Prospek Sistem Angkutan Umum di Kota Medan Filiyanti T. A. Bangun
Richard Napitupulu Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara Menyandang predikat sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya dan saat ini sedang berkembang menuju Medan Kota Metropolitan, sudah saatnyalah Kota Medan khususnya para decision maker kota (Pemko, Dishub, Bappeda, Kimpraswil, PU) memikirkan arahan pembangunan dan pengembangan kota yang tidak tersentris (terpusat dan bukannya mengembangkan kota-kota satelit) serta terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya khususnya sektor transportasi, sosial, ekonomi dan lingkungan dan berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak secara menyeluruh, dan bukan kerena aji mumpung!!. Sektor transportasi khususnya sistem angkutan umum memegang peranan yang sangat signifikan di dalam kehidupan rutinitas kota, dan dari operasional harian sistem angkutan umum tersebut dapat menggambarkan karakteristik warga masyarakat perkotaan serta ciri sistem pemerintahan kota (terhormat dan berwibawakah?), dan jika sistem angkutan umum tersebut tidaklah dibenahi sejak dini secara terintegrasi (melibatkan seluruh instansi dan sektor terkait) maka tidaklah heran jika Medan bukannya menjadi Kota Metropolitan melainkan kelak menjadi Kota Metromarpilitan (kota besar yang semrawut dan amburadol)!! Sistem angkutan umum dengan segala kelebihannya (biaya murah, jumlah penumpang besar, tidak perlu ruang parkir) dibandingkan dengan moda angkutan pribadi sudah sepantasnya menjadi primadona angkutan, dibenahi, ditingkatkan dan diprioritaskan pelayanannya sehingga pengguna moda angkutan pribadi dapat beralih menjadi pengguna moda angkutan umum. Pembenahan sistem transportasi perkotaan yang dilakukan secara terpisah dan sepihak (contoh menaikkan retribusi parkir dalam kota secara gila-gilaan tanpa membenahi pelayanan sistem angkutan umum secara terintegrasi) akan berakhir degan kegagalan dan sia-sia karena hal tersebut bukanlah akar permasalahannya. Jadi, apakah Kota Medan akan menjadi Kota Metropolitan atau Kota Metromarpilitan, kembali berpulang kepada keinginan /kemauan serta dedikasi para decision maker-nya (Walikota, Pemko, Bappeda, Kimpraswil, PU, KPUM) terhadap kota tercinta ini; kepentingan rakyat banyakkah atau aji mumpung ??!!!; dan yang tentu saja harus didukung oleh peran-serta segenap masyarakat Kota Medan. Angkutan umum (public transport) adalah semua jenis moda transportasi yang di supply untuk kebutuhan mobilitas pergerakan barang dan/atau orang, demi kepentingan masyarakat banyak/umum dalam memenuhi kebutuhannya, seperti: bus, kereta api (transportasi darat), pesawat udara (transportasi udara) dan kapal (transportasi laut/sungai/danau). Jenis angkutan umum berdasarkan peruntukannya terdiri dari angkutan barang dan angkutan penumpang, masing-masing dengan jenis kendaraan dan fasilitas yang berbeda. Angkutan umum penumpang 1 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
perkotaan adalah semua jenis angkutan umum yang melayani perjalanan (trips) penumpang dari tempat asal (origin) ke tujuan (destination) dalam wilayah perkotaan. Moda angkutan umum merupakan sarana transportasi perkotaan yang tidak dapat dipisahkan dari sistem kegiatan perkotaan, khususnya bagi masyarakat pengguna angkutan umum yang tidak mempunyai pilihan moda lain (captive) untuk melakukan aktifitasnya. Penyediaan sarana angkutan umum harus mempertimbangkan kepentingan masing-masing kelompok terkait (penumpang, operator/pengelola dan regulator) dalam sistem, baik dari segi kuantitas maupun kualitas kinerjanya. Kinerja sistem angkutan perkotaan ini juga sangat dipengaruhi oleh prasarana dan