EFEKTIVITAS APLIKASI AGENS HAYATI DALAM MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI SERTA MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI
RAHAYU NURKARTIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Aplikasi Agens Hayati dalam Mengendalikan Hawar Daun Bakteri serta Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Rahayu Nurkartika NIM A251130181
RINGKASAN RAHAYU NURKARTIKA. Efektivitas Aplikasi Agens Hayati dalam Mengendalikan Hawar Daun Bakteri serta Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih Padi. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan MUHAMMAD MACHMUD. Penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada tanaman padi disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), dan dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 70%. Pemanfaatan agens hayati dalam proses produksi benih di lapangan diharapkan dapat mengendalikan HDB serta meningkatkan hasil produksi. Penelitian ini merupakan lanjutan rangkaian penelitian sebelumnya mengenai Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6, dan isolat bakteri F112 sebagai agens hayati. Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh metode aplikatif pemanfaatan bakteri teridentifikasi sebagai agens hayati yang efektif untuk mengendalikan penyakit HDB dan meningkatkan produksi benih padi. Penelitian terdiri atas dua bagian. Penelitian bagian pertama dilakukan untuk mengetahui jenis dari isolat bakteri F112 dan karakter yang mendukung pemanfaatannya sebagai agens hayati. Identifikasi dilakukan melalui pengamatan morfologi koloni dan sel, serta serangkaian uji fisiologi dan biokimia. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa F112 merupakan jenis Aeromonas sp. Bakteri ini memiliki karakter reaksi hipersensitifitas negatif, memproduksi asam indol-3asetat (IAA), tidak memproduksi hidrogen sianida (HCN), dan reaksi hemolisis darah negatif (hemolisis gamma). Penelitian bagian kedua dilakukan untuk membandingkan pengaruh metode aplikasi agens hayati melalui perlakuan biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut terhadap intensitas penyakit HDB, pertumbuhan tanaman, dan produksi benih padi varietas IR64. Efektivitas aplikasi agens hayati dibandingkan dengan kontrol dan bakterisida (bahan aktif streptomisin sulfat 20%). Penelitian bagian kedua ini terdiri atas dua percobaan (2a dan 2b). Percobaan 2a dilakukan untuk membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati pada benih terhadap daya tumbuh benih dan pertumbuhan bibit di persemaian. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor (perlakuan benih), terdiri atas tiga taraf yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan), 2) matriconditioning + bakterisida, dan 3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6). Percobaan 2b dilakukan untuk membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati terhadap pertumbuhan tanaman, HDB, komponen hasil, produksi benih, sampai mutu benih hasil produksi di lapangan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) satu faktor (aplikasi agens hayati) yang terdiri atas sembilan taraf yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan), 2) matriconditioning + bakterisida, 3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 [BM]), 4) perendaman akar bibit dalam suspensi B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 (RA), 5) penyemprotan daun dengan suspensi Aeromonas sp. F112 (SD), 6) BM + RA, 7) BM + SD, 8) RA + SD, dan 9) BM + RA + SD. Percobaan 2a dan 2b menggunakan benih yang diinokulasi dengan Xoo. Kerapatan suspensi bakteri patogen dan agens hayati yang digunakan adalah
108-109 cfu mL-1. Matriconditioning dilakukan dengan nisbah benih : carrier : larutan pelembab adalah 1 : 1.2 : 0.8 (g : g : mL), dengan carrier berupa arang sekam steril halus dan larutan pelembab berupa suspensi bakterisida (0.2%) atau bakteri. Perendaman akar bibit dilakukan selama 60 menit sebelum bibit dipindah tanam ke sawah 19 HSS (hari setelah semai). Penyemprotan daun dilakukan pada 60 dan 80 HSS dengan dosis suspensi bakteri masing-masing 300 L ha-1. Hasil percobaan 2a menunjukkan perlakuan benih sebelum tanam dengan biomatriconditioning memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan matriconditioning + bakterisida dalam meningkatkan daya tumbuh benih padi IR64 (masing-masing 95 dan 96%) dibandingkan kontrol (88%) pada 14 HSS. Tidak terdapat pengaruh perlakuan terhadap tinggi, panjang akar, dan bobot kering bibit saat akan dipindah tanam pada 19 HSS. Hasil percobaan 2b menunjukkan semua perlakuan aplikasi agens hayati tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, bobot kering, dan jumlah anakan produktif) dan intensitas penyakit HDB (kejadian dan indeks keparahan). Pengaruh perlakuan juga tidak nyata pada komponen hasil (bobot gabah total dan bobot gabah bernas) dan mutu benih (bobot 1000 butir, daya berkecambah, dan populasi Xoo terbawa benih). Pengaruh positif aplikasi agens hayati terlihat pada peningkatan produksi gabah bernas dan indeks vigor benih hasil produksi. Perlakuan benih dengan biomatriconditioning memberikan peningkatan produksi benih padi paling tinggi (17.8% dari kontrol) dibanding perlakuan lainnya, walaupun tidak berbeda nyata. Semua perlakuan aplikasi agens hayati (biomatriconditioning, perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut) nyata meningkatkan indeks vigor benih hasil produksi (80.7-84.0%) dibadingkan kontrol (72.7%) dan matriconditioning + bakterisida (75.7%). Biomatriconditioning merupakan metode perlakuan agens hayati paling aplikatif, efektif meningkatkan daya tumbuh benih di persemaian dan indeks vigor benih hasil produksi, serta memberikan peningkatan produksi benih paling tinggi diantara metode aplikasi lainnya. Kata kunci: Aeromonas sp., Bacillus subtilis, biomatriconditioning, Pseudomonas diminuta, Xanthomonas oryzae pv. oryzae
SUMMARY RAHAYU NURKARTIKA. Effectiveness of Biological Agents Applications on Controlling Bacterial Leaf Blight and Increasing Production and Quality of Rice Seeds. Supervised by SATRIYAS ILYAS and MUHAMMAD MACHMUD. Bacterial leaf blight (BLB) disease of rice plant is caused by Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). It can cause yield losses up to 70%. Application of biological agents on rice seed production in the field is expected to control BLB, and increase seed production. This research was a continuation of previous studies on Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6, and bacteria isolate of F112 as biological agents. Objective of the research was to determine applicative technology using biological agent that effective in controlling BLB and increasing seed production of rice. This research was devided in to two activities. The first activity was to determine the identity of F112 isolate and its characters as a biological agent. Identification was conducted through observation of colony and cell morphology, and series of physiology and biochemical tests. The results showed that F112 isolate was Aeromonas sp. This bacterium characteristics were hipersensitivity negative, produced indole-3-acetic acid (IAA), and blood hemolisys negative (gamma hemolisys). The second activity was to compare the effect of biological agent application through seed treatment, root soaking, foliar spraying, and combination of those treatments on BLB disease intensity, plant growth, and seed production of rice. The effectiveness were compared to control (untreated) and bactericide (20% streptomycin sulphate as active ingredient) treatment. The second activity was conducted in two experiments (2a and 2b). The 2a experiment was held to examine the effect of biological agents on field emergence and seedling growth in the nursery. This experiment was conducted in a completely randomized design with one factor (seed treatments) consisted of 1) control (untreated), 2) matriconditioning + bactericide, and 3) matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 (biomatriconditioning). The 2b experiment was held to examine the effect of biological agents on plant growth, BLB intensity, yield components, seed production and seed quality in the field. This experiment was conducted in a randomized completely block design with one factor (biological agent application) consisted of 1) control (untreated), 2) matriconditioning + bactericide, 3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 [BM]), 4) seedling root soaking with B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 (RA), 5) foliar spraying with Aeromonas sp. F112 (SD), 6) BM + RA, 7) BM + SD, 8) RA + SD, and 9) BM + RA+ SD. All the experiments used seeds that had been inoculated with Xoo. The biological agents and Xoo suspension had density of 108-109 cfu mL-1. Matriconditioning was done by using ratio of seed : carrier : moisturizer solution 1 : 1.2 : 0.8 (g: g: mL), with ground burned rice hull as carrier, and suspension of bactericide (0.2%) or bacteria as moisturizer. Seedling root soaking was conducted for 60 minutes before the seedlings were transplanted in field on 19 DAS (days after sowing). Foliar spraying was performed at the rate of 300 L ha-1 bacterial suspension at 60 and 80 DAS, respectively.
