١
STAIN Palangka Raya
EFEKTIVITAS COOPERATIVE GAMES DALAM MENINGKATKAN KETRAMPILAN SOSIAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK (Tinjauan Psikologis) Mariah Kibtiyah Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh permainan kooperatif dalam meningkatkan ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak. Selain itu penelitian ini bertujuan melihat perbedaan ketrampilan sosial kelompok yang mendapat perlakuan permainan kooperatif dengan yang tidak mendapatkan perlakuan. Subjek dalam penelitian ini adalah murid-murid Taman Kanak-Kanak kelas B atau Kelas Nol Besar yang berusia lima sampai dengan enam tahun, sebanyak 28 anak. Subjek dikelompokkan melalui random assigment dalam kelompok eksperimen sebanyak 14 anak dan kelompok kontrol sebanyak 14 anak. Ketrampilan sosial anak diukur dengan menggunakan skala ketrampilan sosial. Rancangan eksperimen yang digunakan adalah Pretest Posttest Control Group Design dan metode analisis data menggunakan t – Test. Hasil penelitian setelah perlakuan menunjukkan ada perbedaan ketrampilan sosial yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dengan (t = 10,191 ; p = 0,000), kelompok eksperimen mempunyai ketrampilan sosial lebih tinggi dengan (Mean = 111,857) dibandingkan dengan kelompok kontrol ( Mean = 53,893). Berdasarkan hasil tersebut di atas, maka permainan kooperatif efektif dalam meningkatkan ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak. Kata kunci : permainan kooperatif, ketrampilan sosial
PENDAHULUAN Masa prasekolah merupakan periode yang sangat penting dalam perkembangan anak karena interaksi sosial yang terjadi pada masa tersebut akan menentukan dasar sikap dan tingkah laku yang berhubungan dengan orang lain, kelompok maupun dengan kehidupan sosial secara luas. Anak-anak pada usia prasekolah mulai memasuki lingkungan formal, yang berbeda dengan lingkungan keluarga, yaitu anak mulai memasuki dunia sekolah. Perubahan lingkungan anak yakni dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah tentu saja membutuhkan suatu kemampuan untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan yang baru. Ketrampilan sosial perlu dipelajari anak di Taman Kanak-kanak (Gordon & Browne, 1985) yaitu dalam rangka membina hubungan dengan orang dewasa dan teman sebaya. Di sekolah anak dapat berkesempatan tinggal bersama anak lain untuk belajar, dan berhubungan antar pribadi dengan anak lain secara memuaskan. Ketrampilan sosial juga yang
Penulis adalah dosen di STAIN Palangka Raya. Ia menyelesaikan program S2 di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, konsentrasi Psikologi Pendidikan, tahun 2003. Alamat kantor: STAIN Palangka Raya, Jalan George Obos, Komplek Islamic Centre, Kode Pos 73111, Telepon: (0536) 3222105.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٢
STAIN Palangka Raya
menyebabkan individu mampu mengemukakan pikiran dan perasaannya tanpa merasa malu ataupun merasa bersalah (Colhoun & Accocella, 1990). Tower (1984) mengemukakan bahwa kurang ketrampilan sosial pada individu, terutama pada anak, merupakan prediktor dari timbulnya bermacam-macam gangguan psikiatrik di masa dewasanya. Termine (1997) menyatakan bahwa anak-anak yang kekurangan atau lemah dalam ketrampilan sosialnya sama berisikonya dengan anak-anak yang kekurangan ketrampilan akademik, pada usia perkembangan sosial ini penguasaan ketrampilan sosial memainkan peranan yang sangat penting, dalam kesejahteraan dan perkembangan anak. Slavin (Carledge, dan Milburn, 1995) mempertegas ungkapan di atas bahwa ketrampilan sosial juga dapat meningkatkan kemampuan akademik anak. Laporan statistik yang dikemukakan oleh Alisjahbana (Ayahbunda, 2001) bahwa lebih dari 13 % dari semua anak duduk di kelas satu SD (Sekolah Dasar), mereka menderita kesulitan belajar dengan presentase tertinggi untuk sosialisasi dan komunikasi 65,2 %, dan sisanya kesulitan matematika dan membaca. Tedjasaputra (2001) mengatakan bahwa banyak keluhan terlontar dari orang tua atau guru tentang sikap “malas” anak untuk berangkat ke sekolah sampai pada “kecemasan berpisah dengan orang tua”. Bahkan keluhan tidak suka sekolah bukan hanya pada anak prasekolah, tapi juga pada siswa SD sampai SMU dalam kadar yang berbeda. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah rendahnya ketrampilan sosial anak, yang berdampak pada rendahnya kemampuan sosialisasi serta mempengaruhi kemampuan akademik. Boyum dan Parke (1995) merangkum berbagai hasil penelitian dan menyimpulkan bahwa hubungan sosial yang problematik pada masa kanak-kanak ternyata dapat memprediksi perilaku-perilaku bermasalah seperti drop-out sekolah, kriminalitas, dan psikopatologi pada masa-masa selanjutnya. Dari beberapa penelitian terbukti bahwa anak-anak yang mempunyai ketrampilan sosial rendah ditolak oleh teman-temannya. Mereka tidak dapat bergaul dengan baik bahkan mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin persahabatan dengan orang lain. Anak-anak ini ada dalam risiko tinggi mengalami gangguan perkembangan pada usia yang lebih lanjut. (Oden & Strain, 1984; Oden & Asher, 1977; O’Connor, 1972; Allen, dkk. 1964; Chittenden, 1942). Pada usia Taman Kanak-kanak anak mulai dapat dibentuk dalam kelompok sebaya. Melalui kelompok tersebut aktivitas sosial anak mulai berkembang ; anak belajar bekerja sama, mengenal aturan dalam kelompok memahami orang lain, dan menjalin persahabatan yang akan mengembang kan ketrampilan sosial. Kontak yang terjadi dengan teman sebaya makin intensif dan anak-anak saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Hal tersebut dapat digunakan sebagai sarana anak untuk belajar sosial melalui kehidupan berteman ataupun belajar bekerja sama dengan bermain bersama. Taman Kanak-Kanak juga mempersiapkan anak secara fisik dan psikis sehingga ia mampu menapak ke dunia baru dengan lebih nyaman serta menjadikan Taman Kanak-kanak sebagai tempat menyenangkan bagi anak untuk bermain dan belajar serta mengembangkan diri sebagai makhluk sosial. Sementara itu, kenyataan yang ada saat ini banyak bermunculan permainan elektronik yang bersifat individual, sehingga tidak mengembangkan pola interaksional dengan teman sebaya ataupun kurang dapat mengembangkan penyesuaian pribadi dan sosial anak. Sebagian Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٣
STAIN Palangka Raya
orang tua memberikan permainan yang lebih memfokuskan pada perkembangan kognisi, sehingga tidak membutuhkan interaksi dengan teman lain. Permainan tersebut misalnya; video game, , play station dan jenis-jenis permainan lain. ( Hasil wawancara dengan orang tua atau wali siswa tanggal 30 Desember 2003, jam 730 sampai dengan 1000) Mulai usia empat sampai enam tahun, anak berminat mempelajari hal-hal baru di sekelilingnya. Terutama interaksi terhadap teman-teman sebaya, bahkan ia mampu memilih beberapa di antaranya sebagai teman dekat. Pada tahap ini anak memang mulai memasuki tahap bermain kooperatif ( Ayahbunda, 1994), artinya anak sudah bisa terlibat dalam permainan kelompok bersama teman-temannya, meski masih sering terjadi pertengkaran. Craig & Kermis (1995) menyatakan ada dua metode mengajarkan ketrampilan sosial ; pertama , mereka mengajarkan ketrampilan sosial secara langsung, dengan modeling ; kedua, dalam bentuk permainan. Melalui permainan anak juga dapat berbagi perasaan, kegembiraan atau kesedihan saat bermain. Hampir semua kandungan ketrampilan sosial dapat dimasukkan ke dalam format permainan melalui cara yang sederhana. Seorang guru dapat menggunakan serangkaian permainan untuk melatih ketrampilan sosial misalnya; meminjam dan mengembalikan barang seseorang dengan benar. Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga tidak terbayangkan bagaimana jadinya apabila anak melalui hari-harinya tanpa kegiatan bermain. Hampir semua ahli mengakui bahwa kegiatan bermain sangat penting bagi anak. Aspek-aspek perkembangan seperti kognisi, emosi, sosial, dan perkembangan fisik, umumnya terstimulasi melalui kegiatan bermain. Berdasarkan hasil survey dan observasi lapangan oleh peneliti dibantu dua orang observer pada 15 bulan April sampai 14 Juni 2003 pada dua sekolah Taman Kanak-Kanak ABA terdapat beberapa hal yang mengindikasikan bahwa ketrampilan sosial anak masih rendah. Hal ini berdasarkan aspek-aspek ketrampilan sosial Moeslichatoen (1996) adalah : pertama, membina hubungan dengan anak lain seperti ; kedua, membina hubungan dengan kelompok; ketiga, membina diri sebagai individu Dari hasil observasi dan survey di lapangan dapat diketahui masih ada beberapa anak yang memiliki ketrampilan sosial rendah, yang perlu memdapat bantuan sejak dini. Permainan kooperatif adalah sebuah permainan anak-anak yang mencakup berbagi barang-barang selama periode waktu tertentu, mengikuti peraturan yang dibuat, menyelesaikan perselisihan, saling membantu sesama dan kelompok serta berbagi peran (Craig & Kermis, 1995). Ini adalah interaksi sosial yang sebenarnya karena anak-anak bermain dengan yang lain bersama-sama. Seiring kematangan anak, maka permainan benarbenar merupakan bermain kooperatif. Bentuk permainan anak juga mempengaruhi proses sosialisasi. Aktivitas bermain anak merupakan sarana yang paling mudah digunakan untuk mempelajari suatu kemampuan termasuk untuk bersosialisasi. Menurut Mulyadi (1999) fungsi bermain dapat menunjang perkembangan motorik, bahasa, sosial, emosi, kecerdasan, kreativitas dan dapat dijadikan sebagai terapi. Apabila anak diberi permainan kooperatif secara berkala, maka akan dapat mengembangkan aspek kognisi, emosi dan sosial sehingga anak akan berkembang secara optimal.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٤
