ANALISIS DAMPAK AKTIVITAS ‘NGETEM’ ANGKUTAN KOTA TERHADAP KINERJA LALU LINTAS DI SIMPANG LALADON, BOGOR
ALFANDIAS SEYSNA PUTRA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak Aktivitas ‘Ngetem’ Angkutan Kota terhadap Kinerja Lalu Lintas di Simpang Laladon, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017 Alfandias Seysna Putra NIM F44120054
ABSTRAK ALFANDIAS SEYSNA PUTRA. Analisis Dampak Aktivitas ‘Ngetem’ Angkutan Kota terhadap Kinerja Lalu Lintas di Simpang Laladon, Bogor. Dibimbing oleh MUHAMMAD FAUZAN dan TRI SUDIBYO. Angkutan kota masih menjadi transportasi utama masyarakat Kota Bogor. Jumlah total angkutan kota di Kota Bogor mencapai 3412 kendaraan yang melayani 23 trayek. Simpang Laladon merupakan salah satu simpang tersibuk karena lokasinya yang strategis. Permasalahan utama yang sering terjadi di simpang ini adalah aktivitas ngetem angkot yang memengaruhi kelancaran lalu lintas. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kinerja simpang pada kondisi sebenarnya dan alternatif strategi untuk meningkatkan performa simpang Laladon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume lalu lintas yang melintasi simpang Laladon sebanyak 3544 satuan mobil penumpang (smp)/jam dan tundaan simpang sebesar 35.95 detik/smp sehingga nilai tingkat pelayanan simpang adalah D. Dengan demikian simpang Laladon membutuhkan rekayasa lalu lintas untuk meningkatkan performa dan tingkat pelayanan simpang. Pada penelitian ini diujikan tiga alternatif kondisi untuk meningkatkan tingkat pelayanan simpang. Alternatif III merupakan alternatif yang paling baik untuk meningkatkan tingkat pelayanan simpang karena kapasitas simpang menjadi 4770 smp/jam dan tundaan simpang berkurang menjadi 14.01 detik/smp, sehingga nilai pelayanan simpang meningkat menjadi B. Kata kunci: angkutan kota, dampak ngetem, kinerja lalu lintas, simpang laladon, manajemen lalu lintas
ABSTRACT ALFANDIAS SEYSNA PUTRA. Impact Analysis of Waiting Activities by City Transport Against Traffic Performance In Laladon Intersection, Bogor. Supervised by MUHAMMAD FAUZAN and TRI SUDIBYO. City transport are the main transport for Bogor citizen. Bogor had 3412 city transport for 23 routes. Laladon intersection is one of the busiest intersections because its strategic location. The main problem that often occurs in Laladon intersection was the waiting activity of city transport that affected vehicles flow. The purpose of this study were to analyze the performance of the actual conditions and alternatives to improve Laladon intersection performance. The results showed that the volume of traffic flowing through the Laladon intersection were 3544 passenger car unit (pcu)/hour and delay of the intersection was 35.95 sec/pcu so that intersection service level was D. Thus Laladon intersection required a strategy to improve intersection performance and service levels. This study used three alternatives condition to improve intersection service levels. Alternative III was the best alternative due to the capacity of the intersection became 4770 pcu/h and delays became 14.01 sec/pcu, so that the intersection service level became B Keywords: city transport, laladon intersection, traffic management, traffic performance, waiting activity impact,
ANALISIS DAMPAK AKTIVITAS ‘NGETEM’ ANGKUTAN KOTA TERHADAP KINERJA LALU LINTAS DI SIMPANG LALADON, BOGOR
ALFANDIAS SEYSNA PUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Judul Skripsi : Analisis Dampak Aktivitas ‘Ngetem’ Angkutan Kota Terhadap Kinerja Lalu Lintas di Simpang Laladon, Bogor Nama : Alfandias Seysna Putra NIM : F44120054
Disetujui oleh
Muhammad Fauzan ST MT Pembimbing I
Tri Sudibyo ST MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Nora Herdiana Pandjaitan DEA Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Disadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, diucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Muhammad Fauzan ST, MT selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Tri Sudibyo ST, MSc selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan waktu, tenaga, pikiran serta fasilitas dalam melakukan setiap tahap penelitian sehingga skripsi ini dapat selesai. 3. Dr. Ir. Nora H Pandjaitan, DEA selaku Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan beserta seluruh jajaran dosen Teknik Sipil dan Lingkungan atas segala pembelajaran yang telah diberikan baik di dalam ataupun di luar kelas. 4. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan moral dan material 5. Teman-teman satu bimbingan, Hamzah Arief, Yessie Julinanda, dan Deni Miranda yang telah memberikan semangat dan motivasi baik secara tersurat ataupun tersirat dalam penyelesaian skripsi 6. Teman-teman di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 49 khususnya Muhamad Ridwan, Muhammad Nofal, Muhammad Syahdan, dan Andita Dwi S atas bantuannya selama pengumpulan data penelitian. Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu khususnya bidang Teknik Sipil dan Lingkungan
Bogor, Januari 2017 Alfandias Seysna Putra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Simpang Tak Bersinyal
2
Karakteristik Lalu Lintas
4
Permodelan Transportasi
6
METODE PENELITIAN
6
Waktu dan Lokasi
6
Alat dan Bahan
7
Prosedur Penelitian
7
Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Profil Simpang
12
Volume Arus Lalu Lintas
13
Kapasitas Simpang
14
Perilaku Lalu Lintas
15
Model Alternatif Kondisi
15
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah lajur dan lebar rata-rata pendekat minor dan utama Tipe simpang berdasarkan jumlah lengan dan lajur Nilai kapasitas dasar simpang Faktor penyesuaian median jalan utama (FM) Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) Inventarisasi jalan di simpang Laladon Hasil perhitungan kapasitas simpang kondisi alternatif Hasil perhitungan perilaku lalu lintas simpang kondisi alternatif
10 10 10 11 11 13 17 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis lengan untuk simpang tak bersinyal Jenis konflik pada simpang Lokasi penelitian Situasi simpang Laladon Skema alur penelitian Grafik penentuan QP% terhadap derajat kejenuhan (DS) Grafik volume lalu lintas pada hari kerja Grafik volume lalu lintas pada hari libur Grafik acuan pemilihan persimpangan berdasarkan arus lalu lintas Sketsa alternatif I Sketsa alternatif II Sketsa alternatif III
3 3 7 7 8 12 13 14 16 18 18 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Volume lalu lintas pada 28 April 2016 (hari kerja) Volume lalu lintas pada 30 April 2016 (hari libur) Perhitungan volume arus lalu lintas simpang pada jam puncak Perhitungan volume arus lalu lintas simpang alternatif I Perhitungan volume arus lalu lintas simpang alternatif II Perhitungan volume arus lalu lintas simpang alternatif III Sketsa sistem satu arah lingkar Bubulak Gambar detail kondisi eksisting simpang Laladon Gambar detail alternatif II dan III simpang Laladon
23 24 25 26 27 28 29 30 30
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Moda angkutan kota masih menjadi kebutuhan utama mobilitas masyarakat Indonesia terutama di kawasan perbatasan kota. Penggunaan moda transportasi publik dipengaruhi oleh mobilitas penduduk, biaya transportasi, dan potensi demand (jumlah penduduk) yang menuju ke satu titik tujuan yang sama (Hermawan et al 2009). Masyarakat perbatasan di dominasi oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah sehingga transportasi yang digunakan berupa angkutan kota atau biasa disebut dengan angkot. Angkot merupakan moda angkutan kecil dengan kapasitas penumpang 6-12 penumpang dengan trayek khusus yang diatur oleh Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) setempat. Walaupun angkot memiliki rute yang teratur namun moda transportasi ini tidak memiliki jadwal yang jelas, tempat pemberhentian khusus, serta memiliki frekuensi yang tinggi sehingga angkot menjadi salah satu permasalahan transportasi di kotakota besar termasuk Kota Bogor. Berdasarkan data dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor (2012), jumlah total angkot di Kota Bogor mencapai 3412 angkot yang melayani 23 trayek. Meningkatnya jarak pemukiman dari pusat kota mengakibatkan terjadinya penumpukan lalu lintas di daerah pinggiran. Peningkatan pergerakan masyarakat tidak diimbangi dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi sehingga menimbulkan permasalahan transportasi, yaitu tundaan, kemacetan, bahkan kecelakaan (Yoga et al 2010). Pergerakan penduduk yang menuju pusat kota pada jam-jam puncak menjadi salah satu masalah transportasi perkotaan disertai dengan pelayanan angkutan umum yang tidak merata sampai ke titik permukiman yang ada di daerah pinggiran (suburban) (Hermawan et al 2009) Simpang Laladon merupakan salah satu simpang tak bersinyal yang berada di kawasan perbatasan antara Kota dan Kabupaten Bogor dengan mobilitas angkot yang cukup padat. Simpang Laladon merupakan simpang strategis yang di lewati oleh angkot 02, 03, 15, 14, 32, Laladon-Kampus Dalam, Laladon-Ciampea, Laladon-Jasinga, Laladon-Leuwiliang, Laladon-Cipanas, Laladon-Cihideung, Laladon-Cibereum, Laladon-Tumaritis, dan Laladon-Cileungsi. Over Supply angkot yang melalui simpang Laladon menjadi salah satu penyebab sopir angkot ngetem sehingga menimbulkan dampak terhadap kemacetan karena sebagian besar kendaraan yang berhenti dan berjalan relatif lambat diperkirakan melaju di lajur paling kiri sehingga mengurangi lebar jalan efektif yang dapat dilalui kendaraan (Putranto dan Setyarini 2010). Ngetem merupakan aktivitas menunggu penumpang di setiap tempat di jalan yang bergantung pada waktu tunggu penumpang aktual. Waktu tunggu penumpang aktual adalah waktu tunggu selama angkot berhenti untuk mengisi kendaraan hingga penuh (Dzikri et al 2015) Dampak yang dihasilkan dari keadaan ini adalah menurunnya fungsi mobilitas jalan akibat dari angkot yang memadati salah satu ruas lajur jalan. Menurut Mashuri (2006), fungsi mobilitas jalan adalah bagaimana fungsi jalan tersebut dengan lancar melewatkan arus lalu lintas. Kelancaran arus lalu lintas menjadi indikator awal dari fungsi mobilitas. Kapasitas jalan berkurang karena seharusnya jalan tersebut memiliki dua ruas lajur menjadi satu ruas lajur pada saat sopir angkot memberhentikan kendaraannya untuk ngetem.