Results of the 2a experiment, both biomatriconditioning and matriconditioning + bactericide did not show difference in increasing field emergence (95 and 96%, repectively) as compared to control (88%) in 14 DAS. There were no significant difference in height, root lenght, and dry weight of seedling before transplanted in 19 DAS. Result of the 2b experiment, all treatment of biological agent applications showed no significant effect in plant growth (height, number of tiller, dry weight, and number of productive tiller) and BLB disease intensity (incidence and severity index). All treatments also had no significantly effect on yield components (total grains and filled grains) and seed quality (weight of 1000 seeds, seed germination, and population of Xoo seedborne). Positive effect showed in increase of production and vigor index of harvested seeds. Biomatriconditioning gave the highest increase in seed production (17.8 % from control) than other treatments eventhough there were no significant differences. All the biological agent application treatments (biomatriconditioning, root soaking, foliar spraying, and combination of two and three those methods) effectively increased vigor index of the harvested seed (80.784.0%) as compared to control (72.7%) and matriconditioning + bactericide (75.7%). Biomatriconditioning was the most applicative method, effectively increased field emergence in nursery and vigor index of seed produced, and gave the highest increase of seed production. Key words: Aeromonas sp., Bacillus subtilis, biomatriconditioning, Pseudomonas diminuta, Xanthomonas oryzae pv. oryzae
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIVITAS APLIKASI AGENS HAYATI DALAM MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI SERTA MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI
RAHAYU NURKARTIKA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Eny Widajati, MS
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah pertanian berkelanjutan dalam produksi benih, dengan judul Efektivitas Aplikasi Agens Hayati dalam Mengendalikan Hawar Daun Bakteri serta Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih Padi. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada: 1. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS dan Dr Drs Muhammad Machmud, MSc APU selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan sejak perencanaan, pelaksanaan, sampai penyelesaian penyusunan tesis ini. 2. Dr Ir Eny Widajati, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku perwakilan Program Studi pada ujian tesis atas saran dan masukannya. 3. Bapak Kepala Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian, Kementerian Pertanian atas kesempatan dan dukungan yang diberikan dalam melaksanakan tugas belajar. 4. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan biaya penelitian melalui dana Hibah Kompetensi tahun 2014 yang diketuai oleh Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS. 5. Bapak Kepala Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura beserta staf, terutama Ibu Amiyarsi Mustika Yukti, Mbak Sri Puji Lestari dan Nandy Mardiansyah atas bantuannya di laboratorium. 6. Bapak Kepala Instalasi Kebun Percobaan Muara beserta staf, terutama Bapak Mansur, Bapak Adeng, dan Ibu Iyam atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian di lapangan. 7. Staf Indonesian Center for Biotechnology and Biodiversity, terutama Ibu Ika, Mbak Ana dan Mbak Salma atas kerjasama yang baik. 8. Bapak Agus Sumitra dan Bapak Joko atas pelajaran, bantuan dan bimbingannya mengenai pengujian di laboratorium. 9. Terimakasih disampaikan pula kepada Pak Candra, Kirana, Samsi, Pak Zamzami, Bu Maryati Sari, dan Bu Melati atas diskusinya. 10. Ayah (Suminto), ibu (Sri Muryani), suami (R. Sujayadi), dan putra (R. Huda Syauqie Arfa) tercinta atas segala dukungan, bantuan, dan pengorbanannya. 11. Keluarga besar Suminto dan R. Suwandi atas dukungannya. 12. Teman-teman di Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Benih IPB, terutama angkatan 2013 atas segala bantuan dan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2016 Rahayu Nurkartika
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI F112 Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
4 4 8 13
PENGARUH APLIKASI AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, INTENSITAS PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI, SERTA PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
14 15 23 34
PEMBAHASAN UMUM
36
KESIMPULAN UMUM
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
46
RIWAYAT HIDUP
49
1 2
DAFTAR TABEL 1
2 3
4 5 6
7
8
9
10
11
12
13
Hasil uji pewarnaan Gram, katalase, oksidase, hidrolisis pati, resistensi terhadap kadar garam tinggi, motilitas, dan fermentasi karbohidrat isolat bakteri F112 Hasil uji isolat bakteri F112 menggunakan Microbact Kit GramNegative Identification System 24E Hasil uji reaksi hipersensitifitas, produksi asam indol-3-asetat (IAA), produksi hidrogen sianida (HCN), dan hemolisis darah bakteri Aeromonas sp. F112 Hasil uji verifikasi ulang bakteri Xoo, Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6, dan Aeromonas sp. F112 Daya tumbuh benih padi IR64 pada 14 HSS (hari setelah semai) dan pertumbuhan bibit padi pada 19 HSS Pengaruh kelompok terhadap jumlah anakan dan bobot kering per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, 8 MSP (minggu setelah pindah tanam) dan indeks keparahan penyakit hawar daun bakteri pada 2 MSP Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap tinggi tanaman padi IR64 pada 1-8 MSP (minggu setelah pindah tanam) Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP (minggu setelah pindah tanam) Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap bobot kering per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP (minggu setelah pindah tanam) Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap jumlah anakan produktif per rumpun tanaman padi IR64 pada 12 MSP (minggu setelah pindah tanam) Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap kejadian dan indeks keparahan penyakit HDB tanaman padi IR64 pada 5 dan 12 MSP (minggu setelah pindah tanam) Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap komponen hasil per rumpun tanaman padi IR64 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap mutu benih padi IR64 hasil produksi di lapangan
9 10
11 23 25
27
28
28
29
30
31
32
33
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Skema penelitian Morfologi koloni (a) dan sel (b dan c) bakteri F112. Tanda panah menunjukkan contoh koloni atau sel bakteri Biakan Aeromonas sp. F112 pada media agar darah
3 9 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Indikator reaksi substrat Microbact Kit Gram-Negative Identification System 24E Deskripsi tanaman padi varietas IR64 Kondisi dan kandungan nutrisi tanah Kebun Percobaan Muara Balai Besar Padi, Bogor Rata-rata suhu harian, kelembapan udara relatif, curah hujan, dan jumlah hari hujan di Kebun Percobaan Muara Balai Besar Padi, Bogor, periode November 2014 – Maret 2015
46 47 48
48
PENDAHULUAN Latar Belakang Benih merupakan salah satu input utama dalam usaha pertanian. Ilyas (2012) menyatakan bahwa benih sebagai produk pratanam harus memiliki mutu fisik, mutu genetik, mutu fisiologis dan mutu patologis tinggi. Mutu genetik berhubungan dengan kebenaran varietas, mutu fisik terkait dengan kondisi fisik benih seperti kemurnian dan kadar air, mutu fisiologis terkait dengan daya berkecambah benih, sedangkan mutu patologis berkaitan dengan keberadaan patogen di dalam atau pada permukaan benih. Patogen tanaman adalah organisme penyebab penyakit tanaman. Patogen terbawa benih merupakan patogen yang berada pada permukaan, dalam jaringan atau tercampur bebas bersama benih. Patogen dapat terbawa benih sejak di lapangan produksi atau melalui kontaminasi mekanis saat panen, prosesing, penyimpanan dan distribusi benih. Kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh patogen terbawa benih berupa hilangnya viabilitas dan vigor benih, penyebaran penyakit tanaman, perubahan warna dan bentuk benih, perubahan sifat fisik benih, perubahan komposisi kimia benih, serta menurunkan produksi tanaman (Agarwal dan Sinclair 1996). Hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), bersinonim dengan X. campestris pv. oryzae, X. oryzae, X. kresek, X. itoana atau X. translucent (EPPO 2007). Gejala penyakit yang ditimbulkan Xoo pada fase bibit dinamakan kresek, ditandai dengan daun yang berwarna hijau keabu-abuan dan menggulung. Bibit tanaman layu dan akhirnya mengering merupakan tingkat gejala yang lebih lanjut. Penyakit HDB pada tanaman dewasa ditandai dengan gejala hawar pada tepi daun, ujung daun, atau bagian daun yang mengalami kerusakan mekanis. Gejala terlihat seperti akibat terendam air panas, berwarna kuning-jingga, kemudian meluas dan memanjang menuju pangkal daun. Perkembangan selanjutnya, bagian daun yang terinfeksi menjadi berwarna keabuabuan disertai dengan titik-titik hitam yang menandakan tumbuhnya cendawan saprofit. Hawar daun merupakan gejala paling umum ditemui. Penyakit HDB dapat mengakibatkan kehilangan hasil sampai 70% (IRRI 2009). Penanaman varietas tahan merupakan komponen utama pengendalian HDB, namun penanaman satu jenis varietas tahan secara terus-menerus dalam jangka panjang memacu terbentuknya patotipe baru yang lebih virulen (Sudir et al. 2012). Keragaman patogen yang tinggi di lapangan menyebabkan penggunaan varietas tahan kurang berhasil diterapkan. Pengendalian secara kimia dapat mengatasi kondisi tersebut, namun memiliki efek merusak lingkungan (Velusamy et al. 2013). Sudir et al. (2012) menganjurkan pengendalian HDB secara terpadu melalui penggunaan varietas tahan, penanaman bibit sehat, pengaturan jarak tanam, pemupukan berimbang, dan pengelolaan sanitasi lingkungan. Penggunaan benih terinfeksi Xoo merupakan investasi yang kurang baik di lapangan karena dapat menjadi sumber penular penyakit. Menurut Mortensen (1989) inokulum Xoo pada benih padi terdapat di endosperma atau sekam, namun patogen ini tidak
2
menimbulkan gejala yang terlihat. Hal ini menyebabkan deteksi Xoo secara langsung tidak dapat dilakukan. Upaya pengendalian HDB dalam proses produksi benih di lapangan diharapkan mampu menekan penyebaran penyakit ini. Strategi alternatif pengendalian HDB dengan biaya relatif rendah dan ramah lingkungan adalah melalui aplikasi agens hayati (Velusamy et al. 2013). Agens hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan, bakteri, virus, mikoplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya (Kementerian Pertanian RI 1995). Agens hayati dari jenis bakteri telah banyak diteliti dan dimanfaatkan dalam bidang pertanian sebagai pemacu pertumbuhan dan pengendali penyakit tanaman. Beberapa strain dari spesies bakteri Agrobacterium radiobacter, Azospirillum brasilense, Azotobacter chroococcum, Bacillus licheniformis, B. pumilus, B. subtilis, Burkholderia agglomerans, Pseudomonas aurefaciens, P. fluoroscens, P. chlororaphis, P. solanacearum, P. syringae, Serratia entomophilia, Streptomyces griseoviridis, Streptomyces spp. dan Rhizobia spp. telah diproduksi secara komersial sebagai agens hayati (Choudhary dan Johri 2009; Glick 2012). Potensi suatu mikroorganisme sebagai agens hayati bagi tanaman diketahui melalui serangkaian tahap pengujian. Tahap yang dilakukan adalah eksplorasi di alam, pemurnian isolat, serta uji efektifitas agens hayati di laboratorium, rumah kaca, dan lapangan. Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6 dan isolat F112 adalah tiga jenis bakteri yang tengah dikembangkan sebagai agens hayati tanaman padi (Ilyas et al. 2008, Yukti 2009; Budiman 2009; Agustiansyah et al. 2011, 2013a, 2013b; Lizansari 2013; Zamzami et al. 2014; Khodar et al. 2016). Identitas dan karakter bakteri B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 telah diketahui (Agustiansyah 2013a), namun isolat bakteri F112 belum diketahui. Informasi mengenai isolat F112 sangat penting dalam rangka mendukung pemanfaatannya sebagai agens hayati. Data hasil identifikasi dan karakterisasi isolat F112 digunakan untuk mendukung hasil pengujian di lapangan (Gambar 1). Penelitian mengenai B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan isolat F112 menghasilkan informasi metode aplikasi yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan, pengendalian HDB, dan produksi benih pada tanaman padi. Aplikasi yang telah dilakukan belum memberikan hasil yang optimal karena HDB menular karena bersifat terbawa benih (seed-borne), tanah (soil-borne), dan udara (air-borne) (Ilyas et al. 2013). Cheng et al. (2015) menambahkan HDB juga terbawa melalui air (water-borne). Kombinasi beberapa metode aplikasi agens hayati diduga dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pengendalian HDB, pertumbuhan tanaman, dan produksi benih padi. Tujuan Tujuan Umum Menentukan metode aplikatif pemanfaatan bakteri teridentifikasi sebagai agens hayati yang efektif untuk mengendalikan penyakit HDB serta meningkatkan produksi dan mutu benih padi.