STAIN Palangka Raya
Rumusan Masalah Berdasarkan ulasan terdahulu serta bukti di lapangan dan pernyataan dari beberapa ahli, maka permainan kooperatif memiliki fungsi meningkatkan perkembangan sosial anak, maka pertanyaannya adalah apakah permainan kooperatif efektif dalam meningkatkan ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak? Atas dasar hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian eksperimental tentang efektivitas permainan kooperatif terhadap ketrampilan sosial anak usia Taman Kanak-Kanak. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh permainan kooperatif dalam meningkatkan ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang psikologi, khususnya : 1. Apabila permainan kooperatif ini ternyata efektif bagi anak usia Taman Kanak-Kanak (TK) dalam rangka meningkatkan ketrampilan sosial mereka, maka bentuk bermain ini akan menambah salah satu metode yang dapat digunakan dalam memberikan bantuan pada subjek yang mengalami kesulitan bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya. 2. Memberikan informasi bahwa jenis permainan kooperatif dapat digunakan sebagai stimulasi sosial bagi perkembangan ketrampilan sosial pada anak Taman Kanak-kanak. Manfaat praktis adalah bagi para pendidik khususnya guru Taman Kanak-kanak dapat menjadikan permainan kooperatif sebagai salah satu alternatif pilihan dalam mempertimbangkan suatu jenis permainan yang dapat merangsang perkembangan sosial yang sesuai dengan usia anak. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian dan arti penting Ketrampilan Sosial bagi anak Taman Kanak-kanak Ketrampilan sosial adalah kemampuan anak untuk mengatur pikiran dan perilakunya ke dalam suatu perbuatan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan aspek kultural yang dapat diterima secara sosial dan mempertimbangkan tujuan interpersonal ( Laz dan Mize dalam King & Kirschenbaum, 1992). Tower (Cartledge dan Milburn, 1995) membagi ketrampilan sosial menjadi dua dimensi, yaitu : skill component (komponen ketrampilan) adalah sebuah elemen tunggal seperti melihat/mengangguk atau serangkaian perikalu yang digunakan dalam interaksi sosial, seperti ; menyapa, mengucapkan selamat tinggal, dan skill processes (proses ketrampilan) adalah kemampuan individu untuk menggeneralisasikan kemampuan berperilaku sesuai dengan peraturan dan tujuan sebagai respon untuk umpan balik sosial. Pembagian ini menunjukkan bahwa kebutuhan individu untuk memonitor beberapa situasi dan berbagai perilaku respon untuk memberikan umpan balik terhadap respon yang diberikan orang lain.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٥
STAIN Palangka Raya
Dengan ketrampilan sosial, individu akan mampu menghadapi berbagai situasi yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ketrampilan sosial pula yang menyebabkan individu mampu mengemukakan pikiran dan perasaannya tanpa merasa malu ataupun merasa bersalah (Colhoun & Accocella, 1990). Pentingnya ketrampilan sosial dalam kehidupan individu terbukti dari adanya korelasi antara ketrampilan sosial ini dengan kemampuan penyesuaian individu. Trower (1984) mengemukakan bahwa kurangnya ketrampilan sosial pada individu , terutama pada anak, merupakan prediktor dari timbulnya bermacam-macam gangguan psikiatrik di masa dewasanya. Kagan, dkk (1992) menambahkan bahwa ketrampilan sosial merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan anak. Salah satu bentuk sosialisasi di sekolah adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dan menjaganya. Akhirnya pengalaman anak dengan teman sebaya akan memberikan pengaruh terhadap sikap mereka ketika belajar di sekolah. Bentuk ketrampilan sosial tersebut antara lain : ketrampilan bercakap-cakap baik verbal maupun non verbal, ketrampilan melontarkan humor, ketrampilan untuk berteman dan menjalin persahabatan, ketrampilan bergaul dalam kelompok, dan ketrampilan bertata krama (Shapiro 1999) Ketrampilan sosial perlu di pelajari anak di Taman Kanak-kanak (Gordon & Browne,1985) adalah membina dan menanggapi hubungan antar pribadi dengan anak lain secara memuaskan : tidak suka bertengkar, tidak ingin menang sendiri, berbagi kue atau mainan, dan saling membantu. Orang dewasa atau guru dapat membantu saat anak membutuhkan dan mengalami kesulitan dalam mempelajari tata cara hidup bermasyarakat, dan menjaga anak agar tidak menyakiti dan disakiti anak lain : cara memperbaiki kesalahan dengan meminta maaf, cara berterima kasih terhadap bantuan atau pertolongan anak lain, cara menghormati guru. Dalam kehidupan manusia ketrampilan sosial merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang. Melalui ketrampilan sosial ini, orang akan dapat melakukan hubungan dengan baik dan memuaskan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Kualitas hubungan yang baik ini selanjutnya akan menaikkan harga diri dan kepercayaan diri seseorang sehingga akan terbentuklah satu bagian kehidupan yang sehat pada seseorang. Dari beberapa penelitian terbukti bahwa anak-anak yang mempunyai ketrampilan sosial rendah ditolak oleh teman-temannya. Mereka tidak dapat bergaul dengan baik bahkan mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin persahabatan dengan orang lain. Anak-anak ini ada dalam risiko tinggi mengalami gangguan perkembangan pada usia-usia yang lebih lanjut (Oden & Strain, 1984; Oden & Asher, 1977; O’Connor, 1972; Allen dkk, 1964; Chittenden, 1942). 2. Aspek-aspek Ketrampilan Sosial Anak. Elksnin dan Elksnin (1995) mengidentifikasi ketrampilan sosial dengan beberapa ciri : 1. Perilaku interpersonal. 2. Perilaku berhubungan dengan diri sendiri. 3. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis. 4. Peer acceptance (penerimaan teman sebaya) 5. Ketrampilan berkomunikasi.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٦
STAIN Palangka Raya
Moeslichatoen (1996) mengemukakan empat langkah pengembangan ketrampilan sosial yang dapat dipelajari anak di Taman Kanak-kanak yaitu ketrampilan berkaitan dengan : 1. Membina hubungan dengan anak lain. 2. Membina hubungan dengan kelompok 3. Membina diri sebagai individu. Berdasarkan uraian di atas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak yaitu anak dapat membina hubungan dengan anak lain seperti tidak ingin menang sendiri, berbagi alat tulis atau mainan, dan saling membantu, menanti giliran, meminta untuk menggunakan alat permainan; membina hubungan dalam kelompok seperti bekerja sama melaksanakan tugas guru, anak belajar menghargai hak, perasaan dan benda milik orang lain serta belajar bersabar menunda dan menanti giliran untuk melaksanakan suatu aktivitas; membina diri sebagai individu seperti belajar bekerja berdekatan dengan anak lain tanpa mengganggu, berkomunikasi secara verbal ataupun non verbal, menerima penolakan, tidak merebut alat permainan temannya. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketrampilan Sosial Beberapa kelompok dan organisasi dalam masyarakat memainkan peranan penting dalam sosialisasi. Perilaku yang dimiliki oleh anak disadari atau tidak, dipengaruhi oleh teman sebaya, lingkungan keluarga, guru di sekolah dan bentuk permainan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bhatia (1977) bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu :a). kelompok sosial anak; b). peniruan tingkah laku; dan c). partisipasi dalam kelompok sosial. Dengan segala keterbatasan peneliti, maka penelitian ini hanya membahas dua faktor yaitu teman sebaya dan bentuk permainan dengan pertimbangan bahwa pada usia ini kedua faktor tersebut sangat berpengaruh besar dan yang dapat diamati ketika anak berada di lingkungan sekolah. 