sarana yang tersedia serta kebijakan/manajemen yang diterapkan. Dalam operasionalnya, masing-masing kelompok terkait mempunyai tingkat kepentingan yang berbeda, bahkan ada yang bertolak belakang, seperti: kriteria ongkos (penumpang menginginkan penentuan besaran tarif yang minimal, sedangkan operator/pengusaha menginginkan besaran tarif yang maksimal), kriteria okupansi /load-factor bus (penumpang menginginkan load-factor yang minimal agar tidak padat/berdesakan, sedangkan operator menginginkan load-factor yang maksimal dalam hubungannya dengan besaran pendapatan), kriteria intensitas bus di jalan (penumpang menginginkan intensitas yang besar agar waktu tunggu tidak lama, sedangkan pihak regulator/Pemko harus membatasi intensitas kendaraan agar pengaruhnya terhadap traffic tidak besar). Dalam hal ini, pihak Pemko (sebagai regulator) yang seharusnya lebih berperan dalam mengkondisikan sistem pelayanan yang efektif dan efisien, untuk menunjang pembangunan masyarakat perkotaan, melalui perencanaan yang matang dan akurat, pengawasan yang ketat, penentuan kebijakan serta penegakan hukum yang tegas dan berwibawa. Sistem pelayanan angkutan umum perkotaan seharusnya ditata/diatur sedemikian rupa dan selayaknyalah mendapat prioritas dalam pengoperasiannya (seperti : bus priority, bus lane, bus way dsb) daripada mobil pribadi (private cars) dan layak mendapat subsidi dari pemerintah (seperti: BBM dan spare-parts) serta diberikan fasilitas-fasilitas lain untuk mendapatkan kinerja sistem yang handal, aman. nyaman, murah dan terjangkau yaitu dengan penentuan rute/trayek yang terpadu, jenis dan size armada yang terhirarki menurut demand penumpang dan fungsi/klasifikasi jalan, kelaikan kendaraan yang beroperasi, aksesibilitas pra dan purna angkutan yang tinggi (sesuai dengan walking distance normal), penyediaan halte dan fasilitas pejalan kaki serta pengoperasian terminal yang tertata dengan baik sesuai fungsinya, karena sistem angkutan umum ini terintegrasi dan sangat berperan dengan sektor-sektor pembangunan lain dan kepentingan masyarakat umum perkotaan. Begitu banyaknya instansi dan organisasi terkait yang berkepentingan dalam sistem pengoperasian angkutan umum, seperti: Pemko (Dinas Perhubungan/ DLLAJ), Polisi Lalulintas (Satlantas), Koperasi Angkutan Umum (KPUM, Rahayu, Morina, Perum Damri, dsb), Organisasi Masyarakat/LSM (KBKB/KBM, Kesper dsb), Jasa Raharja dan juga para Perusahaan (dealer) kendaraan serta para Preman Setempat (PS) di lapangan. Pihak koperasi angkutan menginginkan usulan trayek melalui rute-rute gemuk penumpang (tidak perduli beban lalulintas jalan dan trayek yang sudah ada) dan jumlah armada usulan yang banyak. Di pihak dealer, koperasi dan organisasi 2 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
berkepentingan terhadap jumlah kendaraan yang banyak, Maka dalam hal ini pihak Pemkolah seharusnya yang lebih berperan mengkondisikan semua kepentingan terkait untuk mendapatkan solusi menang-menang (win-win solution) pada saat kajian dilakukan untuk pengeluaran izin trayek. Dengan demikian, diperlukan sistem kerja yang terorganisir secara terpadu, koordinasi yang benar-benar terintegrasi antar instansi dan organisasi/koperasi. Di Kota Medan, angkutan umum penumpang terdiri dari berbagai jenis moda angkutan darat, seperti: beca (dayung dan bermotor), taksi, mobil penumpang umum (MPU) dan bus damri. Data dari Dinas Perhubungan Kota Medan didapat bahwa sampai Tahun 2003, jumlah armada angkutan MPU dan Bus yang beroperasi sudah sekitar 7.583 unit (plafon 15.272 unit) dengan 248 trayek, jumlah armada taksi yang beroperasi 1187 unit (plafon 2545 unit), becak (dayung dan bermotor) sekitar 18.800 