3
Tujuan Khusus 1. Menentukan jenis bakteri dari isolat F112 dan karakter yang mendukung pemanfaatannya sebagai agens hayati. 2. Membandingkan pengaruh metode aplikasi agens hayati melalui perlakuan benih (matriconditioning), perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut terhadap HDB, pertumbuhan tanaman, serta produksi dan mutu benih padi. IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI F112 Tujuan: Menentukan jenis bakteri isolat F112 dan karakter yang mendukung pemanfaatannya sebagai agens hayati. Keluaran: Informasi mengenai identitas dan karakter isolat F112 PENGARUH APLIKASI AGENS HAYATI TERHADAP HAWAR DAUN BAKTERI, PERTUMBUHAN TANAMAN, DAN PRODUKSI BENIH PADI Percobaan Pendahuluan Tujuan: Mengetahui kondisi dan kelayakan patogen (Xoo), agens hayati (B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan isolat F112), dan mutu benih sumber yang digunakan dalam penelitian. Keluaran: Bahan uji patogen, agens hayati, dan benih sumber yang layak digunakan dalam penelitian. Percobaan 1 Tujuan: Membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati pada benih terhadap daya tumbuh benih dan pertumbuhan bibit di persemaian. Keluaran: Efektivitas aplikasi agens hayati pada benih dalam meningkatkan daya tumbuh benih dan pertumbuhan bibit. Percobaan 2 Tujuan: Membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati terhadap pertumbuhan tanaman, HDB, komponen hasil, produksi benih, sampai mutu benih hasil produksi di lapangan. Keluaran: Metode aplikasi agens hayati yang memberi pengaruh paling efektif memacu pertumbuhan tanaman, mengendalikan penyakit HDB serta meningkatkan produksi dan mutu benih hasil produksi di lapangan. Metode aplikatif pemanfaatan bakteri teridentifikasi sebagai agens hayati yang efektif untuk mengendalikan penyakit HDB serta meningkatkan pertumbuhan tanaman, produksi, dan mutu benih padi.
Gambar 1 Skema penelitian
IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI F112 Pendahuluan Latar Belakang Setyolaksono (2013) memaparkan bahwa agens hayati seyogianya merupakan mikroorganisme hasil eksplorasi dari tanah, air, atau jaringan tanaman, yang mampu menghambat pertumbuhan atau berkompetisi dengan patogen penyebab penyakit tertentu. Agens hayati diisolasi untuk mendapatkan isolat murni, lalu diuji manfaat dan efektivitasnya. Pengaruh agens hayati terhadap manusia juga perlu diketahui agar tidak menimbulkan dampak negatif. Rizosfir (daerah di sekitar akar) dan filosfir (daun) adalah habitat berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri yang berasosiasi dengan tanaman (Knief et al. 2012). Bakteri yang berpotensi sebagai agens hayati dapat dieksplorasi dari rizosfir atau filosfir. Isolat bakteri F112 merupakan koleksi Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH) IPB yang diisolasi dari daun padi dan dilaporkan memiliki antagonisme tinggi terhadap Xoo (Zamzami 2013). Isolat F112 diaplikasikan pada daun karena dinilai telah beradaptasi pada area filosfir. Aplikasi isolat F112 melalui penyemprotan daun memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan, hasil, serta pengendalian penyakit HDB tanaman padi (Zamzami et al. 2014; Khodar et al. 2016). Menurut Soesanto (2008), pengendalian hayati melalui bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah masih jarang dilakukan. Isolat F112 dinilai memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati filosfir, sehingga identitas dan karakter bakteri tersebut perlu diketahui. Identifikasi dan karakterisasi suatu agens hayati merupakan tahap yang penting dilakukan terkait dengan analisis resiko, terutama jika agens hayati tersebut akan diajukan izin penggunaannya secara komersial (Supriadi 2006). Pengujian laboratorium melalui pengamatan morfologi serta uji fisiologi dan biokimia dapat dilakukan untuk untuk memperoleh identitas agens hayati. Karakter yang perlu dianalisis antara lain adalah potensi menyebabkan penyakit, kemampuan menghasilkan fitohormon pemacu pertumbuhan dan senyawa yang dapat mengendalikan perkembangan patogen pada tanaman, serta keamanannya terhadap manusia. Tujuan Menentukan jenis bakteri dari isolat F112 dan karakter yang mendukung pemanfaatannya sebagai agens hayati.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Percobaan ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai Februari 2015. Persiapan, peremajaan, perbanyakan, dan uji resistensi terhadap kadar garam tinggi isolat F112 dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih
5
Departemen AGH IPB, Bogor. Uji katalase, oksidase, dan hidrolisis pati dilakukan di Laboratorium Bakteri Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH), Depok. Pewarnaan Gram, motilitas, fermentasi karbohidrat, dan Microbact Kit dilakukan di Indonesian Center for Biotechnology and Biodiversity (ICBB), Bogor. Pengamatan sel secara mikroskopik dilakukan di Laboratorium Mikrotehnik Dept. AGH IPB, Bogor. Peremajaan dan perbanyakan isolat F112 Isolat F112 dikoleksi dalam agar miring dengan penyimpanan dalam refrigerator bersuhu 4-6 oC. Pemurnian dilakukan dengan cara penggoresan berseri pada media nutrient agar (5 g panceatic digest of gelatin, 3 g kaldu daging, 15 g agar, dan 1 L akuades) sehingga diperoleh koloni tunggal. Koloni tunggal yang terbentuk dibiakkan pada media nutrient agar baru pada kondisi kamar (suhu 26-29 oC) untuk diperbanyak. Identifikasi Isolat F112 Pengamatan morfologi koloni dan sel Pengamatan morfologi koloni dilakukan pada biakan berumur 48 jam terhadap warna, bentuk, elevasi, bentuk tepian, dan rupa permukaan koloni tunggal. Pengamatan sel dilakukan di bawah mikroskop compound dengan dan tanpa pewarnaan Gram. Pengamatan sel dengan pewarnaan Gram dilakukan bersamaan dengan pengujian fisologi dan biokimia. Pengujian fisiologi dan biokimia Pengujian menggunakan isolat murni F112 berumur 24-48 jam yang dibiakkan pada media nutrient agar. Pengujian yang dilakukan meliputi pewarnaan Gram, oksidase, katalase, hidrolisis pati, motilitas, resistensi terhadap kadar garam tinggi, fermentasi karbohidrat (Cappuccino dan Sherman 1983) serta protokol Microbact Kit Gram-Negative Identification System 24E (Oxoid 2007). Media agar yang digunakan untuk uji biokimia melalui proses sterilisasi di dalam otoklaf dengan suhu 121 oC dan tekanan 0.1 MPa selama 20 menit. 1. Uji pewarnaan Gram Pewarnaan Gram dilakukan sebagai pembeda jenis bakteri Gram positif atau negatif. Uji ini merupakan tahap pertama dalam proses identifikasi bakteri. Isolat F112 dioleskan tipis pada gelas objek yang bersih, kemudian dikeringanginkan. Setelah kering, fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan bagian bawah gelas objek di atas api bunsen. Olesan bakteri kemudian digenangi dengan larutan kristal violet (2 g kristal violet, 0.8 g ammonium oksalat, 20 mL etil alkohol (95%), dan 1 L akuades) selama 1 menit lalu dibilas dengan air dan dikeringanginkan kembali. Bakteri kemudian digenangi dengan larutan iodin (1 g iodin, 2 g kalium iodida, dan 300 mL akuades) selama 1 menit, kemudian dibilas dengan air lalu dikeringanginkan. Pembilasan dilakukan kembali dengan etil alkohol sampai gelas objek terlihat bersih (sekitar 30 detik), kemudian dikeringanginkan. Gelas objek kemudian dibilas kembali dengan air dan digenangi dengan larutan safranin (0.25 g safranin, 10 mL etil alkohol, dan 90 mL akuades) selama 45 detik. Pembilasan kembali dilakukan dengan air, kemudian dikeringanginkan.