2 Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perilaku lalu lintas simpang aktual di simpang Laladon 2. Bagaimana tingkat pelayanan simpang aktual di simpang Laladon 3. Bagaimana kondisi yang ideal untuk meningkatkan tingkat pelayanan simpang di simpang Laladon Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perilaku lalu lintas simpang aktual di simpang Laladon 2. Mengetahui tingkat pelayanan simpang di simpang Laladon 3. Melakukan permodelan kondisi alternatif simpang untuk mendapatkan performa simpang terbaik di simpang Laladon Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah Kota Bogor mengenai dampak ngetem angkutan kota di Simpang Laladon. Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian lain. Ruang Lingkup Penelitian 1. 2. 3. 4.
Penelitian dilakukan dengan ruang lingkup sebagai berikut: Jenis simpang yang ditinjau adalah simpang tak bersinyal 3-lengan Variabel masukan berupa volume arus lalu lintas, kecepatan, dan geometri simpang Variabel yang dihitung dalam analisis kinerja lalu lintas adalah kapasitas jalan, tundaan, panjang antrian, dan tingkat pelayanan simpang Analisis perilaku dan kinerja lalu lintas dilakukan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2015) dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 Tahun 2015
TINJAUAN PUSTAKA Simpang Tak Bersinyal Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa pendekat, di mana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan simpang. Simpang tak bersinyal adalah jenis simpang jalan yang paling banyak dijumpai di perkotaan. Jenis ini cocok diterapkan apabila arus lalu lintas di jalan minor dan pergerakan membelok sedikit. Namun apabila arus lalu lintas di jalan utama sangat tinggi sehingga risiko kecelakaan bagi pengendara di jalan minor meningkat, maka dipertimbangkan adanya sinyal lalu lintas. Simpang tak bersinyal secara formal dikendalikan oleh aturan dasar lalu lintas Indonesia yaitu memberikan jalan kepada kendaraan dari kiri. Simpang tak bersinyal di kelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan jumlah lengan, yaitu
3 simpang tak bersinyal lengan-3, simpang tak bersinyal lengan-4, dan simpang tak bersinyal banyak lengan seperti ditunjukkan pada Gambar 1 (BINKOT 1997). Tujuan utama dari perencanaan simpang adalah untuk mengurangi konflik baik itu kendaraan bermotor maupun tidak bermotor dan memberikan fasilitas kemudahan, kenyamanan, dan keamanan terhadap pemakai jalan yang melalui simpang. Amundsen dan Hyden (1977) dalam Shahdah et al. (2015) mendefinisikan konflik sebagai situasi di mana pengguna jalan yang saling mendekati obyek lain pada ruang dan waktu yang sedimikan rupa sehingga menyebabkan risiko tabrakan jika pergerakan tidak dibuat. Di dalam tata cara perencanaan persimpangan sebidang jalan perkotaan (BINKOT 1992) jenis konflik pada simpang di bagi menjadi empat jenis (Gambar 2). Perhitungan analisis kinerja pada simpang tak bersinyal berdasarkan MKJI 1997 dibutuhkan beberapa variabel seperti data masukan, perhitungan kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan, dan peluang antrian. Formulir-formulir yang akan digunakan untuk mengetahui kinerja pada simpang tak bersinyal adalah formulir USIG-I geometrik & arus lalu lintas dan formulir USIG-II analisis mengenai lebar pendekat dan tipe simpang, kapasitas, dan perilaku lalu lintas. Data Masukan Jenis data yang dimasukkan adalah hasil survei di lapangan berupa, a. Kondisi Geometrik Sketsa pola geometrik jalan yang dimasukkan ke dalam formulir USIG-I. Harus ada pembeda antara jalan mayor dan jalan minor dengan cara pemberian nama. Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang, misalnya jalan dengan klasifikasi fungsional tertinggi (BINKOT 1997). Dalam menggambarkan sketsa pola geometrik yang baik, suatu simpang sebaiknya diuraikan secara jelas dan rinci mengenai informasi tentang lebar jalan, lebar bahu, dan median. Informasi dalam sketsa digunakan pada formulir USIG-II sebagai data masukan untuk analisa kapasitas.
Gambar 1 Jenis lengan untuk simpang tak bersinyal
Gambar 2 Jenis konflik pada simpang
4 b. Kondisi Lalu Lintas Perhitungan kondisi lalu lintas dilakukan atas dasar periode satu jam puncak dan dinyatakan ke dalam smp/jam dengan mengalikan arus dalam kend/jam dengan nilai ekuivalensi mobil penumpang (Rahman 2010). Nilai ekuivalensi mobil penumpang untuk kendaraan berat (HV) adalah 1.8, kendaraan ringan (LV) adalah 1.0. dan Sepeda Motor (MC) adalah 0.3 (PUSJATAN 2015). Data masukan kondisi lalu lintas terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan situasi lalu lintas, sketsa arus lalu lintas, dan variabel masukan lalu lintas. Data tersebut dimasukkan ke dalam formulir USIG-I antara lain, (1) Periode dan soal (alternatif), dimasukkan pada sudut kanan atas formulir USIG-I, (2) Sketsa arus lalu lintas menggambarkan berbagai gerakan dan arus lalu lintas. Arus sebaiknya diberikan dalam kendaraan/jam, dan (3) Komposisi lalu lintas di catat pada formulir USIG-I kolom 12. c. Kondisi Lingkungan Terdapat tiga param dalam menggambarkan kondisi lingkungan yaitu ukuran kota, tipe lingkungan, dan kelas hambatan samping. Data masukan ukuran kota diambil dari jumlah penduduk di dalam kota tersebut dalam juta dan kemudian di kelompokkan berdasarkan kelas ukuran kota. Jumlah penduduk sebanyak kurang dari 100000 jiwa dikategorikan sebagai kota sangat kecil, jumlah penduduk di antara 100000 – 500000 jiwa dikategorikan sebagai kota kecil, jumlah penduduk di antara 500000 – 1000000 jiwa dikategorikan sebagai kota sedang, jumlah penduduk di antara 1000000 – 3000000 jiwa dikategorikan sebagai kota besar, dan jumlah penduduk lebih banyak dari 3000000 dikategorikan kota sangat besar. Lingkungan jalan diklasifikasikan dalam kelas menurut tata guna lahan dan aksesibilitas jalan tersebut dari aktivitas sekitarnya. Hal ini ditetapkan secara kualitatif dari pertimbangan teknik lalu lintas. Tipe lingkungan jalan dibagi menjadi tipe lingkungan komersial, tipe lingkungan pemukiman, dan akses terbatas. Sedangkan hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas samping segmen jalan, seperti pejalan kaki, dan kendaraan keluar masuk (Maharoesman 2009). Hambatan samping merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan di suatu ruas tersebut. Hambatan samping kemungkinan besar terjadi sebagai dampak dari aktivitas yang terdapat di sepanjang suatu ruas. Dalam MKJI 1997, hambatan samping yang diteliti terdiri dari pejalan kaki, kendaraan yang keluar-masuk suatu area, dan pemberhentian angkutan kota pada lajur jalan. Kelas hambatan samping diklasifikasikan menjadi sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Karakteristik Lalu Lintas Dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia dinyatakan ukuran kinerja lalu lintas diantaranya adalah perilaku lalu lintas (TP). Perilaku lalu lintas adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional dari fasilitas lalu lintas seperti yang dinilai oleh pembina jalan (pada umumnya di nyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan rata-rata, waktu tempuh, tundaan, peluang antrian, panjang antrian, dan rasio kendaraan terhenti). Ukuran kinerja simpang tak bersinyal dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometrik, lingkungan, dan lalu lintas. Kinerja tersebut
5 antara lain (1) kapasitas (C); (2) derajat kejenuhan (DS); (3) tundaan simpang (D); dan peluang antrian (QP%). Kapasitas (C) Kapasitas jalan adalah jumlah lalu lintas kendaraan maksimum yang dapat ditampung pada ruas jalan selama kondisi tertentu (desain geometri, lingkungan, dan komposisi lalu lintas) yang dapat ditentukan dalam satuan masa penumpang (smp/jam) (BINKOT 1997). Variabel yang mempengaruhi nilai kapasitas antara lain (1) Kapasitas Dasar (Co) yang ditentukan oleh tipe simpang. Untuk tipe simpang 322 nilai kapasitas dasarnya sebesar 2700 smp/jam, tipe simpang 342 sebesar 2900 smp/jam, tipe simpang 324 sebesar 3200 smp/jam, tipe simpang 422 sebesar 2900 smp/jam, dan tipe simpang 434 sebesar 3400 smp/jam. (2) Faktor penyesuaian lebar pendekat (FW) yang diperolah dari gambar dan dimasukkan dalam formulir USIG-II. Variabel masukan adalah lebar rata-rata pendekat simpang (W1) dan tipe simpang (IT). (3) Faktor penyesuaian median jalan utama (FM) yang bernilai 1 apabila simpang yang ditinjau tidak memiliki median jalan utama, bernilai 1.05 apabila memiliki lebar median kurang dari 3 m, serta bernilai 1.2 apabila memiliki lebar median lebih dari 3 m. (4) Faktor ukuran kota (FCS) dilihat dari jumlah kota lokasi simpang dengan kelas ukuran kota yang sudah di jelaskan sebelumnya. (5) Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan dan hambatan samping (FRSU) dibagi menjadi empat jenis, yaitu pejalan kaki dengan bobot 0.5; kendaraan parkir/berhenti dengan bobot 1.0; kendaraan keluar/masuk dengan bobot 0.7, dan kendaraan bergerak lambat dengan bobot 0.4. (6) Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) merupakan faktor kapasitas dasar terhadap belok kiri (PLT). (7) Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) merupakan faktor kapasitas dasar terhadap belok kanan (PRT). (8) Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor (FMI) merupakan faktor kapasitas dasar terhadap arus jalan minor (PMI) yang dipengaruhi oleh tipe simpang. Derajat Kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan (DS) merupakan rasio arus lalu lintas total (Qtot) terhadap kapasitas (C) yang dihitung dalam kurung waktu satu jam. Arus lalu lintas total sudah di konversi menjadi satuan mobil penumpang (smp) dan nilai kapasitas (C) merupakan nilai kapasitas simpang yang telah di lakukan perhitungan sebelumnya. Tundaan (D) Tundaan (D) adalah total waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu simpang (Juniardi dkk 2010). Dalam MKJI 1997, tundaan dibagi menjadi lima jenis antara lain, (1) Tundaan lalu lintas simpang (DTI) merupakan tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk simpang. (2) Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) merupakan tundaan lalu lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang masuk simpang dari jalan utama. (3) Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) merupakan tundaan lalu lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang masuk simpang dari jalan minor. Variabel masukannya adalah arus jalan total, tundaan lalu lintas simpang, arus jalan utama, tundaan lalu lintas jalan utama, dan arus jalan minor. (4) Tundaan geometrik simpang (DG) merupakan tundaan geometrik rata-rata seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang. (5) Tundaan simpang (D) merupakan penjumlahan antara tundaan lalu lintas simpang dengan tundaan geometrik simpang.
