EFEKTIVITAS KINERJA SERTA DAMPAK DARI SISTEM PERGILIRAN OPERASIONAL ANGKUTAN KOTA TERHADAP PENDAPATAN DAN BEBAN EMISI DI KOTA BOGOR
ADINNA ASTRIANTI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Kinerja serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013
Adinna Astrianti NIM H44090117
ABSTRAK ADINNA ASTRIANTI. Efektivitas Kinerja serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor. Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT. Sistem shift merupakan salah satu program DLLAJ Kota Bogor untuk mengurangi kemacetan dan menyeimbangkan jumlah angkot yang beroperasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efektivitas sistem shift, mengestimasi pendapatan pengemudi dan pemilik angkot, mengestimasi pengurangan beban emisi dari angkot pada trayek sample dan menganalisis persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan dan estimasi beban pencemar dengan pendekatan penggunaan bahan bakar. Berdasarkan hasil penelitian, implementasi sistem shift dapat dikatakan efektif. Sanksi dalam sistem shift berupa teguran lisan dan peringatan. Selain itu, menurut pengemudi dan masyarakat pengguna angkot dengan adanya penerapan sistem shift dapat mengurangi jumlah angkot tetapi tidak dapat mengurai kemacetan di Kota Bogor. Pendapatan pengemudi 07, 03 dan 02 setelah penerapan sistem shift dalam satu hari meningkat masing-masing sebesar Rp 13.181,7, Rp 10.802,7 dan Rp 1.767,9. Tetapi dalam satu bulan pendapatan pengemudi menurun yang masing-masing sebesar Rp 412.727,3, Rp 438.157,9 dan Rp 320.982,1. Sedangkan pendapatan pengusaha per bulan meningkat sebesar Rp 37.333,3, Rp 121.985,2 dan Rp 155.524,5. Pengurangan beban emisi per bulan pada trayek 07, 03 dan 02 masing-masing sebesar 8,78 ton, 26,48 ton dan 38,25 ton. Selain itu terdapat penghematan biaya konsumsi bahan bakar pada trayek 07, 03, dan 02 masing-masing sebesar Rp 141.553.636,4, Rp 427.035.789,5 dan Rp 616.862.008,9. Kata Kunci: Beban emisi, efektivitas, pendapatan, sistem shift
ABSTRACT ADINNA ASTRIANTI. Performance Effectiveness and Effects of Public Transportation Operational System Towards Income and Emission Load in The City of Bogor. Supervised by ACENG HIDAYAT. Shifted system is one of DLLAJ programs for reducing traffic congestion and balancing the number of public transportation that operate in Bogor. The objectives of the research are to analyze the effectiveness of the shifted system, to estimate the income of the owners and the drivers of public transportation, to estimate the reduction of the emission load from public transportation and to analyze the perception of the drivers and the users of public transportation about the implementation of shifted system. The methods that used for this research are descriptive analysis, income analysis and estimating the pollutant loads through the consumption of fuel. Based on the research, the implementation of shifted system is effective, but the sanctions of this system merely by verbal reprimands and warnings. Moreover, the drivers and the public transportation’s users assume the implementation of a shifted system has diminished the number of public transportation but it hasn’t reduced the traffic congestion in Bogor. The driver’s income per day of route 07, 03 and 02 were increased about IDR 13.181,7, IDR 10.802,7 and IDR 1.767,9 by implementing the shifted system. However the income per month of each driver were decreased by IDR 412.727,3, IDR 438.157,9 and IDR 320.982,1. While income per month of the owner in each route increased by IDR 37.333,3, IDR 121.985,2 and IDR 155.524,5. The reduction of emission load per month of route 07, 03 and 02 were about 8,78 tons, 26,48 tons and 38,25 tons. There were cost saving on fuel consumption of route 07, 03 and 02 about IDR 141.553.636,4, IDR 427.035.789,5 and IDR 616.862.008,9. Keywords: Emission load, effectiveness, income, shifted system
EFEKTIVITAS KINERJA SERTA DAMPAK DARI SISTEM PERGILIRAN OPERASIONAL ANGKUTAN KOTA TERHADAP PENDAPATAN DAN BEBAN EMISI DI KOTA BOGOR
ADINNA ASTRIANTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi :
Efektivitas Kinerja Serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor
Nama
:
Adinna Astrianti
NIM
:
H44090117
Disetujui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul dari skripsi ini adalah Efektivitas Kinerja Serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor. Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Mama dan papa tersayang, Ka Indah, Rizki, Ade, Ate Eni dan semua keluarga Permedi atas segala doa, kasih sayang, bimbingan, masukan dan dukungan yang luar biasa kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 3. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku penguji utama dan Nuva, SP, M.Sc selaku dosen perwakilan Departemen ESL. 4. Seluruh staff bidang angkutan umum Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor (Bapak Teten, Bapak Aria, Bapak Asep dll) dan Bapak Ade dari DPC Organda Kota Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan informasi yang telah diberikan. 5. Teman-teman satu bimbingan Eyi, Chintia, Ichi, Cicit, Nobel dan Dinda. 6. Spesial untuk Reyna, Ai, Intan, Citra, Nando, Abhe, Dear, Gugat, Galuh, Romil, Rizal dan Opiq yang sangat banyak membantu. 7. Teman-teman Charra, Tata, Sandra, Resty, Febi, Yuki, Anin, Abida, Gilang, Kukuh, Qyqy Yasmin, Hilman, Luthfi, Ka Iki, Ka Putri yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi serta teman-teman ESL 46 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Teman-teman Arga, Risanti, Kikia, Intan dan Ayu yang telah memberi masukan, dorongan serta semangat. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca. Bogor, Juli 2013
Adinna Astrianti
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7 2.1 Tinjauan Teoritis .................................................................................. 7 2.1.1 Angkutan Kota ............................................................................ 7 2.1.2 Peran Transportasi terhadap Ekonomi dan Lingkungan ............. 8 2.1.3 Kelembagaan ................................................................................. 9 2.1.4 Pendapatan .................................................................................. 10 2.1.5 Emisi Gas Buangan Kendaraan Bermotor .................................. 10 2.1.6 Estimasi Beban Emisi ................................................................. 11 2.1.7 Persepsi ....................................................................................... 12 2.2 Penelitian Terdahulu yang Terkait ....................................................... 12 III. KERANGKA PEMIKIRAN.................................................................... 14 IV. METODE PENELITIAN......................................................................... 17 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 17 4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 17 4.3 Metode Penentuan Sampel .................................................................... 17 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 18 4.4.1 Analisis Efektivitas Sistem Shift .................................................. 20 4.4.2 Analisis Pendapatan ..................................................................... 21 4.4.3 Estimasi Beban Emisi CO ............................................................ 23 4.4.4 Analisis Persepsi .......................................................................... 24 V. GAMBARAN UMUM ............................................................................... 26 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 26 5.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor ...................................................... 26 5.1.2 Kependudukan .............................................................................. 26 5.2 Transportasi Kota Bogor ........................................................................ 27
5.2.1 Sistem Shift Angkutan Kota di Kota Bogor .................................. 29 5.2.2 Angkutan Kota yang Diteliti ......................................................... 31 5.3 Karakteristik Pengemudi Angkutan Kota............................................... 32 5.3.1 Usia ............................................................................................... 33 5.3.2 Pendidikan Terakhir ...................................................................... 33 5.3.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ...................................................... 34 5.4 Karakteristik Pengusaha Angkutan Kota ............................................... 34 5.4.1 Jenis Kelamin................................................................................ 35 5.4.2 Usia ............................................................................................... 35 5.4.3 Pendidikan Terakhir ...................................................................... 36 5.5 Karakteristik Masyarakat Pengguna Angkutan Kota ............................. 36 5.5.1 Jenis Kelamin................................................................................ 36 5.5.2 Usia ............................................................................................... 37 5.5.3 Pendidikan Terakhir ...................................................................... 38 5.5.4 Pekerjaan....................................................................................... 38 5.5.5 Tingkat Pendapatan....................................................................... 39 5.5.6 Tujuan Menggunakan Angkot ...................................................... 40 5.5.7 Frekuensi Penggunaan Angkot ..................................................... 40 5.5.8 Alternatif Kendaraan Lain yang Digunakan ................................. 41 VI. ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM SHIFT ANGKUTAN KOTA DI KOTA BOGOR ................................................................................. 42 6.1 Pelaku Pelaksanaan Sistem Shift ......................................................... 42 6.2 Aturan Sistem Shift .............................................................................. 45 6.2.1 Aturan Formal ........................................................................... 45 6.2.2 Aturan Informal ........................................................................ 46 6.2.3 Boundary Rules, Monitoring dan Sanksi .................................. 47 6.2.4 Aturan dalam Penyelesaian Konflik ......................................... 48 6.3 Persepsi Efektivitas Tingkat Pengawasan, Sanksi dan Tingkat Kepatuhan Sistem Shift ...................................................................... 49 6.3.1 Tingkat Pengawasan ................................................................. 50 6.3.2 Sanksi........................................................................................ 52 6.3.3 Tingkat Kepatuhan.................................................................... 54 VII. ESTIMASI PENDAPATAN PENGEMUDI DAN PENGUSAHA ANGKUTAN KOTA ............................................................................. 57 7.1 Pendapatan Pengemudi Angkutan Kota ............................................ 57 7.2 Pendapatan Pengusaha Angkutan Kota ............................................ 59
VIII. ESTIMASI PENGURANGAN BEBAN EMISI ANGKUTAN KOTA SETELAH PENERAPAN SISTEM SHIFT .......................... 62 IX.
ANALISIS PERSEPSI PENGEMUDI DAN MASYARAKAT PENGGUNA ANGKUTAN KOTA ..................................................... 65 9.1 Persepsi Masyarakat Pengguna Angkot terhadap Informasi Sistem Shift ................................................................................................. 65 9.2 Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 07................................. 66 9.3 Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 03................................. 68 9.4 Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 02................................. 71
X.
SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 73 10.1 Simpulan ......................................................................................... 73 10.2 Saran ............................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75 LAMPIRAN..................................................................................................... 78 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 97
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Faktor emisi kendaran berdasarkan jenis bahan bakar ......................
11
2
Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, metode, dan jenis data .....................................................................................
19
Matriks analis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor .................................................................................................
20
3 4
Matriks hubungan antar stakeholder dalam pelaksanaan system shift ..................................................................................................... 21
5
Matriks analisis pendapatan kumulatif pengemudi angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor .........................................
22
Matriks analisis pendapatan kumulatif pengusaha angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor .........................................
23
6 7
Matriks estimasi emisi dari angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor ......................................................................... 24
8
Matriks analisis persepsi terhadap sistem shift ..................................
25
9
Jumlah dan persebaran penduduk kota bogor menurut kecamatan tahun 2010 .........................................................................................
27
10 Jaringan trayek angkutan kota (AK) di Kota Bogor tahun 2012 ........ 28 11 Jaringan trayek angkutan perkotaan (AKDP) di Kota Bogor tahun 2012 .................................................................................................... 29 12 Jumlah kendaraan angkutan massal trans pakuan............................... 29 13 Realisasi penerapan operasional angkutan kota di Kota Bogor............ 30 14 Persepsi mengenai keharmonisan antar stakeholder ........................... 44 15 Persepsi mengenai sinergisme antar stakeholder................................ 44 16 Aturan eksternal dalam sistem shift .................................................... 46 17 Sebaran persepsi informan terhadap tingkat pengawasan program shift ..................................................................................................... 50 18 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap tingkat pengawasan sistem shift.......................................................... 51 19 Sebaran persepsi informan terhadap sanksi sistem shift ..................... 52 20 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap sanksi sistem shift ............................................................................... 53 21 Sebaran persepsi informan terhadap tingkat kepatuhan pengemudi angkot ................................................................................................. 54 22 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap tingkat kepatuhan pengemudi angkot ................................................. 55
23 Rata-rata pendapatan kotor dan pengeluaran pengemudi sebelum dan setelah sistem shift ......................................................................... 58 24 Rata-rata pendapatan bersih pengemudi sebelum dan setelah penerapan sistem shift ......................................................................... 59 25 Rata-rata setoran dan biaya perawatan angkot sebelum dan setelah sistem shift ........................................................................................... 60 26 Rata-rata pendapatan pengusaha sebelum dan setelah system shift .... 61 27 Jumlah angkot yang beroperasi sebelum dan setelah penerapan sistem shift ........................................................................................... 62 28 Rata-rata konsumsi BBM (liter per bulan) sebelum dan setelah penerapan sistem shift ......................................................................... 63 29 Faktor emisi CO bahan bakar (g/liter)................................................. 63 30 Biaya konsumsi bahan bakar (per bulan) sebelum penerapan sistem shift dan penghematan biaya konsumsi bahan bakar (per bulan) ................................................................................................... 64 31 Sebaran persepsi pengguna angkot terhadap pengetahuan informasi sistem shift.......................................................................... 66 32 Persepsi pengemudi angkot 07 terhadap penerapan sistem shift ......... 67 33 Persepsi masyarakat pengguna angkot 07 terhadap penerapan sistem shift ........................................................................................... 68 34 Persepsi pengemudi angkot 03 terhadap penerapan sistem shift ......... 69 35 Persepsi masyarakat pengguna angkot 03 terhadap penerapan sistem shift ........................................................................................... 70 36 Persepsi pengemudi angkot 02 terhadap penerapan sistem shift ......... 71 37 Persepsi masyarakat pengguna angkot 02 terhadap penerapan sistem shift ........................................................................................... 72
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Jumlah penduduk Indonesia tahun 1997-2010 ....................................... 1
2
Jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2010-2012 .................................... 2
3
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor Kota Bogor tahun 20102013 ........................................................................................................ 2
4
Diagram alur kerangka pemikiran operasional...................................... 16
5
Karakteristik pengemudi berdasarkan usia ............................................ 33
6
Karakteristik pengemudi berdasarkan pendidikan terakhir ................... 34
7
Karakteristik pengemudi berdasarkan jumlah tanggungan keluarga .... 34
8
Karakteristik pengusaha berdasarkan jenis kelamin ............................. 35
9
Karakteristik pengusaha berdasarkan usia ............................................ 35
10 Karakteristik pengusaha berdasarkan pendidikan terakhir ................... 36 11 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ............................. 37 12 Karakteristik responden berdasarkan usia ............................................ 37 13 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir.................... 38 14 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan ........................... 39 15 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan .................... 39 16 Karakteristik responden berdasarkan tujuan menggunakan angkot ..... 40 17 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pengguna angkot dalam satu minggu ................................................................................ 41 18 Karakteristik responden berdasarkan alternatif kendaraan lain yang digunakan.............................................................................................. 41 19 Struktur hubungan pelaku pelaksana sistem shift ................................. 42
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Peta Kota Bogor................................................................................
79
2
Kuisioner Penelitian Responden .......................................................
80
3
Kriteria Persepsi Pengemudi dan Masyarakat Pengguna Angkot terhadap Penerapan Sistem Shift.......................................................
95
Kriteria Persepsi Responden terhadap Efektivitas Sistem Shift........
96
4
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2000 hingga 2010, penduduk Indonesia meningkat sebanyak 31.376.731 jiwa dari 206.264.595 menjadi 237.641.326 jiwa (BPS 2012). Pertambahan penduduk itu dipengaruhi oleh perkawinan, kelahiran, migrasi, dan mobilitas. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia khususnya di Pulau Jawa telah menyebabkan peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan. Hal ini dapat menyebabkan kota semakin padat (Mawardi 2006). Secara lebih jelas peningkatan jumlah penduduk Indonesia tahun 1997 hingga 2010 disajikan pada Gambar 1.
Penduduk (jiwa)
250.000.000 200.000.000 150.000.000 100.000.000 50.000.000 0 1971
1980
1990
1995
2000
2010
Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012
Gambar 1 Jumlah penduduk Indonesia tahun 1997-2010 Kota Bogor merupakan kota yang mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Menurut data BPS Kota Bogor, pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Bogor diperkirakan mencapai 998.565 jiwa. Setiap tahun rata-rata peningkatan penduduk sebesar 1,7 persen, peningkatan dari tahun 2010 sampai 2011 sebesar 3,8 persen dan peningkatan dari tahun 2011 sampai 2012 sebesar 1,2 persen. Secara lebih jelas jumlah proyeksi penduduk Kota Bogor tahun 2010-2012 disajikan pada Gambar 2.
2 Penduduk (Juta)
1.020.000 1.000.000 980.000 960.000 940.000 920.000 2010
2011
2012
Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2012
Gambar 2 Jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2010-2012 Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bogor berkaitan erat dengan masalah transportasi. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan mobilisasi penduduk sehingga permintaan jasa transportasi ikut meningkat. Transportasi merupakan sarana pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Adanya transportasi dapat memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, terutama dalam hal mobilisasi sehingga dapat mengefisiensikan waktu. Jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor semakin meningkat sejak tahun 2010. Rata-rata peningkatan kendaraan bermotor di Kota Bogor dari tahun 2010 sampai 2013 sebesar 9,78 persen untuk semua jenis kendaraan. Hal ini menjadi suatu indikasi bahwa masyarakat semakin membutuhkan sarana transportasi sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berikut grafik pertambahan jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor berdasarkan jenis dari tahun 2010 sampai dengan 2013 disajikan pada Gambar 3. 400.000
Mobil penumpang
300.000
Mobil barang
200.000
Bus
100.000
Motor Kendaraan Khusus
0 2010
2011
2012
2013
Total
Sumber: Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2013
Gambar 3 Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor Kota Bogor dari tahun 20102013.
3 Angkutan umum memainkan peran penting dalam pemenuhan permintaan kebutuhan pelayanan jasa transportasi untuk masyarakat di Kota Bogor yang tidak memiliki kendaraan pribadi atau pergerakannya biasa menggunakan kendaraan umum. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum disebutkan bahwa terdapat dua jenis pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum yaitu angkutan dalam trayek dan angkutan tidak dalam trayek. Salah satu jenis angkutan dalam trayek adalah Angkutan Kota atau angkot. Angkot merupakan jasa transportasi yang dominan di Kota Bogor. Menurut data dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor, jumlah angkot di Kota Bogor sebanyak 3.412 unit kendaraan yang melayani 23 trayek. Dalam pemenuhan kebutuhan kendaraan pada masing-masing trayek, pemerintah memberikan izin kepada perorangan untuk mengelola dan menyediakan pelayanan. Setiap orang yang mampu secara finansial dapat memiliki usaha jasa angkot tersebut. Saat ini penyedian angkot tidak terkendali. Banyaknya jumlah angkot yang beroperasi setiap harinya telah melebihi jumlah kebutuhan pengguna angkot. Angkot yang idealnya dapat terisi 70% penumpang tetapi hanya terisi di bawah 70% yaitu 40,28% (DLLAJ Kota Bogor 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chaeriwati pada tahun 2004 mengenai permintaan jumlah angkot di Kota Bogor, baik pada jam sibuk maupun jam sepi, semua trayek angkot mengalami kelebihan penawaran (excess supply). Total kelebihan angkot pada jam sibuk sebanyak 261 unit dan pada jam sepi sebanyak 449 unit. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan supply dan demand angkot di Kota Bogor. 1.2 Perumusan Masalah Ketidakseimbangan supply dan demand angkot menimbulkan inefisiensi penggunaan angkot. Pengemudi angkot harus bersaing untuk mencari penumpang karena penumpang yang ada hanya sedikit. Secara langsung hal ini dapat menurunkan pendapatan pengemudi angkot dan pengusaha angkot.
4 Pengemudi angkot dalam bersaing mencari penumpang sering kali sengaja memeperlambat kendaraan dan menjaga jarak sejauh mungkin dari angkot pesaing di depannya. Hal ini dapat menghambat jalannya kendaraan yang lain sehingga kemacetan dan kepadatan terjadi pada titik tertentu. Kemacetan dan kepadatan dapat membuat keterlambatan orang yang berpergian. Distribusi barang dan jasa pun menjadi terhambat. Kemacetan dan kepadatan menyebabkan penggunaan bahan bakar menjadi lebih boros. Hal ini dapat menimbulkan pencemaran lingkungan seperti peningkatan polusi udara. Polusi udara merupakan permasalahan yang rumit, karena menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik fisik dan sumber emisi zat pencemar. Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemar terbesar yang menghasilkan gas buangan/emisi. Emisi tersebut merupakan hasil sampingan pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan. Terlalu banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan maka akan semakin banyak gas buangan/emisi yang dihasilkan. Upaya untuk menghadapi masalah di atas dibutuhkan adanya sistem transportasi yang efektif dan efisien. Transportasi yang efektif artinya kapasitas mencukupi, terpadu, tertib dan teratur, lancar, cepat dan tepat, selamat, aman, nyaman serta biaya terjangkau. Sedangkan transportasi yang efisien artinya beban publik rendah dan kepuasan masyarakat yang tinggi (Butar Butar 2008). Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor melakukan langkahlangkah untuk mengantisipasi agar kemacetan dan kepadatan tidak semakin memburuk dan penggunaan angkot efisien, salah satunya dengan penataan angkot. Penataan angkot ini dilakukan dengan penerapan sistem shift pada operasional angkot. Sistem shift adalah pembatasan jumlah angkot yang beroperasi pada setiap trayek per hari. Sistem shift ini dibagi menjadi dua sistem yaitu (1) shift A, B, dan C di mana angkot beroperasi 2 hari dan libur 1 hari, dalam sebulan angkot beroperasi selama 20 hari. (2) shift A dan B di mana angkot berjalan 1 hari dan libur 1 hari, dalam sebulan angkot beroperasi selama 15 hari. Pada tahun 2009 sistem shift ini diterapkan pada empat trayek angkot, meliputi trayek 06-AK, trayek 07-AK, trayek 11-AK, dan trayek 13-AK. Pada tahun 2010 terdapat penambahan penerapan sistem shift yaitu pada trayek 01-AK,
5 trayek 02-AK, trayek 03-AK, trayek 05-AK, trayek 10-AK, dan trayek 14-AK. Tahun 2011 juga diterapkan pada lima trayek yaitu trayek 08A-AK, trayek 05AAK, trayek 04-AK, trayek 04A-AP, dan trayek 03-AP. Pada tahun 2012 sistem shift juga diterapkan pada trayek 07-AK. Manfaat yang diharapkan dari penerapan sistem shift ini yaitu: (1) Bagi pengemudi, dapat meningkatkan penghasilan, efisiensi biaya operasional (BBM), ada waktu istirahat yang dapat digunakan untuk mencari penghasilan lainnya. (2) Bagi pemilik angkot, ketercapaian setoran, efisiensi biaya pemeliharaan atau perawatan (sparepart, olie dan ban) karena mobil tidak beroperasi setiap hari, serta ada waktu istirahat untuk perbaikan/pemeliharaan kendaraan. (3) Bagi masyarakat umum, peningkatan waktu tempuh perjalanan dan mengurangi pencemaran udara akibat emisi gas buangan (DLLAJ Kota Bogor 2012). Untuk mengetahui apakah sistem shift ini berjalan efektif atau tidak dan bagaimana mekanisme dari sistem ini, maka dari itu penelitian ini dilakukan. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah manfaat yang sudah disebutkan sebelumnya dapat tercapai dengan adanya penerapan sistem shift ini. Berdasarkan uraian di atas, beberapa pertanyaan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor? 2. Bagaimana dampak setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor terhadap pendapatan pengemudi dan pengusaha angkutan kota? 3. Bagaimana dampak setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor terhadap pengurangan beban emisi angkutan kota? 4. Bagaimana persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkutan kota terhadap penerapan sistem shift? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu : 1. Menganalisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor. 2. Mengestimasi besarnya pendapatan pengemudi dan pengusaha angkutan kota setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.