5.1 Teman sebaya 5.2 Bentuk permainan 4. Permainan Kooperatif (cooperative games) Manusia dikenal dengan sebutan homuluden atau makhluk bermain. Permainan ada pada setiap tingkat usia manusia, namun demikian permainan seringkali dianggap sebagai suatu bagian yang bersifat alamiah bagi seorang anak. Gambaran seorang anak akan terlintas apabila melihat sebuah permainan. Tentunya tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain. (Cohen, 1977; Hetherington & Parke, 1979; Smart & Smart, 1982; Peterson, 1989; Mönks dkk, 1992; Hurlock, 1993) Bruner (Hurlock, 1980) menyatakan bahwa permainan merupakan kegiatan pokok dalam masa kanak-kanak, yang merupakan sarana improvisasi dan kombinasi serta sebagai sarana pertama anak memahami aturan – aturan sesuai kendali budaya yang ada. Cohen (1993) melanjutkan bahwa bermain memiliki kegunaan di bidang pendidikan dan kognitif serta bernilai secara sosial dan emosi. Garvey (Mussen, 1988) memberi kriteria tertentu dalam mendefinisikan permainan, yaitu : 1. Permainan merupakan sesuatu yang menggembirakan dan menyenangkan. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٧
STAIN Palangka Raya
2. Permainan tidak mempunyai tujuan ekstrinsik. 3. Permainan merupakan hal yang spontan dan sukarela. 4. Permainan mencakup keterlibatan aktif pemain. Berdasarkan sejumlah pengertian dan definisi tersebut di atas, serta uraian yang penulis kemukakan, maka pengertian permainan menurut penulis adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, dan dapat mencerminkan kemampuan kognisi, emosi dan sosial anak dalam mengulang pengalaman dan berfantasi serta menangkap rangsangan melalui afeksinya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitar atau berdasarkan latar belakang budaya anak. Permainan kooperatif adalah sebuah permainan anak-anak berbagi barang-barang selama periode waktu tertentu, mengikuti peraturan yang dibuat, menyelesaikan perselisihan, saling membantu sesama dan kelompok serta berbagi peran (Craig & Kermis, 1995). Ini adalah interaksi sosial yang sebenarnya karena anak-anak bermain dengan yang lain bersamasama. Seiring kematangan anak, maka permainan benar-benar merupakan bermain kooperatif. Permainan kooperatif adalah salah satu bentuk permainan, dalam permainan tersebut anak belajar bekerjasama untuk tujuan bersama, mereka mampu saling memberi semangat dan mendukung, mengasumsikan tanggung jawab belajar baik pada diri mereka atau orang lain, serta mengunakan ketrampilan sosial yang berhubungan dengan kelompok (Cartledge & Mailburn, 1995). Sapon-Shevin (Cartledge & Mailburn, 1995) menyatakan bahwa permainan kooperatif dapat berguna mempromosikan interaksi sosial, hal yang perlu diperhatikan dalam permainan : 1.Melibatkan anak yang ditinggalkan (sendirian), memulai permainan dan mengajak anak lain untuk bermain. 2. Berbagi dan bergiliran. 3. Menyentuh anak lain dengan lembut, membantu anak lain yang jatuh atau mengalami kesulitan. 4. Berbicara manis dengan teman sekelas, memanggil teman sekelas hanya dengan nama yang mereka senangi, memperhatikan dan mengomentari kelebihan teman sekelas daripada kelemahannya. Sapon – Shevin (Cartledge & Mailburn, 1995) dan Fullerton (2000) memberikan contoh permainan kooperatif dan beberapa perilaku ketrampilan sosial yang ditimbulkan dari permainan tersebut : 1. Musical chairs (Harrison, 1976 & Orlick, 1982) 2. Relay Kelinci (Fullerton, 2000) 3. Bloop (Fullerton, 2000) LANDASAN TEORI Berdasarkan uraian tinjauan pustaka tersebut di atas, maka secara garis besar landasan teori yang mendasari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: Model-model rangsangan yang dapat meningkatkan kemampuan sosial, kognitif, dan emosi anak adalah permainan. Mengapa, karena permainan adalah kegiatan pokok yang dilakukan anak serta merupakan ciri khas dunia anak.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٨
STAIN Palangka Raya
Jenis permainan sangat banyak dan masing-masing permainan memiliki fungsi dan tujuan tertentu. Menurut para ahli yang telah dikemukakan di depan, permainan yang baik adalah permainan yang dapat merangsang dan mengembangkan kemampuan sosial, kognisi, dan emosi anak. Permainan kooperatif adalah salah satu jenis permainan, yang dapat merangsang anak untuk dapat membina hubungan dengan orang dewasa, anak dapat membina hubungan dengan anak lain, anak dapat membina hubungan dengan kelompok, dan anak dapat membina diri sendiri sebagai individu. Bentuk permainan anak juga mempengaruhi proses sosialisasi. Aktivitas bermain anak merupakan sarana yang paling mudah digunakan untuk mempelajari suatu kemampuan termasuk untuk bersosialisasi. Menurut Mulyadi (1999) fungsi bermain dapat menunjang perkembangan motorik, bahasa, sosial, emosi, kecerdasan, kreativitas dan dapat dijadikan sebagai terapi. Khususnya pada perkembangan sosial, bermain bersama teman-teman sebaya, membuat kelompok permainan dan berkompetisi antar kelompok dapat meningkatkan sosialisasi dan ketrampilan sosial anak ( Budhisantoso, dkk. 1997 ). Permainan kooperatif dalam penelitian ini akan menjadi perlakuan yang dikenakan pada kelompok anak-anak Taman Kanak-kanak. Anak prasekolah mengalami perkembangan yang menonjol dalam hal kognisi dan sosialnya. Perkembangan kognisi ditandai dengan kemampuan membuat kategorisasi-kategorisasi baik terhadap benda maupun konsep sosial. Perkembangan sosial anak prasekolah ditandai dengan interaksi yang makin luas dibandingkan sebelumnya. Interaksi juga terjadi dilingkungan sekolah dengan guru, staf sekolah, dan teman sebaya. Dalam membina interaksi tersebut ketrampilan sosial diperlukan anak agar dapat berinteraksi secara baik. Permainan kooperatif dimainkan secara berkelompok, mengharuskan anak untuk bermain dengan baik, anak juga dituntut berperilaku interpersonal, dapat menghargai diri sendiri, berperilaku yang berhubungan dengan penerimaan sosial, dan menuntut anak untuk berkomunikasi dengan baik. Selain itu permainan kooperatif yang dirancang adalah dengan latar belakang kelompok dan kerjasama tim, maka akan memberi kesempatan pada anak untuk mempelajari dan mengembangkan ketrampilan sosial. Bentuk-bentuk ketrampilan sosial yang diharapkan dengan pemberian perlakuan permainan kooperatif, adalah : 1. Membina hubungan dengan anak lain, anak belajar cara mengemukakan gagasan dengan anak lain, anak belajar mempertahankan diri, mengkomunikasikan keinginan, dan mengadakan negosiasi dengan cara yang dapat diterima kelompok, mempertahankan barang miliknya, meminta izin untuk menggunakan alat permainan, menanti giliran menggunakan peralatan, menyatakan keinginan untuk melakukan sesuatu kepada anak lain. 2. Membina hubungan dengan kelompok, anak belajar untuk dapat berperan serta, dan meningkatkan hubungan kelompok, meningkatkan hubungan antar pribadi, mengenal identitas kelompok, dan belajar bekerjasama dalam kelompok, termasuk mentaati jadwal dan kegiatan bermain bersama. Anak juga belajar menghargai hak, perasaan, dan barang milik orang lain, serta belajar untuk bersabar menunda dan menanti giliran untuk melakukan sesuatu perbuatan. 3. Membina diri sebagai individu, anak belajar untuk bertanggung jawab untuk membantu diri sendiri, menjaga diri sendiri, membersihkan bangku setelah melakukan kegiatan. Anak juga belajar bekerja berdekatan dengan anak lain tanpa mengganggu, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٩
STAIN Palangka Raya
mengadakan kesepakatan, berkomunikasi, dan menerima penolakan, atau perasaan yang menyakitkan atau kekecewaan dengan cara yang dapat diterima kelompok, misalnya: tidak merebut permainan teman, dan mengadakan kesepakatan dalam berbagi permainan. Apabila Permainan kooperatif diberikan pada anak, maka diharapkan dengan sendirinya akan mengembangkan kemampuan ketrampilan sosial. Perlakuan permainan kooperatif secara berkala akan mempercepat anak berkembang ketrampilan sosialnya, mengingat akibat dari pemberian permainan kooperatif tidak akan nampak hanya dengan satu kali pemberian. Pengaruh intervensi permainan digambarkan secara ringkas dalam kerangka pikir pada gambar 1.
