geografi angkatan 2008, 2009, dan 2010 17. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap ALLAH SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Sempga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Wassalammualaikum Wr.Wb. Depok, 12 Juli 2011 Penulis
v Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
vi Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama
: Yuli Nurraini
Program Studi
: Geografi
Judul
:
Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir ( TPA) Cipayung Kota Depok
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung Depok terletak di Kelurahan Cipayung, merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang berasal dari Kota Depok. TPA sampah Cipayung beroperasi dengan sistem control landfill sehingga berpotensi untuk mencemari air tanah dangkal di sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spatial kualitas air tanah dangkal dengan parameter TDS, DHL, nitrat (NO 3), amoniak (NH3-N), dan fosfat (PO 4)-3 di sekitar TPA, serta menggambarkan perbedaan dan persamaan kualitas airtanah dangkal berdasarkan waktu hujan dan tidak hujan, jarak dari TPA, penggunaan tanah, jenis tanah, dan jenis batuan daerah penelitian. Dalam penelitian ini, pengukuran kualitas air dari 33 titik penentuan yang diambil dengan menggunakan teknik systematic random sampling, dengan batasan jangkauan hingga 500 meter dari pusat TPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas airtanah untuk konsentrasi nitrat dan fosfat diatas baku mutu atau tercemar. Pola spatial untuk setiap parameter kualitas airtanah membentuk pola acak atau tidak seragam saat kondisi hujan dan tidak hujan dan tidak dipengaruhi oleh jarak dari TPA, jenis tanah, jenis batuan dan penggunaan tanah.
Kata Kunci : Kualitas airtanah dangkal, TPA Cipayung, Kota Depok
xviii + 81 hlm
: 20 gambar, 14 tabel, 17 peta
Biblografi
: 29 (1972-2008)
vii Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name
: Yuli Nurraini
Major
: Geography
Tittle
: Shallow groundwater quality in the around of TPA Cipayung, Depok
Garbage Dump (GD) of Cipayung Depok which is located at the the Village of Cipayung, district is dump of garbage coming from the City of Depok. Garbage Dump of cipayung operates with control landfill so that it is potential to pollute the surrounding shallow ground water. his study aims to determine the spatial pattern of shallow ground water quality with TDS parameter, DHL, nitrate (NO3), ammonia (NH3 -N) and phosphate (PO4)-3 around the landfill, and explains the differences and similarities shallow ground water quality based on the time it did n rain and not rain, distance from the landfill, land use, soil types and rock types of research areas. In this study, measurement of water quality determination of the 33 points taken using systematic random sampling technique, with coverage limits up to 500 meters from the center of the landfill. The results showed that the quality of ground water for nitrate and phosphate concentrations above the standard quality or contaminated. Spatial patterns of soil water quality parameters for each pattern is not random or uniform when the rain and wet conditions did not exist and is not influenced by the distance from the landfill, soil types, rock types and land use.
Keywords: The quality of shallow groundwater, TPA Cipayung, Depok City
xviii + 81 page
: 20 picture, 14 table, 17 map
Biblograph
: 29 (1972-2008)
viii Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………i HALAM PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………………..ii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………...iii KATA PENGANTAR …………………………………………………………...iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………………...vi ABSTRAK…………………………………………………………………….…vii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..ix DAFTAR TABEL ………………………………………………………………xiv DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………xv DAFTAR PETA ………………………………………………………………..xvii LAMPIRAN……………………………………………………………………xviii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..............1 1.1
Latar Belakang ……………………………………………………..……..1
1.2
Masalah Penelitian………………………………………………………...3
1.3
Tujuan Penelitian……………………………………………………….....4
1.4
Batasan Penelitian ………………………………………………………...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………6 2.1
Pengertian Sampah ………………………………………………………..6
2.2
Pengolahan Sampah ………………………………………………………7
2.3
Pengolahan Lindi (Leachate) ……………………………………………..9
2.4
Airtanah ………………………………………………………………….10
2.5
Aliran Airtanah …………………………………………………………..13
2.6
Karakteristik Hidrogeologi ……………………………………………....14 2.6.1 Akuifer ……………………………………………………………14
ix Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Halaman 2.6.2 Kedalaman Muka Airtanah ………..……………………………...16 2.6.3 Topografi ………………………………………………………….16 2.6.4 Tekstur Tanah ……………………………………………………..16 2.7
Curah Hujan ……………………………………………………………..17
2.8
Penggunaan Tanah ………………………………………………………18
2.9
Pencemaran Airtanah ……………………………………………………19
2.10 Kualitas Air ……………………………………………………………...20 2.11 Parameter Kualitas Air ………………………………………………….21 2.11.1 TDS (Total Dissolved Solids) …………………………………...21 2.11.2 DHL (Daya Hantar Linstrik) ………………………………….…22 2.11.2 Nitrat (NO3) …………………………………………………….22 2.11.3 Amoniak (NH3-N) ……………………………………………...22 2.11.4 Fosfat (PO4)-3 …………………………………………………...23 BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………24 3.1
Daerah Penelitian ……………………………………………………….24
3.2
Alur Pikir Penelitian …………………………………………………….24
3.3
Metode Pengambilan Sampel Airtanah …………………………………26 3.3.1 Peralatan ………………………………………………………...…26 3.3.2 Titik Pengambilan Sampel ……………………………………...…27 3.3.3 Waktu Pengambilan Sampel di Lapang ………………………..…27 3.3.4 Cara Pengkuran Sampel di Lapang ………………………………..28 3.3.5 Cara Pengukuran Sampel di Laboratorium ……………………..…28
3.4 Pengumpulan Data ………………………………………………………28
x Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Halaman 3.5 Pengolahan Data …………………………………………………………...30 3.6 Analisis Data ……………………………………………………….……...32 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN …………………..35 4.1
Letak dan Luas Daerah Penelitian ………………………………...……35 4.1.1 Letak TPA Cipayung …………………………………………..…35 4.1.2 Kelurahan Cipayung …………………………………………...…36 4.1.3 Kelurahan Pasir Putih ………………………………………….…36
4.2
Ketinggian ……………………………………………………………...36
4.3
Curah Hujan …………………………………………………………….37
4.4
Hidrologi ……………………………………………………………….37 4.4.1 Hidrologi Permukaan ……………………………………………37 4.4.2 Hidrogeologi …………………………………………………….37
4.5
Geologi …………………………………………………………………38
4.6
Jenis Tanah ……………………………………………………………..38
4.7
Penggunaan Tanah ……………………………………………………..39
4.8
Kondisi Demografi …………………………………………………..…40 4.8.1 Kelirahan Cipayung ……………………………………………..40 4.8.2 Kelurahan Pasir Putih ……………………………………………41
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………..…43 5.1 Hasil………………………………………………………………………….43 5.1.1 Jenis Batuan……………………………………………………..43
xi Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Halaman 5.1.2 Jenis Tanah……………………………………………………….44 5.1.3 Kedalaman Muka Airtanah………………………………………45 5.1.4 Ketinggian Muka Airtanah……………………………………….47 5.1.5 Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar TPA Cipayung Depok……48 5.1.5.1 Kualitas Air Lindi TPA Cipayung………………………49 5.1.5.2 Kualitas Air Berdasarkan Parameter TDS……………….50 5.1.5.3 Kualitas Air Berdasarkan Parameter DHL……………….53 5.1.5.4 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Nitrat………………55 5.1.5.5 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Amoniak…………58 5.1.5.6 Kualitas Air Berdasarkan Patameter Fosfat……………...61 5.2 Pembahasan………………………………………………………………...64 5.2.1 Analisis Spasial Konsentrasi TDS dan DHL…………………….64 5.2.1.1 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL Dengan Jenis Batuan……………………………………..65 5.2.1.2 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL Dengan Jenis Tanah……………………………………..65 5.2.1.3 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL Dengan Penggunaan Tanah………………………………66 5.2.1.4 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL Dengan Jarak dari TPA…………………………………..66 5.2.2 Analisis Spasial Konsentrasi Nitrat………………………………68
xii Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Halaman 5.2.2.1 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Jenis Batuan……68 5.2.2.2 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Jenis Tanah……...69 5.2.2.3 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Penggunaan Tanah…………………………......70 5.2.2.4 Hubungan Konsentrasi Nitrat Dengan Jarak dari TPA….70 5.2.3 Analisis Spasial Konsentrasi Amoniak…………………………..71 5.2.3.1 Hubungan Konsentrasi Amoniak Dengan Jenis Batuan…72 5.2.3.2 Hubungan Konsentrasi Amoniak Dengan Jenis Tanah…..72 5.2.3.3 Hubungan Konsentrasi Amoniak ……………………….73 Dengan Penggunaan Tanah……………………………...73 5.2.3.4 Hubungan Konsentrasi Amoniak Dengan Jarak dari TPA……………………………………………………...73 5.2.4 Analisis Spasial Konsentrasi Fosfat……………………………...74 5.2.4.1 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Jenis Batuan…….75 5.2.4.2 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Jenis Tanah……...75 5.2.4.3 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Penggunaan Tanah………………………………76 5.2.4.4 Hubungan Konsentrasi Fosfat Dengan Jarak dari TPA…76 BAB VI KESIMPULAN ……………………………………………………….78 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..79 LAMPIRAN
xiii Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1
Pembagian Kelas Tekstur Tanah ………………………………..17
Tabel 4.1
Jenis Penggunaan Tanah Daerah Penelitian …………………....39
Tabel 4.2
Penduduk Berdasarkan Tingkatan Usia Kelurahan Cipayung Tahun 2010………………………………………………………………40
Tabel 4.3
Penduduk Berdasarkan TingkatanUsia Kelurahan Pasir Putih Tahun 2010 ………………………………………………………42
Tabel 5.1
Luas Jenis Batuan di Sekitar TPA Cipayung…………………….44
Tabel 5.2
Luas Jenis Tanah di Sekitar TPA Cipayung……………………..43
Tabel 5.3
Luas Kedalam Muka Airtanah…………………………………...45
Tabel 5.4
Nilai Konsentrasi Parameter Kualitas Air Lindi…………………49
Tabel 5.5
Luas Klasifikasi Kualitas Air Perameter TDS …………………..52
Tabel 5.6
Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter DHL …………………..54
Tabel 5.7
Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Nitrat …………………57
Tabel 5.8
Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Amoniak ……………...60
Tabel 5.9
Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Fosfat ………………...62
Tabel 5.10
Nilai Rata-Rata Konsentrasi Parameter Terhadap Jarak, Jenis Batuan, Jenis Tanah, dan Penggunaan Tanah……………………64
xiv Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Arah Aliran Airtanah …………………………………………….13
Gambar 2.2
Hidrogeologi Airtanah ………………………………………..…15
Gambar 2.3
Hubungan Antara Intensitas Hujan, Air Permukaan, dan Airtana 18
Gambar 2.4
Pencemaran Airtanah di Tempat Pembuangan Sampah ………..19
Gambar 3.1
Alur Pikir Penelitian …………………………………………….24
Gambar 3.2
Alat Multiparameter Ion Spesific meter for Environmental dan Sampel Air Hasil Pengujian ……………………………………..28
Gambar 4.1
Piramida Penduduk Kelurahan Cipayung Kota Depok…………..41
Gambar 5.1
Sumur Gali (sampel A10: kiri, sampel D1:kanan) ……………....46
Gambar 5.2
Sumur Gali (sampel A2: kiri, sampel B3:kanan) ………………..47
Gambar 5.3
(a) Titik Sampel Kolam Lindi, (b) Kolam Lindi Baru (2008), dan (c) Kolam Lindi Lama (2000)……………………………………50
Gambar 5.4
Nilai Konsentrasi TDS Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan …………………………………………………………….51
Gambar 5.5
Nilai Konsentrasi DHL Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan …………………………………………………………….54
Gambar 5.6
Nilai Konsentrasi Nitrat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan …………………………………………………………….55
Gambar 5.7
Nilai Konsentrasi Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan ……………………………………………………….........58
Gambar 5.8
Nilai Konsentrasi Fosfat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan …………………………………………………………….61
Gambar 5.9
Hubungan Antara Nilai TDS Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA …………………………………...67
xv Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Halaman Gambar 5.10 Hubungan Antara Nilai DHL Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA ……………………………………68 Gambar 5.11 Hubungan Antara Nilai Nitrat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA …………………..………...............71 Gambar 5.12 Hubungan Antara Nilai Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA ……………………………74 Gambar 5.13 Hubungan Antara Nilai Fosfat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA …………………………………….77
xvi Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
DAFTAR PETA
Peta 1
Adminstrasi Daerah Penelitian di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 2
Sebaran Titik Sampel di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 3
Penggunaan Tanah di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 4
Jenis Batuan di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 5
Jenis Tanah di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 6
Kedalaman Muka Airtanah di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 7
Arah Aliran Muka Airtanah di Sekitar TPA Cipayung Depok
Peta 8
Nilai Konsentrasi TDS di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Hujan)
Peta 9
Nilai Konsentrasi DHL di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Hujan)
Peta 10
Nilai Konsentrasi Nitrat di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Hujan)
Peta 11
Nilai Konsentrasi Amoniak di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Hujan)
Peta 12
Nilai Konsentrasi Fosfat di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Hujan)
Peta 13
Nilai Konsentrasi TDS di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Tidak Hujan)
Peta 14
Nilai Konsentrasi DHL di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Tidak Hujan)
Peta 15
Nilai Konsentrasi Nitrat di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Tidak Hujan)
Peta 16
Nilai Konsentrasi Amoniak di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Tidak Hujan)
Peta 17
Nilai Konsentrasi Fosfat di Sekitar TPA Cipayung Depok (Periode Tidak Hujan)
xvii Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kedalaman Muka Airtanah dan Jarak Lokasi Sampel Terhadao TPA Cipayung Lampiran 2 Hasil Pengujian Nilai Konsentrasi Parameter Airtanah Waktu Tidak Hujan dan Hujan Lampiran 3 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA dengan Konsentrasi TDS 1 (Tidak Hujan) dan TDS 2 (Hujan)
Lampiran 4 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA dengan Konsentrasi DHL 1 (Tidak Hujan) dan DHL 2 (Hujan)
Lampiran 5 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA dengan Konsentrasi Nitrat 1 (Tidak Hujan) dan Nitrat 2 (Hujan)
Lampiran 6 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA dengan Konsentrasi Amoniak 1 (Tidak Hujan) dan Amoniak 2 (Hujan)
Lampiran 7 Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA dengan Konsentrasi Fosfat 1 (Tidak Hujan) dan Fosfat 2 (Hujan)
xviii Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan
suatu
kota
umumnya
diikuti
dengan
berbagai
permasalahan. Salah satu permasalahan yang sering terungkap adalah masalah pencemaran oleh sampah domestik masyarakat. Semakin meningkat aktivitas masyarakat, cenderung semakin meningkat konsumsi kebutuhan yang diperlukan, sehingga menyebabkan bertambahnya buangan limbah yang dihasilkan. Di negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, issu persampahan menjadi menonjol, terutama di wilayah perkotaan. Sampah perkotaan merupakan salah satu persoalan rumit dihadapi, selain pengelola sampah harus menyediakan sarana dan prasarana, juga harus mengatasi dan menangani sampah secara rutin. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi diikuti oleh tingkat perekonomian yang baik, memiliki kecenderungan meningkanya volume sampah. Apabila kondisi tersebut tidak dikelola dengan baik, akan mempengaruhi kebersihan lingkungan perkotaan baik di pusat-pusat aktivitas ekonomi maupun di daerah permukiman. Timbunan sampah di tempat pembuangan sampah akhir (TPA), akan mengalami proses penguraian secara alami. Pada saat itulah aliran air yang melimpas melalui tumpukan sampah akan meresap ke dalam timbunan sampah dan menghasilkan cairan rembesan dengan kandungan polutan dan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi. Keberadaan tersebut oleh Clark (1977) disebut dengan istilah ”leachate” (air lindi). Lebih jauh dikatakan bahwa keberadaan tersebut akan mempengaruhi kondisi air permukaan dan airtanah dangkal di sekitar TPA, karena kualitas air menjadi rendah. Menurut Clark (1977), banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengelolaan sampah, diantaranya yang dianggap terbaik hingga saat ini adalah penimbunan dan pemandatan secara berlapis-lapis (sanitary landfills). Melalui cara tersebut sampah tidak terbuka selama lebih dari 24 jam. Hamparan sampah ditutup dengan tanah, dan dipadatkan, bagian atasnya ditimbun sampah kembali
1
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
2
dan berangsur-angsur ditutup tanah dan dipadatkan, sehingga membentuk lapisan sampah dan pemadatan tanah. Sistem tersebut mempercepat proses perombakan sampah oleh mikroba tanah yang menghasilkan lindi (leachate). Lindi yang terkena air hujan, mudah mengalir dan meresap ke lapisan tanah bawah. Tanah yang poros (sarang) memudahkan dalam proses peresapan lindi secara vertikal horizontal, dan sangat mudah mencemari airtanah khususnya air sumur penduduk di sekitarnya (Slamet, 1994). Lindi merupakan sumber utama pencemar air permukaan dan airtanah yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan mikrobiota air. Keberadaan tersebut menyebabkan turunnya kualitas air (Rand et al,.1975 dan Husin & Kustaman, 1992). Akibatnya yang ditimbulkan tercemarnya airtanah di sekitar TPA, antara lain air sumur penduduk sebagai sumber air baku (air minum, masak, mandi dan cuci) akibat akumulasi lindi. Lebih jauh dikatakan bahwa pencemaran air sumur penduduk dipercepat karena sumur-sumur sederhana tanpa beton, memudahkan proses perembesan baik pada saat hujan maupun rembesan biasa. Penelitian tentang pengaruh pengelolaan sampah terhadap kualitas air sumur gali di sekitar tempat pembuangan akhir sampah telah banyak dilakukan. Di TPA Suwung Denpasar, Bali (Sundara, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air sumur gali di sekitar TPA hingga jarak 800 meter, tercemar dan telah melampaui ambang batas yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990, tentang persyaratan kualitas air minum, serta Indeks Mutu Lingkungan Air Sumur (IMLAS) pada jarak 0 - 40 meter tergolong buruk, dan pada jarak 60-80 meter tergolong sedang. Penelitian lain, telah dilakukan di TPA Putri Cempo, Mojosongo, Surakarta (Astuti, 2008). Dalam penelitian tersebut mengidentifikasi mengenai kualitas air lindi. Pendekatan analisis tersebut menggunakan 28 indikator kualitas air. Hasil yang diperoleh bahwa 19 parameter (67,86%) menunjukkan kualitas air lindi berada di atas tetapan baku mutu, sedangkan 9 parameter (32,14%) sisanya masih di bawah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah, Nomor 10 Tahun 2004.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
3
Depok adalah kota yang mengalami perkembang dengan pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, dimana sebesar 80 persen dari penduduk Kota Depok memanfaatkan airtanah dangkal untuk keperluan sehari-hari dibandingkan dengan penduduk yang menggunakan PDAM sebesar 20 persen. Airtanah dangkal tersebut sangat rentan terkena zat pencemar yang berasal dari berbagi sumber, salah satunya adalah sampah. Depok yang sudah berdiri sebagai Kotamadya (Kota) memiliki satu tempat pembuangan akhir sampah yaitu TPA Cipayung yang terletak di Kecematan Cipayung, Depok. Di sekitar tempat pembuangan sampah ini berdekatan dengan pemukiman warga yang kurang lebih 50 meter dari pusat pengelolaan sampah tersebut. Dengan banyaknya pemukiman disekitar TPA Cipayung, dimana penduduk tersebut menggunakan airtanah dangkal sebagai sumber air bersih. Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan kualitas air yang dikonsumsi oleh masayarakat setempat. Faktor terpenting yang akan memberikan pengaruh terhadap penurunan kualitas air adalah keberadaan sumber air dengan sumber pencemar.. Faktor yang mempengaruhi penyebaran dari zat pencemar adalah siklus hidrologi, meteorologi (curah hujan), dan geologi (litologi, stratigrafi, dan sturktur) (J.H. Guswa and W.J Lyman, 1983). Jenis batuan akan menentukan tingkat permeabilitas aquifer (Sundra, 2006). Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi zat pencemar yang akan masuk kedalam airtanah dan menurunkan kualitas airtanah tersebut. Dengan kondisi yang demikian mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses masuknya zat pencemar ke dalam airtanah.
1.2 Masalah Penelitian Dalam
pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA)
memiliki persyaratan salah satunya jarak dari pemukiman penduduk sejauh 2 Km (Salvato, 1972). Kota Depok memiliki TPA Cipayung yang mana jarak terhadap pemukiman penduduk kurang lebih 100 meter dari pusat pengolahan sampah tersebut. Sampah merupakan salah satu sumber pencemar dalam penurunan kualitas airtanah. Zat pencemar masuk ke dalam tanah disebabkan oleh gerakan
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
4
airtanah yang dipengaruhi oleh kondisi hidrogeologi. Sejauh mana pergerakan zat pencemar tersebut dapat dilihat dari faktor jarak dari sumber pencemar, Dengan kondisi demikian dimana air merupakan sumber utama dalam kehidupan dan sebagian besar masyarakat sekitar TPA masih menggunakan airtanah dangkal yang rentan akan terjadinya proses pencemaran akibat sampah tersebut. Berdasarkan pemaparan diatas, masalah yang akan dikaji dalam penelitian adalah 1. Bagaimana pola spasial kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok? 2. Apakah pola spasial kualitas airtanah dangkal yang terbentuk dipengaruhi oleh penggunaan tanah, jenis bantuan, jenis tanah, dan jarak ke TPA?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok dan melihat hubungan kualitas airtanah dangkal dengan jarak dari pusat TPA, serta pengaruh kondisi fisik terhadap kualitas airtanah.
