MANAJEMEN KEUANGAN DESA WISATA
LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PELATIHAN MANAJEMEN KEUANGAN UNTUK MASYARAKAT DI DESA WISATA KABUPATEN BOGOR
TIM PENGABDIAN Bayu Laksma Pradana, SE.,MM (0309067701) Fongnawati Budhijono, SE.,MM (0610116401) Januar Wahyudi, SE.,MM (0330017201)
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI WIYATAMANDALA MARET 2016
PRAKATA Dengan mengucap Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulisan laporan pengabdian yang berjudul “Pengembangan Desa Wisata (Pelatihan Manajemen Keuangan Masyarakat di Desa Wisata Kabupaten Bogor)” ini dapat diselesaikan. Desa Wisata Kabupaten Bogor menjadi daya tarik wisata alternatif dikaawasan Kabupaten Bogor yang terbentang dari Citeurep, jasingan, dan puncak serta kearah Sukabumi sehingga banyak dikunjungi banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara, baik untuk hanya berwisata maupun penelitian. Konstruksi sosial atau perubahan dinamika desa menjadi desa wisata telah mengalami transformasi fisik dan fungsi ketika fenomena kepariwisataan diperkenalkan di sini. Perkembangan Desa Wisata menjadi hal yang penting dengan didukung oleh pengelolaan yang baik, termasuk pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan menjadi penting dikarenakan akan menjadi patokan untuk perkembangan desa wisata. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat STIE Wiyatamandala yang telah memberikan kesempatan dan dana untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat ini. Demikianlah laporan pengabdian kepada masyarakat ini disampaikan. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pengabdian kepada masyarakat ini, untuk itu kami menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Jakarta, 14 April 2016
Bayu Laksma Pradana
3
DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................
5
A. Pengembangan Desa Wisata .................................................................... B. Model Pengembangan Desa Wisata ........................................................
5 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
9
A. Pemahaman Konseptual Mengenai Kepariwisataan .............................. B. Pengelolaan Desa wisata............................................................................ C. Manajemen Keuangan ...............................................................................
9 14 15
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENGABDIAN ..........................................
17
A. Tujuan Pengabdian Kepada Masyarakat ................................................. B. Manfaat Pengabdian Kepada Masyarakat .............................................
17 17
BAB IV. METODE PENGABDIAN .................................................................... BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGABDIAN ......................................
18 19
A. Hasil Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat .................................... B. Pembahasan Pengabdian Kepada Masyarakat .....................................
19 20
BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ................................................. BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
24 25
A. Kesimpulan .................................................................................................... B. Saran ..............................................................................................................
25 25
BAB I. PENDAHULUAN A. Pengembangan Desa Wisata Desa wisata dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan dan kehidupan sosial budaya masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya. Selanjutnya desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993). Menurut Julisetiono (2007), Konsep Desa Wisata, meliputi: (a) berawal dari masyarakat, (b) memiliki muatan lokal, (c) memiliki komitmen bersama masyarakat, (d) memiliki kelembagaan,
(e)
adanya
keterlibatan
anggota
masyarakat,
(f)
adanya
pendampingan dan pembinaan, (g) adanya motivasi, (h) adanya kemitraan, (i) adanya forum Komunikasi, dan (j) adanya studi orientasi. Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2001), maka pola pengembangan desa wisata diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai berikut : a). Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola kehidupan masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata harus disesuaikan dengan tata cara yang berlaku di desanya. b). Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pembangunan fisik yang dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan sarana jalan setapak, penyediaan MCK, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan.
5
c). Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas desa, mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat. d). Memberdayakan masyarakat desa wisata Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut. Pengembangan desa wisata sebagai pengejawantahan dari konsep Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan
pariwisata.
Masyarakat
terlibat
langsung dalam
kegiatan
pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar aktifitas mereka sehari-hari. e). Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) harus mendasari pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak hanya pada lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-rumah penduduk (home stay), penyediaan kebutuhan konsumsi wisatawan, pemandu wisata, penyediaan transportasi lokal, pertunjukan kesenian, dan lain-lain. Pengembangan desa wisata merupakan bagian dari penyelenggaraan pariwisata yang terkait langsung dengan jasa pelayanan, yang membutuhkan kerjasama dengan berbagai komponen penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan pemerintah daerah seharusnya menindaklanjuti dengan adanya kejelasan regulasi terkait dengan pengembangan desa wisata dan usulan penetapan forum komunikasi desa wisata sebagai wadah koordinasi dan menjembatani hubungan antara masyarakat, lembaga desa wisata, perguruan tinggi, dan dunia usaha/swasta. Instansi terkait khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata perlu lebih mengintensifkan pembinaan secara berkala setiap bulan sekali dan memfasilitasi pertemuan bagi forum komunikasi desa wisata agar benarbenar dapat memberikan manfaat dalam rangka koordinasi bersama dan ajang berbagi pengalaman dari masing-masing desa wisatanya.