6
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pengamatan dilakukan pada preparat di bawah mikroskop compound. Reaksi bakteri Gram positif ditunjukkan dengan adanya sel berwarna ungu hingga biru gelap, sedangkan bakteri Gram negatif sel berwarna merah atau merah muda. Uji katalase Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas enzim katalase. Satu ose isolat F112 dioleskan pada gelas objek. Hidrogen peroksida (H2O2) 3% diteteskan pada suspensi bakteri tersebut. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas yang berasal dari H2O2 yang terurai menjadi H2O dan O2 setelah bakteri direaksikan. Uji hidrolisis pati Uji hidrolisis pati dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim α-amilase dan glukosidase. Isolat F112 digoreskan pada media pati (2 g pati, 3 g kaldu daging, 5 g pepton, dan 1 L akuades) dalam cawan petri, kemudian diinkubasi selama 4 hari dalam inkubator bersuhu 28 oC. Koloni yang sudah tumbuh pada media dituangi dengan larutan lugol’s iodine (5 g iodin, 10 g kalium iodida, dan 500 mL akuades) kemudian diamati. Reaksi positif ditunjukkan melalui terbentuknya zona bening disekitar koloni. Uji oksidase Uji oksidase dilakukan untuk mengetahui aktivitas sitokrom pada bakteri aerob atau anaerob fakultatif. Kertas filter ditetesi larutan oksidase (0.1 g tetramethyl-paraphenylene diamine dihydrochloride dalam 10 mL akuades) sebanyak 3-4 tetes. Isolat F112 digoreskan pada tetesan tersebut. Reaksi positif ditunjukkan melalui perubahan warna isolat menjadi ungu, segera setelah bakteri digoreskan. Uji motilitas Uji motilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk bergerak. Media agar SIM (30 g pepton, 5 g kaldu daging, 0.2 g fero ammonium sulfat, 0.025 g natrium tiosulfat, 3 g agar, dan 1 L akuades) disiapkan dalam tabung reaksi (5 mL/ tabung reaksi). Isolat F112 berumur 48 jam diambil menggunakan jarum ose, kemudian ditusukkan ke tengah media SIM. Media kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 24-48 jam. Reaksi positif diamati dengan melihat zona difusi pertumbuhan bakteri yang menyebar dari daerah inokulasi, menunjukkan kemampuan bakteri untuk dapat bergerak (motil). Uji resistensi terhadap kadar garam tinggi Uji resistensi terhadap kadar garam tinggi dilakukan untuk mengetahui daya tahan hidup bakteri pada kondisi kadar garam tinggi. Media nutrient agar dengan penambahan 7% NaCl disiapkan pada cawan petri, kemudian isolat F112 digoreskan di atas media tersebut dan diinkubasi selama 24-48 jam pada kondisi kamar. Reaksi positif ditunjukkan apabila bakteri mampu tumbuh pada media. Uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, maltosa, mannosa, dan sukrosa) Uji fermentasi karbohidrat dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk memfermentasi karbohidrat melalui produksi asam atau asam dan gas. Karbohidrat yang digunakan adalah jenis gula glukosa, laktosa, maltosa, mannosa, dan sukrosa. Media dibuat dengan komposisi 10 g
7
8.
triptikase, 5 g NaCl, 0.018 g phenol red, 5 g gula, dan 1 L akuades. Masingmasing media dituangkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ke dalam tabung reaksi tersebut dimasukkan tabung durham dalam posisi terbalik. Satu ose isolat F112 diinokulasikan ke dasar media, kemudian parafin cair ditambahkan di atas media. Biakan tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama 24-72 jam, lalu diamati perubahan warna media dan pembentukkan gas di dalam tabung durham. Fermentasi menghasilkan asam yang menyebabkan pH media berubah sehingga indikator phenol red berubah warna. Reaksi positif ditunjukkan melalui perubahan warna media dari merah menjadi kuning. Gas yang terbentuk terlihat sebagai gelembung udara pada tabung durham, minimal 10% dari tinggi tabung durham. Uji menggunakan Microbact Kit Gram-Negative Identification System 24E Pengujian ini merupakan suatu sistem mikro substrat terstandarisasi yang dirancang untuk menstimulasi substrat biokimia konvensional. Microbact Kit Gram-Negative Identification System 24E terdiri atas microplate yang terdiri atas 24 sumur (wells), dan setiap sumur merupakan simulasi suatu reaksi pengujian. Identifikasi didasarkan pada perubahan pH dan penggunaan substrat. Isolat F112 berumur 18-24 jam sebanyak dua ose dicampurkan dengan 5 mL larutan fisiologis (0.85% NaCl) hingga menjadi suspensi yang homogen. Suspensi kemudian dimasukan ke dalam sumursumur pada microplate sebanyak empat tetes (sekitar 100 L). Mineral oil sebanyak dua tetes ditambahkan pada sumur nomor 24. Plate ditutup plastik kemudian diinkubasi pada suhu 35 + 2 oC selama 18-24 jam. Setelah dikeluarkan dari inkubator, hasil reaksi dievaluasi untuk menetukan reaksi positif atau negatif. Indikator reaksi substrat Microbact Kit GNB 24E tertera pada Lampiran 1. Pereaksi tambahan diberikan ke sumur-sumur tertentu. Sumur nomor 8 (Indol) ditambahkan dua tetes pereaksi Kovacs dan reaksi dievaluasi dalam waktu 2 menit. Sumur 10 (VP) ditambahkan masing-masing satu tetes VPI (alpha-naphthol) dan VPII (creatine), kemudian reaksi dievaluasi dalam waktu 15-30 menit. Sumur 12 (TDA) ditambahkan satu tetes TDA dan langsung dievaluasi hasilnya. Sumur 13 dan 24 dievaluasi setelah 48 jam. Uji reduksi nitrat menjadi nitrit dilakukan setelah evaluasi dilakukan pada sumur 7 (ONPG). Masing-masing satu tetes pereaksi nitrat A dan nitrat B ditambahkan ke dalam sumur, dan reaksi diamati dalam beberapa menit.
Penentuan jenis bakteri Identifikasi dilakukan berdasarkan hasil pengamatan morfologi sel dan koloni serta reaksi uji fisiologi dan biokimia. Penentukan jenis bakteri berpedoman pada Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 2000). Karakterisasi pendukung agens hayati 1. Uji Hipersensitifitas Uji hipersensitifitas dilakukan sebagai indikasi sifat patogenik bakteri. Tanaman tembakau berumur sekitar empat bulan digunakan sebagai tanaman indikator. Satu ose isolat F112 berumur 24-48 jam dibuat menjadi suspensi dengan mencampurkannya dalam tabung reaksi berisi 10 mL akuades steril. Suspensi tersebut diambil sebanyak 1 mL dengan jarum suntik steril dan
8
2.
3.