6 3. Mengestimasi besarnya pengurangan beban emisi angkutan kota setelah ada penerapan sistem shift angkutan kota di Kota Bogor. 4. Menganalisis persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkutan kota terhadap penerapan sistem shift. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini mengambil sample nomor trayek yang terkena penerapan sistem shift A B C. Nomor trayek yang diambil adalah 02, 03 dan 07. Pemilihan nomor trayek 02 karena trayek ini memiliki jumlah kendaraan sebanyak 563, memiliki jarak pulang-pergi sekitar 28,8 km, dan melayani lokasi yang strategis. Pemilihan nomer trayek 03 karena trayek ini memiliki jumlah kendaraan sebanyak 382, memiliki jarak pulang pergi sekitar 22,6 km, dan melayani lokasi yang strategis. Pemilihan nomor trayek 07 karena trayek ini melewati lintasan yang berbeda dari lintasan trayek 02 dan 03, melewati lokasi yang strategis dan sistem shift ini baru ditetapkan pada November 2012. 2. Penelitian hanya dilakukan terhadap dinas terkait, supir angkot dengan nomor trayek 02, 03 dan 07, pengusaha angkot dengan nomor trayek 02, 03 dan 07, dan masyarakat pengguna angkot nomor trayek 02, 03 dan 07 serta karakteristiknya tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. 3. Dalam penelitian ini, pendapatan pengemudi dan pengusaha sama dengan pendapatan bersih dari hasil usaha angkot, tidak menghitung pendpatan dari pekerjaan lainnya. 4. Beban pencemar yang diestimasi adalah beban pencemar dari polutan CO angkot dan hanya pada nomor trayek 02, 03 dan 07.
7
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ke tempat lain. Transportasi wilayah merupakan sistem pergerakan manusia dan barang antara satu zona asal dan zona tujuan di suatu wilayah. Sistem pergerakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana atau moda yang menggunakan berbagai sumber tenaga, dan dilakukan untuk suatu keperluan tertentu. Pada suatu kegiatan transportasi dibutuhkan alat pendukung yang memiliki karakteristik aman, cepat, lancar, nyaman, ekonomis dan terjamin keberadaannya (Miro 2005 dan Setijowarno dan Frazila 2003). Objek yang diangkut seiring berjalannya waktu akan bertambah. Hal ini karena adanya pertambahan penduduk, urbanisasi, produksi barang-barang ekonomi, peningkatan pendapatan dan kesajahteraan, adanya perkembangan pusat-pusat kegiatan dan pertambahan keinginan untuk melakukan perjalanan. Adanya pertambahan tersebut dengan sendirinya akan menuntut pertambahan alat pendukungnya yaitu sarana transportasi. Pertambahan tersebut harus diantisipasi agar di masa mendatang tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan yaitu terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan transportasi dengan ketersediaan alat pendukung proses perpindah. Hal tersebut dapat menimbulkan persoaalan, yaitu : 1. Kemacetan, tundaan, kecelakaan, dan kesemrawutan lalu lintas 2. Sulitnya suatu kawasan perkembangan 3. Tingginya biaya ekonomi yang terjadi. 2.1.1 Angkutan Kota Angkutan kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam wilayah kota dengan menggunakan bus atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur. Angkutan kota ini dapat berupa angkutan massal yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah banyak dalam satu kali
8 perjalanan. Sistem jaringan rute angkutan di perkotaan biasanya terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Jaringan rute yang terbentuk dimulai oleh pihak-pihak pengelola secara sendiri-sendiri. 2. Jaringan rute yang terbentuk secara menyeluruh, yang dilakukan oleh pengelola angkutan massal secara simultan dan bersama-sama. Pada sistem jaringan rute, jarak antara rute merupakan aspek yang cukup penting untuk diperhatikan karena jarak antar rute berpengaruh langsung terhadap penumpang dan operator. Selain itu terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam masalah ini yaitu lebar koridor daerah pelayanan, frekuensi pelayanan, jarak tempuh penumpang ke lintasan rute dan waktu tunggu rata-rata di perhentian (Setijowarno dan Frazila 2003). 2.1.2 Peran Transportasi terhadap Ekonomi dan Lingkungan Tujuan transportasi adalah memberikan kemudahan dalam pergerakan masyarakat, seperti mudahnya mencapai lokasi tujuan. Beberapa aspek kemudahan dapat dilihat berdasarkan kemudahan dalam mendapatkan faktorfaktor produksi, mudahnya informasi menyebar, kemudahan pergerakan (mobilitas) penduduk, dan lain-lain. Sektor transportasi merupakan bagian penting dari ekonomi yang sangat mempengaruhi proses produksi, distribusi produk, dan pertukaran kelebihan. Pada proses produksi, transportasi berperan penting dalam menyatukan semua faktor produksi (sumber daya) yang tersebar diberbagai tempat yang berbeda. Transportasi berfungsi mempermudah dan mempercepat tersedianya sumberdaya atau faktor produksi itu di tempat tersebut. Pada proses distribusi, transportasi berfungsi
mendistribusikan
barang
atau
jasa
ke
suatu
tempat
yang
membutuhkannya dan menjamin sampai ketempat tujuan. Sedangkan pada proses pertukaran keahlian, transportasi berperan mengangkut tenaga-tenaga ahli ke suatu daerah yang tidak memiliki tenaga ahli. Secara keseluruhan, transportasi mempengaruhi harga barang dan jasa yang siap dikonsumsi di pasar. Jika sistem transportasi tidak efisien, maka akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi dan harga barang atau jasa menjadi mahal (Miro 2012).
9 Transportasi dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan sistem dan teknologi transportasi, faktor lingkungan juga harus diperhatikan terutama masalah dampak yang diakibatkannya. Pergerakan transportasi yang terjadi di perkotaan berdampak negatif terhadap pengotoran udara. Selain itu pemakaian ruang terbuka yang tidak terkendali tanpa adanya manajemen transportasi yang baik akan berdampak luas terhadap lingkungan. Termasuk pemakaian energi yang berlebihan dapat mempercepat menghabiskan cadangan energi yang tersedia (Setijowarno dan Frazila 2003). Dampak-dampak
akibat
aktivitas
transportasi
terhadap
lingkungan
diantaranya adalah pencemaran udara, kebisingan, getaran, dan pengotoran air. Dampak yang timbul bisa akibat keberadaan dari prasarana transportasi yang secara fisik mempengaruhi lingkungan sekitarnya atau akibat pengoprasian fasilitas tersebut. Dampak lingkungan yang dirasakan akibat pengoperasian transportasi ini, umumnya menjadi isu-isu yang berkepanjangan karena terus berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas manusia (Morolok 1978). 2.1.3 Kelembagaan Kelembagaan terdiri dari norma dan konvensi (norms and conventions) serta aturan main (rules of the game). Kelembagaan dapat ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, dan kelembagaan juga dapat secara informal seperti pada aturan adat dan norma yang dianut masyarakat (Arifin 2005). Kelembagaan dapat didefinisikan sebagai aturan-aturan sosial, kesepakatan dan elemen lain dari struktur kerangka kerja interaksi sosial (Bardhan, 1989 dalam Yustika, 2006). Kelembagaan juga merupakan suatu aturan main pada suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam bentuk kode etik informal yang disepakati bersama. Aturan yang telah disepakati bersama tersebut merupakan infrastruktur dalam kelembagaan. Menurut North (1994) dalam Yustika (2006), aturan kelembagaan tersebut dibagi menjadi: 1. Aturan formal (formal institutions) yaitu konstitusi, statuta, hukum dan seluruh regulasi pemerintah lainnya. Aturan formal membentuk sistem politik (struktur pemerintah dan hak-hak individu), sistem ekonomi (hak
10 kepemilikan dalam kondisi kelangkaan sumberdaya dan kontrak, dan sistem keamanan (peradilan dan politik). 2. Aturan informal (informal institutions) yaitu pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama dan seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi subjektif, agama dan seluruh faktor mempengaruhi bentuk persepsi subjektif individu tentang di mana mereka tinggal. 3. Mekanisme penegakan (enforcement mechanism) pada setiap kelembagaan harus terdapat penegakan tanpa adanya mekanisme penegakan kelembagaan tersebut tidak akan efektif. 2.1.4 Pendapatan Keuntungan atau pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan total pengeluaran. Menurut Soekartawi (1995) perhitungan keuntungan atau pendapatan pelaku usaha digunakan rumus sebagai berikut: I=TR-TC Keterangan: I = Pendapatan (Rp) TR= Total Penerimaan (Rp) TC= Total Pengeluaran (Rp) Di mana ketika total penerimaan lebih besar dari total pengeluaran maka usaha menguntungkan. Sebaliknya jika total penerimaan lebih kecil dari total pengeluaran maka usaha dapat dikatakan rugi. Namun, jika total penerimaan dan total pengeluaran seimbang usaha dikatakan impas yaitu tidak untung dan tidak rugi. 2.1.5 Emisi Gas Buangan Kendaraan Bermotor Emisi adalah zat atau bahan pencemar yang dikeluarkan langsung dari kendaraan bermotor melalui pipa pembuangan (knalpot) kendaraan bermotor sebagai sisa pembakaran bahan bakar dalam mesin. Terdapat lima unsur dalam gas buangan kendaraan bermotor yaitu senyawa CO, HC, CO2, O2 dan senyawa NOX (Suryani 2010). CO atau Karbon monoksida adalah salah satu unsur gas buangan yang banyak dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. CO adalah gas berbau yang tidak
11 berwarna, lebih ringan dari udara, terbentuk sebagai hasil dari pembakaran tidak sempurna. Gas ini merupakan polutan udara yang paling lazim dijumpai. Gas ini sangat bercun bagi manusia dan hewan. CO dapat menyebabkan supply O2 ke seluruh tubuh menurun sehingga kontraksi jantung dapat melemah dan volume darah yang didistribusikan menurun (Kojima et al. 2000). 2.1.6 Estimasi Beban Emisi Pengukuran kualitas dan beban emisi secara langsung dalam suatu kegiatan tidak mungkin dilakukan untuk setiap sumber pencemar, apalagi pengukuran langsung terhadap kendaraan bermotor yang jumlahnya tidak sedikit. Pengukuran perkiraan besarnya beban pencemar dapat dirumuskan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan panjang perjalanan kendaraan bermotor dan pendekatan penggunaan bahan bakar (KLH 2007). Menurut Chandrasiri (1999) perhitungan emisi kendaraan bermotor dapat dirumuskan sebagai berikut: Emisi = (FEabc x aktivitas abc) Dimana : FE
= faktor emisi
Aktivitas
= jumlah konsumsi bahan bakar atau panjang perjalanan kendaraan
a
= tipe bahan bakar (bensin, solar, dll)
b
= tipe kendaraan (mobil, truk, dll)
c
= kontrol emisi Faktor emisi adalah massa dari suatu polutan yang dihasilkan oleh setiap
unit proses. Beban massa ini dapat berupa per satuan massa bahan bakar yang dikonsumsi atau per unit produksi (Porteous 1996 dalam Kusuma 2010). Faktor emisi masing-masing gas buang kendaraan berdasarkan jenis bahan bakar tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Faktor emisi kendaraan berdasarkan jenis bahan bakar Bahan Bakar Bensin (kg/ton)
CO 377
NOX 10,3
HC 14,5
TSP 2
SO2 0,54
CO2 3150
Solar (kg/ton)
43,5
11
26
2,4
19
3150
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2007
12 2.1.7 Persepsi Sombowidjojo (1999) dalam Kurniawan (2013) mendefinisikan persepsi sebagai pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, penciuman, pendengaran, serta pengalaman masa lalu. Persepsi seseorang terhadap objek yang sama dapat bervariasi karena pengamatan mereka dari sudut pandang yang berbeda-beda. Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dapat dikatakan juga memberi makna. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional (Rakhmat 2003). 2.2
Penelitan Terdahulu yang Terkait
Agustina (2009) menganalisis persepsi dan preferensi pengunjung serta dampak ekonomi kegiatan wisata Gunung Salak Endah dengan menggunakan skala likert. Skala yang harus dipilih oleh pengunjung antara lain 1 untuk nilai sangat buruk, 2 untuk nilai buruk, 3 untuk nilai sedang, 4 untuk nilai baik, dan 5 untuk nilai sangat baik. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan diinterpretasikan. Metode pengukuran persepsi menggunakan skala likert dengan lima skala tersebut dapat digunakan untuk mengukur persepsi informan mengenai efektivitas sistem shift, persepsi pengemudi angkot dan persepsi masyarakata pengguna angkot terhadap sistem shift yang sudah diterapkan di Kota Bogor. Ratmoko
(2011)
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
Analisis
Kinerja
Kelembagaan Pangan Lokal terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kasepuhan Sinar Resmi Kabupaten Sukabumi untuk menganalisis efektifitas kinerja kelembagaan dengan memperhatikan tiga hal yaitu, keefektifan kelembagaan dalam mencapai tujuan, efisiensi penggunaan sumberdaya, dan keberlanjutan kelembagaan. Dalam mencapai outcome dibutuhkan suatu kejelasan dan keefektifan. Indikator yang diperhatikan dalam kejelasan adalah kejelasan dan kelengkapan aturan serta tingkat pengetahuan masyarakat. Sedangkan indikator yang diperhatikan dalam keefektifan adalah perubahan perilaku, perubahan produktivitas, tingkat kegunaan dan tingkat
13 keberhasilan. Hal tersebut dapat digunakan untuk melihat efektivitas pada sistem shift. Dinah (1992) dalam tesisnya yang berjudul Profil Pendapatan dan Hubungan Kerja Usaha Transportasi Opelet di Kotamadya Palembang Suatu Studi Eksploratif mengestimasi pendapatan bersih supir opelet dengan mengurangi pendapatan kotor dengan jumlah setoran harian dan pengeluaran lainnya. Cara perhitungan pendapatan ini dapat dijadikan rujukan untuk menghitung rata-rata penghasilan kumulatif pengemudi dan pengusaha angkot sebelum dan setelah ada sistem shift. Rahmawati (2009) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Penerapan Kebijakan
Pengendalian
Pemcemaran
Udara
dari
Kendaraan
Bermotor
Berdasarkan Estimasi Beban Emisi (Studi Kasus: DKI Jakarta) untuk perhitungan estimasi beban emisi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan nilai panjang perjalanan kendaraan (vehicle kilometers traveled-VKT). Dibutuhkan data masa per unit aktivitas (faktor emisi), jumlah kendaraan dan panjang perjalanan kendaraan (km/waktu). Berdasarkan parameter pencemaran yang diteliti, kontribusi terbesar emisi di DKI Jakarta didominasi pencemar CO sebesar 72,7 persen, NOx sebesar 24,6 persen dan PM10 sebesar 2,7 persen. Suryani (2010) mengestimasi beban emisi CO kendaraan bermotor dengan menggunakan pendekatan konsumsi bahan bakar. Dalam kedua penelitian tersebut estimasi beban emisi dilakukan pada seluruh jenis kendaraan, sedangkan pada penelitian ini hanya menghitung beban emisi CO pada kendaraan angkutan kota yang menjadi sampel dan menggunakan pendekatan konsumsi bahan bakar.
14
III KERANGKA PEMIKIRAN Menurut BPS Kota Bogor 2011, rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Bogor sebesar 1,7 persen per tahun. Penduduk Kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun 2010, 2011 dan 2012 yang masing-masing mencapai 950.334 jiwa, 986.772 jiwa dan 998.565 jiwa. Seiring dengan pertumbuhan penduduk tersebut diikuti terjadinya peningkatan mobilisasi penduduk. Adanya peningkatan mobilisasi penduduk menyebabkan permintaan kebutuhan jasa transportasi meningkat. Jasa transportasi yang paling dominan tersedia di Kota Bogor adalah Angkutan Kota atau angkot. Penyediaan angkot di Kota Bogor dikelola oleh perorangan yang berarti oleh swasta bukan pemerintah. Jumlah pengusaha angkot yang tidak dibatasi dan dikontrol oleh pemerintah menyebabkan jumlah angkot tidak terkendali. Banyak angkot yang beroperasi per hari (supply) tidak sebanding dengan penggunanya (demand). Hal ini berimplikasi pada ketidakseimbangan supply dan demand angkot di Kota Bogor. Sehingga penggunaan angkot tidak efisien, dimana penumpang tidak sesuai dengan jumlah angkot yang tersedia pada waktu-waktu terentu. Jumlah penumpang yang tidak sesuai dengan jumlah angkot dapat menyebabkan para pengemudi angkutan kota saling bersaing untuk mencari penumpang. Secara langsung inefisiensi penggunaan angkot akan menyebabkan penurunan pendapatan pengemudi angkot. Selain itu banyaknya jumlah angkot yang beroperasi di jalan dapat memicu terjadinya peningkatan volume lalu lintas (kepadatan dan kemacetan) di Kota Bogor. Hal ini dikarenakan adanya ketidaktertiban pengemudi angkot dalam menaikan dan menurunkan penumpang. Kemacetan dan kepadatan lalu lintas juga dapat menyebabkan pemborosan penggunaan BBM serta peningkatan emisi. Salah satu upaya untuk mengantisipasi masalah di atas, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor melakukan penataan angkutan umum melalui sistem shift atau pergiliran operasional pada angkutan kota. Penerapan program shift pada angkutan kota ini merupakan penanganan masalah transportasi jangka pendek (2010-2014). Sistem shift ini terdiri dari dua sistem yaitu shift A-B-C dan shift A-B. Pada Shift A-B-C, dalam satu bulan angkot beroprasi selama 20 hari. Angkot beroprasi dua hari dan satu hari libur. Sedangkan pada shift A-B, dalam
15 satu bulan angkot beroprasi selama 15 hari. Angkot beroperasi satu hari dan satu hari libur. Penerapan shift ini akan memberikan dampak terhadap penguraian kemacetan lalu lintas, pengurangan gas buangan atau emisi, dan peningkatan pendapatan pengemudi serta pengusaha angkot. Pada penelitian ini tahap pertama yang dilakukan adalah menganalisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor dengan melihat struktur pengurus dan aturan, tingkat pengawasan, sanksi dan tingkat kepatuhan pengemudi. Proses analisis dilakukan melalui proses wawancara dengan informan yang terkait. Kedua melihat dampak penerapan sistem shift terhadap penghasilan pengemudi dan pengusaha angkot dan mengestimasi pengurangan emisi. Estimasi pendapatan pengemudi dan pengusaha angkot dihitung dengan menggunakan
analisis
perubahan
pendapatan.
Perhitungan
ini
akan
membandingkan rata-rata penghasilan pengemudi serta pengusaha angkutan kota sebelum dan setelah diterapkannya sistem shift dan setelah itu diselisihkan antara pendapatan setelah dan sebelum penerapan sistem shift. Estimasi pengurangan beban emisi dihitung menggunakan metode kuantitatif dengan perhitungan beban emisi berdasarkan pendekatan konsumsi bahan bakar. Dimana faktor emisi dikali dengan rata-rata penghematan konsumsi bahan bakar dalam satu bulan dan jumlah kendaraan angkot yang tidak beroperasi. Tahap ketiga adalah menganalisis persepsi pengemudi angkot dan masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift. Analisis persepsi pengemudi angkot dan masyarakat dilakukan dengan mewawancarai responden menggunakan skala likert. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai persepsi efektivitas, dampak dari penerepan sistem shift di Kota Bogor terhadap perubahan penghasilan pengemudi dan pengusaha angkot setelah adanya sistem shift, dampak terhadap gas buangan atau emisi yang dihasilkan, serta persepsi pengemudi angkot dengan masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian dibuatlah alur berfikir yang dapat dilihatpada Gambar 4.
16 Peningkatan Jumlah Penduduk Kota Bogor
Peningkatan Permintaan Kebutuhan Jasa Transportasi
Penyediaan Jasa Angkutan Kota oleh Swasta
Adanya Indikasi Ketidakseimbangan Supply dan Demand Angkutan Kota
Inefisiensi Penggunaan Angkot
Penurunan Pendapatan Pengemudi Angkot
Volume Lalu Lintas Padat (Kemacetan)
Peningkatan Emisi
Sistem Pergiliran (shift) Operasional Angkot di Kota Bogor
Efektivitas sistem shift
Analisis Deskriptif
Estimasi pendapatan kumulatif pengemudi dan pengusaha angkutan kota sebelum dan setelah sistem shift
Analisis Pendapatan
Estimasi besarnya pengurangan beban emisi angkot
Estimasi Beban Emisi Pendekatan Penggunaan Bahan Bakar
Persepsi pengemudi angkutan kota serta masyarakat terhadap penerapan sisitem shift
Analisis Deskriptif
Implikasi Kebijakan Penataan Angkutan Kota dengan Sistem Pergiliran di Kota Bogor
Gambar 4 Diagram alur kerangka pemikiran operasional
17
IV METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan: (1) Kota Bogor merupakan salah satu kota yang memiliki banyak angkot, (2) Kota Bogor menerapkan shift angkot dalam penataan angkot, (3) Kota Bogor merupakan salah satu kota yang mengalami kemacetan lalu lintas dari waktu ke waktu. Pengambilan data primer melalui kuisioner dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga Mei 2013. 4.2
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuisioner kepada pengemudi dan pengusaha angkot, masyarakat pengguna angkot, staff Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, wakil sekretaris Organda dan Ketua Kelompok Kerja Sub Unit (KKSU) Trayek 07, 03 dan 02. Sementara data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan objek penelitian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), DLLAJ Kota Bogor, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), perpustakaan, jurnal, internet serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. 4.3
Metode Penentuan Sampel
Sampel yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini meliputi key person dan responden. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkungannya. Key person yang dipilih adalah orang-orang yang mengetahui secara mendalam terkait dengan sistem shift dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pada penelitian ini key person yang dijadikan narasumber adalah sebanyak 7 orang. Responden terdiri dari pengemudi angkot, pengusaha angkot dan masyarakat pengguna angkot. Pemilihan sampel nomor trayek menggunakan teknik purposive sampling. Nomor trayek yang dipilih adalah trayek 02 (Bubulak-
18 Sukasari), trayek 03 (Baranangsiang-Bubulak), dan trayek 07 (Ciparigi-Terminal Merdeka). Berdasarkan data yang diperoleh dari DLLAJ Kota Bogor jumlah angkutan kota pada trayek 02 adalah sebesar 563 unit, 03 adalah sebesar 382 unit, dan pada trayek 07 adalah sebesar 219 unit. Sedangkan jumlah pengusaha angkutan kota, nomer trayek 02 adalah sebesar 300 pengusaha, nomer trayek 03 adalah sebesar 220 pengusaha, dan nomer trayek 07 adalah sebesar 150 pengusaha. Teknik
pemilihan
responden
pengemudi
dan
pengusaha
angkot
menggunakan teknik accidental sampling di mana penentuan sampel berdasarkan kebetulan. Diasumsikan satu mobil angkot dikendarai oleh satu pengemudi. Menurut metode Gay, jumlah sampel yang dinilai cukup mewakili keseluruhan populasi yaitu minimal 10% dari total populasi sehingga responden penelitian ini diambil sebanyak 86 orang untuk nomer trayek angkutan 02, pengemudi angkot sebanyak 56 orang dan pengusaha angkot sebanyak 30 orang. Pada nomer trayek 03 diambil sebanyak 60 orang, pengemudi angkot sebanyak 38 orang dan pengusaha angkot sebanyak 22 orang. Pada nomer trayek 07 diambil sebanyak 37 orang, pengemudi angkot sebanyak 22 orang dan pengusaha angkot sebanyak 15 orang. Responden lainnya berasal dari masyarakat pengguna angkot. Metode pengambilan sampel terhadap masyarakat pengguna angkot menggunakan metode non-probability sampling karena daftar populasi dari masyarakat pengguna angkutan kota sulit untuk diketahui dan tidak dapat diperkirakan secara pasti. Sama halnya dengan teknik pengambilan sampel pada pengemudi dan pengusaha angkot, teknik pengambilan pada responden masyarakat juga dilakukan secara kebetulan (accidental sampling). Apabila masyarakat pengguna angkot bersedia untuk di wawancarai maka orang tersebut akan menjadi responden. Jumlah responden untuk masyarakat pengguna angkot masing-masing trayek adalah 30 responden. 4.4
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisis efektivitas sistem shift dan menganalisis persepsi informan terhadap efektivitas penerapan
19 sistem shift dan menganalisis persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift angkot. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengestimasi rata-rata pendapatan dan pengurangan beban emisi. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007. Matriks metode penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian tersedia pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, metode, dan jenis data No.