Pada level Dunia Usaha/Swasta, keterlibatan masyarakat khususnya generasi muda dalam kegiatan yang bersifat teknis, seperti menjadi instruktur atau pemandu kegiatan outbound perlu mendapat perhatian yang serius. Investor sebaiknya tidak hanya bergerak sebatas menanamkan modal dalam pengembangan infrastruktur pariwisata tapi perlu bekerjasama dengan masyarakat dalam rangka penguatan modal usaha mereka guna mendukung kegiatan investasi pariwisata. Pada level masyarakat, partisipasi aktif merupakan elemen penting dalam perumusan rencana pembangunan agar mampu meningkatkan rasa percaya diri dan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap hasil pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengembangan desa wisata sebagai produk wisata baru sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata. Hal ini disebabkan ketiga aspek pengembangan desa wisata tersebut memiliki peranan penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas produk wisata.
B.
Model Pengembangan Desa Wisata
Penentuan strategi dalam pengembangan desa wisata sangatlah penting dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan model pengembangan desa wisata sebagai rekomendasi tindak lanjut dari perencanaan wilayah pengembangan desa wisata. Sehubungan
dengan
hal
tersebut
di
atas,
perlu
tahapan-tahapan
model
pengembangan desa wisata yang diharapkan dapat diterapkan di daerah penyangga kawasan konservasi, antara lain: a) Dari sisi pengembangan kelembagaan desa wisata, perlunya perencanaan awal yang tepat dalam menentukan usulan program atau kegiatan khususnya pada kelompok
sadar
wisata
agar
mampu
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan masyarakat melalui pelaksanaan program pelatihan pengembangan desa wisata, seperti: pelatihan bagi kelompok sadar wisata, pelatihan tata boga dan tata homestay, pembuatan cinderamata, pelatihan guide/pemandu wisata termasuk didalamnya keterampilan menjadi instruktur outbound. b) Dari sisi pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya perencanaan awal dari masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan dan mampu mendatangkan wisatawan dari berbagai potensi yang dimiliki oleh masyarakat, serta perlunya sosialisasi dari instansi terkait dalam rangka menggalakkan sapta pesona dan paket desa wisata terpadu.
7
c) Dari sisi pengembangan sarana prasarana wisata, perencanaan awal dari pemerintah perlu diarahkan ke pengembangan sarana prasarana wisata yang baru seperti: alat-alat outbound, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata khas setempat, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya perlu menjalin kemitraan dengan pemerintah dan pengusaha/pihak swasta. Guna mendukung hal tersebut maka dibutuhkan kegiatan pelatihan serta pengabdian kepada masyarakat agar para masyarakat desa serta pengelola desa wisata dapat mampu melakukan kegiatan perencanaan, pengelolaan serta pengembangan desa wisata. Disamping itu pula pelatihan mengenai manajemen usaha maupun manajemen keuangan menjadi hal yang peting untuk diberikan mengingat keterbatasan tingkat pendidikan masyarakat desa. Berdasarkan hal tersebut maka Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Wiyatamandala bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Pengembangan Desa Wisata se Kabupaten Bogor, Jawa Barat
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemahaman Konseptual Mengenai Kepariwisataan Przeclawski (1993:17) menyatakan bahwa pariwisata bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga psikologi, sosial dan budaya. Pariwisata juga memikirkan masalah rasa dan pengalaman dari suatu „setting‟ sosial, memahami diri sendiri di lingkungan yang baru, misalnya di lingkungan yang „indah‟.