unit. Selama Tahun 2004 jumlah armada angkutan umum penumpang yang beroperasi jelas semakin meningkat, ditambah lagi dengan bertambahnya armada taksi kota, armada beca mesin (jenis honda win) dan angkutan kancil. Melihat jumlah armada saat ini yang begitu membludak di Kota Medan, timbul pertanyaan: Apa dasar/kriteria dan unjuk kerja dalam analisis penentuan/penambahan trayek dan jumlah armada (plafon/operasi) MPU atau Bus, begitu juga untuk penambahan jumlah perusahaan dan penentuan/penambahan jumlah armada (plafon/operasi) taksi dan beca? Permasalahan dalam pengusahaan angkutan adalah jumlah armada MPU dan Bus yang tergolong sudah sangat besar dengan jumlah trayek yang begitu banyak (trayek banyak yang tumpang tindih dengan ruas jalan yang sama), mengakibatkan persaingan antar koperasi dan juga internal koperasi angkutan dalam hal berebut penumpang yang semakin parah untuk “kejar setoran” yang akhirnya setoran per hari sering tidak terpenuhi, ditambah lagi operasi angkutan antar kota yang bisa masuk melayani dari dan ke pusat kota, sehingga dalam waktu dekat akan banyak pengusaha angkutan yang berjatuhan (alias tumpur di kejar-kejar tukang kredit). Lantas timbul pertanyaan: Bagaimana strategi/usaha pihak koperasi angkutan kota memperjuangkan anggota dalam menanggulangi permasalahan ini? Apa hanya diam saja serta pasrah terhadap apa yang akan terjadi? Disamping tidak seimbangnya pertumbuhan/perubahan penggunaan lahan (land- use) dengan pengembangan jaringan jalan yang ada di perkotaan, ditambah lagi penerapan manajemen lalulintas yang kurang tepat, pengoperasian angkutan kota juga sering dituding sebagai penyebab utama kemacetan dan kecelakaan lalulintas, yang menimbulkan kerugian yang besar dan kepanikan berlalulintas. Kasat mata memang terlihat demikian, karena pada umumnya pengoperasian angkutan umum perkotaan dengan berbagai jenis tipe dan ukuran terlihat tidak disiplin berlalulintas di jalan, bagaikan “raja jalanan”, seperti: berhenti semaunya di sembarang tempat di badan jalan, sering melanggar aturan lampu persimpangan (merah bisa jalan, hijau bisa berhenti bila perlu), menyalip semaunya tanpa mempertimbangkan lalulintas lain dari samping dan belakangnya dengan alasan “kejar setoran” dan “isi perut”. Hal tersebut di atas terjadi, karena jenis angkutan dan jumlah armada yang begitu banyak, rute yang tumpang tindih, tidak sebanding dengan permintaan (demand) penumpang, persaingan antar 3 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
jenis angkutan, keberadaan pool-pool angkutan antar kota di sisi jalan-jalan utama (arteri primer) dan masih masuk wilayah Kota Medan (sepanjang Jl. SM. Raja dan seopanjang Jl. Jamin Ginting) serta penataan terminal yang masih amburadol, ditambah lagi dengan munculnya “terminal bayangan” di jalan-jalan utama (seperti di: jalan akses keluar/masuk Terminal Amplas, Sp. Limun, Sp. Kampus USU, Sp. Sumber, Sp. Halat, Sp. Aksara, dsb) untuk menunggu penumpang (“ngetem”). Dan yang paling mengherankan adalah keberadaan operasional di “terminal bayangan” nyata di depan petugas yang sedang menjalankan tugasnya, seakan-akan petugas mengijinkan hal ini terjadi yang mengakibatkan adanya penyempitan (bottleneck) di badan jalan (dari 3 lajur per arah efektif menjadi 1 lajur per arah), kondisi ini terjadi khususnya di tempattempat rawan kemacetan yang mengakibatkan tingkat kemacetan lalulintas di jalan semakin parah, sehingga waktu tempuh semakin lama, jumlah rit operasi angkutan berkurang, serta beresiko tinggi terhadap keamanan dan kenyamanan. Jika permasalahan tersebut di atas belum dianggap sebagai masalah besar yang sudah seharusnya memerlukan perhatian dan penanggulangan, maka permasalahan