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Metode Analisis Data Analisis Deskriptif
Jenis Data
1.
Menganalisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.
Data Primer (Wawancara informan, pengemudi dan pengusaha dengan menggunakan kuisioner)
2.
Mengestimasi pendapatan kumulatif pengemudi dan pengusaha angkutan kota setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.
Data Primer (Wawancara pengemudi dan pengusaha angkot dengan menggunakan kuisioner)
Analisis Perubahan Pendapatan
Perbandingan antara pendapatan pengemudi dan pengusaha angkot sebelum dan setelah adanya sistem shift.
3.
Mengestimasi besarnya pengurangan beban emisi setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.
Data Primer (Wawancara pengemudi angkot dengan menggunakan kuisioner) Data sekunder (faktor emisi kendaraan (g/l atau g/km).
Estimasi BebanEmisi dengan Pendekatan Penggunaan Bahan Bakar
Pengurangan beban emisi CO setelah penerapan sistem shift.
4.
Menganalisis persepsi pengemudi angkutan kota dan masyarakat terhadap sistem shift.
Data Primer (Wawancara pengemudi angkot dan masyarakat dengan menggunakan kuisioner).
Analisi Deskriptif
Persepsi pengemudi angkot dan masyarakat terhadap dampak sistem shift
Sumber: Penulis, 2013
Informasi mengenai pihak yang terlibat, peraturan, kepatuhan, sanksi, dan pengawasan.
20 4.4.1 Analisis Efektivitas Sistem Shift Pada penelitian ini untuk mengetahui efektivitas sistem shift menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat suatu deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang akan diselidiki (Nazir 1999). Analisis efektivitas dilihat dari kemampuan sistem shift dalam mengelola dan menata angkot secara efektif serta berjalan atau tidak sistem ini. Efektivitas sistem shift dapat dilihat dari beberapa tolok ukur, yaitu kejelasan kelembagaan, di mana terdiri dari pihak yang terlibat dan memiliki peran serta fungsi yang jelas, peraturan dan penetapan sanksi, serta monitoring selama sistem shift berjalan. Efektivitas juga diukur dari persepsi informan, pengemudi dan pengusaha terhadap berjalannya sistem shift angkutan kota dengan melihat kepatuhan pengemudi terhadap sistem shift, sanksi yang ditetapkan, dan tingkat pengawasan terhadap sistem shift. Berikut adalah tabel yang menyajikan matriks analisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor. Tabel 3 Matriks analisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor Tujuan Menganalisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.
Indikator/Parameter a. Efektivitas Sistem Shift 1. Pihak yang terlibat 2. Peraturan dan sanksi 3. Pengawasan 4. Sanksi 5. Tingkat Kepatuhan
Jenis Data dan Cara Mengumpulkan Data Data Primer (Wawancara menggunakan kuisioner kepada informan)
Sumber: Penulis, 2013
Selain itu dilihat juga hubungan antara pihak pelaksana, hubungan ini dianalisis dari hasil kuisioner dengan parameter keharmonisan dan sinergisme antar stakeholder yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Tabel 4 berikut ini menyajikan matriks hubungan antar aktor atau stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan sistem shift.
21 Tabel 4 Matriks hubungan antar stakeholder dalam pelaksanaan sistem shift Indikator Interaksi antar aktor atau stakeholder
Parameter Untuk mengetahui bagaimana pola interaksi antar aktor atau stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan program shift kategorinya adalah: 1. keharmonisan antar stakeholder Tinggi, jika semuanya berjalan selaras dan tidak ada konflik Sedang, jika masih terdapat konflik Rendah, jika sering tidak terjadi konflik 2. Sinergisme antar stakeholder Tinggi, jika interaksi antar stakeholder saling mendukung dan bekerjasama. Sedang, jika interaksi antar aktor kurang saling mendukung dan bekerja sama Rendah, jika interaksi antar stakeholder tidak saling mendukung dan bekerjasama. Sumber: Penulis, 2013
4.4.2 Analisis Perubahan Pendapatan Perubahan pendapatan pengemudi angkot didapat dari pengurangan antara pendapatan bersih sebelum sistem shift dan pendapatan bersih setelah adanya penerapan sistem shift. Pendapatan bersih pengemudi adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah setoran harian dan pengeluaran lainnya. Pendapatan kotor merupakan jumlah uang yang diterima dalam mengoperasikan angkot per hari kerja. Jumlah setoran harian merupakan besarnya jumlah setoran per hari kerja kepada pemilik angkot. Sedangkan pengeluaran lainnya mencakup biaya pemakaian BBM, iuran KKSU, retribusi, upah calo angkot, dan lainnya. Dalam perhitungan ini rumus dari perubahan pendapatan adalah adalah: ∆I = IA - IB I A/B = TR – TC = TR – (K + S + i + R + L) Dimana : IA = Pendapatan bersih sebelum sistem shift (Rp) IB = Pendapatan bersih setelah sistem shift (Rp) TR = Total Pendapatan Kotor (Rp) TC = Total Biaya (Rp) K = Biaya Konsumsi BBM S = Setoran i
= iuran KKSU
22 R = retribusi L = Biaya Lain-lain Tabel 5 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengemudi angkutan kota setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor Tujuan
Jenis Data dan Cara Mengumpulkan Data Pendapatan Kotor (per hari) Data Primer Besar Setoran (per hari) (Wawancara Pengeluaran BBM (per menggunakan hari) kuisioner kepada Pengeluaran lainnya (per pengemudi angkot) hari)
Indikator/Parameter
Mengestimasi besarnya pendapatan pengemudi angkutan kota setelah penerapan shift angkutan kota di Kota Bogor.
1. 2. 3. 4.
Sumber: Penulis, 2013
Data yang diperlukan untuk estimasi pendapatan kumulatif pengemudi angkot adalah data mengenai rata-rata pendapatan per hari yang didapat dari responden sebelum dan setelah adanya penerapan shift. Setelah didapat nilai ratarata dikalikan dengan jumlah hari angkot beroperasi dalam sebulan, sehingga didapat penghasilan kumulatif per bulan sebelum dan sesudah adanya penerapan shift dan hasilnya dibandingkan untuk mengetahui berapa besar selisih perubahan pendapatan pengemudi angkot. Perhitungan ini menggunakan perhitungan rata-rata contoh. Rata-rata merupakan suatu nilai pusat data bila data itu dijumlahkan kemudian dibagi oleh banyaknya sampel yang ada. Rata-rata contoh untuk menghitung pendapatan adalah sebagai berikut (Walpole 1992) : Ave IA =
𝑛 𝑖=1 IA
𝑛
Ave IB =
𝑛 𝑖=1 I𝐵
𝑛
Keterangan : Ave IA = rata-rata pendapatan per hari sebelum diterapkan sistem shift Ave IB = rata-rata pendapatan per hari sesudah diterapkan sistem shift IA
= pendapatan per hari sebelum diterapkan sistem shift
IB
= pendapatan per hari sesudah diterpakan sistem shift
n
= jumlah responden
23 Selain mengestimasi perubahan pendapatan pengemudi, pada penelitian ini juga mengestimasi perubahan pendapatan pengusaha angkot. Perubahan pendapatan pengusaha didapat dari pengurangan antara pendapatan sebelum sistem shift dengan pendapatan setelah sistem shift, di mana pendapatan adalah penerimaan setoran per bulan dikurangi dengan biaya perbaikan atau perawatan seperti sparepart, olie, dan ban selama satu bulan. Berikut adalah tabel yang menyajikan matriks keterkaitan yang digunakan dalam estimasi pendapatan kumulatif pengusaha angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor. Tabel 6 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengusaha angkutan kota setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor Tujuan
Indikator/Parameter
Mengestimasi besarnya pendapatan pengusaha angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor.
a. Pendapatan Pengusaha: Ketercapaian setoran (per bulan) b. Biaya Pemeliharaan/Perawatan per bulan (sparepart, olie, ban)
Jenis Data dan Cara Mengumpulkan Data Data Primer (Wawancara menggunakan kuisioner kepada pengusaha angkot)
Sumber: Penulis, 2013
4.4.3 Estimasi Beban Emisi CO Estimasi beban emisi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan konsumsi bahan bakar. Secara umum perhitungan beban emisi dari kendaraan bermotor menurut KLH (2007) adalah sebagai berikut : ECO = ∑ volbensin x FE x 10-6 Keterangan : ECO
= Beban Emisi CO dari angkot (ton/bulan)
∑ volbensin
= Konsumsi bahan bakar bensin (liter/bulan)
FE (Faktor Emisi) = Besarnya polutan CO yang diemisikan dari setiap liter penggunaan bahan bakar bensin (gram/liter) Estimasi beban emisi berdasarkan pendekatan konsumsi bahan bakar dilakukan dengan mengetahui rata-rata besar konsumsi bahan bakar oleh tiap angkutan kota dalam satu hari. Setelah didapat data tersebut, dikonversikan ke konsumsi bahan bakar dalam satu bulan dan dikalikan oleh jumlah angkot pada
24 masing-masing trayek sampel. Data ini didapat dari hasil wawancara terhadap pengemudi angkutan kota. Faktor emisi adalah massa pencemar dalam gram atau kilogram per kilogram atau per liter bahan bakar yang dikonsumsi atau per kilometer jarak tempuh kendaraan. Data faktor emisi yang digunakan dalam perhitungan diperoleh dari data sekunder. Matriks estimasi beban emisi dari angkot setelah adanya sistem shift disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Matriks estimasi beban emisi dari angkutan kota setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor Tujuan Mengestimasi besarnya pengurangan beban emisi angkutan kota setelah ada penerapan sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.
Indikator/Parameter 1. Rata-rata penggunaan BBM (liter/hari) 2. Jumlah Angkot per trayek
Jenis Data dan Cara Mengumpulkan Data Data primer (wawancara menggunakan kuisioner kepada pengemudi angkot). Data Sekunder (Data Faktor Emisi dan jumlah angkutan yang beroperasi).
D Sumber : Penulis, 2013
4.4.4 Analisis Persepsi Persepsi merupakan suatu proses individu mengamati dan mengidentifikasi lingkungan atau obyek tertentu kemudian mengevaluasi dan menilainya menggunakan panca indera sehingga menimbulkan makna tertentu. Setiap orang memberikan pengertian atau makna terhadap lingkungan atau obyek yang sama dengan cara yang berbeda (Invancevich et al. 2007). Pengukuran persepsi responden diukur dengan menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan 2010). Pada metode ini sebagian besar pertanyaan dikumpulkan, setelah itu pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga bias dijawab dalam lima tingkatan jawaban (Gumilar 2012). Adapun lima skala yang harus dipilih oleh responden antara lain 1 = sangat buruk, 2 = buruk, 3 = sedang, 4 = baik, dan 5 = sangat baik. Data yang terkumpul
25 kemudian diolah denga menggunakan software Microsoft Office Excel 2007, setelah itu hasilnya diinterpretasikan. Analisis persepsi dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis persepsi mengenai efektivitas sistem shift. Selain itu digunakan untuk melihat persepsi dari pengemudi dan masyarakat pengguna angkot terhadap dampak adanya penerapan sistem shift angkutan kota di Kota Bogor. Persepsi pengemudi dan masyarakat pengguna angkot dengan melihat pengaruh sistem shift terhadap kemacetan, jumlah angkot yang beroperasi, waktu tempuh perjalanan, jumlah penumpang pada saat jam sepi dan jam ramai, waktu tunggu penumpang pada saat jam sepi dan jam ramai, jumlah ritasi dan penggunaan BBM. Berikut adalah tabel yang menyajikan matriks analisis persepsi informan, pengemudi dan pengusaha mengenai efektivitas sistem shift, pengemudi dan masyarakat pengguna angkot terhadap sistem shift. Tabel 8 Matriks analisis persepsi terhadap sistem shift Tujuan Menganalisis persepsi informan, pengemudi dan masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan shift.
Indikator/Parameter
a. Persepsi informan, pengemudi dan pengusaha terhadap efektivitas sistem shift 1. Kepatuhan pengemudi terhadap sistem shift 2. Sanksi bagi yang melanggar peraturan sistem shift 3. Pengawasan sistem shift b. Analisis persepsi pengemudi angkot pengaruh sistem shift terhadap : 1. Kemacetan 2. Jumlah Angkutan kota yang beroperasi. 3. Waktu tempuh Perjalanan 4. Jumlah penumpang 5. Waktu tunggu pengemudi 6. Jumlah ritasi 7. Penggunaan Bensin c. Analisis persepsi masyarakat pengaruh sistem shift terhadap : 1. Kemacetan 2. Jumlah Angkutan kota yang beroperasi 3. Waktu tempuh Perjalanan 4. Jumlah penumpang 5. Waktu tunggu Pengemudi Sumber: Penulis, 2013
Jenis Data dan Cara Mengumpulkan Data Data Primer (Wawancara menggunakan kuisioner kepada informan, pengemudi dan masyarakat pengguna angkutan kota).
26
V GAMBARAN UMUM 5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian yang dijelaskan dalam penelitian ini meliputi kondisi fisik daerah dan kependudukan. 5.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Letak geografis Kota Bogor berada pada 106˚43'30" BT - 106˚51'00" BT dan 30'30" LS - 6˚41'00" LS. Kota Bogor memiliki topografi dengan ketinggian tanah rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di atas permukaan laut. Kemiringan tanah berkisar antara 0-15% dan hanya sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15-30%. Terdapat beberapa sungai yang mengalir di mana permukaan airnya jauh di bawah permukaan tanah, yaitu sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok. Dengan kondisi sungai seperti ini, Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir. Luas wilayah Kota Bogor adalah 11.850 ha. Kota Bogor memiliki enam kecamatan yaitu, Kecamatan Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Jarak Kota Bogor dengan ibukota Jakarta kurang lebih 60 km. (BPS Kota Bogor 2011). Adapun batas-batas administrasi Kota Bogor yaitu sebagai berikut : 1. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. 3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojonggede, dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. 5.1.2 Kependudukan Menurut data yang diperoleh dari BPS Kota Bogor 2011, jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2010 adalah 950.334 orang terdiri dari 484.791 laki-laki dan 465.543 perempuan. Berdasarkan hasil proyeksi tahun 2011 dan 2012, jumlah
27 penduduk Kota Bogor sebanyak 986.772 orang dan 998.565 orang. Kepadatan jumlah penduduk di Kota Bogor adalah 8.020 orang/km2. Kecamatan yang memilik kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Bogor Tengah yaitu 12.472 orang/km2 dengan luas 8,13 km2, dan kepadatan terendah ada di Kecamatan Bogor Selatan yaitu 5.887 orang/km2 dengan luas 30,81 km2. Jumlah dan persebaran penduduk Kota Bogor menurut Kecamatan Tahun 2010 ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 9 Jumlah dan persebaran penduduk Kota Bogor menurut kecamatan tahun 2010 Kecamatan
Luas
Bogor Selatan
30,81
26,0
93.442
87.950
181.392
19,1
Kepadatan Penduduk (Orang/km2) 5.887
Bogor Timur
10,15
8,6
48.350
46.748
95.098
10,0
9.369
Bogor Utara
17,72
15,0
86.962
83.481
170.443
17,9
9.619
8,13
6,9
51.296
50.102
101.398
10,7
12.472
Bogor Barat
32,85
27,7
107.465
103.619
211.084
22,2
6.426
Tanah Sareal
18,84
15,9
97.276
93.643
190.919
20,1
10.134
Jumlah
118,5
100
484.791
465.543
950.334
100
8.020
2
km
Bogor Tengah
Penduduk (orang) %
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
%
Sumber : BPS Kota Bogor, 2011
5.2
Transportasi Kota Bogor
Panjang jalan yang ada di Kota Bogor pada tahun 2011 adalah sekitar 754.754 km, terdiri atas jalan negara sepanjang 33.948 km, jalan provinsi sepanjang 8.989 km, dan jalan kabupaten/kota sepanjang 711.817 km. Dari keseluruhan jalan yang ada, 237.504 km dalam kondisi baik sekali, 417.620 dalam kondisi baik, 87.817 dalam kondisi sedang dan 11.808 dalam kondisi buruk (BPS Kota Bogor 2011). Alat transportasi primadona bagi masyarakat Kota Bogor yang bekerja di luar Bogor adalah kereta api. Jumlah penumpang yang tercatat oleh BPS 2011 sebanyak 12.716.108 orang. Selain itu sarana angkutan yang ada dalam melayani pergerakan masyarakat Kota Bogor terdiri atas kendaraan pribadi dan angkutan kota. Sararana angkutan di Kota Bogor yang melayani angkutan kota dan antar kota adalah sebagai berikut :
28 1. Angkutan Kota (AK/Angkot) sebanyak 3.412 unit, terdiri dari 23 trayek. 2. Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) sebanyak 4.462 unit, terdiri dari 10 trayek. 3. Trans Pakuan yang memiliki 2 koridor sebanyak 30 unit. Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12 menjelaskan jaringan trayek Angkot, Angkutan Perkotaan AKDP, dan angkutan Trans Pakuan di Kota Bogor Tahun 2012. Tabel 10 Jaringan trayek angkutan kota (AK) di Kota Bogor tahun 2012 No
Kode Trayek 01-AK 01A-AK 02-AK 03-AK 04-AK 05-AK 06-AK 07-AK 07.A-AK 08-AK 08A-AK 09-AK 10-AK 11-AK 12-AK 13-AK 14-AK 15-AK 16-AK 17-AK 18-AK 19-AK 20-AK
Jaringan Trayek (Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor Nomor: 551.2.45-109.1 Tahun 2011) 1 Cipinang Gading –Terminal Merdeka 2 Terminal Baranangsiang – Ciawi 3 Sukasari – Terminal Bubulak 4 Terminal Baranangsiang – Terminal Bubulak 5 Warung Nangka – Ramayana 6 Ramayana – Cimahpar 7 Ramayana – Ciheuleut 8 Terminal Merdeka – Ciparigi 9 Pasar Anyar – Pondok Rumput 10 Warung Jambu – Ramayana 11 Ramayana – Taman Kencan – Warung Jambu 12 Sukasari – Ciparigi 13 Bantar Kemang – Terminal Merdeka 14 Pajajaran Indah – Pasar Bogor 15 Pasar Anyar – Cimanggu 16 Bantar Kemang – Ramayana 17 Sukasari – Pasir Kuda – Terminal Bubulak 18 Sindang Barang Jero – Terminal Merdeka 19 Pasar Anyar – Salabenda 20 Pomad – Tanah Baru – Bina Marga 21 Ramayana – Mulyaharja 22 Terminal Bubulak – Kencana 23 Pasar Anyar –Vila Mutiara JUMLAH Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2012
Jumlah Armada 52 170 563 382 182 162 157 221 51 146 80 141 100 53 180 154 120 105 219 55 58 38 23 3.412
29 Tabel 11 Jaringan trayek angkutan perkotaan (AKDP) di Kota Bogor tahun 2012 No
Kode Trayek
Jaringan Trayek (Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor Nomor: 551.2.45-109.1 Tahun 2011) 1 02-AP Cicurug – Sukasari 2 02A-AP Cisarua –Sukasari 3 02B-AP Cibedug – Sukasari 4 03-AP Ciapus – Ramayana 5 04-AP Cihideung – Ramayana 6 05-AP Ciomas – Merdeka 7 06-AP Parung – Merdeka 8 06A-AP Bantar Kambing –Merdeka 9 07-AP Bojong Gede – Pasar Anyar 10 08-AP Citereup – Pasar Anyar JUMLAH Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2012
Jumlah Armada 597 664 160 523 146 371 509 155 205 1.096 4.462
Tabel 12 Jumlah kendaraan angkutan massal Trans Pakuan No
Kode Trayek
Jaringan Trayek (Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor Nomor: 551.2.45-109.1 Tahun 2011) 1 AK-1A Terminal Bubulak – Baranangsiang 2 AK-1B Baranangsiang – Ciawai JUMLAH Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2012
Jumlah Kendaraan 20 10 30
5.2.1 Sistem Shift Angkutan Kota di Kota Bogor Pemerintah Kota Bogor melakukan upaya untuk mengurai kemacetan dan meningkatkan kualitas pelayanan penumpang, salah satunya adalah dengan penataan angkutan umum melalui sistem shift (sistem operasi bergilir). Penerapan sistem shift telah berlangsung sejak Tahun 2009 hingga sekarang dan telah diterapkan pada 16 trayek. Sistem shift adalah pembatasan operasional jumlah angkutan kota yang beroperasi pada setiap trayek per hari, dengan cara penjadwalan. Penjadwalan dilihat dari jumlah kendaraan yang tersedia pada masing-masing trayek, diseimbangkan dengan panjang trayek dan potensi penumpang, sehingga terjadi keseimbangan antara supply dan demand. Sistem shift ini terdiri dari dua sistem yaitu shift A-B-C dan shift A-B. Shift A-B-C dalam satu bulan, angkot beroperasi selama 20 hari di mana angkot beroperasi dua hari dan satu hari libur. Sedangkan shift A-B dalam satu bulan, angkot beroperasi selama 15 hari di mana angkot beroprasi satu hari dan satu hari libur.
30 Latar belakang diterapkannya sistem shift atau pergiliran operasional angkutan kota di Kota Bogor ini adalah (DLLAJ Kota Bogor 2012): 1. Volume lalu lintas semakin padat (kemacetan lalu lintas) dan bertambahnya waktu tempuh (menunggu penumpang/ngetem). 2. Adanya penurunan jumlah penumpang karena beralih ke kendaraan pribadi (terlebih sepeda motor). 3. Ketidakseimbangan supply dan demand. 4. Adanya persaingan di antara para pengemudi untuk mencari penumpang. Selain itu terdapat manfaat dari penerapan sistem shift yaitu bagi pengemudi: penghasilan akan lebih meningkat, efisiensi biaya operasional (BBM), ada waktu istirahat dan dapat dipergunakan untuk mencari penghasilan lainnya.