MacIntosh and Goeldner (1986)
menyatakan bahwa pariwisata bisa didefinisikan sebagai semua fenomena dan keterkaitan yang muncul karena interaksi wisatawan, bisnis penyedia jasa, pemerintah dan komunitas setempat, dalam proses mendatangkan wisatawan atau pengunjung. Struktur pendukung pariwisata (Pratiwi, 2006:5) tidak bisa lepas dari beberapa hal berikut ini, yaitu: a) Produk/Jasa Pariwisata dan Rekreasi merespon pasar b) Kualitas/suksesnya suatu produk/jasa tergantung pada penyokong usaha, infrastruktur, perlindungan dan manajemen sumber daya. c) Dasar Kesuksesan adalah pada komunikasi, perencanaan, kemitraan, dukungan (pendanaan, bantuan teknologi) Gambaran mengenai struktur pendukung pariwisata bisa terlihat pada gambar berikut ini. Pasar Penduduk dan Bukan Penduduk
Permintaan
Hubungan
Komunikasi (Pemasaran dan Promosi)
Penyedia
Pariwisata/Rekreasi Produk dan Jasa Penyokong usaha
Dasar
Infrastruktur
Manajemen SDM
Perencanaan, Kemitraan, Pendanaan (Pengimplementasian Sistem Sumber: Pratiwi, 2006
Gambar 2.1. Struktur Pendukung Pariwisata Pariwisata juga tidak bisa lepas dari relasi antara produsen, konsumen dan produk wisata yang ditawarkan. Pratiwi (2006:5) menjelaskan keterkaitan antara produsen, wisatawan dan kegiatan wisata seperti terlihat dalam gambar berikut ini. 9
Sumber: Pratiwi, 2006
Gambar 2.2. Produsen, Wisatawan dan Kegiatan Wisata Pariwisata dapat dibedakan menurut motif wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Pendit (1994) menyatakan bahwa jenis-jenis pariwisata menurut motif tersebut adalah sebagai berikut. a) Wisata Budaya Wisata Budaya adalah perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ketempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, budaya dan seni mereka. Seiring perjalanan serupa ini disatukan dengan kesempatan–kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan–kegiatan budaya, seperti eksposisi seni (seni tari, seni drama, seni musik, dan seni suara), atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya. b) Wisata Maritim atau Bahari Wisata maritim atau bahari banyak dikaitkan dengan kegiatan olah raga di air, lebih– lebih di danau, pantai, teluk, atau laut seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi berselancar, balapan mendayung, melihat–lihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta berbagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan di daerah atau negara maritime.
c) Wisata Cagar Alam (Taman Konservasi) Wisata cagar alam biasanya banyak diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha–usaha dengan jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh undang–undang. Wisata cagar alam ini banyak dilakukan oleh para penggemar dan pecinta alam dalam kaitannya dengan kegemaran memotret binatang atau marga satwa serta pepohonan kembang beraneka warna yang memang mendapat perlindungan dari pemerintah dan masyarakat. Wisata ini banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang dan marga satwa yang langka serta tumbuh– tumbuhan yang jarang terdapat di tempat–tempat lain. d) Wisata Konvensi Berbagai negara pada dewasa ini membangun wisata konvensi ini dengan menyediakan fasilitas bangunan dengan ruangan–ruangan tempat bersidang bagi para peserta suatu konfrensi, musyawarah, konvensi atau pertemuan lainnya baik yang bersifat nasional maupun internasional. Biro konvensi berusaha dengan keras untuk menarik
organisasi
atau
badan–badan
nasional
maupun
internasional
untuk
mengadakan persidangan mereka di pusat konvensi ini dengan menyediakan fasilitas akomodasi dan sarana pengangkutan dengan harga reduksi yang menarik serta menyajikan program–program atraksi yang menggiurkan. e) Wisata Pertanian (Agrowisata) Wisata pertanian ini adalah pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyek– proyek pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya dimana wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat–lihat keliling sambil menikmati segarnya tanaman beraneka warna dan suburnya pembibitan berbagai jenis sayur–mayur dan palawija di sekitar perkebunan yang dikunjungi. f)
Wisata Buru
Wisata buru ini banyak dilakukan di negeri–negeri yang memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakan oleh berbagai agen atau biro perjalanan. Wisata buru ini diatur dalam bentuk safari buru ke daerah atau hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah negara yang bersangkutan, seperti berbagai negeri di Afrika untuk berburu gajah, singa, ziraf, dan sebagainya. Di India,
11
ada daerah–daerah yang memang disediakan untuk berburu macan, badak dan sebagainya, sedangkan di Indonesia, pemerintah membuka wisata buru untuk daerah Baluran di Jawa Timur dimana wisatawan boleh menembak banteng atau babi hutan. g) Wisata Ziarah Wisata ziarah ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat–tempat suci, ke makam–makam orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh legenda. Wisata ziarah ini banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh restu, kekuatan batin, keteguhan iman dan tidak jarang pula untuk tujuan memperoleh berkah dan kekayaan melimpah. Motivasi berwisata merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata, karena motivasi merupakan “trigger” dari proses perjalanan wisata, walau motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri. Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal, motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai berikut (McIntosh dan Murphy dalam Pitana, 2005) 1) Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik atau fisologis, antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya. 2) Cultural Motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya. 3) Social or interpersonal motivation yaitu motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi, melakukan ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan dan seterusnya. 4) Fantasy Motivation yaitu adanya motivasi bahwa di daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis. Faktor-faktor pendorong dan penarik untuk berwisata sangatlah penting untuk diketahui oleh siapapun yang berkecimpung dalam industri pariwisata (Pitana, 2005). Dengan adanya faktor pendorong, maka seseorang ingin melakukan perjalanan wisata, tetapi
belum jelas mana daerah yang akan dituju. Faktor pendorong tersebut adalah sebagai berikut: 1) Escape. Ingin melepaskan diri dari lingkungan yang dirasakan menjemukan, atau kejenuhan dari pekerjaan sehari-hari. 2) Relaxation. Keinginan untuk penyegaran, yang juga berhubungan dengan motivasi untuk escape di atas. 3) Play. Ingin menikmati kegembiraan, melalui berbagai permainan, yang merupakan kemunculan kembali sifat kekanak-kanakan, dan melepaskan diri sejenak dari berbagai urusan yang serius. 4) Strengthening
family
bond.