4.
diinokulasikan pada mesofil daun tembakau sehingga terlihat basah. Tanaman tersebut lalu diinkubasi selama 24-48 jam. Gejala nekrosis pada bagian yang diinokulasi menandakan reaksi positif dan mengindikasikan bakteri yang diinokulasikan bersifat patogen bagi tanaman. Produksi asam indol-3-asetat (IAA) Fitohormon IAA merupakan salah satu senyawa yang dihasilkan agens hayati. Produksi IAA dianalisis dengan metode Glickman dan Dessaux. (Agustiansyah 2013a). Isolat F112 ditumbuhkan selama 24 jam dalam tabung berisi nutrient broth. Untuk memacu sintesis auksin, ke dalam media ditambahkan asam amino triptofan 0.5 g L-1. Biakan bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit, kemudian supernatan dipisahkan dari endapan bakteri, disaring dengan membran nitroselulosa berporositas 0.2 μm, lalu dilakukan analisis kandungan IAA. Kandungan IAA dalam filtrat biakan bakteri dideteksi dengan menggunakan pereaksi FeCl 3, 12 g mL-1 dalam 7.9 M H2SO4. Pereaksi FeCl3 (1 mL) dan filtrat biakan bakteri (1 mL) ditambahkan ke dalam tabung mikro dan campuran diinkubasi dalam ruangan gelap bersuhu 25 oC selama 30 menit. Setelah inkubasi, nilai absorban campuran dibaca dengan spektrofotometer (Mapada tipe V-1100D) pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar berdasarkan nilai absorban larutan IAA murni dengan konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, 10, 20, 30, 40, dan 50 μg mL-1 digunakan sebagai pembanding. Produksi senyawa hidrogen sianida (HCN) Hidrogen sianida adalah salah satu senyawa anti mikroba yang dapat dihasilkan agens hayati. Produksi senyawa HCN kualitatif dianalisis menggunakan metode yang dikembangkan Bekker dan Schipper (Agustiansyah 2013a). Isolat F112 ditumbuhkan pada media glisin dalam tabung reaksi. Bagian atas tabung ditutup dengan kain kasa steril yang telah direndam dalam larutan (asam pikrat 2 g dan natrium karbonat 8 g, dalam 200 mL air). Biakan bakteri diinkubasi pada suhu kamar. Reaksi positif atau produksi HCN diindikasikan melalui perubahan warna pada kain kasa, dari kuning menjadi coklat muda, coklat tua atau merah bata. Uji hemolisis darah Uji hemolisis darah dilakukan sebagai salah satu indikator keamanan bakteri terhadap manusia. Isolat F112 berumur 24–48 jam digoreskan pada agar darah (10 g pepton, 5 g NaCl, 10 g kaldu daging, 50 mL darah domba, 3 g agar, dan 950 mL akuades) dan diinkubasi pada suhu kamar selama 48 jam. Reaksi positif diindikasikan dengan terbentuknya zona bening atau kehijauan pada media disekitar koloni bakteri.
Hasil dan Pembahasan Identifikasi isolat F112 Koloni F112 berwarna krem, berbentuk bulat, tepian rata, elevasi cembung dengan permukaan halus mengkilat (Gambar 2a). Pengamatan sel bakteri setelah pewarnaan Gram di bawah mikroskop (perbesaran 400) memperlihatkan sel-sel bakteri berwarna merah dan berbentuk batang (Gambar 2b). Pengamatan sel tanpa
9
pewarnaan (perbesaran 1000) memperlihatkan sel bakteri berbentuk batang, ujung membulat, dan hasil pengukuran (terhadap tujuh sel bakteri beragam ukuran) menunjukkan diameter 0.5-0.8 µm dan panjang 1.1-3.3 µm (Gambar 2c).
1 cm
a
b
c
Gambar 2 Morfologi koloni (a) dan sel (b dan c) bakteri F112. Tanda panah menunjukkan contoh koloni atau sel bakteri Tabel 1 menunjukkan reaksi pengujian fisiologi dan biokimia bakteri F112. Tabel 2 menunjukkan reaksi pengujian menggunaakan Microbact Kit GramNegative Identification System 24E. Tabel 1 Hasil uji pewarnaan Gram, katalase, oksidase, hidrolisis pati, resistensi terhadap kadar garam tinggi, motilitas, dan fermentasi karbohidrat isolat bakteri F112 Pengujian Hasil Keterangan Pewarnaan Gram Sel berwarna merah atau merah muda, mengindikasikan kelompok Gram negatif. Katalase
+
Terbentuk gelembung-gelembung udara, mengindikasikan terdapatnya enzim katalase.
Oksidase
+
Terbentuk warna ungu mengindikasikan aktivitas sitokrom, menunjukkan sifat aerob atau fakultatif anaerob.
Hidrolisis pati
-
Tidak terbentuk zona bening pada media, menunjukkan tidak terjadi hidrolisis pati, mengindikasikan tidak terdapat aktivitas enzim α-amilase dan glukosidase.
Resistensi terhadap kadar garam tinggi (NaCl 7%) Motilitas
-
Tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada media, menunjukkan sifat tidak resisten dengan kadar garam tinggi.
-
Tidak terdapat difusi pertumbuhan bakteri pada media, menunjukkan sifat non motil.
Fermentasi karbohidrat / produksi gas Glukosa +/ Terdapat perubahan warna media dari merah Sukrosa +/ menjadi kekuningan (jingga) yang Manosa +/ disebabkan oleh perubahan pH, namun gas tidak diproduksi. Hal ini menunjukkan Maltosa +/ terjadinya fermentasi. Laktosa +/ -
10
Tabel 2 Hasil uji isolat bakteri F112 menggunakan Microbact Kit Gram-Negative Identification System 24E Nomor sumur 1
Hasil
Keterangana
Lisin
-
2
Ornitin
-
3
-
8
Hidrogen sulfida (H2S) Glukosa Mannitol Xylosa O-nitrofenil-ß-dgalactopyranoside (ONPG) Indol
Tidak terjadi pembentukan amina cadaverin. Pembentukan amina putressina lebih kecil daripada lisin dekarboksilasi. H2S tidak diproduksi dari tiosulfat.
9
Urease
-
10
Voges-Proskaüer (VP) Sitrat
-
+
13
Triptofan deaminase (TDA) Gelatin
14
Malonat
-
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Inositol Sorbitol Rhamnosa Sukrosa Laktosa Arabinosa Adonitol Rafinosa Salisin Arginin
+ + +
7+
Nitrat
+
4 5 6 7
11 12
a
Pengujian
Merujuk pada Oxoid (2007)
+ +
Reaksi positif menunjukkan karbohidrat difermentasi, sedangkan reaksi negatif menunjukkan tidak terjadi fermentasi. Terjadi hidrolisis ß-galaktosidase dari ONPG.
-
Tidak terbentuk indol dari metabolisme triptofan. Tidak terjadi perombakan urea menjadi amonia. Tidak terdapat produksi asetoin dari glukosa Tidak menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. Triptofan deaminase membentuk asam indol piruvat dari triptofan Partikel gelatin padat tidak mencair setelah rehidrasi. Tidak terjadi konversi asam suksinat menjadi asam fumarat.
-
-
Reaksi positif mengindikasikan terjadinya fermentasi karbohidrat, sedangkan raksi negatif mengindikasikan tidak terjadi fermentasi.
Arginin dihidrolase mengubah arginin menjadi ornitin, amonia dan karbon dioksida. Reduksi nitrat menjadi nitrit.
11
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat F112 memiliki kesesuaian dengan genus Aeromonas. Menurut Holt et al. (2000), genus Aeromonas memiliki bentuk batang dengan ujung membulat, diameter 0.3-1.0 µm dan panjang 1.0-3.5 µm. Sel dapat berada dalam kondisi tunggal, berpasangan, atau rantai pendek. Bakteri Aeromonas bereaksi Gram negatif, bersifat motil atau non motil, fakultatif anaerob, oksidase positif, katalase positif, metabolisme glukosa dilakukan melalui proses respirasi dan fermentasi, mampu merombak karbohidrat menjadi asam atau asam dan gas, dan mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit. Berdasarkan pengamatan morfologi serta uji fisiologi dan biokimia, diperoleh informasi bahwa isolat F112 adalah bakteri Aeromonas sp. Karakterisasi pendukung bakteri sebagai agens hayati Agens hayati harus memiliki karakter tidak bersifat patogen pada tanaman, memproduksi senyawa-senyawa yang mampu memacu pertumbuhan tanaman, atau mengendalikan perkembangan patogen. Tabel 3 menunjukkan karakteristik Aeromonas sp. F112. Tabel 3
Hasil uji hipersensitifitas, produksi asam indol-3-asetat (IAA), produksi hidrogen sianida (HCN), dan hemolisis darah bakteri Aeromonas sp. F112
Pengujian Hipersensitifitas
Hasil -
Produksi IAA Produksi HCN Hemolisis darah
+ -
Keterangan Tidak terbentuk jaringan nekrosis pada bagian daun tembakau yang diinokulasi Terdapat produksi IAA dengan konsentrasi 0.46 ppm Tidak terjadi reaksi, kain kasa tetap berwarna kuning Tidak terbentuk zona bening pada media agar darah di sekeliling koloni (hemolisis gamma)
Hipersensitifitas adalah respon pertahanan tanaman melalui induksi kematian sel pada bagian yang terinfeksi patogen (Agrios 2005). Pengujian hipersensitifitas dilakukan pada tanaman tembakau karena tanaman ini memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap patogen. Hasil pengujian memperlihatkan zona daun yang diinokulasi Aeromonas sp. F112 hanya menunjukkan warna sedikit pucat dan tidak mengalami nekrosis. Hal ini menunjukkan Aeromonas sp. F112 tidak berpotensi sebagai patogen pada tanaman. Produksi IAA mengindikasikan kemampuan bakteri untuk memacu pertumbuhan tanaman dan digunakan dalam seleksi agens hayati pemacu tumbuh tanaman (García-Gutiérrez et al. 2012). Hasil analisis menunjukkan bakteri ini memproduksi IAA dengan konsentrasi 0.46 ppm. Agustiansyah et al. (2013a) menguji produksi IAA agens hayati B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6, dan masing masing adalah 19.05 dan 8.68 µg mL-1 (ppm). Konsentrasi IAA yang dihasilkan Aeromonas sp. F112 (0.46 ppm) lebih kecil dibandingkan B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 ketika diuji. Produksi HCN merupakan salah satu aktivitas agens hayati dalam pengendalian hayati (Martinez-Viveros et al. 2010). Namun demikian, tidak semua agens hayati memiliki kemampuan untuk memproduksi HCN. Agustiansyah (2013a) melaporkan bahwa P. diminuta A6 memproduksi HCN,
12
sedangkan B. subtilis 5/B tidak memproduksi HCN. Hasil uji menunjukkan Aeromonas sp. F112 tidak memproduksi HCN. Mekanisme pengendalian hayati diduga terjadi melalui aktivitas lain. Uji hemolisis darah dilakukan sebagai data pendukung yang dapat menjadi salah satu indikasi keamanan bakteri terhadap manusia. Reaksi hemolisis pada media agar darah terbagi menjadi tiga tipe yaitu hemolisis alfa, beta, dan gamma. Hemolisis alfa menunjukkan reaksi hemolisis tidak lengkap, menghasilkan zona hijau di sekeliling koloni bakteri. Hemolisis beta menunjukkan kehancuran sel darah merah sehingga menghasilkan zona bening di sekeliling koloni. Hemolisis gamma menunjukkan tidak terjadinya hemolisis darah sehingga tidak terdapat perubahan warna media di sekeliling koloni (Cappucino dan Sherman 1983). Sucipto (2016) melakukan seleksi keamanan bakteri agens hayati bagi manusia dengan hanya menggunakan isolat-isolat bertipe hemolisis gamma. Gambar 3 memperlihatkan reaksi negatif pada uji hemolisis (hemolisis gamma) di sekeliling biakan Aeromonas sp. F112. Hal ini mengindikasikan Aeromonas sp. F112 relatif aman bagi manusia.
