ECO-BRIQUETTE DARI KOMPOSIT BONGGOL PISANG, LUMPUR IPAL PT.SIER DAN PLASTIK JENIS LDPE Feiza Amelia C., Rachmat Boedisantoso dan IDAA Warmadewanthi Environmental Engineering of Civil Engineering and Planning - Institute of Technology Sepuluh Nopember Surabaya
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Bonggol pisang merupakan limbah perkebunan yang jumlahnya terus meningkat. Bonggol pisang selain sifatnya sebagai limbah juga memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu sebesar 3.196,29 Kal/g. Sama halnya dengan lumpur IPAL PT.SIER dan plastik jenis low density polyethylene (LDPE). Kedua jenis limbah tersebut memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu sebesar 2.252,76 Kal/g dan 11.095,24 Kal/g. Berdasarkan tingginya nilai kalor dari ketiga bahan tersebut maka bahan ini dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar, yaitu eco-briquette. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan karakteristik eco-briquette terbaik dan mendapatkan eco-briquette ramah lingkungan ditinjau dari segi emisinya. Dalam penelitian ini pembuatan eco-briquette dilakukan dengan proses karbonisasi dan non-karbonisasi. Ecobriquette dibuat dengan mencampurkan bonggol pisang, dengan sampah plastik LDPE dan lumpur IPAL PT SIER pada komposisi yang berbeda-beda. Dalam pencetakkan eco-briquette, digunakan perekat dari bahan tapioka/kanji. Setelah dilakukan pencetakkan lalu diukur kadar air, kadar volatile solids, kadar abu, nilai kalor, kuat tekan, uji emisi serta analisis biaya. Pada penelitian ini eco-briquette terbaik pada jenis karbonisasi dan non-karbonisasi yaitu jenis NK1 (32% plastik LDPE, 48% lumpur non-karbonisasi, 20% pisang non-karbonisasi) dan K1 (32% plastik LDPE, 48% lumpur karbonisasi, 20% pisang karbonisasi) yang masing-masing memiliki nilai kalor terbaik yaitu 4.414,57 Kal/g dan 3.904,14 Kal/g. Namun dari uji emisi menunjukkan tingkat emisi jenis K1 lebih baik dari jenis NK1. Uji emisi menunjukkan bahwa jenis K1 mempunyai karakteristik emisi dibawah standar emisi pada Permen ESDM No. 047 Tahun 2006. Berdasarkan besarnya biaya, pembuatan eco-briquette tergantung dengan tingginya nilai kalor.
1
Semakin tinggi nilai kalor eco-briquette semakin besar biaya produk yang dihasilkan. Jenis eco-briquette K1 memiliki biaya sebesar Rp 0,72 per kkal dan Rp 2.811,- per kg. Kata kunci: eco-briquette, lumpur PT. SIER, plastik LDPE, bonggol pisang Abstract Waste from agriculture such as banana hump is increasing time by time. Waste banana hump have a high caloric is 3.196,29 Kal/g. Same as sludge PT.SIER and low density polyethylene (LDPE) plastic. Both of wastes have high energy content of 2.252,76 Kal/g and 11.095,24 Kal/g. Based on this energy content, three of this substance can be use an alternative fuel material such as eco-briquette. The purpose in this research is investigated the best composition and characteristic of eco-briquette and from the emission aspect its eco-friendly. In this research, eco-briquette made by mixing banana hump, sludge and LDPE plastic, with eco-briquette composition. The adhesive used tapioca powder. The parameter measured from this research were moisture, volatile solid value, ash content, caloric value, compressive strength, emission and financial analysis. Research from experiment show type K1, with composition of 32% LDPE plastic, 48% sludge, and 20% of carbonated banana hump, has past energy content is 3.904,14 Kal/g. How ever based on all of the type composition C2, with composition 40% LDPE plastic and 60% of carbonated sludge, have the highest value energy content is 4.495,82 Kal/g. The characteristic of emission show K1 has a lower emissions compare than that C2 eco-briquette. Type K1 is still below the standard of Permen ESDM No. 047 Tahun 2006. The financial analyses show that increasing the energy content value will increase the price of energy value. Analysis financial show K1 has Rp 0,72 per kkal and Rp 2.811,- per kg. `Keyword: eco-briquette, sludge of PT. SIER, plastic LDPE, banana hump