Ingin
mempererat
hubungan
kekerabatan,
khususnya dalam konteks (visiting, friends and relatives). Biasanya wisata ini dilakukan bersama-sama. 5) Prestige. Ingin menunjukkan gengsi, dengan mengunjungi destinasi yang menunjukkan kelas dan gaya hidup, yang juga merupakan dorongan untuk meningkatkan status. 6) Social interaction. Untuk dapat melakukan interaksi sosial dengan teman sejawat, atau dengan masyarakat lokal yang dikunjungi. 7) Romance.
Keinginan
untuk
bertemu
dengan
orang-orang
yang
bisa
memberikan suasana romantis atau untuk memenuhi kebutuhan seksual. 8) Educational opportunity. Keinginan untuk melihat suatu yang baru, memperlajari orang lain dan/atau daerah lain atau mengetahui kebudayaan etnis lain. Ini merupakan pendorong dominan dalam pariwisata. 9) Self-fulfilment. Keinginan untuk menemukan diri sendiri, karena diri sendiri biasanya bisa ditemukan pada saat kita menemukan daerah atau orang yang baru. 10) Wish-fulfilment. Keinginan untuk merealisasikan mimpi-mimpi, yang lama dicitacitakan, sampai mengorbankan diri dalam bentuk penghematan, agar bisa melakukan perjalanan. Hal ini juga sangat jelas dalam perjalanan wisata religius, sebagai bagian dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri. Tipologi wisatawan menurut Plog (1972:39) terbagi menjadi 4 (empat) jenis, yaitu sebagai berikut: 1) Allocentric, yaitu wisatawan yang memilih tujuan wisata dengan penuh pertimbangan untuk mencari hal baru dan unik, serta kepuasan internal. 13
2) Near-allocentric, yaitu wisatwan yang memilih tujuan wisata berdasarkan „kata orang‟ untuk mencari hal-hak yang baru dan unik, serta kepuasan eksternal. 3) Mid-centric, yaitu wisatawan yang memilih tujuan wisata dengan meniru orang lain untuk mencari pengalaman dan kepuasan eksternal. 4) Psychocentric, yaitu wisatawan yang memilih tujuan wisata dengan mengulang untuk mencari pengalaman dan kepuasan internal Tipologi wisatawan versi Plog melihat dari aspek psikografik seperti terlihat dalam gambar berikut ini.
Sumber: Pratiwi, 2006
Gambar 2.3. Psikografik Wisatawan Versi Plog Tipologi wisatawan perlu diketahui untuk tujuan perencanaan, termasuk dalam pengembangan kepariwisataan; dimana tipologi yang lebih sesuai adalah tipologi berdasarkan atas kebutuhan nyata dari wisatawan sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan objek wisata sesuai dengan segmentasi pasar.
B.
Pengelolaan Desa wisata
Bentuk pengelolaan desa wisata pada dasarnya adalah milik masyarakat
yang
dikelola secara baik, degan mempertimbangkan beberapa aspek penting dalam pengelolaan seperti; (1) aspek sumber daya manusia, (2) aspek keuangan, (3) aspek material, (4) aspek pengelolaan dan (4) aspek pasar. Dalam satu wadah organisasi masyarakat
yang berbentuk kemitraan, manajemen korporasi, yayasan atau badan
pengelola desa wisata yang unsur-unsur pengelolaannya direkrut dari kemampuan
masyarakat setempat dan lebih mendahulukan peranan para pemuda yang memiliki latar belakang pendidikan atau yang dibutuhkan (Pitana, 2005). Hal yang sangat penting diketahui dalam setiap kerja sama individu
dalam
kelompok, ialah maksud dan tujuan kerja sama tersebut, dan harus jelas mengetahui metode pencapaiannya. Bila usaha kelompok itu ingin efektif, orang-orang dalam kelompok itu harus mengetahui apa yang diharapkan untuk menyelesaikannya, inilah yang dimaksud dengan fungsi perencanaan. Berdasarkan fungsi perencanaan tersebut, maka perencanaan adalah keputusan untuk waktu yang akan datang, apa yang akan dilakukan, bilamana akan dilakukan
dan
siapa
yang
akan
melakukan. Jelasnya perencanaan dimaksudkan untuk memperoleh sesuatu dalam waktu yang akan datang, dan usaha/cara yang efektif untuk pencapaiannya. Oleh karena itu perencanaan adalah suatu keputusan apa yang diharapkan dalam waktu yang akan datang. Dalam proses
penyusunan
kesinambungan.