6 Peluang Antrian (QP%) Peluang antrian (QP%) dinyatakan pada range nilai yang didapat dari kurva hubungan antara peluang antrian dengan derajat kejenuhan (DS), yang merupakan peluang antrian dengan lebih dari dua kendaraan di daerah pendekat yang mana saja, pada simpang tak bersinyal. Rentang nilai peluang antrian ditentukan dari hubungan empiris antara peluang antrian dan derajat kejenuhan sebagai variabel. Permodelan Transportasi Dalam proses perencanaan transportasi, salah satu langkah yang harus dilaksanakan adalah menganalisis setiap data dan informasi yang relevan sebagai landasan untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang (Miro 2002). Data yang dianalisis bisa berupa data sekunder, yaitu data yang sudah tersusun yang didapat dari instansi atau badan-badan terkait, namun bisa pula berupa data primer yaitu data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan. Data primer tersebut harus disederhanakan dan digambarkan dengan model simulasi menggunakan perangkat pendukung lainnya. Model adalah suatu deskripsi atau analogi yang digunakan untuk membantu menggambarkan sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung (Webster’s Collegiate Dictionary dalam Daellenbach dan McNickle 2005). Pada umumnya model didefinisikan sebagai suatu representasi sistem yang sedang berlangsung di dunia nyata dan menjadi titik permasalahan yang sedang diteliti (Saputri dkk. 2014). Dengan demikian permodelan adalah proses membangun atau membentuk sebuah model dari sistem nyata. Menurut Law (2007), model simulasi merupakan salah satu bentuk model matematis yang bersifat deskriptif. Simulasi didefinisikan sebagai sekumpulan metode dan aplikasi untuk menirukan atau merepresentasikan perilaku dari suatu sistem nyata, yang biasanya dilakukan pada komputer dengan menggunakan perangkat lunak tertentu. Pendekatan utama yang umum digunakan pada permodelan simulasi adalah system dynamics, discrete event, dan agent based. system dynamics adalah suatu metode yang digunakan sistem yang dinamis, sistem tersebut terdapat hubungan sebab akibat antar variabel yang terjadi dalam sistem umpan balik. Discrete event adalah pendekatan simulasi untuk sistem yang memiliki tahapan proses dalam waktu tertentu. Agent based adalah suatu metode permodelan yang menggambarkan sistem dengan melihat interaksi antar komponen terkecil suatu sistem tersebut yang dapat mempengaruhi sistem secara keseluruhan.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian “Analisis Dampak Aktivitas ‘Ngetem’ Angkutan Kota Terhadap Kinerja Lalu Lintas di Simpang Laladon, Bogor” dilaksanakan dari bulan Maret sampai September 2016. Penelitian meliputi pengumpulan data primer dengan survei di Simpang Laladon (Gambar 3) yang dilakukan pada hari Kamis, 28 April 2016 untuk sampel hari kerja dan Sabtu, 30 April 2016 untuk sampel hari libur serta analisis data di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.
7 Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari survei langsung di Simpang Laladon menggunakan handycam, alat ukur meteran, dan alat penghitung data jumlah kendaraan yang melintas di simpang, geometri simpang, serta alat pengukur kecepatan kendaraan. Data sekunder adalah data lingkungan dan peta Simpang Laladon yang didapat dari perangkat lunak Google Earth. Peraturan-peraturan yang terkait dengan penelitian yaitu: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 tahun 2015 (Menhub 2015). Alat yang digunakan untuk membantu pengolahan data adalah laptop yang dilengkapi AutoCAD, Ms Word dan Ms Excel serta kalkulator. Prosedur Penelitian Pada studi ini akan di lakukan permodelan transportasi pengaruh ngetem angkot pada simpang Laladon yaitu dengan melakukan survei lalu lintas simpang Laladon untuk mendapatkan data volume, kecepatan, kapasitas dan geometri jalan
Gambar 3 Lokasi penelitian
Gambar 4 Situasi simpang Laladon
8 yang nantinya dilakukan analisis tingkat pelayanan simpang dan permodelan lalu lintas simpang. Permodelan dilakukan untuk mendapatkan gambaran dampak dari ngetem angkot secara visual berupa panjang antrian, tundaan, penurunan kapasitas jalan, dan level of service (LoS) di Simpang Laladon. Selain itu akan dimodelkan juga kondisi ketika adanya pengurangan aktivitas angkot dan jumlah konflik yang terjadi di simpang Laladon untuk mendapatkan kondisi simpang yang ideal secara kuantitatif dari nilai derajat kejenuhan, tundaan simpang, dan tingkat pelayanan simpang. Langkah-langkah penelitian disajikan pada Gambar 5. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan dan perhitungan data volume lalu lintas dilakukan setiap sepuluh menit secara bertahap dari seluruh kendaraan yang keluar-masuk simpang
Gambar 5 Skema alur penelitian
9 dalam rentang waktu pagi (06.00-08.00), siang (11.00-13.00), dan sore (16.0018.00). Perhitungan manual pertama adalah menghitung data masukan dari data primer dan sekunder untuk menentukan tipe simpang dan data lalu lintas pada jam puncak. Selanjutnya dilakukan perhitungan kapasitas simpang dan perilaku lalu lintas untuk diketahui nilai derajat kejenuhan, tundaan, dan potensi antrean simpang untuk menentukan tingkat pelayanan simpang (level of service) Analisis Data Kapasitas total suatu persimpangan dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian antara kapasitas dasar (Co) dan faktor-faktor penyesuaian (F). Kapasitas simpang menurut MKJI 1997 dihitung dengan persamaan (1) (BINKOT 1997), 𝐶 = 𝐶𝑜 ×𝐹𝑤 ×𝐹𝑀 ×𝐹𝐶𝑆 ×𝐹𝑅𝑆𝑈 ×𝐹𝑅𝑇 ×𝐹𝐿𝑇 ×𝐹𝑀𝐼 (smp/jam)
(1)
