1
ECO-BRIQUETTE DARI KOMPOSIT KULIT KOPI, LUMPUR IPAL PT SIER, DAN SAMPAH PLASTIK LDPE ECO-BRIQUETTE FROM COMPOSITE OF COFFEE HUSK, SLUDGE WWT PT SIER, AND LDPE PLASTIC WASTE Putri Eka Rizki Sudarsono, dan IDAA Warmadewanthi
Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS, Surabaya
e-mail :
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Bahan organik yang berasal dari sampah pertanian, seperti kulit kopi, dapat dimanfaatkan sebagai sumber alternatif energi karena nilai kalornya cukup tinggi, yaitu 4.346,16 kal/g. Demikian pula sisa pengolahan limbah industri, seperti lumpur IPAL PT SIER. Tujuan dari penambahan plastik adalah untuk meningkatkan nilai kalor komposit briket dan mengurangi volume sampah plastik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh komposisi dan karakteristik eco-briquette yang paling baik. Variabel yang digunakan berupa metode dalam proses pembriketan dan komposisi briket. Hasil penelitian menunjukkan briket K1 (32% plastik LDPE, 48% lumpur karbonisasi dan 20% kulit kopi karbonisasi) memiliki nilai kalor 5.416,28 kal/g. Hasil uji emisi menunjukkan emisi eco-briquette K1 lebih rendah dari komposisi lain. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan eco-briquette briket K1 adalah Rp 3.226,45/kg. Kata Kunci :
eco-briquette, kulit kopi, lumpur IPAL PT SIER, sampah plastik LDPE
Abstract
Organic matter from agricultural waste, such as coffee husk, can be used as a renewable energy because of its high energy content value, it is 4.346,16 kal/g. Organic matter from industrial activities, such as WWT sludge, can be used also. This study added plastic for increasing energy content and reducing amount of plastic waste. The aims of
2
research are analyzing the influence of composition and characteristic from the best eco-briquette. Variables used for this research were the method of briquetting process and briquette composition. This research shows K1 has high energy content of 5.416,28 kal/g. The other result of research shows emission of eco-briquette K1 is lower than other composition. Cost product needed for producing eco-briquette K1 is Rp 3.226,45/kg.
Key words :
eco-briquette, coffee husk, sludge WWT PT SIER, and LDPE plastic waste
1. PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi energi terbarukan, seperti biomassa, yang cukup besar sekitar 50.000 MW. Namun jumlah tersebut berbanding terbalik dengan pemanfaatannya yang telah dilakukan (Isroi dan Mahajoeno, 2005). Biomassa merupakan bahan organik yang berpotensi menjadi energi alternatif, umumnya berasal dari hasil perkebunan, pertanian dan produk dari hutan (Syafi’i dalam Husada, 2008). Bahan organik yang berasal dari
sampah pertanian, seperti kulit kopi, dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu sumber alternatif energi. Antolin dalam Subroto (2007) menyatakan bahwa kulit kopi memiliki nilai kalor yang tinggi, kadar air yang rendah, serta kandungan sulfur yang cukup rendah.
Bahan organik yang berasal sisa pengolahan limbah industri, seperti lumpur dari IPAL PT SIER, dapat diterapkan sebagai campuran dalam bahan baku pembuatan briket. Lumpur ini berasal dari bak pengering lumpur, dimana sebagian besar merupakan biomassa yang mengandung bahan organik hingga sebesar 66,71% (Windiarti, 1997). Penambahan plastik sebagai bahan baku briket dirasa menjadi hal yang tepat. Selain dimaksudkan untuk reduksi volume sampah plastik yang dibuang, penambahan plastik juga dilakukan untuk menaikkan nilai kalor briket. Plastik memiliki nilai kalor yang tinggi melebihi nilai kalor batubara, yaitu 11.095,24 kal/g (EPIC, 2004).
