ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK DAUN AWAR-AWAR (FICUS SEPTICA BRUM.F.) DAN UJI EFEKTIVITASNYA TERHADAP JAMUR COLLETOTRICHUM ACUTATUM
Sang Ketut Sudirga
[email protected] Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana.
Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Daun Awar-Awar (Ficus septica Brum.f.) dan Uji Efektivitasnya Terhadap Jamur Colletotrichum acutatum. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biopestisida Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar dengan metode ekstraksi dan sumur difusi. Penelitian dirancang dengan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri atas 6 perlakuan dengan 4 kali ulangan. Data kualitatif dianalisis secara deskriftif dan data kuantitatif dianalisis dengan program SPSS for Windows versi 17.0 yang dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji fitokimia ekstrak aktif daun awar-awar mengandung senyawa terpenoid, alkaloid, flavonoid dan fenol. Berdasarkan analisis dengan GC-MS fraksi aktif antijamur ekstrak daun awar-awar teridentifikasi mengandung 14 senyawa. Pertumbuhan koloni, pembentukan dan perkecambahan spora serta biomassa jamur C. acutatum dapat dihambat oleh ekstrak daun awar-awar secara nyata (P0,05) pada konsentrasi ekstrak 1% sampai 5% bila dibandingkan dengan kontrol. Kata kunci : isolasi, identifikasi, fitokimia, antijamur, Ficus septica. 1. Latar Belakang Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai merupakan penyakit yang paling umum ditemukan dan hampir selalu terjadi disetiap areal tanaman cabai. Penyakit antraknosa tersebut disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. Menurut Suryaningsih et al. (1996), patogen antraknosa yang paling banyak dijumpai menyerang tanaman cabai di Indonesia adalah jamur Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides. Sedangkan penyakit antraknosa pada tanaman cabai di Bali paling banyak disebabkan oleh jamur Colletotrichum acutatum (Sudiarta dan Sumiartha, 2012). Penyakit antraknosa selain mengakibatkan penurunan hasil juga dapat merusak nilai estetika pada buah cabai. Penurunan hasil panen akibat penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai besar dapat mencapai lima puluh persen atau lebih (Semangun, 2007). Penyakit antraknosa selama ini dikendalikan dengan menggunakan fungisida sintetis. Penggunaan fungisida sintetis secara berlebihan dapat mengakibatkan
timbulnya resistensi patogen, mencemari lingkungan dan berbahaya bagi konsumen. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan karena residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan (Sa’id, 1994). Berdasarkan hal tersebut perlu dicari alternatif pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai dengan memanfaatkan tanaman yang berpotensi sebagai fungisida nabati yang tidak berbahaya bagi konsumen maupun lingkungan. Sebanyak 20 jenis tumbuhan telah diuji secara aktivitas antijamurnya secara in vitro terhadap jamur Colletotrichum acutatum salah satu jamur penyebab penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai besar, dan ditemukan 6 jenis tumbuhan yang dapat menghambat pertumbuhan jamur C. acutatum. Diantara 6 jenis tumbuhan tersebut ekstrak daun awar-awar (Ficus septic Brum.f.) memberikan daya hambat paling tinggi dengan zona hambatan sebesar 30 mm. 2. Metode Penelitian 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian secara in vitro dilakukan di Laboratorium Biopestisida Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar, dan untuk identifikasi senyawa aktif antijamur ekstrak daun awar-awar dengan GC-MS dilakukan di Laboratorium Bersama Fakultas MIPA Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Penelitian dilakukan selama 6 bulan dari bulan Maret sampai Agustus 2014. 