Keterangan : Co : Kapasitas dasar Fw : Faktor penyesuaian lebar pendekat FM : Faktor penyesuaian median jalan utama FCS : Faktor penyesuaian ukuran kota FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan dan hambatan samping FRT : Faktor penyesuaian belok-kiri FLT : Faktor penyesuaian belok-kanan FMI : Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor Nilai kapasitas dasar dipengaruhi oleh lebar pendekat dan tipe simpang. Nilai lebar pendekat digunakan untuk mengetahui jumlah lajur mayor dan minor. Pada simpang 3-lengan, nilai lebar rata-rata pendekat dihitung dengan persamaan (2) untuk lajur jalan minor dan persamaan (3) untuk lajur jalan utama. Selanjutnya tipe simpang dapat ditentukan dari lebar lajur yang dikonversi menjadi jumlah lajur menggunakan Tabel 1 dan Tabel 2 (BINKOT 1997). Nilai kapasitas dasar simpang diketahui berdasarkan tipe simpang menggunakan Tabel 3 (BINKOT 1997). Faktor penyesuaian lebar pendekat (FW) diperoleh dari persamaan (3) dengan variabel masukan lebar rata-rata semua pendekat (W1) dari persamaan (2) dan tipe simpang. (a + b + c)⁄ WI = (2) 3 Tipe simpang : FW = 0.62 + 0.0646WI (3) Faktor penyesuaian median jalan utama (FM) diperlukan sebagai faktor lebar jalan tambahan pada jalan utama dan penyesuaian ini hanya digunakan untuk jalan utama yang memiliki 4 lajur. Variabel masukan untuk tipe median jalan utama adalah yang tertera pada Tabel 4 (BINKOT 1997). Ukuran kota yang dilihat dari jumlah penduduk kota juga menjadi faktor yang mempengaruhi kapasitas suatu simpang. Variabel masukan untuk faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) sesuai dengan nilai yang tertera pada Tabel 5 (BINKOT 1997). Setiap simpang pasti memiliki tipe kegiatan yang berbeda-beda dan di kategorikan sebagai tipe lingkungan jalan dan hambatan samping. Pada simpang Laladon dikategorikan dengan tipe lingkungan komersial dengan hambatan samping tinggi. Faktor
10 Tabel 1 Jumlah lajur dan lebar rata-rata pendekat minor dan utama Lebar rata-rata pendekat minor dan Jumlah lajur (total utama WAC dan WBC (m) untuk kedua arah) < 5.5 2 WBD = (b+d)/2 ≥ 5.5 4 < 5.5 2 WAC = (a+c)/2 ≥ 5.5 4 Tabel 2 Tipe simpang berdasarkan jumlah lengan dan lajur Tipe Jumlah lajur Jumlah lajur Jumlah lengan Simpang jalan minor jalan utama 322 3 2 2 324 3 2 4 342 3 4 2 422 4 2 2 424 4 2 4 Tabel 3 Nilai kapasitas dasar simpang Tipe Simpang Kapasitas Dasar (smp/jam) 322 2700 342 2900 324 3200 422 2900 424 3200 penyesuaian ditentukan oleh rasio kendaraan tak bermotor termasuk jumlah angkutan kota yang ngetem di simpang tersebut. Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) dihitung menggunakan persamaan (4) dengan variabel masukan berupa rasio belok kiri total (PLT). Faktor penyesuaian belok kanan (PRT) dihitung menggunakan persamaan (5) dengan variabel masukan berupa rasio belok kanan total (PRT) (BINKOT 1997). FLT = 0.84 + 1.61𝑃𝐿𝑇
(4)
FRT = 1.00 - 0.922𝑃𝑅𝑇
(5)
Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor (FMI) dipengaruhi oleh tipe simpang dan rasio arus jalan minor (PMI). Jika PMI berada antara 0.1 – 0.3 maka persamaan yang digunakan adalah persamaan (6) sedangkan bila PMI berada antara 0.3 – 0.5 maka persamaan yang digunakan adalah persamaan (7). Jika PMI berada antara 0.5 – 0.9 maka persamaan yang digunakan adalah persamaan (8) (BINKOT 1997). 𝐹𝑀𝐼 = 16.6𝑃𝑀𝐼 4 − 33.3𝑃𝑀𝐼 3 + 25.3𝑃𝑀𝐼 2 − 8.6𝑃𝑀𝐼 1 + 1.95 2
1
𝐹𝑀𝐼 = 1.11𝑃𝑀𝐼 − 1.11𝑃𝑀𝐼 + 1.1 2
1
𝐹𝑀𝐼 = −0.555𝑃𝑀𝐼 + 0.555𝑃𝑀𝐼 + 0.69
(6) (7) (8)
Kapasitas (C) yang sudah diketahui nilainya kemudian digunakan sebagai variabel masukan dalam perhitungan perilaku lalu lintas, khususnya untuk mencari
11 Tabel 4 Faktor penyesuaian median jalan utama (FM) Uraian Tipe M Faktor penyesuaian median (FM) Tidak ada median jalan utama Tidak ada 1.00 Ada median jalan utama, lebar < 3m Sempit 1.05 Ada masukan jalan utama, lebar > 3m Lebar 1.20 Tabel 5 Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) Penduduk Faktor penyesuaian Ukuran Kota (juta) ukuran kota Sangat kecil < 0.1 0.82 Kecil 0.1 – 0.5 0.88 Sedang 0.5 – 1.0 0.94 Besar 1.0 – 3,0 1.00 Sangat Besar > 3,0 1.05 derajat kejenuhan simpang (DS). Nilai DS diperoleh dengan membandingkan arus lalu lintas total (Qtot) dengan kapasitas menggunakan persamaan (9) (BINKOT 1997). 𝐷𝑆 = 𝑄𝑡𝑜𝑡 /𝐶
(9)
Tundaan lalu lintas simpang (DT1) adalah tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua kendaraan yang masuk simpang. Variabel masukannya adalah derajat kejenuhan (DS). Apabila DS<0.6, maka digunakan persamaan (10) dan bila DS>0.6 digunakan persamaan (11) (BINKOT 1997). 𝐷𝑇 = 2 + 8.2078𝐷𝑆 − (1 − 𝐷𝑆)×2 1.0504
𝐷𝑇 = 0.27−0.2042𝐷𝑆 − (1 − 𝐷𝑆)×2
(10) (11)
Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) adalah tundaan lalu lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama. Bila derajat kejenuhan (DS) < 0.6 maka digunakan persamaan (12) dan digunakan persamaan (13) apabila DS>0.6 (BINKOT 1997). 𝐷𝑇 = 1.8 + 5.8234𝐷𝑆 − (1 − 𝐷𝑆)×1.8 1.05034
𝐷𝑇 = 0.346−0.246𝐷𝑆 − (1 − 𝐷𝑆)×1.8
(12) (13)
Tundaan lalu lintas minor (DTMI) adalah tundaan lalu lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan minor. DTMI ditentukan berdasarkan persamaan (14) yaitu selisih antara tundaan simpang rata-rata dan volume lalu lintas total (Qtot) dengan tundaan jalan utama rata-rata dan volume lalu lintas jalan utama (QMA) dibagi dengan volume lalu lintas jalan minor (QMI) (BINKOT 1997). 𝐷𝑇𝑀𝐼 = (𝑄𝑡𝑜𝑡 ×𝐷𝑇 − 𝑄𝑀𝐴 ×𝐷𝑇𝑀𝐴 )/𝑄𝑀𝐼
(14)
Tundaan geometrik simpang (DG) adalah tundaan yang terjadi akibat desain geometrik dilihat dari seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang. Variabel masukan adalah derjaat kejenuhan dan rasio belok total (pT). Jika derajat kejenuhan
12
Gambar 6 Grafik penentuan QP% terhadap derajat kejenuhan (DS) (DS) < 1.0 maka digunakan persamaan (15), sedangkan bila DS < 1.0 maka DG bernilai 4.0 (BINKOT 1997). 𝐷𝐺 = (1 − 𝐷𝑆)×(𝑝𝑇 ×6 + (1 − 𝑝𝑇 )×3) + 𝐷𝑆×4
(15)
Tundaan simpang (D) adalah total tundaan akibat volume lalu lintas dan geometrik jalan. Untuk menghitung nilai D digunakan persamaan (16). Peluang antrian (QP%) merupakan rentang peluang terjadinya antrian akibat tundaan yang terjadi di simpang. Nilai QP% diperoleh dari hubungan empiris antara peluang antrian dan derajat kejenuhan. Nilai QP% dapat dicari menggunakan grafik pada Gambar 6 (BINKOT 1997). 𝐷 = 𝐷𝐺 + 𝐷𝑇
(16)
Penilaian perilaku lalu lintas dilakukan mengacu kepada MKJI 1997 untuk derajat kejenuhan dan nilai tundaan simpang (BINKOT 1997). Untuk melihat tingkat pelayanan jalan (LoS) dari hasil tundaan simpang yang telah dihitung digunakan peraturan menteri perhubungan No. 96 tahun 2015 (Menhub 2015).
