ESTETIKA BERJILBAB PADA WANITA MUSLIMAH (KAJIAN SOSIAL dan PEDIDIDIKAN ISLAM) Oleh : Ahwy Oktradiksa, M.Pd.I. (Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang) (+62857 3611 4705) A. Pendahuluan Makna keindahan (estetika) Estetika berasal dari Bahasa Yunani, αισθητική, dibaca aisthetike dan dalam bahasa inggris aesthetic yang artinya berhubungan dengan keindahan alam dan keindahan seni. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan. Pada masa kini estetika bisa berarti tiga hal, yaitu: 1. Studi mengenai fenomena estetis 2. Studi mengenai fenomena persepsi 3. Studi mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas “keindahan”, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Nilai keindahan awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Konsep estetika Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa keindahan tidak selalu memiliki rumusan tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan oleh pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal dalam
penilaian keindahan, yaitu the beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan dan the ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika dipandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan. Semua agama, entah didasari atau tidak oleh penganutnya, sudah memasuki suatu krisis yang berlangsung terus dan mendasar”, demikan kata Hendrick Kraeamer, serang tokoh terkemuka dalam gereja protestan. Malachi Martin juga beranggapan bahawa peiode keberhasilan agama-gama tersebut sudah berakhir. Semua berada dalam krisisi karena sudah tidak memberikan jawaban bagi manusia modern terhadap persoalan-persoalan etis mereka. Agama tidak mampu mempersatukan umat manusia. Rumusan-rumusan ajaran dan pemecahan atas berbagai masalah yang dihadapi anusia tidak digubris lagi. Aggapan yang lebih negatif pada agama tidak kurang. Bahakan seorang filosof besar Karl Marx yang menganggap agama sebagai “nafas dari makhluk hidup yang tertindas, hati dari dunia yang tidak berhati, jiwa dari kebekuan yang tak bernyawa, candu masyarakat”. Jhon Davis Garcia yang mendambakan lahirya suatau Moral Society dan Ethical State mengganggap agama, yang karena terjebak dalam birokratisasi sebagai unsur “penindas kemerdekaan dan perusak kesadaran manusia”. Kecenderungan dan kesedian untuk saling belajar dalam dan kalangan beragama, sebagaimna diperlihatkan oleh kegiatan-kegiatan dialog dan semacamnya, haruslah dipupuk terus sehingga gejala aling curiga akan semakin menyusut. Sebab kebangitan kesadaran beragama bisa saja menimbulkan ketegangan dalam hubungan antar kelompok berbagai agama, lebih-lebih dalam suatu masyarakat dimana berbagai agama hidup dan berkembangan dalam keadaan berdampingan dan sekaligus bersaingan. Masing-masing penganut agama merasa mengembang misi luhur utuk mneyampaikan kebenaran dan keaikan pada orang lain. Keberagaman pada hakikatnya adalah penerimaann nilai-nilai yang diyakini sebaai kebenaran mutlak. Akan tetapi, dalam keyataannya manusia
tidak lahir dalam ruang yang hampa budaya dan agama. Karena itu, keberagaman untu sebagian besar pengamat agama apapun tidak bermula dari pilihan bebas. Ia lahir dari proses pewarisan ultimate value dari generasi ke generasi. Tidak mengherankan apabila masala agama dan keberagaman merupakan masalah peka. Bagi msyarakat kita yang majemuk, penumbuhan kesedian untuk saling memahami dan saling menghormati anutan dan keyakinan masing-masing pihak menjadi sangat penting.. Islam berasal dari kata salam yang berarti “damai” dan juga berarti “menyerahkan diri”, maka keseluruhan pengertian yang dikandung nama ini adalah kedamaian yang terwujud jika hidup seseorang diserakan kepada Allah SWT. Agama Islam yang datang sebagai agama terakhir melihat bahwa ada orang-orang yang menyimpan penyakit di hati mereka, memandang jelek dan rendah kepada wanita. Mereka memperturutkan hawa nafsu mereka, melalui mata dan angan-angan di dalam hati. Karena hal itu bertentangan dengan agama, maka Al-Qur‟an menetapkan batas baginya dan mengharamkan apa saja yang bertentangan dengan agama, etika dan kemanusiaan. Islam kemudian memerintahkan wanita-wanita muslim untuk memakai jilbab sebagai busana muslimah yang membedakan orang-orang muslim dengan non-muslim. Meskipun sebenarnya jilbab sudah ada sebelum Islam datang, Islam memberikan ketetapan yang begitu jelas dalam Al-Qur‟an sebagai panduan bagi seluruh kaum muslimah dalam berbusana. Namun, dalam kenyataan sekarang ini banyak sekali jenis pakaian muslimah, dalam hal ini jilbab yang tidak sesuai dengan apa yang digambarkan dalam Al-Qur‟an. Karenanya, dalam makalah ini penulis akan memaparkan beberapa syarat dan kriteria jibab menurut Islam. Berbusana muslimah selain menjadi sarana untuk menjaga pandangan dari nafsu syahwat, juga memberikan pengaruh dalam persepsi sosial dan tingkah laku seseorang untuk tetap berusaha berada dalam aturan Islam. Makna Pendidikan. Para ahli pendidikan banyak mengalami kesulitan dalam mendefenisikan pendidikan, karena aspek pendidikan pada manusia sangatlah luas. Ada yang