HIPOTESIS Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori tersebut di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah : Ada perbedaan ketrampilan sosial antara kelompok yang mendapatkan perlakuan permainan kooperatif (cooperative games) dengan yang tidak mendapatkan perlakuan. Anak yang diberi permainan kooperatif akan memiliki tingkat ketrampilan sosial yang lebih tinggi daripada yang tidak diberi permainan kooperatif. METODE PENELITIAN 1. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel tergantung : ketrampilan sosial 2. Variabel bebas : permainan kooperatif 2. Definisi Operasional
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١٠
STAIN Palangka Raya
1. Ketrampilan sosial dalam penelitian ini, dilihat dari hasil rater (penilai). Reting penilai tentang ketrampilan sosial anak ini berupa skala model Likert yang mengungkap aspekaspek ketrampilan sosial. Dalam penelitian ini ketrampilan sosial yang dimaksud meliputi : a. Membina hubungan dengan anak lain, anak belajar cara mengemukakan gagasan dengan anak lain, anak belajar mempertahankan diri, menuntut hak dengan cara yang dapat diterima, menerima giliran, mengkomunikasikan keinginan dan dapat diterima kelompok, mempertahankan miliknya, meminta izin untuk menggunakan alat permainan, menanti giliran menggunakan peralatan, menyatakan keinginan untuk melakukan sesuatu kepada anak lain. b. Membina hubungan dengan kelompok, anak dapat berperan serta, meningkatkan hubungan kelompok, meningkatkan hubungan antar pribadi, mengenal identitas kelompok, dapat bekerja sama dalam kelompok termasuk dalam kegiatan bermain, anak dapat menghargai hak, perasaan, dan barang orang lain, serta belajar untuk bersabar menunda dan menanti giliran untuk melakukan sesuatu perbuatan. c. Membina diri sebagai individu, anak bertanggung jawab untuk membantu diri sendiri, menjaga diri sendiri. Anak dapat bekerja berdekatan dengan anak lain tanpa mengganggu, berkomunikasi. Anak dapat menerima penolakan atau perasaan menyakitkan atau kekecewaan dari kelompok, misalnya; tidak merebut permainan teman, mengadakan kesepakatan dalam berbagi permainan. Ketrampilan sosial dinilai oleh dua orang penilai yang ditentukan dengan mempergunakan format penilaian yang telah disusun. 2. Permainan kooperatif (Cooperative Games) adalah sebuah bentuk permainan kelompok dan kerjasama tim. Menggunakan seperangkat alat “permainan kooperatif”. Alat permainan tersebut berbentuk seperangkat kursi dan musik (Harrison, 1976 & Orlick, 1982); balon dan topeng kelinci (Fullerton, 2000).Dalam penelitian ini permainan kooperatif didasarkan pada sebuah modul permainan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan kultur yang ada . Untuk mengetahui efektivitas dan keberhasilan permainan kooperatif, dilakukan pengukuran berdasarkan skala ketrampilan sosial anak. Skala tersebut disusun berdasarkan tiga dimensi yang telah disusun berdasarkan aspek-aspek ketrampilan sosial (Moeslichatoen, 1996) 3. Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian adalah anak prasekolah yang berusia lima sampai dengan enam tahun yang lazimnya sedang berada dalam pendidikan setingkat Taman KanakKanak.Menurut Hurlock (1991) pola perilaku sosial maupun perilaku asosial dibina pada masa kanak-kanak, dan setelah pola perilaku itu terbentuk maka pola tersebut akan cenderung menjadi atribut yang menetap pada dirinya. Taman Kanak-Kanak ABA Nitikan Jln. Sorogenen Nomor 53 Yogyakarta, yang berusia antara lima sampai enam tahun. Setelah dilakukan pengontrolan sesuai tujuan dan maksud penelitian, maka anak yang dijadikan subjek penelitian berjumlah 28 anak. Terdiri dari laki-laki berjumlah 20 anak dan perempuan berjumlah 8 anak. Penempatan subjek dalam kelompok dalam hal ini dilakukan secara Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١١
STAIN Palangka Raya
random. Ini dilakukan untuk mengendalikan masuknya pengaruh faktor non-eksperimental damal pelaksanaan eksperimen. Sebenarnya menurut Hadi (2000), ada tiga tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan masuknya pengaruh-pengaruh faktor noneksperimental, yaitu : (1) equalization atau penyeragaman, (2) counter-balancing atau giliran dan (3) randomization atau penempatan secara sembarang. Namun dengan pertimbangan efektivitas dan efesiensi penelitian, prosedur penempatan kelompok subjek dalam dua kelompok dilakukan dengan randomisasi, untuk menentukan subjek mana yang masuk sebagai kelompok perlakuan dan subjek mana yang menjadi kelompok kontrol. Kelompok perlakuan berjumlah 14 anak dari nomor ganjil dan kelompok kontrol berjumlah 14 anak dari nomor genap. Masing-masing kelompok terdiri dari beberapa anak laki-laki dan perempuan. Anak yang diambil sebagai subjek penelitian adalah yang memenuhi kriteria berikut : 1. Anak-anak yang memiliki skor ketrampilan sosial di bawah 74 poin (X<74) ketika pretest. 2. Anak kelas nol besar (kelas B) dengan alasan bahwa anak sudah lebih banyak melakukan hubungan dengan teman sebaya dan lebih mandiri. 4. Jalannya Penelitian Secara garis besar prosedur penelitian ini melalui tiga tahap, sebagai berikut : 4.1. Tahap Persiapan Penelitian Langkah – langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah : 4.1.1. Penyusunan Skala Psikologis Ketrampilan Sosial. Skala ini disusun berdasarkan model Likert, terdiri dari butir-butir pernyataan yang direspon dengan pilihan angka : 1, 2, 3, 4, dan 5. Semakin besar angka respon semakin sesuai pernyataan tersebut dengan subjek. Dengan demikian angka 5 mewakili respon sangat sesuai; angka 4 mewakili respon sesuai; angka 3 mewakili kurang sesuai; angka 2 mewakili respon tidak sesuai; dan angka 1 mewakili respon sangat tidak sesuai. Butir-butir pernyataan tersebut sebagian bersifat favorable terhadap ketrampilan sosial, sedangkan sebagian yang lain bersifat unfavorable terhadap ketrampilan sosial. Untuk butir-butir pernyataan yang favorable, penyekoran diberikan sesuai dengan angka respon, yaitu semakin tinggi angka respon maka semakin tinggi skor ketrampilan sosial. Rentang skor respon dapat di lihat pada tabel berikut. Tabel 1. Rentang Skor favorable dan unfavorable Skor Rentang Pengskalaan Favorable
Unfavorable
Sangat sesuai
5
1
Sesuai
4
2
Kurang sesuai
3
3
Tidak sesuai
2
4
Sangat tidak sesuai
1
5
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١٢
STAIN Palangka Raya
Skala ketrampilan sosial ini terdiri dari 37 butir pernyataan, mengungkap aspek ketrampilan sosial seperti yang dikemukakan oleh Moeslichatoen (1995) dimensi-dimensi tersebut, yaitu : a). Membina hubungan dengan anak lain, b). Membina hubungan dengan kelompok, dan c). membina diri sebagai individu. Skala ini diisi oleh penilai (rater). Tabel berikut memberikan gambaran tentang distribusi item masing-masing dimensi sebelum diadakan uji coba. Tabel 2. Spesifikasi Skala ketrampilan Sosial sebelum uji coba Butir
Pernyataan
Jumlah
Favorable
Unfavorable
Aitem
Dimensi Membina hubungan dengan anak lain
1,2,7,12,14,15
Membina hubungan dengan kelompok
17,18,19,23
Membina diri sebagai individu
25,27,29,30
3,4,5,6,8,9,10,11 14 15,16,20,21,22, 10 24
Jumlah aitem
26,28,31,32,34, 13 35,36,37
15
22
37