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Simpang Simpang Laladon merupakan simpang dengan jenis simpang tak bersinyal 3lengan yang dilewati oleh Jalan Raya Darmaga, Jalan KH Abdullah bin Nuh, dan Jalan Letjend Ibrahim Adji. Ketiga jalan tersebut memiliki karakter masing-masing. Tabel 6 menunjukkan data inventarisasi masing-masing jalan di simpang Laladon. Jalan Raya Darmaga memiliki tipe geometri jalan 2/2 UD (2 lajur 2 arah tanpa dipisahkan median) dengan lebar jalan untuk kedua arah hingga 10 tersedia bahu pada sisi kiri dan kanan dengan lebar ± 0.5 m. Terdapat beberapa aktivitas yang padat di pinggir jalan, seperti aktivitas jual beli dan keluar masuk kendaraan dari dan menuju perumahan IPB, sehingga hambatan samping diklasifikasikan tinggi. Untuk jalan KH Abdullah bin Nuh memiliki tipe geometri jalan 4/2 D (4 lajur 2
13 Tabel 6 Inventarisasi jalan di simpang Laladon Lebar Lebar Tipe Hambatan Nama Jalan jalan lajur Trotoar Median Jalan Samping (m) (m) Jl Letjend Ibrahim Adji 10.3 2/2 UD 5.15 0.5 Tinggi Jl Raya Darmaga 10.0 2/2 UD 5.00 0.5 Tinggi Jl KH Abdullah bin Nuh 14.6 4/2 D 3.28 0.5 1.5 Sedang arah dengan dipisahkan median) dengan lebar jalan untuk kedua arah hingga 14.6 m tersedia pula bahu jalan pada sisi kiri dan kanan dengan lebar ± 0.5 m. Hambatan samping yang terjadi akibat aktivitas si sekitar jalan diklasifikasikan sedang (medium). Jalan Letjend Ibrahim Adji memiliki tipe geometri jalan 2/2 UD (2 lajur 2 arah tanpa dipisahkan median) dengan lebar jalan untuk kedua arah hingga 10.3 m tersedia bahu jalan di sisi kiri dan kanan dengan lebar ± 0.5 m. Hambatan samping akibat aktivitas di sekitar jalan diklasifikasikan tinggi. Tipe simpang dapat diketahui dengan variabel lebar rata-rata pendekat utama dan minor menggunakan persamaan yang ada pada Tabel 1. Jalan minor yang ada di simpang Laladon adalah Jalan Raya Darmaga dan Jalan Letjend Ibrahim Adji dengan lebar jalur 5.00 m dan 5.15 m. Jalan utama hanya Jalan KH Abdullah bin Nuh karena simpang tersebut merupakan simpang dengan 3-lengan yang memiliki lebar jalur 6.55 m. Nilai lebar pendekat untuk jalan minor diperoleh sebesar 5.08 m dan jalan utama sebesar 6.55 m. Dari nilai lebar pendekat tersebut didapat jumlah lajur untuk jalur minor sebanyak 2 lajur dan jalur utama sebanyak 4 lajur. Tipe simpang untuk simpang Laladon adalah 324, yaitu simpang 3-lengan dengan 2 lajur jalan minor dan 4 lajur jalan utama. Volume Arus Lalu Lintas
Volume Lalu Lintas
Volume arus lalu lintas simpang Laladon yang diamati adalah pada hari kerja dan hari libur. Dari seluruh data volume lalu lintas yang diperoleh perlu dilakukan perhitungan pada jam berapa terjadinya jam puncak untuk masing-masing hari pengamatan. Gambar 7 menunjukkan hasil perhitungan volume lalu lintas pada hari 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Waktu
Gambar 7 Grafik volume lalu lintas pada hari kerja
Volume Lalu Lintas
14 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Waktu
Gambar 8 Grafik volume lalu lintas pada hari libur kerja yang telah dikonversi menjadi satuan smp/jam. Pada hari kerja, jam puncak terjadi pada satu jam pertama pagi hari yaitu antara pukul 07.00 – 08.00 dengan volume sebesar 3544 smp/jam. Untuk grafik fluktuasi volume lalu lintas pada hari libur ditunjukkan pada Gambar 8 dengan jam puncak terjadi pada satu jam pertama pagi hari yaitu antara pukul 06.30 – 07.30 dengan volume sebesar 3518 smp/jam. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jam puncak pada hari kerja terjadi pada pukul 07.00-08.00 dengan total volume sebesar 3544 smp/jam, sehingga dapat disimpulkan bahwa volume arus lalu lintas jam puncak pada hari kerja yang digunakan untuk menganalisis kondisi operasional simpang. Kapasitas Simpang Simpang laladon merupakan simpang yang memiliki posisi cukup strategis, yaitu berada di dua terminal yang berbeda, yaitu terminal laladon dan terminal bubulak. Kedua terminal ini dimiliki oleh dua pemerintah daerah yaitu pemerintah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Lokasi simpang yang dihimpit oleh dua terminal ini membuat adanya pertemuan antara angkot kabupaten dan angkot kota yang secara otomatis membuat simpang Laladon sebagai lokasi strategis untuk turun naik penumpang. Aktivitas ngetem angkutan kota mengakibatkan berkurangnya lebar jalan sebesar lebar angkot, yaitu 1.57 m. Pada perhitungan kapasitas hal ini berpengaruh pada nilai lebar pendekat (W1). Lebar pendekat untuk jalan minor menjadi 3.51 m dan jalan utama menjadi 5.74 m. Sehingga terjadi perubahan lebar pendekat rata-rata menjadi 4.00 m dari nilai seharusnya yaitu 5.57 m. Kapasitas dasar untuk simpang Laladon sebesar 3200 smp/jam dengan nilai faktor penyesuaian lebar pendekar (Fw) sebesar 0.88, faktor penyesuaian median (FM) sebesar 1.05, faktor ukuran kota (FCS) sebesar 1.00, faktor hambatan samping (FRSU) sebesar 0.79, faktor rasio belok kiri (FLT) sebesar 1.76, faktor rasio belok kanan (FRT) sebesar 0.89, dan faktor rasio jalan minor (FMI) sebesar 0.82. Berdasarkan hasil perhitungan dengan faktor-faktor penyesuaian kapasitas simpang, nilai kapasitas simpang untuk simpang Laladon sebesar 2998 smp/jam.
15 Perilaku Lalu Lintas Perilaku lalu lintas yang dilakukan perhitungan adalah derajat kejenuhan (DS), tundaan lalu lintas simpang (DT), tundaan lalu lintas jalan utama (DMA), tundaan lalu lintas jalan minor (DMI), tundaan geometrik (DG), tundaan simpang (D), dan panjang antrian kendaraan masuk simpang (QP%). Selain itu, dilihat juga tingkat pelayanan simpang (LoS) berdasarkan nilai tundaan simpang mengacu kepada Peraturan No. 96 tahun 2015 (Menhub 2015). Volume arus lalu lintas total (Qtot) simpang Laladon sebesar 3544 smp/jam, sehingga berdasarkan hasil perhitungan, nilai derajat kejenuhan simpang sebesar 1.18 dan tundaan simpang sebesar 35.95 detik/smp. Menurut PM Perhubungan No. 96 tahun 2015, tingkat pelayanan simpang di simpang Laladon adalah tingkat pelayanan D dengan rentang waktu tundaan antara 25-40 detik/smp. Hal ini menunjukkan bahwa kendaraan yang melewati simpang Laladon rata-rata mengalami tundaan di dalam simpang hampir 40 detik per kendaraan. Hal tersebut menyebabkan adanya pengurangan kecepatan yang berakibat adanya antrian kendaraan keluar-masuk simpang. Kinerja lalu lintas simpang memiliki standar untuk jenis simpang yang baik. Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, simpang yang baik adalah simpang dengan nilai derajat kejenuhan (DS) ≤ 0.85 (PUSJATAN 2015). Apabila dilihat dari tingkat pelayanan simpang berdasarkan Peraturan No. 96 tahun 2015, simpang yang baik adalah simpang dengan tingkat pelayanan B (Menhub 2015). Hasil perhitungan perilaku lalu lintas dan tingkat pelayanan simpang Laladon menunjukkan bahwa derajat kejenuhan di simpang Laladon adalah sebesar 1.18 dengan tingkat pelayanan D, hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan simpang masih berada di bawah standar simpang yang baik sehingga perlu dilakukan rekayasa baik lalu lintas ataupun geometrik. Model Alternatif Kondisi Tingkat pelayanan simpang Laladon dapat ditingkatkan dengan dilakukan rekayasa kondisi pada pengaturan simpang. Terdapat dua jenis pengaturan simpang, yaitu pengaturan simpang tanpa lampu lalu lintas dan pengaturan simpang dengan lampu lalu lintas. Simpang tak bersinyal digunakan rambu dan marka jalan dalam pengaturan arus lalu lintas simpang. Pengaturan simpang tersebut disebut sebagai simpang prioritas dengan dilakukan beberapa jenis pengaturan, antara lain simpang prioritas tanpa rambu lalu lintas, simpang prioritas dengan rambu lalu lintas, simpang prioritas dengan lampu hazard, dan simpang prioritas dengan bundaran (rund about). Untuk pengaturan simpang bersinyal lalu lintas diatur oleh lampu lalu lintas (APILL) yang wajib dipatuhi oleh seluruh pengguna jalan berdasarkan Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada rekayasa model alternatif dilakukan perhitungan menggunakan pengaturan persimpangan tanpa lampu lalu lintas. Hal tersebut dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, pertimbangan pertama adalah pemilihan jenis persimpangan berdasarkan arus lalu lintas jalan minor dan jalan utama simpang yang mengacu pada Gambar 9. Arus lalu lintas jalan utama di simpang Laladon sebesar 9017 kendaraan/hari dan arus lalu lintas jalan minor di simpang Laladon sebesar 14289 kendaraan/hari sehingga pengaturan simpang tak bersinyal masih efektif digunakan. Pertimbangan kedua adalah desain geometri dan kondisi