berpendapat bahwa pendefenisian makna pendidikan seluas kehidupan manusia. Pendidikan bisa berlangsung tanpa guru misalkan belajar pada lingkungang terdekat dan alam secara otodidak, ini bisa masuk dalam kategori pendidikan. Dalam pada itu, ada ahli pendidikan yang berpendapat lain, dalam pendidikan harus ada yang memberi dan menerima. Pendidikan mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi konservatif dan progresif. Fungsi konservatif pendidikan dalah bagaiamna mewariskan dan mempertahankan cita-cita dan budaya suatu masyarakat kepada generasi penerus, sedangkan fungsi progresif ialah bagaimana aktivitas pendidikan dapat memberikan bekal ilmu pengetahuan dan pengembangannya, penanaman nilai-nilai dan bekal keterampilan mengantisipasi masa depan, hingga generasi penerus mempunyai bekal kemampuan dan kesiapan untuk menghadapi tantangan masa kini. Secara umum tujuan pedidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik namun disisi lain juga akan menjadi percuma (useless) jika tidak ada melakukan pengarahan. Misalkan pendidikan Islam yang dibarengi tujuan Islam yaitu pertama, menyelematkan generasi muda dari menjadi korban hawanafsu karena pengaruh paham materialisme, kedua, menyelematkan anakanak yang terjauhkan dari ajaran dan nlai-nilai agama (Islam). begitulah konsep dan tugas pendidikan Islam yaitu menumbuhkembangkan potensi peserta didik seklaigus mengarahkan sesuai dengan tujuan dan visi-visi pendidikan Islam. B. Pembahasan 1. Jilbab dan Kriterianya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jilbab berarti sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Arti kata jilbab ketika Al Quran diturunkan adalah kain yang menutup dari atas sampai bawah, tutup kepala, selimut, kain yang di pakai lapisan yang kedua oleh wanita dan semua pakaian wanita, ini adalah beberapa arti jilbab seperti yang dikatakan Imam Alusiy dalam tafsirnya Ruuhul Ma`ani. Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan; Jilbab berarti kain yang lebih besar
ukurannya dari khimar (kerudung), sedang yang benar menurutnya jilbab adalah kain yang menutup semua badan. Jilbab adalah istilah untuk pakaian wanita sejenis baju kurung yang menutupi seluruh tubuh terkecuali wajah dan telapak tangan. Adapun beberapa pengertian jilbab dari beberapa referenci : a. Diterangkan dalam kamus al Muhith, jilbab adalah pakaian yang luas untuk wanita yang dapat menutupi pakaian rumahnya seperti milhafah (mantel). b. Tafsir Jalalain memberikan arti jilbab sebagai kain yang dipakai seorang wanita untuk menutupi tubuhnya. c. Jauhari dalam Ash Shihah mengatakan jilbab adalah kain penutup tubuh wanita dari atas sampai bawah. d. Khaththath Usman Thaha dalam Tafsir wa Bayan menjelaskan jilbab adalah apa-apa yang dapat menutupi seperti seprai atas tubuh wanita hingga mendekati tanah. e. Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq menerangkan jilbab adalah baju mantel. f. Dalam Kitab Mujam al Wasith jilbab diartikan sebagai pakaian yang menutupi seluruh tubuh atau pakaian luar yang dikenakan diatas pakaian rumah seperti mantel. Islam sudah menyatakan dalam beberapa anjuran tentang jilbab dan kewajiban berjilbab atau dalam bahasa Al-Qur‟an disebut hijab yang selalu dihubungkan dengan larangan menampakkan perhiasan yang diterangkan dalam Al-qur‟an (Al-Ahzab : 59) dan (An-Nur 24 : 31) sebagai berikut : Artinya : Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (AlAhzab : 59) Ayat di atas turun ketika wanita merdeka (seperti wanita-wanita sekarang) dan para budak wanita (wanita yang boleh dimiliki dan diperjual belikan) keluar bersama sama tanpa ada suatu yang membedakan antara keduanya, sementara madinah pada masa itu masih banyak orang-orang fasiq (suka berbuat dosa) yang suka mengganggu wanita-wanita dan ketika diperingatkan mereka (orang fasiq) itu menjawab kami mengira mereka (wanita-wanita yang keluar) adalah para budak wanita sehingga turunlah ayat di atas bertujuan memberi identitas yang lebih kepada wanita-wanita merdeka itu melalui pakaian jilbab. Hal ini bukan berarti Islam membolehkan untuk mengganggu budak pada masa itu, Islam memandang wanita merdeka lebih berhak untuk diberi penghormatan yang lebih dari para budak dan sekaligus memerintahkan untuk lebih menutup badan dari penglihatan dan gangguan orang-orang fasiq sementara budak yang masih sering disibukkan dengan kerja dan membantu majikannya lebih diberi kebebasan dalam berpakaian. Ketika wanita anshar (wanita muslimah asli Makkah yang berhijrah ke Madinah) mendengar ayat ini turun maka dengan cepat dan serempak mereka kelihatan berjalan tenang seakan burung gagak yang hitam sedang di atas kepala mereka, yakni tenang-tidak melenggang dan dari atas kelihatan hitam dengan jilbab hitam yang dipakainya di atas kepala mereka. Ayat ini terletak dalam Al Quran setelah larangan menyakiti orang-orang mukmin yang berarti sangat selaras dengan ayat sesudahnya (ayat jilbab), sebab berjilbab paling tidak, bisa meminimalisir pandangan laki-laki kepada wanita yang diharamkan oleh agama, dan sudah menjadi fitrah manusia, dipandang dengan baik oleh orang lain adalah lebih menyenangkan hati dan tidak berorentasi pada keburukan, lain halnya apabila pandangan itu tidak baik maka tentu akan berdampak tidak baik pula bagi yang dipandang juga yang melihat, nah, kalau sekarang kita melihat kesebalikannya yaitu maka itu adalah kesalahan pada jiwa wanita yang perlu dibenarkan sedini mungkin