Bagi
pemilik
angkot:
ketercapaian
setoran,
efisiensi
biaya
pemeliharaan/perawatan (sparepart, olie dan ban) akibat produksi km menurun, serta waktu istirahat untuk perbaikan/pemeliharaan kendaraan. Bagi masyarakat umum: peningkatan waktu tempuh perjalanan dan mengurangi polusi/pencemaran udara akibat emisi gas buangan. Berikut adalah tabel realisasi penerapan operasional angkutan kota sistem shift. Tabel 13 Realisasi penerapan operasional angkutan kota di Kota Bogor tahun 2009 N o
Trayek
1 07A-AK Pondok Rumput-Pasar Anyar 2 06-AK Ciheleut-Ramayana 3 11-AK Pajajaran Indah-Ps. Bogor 4 13-AK Bantar Kemang-Ramayan Total
Jumlah Kendaraan
Sistem Shift
51 157 53 154 415
A-B A-B-C A-B-C A-B
Kendaraan/hari Operasi Tidak Operasi 26 25 105 52 25 28 77 77 243 182
Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2012
Tahun 2010 N o
Trayek
1 05-AK Cimahpar-Ramayana 2 02-AK Bubulak-Sukasari (via Taman Topi) 3 03- Bubulak Baranangsiang 4 14-AK Bubulak Sukasari (via Pasir Kuda) 5 01-AK Cipinang Gading-Merdeka 6 10-AK Bantar Kemang-Merdeka Total
Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2012
Jumlah Kendaraan 162 563 382 120 52 100 1379
Sistem Shift A-B-C A-B-C A-B-C A-B-C A-B-C A-B-C
Kendaraan/hari Operasi Tidak Operasi 108 54 375 188 225 127 80 40 35 17 67 33 890 459
31 Tahun 2011 N o
Trayek
1 08A-AK Ramayana Kencana-Wr. Jambu 2 05-AP Ciomas-Terminal Merdeka 3 04-AK Ramayana-Warung Nangka 4 04A-AP Ramayana-Cihideng 5 03-AP Ramayana-Ciapus Total
Jumlah Kendaraan
Sistem Shift
80 371 182 146 565 1344
A-B-C A-B-C A-B-C A-B-C A-B-C
Kendaraan/hari Operasi Tidak Operasi 53 27 247 124 121 61 97 49 377 188 895 449
Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2012
Tahun 2012 N o
Trayek
1 07-AK Ciparigi-Terminal Merdeka Total
Jumlah Kendaraan 219 219
Sistem Shift A-B-C
Kendaraan/hari Operasi Tidak Operasi 146 73 146 73
Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2012
5.2.2 Angkutan Kota yang Diteliti Nomer trayek angkutan kota yang diteliti adalah nomer rayek 02, 03, dan 07. Trayek 02 memiliki jumlah angkot sebanyak 563 armada. Jumlah pengusaha sebanyak 300 orang. Sistem shift (pergiliran operasional) nomer trayek 02 diterapkan pada tahun 2010. Pada trayek 02 diterapkan sistem shift A, B, dan C. Sebelum diterapkan shift jumlah angkot yang beroperasi sebanyak 563 armada per hari, dan setelah diterapkan sistem shift jumlah armada yang beroperasi sebanyak 375 armada per hari. Lintasan trayek pada trayek angkot 02 terdapat dua jalur, yaitu jalur masuk dan jalur keluar. (1) Jalur masuk : Sukasari – Jl. Lawang Gintung – Jl. Pahlawan – Jl. Empang – Jl. Ir. H. Djuanda – Jl. Paledang – Jl. Kapten Muslihat – Jl. Veteran – Jl. Gunung Batu – Jl. Sindang Barang – Jl. Sindang Barang Pilar – Jl. R.1- Terminal Bubulak. (2) Jalur keluar : Terminal Bubulak – Jl. R. 1 – Jl. Sindang Barang Pilar – Jl. Sindang Barang – Jl. Gunung Batu – Jl. Veteran – Jl. Perintis Kemerdekaan – Jl. Mall.1 (Terminal Merdeka) – Jl. Merdeka - Jl. Kapten Muslihat – Jl. Nyi Raja Permas – Gg. Masjid – Jl. Dewi Sartika – Jl. Kapten Muslihat – Jl. Ir. H. Djuanda – Jl. Surya Kencana – Jl. Siliwangi – Sukasari. Sistem shift (pergiliran operasional) nomer trayek 03 diterapkan pada tahun 2010. Pada trayek 03 diterapkan sistem shift A, B, dan C. Sebelum diterapkan shift jumlah angkot yang beroperasi sebanyak 382 armada per hari, dan setelah
32 diterapkan sistem shift jumlah angkot yang beroperasi sebanyak 225 armada per hari. Lintasan trayek pada trayek angkot 03 juga memiliki dua jalur seperti trayek 02, yaitu jalur masuk dan jalur keluar. (1) Jalur masuk : Baranangsiang – Jl. Bangka – Jl. Otista – Jl. Raya Pajajaran – Jl. Jalak Harupat –Jl. Ir. H. Djuanda – Jl, Kapten Muslihat – Jl. Veteran – Jl. Gunung Batu – Jl. Sindang Barang – Jl. Sindang Barang Pilar – Jl. R.1 – Terminal Bubulak. (2) Jalur keluar : Terminal Bubulak – Jl. R.1 – Jl. Sindang Barang Pilar - Jl. Sindang Barang – Jl. Gunung Batu – Jl. Veteran – Jl. Perintis Kemerdekaan – Jl. Mall. 1 (Terminal Merdeka) – Jl. Merdeka – Jl. Kapten Muslihat – Jl. Nyi Raja Permas – Gg. Masjid – Jl. Dewi Sartika – Gg. Mekah – Jl. Gedong Sawah – Jl. Ir. H. Djuanda – Jl. Jalak Harupat Jl. Salak – Jl. Raya Pajajaran – Jl. Sambu – Baranangsiang. Pada nomer trayek 07, sistem shift (pergiliran operasional) diterapkan pada tahun 2012. Pada trayek 07 diterapkan sistem shift A, B, dan C. Sebelum diterapkan shift jumlah angkot yang beroperasi sebanyak 219 armada per hari, dan setelah diterapkan sistem shift jumlah angkot yang beroperasi sebanyak 146 armada per hari. Lintasan trayek pada trayek angkot 07 terdiri dari dua jalur, yaitu jalur masuk dan jalur keluar. (1) Jalur masuk : Ciparigi – Jl. Raya Pemda Kd. Halang – Simpang Talang - Warung Jambu – Jl. Jend. A. Yani – Jl. Jend. Sudirman – Jl. Ir. H. Djuanda –Jl. Kapten Muslihat – Jl. Veteran – Jl. Perintis Kemerdekaan – Terminal Merdeka. (2) Jalur keluar : Terminal Merdeka – Jl. Dr. Semeru – Jl. Mawar – Jl. Merdeka – Jl. Ma Salmun – Jl. Dewi Sartika – Pengadilan – Jl. Jend. Sudirman – Jl. Pemuda – Jl. Dadali – Warung Jambu Simpang Talang – Jl. Raya Pemda Kd. Halang – Ciparigi. 5.3
Karakteristik Pengemudi Angkutan Kota
Pengemudi angkot yang menjadi responden di dalam penelitian ini adalah pengemudi trayek 02, 03, dan 07. Trayek 02 diambil sebanyak 56 responden, trayek 03 sebanyak 38 responden, dan trayek 07 sebanyak 22 responden. Semua pengemudi angkot berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik pengemudi angkot terdiri dari beberapa variabel, meliputi usia, pendidikan terakhir dan jumlah tanggungan keluarga.
33 5.3.1 Usia Mayoritas usia responden pengemudi berada pada umur 31-40 tahun yaitu berjumlah 45 orang (39% dari keseluruhan responden) dan usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 35 orang (30%). Hal tersebut dikarenakan rata-rata orang mulai bekerja menjelang umur 20 tahun dan mereka sudah memiliki tanggungan. Pada saat pengambilan data sangat jarang ditemui responden yang berada di bawah 20 tahun yaitu berjumlah 1 orang (1%). Hal ini karena pengemudi usia di bawah 20 tahun masih belum berkeluarga di mana mereka tidak memiliki tanggungan. Perbandingan distribusi usia pengemudi angkot di Kota Bogor pada saat penelitian tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 5. >50 Tahun 15% 41-50 Tahun 15%
<= 20 Tahun 1% 21-30 Tahun 30%
31-40 Tahun 39%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 5 Karakteristik pengemudi berdasarkan usia 5.3.2 Pendidikan Terakhir Pendidikan merupakan syarat untuk menunjang keberhasilan pekerjaan. Namun pendidikan bagi pengemudi tidak terlalu diutamakan. Tingkat pendidikan pengemudi di Kota Bogor bervariasi, mulai dari lulusan Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Jumlah pengemudi angkot terbesar berada pada tingkat SMA/SMK/STM, yaitu sebanyak 54 orang (46%). Lulusan SMP sebanyak 30 orang (26%), lulusan SD sebanyak 28 orang (24%), lulusan Perguruan Tinggi untuk S1 dan D3 masing-masing sebanyak satu dan tiga orang (1% dan 3%). Banyak pengemudi yang hanya berpendidikan sampai SMA/SMK/STM karena mereka tidak mampu untuk melanjutkan kejenjang pendidikan berikut sehingga mereka memilih bekerja sebagai supir angkot untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Selain itu mereka sudah merasa nyaman dengan kehidupannya yang sekarang sehingga kurang peduli dengan pendidikan. Perbandingan persentase tingkat pendidikan pengemudi angkot dapat dilihat pada Gambar 6.
34 S1 1% SD 24% SMP 26%
D3 3%
SMA/SMK/STM 46%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 6 Karakteristik pengemudi berdasarkan pendidikan terakhir 5.3.3 Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga paling besar berada pada selang satu sampai lima orang, yaitu sebanyak 95 orang (82%). Responden yang memiliki jumlah tanggungan di atas lima orang sebanyak 15 orang (13%). Jumlah responden yang belum memiliki tanggungan sebanyak 6 orang (5%). Responden yang belum memiliki tanggungan karena mereka belum menikah. Perbandingan persentase karakteristik pengemudi angkot berdasarkan jumlah tanggungan dapat dilihat pada Gambar 7. >5 Tanggungan 5%
Belum memiliki tanggungan 13% 1-5 Tanggungan 82%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 7 Karakteristik pengemudi berdasarkan jumlah tanggungan keluarga 5.4
Karakteristik Pengusaha Angkutan Kota
Pengusaha angkot yang menjadi responden di dalam penelitian ini adalah pengusaha angkot trayek 02, 03, dan 07. Trayek 02 diambil sebanyak 30 responden, trayek 03 sebanyak 22 responden, dan trayek 07 sebanyak 15 responden. Karakteristik pengusaha angkot terdiri dari beberapa variabel, meliputi jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir.
35 5.4.1 Jenis Kelamin Sebagian besar responden pengusaha yang ditemui pada saat survei adalah laki-laki, yaitu sebanyak 65 orang (97%) sedangkan pengusaha berkelamin perempuan sebanyak 2 orang (3%). Hal tersebut karena responden laki-laki lebih paham dalam menjawab biaya-biaya apa saja yang diperlukan dalam perawatan angkot. Perbandingan responden pengusaha laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 8. Perempuan; 3%
Laki-laki; 97%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 8 Karakteristik pengusaha berdasarkan jenis kelamin 5.4.2 Usia Sebaran usia para pengusaha berada di atas 20 tahun, hal ini karena rata-rata mereka sudah berkeluarga dan memiliki tanggungan. Pengusaha angkot yang berusia 20-30 tahun berjumlah 9 orang (14%), responden yang berusia 31-40 tahun berjumlah 20 orang (30%), responden yang berusia 41-50 tahun berjumlah 23 orang (34%), dan responden yang berusia di atas 50 berjumlah 15 orang (22%). Mayoritas usia responden pengusaha berada pada 41-50 tahun. Perbandingan distribusi usia pengusaha angkot di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 9. >50 Tahun 22%
41 - 50 Tahun 34%
20 - 30 Tahun 14%
31 - 40 Tahun 30%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 9 Karakteristik pengusaha berdasarkan usia
36 5.4.3 Pendidikan Terakhir Tingkat pendidikan responden pengusaha angkot di Kota Bogor bervariasi, mulai dari lulusan Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Sebanyak 9 orang (12%) berpendidikan terakhir S1, sebanyak empat orang (6%) berpendidikan terakhir D3, sebanyak 39 orang (58%) berpendidikan terakhir SMA/SMK/STM, sebanyak tujuh orang (11%) berpendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertam (SMP), dan sebanyak delapan orang (12%) berpendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD). Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden pengusaha anngkot dapat dilihat pada Gambar 10. SD 12%
S1 13%D3 6%
SMP 11% SMA/SMK/STM 58%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 10 Karakteristik pengusaha berdasarkan pendidikan terakhir 5.5
Karakteristik Masyarakat Pengguna Angkutan Kota
Masyarakat pengguna angkot yang menjadi responden di dalam penelitian ini adalah masyarakat pengguna angkot nomer trayek 02, 03, dan 07. Masingmasing trayek diambil 30 responden. Karakteristik masyarakat pengguna angkot terdiri dari beberapa variabel, meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, rata-rata pendapatan dalam satu bulan, tujuan lokasi penggunaan angkot, frekuensi penggunaan angkot dalam satu minggu, dan alternatif kendaraan lain yang digunakan. 5.5.1 Jenis Kelamin Sebagian besar responden yang ditemui pada saat survei adalah perempuan, yaitu sebanyak 63 orang (70%) sedangkan responden berkelamin laki-laki sebanyak 27 orang (30%). Hal ini dikarenakan saat pengambilan sampel, peneliti lebih banyak mengambil responden yang menggunakan angkot dimana pengguna
37 angkot didominasi oleh perempuan. Perbandingan responden laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 11.
Laki-laki 30% Perempuan 70%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 11 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin 5.5.2 Usia Tingkat usia para responden bervariasi, mulai dari usia sekolah hingga usia lanjut. Distribusi usia berkisar antara 15 tahun hingga 60 tahun. Responden usia di bawah 20 tahun berjumlah 14 orang (16%), responden berusia 21-30 tahun berjumlah 51 orang (57%), responden berusia 31-40 tahun berjumlah 11 orang (12%), responden berusia 41-50 tahun berjumlah 9 orang (10%), dan responden berusia di atas 51 berjumlah 5 orang (5%). Mayoritas responden berada pada usia 21-30 tahun, hal ini karena mayoritas penumpang yang ditemui pada saat pengambilan data lebih banyak karyawan dan mahasiswa. Perbandingan distribusi usia responden di Kota Bogor pada saat penelitian tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 12. >= 51 Tahun 5% 41-50 Tahun 10%
<= 20 Tahun 16%
31-40 Tahun 12% 21-30 Tahun 57%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 12 Karakteristik responden berdasarkan usia
38 5.5.3 Pendidikan Terakhir Tingkat pendidikan responden di Kota Bogor bervariasi, mulai dari lulusan Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Data yang terkumpul memperlihatkan responden dengan tingkat pendidikan terkhir Perguruan Tinggi memiliki jumlah terbesar, yaitu sebanyak 54 orang (60%). Hal tersebut karena banyak dari mereka bekerja sebagai karyawan swasta dimana rata-rata persyaratan untuk menjadi karyawan swasta adalah lulusan D3/S1. Sebanyak 30 orang (33%) berpendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA), karena mayoritas responden adalah mahasiswa. Sisanya sebanyak lima orang (6%) berpendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan satu orang (1%) berpendidikan terakhir SD. Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 13. SD 1%
SMP 6%
PT 60%
SMA 33%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 13 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir 5.5.4 Pekerjaan Jenis pekerjaan responden bervariasi. Mayoritas pekerjaan responden adalah karyawan swasta, yaitu sebanyak 34 orang (31%). Wirausaha sebanyak delapan orang (9%), Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak tujuh orang (8%), Pelajar sebanyak lima orang (5%), mahasiswa sebanyak 28 orang (31%), dan lainnya sebanyak delapan orang (9%). Mayoritas responden terbanyak yang ditemui pada saat pengambilan data adalah karyawan swasta, hal ini karena mayoritas umur responden berada di atas 20 tahun di mana pada umumnya usia di atas 20 tahun sudah memiliki pekerjaan. Menurut mereka menggunakan angkot lebih terjangkau dan murah. Selain itu mereka lebih memilih menggunakan angkot dibandingkan kendaraan pribadi karena tidak perlu repot dan capek membawa kendaraan sendiri terutama mereka yang menggunakan jasa kereta api yang pekerjaannya di luar
39 Kota Bogor. Perbandingan persentase
jumlah responden pada setiap jenis
pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 14. Lainnya 9%
Mahasiswa 31%
Wirausaha 9% Karyawan Swasta 38%
Pelajar 5% PNS 8%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 14 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan 5.5.5 Tingkat Pendapatan Sebagian besar tingkat pendapatan responden berada di bawah Rp 1.000.000 yaitu sebanyak 38 orang (42% dari keseluruhan responden). Tingkat pendapatan ini menunjukkan bahwa kebanyakan responden adalah mahasiswa yang rata-rata masih belum memiliki pendapatan dan penumpang yang hanya sebagai ibu rumah tangga. Tingkat pendapatan pada selang Rp 1.100.000 sampai Rp 2.000.000 sebanyak 18 orang (20% dari keseluruhan responden). Tingkat pendapatan pada selang Rp 2.100.000 sampai Rp 3.000.000 sebanyak 30 orang (33% dari responden keseluruhan). Responden yang tingkat pendapatannya melebihi Rp
3.000.000, yaitu sebanyak empat orang. Distribusi tingkat
pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 15. > 3 juta 5% 2,1 juta - 3 juta 33%
<= 1 juta 42%
1,1 juta -2 juta 20%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 15 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan
40 5.5.6 Tujuan Mengunakan Angkot Berdasarkan data yang terkumpul, tujuan menggunakan angkot paling banyak adalah ke kantor, yaitu sebanyak 41 orang (46%). Hal ini karena sebagian besar pengguna angkot adalah karyawan swasta. Tujuan untuk kuliah sebanyak 17 orang (18%). Tujuan belanja/jalan-jalan/aktivitas lain sebanyak 32 orang (35%). Perbandingan
persentase
jumlah
responden
berdasarkan
tujuan
lokasi
menggunakan angkot dapat dilihat pada Gambar 16. Kuliah/sekolah 19%
Belanja/Jalanjalan/aktivitas lain 35%
Kantor 46%
Sumber : Data Primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 16 Karakteristik responden berdasarkan tujuan lokasi menggunakan angkot 5.5.7 Frekuensi Penggunaan Angkot dalam Satu Minggu Frekuensi responden menggunakan angkot dalam satu minggu terbesar berada pada selang enam sampai tujuh hari, yaitu sebanyak 62 orang atau 69% dari keseluruhan responden. Hal ini karena rata-rata responden yang menggunakan angkot tidak memiliki kendaraan pribadi, selain itu menggunakan angkot menurut responden lebih praktis. Sebanyak 6 orang (7%) responden menggunakan angkot empat sampai lima hari. Sebanyak 11 orang (12%) responden menggunakan angkot dua sampai tiga hari dan seminggu hanya satu kali.
Perbandingan
persentase
jumlah
responden
berdasarkan
penggunaan angkot dalam satu minggu dapat dilihat pada Gambar 17.
frekuensi
41 1 hari 12% 2-3 hari 12% 6-7 hari 69%
4-5 hari 7%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 17 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi penggunaan angkot dalam satu minggu 5.5.8 Alternatif Kendaraan Lain yang Digunakan Kendaraan alternatif lain terbesar yang digunakan responden adalah motor, yaitu sebanyak 57 orang atau 63% dari keseluruhan responden. Responden yang menggunakan kendaraan alternatif lain seperti mobil pribadi sebanyak 12 orang atau 13% dari keseluruhan responden. Responden yang mengunakan kendaraan alternatif lain seperti transpakuan, bus, atau taxi sebanyak 21 orang atau 23% dari keseluruhan responden. Perbandingan persentase jumlah responden berdasarkan alternatif kendaraan lain yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 18.
