EFEKTIVITAS PELATIHAN SERVICE EXCELLENCE UNTUK BERORIENTASI KEPADA CUSTOMER DI WISATA AGRO GONDANG WINANGOEN KLATEN Fanny Fauzi Hanifunni'am Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta Email:
[email protected] Abstract The studyaimed to determine the effect of service excellence training to the quality of service of employeesat Agro Tourism Gondang Winangoen. The Hypothesis of this research that service excellence training is effective in improving the quality of customer - oriented service at Agro Tourism Gondang Winangoen Klaten. The research used an experimental method with pretest - posttest control group design. Research subjects of experimental group consisted of 17 people. Subject in experimental group were given service excellent training. Implementation of the training conducted during 2 session meeting and each for 3 – 4 hours. Data were collected using quality of service questionnaires. The results were analyzed using non parametricThe Walsh Test. The result of the data analysis showed that there issignificant increase in quality of service of experimental group, á > 0 ; á = 0,047. The result show that the quality of the service employees a significant increase in after training service excellence given. Keywords: Service excellence training, Quality of internal customer - oriented service. Fakta bagaimana dengan kinerja karyawan yang optimal berhasil membawa kemajuan bagi perusahaan. Semua perusahaan menginginkan karyawan melakukan pekerjaan dengan baik. Bagaimanapun, sistem manajemen kinerja yang efektif meningkatkan kemungkinan kinerja yang demikian akan terwujud (Mathis & Jackson, 2006). Suatu perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan selalu berusaha mendapatkan kebutuhan pelanggan dengan maksud menguasai pasar. Untuk mencapai tujuan ini tentunya memerlukan kemampuan bervariasi. Pada tujuan jangka panjang adalah penting untuk menggali secara rinci pendekatan pasar yang berorientasi kepuasan pelanggan melalui strategi, penelitian dan implementasinya. Dalam dunia bisnis, pelanggan merupakan salah satu faktor kunci dalam mencapai keberhasilan karena pelanggan sebagai pengguna dari suatu produk atau jasa yang ditawarkan. Gaspersz (2008) mendefinisikan pelanggan merupakan semua orang yang menuntut kita (atau Jurnal Psikologi Mandiri
perusahaan kita) untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu, dan karena itu akan memberikan pengaruh pada performansi (kinerja) kita (atau perusahaan kita). Gaspersz (2008) melanjutkan bahwa pada dasarnya dikenal tiga macam pelanggan dalam sistem kualitas modern, yaitu: 1. Pelanggan internal (internal customer), merupakan orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada performance pekerjaan (perusahaan). 2. P e l a n g g a n a n t a r a ( i n t e r m e d i a t e customer), merupakan pelanggan yang bertindak atau berperan sebagai perantara,bukan sebagai akhir produk. 3. Pelanggan eksternal (external customer), merupakan pembeli atau pemakai akhir produk, yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). Pelanggan merupakan kebutuhan yang sangat mutlak bagi setiap perusahaan, pelanggan merupakan salah satu faktor kunci dalam mencapai keberhasilan karena pelanggan sebagi pengguna dari suatu produk atau jasa yang ditawarkan (Sugeng, 91
Fanny Fauzi Hanifunni'am
2000). Sehingga dalam lingkungan kompetitif sekarang ini kepuasan pelanggan harus ditata sedemikian penting untuk eksistensi suatu perusahaan. Pada kenyataannya pelayanan pelanggan di perusahaan jasa banyak terjadi pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan diatas, seringkali pelanggan menjadi satu hal yang belum dijadikan fokus utama dalam pelayanan. Banyak faktor yang melatar belakangi kenapa hal tersebut dapat terjadi, sebagai contoh perusahaan jasa pariwisata Gondang Winangoen di Klaten. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Kepala Bagian AGW, koord. Marketing, koord. Pelaksana, karyawan green park dan karyawan restoran dapat ditemukan data pertama, kualitas pelayanan yang diberikan AGW (Agro Gondang Winangoen): “….kalau ditanya tentang kualitas, kita bisa dibilang agak kurang, karena faktor diantaranya SDM” (S.01, 15 – 16). “Belum memenuhi standar pelayanan, mulai dari kebutuhan pelayanan, masih seadanya dengan SDM yang seadanya juga” (S.04, 6 – 7) Kedua, terdapat komplain yang terjadi jika pelanggan belum dijadikan fokus utama: F a k t a m e n a r i k y a n g k e t i g a karyawan AGW (pelanggan internal) terkadang masih menemukan beberapa permasalahan dalam manajemen: “Permasalahan di manajemen AGRO sendiri lebih ke permasalahan jika sistem paket wisata tentang organize, melayani, terus terkadang ada anggapan ini gawean auditorium, ini green park, padahal ini kan masih satu AGRO, jadi karyawan belum memahami sistem paket ini dengan baik” (S.01, 89 – 93) Fakta ke-empat hasil dari wawancara dengan karyawan AGW, belum diberikannya kemampuan pelayanan bagi para karyawannya semenjak AGW berdiri dan proses rekrutmen karyawan AGW yang cukup menarik, berikut hasil wawancara yang peneliti dapatkan: “Untuk SDM ini kita diberikan tenaga tapi tidak rekrutmen, jadi siapa yang 92