3
Kopi
Kopi (Coffea sp.) adalah species tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Biji kopi terletak di dalam buah yang berwarna merah atau ungu, dimana buah pada umumnya mengandung dua inti yang saling berhimpit. Di dalam kopi terdapat beberapa lapisan yang menyusunnya, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Keterangan : 1. Inti biji 2. Biji (endosperm) 3. Silver skin (testa, epidermis) 4. Parchment (hull, endocarp) 5. Lapisan pektin 6. Kulit (mesocarp) 7. Kulit terluar (pericarp, exocarp)
Gambar 1 Bagian-Bagian Kopi (Anonim, 2008a)
Kulit Kopi
Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. Areal perkebunan kopi di Indonesia mencapai lebih dari 1,291 juta hektar dimana 96% diantaranya adalah areal perkebunan kopi rakyat (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006). Melyani (2009 ) menyatakan bahwa pada tahun 2009 produksi kopi Indonesia mencapai total 689 ribu ton. Produksi kopi robusta mencapai 81% dari total produksi (sekitar 557 ribu ton) dan 19% untuk produksi kopi Arabika (sekitar 131 ribu ton).
Kulit kopi selama ini tidak mengalami pemrosesan di pabrik karena yang digunakan hanya biji kopi yang kemudian dijadikan bubuk kopi instan (Baon, 2005). Telah dilakukan usaha untuk mengolah limbah kulit kopi untuk keperluan bahan bakar dalam bentuk padat, dimana pemanfaatannya adalah sama seperti briket batubara (Anonim, 2009). Antolin dalam Subroto
4
(2007) menyatakan bahwa pembakaran limbah kulit kopi menghasilkan kadar sulfur yang rendah. Keringnya kandungan dari limbah kulit kopi akan menguntungkan karena dapat meningkatkan nilai kalor. Saenger, et al. (2001) memperkuat hasil dengan menyatakan bahwa kulit parchment untuk kopi jenis Arabica yang tumbuh di Kenya memiliki kadar air sebesar 10-11%. Kadar air yang tinggi dapat merusak kandungan biji kopi dan menurunkan mutunya. SNI 01-2907-2008 tentang biji kopi telah mensyaratkan batas kadar air dalam pengolahan adalah kopi sebesar 12,5%.
Lumpur IPAL PT SIER
PT SIER mengolah limbah yang berasal dari perkantoran, restoran, dan air limbah yang berasal dari industri yang besar kecilnya kuantitas dan kualitas bervariasi tergantung dari besar kecilnya industri dan pengawasan pada proses pada industri. Pengumpulan air limbah di kawasan PT SIER dilakukan dengan mengalirkan air limbah di kawasan SIER, dimana air limbah dikumpulkan dari berbagai industri melalui saluran air limbah menuju ke bangunan pengolahan air limbah. Sejumlah perkantoran di kawasan SIER menghasilkan air limbah dengan debit bervariasi, antara 5.000-7.500 m3 per hari. Selain debit, air limbah tersebut juga mempunyai karakteristik yang bervariasi (Setiawan, 2004). Lumpur dari IPAL PT SIER selain berasal dari kegiatan industri juga mengandung limbah domestik dan bahan organik. Lumpur yang berasal dari sludge drying bed mengandung jumlah organik sebesar 66,707% (Windiarti dalam Putri, 2008).
2.
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah teknik yang akan dilaksanakan selama penelitian. Persiapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi persiapan alat dan bahan. Langkah-langkah pembuatan briket meliputi beberapa tahapan seperti : Dilakukan pengeringan lumpur dan kulit kopi menggunakan oven pada suhu 105o C.
5
Dilakukan metode karbonisasi dan non karbonisasi pada lumpur dan kulit kopi. Dilakukan pengayakan terhadap lumpur dan kulit kopi dengan ayakan 20 mesh. Dilakukan penimbangan plastik, lumpur, dan kulit kopi sesuai dengan variasi komposisi. Dilakukan pencampuran flakes plastik, lumpur, dan kulit kopi sesuai dengan variasi komposisi. Dilakukan pembuatan perekat untuk adonan briket. Digunakan perekat dari bahan tapioka (lem kanji). Kebutuhan lem kanji disesuaikan dengan berat masing-masing briket yang akan dicetak. Perbandingan antara tepung tapioka dengan air adalah 1:15. Dilakukan pencetakan briket dengan menggunakan alat pencetak berbentuk silinder berukuran diameter luar = 5 cm, diameter dalam = 1 cm dan tinggi = 5 cm. Ditaburkan natrium nitrat dan bentonit di sekeliling briket yang telah dicetak. Dilakukan pengeringan briket yang telah dicetak dengan menggunakan oven pada suhu 105o C.
Pengujian Mutu Produk Briket
Dalam penelitian ini briket yang telah dicetak akan diuji mutunya dengan parameter kadar air, volatile solids, kadar abu, kuat tekan (compressive strength) dan nilai kalor. Dari hasil pengujian tersebut akan diambil dua produk yang memiliki mutu terbaik. Kedua produk ini akan diuji emisi pembakarannya dengan parameter CO, CO2, HC dan NOx. Selain pengujian yang telah disebutkan di atas, dilakukan pula pengujian statistik terhadap hasil analisa yang didapat. Pengujian dilakukan dengan metode korelasi antar parameter penting, seperti analisa proximate dan nilai kalor.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Kadar air dalam proses pembuatan briket turut mempengaruhi kualitas briket. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan briket berjamur sehingga tidak tahan lama dalam pengemasan dan
6
penyimpanan. Pengujian kadar air dilakukan dengan prinsip pemanasan bahan pada suhu 105°C selama 24 jam. Hasil analisis terhadap kadar air sampel diberikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Grafik Analisis Kadar Air Sampel
Pada Gambar 2, kadar air untuk sampel yang tidak dikarbonisasi menunjukkan trend yang semakin meningkat. Hasil analisis kadar air ini meningkat secara signifikan seiring dengan penurunan komposisi plastik yang digunakan. Kadar air tertinggi untuk sampel yang tidak dikarbonisasi dimiliki oleh sampel NK4 (0,37%), yang memiliki komposisi 8% LDPE, 12% LNK dan 80% KKNK. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada sampel karbonisasi. Nilai yang ditunjukkan untuk sampel karbonisasi lebih kecil dibandingkan sampel non karbonisasi. Proses pengarangan memegang peranan yang penting dalam hal ini. Pada suhu di atas 100°C, air yang terkandung dalam sampel akan menguap dan pada suhu yang lebih tinggi (150-200°C) sisa-sisa air yang belum menguap akan keluar terbawa bersama gas (PDII-LPI dalam Lestari, 2005). Sampel K4 merupakan sampel karbonisasi yang memiliki kadar air paling tinggi (0,36%). Komposisi K4 adalah 8% LDPE, 12% LK dan 80% KKK. Kadar air berkaitan dengan nilai kalor karena kadar air yang tinggi dapat menurunkan kalor dalam bahan (UNEP, 2006).
7
Volatile Solids
Volatile solids adalah jumlah bahan organik yang dapat didegradasi, dimana prinsip pengukurannya dilakukan dengan pembakaran pada suhu 550ºC (Tchobanoglous, Theisen, Vigil, 1993). Hasil analisis kadar volatile solids untuk tiap sampel dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Grafik Analisis Volatile Solids Sampel
Pada Gambar 3 diketahui bahwa untuk sampel yang tidak dikarbonisasi, nilai volatile solids yang ditunjukkan cukup tinggi. Sampel non karbonisasi menunjukkan trend yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan komposisi kulit kopi yang digunakan. Kadar volatile solids tertinggi untuk sampel yang tidak dikarbonisasi dimiliki oleh sampel NK4 yang terdiri dari 8% LDPE, 12% LNK dan 80% KKNK. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh sampel kabonisasi. Semakin banyak komposisi kulit kopi yang digunakan, semakin meningkat pula kadar volatile solids yang digunakan. Kadar volatile solids tertinggi dimiliki oleh sampel K4 yang terdiri dari 8% LDPE, 12% LK dan 80% KKK. Seperti yang telah diketahui, karbonisasi dapat menghilangkan bahan volatile dalam sampel sehingga didapatkan karbon yang lebih murni. Saenger, et al. (2001) dan Erol, Haykiri-achma, Kbayrak (2009) memperkuat hasil dengan menunjukkan bahwa analisis volatile solids terhadap beberapa biomassa yang tidak dikarbonisasi menunjukkan hasil yang tinggi.