dan dibuang jauh jauh terlebih dahulu sebelum seorang wanita berbicara kewajiban berjilbab. Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau puteraputera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau puteraputera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan atau anakanak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (An Nuur 24 : 31). Yang dimaksud dengan kata kerudung dalam kalimat “dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya” ialah kain yang menutupi
kepala, leher dan dada. Sedangkan kata al-jayb menunjukkan makna dada terbuka yang tidak ditutup dengan pakaian, atau bahkan yang lebih luas dari itu, yakni dada, perhiasan, pakaian, dan make up. Sedangkan kata perhiasan dimaknai dengan keinginan dan kesenangan wanita untuk dapat mempercantik dan melengkapi dirinya dengan cara apapun, yang nantinya akan ia tampakkan kepada kaum lelaki. Hal ini merupakan fitrah yang tidak mungkin dilarang, karena manusia sangat senang terhadap fitrah dan kesenangannya. Islam datang tidak untuk melarang perhiasan ini, melainkan menertibkan dan menetapkan bentuk-bentuk yang wajar yang tidak mengundang nafsu birahi dan bentuk-bentuk yang dapat menghindarkannya dari kejahatan dan kekejian. Ayat ini merincikan kebaikan yang diinginkan Allah untuk kita, dan menjaga masyarakat dari kehinaan dan kebobrokan. Ayat tersebut menginginkan keselamatan bagi kehidupan manusia dari kobaran nafsu seksual yang tidak sah, agar dapat menjaga diri dari noda dan dosa. Adapun beberapa kriteria jilbab dan pakaian muslimah adalah : a. Menutup aurat. Sebagai tujuan utama jilbab yaitu menutup aurat. Ada pengecualian terhadap wajah dan telapak tangan. Jilbab seharusnya menjadi penghalang yang menutupi pandangan dari kulit. b. Bukan berfungsi sebagai perhiasan. Tujuan kedua dari perintah menggunakan jilbab adalah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian tidaklah masuk akal jika jilbab itu sendiri menjadi perhiasan. c. Kainnya harus tebal. Sebab, yang menutup itu tidak akan terwujud kecuali dengan kain yang tebal. Jika kainnya tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah dan godaan, yang berarti menampakkan perhiasan. Karena itu ulama mengatakan: “Diwajibkan menutup aurat dengan pakaian yang tidak mensifati warna kulit, berupa pakaian yang cukup tebal atau yang terbuat dari kulit. Menutupi aurat dengan pakaian yang masih dapat menampakkan warna kulit
umpamanya dengan
pakaian yang tipis adalah tidak dibolehkan karena memenuhi kriteria „menutupi‟.
hal itu tidak
d. Harus longgar, sehingga tidak menggambarkan sesuatu dari tubuhnya. Tujuan berpakaian adalah menghilangkan fitnah, dan hal itu tidak akan terwujud kecuali pakaian yang digunakan wanita itu longgar dan luas. Jika pakaian itu ketat, maka tetap dapat menggambarkan bentuk atau lekuk tubuhnya, atau sebagian dari tubuhnya dari pandangan mata. Kalau begitu keadaannya, maka sudah pasti akan mengundang kemaksiatan bagi kaum laki-laki. e. Tidak diberi wewangian. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah Saw. yang artinya “Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina …” f. Dari kelima kriteria dan syarat jilbab menurut aturan Islam, maka kita dapat mengambil gambaran yang jelas tentang bagaimana jilbab sebenarnya.
2. Adab jilbab dan cara berpakaian luar yang disyaratkan. Cara memakai jilbab dengan arti aslinya yaitu sebelum diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi bahasa yang baku, adalah aturan yang mana para shahabat dan ulama` berbeda pendapat ketika menafsirkan ayat Al Quran di atas. Perbedaan cara memakai jilbab antara sahabat dan juga antara ulama itu disebab bagaimana idnaa`ul jilbab (melabuhkan jilbab atau melepasnya) yang ada dalam ayat itu. Ibnu Mas`ud dalam salah satu riwayat dari Ibnu Abbas menjelaskan cara yang diterangkan Al Quran dengan kata idnaa` yaitu dengan menutup semua wajah kecuali satu mata untuk melihat, sedangkan shahabat Qotadah dan riwayat Ibnu Abbas yang lain mengatakan bahwa cara memakainya yaitu dengan menutup dahi atau kening, hidung, dengan kedua mata tetap terbuka. Adapun Al Hasan berpendapat bahwa memaki jilbab yang disebut dalam Al Quran adalah dengan menutup separuh muka, beliau tidak menjelaskan bagian separuh yang mana yang ditutup dan yang dibuka ataukah tidak menutup muka sama sekali.