16
Gambar 9 Grafik acuan pemilihan persimpangan berdasarkan arus lalu lintas lingkungan simpang dengan arus lalu lintas jalan minor lebih besar dari jalan utama. Kondisi saat ini khususnya di Jalan Raya Darmaga, arus lalu lintas menuju simpang mengalami beberapa hambatan, antara lain hambatan akibat arus kendaraan dari lawan arah yang mengambil sebagian lajur menuju simpang, hal ini terjadi karena dampak dari angkutan kota yang ngetem disepanjang Jalan Raya Darmaga dan bangkitan kendaraan dari aktivitas keluar-masuk sekolah Insan Kamil pada jam pagi dan sore. Apabila terdapat lampu lalu lintas di jalan raya Darmaga maka hambatan menuju simpang bertambah akibat lampu merah, sehingga pemasangan mempengaruhi aktivitas lalu lintas di simpang Darmaga dengan fenomena bottleneck yang saat ini sudah terjadi. Pertimbangan ketiga adalah jumlah konflik yang terjadi di simpang Laladon hanya ada satu konflik, yaitu pada lalu lintas dari Jl Letjend Ibrahim Adji menuju Jl KH Abdullah bin Nuh sehingga penggunaan APILL kurang efektif untuk mengurangi jumlah konflik. Berdasarkan ketiga pertimbangan tersebut rekayasa kondisi dilakukan dengan pengaturan simpang tanpa lampu lalu lintas. Sebelumnya, simpang Laladon pernah dilakukan pengaturan simpang bersinyal, hal ini dibuktikan dengan adanya lampu lalu lintas yang sudah tidak terpakai dan dibuat kanalisasi/pulau dari Jalan Raya Darmaga menuju simpang sebagai pengganti pengaturan simpang dengan lampu lalu lintas. Beberapa manajemen lalu lintas yang dilakukan oleh petugas kepolisian dan DLLAJ, yaitu dengan menutup ruas Jalan Raya Darmaga apabila terjadi antrian akibat bottleneck di simpang Darmaga sehingga seluruh arus lalu lintas dari Jl Letjend Ibrahim Adji dibelokkan ke kanan dan seluruh arus lalu lintas dari Jl KH Abdullah bin Nuh menuju Jl Raya Darmaga harus putar balik. Rekayasa tersebut dirasa kurang efektif karena tidak menyelesaikan masalah kemacetan yang terjadi di simpang Laladon dan simpang lainnya di sekitar lingkar Bubulak. Ada tiga alternatif kondisi yang akan dianalisis untuk dijadikan alternatif penyelesaian dalam upaya peningkatan pelayanan simpang di simpang Laladon. Alternatif I adalah dengan memberlakukan larangan angkutan kota untuk melakukan aktivitas ngetem di simpang. Alternatif II adalah dengan memberlakukan larangan belok kanan bagi seluruh kendaraan dari arah Jl Ibrahim Adji menuju Jl KH Abdullah bin Nuh yang dengan syarat pada Jalan Raya Darmaga dijadikan satu arah dengan kondisi angkot masih melakukan aktivitas ngetem di
17 simpang. Alternatif III adalah perpaduan dari kedua alternatif sebelumnya. Ketiga alternatif tersebut akan dihitung peningkatan pelayanan simpang yang terjadi setelah alternatif-alternatif tersebut diterapkan di simpang Laladon. Tabel 7 Hasil perhitungan kapasitas simpang kondisi alternatif Kapasitas Kapasitas Kondisi FW FM FCS FRSU FLT FRT FMI Dasar (C0) (C) Alternatif I Alternatif II Alternatif III
3200
0.98
1.05
1.00
0.84
1.76
0.89
0.82
3555
3200
1.26
1.05
1.00
0.79
1.66
0.93
0.87
4486
3200
1.26
1.05
1.00
0.84
1.66
0.93
0.87
4770
Tabel 8 Hasil perhitungan perilaku lalu lintas simpang kondisi alternatif Tingkat Kondisi Qtot DS DT DMA DMI DG D QP% Pelayanaan Simpang Alternatif I Alternatif II Alternatif III
3544
1.00
14.87
10.42
17.90
4
18.87
40-80
3991
0.89
11.13
8.06
17.63
4.11
15.25
32-63
3991
0.84
9.84
7.20
13.73
4.17
14.01
28-56
Pelayanan C Pelayanan C Pelayanan B
Alternatif I Aktivitas ngetem angkot, utamanya mengakibatkan berkurangnya lebar jalan yang berdampak kepada pengurangan kapasitas simpang. Selain itu, aktivitas ini juga menambah tingkat hambatan samping yang terjadi di simpang yang berpengaruh langsung terhadap nilai faktor penyesuaian tipe lingkungan dan hambatan samping. Penerapan alternatif I yaitu larangan untuk ngetem di simpang Laladon, memberikan peningkatan performa yang terlihat secara fisik, yaitu lebar jalan pada simpang dapat maksimal dimanfaatkan untuk arus lalu lintas serta adanya pengurangan hambatan samping pada simpang. Pelarangan ngetem angkot pada simpang juga mengembalikan lebar pendekat. Tabel 7 merupakan hasil perhitungan kapasitas simpang dari penerapan kondisi alternatif. Terjadi peningkatan nilai faktor penyesuaian lebar pendekat dari 0.88 menjadi 0.98. Selain itu faktor hambatan samping meningkat dari 0.79 menjadi 0.84. Kedua variabel tersebut yang memberikan kontribusi dalam peningkatan nilai kapasitas dari 2998 smp/jam menjadi 3555 smp/jam. Peningkatan kapasitas simpang memiliki kontribusi secara langsung dalam memperbaiki performa lalu lintas simpang. Tabel 8 menunjukkan hasil perhitungan perilaku lalu lintas simpang dari penerapan kondisi alternatif. Terjadi penurunan nilai derajat kejenuhan menjadi 1.00 dari sebelumnya sebesar 1.18. Penurunan nilai derajat kejenuhan sebesar 0.18 secara efektif menurunkan tundaan simpang sebesar 17.09 detik/smp. Sehingga tingkat pelayanan simpang dari penerapan alternatif I meningkat menjadi tingkat pelayanan C dengan
18 tundaan simpang sebesar 18.87 detik/smp. Gambar 10 merupakan sketsa penerapan alternatif 1 di simpang Laladon. Alternatif II Salah satu konflik lalu lintas yang terjadi di simpang Laladon adalah antara pergerakan belok kanan dari Jl KH Abdullah bin Nuh menuju Jl Raya Darmaga dengan belok kanan dari Jl Ibrahim Adji menuju Jl KH Abdullah bin Nuh. Konflik lalu lintas ini merupakan konflik yang cukup banyak mengakibatkan tundaan dan antrian karena arah dari Jl KH Abdullah bin Nuh menuju Jl Raya Darmaga merupakan jalan utama pergerakan kendaraan besar seperti truk kecil, truk besar, dan bus menuju daerah Darmaga, Ciampea, dan Leuwiliang. Pada jam pagi, arah ini merupakan arah utama pergerakan bus staff dan karyawan Institut Pertanian Bogor serta arah utama dari truk pengangkut sampah. Pergerakannya cukup banyak, begitu pula dengan arah dari Jl Ibrahim Adji menuju Jl KH Abdullah bin Nuh. Banyak pergerakan utama yang melewati rute tersebut, mulai dari angkot kota menuju terminal Bubulak, kendaraan pribadi menuju kawasan Yasmin dan Jalan Baru, serta angkot-angkot lain dengan jurusan Laladon - Cibinong dan Laladon Cileungsi. Untuk mengurangi jumlah konflik yang terjadi pada simpang Laladon dibutuhkan alternatif II yaitu pelarangan belok kanan dari Jl Ibrahim Adji menuju Jl KH Abdullah bin Nuh. Pelarangan ini menyebabkan Jl Raya Darmaga di sebelah utara simpang diterapkan sistem satu arah. Arus volume lalu lintas yang bergerak pada simpang dengan diterapkannya alternatif II mengalami beberapa perubahan antara lain, volume lalu lintas dari arah Jl Raya Darmaga menuju Jl KH Abdullah bin Nuh dialihkan karena Jl Raya Darmaga menjadi satu arah dan volume lalu lintas dari Jl Ibrahim Adji menuju Jl KH Abdullah bin Nuh dialihkan menuju Jl Raya Darmaga. Arus lalu lintas simpang secara otomatis berubah karena terdapat beberapa peralihan arus lalu lintas. Dengan diterapkannya alternatif II, volume arus lalu lintas simpang menjadi sebesar 3998 smp/jam. Terjadi peningkatan kapasitas simpang dari penerapan alternatif II menjadi 4489 smp/jam.
Gambar 10 Sketsa alternatif I
Gambar 11 Sketsa alternatif II
19 Terjadi penurunan derajat kejenuhan sebesar 0.29 dari kondisi aktual menjadi 0.89. Berubahnya desain geometrik simpang secara efektif berhasil menurunkan tundaan lalu lintas jalan utama sebesar 11.26 detik/smp menjadi 8.08 detik/smp dan tundaan lalu lintas jalan minor sebesar 22.9 detik/smp menjadi 17.66 detik/smp. Tundaan simpang dengan penerapan alternatif II di simpang Laladon sebesar 15.27 detik/smp. Tingkat pelayanan simpang tetap dengan pelayanan C namun terjadi peningkatan performa dilihat dari besar derajat kejenuhan dan tundaan simpang.