4. 1.2. Penyusunan Modul Permainan Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan dalam bab dua, maka peneliti menyusun paket permainan yang akan digunakan sebagai pegangan pelatih untuk memberikan pelatihan ketrampilan sosial. Permainan kooperatif disusun oleh peneliti, berisikan berbagai jenis kemampuan ketrampilan sosial, dalam hal ini terbagi dalam tiga aspek : 1) membina hubungan dengan anak lain; 2) membina hubungan dengan kelompok, dan 3) membina diri sebagai individu. Prosedur permainan untuk mengungkap ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak dalam penelitian ini diadaptasi permaian musical chairs dari Harrison dan Orlick (Cartledge dan Mailburn, 1995) dan relay kelinci Fullerton (2000) dengan modifikasi, yaitu mengubah modul permainannya. Prosedur ini dikembangkan melalui beberapa tahapan yaitu : (1) observasi dalam setting natural ; (2) wawancara terhadap para guru ; (3) mencobakan prosedur alternatif dan (4) setelah menemukan prosedur yang dianggap paling cocok kemudian diujicobakan. Modul tersebut secara garis besar terdiri dari ice breaking bentuk-bentuk permainan kooperatif, secara lengkap dan terperinci dapat dilihat dalam lampiran. 4. 1.3. Persiapan Penilai, Observer dan Fasilitator Setelah modul pelatihan siap, peneliti menentukan dua orang fasilitator, yaitu dua orang sarjana psikologi. Selain itu peneliti menentukan satu orang observer untuk mengobservasi
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١٣
STAIN Palangka Raya
peserta pelatihan dan dua orang penilai (rater) juga dari sarjana psikologi dengan maksud guna memperoleh tambahan data individual. Peneliti memberikan modul pelatihan yang telah disusun kepada fasilitator untuk dipelajari dan didiskusikan dengan peneliti. 4. 1.4. Uji Coba Skala Ketrampilan sosial Ketrampilan sosial dalam penelitian ini diukur menggunakan skala ketrampilan sosial yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini dikembangkan melalui beberapa tahapan. Observasi yang berupa daftar cek perilaku untuk mengidentifikasi perilaku ketrampilan sosial dalam skala, skala ketrampilan sosial tersebut dikembangkan melalui beberapa langkah yaitu : (1) menerjemahkan aspek-aspek ketrampilan sosial ke dalam butir perilaku teramati melalui studi pustaka, observasi dan wawancara; (2) meminta penilaian profesional (professional judgment) dari ahli apakah butir-butir perilaku telah representatif menggambarkan ketrampilan sosial, dan (3) mengujicobakan skala ketrampilan sosial. Perilaku-perilaku tersebut kemudian disusun ke dalam bentuk pernyataan-pernyataan tentang anak. Terhadap butir-butir pernyataan tersebut dilakukan penomoran secara urut. Dari proses di atas didapatkan bentuk skala ketrampilan sosial yang siap untuk diujicobakan dengan 37 aitem pernyataan. Cetak biru dari skala ketrampilan sosial sebelum ujicoba tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Spesifikasi Skala ketrampilan Sosial sebelum uji coba Juml Butir Pernyataan ah Dimensi Unfavorabl Aitem Favorable e Membina 1,2,7,12,14, 3,4,5,6,8,9,1 14 hubungan dengan anak 15 0,11 lain Membina hubungan dengan kelompok Membina diri sebagai individu Jumlah aitem
17,18,19,23
25,27,29,30, 33 15
15,16,20,21, 22, 24 26,28,31,32, 34, 35,36,37 22
10
13 37
Dari ujicoba preliminary didapatkan beberapa penyempurnaan. Pada pertengahan bulan Mei 2003 skala diujicobakan, murid yang diambil sebagi subjek murid kelas A2, A3, dan B1 saat ujicoba berbeda dengan saat pengambilan data karena pada bulan Juli terjadi perpindahan tahun ajaran. Dari masing-masing kelas hanya diambil 10 murid sebagai subjek ujicoba sebab jika mengisi lebih dari 10 skala ditakutkan penilai akan kurang teliti dalam menilai. Penilai diberi waktu tiga hari untuk mengerjakan penilaian. Dari 61 skala yang disebarkan yang dilakukan penilaian oleh dua orang penilai (rater) tersebut ternyata semua terisi secara lengkap dan dapat dianalisis. Uji korelasi butir-total dengan program SPSS for windows 10 menunjukkan bahwa lima di antara 37 butir pernyatan dalam skala ketrampilan Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١٤
STAIN Palangka Raya
sosial, yaitu butir nomor 15, 23, 30, 34, dan 37, memiliki korelasi butir-total di bawah 0,275 sehingga butir tersebut dianggap tidak mengukur ketrampilan sosial dan dinyatakan gugur. Skala ketrampilan sosial akhir memiliki 32 butir dengan angka korelasi butir-total berkisar 0,2775 hingga 0.9042. Untuk melihat reliabilitas alat ukur digunakan Formula Alpha. Hasil perhitungan dengan SPSS menunjukkan koefisien Alpha sebesar 0.9635. cetak biru skala ketrampilan sosial dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Spesifikasi Skala ketrampilan Sosial setelah uji coba Juml Butir Pernyataan ah Dimensi Favorable Membina hubungan dengan anak lain
1,2,7,12,14
Membina hubungan dengan kelompok
17,18,19
Membina diri sebagai individu
25,27,29,33
Unfavorable
Aitem
3,4,5,6,8,9,10,11 13 15,16,20,21,22, 9 24
Jumlah aitem
26,28,31,32, 10 35,36
12
20
32
4. 1.5. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan validitas isi (content validity). Validitas ini diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional ataupun melalui professional judgement (Azwar, 1999). Suatu alat ukur dikatakan memenuhi validitas isi apabila aitem-aitemnya mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur dengan kata lain mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 1999). Blue print skala dapat memberikan gambaran sejauhmana aitem-aitem dalam skala telah memenuhi validitas isi dan memberikan pedoman agar skala berada pada lingkup yang benar. Aitem-aitem dalam blue print selanjutnya diseleksi dengan pendekatan konsistensi internal, yaitu mengkorelasikan skor tiap aitem dengan skor total aitem. Tujuan seleksi aitem ini adalah untuk mendapatkan aitem-aitem yang berkualitas tinggi yang layak diikut sertakan dalam suatu tes (Azwar, 1999). Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi product moment dari Pearson. 2. Reliabilitas Reliabilitas atau keandalan alat ukur adalah sejauh mana hasil suatu alat ukur dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila subjek yang sama memberikan hasil pengukuran yang relatif tidak berbeda setelah pengukuran dilakukan beberapa kali (Azwar, 1999). Uji korelasi butir-total dengan program SPSS for Windows 10 menunjukkan bahwa lima di antara 37 butir pernyatan dalam skala ketrampilan sosial, yaitu butir nomor 15, 23, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١٥
STAIN Palangka Raya
30, 34, dan 37, memiliki korelasi butir-total di bawah 0,275 sehingga butir tersebut dianggap tidak mengukur ketrampilan sosial dan dinyatakan gugur. Skala ketrampilan sosial akhir memiliki 32 butir dengan angka korelasi butir-total berkisar 0,2775 hingga 0.9042. Untuk melihat reliabilitas alat ukur digunakan formula Alpha. Hasil perhitungan dengan SPSS for Windows 10 menunjukkan koefisien Alpha sebesar 0.9635. Uji validitas isi ini dilakukan melalui pengujian terhadap isi skala dengan analisis rasional dan melalui professional judgment. Prosedur pengujian yang digunakan dalam hal ini meliputi dua tipe, yaitu ; face validity (validitas muka ) yang didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan tes dan logical validity ( validitas logik ) untuk menguji sejauh mana isi skala merupakan representasi dari ciri-ciri aspek yang hendak diukur, serta apakah isi skala dapat dipahami dengan baik oleh rater. 4. 1. 6. Uji Keajegan Penilai (rater) Hasil dari penyekoran skala ketrampilan sosial dari kedua penilai (rater) dikorelasikan dengan menggunakan teknik Spearman, pada 31 subjek. Hal ini bertujuan untuk melihat keajegan kedua penilai tersebut dalam menilai ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak. Uji korelasi penilaian antar rater dengan N = 31 subjek; p = 0,598 (p > 0,05), dengan demikian kedua penilai berkorelasi signifikan. 4. 1. 7. Uji Coba Modul Permainan Dalam pelaksanaan uji coba berdasarkan validitas isi (content validity) validitas ini merupakan validitas estimasi lewat pengujian terhadap modul permainan dengan analisis rasional dan professional judgment, dalam hal ini peneliti melibatkan dua orang pelatih yang akan memberi pelatihan, serta melibatkan observer untuk melihat proses uji coba dan memberikan masukan kepada peneliti serta pelatih. Setelah dilakukan uji coba, peneliti melakukan diskusi dengan para pelatih dan observer, dari diskusi tersebut disimpulkan bahwa sangat diperlukan penyerdehanaan bahasa, bentuk permainan yang akan digunakan dalam permainan karena dari tiga bentuk permainan musical chairs, relay kelinci serta bloop hanya dua yang efektif yaitu musical chairs dan relay kelinci, hal ini disebabkan pada permainan bloop membutuhkan koordinasi seluruh anggota tubuh, kenyataannya pada usia tersebut mereka masih sulit untuk koordinasi tersebut 4. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian 4. 2.1. Tes Awal (pretest) Tes yang digunakan adalah skala ketrampilan sosial yang berdasarkan hasil uji coba, yaitu sebanyak 32 aitem. Tes awal dimaksudkan sebagai pengambilan data kemampuan ketrampilan sosial yang dimiliki subjek sebelum diberikan perlakuan permainan kooperatif. Tes ini diberikan pada subjek yang duduk di kelas B1, B2, B3, dan B4 subjek yang dikenai pretest berjumlah 128 subjek. Pretest ini dilaksanakan dalam rangka menyaring subjek yang akan ditetapkan sebagai subjek perlakuan tergolong kategori rendah, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. 4. 2. 2. Pelaksanaan Perlakuan Permainan Kooperatif Pemberian permainan kooperatif dilangsungkan di Taman Kanak-Kanak sebanyak tujuh sesi yang telah direncanakan. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١٦
STAIN Palangka Raya
4. 3. Tes Akhir (posttest) Posttest dilakukan pada saat eksperimen berakhir dengan materi yang sama pada saat pretest. Posttest ini diberikan hanya pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol saja. Pelaksanaan posttest berlangsung pada tanggal 28 – 30 Agustus 2003, peneliti juga dibantu oleh dua orang penilai sebagaimana pada saat pretest. 5. Tahap Pengolahan Data Tahap pengolahan data dilakukan setelah semua rangkaian tahap pelaksanaan penelitian selesai. Kegiatan dilakukan pada tahap analisis data ini meliputi : a) penegecekan kembali semua data yang telah terkumpul; b) pemberian skor terhadap jawaban dari kedua kelompok subjek (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol); c) tabulasi data hasil penyekoran sehingga rapih dan mudah untuk keperluan analisis; d) pengecekan data yang telah dicetak (print out) dengan data yang terletak pada lembar tabulasi; e) menganalisis data dengan menggunakan sarana komputer program SPSS for windows 10; dan f) interpretasi hasil analisis data. 6. Rancangan Penelitian Penelitian ini mempergunakan rancangan eksperimen Pretest Posttest Control Group Design ( Kerlinger, 1998). Tujuannya adalah untuk mengukur kondisi kelompok perlakuan dan kelompok pembanding sebelum dan setelah perlakuan (Sugiyanto, 1995). Secara skematis rancangan eksperimen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
R
Y1
X
Y2
KE
Y1
-X
Y2
KK
=
Keterangan : R : Penugasan secara random X : Pemberian permainan kooperatif (Cooperative games ) -X : Pemberian permainan biasa Y1 : Pengukuran ketrampilan sosial sebelum perlakuan Y2 : Pengukuran ketrampilan sosial setelah perlakuan KE : Kelompok eksperimen KK : Kelompok kontrol Prosedur eksperimen adalah sebagai berikut : 1. Melakukan random untuk membagi subjek dalam kelompok. - - > R 2. Pengukuran awal ketrampilan sosial pada kedua kelompok yaitu; kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. - - - > Y1 3. Memberikan perlakuan permainan kooperatif pada kelompok eksperimen ( X ) dan tidak memberikan perlakuan pada kelompok kontrol 4. Memberikan permainan biasa pada kelompok kontrol (-X ) Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١٧
STAIN Palangka Raya
5. Perkembangan ketrampilan sosial akhir pada kedua kelompok diukur-->Y2 6. Membandingkan hasil pada kedua kelompok. 7. Teknik Analisis Data Sebelum menganalisis terhadap data penelitian tersebut, terlebih dahulu dilakukan beberapa uji prasyarat analisis sebagai berikut : 7.1. Uji Normalitas Sebaran Uji normalitas sebaran bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya subjek penelitian. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorov Smirnov – Z 7.2. Uji Homogenitas Variansi Mengenai asumsi ketiga yaitu uji homogenitas pengujiannya dilakukan dengan mempergunakan uji homogenitas Levene’s Test for Equality of Variance (Uji Levene untuk Kesamaan Variansi), tes ini berfungsi untuk menentukan apakah frekuensi atau proporsi antara kedua kelompok yang diujikan tersebut tidak berbeda secara signifikan. Sebelum pelaksanaan analisis data, peneliti menetapkan batas signifikansi yang akan diberlakukan dalam perhitungan selanjutnya. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan batas signifikansi 5 % atau kondisi peluang ralat adalah sebesar p 0,05. 7.4. Uji Hipotesis Sesuai dengan uji hipotesis penelitian yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan ketrampilan sosial antara kelompok yang mendapat perlakuan permainan kerjasama (cooperative games) dengan yang tidak mendapatkan perlakuan, maka analisis yang digunakan adalah t - Test. Semua perhitungan statistik tersebut dilakukan menggunakan komputer dengan perangkat lunak program SPSS (Statistical Program for Social Science) Windows Release. 10 . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kategorisasi Subjek Penelitian Untuk mengetahui posisi setiap subjek dalam kelompok guna mengetahui perbedaan posisi ketrampilan sosial subjek sebelum dan setelah mengikuti permainan koperatif, peneliti menggunakan kriteria kategorisasi. Cara ini didasari oleh asumsi bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal. Distribusi normal terdiri atas enam satuan deviasi standar (Azwar, 1999). Sebagaimana telah disebutkan bahwa untuk mengetahui tingkat ketrampilan sosial para subjek, peneliti menyebarkan skala ketrampilan sosial (lihat lampiran 4 halaman 129 132) pada saat pretest dan posttest, subjek yang ikut pada saat pretest sebanyak 128 anak yang berasal dari kelas B1, B2, B3 dan B4. Skala ketrampilan sosial yang terdiri dari 32 aitem, setiap aitemnya diberi skor 1 Sangat tidak sesuai, 2 tidak sesuai, 3 kurang sesuai, 4 sesuai dan 5 sangat sesuai. Rentang minimum – maksisimumnya adalah 32 X 1 = 32 sampai dengan 32 X 5 = 160, sehingga luas jarak sebarannya adalah 160 – 32 = 128. Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai = 128 / 6 = 21 (dibulatkan), dan mean teoritisnya adalah µ = 32 X 3 = 96. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 5. Kategorisasi Skor Skala Ketrampilan sosial Kategori Hubungan dengan µ Jarak Nilai Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١٨
Tinggi Sedang Rendah
STAIN Palangka Raya
(µ + 1,0 ) ≤ X (96 + 21) ≤ X (µ - 1,0 ) ≤ X < (µ + 1,0 (96 – 21) ≤ X < (96 + 21) X < (µ - 1,0 ) X < (96 – 21)
117 ≤ X ) 74≤ X < 117 X < 74
Keterangan : µ : mean teoritis : deviasi standar X : rentang skor Tabel 6. Distribusi Subjek Berdasarkan Skala Ketrampilan Sosial Kategorisasi Frekuensi Prosentasi Tinggi 47 36,7 % Sedang 53 41,4 % Rendah 28 21,8 % Dengan demikian peneliti mengambil subjek penelitian sebanyak 28 anak yang mempunyai skor ketrampilan sosial tergolong rendah. Hal ini dilakukan agar kedua kelompok memiliki kondisi yang setara sebelum menerima perlakuan. Selanjutnya dilakukan uji asumsi normalitas sebaran, dan homogenitas varians. 2. Uji Prasyarat Penelitian ini mempergunakan dua kelompok subjek yaitu, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah diketahui skor pretest ketrampilan sosial yang diperoleh kedua kelompok eksperimen dalam keadaan seimbang, maka dilakukan analisis data. Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah t - Test, tetapi sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas,dan homogenitas. Hal ini didasarkan atas pendapat Hadi (1993) yang menyatakan bahwa terdapat tiga macam asumsi dasar yang harus diperhatikan apabila mempergunakan metode t – Test , yaitu : 1. Pengambilan subjek yang ditugaskan dalam sampel penelitian yaitu kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilakukan secara random atau disebut dengan random assignment. 2. Sebaran variabel tergantung yang dibandingkan reratanya mengikuti sebaran normal yang disebut dengan normal distribution. 3. Varians antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya homogen atau yang disebut dengan homogenity of variance. Dalam penelitian ini, asumsi pertama yaitu random sampling telah terpenuhi. Penempatan subjek dalam kelompok eksperimen atau kelompok kontrol dilakukan secara random. a). Uji Normalitas Sebaran Uji normalitas sebaran bertujuan untuk mengetahui apakah skor-skor hasil pengukuran terhadap sampel, sebarannya normal. Setelah dilakukan uji normalitas sebaran terhadap skor pretest ketrampilan sosial kedua kelompok penelitian, maka diperoleh Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
١٩
STAIN Palangka Raya
ketrampilan sosial pada pretest kelompok eksperimen f = 0,678 dengan signifikansi p = 0,784 (p>0,05), berarti skor pretest kelompok eksperimen sebarannya normal. Posttest kelompok eksperimen f = 0,714 dengan signifikansi p = 0,688 (p > 0,05), dengan demikian posttest kelompok eksperimen berdistribusi normal. Kelompok kontrol diperoleh ketrampilan sosial pada pretest f = 0,716 dengan signifikansi p = 0,685 (p>0,05), berarti skor pretest kelompok kontrol juga sebarannya normal. Posttest kelompok kontrol f = 1,003 dengan signifikansi p = 0,267 (p > 0,05), dengan demikian posttest kelompok eksperimen berdistribusi normal (lihat lampiran 4 halaman 141). Dengan demikian dapat diartikan tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi teoritis dari kurva normal. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa distribusi sebaran dari gejala yang diamati yaitu perilaku ketrampilan sosial adalah normal. Untuk lebih jelasnya hasil uji normalitas sebaran dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen Jenis data Absolue Positive Negative KMSp Keterangan Z Eksperime n pretest 0,181 0,181 -,094 0,678 0,74 normal 8 posttest 0,191 0,131 -,191 0,714 0,68 normal 8 Kontrol pretest 0,191 0,166 -,191 0,716 0,68 normal 5 posttest 0,268 0,268 -.149 1,003 0,26 normal 7 b). Uji Homogenitas Variansi Mengenai asumsi ketiga yaitu uji homogenitas pengujiannya dilakukan dengan mempergunakan uji homogenitas Levene’s Test for Equality of Variance (Uji Levene untuk kesamaan Variansi), tes ini berfungsi untuk menentukan apakah frekuensi atau proporsi antara kedua kelompok yang diujikan tersebut tidak berbeda secara signifikan. Pada variabel pretest dan posttest perilaku ketrampilan sosial diperoleh hasil f = 0,035 dengan signifikansi p = 0,854 (p>0,05) dan statusnya homogen. (lihat lampiran 4 halaman 142). Kesimpulannya, kelompok-kelompok yang diujikan tidak berbeda satu sama lain atau dapat dikatakan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol homogen. 3. Uji Keajegan Antar Rater Data hasil penilaian ketrampilan sosial oleh kedua penilai (rater) pada pretest dan posttest didapat hasil pretest p = 0,911 (p > 0,05) dan posttest p = 0,915 (p > 0,05) yang berarti sangat signifikan. Korelasi ini menggunakan teknik Charles Spearman. Hal ini bertujuan untuk melihat keajegan kedua rater tersebut dalam merating ketrampilan sosial; anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Hasi Uji Keajegan antara Rater
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٢٠
STAIN Palangka Raya
Subjek
Pretest
Posttest
Signifikansi
Rater 1 0,911 0.915 sangat signifikan Rater 2 0,911 0.915 sangat signifikan Dari data hasil tampak bahwa dalam semua aspek pengukuran ketrampilan sosial korelasi penilaian antara kedua rater cukup tinggi dan sangat signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini reliabel. 4. Hasil Pengujian Untuk Hipotesis Untuk mengetahui bahwa perubahan yang terjadi memang karena pemberian permainan kooperatif, dan bukan karena perbedaan kelompok, maka dilakukan t – Test pada nilai pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Rangkuman hasilnya dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 9. Rangkuman Hasil t – Test Pretest antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Kelompok Rereta t p Keterangan Eksperimen 57,71 0,109 0,914 tidak signifikan Kontrol 57,57 0,109 0,914 tidak signifikan Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak berbeda secara signifikan. Berarti kedua kelompok pada dasarnya mempunyai tingkat ketrampilan sosial awal yang sama. Sehingga pengujian hipotesis dapat dilakukan menggunakan t – Test pada nilai posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. T – Test dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat ketrampilan sosial antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, hasilnya dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 10. Rerata hasil t – Test Pretest dan Posttest antar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Kelompok Rerata Pretest Rerata Posttest Eksperimen 57,71 111,857 Kontrol 57,57 53,893 Analisis perubahan ketrampilan sosial pretest dan posttest kelompok eksperimen dapat dilihat dalam tabel 12. Tabel 11. Rangkuman Hasil t – Test Kelompok Eksperimen Kelompok Rerata t p Keterangan Eksperimen Pretest 57,71 0,109 0,914 tidak signifikan Posttest 111,857 10.191 0,000 sangat signifikan Hasil analisis menunjukkan peningkatan ketrampilan sosial yang sangat signifikan pada kelompok eksperimen dengan ( t = 10,191 ; dan p = 0,000) dan ( Mean = 111,857) berarti hipotesis dapat diterima. Berdasarkan hasil analisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan antara pretest dan posttest ketrampilan sosial kelompok eksperimen, ketrampilam sosial kelompok eksperimen hasil posttest lebih tinggi dari pretest. Adanya Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٢١
STAIN Palangka Raya
perbedaan pretest dan posttest sangat signifikan ini juga menguatkan bahwa permainan kooperatif benar-benar dapat meningkatkan ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak. 5. Hasil Analisis Individual Pada tabel 13 dapat dilihat perbedaan skor yang diperoleh kedua kelompok penelitian antara saat pretest maupun pada saat posttest. Tabel 12. Skor Subjek Penelitian No. Subjek Kelompok Skor Pretest Skor Posttest 1 eksperimen 58 78,5 2 eksperimen 60 62,5 3 eksperimen 55 107 4 eksperimen 56 103 5 eksperimen 60 116,5 6 eksperimen 56 110,5 7 eksperimen 53 113 8 eksperimen 53 128 9 eksperimen 58 112 10 eksperimen 65 116 11 eksperimen 56 128 12 eksperimen 63 134,5 13 eksperimen 58 133,5 14 eksperimen 57 123 1 kontrol 57 56 2 kontrol 58 73 3 kontrol 56 60,5 4 kontrol 58 53 5 kontrol 52 51 6 kontrol 50 47,5 7 kontrol 59 52,5 8 kontrol 56 51 9 kontrol 58 52,5 10 kontrol 63 51 11 kontrol 58 49 12 kontrol 58 47 13 kontrol 60 57,5 14 kontrol 63 53 Dari data tersebut tampak bahwa satu subjek tidak mengalami perubahan kategori peningkatan ketrampilan sosial, delapan subjek mengalami peningkatan dari kategori rendah ke kategori sedang, dan lima subjek mengalami peningkatan dari kategori rendah ke kategori tinggi. Dari hasil individual dapat disimpulkan bahwa setelah perlakuan hampir semua subjek mengalami perubahan yaitu peningkatan skor ketrampilan sosial. Hasil penelitian Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٢٢