Dari perbedaan pemahaman shahabat seputar ayat di atas itu muncul pendapat ulama yang mewajibkan memaki niqob atau burqo` (cadar) karena semua badan wanita adalah aurat (bagian badan yang wajib ditutup) seperti Abdul Aziz bin Baz Mufti Arab Saudi, Abu Al a`la Al maududi di Pakistan dan tidak sedikit Ulama-ulama` Turky, India dan Mesir yang mewajibkan bagi wanita muslimah untuk memakai cadar yang menutup muka, Hal di atas sebagaimana yang ditulis oleh Dr.Yusuf Qardlawi dalam Fatawa Muashirah, namun beliau sendiri juga mempunyai pendapat bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah tidak aurat yang harus ditutup di depan laki-laki lain yang bukan mahram (laki-laki yang boleh menikahinya), beliau juga menegaskan bahwa pendapat itu bukan pendapatnya sendiri melainkan ada beberapa Ulama` yang
berpendapat sama, seperti
Nashiruddin Al Albani dan mayoritas Ulama`-ulama` Al Azhar, Qardlawi juga berpendapat memakai niqob atau burqo`(cadar) adalah kesadaran beragama yang tinggi yang mana bila dipaksakan kepada orang lain, maka pemaksaan itu dinilainya kurang baik, sebab wanita yang tidak menutup wajahnya dengan cadar juga mengikuti ijtihad Ulama` yang kredibelitas dalam berijtihadnya dipertanggung jawabkan. Sedangkan empat Madzhab, Hanafiyah, Malikiyah, Syafi`iyah dan Hanabila berpendapat bahwa wajah wanita tidaklah aurat yang wajib ditutupi di depan laki-laki lain bila sekira tidak ditakutkan terjadi fitnah jinsiyah (godaan seksual), menggugah nafsu seks laki-laki yang melihat. Sedangkan Syafi`iyah juga ada yang berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah aurat (bagian yang wajib ditutup) seperti yang ada dalam kitab Madzahibul Arba`ah, diperbolehkannya membuka telapak tangan dan wajah bagi wanita menurut mereka disebabkan wanita tidak bisa tidak tertuntut untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya baik dengan jual beli, syahadah (persaksian sebuah kasus), berdakwah kepada masyarakatnya dan lain sebagainya, yang semuanya itu tidak akan sempurnah terlaksana apabila tidak terbuka dan kelihatan.
Ringkasnya, para ulama Islam salafy (klasik) sampai yang muashir (modern) masih berselisih dalam hal tersebut di atas. Bagi muslimah boleh memilih pendapat yang menurut dia adalah yang paling benar dan autentik juga dengan mempertimbangkan hal lain yang lebih bermanfaat dan penting dibanding hanya menutup wajah yang hanya bertujuan menghindari fitnah jinsiyah yang masih belum bisa dipastikan bahwa hal itu memang disebabkan membuka wajah dan telapak tangan saja. Imam Zamahsyari dalam Al Kasysyaf menyebutkan cara lain memakai jilbab menurut para ulama` yaitu dengan menutup bagian atas mulai dari alis mata dan memutarkan kain itu untuk menutup hidung, jadi yang kelihatan adalah kedua mata dan sekitarnya. Cara lain yaitu menutup salah satu mata dan kening dan menampakkan sebelah mata saja, cara ini lebih rapat dan lebih bisa menutupi dari pada cara yang tadi. Cara selanjutnya yang disebutkan oleh Imam Zamahsyari adalah dengan menutup wajah, dada dan memanjangkan kain jilbab itu ke bawah, dalam hal ini jilbab haruslah panjang dan tidak cukup kalau hanya menutup kepala dan leher saja tapi harus juga dada dan badan, Cara-cara di atas adalah pendapat Ulama` dalam menginterpretasikan ayat Al Qur‟an atau lebih tepatnya ketika menafsirkan kata idnaa`(melabuhkan jilbab atau melepasnya kebawah). Nah,mungkin dari sinilah muncul pendapat bahwa berjilbab atau menutup kepala harus dengan kain yang panjang dan bisa menutup dada lengan dan badan selain ada baju yang sudah menutupinya, karena jilbab menurut Ibnu Abbas adalah kain panjang yang menutup semua badan, maka bila seorang wanita muslimah hanya memakai tutup kepala yang relatif kecil ukurannya yang hanya menutup kepala saja maka dia masih belum dikatakan berjilbab dan masih berdosa karena belum sempurna dalam berjilbab seperti yang diperintahkan agama. Namun sekali lagi menutup kepala seperti itu di atas adalah kesadaran tinggi dalam memenuhi seruan agama sebab banyak ulama` yang tidak mengharuskan cara yang demikian. Kita tidak diharuskan mengikuti pendapat salah satu Ulama` dan menyalahkan yang lain karena masalah ini