Lainnya 23%
Motor 64%
Mobil pribadi 13%
Sumber : Data primer diolah oleh penulis, 2013
Gambar 18 Karakteristik responden berdasarkan alternatif kendaraan lain yang digunakan
42 VI ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM SHIFT ANGKUTAN KOTA DI KOTA BOGOR 6.1 Pelaku Pelaksana Sistem Shift di Kota Bogor Sistem shift operasional Angkutan Kota (angkot) adalah salah satu program yang direncanakan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) sebagai solusi
untuk
mengurangi
kemacetan
di
Kota
Bogor
dan
mengatasi
ketidakseimbangan supply dan demand angkot. Pada pelaksanaan tahap-tahap tersebut terdapat beberapa pihak pelaksana atau stakeholder yang saling berinteraksi dan bekerja sama. Stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan sistem shift ini terdiri dari DLLAJ Kota Bogor, DPC Organda Kota Bogor, KKU (Kelompok Kerja Unit), KKSU (Kelompok Kerja Sub Unit), pengusaha angkot dan pengemudi angkot. Stakeholder tersebut mempunyai peran yang sangat penting dalam berjalannya pelaksanaan sistem shift. Struktur hubungan antara stakeholder terkait dijabarkan pada Gambar 19. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ)
Pengusaha Angkutan Kota
Pengemudi Angkutan Kota
DPC Organda
Kelompok Kerja Unit (KKU)
Kelompok Kerja Sub Unit (KKSU)
Sumber : Data primer diolah, 2013
Keterangan: : Alur keterkaitan : Alur koordinasi Gambar 19 Struktur hubungan pelaku pelaksana sistem shift Gambar 19 menunjukkan bahwa DLLAJ memiliki keterkaitan dengan DPC Organda dan DPC Organda memiliki keterkaitan dengan KKU dan KKSU dalam pelaksanaan sistem shift. Selain itu KKU, KKSU, pengusaha angkot, dan
43 pengemudi angkot saling berkoordinasi satu sama lain dalam pelaksanaan sistem shift. Masing-masing pelaksana memiliki fungsi dan tugas dari setiap bagian adalah sebagai berikut : 1. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Instansi yang pertama kali mengusulkan ide sistem shift. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyiapan bahan penyelenggaraan, dan pelaksanaan monitoring, evaluasi, serta pelaporan kegiatan penerapan shift. 2. DPC Organda DPC Organda sebagai pihak yang mewadahi kepentingan pengusaha dan pengemudi angkutan kota dan membantu DLLAJ dalam koordinasi rencana penerapan sistem shift. 3. KKU dan KKSU KKU dan KKSU merupakan bagian dari DPC Organda yang bertugas membantu DPC Organda dalam mewadahi kepentingan pengusaha dan pengemudi angkutan kota, membantu koordinasi rencana kegiatan penerappan sistem shift serta pihak yang melakukan pengawasan pelaksanaan sistem shift. 4. Pengusaha Angkutan Kota Pihak yang menyetujui dan mendukung operasional sistem shift. 5. Pengemudi Angkutan Kota Pihak yang menjalankan operasional sistem shift dan melakukan pengawasan sistem shift di lapangan. Pada perencanaan dan pelaksanaan sistem shift ini terdapat tahap-tahap yang harus dilakukan. Tahap-tahap tersebut terdiri dari rapat koordinasi upaya atau ide penerapan sistem shift, tahap sosialisasi, rapat persetujuan, persiapan, tahap uji coba, dan tahap operasional. Rapat koordinasi merupakan rapat penyampaian ide sistem shift dari DLLAJ kepada DPC Organda, KKU dan KKSU guna memperoleh saran, tanggapan, serta upaya lebih lanjut. Tahap sosialisasi merupakan tahap yang dilakukan oleh DLLAJ, DPC Organda, KKU dan KKSU kepada pengusaha dan pengemudi angkot. Rapat persetujuan merupakan rapat yang dilakukan oleh pengusaha dan pengemudi untuk menentukan apakah mereka ingin menerapkan shift atau tidak dalam waktu operasional angkot. Jika mereka
44 setuju maka akan dilakukan ke tahap selanjutnya yaitu tahap persiapan dalam penentuan tanggal untuk memulai shift dan pemasangan stiker shift pada seluruh angkot. Setelah persiapan dilakukan uji coba selama satu bulan dan dilakukan evaluasi, apabila penerapan sistem shift menguntungkan maka akan dilanjutkan ke tahap operasional dan sebaliknya. Pada pelaksanaan tahap-tahap tersebut terdapat interaksi dan kerjasama antara pelaku pelaksana agar pelaksanaan sistem shift dapat berjalan baik dan lancar serta tujuan dapat tercapai. Berdasarkan hasil survei, stakeholder saling berinteraksi satu sama lain. Interaksi antar stakeholder ini diukur dengan melihat hubungan keharmonisan dan sinergisme. Hubungan antar stakeholder berpengaruh terhadap keberlangsungan pelaksanaan program shift. Adanya hubungan yang harmonis dan sinergis maka pelaksanaan sistem shift akan berjalan lancar. Hubungan keharmonisan antar stakeholder dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Persepsi mengenai kerhamonisan antar stakeholder Keharmonisan Tinggi
Jumlah
Persentase (%) 110
57,90
Sedang
80
42,10
Rendah
0
0
Jumlah
190
100
Sumber: Data primer diolah, 2013
Berdasarkan Tabel 14 dapat dijelaskan masing-masing stakeholder memiliki keharmonisan yang tinggi. Sebanyak 57,90% responden menyatakan kualitas keharmonisan tinggi dimana tidak ada konflik sedangkan sebanyak 42,10% responden menyatakan keharmonisan sedang artinya sedikit konflik. Konflik yang terjadi berupa perbedaan pandangan atau persepsi seperti pada tahap sosialisasi dan tahap operasional. Sementara mengenai kualitas sinergi antar stakeholder dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Persepsi mengenai sinergisme antar stakeholder Sinergisme Tinggi
Jumlah
Persentase (%) 117
61,58
Sedang
73
38,42
Rendah
0
0
Jumlah
190
100
Sumber: Data primer diolah, 2013
45 Berdasarkan Tabel 15 dijelaskan bahwa sinergisme antar stakeholder dikategorikan tinggi.
Sebanyak 61,58% responden menyatakan
kualitas
sinergisme tinggi dimana kerjasama dan interaksi antar stakeholder saling mendukung. Sisanya 38,42% responden menyatakan sinergisme sedang yang artinya kerjasama dan interaksi antar stakeholder kurang saling mendukung. Hal ini terjadi karena adanya beberapa pengemudi yang kurang setuju dengan penerapan sistem shift dan terkadang mereka merasa pendapatnya tidak didengar. 6.2 Aturan Sistem Shift Pada sistem shift terdapat aturan-aturan yang berlaku. Sistem shift tidak akan dapat dijalankan dengan baik jika tidak disertai dengan adanya instrumen regulatif dalam pengimplementasian sistem shift tersebut. Instrumen atau aturanaturan tersebut terdiri dari aturan formal, aturan informal, boundary rule, momitoring dan sanksi serta aturan dalam penyelesaian konflik. 6.2.1 Aturan Formal Pada aturan formal terdapat aturan internal dan aturan eksternal. Aturan internal adalah aturan formal yang disepakati oleh sesama pelaksana secara tertulis dalam mengatur pelaksanaan sistem shift. Aturan formal secara internal dalam sistem shift belum ada, aturan internal hanya dibuat secara lisan. Sedangkan aturan eksternal adalah aturan formal yang mengatur tentang penyelenggaraan angkutan umum secara umum. Aturan eksternal ini dibuat oleh badan atau lembaga pemerintah sehingga berlaku sama untuk seluruh dinas perhubungan. Aturan formal secara eksternal dalam pelaksanaan sistem shift terdiri dari: 1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. 3. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perhubungan. 4. Perturan Daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
46 Tabel 16 berikut ini menyajikan lebih rinci mengenai hasil analisis aturan eksternal dalam sistem shift. Tabel 16 Aturan eksternal dalam sistem shift Peraturan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Hal yang Diatur Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dilakukan secara terkoordinasi. Koordinasi dilakukan oleh forum LLAJ dan forum ini bertugas melakukan koordinasi antar instansi penyelenggaraan yang memerlukan keterpaduan dalam merncanakan dan menyelesaikan LLAJ.
Implementasi Aturan DLLAJ melakukan koordinasi dengan instasi terkait (Organda dan Kepolisian) dan pengusaha serta pengemudi angkot untuk menerapkan sistem shift angkutan kota.
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.
Prinsip-prinsip penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan umum: a. Keseimbangan antara penyediaan angkutan dengan kebutuhan masyarakat akan jasa angkutan. b. Pengembangan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum dilaksanakan dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat serta kelestarian lingkungan.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perhubungan
a. Arahan kebijakan Daerah dalam peningkatan pelayanan angkutan jalan secara terpadu melalui penataan, sistem jaringan dan terminal serta perencanan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
a. Manajemen lalu lintas yang meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas untuk ketertiban, keselamatan dan kelancaran lalu lintas. b. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan teknis operasional dibidang lalu lintas dan angkutan jalan.
DLLAJ melakukan evaluasi jaringan trayek dengan memperhatikan kriteria tingkat permintaan angkutan, faktor muatan rata-rata dinamis dan statis sekurangkurangnya 70%, waktu perjalanan pulang, pergi, waktu antara tiap kendaraan, dan panjang lintasan trayek. Adanya sistem shift dapat mengurangi tingkat polusi sehingga terjadi pengurangan pencemaran lingkungan. Penerapan sistem shift pada angkot agar efektif dan efisien sehingga mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran mobilitas orang, barang dan jasa serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. DLLAJ Kota Bogor merumuskan rencana dan menerapkan sistem shift pada angkutan kota.
Sumber: Data sekunder diolah, 2013
6.2.2 Aturan Informal Aturan informal dalam sistem shift dibuat secara tidak tertulis dan dibuat berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah dan mufakat bersama antar pihak pelaksana. Aturan informal berupa aturan dalam tahap operasional sistem shift.
47 Aturan tersebut berupa aturan pergantian waktu giliran pengoperaasian angkot. Pada masing-masing shift, waktu operasi dimulai pada pukul 00.00 sampai pukul 00.00 dan dalam satu hari hanya ada dua shift yang beroperasi. Aturan pengawasan dilakukan oleh masing-masing KKSU di setiap trayek dan sesama pengemud Pada tahap operasional sistem shift masih terdapat pelanggaran dalam pelaksanaan, seperti adanya angkot yang keluar beroperasi sebelum jam pergantian shift. Hal tersebut terjadi karena sistem shift belum menerapkan sanksi tegas apabila ada yang melanggar aturan pergantian waktu operasi shift. 6.2.3 Boundary Rule, Monitoring, dan Sanksi Boundary rule merupakan aturan yang secara spesifik mengatur bagaimana seseorang dapat masuk atau keluar dari posisi pengurus pelaksana sistem shift. Pelaksana ide dan regulator sistem shift adalah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ). Pengurus adalah pihak dari KKU dan KKSU (Organda). Pihak yang menjalankan sistem shift adalah pengusaha dan pengemudi angkot. KKU dan KKSU merupakan pihak yang mewadahi kepentingan pengusaha dan pengemudi angkot. KKU merupakan anggota dari organda. KKU dipilih oleh KKSU, sedangkan KKSU merupakan orang yang menjadi kepercayaan pengemudi, dimana KKSU ini dipilih atau ditetapkan oleh pengemudi angkot. Pergantian KKU dan KKSU dilakukan dua tahun sekali. Syarat untuk menjadi KKU atau KKSU adalah sebagai pemilik angkot atau orang yang berperan aktif dalam transportasi Kota Bogor. Sementara itu, untuk menjadi pengemudi dan pengusaha angkot ditentukan oleh pengemudi dan pengusaha dirinya sendiri. Pembubaran sistem shift dapat dilakukan jika sistem shift ini sudah tidak diharapkan lagi keberlangsungan dan manfaatnya. Pembubaran sistem shift hanya dapat dilakukan dengan kehendak seluruh pengusaha dan pengemudi angkot yang sebelumnya diputuskan dengan cara musyawarah dan kesepakatan bersama. Apabila sistem shift ingin dibubarkan, pihak KKSU, perwakilan pengusaha dan pengemudi harus segera melapor kepada DLLAJ.
48 Sistem shift juga memiliki aturan monitoring dan sanksi bagi seluruh pengemudi. Monitoring dan sanksi ini bertujuan agar para pengemudi bertanggung jawab, patuh serta disiplin dalam penerapan sistem shift. Sistem monitoring pada masing-masing trayek diserahkan pada masingmasing KKSU trayek dan sesama pengemudi. Monitoring ini dilakukan setiap saat dan dilakukan di jalur trayek atau di terminal. Apabila ada pengemudi yang melanggar aturan yaitu beroperasi sebelum waktu pergantian shift, maka pengemudi lain dapat memberikan teguran dan melakukan pengaduan kepada KKSU. Pada sistem shift belum diterapkan sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran oleh pengemudi. Sanksi yang diberikan hanya berupa teguran lisan disertai peringatan oleh KKSU dan pengemudi lainnya. Apabila dengan teguran dan peringatan tidak berubah, pengemudi tersebut masih melakukan pelanggaran, maka KKSU akan melaporkan ke pihak Organda dan akan dilakukan pembekuan izin operasi sampai pemilik mengambil dan membuat pernyataan. Pada umumnya pengemudi malu jika melakukan pelanggaran karena akan menjadi bulan-bulanan diantara pengemudi lain. 6.2.4 Aturan dalam Penyelesaian Konflik Secara umum apabila terjadi konflik seperti perbedaan pendapat, penyelesaian konflik tersebut akan diselesaikan secara musyawarah. Konflik dapat terjadi antara pihak pelaksana dengan pengusaha dan pengemudi, dan dapat juga terjadi diantara pengemudi. Konflik yang timbul di dalam sistem shift terjadi pada setiap proses pelaksanaan. Pertama, tahap awal yaitu tahap sosialisasi. Pada tahap sosialisasi terjadi ketidaksetujuan dengan adanya penerapan sistem shift dari pihak pengusaha dan pengemudi. Mereka khawatir akan menurunnya pendapatan dan meningkatnya pengangguran. Keputusan sistem shift ini dapat diterapkan atau tidak, dalam tahap sosialisasi dilakukan sistem votting dengan melihat suara terbanyak. Setelah itu dilakukan
rapat
susulan
oleh
para
pengusaha
dan
pengemudi
untuk
bermusyawarah dan membuat kesepakatan. Jika pengusaha dan pengemudi
49 menyatakan setuju dengan adanya penerapan shift waktu operasi, mereka akan datang kembali ke DLLAJ untuk melakukan tahap persiapan pelaksanaan. Kedua, tahap uji coba. Tahap uji coba dilakukan selama satu bulan dan pada tahap ini dilakukan evaluasi. Apabila dirasakan tidak terjadi dampak yang begitu merugikan para pengusaha dan pengemudi upaya pembagian waktu operasi (shift) dapat dilaksanakan secara tetap. Apabila pembagian waktu operasi (shift) memberikan kerugian maka shift akan dihentikan. Hal ini dimusyawarahkan kembali diantara pengusaha, pengemudi, DLLAJ dan organda. Ketiga, tahap operasional pelaksanaan. Pada tahap ini biasanya terjadi konflik diantara pengemudi karena adanya pengemudi yang melanggar aturan waktu operasi. Hal ini membuat pengemudi lain kesal dan timbul ketegangan. Untuk menyelesaikan konflik tersebut, pengemudi yang melakukan pelanggaran diberikan teguran dan peringatan baik dari pengemudi lain maupun KKSU. Kesepakatan aturan sistem shift dari seluruh anggota diambil agar tidak timbul konflik. Kesepakatan berupa pembagian hari waktu operasi. Pengemudi maupun pengusaha ada beberapa yang tidak setuju dengan kesepakatan ini, namun pada akhirnya dipatuhi oleh seluruh pengusaha dan pengemudi demi kepentingan bersama. 6.3 Persepsi Efektivitas Tingkat Pengawasan, Sanksi dan Tingkat Kepatuhan Sistem Shift Efektivitas tercapai apabila tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program dapat tercapai. Selain itu suatu kegiatan dikatakan efektif jika dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari suatu organisasi atau kelompok tidak ada masalah diantara pelaksananya. Tujuan dari sistem shift salah satunya adalah untuk memperbaiki penataan angkutan kota, mengurangi kemacetan dan meningkatkan pendapatan baik pengemudi maupun pengusaha angkot. Efektivitas sistem shift dapat dilihat dari berjalan atau tidaknya pelaksanaan sistem shift. Menurut hasil survey, semua responden (100%) berpendapat bahwa sistem shift yang disosialisasikan oleh DLLAJ berjalan sampai sekarang. Nomor trayek angkot 02 dan 03 mulai diimplementasikan dari tahun 2010 sampai sekarang sedangkan pada nomer trayek 07 baru diimplementasikan tahun 2012
50 sampai sekarang. Sejauh ini dalam pelaksanaan sistem shift belum terdapat kendala yang sangat besar yang dapat menyebabkan program shift ini dihentikan. Baik pengusaha maupun pengemudi merasa nyaman dengan adanya sistem shift ini. Selain itu efektivitas sistem shift dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut: 6.3.1 Tingkat Pengawasan Salah satu indikator untuk melihat efektifitas dari sistem shift adalah tingkat pengawasan. Pelaksanaan sistem shift tidak akan berjalan efektif jika tidak ada pengawasan. Pengawasan sistem shift dilakukan oleh pengurus KKSU dan sesama pengemudi di masing-masing nomor trayek. Sebanyak 28,57% informan menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift sangat tinggi. Sedangkan sebanyak 71,43% informan menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift tinggi. Hal ini karena pada saat malam hari jarang ada pengurus KKSU yang mengawasi, hanya sesama pengemudi saja yang melakukan pengawasan. Secara lebih jelas sebaran persepsi informan terhadap tingkat pengawasan sistem shift disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran persepsi informan terhadap tingkat pengawasan sistem shift Tingkat Pengawasan Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah Sumber:Data primer diolah, 2013
Key Person Sistem Shift Jumlah Persentase (%) 2 28,57 5 71,43 0 0 0 0 0 0 7 100
Sedangkan menurut 64,86% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift sangat tinggi. Sisanya sebanyak 35,14% pengemudi dan pengusaha 07 menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift tinggi yang artinya dilakukan setiap hari tetapi tidak 24 jam. Hal ini karena pada saat malam hari jarang angkot 07 yang keluar beroperasi di atas jam 21.00 dan pengawasan oleh pengurus KKSU
51 hanya dilakukan pada jam kerja saja (06.00-16.00). Sementara Pada trayek angkot nomor 03 sebanyak 66,67% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift sangat tinggi. Sisanya 33,33% pengemudi dan pengusaha 03 menyatakan bahwa tingkat pengawasan tinggi. Sama halnya dengan trayek 07, pada trayek 03 pengawasan hanya dilakukan saat jam kerja di atas jam kerja pengawasan dilakukan oleh sesama supir. Pada trayek 02, menurut 60,47% responden pengemudi dan pengusaha angkot 02 menyatakan bahwa tingkat pengawasan sangat tinggi. Sedangkan sebanyak 39,53% pengemudi dan pengusaha 02 menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift tinggi. Secara lebih jelas sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap tingkat pengawasan sistem shift disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap tingkat pengawasan sistem shift Tingkat Pengawasan Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah Tingkat Pengawasan Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah Tingkat Pengawasan Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah Sumber: Data primer diolah, 2013
Pengemudi dan Pengusaha Angkot 07 Jumlah Persentase (%) 24 13 0 0 0 37 Pengemudi dan Pengusaha Angkot 03 Jumlah Persentase (%) 40 20 0 0 0 60 Pengemudi dan Pengusaha Angkot 02 Jumlah Persentase (%) 52 34 0 0 0 86
64,86 35,14 0 0 0 100
66,67 33,33 0 0 0 100
60,47 39,53 0 0 0 100
52 6.3.2 Sanksi Selain pengawasan, indikator untuk efektivitas adalah melihat sanksi yang ditentukan. Sanksi pada sistem shift berupa teguran lisan dan peringatan, jika pengemudi masih melakukan pelanggaran maka akan dilakukan pembekuan izin operasi selama beberapa hari. Adanya sanksi dapat mendorong pengemudi untuk mematuhi peraturan yang sudah disepakati sehingga implementasi sistem shift dapat berlangsung baik. Sebaran Persepsi terhadap tingkat sanksi pelanggaran aturan sistem shift dapat dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20. Berdasarkan Tabel 19, sebanyak 100% informan menyatakan bahwa sanksi yang diberikan apabila ada pelanggaran peraturan dikategorikan cukup tinggi. Sanksi pertama hanya berupa teguran lisan dan tidak ditetapkan sanksi yang sangat berat karena selama ini pelanggaran yang terjadi belum tinggi. Tabel 19 Sebaran persepsi informan terhadap sanksi sistem shift Sanksi Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah Sumber: Data primer diolah, 2013
Key Person Sistem Shift Jumlah Persentase (%) 0 0 7 0 0 7
0 0 100 0 0 100
Berdasarkan Tabel 20 dapat dijelaskan pada trayek angkot nomor 07 sebanyak 10,81% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat sanksi pelanggaran aturan sistem shift tinggi. Sedangkan sebanyak 89,19% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat sanksi pelanggaran aturan sistem shift cukup tinggi. Pada trayek angkot nomor 03 sebanyak 11,67% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat sanksi pelanggaran aturan sistem shift tinggi. Sedangkan sebanyak 88,33% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat sanksi pelanggaran aturan sistem shift cukup tinggi. Pada trayek angkot nomor 02 sebanyak 11,63% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat sanksi pelanggaran aturan sistem shift tinggi.
53 Sedangkan sebanyak 88,37% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat sanksi pelanggaran aturan sistem shift cukup tinggi. Sebagian dari mereka menjawab sanksi dikategorikan tinggi yang artinya berat di mana dilakukan pembekuan izin angkot dan supir beroperasi dalam beberapa hari. Hal ini karena mereka pernah mengetahui supir lain terkena sanksi atau mereka pernah melakukan beberapa kali pelanggaran dan merasakan sanksi tersebut. Namun hal tersebut jarang terjadi, berdasarkan hasil survey sanksi yang ditetapkan masih dalam kategori cukup yaitu berupa teguran lisan dan peringatan karena sejauh ini pelanggaran yang dilakukan belum terlalu parah dan sangat jarang terjadi. Tabel 20 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap sanksi sistem shift Sanksi Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah Sanksi Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah Sanksi Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah Sumber: Data primer diolah, 2013
Pengemudi dan Pengusah Angkot 07 Jumlah Persentase (%) 0 4 33 0 0 37 Pengemudi dan Pengusaha Angkot 03 Jumlah Persentase (%) 0 7 53 0 0 60 Pengemudi dan Pengusaha Angkot 02 Jumlah Persentase (%) 0 10 76 0 0 86
0 10,81 89,19 0 0 100
0 11,67 88,33 0 0 100
0 11,63 88,37 0 0 100
54 6.3.3 Tingkat Kepatuhan Indikator efektivitas selain tingkat pengawasan dan sanksi adalah tingkat kepatuhan pengemudi terhadap aturan sistem shift yang sudah disepakati. Tanpa adanya kepatuhan pengemudi terhadap aturan yang sudah disepakati, sistem shift tidak akan berjalan efektif. Selain itu tujuan shift juga tidak akan tercapai jika tidak ada kepatuhan dari para pengemudi. Sebaran persepsi informan, pengemudi dan pengusaha angkot terhadap tingkat kepatuhan pengemudi angkot dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Berdasarkan Tabel 21, mayoritas sebanyak 85,71% informan menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pengemudi tinggi. Sisanya sebanyak 14,29% informan menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pengemudi sangat tinggi. Menurut para informan, sejauh ini pelanggaran sangat jarang terjadi karena peraturan yang mereka buat berdasarkan kesepakatan bersama sehingga mereka merasa tidak enak jika melakukan pelanggaran tersebut. Kebanyakan dari mereka yang melanggar peraturan oleh pemilik angkot langsung dilakukan pergantian supir karena dapat merugikan pemilik angkot. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggaran sangat jarang terjadi. Tabel 21
Sebaran persepsi informan terhadap tingkat kepatuhan pengemudi angkot
Tingkat Kepatuhan
Jumlah
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah Sumber: Data primer diolah, 2013
Key Person Sistem Shift Persentase (%) 1 6 0 0 0 7
14,29 85,71 0 0 0 100
Berdasarkan Tabel 22 dapat dijelaskan pada trayek angkot nomor 07 sebanyak 64,86% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pengemudi terhadap peraturan sistem shift adalah sangat tinggi. Sedangkan sisanya sebanyak 35,14% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pengemudi terhadap peraturan sistem shift adalah tinggi.
55 Tabel 22 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap tingkat kepatuhan pengemudi angkot Pengemudi dan Pengusaha Angkot 07 Jumlah Persentase (%) Sangat Tinggi 24 Tinggi 13 Cukup Tinggi 0 Rendah 0 Sangat Rendah 0 37 Jumlah Pengemudi dan Pengusaha Angkot 03 Tingkat Kepatuhan Jumlah Persentase (%) Sangat Tinggi 39 Tinggi 21 Cukup Tinggi 0 Rendah 0 Sangat Rendah 0 60 Jumlah Pengemudi dan Pengusaha Angkot 02 Tingkat Kepatuhan Jumlah Persentase (%) Sangat Tinggi 61 Tinggi 25 Cukup Tinggi 0 Rendah 0 Sangat Rendah 0 86 Jumlah Sumber: Data primer diolah, 2013 Tingkat Kepatuhan
64,86 35,14 0 0 0 100
65 35 0 0 0 100
70,93 29,07 0 0 0 100
Sementara itu, pada trayek angkot nomor 03 sebanyak 65% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pengemudi terhadap peraturan sistem shift adalah sangat tinggi. Sedangkan sisanya sebanyak 35% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pengemudi terhadap peraturan sistem shift adalah tinggi. Pada trayek angkot nomor 02 sebanyak 70,93% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pengemudi terhadap peraturan sistem shift adalah sangat tinggi. Sedangkan sisanya sebanyak 29,07% pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pengemudi terhadap peraturan sistem shift adalah tinggi. Beberapa dari informan, pengusaha dan pengemudi angkot berpendapat tingkat kepatuhan tinggi yang artinya patuh tetapi masih terdapat pelanggaran. Hal
56 ini karena pengawasan yang dilakukan hanya saat jam kerja, jika malam hari seperti di atas jam 21.00 pengawasan hanya dilakukan oleh sesama pengemudi. Biasanya pelanggaran dilakukan satu jam sebelum pergantian waktu operasi seperti pada pukul 11 malam. Pelanggaran tersebut tidak membuat kecemasan diantara pengemudi lainnya karena pada saat itu angkot jarang ada yang beroperasi. Namun hal tersebut jarang terjadi karena peraturan yang mereka buat berdasarkan kesepakatan bersama. Pelanggaran dapat terjadi juga karena sanksi yang diterapkan tidak berat sehingga pengemudi berani melakukan pelanggaran.
57 VII ESTIMASI PENDAPATAN PENGEMUDI DAN PENGUSAHA ANGKUTAN KOTA 7.1
Pendapatan Pengemudi Angkutan Kota
Penerapan sistem shift memberikan dampak positif bagi pengemudi angkot. Salah satu dampak positif implementasi sistem shift yaitu adanya penambahan waktu istirahat bagi pengemudi angkot. Sebelum ada penerapan sistem shift, satu unit angkot dapat beropersi selama 30 hari dalam sebulan sedangkan setelah penerapan sistem shift satu unit angkot beroperasi hanya 20 hari. Setelah penerapan sistem shift, maka satu unit angkot tidak beropersi selam 10 hari. Bagi pengemudi dengan adanya sisa waktu tersebut, pengemudi dapat beristirahat, melakukan pekerjaan lain atau membawa angkot lainnya. Selain itu dengan adanya sistem shift, angkot yang beroperasi menjadi lebih sedikit sehingga pengemudi lebih mudah mencari penumpang. Adanya hari libur tersebut, dapat mempengaruhi pendapatan pengemudi. Pendapatan pengemudi merupakan selisih antara seluruh penerimaan dari hasil pengemudi menarik angkot dan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pengemudi. Biaya-biaya yang dikeluar terdiri dari setoran, bensin, iuran kksu, retribusi, dan lainnya (upah calo angkot dan makan). Pada Tabel 24, rata-rata penerimaan pengemudi menarik angkot mengalami peningkatan karena jumlah angkot yang beroperasi per hari lebih sedikit sehingga penumpang yang naik lebih banyak. Rata-rata peningkatan penerimaan per hari kerja pada trayek 07, trayek 03 dan trayek 02 masing-masing adalah sebesar Rp 41.363,6, Rp 45.000 dan Rp 45.535,7. Namun, peningkatan tersebut tidak terlalu dirasakan pengemudi karena peningkatan tersebut diikuti dengan peningkatan setoran. Hal ini karena angkot libur beroperasi satu hari setelah adanya sistem shift sehingga pengemudi harus menutupi setoran pada hari libur tersebut. Setoran yang meningkat membuat pengemudi harus berusaha keras untuk mencapai jumlah setoran tersebut. Pada trayek 07, trayek 03 dan trayek 02 rata-rata setoran per hari meningkat masingmasing sebesar Rp 28.181,9, Rp 34.078,9 dan Rp 32.767,9. Sedangkan pada pengeluaran lainnya tidak ada perubahan. Uraian pendapatan kotor dan pengeluaran per hari kerja pengemudi dapat dilihat pada Tabel 23.
58 Tabel 23 Rata-rata pendapatan kotor dan pengeluaran pengemudi sebelum dan setelah sistem shift Uraian Trayek 07 a. Rata-rata pendapatan kotor per hari kerja b. Rata-rata pengeluaran per hari kerja: 1. Setoran 2. BBM 3. Iuran KKSU 4. Retribusi 5. Lainnya (makan dan upah calo) Total Pengeluaran Trayek 03 a. Rata-rata pendapatan kotor per hari kerja b. Rata-rata pengeluaran per hari kerja: 1. Setoran 2. BBM 3. Iuran KKSU 4. Retribusi 5. Lainnya (makan dan upah calo) Total Pengeluaran Trayek 02 a. Rata-rata pendapatan kotor per hari kerja b. Rata-rata pengeluaran per hari kerja: 1. Setoran 2. BBM 3. Iuran KKSU 4. Retribusi 5. Lainnya (makan dan upah calo) Total Pengeluaran Sumber: Data primer diolah, 2013
Sebelum Sistem Shift (Rp)
Setelah Sistem Shift (Rp)
231.818,2
273.181,8
80.909,0 55.636,4 1.500,0 1.818,2 24.318,2 164.181,8
109.090,9 55.636, 4 1.500,0 1.818,2 24.318,2 192.363,7
231.578,9
276.578,9
69.473,7 64.421,1 1.500,0 1.210, 5 29.552,6 166.157,9
103.552,6 64.539,5 1.500,0 1.210, 5 29.552,6 200.355,2
218.750,0
264.285,7
61.428,6 63.562,5 1.500,0 1.267,9 33.357,1 161.116,1
94.196,4 63.562,5 1.500 1.267,9 33.357,1 193.883,9
Pada penelitian ini pendapatan pengemudi yang dihitung adalah pendapatan bersih atau pendapatan yang dibawa pulang ke rumah oleh pengemudi. Pendapatan bersih didapat dari pengurangan antara pendapatan kotor per hari dengan total pengeluaran per hari. Tabel 24 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan bersih per hari setelah penerapan sistem shift lebih tinggi dibandingkan pendapatan sebelum penerapan sistem shift. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan pendapatan per hari pengemudi. Peningkatan pendapatan pengemudi merupakan salah satu tujuan dilaksanakan sistem shift, dengan harapan melalui peningkatan pendapatan pengemudi maka dapat membantu peningkatan kesejahteraan pengemudi.
59 Tabel 24 Rata-rata pendapatan bersih pengemudi sebelum dan setelah penerapan sistem shift No
Uraian
1.
Rata-rata pendapatan bersih angkot 07 (per hari) Rata-rata pendapatan bersih angkot 07 (per bulan) 2. Rata-rata pendapatan bersih angkot 03 (per hari) Rata-rata pendapatan bersih angkot 03 (per bulan) 3. Rata-rata pendapatan bersih angkot 02 (per hari) Rata-rata pendapatan bersih angkot 02 (per bulan) Sumber: Data primer diolah, 2013
Sebelum Sistem Shift (Rp)
Setelah Sistem Shift (Rp)
Selisih Pendapatan (Rp)
67.636,4
80.818,1
13.181,7
2.029.090,9
1.616.362,4
412.727,3
65.421,0
76.223,7
10.802,7
1.962.632,0
1.524.474,0
438.157,9
57.633,9
70.401,8
12.767,9
1.729.018,0
1.408.036
320.982,1
Berdasarkan Tabel 24, adanya sistem shift dapat meningkatkan pendapatan harian. Peningkatan pendapatan pengemudi nomor trayek 07 sebesar Rp 13.181,7 per hari. Peningkatan pendapatan pengemudi nomor trayek 03 sebesar Rp 10.802,7 per hari. Peningkatan pendapatan pengemudi nomor trayek 02 sebesar Rp 12.767,9 per hari. Tetapi, jika dilihat dari pendapatan per bulan terjadi peunurunan pendapatan. Penurunan pendapatan pengemudi nomor trayek 07 sebesar Rp 412.727,3 per bulan. Penurunan pendapatan pengemudi nomor trayek 03 sebesar Rp 438.157,9 per bulan. Penurunan pendapatan pengemudi nomor trayek 02 sebesar Rp 320.982,1 per bulan. Terjadinya penurunan pendapatan karena adanya pengurangan hari beroperasi dalam satu bulan. Sebelum ada penerapan shift, angkot beroperasi selama 30 hari sedangkan setelah ada penerapan shift angkot hanya beroperasi selama 20 hari. Namun pengurangan hari operasi angkot ini memberikan waktu libur bagi pengemudi untuk beristirahat atau mengerjakan kegiatan lain dan pekerjaan lainnya. Adanya hari libur ini pengemudi juga dapat menarik angkot di trayek lain untuk mendapatkan tambahan pendapatan. 7.2 Pendapatan Pengusaha Angkutan Kota Penerapan sistem shift selain memberikan dampak positif bagi pengemudi juga memberikan dampak positif bagi pengusaha angkot. Adanya sistem shift,
60 angkot memiliki waktu istirahat. Jika angkot ada kerusakan tidak mengurangi jatah waktu operasi, pada saat libur dapat digunakan untuk men-service atau membetulkan kerusakan. Selain itu, adanya waktu istirahat, angkot tidak setiap hari digunakan sehingga kerusakan mobil berkurang dan biaya pemeliharaan atau perawatan (sperepart, olie, dan ban) menjadi lebih hemat. Seperti pada trayek 03, rata-rata pengusaha mengganti ban sekitar setelah 6-10 bulan tetapi setelah ada penerapan sistem shift pergantian ban sekitar 8-12 bulan. Contoh lainnya busi dan platina, sebelum sistem shift masing-masing diganti 4-5 bulan dan 2-3 bulan, setelah sistem shift masing-masing diganti 6 bulan dan 4 bualan. Penghematan biaya pemeliharaan dapat meningkatkan pendapatan pengusaha. Perbandingan antara rata-rata setoran dan biaya perawatan sebelum dan setelah sistem shift tersaji pada Tabel 25. Tabel 25 Rata-rata setoran dan biaya perawatan angkot sebelum dan setelah sistem shift No
Uraian
Trayek 07 Rata-rata setoran per bulan Rata-rata biaya perawatan 2. Trayek 03 Rata-rata setoran per bulan Rata-rata biaya perawatan 3. Trayek 02 Rata-rata setoran per bulan Rata-rata biaya perawatan Sumber: Data primer diolah, 2013
Sebelum Sistem Shift (Rp)
Setelah Sistem Shift (Rp)
1.
2.400.000,0 527.791,3
2.400.000,0 490.457,9
3.490.909,1 655.462,1
3.527.272,7 569.840,5
3.000.000,0 675.334,7
3.046.666,7 566.476,9
Pendapatan pengusaha merupakan selisih antara rata-rata setoran per bulan dengan rata-rata biaya perawatan. Setoran didapat dari pengemudi angkot. Biaya perawatan terdiri dari biaya mengganti oli, filter oli, ban, rem, busi, platina, aki, sayap, kopling, dan biaya lain-lain per bulan. Biaya lain-lain merupakan biaya yang dikeluarkan pengusaha dalam sebulan untuk memperbaiki kerusakan mobil. Perbedaan rata-rata pendapatan pengusaha per bulan sebelun dan setelah sistem shift dapat dilihat pada Tabel 26.
61 Tabel 26 Rata-rata pendapatan pengusaha sebelum dan setelah sistem shift No
Uraian
Sebelum Sistem Shift (Rp)
1.
Rata-rata pendapatan pengusaha 07 (per bulan) 2. Rata-rata pendapatan pengusaha 03 (per bulan) 3. Rtata-rata pendapatan pengusaha 02 (per bulan) Sumber: Data primer diolah, 2013
Setelah Sistem Shift (Rp)
Selisih Pendapatan (Rp)
1.872.208,7
1.909.542,1
37.333,3
2.835.446,9
2.957.432,1
121.985,2
2.324.665,3
2.480.189,8
155.524,5
Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan setelah penerapan sistem shift lebih tinggi dibandingkan pendapatan sebelum penerapan sistem shift. Hal ini
menunjukkan
terdapat
peningkatan
rata-rata
pendapatan
pengusaha.
Peningkatan pendapatan pengusaha nomor trayek 07 per bulan sebesar Rp 37.333,3. Peningkatan pendapatan pada nomer trayek 07 tidak terlalu terasa bagi pengusaha karena sistem shift baru diterapkan selama lima bulan. Peningkatan pendapatan pengusaha nomor trayek 03 per bulan sebesar Rp 121.985,2. Peningkatan pendapatan pengusaha nomor trayek 02 per bulan sebesar Rp 155.524,5.
62 VIII ESTIMASI PENGURANGAN BEBAN EMISI ANGKUTAN KOTA SETELAH PENERAPAN SISTEM SHIFT Dampak lain yang bisa diperoleh selain peningkatan pendapatan pengemudi dan pengusaha angkot dari penerapan sistem shift adalah peningkatan kualitas lingkungan karena dapat mengurangi pencemaran polusi kendaraan. Penerapan sistem shift dapat menyebabkan pengurangan penggunaan bensin untuk satu angkot dalam satu bulan. Selain itu, angkot yang beroperasi dalam sehari juga berkurang. Apabila jumlah armada angkot berkurang maka polusi udara pun akan berkurang. Berkurangnya jumlah angkot yang beroperasi dalam sehari, kemacetan dapat berkurang sehingga penggunaan BBM lebih hemat. Secara lebih jelas jumlah angkot sebelum dan setelah penerapan sistem shift dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Jumlah angkot yang beroperasi sebelum dan setelah penerapan sistem shift Nomor Trayek
07-AK Ciparigi-Terminal Merdeka 03-AK Bubulak-Baranangsiang 02-AK Bubulak-Sukasari Jumlah Sumber: Data sekunder diolah, 2013
Sebelum Program Shift
Setelah Program Shift
219 382 563 1.164
146 255 375 776
Angkot yang Tidak Operasi 73 127 188 388
Salah satu unsur gas buangan kendaraan bermotor adalah CO (karbon monoksida). Gas CO merupakan gas yang berbahaya bagi tubuh manusia. Estimasi pengurangan beban emisi CO menggunakan pendekatan konsumsi bahan bakar, di mana faktor emisi dikali dengan rata-rata volume penggunaan bahan bakar yang digunakan angkot per bulan. Rata-rata volume penggunaan bahan bakar yang digunakan angkot per bulan didapat dari perkalian antara rata-rata volume penggunaan bahan bakar per hari dengan jumlah hari angkot beroperasi dan tidak beroperasi dalam satu bulan. Sebelum ada penerapan sistem shift dalam satu bulan satu angkot beroperasi selama 30 hari dan setelah penerapan sistem shift dalam satu bulan satu angkot beroperasi hanya 20 hari dan 10 hari tidak beroperasi. Berdasarkan hasil survey, rata-rata konsumsi bahan bakar angkot dalam sebulan dapat dilihat pada Tabel 28 dan dan faktor emisi bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 29.
63 Tabel 28
Rata-rata konsumsi BBM (liter per bulan) sebelum dan setelah penerapan sistem shift Nomor Trayek
07-AK Ciparigi-Terminal Merdeka 03-AK Bubulak-Baranangsiang 02-AK Bubulak Sukasari Sumber: Data primer diolah, 2013
Sebelum Program Shift 430,8 liter 749,1 liter 732 liter
Tabel 29 Faktor emisi CO bahan bakar (g/liter) Bahan Bakar Tetapan Emisi CO (kg/ton) Bensin 377 Solar 43,5
Setelah Pengurangan Program Shift 287,2 liter 143,6 liter 496,8 liter 248,4 liter 487 liter 243,5 liter
Faktor Emisi CO (g/liter) 279 37
Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup, 2007
Sebelum penerapan sistem shift, satu angkot beroperasi selama 30 hari. Beban emisi yang dihasilkan oleh angkot lebih besar, estimasi beban emisi CO sebelum dilakukan sistem shift dapat dilihat sebagi berikut. Beban Emisi CO (ton) = FE (gram/liter) x rata-rata konsumsi BBM (liter/bulan) x ∑ angkot x 10-6 Beban Emisi CO angkot 07 (ton/hari) = 279 g/liter x 430,9 liter/bulan x 219 unit x 10-6 = 26,33 ton/bulan Beban Emisi CO angkot 03 (ton/hari) = 279 g/liter x 749,2 liter/bulan x 382 unit x 10-6 = 79,85 ton/bulan Beban Emisi CO angkot 02 (ton/hari) = 279 g/liter x 732 liter/bulan x 563 unit x 10-6 = 114,99 ton/30 hari Setelah sistem shift diterapkan, dalam satu bulan satu angkot tidak beroperasi 10 hari. Adanya hari libur tersebut, satu angkot dapat menghemat penggunaan bensin sehingga beban emisi dapat berkurang. Estimasi pengurangan emisi CO per bulan dapat dilihat sebagai berikut. Beban Emisi CO angkot 07 (ton/hari) = 279 g/liter x 143,6 liter/bulan x 219 unit x 10-6 = 8,78 ton/bulan Beban Emisi CO angkot 03 (ton/hari) = 279 g/liter x 248,4 liter/bulan x 382 unit
64 x 10-6 = 26,48 ton/bulan Beban Emisi CO angkot 02 (ton/hari) = 279 g/liter x 243,5 liter/bulan x 563 unit x 10-6 = 38,25 ton/bulan Berdasarkan perhitungan di atas, beban emisi CO per bulan yang dihasilkan dalam satu bulan sebelum diterapkan sistem shift pada nomor trayek 07, 03 dan 02 masing-masing adalah 26,33 ton, 79,85 ton dan 114,99 ton. Setelah sistem shift diterapkan, pengurangan beban emisi CO per bulan pada nomor trayek 07, 03 dan 02 masing-masing adalah 8,78 ton, 26,48 ton dan 38,25 ton. Tidak hanya beban emisi saja yang dapat berkurang, adanya penghematan penggunaan bahan bakar dapat mengurangi biaya konsumsi bahan bakar per bulan. Biaya bahan bakar didapat dari penggunaan bahan bakar per bulan dikali dengan harga bahan bakar per liter, sementara biaya penghematan didapat dari penghematan bahan bakar per bulan dikali dengan harga bahan bakar per liter. Biaya konsumsi bahan bakar sebelum penerapan sistem shift dan penghematan biaya konsumsi bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Biaya konsumsi bahan bakar (per bulan) sebelum penerapan sistem shift dan penghematan biaya konsumsi bahan bakar (per bulan) Uraian Trayek 07 1. Biaya Bahan Bakar Sebelum Sistem Shift Rata-rata konsumsi bahan bakar 94.369,09 (liter/bulan) Harga bahan bakar 4.500 (rupiah per liter) Biaya bahan bakar 424.660.909,1 (rupiah per bulan) 2. Penghematan Biaya Bahan Bakar Rata-rata penghematan 31.456,36 konsumsi bahan bakar (liter/bulan) Harga bahan bakar 4.500 (rupiah per liter) Biaya bahan bakar 141.553.636,4 (rupiah per bulan) Sumber: Data primer diolah, 2013
Trayek 03
Trayek 02
286.198,42
412.146,16
4.500
4.500
1.287.892.895
1.854.657.723
94.896,84
137.080,45
4.500
4.500
427.035.789,5
616.862.008,9
65 IX ANALISIS PERSEPSI PENGEMUDI DAN MASYARAKAT PENGGUNA ANGKUTAN KOTA Pemahaman tentang persepsi pengemudi dan masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift sangatlah penting. Adanya penilaian persepsi, pemerintah dan dinas sebagai pelaksana dapat mengetahui manfaat sistem shift yang tidak hanya dirasakan oleh pengemudi tetapi dirasakan juga oleh pengguna angkot. Hal ini dapat membantu pemerintah dalam mengevaluasi sistem shift yang sudah diterapkan. Indikator yang dilihat dalam persepsi ini terdiri dari persepsi masyarakat pengguna angkot terhadap pengetahuan informasi sistem shift dan pengaruh sistem shift terhadap kemacetan, jumlah angkot yang beroperasi, waktu tempuh perjalanan, jumlah penumpang pada saat jam sepi dan jam ramai, waktu tunggu penumpang saat jam sepi dan jam ramai, jumlah ritasi dan penggunaan BBM. 9.1
Persepsi Masyarakat Pengguna Angkot terhadap Pengetahuan Informasi Sistem Shift.
Pengetahuan informasi sistem shift pada masyarakat pengguna angkot 07 sebanyak 80% responden mengetahui, pada masyarakat pengguna angkot 03 sebanyak 70% responden mengatahui, dan pada masyarakat pengguna angkot 02 sebanyak 76,67% responden mengetahui. Mereka mengetahui informasi tersebut dari koran dan stiker yang menempel di setiap angkot. Sebagian dari mereka tidak mengetahui mekanismenya seperti apa, ada yang beranggapan dalam sehari hanya satu shift yang beroperasi dan sistemnya seperti shift di pabrik, ada juga yang berpendapat bahwa sistem shift tersebut sudah tidak berjalan. Sisanya responden yang menjawab tidak mengetahui sistem shift, kebanyakan dari mereka jarang menggunakan angkot dalam kegiatan mobilisasinya dan tidak memperhatikan adanya shift. Selain itu, mereka kurang membaca atau mendengar informasi dan tidak memperhatikan adanya penerapan shift. Seperti pada masyarakat pengguna angkot 07, mereka tidak mengetahui informasi shift karena shift ini baru lima bulan diterapkan pada trayek 07. Berdasarkan hasil survey, banyak masyarakat yang tidak merasakan perubahan dengan adanya sistem shift. Sebaran persepsi pengguna angkot terhadap informasi sistem shift dapat dilihat pada Tabel 31.