kawasan
desa
wisata
terbaik/menguntungkan tujuan.
perencanaan Sebagai
kawasan
satu
dibutuhkan dari berbagai
desa
wisata merupakan
suatu
proses dalam penyusunan perencanaan suatu
tindakan
alternatif
dalam
pemeliharaan usaha
yang
pencapaian
Mengingat perencanaan kawasan desa wisata lebih banyak melibatkan
peran, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, maka bentuk perencanaannya lebih menitik beratkan kepada Community Based Tourism. Pendekatan partisipatif merupakan strategi dalam paradigma pembangunan yang bertumpu kepada masyarakat (people centred
development). Strategi ini menyadari pentingnya
kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal dalam mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari dengan atau oleh masyarakat desa yang dikenal sebagai satu pendekatan Participatory Planning dapat diartikan sebagai metode yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan
mereka tentang
kondisi dan kehidupan desa
membuat rencana dan bertindak. Desa wisata yang bertumpu pada masyarakat merupakan suatu alternatif baru untuk meningkatkan hasil produksi guna memenuhi kebutuhan
masyarakat. Perencanaan
partisipatif
dapat dilakukan jika praktisi
pembangunan tidak berperan sebagai perencanaan untuk masyarakat tetapi sebagai pendamping dalam proses perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat.
C. Manajemen Keuangan Menurut Sudana (2011) Manajemen keuangan merupakan bidang keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip keuangan dalam suatu organisasi perusahaan untuk
15
menciptakan dan mempertahankan nilai melalui pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya yang tepat. Manajemen keuangan merupakan manajamen fungsi keuangan yang terdiri atas keputusan investasi, pendanaan, dan keputusan pengelolaan asset. Tujuan manajemen keuangan yang efisiensi membutuhkan keberadaan beberapa tujuan atau sasaran, karena penilaian untuk apakah suatu keputusan keuangan efisiensi atau tidak harus berdasarkan pada beberapa standar tertentu. Tujuan manajemen keuangan adalah memaksimalkan nilai perusahaan (memaksimumkan kemakmuran pemegang saham) yang diukur dari harga saham perusahaan (Horne dan Wachowicz, 2005). Menurut Martono dan Harjito (2008) ada 3 fungsi utama dalam manajemen keuangan, anatara lain sebagai berikut : a. Keputusan Investasi Keputusan investasi merupakan keputusan terhadap aktiva apa yang akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan investasi merupakan keputusan yang paling penting karena keputusan investasi ini berpengaruh secara langsung terhadap besarnya laba investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu-waktu yang akan datang. b. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan menyangkut tentang sumber-sumber dana yang berada di sisi aktiva. Ada beberapa hal mengenai keputusan pendanaan, yaitu keputusan mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk
membiayai
investasi,
dan
penetapan
10
tentang
perimbangan
pembelanjaan yang terbaik atau sering disebut struktur modal yang optimum. c.
Keputusan Pengelolaan Aktiva Apabila aset telah diperoleh dengan pendanaan yang tepat, maka aset-aset tersebut memerlukan pengelolaan secara efisien. Manajer keuangan bersama manajer-manajer lain diperusahaan bertanggung jawab terhadap berbagai tingkatan dari aset-aset yang ada. Tanggung jawab tersebut menuntut manajer keuangan lebih memperhatikan pengelolaan aktiva lancar daripada aktiva tetap. Manajer keuangan yang konservatif akan mengalokasikan dananya sesuai dengan jangka waktu aset yang didana
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENGABDIAN
A. Tujuan Pengabdian Kepada Masyarakat Adapun tujuan dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan penyadaran kepada masyarakat di desa wisata megenai pentingnya manajemen keuangan 2. Memberikan penyadaran kepada pengurus kelompok sadar wisata maupun kelompok penggerak pariwisata di desa wisata mengenai pentingnya manajemen keuangan 3. Melatih
masyarakat
dalam
melakukan
manajemen
keuangan
secara
sederhana
B.