mau dan selo nanti kita latih dengan seadanya juga, selanjutnya yang kedua adalah belum jelasnya posisi wisata Gondang Winangoen karena masih ikut kebijakan manajemen Pabrik, manajemen pabrik lebih ke produksi dan kita ke jasa, ini sudah berbeda” (S.01, 16 – 21) Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja dan seharusnya dilakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas layanan karyawan. Ditambah lagi Pabrik Gula Gondang Winangoen memiliki misi ”Melalui pemberdayaan seluruh sumber daya perusahaan secara bertahap melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas produk serta pengembangan usaha diversifikasi menuju sasaran profitisasi dan pertumbuhan perusahaan yang mengarah pada kelangsungan hidup perusahaan”. AGW merupakan salah satu diversifikasi dari Pabrik Gula Gondang Winangoen yang mempunyai tujuan: 1. Merencanakan kawasan agrowisata dan sarana rekreasi yang akan memberikan keberlanjutan secara ekonomi untuk mendukung keberadaan Pabrik Gula Gondang. 2. Merencanakan museum gula yang bersifat pasif dan aktif untuk kepentingan edukasi dan pelestarian peninggalan budaya berupa industri pengolahan gula yang menggunakan teknologi abad ke-19 berupa mesin uap. 3. Merencanakan kawasan wisata yang tidak hanya memperhatikan masalah aspek ekonomi semata tetapi juga memperhatikan masalah pencemaran lingkungan, konservasi kawasan dan bangunan, teknologi dan sosial budaya. Pabrik Gula Gondang Winangoen juga mempunyai lima budaya organisasi: (1) perasaan memiliki, (2) profesionalisme, (3) produktifitas, (4) peduli lingkungan, (5) pelayanan terbaik. Lima budaya organisasi ini sepatutnya mampu di praktekan dalam kehidupan bekerja sehari-hari. Data lain menunjukan berdasarkan data absensi karyawan, jika karyawan AGW dalam hal ketepatan waktu dalam bekerja Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS PELATIHAN SERVICE EXCELLENCE UNTUK BERORIENTASI KEPADA CUSTOMER DI WISATA AGRO GONDANG WINANGOEN KLATEN
masih belum bisa, terutama jam awal masuk kerja. Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) menyebutkan ketepatan waktu merupakan salah satu dimensi dari kualitas pelayanan. Data tersebut menunjukan bahwa kinerja karyawan belum bisa memenuhi misi dan budaya perusahaan. Berdasarkan data tersebut gambaran bahwa masih perlu adanya upaya untuk peningkatan kualitas bagi para karyawan. Bagian terpenting dalam pelayanan adalah kualitas pelayanan atau sering d i s e b u t d e n g a n s e r v i c e q u a l i t y. Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) memberikan pegertian bahwa service quality merupakan suatu bentuk sikap, yang terkait namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara ekspektasi dengan persepsi kinerja. Ekspektasi dilihat sebagai hasrat atau keinginan konsumen, yakni apa yang mereka fikir harus diberikan (should offer) oleh penyedia jasa, bukannya akan diberikan (would offer). Selanjutnya Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) menciptakan instrument yang dinamakan SERVQUAL untuk mengukur customer gap. Metode SERVQUAL ini mengukur perbedaan antara ekspektasi dan hasil pencapaian dari berbagai dimensi kualitas. Lima dimensi kualitas ini disebut juga dengan RATER: 1. Reliability, yakni mengukur kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan secara konsisten dan akurat. Kriterianya yakni: tepat waktu, konsisten atau rutin dan akurasi. 2. Assurance, yakni mengukur knowledge, kompetensi, dan sikap dari karyawan, juga kemampuan mereka dalam menciptakan trust dan keyakinan dari pelanggan. Kriterianya antara lain: kompetensi karyawan, menghargai stakeholder, kredibilitas, kejujuran dan kerahasiaan, dan keamanan. 3. Tengibles, yakni mengukur bentuk dan gambaran fisik yang mewakili brand. Kriteria yang digunakan antara lain: fasilitas fisik, perlengkapan, teknologi, karyawan, dan materi komunikasi seperti Jurnal Psikologi Mandiri
