EFIKASI JENIS DAN KONSENTRASI PESTISIDA NABATI TERHADAP JAMUR Colletotrichum acutatum J.H. Simmonds SECARA IN VITRO
Moch. Fauzian Yusup1) Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Dr. Dedi Natawijaya, Drs., M.S.2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] H. Memet Hikmat, Ir., M.P.3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Jln. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya46115 Tlp: (0265) 330634 Fax: (0265) 325812 Website: www.unsil.ac.id E-mail:
[email protected] . ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektifitas jenis pestisida nabati terhadap pengendalian penyakit antraknosa (Colletotrichum acutatum J.H. Simmonds). Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya, pada bulan Juli - Agustus tahun 2016. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam percobaan ini adalah : A = Tanpa pestisida nabati (control), B = Pestisida nabati sirsak 0,5%, C = Pestisida nabati sirsak 1%, D = Pestisida nabati kirinyuh 0,5%, E = Pestisida nabati kirinyuh 1%, F = Pestisida nabati lengkuas 0,5%, G = Pestisida nabati lengkuas 1%, H = Pestisida nabati sirsak+kirinyuh+lengkuas 0,5%, dan I = Pestisida nabati sirsak+kirinyuh+lengkuas 1%. Hasil penelitian menunjukan pestisida nabati yang efektif untuk menghambat laju pertumbuhan C. acutatum J.H. Simmonds pada media PDA di laboratorium adalah pestisida nabati campuran sirsak, kirinyuh dan lengkuas dengan konsentrasi 1% dengan daya hamabat sebesar 69,94% dan pestisida nabati campuran sirsak, kirinyuh dan lengkuas 0,5% dengan daya hambat 55,43%. Kata kunci: Colletotrichum acutatum, Efikasi, Pestisida nabati ABSTRACT
This study aims to determine the effectiveness of the pesticide plant on the control of anthracnose (Colletotrichum acutatum J.H. Simmonds). This experiment was conducted at the Laboratory of the Agriculture Faculty, Siliwangi University Tasikmalaya, in July-August 2016. Method The experiment was
completely randomized design (CRD), which consists of 9 treatments and 3 replications. The treatments used in these experiment is: A = without vegetable pesticide (control), B = soursop vegetable pesticide 0,5%, C = soursop vegetable pesticide 1%, D = kirinyuh vegetable pesticide 05%, E = kirinyuh vegetable pesticide 1%, F = galangal vegetable pesticide 0,5%, G = galangal vegetable pesticide 1%, H = soursop+kirinyuh+galangal vegetable pesticide 0,5%, and I = soursop+kirinyuh+galangal vegetable pesticide 1%. The results showed pesticide plant effective to inhibit the growth rate of C. acutatum J.H. Simmonds on PDA in the lab is a mixture of vegetable pesticide soursop, kirinyuh and galangal with a concentration of 1% with the inhibition of 69.94% and a vegetable pesticide mix soursop, kirinyuh and galangal 0.5% to 55.43% inhibition. keywords: Colletotrichum acutatum, Efficacy, Vegetable pesticide PENDAHULUAN Jamur Colletotrichum spp. merupakan jamur parasit fakultatif dari Ordo Melanconiales dengan ciri-ciri konidia (spora) tersusun dalam aservulus (struktur aseksual pada jamur parasit). Jamur dari Genus Colletotrichum termasuk dalam Class Deuteromycetes yang merupakan fase anamorfik (bentuk aseksual), dan pada saat jamur tersebut dalam fase telemorfik (bentuk seksual) masuk dalam Class Ascomycetes yang dikenal dengan jamur dalam Genus Glomerella (Alexopoulos dkk., 1996). Jamur Colletotrichum gloeosporioides Penz and Sacc mempunyai bentuk spora silindris, ujung spora tumpul, ukuran spora 16,1 x 5,6 µm dengan kecepatan tumbuh 12,5 mm per hari. Jamur Colletotrichum acutatum J.H. Simmonds mempunyai bentuk spora silindris, ujung spora meruncing, ukuran spora 16,1 x 5,3 µm dengan kecepatan tumbuh 6,8 mm per hari. Jamur Colletotrichum coccodes Wallr mempunyai bentuk spora silindris, ujung spora runcing, ukuran spora 14,9 x 4,2 µm dengan kecepatan tumbuh 8,4 mm per hari. Sedangkan jamur Colletotrichum capsici Syd and Bisb mempunyai bentuk spora seperti bulan sabit, ujung spora runcing, ukuran spora 24,3 x 4,4 µm dengan kecepatan
tumbuh 9,8 mm per hari (AVRDC, 2010). Serangan penyakit antraknosa menyebabkan buah memiliki kualitas yang jelek. Serangan yang berat menyebabkan buah tidak dapat dipanen. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh infeksi penyakit ini dapat mencapai lebih dari 50 persen. Serangan cendawan pada benih yang baru berkecambah menyebabkan terjadinya rebah kecambah. Penyakit ini masih dapat terus berkembang sampai pada saat penyimpanan. Buah akan mengering, mengerut dan berwarna seperti jerami pada bagian yang kering. Selain itu, cendawan ini juga menyerang ranting-ranting muda dan menyebabkan terjadinya mati ujung (die back) (Cahyono, 2014). Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan. Pestisida nabati dapat dibuat dengan teknologi sederhana. Pestisida berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan bagian tanaman atau tumbuhan, yakni berupa akar, umbi, batang, daun, biji dan buah (Sudarmo, 2009). Hasil penelitian Nurjanah (2014) daun sirsak (Annona muricata L.) diketahui berfungsi sebagai antimikroba, namun belum banyak penelitian yang diarahkan khusus pada anti jamur. Hasil uji fitokimia dan pengukuran menggunakan instrumen
inframerah diketahui bahwa ekstrak dengan pelarut metanol dan etanol memiliki golongan saponin, tanin dan steroid, sedangkan ekstrak dengan pelarut air hanya memiliki senyawa saponin. Panggabean, dkk. (2009) menyatakan bahwa ekstrak kirinyuh yang diaplikasikan secara pengolesan dapat menghambat perkembangan gejala penyakit busuk buah kakao. Hasil penelitian Hernani, dkk. (2006) rimpang lengkuas memiliki potensi sebagai bahan anti jamur. Ekstrak etanol lengkuas mampu menghambat pertumbuhan jamur penyebab penyakit kutu air, kadas. Tricophyton mentagrophytes dan Microsporum canis, namun tidak dapat efektif menghambat pertumbuhan Tricophyton rubrum dan Candida albicans. Rentang konsentrasi ekstrak untuk menghambat pertumbuhan Tricophyton mentagrophytes adalah 0,5% - 10%. Menurut Setiawati, dkk., (2008) bahan aktif pestisida nabati adalah produk alami yang berasal dari tanaman yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, fenolik, dan zat – zat kimia sekunder lainnya. Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi OPT, tidak berpengaruh terhadap fotosintesis pertumbuhan ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem saraf otot, keseimbangan hormone, reproduksi, perilaku berupa penarik, anti makan dan sistem pernafasan OPT. Sirsak (Annona muricata L.) mengandung bahan aktif annonain dan Resin. Menurut Setiawati, dkk., (2008) kandungan kimia yang terkandung dalam sirsak antara lain senyawa tanin, fitosterol, ca-oksalat clan alkaloid murisine. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan biji. Bersifat sebagai insektisida, racun kontak, Penolak (repellent), Penghambat makan (antifeedant).
Menurut Setiawati, dkk., (2008) kirinyuh mengandung senyawa tanin, polifenol, kuinon, flavonoid, steroid, triterpenoid, monoterpen, dan seskuiterpen flavonoid, tanin, dan steroid. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun, cara kerja: bersifat sebagai bakterisida, insektisida dan Penghambat makan (antifeedant). Riyanto (2009) menyatakan ekstrak lengkuas dapat mengandung terpenoid, alkoloid dan fenol yang dapat bersifat bakterisida dan fungsida. Karena sifat ekstrak lengkuas sebagai bakterisida dan fungsida diduga ekstrak ini dapat juga bersifat bioinsektisida. Menurut Setiawati, dkk., (2008) kandungan kimia rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1% minyak essensial terdiri atas metil–sinamat 48%, sineol 20 – 30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, pinen, galangin, galanganol dan beberapa senyawa flavonoid. Metode Percobaan Percobaan ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 9 perlakuan yang diulang tiga kali. Perlakuan tersebut adalah: A. = Tanpa pestisida nabati (kontrol) B. = Pestisida nabati sirsak 0,5% C. = Pestisida nabati sirsak 1% D. = Pestisida nabati kirinyuh 0,5% E. = Pestisida nabati kirinyuh 1% F. = Pestisida nabati lengkuas 0,5% G. = Pestisida nabati lengkuas 1% H. =Pestisida nabati sirsak+kirinyuh+ lengkuas 0,5% I. = Pestisida nabati sirsak+kirinyuh+ lengkuas 1% Pengamatan 1. Uji Patogenitas Jamur C.acutatum J.H. Simmonds Uji patogenitas jamur C.acutatum J.H. Simmonds bertujuan untuk membuktikan kebenaran patogen yang diperoleh dari BALITSA merupakan patogen yang mampu menimbulkan gejala yang sama dengan gejala yang muncul di lapang. Tahapan
uji patogenesitas pertama-tama adalah 10 ml aquadest steril dimasukan ke dalam satu cawan petri biakan murni C.acutatum. Setelah disaring, kemudian air suspensi jamur C.acutatum dihitung dengan kerapatan konidia dan disesuaikan hingga didapat kerapatan 106 konidia/ml. Setelah itu diteteskan pada permukaan buah cabai merah besar (Semangun 2006).
Luas pertumbuhan koloni dalam petridish diukur dengan menggunakan rumus: Luas Koloni Bobot Seluas Koloni (mg) = xLuas Petridish (cm2 ) Bobot Seuas Petridish (mg)
Kemudian dihitung persentase penghambatan, menurut Zambonelli, D’Aulerio, Bianch dan Albagini (1996) persentase penghambatan dihitung menggunakan rumus:
Panjang Serangan (cm)
2. Uji Efikasi Pestisida Nabati pada Media Potato Dextrose Agar (PDA) Uji efikasi larutan pestisida nabati terhadap C.acutatum, yaitu dengan menumbuhkan isolat jamur C.acutatum pada media yang telah ditambah dengan larutan pestisida nabati pada cawan petri. Pengamatan dilakukan 2, 4, 10, 14 hari setelah inokulasi (HSI). Penambahan pestisida nabati pada media PDA dilakukan 1 hari sebelum inokulasi jamur C.acutatum J.H. Simmonds. Biakan diinkubasikan pada suhu kamar sampai C.acutatum tunbuh menyentuh cawan petri. Pengamatan dilakukan dengan cara menggambar pola koloni dan petridish pada mika plastik yang kemudian diukur bobot sesuai pola tersebut. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
𝑎−𝑏 𝑎
𝑥 100% Keterangan: a = diameter koloni jamur pada kontrol b = diameter koloni jamur pada perlakuan HASIL Uji Patogenitas Jamur C.acutatum J.H. Simmonds Hasil pengamatan uji patogenitas pada buah cabai merah membuktikan bahwa jamur C.acutatum J.H. Simmonds terbukti sebagai patogen penyebab penyakit antraknosa pada buah cabai merah, dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
7.91 6.94 6.09 4.73
1.84 0.28
2 HSI
0.76
4 HSI
6 HSI
8 HSI
10 HSI
12 HSI
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan C.acutatum pada buah cabai.
14 HSI
(a)
(b)
Gambar 2. Tanda dan Gejala Serangan C.acutatum; a) Tanda C.acutatum secara mikroskopis, b) Gejala serangan antraknosa (C.acutatum) pada buah cabai. Uji Efikasi Pestisida Nabati pada Media Potato Dextrose Agar (PDA) Pengaruh pestisida nabati terhadap luas penyebaran koloni
C.acutatum pada media potato dextrose agar (PDA) pada 2, 4, 10 dan 14 HSI (Tabel 1)
Tabel 1. Pengaruh pestisida nabati terhadap luas penyebaran koloni C.acutatum. Luas Penyebaran Koloni (cm2) Perlakuan 10 HSI 14 HSI 2 HSI 4 HSI A = Kontrol 15,23 d 30,47 c 0,50 a 2,31 c B = Pestisida Nabati Sirsak 0,5% 10,59 bcd 22,85 c 0,50 a 2,31 c C = Pestisida Nabati Sirsak 1% 7,94 ab 15,56 ab 0,50 a 1,80 bc D = Pestisida Nabati Kirinyuh 0,5% 15,07 d 27,82 bc 0,50 a 1,86 c E = Pestisida Nabati Kirinyuh 1% 11,48 bcd 25,83 c 0,50 a 1,15 a F = Pestisida Nabati Lengkuas 0,5% 10,13 abc 24,17 c 0,50 a 1,64 ab G = Pestisida Nabati Lengkuas 1% 13,57 cd 27,82 c 0,50 a 1,24 ab H = Pestisida Nabati Campuran (S+ K+ 7,15 ab 13,58 a 0,50 a 1,50 ab L) 0,5% I = Pestisida Nabati Campuran (S+ 5,63 a 9,16 a 0,50 a 1,29 ab K+L) 1% Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf kesalahan 5%.
Tabel 2. Persentase efikasi pestisida nabati terhadap luas koloni C.acutatum. (%) Perlakuan 2 HSI 4 HSI 10 HSI A = Kontrol 0 0 0
14 HSI 0
B = Pestisida Nabati Sirsak 0,5%
0
0
30,46
25,01
C = Pestisida Nabati Sirsak 1%
0
22,07
47,86
48,93
D = Pestisida Nabati Kirinyuh 0,5%
0
19,48
1,05
8,70
E = Pestisida Nabati Kirinyuh 1%
0
50,22
24,62
15,23
F = Pestisida Nabati Lengkuas 0,5%
0
29,00
33,48
20,68
G = Pestisida Nabati Lengkuas 1%
0
46,32
10,89
8,70
H = Pestisida Nabati Campuran (S+K+L) 0,5% I = Pestisida Nabati Campuran (S+K+L) 1%
0 0
35,06 44,15
53,05 63,03
55,43 69,94
PEMBAHASAN C.acutatum dapat menyerang daun, batang dan akhirnya menginfeksi buah. Penyakit antraknosa menimbulkan gejala busuk pada buah yang dicirikan oleh adanya bercak coklat kehitaman pada permukaan buah, yang selanjutnya meluas menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam yang terdiri dari sekelompok seta dan konidium cendawan. Serangan yang berat dapat menyebabkan buah mengering dan keriput sehingga buah yang seharusnya berwarna merah menjadi seperti jerami (Semangun, 2007). Dari hasil penelitian Thamrin, dkk. (2013) ekstrak daun kirinyuh efektif mengendalikan ulat grayak dengan mortalitas 80-100%, serta menekan tingkat kerusakan kedelai hingga 55,2%. Pryrrolizidine alkaloids yang terkandung dalam tumbuhan kirinyuh memiliki sifat racun. Kirinyuh berpotensi sebagai bahan utama insektisida nabati. Hasil penelitian Desiyanti, dkk. (2016) uji mortalitas menunjukkan bahwa isolat daun sirsak (Annona muricata L.) bersifat toksik terhadap kutu daun persik (Myzus persicae Sulz). Hasil uji fitokimia, identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer Inframerah menunjukkan bahwa isolat toksik tersebut merupakan golongan senyawa flavonoid. Namun dari hasil penelitian ini, pestisida nabati dari ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi
1% pada 14 HSI memiliki potensi untuk menghambat pertumbuhan koloni C.acutatum. Kadar ekstrak yang terlarut dalam air atau alkohol menunjukkan adanya zat berkhasiat yang dapat terlarut dalam pelarut yang digunakan. Semakin tinggi kadar yang dihasilkan berarti semakin tinggi pula kandungan zat berkhasiatnya (Gaman dan Sherrington, 1992). Secara umum, Muljowati dan Eddy (2012) menyatakan bahwa mekanisme kerja senyawa antijamur dalam menghambat pertumbuhan jamur dapat melalui beberapa cara, yaitu menghambat sintesis dinding sel jamur, mengganggu membran sel jamur, menginaktivasi enzim-enzim metabolik dan menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Bahan-bahan pestisida nabati tesebut mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai anti jamur. Dimana flavonoid dengan kemampuannya membentuk senyawa kompleks dengan protein dan merusak membran sel dengan cara mendenaturasi ikatan protein pada membran sel, sehingga membran sel menjadi lisis dan senyawa tersebut menembus kedalam inti sel menyebabkan jamur tidak berkembang Harmita, (2006) dan Sulistyawati dkk., (2009). Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6 (Redha, 2010) (Gambar 3).
Gambar 3. Kerangka C6 – C3 – C6 Flavonoid Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya. Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar molekulnya (Cook dan S. Samman, 1996). Mekanisme kerja flavonoid dalam menghambat pertumbuhan jamur yakni
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, pestisida nabati yang efektif untuk menghambat laju pertumbuhan C.acutatum J.H. Simmonds pada media PDA di laboratorium adalah pestisida nabati campuran sirsak, kirinyuh dan lengkuas dengan konsentrasi 1% dengan daya hamabat sebesar 69,94% dan pestisida nabati campuran sirsak, kirinyuh dan lengkuas 0,5% dengan daya hambat 55,43%. DAFTAR PUSTAKA Alexopoulos, C.W., Mimms, and Blackwell. 1996. “Introductory Mycology, Fourth Edition”. New York. John Willey & Sons, INC. AVRDC. 2010. “Characterization of Colletotrichum spp. Causing Pepper Anthracnose and Development of Resistant Pepper Lines”. The World
dengan menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel jamur. Gugus hidroksil yang terdapat pada senyawa flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan transport nutrisi yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap jamur (Jupriadi, 2011). Menurut Siswando dan Soekarjo (2000), senyawa anti jamur dan asam lemak tidak jenuh, suatu komponen membran jamur, dapat membentuk hidrofob, mengubah permeabilitas jamur membran dan fungsi pengangkutan senyawa esensial, menyebabkan ketidak seimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan atau menimbulkan kematian sel jamur. Produk konjugasi yang terbentuk akan menghambat metabolisme sel karena senyawa yang terbentuk mengubah struktur asam amino yang awalnya adalah untuk metabolisme sel.
Vegetable Center. Asian Seed Congress. Cahyono, Bambang. 2014. “Rahasia Budidaya Cabai Merah Besar & Keriting Secara Organik dan Anorganik”. Pustaka Mina. Depok Cook, N. C. and S. Samman. 1996. “Review Flavonoids-Chemistry, Metabolism, Cardioprotective Effect, And Dietary Sources”. J. Nutr. Biochem (7) : 66-76. Desiyanti, Ni Made Dwi., I Made Dira Swantara., dan I Putu Sudiarta. 2016. “Uji Efektivitas Dan Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati Terhadap Mortalitas Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsipcum annum L.)”. Jurnal Kimia. 10 (1) : 1907-9850.
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1992. “Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan Nutrisidan Mikrobiologi”. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Harmita. 2006. “Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi”. Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. Jakarta. Hernani, Djumali Mangunwidjaja, Rizka Hezmela. 2006. “Daya Antijamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K.Schum) Dalam Sediaan Salep”. Jupriadi, L. 2011.“Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Waru (Hibicus tilaceus L.) terhadap Jamur Malassezia furfur”. Skripsi. Program Studi Farmasi Stikes Ngudi Waluyo Ungaran. Semarang. Muljowati, Juni Safitri dan Eddy Tri Sucianto. 2012. “Penggunaan Ekstrak Rimpang Lengkuas untuk Mengendalikan Busuk Leher Akar pada Tanaman Terong (Solanum melongena L.)”. Biofesta; 29 (2) : 102-108.
Riyanto. 2009. “Potensi Lengkuas (Langas galanga L.), Beluntas (Pluchea indica L.), dan Sirsak (Annona muricata L.). Sebagai Insektisida Nabati Kumbang Kacang Hijau Callosobruchus chinensis L. (Coleoptera:Bruchidea)”. Jurnal Sainmatika; 06 (02) : 58-66. Semangun, Haryono. 2006. “Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan”. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Semangun, Haryono. 2007. “Penyakitpenyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia (ed-II)”. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Setiawati, Wiwin,. Rini Murtiningsih,. Neni Gunaeni dan Tati Rubiati. 2008. “Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatanya untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)”. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. Siswando dan Soekarjo. 2000. “Kimia Medisinal 2”. Airlangga University Press. Surabaya.
Nurjanah, Siti. 2014. “Isolasi dan Penentuan Aktivitas Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata) terhadap Aspergillusniger”.
Sudarmo, Subiyakto. 2009. “Pestisida Nabati Pembuatan dan Pemanfaatannya”. Kanisius. Yogyakarta.
Panggabean, T.R., T. Wahyudi dan Pujiyanto, 2009. “Panduan Lengkap Kakao”. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sulistyawati, D. dan Mulyati, S. 2009. “Uji Aktivitas Antijamur Infusa Daun Jambu Mete ( Anacardium occidentale, L.) Terhadap Candida albicans”. Biomedika; 2 (1)
Redha,
Abdi. 2010. “Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatifdan Peranannya Dalam Sistem Biologis”. 197 Jurnal Belian; 9 (2) : 196-202.
Thamrin, M., S. Asikin, dan M. Willis. 2013. “Tumbuhan Kirinyu Chromolaena Odorata (L) (Asteraceae: Asterales) Sebagai Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera Litura”. J. Litbang Pert; 32 (3) : 112-121. Zambonelli, A., D’Aulerio A.Z., Bianch A., Albagini A. 1996. Effects of essential oils on phytopatogenic fungi in vitro. Journal Phytopatology; 144: 491 – 494.
.