STAIN Palangka Raya
tersebut menunjukkan bahwa permainan kooperatif efektif untuk meningkatkan ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak. Apabila dilihat secara individual, masing-masing subjek mengalami perubahan skor ketrampilan sosial yang berbeda-beda. Subjek yang mengalami peningkatan paling besar adalah subjek 12,13,8,11 dan 14 yaitu dari kategori semula rendah berubah menjadi kategori tinggi. Peningkatan skor ketrampilan sosial oleh subjek-subjek lainnya yang rata-rata perubahan skor berkisar dari 15 sampai dengan 60 poin. Perubahan tersebut selain dipengaruhi oleh faktor pemberian permainan juga faktor dari dalam diri mereka yaitu karena motivasi subjek untuk mengikuti permainan cukup tinggi, dengan bersedia datang pada ruang bermain, mereka dengan bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan bertanya ketika permainan berlangsung. Sesuai dengan pendapat Hetherington (1979), maupun pendapat lerner dan Hultsch (1983) bahwa bermain merupakan suasana yang menyenangkan dan memuaskan sehingga mendorong anak untuk bereksplorasi. Melalui suasana bermain ini anak akan bereksplorasi dan bereksperimen tanpa takut risiko. Dapat disimpulkan bahwa melalui suasana bermain anak akan lebih senang, bebas bereksplorasi sehingga anak mempunyai kesempatan untuk mengekspresikan diri secara optimal. Subjek yang tidak mengalami peningkatan peringkat adalah subjek nomor dua. Perubahan yang kecil pada diri subjek tersebut disebabkan oleh kurangnya perhatian subjek terhadap bentuk permainan yang diberikan oleh peneliti, subjek cenderung tetap mnyendiri tidak mau bermain bersama teman-temannya. Kadang-kadang subjek juga tidak terlalu peduli ketika peserta lain sedang bermain bersama-sama. 6. Hasil Analisis Tambahan Untuk mengetahui peningkatan ketrampilan sosial, maka dilakukan analisis variansi per aspek. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 13. Rerata Ketrampilan sosial Per-Aspek Aspek-KS Rerata Pretest Rerata Posttest t Signifikansi Aspek 1 25,71 43,50 7,625 0,000 Aspek 2 18,07 29,07 5,362 0,000 Aspek 3 19,64 34,79 7,813 0,000 Keterangan : Aspek 1 : membina hubungan dengan anak lain Aspek 2 : membina hubungan dengan kelompok Aspek 3 : membina diri sebagai individu Berdasarkan rerata ketrampilan sosial per-aspek diatas diketahui, bahwa peningkatan ketrampilan subjek penelitian tidak hanya ketrampilan secara keseluruhan, tetapi ketrampilan sosial subjek penelitian meningkat secara signifikan pada setiap aspek ketrampilan sosial anak, yaitu a). membina hubungan dengan anak lain, b). membina hubungan dengan kelompok dan c). membina diri sebagai individu. Hasil analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa permainan kooperatif terbukti efektif dalam meningkatkan ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak. Hal ini dapat terlihat adanya perbedaan yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dengan ( t = 10,191; p = 0,000 ). Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٢٣
STAIN Palangka Raya
Beberapa hal yang mendukung terjadinya peningkatan ketrampilan sosial tersebut disebabkan : pertama, kelompok eksperimen menerima perlakuan berupa permainan kooperatif yang mengandung dari beberapa aspek ketrampilan sosial dan permainan yang diberikan merupakan hal yang baru bagi anak, sehingga membuat mereka penasaran ingin tahu dan mau bermain bersama. Kedua, selama permainan berlangsung anak-anak bermain dengan terarah dan baik sesuai dengan tujuan, atas bantuan dan bimbingan fasilitator. Sesuai dengan pernyataan Sudono (2000) bahwa dengan bantuan guru atau fasilitator yang secara konsisten mendampingi anak saat bermain justu hal tersebut dapat membantu perkembangan dan perilaku setiap anak. Hasil kenaikan skor yang diperoleh kelompok eksperimen diperkuat dengan internal validity yang telah memenuhi syarat, yaitu rancangan eksperimen yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan secara random assignment, subjek penelitian dikelompokkan menjadi dua yang terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan jumlah subjek yang seimbang (masing-masing kelompok terdiri dari 14 orang). Pada penelitian ini kelompok kontrol juga mendapat perlakuan, yaitu permainan yang ada di sekolah ( ayunan, luncuran dan sebagainya). Kemungkinan lain yang mengganggu hasil penelitian ini adalah mortality yang berhubungan dengan perlakuan atau sebab lain (Kerlinger, 1996). Selama pelaksanaan eksperimen tidak ada subjek yang drop-out, sehingga mortality tidak terjadi dalam penelitian ini. Gangguan lain yang mungkin terjadi adalah maturasi (maturation process) yaitu perubahan pada subjek eksperimen yang terjadi seiring dengan berjalannya waktu. Dalam suatu eksperimen yang memerlukan waktu pelaksanaan panjang, subjek dapat terpengaruh dikarenakan menjadi lelah, bosan, lapar, atau karena bertambahnya usia. Perubahan-perubahan ini dapat mempengaruhi performansi subjek dalam eksperimen baik ke arah yang positif maupun ke arah yang negatif (Azwar,2001). Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor ketrampilan sosial yang terjadi pada kelompok eksperimen karena perlakuan eksperimen yang memenuhi syarat internal validity. Hal di atas menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima, yang berarti bahwa pemberian permainan kooperatif efektif untuk meningkatkan ketrampilan sosial anak Taman Kanak-Kanak. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas permainan kooperatif terhadap ketrampilan sosial pada anak Taman Kanak-Kanak. Setelah dilakukan pengukuran ketrampilan sosial awal, proses eksperiman, pengukuran akhir, dan analisis data, maka dapat ditarik kesimpulkan berdasarkan selama proses eksperiman : 1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dalam hal ketrampilan sosial setelah pelaksanaan eksperimen. 2. Permainan kooperatif sebagai perlakuan terlihat dapat meningkatkan ketrampilan sosial anak dalam aspek : (a) membina hubungan dengan anak lain, (b) membina hubungan dengan kelompok, dan (c) membina diri sebagai individu. 3. Bagi anak usia Taman Kanak-Kanak yang cenderung, pendiam, sulit berkomunikasi, susah mengikuti peraturan, maka permainan kooperatif dapat membantu, karena situasi kelompok yang mendukung.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
٢٤
STAIN Palangka Raya
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, peneliti mengusulkan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan dalam penelitian selanjutnya, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut : 1. Untuk dapat mengambil kesimpulan yang lebih meyakinkan tentang pengertian sebab akibat dari suatu perlakuan, dalam hal ini permainan kooperatif maka perlu dilakukan penelitian dalam ruang khusus yang benar-benar terkontrol penuh dan waktu yang lebih lama agar dapat mendeteksi secara pasti bahwa dengan memainkan permainan kooperatif, maka ketrampilan sosial anak meningkat. 2. Jenis permainan kooperatif dapat meningkatkan perkembangan ketrampilan sosial. Oleh karena itu jenis permainan ini berguna dan banyak manfaatnya dalam meningkatkan ketrampilan sosial anak yang sulit 1). membina hubungan dengan anak lain, 2) membina hubungan dalam kelompok dan, 3). Membina diri sebagai individu. 3. Kepada pihak sekolah hendaknya memperhatikan bentuk-bentuk permainan yang dapat meningkatkan ketrampilan sosial anak, karena dengan ketrampilan sosial yang baik anak dapat berkembang maksimal baik emosi, kognisi dan sosial. Berdasarkan beberapa penelitian peningkatan ketrampilan sosial biasanya diiringi dengan meningkatnya kemampuan akademik anak pada tahap perkembangan selanjutnya.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006