Gambar 12 Sketsa alternatif III Alternatif III Alternatif III merupakan penggabungan dari kedua alternatif sebelumnya, yaitu larangan belok kanan untuk mengurangi jumlah konflik di simpang dan pelarangan aktivitas ngetem angkutan kota di simpang Laladon untuk meningkatkan lebar ruas jalan. Gambar 12 merupakan sketsa penerapan alternatif III. Pada alternatif ini angkutan kota diarahkan untuk tidak ngetem di simpang dan dialihkan ke Terminal Bubulak dengan penerapan sistem satu arah yang digambarkan pada Lampiran 7. Kapasitas simpang mengalami peningkatan sebesar 284 smp/jam dari alternatif II menjadi 4773 smp/jam. Hal ini dipengaruhi oleh faktor hambatan samping yang meningkat menjadi 0.84 karena adanya pelarangan aktivitas ngetem angkot di simpang. Derajat kejenuhan simpang menjadi 0.84 dengan tundaan geometrik sebesar 4.17 detik/smp. Tundaan simpang dengan penerapan alternatif III adalah 14.03 dengan peluang antrian yang terjadi sebesar 29-56% dari volume simpang. Berdasarkan nilai tundaan simpang, tingkat pelayanan simpang dengan penerapan alternatif III meningkat menjadi pelayanan B. Penerapan alternatif III pada simpang Laladon memberikan dampak positif terhadap kinerja lalu lintas, yaitu penurunan derajat kejenuhan dan tundaan simpang menjadi 0.84 dan 14.03 detik/smp dan peningkatan tingkat pelayanan jalan menjadi pelayanan B. Alternatif II dan III menyebabkan terjadinya perubahan arah lalu lintas secara luas, karena dengan pelarangan belok kanan dari jl Letjend Ibrahim Adji menyebabkan lalu lintas menuju Jl Raya Darmaga serta Jl KH Abdullah bin Nuh menjadi satu arah. Hal tersebut juga berdampak kepada ruas jalan lain di lingkar Bubulak menjadi satu arah. Gambar pada Lampiran 7 menunjukkan model satu arah yang akan terjadi pada lingkar Bubulak apabila diberlakukannya alternatif II dan
20 III. Dampak yang mungkin akan terjadi adalah terjadi pengurangan titik kemacetan yang akan terpusat ke Jl KH Abdullah bin Nuh menuju simpang Laladon. Kondisi riil saat ini terdapat enam titik konflik yang terjadi di seluruh simpang di lingkar Bubulak antara lain, bottleneck yang terjadi pada saat masuk Jl Raya Darmaga di simpang sebelah utara simpang Laladon, konflik di simpang cifor, konflik yang terjadi akibat arus lalu lintas dari Jl KH Abdullah bin Nuh menuju cifor dan sebaliknya. Sistem satu arah di lingkar Bubulak jika dimodelkan dapat mengurangi jumlah konflik yang terjadi sehingga bukan hanya simpang Laladon saja yang akan mengalami peningkatan kinerja lalu lintas, namun simpang lainnya. Selain itu, aktivitas ngetem dan aktivitas naik/turun penumpang angkutan kota bisa dialihkan ke terminal Bubulak sebagai terminal transit angkot Kota Bogor dan Kabupaten Bogor dengan jumlah trayek yang lebih banyak serta moda transportasi lainnya seperti Trans Pakuan, Bus AKDP, Bus APTB, dan Bus AKAP. Berdasarkan hasil perhitungan seluruh alternatif kondisi, alternatif I mampu menurunkan tundaan simpang menjadi 18.87 detik/smp, alternatif II mampu menurunkan tundaan simpang menjadi 15.25 detik/smp, dan alternatif III mampu menurunkan tundaan simpang menjadi 14.01 detik/smp. Sehingga dari ketiga alternatif yang dimodelkan, alternatif paling baik untuk meningkatkan performa lalu lintas simpang adalah alternatif III dengan model kondisi pelarangan belok kanan dari Jl Ibrahim Adji menuju Jl KH Abdullah bin Nuh dan pelarangan aktivitas ngetem di simpang Laladon dengan pengalihan lokasi ngetem di Terminal Bubulak karena mampu meningkatkan tingkat pelayanan sesuai dengan standar simpang yang baik, yaitu tingkat pelayanan B dengan nilai derajat kejenuhan <0.85.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Simpang Laladon mengalami puncak arus lalu lintas pada hari kerja pukul 07.00 – 08.00 dengan volume arus lalu lintas sebesar 3544 smp/jam. Simpang Laladon merupakan simpang tak bersinyal 3-lengan dengan kapasitas simpang sebesar 2998 smp/jam, derajat kejenuhan sebesar 1.18 dan tundaan simpang sebesar 35.95 detik/smp. 2. Tingkat pelayanan simpang aktual pada simpang Laladon tergolong pelayanan D karena memiliki tundaan simpang dengan range nilai 25 – 40 detik/smp 3. Model alternatif kondisi yang terbaik dalam penelitian ini untuk meningkatkan performa simpang adalah alternatif III karena memiliki tundaan simpang sebesar 14.03 sehingga tergolong dalam tingkat pelayanan B. Saran Perlu adanya studi dan penelitian lebih lanjut mengenai biaya yang dikeluarkan untuk menerapkan masing-masing alternatif sehingga adanya pertimbangan lain dalam menentukan alternatif yang paling baik, dalam peningkatan performa lalu lintas dan ekonomis. Perlu juga adanya studi khusus mengenai sistem satu arah di lingkar Bubulak, khususnya dalam peningkatan
21 kinerja seluruh simpang yang ada di lingkar Bubulak. Selain itu perlu ada studi mengenai kapasitas terminal Bubulak dan sistem transit antar moda di terminal untuk menampung angkutan kota yang dialihkan untuk aktivitasnya dari simpang Laladon.
DAFTAR PUSTAKA [BINKOT] Direktorat Pembinaan Jalan Kota. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum [BINKOT] Direktorat Pembinaan Jalan Kota. 1992. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sebidang Jalan Perkotaan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum Daellenbach HG, McNickle DC. 2005. Management Science : Decision Making Through Systems Thinking. New Jersey (CA): University of Canterbury Dzikri MI, Nahry, Agah HR. 2015. Kajian pengelolaan dan pelayanan angkutan umum untuk memperbaiki kinerja persimpangan, studi kasus : persimpangan Lenteng Agung, Jakarta. J. Trans. 15(1): 1-10 Hermawan F, Riyanto B, Basuki HK. 2009. Pengembangan angkutan umum di daerah suburban kota Semarang berbasis sistem informasi geografis. J. Trans. 9(1): 39-52 Juniardi YE, Basuki KH. 2010. Analisis arus lalu lintas di simpang tak bersinyal (studi kasus simpang Timoho dan simpang Tunjung kota Yogyakarta). J.Media Komunikasi Teknik Sipil. 18(1): 1-12 Law A.M. 2007. Simulation Modeling and Analysis 4th Ed. New York (US): McGraw-Hill Maharoesman IY. 2009. Dampak “killing time” angkutan kota pada waktu peak hour kasus beberapa ruas jalan di kota Bandung. J.Perencanaan Wilayah dan Kota. 20(3): 199-214 Mashuri. 2006. Dampak kendaraan parkir di badan jalan pada karakteristik arus lalu lintas jalan arteri. J. SMARTek. 4(2): 88-96 [Menhub] Menteri Perhubungan. 2015. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 96 tahun 2015 Miro F. 2002. Perencanaan Transportasi. Padang (ID): Penerbit Erlangga [PUSJATAN] Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan. 2015. Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI). Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Putranto LS dan Setyarini NLPSE. 2010. Koefisien distribusi kendaraan untuk perancangan tebal perkerasan lentur di Mataran, Bandung, dan Surabaya. J. Trans. 10(2): 149-160 Rahman R. 2010. Analisis dampak lalu lintas (studi kasus: studi kemacetan di Jalan Ngagel Madya Surabaya). J. SMARTek. 8(4): 317-332 Saputri T, Nugraha C, Amila K. 2014. Model simulasi untuk pergerakan kendaraan pada ruang dua dimensi kontinu dengan pendekatan permodelan berbasis agen. J.Tek Ind Itenas 2(4): 12-24
22 Shahdah U, Saccomanno F, Persaud B. 2015. Application of traffic microsimulation for evaluating safety performance of urban signalized intersection. J.Trans Research. 60: 96-104.doi: 10.1016/ j.trc.2015.06.010 Yoga P, Wicaksono A, Kurniawan EB. 2010. Manajemen lalu lintas untuk mengatasi masalah tundaan pada ruas jl Ranugrati Kota Malang. J. Tata Kota dan Daerah. 2(2): 49-61
23 Lampiran 1 Volume lalu lintas pada 28 April 2016 (hari kerja)
Waktu
Jl Raya Darmaga – Jl KH Abdullah bin Nuh
Jl Ibrahim Adji – Jl Raya Darmaga
07.00 – 07.10 07.10 – 07.20 07.20 – 07.30 07.30 – 07.40 07.40 – 07.50 07.50 – 08.00 08.00 – 08.10 08.10 – 08.20 08.20 – 08.30 12.00 – 12,10 12.10 – 12.20 12.20 – 12.30 12.30 – 12.40 12.40 – 12.50 12.50 – 13.00 13.00 – 13.10 13.10 – 13.20 13.20 – 13.30 13.30 – 13.40 13.40 – 13.50 13.50 – 14.00 16.40 – 16.50 16.50 – 17.00 17.00 – 17.10 17.10 – 17.20 17.20 – 17.30 17.30 – 17.40 17.40 – 17.50 17.50 – 18.00
164 145 136 146 100 134 115 113 128 77 61 87 76 85 92 76 93 94 87 66 76 81 85 71 82 75 87 79 60
119 123 139 113 99 144 111 92 133 114 92 104 93 105 93 110 91 95 105 99 104 127 123 125 121 104 120 111 97
Jl Ibrahim Adji – Jl KH Abdullah bin Nuh 81 101 86 77 77 122 71 70 82 58 70 66 55 72 64 69 62 59 59 55 59 63 61 77 64 66 73 53 64
Jl KH Abdullah bin Nuh – Jl Raya Darmaga 38 37 35 43 46 38 41 43 52 55 37 51 39 46 58 50 30 43 47 67 51 47 33 35 38 38 44 38 47
Jl KH Abdullah bin Nuh – Jl Ibrahim Adji