Manfaat Pengabdian Kepada Masyarakat
Manfaat dalam pengabdian kepada masyarakat mengenai manajemen keuangan adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat desa menjadi sadar akan pentingnya pengelolaan keuangan 2. Para pengurus kelompok desa wisata maupun kelompok penggerakan pariwisata menyadari pentingnya manajemen keuangan agar kedepannya pengelolaan keuangan di desa wisata dapat dipertanggungjawabkan secara baik dan benar kepada masyarakat 3. Masyarakat mengerti serta memahami cara-cara manajemen keuangan seara sederhana
17
BAB IV. METODE PENGABDIAN Metode yang digunakan dalam pengabdian kepada masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Ceramah Metode ini digunakan untuk memperkenalkan berbagai pendekatan dan metode megenai manajemen keuangan kepada peserta. Suatu kerangka kerja telah dirancang untuk bekerja secara mandiri. Materi disesuaikan, dan relevan untuk dikembangkan dalam kelompok sadar wisata atau kelompok penggerak pariwisata. 2. Diskusi Metode ini digunakan memberikan kesempatan kepada para peserta pengabdian untuk berdiskusi langsung dengan nara sumber berkaitan dengan tips dan trik manajemen keuangan yang baik dan benar. 3. Studi Kasus Studi kasus diberikan agar para peserta dapat langsung melakukan problem solving mengenai kasus-kasus yang terjadi dalam manajemen keuangan 4. Role Play Metode ini dilakukan agar dapat memberikan penyegaran serta kemampuan kepada para peserta untuk menyelesaikan permasalahan keuangan dengan cara bermain secara kelompok.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGABDIAN A. Hasil Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya
adalah Cibinong.
Kabupaten
Bogor
berbatasan
dengan Kabupaten
Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara ; Kabupaten Karawang di timur, Kabupaten Cianjur di tenggara, Kabupaten Sukabumi di selatan, serta Kabupaten Lebak (Banten) di barat. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan, yang dibagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Saat ini, wilayah Kabupaten Bogor terbagi atas 40 kecamatan, 410 desa dan 16 kelurahan (berdasarkan Perda nomor 40 tahun 2003 dan Permendagri nomor 35 tahun 2002). Pusat pemerintahan Kabupaten Bogor terletak di Kecamatan Cibinong, yang berada di sebelah utara Kota Bogor. Adapun potensi desa wisata di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: Nama Desa
Desa Tugu Selatan
Potensi Alam Agrowisata Gunung Mas
Potensi Budaya Situs Makam Kabayan
Potensi Sejarah Jalan Prasejarah Asia afrika
Bukit Gantole Masjud Atta‟awun Mata Air Ciburial Bukit Panoongan
Desa Tugu Utara
Telaga Warna Ciliwung Adventure Sungai Citamiang Situ Pramuka
Desa Wisata Batulayang
Curug Kembar Panorama Alam River camp
Desa Wisata Kopo
Hiking Cycling Kebun Anggrek Budidaya Jamur
Kampung Naringgul
Pengrajin Kujang Pengrajin Boneka Ajaib Pengrajin Tasbih Kayu Aneka Kerajinan dari Bambu
Kebun Manggis Desa Wisata Cimande
Curug Tujuh Kampung Sapi
Pencak Silat Ngabungbang Kampung Tarikolot
Desa Wisata Pasir Eurih
Curug Nangka
Pura Parahayangan Agung Jagatkarta Pengrajin Kue
Bumi Perkemahan Sukamantri Agrowisata Ulat Sutera Desa Wisata Tamansari
Curug Nangka
Situs Padjajaran
Pengrajin Sepatu dan sandal Pura Parahayangan Agung Jagatkarta
19
Bumi Perkemahan Sukamantri Desa Sukajadi
Budidaya ikan
Kuliner khas local desa sukajadi
Perkebunan Budidaya Anggrek Desa Wisata Tapos I
Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Kecapi
Desa Wisata Gunung Malang
Wisata Argo Tanaman Obat Petualangan Air Terjun
Aneka Kerajinan
Desa Wisata Ciasihan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak Camping Ground Air Terjun
Pencak Silat
Desa Wisata Ciasmara
Sumber Air Panas
Budidaya Ikan
Desa Wisata Malasari
Air terjun
Seren Taun
Sawah Terasering Canopy Trail
Perkebunan Gula Aren
Setu Nirmala Sun rise Desa Wisata Jampang
Desa Wisata Linggarmukti
B.
Situs Cibalay
Homestay
Rumah Sejarah Bupati Bogor Leuwih Bongbang Tugu eyang Cakrabuwana
Kesenian calung dan pencak silat Pertenakan Pencak silat Ikan hias Kuliner Golok Jampang
Goa
Pembahasan Pengabdian Kepada Masyarakat
Untuk mengetahui pendapat para peserta mengenai pelatihan manajemen keuangan, maka para peserta diminta mengisi angket. Pada pelatihan ini yang menjadi pesertanya adalah para pengurus Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) dari 20 (dua puluh) Desa Wisata yang berada di Kabupaten Bogor dengan peserta yang hadir sebanyak 45 orang. Berikut ini adalah hasil pengolahan angket yang berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan tersebut.