2.2 Metode Ekstraksi Ekstraksi daun awar-awar dilakukan dengan cara mencincang daun, kemudian dikeringanginkan pada suhu kamar, dan setelah kering daun tersebut dibuat menjadi serbuk dengan cara diblender. Serbuk daun awar awar (100 gram) kemudian dimaserasi dengan 1000 ml metanol PA (Pro Analysis) selama 72 jam pada tempat gelap dan suhu kamar. Filtrat diperoleh dengan cara menyaring dan ampas yang diperoleh kemudian dimaserasi kembali dengan 1000 ml metanol sebanyak dua kali. Untuk memperoleh ekstrak kasar (crude extract) daun awarawar yang akan digunakan untuk pengujian selanjutnya, filtrat yang diperoleh dari proses maserasi kemudian diuapkan dengan vaccum rotary evaporator (Iwaki, Japan) pada suhu 40oC. 2.3 Analisis Fitokimia Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa dari fraksi aktif yang diperoleh dengan menggunakan pereaksi golongan senyawa yang spesifik. Golongan senyawa dari komponen aktif yang diuji meliputi : terpenoid, alkaloid, flavonoid, fenol, saponin, dan tanin. Analisis dilakukan pada fraksi yang menunjukkan sifat antijamur yang paling tinggi (Harborne, 1989). 2.4 Pemisahan dan Pemurniaan Ekstrak Ekstrak pekat daun awar-awar dipartisi dengan n-heksana dan metanol sehingga diperoleh ekstrak fase n-heksana dan fase metanol. Selanjutnya kedua
ekstrak tersebut dilakukan uji aktivitas antijamur. Pemisahan dan pemurnian ekstrak aktif daun awar-awar dilakukan dengan kromatografi kolom menggunakan silika gel (60 0,063-0,200 mm) sebagai fase diam, sedangkan fase geraknya berupa campuran berbagai macam pelarut yang didasarkan pada perbedaan polaritasnya. Dari kromatografi kolom dihasilkan beberapa fraksi dan masing-masing fraksi diuji aktivitas antijamurnya. Beberapa fraksi aktif difraksinasi kembali menggunakan eluen yang sama dengan fraksinasi sebelumnya. Masing-masing fraksi yang diperoleh pada fraksinasi kedua diuji aktivitas antijamurnya dan fraksi aktif selanjutnya di analisis dengan KLT untuk mengetahui pola noda yang dihasilkan dari masing-masing fraksi tersebut. Fraksi yang menghasilkan pola noda yang sama digabungkan sebagai fraksi gabungan dan diuji aktivitas antijamurnya. Fraksi yang paling aktif kemudian dianalisis dengan GC-MS untuk mengethui jenis senyawa kimia yang terkandung di dalam fraksi tersebut. 2.5 Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Awar-Awar Uji aktivitas antijamur ekstrak kasar daun awar-awar terhadap jamur Colletotrichum acutatum dilakukan dengan metode sumur difusi dengan mengukur zona hambat yang terbentuk disekitar sumur difusi. Jika zona hambat yang terbentuk ≥ 20 mm berarti daya hambatan sangat kuat; jika zona hambat yang terbentuk antara 10-20 mm berarti daya hambat kuat; jika zona hambat yang terbentuk antara 5-10 mm berarti daya hambat sedang; sedangkan jika zona hambat yang terbentuk ≤ 5 mm berarti daya hambat kurang atau lemah (Ardiansyah, 2005). Beberapa uji dilakukan pada penelitian ini seperti pengaruh ekstrak terhadap pertumbuhan koloni jamur pada media PDA; pengaruh ekstrak terhadap kerapatan spora; perkecambahan spora; dan biomassa jamur dalam media PDB. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Awar-Awar Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak metanol daun awar-awar menunjukkan bahwa dalam ekstrak aktif daun awar-awar mengandung senyawa terpenoid, alkaloid, flavonoid, dan fenol. Menurut Baumgartner et al. (1990) hasil fraksinasi ekstrak metanol daun awar-awar mengandung senyawa aktif alkaloid berupa senyawa 2 indolizidine yaitu ficuseptine dan antofine, kedua senyawa tersebut mempunyai aktivitas antijamur dan antibakteri. Hasil fraksinasi etanol dan heksan dari ekstrak daun awar-awar berpotensi sebagai senyawa antikanker, disamping itu daun, buah dan akar awar-awar mengandung alkaloid, saponin dan flavonoid yang berpotensi sebagai senyawa antimikroba (Nugroho et al., 2011). 3.2 Daya Hambat Ekstrak Daun Awar-Awar Hasil Partisi Berdasarkan hasil partisi menggunakan metode counter current distribution dengan dua jenis pelarut yaitu heksan dan metanol menunjukkan bahwa ekstrak fase metanol dapat menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum acutatum dengan diameter zona hambatan sebesar 29,23 mm, sedangkan ekstrak fase
heksan tidak dapat menghambat pertumbuhan jamur C. acutatum (Gambar 3.1). Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa aktif pada ekstrak daun awar-awar yang bersifat antijamur terhadap jamur C. acutatum isolat PCS ada pada fase metanol dan bersifat polar. A
B
1
1 2
2 3
Gambar 3.1 Foto zona hambatan yang terbentuk di sekitar sumur difusi yang diisi ekstrak daun awar-awar hasil partisi dari fase metanol (A) dan fase heksan (B). (1 = miselium jamur C. acutatum isolat PCS, 2 = sumur difusi, 3 = zona hambatan)
3.3 Daya Hambat Ekstrak Daun Awar-Awar Hasil Fraksinasi Fraksinasi fase metanol dengan kromatografi kolom menghasilkan sebanyak 44 fraksi. Semua fraksi diuji daya hambatnya terhadap jamur C. acutatum pada media PDA dengan metode sumur difusi. Ditemukan sebanyak 5 fraksi yang aktif menghambat pertumbuhan jamur C. acutatum yaitu fraksi 40, 41, 42, 43, dan fraksi 44 dengan diameter zona hambatan masing-masing sebesar 20 mm, 25 mm, 29 mm, 29 mm dan 25 mm (Gambar 3.2). A
A
B
C
D
E
Gambar 3.2 Zona hambat 5 fraksi aktif dari 44 fraksi hasil fraksinasi fase metanol ekstrak daun awar-awar (A = fraksi 40, B = fraksi 41, C = fraksi 42, D = fraksi 43 dan E = fraksi 44).
Kelima fraksi tersebut digabungkan menjadi fraksi gabungan dan difraksinasi kembali dengan kromatografi kolom menggunakan eluen yang sama seperti fraksinasi sebelumnya. Delapan belas fraksi yang menunjukkan aktivitas antijamur yang kuat terhadap jamur Colletotrichum acutatum dilakukan pengujian menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mengetahui pola noda pada masing-masing fraksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18 fraksi yang diujikan menunjukkan pola noda dan nilai Rf yang hampir sama yaitu antara 0,7 sampai 0,8 sehingga dapat diduga bahwa senyawa aktif yang terkandung diantara 18 fraksi yang aktif kemungkinan termasuk ke dalam kelompok atau golongan senyawa yang sama (Gambar 3.3).
Gambar 3.3 Hasil uji KLT 18 fraksi yang aktif menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum acutatum.
3.4 Identifikasi Senyawa Aktif Antijamur Ekstrak Daun Awar-Awar Delapan belas fraksi yang menunjukkan daya hambat tertinggi terhadap jamur Colletotrichum acutatum digabungkan selanjutnya dianalisis komponen senyawa yang terkandung didalamnya dengan menggunakan GC-MS (GCMSQP2010 Ultra SHIMADZU). Kromatogram gas hasil analisis fraksi tersebut memperlihatkan 15 puncak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4, sehingga diduga ekstrak kasar daun awar-awar kemungkinan mengandung maksimal 15 senyawa aktif yang bersifat antijamur terhadap jamur C. acutatum. Masingmasing puncak kromatogram yang muncul kemudian diidentifikasi lebih lanjut dengan spektroskopi massa, sehingga setiap senyawa yang teridentifikasi mempunyai pola fragmentasi massa yang spesifik.