66 Tabel 31 Sebaran persepsi pengguna angkot terhadap pengetahuan informasi sistem shift Responden Pengguna Angkot 07 Pemgguna Angkot 03 Pengguna Angkot 02 Sumber: DatapPrimer diolah, 2013
9.2
Persepsi Pengetahuan Informasi Sistem Shift Tahu (%) Tidak Tahu (%) 80 20 70 30 76,67 23,33
Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 07
Rata-rata sebanyak 68% responden pengemudi angkot menilai sistem shift tidak mengurai kemacetan. Menurut mereka dengan sistem shift, pengurangan kemacetan dirasakan pada awal implementasi shift. Hal ini karena angkot yang beroperasi dalam sehari berkurang, tetapi saat ini jalanan semakin padat oleh kendaraan pribadi terutama sepeda motor sehingga sistem shift dikatakan tidak dapat mengurai kemacetan. Selain itu pada trayek 07 terdapat cross jalur di mana angkot kabupaten masuk ke jalur 07 sehingga angkot 07 bersaing dengan angkot dari kabupaten dan jalur menjadi padat. Jumlah angkot yang beroperasi dalam sehari setelah ada penerapan sistem shift menurut 100% responden pengemudi menilai baik yang artinya jumlah angkot berkurang. Biasanya tempat angkot mengetem banyak angkot yang parkir untuk menunggu penumpang sedangkan sekarang angkot-angkot tersebut sudah berkurang. Sebanyak 77% responden pengemudi angkot, mayoritas menilai sistem shift tidak mengurangi waktu tempuh perjalan. Waktu tempuh perjalanan dikatakan sama saja karena menurut mereka kondisi lalu lintas dan jarak tidak berubah. Sama halnya dengan jumlah rit dan penggunaan BBM, sebanyak 100% pengemudi angkot menilai, adanya penerapan sistem shift tidak menambah jumlah rit dan tidak mengurangi penggunaan BBM. Hal ini karena rute dan jarak yang ditempuh sama. Penilaian jumlah penumpang saat jam sepi menurut 73% pengemudi adalah buruk yaitu berkisar antara 4-5 orang. Penumpang hanya berkisar 4-5 orang karena pada saat jam sepi jarang orang berpergian keluar. Sedangkan pada jam ramai angkot selalu terisi penuh menurut pengemudi yaitu 10-12 orang. Hal ini
67 menunjukkan bahwa dengan adanya sistem shift tidak mempengaruhi jumlah penumpang yang naik pada jam sepi. Mayoritas lama pengemudi menunggu penumpang atau mengetem pada saat jam sepi menurut pengemudi angkot berkisar antara 6-10 menit yaitu cukup cepat. Hal tersebut karena pada saat jam sepi penumpang jarang sehingga pengemudi harus mengetem lebih lama. Pada saat jam ramai, mayoritas pengemudi menilai cepat dalam menunggu penumpang yaitu sekitar 2-5 menit. Berdasarkan hasil survey, rata-rata pengemudi lebih memilih tidak mengetem pada saat mencari penumpang. Sebaran persepsi pengemudi angkot 07 terhadap penerapan sistem shift dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Persepsi pengemudi angkot 07 terhadap penerapan sistem shift Keterangan Sangat Buruk Pengaruh ke Kemacetan 0 Jumlah Angkot 0 Waktu Tempuh Perjalanan 0 Jumlah Penumpang (jam 4,55 sepi) Jumlah Penumpang (jam 0 ramai) Waktu Tunggu Penumpang 0 (jam sepi) Waktu Tunggu Penumpang 0 (jam ramai) Jumlah Ritasi 0 Penggunaan Bensin 0 Sumber: Data primer diolah, 2013
Persentase (%) Buruk Sedang Baik
Mayoritas Persepsi
Sangat Baik
9,09 0 9,09 72,73
68,18 0 77,27 22,73
22,73 100 13,64 0
0
31,82
31,82
36,36
59,09
4,55
0
40,91
50
0 0
100 100
0 0
0 0 0 0
Sedang Baik Sedang Buruk
36,36 Sangat Baik 0 Sedang 9,09 Baik 0 Sedang 0 Sedang
Berdasarkan hasil survey, menurut 53% responden pengguna angkot menilai sistem shift tidak mengurai kemacetan. Kemacetan masih saja terjadi pada titiktitik lokasi di mana banyak angkot mengetem. Menurut mereka kemacetan itu terjadi karena banyak pengemudi angkot tidak tertib dalam menaikan dan menurunkan penumpang. Selain itu kemacetan juga dirasakan karena jumlah kendaraan pribadi yang terus meningkat jumlahnya. Jumlah angkot yang beroperasi dalam sehari setelah ada penerapan sistem shift menurut 63% responden pengguna angkot menilai baik yang artinya jumlah angkot berkurang. Sisanya pengguna angkot yang menilai tidak ada pengurangan jumlah angkot, rata-rata dari mereka tidak mengetahui informasi adanya sistem shift.
68 Sama halnya yang dirasakan oleh pengemudi angkot, menurut 80% responden pengguna angkot menilai sistem shift tidak mengurangi waktu tempuh perjalan. Waktu tempuh perjalanan dikatakan sama saja karena menurut mereka kondisi lalu lintas dan jarak tidak berubah. Penilaian jumlah penumpang saat jam sepi menurut 40% pengguna menilai sedang yaitu berkisar 6-7 orang. Sedangkan pada jam ramai angkot selalu terisi penuh menurut 63% pengguna yaitu 10-12 orang, bahkan penumpang harus berebut dan lama menunggu giliran angkot karena angkot selalu terisi penuh dan duduk berdesak-desakan. Mayoritas lama pengemudi menunggu penumpang atau mengetem pada saat jam sepi menurut pengguna angkot berkisar antara 6-10 menit yaitu cukup cepat. Hal tersebut karena pengemudi selalu menunggu angkot terisi penuh. Pada saat jam ramai, mayoritas pengguna angkot menilai sangat cepat yaitu sekitar 1 menit karena biasanya angkot langsung terisi penuh. Sebaran persepsi pengguna angkot 07 terhadap penerapan sistem shift dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Persepsi masyarakat pengguna angkot 07 terhadap penerapan sistem shift Keterangan Sangat Buruk Pengaruh ke Kemacetan 0 Jumlah Angkot 0 Waktu Tempuh Perjalanan 0 Jumlah Penumpang (jam 0 sepi) Jumlah Penumpang (jam 63,33 ramai) Waktu Tunggu Penumpang 6,67 (jam sepi) Waktu Tunggu Penumpang 0 (jam ramai) Sumber: Data primer diolah, 2013
9.3
Persentase (%) Buruk Sedang Baik
Sangat Baik
6,67 0 3,33 3,33
53,33 36,67 80 40
40 63,33 16,67 30
23,33
13,33
0
30
46,67
10
6,67
10
26,67
0 0 0 26,6
Mayoritas Persepsi Sedang Baik Sedang Sedang
0 Sangat Baik 6,67 Sedang 56,67 Sangat Baik
Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 03
Mayoritas 82% responden pengemudi menilai bahwa pada awal penerapan sistem shift sangat terasa adanya perubahan dalam kemacetan, tetapi saat ini kondisi jalan semakin macet karena kendaraan pribadi sudah sangat meningkat jumlahnya. Jumlah angkot yang beroperasi dalam sehari setelah ada penerapan
69 sistem shift menurut 92% responden pengemudi menilai baik yang artinya jumlah angkot yang beroperasi dalam sehari berkurang. Tetapi adanya pengurangan jumlah angkot yang beropersi dalam sehari, sebanyak 76% responden pengemudi angkot menilai pengurangan tersebut tidak mengurangi waktu tempuh perjalan ke tempat tujuan. Hal ini karena keadaan lalu lintas dan jarak yang ditempuh tidak berubah. Penilaian jumlah penumpang saat jam sepi menurut 39% pengemudi angkot adalah sedang yaitu berkisar antara 4-5 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sistem shift tidak mempengaruhi peningkatan jumlah penumpang ketika jam sepi. Sedangkan pada jam ramai angkot selalu terisi penuh menurut pengemudi. Mayoritas lama pengemudi menunggu penumpang atau mengetem pada saat jam sepi menurut pengemudi berkisar antara 6-10 menit yaitu cukup cepat. Pada saat jam ramai, sebanyak 55% pengemudi menilai sangat cepat dalam menunggu penumpang yaitu sekitar 1 menit. Sebanyak 84% pengemudi angkot menilai, adanya penerapan sistem shift tidak menambah jumlah rit. Sebanyak 79% pengemudi angkot mayoritas menilai dengan adanya sistem shift tidak mengurangi penggunaan BBM dalam satu hari hari kerja. Jumlah rit tidak bertambahdan penggunaan BBM tidak berkurang karena jarak dan kondisi lalu lintas tidak berubah. Sebaran persepsi pengemudi angkot 03 terhadap penerapan sistem shift dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Persepsi pengemudi angkot 03 terhadap penerapan sistem shift Keterangan Sangat Buruk Pengaruh ke Kemacetan 0 Jumlah Angkot 0 Waktu Tempuh Perjalanan 0 Jumlah Penumpang (jam 10,53 sepi) Jumlah Penumpang (jam 0 ramai) Waktu Tunggu Penumpang 7,89 (jam sepi) Waktu Tunggu Penumpang 15,79 (jam ramai) Jumlah Ritasi 0 Penggunaan Bensin 0 Sumber: Data primer diolah, 2013
Persentase (%) Buruk Sedang Baik 5,26 7,89 10,53 39,47
81,58 0 76,32 26,32
13,16 92,11 13,16 10,53
0
5,26
2,63
5,26
76,32
5,26
0
5,26
23,68
0 10,53
84,21 78,95
15,79 0
Sangat Baik 0 0 0 13,16
Mayoritas Persepsi Sedang Baik Sedang Buruk
92,11 Sangat Baik 5,26 Sedang 55,26 Sangat Baik 0 Sedang 10,53 Sedang
70 Menurut 83% responden pengguna angkot 03 menilai sistem shift tidak mengurai kemacetan. Hal ini karena jalur yang dilewati trayek 03 memang kawasan yang ramai terutama pada saat jam sibuk. Sebanyak 67% responden pengguna angkot 03, pengguna angkot menilai tidak ada pengurangan jumlah angkot karena mereka tidak merasakan perubahan tersebut dan tidak mengetahui mekanisme sistem shift dengan jelas. Adanya pengurangan jumlah angkot yang beropersi dalam sehari, sebanyak 100% responden pengguna angkot menilai penguranngan tersebut tidak mengurangi waktu tempuh perjalan ke tempat tujuan. Penilaian jumlah penumpang saat jam sepi menurut 50% pengguna angkot adalah sedang yaitu berkisar antara 6-7 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sistem shift tidak mempengaruhi peningkatan jumlah penumpang ketika jam sepi. Sedangkan pada jam ramai angkot selalu terisi penuh menurut pengemudi dan pengguna yaitu 10-12 orang. Lama pengemudi menunggu penumpang atau mengetem pada saat jam sepi menurut pengguna angkot berkisar antara 6-10 menit yaitu cukup cepat. Pada saat jam ramai, sebanyak 47% responden pengguna angkot menilai cepat yaitu sekitar 2-5 menit pengemudi menunggu penumpang. Sebaran persepsi pengguna angkot 03 terhadap penerapan sistem shift dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35 Persepsi masyarakat pengguna angkot 03 terhadap penerapan sistem shift Keterangan
Persentase (%) Buruk Sedang Baik
Sangat Buruk Pengaruh ke Kemacetan Jumlah Angkot Waktu Tempuh Perjalanan Jumlah Penumpang (jam sepi) Jumlah Penumpang (jam ramai) Waktu Tunggu Penumpang (jam sepi) Waktu Tunggu Penumpang (jam ramai) Sumber: Data primer diolah, 2013
Mayoritas Persepsi
Sangat Baik
0 0 0 0
3,33 3,33 0 16,67
83,33 66,67 100 50
13,33 30 0 33.33
50
33,33
13,33
0
10
16,67
50
20
0
6,67
6,67
46,67
0 0 0 0
Sedang Sedang Sedang Buruk
3,33 Sangat Baik 3,3 Sedang 40 Baik
71 9.4
Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 02
Sebanyak 91% responden pengemudi menilai dengan adanya sistem shift jumlah angkot yang beroperasi berkurang dalam sehari, tetapi pengurangan tersebut menurut responden pengemudi tidak mengurai kemacetan. Terutama pada saat jam ramai. Kemacetan masih tetap terjadi karena saat ini jumlah kendaraan pribadi meningkat. Selain itu 71% responden pengemudi angkot menilai pengurangan tersebut tidak mengurangi waktu tempuh perjalan ke tempat tujuan dan 96% pengemudi angkot menilai adanya penerapan sistem shift tidak mempengaruhi jumlah rit dan penggunaan BBM dalam satu hari hari kerja. Jumlah penumpang saat jam sepi menurut 50% pengemudi adalah sedikit yaitu antara 4-5 orang. Sama halnya dengan angkot 07 dan 02, hal ini menunjukkan bahwa sistem shift tidak mempengaruhi peningkatan jumlah penumpang ketika jam sepi. Sedangkan pada jam ramai angkot selalu terisi penuh menurut 50% responden pengemudi yaitu 10-12 orang. Mayoritas responden pengemudi angkot menilai lama pengemudi menunggu penumpang pada saat jam sepi berkisar antara 6-10 menit yaitu cukup cepat. Hal tersebut karena pada saat jam sepi jarang penumpang sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengetem. Pada saat jam ramai, sebanyak 33% pengemudi menilai sangat cepat dalam menunggu penumpang yaitu sekitar 1 menit. Sebaran persepsi pengemudi angkot 02 terhadap penerapan sistem shift dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 Persepsi pengemudi angkot 02 terhadap penerapan sistem shift Keterangan Sangat Buruk Pengaruh ke Kemacetan 0 Jumlah Angkot 0 Waktu Tempuh Perjalanan 0 Jumlah Penumpang (jam 26,79 sepi) Jumlah Penumpang (jam 0 ramai) Waktu Tunggu Penumpang 3,57 (jam sepi) Waktu Tunggu Penumpang 0 (jam ramai) Jumlah Ritasi 0 Penggunaan Bensin 0 Sumber: Data primer diolah, 2013
Persentase (%) Buruk Sedang Baik 3,57 3,57 3,57 50
66,07 5,36 71,43 19,64
30,36 91,07 25 3,57
0
0
10,71
8,93
67,86
16,07
14,29
21,43
30,36
1,79 1,79
96,43 96,43
1,79 1,79
Mayoritas Persepsi
Sangat Baik 0 0 0 0
Sedang Baik Sedang Buruk
89,29 Sangat Baik 3,57 Sedang 33,39 Sangat Baik 0 Sedang 0 Sedang
72 Sama halnya dengan jalur angkot 03, jalur 02 juga melawati kawasan ramai. Menurut 63% responden pengguna angkot menilai dengan adanya sistem shift tidak mengurai kemacetan. Sebanyak 77% responden pengguna angkot, adanya sistem shift tidak mempengaruhi pengurangan jumlah angkot yang beroperasi dalam sehari. Hal ini karena pengguna tidak merasakan langsung pengurangan tersebut. Selain itu dengan adanya pengurangan jumlah angkot yang beropersi, 87% pengguna angkot menilai pengurangan tersebut tidak mengurangi waktu tempuh perjalan ke tempat tujuan. Menurut 43% pengguna angkot menilai jumlah penumpang saat jam sepi adalah sedang yaitu berkisar antara 6-7 orang. Sedangkan pada jam ramai angkot selalu terisi penuh menurut pengguna angkot yaitu 10-12 orang. Mayoritas 47% responden pengguna angkot menilai lama pengemudi menunggu penumpang atau mengetem pada saat jam sepi berkisar antara 6-10 menit yaitu cukup cepat. Pada saat jam ramai, sebanyak 37% responden pengguna angkot menilai cepat yaitu sekitar 2-5 menit pengemudi menunggu penumpang. Sebaran persepsi pengguna angkot 02 terhadap penerapan sistem shift dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Persepsi masyarakat pengguna angkot 02 terhadap penerapan sistem shift Keterangan
Persentase (%) Mayoritas Persepsi Sangat Buruk Sedang Baik Sangat Buruk Baik Pengaruh ke Kemacetan 3,33 0 76,67 20 0 Sedang Jumlah Angkot 0 6,67 63,33 30 0 Sedang Waktu Tempuh Perjalanan 0 6,67 86,67 6,67 0 Sedang Jumlah Penumpang (jam 0 16,67 43,33 36,67 3,33 Sedang sepi) Jumlah Penumpang (jam 60 33.33 6,67 0 0 Sangat ramai) Baik Waktu Tunggu Penumpang 6,67 16,67 46,67 20 10 Sedang (jam sepi) Waktu Tunggu Penumpang 0 6,67 26,67 36,67 30 Baik (jam ramai) Sumber: Data primer diolah, 2013
73 X SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Implementasi sistem shift secara kelembagaan dapat dikatakan efektif. Hal ini dapat dilihat pada berjalanannya sistem shift hingga saat ini. Pada pelaksanaan sistem shift ini juga memiliki hubungan antar stakeholder yang tingkat keharmonisan dan sinergisme dikategorikan tinggi. Selain itu, mayoritas responden menjawab tingkat pengawasan dan tingkat kepatuhan sangat tinggi. Hanya saja sanksi bagi pengemudi yang melanggar masih dalam kategori sedang yaitu hanya berupa teguran lisan dan peringatan. 2. Pendapatan pengemudi dan pengusaha angkot setelah implementasi sistem shift mengalami peningkatan dalam satu hari. Rata-rata peningkatan pendapatan pengemudi nomor trayek 07 sebesar Rp 13.181,7 per hari. Ratarata peningkatan pendapatan pengemudi nomor trayek 03 sebesar Rp 10.802,7 per hari. Rata-rata peningkatan pendapatan pengemudi nomor trayek 02 sebesar Rp 12.767,9 per hari. Tetapi, jika dilihat dari pendapatan per bulan terjadi peunurunan pendapatan. Rata-rata penurunan pendapatan pengemudi nomor trayek 07 sebesar Rp 412.727,3 per bulan. Rata-rata penurunan pendapatan pengemudi nomor trayek 03 sebesar Rp 438.157,9 per bulan. Rata-rata penurunan pendapatan pengemudi nomor trayek 02 sebesar Rp 320.982,1 per bulan. Sisi positifnya dengan adanya pengurangan hari operasi angkot dapat memberikan waktu libur bagi pengemudi untuk beristirahat atau mengerjakan kegiatan lain dan pekerjaan lainnya atau menarik angkot di trayek lain. Sedangkan rata-rata pendapatan per bulan pengusaha angkot 07, 03, dan 02 mengalami peningkatan masing-masing sebesar Rp 37.333,3, Rp 121.985,2, dan Rp 155.524,5. 3. Pengurangan beban emisi CO per bulan setelah implementasi program shift pada nomor trayek 07, 03 dan 02 masing-masing adalah 8,78 ton, 26,48 ton dan 38,25 ton. Selain mengurangi beban emisi, sistem shift juga dapat menghemat biaya konsumsi bahan bakar per bulan. Pada trayek 07 sebesar
74 Rp 141.553.636,4, pada trayek 03 sebesar Rp 427.035.789,5 dan pada trayek 02 sebesar Rp 616.862.008,9. 4. Menurut pengemudi dan masyarakat, adanya sistem shift memang mengurangi jumlah angkot yang beroperasi tetapi tidak dapat mengurai kemacetan. Penerapan sistem shift tidak berpengaruh terhadap perubahan waktu tempuh, penggunaan BBM dan jumlah ritasi. Selain itu waktu tunggu penumpang baik jam sepi maupun ramai sudah dikategorikan cukup baik yaitu di bawah 10 menit. Menurut masyarakat dengan adanya sistem shift jumlah penumpang pada jam sepi sudah mencapai ideal yaitu 6-7 orang tetapi menurut pengemudi masih di bawah ideal yaitu 4-5 orang. 10.2 Saran Berdasarkan dari hasil penelitian, saran yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Adanya hukum yang lebih jelas dan pembuatan aturan sistem shift secara tertulis dan penentuan sanksi yang lebih berat agar tidak terjadi pelanggaran dan pengemudi lebih tertib. 2. Sebaiknya pemerintah tidak hanya membatasi jumlah angkot yang beroperasi tetapi membatasi juga penambahan jumlah armada angkot, membatasi izin trayek, adanya pembatasan umur angkot dan tidak ada peremajaan angkot sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan supply dan demand. 3. Memaksimalkan peran transportasi publik seperti peningkatan pelayanan angkot yang lebih aman, nyaman dan murah sehingga masyarakat tidak beralih ke kendaraan pribadi dan pengemudi tidak kesulitan mencari penumpang. 4. Pemerintah juga sebaiknya menyediakan tempat pemberhentian angkot seperti di daerah stasiun, pasar dan lokasi lainnya agar angkot tidak mengetem sembarangan sehingga tidak terjadi kemacetan. 5. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai alternatif kebijakan terhadap penataan angkutan kota di Kota Bogor dan penelitian mengenai sistem shift di Kabupaten Bogor untuk perbandingan agar lebih mengetahui lebih dalam efektivitas dan dampaknya dari penerapan sistem shift.
75 DAFTAR PUSTAKA Agustina VS. 2009. Analisis Persepsi Dan Preferensi Pengunjung Serta Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Gunung Salak Endah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arifin B. 2005. Ekonomi Kelembagaan Pangan. Jakarta(ID): Pustaka LP3ES Indonesia. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2012. Peta Wilayah Adminstrasi Kota Bogor. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 19972010. Badan Pusat Statistik Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kota Bogor dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kota Bogor. ________________. 2012. Jumlah Penduduk Kota Bogor Tahun 2010-2012. Badan
Pusat Statistik Kota Bogor. Butar Butar M. 2008. Penggunaan Simulasi untuk Pemecahan Masalah Transportasi. KOMMIT [Internet]. [2013 Februari 25]. Tersedia pada: http://sutanto.staff.uns.ac.id/files/2009/03/heru.pdf. Chaeriwati. 2004. Analisis Permintaan Angkutan Kota Serta Kaitannya terhadap Tata Ruang Wilayah Kotamadya Bogor [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Chandrasiri S. 1999. Controlling Automotive Air Pollution: The Case of Colombo City. Economy and Environment Program For Southeast Asia (EEPSEA). Dinah S. 1992. Profil Pendapatan dan Hubungan Kerja Usaha Transportasi Opelet di Kotamadya Palembang Suatu Studi Eksploratif [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. [DLLAJ] Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2012. Jaringan Trayek Angkutan Kota, Angkutan Perkotaan AKDP, Angkutan Massal Trans Pakuan. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor. ________________. 2012. Peningkatan Kinerja Penataan Angkutan Umum Melalui
Penerapan Operasional dengan Sistem Shift. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor. ________________. 2013. Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor Kota Bogor
dari Tahun 2010-2013. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor. Gumilar I. 2012. Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan Ekoistem Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Jurnal Akuatik. 3(2):198-211.
76 Invancevich JM, Konopaske R, Matteson MT. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid I. Gania G, penerjemah; Hardani W, Yoso BA, editor. Erlangga. Jakarta(ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Organizational Behavior and Management. Ed ke-7. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2007. Penyusunan Metode Estimasi Beban Pencemar dari Kendaraan Bermotor. KLH [internet]. [2013 Maret 6]. Tersedia pada: http://www.http://langitbiru.menlh.go.id. Kojima M, Brandon C, Shah J. 2000. Improving Urban Air Quality in South Asia by Reducing Emissions from Two-Stroke Engine Vehicles. World Bank Washington D. C. USA. Kurniawan S. 2013. Analisis Persepsi dan Preferensi Pengunjung Serta Tingkat Kesejahteraan Pedagang di Lokasi Taman Margastwa Ragunan Jakarta [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Kusuma WP. 2010. Studi Kontribusi Kegiatan Transportasi terhadap Emisi Karbon di Surabaya Bagian Barat [skripsi]. Surabaya(ID). Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Mawardi I. 2006. Kajian Pembentukan Kelembagaan untuk Pengendalian Konversi dan Pengembangan Lahan, Peran dan Fungsinya. Jurnal Teknik Lingkungan. 7(2):206-211. Miro F. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta(ID): Penerbit Erlangga. . 2012. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta(ID): Penerbit Erlangga. Morolok EK. 1978. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Hainim JK, penerjemah; Sianipar Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Introductions to Transportation Engineering and Planning. Nazir M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta(ID): Ghalia Indonesia. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perhubungan. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. Rahmawati. 2009. Analisis Penerapan Kebijakan Pengendaliaan Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Berdasarkan Estimasi Beban Emisi (Studi Kasus: DKI Jakarta) [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Rakhmat J. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung(ID): PT Remaja Rosdakarya. Ratmoko D. 2011. Analisis Kinerja Kelembagaan Pangan Lokal terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kasepuhan Sinar Resmi Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor.
77 Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung(ID): Alfabeta. Setijowarno D dan Frazila RB. 2003. Pengantar Rekayasa Dasar Transportasi. Semarang(ID): Universitas Katolik Soegijapranata. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta(ID): UI Press. Suryani AS. 2010. Studi Beban Emisi Pencemaran Udara Karbon Monoksida dari Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta. Jurnal Aspirasi. 1(1):75-102. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta(ID): PT. Gramedia Pustaka Utama Yustika AE. 2006. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori dan Strategi. Malang(ID): Bayumedia.