Gambar 5.1. Tanggapan Peserta Mengenai Materi Pelatihan Isi Materi Pelatihan
24
21 0
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
0 Sangat Tidak Setuju
Meskipun para peserta telah sering melakukan kegiatan pelatihan desa wisata, namun dengan kedatangan tim dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Wiyatamandala terutama dalam manajemen keuangan membuat peserta bertambah ilmu pengetahuannya terutama dalam melihat factor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan tidak baiknyanya pengelolaan keuangan serta akbikat-akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan gambar 5.1 tersebut terlihat bahwa seluruh peserta manyatakan setuju mengenai isi materi yang mereka anggap baik dan berguna bagi mereka. Hal ini terlihat dari kenyataan dilapangan bahwa dengan materi yang diberikan dapat menambah pengetahuan para peserta karena hal ini merupakan sesuatu yang baru. Gambar 5.2. Tangapan Peserta MengenaiIsi Materi Mudah Dimengerti Isi Materi Mudah Dimengerti
28 17 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
0 Sangat Tidak Setuju
21
Berdasarkan gambar 5.2 diatas, terlihat bahwa seluruh peserta pelatihan menyatakan setuju bahwa materi yang disampaikan mudah dimengerti dan sekaligus mudah diperaktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Materi yang diberikan harus disesuaikan dengan cara penyampaiannya, hal ini sangat diperlukan agar dalam proses pelatihan tersebut peserta tidak mengalami kebosanan dan tetap focus pada materi-materi yang disampaikan. Gambaran mengenai tanggapan responden tentang cara penyampaian materi disajikan pada Gambar 5.3. Gambar 5.3. Tanggapan Peserta Mengenai Kemampuan Mengajar Sudah Baik Kemampuan Mengajar Sudah Baik
22
23 0
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
0
Sangat Tidak Setuju
Dari gambar diatas terlihat bahwa seluruh responden menyatakan setuju bahwa cara penyampaian materi yang dilakukan oleh pengajar tidak menimbulkan kebosanan sehingga peserta pelatihan tetap focus pada materi yang diberikan. Kenyataan ini sesuai dengan kondisi di lokasi pelatihan dimana pengajar pelatihan melakukan berbagai macam cara dalam menyampaikan materi tesebut mulai dari caramah, diskusi, permainan dan praktek langsung sehingga suasana dalam pelatihan tersebut menjadi hidup. Bermanfaat atau tidaknya suatu pelatihan terlihat dari berguna dan dapat diterapkannya pelatihan tersebut pada kehidupan sehari-hari bahkan dapat dijadikan salah satu alternative dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga. Untuk desadesa yang memiliki potensi wisata, kemampuan pengelola desa wisata dalam melakukan pengelolan keuangan menjadi sesuatu yang berguna dan merupakan hal yang sangat positif. Hal ini mengingat prilaku wisatawan yang jika melakukan rekreasi pasti akan membelanjakan uangnya untuk berbagai macam keperluan. Berdasarkan gamba 5.4 seluruh peserta setuju bahwa pelatihan manajemen keuangan pada Desa
Wisata di Kabupaten Bogor dapat memberikan nilai tambah serta berguna untuk peningkatan pengetahuan warga desa. Gambar 5.4. Tanggapan Pesera Mengenai Pelatihan yang Diberikan Sangat Berguna Pelatihan yang Diberikan Sangat Berguna
11 Sangat Setuju
34 Setuju
0
Tidak Setuju
0
Sangat Tidak Setuju
23
BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Pelatihan manajemen keuangan, memang sangat dibutuhkan terutama dalam hal pengelolan keuangan desa wisata. Kegiatan yang telah diberikan masih dalam tahap penyadaran akan pentingnya pengelolaan keuangan, sehingga para pengelolan desa wisata akan menyadari betapa pentingnya pengelolaan keuangan. Akan tetapi untuk lebih mengintensifkan kegiatan tersebut, maka perlu dilakukan pelatihan lebih lanjut. Adapun rencana tahapan berikutnya adalah sebagai berikut: a)
Melakukan pemetaan potensi wisata beserta UMKM atau kerajinan serta kuliner yang ada di desa tersebut.
b)
Mendata potensi UMKM yang mendukung aktivitas wisata di desa tersebut.
c)
Memberikan pelatihan kepada pengelola desa wisata dalam hal mengoperasikan perhitungan manajemen keuangan berbasis teknologi.
d)
Membuatkan modul penghitungan sederhana dengan menggunakan software excel untuk memudahkan pengelola dalam melakukan manajemen keuangan.