adalah masalah ijtihadiyah (yang mungkin salah dan mungkin benar menurut Allah Swt) yang benar menurut Allah swt akan mendapat dua pahala, pahala ijtihad dan pahala kebenaran dalam ijtihad itu, dan bagi yang salah dalam berijtihad mendapat satu pahala yaitu pahala ijtihad itu saja, ini apabila yang berijtihad sudah memenuhi syarat-syaratnya. Adalah sebuah kesalahan yaitu apabila kita memaksakan pendapat yang kita ikuti dan kita yakini benar kepada orang lain, apalagi sampai menyalahkan pendapat lain yang bertentangan tanpa tendensi pada argumen dalil yang kuat dalam Al Quran dan Hadist atau Ijma`. Para Ulama` sepakat bahwa menutup aurat cukup dengan kain yang tidak transparan sehingga warna kulit tidak tampak dari luar dan juga tidak ketat yang membentuk lekuk tubuh, sebab pakaian yang ketat atau yang transparan demikian tidak bisa mencegah terjadinya fitnah jinsiyah (godaan seksual) bagi laki-laki yang memandang secara sengaja atau tidak sengaja bahkan justru sebaliknya lebih merangsang terjadinya hal tersebut, atas dasar itulah para ulama` sepakat berpendapat bahwa kain atau model pakaian yang demikian itu belum bisa digunakan menutup aurat, seperti yang dikehendaki Syariat dan Maqasidnya (tujuan penetapan suatu hukum agama) yaitu menghindari fitnah jinsiyah (godaan seksual) yang disebabkan perempuan. Selanjutnya kalau kita mengkaji sebab diturunkannya ayat di atas yaitu ketika orang-orang fasiq mengganggu wanita-wanita merdeka dengan berdalih tidak bisa membedakan wanita-wanita merdeka itu dari wanitawanita budak (wanita yang bisa dimiliki dan diperjual belikan), maka kalau sebab yang demikian sudah tidak ada lagi pada masa sekarang, karena memang sudah tidak ada budak, maka itu berarti menutup dengan cara idnaa` melabuhkan ke dada dan sekitarnya agar supaya bisa dibedakan antara mereka juga sudah tidak diwajibkan lagi, adapun kalau di sana masih ada yang melakukan cara demikian dengan alasan untuk lebih berhati-hati dan berjaga-jaga dalam mencegah terjadinya fitnah jinsiyah (godaan seksual), maka adalah itu masuk dalam katagori sunnat dan tidak sampai kepada kewajiban yang harus dilaksanakan.
Namun bisa jadi ketika jilbab sudah memasyarakat sehingga banyak wanita berjilbab terlihat di mall, pasar, kantor, kampus dan lain sebagainya, namun cara mereka sudah tidak sesuai lagi dengan yang diajarkan agama, misalnya tidak sempurna bisa menutup rambut atau dengan membuka sebagian leher. Atau ada sebab lain, misalnya berjilbab hanya mengikuti trend atau untuk memikat laki-laki yang haram baginya atau disebabkan para muslimah yang berjilbab masih sering melanggar ajaran agama di tempat-tempat umum yang demikian itu bisa mengurangi dan bahkan menghancurkan wacana keluhuran dan kesucian Islam, sehingga sudah saatnya dibutuhkan kembali adanya pilar pembeda antara yang berjilbab dengan rasa kesadaran penuh atas perintah Allah Swt dalam Al Quran dari para wanita muslimah yang hanya memakai jilbab karena hal-hal di atas tanpa memahami nilai berjilbab itu sendiri. Mungkin di saat seperti itulah memakai jilbab dengan cara melabuhkan ke dada dan sekitarnya diwajibkan untuk mejadi pilar pembeda antara jilbab yang ngetrend dan tidak Islami dari yang berjilbab yang Islami dan ngetrend serta mengedepankan nilai jilbab dan tujuan disyariatkannya jilbab itu. Asy Syaih Athiyah Shoqor (Ulama` ternama Mesir) ketika ditanya hukum seorang wanita yang cuma mengenakan penutup kepala yang bisa menutup rambut dan leher saja tanpa memanjangkan kain penutup itu ke dada dan sekitarnya, beliau menjawab dengan membagi permasalahan menutup aurat (kepala) itu menjadi tiga : a. Khimar (kerudung) yaitu segala bentuk penutup kepala wanita baik itu yang panjang menutup kepala dada dan badan wanita atau yang hanya rambut dan leher saja. b. Niqob atau burqo`(cadar) yaitu kain penutup wajah wanita dan ini sudah ada dan dikenal dari zaman sebelum Islam datang seperti yang tertulis di surat kejadian dalam kitab Injil. c. Namun kata beliau ini juga kadang disebut Khimar Hijab (tutup) yaitu semua yang dimaksudkan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya fitnah jinsiyah (godaan seksual) baik dengan menahan pandangan, tidak