brosur, form. 4. Emphaty, yakni mengukur tingkat perhatian dan kepedulian terhadap pelanggan. Kriterianya antara lain: akses (terhadap karyawan, layanan, informasi), komunikasi (jelas, tepat waktu dan sesuai), memahami stakeholder, pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder, dan personalization. 5. Responsiveness, yakni mengukur seberapa besar kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan cepat. Kriterianya antara lain: kemauan untuk membantu, respon yang cepat terhadap permintaan maupun pertanyaan, metode penganan masalah, metode menangani complain dan fleksibilitas. Gronoos (1984) berpendapat bahwa service quality yang diperoleh pelanggan mempunyai dua dimensi, yakni technical quality dan functional quality. Functional Quality menjelaskan bagaimana suatu layanan diberikan, sementara technical quality menjelaskan apa yang diperoleh pelanggan dalam service delivery. Sejalan dengan uraian di atas, service quality merupakan faktor penting dalam menciptakan kepuasan pelanggan, maka pemahaman tentang service quality perlu dilakukan. Babakus, Yavas dan Avci (2003) dalam penelitiannya menemukan tiga cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan: (1) Training (pelatihan), (2) Empowerment (pemberdayaan) dan (3) Rewards (penghargaan). dengan demikian metode pelatihan akan berpengaruh terhadap kualitas layanan pada karyawan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah dengan menggunakan pelatihan pelayanan prima (service excellence) (Herayati, 2009; Ridwan, 2010). Hasil penelitian Wardhani (2011) menunjukan bahwa pemahaman terhadap service excellence dapat diberikan melalui pelatihan. Pelatihan dipilih karena menguatkan bahwa metode yang cukup efektif untuk meningkatkan motivasi, mengubah struktur kognitif dan 93
Fanny Fauzi Hanifunni'am
memodifikasi sikap serta menambah keterampilan berperilaku (Johnson & Johnson, 2000). Pelatihan juga memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidenttifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan (Mathis & J a c k s o n , 2 0 0 6 ) . Wisata AGRO Gondang Winangoen Klaten yang bergerak di bidang pelayanan jasa pariwisata merupakan salah satu badan usaha dari Pabrik Gula Gondang Klaten saat ini melangkah pada tahun ke-tujuh. Wisata AGRO Gondang winangoen membawahi enam lini (lokasi wisata): 1. Green Park, 2. Restoran, 3. Auditorium, 4. Museum, 5. Home stay, dan 6. Locomotif Uap, yang masing-masing mempunyai kepengurusan tersendiri. Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah masih kurang adanya koordinasi antar lini yang berimbas kepada adanya keluhan dari konsumen atau pelanggan. Hal ini menjadi bagian penting yang perlu di perhatikan, karena bentuk jasa pariwisata dari Wisata AGRO Winangoen salah satunya adalah explorasi wisata. Bentuknya paket sebagai contoh pertama masuk ke green park –museum – locomotif uap, jika tidak ada koordinasi antar lini maka yang akan dirugikan adalah konsumen atau pelanggan eksternal dan ini masih sering terjadi di lapangan. Sehingga ini menjadi pekerjaan rumah untuk segera mencari alternative solusi bagi permasalahan yang ada di Wisata AGRO Gondang winangoen. Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik yang jadi fokus utama dalam penelitian ini adalah internal customer atau internal karyawan. Muncul suatu pertanyaan “seberapa efektifkah pelatihan service excellent mampu meningkatkan pelayanan yang berorientasi kepada customer di wisata AGRO Gondang Winangoen?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut salah satunya adalah pelatihan service excellent. Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui efektifitas pelatihan service excellent untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang berorientasi kepada customer di wisata 94
AGRO Gondang Winangoen. Service excellent menjadi salah satu yang bisa dikembangkan di perusahaan. Johnston (2004) beranggapan bahwa service excellent merupakan satu hal yang tampak dan sukar dipahami, pelayanan yang baik dan buruk memiliki dampak emosional yang kuat kepada pelanggan, menciptakan image tentang organisasi dan mempengaruhi kesetiaan pelanggan. Mengingat service excellence merupakan hal yang penting dan strategis dalam mendukung kualitas layanan bagi customer, hasil penelitian Johnston (2004) menggambarkan ada tiga faktor penentu yang bisa dijadikan dasar bagi service excellent: (1). Memberikan janji, sebagai contoh bagaimana melakukan pekerjaan sesuai dengan yang di katakan, memberikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan pelanggan, menjaga pelanggan untuk tidak dikecewakan, jika diminta untuk melakukan suatu pekerjaan maka langsung dilakukan saat itu juga; 2) Membangun relasi secara personal, sebagai contoh adanya senyuman yang diberikan, ada kontak mata dengan pelanggan, mencoba untuk selalu memperlakukan pelanggan seperti memperlakukan diri sendiri, menjaga hubungan baik lebih dari sekedar transaksi antara penjual dan pembeli, bagaimana menawarkan diri untuk membantu walaupun saat itu tidak ada kejadian apapun, menyapa dan mengucapkan terimakasih tanpa diminta; (3) Menyelesaikan masalah dengan efektif, contoh di lapangan bertanggungjawab terhadap pekerjaan, bersikap terbuka dan jujur dalam menjelaskan permasalahan yang terjadi, cepat dan memberikan kemudahan bagi pelanggan, senang tanpa tendensi apapun membantu pelanggan mencari jalan keluar dari suatu permasalahan. Ford (1997) menuliskan ada tiga teknik dasar dalam service excellent untuk menciptakan kesan yang baik terhadap pelanggan: (1). Memperlakukan pelanggan sebagai partner, karyawan dalam melakukan pekerjaan-nya menghadapi pelanggan seperti memperlakukan diri Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS PELATIHAN SERVICE EXCELLENCE UNTUK BERORIENTASI KEPADA CUSTOMER DI WISATA AGRO GONDANG WINANGOEN KLATEN