Gambar 3.4 Kromatogram hasil analisis GC-MS terhadap 18 fraksi aktif yang mampu menghambat pertumbuhan jamur C. acutatum. Hasil analisis dengan GC-MS menunjukkan bahwa fraksi aktif antijamur ekstrak daun awar-awar teridentifikasi mengandung 14 senyawa. Spesifikasi dari masing-masing senyawa yang terkandung di dalam ekstrak aktif daun awar-awar tersaji dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Senyawa-senyawa aktif yang berpotensi sebagai fungisida nabati yang teridentifikasi dalam ekstrak daun awar-awar hasil analisis dengan GC-MS.
3.5
Uji Efektivitas Ekstrak Daun Awar-Awar terhadap Jamur Colletotrichum acutatum. Ekstrak daun awar-awar secara nyata (P<0,05) dapat menghambat pertumbuhan koloni jamur C. acutatum, pembentukan spora jamur C. acutatum, perkecambahan spora jamur C. acutatum dan biomassa jamur C. acutatum dengan perlakuan ekstrak daun awar-awar pada konsentrasi 1% sampai 5%. Daya hambat ekstrak daun awar-awar (Ficus septica) terhadap pertumbuhan jamur C. acutatum disajikan dalam Tabel 3.2. Tabel 3.2 Daya hambat ekstrak daun awar-awar terhadap pertumbuhan jamur C. Acutatum Konsentrasi Diameter koloni Kerapatan spora Perkecambahan Biomassa jamur Ekstrak (mm) (spora/ml x 105) spora (g/100 ml) (% W/V) (spora/ml x 105) 0 90,00a* 11,38a* 6,76a* 0,86a* b ** b ** b ** b 1 63,25 (29,72) 4,19 (63,21) 2,59 (61,70) 0,52 (39,53)** c c c 2 55,00 (38,89) 2,77 (75,61) 1,66 (75,46) 0,41c (52,33) d d d 3 47,75 (46,95) 0,91 (91,96) 0,56 (91,74) 0,33d (61,63) 4 38,50e (57,23) 0,33e (97,14) 0,09e (99,08) 0,12e (86,05) f f e 5 17,00 (81,39) 0,10 (99,11) 0,00 (100) 0,07f (99,91) * = Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. ** = Nilai dalam kurung menunjukkan persentase daya hambat bila dibandingkan dengan kontrol
Penelitian serupa dilaporkan oleh Gawade at al. (2014), bahwa ekstrak daun Aegle marmelos (L). yang diekstrak dengan metanol dan eter dengan perbandingan 1:1 menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum acutatum dengan diameter zona hambatan sebesar 22 mm. Nduagu et al. (2008), melaporkan bahwa 11 jenis tumbuhan yang diujikan terhadap kemampuan pembentukan spora pada jamur Colletotrichum capsici setelah 7 hari inkubasi
ditemukan 3 jenis tumbuhan yang mampu menghambat pembentukan spora C. capsici dengan persentase hambatan diatas 90%. Menurut Silva et al. (2008), ekstrak daun Origanum majorana L. dapat menghambat perkecambahan spora jamur Colletotrichum gloeosporioides Penz dengan daya hambat sebesar 96%. Astiti dan Suprapta (2012) melaporkan bahwa ekstrak kasar daun jati pada konsentrasi 4% dapat menghambat pertumbuhan biomassa jamur Nigrospora sp., Penicillium citrinium, Aspergillus flavus, Arthrinium phaeospermum dan Acremonium butyri dengan daya hambat masing-masing sebesar 100%, 96,43%, 95%, 97,04% dan 96,43%. Adanya hambatan pertumbuhan jamur C. acutatum oleh ekstrak kasar daun awar-awar (Ficus septica Burm.f) dapat disebabkan karena adanya senyawasenyawa aktif yang terkandung di dalam daun awar-awar yang bersifat antifungi maupun antimikroba. Mekanisme penghambatan senyawa antimikroba (antifungi dan antibakteri) dalam menghambat pertumbuhan mikroba (jamur dan bakteri) meliputi beberapa cara antara lain : (1) dengan merusak dinding sel mikroba, sehingga mengakibatkan lisis pada sel yang sedang tumbuh, (2) dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga menyebabkan kebocoran sitoplasma dan nutrisi yang terkandung di dalamnya, (3) dapat menyebabkan denaturasi sel, dan (4) dengan menghambat kerja enzim di dalam sel (Pelczar et al., 2003). 4. Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Ekstrak aktif daun awar-awar (Ficus septica Brum.f.) mengandung senyawa terpenoid, alkaloid, flavonoid serta fenol, dan dalam ekstrak aktif tersebut teridentifikasi sebanyak 14 senyawa. Ekstrak aktif daun awar-awar dapat menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum acutatum. 4.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dari 14 senyawa yang teridentifikasi dalam ekstrak aktif daun awar-awar senyawa mana yang berpotensi paling besar sebagai senyawa antijamur terhadap jamur C. acutatum dan apakah senyawa tersebut bersifat sinergis atau antagonis. Ucapan terima kasih Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc selaku Promotor dan Kepala Laboratorium Biopestisida Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas bimbingan dan fasilitas yang telah berikan selama peneliti mengadakan penelitian.
Daftar Pustaka Ardiansyah. 2005. Daun Beluntas Sebagai Bahan Anti Bakteri dan Antioksidan. Available : http://www.berita_iptek.com/cetak_beritahp?kat=berita&id =33. Opened : 17.03.2013. Astiti, N.P.A. and Suprapta, D.N. 2012. Antifungal activity of teak (Tectona grandis L.f.) leat extract against Athrinium phaeospermum (Corda) M.B.Ellis, the cause of wood decay on Albizia falcataria (L.) Fosberg. Journal of ISSAAS 18(1):62-69. Baumgartner, B., Erdelmeier, C.A.J., Wright, A.D., Rali, T. and Sticher, O. 1990. An antimicrobial alkaloid from Ficus septica. Journal of Phytochemistry 29(10):3327-3330. Gawade, A.E., Gaikwad, N.S. and Bale, S.R. 2014. Selective inhibitory in vitro activity of Aegle marmelos (L.) extract of plant fungal pathogen Colletotrichum acutatum. Journal of Bioscience Discovery 5(1):55-59. Harborne, J.B. 1989. Metode Fitokimia. Terbitan Kedua. ITB. Bandung. Nduagu, C., Ekefan, E.J. and Nwankiti, A.O. 2008. Effect of some crude plant extracts on growth of Colletotrichum capsici (Synd) Butler & Bisby, causal agent of pepper anthracnose. Journal of Applied Biosciences 6(2):184-190. Nugroho, A.E., Ikawati, M., Hermawan, A., Putri, D.D.P. and Meiyanto, E. 2011. Cytotoxic effect of ethanolic extract fractions of Indonesia plant Ficus septica Burm. f. on human breast cancer T47D cell lines. International Journal of Phytomedicine 3:216-226. Pelczar, J. R., Chan, M.J. and Krieg, N.R. 2003. Microbiology Concepts and Applications. McGraw-Hill Higher Education. New York. Sa’id, E.G. 1994. Dampak negatif pestisida, sebuah catatan bagi kita semua. Journal of Agrotek 2(1):71-72. Semangun, H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Silva, P.A., Oliveira, D.F., do Prado, N.R.T., de Carvalho, D.A. and de Carvalho, G.A. 2008. Evaluation of the antifungal activity by plant extracts against Colletotrichum gloeosporioides Penz. Journal of Science Agrotec Lavras 32(2):420-428.
Sudiarta, I.P. and Sumiartha, K. 2012. Present status of major pest and diseases of tomato and chili in Bali. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN : 23016515. 1(1):2-5. Suryaningsih, E., Sutarya R. and Duriat, A.S. 1996. Penyakit Tanaman Cabai Merah dan Pengendaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.