PENDAHULUAN Meningkatnya limbah sampah plastik, limbah lumpur dan hasil samping produk pisang menjadi dasar dalam penelitian pembuatan briket, dengan menggabungkan ketiga jenis limbah tersebut. Pada penelitian ini, bahan briket yang dipilih menggunakan jenis plastik Low Density Polyethylene (LDPE), komposit lumpur IPAL PT.SIER dan bonggol pisang. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan komposisi dan karakteristik briket terbaik dari campuran sampah plastik LDPE, lumpur IPAL dan bonggol pisang yang bersifat ramah 2
lingkungan ditinjau dari tingkat emisi hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan karbon dioksida (CO2) pada saat pembakaran, serta harga yang terjangkau oleh masyarakat. BONGGOL PISANG Pisang termasuk tanaman serba guna karena semua bagian tanamannya, mulai dari bonggol (umbi batang pisang), batang, bunga, buah, sampai kulit buahnya dapat dimanfaatkan. Bonggol pisang dimanfaatkan untuk diambil patinya. Pati ini menyerupai pati tepung sagu dan tepung tapioka. Adapun kandungan kimia bonggol pisang pada Tabel 1 berikut : Tabel 1 Komposisi Kimia Bonggol Pisang Kalori
Protein Lemak
H. Ca Arang
(%) Basah 43 0,6 11,6 Kering 245 3,4 66,2 (Daftar Komposisi Bahan Makanan,
15 60
P
Fe
Vitamin
Air
A B C (%) (SI) (mg) (mg) 60 0,5 0,01 12 86 150 2 0,04 4 20
Dir. Gizi, 1979, dalam Muslim, 2008) Berdasarkan komposisi kimia, bonggol pisang dapat dipergunakan sebagai bahan makanan yang cukup baik, karena bonggol pisang cukup banyak mengandung karbohidrat (66,2%), maka pemanfaatannya sebagai bahan makanan (pengganti beras dan gandum paling sederhana) dan juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan alkohol. Alkohol tersebut dapat berfungsi sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) (Muslim 2008). LUMPUR IPAL PT. SIER Lumpur IPAL dari PT. SIER mengandung bahan organik dan bahan anorganik (logamlogam). Lumpur berasal dari Sludge Drying Bed, dimana sebagian besar merupakan biomassa yang berasal dari pengolahan biologis mengandung jumlah organik sebesar 66,707 %. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan bomb calorimeter didapatkan nilai kalor 3
untuk lumpur IPAL PT SIER yang berasal dari Sludge Drying Bed sebesar 2252,76 cal/g. (Putri, 2008). SAMPAH PLASTIK Low Density Polyethylene (LDPE) LDPE memiliki titik leleh 100ºC (Mustafa, 1993) dan memiliki nilai kalori sebesar 46,6 MJ/kg (11.095,24 Kal/g). Nilai kalor dari LDPE lebih besar dibandingkan nilai kalor dari HDPE. Hal ini disebabkan HDPE memiliki densitas yang lebih besar (Kartikasari, 2008). Namun, plasik jenis ini mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi. Titik lelehnya berkisar antara 105-115oC. Biasanya digunakan untuk mangkuk, botol dan wadah/kemasan (Julie, 2006, dalam Wulandari, 2008). Selain itu plastik jenis LDPE ini memiliki kelembaban yang rendah sehingga tidak membutuhkan suhu yang tinggi untuk mencapai temperatur pembakarannya (Sorum et al, 2001). KARBONISASI Proses karbonisasi ini melalui pengarangan dengan memasukkan batu bara pada suhu antara 550-600 C selama 5-6 jam, di mana hasil yang diperoleh dan pengarangan hanya sekitar 50% dari berat awal. Tujuan dari proses Karbonisasi adalah menaikkan kadar karbon padat dan menghilangkan sebagian zat terbang sehingga dihasilkan semi kokas dengan kandungan zat terbang yang ideal 815% dengan nilai kalori yang cukup tinggi di atas 6.000 kkal/kg (Anonim, 2009a). STANDAR EMISI KOMPOR BERBAHAN BAKAR BRIKET BATU BARA Berdasarkan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral No. 047 Tahun 2006, standar emisi kompor briket batubara dan bahan bakar berbasis batubara dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tabel dapat dilihat nilai ambang batas maksimum dari briket batubara.