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Keinginan masyarakat terutama pengelola desa wisata terhadap kegiatan seperti ini sangat tinggi. Manfaat utama diperoleh adalah pengetahuan praktis yang dapat diterapkan lansung dalam kehidupan sehari-hari dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Kegiatan yang bersifat pengetahuan praktis dirasa perlu sehingga seharusnya ditingkatkan pada waktu yang akan datang. Pengelola desa wisata yang mengikuti pelatihan ini menyatakan bahwa isi materi yang diberikan adalah baik dan sudah disampaikan dengan metode yang menarik oleh pengajar sehingga materi pelatihan dapat dengan mudah dimengerti. Hal tersebut dapat terjadi karena didukung dengan adanya hubungan yang erat antara pengajar dan peserta pelatihan. Dalam beberapa tanggapan, peserta menyampaikan bahwa pengajar dapat dengan sabar dan ramah memotivasi mereka untuk belajar. Pelatihan yang diberikan sudah dapat menambah pengetahuan serta keterampilan pengelola desa wisata hanya saja peserta menginginkan agar pelatihan tersebut diperbanyak dengan variasi-variasi kegiatan lainnya serta durasi pelatihannya ditambah dan diadakan secara rutin (terjadwal) Pelatihan yang diberikan sangat berguna bagi pengelola desa wisata, hal ini disebabkan karena pelatihan manjemen keuangan dapat diterapkan dan sekaligus memberikan kemudahan bagi pengelola desa wisat untuk memonitoring keungan serta kerugian dari aktivitas wisata.
B.
Saran
Adapun saran-saran dari pelatihan manajemen keuangan ini adalah sebagai berikut: 1. Program ini sebaiknya dapat dilanjutkan lagi. 2. Perlu adanya tambahan jumlah pengajar. (Satu orang pengajar dan dua orang mahasiswa seperti yang sudah dilakukan dirasakan kurang) 3. Perlu adanya variasi kegiatan, sehingga bisa menambah keanekaragaman pengetahuan mengenai lingkup manajemen keuangan dan pada bidangbidang lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan.
25
4. Perlu diadakannya kunjungan kembali untuk melihat perkembangan serta mengevaluasi hasil pelatihan ini terutama kepada desa wisata yang telah melakukan pencatatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Ashari, Semeru. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 2000. Garis-garis Besar Haluan Negara 1999 Tap MPR RI No.II/MPR/1999. Departemen Pendidikan Nasioanal Republik Indonesia. Jakarta Ekadjati, S. Edi (1995). Kebudayaan Sunda : Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I. Jakarta, Pustaka
Jaya. Gijns, Mies.,Sugiah Machfud, Pudjiwati Sayogyo, Ines Smith, Anita Van Velzen. 1992. Gender Marginalisasi dan Industri Pertanian. PSP-IPB.ISS.PPLH-ITB. Bogor. Mubyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. BPFE. Yogyakarta. McIntosh, R.W. and Goeldner, C.R. (1986).The Tourist Business. 6th ed. New York: Van Nostrand Reinhold.. Tourism: Principles, Practices, Philosophies. 5th ed. Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Pendit, Nyoman S. 1994. Ilmu Pariwisata SebuahP engantarPerdana. Jakarta : Hal.16. Plog S. 1972. Personlity and Travel Destination Choice: The Atlantic-Psychocentric Scale. Destination Areas Rise and Fall in Popularity. Paper Presentation to The Southern California. U.S.A. Pratiwi WD (2006), Practicable Functions of Charters and Principles in Urban Cultural Heritage Management Paper for presentation at the International Seminar and Workshop on Urban Culture - Arte-Polis : Creative Culture and the Making of Place, Institut Teknologi Bandung, Indonesia, 21-23 July 2006 ISBN 979-25-0422-2,
http://www.ar.itb.ac.id/wdp/?page_id=5 Przeclawski K. (1993), "Tourism as the Subject of Interdisciplinary Research", in Tourism Research
edited by D.G. Pearce , R. Butler, Routledge, chapter 2, pp. Sajogyo, Pudjiwati. 1983. Perkembangan Masyarakat Desa. CV. Rajawali. Jakarta. Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Sastrayuda S. Gumelar. 2010. Manajemen Pengembangan dan Pengelolaan Resort dan Leisure. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
27
Sugiarto dan Kusmayadi. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang
Pariwisata.
Gramedia Pustaka Utama. Indonesia . Sugiyono, Dr. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009. Tentang Kepariwisataan
LAMPIRAN Foto
Keterangan Narasumber sedang memberikan pemaparan materi mengenai Manajemen Keuangan
Dengan gayanya yang santai Narasumber sedang meberikan ice breaking guna memberikan penyegaran kepada para peserta.
Selain dengan metode ceramah, narasumber juga melakukan pemutaran film yang berkaitan dengan manajemen keuangan
Foto Bersama dengan para peserta pelatihan pengembanga desa wisata dan manajemen keuangan desa
29