Gambar 3 Biakan Aeromonas sp. F112 pada media agar darah Isolasi bakteri Aeromonas sp. F112 dilakukan melalui pencacahan daun tanpa sterilisasi permukaan (Zamzami 2013) sehingga isolat yang didapatkan dapat berupa bakteri epifit maupun endofit. Menurut Santosa et al. (2003), isolasi bakteri dari daun padi dapat dilakukan dengan sterilisasi permukaan untuk mendapatkan bakteri endofit maupun tanpa sterilisasi untuk mendapatkan bakteri epifit. Aeromonas adalah genus bakteri yang terdapat pada lingkungan air tawar atau limbah (Holt et al. 2000), air laut (Takahashi et al. 2012), dan air yang mengandung klorit maupun tidak mengandung klorit (Suhastyo et al. 2013). Menurut Brighigna (1992), bakteri akuatik seperti Aeromonas dapat ditemukan di area filosfir tanaman yang memiliki kondisi kelembaban tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan keberadaan Aeromonas di rizosfir tanaman. Kerkeni et al. (2008) mengisolasi dan mengidentifikasi A. hydrophila dari kompos matang, García-Gutiérrez et al. (2012) menemukan Aeromonas sp. di rizosfir tanaman melon, sementara itu Aarab et al. (2015) mendapatkan beberapa spesies Aeromonas di rizosfir pertanaman padi. Beberapa bakteri genus Aeromonas diketahui dapat berperan sebagai agens hayati. Bakteri A. caviae dapat mengendalikan patogen tular tanah Sclerotium rolfsii pada tanaman kacang-kacangan serta Rhizoctonia solani dan Fusarium oxysporum pada tanaman kapas (Inbar dan Chet 1991). Bakteri A. hydrophila meningkatkan pertumbuhan serta mengendalikan Fusarium sp. pada tanaman
13
tomat (Kerkeni et al. 2008; Ariawan et al. 2015), juga sebagai mikroorganisme pelarut fosfat dan pengendali hayati bagi R. solani pada tanaman padi (Suhastyo et al. 2013; Naureen et al. 2015). Kesimpulan Isolat bakteri F112 termasuk anggota genus Aeromonas. Pengamatan morfologi bakteri serta pengujian fisiologi dan biokimia menunjukkan bahwa isolat F112 berbentuk batang dengan ujung membulat, diameter 0.5-0.8 µm dan panjang 1.1-3.3 µm, sel berada dalam kondisi tunggal, berpasangan, atau rantai pendek. Hasil uji fisiologi dan biokimia menunjukkan bakteri tergolong Gram negatif, bersifat non motil, fakultatif anaerob, oksidase positif, katalase positif, terjadi fermentasi merombak karbohidrat menjadi asam, dan mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit. Bakteri ini memiliki karakteristik reaksi hipersensitifitas negatif sehingga tidak bersifat patogenik terhadap tanaman, memproduksi IAA sebesar 0.46 ppm, tidak memproduksi HCN, dan reaksi hemolisis darah negatif (hemolisis gamma) sehingga relatif aman bagi manusia.
PENGARUH APLIKASI AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, INTENSITAS PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI, SERTA PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI Pendahuluan Latar Belakang Penelitian mengenai agens hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi, khususnya bidang ilmu dan teknologi benih, telah dilakukan IPB bekerjasama dengan beberapa instansi terkait (Ilyas et al. 2008; Ilyas et al. 2013). Rangkaian penelitian yang telah dilakukan menghasilkan beberapa informasi terkait dengan jenis bakteri, teknik, konsentrasi, serta frekuensi aplikasi agens hayati B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 (Ilyas et al. 2008, 2013; Budiman 2009; Yukti 2009; Agustiansyah et al. 2010, 2011, 2013a, 2013b; Lizansari 2013; Zamzami et al. 2014; Khodar et al. 2016). Perlakuan benih dengan B. subtilis 5/B atau P. diminuta A6 dilaporkan mampu mengendalikan Xoo yang menginfeksi benih dan meningkatkan pertumbuhan bibit padi (Agustiansyah 2010). Bakteri B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 memiliki kompatibilitas sehingga dapat digunakan secara bersamaan untuk mendapatkan pengaruh positif yang lebih optimal (Palupi 2012). Kedua jenis rizobakteri ini dapat diaplikasikan pada benih padi terinfeksi Xoo melalui matriconditioning. Matriconditioning adalah pengendalian hidrasi benih melalui penggunaan carrier berupa media padat lembab dengan potensial matriks rendah (Khan et al. 1992). Integrasi matriconditioning dengan bakteri agens hayati disebut juga biomatriconditioning (Ilyas 2006). Matriconditioning benih dengan penambahan B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 mampu menekan kejadian penyakit HDB pada bibit padi (Lizansari 2013). Lahan persawahan seringkali mengandung inokulum Xoo dari sisa pertanaman sebelumnya, aliran air irigasi, atau gulma terinfeksi. Hal tersebut menyebabkan infeksi Xoo dapat terjadi di semua fase pertumbuhan tanaman. Ilyas et al. (2013) menduga perlakuan benih melalui matriconditioning dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 saja belum cukup efektif untuk mengatasi Xoo sehingga harus diikuti dengan perendaman akar bibit dengan agens hayati yang sama. Selain itu, penyemprotan daun dengan agens hayati juga dinilai perlu diterapkan karena Xoo tidak hanya dapat menular melalui benih dan tanah, tapi juga udara. Kemampuan agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman diindikasikan melalui penurunan intensitas penyakit. Menurut Kranz (1988) intensitas penyakit dapat dihitung dengan tolok ukur kejadian atau keparahan penyakit. Intensitas penyakit adalah persentase tanaman berpenyakit dari suatu contoh atau populasi pengamatan, tanpa mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit tersebut. Keparahan penyakit adalah persentase luasan gejala penyakit pada jaringan tanaman. Lizansari (2013) melaporkan perendaman akar bibit dalam suspensi B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 kerapatan 108 cfu mL-1 selama 60 menit efektif menurunkan keparahan penyakit HDB pada fase vegetatif. Zamzami (et al. 2014)
15
melaporkan perlakuan matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 dilanjutkan dengan penyemprotan tanaman dengan agens hayati isolat bakteri F112 kerapatan 108 cfu mL-1 pada 7 dan 9 MSP (minggu setelah pindah tanam) dengan dosis 519 mL ha-1 cenderung menurunkan keparahan HDB. Penelitian Khodar et al. (2016) menunjukkan penyemprotan suspensi isolat F112 kerapatan 4.5 108 cfu mL-1 dengan dosis 300 L ha-1 meningkatkan bobot gabah kering ubinan. Hasil identifikasi yang dilakukan pada percobaan sebelumnya menunjukkan isolat F112 adalah Aeromonas sp. Beberapa metode aplikasi yang telah dilakukan menunjukkan potensi pemanfaatan bakteri B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 sebagai agens hayati, namun belum nyata meningkatan produksi benih dan pengendalian HDB. Kombinasi metode aplikasi agens hayati diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih optimal. Penelitian untuk menentukan metode aplikasi terbaik perlu dilakukan untuk mencari metode paling efektif dalam meningkatkan produksi dan mutu benih yang dihasilkan. Efektivitas agens hayati dalam pengendalian HDB perlu dibandingkan