4
Tabel 2 Standar Emisi Kompor Briket Batubara dan Bahan Bakar Berbasis Batubara No.
Parameter
Batas Maksimum (mg/Nm3)
1.
Total Partikel
250
2
Karbon Monoksida, CO
726
3
Sulfur Dioksida, SO2
130
4
Nitrogen Oksida, NO2
140
Keterangan :
Nitrogen Oksida meliputi Nitrogen Dioksida (NO2) dan Nitrogen Monoksida (NO), dinyatakan dalam NO2.
Konsentrasi gas dan partikel dikoreksi terhadap 10% O2.
Volume gas dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atm).
METODA PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur IPAL, bonggol pisang, plastik LDPE, lem kanji, natrium nitrat, dan bentonit. Sedangkan peralatan yang gunakan dalam pembuatan briket adalah alat cetak briket, wadah untuk pengeringan, penghancur dan ayakan, wadah untuk pembuatan formula briket, neraca analitik, reaktor karbonisasi, furnace dan oven. Alat pencetak briket dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Alat Pencetak Briket Penelitian ini akan dilakukan dengan 2 (tiga) variabel pengujian, yaitu: Variasi metode pembuatan briket (Karbonisasi dan Non-Karbonisasi) 5
Variasi komposisi dari bahan briket Variasi briket untuk plastik dan lumpur selalu berbanding 40% dan 60%, sedangkan untuk bahan bonggol pisang sendiri dengan persentase 100% sebagai kontrol. Tabel 3. Variasi Komposisi dan Kode Briket No.
Kode briket
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
NK1 NK2 NK3 NK4 K1 K2 K3 K4 C1 C2 C3 C4
Kode briket dan Komposisi (32% LDPE, 48%LN, 20% PN) (24% LDPE, 36%LN, 40% PN) (16 LDPE, 24%LN, 60% PN) (8% LDPE, 12%LN, 80% PN) (32% LDPE, 48%LK, 20% PK) (24% LDPE, 36%LK, 40% PK) (16 LDPE, 24%LK, 60% PK) (8% LDPE, 12%LK, 80% PK) (40% LDPE dan 60% LN) (40% LDPE dan 60% LK) (100% PK) (100% PN)
Keterangan: NKx
= Briket non karbonisasi
Kx
= Briket karbonisasi
C
= Briket kontrol (pembanding)
PN
= Bonggol pisang non karbonisasi
PK
= Bonggol pisang karbonisasi
LN
= Lumpur non karbonisasi
LK
= Lumpur karbonisasi Parameter yang digunakan dalam pengujian mutu briket adalah kadar air, kadar volatile
solids, kadar abu, nilai kalor, dan compressive strength. Dari seluruh komposisi sampel briket yang dihasilkan, dipilih 2 sampel terbaik yang akan diukur kualitas gas buangnya, yaitu CO, CO2, NOx dan hidrokarbon.