mengubah intonasi suara bicara wanita supaya terdengar lebih menarik dan menggugah, menutup aurat dan lain sebagainya, semuanya ini dinamankan hijab bagi wanita Nah untuk jilbab atau penutup kepala yang hanya menutup rambut dan leher serta tidak ada sedikitpun cela yang menampakkan kulit wanita, maka itu adalah batas minimal dalam menutup aurat wanita. Adapun apabila melabuhkan kain penutup kepala ke bawah bagian dada dan sekitarnya maka itu termasuk hukum sunat yang tidak harus dilakukan dan dilarang untuk dipaksakan pada orang lain. Beliau juga menambahkan apabila fitnah jinsiyah itu lebih dimungkinkan dengan terbukanya wajah seorang wanita sebab terlalu cantik dan banyak mata yang memandang maka menutup wajah itu adalah wajib baginya, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan selanjutnya, dan bila kecantikan wajah wanita itu dalam stara rata-rata atau menengah ke bawah maka menutupnya adalah sunat. Mungkin yang difatwakan oleh beliau inilah jalan keluar terbaik untuk mencapai kebenaran dan jalan tengah menempuh kesepakatan dalam masalah menutup wajah wanita dan berjilbab yang dari dulu sampai sekarang masih di persengketakan ulama` tentang cara, wajib dan tidak wajibnya. a. Menjulur ke bawah sampai menutupi kedua kakinya (tidak berbentuk potongan atas dan bawah, baik rok atau celana (seluar) panjang) sebab firman Allah SWT: ''Dan hendaklah mereka mengulurkan jilbabjilbabnya ke seluruh tubuh mereka'', yaitu hendaklah diulurkan jilbabnya ke bawah sampai menutup kaki bagian bawah. Sebab diriwayatkan dari Ibnu Umar ra yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ''Barang siapa mengulurkan pakaian karena sombong maka Allah tidak akan memandangnya di hari kiamat. b. Bukanlah pakaian tipis sehingga warna kulit dan lekuk tubuhnya tampak. Dari Usamah bin Said Ra: ''Rasulullah SAW pernah memberikan kain qibthi (sejenis kain tipis). Kain ini telah beliau terima sebagai hadiah dari Dahtah Al Kalabi tetapi kemudian kain tersebut akan aku berikan kepada
istriku, maka tegur Rasulullah kepadaku: ''Mengapa tidak mau pakai saja kain qibthi itu?'' Saya menjawab: ''Ya Rasulullah, kain itu telah saya berikan kepada istriku''. Maka sabda Rasulullah: ''Suruhlah dia mengenakan pula baju di bagian dalamnya (kain tipis itu) karena aku khawatir nampak lekuk-lekuk tubuhnya'' (HR Ahmad). Dan diriwayatkan pula dari Aisyah Ra (HR Abu Daud). c. Bukanlah pakaian yang menyerupai laki-laki (seperti celana (seluar) panjang), tetapi bila sebagai tsaub/pakaian adalah boleh. Sebagai pakaian dalam, celana panjang tersebut panjangnya hendaklah lebih pendek daripada jilbab itu sendiri. ''Rasulullahmelaknat laki-laki yang berpakaian seperti wanita dan melaknat wanita yang berpakaian seperti pakaian lakilaki.'' '(HR Abu Daud). d. Tidak memakai wangi-wangian yang sampai menyebarkan bau yang dapat menarik perhatian laki-laki. Sabda Rasul SAW: ''Siapa saja wanita yang memakai wewangian kemudian berjalan melewati suatu kaum dengan maksud agar mereka mencium harumnya, maka ia telah berzina.'' (HR Nasa'i, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah).
3. Pengaruh Jilbab Sebagai Busana Muslimah dalam Pergaulan Perintah memakai busana muslimah yang
terdapat dalam QS. Al-
Ahzab: 59 tentang perintah berbusana muslimah akan memberikan beberapa hikmah, yaitu “supaya lebih mudah dikenal, sehingga tidak diganggu”. Busana muslimah, secara langsung ataupun tidak akan memberikan pengaruh pada pembentukan konsep diri. Baik bagi yang memakai, maupun bagi yang memandang. Anita Taylor menyatakan bahwa “konsep diri adalah semua yang anda pikirkan dan anda rasakan tentang diri anda, seluruh kompleks kepercayaan dan sikap tentang anda yang anda pegang teguh”. Konsep diri menentukan perilaku anda. Sebagai contoh, seorang yang memandang dirinya sebagai seorang yang selalu gagal. Seringkali jika upayanya hampir berhasil, ia dipukul oleh kegagalan yang tidak terduga.
Begitu juga akhirnya, bila anda merasa anda bukan orang baik, segala perilaku anda disesuaikan dengan orang tersebut. Anda akan bergaul dengan orang jahat, berbicara kasar, dan melakukan tindakan kejahatan. Dalam psikologi sosial, jilbab sebagai busana muslimah mempunyai tiga fungsi utama, yaitu : a. Diferensiasi, dengan busana muslimah seseorang membedakan dirinya, kelompoknya atau golongannya dari orang lain. Busana memberikan identitas yang memperteguh konsep diri. Kelompok anak muda yang ingin menegaskan identitasnya, berusaha menunjukkan pakaian yang aneh-aneh. Dengan perilaku aneh, ia membedakan dirinya dengan orang tua.