akan berlarut-larut semakin berkembang untuk masa mendatang dan tidak heran kalau Kota Medan bukan menjadi Kota Metropolitan, melainkan akan menjadi Kota Metromarpilitan (kota besar yang semrawut dan amburadol). Namun demikian, menilik pada jasa yang diberikan oleh pelayanan angkutan umum kepada masyarakat saat ini (khususnya, bagi pelaku perjalanan yang captive terhadap angkutan umum) sudah cukup baik dalam mendukung kegiatan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat perkotaan karena besaran ongkos yang masih terjangkau, aksesibilitas naik dan turun penumpang yang cukup tinggi dan waktu tunggu (penumpang) yang tidak terlalu lama. Muncul pandangan dan tidak dapat kita bayangkan, bagaimana dampaknya terhadap tingkat kemacetan lalulintas jalan yang akan terjadi lagi, bila pelayanan angkutan umum tidak ada lagi, sehingga setiap penumpang akan beralih menjadi pengguna kendaraan pribadi. Atau bagaimana dampaknya bila seluruh armada angkutan kota secara serentak melakukan aksi mogok (tidak beroperasi) di jalan dalam kurun waktu lama/tertentu. Berapa besar kerugian yang akan terjadi dan SIAPA pihak yang akan bertanggung jawab?. Seperti yang sering terjadi di Kota Medan dan juga terjadi di kota-kota besar lainnya di Indonesia, yaitu permasalahan dalam pengoperasian angkutan umum perkotaan, antara lain : demonstrasi ke Pemko dan DPRD, aksi mogok operasi, perkelahian antar operator (akibat trayek tumpang tindih), kutipan-kutipan tak resmi yang terlalu banyak, kesemuanya akan berdampak kepada penumpang (user), operator serta masyarakat umum perkotaan. Jika kita menginginkan efisiensi penggunaan moda transportasi (total cost perjalanan yang minimal) dan usaha mengoptimasi penggunaan prasarana jalan yang ada, maka diharapkan melalui manejemen dan kebijakan untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi di jalan raya menurut lokasi dan waktu, sehingga pengguna kendaraan pribadi diharapkan akan beralih menjadi pengguna angkutan umum, khususnya pada waktu-waktu sibuk (peak). 4 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat menarik pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna angkutan umum (public tansport priority), maka di satu sisi, pelayanan operasi angkutan umum harus ditingkatkan sesuai dengan tingkat kebutuhan pelaku pergerakan, seperti: 1. Aksesibilitas pra dan purna angkutan yang cukup tinggi, 2. Waktu tunggu penumpang terhadap penggunaan angkutan tidak begitu tinggi, 3. Besaran tarif/ongkos yang terjangkau disesuaikan dengan pelayanannya, 4. Kondisi kenyamanan di kendaraan angkutan yang sesuai dengan harapan penumpang, 5. Penumpang dan operator mendapatkan keamanan yang terjamin, 6. Kelancaran operasional angkutan umum yang lebih terjamin, dengan memberikan kebijakan ‘prioritas bus” seperti: bus lane, bus way dsb. Dalam hal mengantisipasi /mengurangi permasalahan angkutan umum penumpang di Kota Medan yang terjadi saat ini seperti paparan di atas, maka diperlukan perbaikan/pembenahan melalui kajian, seperti: 1. peremajaan armada angkutan, dilakukan dengan pergantian ukuran (size) dari beberapa unit bus kecil menjadi 1 (satu) unit bus sedang atau bus besar dan pembatasan umur kendaraan beroperasi; 2. penataan trayek, dilakukan dengan: 2.1 sistem pengaturan trayek yang terhirarki (bus sedang atau bus besar beroperasi pada koridor demand penumpang yang besar atau pada jalan-jalan arteri dan kolektor primer, 2.2 re-routing trayek sehingga tidak terlalu banyak tumpang tindih pada ruas jalan tertentu; 3. sistem manajemen pengusahaan angkutan dan pelatihan untuk operator angkutan; 4. penataan operasi di terminal, khususnya terminal transit (Term. Amplas dan Term. Pinang