sendiri, mencoba membantu mencarikan solusi atas permalahan yang terjadi, berfikir apa yang diinginkan oleh pelanggan serta selalu berfikir bentuk bantuan apa yang bisa memuaskan pelanggan; (2). Menjaga sikap positif, hal yang paling penting untuk memunculkan sikap positif adalah berfikir positif, menyukai pekerjaan sehingga dalam bekerja akan memunculkan sikap yang diharapkan, contohnya adalah bersedia memabantu pelanggan, selalu tersenyum dan bersedia untuk bertanya kepada pelanggan dan bersikap pro-aktif untuk membantu tanpa diminta; (3). Berkomunikasi efektif dengan pelanggan, di saat membahas tentang komunikasi maka yang muncul adalah apa yang akan dikatakan, padahal komunikasi tidak terbatas itu saja, bahasa tubuh (termasuk ekspresi wajah), intonasi suara, dan apa yang dikatakan merupakan bagian dari komunikasi. Service excellent sebagai bagian penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah dengan menggunakan pelatihan (Herayati, 2009; Ridwan, 2010, Wardhani, 2011; Pandu, 2009). Hasil penelitian Hadjam (2001) menunjukan bahwa pemahaman terhadap pelayanan prima dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan umpan balik. Menguatkan penelitian diatas, Beevers (2000) mengungkapkan Kunci untuk mencapai pelayanan yang konsisten adalah dengan menguatkan internal komunikasi dalam perusahaan dan adanya program training. Pelatihan dipilih karena menguatkan bahwa metode yang cukup efektif untuk meningkatkan motivasi, mengubah struktur kognitif dan memodifikasi sikap serta menambah keterampilan berperilaku (Johnson & Johnson, 2000). Pelatihan juga memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidenttifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan (Mathis & Jackson, 2006). Munandar (2001) berpendapat bahwa metode pelatihan harus memenuhi prinsipprinsip sebagai berikut, yaitu memotivasi Jurnal Psikologi Mandiri
peserta untuk belajar keterampilan yang baru, memperlihatkan keterampilanketerampilan yang diinginkan untuk dipelajari, mengajarkan keterampilanketerampilan interpersonal, memungkinkan partisipasi aktif peserta dan memberikan kesempatan bagi peserta untuk mempraktekan dan memperluas keterampilan tersebut. Berdasarkan proses diagnostik pada umumnya, untuk menentukan pelatihan “apa” perlu assesment terlebih dahulu, mengumpulkan data sebanyak mungkin demi tercapainya pelatihan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dengan melakukan training need assesment. Terdapat tiga kebutuhan yang di-assesment: 1). Organization assessment, yaitu proses yang dilakukan sebelum memilih apakah pelatihan sebagai alternatif solusi untuk penyelesaian masalah di perusahaan merupakan hal yang penting dan bermanfaat bagi perusahaan. Perusahaan menyiapkan peserta (karyawan) yang membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan dan menerapkan skil dan pengetahuan ke dalam pekerjaan. 2). Work assessment, merupakan pemahaman akan tugas, aktifitas dan bagaimana peserta (karyawan) mampu bekerja lebih baik setelah training. 3). Individual assessment, bertujuan agar tiap individu mampu memahami bahwa mereka layak mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan skil, pengetahuan, dan kemampuan yang dimiliki dalam pelatihan. Setelah proses assesment tahapan berikutnya adalah menentukan tujuan dan desain pelatihan yang tepat sesuai dengan k e b u t u h a n . Ta h a p a n y a n g k e t i g a memberikan pelatihan dan yang terakhir adalah evaluasi untuk menentukan apakah pelatihan yang sudah diberikan sesuai atau tidak dengan tujuan pelatihan. Pemberian pelatihan tidak terlepas dari metode yang diberikan, adapun metode pelatihan yang akan diberikan berupa (1). Kegiatan (latihan, permainan, praktik atau kegiatan berdasarkan pengalaman) sebuah kegiatan untuk mengumpulkan informasi, mengatasi masalah, melaksanakan tugas.; (2). Studi kasus, merupakan permasalahan 95
Fanny Fauzi Hanifunni'am