dengan bakterisida yang terbukti mampu menghambat pertumbuhan Xoo. Bakterisida dengan bahan aktif streptomisin sulfat 20% lebih efektif menghambat pertumbuhan Xoo dibandingkan tembaga oksida 56%. Integrasi perlakuan benih melalui matriconditioning dengan bakterisida (bahan aktif streptomisin sulfat 20%) konsentrasi 0.2% nyata meningkatkan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering, mereduksi populasi Xoo terbawa benih (Rachmawati 2009) serta meningkatkan produksi benih di lapangan (Zamzami et al. 2014). Sementara itu, perendaman akar bibit dan penyemprotan daun di lapangan dengan jenis dan konsentrasi bakterisida yang sama tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan agens hayati dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menurunkan tingkat keparahan penyakit HDB (Lizansari 2013; Zamzami et al. 2014). Berdasarkan hal tersebut, matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%) konsentrasi 0.2% digunakan sebagai perlakuan bakterisida pembanding bagi aplikasi agens hayati. Tujuan Membandingkan pengaruh metode aplikasi agens hayati melalui perlakuan matriconditioning benih, perendaman akar bibit, penyemprotan daun, serta kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut terhadap intensitas penyakit HDB, pertumbuhan tanaman serta produksi dan mutu benih padi. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai Agustus 2015. Persiapan, perbanyakan, pembuatan suspensi bakteri, verifikasi ulang koleksi bakteri, dan uji populasi Xoo terbawa benih dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH) IPB. Percobaan di lapangan dilakukan di Balai Besar Padi Instalasi Kebun Percobaan Muara, Bogor. Pengukuran kadar air dan bobot 1000 butir dilakukan di Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura,
16
Depok. Pengujian daya berkecambah dan indeks vigor dilakukan di Laboratorium Pengujian Benih Departemen AGH IPB. Benih Sumber Benih padi yang digunakan adalah benih bersertifikat varietas IR64 kelas Benih Dasar, diperoleh dari BB Padi, Sukamandi. Benih hasil panen bulan Maret 2014. Daya berkecambah benih yang tercantum pada label adalah 89%. Benih telah mengalami penyimpanan selama 6 bulan di ruangan berpendingin udara (AC) sebelum digunakan. Penyediaan Biakan Murni Bakteri Bakteri yang digunakan adalah B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 sebagai agens hayati dan Xoo sebagai patogen. Semua biakan bakteri tersebut merupakan koleksi Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih Dept. AGH IPB yang digunakan pada penelitian sebelumnya (Ilyas et al. 2008; Agustiansyah 2013a; Zamzami et al. 2014; Lizansari 2013; Khodar et al. 2016). Isolat Xoo sebagai patogen berasal dari lingkungan tempat percobaan akan dilakukan. Peremajaan dan perbanyakan bakteri dilakukan dengan membiakkan bakteri media yeast dextrose calcium carbonate agar (20 g CaCO3, 20 g glukosa, 10 g ekstrak ragi, 15 g agar, dan 1 L akuades) untuk Xoo, nutrient agar (5 g panceatic digest of gelatin, 3 g kaldu daging, 15 g agar, dan 1 L akuades) untuk B. subtilis 5/B dan Aeromonas sp. F112, atau King’s B (20 g protease pepton, 1.5 g K2HPO4 , 15 mL gliserol, 20 g agar, dan 1 L akuades) untuk P. diminuta A6. Bakteri B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 dikoleksi dalam bentuk freeze drying sehingga perlu dilarutkan. Satu ampul B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 masing-masing dilarutkan dengan 10 mL akuades steril sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-1. Pengenceran berseri dilakukan sampai 10-7. Suspensi tingkat pengenceran 10-7 diteteskan pada media agar dengan volume 100 L, kemudian disebar secara merata. Inkubasi dilakukan selama 2 hari pada kondisi kamar. Koloni tunggal yang terbentuk dibiakkan kembali pada media baru untuk diperbanyak. Aeromonas sp. F112 dan Xoo dikoleksi dalam agar miring. Pemurnian dilakukan dengan cara penggoresan berseri sehingga diperoleh koloni tunggal. Koloni tunggal yang terbentuk dibiakkan kembali pada media baru untuk diperbanyak. Percobaan Pendahuluan Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kelayakan dan informasi awal bahan uji yang digunakan dalam penelitian. Percobaan meliputi verifikasi patogenisitas bakteri Xoo, hipersensitifitas bakteri agens hayati B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112, antagonisme agens hayati terhadap Xoo, serta uji mutu benih sumber. Verifikasi ulang koleksi bakteri 1. Uji patogenisitas Xoo Suspensi Xoo dibuat dengan cara melarutkan 10 ose biakan Xoo berumur 48 jam dalam 100 mL akuades steril. Gunting dicelupkan ke dalam suspensi Xoo lalu digunakan untuk memotong ujung daun tanaman padi varietas IR64 yang ditanam dalam pot dan berumur sekitar 8 minggu. Patogenisitas Xoo masih tinggi apabila dalam waktu 2-5 hari daun hasil pemotongan menunjukkan gejala HDB.
17
2.
3.
4.
Uji antagonisme agens hayati terhadap Xoo Uji antagonisme terhadap Xoo dilakukan melalui pengamatan zona hambat pertumbuhan. Bakteri Xoo dibiakkan dengan cara menyebar 100 μL suspensi Xoo pada cawan petri berisi media nutrient agar secara merata. Potongan kertas saring steril (diameter 5 mm) dicelupkan dalam masingmasing suspensi agens hayati (satu ose biakan bakteri dalam 10 mL akuades steril) lalu diletakkan pada cawan petri berisi media nutrient agar yang telah diinokulasi Xoo, kemudian diinkubasi pada kondisi kamar selama 5 hari. Pengamatan dilakukan pada hari kelima dengan melihat pembentukan lingkaran zona hambatan oleh agens hayati yang terjadi disekitar kertas saring. Agens hayati dianggap masih memiliki sifat antagonis yang baik apabila dapat menghasilkan zona hambat disekitar kertas saring. Uji hipersensitifitas Tanaman tembakau berumur sekitar bulan 4 digunakan sebagai tanaman indikator. Masing-masing suspensi agens hayati diambil dengan jarum suntik steril volume 1 mL dan diinokulasikan pada daun tembakau hingga terlihat zona basah pada mesofil. Tanaman tersebut kemudian diinkubasi selama 2448 jam. Reaksi positif ditunjukkan apabila bagian daun yang diinokulasi mengalami nekrosis. Uji kompatibilitas rizobakteri Uji kompatibilitas dilakuklan dengan metode dual culture. Potongan kertas saring steril (diameter 5 mm) dicelupkan dalam suspensi B. subtilis 5/B (satu ose biakan bakteri dalam 10 mL akuades steril) lalu diletakkan pada cawan petri berisi media nutrient agar yang telah disebar 100 L P. diminuta A6. Sebagai pembanding dilakukan juga pengujian dengan cara yang sama, namun dengan menukar posisi antara bakteri B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6. Biakan tersebut kemudian diinkubasi pada kondisi kamar selama 5 hari. Pengamatan dilakukan pada hari kelima dengan melihat pembentukan lingkaran zona hambat disekitar kertas saring. Kedua rizobakteri bersifat kompatibel apabila tidak menghasilkan zona hambat disekitar kertas saring.