78
LAMPIRAN
79 Lampiran 1 Peta Wilayah Administrasi Kota Bogor
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bogor, 2012
80 Lampiran 2 Kuisioner Penelitian Responden INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUISIONER MASYARAKAT PENGGUNA ANGKOT Nomor : .................................................... Hari/Tanggal wawancara : .................................................... : .................................................... No HP/Telp. Kuisioner ini digunakan sebagai bahan SKRIPSI yang berjudul Efektivitas Kinerja serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor yang dilakukan oleh saya ADINNA ASTRIANTI (H44090117). Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berkenan mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Inforamasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan dijamin kerahasiaannya dan tidak untuk dipublikasikan. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : isi dan pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan memberikan tanda (x) pada bagian yang telah tersedia. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Alamat : : 3. Jenis Kelamin a. Pria b. Wanita 4. Umur : ....................tahun 5. Pendidikan terakhir : a. Tidak Lulus SD b. SD c. SMP e. PT (D3/S1/S2/S3) d. SMA/SMK 6. Pekerjaan : a. Pelajar/Mahasiswa b. PNS c. Karyawan Swasta d. Wiraswasta e. Lainnya................................. 7. Rata-rata pendapatan anda per bulan : Rp ....................................... 8. Apakah Anda menggunakan angkot setiap saat berpergian? a. Ya, alasan..................................... b. Tidak, alasan................................. 9. Nomer trayek angkot yang digunakan? 03/02/07 (lingkari) 10. Tujuan dengan menggunakan angkot (destination)?
81 11. Jadwal menggunakan angkot (boleh pilih semuanya) a. Pagi c. sore b. Siang d. malam 12. Seberapa sering menggunakan angkot a. Setiap hari b. Sekali seminggu c. Lainnya............... 13. Alternatif kendaraan yang biasa Anda gunakan? a. Mobil pribadi d. Trans Pakuan b. Motor e. Lainnya............... c. Ojeg B. Pertanyaan Terkait Sistem Shift dalam Operasional Angkutan Kota di Kota Bogor 1. Apakah anda mengetahui informasi mengenai system shift dalam operasional angkutan kota yang diterpakan di Kota Bogor? a. Tahu. Tahu dari mana dan seperti apa? b. Tidak Tahu C. Persepsi Masyarakat Terhadap Sistem Shift Operasional Angkutan Kota yang sudah diterapkan di Kota Bogor Anda diminta memberikan penilaian pada beberapa hal dibawah ini dengan memberikan tanda (x) pada masing-masing kolom. Persepsi diberikan pada kondisi yang ada saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan). INFORMASI MENGENAI SYSTEM SHIFT OPERASIONAL ANGKUTA KOTA DI KOTA BOGOR: Sistem shift merupakan sistem pergiliran pengoperasian angkot. Sistem ini sudah di terapkan di beberapa nomer trayek di Kota Bogor. Dalam penelitian ini diambil contoh nomer trayek 02(Sukasari-Bubulak) dari tahun 2010 sampai sekarang, 03(Baranangsiang-Bubulak) dari tahun 2010 sampai sekarang, dan 07(Ciparigi-Terminal Merdeka) dari tahun 2012 sampai sekarang. Shift dibagi menjadi 3 yaitu shift A-B-C. Mekanismenya adalah setiap angkot diberi setiker shift A, shift B, dan shift C. Pada hari pertama angkot yang beroperasional adalah angkot dengan shift A dan shift B, hari kedua shift A dan shift C, hari ketiga shift B dan shift C dan seterusnya secara bergantian. Adanya penerapan system shift ini maka jumlah angkot yang beroperasi perharinya dapat berkurang. Seperti pada angkot 03, jumlah kendaraan 382, sebelum ada penerapan shift, 382 kendaraan beroperasi dalam sehari. Namun setelah adanya penerapan system shift, kendaraan yang beroperasi sebanyak 255 per hari dan 127 kendaraan tidak beroperasi. Hal ini diharapkan dapat mengurai kemacetan yang terjadi di beberapa ruas jalan, selain itu pengemudi tidak perlu lagi berasing dalam menaikan penumpang.
82 1. Bagaimana kemacetan setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat lancar (jalanan sangat lancar dan kemacetan sangat berkurang) [ ]Lancar (jalanan lancar dan kemacetan berkurang) [ ]Tetap (sama saja tidak ada perubahan sebelumnya) [ ]Tidak Lancar (jalanan tidak lancar dan kemacetan bertambah) [ ]Sangat Tidak Lancar (jalanan sangat tidak lancar dan kemacetan semakin parah) 2. Bagaimana jumlah angkot yang beroperasi setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat Berkurang [ ]Berkurang [ ]Tetap [ ]Bertambah [ ]Sangat Bertambah 3. Bagaimana waktu tempuh perjalanan ketempat tujuan setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat Cepat (waktu tempuh sangat berkurang) [ ]Cepat (waktu tempuh menjadi berkurang) [ ]Tetap (sama saja tidak ada perubahan) [ ]Lama (waktu tempuh bertambah lama) [ ]Sangat Lama (waktu tempuh menjadi bertambah sangat lama) 4. Bagaimana jumlah penumpang setelah ada penerapan sistem shift SAAT JAM SEPI [ ]Sangat Penuh (10-20 orang) [ ]Penuh (8-9 orang) [ ]Cukup (6-7 orang) [ ]Sedikit (4-5 orang) [ ]Sangat Sedikit (1-3 orang) SAAT JAM RAMAI [ ]Sangat Penuh (10-20 orang) [ ]Penuh (8-9 orang) [ ]Cukup (6-7 orang) [ ]Sedikit (4-5 orang) [ ]Sangat Sedikit (1-3 orang) 5. Berapa lama pengemudi dalam menunngu penumpang (mengetem) setelah ada penerapan sistem shift SAAT JAM SEPI [ ]Sangat Cepat (1 menit)
83 [ ]Cepat (2-5 menit) [ ]Cukup (6-10 menit) [ ]Lama (11-15 menit) [ ]Sangat Lama (>15 menit) SAAT JAM SEPI [ ]Sangat Cepat (1 menit) [ ]Cepat (2-5 menit) [ ]Cukup (6-10 menit) [ ]Lama (11-15 menit) [ ]Sangat Lama (>15 menit)
D. Harapan dan Saran Anda Untuk Penataan Angkutan Kota di Kota Bogor Harapan dan Saran :
Terima Kasih atas Partisipasi dan Kerjasama yang Diberikan
84 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUISIONER INFORMAN : .................................................... Nomor Hari/Tanggal wawancara : .................................................... No HP/Telp. : .................................................... Kuisioner ini digunakan sebagai bahan SKRIPSI yang berjudul Efektivitas Kinerja serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor yang dilakukan oleh saya ADINNA ASTRIANTI (H44090117). Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berkenan mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Inforamasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan dijamin kerahasiaannya dan tidak untuk dipublikasikan. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : isi dan pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan memberikan tanda (x) pada bagian yang telah tersedia. A. Data Pribadi 1. Nama Informan : 2. Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita 3. Umur : ....................tahun : 4. Pekerjaan/Jabatan 5. Instansi : 6. Lama Bekerja (di Instansi tersebut) : ……………tahun B. Pertanyaan Terkait Sistem Shift dalam Operasional Angkutan Kota di Kota Bogor 1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang sistem shift? a. Ya b. Tidak, alasan....................................................... 2. Siapakah pihak/stakeholder yang terlibat pelaksanaan sistem shift? 3. Bagaimanakah peran, fungsi, dan kewenangannya? 4. Seperti apa mekanisme peraturan sistem shift? 5. Apakah terdapat peraturan formal dalam sistem shift? Jika ada, sebutkan! 6. Apakah terdapat peraturan informal dalam sistem shift? Jika ada, sebutkan! 7. Bagaimana proses sistem pengawasan dalam sistem shift?
85 8. Siapakah pihak yang terlibat dalam melakukan pengawasan pada sistem shift? 9. Apakah terdapat sanksi dalam pelanggaran? a. Ya b. Tidak Jika Ya, bagaimana syarat dan mekanisme pengenaan sanksi tersebut? 10. Bagaimana kepatuhan supir angkot terhadap sistem shift yang diterapkan? 11. Bagaimana keharmonisan antar stakeholder: [ ]Tinggi [ ]Sedang [ ]Rendah 12. Bagaimana sinergisme antar stakeholder : [ ]Tinggi [ ]Sedang [ ]Rendah C. Pertanyaan terkait Persepsi Efektivitas Sistem Shift dalam Operasional Angkutan Kota yang sudah diterapkan di Kota Bogor Anda diminta memberikan penilaian pada beberapa hal dibawah ini dengan memberikan tanda (x) pada masing-masing kolom. Persepsi diberikan pada kondisi yang ada saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan) 1. Bagaimana tingkat pengawasan yang dilakukan dalam penerapan sistem shift [ ]Sangat Ketat [ ]Ketat [ ]Cukup Ketat [ ]Kurang Ketat [ ]Tidak Ketat 2. Bagaimana tingkat sanksi yang diberikan jika supir angkot tidak patuh dengan peraturan penerapan sistem shift [ ]Sangat Berat [ ]Berat [ ]Sedang [ ]Kurang Berat [ ]Tidak Berat 3. Bagaimana kepatuhan supir angkot terhadap sistem shift yang sudah diterapkan di Kota Bogor [ ]Sangat Patuh [ ]Patuh [ ]Cukup Patuh [ ]Kurang Patuh [ ]Tidak Patuh
86
D. Harapan dan Saran Anda Untuk Penataan Angkutan Kota di Kota Bogor Harapan dan saran :
Terima Kasih atas Partisipasi dan Kerjasama yang Diberikan
87 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUISIONER PENGUSAHA ANGKUTAN KOTA : .................................................... Nomor Hari/Tanggal wawancara : .................................................... No HP/Telp. : .................................................... Kuisioner ini digunakan sebagai bahan SKRIPSI yang berjudul Efektivitas Kinerja serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor yang dilakukan oleh saya ADINNA ASTRIANTI (H44090117). Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berkxenan mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Inforamasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan dijamin kerahasiaannya dan tidak untuk dipublikasikan. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : isi dan pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan memberikan tanda (x) pada bagian yang telah tersedia. A. Karakteristik Responden : 1. Nama Responden 2. Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita 3. Umur : ....................tahun 4. Pendidikan terakhir : a. Tidak Lulus SD b. SD c. SMP e. PT(D3/S1/S2/S3) d. SMA/SMK 5. Rata-rata pendapatan anda per bulan : Rp ....................................... B. Pertanyaan Terkait Dampak Sistem Shift dalam Operasional Angkutan Kota di Kota Bogor terhadap Penghasilan Pengusaha Angkot. 1. Menurut Anda, apakah sistem shift yang telah diterapkan memberikan manfaat dan keuntungan? Jika Ya, sebutkan apa saja?
88 2. Besar Setoran : Sebelum ada sistem shift
Setelah ada sistem shift
Per hari Per minggu Per bulan
3. Berapa besar biaya pemeliharaan/perawatan mobil dalam sebulan (sparepart, olie, dan ban) : Perawatan Sparepart Olie Ban
Sebelum sistem shift
Setelah ada sistem shift
C. Pertanyaan terkait Persepsi Efektivitas Sistem Shift dalam Operasional Angkutan Kota yang sudah diterapkan di Kota Bogor Anda diminta memberikan penilaian pada beberapa hal dibawah ini dengan memberikan tanda (x) pada masing-masing kolom. Persepsi diberikan pada kondisi yang ada saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan) 1. Bagaimana keharmonisan antar stakeholder : [ ]Tinggi [ ]Sedang [ ]Rendah 2. Bagaimana sinergisme antar stakeholder : [ ]Tinggi [ ]Sedang [ ]Rendah 3. Bagaimana tingkat pengawasan yang dilakukan dalam penerapan sistem shift [ ]Sangat Ketat [ ]Ketat [ ]Cukup Ketat [ ]Kurang Ketat [ ]Tidak Ketat 4. Bagaimana tingkat sanksi yang diberikan jika supir angkot tidak patuh dengan peraturan penerapan sistem shift [ ]Sangat Berat [ ]Berat [ ]Sedang [ ]Kurang Berat [ ]Tidak Berat 5. Bagaimana kepatuhan supir angkot terhadap sistem shift yang sudah diterapkan di Kota Bogor
89 [ [ [ [ [
]Sangat Patuh ]Patuh ]Cukup Patuh ]Kurang Patuh ]Tidak Patuh
D. Harapan dan Saran Anda Untuk Penataan Angkutan Kota di Kota Bogor Harapan dan saran :
Terima Kasih atas Partisipasi dan Kerjasama yang Diberikan
90 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUISIONER PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA : .................................................... Nomor Hari/Tanggal wawancara : .................................................... No HP/Telp. : .................................................... Kuisioner ini digunakan sebagai bahan SKRIPSI yang berjudul Efektivitas Kinerja serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor yang dilakukan oleh saya ADINNA ASTRIANTI (H44090117). Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berkenan mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Inforamasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan dijamin kerahasiaannya dan tidak untuk dipublikasikan. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : isi dan pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan memberikan tanda (x) pada bagian yang telah tersedia. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita 3. Umur : ....................tahun 4. Pendidikan terakhir : a. Tidak Lulus SD b. SD c. SMP e. PT(D3/S1) d. SMA/SMK 5. Pekerjaan selain pengemudi angkot : 6. Rata-rata pendapatan anda per bulan : a. hasil angkot = Rp ....................................... b. hasil di luar angkot = Rp ....................................... 7. Status Pernikahan : a. Menikah b. Belum menikah 8. Jika sudah menikah, berapa jumlah tanggungan keluarga anda..............orang
91 B. Pertanyaan Terkait Dampak Sistem Shift dalam Operasional Angkutan Kota di Kota Bogor terhadap Peningkatan Penghasilan Kumulatif Pengemudi. 1. Jumlah jam kerja per hari : a. Sebelum ada sistem shift :..... jam. b. Setelah ada sistem shift :...... jam. 2. Jumlah hari kerja : Sebelum ada sistem shift
Setelah ada sistem shift
Per minggu Per bulan
3. Besar setoran : a. sebelum ada penerapan sistem shift : Rp .............. b. setelah ada penerapan sistem shift : Rp ............. 4. Besar penghasilan kotor : Sebelum ada sistem shift
Setelah ada sistem shift
Per hari Per minggu Per bulan
5. Pengeluaran BBM : a. Sebelum ada sistem shif b. Setelah ada sistem shift 6. Pengeluaran Lainnya 7. Rit : a. Sebelum ada sistem shif b. Setelah ada sistem shift
= Rp ................... = Rp ................... = Rp .................. = =
C. Pertanyaan Terkait Perhitungan Beban Emisi 1. Besar penggunaan BBM : Sebelum sistem shift Per rit Per hari
Setelah sistem shift
92 D. Persepsi Pengemudi Angkot Terhadap Efektivitas Sistem Shift dalam Operasional Angkutan Kota yang sudah diterapkan di Kota Bogor Anda diminta memberikan penilaian pada beberapa hal dibawah ini dengan memberikan tanda (x) pada masing-masing kolom. Persepsi diberikan pada kondisi yang ada saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan) 1. Bagaimana kemacetan setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat lancar (jalanan sangat lancar dan kemacetan sangat berkurang) [ ]Lancar (jalanan lancar dan kemacetan berkurang) [ ]Tetap (sama saja tidak ada perubahan sebelumnya) [ ]Tidak Lancar (jalanan tidak lancar dan kemacetan bertambah) [ ]Sangat Tidak Lancar (jalanan sangat tidak lancar dan kemacetan semakin parah) 2. Bagaimana jumlah angkot yang beroperasi setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat Berkurang [ ]Berkurang [ ]Tetap [ ]Bertambah [ ]Sangat Bertambah 3. Bagaimana waktu tempuh perjalanan ketempat tujuan setelah ada penerapan sistem shift (dari asal ke tempat tujuan) [ ]Sangat Cepat (waktu tempuh sangat berkurang) [ ]Cepat (waktu tempuh menjadi berkurang) [ ]Tetap (sama saja tidak ada perubahan) [ ]Lama (waktu tempuh bertambah lama) [ ]Sangat Lama (waktu tempuh menjadi bertambah sangat lama) 4. Bagaimana jumlah penumpang setelah ada penerapan sistem shift SAAT JAM SEPI [ ]Sangat Penuh (10-20 orang) [ ]Penuh (8-9 orang) [ ]Cukup (6-7 orang) [ ]Sedikit (4-5 orang) [ ]Sangat Sedikit (1-3 orang) SAAT JAM RAMAI [ ]Sangat Penuh (10-20 orang) [ ]Penuh (8-9 orang) [ ]Cukup (6-7 orang) [ ]Sedikit (4-5 orang) [ ]Sangat Sedikit (1-3 orang) 5. Berapa lama pengemudi dalam menunngu penumpang (mengetem) setelah ada penerapan sistem shift SAAT JAM SEPI [ ]Sangat Cepat (1 menit) [ ]Cepat (2-5 menit) [ ]Cukup (6-10 menit) [ ]Lama (11-15 menit) [ ]Sangat Lama (>15 menit)
93 SAAT JAM SEPI [ ]Sangat Cepat (1 menit) [ ]Cepat (2-5 menit) [ ]Cukup (6-10 menit) [ ]Lama (11-15 menit) [ ]Sangat Lama (>15 menit) 6. Bagaimana jumlah ritasi setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat Bertambah [ ]Bertambah [ ]Tetap [ ]Berkurang [ ]Sangat Berkurang 7. Bagaimana penggunaan bensin setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat Berkurang [ ]Berkurang [ ]Tetap [ ]Bertambah [ ]Sangat Bertambah 8. Bagaimana tingkat pengawasan yang dilakukan dalam penerapan sistem shift [ ]Sangat Ketat [ ]Ketat [ ]Cukup Ketat [ ]Kurang Ketat [ ]Tidak Ketat 9. Bagaimana tingkat sanksi yang diberikan jika supir angkot tidak patuh dengan peraturan penerapan sistem shift [ ]Sangat Berat [ ]Berat [ ]Sedang [ ]Kurang Berat [ ]Tidak Berat 10. Bagaimana keharmonisan antar stakeholder [ ]Tinggi [ ]Sedang [ ]Rendah 11. Bagaimana sinergisme antar stakeholder [ ]Tinggi [ ]Sedang [ ]Rendah
94
E. Harapan dan Saran Anda Untuk Penataan Angkutan Kota di Kota Bogor Harapan dan Saran :
Terima Kasih atas Partisipasi dan Kerjasama yang Diberikan
95 Lampiran 3
Kriteria Persepsi Pengemudi dan Masyarakat Pengguna Angkot terhadap Penerapan Sistem Shift.
No 1
Indikator Pengaruh Ke Kemacetan
Kriteria Sangat Baik : sangat lancar, kemacetan sangat berkurang. Baik : Lancar, kemacetan tidak berkurang. Sedang : Biasa saja, tidak ada perubahan. Buruk : Macet, kemacetan bertambah. Sangat Buruk : sangat macet, kemacetan sangat parah.
2
Jumlah Angkot
Sangat Baik : Sangat berkurang. Baik : Berkurang sedikit. Sedang : Sama saja, tidak terlihat pengurangan. Buruk : bertambah sedikit. Sangat Buruk :Sangat bertambah.
3
Waktu Tempuh Perjalanan
Sangat Baik : Semakin cepat. Baik : Cepat. Sedang : Sama saja, tidak ada perubahab. Buruk : Bertambah lama. Sangat Buruk : Semakin lama.
4
Jumlah Penumpang menurut Pengemudi Angkot
Sangat Baik : sangat penuh, 10-12 orang. Baik : penuh, 8-9 orang. Sedang : cukup penuh, 6-7 orang. Buruk : sedikit penumpang, 4-5 orang. Sangat Buruk : sangat sedikit penumpang, 1-3 orang.
5
Jumlah Penumpang menurut Masyarakat Pengguna Angkot
Sangat Baik : sangat sedikit penumpang, 1-3 orang. Baik : sedikit penumpang, 4-5 orang. Sedang : cukup penuh, 6-7 orang. Buruk : penuh, 8-9 orang. Sangat Buruk : sangat penuh, 10-12 orang.
5
Waktu Tunggu Penumpang
Sangat Baik : Sangat cepat, 1 menit. Baik : Cepat, 2-5 menit. Sedang : cukup cepat, 6-10 menit. Buruk : lama, 11-15 menit. Sangat Buruk : Sangat lama, >15 menit.
6
Jumlah Ritasi
Sangat Baik : Sangat bertambah, bertambah 2 rit. Baik : bertambah, hanya bertambah 1 rit. Sedang : Tetap, tidak ada pertambahan rit. Buruk : berkurang, berkurang 1 rit. Sangat Buruk : sangat berkurang, berkurang 2 rit.
7
Penggunaan BBM
Sangat Baik : sangat berkurang dan sangat hemat. Baik :berkurang dan hemat. Sedang : tetap, tidak ada pengurangan. Buruk : bertambah dan semakin boros. Sangat Buruk : sangat bertambah dan sangat boros.
96 Lampiran 4 Kriteria Persepsi Responden terhadap Efektivitas Sistem Shift. No 1
Indikator Tingkat Pengawasan
Kriteria Sangat Tinggi : Sangat Ketat, selalu ada pengawasan setiap saat. Tinggi : Ketat, pengawasan dalam sehari dilakukan setiap pagi, siang dan malam tetapi tidak 24 jam. Cukup : Cukup ketat, pengawasan dilakukan tiga hari dalam seminggu. Rendah : Kurang ketat, pengawasan dilakukan hanya satu kali dalam seminggu. Sangat Rendah : Tidak ketat, tidak ada pengawasan sama sekali.
2
Sanksi
Sangat Tinggi : Sangat berat, pencabutan izin operasi trayek. Tinggi : Berat, pembekuan angkot dan izin operasi supir dalam beberapa hari. Cukup : Cukup berat, sanksi berupa teguran lisan dan peringatan. Rendah : Kurang berat, mendapat teguran ketika sudah 3 kali melanggar. Sangat Rendah : Tidak ada sanksi sama sekali (skor 1).
3
Tingkat Kepatuhan
Sangat Tinggi : Sangat patuh, tidak ada yang melanggar. Tinggi : Patuh tetapi terkadang masih ada yang melanggar pada waktu tertentu. Cukup : Cukup patuh, dalam sebulan ada yang melanggar. Rendah : Kurang patuh, dalam seminggu ada yang melanggar. Sangat Rendah : Tidak patuh, program shift tidak berjalan.
97 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Adinna Astrianti, dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 Juli 1991 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Dindin Kurdiana dan Atik Agustina. Penulis mengawali pendidikan di TK Permata Bunda Bogor pada tahun 1994-1997 dan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi di SD Negeri Polisi 1 Bogor tahun 1997-2003. Kemudian menempuh pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 11 Bogor tahun 2003-2006 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 6 Bogor tahun 2006-2009. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SMPTN tahun 2009 dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selain menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif pada kegiatan organisasi dan kemahasiswaan. Penulis pernah aktif sebagai staf divisi Study Researches and Development, Himpro REESA FEM IPB (2012-2013). Penulis juga aktif di berbagai kepanitian dan menjadi volunteer di berbagai acara. Selain itu penulis aktif pada kegiatan dan organisasi luar kampus, sebagai anggota Persatuan Mahasiswa Kota Bogor (PMKB) 2012-sekarang. Penulis juga menerima beasiswa yaitu beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) 20092010 dan Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) 2010-2013.