Busana
muslimah
memberikan
identitas
keislaman,
yang
membedakan dirinya dari kelompok wanita yang lain. Dalam dunia modern sekarang ini, banyak wanita yang mencari-cari identitas dengan menampilkan pakaian-pakaian yang sedang in atau menjadi mode zaman. Seorang wanita yang tiba-tiba naik pada posisi tinggi mengalami krisis identitas. Untuk memperteguh identitas dirinya, ia akan mencari busana yang melambangkan status barunya. b. Perilaku, busana muslimah bagi seorang muslimah, memberikan citra diri yang stabil. Ia ingin menunjukkan bahwa “Saya adalah muslimah” melalui jilbabnya. Dengan itu, tertanam dalam dirinya untuk menolak segala macam sistem jahiliyah dan ingin hidup dalam sistem islami. Karena itu, selembar kain kerudung yang menutup rambut dan lehernya menjadi simbol keterlibatan pada Islam. Dari sini, busana muslimah mendorong pemakainya berperilaku sesuai dengan citra muslimah. Hal ini dapat dipahami bahwa dengan memakai pakaian seragam kelompok tertentu, seorang menunjukkan – melalui pakaian seragamnya itu – bahwa ia telah melepaskan haknya untuk bertindak bebas dan dalam batas-batas kaidah-kaidah kelompoknya. ABRI yang berpakaian seragam akan merasakan perilakunya berbeda ketika ia berpakaian preman. Santri yang menanggalkan sarung dan peci serta menggantikannya dengan
celana
“blue-jeans”
dan
“t-Shirt”
akan
merasakan
perubahan
pemakainya,
sekaligus
perilakunya. c. Emosi,
Pakaian
mencerminkan
emosi
mempengaruhi perilaku orang lain. Busana muslimah yang diungkapkan secara massal akan mendorong emosi keagamaan yang konstruktif. Emosi dan perilaku sebenarnya kembali kepada fungsi pertama dari pakaian, yakni diferensiasi. Bila kita berjumpa dengan orang lain, kita akan mengkategorikan orang itu dalam satu kategori yang terdapat di dalam memori kita. Kita akan segera mengelompokkan orang ke dalam kategori mahasiswa, cendekiawan, penjahat, dan lain-lain. Kita menetapkan kategori itu berdasarkan gambaran yang tampak, petunjuk wajah, petunjuk bahasa dan petunjuk artifaktual. Dalam waktu yang singkat, kita akan umumnya menggunakan petunjuk artifaktual, dalam hal ini busana. Karena busana terlihat sebelum terdengar. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gibbins pada gadis-gadis sekolah menengah menunjukkan bahwa manusia memang betul-betul menilai orang lain atas dasar busananya dan makna yang disampaikan busana tertentu cenderung disepakati. Wanita yang menggunakan busana muslimah akan selalu dipersepsi dalam kategori muslimah. Boleh jadi, berbagai gambaran tentang kriteria seorang muslimah dikaitkan dengan kategori ini, misalnya wanita saleh, istri yang baik, tahu banyak tentang agama dan lain-lain. Apa pun konotasinya, inti persepsinya tidak mungkin lepas dari kategori muslimah. Dari persepsi itu, orang kemudian mengatur perilakunya terhadap pemakai busana muslimah. Orang tidak akan melakukan perbuatan tidak senonoh, kemungkinan hanya “gangguan” kecil seperti ucapan “Assalamu „Alaikum” untuk bercanda. Inilah barangkali yang dimaksud oleh Allah dengan “sehingga mereka tidak diganggu” . Busana muslimah mempunyai fungsi penegas identitas. Dengan busana itu, seorang muslimah mengidentifikasikan dirinya dengan ajaran Islam. Karena identifikasi ini, ia akan terdorong untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Busana muslimah akan menyebabkan orang lain mempersepsi
pemakainya sebagai wanita muslimah dan akan memperlakukannya seperti dia. 4. Manfaat Jilbab: Manfaat Jilbab Menurut Islam dan Sains Allah memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya untuk kebaikan manusia. Dan setiap yang benar-benar manfaat dan dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, pasti disyariatkan atau diperintahkan oleh-Nya. Di antara perintah Allah itu adalah berjilbab bagi wanita muslimah. Berikut ini beberapa manfaat berjilbab menurut Islam dan ilmu pengetahuan : a. Selamat dari adzab Allah (adzab neraka) “Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok laki-laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang dikepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari jarak yang jauh” (HR. Muslim). b. Terhindar dari pelecehan, banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka sendiri. Karena wanita merupakan
fitnah
(godaan)
terbesar.