1.4 Batasan Penelitian 1. Airtanah dangkal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah airtanah yang terdapat di dalam akuifer (wilayah jenuh air) yang tidak tertutup oleh lapisan kedap air dan kedalamannya kurang dari 30 meter dari permukaan tanah. 2. Kedalaman muka airtanah adalah kedalaman untuk mencapai muka airtanah. 3. Sampel airtanah yang diambil dalam penelitian ini adalah airtanah dangkal yang berasal dari sumur gali penduduk, aliran sungai, dan kolam lindi. 4. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian sebanyak 33 buah, yang terdiri dari air sumur gali, aliran sungai, dan kolam lindi TPA. 5.
Pengambilan sampel air dilakukan dua kali yaitu pada waktu hujan dan waktu tidak hujan.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
5
6. Waktu hujan adalah saat terjadi hujan selama tiga hari berturut-turut dan waktu tidak hujan adalah saat tidak terjadi hujan selama tiga hari berturutturut. 7.
Baku mutu kualitas air berdasarkan baku mutu yang dikeluarkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
8.
Parameter kualitas yang diukur yaitu TDS (Total Dissolved Solid/Jumlah Pedatan Terlarut), DHL (Daya Hantar Listirk), Amoniak (NH3-N), Nitrat (NO 3) dan fosfat (PO4)-3 ,
9. Jarak dari TPA adalah jarak dari sumur sampel ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) 10. Klasifikasi penggunaan tanah pada skla 1:10.000 yang digunakan adalah klasifikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah Sampah (solid waste) adalah semua jenis bahan padat yang dibuang yang dianggap sebagai barang buangan, tidak memiliki manfaat atau barang-barang yang dibuang karena kelebihan (Tchobanaglous et al., 1977). Menurut Diana (1992), sampah dapat berarti segala sesuatu yang tidak memenuhi persyaratan secara langsung maupun tidak langsung untuk pemakaian yang sama, tidak dikehendaki dan hasil sampingan dari aktivitas manusia sehari-hari. Jadi ,dapat dikatakan bahwa sampah adalah suatu material buangan yang dapat bersifat padat, cair, atau gas. Selain itu oleh Clark (1977), sampah (solid waste) dinyatakan berupa bentuk limbah padat yang berasal dari kegiatan manusia. Sampah-sampah domestik pada umunya didominasi oleh bahan-bahan organik, meskipun komposisi sampah bervariasi antara satu kota dengan kota lainnya, bahkan dari hari keharinya. Jenis komposisi sampah sangat mempengaruhi sifat-sifat sampah. Sebagian besar kegiatan manusia selalu menghasilkan bahan sisa atau sampah. Oleh karena itu, dimana pun
manusia hidup selalu menimbulkan
sampah. Timbulnya sampah adalah suatu konsekuensi dari kehidupan itu sendiri. Sampah lebih dirasakan dampaknya di daerah urban atau daerah perkotaan karena menimbulkan masalah lingkungan. Jumlah dan jenis sampah di daerah pedesaan lebih sedikit dibandingkan dengan di daerah perkotaan karena rata-rata konsumsi masyarakat pedesaan lebih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan. Pada lahan yang tersedia di pedesaan lebih luas, sehingga daya dukung lingkungan lebih baik di pedesaan daripada perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk yang cepat di daerah perkotaan menyebabkan makin banyaknya jumlah sampah yang harus ditanggulangi.
6
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
7
2.2 Pengolahan Sampah Sampah timbul sejak adanya kegiatan manusia. Dengan demikian, maka cara pengolahan dan pemusnahan sampah sudah dikenal sejak dahulu. Cara pengolahan dan pemusnahan sampah harus memenuhi persyaratan kesehatan. Menurut Salvato (1972), syarat tersebut meliputi ; a. Tidak berdekatan dengan sumber air yang dipergunakan untuk air minum atau kegiatan mandi, cuci manusia. Jika terdapat suatu tempat penampungan air sampah maka jarak sekitar 200 meter dari sumber air merupakan jarak yang cukup aman bila dilihat dari kejadian pencemaran air yang diakibatkan oleh TPA sampah. b. Tidak berdekatan dengan lokasi untuk pemukiman. Jarak yang dipakai adalah 2 km, sehingga kemungkinan bau, kehidupan lalat, dan tikus tidak akan mencapai lokasi tersebut. c. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir. Estetika atau keindahan penggunaan tanah, kesehatan lingkungan pencermaran air, pencemaran udara, dan pertimbangan ekonomi mengakibatkan pengelolaan sampah memerlukan perhatian yang serius. Sampah yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber penghasil sampah, setelah dipilah-pilah untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali, selanjutnya akan dimusnahkan agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Ada beberapa cara untuk mengolah atau memusnahkan sampah yang dikenal sejak dahulu hingga kini. Cara tersebut berikut dengan kelebihan dan kekurangannya adalah sebagi berikut (Departement Pekerjaan Umum, 1994) ; 1) Open Dumping Open Dumping adalah suatu cara pembuangan sampah yang dibuang begitu saja di tempat pembuang akhir (TPA) dan dibiarkan terbuka sampai pada suatu saat TPA penuh dan pembuangan sampah dipindahkan ke lokasi lain atau TPA yang baru. Untuk efisiensi pemakaian lahan, biasanya dilakukan kegiatan perataan sampah dengan menggunakan dozer atau peralatan dapat juga dilakukan dengan tenaga manusia.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
8
Keuntungan cara open dumping ini adalah operasi sangat mudah, biaya operasi dan perawatan serta biaya investasi TPA relatif murah. Kerugiannya adalah timbulnya lindi sehingga menimbulkan pencemaran airtanah, mendorong timbulnya sarang-sarang vektor penyakit dan mengurangi estetika lingkungan. Pemusnahan sampah dengan sistem open dumping ini secara bertahap ditinggalkan. 2) Incineration (Pembakaran) Pemusnahan sampah dengan cara pembakaran merupakan cara yang telah lama dikenal sejak dahulu hingga kini. Cara ini dilakukan masyarakat pedesaan, yaitu dengan cara membakar sampah yang sudah kering. Cara pembakaran ini tentu saja dapat menimbulkan asap dan debu yang dapat bertebrangan ke mana saja dan berpotensi sebagai penyebab munculnya penyakit saluran pernafasan apabila sering dilakukan. Keuntungan pemusnahan sampah dengan menggunakan incinerator adalah tidak membutuhkan lahan yang luas, tidak tergantung cuaca dan aman serta mampu mengurangi volume sampah hingga kurang lebih 90%. Sedangkan kekurangan sistem ini adalah membutuhkan biaya tinggi dan mempunyai potensi pencemaran udara. 3) Composing Cara pembuangan sampah dengan cara mengolahnya menjadi kompos. Sampah yang diubah menjadi kompos adalah sampah organik yang dapat terurai. Sampah ditempatkan pada suatu galian tanah dan dibiarkan agar terjadi proses aerobik atau proses dekomposisi. Dalam pelaksanaannya cara komposing ini mempunyai kendala antara lain; pemasaran dan jumlah sampah, di mana timbunan sampah minimum 20 sampai 30 ton perhari. Kelebihan sistem composing adalah lebih dari 50% sampah dapat dimanfaat dan luas lahan TPA yang dibutuhkan kecil. Kekurangan sistem composing ini adalah bila diterapkan dengan menggunakan sistem mekanis di mana dibutuhkan biaya tinggi. 4) Pembuangan dengan cara Landfill Cara pembungan sampah pada suatu lahan terbuka yang dilakukan secara berlapis-lapis dengan ketebalan tertentu. Setiap lapisan sampah ditutup
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
9
dengan lapisan tanah dan diupayakan agar setiap akhir hari kerja sampah telah ditutupi tanah. Metode pembuangan Landfill, dalam pelaksanaanya mempunyai kendala antara lain ; -
Ketersediaan tanah penutup
-
Pengerjaan harus hati-hati
-
Timbunan sampah minimum 15 sampai dengan 60 ton perhari tetapi dapat mencapai 300 ton perhari bila energi dimanfaatkan.
-
Memerlukan sistem pengangkutan yang sesuai. Selain kendala, keuntungan dari sistem landfill adalah biaya relatif
lebih murah, mudah dioperasikan dan luwes dalam menghadapai fluktuasi timbunan. Kekurangan sistem ini adalah perlu lahan yang luas dan adanya pencemaran lindi. 2.3 Pengolahan Lindi (Leachate) Suatu alat yang sangat penting berkaitan dengan lingkungan pada saat pembuangan dan pengoperasikan TPA adalah terbentuknya cairan yang mengandung bahan pencemar dengan terbentuknya cairan yang mengandung bahan pencemar dengan konsentrasi tinggi disebut leachate (lindi). Lindi ini terbentuk pada saat air menembus melalui timbunan sampah yang mengalami proses dekomposisi. Masuknya lindi ke dalam perairan baik, air sungai maupun airtanah akan dengan segera menyababkan turunya kualitas air tersebut. Sumber air yang memicu timbulnya lindi berasal umumnya dari rembesan air hujan ke dalam timbunan sampah atau airtanah yang tinggi disamping cairan yang terkandung dalam sampah. Pada saat air menembus dalam timbunan sampah akan terjadi reaksi dengan sampah baik secara kimiawi maupun biologis. Proses biologis akan berlangsung secara terus menerus di dalam timbunan sampah sampai jangka waktu yang panjang tergantung pada tahap penguraian yang ada dan ketersediaan oksigen. Hasil dari proses kimia maupun biologis tersebut akan menambah kandungan zat pencemar dalam air yang dilaluinya.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
10
Tujuan dan fungsi dari pengolahan lindi di TPA adalah untuk mengolah lindi yang telah terkumpul sehingga dapat dibuang secara aman ke dalam air penerima dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap sekitarnya baik sungai maupun airtanah. Karakteristik kimiawi dari lindi tergantung pada komposisi dan karakteristik sampah serta kondisi dalam TPA seperti temperatur, kelembaban, tahap dekomposisi, kedalaman TPA dan lain-lain. Struktur dan teknologi pembuangan lindi juga secara langsung akan mempengaruhi kualitas lindi yang dihasilkan. Dalam perencanaan TPA perlu dipertimbangkan jumlah lindi yang akan timbul terutama dalam perencanaan fasilitas pengolahannya. Secara umum jumlah lindi tergantung pada beberapa hal ; a. Air yang jatuh di atas tumpukan sampah pada saat operasi TPA b. Air yang mengalir ke dalam TPA dari sekelilingnya. c. Air yang terkandung dalam sampah. d. Remebesan air melalui lapisan tanah penutup e. Air yang menembus melalui dinding TPA f. Air yang mengalir ke dalam timbunan sampah dari airtanah 2.4 Airtanah Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah, yang mengalami pergerakan dalam ruang-ruang antara butir tanah yang membentuk ikatan dan didalam retak-retak batuan. Kadar air dalam tanah bervariasi antara batas-batas yang luas. Air mengalami suatu daur yang disebut siklus hidrologi. Air jatuh dari langit sebagai hujan. Hujan sebagian mengalir di atas permukaan tanah dan sebagian lagi masuk ke dalam tanah. Air laut, danau, sungai, waduk, dipermukaan tanah, tanaman dan lain-lain menguap karena panas matahari. Uap air di udara membentuk awan dan akhirnya mengembun dan menjadi titik air hujan dan akhirnya jatuh lagi ke permukaan tanah. Daur ini berlangsung sepanjang masa tak ada habisnya. Untuk mengetahui terjadinya airtanah diperlukan peninjauan kembali bagaimana dan dimana airtanah tersebut berada. Distribusi di bawah permukaan
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
11
tanah dalam arah vertikal dan horizontal harus di masukkan dalam pertimbangan. Zona geologi yang sangat mempengaruhi airtanah dan strukturnya dalam arti kemampuannya untuk menyimpan dan menghasilkan airtanah harus didefinisikan. Dengan anggapan bahwa kondisi hidrologi menyediakan air pada zona bawah tanah, maka lapisan-lapisan bawah tanah akan melakukan distribusi dan mempengaruhi gerakan airtanah, sehingga peranan geologi terhadap airtanah tidak dapat diabaikan (Soemarto, 1995). Airtanah terdiri dari airtanah dangkal, airtanah dalam, dan mata air. Airtanah dapat ditemukan pada aquifer dengan pergerakan yang lambat. Hal ini yang akan menyebabkan airtanah untuk sulit pulih jika telah terjadi pencemaran. Klasifikasi airtanah dangkal yaitu; a. Airtanah Dangkal Yaitu air yang terdapat diatas lapisan kedap air pertama. Airtanah dangkal sangat rentan terhadap pencemaran. Daerah yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, biasanya memiliki kondisi airtanah yang telah tercemar oleh limbah domestik (septic tank, saluran irigasi). Sedangkan daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang rendah kondisi kualitas air relatifcukup baik. Airtanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, sehingga airtanah akan jernih tetapi banyak mengandung zat-zat kimia karena air tersebut selama dalam perjalanannya melewati lapisan tanah yang mengandung unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan
tanah
berfungsi
sebagai
penyaring.
Disamping
penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dengan muka tanah. Air akan terkumpul pada lapisan rapat air, berkumpulnya air ini merupakan airtanah dangkal dimana air dapat dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
12
b. Airtanah Dalam Airtanah dalam merupakan air yang terdapat dibawah lapisan kedap air (aquifer) pertama. Airtanah ini mempunyai sifat yang berlawanan dengan airtanah dangkal dimana fluktuasinya relatif kecil. Kualitasa air tidak tergantung pada kegiatan lingkungan diatasnya. Pengambilan airtanah dalam tidak semudah pada airtanah dangkal. Dalam hal ini menggunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya hingga kedalaman tertentu (100-300 meter). Kualitas dari airtanah dalam pada
umumnya
lebih
baik
daripada
airtanah
dangkal,
karena
penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri.
c. Mata air Mata air adalah airtanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kuantitas dan kualitas sama dengan airtanah dalam. Selain itu, gaya gravitasi juga mempengaruhi aliran airtanah menuju ke laut. Tetapi, dalam perjalannnya airtanah juga mengikuti lapisan geologi yang berkelok sesuai jalur aquifer dimana airtanah tersebut itu berada. Bila terjadi patahan geologi di dekat permukaan tanah, maka aliran airtanah tersebut akan muncul ke permukaan bumi. Sebagai tumpahan airtanah alami yang pada umumnya berkualitas baik, maka mata air dijadikan pilihan sumber air bersih yang dicari-cari dan diperebutkan oleh penduduk kota (Asdak, 2004).
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
13
2.5 Aliran Airtanah Airtanah mengalir dari daerah yang memiliki tekanan lebih tinggi menuju ke daerah yang memiliki tekanan lebih rendah dan dengan akhir perjalanannya menuju ke laut atau sungai.
Sumber : ga.water.usgs.gov/edu/earthgwdecline.htm a.water.usgs.gov/edu/earthgwdecline.html
Gambar 2.1 Arah Aliran Airtanah
Dalam Gambar 2.1 daerah yang lebih tinggi merupakan daerah tangkapan/imbuhan atau pengisian (recharge area) dan daerah yang lebih rendah merupakan daerah pelepasan luahan atau pengelu aran (discharger area). area) Pada ilustrasi tersebut daerah pelepasan adalah daerah aliran sungai. Daerah tangkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran (watershed/catchment (watershe area ) dimana aliran airtanah (saturated) menjauhi muka airtanah. airtanah Sedangkan daerah pengeluaran didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran (watershed/catchment area) dimana aliran airtanah (saturated) saturated) menuju muka airtanah (Freeze dan Cherry, 1979). Biasanya daerah tangkapan tangka pan muka m airtanahnya terletak pada suatu kedalaman tertentu sedangkan muka airtanah daerah pengeluaran umunya mendekati permukaan tanah, salah satu contohnya adalah pantai. Aliran air
dipengaruhi gaya gr avitas akan menarik secara vertikal ke
bawah, tekanan tanah beroperasi ke seluruh arah dalam keadaan tanah lembab dan
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
14
kering. Air bebas bergerak karena gaya gravitasi dan ikatan air karena potensial matriks. Apabila tanah yang kering terkena hujan, kandungan lengas tanah di lapisan permukaan meningkat mencapai kapasitas lapangan, kemudian airtanah bergerak kelapisan yang lebih dalam. Air juga bergerak kesemua arah, di atas kapasitas lapang perkolasi bergerak lambat melalui pori berukuran 10-50 µm dan pengatusan terjadi dengan cepat melalui pori berukuran > 50 µm. 2.6 Karakteristik Hidrogeologi 2.6.1 Akuifer Suatu lapisan tanah yang pori-porinya berisi air, terdapat pembatas dan lokasinya berbeda-beda, maka dapat didefinisikan sebagai akuifer, aquichlude, aquitard, confined akuifer, dan unconfained akuifer (Kodoatie, 1996), yang kemudian dijelaskan masing-masing sebagai berikut : a. Akuifer adalah sebagai suatu lapisan, formasi atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik sehingga dapat membawa air (air dapat diambil) dengan kuantitas yang ekonomis. b. Aquiclude adalah sebagai lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang kedap air, dengan nilai konduktivitas hidraulik yang sangat kecil, sehingga tidak mungkin air melewatinya. Sehingga dapat dikatakan juga sebagai lapisan pembatas dan pembatas bawah dari suatu akuifer tertekan. c. Confined aquifer adalah akuifer yang dibatasi lapisan atas dan bawahnya oleh aquiclude, dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfer. Pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir. Confined aquifer juga disebut sebagai akuifer tertekan. d. Artesian Aquifer, akuifer ini merupakan akuifer tertekan, dimana ketinggian hidrauliknya lebih tinggi dari muka tanah. Oleh karena itu, apabila pada akuifer jenis ini dilakukan pengeboran untuk mendapatkan pancaran air, hal ini dikarenakan air yang keluar dari pengeboran ini berusaha mencapai ketinggian hidruliknya.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
15
e. Aquitard adalah lapisan tipis, formasi atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel permeab dengan nilai konduktivitas hidraulik yang kecil. Namun, memungkinkan air melewati mele wati lapisan ini walau dengan gerakan yang lambat. Dapat pat dikatakan juga merupakan lapisan atas dan bawah suatu semi confined aquifer. f. Unconfined Aquifer adalah akuifer yang lapisan pembatasnya merupakan aquichude hanya pada bagian ba bawahnya dan tidak ada pem mbatas aquiclude dilapisan atasnya, batas di lapisan atasnya merupakan muka airtanah. Tekanan udara dipermukaan airtanah airt relatif sama dengan tekanan atmosfer. Airtanah yang terdapat pada akuifer kuifer ini disebut juga airtanah bebas, begitupun dengan denga tinggi muka airtanahnya relatif
tidak stabil karena
dipengaruhi oleh curah hujan. g. Semi Unconfined Aquifer, Aquifer , merupakan akuifer yang jenuh air, yang dibatasi hanya lapisan bawahnya oleh aquitard. Pada bagian atasnya ada lapisan pembatas yang mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada konduktivitas hidraulik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka airtanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.
Sumber : www.douglas.co.us/water/images/Denver_Basin_A
Gambar 2.2 Hidrogelogi Airtanah
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
16
2.6.2 Kedalaman Muka Airtanah Kedalaman muka airtanah adalah kedalaman untuk mencapai muka airtanah yang dihitung antara permukaan airtanah dengan permukaan tanah tempat dilakukannya pengukuran atau jarak dari permukaan tanah sampai ke muka airtanah (Watertabel). Muka airtanah dijadikan acuan untuk dapat melihat pengaruh terjadinya pencemaran, karena semakin dangkal kedalaman untuk mencapai muka airtanah, maka akan semakin rentan terhadap pencemaran. Untuk mendapatkan data kedalaman muka airtanah dilakukan dengan pengukuran langsung ke lapangan.
2.6.3 Topografi Topografi (lereng) merupakan variabel dari permukaan bumi yang berperan sebagai pengontrol polutan yang mangalir (runoff) atau menggenang, yang memberikan cukup waktu untuk terjadi infiltrasi (Mato, 2002). Lereng yang cukup datar, memungkinkan terjadi pencemaran menjadi besar karena air lama berada di atas tanah serta memungkinkan untuk terjadi penyerapan yang lebih banyak (infiltrasi > run off). Kondisi ini akan berbalik pada lereng yang cukup terjal, run off yang terjadi akan lebih besar daripada infiltrasinya.