6
HASIL DAN DISKUSI Analisis karakteristik awal dilakukan dengan menguji proximate dan nilai kalor masingmasing bahan briket. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode garvimetri. Tabel 4. Karakteristik Bahan Baku Briket
Jenis bahan Bonggol Pisang Non Karbonisasi Bonggol Pisang Karbonisasi Lumpur Non Karbonisasi Lumpur Karbonisasi Sampah Plastik LDPE
Nilai Kalor
Kadar air
(Kal/gr)
(%)
Kadar Volatile Solids (%)
1835.26
12.12
66.28
21.60
4102.22
13.51
22.01
64.48
3060.31
6.41
65.54
28.04
3083.81 11758.30
4.36 0.09
49.79 98.53
45.84 1,08
Kadar Abu (%)
Tabel 5. Karakteristik Formula Briket
Jenis bahan Tapioka/kanji Natrium Nitrat Bentonit
Nilai Kalor
Kadar air
(Kal/gr) 4828,39 -** -**
(%) 7,65 0,16 7,076
Kadar Volatile Solids (%) 92,23 25,272 7,492
Kadar Abu (%) 0,023 50,156 82,391
Keterangan: ** Hasil uji tidak keluar Bonggol pisang karbonisasi mengalami perlakuan dengan cara dicacah hingga halus dan dibakar pada suhu >250˚C dengan reaktor hingga menjadi arang. Pada proses non-karbonisasi bonggol pisang dicacah hingga halus kemudian dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 105˚C selama 24 jam dengan tanpa pirolisis. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air agar dapat mudah diayak hingga homogen. Namun, hasil ayakan ini masih mengandung bahan zat volatile yang cukup tinggi yang berpengaruh pada nilai kalor. Perlakuan untuk lumpur juga sama seperti bonggol pisang dengan dikeringkan dalam oven agar kandungan air teruapkan. 7
Kadar Air Pengujian kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam briket. Dimana kandungan air dalam briket dapat teruapkan sehingga briket memiliki kadar air yang relatif lebih kecil dari semula. Briket yang telah dicetak, dikeringkan dalam oven selama satu hari dengan suhu 105˚C. Dari pengujian kadar air tersebut dapat dilihat bahwa nilai kadar tertinggi tidak melebihi 10%. Seperti dikemukakan oleh Yaman et al, (2001) bahwa nilai kadar air briket berbahan biomassa tidak lebih dari 15%. Grafik membentuk trend, yaitu semakin besar persentase bonggol pisang dan kecilnya persentase plastik pada briket maka semakin tinggi kadar air produk yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya semakin kecil persentasi bonggol pisang dan besar persentase plastik nilai kadar air semakin kecil.
Gambar 2. Grafik uji kadar air briket Kadar Volatile Solids Tujuan dari pengujian kadar volatile solids yaitu untuk menunjukan jumlah bahan organik yang dapat teruapkan pada proses pembakaran. Prinsip pengukurannya dilakukan dengan pemanasan pada suhu 550˚C selama 1 jam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
8
Paulrud dan Nilson (2001), volatile solids tertinggi pada briket berbahan biomassa dari rumput kenari non-karbonisasi yaitu sebesar 81%.
Gambar 3. Grafik uji volatile solids briket Grafik menunjukkan trend saling berkebalikan yaitu briket berbahan non-karbonisasi dan karbonisasi. Pada bahan briket jenis non-karbonisasi dengan semakin besar persentase bonggol pisang volatile solids semakin naik (NK1-NK4), sedangkan pada briket berbahan karbonisasi semakin besar persentase bonggol pisang volatile solids semakin turun (K1-K4). Hal ini disebabkan kandungan volatile solids briket berbahan karbonisasi sebagian besar telah banyak hilang pada saat proses karbonisasi dengan pembakaran suhu ±250˚C. Uji Nilai Kalor Menurut pendapat yang dikemukakan Lestari (2005), nilai kalor didefinisikan sebagai energi panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui pembakaran sempurna. Nilai kalor yang dihasilkan akan menentukan kualitas dari suatu briket.
9
Gambar 4. Grafik uji nilai kalor briket Grafik membentuk trend antara nilai kalor dengan penambahan persentase plastik. Gambar diatas menunjukkan trend semakain banyak penambahan persentase plastik maka nilai kalor semakin naik, begitu juga sebaliknya semakin kecil persentase plastik maka semakin turun nilai kalor. Nilai kalor tertinggi dimiliki oleh briket jenis kontrol (C2) 4.495,82 Kal/g dengan kandungan persentase plastiknya lebih besar dari persentase lumpur. Selain itu nilai kalor tertinggi berbahan non-karbonisasi dan karbonisasi dimiliki oleh briket jenis NK1 dan K1 yaitu masing-masing sebesar 4.414,57 Kal/g dan 3.904,14 Kal/g. Kadar Abu Pengujian kadar abu bertujuan untuk mengetahui kadar pengotor yang dikandung briket, karena merupakan residu dari sisa pembakaran. Adanya bahan pengotor, menyebabkan pembakaran cepat menjadi abu sehingga mengurangi kualitas briket yang dapat menurunkan nilai kalor. Berat residu ini tersisa setelah pembakan pada suhu 550˚C dengan menggunakan furnace. Grafik menunjukkan trend antara kadar abu dengan jenis briket. Penyebab utama yang menyebabkan adanya perbedaan nilai kadar abu adalah komposisi awal bahan baku yang
10
berbeda. Semakin besar persentase bahan bonggol pisang jenis karbonisasi maka semakin besar kadar abunya.
Gambar 5. Grafik uji kadar abu briket Hal ini juga didukung dengan proses pembuatan briket karbonisasi berbahan bonggol pisang dimana kadar abu yang dihasilkan cukup tinggi. Pada jenis briket non-karbonisasi dan karbonisasi memiliki kandungan abu yaitu berkisar antara 21,49%-28,78% dan 42,34% dan 53,08%. Brket jenis kontrol kandungan abunya berkisar antara 20,20%-60,37%. Uji Kuat Tekan Uji kuat tekan bertujuan untuk mengetahui akan kuat pecahnya briket. Selain itu juga kuat tekan menunjukkan kekuatan pengikatan antar partikel dalam suatu sampel. Analisis kuat tekan digunakan untuk mengetahui kekuatan dari suatu produk jika dikenai suatu beban dengan tekanan tertentu. Hal ini penting untung mengetahui seberapa besar ketahanan briket pada saat pengangkutan dan penyimpanan. Apabila kuat tekannya rendah maka briket memiliki kualitas yang jelek karena rentan pecah dan rapuh. Pengaruhnya kuat tekan disebabkan karena bonggol pisang non-karbonisasi memiliki serat yang tebal dan kuat, serta jenis plastik LDPE yang bersifat elastis dengan didukung lem kanji sebagai perekat untuk briket.
11
Gambar 6. Grafik uji kuat tekan briket Dapat diketahui bahwa kuat tekan tertinggi dimiliki oleh briket NK4 dengan komposisi 8% plastik LDPE, 12% lumpur non-karbonisasi, 80% pisang nonkarbonisasi yaitu sebesar 1,25 kg/cm2. Namun hasil analisis briket berbahan biomassa ini lebih kecil dari standar kuat tekan briket bio-batubara pada Permen ESDM No. 047 Tahun 2006 yaitu sebesar 65 kg/cm2. Uji Emisi Uji emisi ini bertujuan untuk mengetahui apakah briket yang dihasilkan memiliki mutu terbaik ramah lingkungan ditinjau dari tingkat emisi CO2, CO, NOx dan hidrokarbon (HC). Tabel.4 Analisis Emisi Briket
No 1 2
Sampel Kode NK1
CO2 662
K1 Baku Mutu*
433 -
Emisi Gas Buang (mg/Nm3) CO NOx 810 172 652 726
138 140
CxHy 17 10 -
Keterangan: *Bakumutu : Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral No 047 Tahun 2006 tentang Standar Emisi Kompor dengan Bahan Bakar Briket Batubara dan Kompor dengan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara. Dari tabel dapat dilihat bahwa briket jenis K1 memiliki kualitas emisi lebih baik dari jenis briket NK1. Kadar CO (810mg/Nm3) dan CO2 (662mg/Nm3) pada jenis briket NK1 tidak 12
memenuhi Standar Batas Maksimum yang ditentukan. Adanya kandungan CO dan CO2 menunjukkan bahwa terjadi pembakaran tidak sempurna. Jenis NK1 yang memilki emisi NOx (172mg/Nm3) juga tidak memenuhi baku mutu. Hal ini dipengaruhi karena tingginya temperatur dan lamanya pembakaran. Dengan demikian jenis briket K1 lebih ramah lingkungan bila digunakan sebagai bahan bakar. Pemilihan Eco-Briquette Terbaik Eco-briquette adalah bahan bakar yang bersifat ramah lingkungan yang dapat digunakan sebagai alternatif energi. Ramah lingkungan disini diartikan dalam bahan baku pembuatan eco-briquette diambil dari sampah yang dimanfaatkan kembali untuk dijadikan suatu energi. Tabel 6. Karakteristik Eco-Briquette Terbaik Jenis Briket K1 Jenis Briket K1
Kadar Kadar Volatile Solid Abu (%) (%) 4,33 53,33 41,99 Hasil Uji Emisi (mg/Nm3)
Kadar Air (%)
Nilai Kalor (Kal/g) 3904,14
CO2
CO
NOx
CxHy
433
652
138
10
Analisis Biaya Berdasarkan perbandingan biaya briket yang didapat dengan biaya briket batubara dan briket arang kayu dapat dilihat bahwa biaya untuk briket batubara masih lebih murah. Seperti yang dilihat pada jenis eco-briquette K1 biaya yang dihasilkan lebih mahal. Akan tetapi bila dibandingkan dengan biaya briket arang kayu, eco-briquette jenis K1 lebih murah dari briket arang kayu. Besarnya biaya yang dihasilkan dalam pembuatan briket ini sebanding dengan reduksi sampah untuk menghasilkan energi.
13
Tabel 7. Perbandingan dengan Harga Briket Produk NK1 NK2 NK3 NK4 K1 K2 K3 K4 C1 C2 C2 C2 C3 C4 Briket Batubara Briket arang kayu
Harga per kg (Rp/kg) 1946.49 1684.91 1408.88 1228.85 2811.66 2536.18 2342.64 2013.84 3381.39 3032.48 3032.48 3032.48 1825.10 1852.07 2.000,00 5.500,00
Kesimpulan Berdasarakan penelitian tang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil uji emisi eco-briquette jenis K1 dibandingkan dengan NK1 lebih ramah lingkungan dengan tingkat emisi yaitu CO2 (433 mg/Nm3), CO (652 mg/Nm3), NOx (138 mg/Nm3) dan HC (10 mg/Nm3). Jenis K1 memiliki komposisi 32% plastik LDPE, 48% lumpur karbonisasi, 20% pisang karbonisasi. Biaya yang dibutuhkan untuk eco-briquette produk K1 memiliki biaya yaitu Rp 0,74 per kkal dengan total biaya pembuatan1 kg eco-briquette sebesar Rp 2.878,- per kg. DAFTAR PUSTAKA Anonim . 2009a. Proses Pembakaran Pada Briket Batubara. (http://mitraunggas.com/index.php?main_page=more_news&news_id=18 diunduh pada tanggal 4 Januari 2009 jam 19:23:35 WIB)
14
Kartikasari, D. 2008. Pembuatan Briket Dari Komposit Lumpur IPLT Keputih, Surabaya Dengan Sampah Plastik HDPE Dan LDPE Sebagai Alternatif Sumber Energi. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Surabaya. Lestari, B. I. 2005. Studi Pembuatan Briket Bioarang dari Sekam Padi dengan Proses Karbonisasi Menggunakan Tungku Sederhana. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP – ITS. Surabaya. Muslim, Moh. N. A. 2008. Pemanfaatan Limbah Hutan Pisang (Musa Paradisiaca), dalam Upaya Mengatasi Dampak Krisis Global. Lomba Karya Tulis YPHL. (www.kabarindonesia.com yang diunduh pada tanggal 4 Februari 2009 jam 20:09:38 WIB)
Mustafa, N. 1993. Plastics Waste Management : Disposal, Recyling and Reuse. Marcell Dekker Inc. New York. Permen ESDM. No. 047 Tahun 2006. Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara. Sorum, L., Gronli, M. G., dan J. Hustad, J. E. 2000. Pyrolisis characteristics and kinetics of municipal solid waste. Journal Fuel. 80, hal 1217-1227. Wulandari, A. 2008. Pembuatan Briket Dari Komposit Lumpur Lapindo Dan Lumpur Industri Minyak Goreng Dengan Sampah Plastik HDPE Dan LDPE Sebagai Alternatif Sumber Energi. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSPITS. Surabaya. Yaman, S., Sahan, M., Haykiri-Acma, H. dan Sesen K., Kucukbayrak, S. 2001. Fuel Briquettes From Biomass-lignite Blends. Journal Fuel Processing Technology, 72, hal 1-8.
15