8
Nilai Kalor
Analisis nilai kalor dalam penelitian ini dilakukan dengan bomb calorimeter system dengan tipe ASTM D-240. Hasil analisis untuk tiap sampel akan diberikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Grafik Analisis Nilai Kalor Sampel
Mengacu pada Gambar 4, diketahui bahwa nilai kalor untuk sampel yang tidak dikarbonisasi menunjukkan hasil yang menurun seiring dengan berkurangnya komposisi plastik yang digunakan. Sampel NK1 merupakan sampel non karbonisasi yang memiliki nilai kalor terbesar, yaitu 4.615,21 kal/g. Penambahan plastik ke dalam bahan baku briket akan meningkatkan nilai kalornya karena nilai kalor erat berhubungan dengan kadar C dalam bahan bakar (Suyitno, 2007).
Hasil analisis terhadap sampel karbonisasi menunjukkan hasil yang sama. Sampel K1 merupakan sampel karbonisasi yang memiliki nilai kalor tertinggi, yaitu 5.416,28 kal/g. Nilai kalor untuk sampel karbonisasi menunjukkan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel non karbonisasi. Karbonisasi akan melepaskan zat terbang (volatil) dan menghasilkan produk berbentuk cair, padat dan gas. Produk padat ini dinamakan arang (char) yang identik dengan karbon (Husada, 2008). Hasil analisis untuk sampel uji menunjukkan bahwa nilai kalor sampel rata-rata
9
berada di atas nilai kalor yang disyaratkan pada nilai kalor biobatubara menurut PERMEN ESDM no. 047 Tahun 2006 (sebesar 4.400 kal/g). Semua sampel kecuali sampel NK4 telah melebihi nilai standard tersebut. Sampel NK merupakan sampel non karbonisasi dengan komposisi kulit kopi yang terbesar (80%).
Kadar Abu
Kadar abu sering dikaitkan dengan adanya kehadiran zat pengotor dalam sampel. Zat pengotor menyebabkan pembakaran sampel menjadi cepat menghasilkan abu dan menghasilkan emisi gas buang yang lebih tinggi. Hasil analisis kadar abu untuk tiap sampel diberikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Grafik Analisis Kadar Abu Sampel
Mengacu pada Gambar 5, tampak bahwa kadar abu baik untuk sampel yang dikarbonisasi maupun tidak dikarbonisasi menunjukkan trend penurunan yang signifikan seiring dengan penurunan komposisi lumpur yang digunakan. Sampel NK1 merupakan sampel non karbonisasi yang memiliki kadar abu tertinggi, yaitu 26,66%. Sampel NK1 tersusun atas 32% LDPE, 48% LNK dan 20% KKNK. Pada hasil analisis tersebut tampak bahwa tingginya kadar abu untuk keseluruhan sampel non karbonisasi disebabkan oleh penggunaan lumpur. Sampel karbonisasi menunjukkan hasil yang sama seperti sampel non karbonisasi. Sampel K4 adalah sampel karbonisasi yang
10
memiliki kadar abu tertinggi diantara semua sampel karbonisasi, yaitu 29,17%. Sampel K4 tersusun atas 32% LDPE, 48% LK dan 20% KKK. Berdasarkan Gambar 5 tampak bahwa kadar abu yang dihasilkan oleh sampel karbonisasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang tidak dikarbonisasi. Hal ini disebabkan adanya perlakuan karbonisasi pada sampel. Selain dapat menghilangkan kandungan zat volatil dan meningkatkan kadar karbon terikat dalam sampel, karbonisasi juga dapat meningkatkan kadar abu pada sampel.
Kuat Tekan
Analisis kuat tekan (compressive strength) dilakukan untuk mengetahui pada tekanan berapa briket akan pecah karena berkaitan dengan proses penyimpanannya dan pengangkutan briket. Bila kuat tekan briket rendah berarti kualitas dari briket tersebut kurang baik karena akan mudah pecah terkena beban berat ataupun dalam pengangkutannya. Alat yang digunakan untuk analisis kuat tekan adalah unconfined compression test machine yang mengacu pada ASTM D-2166-66. Hasil analisis kuat tekan pada sampel briket dapat dilihat pada Gambar 6.
G rafik C o mpres s iv e S tren gth 0.80
0.71 0.63 0.64
0.70 0.55
0.60
0.57
0.57 0.49
0.50 0.40 0.27
0.30 0.20
Gambar 6 Grafik Analisis Kuat Tekan Sampel
C4
C3
C2
C1
K4
K3
K2
K1
NK 4
NK 3
NK 2
0.00
0.11 0.04
NK 1
0.10
0.24 0.14
11
Mengacu pada Gambar 6 tampak bahwa semakin bertambahnya komposisi kulit kopi, kuat tekan yang dihasilkan semakin meningkat baik itu untuk sampel yang dikarbonisasi maupun tidak. Sampel NK4 merupakan sampel yang memiliki kuat tekan terbesar diantara semua sampel, yaitu 0,71 kg/cm2. Sampel NK4 terdiri dari 8% LDPE, 12% LNK dan 80% KKNK. Penggunaan pengempa jenis manual ini juga memberikan pengaruh karena besarnya pembebanan pada tiap briket bergantung pada tenaga yang digunakan. Penggunaan plastik sebagai bahan baku dapat mempengaruhi hasil analisis. Sampel NK1 yang memiliki komposisi plastik paling besar diantara sampel non karbonisasi memiliki nilai kuat tekan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena briket yang dihasilkan akan menjadi lebih rapuh. Hal yang sama juga terjadi pada sampel karbonisasi. Namun, nilai kuat tekan pada sampel karbonisasi naik secara signifikan jika dibandingkan dengan sampel non karbonisasi yang kenaikannya terjadi sangat signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perlakuan karbonisasi terhadap lumpur dan kulit kopi yang digunakan sebagai bahan baku. Sampel K4, yang tersusun atas 8% LDPE, 12% LK, dan 80% KKK, merupakan sampel karbonisasi yang memiliki kuat tekan terbesar diantara sampel karbonisasi (0,64%).
Uji Emisi
Uji emisi dilakukan untuk mengetahui kualitas emisi saat pembakaran briket. Karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (CxHy) merupakan parameter yang akan dilihat tingkat emisinya dalam pengujian ini. Sampel yang digunakan dalam uji emisi masing-masing diwakili oleh sampel briket NK1 untuk sampel non karbonisasi dan sampel K1 untuk sampel yang dikarbonisasi. Hasil dari pengujian terhadap emisi briket ini akan dibandingkan dengan standar emisi kompor dengan bahan bakar briket batubara dan kompor dengan bahan bakar padat berbasis batubara (PERMEN ESDM No. 047, 2006). Pengujian
12
dilakukan pada furnace dan alat ukur emisi jenis Testo 350 M/XL digunakan dalam pengujian. Hasil analisis emisi untuk sampel briket NK1 dan K1 diberikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Analisis Uji Emisi
Hasil Uji Emisi Pembakaran Parameter
Briket (mg/Nm3)
Batas Maksimum (mg/Nm3) *)
NK1
K1
Karbon Dioksida (CO2)
632
428
-
Karbon Monoksida (CO)
756
624
726
Nitrogen Oksida, (NOx)
156
136
140
Hidrokarbon
21
11
-
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa emisi untuk tiap-tiap parameter menunjukkan nilai yang tinggi, berbeda dengan hasil analisis emisi yang telah dilakukan Jannati dan Putri (2008). Hal ini disebabkan digunakannya booth dalam pengujian. Booth bersifat tertutup namun masih memungkinkan udara luar untuk masuk melalui lubang pada cerobong. Penelitian ini menggunakan furnace sebagai alat pembakar. Furnace bersifat tertutup dan tidak ada suplai udara dari luar, sehingga tidak terjadi pengenceran udara pada saat pembakaran. Mengacu pada tabel tersebut diketahui bahwa parameter uji pada NK1 memiliki tingkat emisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan K1. Secara keseluruhan, parameter uji emisi pada briket K1 memiliki nilai yang masih memenuhi standard yang berlaku. Hal ini disebabkan adanya proses karbonisasi. Menurut Sumaryono, dkk. (1990) dalam Lestari (2005), karbonisasi dapat menghilangkan zat volatil, meningkatkan kadar karbon dalam bahan sehingga dapat memperbaiki sifat pembakarannya.
13
Analisa Biaya
Mengacu pada hasil perhitungan diketahui bahwa terdapat kecenderungan semakin besar nilai kalor yang dihasilkan, harga briket akan semakin mahal. Eco-briquette K1 memiliki harga yang paling mahal di antara produk karbonisasi dan non karbonisasi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan adanya biaya pengarangan kulit kopi dan lumpur dalam pembuatannya. Namun, ecobriquette K1 dapat mereduksi volume kulit kopi sebesar 186,52 g, 201, 42 g sampah plastik LDPE, dan 764,73 g lumpur untuk 1 kg produknya.
4. KESIMPULAN
1. Eco-briquette K1 merupakan eco-briquette yang memiliki mutu terbaik diantara komposisi briket yang lain. Eco-briquette K1 memiliki nilai kalor yang tertinggi diantara komposisi briket yang lain. Nilai kalor pada K1 melebihi standard nilai kalor biobatubara, sebagaimana yang telah dituangkan pada PERMEN ESDM No.47 Tahun 2006 (yaitu 4.400 kal/g). 2. Emisi yang dikeluarkan saat pembakaran eco-briquette K1 adalah 428 mg/Nm3 untuk CO2, 624 mg/Nm3 untuk CO, 136 mg/Nm3 untuk NOx, dan 11 mg/Nm3 untuk hidrokarbon. Emisi pembakaran eco-briquette K1 ini masih memenuhi standard yang ditetapkan pada PERMEN ESDM No. 47 Tahun 2006. Sementara, biaya yang diperlukan untuk pembuatan eco-briquette K1 adalah sebesar Rp 3.226,45 per kg atau 0,60 rupiah per kilo kalorinya. DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2008a). Coffea,
Anonim (2008b). Coffe Bean,
14
Anonim (2009). Limbah Kopi Diolah Menjadi Bahan Bakar,
Baon, J. B., Sukasih, R., Nurkholis (2005). Laju Dekomposisi dan Kualitas Kompos Limbah Padat Kopi : Pengaruh Aktivator dan Bahan Baku Kompos. Pelita Perkebunan. Universitas Negeri Jember.
Badan Standardisasi Nasional (2008). Biji Kopi. SNI No. 01-2907-2008. Direktorat Jenderal Perkebunan (2006). Statistik Perkebunan Indonesia 2003 – 2005 (Kopi). Departemen Pertanian. Jakarta.
Environment and Plastic Industry Council (2004). A Review of The options for The Thermal Treatment of Plastic. Canadian Plastics Industry Association (CPIA). Canada.
Husada, T. I. (2008). Arang Briket Tongkol Jagung Sebagai Energi Alternatif. Artikel Ilmiah Program Penelitian Inovasi Mahasiswa Propinsi Jawa Tengah.
Isroi, Mahajoeno, E. (2005). Energi Alternatif Pengganti BBM : Potensi Limbah Biomassa Sawit Sebagai
Energi
Terbarukan,
05_isr+edw.asp, diunduh pada 29 Januari 2009>
Jannati, S. L. (2008). Eco-briquette dari Komposit Sampah Plastik Low-density Polyethylene dan Sampah Lignoselulosa. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.
15
Lestari, B. I. (2005). Studi Pembuatan Briket Bioarang dari Sekam Padi dengan Proses Karbonisasi Menggunakan Tungku Sederhana. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP–ITS. Surabaya.
Melyani,
V.
(2009).
Petani
Kopi
Indonesia
Sulit
Kalahkan
Brasil,
Permen ESDM. No. 047 Tahun 2006 (2006). Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara. Departemen ESDM. Jakarta.
Putri, Y. (2008). Pembuatan Briket dari Komposit Lumpur IPAL PT SIER dengan Sampah Plastik HDPE dan LDPE Sebagai Alternatif Sumber Energi. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Surabaya.
Saenger, M., Hartge, M. U., Werther, J., Ogada, T., Siagi, Z. (2001). Combustion of Coffe Husk. Journal of Renewable Energy, 23, pp. 103–121.
Subroto (2007). Karakteristik Pembakaran Briket Campuran Arang Kayu dan Jerami. Media Mesin, 8. Januari. Jurusan Teknik Mesin - Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Tchobanoglous, G., Theisen, H., Vigil, S. (1993). Integrated Solid Waste Management : Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill International Edition. Singapore.
United Nations Environment Programme (2006). Pedoman Efisiensi Energi Untuk Industri di Asia.