2.6.4 Tekstur Tanah Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan partikelpartikel tanah primer berupa fraksi liat, debu, dan pasir dalam sutu massa tanah. Tekstur dapat diartikan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif tekstur dapat diartikan tektur tersebut apakah kasar atau halus, sedangkan secara kuantitatif tekstur digambarkan susunan relatif
berat
fraksi-fraksi tanah, yaitu pasir, debu, dan liat, sehingga dapat diketahui persentase
kandungan
masing-masing
fraksi
tanah
yang
dimana
pengkelasannya dapat mengacu pada segitiga tekstur tanah. Pertimbangan dan pembagian kelas yang biasa digunakan untuk menjelaskan tanah pada segitiga tekstur tanah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
17
Tabel 2.1 Pembagian Kelas Tekstur Tanah Tanah berpasir
Tanah berlempung
Tanah bertekstur kasar Tanah bertekstur kasar Sedang Tanah bertekstur sedang
Tanah bertekstur halus Sedang Tanah berliat
Tanah bertekstur halus
pasir pasir berlempung lempung berpasir lempung berpasir halus lempung berpasir sangat halus lempung lempung berdebu debu lempung liat lempung liat berpasir lempung liat berdebu liat berpasir liat berdebu liat
Sumber : Fort (1988)
2.7 Curah Hujan Hujan adalah unsur iklim yang paling tinggi. Curah hujan yang paling banyak diamati dibandingkan dengan unsur iklim lainnya. Terlebih di Indonesia, dimana suhu tidak begitu banyak dan begitu cepat berubah (Sandy, 1987). Air hujan yang jatuh di atas permukaan bumi sebagian meresap ke dalam tanah (Sandy, 1996). Jumlah air hujan yang meresap tergantung pada kondisi fisik tanah dan lama hujan. Pada saat hujan jatuh pada permukaan tanah yang kering, daya serapa tanah ada pada tingkat maksimum. Sehingga semakin lama hujan itu turun, maka akan banyak kandungan air di dalam tanah. Kondisi ini akan menyebabkan kemampuan tanah menjadi berkurang dalam proses menyerap air. Hubungan antara intensitas hujan, air permukaan dan airtanah dapat dijelaskan sebagai berikut ;
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
18
Sumber : Sandy, 1996
Gambar 2.3 Hubungan antara intensitas hujan, air permukaan dan airtanah Menurut Seyhan (1997) semua a ir bawah permukaan atau airtanah berasal dari presipitasi (hujan). Dengan demikian , sumber utama airtanah berasal dari air hujan. Air ir hujan tersebut masuk kedalam tanah melalui proses infiltrasi dan perkolasi. Proses ini juga akan melarutkan garam -garam dann mineral yang dikandung oleh batuan yang dilaluinya, yang akan menentukan kualitas airtanah. Air ir hujan merupakan sarana utama untuk melepaskan dan mentransportasikan zat pencemar secara vertikal verti al sampai pada muka airtanah dan secara horizontal pada media akuifer. Semakin besar intensitas hujan, maka akan semakin meningkatkan potensi terhadap pencemaran airtanah. 2.8 Penggunaan Tanah Penggunaan tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting terhadap pencemaran airtanah. Penggunaan tanah adalah pencerminan berbagai aktivitas manusia di satu daerah (Sandy, 1985). Penggunaan tanah disatu daerah dapat memberikan dampak positif maup un negatif tif terhadap lingkungan sekitar misalnya berpengaruh terhadap kualitas airtanah. Penggunaan tanah permukiman menyebabkan pencemaran kualitas airtanah lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan tanah terbuka hijau. Hal ini dikarenakan penggunaa n tanah terbuka hijau akan lebih mudah meneruskan air hujan ke dalam tanah dibandingkan dengan penggunaan tanah permukiman sehingga kualitas airtanah akan lebih baik.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
19
2.9 Pencemarana Airtanah Zat pencemar (pollutant) ( dapat didefiniskan definiskan sebagai zat kimia, kimi radioaktif yang berwujud benda cair, padat, maupun gas, baik yang berasal dari alam yang kehadirannya dipicu oleh manusia (tidak langsung) ataupun taupun dari kegiatan manusia (anthropogenic anthropogenic origin ) yang telah diidentifakasi kasi mengakibatkan efek yang buruk bagi kehidupan dupan manusia dan lingkungannya. Semua itu dipicu oleh aktivitas manusia (Watts 1997 dalam Notodarmojo, 2005). Di sebagian wilayah Indonesia, airtanah masih menjadi sumber air minum utama. Airtanah yang masih alami tanpa gangguan manusia, kualitasnya belum tentu baik. Terlebih lagi yang sudah tercemar oleh aktivitas manusia, kualitasnya akan semakin menurun. Pencemaran airtanah antara lain disebabkan oleh kurang teraturnya pengelolaan lingkungan. Beberapa sumber pencemaran
yang
menyebabkan menurunya kualita s airtanah antara lain (Freeze dan Chery, 1979): 1. Sampah dari TPA 2. Tumpahan Minyak 3. Kegiatan Pertanian 4. Pembuangan limbah cair pada sumur dalam, dll 5. Pembuangan limbah ke tanah 6. Pembuangan limbah radioaktif
Sumber : https:/.../images/Issue36/water_e_l.gif
Gambar 2.4 Pencemaran Pencemaran Airtanah di Tempat Pembuangan Sampah
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
20
Akibat pengambilan airtanah yang intensif di daerah tertentu dapat menimbulkan pencemaran airtanah dalam yang berasal dari airtanah dangkal, sehingga kualitas airtanah yang semula baik menjadi menurun dan bahkan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum. Sedangkan di daerah dataran pantai akibatnya pengambilan airtanah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya instrusi air laut karena pergerakan air laut ke airtanah. 2.10 Kualitas Air Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau uji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi air atau keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual atau kasat mata. Parameter fisik adalah kekeruahan, kandungan partikel atau padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan sebagainya. Parameter kimia menyatakan kandungan unsur atau senyawa kimia dalam air, seperti kandungan oksigen, bahan organik (BOD, COD, TOC), mineral atau logam, derajat keasaman, nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya. Parameter mikrobiologis menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, sperti bakteri, virus, dan mikroba pathogen lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran atau pengujian airtanah dangkal dapat dinyatakan kondisi baik atau tercemar. Sebagai acuan dalam kondisi tersebut adalah baku mutu air, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 (Masduqi, 2007).
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
21
2.11 Parameter Kualitas Air Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau kenampakan (bau dan warna). 2.11.1 TDS (Total Dissolved Solids) Total zat padat tersuspensi adalah kandungan larutan non-organik dan organik yang terkandung dalam perairan alamiah yang di dalamnya terdapat beberapa jenis mineral dan gas yang memegang peranan dalam menentukan kualitas air. Pada larutan non-organik gas CO2 dan O 2 memegang peranan dalam menentukan status kualitas air. Sebagai contoh untuk mengetahui bahwa status kualitas air untk pengguna tertentu memang dipengaruhi oleh mineral-mineral terlarut ialah bila kalsium dalam jumlah yang sedikit dapat mempengaruhi rasa enak pada air kemasan. Sedangkan bila ditemukan magnesium dalam jumlah yang sama dalam air kemasan tersebut makan akan memberikan efek rasa tidak enak bagi yang mengkonsumsi air tersebut. Menurut Arsadi, dkk (2007) padatan terlarut anorganik umumnya berasal dari dedaunan, limbah industri, lumpur, pupuk, limbah rumah tangga, dan lain-lain. Sedangkan TDS organik pada dasarnya bisa berasal dari bebatuan, nitrogen, oksigen, karbondioksida, serta mineral-mineral seperti ; belerang, fosfor, sulfat. Jadi kosentrasi TDS dalam air yang meruapkan zat padat terlarut dalam air atau ditambah lagi dengan konsentrasi beberapa koloid yang lolos saringan, jika suatu air mengandung partikel-pertikel koloid. 2.11.1 DHL (Daya Hantar Listrik) Pemeriksaan terhadap bahan terlarut dalam air, dapat dilakukan secara cepat dengan penetapan Daya Hantar Listrik (DHL) suatu larutan. Penetapan ini merupakan pengukuran terhadap kemampuan sampel air untuk menghantarkan aliran listrik. Besar kecilnya hsil pengukuran bergantung pada konsentrasi total saat terlarut yang terionisasi dalam air
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
22
pada suhu air. Pergerakan ion terlarut, konsentrasi, dan valensi akan mempengaruhi
daya
hantar
listrik
suatu
larutan.
Larutan
yang
mengandung ion-ion akan menghantar listrik. Pada umumnya asam, basa, dan garam-garam anorganik merupakan pengantar listrik yang baik. Sebaliknya senyawa-senyawa organik yang tidak terionisasi dalam larutan merupakan pengantar listrik yang lemah (Purwanti, dkk, 2006). 2.11.2 Nitrat (NO 3) Nitrat (NO3 ) adalah bentuk utama di mana terjadi nitrogen dalam airtanah, meskipun nitrogen terlarut juga dapat hadir nitrit (NO2), amoniun (NH 4+), N 2, dan nitrogen organik. Nitrat dalam air erat kaitanya dengan siklus nitrogen dalam alam. Dalam siklus tersebut dapat diketahui bahwa nitrat dapat terjadi baik dari N 2 di atmosfer ataupun dari pupuk-pupuk yang digunakan dari dari oksidasi NO2- oleh kelompok bakteri Nitrobacter. Nitrat yang terdapat dalam sumber air seperti air sumur dan sungai umumnya berasal dari pencemaran bahan-bahan kimia (pupuk urea, ZA, dan lain-lain) di bagian hulu (Poernomo, 1989 dalam Ghufran 2007).
2.11.3
Amoniak (NH 3-N) Amoniak merupakan sumber dari nitrogen (N) dan penting bagi
tumbuhan dan mikroorganisme air. Amoniak dihasilkan oleh hewan air dan dibentuk saat proses pembusukan dahan hewan air. Amoniak terdapat di dalam limbah pertanian, seperti pupuk dan juga limbah industri serta kotoran hewan. Pada pH dan temperature umum air, amonia tersedia dalam bentuk ion (NH4 +). Saat terjadi peningkatan pH dan temperatur, ion tersebut berubah menjadi gas ammonia (NH3 ). Gas tersebut berbahaya bagi ikan dan organisme lainnya. Jika kadar oksigen mencukupi, maka amonia dapat dipecah oleh bakteri menjadi nitrit (NO2) (Colt dan Amstrong, 1981, dalam Ghufran, 2007)..
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
23
2.11.4 Fosfat (PO 4)-3 Fosfat adalah salah satu bahan pencemar diperairan. Senyawa ini merupakan salah satu kunci yang esensial untuk pertumbuhan ganggang dalam air. Pertumbuhan ganggang yang berlebihan akan menjadi penyebab penurunan kualitas air. Fosfat yang terdapat dalam baik sebagai bahan padat maupun bentuk terlarut. Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai atau danau melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industri logam dan sebagainya. Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organik dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya ( Alaerts, 1984). Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah (< 0,01 mg P/L), pertumbuhan ganggang akan terhalang, kedaan ini dinamakan oligotrop. Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi (kedaaan eutrop), sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestrian ekosistem perairan.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Daerah Penelitian Daerah Penelitian adalah Daerah sekitar TPA Cipayung Depok yang terletak pada 06025’00” – 06025’25” LS dan 106 047’12” – 106047’25” BT dalam jangkaun hingga 500 meter dari TPA, Yang meliputi Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan. (Peta 1) 3.2 Alur Pikir Penelitian TPA CIPAYUNG DAN DAERAH SEKITARNYA (KOTA DEPOK)
AIR LINDI
MERESAP KE AKUIFER
CURAH PENGGUNA AN TANAH
JARAK
HUJAN
TIDAK HUJAN
KONDISI HIDROGEO
Kedalaman muka airtanah Ketinggian
Ketinggian muka airtanah
Menyebar kedalam airtanah
Jenis Batuan
Parameter Kualitas air (TDS, DHL, NH3-N, NO 3, (PO 4)-3 )
Jenis Tanah Pola Spasial Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar TPA Cipayung Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian
24 Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
25
Gambar 3.1 memperlihatkan bahwa kualitas airtanah di sekitar TPA Cipayung Depok dipengaruhi oleh lindi sebagai sumber pencemar yang berasal dari buangan pengolahan sampah yang terjadi di TPA Cipayung, selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi fisik dari daerah sekitar yaitu kondisi hidrogeologi dan geologi yang akan mempercepat zat pencemar bergerak dalam airtanah. Pengunan tanah dalam penelitian ini digunakan untuk mendukung nilai kualitas airtanah.. Keberadaan zat pencemar dalam penelitian ini selain berasal dari air buangan sampah (lindi) juga berasal dari penggunaan tanah daerah tersebut. Kodisi hidrogeologi dalam penelitian ini terdiri dari, kedalaman muka airtanah, ketinggian, jenis tanah, dan jenis batuan. Kedalaman airtanah akan memperangaruhi sumber zat pencemar untuk sampai ke airtanah, semakin dekat muka airtanah maka akan semakin cepat sumber zat pencemar untuk masuk ke muka airtanah. Ketinggian digunakan untuk mengetahui arah aliran airtanah dengan menggunakan kedalaman muka airtanah. Jenis batuan dan Jenis tanah dibutuhkan untuk mengetahui kemampuan batuan untuk menyimpan (porositas) dan meloloskan (permeabilitas) airtanah. Curah hujan digunakan sebagai sumber utama keberdaan airtanah dalam siklus hidrologi dan arah aliran airtanah yang sangat dipengaruhi oleh banyaknya air yang terdapat dalam tanah. Jarak sumur gali penduduk terhadap sumber pencemar (lindi) digunakan untuk mengetahui sejauh mana zat pencemar akan bergerak dalam airtanah dalam kondisi fisik yang sudah diketahui (hidrogelogi, pengunan tanah dan curah hujan). Berdasarkan pemaparan Gambar 3.1 variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ; 1. Kedalaman muka airtanah Kedalaman muka airtanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak antara permukaan tanah dengan muka airtanah yang diukur langsung dari sumur gali penduduk. 2. Ketinggian Ketinggian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketinggian daerah yang didapatkan dari Peta Digital Rupa Bumi Indonesia (RBI) berupa data kontur Kota Depok.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
26
3. Ketinggian Muka airtanah Ketinggian muka airtanah diperoleh dari pengurangan ketinggian tempat dengan kedalaman muka airtanah. 4. Jenis Batuan Jenis batuan dalam penelitian ini terdiri dari alluvium, kipas alluvium, dan formasi Bojong Manik. 5. Jenis Tanah Jenis tanah dalam penelitian ini terdiri dari alluvium kelabu, latosol merah, latosol coklat, regosol coklat, dan regosol coklat kemerahan 6. Penggunaan Tanah Penggunaan tanah yang digunakan adalah penggunaan yang terdapat di daerah penelitian 7. Curah Hujan Curah hujan yang terjadi pada waktu Januari-April 2011 dari stasiun pengamatan curah hujan Pancoranmas dan stasiun pengamatan di Fakultas Teknik. 8. Jarak sumur terhadap TPA Cipayung Jarak sumur gali atau titik sampel terhadap TPA Cipayung dengan menggunakan metode buffer pada software Arc.Gis 9.3 dengan jarak jangkauan 100 meter. 9. Konsentrasi parameter TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan Fosfat. Konsentrasi dari setiap parameter kualitas airtanah dalam sampel penelitian didapatkan dari hasil uji laboratorium.
3.3 Metode Pengambilan Lokasi Titik Sampel 3.3.1 Peralatan Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel airtanah yaitu : a. Peta Kerja b. Global Positioning System (GPS) c. Meteran (ketelitian 1 cm dan panjang maksimal 50 m) d. Botol gelas
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
27
e. Tabel Isian Survei Lapang f. Alat Tulis g. Kamera Digital 3.3.2 Titik Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel menggunakan metode systematic random sampling. Sampel air sumur penduduk pada berbagai jarak tertentu secara sistematik dari pusat TPA Cipayung yaitu ; Jarak 100 meter, 200 meter, 300 meter, 400 meter, dan 500 meter Dengan dibatasi jarak tersebut titik sampel dipilih secara random atau acak pada batasan jangkauan. Jumlah titik sampel yang diambil disetiap jangkauan yaitu : a. Jarak 100 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 13 titik b. Jarak 200 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 8 titik c. Jarak 300 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 6 titik d. Jarak 400 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 3 titik e. Jarak 500 meter, jumlah titik sampel yang diambil adalah 3 tiitik 3.3.3 Waktu Pengambilan Sampel di Lapang Waktu pengambilan sampel dilakukan dalam dua waktu yaitu waktu hujan dan tidak hujan. Waktu hujan adalah saat terjadi hujan selama tiga hari berturut-turut dan pengambilan waktu hujan pada tanggal 5 Mei 2011 dan 12 Mei 2011 saat pagi hingga siang hari, sedangakan waktu tidak hujan sadalah saat tidak terjadi hujan selama tiga hari berturut-turut dan pengambilan dilakuakan pada tanggal 20 April 2011 dan 23 April 2011 sat pagi hingga siang hari. 3.3.4 Cara Pengukuran Sampel di Lapangan a. Mencari lokasi sampel yang sebelumnya sudah ditentukan, dengan menggunakan peta kerja kemudian menentukan koordinat dengan GPS, dan mencatat hasil pengukuran pada tabel isian survei.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
28
b. Melakukan ukan pengukuran kedalaman muka airtanah pada sumur, dan mencatat hasil pengukuran pada tabel isian survei. 3.3.5 Cara Pengukuran Sampel di Laboratorium a. Menyiapkan kan alat yang digunakan dalam pengujian yaitu TDS meter, DHL meter, dan Multiparameter Ion Specific Meter for Environmental Testing b. Pengujian kualitas air untuk parameter TDS, dan DHL dengan menyelupkan alat kedalam air sampel yang sebelumnya dibilas dengan air yang sama, tunggu hinga 1-2 1 2 menit kemudian catat hasil pengukuran. c. Pengujian kualitas air untuk parameter nitrat, amoniak, moniak, dan fosfat. Memasukan sampel air ke dalam gelas kaca sebanyak 6 ml, masukkan regen atau indikator indik setiap parameter yang berbeda. Setelah itu tunggu hingga 3-55 menit, selanjutnya catat hasil pengukuran setiap parameter.
Sumber : Pengukuran Peng Laboratorium, 2011
Gambar 3.2 kiri : Alat Multiparameter ultiparameter Ion Specific Meter for Environmental Testing, Testing kanan : Sampel Air Hasil Uji Laboratorium 3.4 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi data survey lapang (primer) dan data yang diperoleh dari instansti dan studi kepustakaan (sekunder). Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Di nas Kesehatan, Balai Penelitian Tanah, Bakosurtanal, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Kebersihan dan
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
29
Pertanaman, TPA Cipayung Depok, Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu ; 1. Kedalaman muka airtanah diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan pada setiap lokasi titik sampel. Pengukuran jarak antara permukaan tanah hingga mencapai muka airtanah menggunakan alat ukur meteran dengan ketelitian satu centimeter. Cara yang digunakan adalah mengukur kedalaman muka airtanah dari permukaan airtanah hingga bibir sumur gali dengan mengurangi ketinggian bibir sumur dengan permukaan tanah. Pengkuran kedalaman muka airtanah dilakukan satu kali saat siang hari. 2. Ketinggian diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Bakosurtanal skala 1:5.000 dengan interval kontur 2,5 meter. 3. Ketinggian muka airtanah diperoleh menggunakan data kedalaman muka airtanah dan ketinggian tempat. Nilai ketinggian muka airtanah ini yang akan digunakan untuk menentukan arah aliran airtanah. 4. Jenis Batuan diperoleh dari Peta Geologi lembar 1209-4 Jakarta dan 1209-1 Bogor skala 1:100.000 5. Jenis Tanah diperoleh dari peta tanah Kabupaten Bogor skala 1:100.000 keluaran Balai Penelitian Tanah Tahun 1990. 6. Penggunaan Tanah diperoleh dari Badan Perencanaan Pembaangunan Daerah (BAPPEDA) berupa Citra Ikonos Kota Depok Tahun 2009 skala 1:10.000. 7. Curah Hujan data curah hujan daerah penelitian diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan Kota Depok yang berasal dari Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. 8. Jarak sumur gali dari TPA Cipayung didapatkan dari pengukuran jarak rata- rata antara titik sampel dengan TPA menggunakan software Arc.Gis 9.3 yaitu menggunakan Generate Near Tabel.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
30
9. Nilai parameter kualitas airtanah (TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan Fosfat) didapatkan dengan pengambilan sampel di lapangan yang berasal dari sumur gali penduduk. Kemudian di uji dilaboratorium dengan menggunakan alat-alat TDS meter, DHL meter, dan menggunakan alat tipe C 206 Multiparameter Ion Specific Meter for Environmental Testing keluaran Hanna Instrument untuk pengujian Nitrat, Amoniak, dan Fosfat. 10. Penentuan lokasi titik sampel di sekitar TPA Cipayung yaitu Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan Cipayung dalam jangkauan hingga 500 meter sebanyak 33 sampel 11. Administrasi daerah penelitian diperoleh dari peta rupabumi Kota Depok Skala 1:10.000 yang berasal dari BAPPEDA Kota Depok tahun 2009. 3.4 Pengolahan data Seluruh data yang diperoleh dalam penelitian ini, baik tabular maupun spasial dibuat dan diolah dengan sisitem database berbasis sistem Informasi Geografi (SIG) dengan memanfaatkan software Arc.view 3.3 dan Arc.Gis 9.3. Tahapan pengolahan data berasal dari data primer dan data sekunder akan menghasilkan : 1. Peta Jenis Batuan Peta jenis batuan ini diolah dari peta digital jenis batuan Kota Depok tahun 1992-1993 dengan skala 1:100.000 keluaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G). 2. Peta Jenis Tanah Peta jenis tanah ini diolah dari peta digitasi jenis tanah Kota Depok tahun 1990 dengan skala 1:100.000 keluaran Balai Penelitian Tanah. 3. Peta Penggunan Tanah Peta Penggunaan tanah ini diperoleh dari foto udara Kota Depok Tahun 2009 yang berasal dari BAPPEDA Kota Depok dengan skala 1 :10.000. dan kemudian dilakukan interpretasi ulang untuk menentukan jenis penggunaan tanah.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
31
4. Peta Kedalaman Muka Airtanah (MAT) Peta kedalaman muka airtanah diperoleh melalui proses interpolasi dengan memasukkan nilai kedalaman muka airtanah yang berasal dari pengukuran lapangan langsung pada sumur gali penduduk. Menggunakan Extention Spatial Analys dengan metode IDW (Inverse Distance Weighted) pada menu interpolated grid, kemudian dibuat kontur kedalaman muka airtanah. 5. Peta Arah Aliran Airtanah Peta arah aliran airtanah dibuat dengan menggunakan data ketinggian muka airtanah yang kemudian menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama, dan selanjutnya menarik garis tegak lurus terhadap garis yang memiliki nilai yang sama. Aliran airtanah mengalir menuju ketinggian yang lebih rendah atau mengalir kedaerah tangkapan air seperti sungai atau danau. 6. Peta Interpolasi Kualitas Airtanah parameter TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan Fosfat) memasukkan hasil uji laboratorium ke dalam software Arc.Gis 9.3 menggunakan Extention Spatial Analyst dengan metode IDW (Inverse Distance Weighted) pada menu interpolated to Raster. Kemudian membuat kontur indek sebagai nilai wilayah yang tercemar. Pembagian wilayah tercemar berdasarkan standar baku mutu kualitas air, parameter TDS 1000 ppm, DHL 750 µS, Nitrat 10 mg/l, Amoniak 0,5 mg/l, dan Fosfat 0,2 mg/l.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
32
3.5 Analisis Data Untuk menjawab pertanyaan penelitian akan dilakukan dua tahapan analisis yaitu : a. Untuk menjawab masalah pertanyaan pertama yaitu “ Bagaimana pola spasial kualitas airtanah dangkal di sekitar TPA Cipayung Depok?”, analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi Inverse Distance
Weigthted
(IDW)
kemudian dideskripsikan dari hasil
keruangan yang berasal di interpolasi yang digunakan untuk menjelaskan pola spasial kualitas airtanah dangkal yang terkandung disetiap titik sampel. b. Untuk menjawab masalah kedua “Apakah pola spasial kualitas airtanah dangkal yang terbentuk dipengaruhi oleh penggunaan tanah, jenis bantuan, jenis tanah, dan jarak ke TPA?” Analisis yang digunakan adalah analisis overlay dan diperkuat dengan analisis kuantitatif. Analisis overlay digunakan untuk melihat hubungan keruangan variabel, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk melihat variasi nilai rata-rata konsentrasi setiap parameter (TDS, DHL, Nitrat, Amoinak, dan Fosfat) pada jenis batuan, jenis tanah, dan penggunaan tanah metode statistic yang digunakan adalah One Way of Anova. Sementara untuk mengetahui korelasi antara konsentrasi setiap parameter dengan kedalamam muka airtanah, tekstur tanah, dan jarak sampel air ke TPA Cipayung menggunakan metode statistik Person’s Product Moment 3.5.1 Uji Statistik a. Analisis Varians (ANOVA) Langkah-langkah dalam uji statistic ANOVA yaitu; i. Tes Homogenitas Varian (Test of Homogeneity of Varience) Asumsi dasar dari analsis ANOVA adalah bahwa seluruh kelompok yang terbentu harus memiliki variaanya sama. Untuk menguji asumsi dasar ini dapat dilihat dari hasil test homogenitas dan varians dengan menggunakan
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
33
uji Levens Statistik dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%, yaitu α=0,05.
Hipotesis yang digunakan dalam tes homogenitas varian adalah : Ho : Diduga bahwa seluruh varians populasi adalah sama Hi : Diduga bahwa seluruh varians populasi adalah berbeda Dasar dari pengambilan keputusan adalah: Jika probabilitas >0,05, maka Ho diterima Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak ii.
Pengujian ANOVA (Uji F) Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa semua kelompok mempunyai mean populasi yang sama adalah Uji F. Harga F diperoleh dari rata-rata jumlah kuadrat dalam kelompok dengan rumus :
Keterangan : = Variansi anatar perlakuan = Variansi dalam perlakuan Hipotesis yang digunakan dalam uji ANOVA : Ho
: Diduga bahwa seluruh kelompok dari rata-rata populasi
Hi
: Diduga bahwa seluruh kelompok dart rata-rata populasi
Dasar dari pengambilan keputusan : Jika F hitung < F tabel 0,05, maka Ho diterima Jika F hitung > F tabel 0,05, maka Ho ditolak iii.
Test Post Hoc Dari pengujian ANOVA (F test) telah diketahui bahwa secara umum seluruh kelompok memiliki perbedaan (tidak sama). Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan yang terjadi antara kelompok maka digunakan Test Post Hoc dengan menggunakan salah satu fungasi Tukey. Adapun hipotesis yang digunakan dalam tes ini adalah :
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
34
Ho Hi
: Diduga bahwa kedua kelompok memiliki nilai rata-rata yang sama : Diduga bahwa kedua kelompok memiliki nilai rata-rata yang berbeda
Dasar dari pengambilan keputusan adalah : Jika probabilitas >0,05, maka Ho diterima Jika probabilitas <0,05, maka Ho ditolak b. Metode Stastistik Uji Person’s Product Moment Teknik ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua variabel yang memiliki jenis data interval. Rumus yang digunakan : r
N xy (x )(y )
[ N x2 (x)2 ][ N y2 ( y)2 ]
Dimana ; r
= koefisien korelasi
N
= jumlah sampel
x
= variabel bebas
y
= variabel terikat
korelasi ini mempunyai nilai antara -1, 0, dan +1. Tanda + (plus) atau – (min) adalah penanda arah dari hubungan variabel tersebut. Jika tandanya + (plus) maka hubungannya searah, artinya semakin tinggi nilai x semakin tinggi juga nilai y. Sedangkan jika tandanya – (min) maka hubungannya dua arah, artinya semakin tinggi nilai x maka nilai y semakin rendah. Parameter untuk menyatakan besar kecilnya korelasi adalah sebagai berikut; r=
0,80 – 1,00
hubungan sangat kuat
0,60 – 0,80
hubungan kuat
0,40 – 0,60
hubungan sedang
0,20 – 0,40
hubungan lemah
0,00 – 0,20
hubungan sangat lemah
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Letak Daerah Penelitian 4.1.1
Letak TPA Cipayung
Secara geografis lokasi Kota Depok terletak pada koordinat antara 06018’00” – 06028’00” LS dan 106 043’00” – 106055’00” BT, dengan luas sebesar 2002,90 Ha. Sedangkan lokasi Tempat Pembungan Sampah (TPA) Cipayung terletak pada 06025’00” – 06025’25” LS dan 106047’12” – 106047’25” BT. Lokasi TPA Cipayung secara administrasi berbatasan langsung dengan : Sebelah Utara
: Kelurahan Rangkapan Jaya, Kecamatan Cipayung
Sebelah Selatan
: Kelurahan Cipayung Jaya, Kecamatan Cipayung
Sebelah Timur
: Kelurahan Ratu Jaya, Kecamatan Sukmajaya
SebelahnBarat
: Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan
Dalam lingkup Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung, lokasi TPA berada pada Rukun Warga (RW) 07 dengan RW-RW yang berada disekitarnya adalah RW 08 (sebelah selatan TPA), RW 06 (sebelah utara TPA) dan RW 04 (sebelah timur TPA) serta RW 03 (sebelah timur laut TPA). Kelurahan yang berada di sebelah Barat TPA Cipayung adalah Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan. Dalam lingkup Kelurahan ini, RW-RW yang berdekatan di sekitar TPA adalah RW 02 dan RW 04. Luas TPA Cipayung pada awalnya 9,10 Ha dan mengalami perluasa lahan 2,00 Ha, sehingga luas TPA ciayung saat ini mencapai 11,10 Ha.
35
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
36
4.1.2 Kelurahan Cipayung Kelurahan Cipayung merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Luas Kelurahan Cipayung adalah 286,5 Ha. Batasbatas Kelurahan Cipayung yaitu : Sebelah Utara
: Kelurahan Rangkapan Jaya
Sebelah Timur
: Kelurahan Cipayung Jaya
Sebelah Selatan
: Kelurahan Ratujaya
Sebelah Barat
: Kelurahan Pasir Putih
4.1.3 Kelurahan Pasir Putih Kelurahan Pasir Putih adalah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Luas Kelurahan Cipayung adalah 486 Ha. Batasbatas Kelurahan Pasir Putih yaitu :
4.2
Sebelah Utara
: Kelurahan Sawangan Baru
Sebelah Timur
: Kelurahan Cipayung
Sebelah Selatan
: Desa Raga Jaya
Sebelah Barat
: Kelurahan Bedahan
Ketinggian Secara umum daerah penelitian merupakan dataran rendah. Ketinggian
rata-rata daerah penelitian yang meliputi Kelurahan Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih berada pada 71-104 mdpl. Semakin ke utara, ketinggian semakin rendah, dan daerah yang mendekati aliran sungai pun semakin rendah. Dengan Wilayah ketinggian a. Ketinggian 71 – 82 mdpl, mempunyai luas 13,5 Ha atau 9.22% dari luas daerah penelitian. b. Ketinggian 82 – 93 mdpl, mempunyai luas 61,51 Ha atau 41.83% dari luas daerah penelitian. c. Ketinggian 93 – 104 mdpl, mempunyai luas 71,98 Ha atau 48.95% dari luas daerah penelitian.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
37
4.3 Curah Hujan Secara umum kondisi iklim daerah penelitian adalah beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson, musim kemarau antara bulan April - September dan musim hujan antara bulan Oktober – Maret. Pada stasiun pengamatan curah hujan yang terdapat di Pancoran Mas besar curah hujan bulanan pada waktu Januari – April 2011 berkisar antara 96 – 212 mm/bulan, curah hujan tertinggi terdapat pada bulan April sebesar 212 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 14 hari. Sedangkan untuk curah hujan tahunan yang diperoleh pada waktu 2010 sebesar 3160 mm/tahun. 4.4 Hidrologi Kondisi hidrologi daerah penelitian dibedakan menjadi dua bagian yaitu hidrologi permukaan dan kondisi hidrogeologi yaitu : 4.4.1 Hidrologi Permukaan Secara umum daerah penelitian dilalui oleh satu aliran permukaan yaitu Kali Pesanggrahan yang menjadi pembatas administrasi antara Kelurahan Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih. Kali Pesanggrahan mengalir dari Kabupaten Bagor melewati Kecamatan Cipayung dan Sawangan (Kelurahan Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih) yang kemudian masuk
ke aliran
Cengkareng. 4.4.2 Hidrogeologi Airtanah adalah sumber utama untuk kebutuhan air bersih masyarakat Depok, khusunya di daerah penelitian. Reservoir airtanah terdapat pada batuan tersier dan kuarter. Endapan kuarter dan endapan tersier vulkanik bersilang dengan endapan kaurter sungai. Muka airtanah pada sistem akuifer tidak tertekan (< 30 meter), airtanah pada sistem ini merupakan airtanah dangkal atau airtanah bebas. Airtanah bebas kondisinya sangat dipengaruhi oleh curah hujan. pada musim kemarau muka airtanah turun, sedangkan pada musim hujan cenderug naik, hal ini dikarenakan terjadi pengisian kembali pada sistem akuifer tersebut. airtanah Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
38
bebas juga dipengaruhi oleh morfologi permukaan dan wilayah lembah dengan toografi yang rendah. 4.5 Geologi Kondisi geologi daerah penelitian didominasi kipas alluvial (Qav), satuan ini merupakan hasil endapan batuan gunung api muda di Dataran Tinggi Bogor, diendapakan dalam lingkungan darat, terdapat hingga kedalaman sekitar 25 m, dicirikan oleh pola persebaran yang membentuk kipas vulkanik serta endapan tuf. Satuan ini sangat poros, merupakan akuifer yang baik, dan memiliki nilai produktifitas akuifer tinggi, persebaran luas dengan debit airtanah 1-5 lt/detik bahkan lebih dari 5 lt/detik, dan mempunyai daya dukung pondasi yang baik serta permeabilitas rendah. Endapan alluvial (Qa) yang berusia resent yang terdiri dari endapan material lepas berukuran lempung, pasir, dan kerikil. Satuan ini bersifat lepas, hasil erosi dan pelapukan, yang terdapat di sepanjang aliran sungai Pesanggarahan. Selain itu juga terdapat jenis Formasi Bojongmanik. 4.6 Jenis Tanah Jenis tanah daerah penelitian terdiri lima jenis tanah yaitu Aluvium kelabu yang merupakan jenis tanah yang mempunyai drainase terhambat karena memiliki konduktivitas rendah dan daya menahan air (porositas) rendah sampai sangat rendah. Latosol merah yang terbentuk dari tuf vulkan andesitik-basaltis tekstur tanah yang halus, karekteristik kelas drainase tanah sedang karena tanah memiliki kemampuan konduktivitas hidraulik sedang sampai agak rendah dan dapat menahan air rendah, serta tanah basah dekat dengan permukaan. Asosiasi latosol merah memiliki tektur tanah yang halus dengan drainase sedang terhambat. Jenis tanah yang selanjutnya yang terdapat di daerah penelitian adalah asosisasi regosol coklat yang berasal dari batuan kapur, tekstur tanah yang agak kasar dan halus, dan kemampuan drainase yang cepat. Serta jenis regosol coklat yang memiliki tekstur agak kasar dan memiliki kemampuan drainase yang cepat.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
39
4.7 Penggunaan Tanah Penggunaan tanah daerah penelitian berdasar foto udara BAPPEDA Kota Depok Tahun 2009. Penggunaan tanah daerah penlitian yang meliputi Kelurahan Pasir Putih, dan Kelurahan Cipayung terdiri tegalan.ladang, kawasan campuran, lahan irigasi,dan perumahan swadaya. Pada Tabel 4.1 diperlihatkan jenis pernggunaan tanah, beserta luasannya di daerah penelitian : Tabel 4.1 Jenis Penggunaan Tanah Daerah Penelitian
No
Pengguaan Tanah
1 Sawah Tadah Hujan
Luas (Ha) 15,82
3 Sawah Irigasi 4 Tegalan
3,0 3,31
5 Campuran
33,21
6 Permukiman Tidak Teratur
28,32
7 TPA Cipayung
11,10
Sumber : Citra Ikonos Kota Depok, 2009
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
40
4.8 Kondisi Demografi 4.8.1 Kelurahan Cipayung Kondisi demografi Kelurahan Cipayung memiliki
jumlah penduduk
pada tahun 2010 adalah 19.283 Jiwa, terdiri dari 4.887 Kepala Keluarga (KK), dengan rata-rata kepadatan penduduk 55,4%. Data Jumlah Penduduk Kelurahan Cipayung sebagai berikut; Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin Kelurahan Cipayung Tahun 2010
No
Kelompok Usia
Laki-Laki
Perempuan Jumlah
1
0-4
879
779
1.658
2
5 -9
913
891
1.804
3
10 - 14
937
899
1.836
4
15 - 19
813
799
1.612
5
20 - 24
856
897
1.753
6
25 - 29
971
977
1.948
7
30 - 34
873
897
1.770
8
35 - 39
853
843
1.696
9
40 - 44
753
664
1.417
10
45 - 49
615
591
1.206
11
50 - 54
463
448
911
12
55 - 59
289
275
564
13 14 15 16 17
60 - 64 65 - 69 70 - 74 75 - 79 >80 Jumlah
213 189 74 65 27 9.783
199 187 71 59 24 9.500
412 376 145 124 51 19.283
Sumber : Laporan Tahunan Kelurahan Cipayung Tahun 2010
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
41
>80 75 - 79 70 - 74 65 - 69 60 - 64 55 - 59 50 - 54 45 - 49 40 - 44 35 - 39 30 - 34 25 - 29 20 - 24 15 - 19 11 - 15 5 - 10 0-4
1500
1000
500 0 Perempuan
Laki-Laki
500
1000
1500
Sumber : Diolah Dari Laporan Tahunan Kelurahan Cipayung Tahun 2010
Gambar 4.1 Piramida Penduduk Kelurahan Cipayung Kota Depok
Berdasarkan gambar 4.1 kondisi penduduk di Kelurahan Cipayung Depok usia produktif yaitu usia (20-44 tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk usia yang lainnya. Dengan demikian Kelurahan Cipayung memiliki penduduk dengan usia produktif tinggi dan dapat mengembangakan daerahnya. Dari gambar tersebut juga dapat terlihat bentuk dari piramida penduduk ekspansif yaitu mengembang di bagian tengah dan mengecil di bagian atas yaitu pada usis lebih dari 60 tahun.
Jika dilihat dari kondisi saat survey lapang,
Kelurahan Cipayung cukup maju dengan banyak aktifitas perdagangan serta kegiatan ekonomi yang berjalan dengan baik, dari tingkat kesejahteraan pun terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan di Kelurahan Pasir Putih Sawangan dengan kondisi rumah yang sudah permanen dan teratur. 4.8.2 Kelurahan Pasir Putih Kondisi demografi Kelurahan Pasir Putih pada tahun 2010 memiliki 14.886 Jiwa, dengan jumlah Kepala Keluraga (KK) sebanyak 4300 KK. Data jumlah penduduk Kelurahan Pasir Putih menurut tingkatan usia sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
42
Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Menurut Usia Kelurahan Pasir Putih Tahun 2010 No
Kelompok Usia
Jumlah
1
0 -5
1.920
2
6 - 10
1.581
3
11 -15
1.239
4
16 -20
1.429
5
20 - 25
1.304
6
26 - 30
1.362
7
31 - 35
1.383
8
36 - 40
1.258
9
41 - 45
928
10
46 - 50
855
11
51 - 55
551
12
56 - 60
421
13
>61
655
Jumlah
14.886
Sumber : Laporan Tahunan Kelurahan Pasir PutihTahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.3 komposisi penduduk menurut usia di Kelurahan Pasir Putih, Sawangan. Jumlah penduduk semakin berkurang pada tingkat usia yang lebih tinggi. Dengan demikian usia balita hingga muda yaitu (0-10 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan usia produktif. Hal ini berbeda dengan komposisi penduduk di Kelurahan Cipayung dengan usia produktif lebih tinggi. Kondisi yang demikian, membuat kondisi yang berbeda dari tingkat kesejahteraan penduduk Kelurahan Pasir Putih lebih rendah dibandingkan dengan Kelurahan Cipayung, berdasrakan hasil survey lapang juga membuktikan bahwa kualitas hidu penduduk Pasir Putih lebih rendah, dilihat dari kondisi rumah dan kegiatan yang ekonomi yang kurang berkembang.
Universitas Indonesia
Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Jenis Batuan Jenis batuan di daerah penelitian terdiri dari alluvium (Qa), kipas alluvium (Qav), dan formasi bojong manik (Tmb). Berdasarkan Tebel 5.1, jenis batuan yang paling mendominasi di daerah penelitian adalah kipas alluvium dengan luas 59,42 Ha. Kipas alluvium merupakan jenis batuan yang tuf halus berpasir, tuf pasiran, dan berselingan dengan tuf konglomerat. Pada peta 4 diperlihatkan sebaran masing-masing jenis batuan yang terdapat di daerah penelitian. Sebaran kipas alluvium terdapat merata diseluruh daerah penelitian. Sedangkan, jenis batuan alluvium sebarannya terdapat di bagian utara hinggan timur laut TPA Cipayung yang terdapat di Kelurahan Cipayung. Jenis batuan alluvium memiliki luas sebersar 22,77 Ha. Jenis batuan alluvium merupakan jenis batuan yang terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkahan Tabel 5.1 Luas Jenis Batuan di Sekitar TPA Cipayung No
Jenis Batuan
Luas (Ha)
1 2
Alluvium (Qa) Kipas Alluvium (Qav)
22,77 59,57
3
Formasi Bojong Manik (Tmb)
15,42 97,76
Total
Sumber: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung (1992-1993)
Jenis batuan formasi bojong manik terdapat dibagian tenggara TPA Cipayung dengan luas seberar 15,42 Ha. Formasi bojong manik ini merupakan persilangan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan gamping didalamnya
43 Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
44
5.1.2 Jenis Tanah Jenis tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan konsentrasi parameter kualitas airtanah (TDS, DHL, Nitrat, Amoniak, dan Fosfat) di permukaan tanah menuju airtanah, yang terkait tekstur tanahnya. Pada Tabel 5.2 diperlihatkan jenis tanah di sekitar TPA Cipayung beserta luasan (Ha), yang terdiri dari latosol merah, alluvium kelabu, regosol coklat, asosiasi regosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah dan asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah. Tabel 5.2 Luas Jenis Tanah di Sekitar TPA Cipayung No 1 2 3 4 5
Jenis Tanah Latosol Merah Alluvium Kelabu Regosol Coklat Asosiasi Regosol Asosiasi Latosol Coklat Total
Luas (Ha) 34,63 29,57 8,47 3,16 21,93 97,76
Sumber : Balai Penelitian Tanah Tahun 1990
Jenis tanah yang paling mendominasi di daerah penelitian adalah latosol merah dengan luas 34,63 Ha. Pada peta 5 diperlihatkan sebaran latosol merah terdapat di bagian timur TPA Cipayung, untuk jenis tanah alluvium kelabu terdapat disepanjang aliran Kali Pesanggrahan yang memisahkan Kelurahan Cipayung dan Kelurahan Pasir Putih yang memiliki luas 29,57 Ha. Di bagian barat TPA memiliki jenis tanah asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah yang berada di Kelurahan Pasir Putih dengan luas 21,93 Ha. Sementara untuk jenis tanah asosiasi regosol coklat dengan laterit coklat terdapat di sebagian kecil barat laut TPA dengan luas 3,16 Ha, dan untuk jenis tanah regosol coklat berada di bagian Tenggaran dan Timur Laur TPA dengan luas sebesar 8,47 Ha.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
45
5.1.3 Kedalaman Muka Airtanah Kedalaman muka airtanah (Depth to ground water) daerah penelitian diperoleh dari hasil survey lapangan pada bulan April dan Mei 2011. Wilayah kedalaman muka airtanah dapat dibagi menjadi 5 kelas klasifikasi yaitu kurang dari 5 meter, 5 - 10 meter, 10 - 15 meter, 15 – 20 meter, dan lebih dari 20 meter, dengan luas dengan luas wilayah kedalaman terdapat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Luas Kedalaman Muka Airtanah No 1 2 3 4 5
Klasifikasi (m) <5 5 - 10 10 - 15 15 -20 > 20 Total
Luas (Ha) 19,55 62,68 13,41 1,77 0,33 97,76
Presentase 20% 64,12% 13,72% 1,81% 0,35% 100%
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Pada Tebel 5.3 diperlihatkan bahwa kedalaman muka airtanah yang mendominasi di daereh penelitian adalah pada wilayah kedalaman 5-10 meter dengan luas 62,68 Ha atau 64,10% dari luas daerah penelitian. Wilayah dengan kedalaman tersebut tersebar di bagian utara, timur, selatan, dan barat. Sedangkan untuk wilayah kedalaman muka airtanah kurang dari 5 meter dengan luas yang lebih sempit sebesar 19,55 Ha atau 20% dari luas daerah penelitian, wilayah ini berada di bagian barat, timur, dan sebagian kecil selatan dari tempat pembuangan akhir. Wilayah dengan kedalaman 10-15 meter dengan luas 13,41 Ha atau 13,70% dari luas daerah penelitian, berada di bagian barat dan utara. Pada wilayah kedalaman 15 hingga 20 meter dengan luas 1,77 Ha atau 1,80% dari luas daerah penelitian. Sedangkan wilayah kedalaman muka airtanah yang lebih dari 20 meter memiliki luas 0,33 Ha atau 0,34% dari luas daerah penelitian, yang merupakan wilayah kedalaman yang memiliki luasan terkecil dari luas daerah penelitian. Wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki jenis batuan formasi bojong manik, hal ini menyebabkan untuk mencapai permukaan airtanah dibutuhkan kedalaman yang lebih dalam.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
46
Pada peta 6 diperlihatkan bahwa wilayah dengan kedalaman muka airtanah kurang dari 5 meter tersebar di bagian tenggara enggara dan timur daerah penelitian. Contoh wilayah dengan kedalaman muka airtanah kurang dari 5 meter dapat dilihat pada titik D2, dan A7 dibagian timur laut, aut, dan dibagian selatan pada titik C3, B7, dan B6, B6 di sebelah utara sumur yang memiliki wilayah kedalaman kurang dari 5 meter adalah titik A10 dan D1. Wilayah ini terdapat pada jenis batuan berupa alluvium dan kipas alluvium, dengan jenis tanah latosol merah dan regosol coklat.
Sumber :Survey Lapang, 2011
Gambar 5.11 Sumur Gali (sampel A10 : kiri, sampel D1 :kanan )
Wilayah kedalaman muka airtanah 5-10 5 10 meter tersebar hampir diseluruh daerah penelitian. Lokasi yang memiliki wilayah dengn kedalaman muka airtanah 5 - 10 meter ditunjukan di bagian barat yaitu yaitu E1, D3, C4, B1, B1 dan B8 yang merupakan Kelurahan Pasir Putih, Sawangan . Sedangkan untuk Kelurahan Cipayung untuk wilayah kedalaman antara 5 hingga 10 pada sampel A1, C2, A1’ yang berada di bagian utara daerah penelitian. Dengan jenis batuan kipas alluvium dan jenis tanah asosiasi regosol latosol coklat dan latosol merah Wilayah dengan kedalaman muka airtanah 10 hingga 15 meter menye bar dibagian utara yaitu di Kelurahan Cipayung tepatnya di kampung Beda Barat yang terdapat pada titik A2, dan B3. Bagian timur contoh ontoh sampel yang memiliki kedalaman muka airtanah 10 hingga 15 meter adalah sampel B4,, dan bagian barat laut aut di Kelurahan Pasir Putih terdapat pada sampel C6 dengan kedalaman muka
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
47
airtanah 10 sampai 15 meter. meter Wilayah ini memiliki ketinggian 80-100 80 meter di atas permukaan laut sehingga kedalaman muka airtnahanya lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang memiliki ketinggian yang rendah .
Sumber :Survey Lapang, 2011
Gambar 5.22 Sumur Gali (sampel A2 : kiri, sampel B3 :kanan :kanan) Wilayah dengan kedalaman muka airtanah 15 hingga 20 meter berada di bagian utara tara pada sampel E2, bagian timur terlihat pada sampel C5 yang terletak di Kelurahan Cipayung, Cipayung Sedangkan untuk wilayah yang memiliki kedalaman muka airtanah lebih besar dari 20 meter me terlihat pada sampel A6,, karena wilayah ini dekat dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir Cipayung (TPA) membuat masyarakat membuat sumur gali pad a kedalaman yang lebih tinggi di banding dengan daerah lain serta ser didukung oleh kondisi daerah yang merupakan merupaka daerah kapur untuk mendapatkan air harus memiliki kedalaman yang lebih dalam. 5.1.4 Ketinggian Muka Airtanah Ketinggian muka airtanah diperoleh dengan mengurangi ketinggian tempat terhadap kedalaman muka airtanah sumur gali. Ketinggian muka airtanah ini digunakan untuk mengetahui arah aliran airtanah yang akan mengalir. Arah aliran ini biasanya akan menuju ke daerah dae rah tangkapan seperti danau atau sungai. Pada daerah penelitian yang memiliki ketinggian antara 71-104 meter dari permukaan laut (mdpl),, dengan ketinggian semakin berkurang kearah utara dan timur dan kedalaman muka airtanah yang bervariasi antara 0,5-25 meter, serta erta kondisi fisik daerah yang dekat dengan aliran sungai membuat arah aliran airtanah cenderung akan menuju aliran sungai atau mengarah ke bagian timur laut. Dengan adanya
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
48
arah aliran airtanah ini maka akan dapat diketahui proses penyebaran zat pencemar yang disebabkan oleh air. Ketinggian muka airtanah di daerah penelitian berkisar 72 hingga 92 meter. Wilayah dengan ketinggian 72 meter berada di bagian utara TPA yang lokasinya berdekatan dengan aliran sungai. Sementara untuk wilayah dengan ketinggian 7888 meter hampir menyebar diseluruh daerah penelitian. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki ketinggian 93-98 meter berada di bagian barat dan timur TPA yang dimana lokasi ini berada pada wilayah ketinggian hingga mencapai 100 meter dari permukaan laut. Pada peta 7 diperlihatkan arah aliran airtanah di daerah penelitian menuju ke arah aliran sungai di bagian timur laut. Dan arah aliran sungai menuju kearah utara. sehingga proses penyebaran zat pencemar airtanah dapat berasal dari selatan dan barat daerah pernelitian dan menuju ke arah utara. Sedangkan dari arah timur arah aliran airtanah menuju ke arah barat laut yang menuju aliran air sungai. 5.1.5 Kualitas Airtanah Dangkal di Sekitar TPA Cipayung Depok Kualitas air di sekitar TPA Cipayung berdasarkan hasil pengukuran memiliki variasi antara satu parameter dengan parameter yang lain. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah TDS (Total Dissolved Soild), DHL (Daya Hantar Listrik), Nitrat (NO 3), Amoniak (NH3-N), dan Fosfat (PO4)-3 . Fokus pembahasan kualitas air disini adalah kualitas airtanah dangkal atau sumur gali penduduk warga sekitar TPA, karena daerah penelitian merupakan daerah sekitar TPA maka dalam penelitian ini juga mengukur kualitas air di kolam lindi TPA sebagai hasil buangan dari proses pengelolaan sampah dan kualitas air sungai inlet, tengah, dan outlet. Pengukuran tersebut digunakan sebagai pembanding dan diasumsikan sebagai sumber pencemar airtanah dangkal (sumur gali).
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
49
5.1.5.1 Kualitas Air Lindi TPA Cipayung Kolam lindi merupakan tempat hasil buangan dari proses pengolahan sampah akhir pada sistem control landfill dan sanitary landifill. Kolam ini merupakan tempat penampungan limbah akhir yang berupa cairan dalam satu penampungan atau kolam tertentu yang dilakukan proses penyaringan limbah untuk mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh air lindi tersebut. Kolam lindi ini yang menjadi salah satu faktor terjadinya pencemaran airtanah di sekitar TPA karena air lindi yang meresap kedalam tanah dan air permukaan. Dengan demikian maka perlu dilakukan pengukuran nilai konsentrasi setiap parameter pada air lindi, berikut merupakan hasil pengukuran nilai konsentrasi air lindi : Tabel 5.4 Nilai Konsentrasi Parameter Kualitas Air Lindi
TDS (ppm) DHL (µS) No Titik TH H TH H 1 A4(1) 2380 2460 3630 3750 2 A4(2) 2250 2050 3670 3560 3 A4(3) 2200 2100 2730 2650 4 A9 2600 2300 4720 3450
Nitrat Amoniak (mg/l) (mg/l) TH H TH H 3,4 8,5 0,3 0 3,1 1,3 0,25 0,36 0 0,7 0,05 0,41 1,8 1,75 0,5 0,01
Fosfat (mg/l) TH H 2,75 0 0 0,67 0 0,81 0 1,79
Sumber : Diolah dan Hasil Survey Lapang, 2011 Keterangan TH : Tidak Hujan H : Hujan
Pada Tabel 5.3 diperlihatkan bahwa nilai konsentrasi TDS dan DHL pada air lindi melebihi baku mutu dan nilai yang sangat tinggi tingkat pencemarnya. Baik pengukuran waktu hujan dan tidak hujan, sedangkan untuk nilai konsentrasi nitrat, amoniak, dan fosfat pada hasil pengukuran hujan dan tidak hujan masih berada dibawah standar baku mutu kualitas air. Untuk parameter nitrat, amoniak, dan fosfat memang merupakan senyawa yang sudah ada di alam bebas dan dapat meningkat karena aktivitas manusia.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
50
(b)
(c )
(a)
Sumber : Survey Lapang, 2011
Gambar 5.3 (a) Titik Sampel Kolam Lindi, (b) Kolam Lindi Baru (2008), dan (c) Kolam Lindi Lama (2000) 5.1.5.2 Kualitas Air Berdasarkan Parameter TDS (Total ( Total Dissolved Soild) Soild Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi TDS pada waktu hujan tidak hujan memiliki kisaran nilai 52,2 ppm – 323 ppm. Pada pengukuran hujan rata-rata rata nilai TDS sebesar 111,2 ppm, sementara pada waktu tidak hujan rata-rata rata nilai TDS sebersar 119, 1 ppm. Dengan demikian nilai TDS pada waktu tidak hujan lebih tinggi dibandingkan pada pengukuran tidak hujan. Nilai konsentrasi konsentras TDS baik hujan dan tidak hujan tergolong baik, karena nilai tersebut di bawah baku mutu kualitas air golongan I untuk kebutuhan air bersih sebesar 1000 ppm.. ppm.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Nilai TDS( ppm)
51 400 300 200 100 0
A1 A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2 Tidak Hujan Hujan Titik Sampel Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.44 Nilai Konsentrasi TDS Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan Gambar 5.4 diperlihatkan lokasi-lokasi lokasi lokasi sampel dan nilai konsentrasi TDS. Pada waktu hujan nilai konsentrasi TDS lebih rendah dibandingan dengan nilai pada waktu tidak t hujan. Lokasi sampel dengan nilai TDS tertinggi pada waktu hujan dan tidak hujan terdapat pada lokasi yang sama yaitu A 6 dan B7. Lokasi ini berada pada jarak 100 hingga 200 meter dari TPA. Untuk lokasi A6 berada di sabelah timur TPA, serta dekat dengan denga n tempat pengolahan sampah (daur ulang) dan B7 berada di selatan TPA. Pengkurana kualitas TDS pada waktu hujan tidak begitu mengalami fluktuasi yang tinggi atau hampir sama dengan pengukuran waktu tidak hujan. Wilayah dengan nilai TDS yang terendah waktu tu hujan sebesar 36,9 36 ppm yaitu pada lokasi C5 yang berjarak 300 meter dari TPA. TPA Sedangkan untuk nilai ukur TDS yang terbesar adalah 234 ,88 ppm yaitu titik A6. Secara spasial konsentrasi TDS pada waktu hujan. Pada p eta 8 diperlihatkan persebaran kuliatas TDS mengelompok sesuai dengan klasifikasi nilai TDS. TDS Wilayah dengan nilai TDS kurang dari 80 ppm berada di bagian utara tara TPA dan mengarah ke arah barat TPA. Lokasi yang memiliki nilai kurang dari 80 ppm adalah A1, A1’, A2, A10, B1, B2,, C1, C2, C5, D1, dan E1 dengan luas 38,39 Ha atau 39% dari luas daerah penelitian . Lokasi ini berada pada rentang jarak 100 – 500 meter dari TPA,, dengan jenis batuan kipas alluvium. Sementara untuk wilayah dengan nilai TDS berkisar antara 80 hingga 160 ppm terdapat pada lokasi B2, B6, C6, dan E2,, yang berada di bagian tengah TPA dan membentang dari Barat dan Timur, yang memiliki luas sebesar 24,84 Ha atau 25%. 25%
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
52
Lokasi sampel A7, B4, B5, B8, C4, D2, dan D3 merupakan lokasi yang termasuk kedalam wilayah yang memiliki nilai konsentrasi TDS sebesar 160 hingga 240 ppm, luas daerah ini sebesar 31,95 Ha atau 33% (lihat Tabel 5.5). Lokasi ini mengelompok dibagian selatan dan timur TPA,.Sedangkan untuk wilayah yang memiliki nilai TDS lebih dari 240 ppm terdapat pada lokasi A6 dan B7, lokasi ini merupakan lokasi yang sama pada lokasi yang memiliki nilai yang tinggi pada waktu tidak hujan, yang berada dibagian selatan. Tabel 5.5 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter TDS
Luas (Ha) Klasifikasi (ppm) Tidak Hujan Hujan < 80 34,40 38,39 80 – 160 30,88 24,84 160 -240 22,57 31,95 > 240 0,98 2,56 Total 97,76
Persentase Tidak Hujan Hujan 35,0% 39,0% 32,0% 25,0% 23,0% 33,0% 10,0% 3,0% 100%
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Pada waktu tidak hujan nilai konsentrasi nitrat lebih tinggi dibandingkan pada hasil pengukuran waktu hujan. Saat tidak hujan tidak ada aliran air yang mengalir ke dalam airtanah sehingga padatan terlarut tertimbun banyak di dalam air. Nilai ukur TDS terendah pada waktu tidak hujan adalah sebesar 49,1 ppm terdapat pada sampel C5 yang berjarak kurang lebih 300 meter dari TPA. Sementara nilai ukur TDS tertinggi adalah sebesar 323 ppm yaitu pada titik sampel A6 yang berjarak 100 meter dari TPA. Wilayah dengan nilai konsentrasi TDS kurang dari 80 ppm merupakan wilayah yang terluas wilayah pengaruhnya yaitu terdapat 13 lokasi sampel yang berada di sebalah Utara TPA yang berjarak antara 100 hingga 200 meter dari TPA, dengan luas wilayah sebesar 34,40 Ha atau 35% dari seluruh luas daerah penelitian. Sedangkan untuk wilayah TDS yang berkisar 80 hingga 160 ppm memiliki luas sebesar 30,88 Ha atau 32% wilayah ini merupakan wilayah dengan besar wilayah pengaruh TDS terbesar kedua (lihat Tabel 5.4) yang meliputi beberapa lokasi yaitu C3, D3 B6, C4, C6, E1, E2, dan E3
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
53
dengan jarak dari TPA berkisar antara 200 hingga 500 meter, klasifikasi ini berada di sebelah Barat TPA Cipayung sebagian kecil wilayah selatan, dan bagian utara yang searah dengan aliran sungai (lihat peta 13). Wilayah yang memiliki nilai TDS 160 hingga 240 ppm terdapat sebanyak 4 lokasi sampel yaitu A7, B4, B5 dan B6, wilayah dengan klasifikasi ini berada di sebalah timur, dan barat, dengan luas 22,57 Ha atau 23% dari seluruh luas daerah penelitian, dengan jarak dari TPA berkisar 100 - 200 meter. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki nilai TDS lebih dari 240 ppm hanya terdapat 2 lokasi yaitu sampale A6 dan B7 dimana jarak dari TPA berkisar antara 100 – 200 meter. Lokasi ini adalah lokasi yang terdekat dari TPA Cipayung yaitu A6, dan lokasi B7 adalah lokasi yang dekat dengan aliran sungai, dengan luas wilayah 0,98 Ha atau 10% dari luas keseluruhan. Pada peta 8 dan peta 13 yang memperlihatkan sebaran nilai TDS pada waktu hujan dan tidak hujan, menunjukkan bahwa tidak ada pola yang seragam dalam pembentukan pola spasial apakah semakin jauh dengan TPA nilai konsentrasi TDS berkurang. 5.1.5.3 Kualitas Air Berdasarkan Parameter DHL (Daya Hantar Listrik) Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi DHL pada waktu hujan dan tidak hujan berkisar antara 65 – 331 µS. Pada pengukuran hujan rata-rata nilai konsentrasi DHL sebesar 172,3 µS dan rata-arat pada waku tidak hujan sebesar 181,6 µS Dengan demikian nilai konsentrasi DHL pada waktu tidak hujan lebih tinggi dibandingkan pada waktu hujan. Lokasi yang memiliki nilai DHL tebesar adalah 331 µS yaitu lokasi B7, lokasi ini terletak dekat dengan aliran sungai dan jarak dari TPA sekitar dari 200 meter, sedangkan nilai terendah adalah 65 µS terdapat pada lokasi C5. Dengan nilai tersebut maka untuk parameter DHL kualitas airtanah tergolong baik dan tidak tercemar karena nilai DHL di bawah baku mutu yaitu 750 µS
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
54 Nilai DHL (µS)
400 300 200 100 0 A1 A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2 Tidak Hujan
Hujan
Titik Sampel
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.55 Nilai Konsentrasi DHL Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan Gambar 5.5 diperlihatkan lokasi-lokasi lokasi sampel dan nilai konsentrasi DHL. Pada waktu hujan.. Hasil pengukuran waktu hujan untuk nilai konsentrasi DHL yang memiliki nilai terbesar adalah 333 µS yaitu tedapat di lokasi D2 dan nilai terkecil 64,8 µS. Wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terd terdapat pada titik A1, A1’, B2,, C1, dan E1. Wilayah ini mengelompok pada satu titik lokasi tersebut, dengan luas wilayah tersebut adalah 5,56 Ha atau 6,0% 6 dari luas daerah penelitian.. Wilayah yang memiliki nilai antara
100 – 200 µS
mempunyai luas sebesar 59,11 atau 60% wilayah ini merupakan wilayah yang paling luas terdapat di daerah penelitian yaitu berada pada lokasi A2, A10, B3, C2, C4, D1, dan D3. D3 Wilayah ini menyebar di bagia utara tara dan barat (lihat peta 9). Untuk wilayah yang memiliki nilai DHL berkisar 200 – 300 µS memiliki luasnya sebesar 32,52 Ha atau 33% dari luas daerah penelitian, wilayah ini menyebar di
bagian timur dan selatan, elatan, lokasi yang termasuk kedalam an
wilayah ini adalah A7, B4, B5, B6, B7, dan B8. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki nilai DHL lebih dari 300 µS terdapat satu lokasi yaitu lokasi D2 seluas 0,56 Ha atau 1,0% 1 wilyah ini wilayah yang paling kecil (lihat Tabel 5.6). 5 Tabel 5.6 5. Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter DHL Klasifikasi (µS) < 100 100 – 200 200 - 300 > 300 Total
Luas (Ha) Tidak Hujan Hujan 3,94 5,56 52,66 59,11 39,77 32,52 1,44 0,56 97,76
Persentase Tidak Hujan Hujan 4,0% 6,0% 54,0% 60,0% 41,0% 33,0% 1,0% 1,0% 100 %
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
55
Pada peta 14 dipelihatkan persebaran wilayah dengan nilai parameter DHL pada waktu tidak hujan, wilayah dengan nilai DHL kurang dari 100 µS terdapat pada lokasi A1, A1’, B2, dan C3 yang berjarak 100 - 300 dari TPA Cipayung. Dari peta terlihat wilayah pengaruh nilai DHL mengelompok pada satu titik pada setiap lokasi tersebut dengan luas 3,94 Ha (4,0%). Sedangkan untuk wilayah dengan niali DHL yang berkisar antara 100 hingga 200 µS wilayah pengaruhnya menyebar hampir diseluruh daerah kajian terdapat pada titik A6, A10, B1, B2, C1 C2, C3, D1 dan D3. Persebaran wilayah ini berada di bagian utara hingga barat arat dan sebagian kecil wiayah selatan, dengan luas daerah sebesar 52,6 Ha atau 54% dari luas daerah penelitian. Denga n demikian wilayah ini merupakan wilayah yang memberikan wilayah pengaruh terluas untuk nilai konsentrasi DHL (lihat Tabel 5.6). 5.6 Wilayah dengan nilai DHL berkisar antara 200 hingga 300 µS memiliki luas sebesar 39,77 Ha atau 41% dari luas adaerah penelitian, yang berada di bagian timur imur hingga bagian selatan, elatan, lokasi sampel yang termasuk wilayah ini adalah A7, B6, B8, E1, dan E2. Untuk wilayah dengan nilai DHL lebih dari 300 µS hanya terdapat 4 lokasi yaitu B4, B7, dan D 2. Wilayah pengaruh ini mengelompok pada satu titik dengan luas 1,44 Ha atau 1% dari luas daerah penelitian, Dengan demikian wilayah yang memiliki nilai DHL lebih dari 300 µS merupakan wilayah yang paling kecil pengaruhnya.
Nilai Nitrat (mg/l)
5.1.5.4 Kualitas Air Berdasarkan Berdasa Parameter Nitrat (NO3 ) 40 20
Batas Baku Mutu
0 A1 A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2 Tidak Hujan
Hujan
Titik Sampel
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.66 Nilai Konsentrasi Nitrat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
56
Gambar 5.6 memperlihatkan terjadi perbedaan fluktuasi nilai nitrat pada perhitungan pada waku tidak hujan dan hujan. berdarakan hasil pengukuran nilai nitrat pada waktu hujan dan tidak hujan memiliki kisaran 0-33,0 mg/l. Pada pengukuran waktu hujan rata-rata nilai nitrat sebersar 7,7 mg/l sedangkan pada waktu tidak hujan rata-rata nilai nitrat sebesar 7,1 mg/l. Pada grafik tersebut terlihat bahwa nilai nitrat lebih tinggi pada waktu tidak hujan yang hingga mencapai nilai 33,0 mg/l, sementara pada waktu hujan nilai nitrat tertinggi mencapai 22,25 mg/l. Lokasi yang memiliki nilai tertinggi pada waktu tidak hujan adalah lokasi B1 dan B6 yaitu sebesar 33,0 mg/l. lokasi ini berada di bagian selatan TPA secara administrasi terdapat di Kelurahan Cipayung, dengan kondisi fisik sekitar merupakan kebun dan dekat dengan aliran sungai. Nilai ini melewati batas baku mutu kualitas air golongan I yang dipergunakan untuk minum yang sebesar 10 mg/l lokasi ini terletak dekat dengan bantaran sungai dan dikelilingi oleh semak-semak dan tanaman yang tumbuh di sekeliling titik lokasi sampel. Sedangkan pada waktu hujan nilai tertinggi sebesar 22,25 mg/l yaitu pada lokasi C2 yang berjarak 300 meter dari TPA. Secara administrasi lokasi ini terdapat di Kelurahan Cipayung tepatnya di perkampungan Benda, kondisi fisik sekitar lokasi ini berupa kebun dan padat akan permukiman. Hasil pengukuran nitrat yang dilakukan pada waktu hujan terdapat perbedaan dari hasil pengukuran waktu tidak hujan. Lokasi yang berada pada wilayah dengan nilai konsentrasi nitrat kurang dari 5 mg/l berada dibagian selatan dan barat TPA yang menyebar secara merata. Beberapa lokasi yang termasuk kedalam wilayah dengan nilai nitrat kurang dari 5 mg/l yaitu B1, B2, A1, A1’, A6, A7, B4, B5, dan C7 dimana jarak dari TPA antara 100-300 meter dan memiliki luas sebesar 43,30 Ha atau 44% dari luas daerah penelitian. Wilayah ini dekat dengan aliran sungai dibagian utara TPA dengan jenis batuan kipas alluvium. Sementara untuk wilayah dengan nilai nitrat antara 5-10 mg/l memiliki luas 36,34 Ha atau 37% terdapat di bagian Utara dan sebagian kecil Barat Daya TPA Cipayung yaitu lokasi B8, C4, C6, dan C8, wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki nilai nitrat kurang dari 10 mg/l sehingga bebas dari pencemar nitrat.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
57
Pada peta 10 diperlihatkan pola sebaran nilai konsentrasi nitrat tidak seragam. Wilayah yang tercemar akan nitrat berada jauh dari TPA seperti ; wilayah dengan nilai konsentrasi nitrat berkisar 10-15 mg/l berada di bagian utara dan selatan yang berjarak sekitar 200-500 meter. Lokasi ini berada di titik B6, B8, C4, C6, dan D3 dengan luas wilayah sebesar 11,00 Ha atau 11% . Sedangkan wilayah dengan nilai nitrat lebih dari 15 mg/l berada dibagian timur laut TPA yang berjarak hingga 500 meter dari TPA yaitu titik E3. Lokasi yang memiliki nilai nitrat lebih dari 15 mg/l berada di bagian timur TPA yaitu lokasi A2, B2, C2, D3, dan D1 dengan luas 7,10 Ha atau 7% dari luas daerah penelitian. Dengan demikian
sebesar 18% dari keseluruhan luas daerah
penelitian adalah daerah yang tercemar akan konsentrasi nitrat. (lihat Tabel 5.7). Tabel 5.7 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Nitrat
Luas (Ha) Klasifikasi (mg/l) Tidak Hujan Hujan <5 46,01 43,30 5 - 10 41,62 36,34 10 - 15 8,02 11,00 > 15 2,09 7,10 Total 97,76
Persentase Tidak Hujan Hujan 47,0% 44,0% 43,0% 37,0% 8,0% 11,0% 2,0% 7,0% 100%
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Hasil pengukuran nitrat pada waktu tidak hujan, wilayah dengan nilai konsentrasi nitrat kurang dari 5 mg/l wilayah sebarannya berada di bagian timur dan utara TPA Cipayung, serta sebagian kecil di bagian barat dan selatan. Beberapa lokasi yang termasuk wilayah ini adalalah A1, A1’, A10, A7, B2, C1, D2 dan B4, dengan luas daerah 46,01 Ha atau 47% dari lus daerah penelitian. Wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki luasan terbesar dari wilayah yang lain. Daerah ini merupakan daerah pemukiman sehingga nilai nitrat menjadi lebih kecil. Sementara untuk wilayah dengan nilai nitrat berkisar anatar 5 – 10 mg/l terdapat pada lokasi B2, C3, C6, D4, dengan luas 41,62 Ha atau 43% dari luas daerah penelitian yang tercemar akan konsentrsi nitrat yang menyebar di bagian Barat TPA Cipayung dan daerah ini juga dikelilingi
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
58
penggunaan tanah lahan irigasi yang menyebabkan nilai nitrat meningkat (lihat peta 15). Lokasi D2 dan D3 adalah lokasi yang termasuk wilayah dengan nilai berkisar antara 10 – 20 mg/l yaitu berada dibagian timur laut aut TPA, dengan luas 8,02 Ha atau 8%. 8% Lokasi ini adalah lokasi yang tercemar parameter nitrat karena nilai nitrat melebihi 10 mg/l untuk penggolongan air kelas I yang merupakan pakan air besih yang diperuntukan diperuntuk untuk air minum. Dari peta 10 dan 15 diperlihatkan pola sebaran spasial nilai nitrat pada waktu hujan dan tidak memiliki pola yang tidak seragam mengikuti jarak dari TPA. Nilai nitrat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan tanah sekitar lokasi sampel.
Amoniak (mg/l)
5.1.5.5 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Amoniak (NH 3-N) 2.0 1.0
Batas Baku Mutu
0.0
A1 A2 A7 Tidak Hujan Hujan
B1
B3
B5 B7 C1 C3 Titik Sampel
C5
D1
D3
E2
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.7 Nilai Konsentrasi Amoniak Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi amoniak pada waktu hujan dan tidak hujan memiliki kisaran nilai 0-1,42 0 mg/l. Pada ada pengukuran waktu hujan nilai rata-rata rata konsentrasi amoniak sebesar 0,2 mg/l dan pada waku tidak hujan sebesar 0,1 mg/l.. Sehingga nilai nila amoniak lebih tinggi pada waktu hujan, pada gambar 5.7 menunjukkan unjukkan terjadi perbedaan fluk tuasi nilai amoniak pada perhitungan waktuu tidak hujan dan hujan. hujan Pada grafik tersebut tersebu terlihat bahwa nilai amoniak lebih tinggi pada waktu tidak hujan yang mencapai nilai 0,95 mg/l, sedangkan pada waktu hujan nilai amoniak tertinggi mencapai 1 ,42 mg/l. Lokasi yang memiliki nilai tertinggi pada waktu tidak hujan adalah lokasi C2
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
59
yaitu 0,95 mg/l, lokasi ini berada di bagian utara TPA Cipayung tepatnya di perkampungan Benda, Kelurahan Cipayung, dengan kondisi penggunaan tanah sekitar lokasi adalah kebun dan padat permukiman. sedangkan pada waktu hujan terdapat pada lokasi A2. Lokasi ini berada di bagian utara dengan jarak 100 meter dari TPA Cipayung, penggunaan tanah di sekitar lokasi ini di bagian barat merupakan area kebun. Nilai ini melewati batas baku mutu kualitas air golongan I yang dipergunakan untuk minum lebih besar dari 0,5 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran pada waktu hujan menunjukkan perbedaan pada hasil pengukuran pada waktu tidak hujan. Untuk wilayah dengan nilai kurang dari 0,3 mg/l hampir di semua lokasi sampel yang ada dan menyebar diseluruh daerah dengan luas daerah sebesar 77,82 Ha atau sebesar 80% dari luas daerah penelitian yaitu dari jarak 100-500 meter dari TPA Cipayung. Beberapa lokasi sampel yang terdapat pada wilayah ini adalah A1, B2, B3, B7, B8, C1, C2, C6, D12, dan E1, wilayah ini adalah wilayah yang paling luas yang terdapat di daerah penelitian seperti yang terlihat pada
Tabel 5.7,
sedangkan untuk wilayah yang memiliki nilai amoniak 0,3-0,5 mg/l wilayah persebaran mengelompok pada beberpa titik saja yaitu A7, C5, D1, dan D4 yang berada di bagian utara, barat, dan timur TPA dan berjarak antara 100-400 meter dari TPA (lihat peta 11). Wilayah dengan nilai konsentrasi amoniak berkisar 0,5-1,0 mg/l terdapat pada lokasi A6 dan B4 dimana wilayah pengaruhnya mengelompok pada satu titik, yang berada di bagian timur TPA dan berjarak antara 100-200 meter. Dengan demikian, lokasi A6 dan B4 adalah sampel lokasi yang merupakan daerah tercemar oleh parameter amoniak karena lebih dari 0,5 mg/l dengan luas 2,89 Ha atau 3,0%. Wilayah dengan nilai amoniak lebih dari 1,0 mg/l berada di lokasi A2 yang berada di bagian utara.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
60
Tabel 5.8 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Amoniak
Klasifikasi (mg/l) < 0,3 0,3 - 0,5 0,5 - 1,0 > 1,0 Total
Luas (Ha) Tidak Hujan Hujan 67,13 77,82 28,19 16,80 2,08 2,89 0,34 0,23 97,76
Persentase Tidak Hujan Hujan 69,0% 80% 29,0% 17,0% 2,0% 3,0% 0,0% 0,0% 100,0%
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Peta 16 diperlihatkan persebaran wilayah dengan nilai konsentrasi amoniak kurang dari 0,3 mg/l berada di bagian seluruh wilayah utara TPA dan bagian selatan. Beberapa lokasi pada wilayah ini adalah A1, A6, B2, B3, C3, D1, D2, E1 dan E1, dengan luas 67,13 Ha atau 69% dari luas daerah. Wilayah dengan nilai amoniak yang berkisar 0,3-0,5 mg/l berada di bagian barat dan timur TPA Cipayung. Lokasi titik sampel yang terdapat pada wilayah ini adalah A6, A7, B8, dan C3 yang memiliki luas 28,19 Ha atau 29% seperti yang terlihat pada Tabel 5.8. Sedangkan untuk wilayah dengan nilai amoniak 0,5-0,1 mg/l hanya terdapat pada dua titik lokasi sampel yaitu B4 dan C4 yang daerah pengaruhnya memusat pada satu titik saja dan dengan luas 2,08 Ha atau 2%. Sedangkan lokasi C2 merupakan lokasi sampel yang memiliki klasifikasi lebih dari 1 mg/l yang berada sebalah utara dan berjarak 300 meter. Dengan demikian dua wilayah ini merupakan wilayah yang tercemar oleh parameter amoniak.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
61
5.1.5.6 Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fosfat (PO 4)-3
Fosfat (mg/l)
4.0 2.0 0.0
Batas Baku Mutu
A1 A2 A7 B1 B3 B5 B7 C1 C3 C5 D1 D3 E2 Titik Sampel Tidak Hujan Hujan Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.88 Nilai Konsentrasi Fosfat Pada Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi fosfat pada waktu hujan dan tidak hujan memiliki kisaran nilai 0-2,75 2,75 mg/l. Pada pengukuran waktu hujan rata-rata rata nilai konsentrasi fosfat 1,2 mg/l sementara untuk ni lai rata-rata fosfat pada waktu tidak hujan 0,9 mg/l. Nilai rata -rata rata ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi fosfat melebih i ambang batas baku ku mutu kualitas air yaitu sebesar 0,2 mg/l. Gambar 5.8 menunjukkan tidak terjadi di perbedaan flukutuasi yang besar atau hampir sama antara nilai fosfat pada hasil perhitungan waku tidak hujan dan hujan. Pada grafik tersebut terlihat bahwa nilai fosfat hampir sama pada waktu tidak hujan dan hujan yang mencap ai nilai 2,75 mg/l. Lebih dari lima lokasi sampel yang memiliki nilai fosfat lebih dari 2,0 2 0 mg/l baik pada kondisi tidak hujan dan hujan. hujan Hampir 80% lokasi memiliki nilai konsentrasi fosfat lebih dari 0,22 mg/l dan itu tergolong kedalam kelas air yang tercemar akan fosfat, karena batas baku mutu mu kualitas air untuk air bersihh dan minum adalah 0,2 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran pada waktu hujan menunjukkan perbedaan dengan hasil pengukuran engukuran waktu tidak hujan. Untuk wilayah dengan nilai konsentasri fosfat kurang dari 0,2 mg/l terdapat di bagian utara u TPA yaitu beberapa lokasi A1, A1’, B2, C1, D1, D3, dan E3, luas wilayah sebaran 0,48 Ha, yang berada dibagian selatan yaitu lokasi B7, C6, dan C8. Sedangkan untuk wilayah yang termasuk kedalam nilai konsentrasi antara 0,2-1,0 0,2 mg/l
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
62
menyebar di bagian barat dan timur TPA Cipayung, lokasi yang berada pada klasifikasi ini adalah A6 dan A10. Namun, wilayah pengaruh dari titik ini menyebar merata dengan luas wilayah sebesar 49,20 Ha atau sebesar 50% yaitu hampir setengah dari luas daerah kajian merupakan wilayah yang tercemar akan fosfat karena lebih dari 0,2 mg/l seperti yang terlihat pada Tabel 5.9. Untuk wilayah dengan nilai fosfat lebih dari 2,0 mg/l terdapat pada lokasi A2, A7, B1, C3, dan C4 yang berada di bagian barat dan bagian timur TPA. (lihat peta 12) Tabel 5.9 Luas Klasifikasi Kualitas Air Parameter Fosfat Klasifikasi (mg/l) < 0,2 0,2 - 1,0 1,0 - 2,0 > 2,0 Total
Luas (Ha) Tidak Hujan Hujan 0,02 0,04 43,93 37,73 47,04 49,28 6,77 10,81 97,76
Persentase Tidak Hujan Hujan 0% 0% 45,0% 39,0% 48,0% 50,0% 7,0% 11,0% 100%
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Hasil pengukuran pada waktu tidak hujan kondisi secara umum kualitas parameter fosfat dibawah baku mutu kualitas air tidak lebih dari 0,2 mg/l. Peta 17 terlihat wilayah dengan nilai konsentrasi fosfat kurang dari 0,2 mg/ berada di bagian Selatan TPA. Beberapa lokasi pada wilayah ini adalah A2, D1, D3, B4, B8, C6, dan C8 dengan luas 0,024 Ha wilayah ini adalah wilayah yang paling kecil. Dengan demikian, hanya sedikit daerah yang tidak tercemar akan konsentrasi fosfat.
Pada peta 17 terlihat bahwa sebaran lokasi yang merupakan
wilayah dengan nilai konsentrasi fosfat berkisar antara 0,2-1,0 mg/l berada di bagian barat dan timur, serta utara TPA Cipayung. Lokasi titik sampel yang terdapat pada wilayah ini adalah A7, C3, dan C4 luas daerah 43,93 Ha atau 45% Dengan demikian, wilayah ini merupakan wilayah yang tercemar oleh parameter fosfat, karena nilainya lebih dari 0,2 mg/l.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
63
Sedangkan untuk wilayah dengan nilai fosfat 1,0 hingga 2,0 mg/l membentang dari arah barat, timur, dan utara di sekitar TPA yaitu lokasi tersebut dekat dengan pemukiman, dan lahan pertanian. Dengan luas wilayah persebaran seluasa 47,39 Ha atau 45% untuk klasifkasi lebih dari 2,0 mg/l terdapat pada lokasi C2, D1, dan E2 yang jarak dari TPA lebih dari 300 meter, Lokasi ini juga merupakan lokasi yang tercemar dari kondungan fosfat dalam air (lihat peta 17).
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
64
5.2 Pembahasan Untuk mengetahui hubungan konsentrasi TDS, DHL, serta konsentrasi senyawa nitrat, amoniak, dan fosfat dalam airtanah dangkal di daerah sekitar TPA Cipayung dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis overlay dan analisis statistik. Analisis overlay digunakan untuk melihat hubungan keruangan yang kemudian diperkuat dengan analisis statistik. Tabel 5.10 Nilai Rata-Rata Konsentrasi Parameter Terhadap Jarak, Jenis Batuan, Jenis Tanah, dan Penggunaan Tanah Kondisi Fisik Jarak
TDS (ppm) H TH
DHL (µS) H TH 138,2 207,7 122,8 216,3 211,5
138,2 219,8 138,5 202,3 232,3
Nitrat (mg/l) H TH
Amoniak (mg/l) H TH
Fosfat (mg/l) H TH
> 100 m 100 - 200 m 200 - 300 m 300 - 400 m < 400 m Jenis Batuan Kipas Aluvium Aluvium Formasi Bojong manik Jenis tanah Latosol Merah Aluvium Kelabu Regosol Coklat Asosiasi Latosol
110,7 128,2 85,3 111,4 123,5
123,3 141,4 83,9 115,2 128,2
5,01 6,06 7,01 15,4 6,7
3,5 13,8 4,8 5,5 8,0
0,44 0,93 0,15 0,22 0,03
0,06 0,07 0,24 0,02 0,08
1,58 0,95 1,59 1,08 0,47
0,95 0,35 0,67 2,23 1,07
99,10 107,4 150,0
105,3 150,2 165,2 5,05 103,2 188,8 175,8 13,93 179,82 210,9 235,3 3,42
8,91 5,27 7,65
0,22 0,06 0,27
0,09 0,15 0,01
1,43 0,64 1,35
0,59 1,77 0,38
116,6 91,9 115,7
115,4 99,0 124,3
163,3 156,4 149,9 166,5 221,2 230,2
9,41 2,20 10,0
4,77 9,22 9,73
0,24 0,17 0,11
0,11 0,01 0,03
1,19 1,50 0,97
1,14 0,13 1,58
132,0
145,4
181,9 199,0
4,20
11,60
0,18
0,19
1,39
0,35
Asosiasi Regosol
83,0
103,1
144,2 209,5
5,85
6,30
0,11
0,00
0,69
0,72
Penggunaan Tanah (% non-permukiman) <40% 40-70% >70%
83,25 132,3 96,82
80,45 147,9 100.0
142,7 198,3 152.7
9,6 8,3 4,7
7,2 5,2 10,6
0,36 0,16 0,16
0,00 0,12 0,09
1,09 0,96 1,54
1,16 1,19 0,37
131,0 202,4 176,2
Sumber : Diolah dan Hasil Survey Lapang, 2011
5.2.1 Analisis Spasial Konsentrasi TDS dan DHL Konsentrasi nilai TDS dan DHL, kedua parameter ini tidak tercemar karena nilai menunjukan dibawah batas maksimum adalah 1000 ppm dan DHL adalah 750 µS. Secara umum diperlihatkan terdapat variasi yang muncul pada masingmasing nilai TDS dan DHL. Peta 8 dan Peta 13 memperlihatkan nilai TDS lebih besar di daerah yang dekat dengan TPA dengan jarak kurang dari 100 meter.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
65
Sementara pada peta 9 dan 14 diperlihatkan persebaran nilai konsentrasi DHL juga tidak berbeda dengan nilai TDS dengan nilai tertinggi berada di dekat TPA dan membentang dari barat daya hingga timur laut. 5.2.1.1 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL Dengan Jenis Batuan Sebaran nilai konsentrasi TDS dan DHL pada setiap jenis batuan memiliki variasi baik pada kondis hujan dan tidak hujan. Wilayah dengan nilai TDS dan DHL dengan nilai rata-rata yang tinggi berada pada wilayah dengan jenis batuan formasi bojong manik. Untuk
memperkuat
analisis
overlay,
uji
statistik
ANOVA
diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata konsentrasi TDS dan DHL pada waktu hujan dan tidak hujan yang ada pada ke tiga jenis batuan di sekitar TPA Cipayung. Dengan kata lain, rata-rata konsentrasi TDS dan DHL pada setiap jenis batuan di daerah penelitian memiliki nilai yang sama. Hasil nilai signifikan untuk nilai TDS hujan, TDS tidak hujan, DHL hujan, dan DHL tidak hujan masing-masing yang diperoleh dari tabel ANOVA, yaitu 0,21, 0,11, 0,33, dan 0,30. Pada Tabel 5.9 diperlihatkan bahwa pada jenis batuan formasi bojong manik menunjukan nilai rata-rata konsentrasi TDS dan DHL tertinggi dibandingkan kedua jenis batuan yang lain. 5.2.1.2 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL dengan Jenis Tanah Hasil overlay antara Peta 5 dengan Peta 8, 9, 13, 14 memperlihatkan bahwa nilai konsentrasi TDS dan DHL pada waktu hujan dan tidak hujan memiliki variasi di setiap jenis tanah. Hal ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi TDS dan DHL tersebar pada seluruh jenis tanah. Untuk mendukung analisi overlay antara peta diberlakukan uji statistik ANOVA. Hasil perhitungan ANOVA menunjukan bahwa, nilai rata-rata konsentrasi TDS dan
DHL dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan
perbedaan yang nyata, artinya masing-masing jenis tanah di sekitar TPA memiliki nilai rata-rata kandungan konsentrasi yang sama. Nilai signifikan untuk TDS dan DHL berkisar 0,6-0,9, yang menunjukan nilai tersebut lebih
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
66
besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian, yaitu 0,05, ini berarti hasil menunjukan tidak signifikan. Tabel 5.9 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi konsentrasi TDS pada waktu hujan dan tidak hujan terdapat pada jenis tanah asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah sebesar 132 dan 145,4 ppm. Sementara untuk nilai rata-rata konsentrasi DHL pada waktu tidak hujan tertinggi pada jenis tanah asosiasi regosol coklat dengan laterit coklat dengan nilai 181,9 µS, dan pada waktu hujan nilai tertinggi yaitu 209,5 µS pada jens tanah asosiasi latosol. Hal ini disebabkan faktor tekstur tanah asoisiai regosol dan latosol coklat memiliki tekstur tanah agak kasar dan halus. Kondisi tekstur tersebut berpengaruh pada drainase yang cepat. 5.2.1.3 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL dengan Penggunaan Tanah Nilai konsentrasi TDS dan DHL terendah pada penggunaan tanah sekitar 40% non permukiman. Sedangkan untuk nilai yang tertinggi terdapat pada wilayah dengan 40-70% non permukiman. Hal ini juga juga berlaku sama pada waktu hujan dan tidak hujan (lihat Tabel 5.10) Untuk
memperkuat
analisi
ovelay,
uji
statistik
ANOVA
diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata konsentrasi TDS dan DHL pada waktu hujan dan tidak hujan yang ada pada persentase penggunaan tanah non permukima. Nilai signifikan untuk TDS hujan, tidak hujan, dan DHL hujan dan tidak hujan masing-masing yaitu 0,180, 0,156, dan 0,353, 0,365. Dengan demikian, tidak ada perbedaan yang nyata nilai konsentrasi TDS dan DHL terhadap penggunaan tanah. 5.2.1.4 Hubungan Konsentrasi TDS dan DHL dengan Jarak dari TPA Nilai Konsentrasi TDS dan DHL secara umum bervariasi. Tabel 5.10 diperlihatkan bahwa pada kondisi hujan atau tidak hujan pada jarak 100 hingga 200 meter dari TPA merupakan jarak dengan nilai konsentrasi ratarata TDS tertinggi dengan nilai 128,2 ppm dan 141,4 ppm. Sementara
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
67
konsentrasi DHL nilai rata-rata tertinggi berada pada jarak lebih dari 400 meter dari TPA pada kondisi tidak hujan dengan nilai rata-rata 216,3 µS dan pada waktu hujan nilai rata-rata tertinggi pada jarak 200 hingga 300 meter dengan nilai 232,3 µS. fluktuasi perberdaan nilai TDS di setiap jarak TPA dapat dilihat pada Gambar 5.9, sedangkan untuk nilai konsentrasi DHL dapat dilihat pada Gambar 5.10. Berdasarkan hasil perhitungan statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan 95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi TDS dan DHL, menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan konsentrasi TDS dan DHL dalam airtanah dangkal. Dengan nilai r=0,42 pada waktu hujan dan r=-0,37 untuk konsentrasi TDS dan yang artinya mempunyai hubungan yang sangat lemah. Sementara nilai r DHL pada waktu hujan 0,229 dan pada waktu tidak
TDS (ppm)
hujan 0,262.
400 200 0 0
100
200
300 Jarak (meter)
400
0 Tidak Hujan
100
200 300 Jarak (meter)
400
TDS (ppm)
Hujan
500
400 200 0 500
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.9 Hubungan antara Nilai TDS Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA Cipayung
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
DHL (µS)
68
400 200 0
DHL (µS)
Hujan
0
100
200
300
400
500
300
400
500
jarak (meter)
400 200 0 0 Tidak Hujan
100
200
Jarak (meter)
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.10 Hubungan antara Nilai DHL Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA Cipayung 5.2.2 Analisis Spasial Konsentrasi Senyawa Nitrat Secara umum nilai konsentrasi senyawa nitrat menunjukan nilai yang bervariasi di daerah penelitian. Pada waktu tidak hujan nilai konsentrasi senyawa nitrat lebih tinggi dibandingkan waktu hujan. Titik yang memiliki nilai konsentrasi nitrat tertinggi pada waktu tidak hujan adalah titik sampel B6 dan B8 lokasi ini berada pada jarak antara 200-300 meter dari TPA, lokasi ini secara administrasi terdapat di kampung Bulak Barat dan Kelurahan Pasir Putih. Kondisi fisik sekitar lokasi ini adalah dekat dengan aliran sungai di bagian selatan TPA serta dikeliling oleh penggunaan tanah lahan pertanian. Nilai konsentrasi nitrat di daerah penelitian secara umum ada hubungan dengan keberadaan TPA. Namun, karena nitrat adalah senyawa yang bebas dan sudah ada di alam dan peningkatan senyawa ini dalam tanah juga dapat berasal dari sumber lain dan kondisi fisik. 5.2.2.1 Hubungan Konsentrasi Senyawa Nitrat dengan Jenis Batuan Sebaran nilai konsentrasi senyawa nitrat pada setiap jenis batuan memiliki variasi. Hampir di setiap jenis batuan alluvium, kipas alluvium, dan formasi bojong manik terdapat lokasi yang memiliki nilai senyawa nitrat lebih dari 10 mg/l, lokasi ini merupakan lokasi yang tercemar.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
69
Untuk memperkuat analisis, uji statistik ANOVA diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata senyawa nitrat yang ada pada ke tiga jenis batuan pada waktu tidak hujan. Namun, pada waktu hujan terdapat perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata senyawa nitrat pada ke tiga jenis batuan, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan 0,05. Berdasarkan Tabel 5.10 nilai rata-rata konsentrasi nitrat pada waktu hujan tertinggi terdapat pada jenis batuan alluvium sebesar 13,93 mg/l dan pada waktu tidak hujan nilai rata-rata tertinggi terdapat pada jenis batuan kipas alluvium. Alluvium memiliki endapan material endapan material lepas berupa pasir, kerikil, dan lempung, kondisi tersebut yang menyebabkan sifat batuan ini sangat porous, sehingga dapat lebih menyerap konsentrasi senyawa nitrat terlebih pada waktu hujan. 5.2.2.2 Hubungan Konsentrasi Senyawa Nitrat dengan Jenis Tanah Hasil overlay Peta 5 dengan Peta 10 dan 15 memperlihatkan bahwa nilai konsentrasi senyawa nitrat memiliki variasi pada setiap jenis tanah. Hal ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi senyawa nitrat tersebar pada seluruh jenis tanah. Hampir di setiap jenis tanah memiliki nilai konsentrasi nitrat yang melebihi standar baku mutu kualitas air yaitu 10 mg/l. lokasi yang memiliki nilai konsentrasi senyawa tetringgi yaitu sebesar 33,0 mg/l terdapat pada jenis tanah regosol coklat dan asosiasi latosol coklat kemerahan. Untuk mendukung analisis overlay antar peta diberlakukan uji ANOVA. Hasil pengujian ANOVA menunjukan bahwa, nilai rata-rata konsentrasi nitrat dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan nitrat pada waktu hujan tidak hujan masing-masing 0,74 dan 0,38, yang menunjukan nilai tersebut lebih besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian, yaitu 0,05. Selanjutnya dapat terlihat pada Tabel 5.10 nilai rata-rata tertinggi senyawa nitrat pada waktu hujan sebesar 9,41 terdapat pada jenis tanah
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
70
latosol merah. Sementara nilai rata-rata senyawa nitrat pada waktu tidak hujan terdapat pada asosiasi latosol coklat. Sedangkan untuk nilai rata-rata terendah pada waktu hujan sebesar 2,2 terdapat di jenis tanah alluvium kelabu, jenis alluvium kelabu memiliki tekstur halus, kondisi ini menyebabkan drainase terhambat.pada waktu tidak hujan sebesar 4,77 pada terdapat pada latosol merah. 5.2.2.3 Hubungaan Konsentrasi Nitrat dengan Penggunaan Tanah Bedasarkan nilai nitrat Tabel 5.10, nilai rata-rata konsentrasi senyawa nitrat pada wilayah dengan presentase kurang dari 40% lebih tinggi yaitu saat waktu hujan sebesar 9,6 mg/l. sementara pada waktu tidak hujan nilai rata-rata tertinggi konsentrasi senyawa nitrat terdapat pada wilayah dengan presentase lebih dari 70% sebesar 10,6 mg/l. Untuk memperkuat analisis, uji statistik ANOVA diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata konsentrasi senyawa nitrat pada waktu hujan dan tidak hujan. Nilai signifkan pada perhitungan ini lebih besar dari 0,005 yaitu 0,37-0,458, sehingga tidak signifikan. 5.2.2.4 Hubungan Konsentrasi Senyawa Nitrat dengan Jarak dari TPA Nilai Konsentrasi senyawa nitrat secara umum bervariasi. Tabel 5.10 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada waktu hujan terdapat pada jarak 300-400 meter dari TPA. Sementara nilai konsentrasi nitrat pada waktu tidak hujan tertinggi pada jarak 100-200 meter (lihat gambar 5.11). Hal ini dapat terjadi karena pada waktu hujan senyawa nitrat dalam airtanah terbawa dan mengalir berbarengan dengan air hujan yang turun. Untuk mendukung analisis tersebut, maka di berlakukan uji korelasi statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan 95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi nitrat, menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan konsentrasi senyawa nitrat dalam airtanah dangkal. Hal ini diperkuat dengan hasil nilai
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
71
r=0,224 pada waktu hujan dan r=-0,34 untuk konsentrasi senyawa nitrat
Nitrat (mg/l)
pada waktu tidak hujan. 40 20
Batas Baku Mutu
0 0
100
Nitrat (mg/l)
Hujan
200
300
400
500
Jarak (meter)
40 20
Batas Baku Mutu
0 0 Tidak Hujan
100
200
300
Jarak (meter)
400
500
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.11 Hubungan antara Nilai Nitrat Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA Cipayung
5.2.3 Analisis Spasial Konsentrasi Senyawa Amoniak Nilai konsentrasi senyawa amoniak secara umum di daerah penelitian menunjukan nilai yang bervariasi. Pada waktu hujan nilai konsentrasi amoniak lebih tinggi dibandingkan pada waktu tidak hujan. Titik lokasi yang memiliki nilai konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada lokasi C2 sebesar 0,95 mg/l pada pengukuran tidak hujan yang terletak secara administrasi di Kampung Benda Kelurahan Cipayaung dan berjarak 300 meter dari TPA. Lokasi ini berada di sebelah utara TPA dengan kondisi fisik sekitar lokasi merupakan permukiman yang padat dan terdapat lahan pertanian. Sementara pada pengukuran hujan lokasi yang memiliki nilai konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada lokasi A2 sebesar 1,42 mg/l yaitu lokasi yang berada kurang dari 100 meter dari TPA, serta dekat dengan aliran sungai dan penggunaan tanah sekitar dikelilingi oleh lahan pertanian, lokasi ini saat survey lapang merupakan lokasi yang berada dipertengahan lahan pertanian dan juga d ibagian timur lokasi terdapat area pertenakan kambing.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
72
5.2.3.1 Hubungan Konsentrasi Amoniak dengan Jenis Batuan Sebaran nilai konsentrasi pada setiap jenis batuan memiliki variasi di setiap ke tiga jenis batuan, yaitu kipas alluvium, alluvium, dan formasi bojong manik. Lokasi yang tercemar oleh konsentrasi senyawa amoniak yaitu dengan nilai lebih dari 0,5 mg/l terdapat pada dua jenis batuan yaitu kipas alluvium dan formasi bojong manik. Untuk memperkuat analisis uji statistik ANOVA diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedan yang nyata antara nilai rata-rata senyawa amoniak yang ada pada ke tiga jenis batuan pada waktu hujan dan tidak hujan. Hal ini dibuktikan dari nilai siginifikan nilai senyawa amoniak pada waktu hujan sebesar 0,76 dan pada waktu tidak hujan sebesar 0,97. Kedua nilai tersebut lebih besar dari nilai α yang digunakan dalam penelitian, yaitu 0,05 (tidak signifikan). Berdasarkan Tabel 5.10 nilai rata konsentrasi amoniak pada waktu hujan tertinggi terdapat pada jenis batuan formasi bojong manik sebesar 0,27 mg/l, dan pada waktu tidak hujan terdapat pada jenis alluvium sebesar 0,15 mg/l. Formasi bojong manik merupakan persilangan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batu gamping. 5.2.3.2 Hubungan Konsentrasi Senyawa Amoniak dengan Jenis Tanah Hasil overlay Peta 5 dengan Peta 11 dan 16 memperlihatkan bahwa nilai konsentrasi senyawa amoniak memiliki variasi pada setiap jenis tanah. Hal ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi amoniak tersebar pada seluruh jenis tanah. Namun, hanya pada jenis tanah latosol merah dan regosol coklat terdapat lokasi yang tercemar oleh senyawa amoniak karena nilainya lebih dari 0,5 mg/l Untuk mendukung analisis overlay antar peta diberlakukan uji ANOVA. Hasil pengujian ANOVA menunjukan bahwa nilai rata-rata konsentrasi amoniak dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan amoniak
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
73
pada waktu hujan sebesar 0,76 dan pada waktu tidak hujan sebesar 0,97. Nilai ini lebih besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0,05. Pada Tabel 5.10 nilai rata-rata tertingi senyawa amoniak terdapat pada jenis tanah latosol merah waktu pengkuran hujan sebesar 0,24 mg/l. Sementara pada waktu tidak hujan nilai tertinggi pada jenis tanah asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah, sebesar 0,19 mg/l. Jenis tanah latosol merah dan asosiasi latosol memiliki tekstur tanah yang halus dengan sistem drainase yang sedang. Dengan demikian zat pencemar sulit untuk mengalir dan tertahan didalam tanah. 5.2.3.3 Hubungan Konsentrasi Amoniak dengan Penggunaan Tanah Nilai rata-rata konsentrasi amoniak di presentase penggunaan tanah non permukiman bervariasi. Pada Tebl 5.10 diperlihatkan nilai tertinggi nailai rata-rata amoniak pada waktu tidak hujan terdapat pada wilayah dengan kurang dari 40 % non permukiman yaitu sebesar 0,36 mg/l. sedangkan pada waktu hujan nilai rata-rata tertinggi pada wilayah dengan 40-70% non permukiman yaitu sebesar 0,124 mg/l. Untuk mendukung analisis tersebut, uji statistik ANOVA diberlakuan. Berdasarkan hasil uji ANOVA tersebut nilai signifikan amoniak pada waktu hujan dan tidak hujan masing-masing sebesar 0,576 dan 0,645. Angka ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata senyawa amoniak dengan penggunaan tanah non pertanian. 5.2.3.4 Hubungan Konsentrasi Amoniak dengan Jarak dari TPA Nilai Konsentrasi senyawa amoniak secara umum bervariasi. Tabel 5.10 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada waktu hujan terdapat pada jarak 100-200 meter dari TPA sebesar 0,93 mg/l. Sementara nilai konsentrasi amoniak pada waktu tidak hujan tertinggi pada jarak 200-300 meter sebesar 0,24 mg/l. (lihat Gambar 5.12). Penyebaran senyawa amoniak
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
74
ada hubungannya dengan jarak dari TPA. Namun, senyawa amoniak adalah senyawa yang merupakan bagian dari hasil siklus nitrogen di alam membuat keberadan senyawa amoniak ini sudah ada di dalam tanah, dan peningkatan kandungan senyawa amoniak dapat berasal dari penggunaan tanah sekitar dan aktivitas manusia di sekitar lokasi. Untuk mendukung analisis tersebut, maka di berlakukan uji korelasi statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan 95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi amoniak, menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan konsentrasi senyawa amoniak dalam airtanah dangkal. Hal ini diperkuat dengan hasil nilai r= -0,293 pada waktu hujan dan r=-0,19
untuk
Amoniak (mg/l)
konsentrasi senyawa nitrat pada waktu tidak hujan. 2.0 1.0 0.0
Hujan
Amoniak (mg/l)
Batas Baku Mutu
0
100
200
300
Jarak (meter)
400
500
1.0 Batas Baku Mutu
0.5 0.0
0 100 200 300 Jarak (meter) Tidak Hujan Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
400
500
Gambar 5.12 Hubungan antara Nilai Amoniak Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA Cipayung
5.2.4 Analisis Spasial Konsentrasi Fosfat Nilai konsentrasi senyawa fosfat secara umum di daerah penelitian menunjukan nilai yang bervariasi dan hampir seluruh lokasi sampel tersebut sudah tercemar oleh senyawa fosfat dalam airtanah. Karena nilai konsentrasi senyawa fosfat melebihi ambang batas baku mutu kualitas airtanah yaitu 0,2 mg/l. Nilai konsentrasi fosfat rata-rata tertinggi terdapat pada pengukuran waktu hujan. Titik
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
75
lokasi yang memiliki nilai konsentrasi fosfat tertinggi waktu hujan terdapat pada lokasi-lokasi di bagian barat, timur TPA sebesar 2,75 mg/l. lokasi ini hampir tersebar di seluruh daerah penelitian dengan penggunaan tanah seperti padat akan permukiman dan lahan pertanian. Hal ini pun juga terjadi pada pengukuran waktu tidak hujan. Namun, lokasi waktu tidak hujan bagian yang tecemar lebih di bagian utara TPA Cipayung. Senyawa fosfat merupakan senyawa yang sudah ada di alam, seperti dilahan pertanian, industry, lingkungan padat akan permukiman seperti hasil buangan kotoran manusia (tinja). 5.2.4.1 Hubungan Konsentrasi Senyawa Fosfat dengan Jenis Batuan Hasil overlay Peta 4 antara Peta 12 dan Peta 17, memperlihatkan bahwa sebaran nilai konsentrasi fosfat pada setiap jenis batuan memiliki variasi. Pada setiap jenis batuan nilai konsentrasi fosfat memiliki nilai yang lebih dari 0,2 mg/l atau tercemar. Namun, nilai rata-rata konsentrasi fosfat tertinggi pada waktu hujan terdapat pada jenis batuan kipas alluvium sebesar 1,43 mg/l. Sementara pengukuran waktu tidak hujan nilai tertinggi pada jenis alluvium sebesar 1,77 mg/l (lihat Tabel 5.10). Untuk
memperkuat
analisi
overlay,
uji
statistik
ANOVA
diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang nyata pada pengukuran waktu hujan. Namun, terdapat perbedaan yang nyata pada waktu tidak hujan. Hal ini dibuktikan dari nilai signifikan pada waktu hujan 0,22 dan pada waktu tidak hujan 0,009, nilai pada waktu tidak hujan lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai αsebesar 0,05 yang digunakan dalam penelitian. 5.2.4.2 Hubungan Konsentrasi Senyawa Fosfat dengan Jenis Tanah Hasil overlay Peta 5 dengan Peta 12 dan 17 memperlihatkan bahwa nilai konsentrasi senyawa fosfat memiliki variasi pada setiap jenis tanah. Hal ini menunjukan bahwa nilai konsentrasi fosfat tersebar pada seluruh jenis tanah. Di seluruh jenis tanah yang berbeda di daerah penelitian terdapat lokasi yang tercemar akan senyawa fosfat.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
76
Untuk mendukung analisis overlay antara peta diberlakukan uji ANOVA. Hasil pengujian ANOVA menunjukan bahwa nilai rata-rata konsentrasi fosfat dalam airtanah di setiap jenis tanah tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan fosfat pada waktu hujan sebesar 0,14 dan pada waktu tidak hujan sebesar 0,88. Nilai ini lebih besar dari nilai αyang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0,05. Pada Tabel 5.10 nilai rata-rata tertinggi senyawa fosfat terdapat pada jenis alluvium kelabu saat hujan sebesar 1,5 mg/l. Sementara pada waktu tidak hujan nilai rata-rata tertinggi di jenis tanah regosol coklat. Jenis tanah alluvium kelabu adalah jenis tanah yang memiliki tekstur halus dan drainase yang terhambat, kondisi ini yang menyebabkan senyawa fosfat terhambat untuk mengalir. 5.2.4.3 Hubungan Konsentrasi Fosfat dengan Penggunaan Tanah Berdasarkan Tabel 5.10 nilai rata-rata konsentrasi fosfat tertinggi pada waktu tidak hujan terdapat pada wilayah dengan leboh besar dari 70% wilayah non permukiman yaitu sebesar 1,54 mg/l. Sementara pada waktu hujan nilai fosfat tertinggi pada wilayah dengan presentase wilayah non permukiman sebesar 40-70%. Untuk memperkuat analisis, uji statistik ANOVA diberlakukan. Berdasarkan hasil perhitungan uji ANOVA tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata senyawa fosfat pada waktu hujan dan tidak hujan, karena nilai signifikan lebih dari 0,05, yaitu sebesar 0,402 dan 0,120. 5.2.4.4 Hubungan Konsentrasi Fosfat dengan Jarak dari TPA Nilai Konsentrasi senyawa fosfat secara umum bervariasi. Pada Tabel 5.10 diperlihatkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada waktu hujan terdapat pada jarak 200-300 meter dari TPA sebesar 1,59 mg/l. Sementara nilai konsentrasi fosfat pada waktu tidak hujan tertinggi pada jarak 300-400 meter sebesar 2,23 mg/l. Penyebaran senyawa fosfat ada hubungannya dengan jarak dari TPA (lihat Gambar 5.13). Namun, senyawa fosfat adalah
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
77
senyawa yang merupakan bagian dari hasil siklus fosfar di alam membuat keberadan senyawa fosfat ini sudah ada di dalam tanah, dan peningkatan kandungan senyawa fosfat dapat berasal dari penggunaan tanah sekitar dan aktivitas manusia di sekitar lokasi. Untuk mendukung analisis tersebut, maka di berlakukan uji korelasi statistik menggunakan Person’s Product Moment dengan taraf kepercayaan 95% antara titik sampel ke TPA dengan konsentrasi fosfat, menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jarak ke TPA dengan konsentrasi senyawa fosfat dalam airtanah dangkal. Hal ini diperkuat dengan hasil nilai r= -0,331 pada waktu hujan dan r= 0,242 untuk konsentrasi
Fosfat (mg/l)
Fosfat (mg/l)
senyawa nitrat pada waktu tidak hujan. 4.0 2.0
Batas Baku Mutu
0.0 0 Hujan
100
200
300
Jarak (meter)
400
500
3.0 2.0
Batas Baku Mutu
1.0 0.0 0 Tidak Hujan
100
200
300
400
500
Jarak (meter)
Sumber : Diolah dari Hasil Survey Lapang, 2011
Gambar 5.13 Hubungan antara Nilai Fosfat Waktu Tidak Hujan dan Waktu Hujan dengan Jarak dari TPA Cipayung
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
BAB VI KESIMPULAN
Pola spasial kualitas airtanah dangkal dengan parameter total zat terlarut, daya hantar listrik, nitrat (NO3), amoniak (NH3-N), dan fosfat (PO4)-3 di sekitar TPA Cipayung Depok membentuk pola acak atau pola yang tidak seragam saat hujan dan tidak hujan. Dengan kualitas airtanah dangkal waktu hujan dan tidak hujan di sekitar TPA tidak tercemar untuk parameter total zat terlarut dan daya hantar listrik, tetapi untuk parameter nitrat (NO3) dan amoniak (NH3-N) wilayah yang tercemar terdapat di bagian utara, dan barat, sedangkan untuk parameter fosfat (PO4 )-3 hampir seluruh wilayah tercemar. Tidak ada pengaruh perbedaan untuk setiap parameter yang diuji statistik One Way of Anova terhadap jenis batuan, jenis tanah, dan penggunaan tanah. Namun, terdapat perbedaan yanga nyata antara senyawa nitrat saat waktu hujan dan senyawa fosfat saat waktu tidak hujan pada jenis batuan yang ada di daerah penelitian. Sementara untuk faktor jauh atau dekatnya jarak dari TPA, tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya nilai konsentrasi parameter total zat terlarut, daya hantar listrik, nitrat, amoniak, dan fosfat. Berdasarkan uji statistik Person’s Product Moment antara jarak dengan konsentrasi parameter tidak menunjukan adanya hubungan.