Total (smp)
207 196 217 212 173 195 165 166 177 131 126 129 126 141 116 138 143 121 141 141 131 132 139 127 162 136 120 122 101
609 602 614 590 496 633 504 484 571 435 385 437 388 448 422 443 419 413 439 428 422 450 440 435 466 419 442 402 369
24 Lampiran 2 Volume lalu lintas pada 30 April 2016 (hari libur)
Waktu
Jl Raya Darmaga – Jl KH Abdullah bin Nuh
Jl Ibrahim Adji – Jl Raya Darmaga
06.30 – 06.40 06.40 – 06.50 06.50 – 07.00 07.00 – 07.10 07.10 – 07.20 07.20 – 07.30 07.30 – 07.40 07.40 – 07.50 07.50 – 08.00 11.25 – 11.35 11.35 – 11.45 11.45 – 11.55 11.55 – 12.05 12.05 – 12.15 12.15 – 12.25 12.25 – 12.35 12.35 – 12.45 12.45 – 12.55 12.55 – 13.05 13.05 – 13.15 13.15 – 13.25 15.50 – 16.00 16.00 – 16.10 16.10 – 16.20 16.20 – 16.30 16.30 – 16.40 16.40 – 16.50 16.50 – 17.00 17.00 – 17.10 17.10 – 17.20 17.20 – 17.30 17.30 – 17.40 17.40 – 17.50
156 150 166 151 148 122 128 110 122 71 85 96 116 93 90 78 83 88 131 107 82 57 53 36 57 26 43 32 26 7 9 10 13
128 127 127 115 112 109 92 108 117 101 106 110 116 109 104 106 106 121 120 113 90 130 111 136 90 133 121 134 113 91 127 112 100
Jl Ibrahim Adji – Jl KH Abdullah bin Nuh 63 83 80 79 73 83 93 85 67 62 62 56 62 65 65 65 71 59 67 80 58 72 51 86 83 58 69 74 73 67 51 73 34
Jl KH Abdullah bin Nuh – Jl Raya Darmaga 68 70 67 63 48 53 52 50 47 48 51 72 66 64 54 55 47 60 45 46 53 79 90 86 37 47 58 56 54 31 54 71 61
Jl KH Abdullah bin Nuh – Jl Ibrahim Adji
Total (smp)
184 186 158 189 186 191 180 161 172 137 133 149 132 131 148 125 131 145 138 148 134 105 93 95 120 105 110 97 111 105 81 91 95
599 617 599 596 566 558 544 515 524 419 437 483 492 461 462 430 438 473 500 493 415 442 398 438 389 369 402 413 377 300 323 359 323
25 Lampiran 3 Perhitungan volume arus lalu lintas simpang pada jam puncak Arus Lalu Arah Lintas Pendekat LT Jl Minor ST A (Jl Raya RT Darmaga) Total LT Jl Minor ST C (Jl Ibrahim RT Adji) Total Jl Minor Total LT Jl Utama ST B (Jl KH Abdullah RT bin Nuh) Total Jl Utama Total LT Utama + ST Minor RT Utama + Minor Total
Kendaraan Ringan (LV) Kend/ Smp/ jam jam 411 411
Kendaraan Berat (HV) Kend/ Smp/ jam jam 5 9
Sepeda Motor (MC) Kend/ Smp/ jam jam 1350 405
Kendaraan Bermotor Total Kend/ Smp/ Rasio jam jam belok 1766 825 1.00
1.00
Kendaraan tak bermotor 10
411
411
5
9
1350
405
1766
825
445 329 774 1185 695
445 329 774 1185 695
14 12 26 31 16
25 22 47 56 29
889 645 1534 2884 1589
267 194 460 865 477
1348 968 2334 4100 2300
757 544 1281 2106 1201
118 813 813 1106 445 447
118 813 813 1106 445 447
27 43 43 21 14 39
49 77 77 38 25 70
236 1825 1825 2939 889 881
71 548 548 882 267 264
381 2681 2681 4066 1348 1367
237 1438 1438 2026 737 782
0.17
159 246
0.57 0.22
97 229 190
1998
1998
74
133
4709
1413
6781
3544
0.79
516
Rasio Jl minor/Jl total
0.59
UM/ MV
0.15
0.42
0.83
10 229 31 260 270 87
26 Lampiran 4 Perhitungan volume arus lalu lintas simpang alternatif I Arus Lalu Arah Lintas Pendekat LT Jl Minor ST A (Jl Raya RT Darmaga) Total LT Jl Minor ST C (Jl Ibrahim RT Adji) Total Jl Minor Total LT Jl Utama ST B (Jl KH Abdullah RT bin Nuh) Total Jl Utama Total LT Utama + ST Minor RT Utama + Minor Total
Kendaraan Ringan (LV) Kend/ Smp/ jam jam 411 411
Kendaraan Berat (HV) Kend/ Smp/ jam jam 5 9
Sepeda Motor (MC) Kend/ Smp/ jam jam 1350 405
Kendaraan Bermotor Total Kend/ Smp/ Rasio jam jam belok 1766 825 1.00
1.00
Kendaraan tak bermotor 10
411
411
5
9
1350
405
1766
825
445 329 774 1185 695
445 329 774 1185 695
14 12 26 31 16
25 22 47 56 29
889 645 1534 2884 1589
267 194 460 865 477
1348 968 2334 4100 2300
757 544 1281 2106 1201
118 813 813 1106 445 447
118 813 813 1106 445 447
27 43 43 21 14 39
49 77 77 38 25 70
236 1825 1825 2939 889 881
71 548 548 882 267 264
381 2681 2681 4066 1348 1367
237 1438 1438 2026 737 782
0.17
129 174
0.57 0.22
55 107 158
1998
1998
74
133
4709
1413
6781
3544
0.79
320
Rasio Jl minor/Jl total
0.59
UM/ MV
0.09
0.42
0.83
10 107 29 136 146 45
27 Lampiran 5 Perhitungan volume arus lalu lintas simpang alternatif II Arus Lalu Lintas Pendekat
Arah
LT ST RT Total Jl Minor Total LT Jl Utama B ST (Jl KH Abdullah RT bin Nuh) Total Jl Utama Total LT Utama + ST Minor RT Utama + Minor Total Jl Minor C (Jl Ibrahim Adji)
Kendaraan Ringan (LV) Kend/ Smp/ jam jam
Kendaraan Berat (HV) Kend/ Smp/ jam jam
Sepeda Motor (MC) Kend/ Smp/ jam jam
Kendaraan Bermotor Total Kend/ Smp/ Rasio jam jam belok
Kendaraan tak bermotor
774
774
26
52
1534
461
2334
1287
260
774 774 1106
774 774 1106
26 26 21
52 52 38
1534 1534 2939
461 461 882
2334 2334 4066
1287 1287 2026
260 260 97
268 1374 1374 1106 774 268
268 1374 1374 1106 774 268
42 63 63 21 26 42
76 113 113 38 47 76
1136 4075 4075 2939 1534 1136
341 1223 1223 882 460 341
1446 5512 5512 4066 2334 1446
684 2710 2710 2026 1281 684
0.25
159 246
0.51 0.17
97 260 159
2148
2148
89
160
5609
1683
7846
3991
0.68
516
Rasio Jl minor/Jl total
0.32
UM/ MV
0.13
0.75
28 Lampiran 6 Perhitungan volume arus lalu lintas simpang alternatif III Arus Lalu Arah Lintas Pendekat LT Jl Minor ST C (Jl Ibrahim RT Adji) Total Jl Minor Total LT Jl Utama ST B (Jl KH Abdullah RT bin Nuh) Total Jl Utama Total LT Utama + ST Minor RT Utama + Minor Total
Kendaraan Ringan (LV) Kend/ Smp/ jam jam
Kendaraan Berat (HV) Kend/ Smp/ jam jam
Sepeda Motor (MC) Kend/ Smp/ jam jam
Kendaraan Bermotor Total Kend/ Smp/ Rasio jam jam belok
Kendaraan tak bermotor
774
774
26
52
1534
461
2334
1287
136
774 774 1106
774 774 1106
26 26 21
52 52 38
1534 1534 2939
461 461 882
2334 2334 4066
1287 1287 2026
136 136 55
268 1374 1374 1106 774 268
268 1374 1374 1106 774 268
42 63 63 21 26 42
76 113 113 38 47 76
1136 4075 4075 2939 1534 1136
341 1223 1223 882 460 341
1446 5512 5512 4066 2334 1446
684 2710 2710 2026 1281 684
0.25
129 174
0.51 0.17
55 136 129
2148
2148
89
160
5609
1683
7846
3991
0.68
320
Rasio Jl minor/Jl total
0.32
UM/ MV
0.08
0.75
29 Lampiran 7 Sketsa sistem satu arah lingkar Bubulak
Skala 1 : 1000
Lampiran 8 Gambar detail kondisi eksisting simpang Laladon
30
Lampiran 9 Gambar detail alternatif II dan III simpang Laladon
31
32
RIWAYAT HIDUP Alfandias Seysna Putra lahir di Yogyakarta, 26 Desember 1994 dari pasangan Ir. Tri Ngudi Wiyatno, M.T dan Dra. Sri Wahyuningtyas sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SDIT Al-Muslim, Bekasi (2000 – 2006), kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP-IT Daarul Fikri (2006 – 2009) dan SMA Negeri 1 Tambun Selatan (2009 – 2012). Pada tahun 2012, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada program studi Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan kemahasiswaan di dalam dan luar kampus. Penulis menjadi Ketua Komisi I di Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama di tahun pertama pada tahun 2012-2013. Penulis pernah menjabat sebagai Kepala Biro Multimedia BEM Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2013-2014 dan sempat menjadi volunteer dalam acara the 3rd AUCFA Conference and Workshop yang diadakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2014. Pada tingkat empat, penulis pernah menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi di BEM KM IPB 2016. Penulis juga pernah menjadi delegasi dalam acara Young Engineers and Scientist Summit di ITS tahun 2014, ASEAN Youth Summit 2015 di De La Salle University (The Phillipines), Internasional Workshop on Climate Change 2015 di Melaka (Malaysia), Future Leaders Summit di Semarang, dan Asia Pacific Urban Youth Assembly 2015 yang diadakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bekerja sama dengan UN-HABITAT pada tahun 2015. Penulis pernah mendapatkan penghargaan The Best Technology Deployment dalam acara The 2nd AUCFA Student Seminar and Competition di Kasetsart University (Thailand) pada tahun 2016. Selain aktif di organisasi dalam kampus, penulis aktif di beberapa komunitas dan organisasi seperti Inovasi untuk Indonesia (@inovasia_id) sebagai tim Marketing dan Komunikasi, ASEAN Youth Leaders Association (AYLA) Indonesia sebagai Internal Development Manager, dan poripori.id sebagai tim desain. Penulis telah melaksanakan pelatihan SML ISO 14001. SMK3 dan OHSAS 18001 pada tahun 2014. Penulis juga telah melaksanakan kegiatan praktik lapangan pada tahun 2015 pada Proyek Pembangunan Jalan Layang Khusus Busway Ciledug – Tendean di PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Laporan praktik lapangan yang disusun penulis di bawah bimbingan Bapak Muhammad Fauzan, ST, MT dan Bapak Sesde Asrul Tani, ST berjudul “Mempelajari Aspek K3L (Keselamatan Dan Kesehatan Kerja & Lingkungan) pada Proyek Pembangunan Jalan Layang Kapten Tendean – Blok M – Ciledug, Paket Tendean, PT Adhi Karya (Persero) Tbk”