kompleks yang sengaja dibuat atau yang sebenarnya terjadi, dianalisis secara rinci untuk mendapatkan solusi.; (3). Role play, para peserta melakukan berbagai peran, baik seperti yang sebenarnya maupun bersandiwara, satu orang, berpasangan atau dalam sebuah kelompok, untuk melakukan suatu kejadian kasus. (4). Seminar, semua peserta mendengarkan dan mendiskusikan serangkaian topik yang disampaikan oleh trainer; (5). Video, berisi sejumlah film berdurasi pendek dan masih berhubungan dengan topik atau materi pelatihan, setelah film diputar ditawarkan pertanyaan kepada peserta maksud dari tayangan tersebut kemudian didiskusikan. (Rae, 2005). Mathis dan Jackson (2006) mengingatkan bahwa apa pun pendekatan yang akan digunakan, berbagai pertimbangan perlu diperhatikan ketika memilih metode-metode pelatihan. Beberapa hal yang secara umum dapat dipertimbangkan adalah: sifat pelatihan, bahan pelatihan, jumlah peserta pelatihan, biaya pelatihan, tempat pelatihan, waktu pelaksanaan, jangka waktu proses pelatihan. Kesemuanya ini dipertimbangkan demi efektifitas pelatihan yang diberikan dengan harapan tujuan pelatihan mampu tercapai. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Wisata Agro Gondang Winangoen. Subjek penelitian adalah 17 karyawan yang bekerja di tempat wisata tersebut, karyawan keseluruhan berjumlah 31 orang. Subjek penelitian kelompok eksperimen dipilih berdasarkan kategorisasi. Subjek penelitian kelompok eksperimen berjumlah 17 orang. Pengukuran pada penelitian ini menggunakan skala pelayanan yang diisikan oleh karyawan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Skala pelayanan berdasarkan pada kelima aspek yang dikemukakan oleh Parasuraman (1988). Kelima aspek tersebut antara lain: tangible (wujud), reliability (dipercaya), responsiveness (cepat tanggap), assurance 96
(jaminan), dan empati. Angket tersebut diambil dari penelitian Berandini Herayati (2009) dan Mira Asmal (2011). Skala pelayanan menggunakan metode Likert dengan lima alternative jawaban. Pada skala model likert stimulusnya adalah pernyataan. Respon yang diharapkan diberikan oleh subjek adalah taraf kesetujuan atau ketidaksetujuan dalam variasi: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak tentu (TT), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Dalam penyusunannya pernyataan itu ada pernyataan yang mendukung (favorable statement), dan yang tidak mendukung disebut pernyataan tidak mendukung (unfavorable statement). Dalam satu perangkat alat ukur jumlah pernyataan mendukung dan pernyataan tidak mendukung itu harus seimbang, kalau mungkin dibuat sama (Suryabrata, 2000). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan the one group pretest-posttest design, yaitu model penelitian eksperimen dengan hanya menggunakan kelompok eksperimen. Metode eksperimen ini diberikan dengan melakukan perlakuan dilakukan pada kelompok eksperimen dan dilihat perbedaan nya setelah diberikan perlakuan (Cook & Campbell, 1979). Pada desain ini, diawal penelitian akan dilakukan pengukuran terhadap variable tergantung, dalam hal ini adalah dengan dengan alat ukur pelayanan karyawan yang diberikan kepada karyawan pada kelompok eksperimen. Setelah itu diberikan pelatihan pada kelompok eksperimen, lalu diberikan pengukuran kembali terhadap variable tergantung dengan alat ukur yang sama. Alat ukur palayanan karyawan digunakan pada saat pre test dan post test kemudian hasilnya diperbandingkan. Tabel 1. Rancangan Eksperimen Kelompok
Pretest
Perlakuan
Pascatest
Eksperimen
O1
X
O2
(Cook & Campbell, hal. 99, 1979) Keterangan: Jurnal Psikologi Mandiri
O1 : Skor angket pretest O2: Skor angket pascatest X: Perlakuan berupa pelatihan service excellent Manipulasi diberikan kepada karyawan pada kelompok eksperimen dalam bentuk pelatihan service excellent. Intervensi pelatihan dipilih karena menguatkan bahwa metode yang cukup efektif untuk meningkatkan motivasi, mengubah struktur kognitif dan memodifikasi sikap serta menambah keterampilan berperilaku (Johnson & Johnson, 2000). Pelatihan juga memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan (Mathis & Jackson, 2006). Pelatihan service excellent diberikan selama 3 hari dan setiap hari mendapatkan materi masing-masing selama 4 jam, tiap materi mendapatkan alokasi waktu 90 menit. Pelatihan service excellent dilakukan dalam bentuk ceramah, permainan, diskusi, menonton tayangan film service excellent, role play. Materi pelatihan service excellent yang diberikan kepada karyawan secara garis besar tentang berisi tentang: 1. Integritas: membangun rasa percaya, menepati janji, konsisten, menyadari hal kecil itu penting, jujur. 2. Komunikasi efektif: komunikasi verbal, komunikasi non verbal, keterampilan mendengarkan, komunikasi dalam tim dan lingkungan kerja. 3. Deal Well with Problems: Mengenali, mendefinisikan dan menggambarkan masalah, pendekatan problem solving, menghadapi customer. Pelatihan service excellent ini diberikan oleh seorang pelatih yang dinilai telah berpengalaman dan memiliki kompetensi dibidangnya, memiliki kompetensi di bidang psikologi (HRM, dinamika kelompok), mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, memiliki kemampuan observasi, memahami dan mampu memberikan rancangan permainan untuk dipraktikan di lapangan, berwibawa, menarik, memiliki sense of humor yang baik (Ancok, 2002). Jurnal Psikologi Mandiri
Tugas pelatih secara umum yaitu mengajarkan materi dengan metode yang sudah ditentukan, saat pelatihan pelatih memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan di dunia kerja. Sebelum pelaksanaan pelatihan tersebut, pelatih memperoleh modul service excellence. Metode Pengumpulan Data 1. Skala pelayanan karyawan diberikan kepada perawat sebelum intervensi diberikan, baik itu kelompok eksperimen ataupun kelompok kontrol. Skala tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengetahui layanan karyawan sebelum dilakukan pelatihan. 2. Menentukan kelompok eksperimen. 3. Pada hari pertama sebelum pelatihan mulai diberikan, subyek diminta untuk mengisi informed consent untuk meminta persetujuan dari subjek atas kesediannya mengikuti semua proses pelatihan. 4. Kelompok eksperimen diberi pelatihan yang mencakup materi tentang service excellent selama 2 kali pertemuan dalam jangka waktu 2 hari masing-masing pelatihan selama 90-120 menit tiap materi. 5. Pada hari terakhir pelatihan service excellent, dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelatihan untuk mengetahui apakah tujuan atau sasaran pelatihan telah tercapai. Evaluasi meliputi reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil (Cummings & Worley, 2005). Tahap reaksi lebih mengacu kepada penilaian awal proses pelatihan, tahap pembelajaran adalah proses memahami materi selama proses pelatihan berlangsung. Perilaku yang dimaksud adalah meningkatkan skill dan kemampuan peserta pelatihan, sedangkan hasil untuk menentukan apakah training mampu meningkatkan kemampuan peserta secara efektif bagi organisasi. 6. Post tes diberikan kepada kelompok eksperimen di hari terakhir pelatihan. 97
Fanny Fauzi Hanifunni'am
Post tes dilakukan untuk mengetahui sikap dan pandangan karyawan terhadap service excellent setelah pelatihan. 7. Membandingkan hasil pre-test dan posttest untuk mengukur kemajuan peserta pelatihan. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik non parametric The Walsh Test yaitu untuk melihat perbedaan nilai dalam kelompok yang sama (Siegel, 1958). HASIL PENELITIAN Pada umumnya distribusi normal tercapai dengan jumlah sampel yang besar, maka metode non parametrik biasanya juga digunakan untuk sampel dengan jumlah kecil di bawah 30 (Santoso, 2012), sehingga dalam hal ini tidak melalui uji prasyarat akan tetapi langsung ke uji hipotesis. Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis pada data pelayanan menggunakan analisis statistik non parametrik The Walsh Test. Tabel 2. Hasil Analisis data SUBJEK
POSTEST
PRETEST
d
Subjek 1
132
1
Subjek 2
133 132
130
2
Subjek 3
112
104
8
Subjek 4
107
113
-6
Subjek 5
124 123
125
-1
112
11
124
4
Subjek 8
128 125
127
-2
Subjek 9
107
104
3
Subjek 10
96
100
-4
Subjek 11
112
108
4
Subjek 12
119
8
Subjek 13
127 126
114
12
Subjek 14
119
110
9
Subjek 15
133
132
1
Subjek 16
138
133
5
Subjek 17
132
123
9
Subjek 6 Subjek 7
98
d merupakan hasil dari nilai posttest - nilai pretest kemudian setelah itu diurutkan dari nilai yang terkecl sampai yang terbesar, sehingga menjadi: Tabel 3. Nilai urut hasil analisis data SUBJEK
PRETEST
D
Subjek 4
POSTEST 107
113
-6
Subjek 10
96
100
-4
Subjek 8
125
127
-2
Subjek 5
124
125
-1
Subjek 1
132
1
Subjek 15
133 133
132
1
Subjek 2
132
130
2
Subjek 9
107
104
3
Subjek 7
124
4
Subjek 11
128 112
108
4
Subjek 16
138
133
5
Subjek 3
112
104
8
Subjek 12
127
119
8
Subjek 14
119
110
9
Subjek 17
132
123
9
Subjek 6
123
112
11
Subjek 13
126
114
12
Hasil analisis data The Walsh Test menunjukan bahwa: Setelah liat Tabel H (Siegel, 1956) dengan N = 17, dengan asumsi 0 adalah á = 0,047. Menggunakan tabel Minimum [½ (d1 + d12), ½ (d2 + d11)] > 0 = [½ (-6 + 8), ½ (-4 + 5] > 0 = [½ (2), ½ (1)] > 0 = [1, 0,5] > 0 Berdasarkan hasil analisis ini menunjukan signifikan. Artinya pelatihan service excellent berpengaruh terhadap peningkat perilaku karyawan yang berorientasi pada customer. PEMBAHASAN Berdasarkan dari analisa data di atas, hal ini dapat diartikan bahwa pelatihan service excellent berpengaruh terhadap orientasi pelayanan internal karyawan di Jurnal Psikologi Mandiri
EFEKTIVITAS PELATIHAN SERVICE EXCELLENCE UNTUK BERORIENTASI KEPADA CUSTOMER DI WISATA AGRO GONDANG WINANGOEN KLATEN
Agro Gondang Winangoen. Hasil ini membuktikan secara empiris bahwa pemberian pelatihan service excellent berpengaruh terhadap peningkatan perilaku pelayanan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Hadjam (2001) yang menunjukan bahwa pemahaman terhadap pelayanan prima dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan umpan balik. Dalam buku service with character (Kartajaya dan Ridwansyah, 2012) menuliskan menurut M. R. Covey kunci untuk membangun kepercayaan customer dengan dua hal yaitu competence dan character. Menurut penelitian MarkPlus aspek character lah yang justru lebih penting bahkan dalam service. Materi yang penulis susun merupakan hal terdalam atau mengupas character yang penting untuk dikembangkan dalam dunia service excellent. Berikut ini adalah uraian mengenai bentuk-bentuk service excellent yang telah diberikan melalui pelatihan. Aspek-aspek yang terdapat dalam perilaku service excellent yaitu integritas, komunikasi efektif dan problem solving. Masing – masing aspek ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Integritas (menepati janji) meliputi konsekwen (mengerjakan apa yang dikatakan), memberikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan serta jika diminta untuk melakukan suatu pekerjaan maka langsung saat itu juga. 2. Komunikasi efektif, yakni membangun relasi secara personal serta memberikan harapan yang lebih. Hal ini dapat tercermin dari perilaku membuat karyawan merasa aman dan nyaman, memberikan senyuman, menawarkan untuk membantu, mengutamakan karyawan lain tanpa mengabaikan pekerjaan sendiri. 3. Deal Well with Problems, yakni kesediaan menyelesaikan masalah dengan baik. Ciri perilaku seorang karyawan dari aspek tersebut adalah mampu menyelesaikan pekerjaan, Jurnal Psikologi Mandiri
bertanggungjawab serta cepat dan memberikan kemudahan bagi karyawan lain nya. Terbuktinya pengaruh intervensi dalam hal ini pelatihan service excellent disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya adalah pendekatan pelatihan dengan menggunakan metode experiental learning yang memberikan banyak pengalaman kepada peserta dalam proses belajar dalam setiap sesi pelatihan. Kemudian pelatih memberikan feedback dengan tujuan untuk memberikan motivasi untuk lebih baik dalam berperilaku service excellent. Faktor selanjutnya dalam pelatihan service excellent dinilai baik pada evaluasi reaksi menunjukan bahwa keseluruhan proses pelatihan dinilai baik oleh peserta. Pelatihan service excellent dinilai baik pada faktor materi dengan rata-rata sebesar 18,5 yaitu pada aspek: materi pokok yang disampaikan, materi permainan/ simulasi, manfaat materi dengan aplikasi kerja, durasi dalam penyelenggaraan pelatihan, tambahan pengetahuan selama mengikuti pelatihan. Faktor trainer dinilai baik oleh semua peserta mulai dari sikap/perilaku, penguasaan materi, penggunaan bahasa, efektifitas penggunaan alat bantu, antusiasme dan suara, pengaturan waktu, kemampuan menyimpulkan, penguasaan kelas, kemampuan menjawab pertanyaan peserta dengan rata-rata 36,75. Pelatihan service excellent juga dinilai baik dari segi penyelenggaraan pelatihan dengan rata-rata sebesar 21,5 dengan aspek-aspek: tempat pelaksanaan, alat/media pelatihan yang digunakan, konsumsi, suasana pelatihan, ketepatan waktu, tata tertib/ aturan yang diberlakukan selama pelatihan. Hasil evaluasi pengetahuan menunjukan bahwa terdapat peningkatan pemahaman untuk 12 orang mengenai pengetahuan service excellent, mengalami peningkatan minimal kenaikan 3 poin sampai dengan yang tertinggi 11 poin. Sedangkan lima orang mengalami penurunan mengenai pengetahuan service 99
Fanny Fauzi Hanifunni'am
excellent minimal 1 poin sampai dengan yang tertinggi 3 poin. Tercapainya pelayanan yang sempurna tergantung bagaimana kemampuan karyawan dalam melayani sesama karyawan. Peningkatan perilaku karyawan dalam service excellent dikuatkan oleh hasil wawancara yang penulis lakukan dengan kepala AGRO, Manager AGRO, Koordinator RESTO, Koordinator Green Park, yang mengemukakan bahwa kelompok yang mengikuti pelatihan service excellent telah terjadi peningkatan pengetahuan dan peningkatan perilaku service excellent, hal tersebut berpengaruh terhadap interaksi antar internal karyawan. SIMPULAN DAN SARAN Simpilan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil diskusi dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pelatihan service excellent dapat meningkatkan pelayanan internal karyawan di AGRO Gondang Winangoen. Hal ini sesuai dengan analisa data The Walsh Test pada kelompok eksperimen pada saat pre test dan post test menunjukan hasil yang signifikan. 2. Pelatihan service excellent berpengaruh terhadap peningkatan perilaku karyawan dalam hal pelayanan, peningkatan tersebut ditunjukan oleh bertambahnya pengetahuan dan pemahaman tentang service excellent sehingga mampu membentuk perilaku melayani antar karyawan. 3. Keberhasilan pelatihan service excellent tidak lepas dari berbagai faktor, diantaranya adalah: proses pemberian pelatihan, faktor trainer atau pelatih serta waktu pelatihan juga bisa dijadikan faktor berhasilnya pelatihan service excellent. 4. Peningkatan perilaku service excellent juga dikuatkan dengan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan kepala, manager dan koordinator yang ada di AGRO Gondang Winangoen. Mereka mengemukakan bahwa peserta yang 100