78
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air, Surabaya: Usaha Nasional. Arsadi, dkk. 2007. Optimalisasi Sumber Daya Air di Wilayah Pesisir,Studi Kasus:Pantai Utara Kabupaten Karawang,Jawa Barat. Kumpulan Jurnal Sumber Daya Air dan Lingkungan,Potensi, Degradasi, dan Masa Depan: 47-74. Jakarta: LIPI Press. Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Astuti, D. 2008 “Analisis Kualitas Air Lindi di Tempat Pembungan Akhir Sampah Putri Cempo Mojosongo Surakarta.” Oktober 02, 2010 pukul 17.23. http://eprints.ums.ac.id/1441/1/4._Dwi_Astuti.pdf Clark, J.R. 1977. Coastal Ecosystem Management. John Willey and Sons, New York. Departemen Pekerjaan Umum. 1994. Domestic Solid Waste Disposal. UP3KT Bidang Air Bersih dan PLP, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Diana, E, 1992. Pemantauan Dampak Lokasi Pembungan Akhir sampah Secara Sanitary Landfill Bantar Gebang Terhadap Kualitas Air permukaan, Air Tanah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitarnya. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dwinanto, R. 2007. Wilayah Kerentanan Airtanah di Kecamatan Sawangan. Depok : Skripsi Geografi FMIPA Universitas Indonesia. Foth, H.D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, terj. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Fuller, W.H & Warrich, A.W, 1986. Soil inWaste Treatment and Utilization, CRC Presc. Inc. Boca Raton, Florida, vol II. Freeze, R.A. and John A.C, 1979. Groundwater. United States of America : PrenticeHall.
Ghufran, H.M & Andi B.T, (2007). Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
79
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
80
Lyman, W.J. & Guswa J.H., 1983 Groundwater Contamination and Emergency Response Guide, New York Lechie, J.O., & Pacey, J.G., 1975. Landfill Management With Moisture Control. Journal ASCE En. Eng, DIV, vol.101. No. Eei Kodoatie, R. J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Andi Offset, Yogyakarta. Mato, R. (2002). Groundwater Pollution In Urban Dar es Salaam, Tanzania : Assesing Vulnerability and Protection Priorities. Netherlands : Eindhoven University of Technology. November 13, 2011 pukul 23.05 WIB. http://alexandria.tue.nl/extra2/200211708.pdf.
Masduqi. (2007). Kualitas Air Sebagai Indikator Pengolahan DAS. April 13, 2011 pukul 13.45 WIB. http://blog.its.ac.id/masduqi/2007/11/04/kualitas-airsebagai-indikatorpengelolaan-daerah-pengaliran-sungai/ Notodarmojo, S., 2005. Tanah dan Air tanah; ITB , Bandung. Purwanti. 2006. Pemodelan Salinitas Air Tanah Di Surabaya Timur. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III. Mei 15, 2011 pukul 22.15 WIB.
www.mmt.its.ac.id/library/wp-content/uploads/2008/06/30/8-
prosidingipung-ok. Salvato, J.A. 1972. Enviromental Enigineering and Sanitation. John Willy & Sons, New York. Sandy, I Made. 1996. Republik Indonesia Geografi Regional Depok; Geogarfi FMIPA UI. ____________. 1987. Iklim Regional Indonesia. Depok: Geografi FMIPA UI. Slamet, 1994, Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Seyhan, E., (1997). Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sparks, Donald L.( 2003) Environtmental Soil Chemistry.Second edition. USA: Elsevier Science. Soemarto., 1995, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta Sundra, I Ketut. (1997). “ Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kualitas Air Sumur Gali di Sekitar Tempat Pembuangan Sampah Akhir Sampah Suwung Denpasa Bali.” Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 19:3, 206-214
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
81
____________.2006. Kualitas Air Bawah Tanah Di Wilayah Pesisir Kabupaten Badung. Jurnal Ecotrophic Volume 1 No 2. 1 Juli 2009 Mei 2011 pukul 14.45 WIB. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/i%20ketut%20sundra.pdf. Tchobanaglous, G.H. Theisen & R. Elliasen. 1977. Solid Waste. Mc. Graw-Hill, Tokyo Wallce H.F. & Arthur W.W., 1986. Soils inWaste Treatment an Utilization, Boca Raton, florida.
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Lampiran 1. Kedalaman Muka Airtanah dan Jarak Lokasi Sampel Terhadap TPA Cipayung No
Titik
1
MAT
Koordinat LS -6°25'8.51"
(meter) 8.0
Jarak (m)
A1
BT 106°47'16.07"
2
A1’
106°47'16.95"
-6°25'8.94"
4.8
6.35
3
A2
106°47'15.11"
-6°25'6.76"
13.0
71.50
4
A3
106°47'12.47"
-6°25'11.13"
0.0
24.27
5
A4(1)
106°47'14.25"
-6°25'17.15"
0.0
37.76
6
A4(2)
106°47'14.27"
-6°25'16.43"
0.0
36.76
7
A4 (3)
106°47'14.27"
-6°25'15.34"
0.0
31.61
8
A5
106°47'13.22"
-6°25'15.85"
0.0
67.36
9
A6
106°47'21.60"
-6°25'22.40"
25.0
72.04
10
A7
106°47'21.38"
-6°25'14.71"
0.1
68.40
11
A8
106°47'20.32"
-6°25'27.26"
0.0
96.45
12
A9
106°47'13.98"
-6°25'11.66"
0.0
24.86
13
A10
106°47'18.95"
-6°25'7.40"
3.2
63.00
14
B1
106°47'9.63"
-6°25'11.30"
6.3
106.95
15
B2
106°47'9.98"
-6°25'5.94"
14.0
183.65
16
B3
106°47'21.50"
-6°25'4.72"
17.0
169.66
17
B4
106°47'24.66"
-6°25'16.81"
10.5
153.06
18
B5
106°47'23.41"
-6°25'22.38"
18.0
125.45
19
B6
106°47'22.93"
-6°25'25.99"
3.1
137.42
20
B7
106°47'13.80"
-6°25'29.07"
3.8
130.46
21
B8
106°47'8.49"
-6°25'24.10"
7.6
177.34
22
C1
106°47'13.07"
-6°25'0.39"
10.0
276.51
23
C2
106°47'19.04"
-6°25'0.75"
6.6
264.46
24
C3
106°47'23.77"
-6°25'31.15"
3.5
256.07
25
C4
106°47'4.89"
-6°25'22.88"
8.0
288.50
26
C5
106°47'5.73"
-6°25'12.70"
13.5
226.99
27
C6
106°47'11.21"
-6°25'30.95"
15.0
214.87
28
D1
106°47'19.60"
-6°24'57.28"
4.4
372.35
29
D2
106°47'28.03"
-6°25'4.08"
2.1
332.20
30
D3
106°47'4.73"
-6°25'3.76"
9.0
344.75
31
E1
106°47'1.06"
-6°25'5.11"
9.0
419.67
32
E2
106°47'16.48"
-6°24'54.42"
17.5
449.11
33
E3
106°47'29.05"
-6°24'59.69"
6.0
438.63
16.23
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Lampiran 2. Hasil Pengujian Nilai Konsentrasi Parameter Airtanah Waktu Tidak Hujan dan Hujan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Titik A1 A1’ A2 A3 A4(1) A4(2) A4(3) A5 A6 A7 A8 A9 A10 B1 B2 B3 B4 B5
Tanggal Pengambilan TH H 23-Apr-11 5 Mei 2011 23-Apr-11 5 Mei 2011 23-Apr-11 5 Mei 2011 20-Apr-11 5 Mei 2011 20-Apr-11 5 Mei 2011 20-Apr-11 5 Mei 2011 20-Apr-11 5 Mei 2011 20-Apr-11 12 Mei 2011 20-Apr-11 12 Mei 2011 20-Apr-11 12 Mei 2011 20-Apr-11 12 Mei 2011 20-Apr-11 5 Mei 2011 23-Apr-11 5 Mei 2011 20-Apr-11 12 Mei 2011 23-Apr-11 12 Mei 2011 23-Apr-11 12 Mei 2011 20-Apr-11 12 Mei 2011 20-Apr-11 5 Mei 2011
Waktu TH H 10.4 9.23 10.5 9.3 11.25 9.45 10.13 9.5 10.28 10.05 10.4 10.1 10.42 10.13 10.51 10 11.22 9.58 11.4 10.15 13.05 9.4 12.08 10.19 10.55 10.2 11.45 10.17 14.15 9.24 11.4 10.34 14.05 10.45 14.16 11.05
TDS TH 52.2 53.2 72.4 103 2380 2250 2200 93.9 323 166 91.6 2600 72.9 73 51.9 71 177 168
H 50.3 48.4 78.3 105.6 2460 2050 2100 145 234.8 178 87 2300 74.4 65.3 62 87.2 165 152
DHL TH 87 93 110 138.2 3630 3670 2730 173 118.5 302 142.2 4720 119 114 75 111 324 323
Nitrat H 93 84 118 143 3750 3560 2650 544 108.9 300 134.3 3450 125.2 105.6 79.2 125.7 287.5 297
TH 5.6 5.2 5.7 33 3.4 3.1 0 10.5 1.3 0.7 1.6 1.8 2.7 32 2.3 5.9 0.5 0.34
H 3.4 4.5 20.4 7.8 8.5 1.3 0.7 6.5 0 0 1.9 1.75 1.8 3.4 4.2 17.7 0 4.4
Amoniak TH H 0 0.01 0 0.01 0 1.42 0.27 0.56 0.3 0 0.25 0.36 0.05 0.41 0 0 0.01 0.71 0.34 0.48 0.44 1.26 0.5 0.01 0 0.03 0.03 0 0 0 0 0 0 0.68 0 0
Fosfat TH 0.87 2.75 0.5 2.75 2.75 0 0 0.58 0.58 0.83 0.65 0 0.15 0 0.05 0.69 0.25 0.5
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
H 0.57 0.72 2.75 2.75 0 0.67 0.81 0.75 1.04 2.75 2.75 1.79 1.7 2.75 0.53 0.15 0.53 2.75
Lampiran 2. Hasil Pengujian Nilai Konsentrasi Parameter Airtanah Waktu Tidak Hujan dan Hujan (Lanjutan)
No 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 32 33
Tanggal Pengambilan Titik TH H B6 20-Apr-11 5 Mei 2011 B7 20-Apr-11 5 Mei 2011 B8 20-Apr-11 12 Mei 2011 C1 23-Apr-11 5 Mei 2011 C2 23-Apr-11 5 Mei 2011 C3 23-Apr-11 12 Mei 2011 C4 23-Apr-11 12 Mei 2011 C5 23-Apr-11 12 Mei 2011 C6 23-Apr-11 12 Mei 2011 D1 23-Apr-11 12 Mei 2011 D2 23-Apr-11 5 Mei 2011 D3 23-Apr-11 5 Mei 2011 E1 23-Apr-11 12 Mei 2011 E2 23-Apr-11 5 Mei 2011 E3 23-Apr-11 5 Mei 2011 E2 23-Apr-11 5 Mei 2011 E3 23-Apr-11 5 Mei 2011 Keterangan : TH
: Waktu Tidak Hujan
H
Waktu TH 11.52 12.18 12.31 11.42 13 13.48 14.07 14.19 13.56 11.58 13.02 12.15 14.29 12.01 13.09 12.01 13.09
H 11.1 11.15 9.41 11.2 11.25 9.45 9.28 9.15 9.35 9.46 11.35 11.4 9.2 11.46 11.53 11.46 11.53
TDS TH 137 321 132 71 64.6 94.1 117 49.1 108 71.4 180 94.3 112 121 144 121 144
H 123 234 136.8 67.5 75.3 75.3 143 36.9 114 68.3 178.2 87.6 78.5 119.8 156 119.8 156
DHL TH 259 331 222 113 124 152 205 65 172 11912 310 183 236 225 234 225 234
Nitrat H 234 295 238 98 135 127.3 174 64.8 137.7 120 333 196 92.4 234 276 234 276
TH 33 3.52 33 3.8 1.5 2.1 6.9 3.1 11.5 0.5 7.5 8.5 4.1 5.1 12.6 5.1 12.6
H 11.5 0.5 6.8 4.6 22.25 1.2 5.1 0.8 8.1 19.9 18.6 7.8 3.9 4.2 10.3 4.2 10.3
Amoniak TH H 0.06 0 0.02 0.06 0.44 0 0 0.01 0.95 0.02 0 0 0.49 0.48 0 0.37 0 0 0 0.44 0 0 0 0.23 0 0 0.07 0.01 0 0 0.07 0.01 0 0
Fosfat TH 0.34 0.75 0.22 0.21 2.75 0.25 0.14 0.48 0.2 2.75 2.75 1.2 0.23 2.75 0.53 2.75 0.53
: Waktu Hujan
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
H 0.25 0.29 0.38 0.35 0.69 2.22 2.75 2.75 0.8 0.39 2.12 0.75 0.64 0.5 0.34 0.5 0.34
Lampiran 3. Perhitungan Person’s Product Moment antara Jarak dari TPA dengan Konsentrasi TDS 1 (Tidak Hujan) dan TDS 2 (Hujan)
Total Dissolved 1 Total Dissolved 1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed ) N
Total Dissolved 2 1
.938** .000 30
30 Total Dissolved 2
Jarak TPA
Pearson Correlation Sig. (2-tailed ) N
Pearson Correlation Sig. (2-tailed ) N
Jarak TPA
.938** .000 30
1 30
-.03 7 .84 7 30
.042 .82 8 30
-.037 .847 30 .042 .828 30 1 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed ).
Lampiran 4. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan Konsentrasi DHL 1 (Tidak Hujan) dan DHL 2 (Hujan)
Daya Hantar Listrik 1
Daya Hantar Lsitrik 2
Daya Hantar Lis trik 1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1
Daya Hantar Lsitrik 2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.871** .000 30
Jarak TPA
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.262 .161 30
.87 1** .000 30
30
1 30 .229 .223 30
Jarak TPA .262 .161 30 .229 .223 30 1 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed ).
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011
Lampiran 5. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan Konsentrasi Nitrat 1 (Tidak Hujan) dan Nitrat 2 (Hujan) Nitrat 1 Nitrat 1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed ) N
Nitrat 2 1
30 Nitrat 2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed ) N
Jarak TPA
Pearson Correlation Sig. (2-tailed ) N
Jarak TPA
.110 .563 30
-.034 .859 30
1
.224 .235 30
.11 0 .5 63 30
30
-.034 .85 9 30
.224 .235 30
1 30
**. Correlation is signi ficant at the 0.01 level (2-tailed ).
Lampiran 6. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan Konsentrasi Amoniak 1 (Tidak Hujan) dan Amoniak2 (Hujan) Amoniak 2
Amoniak 1
N Amoniak 2
Jarak TPA
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Jarak TPA
1
.008 .965 30
-.019 .9 22 30
.008 .965 30
1 30
-.293 .11 6 30
-.019 .922 30
-.293 .116 30
Person Correlation Sig. (2-tailed) 30
1 30
**. Correlation is signi ficant at the 0.01 level (2-tailed ).
Lampiran 7. Perhitungan Person’s Product Moment antra Jarakdari TPA dengan Konsentrasi Fosfat 1 (Tidak Hujan) dan Fosfat2 (Hujan) Fosfat 1 Fosfat 1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Fosfat 2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Jarak TPA
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 30 -.17 8 .3 47 30 .2 42 .1 97 30
Fosfat 2 -.178 .347 30 1 30 -.331 .0 74 30
Jarak TPA .2 42 .1 97 30 -.331 .0 74 30 1 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed ).
Universitas Indonesia Kualitas airtanah ..., Yuli Nurraini, FMIPA UI, 2011