Baris); 5. penertiban terminal bayangan dan penataan fasilitas prasarana angkutan (halte, bus bay, dsb); 6. penegakan hukum dan penertiban terhadap kutipan-kutipan liar serta pengamanan terhadap Preman Setempat (PS). Salah satu arahan kebijakan sistem transportasi wilayah perkotaan sebagai Kota Metropolitan (bukan Metromarpilitan) adalah mengembangkan Sistem Angkutan Umum Massa (SAUM) yang tertib, aman, lancar, nyaman dan efisien agar menarik bagi pengguna jasa angkutan, sehingga diharapkan : 1. dapat menarik pengguna angkutan pribadi menjadi pengguna angkutan umum, 2. mengurangi pertumbuhan armada angkutan umum (khususnya, ukuran kecil dan sedang), 3. efektivitas dan efisiensi pengoperasian. Pengoperasian SAUM dilakukan berdasarkan: 1. kemampuan angkut yang besar, 2. kecepatan yang tinggi, 3. keamanan dan kenyamanan yang memadai dan 4. karena digunakan secara massa, haruslah dengan biaya perjalanan yang terjangkau. Jadi harus ada sistem transportasi baru yang tidak terikat/terpisah dari prasarana jalan raya yang memenuhi semua persyaratan tersebut di atas, seperti: Guided Bus, Kereta Api (Light Rail Transit/LRT, Mass Rapid Transit/MRT, Mono Rail). Untuk Wilayah Kota Medan atau Wilayah Metropolitan Medan Area/Mebidang, kelayakan pembangunan/pengembangan Sistem Angkutan Umum Massa (seperti: Guided Bus, Mass Rapid Transit/MRT, Light Rail Transit/LRT atau Mono-Rail) akan mengalami permasalahan kalau program pengembangan/penataan wilayah kota tidak/belum mendukung, karena pertimbangan: 1. biaya pembangunan/pengembangan dan pemeliharaan serta operasional sistem SAUM yang sangat besar, maka diharapkan pendapatan yang besar/memadai, 2. pendapatan didapat dari 5 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
besaran tarif dan jumlah penumpang terlayani, sedangkan tarif harus terjangkau oleh masyarakat pengguna angkutan umum, 3. agar pendapatan yang memadai didapat maka demand penumpang pada koridor pelayanan diharapkan cukup besar, 4. untuk mendapatkan penumpang dengan jumlah yang besar (mass) seharusnya sistem SAUM melayani jarak koridor pelayanan yang cukup panjang dan cepat (rapid), 5. sistem ini didukung/ditunjang oleh sistem angkutan umum (MPU dan Bus) sebagai pengumpan pada koridor-koridor pelayanan. Sedangkan ditinjau dari sisi pengembangan Wilayah Kota Medan yang sedang terjadi saat ini kelihatan tidak/belum mendukung terhadap kelayakan pengembangan SAUM, karena pembangunan masih cenderung terpusat dan bukan/belum mengembangkan sub-sub center kota atau kota-kota satelit. Jadi, dari permasalahan ini jelas terlihat bahwa teknologi sistem angkutan umum saling terkait (terintegrasi) dengan pola pengembangan wilayah perkotan dan pengembangan wilayah sekitar Mebidang (Medan – Binjai – Deli Serdang), seperti: 1. Pengembangan Pelabuhan Belawan menjadi Hub-Port Internasional, 2. Pengembangan Free Trade Zone (FTZ), Pabrik Finishing Industrial di wilayah sekitar Belawan, 3. Pengembangan Air-Port Internasional di Kuala Namu (Lokasi eks Bandara Polonia bisa dijadikan sebagai Kota Satelit atau Centre Bussiness of District/CBD), Pengembangan Permukiman dan Perdagangan di wilayah Buffer Zone, 4. Pengembangan lokasi-lokasi Pariwisata dsb. Secara keseluruhan rencana pengembangan wilayah Kota Medan (Bappeda Medan) tidak bisa terlepas dari rencana pengembangan wilayah Mebidang dan rencana pengembangan Provinsi Sumatera Utara (Bappeda Sumut) dan berikutnya barulah dilakukan pengembangan sektor transportasi (khususnya teknologi angkutan umum) guna mendukung intensitas kegiatan yang akan terjadi. (Telah dimuat di Harian SIB, kolom OPINI halaman 13, Sabtu 15 Januari 2005)
6 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara