EKO-BRIKET DARI KOMPOSIT BONGGOL JAGUNG, LUMPUR IPAL PT. SIER, DAN SAMPAH PLASTIK LDPE ECO-BRIQUETTE FROM COMPOSITE OF CORNCOB, SLUDGE WWT PT. SIER, AND LDPE PLASTIC WASTE
Riza Octaviany dan IDAA Warmadewanthi Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS email :
[email protected] [email protected]
Abstrak Bonggol jagung, lumpur IPAL PT. SIER dan sampah plastik LDPE merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk energi alternatif, yaitu sebagai eko-briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi dan karakteristik eko-briket yang paling baik dari komposit bonggol jagung, lumpur IPAL PT SIER, dan sampah plastik LDPE. Variabel yang digunakan yaitu metode pembuatan eko-briket dan komposisi eko-briket. Parameter yang digunakan antara lain kadar air, kadar volatile solid, kadar abu, nilai kalor dan kuat tekan. Dua eko-briket terbaik kemudian diuji tingkat emisinya. Setelah itu dilakukan analisis biaya eko-briket. Penelitian ini menunjukkan bahwa eko-briket JK1 memiliki nilai kalor tertinggi yaitu 5.796,33 kal/g. Tingkat emisi eko-briket JK1 masih memenuhi baku mutu emisi pada PERMEN ESDM No. 047 Tahun 2006. Hasil tersebut menunjukkan bahwa eko-briket JK1 merupakan eko-briket terbaik. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan briket JK1 adalah sebesar Rp. 3.332,87/kg.
1
Abstract Corncob, sludge of WWT PT. SIER, and LDPE plastic waste are wastes can be used as alternative energy source. That is eco-briquette. The aim of this research is to investigate the influence of composition and characteristic from the best eco-briquette with corncob, WWT sludge, and LDPE plastic waste. Variables used for this research are the eco-briquette process method and eco-briquette composition. The parameters are water content, volatile solid content, ash content, energy content, and compressive strength. Later on, the emission level during combustion will be tested. The cost product of eco-briquette will be analyzed. This research shows that eco-briquette JK1 has high energy content of 5.796,33 cal/g. The emission of eco-briquette JK1 is still comply the emission standard in Regulation of Minister of Energy and Mineral Resources (PERMEN ESDM No. 047 Tahun 2006). That shows the eco-briquette JK1 is the best eco-briquette. Cost product needed for producing eco-briquette is Rp. 3.332,87/kg. Keyword: eco-briquette, PT SIER sludge, LDPE, corncob
PENDAHULUAN Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa produksi jagung meningkat tiap tahunnya. Produksi jagung pada tahun 2006 sebesar 11.609.463 ton dan meningkat menjadi 13.287.527 ton pada tahun 2007 (bps.go.id, 2009). Hal tersebut berpotensi menimbulkan sampah yang makin banyak, salah satunya adalah bonggol jagung. Selain hal itu terdapat permasalahan sampah kota lainnya, yaitu sampah plastik dan lumpur yang berasal dari aktifitas industri, contohnya lumpur dari Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPAL) PT. SIER di kawasan Rungkut Industri Surabaya. Meningkatnya jumlah sampah bonggol jagung, sampah plastik dan lumpur dijadikan dasar untuk melakukan penelitian dengan menggabungkan sampah-sampah tersebut menjadi eko-briket. Eko-briket ini dibuat dengan dua metode yaitu non karbonisasi dan karbonisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi dan karakteristik eko-briket terbaik yang dibuat dari komposit lumpur IPAL PT. SIER, sampah plastik LDPE, dan bonggol jagung.
2
BAHAN BAKU Bahan-bahan penelitian yang digunakan meliputi: lumpur IPAL PT. SIER, sampah plastik LDPE dan bonggol jagung. Lumpur dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) PT SIER selain berasal dari kegiatan industri juga mengandung limbah domestik. Oleh karena itu selain terdiri dari bahan anorganik (logam-logam) dalam lumpur ini juga terdapat bahan organik. Lumpur yang berasal dari bak pengering lumpur, dimana sebagian besar merupakan biomassa yang berasal dari pengolahan biologis mengandung jumlah organik sebesar 66,707%. (Windiarti, 1997). Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan bomb calorimeter didapatkan nilai kalor untuk lumpur IPAL PT SIER yang berasal dari Sludge Drying Bed sebesar 2.252,76 kal/g. Sampah plastik memiliki nilai kalori yang tinggi. Rendahnya kadar air dan abu dari bahan bakar sampah plastik menjadikannya sebagai bahan bakar yang layak diperhitungkan. Kadar abu sampah plastik berkisar antara 2-4,3% dari beratnya dan kadar air sebesar 10% dari beratnya. Kadar air yang rendah yang terkandung dalam plastik menyebabkan energi panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur pembakarannya lebih sedikit (Arsad dkk,
2006). Nilai kalor plastik
terbesar dimiliki plastik jenis Low Density Polyethylene (LDPE) yaitu sebesar 46,4 MJ/kg atau setara 11.095,2 kal/g (Sorum dkk, 2000). Plastik jenis ini biasanya berbentuk lembaran tipis dan banyak digunakan untuk mangkuk, botol dan wadah/kemasan serta sering pula dimanfaatkan sebagai mainan, containers, beberapa jenis pipa. (Achilias, 2007). Bonggol jagung sebagai biomassa yang dapat diperbarukan memiliki nilai kalor yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan seperti untuk pembuatan bio-ethanol, biodiesel hingga bio-briket. Hasil uji menunjukkan bonggol jagung memiliki nilai kalor sebesar 3939,34 cal/g. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Husada (2008) briket bonggol jagung karbonisasi memiliki nilai kalor sekitar 5.500 cal/g.
3
KARBONISASI Karbonisasi merupakan proses pirolisis atau pembakaran tidak sempurna dengan meningkatkan kandungan karbon yang dibentuk dari materi organik dengan udara terbatas. Menurut Sumaryono dkk.(1990) dalam Lestari (2005), tujuan proses pirolisis adalah untuk mengeluarkan atau menghilangkan zat volatil sehingga diperoleh kadar karbon yang tinggi serta untuk meningkatkan kadar karbon dalam bahan dengan memecah ikatan-ikatan kimianya sehingga dapat meningkatkan nilai energi dan memperbaiki sifat pembakarannya.
METODE PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur IPAL PT. SIER, sampah plastik LDPE, dan bonggol jagung. Perekat yang digunakan adalah lem kanji sementara natrium nitrat dan bentonit digunakan sebagai bahan pembakar dan juga berfungsi untuk memperlama waktu bara. Peralatan yang gunakan dalam pembuatan briket adalah penghancur dan ayakan, drum untuk karbonisasi, neraca analitik, wadah untuk pembuatan briket dan alat pencekat briket. Alat pencetak briket dapat dilihat seperti pada Gambar 1 dan variasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 1 Alat pencetak briket Tabel 1 Variasi Komposisi dan Kode Briket No. 1. 2. 3.
Kode Briket JNK1 JNK2 JNK3
Komposisi 20% JN, 32% LDPE dan 48% LN 40% JN, 24% LDPE dan 36% LN 60% JN, 16% LDPE dan 24% LN
4
Tabel 1 (lanjutan) No.
Kode Briket
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
JNK4 JK1 JK2 JK3 JK4 C1 C2 C3 C4
Komposisi 80% JN, 8% LDPE dan 12% LN 20% JK, 32% LDPE dan 48% LK 40% JK, 24% LDPE dan 36% LK 60% JK, 16% LDPE dan 24% LK 80% JK, 8% LDPE dan 12% LK 0% JN, 100% LDPE dan LN 0% JK, 100% LDPE dan LK 100% JN, 0% LDPE dan LN 100% JK, 0% LDPE dan LK
Keterangan: JNKx = Briket non karbonisasi
JK
= Bonggol jagung karbonisasi
JKx
= Briket karbonisasi
LN = Lumpur non karbonisasi
Cx
= Briket kontrol (pembanding)
LK = Lumpur karbonisasi
JN
= Bonggol jagung non karbonisasi
Uji karakteristik mutu briket terdiri atas kadar air, kadar volatile solid dan kadar abu di laboratorium Jurusan Teknik Lingkungan, nilai kalor di Laboratorium Motor dan Bahan Bakar Jurusan Teknik Mesin dan kuat tekan (compressive strength) yang diuji di laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil dan uji emisi di laboratorium BARISTAND Surabaya. Hasil uji dibandingkan dengan Permen ESDM No. 047 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara dan pembanding lain dari penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan biomassa sebagai bahan baku briket.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Briket Pembuatan briket dalam penelitian ini terdiri dari dua perlakuan terhadap lumpur dan bonggol jagung yang akan digunakan sebagai bahan briket yaitu dengan karbonisasi dan non-
5
karbonisasi. Peralatan yang digunakan untuk karbonisasi pada penelitian ini adalah thermocouple sebagai pengukur suhu, drum yang terbuat dari besi sebagai reaktor karbonisasi, dan kayu sebagai bahan bakar. Proses karbonisasi dilakukan pada suhu ± 250 oC. Reaktor karbonisasi dan thermocouple dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Thermocople dan Reaktor Karbonisasi
Hasil analisis proximate dan nilai kalor bahan baku dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai Kalor dan Proximate Analysis Bahan Baku
No 1.
Jenis bahan
Bonggol Jagung (Awal) Bonggol Jagung Non 2. Karbonisasi 3. Bonggol Jagung Karbonisasi 4. Lumpur (Awal) 5. Lumpur Non Karbonisasi 6. Lumpur Karbonisasi 7. Sampah Plastik LDPE Sumber: Hasil Penelitian
(kal/g) 3.939,34
Kadar air (%) 76,55
Kadar Volatile Solids (%) 22,71
Kadar Abu (%) 0,74
4.383,86
7,27
88,84
3,9
7.112,87 3.060,61 3.060,31 3083,81 11758,3
3,2 40,85 6,41 3,56 0,09
89,57 42,5 65,53 54,7 98,53
7,23 16,65 28,06 41,75 1,38
Nilai Kalor
6
Hasil Uji Mutu Briket Kadar Air Analisis kadar ar untuk mengetahui kandungan air dalam produk briket. Kadar air briket berpengaruh pada proses pembakaran. Briket yang memiliki kadar air yang rendah membuat proses pembakaran berlangsung cepat. Gambar 3 menunjukkan hasil analisis kadar air pada briket lumpur IPAL, sampah plastik LDPE dan bonggol jagung, yaitu dalam range antara 2,74%-6,44%. Pada briket non karbonisasi didapatkan nilai kadar air 4,66%-4,96%, briket karbonisasi 2,77%-3,19%, dan briket kontrol 2,74%-6,44%. 7,00
Kadar Air (%)
6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
JNK1 JNK2 JNK3 JNK4
Kadar Air 4,66
4,84
4,92
4,96
JK1
JK2
JK3
JK4
C1
C2
C3
C4
2,77
2,75
2,91
3,19
4,82
2,74
6,44
4,22
Gambar 3 Kadar Air Briket Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa nilai kadar air tidak melebihi standar kadar air yang terkandung dalam bahan bakar padat (Poespowati, 2009), yaitu antara 10-20%, maupun standar kadar air pada briket bio-batubara (Permen ESDM No 047 Tahun 2006), yaitu maksimal 15%. Selain itu dapat diamati bahwa briket karbonisasi memiliki kadar air yang lebih kecil daripada briket non karbonisasi. Hal itu dapat terjadi karena bonggol jagung dan lumpur karbonisasi dibakar dalam drum tertutup pada suhu ± 250oC.
7
Kadar Volatile Solids Kadar volatile solids (VS) adalah material yang hilang setelah dibakar pada suhu 550ºC dibanding dengan berat basah produk. Kadar VS pada penelitian ini terdiri dari volatile organic (VO) dan fixed carbon (FC). VO adalah bahan hilang menjadi gas atau uap pada proses pembakaran. Makin besar kadar VO maka briket akan lebih cepat terbakar namun juga berakibat pada singkatnya waktu bara briket tersebut. FC atau karbon terikat merupakan karbon dalam keadaan bebas, tidak bergabung dengan elemen lain yang tertinggal setelah bahan yang mudah menguap dilepaskan selama pembakaran. FC mewakili bagian dari bahan yang harus terbakar dalam kondisi padat (UNEP, 2006 dalam Listiyanawati, 2008). Analisis kadar VS pada briket lumpur IPAL, sampah plastik LDPE dan bonggol jagung, yaitu dalam range antara 58,43,97%-87,54%. Pada briket non karbonisasi didapatkan nilai VS 66,41%-79,43%, briket karbonisasi 60,79%-78,82%, dan briket kontrol 58,43%-87,54%. 100,00 90,00 Volatile Solid (%)
80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 JNK1 JNK2 JNK3 JNK4 JK1
JK2
JK3
JK4
C1
C2
C3
C4
Volatile Solid 66,41 68,75 72,39 79,43 60,79 64,05 68,69 78,82 64,20 58,43 87,54 86,62
Gambar 4 Kadar Volatile Solid Briket Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin banyak komposisi bonggol jagung (JNK4 dan JK4), kadar VS yang dimiliki semakin tinggi. Dari empat jenis komposisi briket non karbonisasi dan empat jenis komposisi briket karbonisasi berdasarkan grafik diatas, yang memiliki kadar VS tertinggi adalah JNK4 (80% bonggol jagung non karbonisasi, 8% sampah plastik LDPE dan 12% lumpur non karbonisasi). 8
Nilai Kalor Nilai kalor adalah suatu nilai untuk menyatakan jumlah panas yang terkandung dalam bahan bakar. Briket akan memiliki kualitas yang baik jika memiliki nilai kalor yang tinggi. Analisis nilai kalor briket dalam penelitian dilakukan di laboratorium dengan menggunakan bomb calorimeter. Gambar 5 menunjukkan hasil analisis nilai kalor pada briket lumpur IPAL, sampah plastik LDPE dan bonggol jagung, yaitu dalam range antara 4.440,32 kal/g-6.569,73 kal/g. Pada briket non karbonisasi didapatkan nilai kalor 4.440,32 kal/g-4.804 kal/g, briket karbonisasi 4.644,04 kal/g5.796 kal/g, dan briket kontrol 4.732,40%-6.596,73%. 7.000,00
Nilai kalor (kal/gr)
6.000,00 5.000,00 4.000,00 3.000,00 2.000,00 1.000,00 0,00
JNK1
JNK2
JNK3
JNK4
JK1
JK2
JK3
JK4
C1
C2
C3
C4
Nilai Kalor 4.804,3 4.679,6 4.512,1 4.440,3 5.796,3 5.090,0 5.001,3 4.644,0 4.732,4 4.739,1 4.908,6 6.569,7
Gambar 5 Nilai Kalor Briket Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa semua sampel briket mempunyai nilai kalor melebihi standar bio-batubara, yaitu 4.400 kal/g (Permen ESDM No 047 Tahun 2006). Nilai kalor pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan nilai kalor pada penelitian Putri (2008), yaitu tentang briket dari komposit lumpur IPAL. PT SIER dan plastik LDPE yang memiliki nilai kalor sekitar 1.815,65-4.100,2 kal/g. Selain itu dapat dilihat nilai kalor pada briket karbonisasi lebih besar daripada briket non-karbonisasi. Hal ini dikarenakan perlakuan karbonisasi mampu meningkatkan kadar karbon sehingga menambah nilai kalor briket.
9
Kadar Abu Analisis kadar abu bertujuan untuk mengetahui kadar abu yang terkandung dalam briket. Kadar abu ini perlu diperhatikan, berkaitan dengan pembakaran, karena merupakan residu dari pembakaran. Gambar 6 menunjukkan hasil analisis kadar abu pada briket lumpur IPAL, sampah plastik LDPE dan bonggol jagung, yaitu dalam range antara 6,03-38,83%. Pada briket non karbonisasi didapatkan nilai kadar abu 15,60%-28,93%, briket karbonisasi 17,99%-36,44%, dan briket kontrol 6,03%-38,83%.
Kadar Abu (%)
50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
JNK1 JNK2 JNK3 JNK4
JK1
JK2
JK3
JK4
C1
C2
C3
Kadar Abu 28,93 26,41 22,69 15,60 36,44 33,20 28,40 17,99 30,98 38,83 6,03
C4 9,16
Gambar 6. Kadar Abu Briket Gambar tersebut di atas menunjukkan tren penurunan kadar abu. Semakin banyak lumpur yang terkandung pada briket maka kadar abunya makin tinggi. Jika dibandingkan dengan briket campuran lumpur IPAL PT. SIER dan plastik LDPE yang memiliki kadar abu sekitar 11,4-21,44% (Putri, 2008), briket pada penelitian ini memiliki kadar abu yang lebih besar. Hal tersebut disebabkan karena selain lumpur yang digunakan mengandung banyak pengotor juga karena bonggol jagung karbonisasi menghasilkan banyak abu.
Kuat Tekan Uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan suatu produk jika dikenai suatu beban dengan tekanan tertentu. Tingkat kekuatan tersebut diketahui ketika produk tersebut tidak mampu 10
menahan beban lagi. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua nilai kuat tekan yang dimiliki briket pada penelitian ini berkisar antara 0,135-1,060 kg/cm2. Pada briket non karbonisasi didapatkan nilai kuat tekan 0,413-0,801 kg/cm2, briket karbonisasi 0,343-0,866 kg/cm2, dan briket kontrol 0,1351,060 kg/cm2. Hasil analisa kuat tekan dapat dilihat pada Gambar 7. 1,200
Kuat tekan (kg/cm 2)
1,000 0,800 0,600 0,400 0,200 0,000
JNK1 JNK2 JNK3 JNK4
JK1
JK2
JK3
JK4
C1
C2
C3
C4
Kuat Tekan 0,413 0,775 0,690 0,801 0,642 0,343 0,845 0,866 0,135 0,255 1,060 0,354
Gambar 7. Nilai Kuat Tekan Briket
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa semua nilai kuat tekan yang dimiliki briket pada penelitian ini masih jauh di bawah standar kuat tekan briket bio-batubara pada Permen ESDM No. 047 Tahun 2006, yaitu sebesar 65 kg/cm2. Dalam standar tersebut dijelaskan definisi bio-batubara adalah batubara yang ditambahkan biomassa sebagai bahan bakunya. Hal ini menyebabkan kuat tekan menjadi lebih tinggi karena struktur bio-batubara yang lebih padat dibandingkan dengan briket biomassa. Namun jika dibandingkan dengan briket komposit lumpur IPAL PT. SIER dan plastik LDPE yang memiliki nilai kuat tekan berkisar antara 0,177-0,473 kg/cm2 (Putri, 2008), nilai kuat tekan briket pada penelitian ini masih lebih besar. Selain itu dapat dilihat pada grafik bahwa tidak terjadi tren antara komposisi briket dengan nilai kuat tekan. Hal tersebut terjadi karena briket dibuat dengan hanya menggunakan alat cetak manual. Anggrainy (2005) menjelaskan pemampatan secara manual akan menghasilkan nilai kuat tekan lebih kecil dibandingkan secara mekanis. Nilai kuat tekan sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, ukuran partikel, densitas partikel, jenis perekat,
11
tekanan pemampatan, dan kerapatan produk. Semakin tinggi nilai kerapatan suatu produk, maka semakin tinggi pula nilai kuat tekan yang dihasilkan.
Uji Emisi Briket Uji emisi briket ini bertujuan untuk mengetahui apakah briket yang dihasilkan ramah lingkungan jika ditinjau dari tingkat emisi CO2, CO, NOx dan hidrokarbon. Produk briket yang diuji emisi adalah dua jenis briket terbaik dari briket non karbonisasi dan briket karbonisasi dilihat dari nilai kalor tertinggi. Briket tersebut adalah briket JNK1 dan briket JK1. Tabel 3 Hasil Uji Emisi Briket dan Pembanding Lainnya Emisi Gas Buang (mg/Nm3) CO2 CO NOx Hidrokarbon
Sampel Baku mutu (1)
-
726
140
-
LDPE30T70M40
(2)
-
20,88
0
0
LDPE40T60M40
(2)
-
5,65
0,18
0
628
726
145
12
238
498
126
9
JNK1
(3)
(3)
JK1 Sumber: (1)
PERMEN ESDM No. 047, 2006
(2)
Jannati, 2008
(3)
Hasil uji emisi
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa briket JNK1 dan JK1 cenderung memiliki tingkat emisi yang lebih tinggi dari briket LDPE30T70M40 dan briket LDPE40T60M40. Tingkat emisi CO briket JNK1 tepat pada batas maksimum baku mutu, yaitu sebesar 726 mg/Nm3 dan tingkat emisi NOx briket tersebut melebihi baku mutu, yaitu sebesar 145 mg/Nm3. Sementara itu tingkat emisi CO dan NOx briket JK1 jauh lebih rendah daripada briket JNK1 dan masih memenuhi baku mutu, sehingga dapat dikatakan briket JK1 lebih ramah lingkungan daripada briket JNK1.
12
Analisis Biaya Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan briket. Biaya pembuatan produk briket dihitung dari harga bahan baku yang digunakan dan biaya pengangkutan dari proses pembuatan briket. Hasil perhitungan analisis biaya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Biaya Pembuatan Briket
Produk
Nilai kalor (kal/g)
JNK1 4.804,30 JNK2 4.679,66 JNK3 4.512,11 JNK4 4.440,32 JK1 5.796,33 JK2 5.090,02 JK3 5.001,31 JK4 4.644,04 C1 4.732,40 C2 4.739,18 C3 4.908,65 C4 6.569,73 Sumber: Hasil Perhitungan
Harga per kg (Rp/kg)
Harga per kkal (Rp/kkal)
2.611,04 2.344,51 2.049,88 1.802,32 3.332,87 3.094,21 2.740,57 2.463,48 4.116,35 3.877,21 2.415,53 2.043,66
0,54 0,50 0,45 0,41 0,57 0,61 0,55 0,53 0,87 0,82 0,49 0,31
Perbandingan harga kkal antara briket menunjukkan kecendererungan bahwa semakin besar nilai kalor produk briket maka harga produk briket semakin mahal. Harga briket berkisar antara Rp. 0,41 hingga Rp. 0,54 per kkal untuk briket non karbonisasi, Rp. 0,53 hingga Rp. 0,61 per kkal untuk briket karbonisasi, dan Rp. 0,31 hingga Rp. 0,87 per kkal untuk briket kontrol. Briket JK1 yang memiliki nilai kalor yang paling tinggi di antara briket hasil variasi dan memiliki emisi yang masih di bawah standar emisi pada PERMEN ESDM No. 047 Tahun 2006, biaya pembuatannya sebesar harga Rp. 0,57. Walaupun briket JK1 memiliki biaya pembuatan per kg-nya paling tinggi namun biaya pembuatan per kkal-nya lebih rendah daripada briket JK2 yang nilai kalornya berada di bawah briket JK1.
13
KESIMPULAN Komposisi dan karakteristik eko-briket terbaik pada penelitian ini adalah eko-briket JK1 (20% bonggol jagung karbonisasi, 32% plastik LDPE dan 48% lumpur karbonisasi) yang memiliki nilai kalor 5.796,33 kal/g dan emisinya masih memenuhi baku mutu emisi pada PERMEN ESDM No. 047 Tahun 2006. Biaya yang diperlukan untuk pembuatan eko-briket JK1 sebesar Rp. 3.332,87 per kg atau sebesar Rp. 0,69 per kkalnya.
SARAN Diperlukan penelitian lanjutan tentang penggunaan bonggol jagung dan plastik LDPE sebagai briket mengingat briket kontrol C4 dengan komposisi 100% bonggol jagung karbonisasi memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan dengan briket hasil variasi. Diperlukan juga adanya penelitian pendahuluan untuk menentukan suhu yang sesuai dalam analisis kadar volatile organic dan fixed carbon. Selain kedua hal tersebut, diperlukan alternatif pembakaran yang lebih ekonomis dan efisien untuk proses karbonisasi.
DAFTAR PUSTAKA Achilias, D. S., Roupakias, C., Megalokonomos, P., Lappas, A. A., dan Antonakou, E. V. 2007. Chemical Recycling Of Plastic Wastes Made From Polyethylene (LDPE and HDPE) and Polypropylene (PP). Journal of Hazardous Materials, Vol. 149 (3), hal. 536-542. Anggrainy, A. D. 2005. Briket Sampah sebagai Alternatif Sumber Energi Kalor dan Listrik dengan Metode Refuse Derived Fuel (RDF). Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik
Lingkungan FTSP–ITS, Surabaya. Badan Pusat Statistik. 2009. Harvested Area, Yield Rate and Production of Maize, (http://www.bps.go.id/ dikutip pada 29 Januari 2009)
14
Husada, T. I. 2008. Arang Briket Tongkol Jagung sebagai Energi Alternatif. Artikel Ilmiah Program Penelitian Inovasi Mahasiswa Propinsi Jawa Tengah. Lestari, B. I. 2005. Studi Pembuatan Briket Bioarang dari Sekam Padi dengan Proses Karbonisasi Menggunakan Tungku Sederhana. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP–ITS, Surabaya. Listiyanawati, D. 2008. Eko Briket dari Sampah Plastik dan Lignoselulosa sebagai Alternatif Bahan Bakar. Laporan Tesis Jurusan Teknik Lingkungan FTSP–ITS, Surabaya. PERMEN ESDM No. 047 Tahun 2006. Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara. Poespowati, T. 2009. Efisiensi dan Efektivitas Produk Briket Sampah dengan Pembakaran Alat Pressing. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Bandung 19-20 Oktober 2009. Putri, Y. 2008. Pembuatan Briket dari Komposit Lumpur IPAL PT SIER dengan Sampah Plastik HDPE Dan LDPE sebagai Alternatif Sumber Energi. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS, Surabaya. Sorum, L., Gronli, M. G., and J. Hustad, J. E. 2000. Pyrolisis characteristics and kinetics of municipal solid waste. Journal Fuel, Vol. 80 (9), hal. 1217-1227. Windiarti, Iko. 1997. Studi Penurunan Konsentrasi Cu dengan Memanfaatkan Lumpur dari IPAL PT SIER. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP–ITS, Surabaya.
15