mengikuti pelatihan mengalami perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku yang sesuai dengan aspek-aspek service excellent. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan hasil diskusi maka saran untuk perbaikan adalah: 1. S a r a n u n t u k A G R O G o n d a n g Winangoen a. Pelatihan service excellent terbukti dapat meningkatkan layanan karyawan yang berorientasi kepada customer, sehingga pelatihan service excellent dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk meningkatkan perilaku pelayanan antar karyawan. b. Pengamatan terhadap service excellent di perusahaan baiknya dilakukan secara terus menerus untuk menjaga konsistensi perilaku layanan yang sudah terbentuk serta dengan harapan dapat menciptakan suasana kerja yang lebih hangat dan akrab antar karyawan. 2. Saran untuk peneliti selanjutnya a. Ada beberapa variabel yang tidak terkontrol yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Variabel tersebut antara lain: masa kerja, latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin. b. Modul yang dirancang oleh peneliti masih dapat dilakukan penyempurnaan bagi peneliti selanjutnya, begitu juga saat proses pelatihan permainan dapat diperbanyak.
DAFTAR PUSTAKA Asmal, M. (2011). Pengaruh Pelatihan Komunikasi Interpersonal terhadap Kualitas Layanan di RSUD Sleman. Tesis (tidak diterbitkan). Program Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Jurnal Psikologi Mandiri
Ancok, Dj. (2002). Outbound Management Training. Yogyakarta: UII Press. Babakus, E., Yavas, U., & Avci, T., K., M., O. (2003). The Effect of Management Commitment to Service Quality on Employees' Affective and Performance Outcomes. Journal of the Academy of Marketing Science. 3, 272 – 286. Beevers, R. (2000). Customer Service Excellence in the Public Sector. UK: Northem Housing Consortium. Cummings, T. G. & Worley, C. G. (2005). Organizational Development and Change. (8th ed.). United States: Thompson South Western. Cook, T, D., Campbell, D, T. (1979). QuasiExperimentation: design & analysis issues for field settings. Houghton Mifflin Co: Boston. Ford, L. (1997). Customer Service Excellence: It's in the Details. United States: Coastal Training Technologies. Gaspersz, V.. (2008). Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Hadjam, M. N. R. (2001). Efektifitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan di Rumah Sakit (Perspektif Psikologi). Jurnal Psikologi. 2, 105 – 115. Herayati, B. (2009). Efektifitas pelatihan pelayanan prima untuk meningkatkan pelayanan internal karyawan antar departemen terkait di PT. TASPEN (PERSERO). Program Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kartajaya, H. & Ridwansyah, A. Service with Character. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Johnson, D., W & Johnson, F. P. (2000). Joining Together Group Theory and Group Skills. Boston: Allyn & Bacon. Johnston, R. (2004). Toward a better understanding of service excellence. Emerald Group Publishing Limited. 14, 193 – 133. Mathis, R., L., & Jackson, J., H. (2006). Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat. Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press. Parasuraman, A., V. A. Zeithaml, V. A., A. & L.L. Berry, . (1988). SERVQUAL: A Multiple item scale for measuring consumer perception of service quality. Journal Retailing, 64 (Spring), 12 - 40. Prayogi, P. (2009). Pengaruh Pelatihan Pelayanan Prima Perawat terhadap Kepuasan Pasien. Tesis (tidak diterbitkan). Program Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ridwan, M., M. (2010). Pengaruh pelatihan pelayanan prima terhadap kualitas pelayanan anggota kepolisian negara republik Indonesia. Tesis (tidak diterbitkan). Program Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Santoso, S. (2002) Aplikasi SPSS pada Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Computindo. Siegel, S. (1956). Nonparametric Statistics for the Behavioral Science.New York: McGraww-Hill Book Company, INC. Sugeng, A. (2000). Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan; studi kasus pada PT. PLN (persero) cabang Semarang di
Fanny Fauzi Hanifunni'am
kotamadya Semarang. Tesis (tidak diterbitkan). Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. Suryabrata, S. (2000). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Penerbit Andi.
102
Wardhani, N., K. (2011). Pengaruh Pelatihan Service Excellent untuk Meningkatkan Pelayanan Perawat yang Beorientasi pada Kepuasan Pasien di Rumah Sakit. Tesis (tidak diterbitkan). Program Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Jurnal Psikologi Mandiri