Sebagaimana
sabda
Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, “Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari) c. Memelihara kecemburuan laki-laki, Sifat cemburu adalah sifat yang telah Allah subhanahu wata'ala tanamkan kepada hati laki-laki agar lebih menjaga harga diri wanita yang menjadi mahramnya. Cemburu merupakan sifat terpuji dalam Islam. “Allah itu cemburu dan orang beriman juga cemburu. Kecemburuan Allah adalah apabila seorang mukmin menghampiri apa yang diharamkan-Nya.” (HR. Muslim). Bila jilbab ditanggalkan, rasa cemburu laki-laki akan hilang. Sehingga jika terjadi pelecehan tidak ada yang akan membela. d. Akan seperti biadadari surga
“Dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, mereka tak pernah disentuh seorang manusia atau jin pun sebelumnya.” (QS. Ar-Rahman: 56) “Mereka laksana permata yakut dan marjan.” (QS. Ar-Rahman: 58) “Mereka laksan telur yang tersimpan rapi.” (QS. Ash-Shaffaat: 49) Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga. Yaitu menundukkan pandangan, tak pernah disentuh oleh yang bukan mahramnya, yang senantiasa dirumah untuk menjaga kehormatan diri. Wanita inilah merupakan perhiasan yang amatlah berharga. Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga.
e. Mencegah penyakit kanker kulit, kanker adalah sekumpulan penyakit yang menyebabkan sebagian sel tubuh berubah sifatnya. Kanker kulit adalah tumor-tumor yang terbentuk akibat kekacauan dalam sel yang disebabkan oleh penyinaran, zat-zat kimia, dan sebagainya. Penelitian menunjukkan kanker kulit biasanya disebabkan oleh sinar Ultra Violet (UV) yang menyinari wajah, leher, tangan, dan kaki. Kanker ini banyak menyerang orang berkulit putih, sebab kulit putih lebih mudah terbakar matahari. Kanker tidaklah membeda-bedakan antara laki-laki dan wanita. Hanya saja, wanita memiliki daya tahan tubuh lebih rendah daripada lakilaki. Oleh karena itu, wanita lebih mudah terserang penyakit khususnya kanker kulit. Oleh karena itu, cara untuk melindungi tubuh dari kanker kulit adalah dengan menutupi kulit. Salah satunya dengan berjilbab. Karena dengan berjilbab, kita melindungi kulit kita dari sinar UV. Melindungi tubuh bukan dengan memakai kerudung gaul dan baju ketat. Kenapa? Karena hal itu percuma saja. Karena sinar UV masih bisa menembus pakaian yang ketat apalagi pakaian transparan. Berjilbab disini haruslah sesuai kriteria jilbab. f. Memperlambat gejala penuaan, penuaan adalah proses alamiah yang sudah pasti dialami oleh semua orang yaitu lambatnya proses pertumbuhan dan pembelahan sel-sel dalam tubuh. Gejala-gejala penuaan
antara lain adalah rambut memutih, kulit keriput, dan lain-lain. Penyebab utama gejala penuaan adalah sinar matahari. Sinar matahari memang penting bagi pembentukan vitamin Dyang berperan penting terhadap kesehatan kulit. Namun, secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa sinar matahari merangsang melanosit (sel-sel melanin) untuk mengeluarkan melanin, akibatnya rusaklah jaringan kolagen dan elastin. Jaringan kolagen dan elastin berperan penting dalam menjaga keindahan dan kelenturan kulit.
C. Kesimpulan 1. Perintah berjilbab menjadi salah satu aturan Islam yang harus ditaati oleh setiap muslimah. 2. Beberapa kriteria jilbab menurut aturan Islam yaitu : Menutup aurat, bukan berfungsi sebagai perhiasan, kainnya harus tebal, harus longgar, tidak diberi wewangian 3. Pengaruh jilbab sebagai busana muslimah dalam pergaulan antara lain dalam hal diferensiasi, perilaku dan emosi. 4. Berbusana muslim menjadi hal yang harus bagi setiap muslimah dengan tetap memperhatikan syarat dan kriteria busana menurut Islam. D. Daftar Pustaka Abdul Hasan al-Ghaffar, Abdur Rasul. Wanita Islam dan Gaya Hidup Modern. Bandung : Pustaka Hidayah, 1995. Al-Ghifari, Abu. Kudung Gaul-Berjilbab Tapi Telanjang. Bandung : Mujahid, 2002. Article VOA-Islam Manfaat Jilbab Menurut Islam Dan Sains, Edisi tanggal 18 Desember 2009. Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang : CV. Karya Toha Putra, 1995.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III. Jakarta: Balai Pustaka, 1990. Nashiruddin al-Abani, Muhammad. Jilbab Wanita Muslimah. Solo : Pustaka Attibyan, 1999. Rakhmat, Jalaluddin. Islam Alternatif. Bandung : Mizan, 1998. Taylor, Anita. Komunikasi. Bandung : Pustaka Setia, 1993. Wikipedia
Bahasa
Indonesia,
ensiklopedia
bebas,
Situs
id.wikipedia.org/wiki/Estetika, diambil hari Senin, Sept 27,2010. Hendrick Kraeamer, World Cultures adnd World Religions: The Coming Dialogue, Westminster Press: philadephia, 1960. Malachi Martin, The Encounter, Religio in Crisis, Michael Joseph: London, 1969. Jhon David Garcia, The Moral Society, A Rational Alternative to death, The Julian Press: New York, 1971. Huston Smith (Djohan Efendi pengantar), Agama-Agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008. Muhadjir, Noeng, Ilmu Pendidikan dan Perubahan sosial, (Edisi V, Yogyakarta: Rake Serasin, 2000, Baca pula, H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam,
Tinjauan
Teoritis
dan
Praktis
Berdasarkan
Pendekatan Interdisiplinier, Jakarta: Bumu Aksara, 2008. Ismail SM, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.