Pengujian mutu benih sumber 1. Daya berkecambah Pengujian daya berkecambah benih dilakukan dengan metode uji kertas digulung, didirikan dalam plastik pada suhu 25 oC, menggunakan empat ulangan (setiap ulangan terdiri atas 100 butir benih). Pengamatan dilakukan dua kali, yaitu pada 5 hari setelah tanam (HST) dan 14 HST. Kecambah dikategorikan tumbuh normal apabila seluruh struktur penting seperti akar, koleoptil, dan daun primer berkembang sempurna atau menunjukkan sedikit kerusakan yang dapat diterima (ISTA 2014). Nilai daya berkecambah dihitung menggunakan rumus berikut: a a
r
am a
i
a g ita am
100
Keterangan: KN I = Kecambah yang tumbuh normal pada hari pengamatan pertama (5 HST). KN II = Kecambah yang tumbuh normal pada pengamatan kedua (14 HST)
18
2. Indeks vigor Pengujian indeks vigor benih dilakukan bersamaan dengan pengujian daya berkecambah, namun pengamatan hanya dilakukan berdasarkan jumlah benih yang telah tumbuh normal pada hari pengamatan pertama (5 HST). Nilai indeks vigor dihitung dengan menggunakan rumus berikut: am a i
s vigor
orma a a a g ita am
100
3. Populasi Xoo terbawa benih Uji kuantitatif bakteri terbawa benih dilakukan dengan menggunakan metode grinding (Zamzami 2013) yang dimodifikasi. Sebanyak 10 g benih disterilisasi permukaan dengan cara merendam benih selama 1 menit pada larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 1%, kemudian dibilas dengan air steril tiga kali. Benih kemudian digerus dan ditambahkan akuades steril 90 mL. Hasil gerusan diinkubasi di dalam lemari pendingin (suhu sekitar 4 oC) selama 2 jam. Suspensi yang terbentuk diencerkan secara bertingkat sampai 10-4. Kemudian suspensi yang telah diencerkan dituangkan dan disebar merata sebanyak 100 μL ke cawan petri yang berisi media yeast dextrose calcium carbonate agar. Setelah diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar, koloni Xoo yang terbentuk diamati dan dihitung jumlah koloninya (colony forming unit/ cfu). Koloni Xoo berbentuk bulat, cembung, berwarna kuning keputih-putihan sampai kuning tua. um a
oo i
fu g 1
um a i g at
o o i a g iamati 10 g ra a g igu a a
Percobaan Utama Penyediaan suspensi bakteri patogen dan agens hayati Perbanyakan bakteri dilakukan dengan membiakkan bakteri pada media yeast dextrose calcium carbonate agar (Xoo), nutrient agar (B. subtilis 5/B dan Aeromonas sp. F112) serta King’s B (P. diminuta A6). Suspensi agens hayati dibuat dengan cara melarutkan masing-masing biakan murni bakteri berumur 48 jam dengan akuades steril hingga diperoleh suspensi bakteri dengan kerapatan 108-109 cfu mL-1. Kerapatan 108-109 cfu mL-1 diperoleh dengan cara melarutkan satu ose bakteri dalam 10 mL akuades steril. Peningkatan populasi Xoo terbawa benih pada benih sumber Benih sumber digunakan apabila hasil uji pendahuluan memenuhi persyaratan mutu (daya berkecambah minimal 80%). Peningkatan populasi Xoo pada benih sumber dilakukan melalui inokulasi buatan. Benih direndam dalam suspensi Xoo (108-109 cfu mL-1) selama 24 jam pada suhu 25 oC lalu dikeringanginkan selama 12 jam pada kondisi kamar (Agustiansyah et al. 2010). Perlakuan matriconditiong benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun dengan agens hayati Matriconditioning benih menggunakan arang sekam steril halus (lolos saringan 0.5 mm) sebagai carrier. Arang sekam halus digunakan sebagai carrier karena bersifat porus dan tidak menimbulkan toksik (Fiana 2010), dan terbukti dapat dilakukan dan memberikan hasil yang baik bagi perkecambahan benih
19
apabila diintegrasikan dengan pestisida (Rachmawati 2009; Fiana 2010) atau suspensi bakteri agens hayati (Agustiansyah et al. 2010, 2011, 2013b; Sutariati dan Khaeruni 2013; Zamzami et al. 2014; Permatasari 2015; Khodar et al. 2016). Nisbah bahan untuk matriconditioning adalah benih : arang sekam : larutan pelembab yaitu 1.0 : 0.8 : 1.2 (g : g : mL) (Ilyas et al. 2008). Perlakuan bakterisida (matriconditioning + bakterisida) dilakukan dengan larutan pelembab berupa suspensi bakterisida (berbahan aktif streptomisin sulfat 20%) konsentrasi 0.2%, dilanjutkan inkubasi selama 6 jam. Perlakuan biomatriconditioning merupakan matriconditioning dengan larutan pelembab berupa campuran suspensi B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 perbandingan 1:1, dilanjutkan dengan inkubasi selama 30 jam. Inkubasi dilakukan pada suhu 25 oC (Zamzami et al. 2014). Perlakuan perendaman akar bibit dengan agens hayati dilakukan pada bibit padi berumur 19 hari setelah semai (HSS). Bibit dicabut dari persemaian kemudian akar bibit direndam dalam campuran suspensi B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 dengan perbandingan 1:1. Perendaman akar bibit dilakukan selama 60 menit sebelum dipindah tanam ke sawah (Lizansari 2013). Penyemprotan daun dengan agens hayati dilakukan menggunakan sprayer pada tanaman berumur 60 HSS dan 80 HSS pada pagi hari saat cuaca cerah. Penyemprotan dilakukan menggunakan suspensi bakteri Aeromonas sp. F112 dengan dosis 300 L ha-1 (Khodar et al. 2016). Percobaan 2a. Aplikasi agens hayati pada benih untuk memacu pertumbuhan bibit di persemaian Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor (perlakuan benih) digunakan untuk membandingkan pengaruh aplikasi agens hayati pada benih terhadap daya tumbuh benih dan pertumbuhan bibit di persemaian sampai saat pindah tanam. Percobaan terdiri atas tiga taraf, yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan), 2) matriconditioning + bakterisida, dan 3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6). Percobaan terdiri atas empat kelompok, setiap unit percobaan menggunakan 100 butir benih. Kotak plastik yang telah dilubangi pada beberapa tempat di bagian alas dan tepinya disiapkan sebagai wadah semai. Kotak diisi tanah persemaian yang telah di pupuk dengan NPK Phonska dosis 50 g m-2 (rekomendasi Instalasi Kebun Percobaan Muara). Benih disemai pada kotak (100 butir/kotak) dan diletakkan pada lahan persemaian yang relatif homogen dan terbuka. Penyiraman dilakukan sesuai kebutuhan, tidak sampai membuat media tergenang. Sebagai perlindungan terhadap hama burung dan belalang, bagian atas dan samping persemaian dilindungi dengan jaring. Pengamatan dilakukan terhadap daya tumbuh benih dan keragaan bibit saat pindah tanam dengan tolok ukur sebagai berikut: 1. Daya tumbuh benih Daya tumbuh benih (%) dihitung berdasarkan persentase benih yang telah tumbuh menjadi kecambah normal pada 14 HSS di persemaian. Penghitungan dilakukan terhadap 100 contoh benih per unit percobaan. 2. Tinggi bibit Tinggi bibit (cm) diukur pada saat bibit akan dipindah tanam (19 HSS). Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal batang sampai pucuk daun
20
3.
4.
tertinggi, dilakukan terhadap lima contoh bibit yang diambil secara acak per unit percobaan. Panjang akar bibit Panjang akar bibit (cm) diukur pada saat bibit akan dipindah tanam (19 HSS). Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal batang sampai ujung akar, dilakukan terhadap lima contoh bibit yang diambil secara acak per unit percobaan. Bobot kering bibit Bobot kering bibit (g) dilakukan terhadap lima contoh bibit yang diambil secara acak saat akan dipindah tanam (19 HSS) per unit percobaan. Bobot kering diukur dengan cara menimbang bibit yang telah dikeringkan dalam oven bersuhu 80 oC selama 24 jam.
Data hasil pengamatan dianalisis ragam dengan taraf kepercayaan 95%, dan jika terdapat pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut secara DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%. Percobaan 2b. Aplikasi agens hayati untuk memacu pertumbuhan tanaman, mengendalikan hawar daun bakteri dan meningkatkan produksi benih padi di lapangan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) satu faktor (aplikasi agens hayati) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan agens hayati terhadap pertumbuhan tanaman setelah pindah tanam ke sawah, perkembangan HDB, komponen hasil, sampai mutu benih hasil produksi. Percobaan terdiri atas sembilan taraf yaitu 1) kontrol (tanpa perlakuan), 2) matriconditioning + bakterisida, 3) biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 [BM]), 4) perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 (RA), 5) penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112 (SD), 6) BM + RA, 7) BM + SD, 8) RA + SD, dan 9) BM + RA + SD. Percobaan terdiri atas tiga kelompok, setiap unit percobaan terdiri atas 30 rumpun contoh yang dipilih secara acak pada 2 MSP. Benih disemai pada lahan persemaian yang relatif homogen pada tanah terbuka, gembur, datar, dan tidak tergenang air. Pemupukan dengan NPK Phonska dilakukan sehari sebelum benih disemai dengan dosis 50 g m-2. Lahan persemaian ditutupi oleh jaring sebagai perlindungan terhadap hama burung dan belalang. Pindah tanam bibit dilakukan pada umur 19 HSS (hari setelah semai). Lahan sawah dipersiapkan 2-3 minggu sebelum pindah tanam, dengan cara membalikkan tanah, membenamkan sisa-sisa pertanaman sebelumnya, membajak, serta membuat 27 unit percobaan berukuran 6 m 5 m. Bibit ditanam pada unit percobaan dengan jarak tanam 25 cm 25 cm sebanyak dua bibit per lubang tanam. Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman maksimal 2 MSP, penyiangan gulma, pengairan (mulai pindah tanam sampai 8 MSP secara berselang, fase berbunga sampai pengisian benih lahan diairi 2-5 cm, dua minggu sebelum panen sampai panen lahan dikeringkan), pemupukan (150 kg ha-1 SP-36 + 150 kg ha-1 NPK Phonska pada 1 MSP, 150 kg ha-1 NPK Phonska + 100 kg ha-1 Urea pada 4 MSP, 100 kg ha-1 Urea pada 8 MSP), dan pengendalian hama dengan pestisida (bahan aktif saponin dengan dosis 20 kg ha -1 pada 1 MSP dan bahan aktif fipronil
21
dengan dosis 500 mL ha-1 pada 3, 6, dan 8 MSP). Panen dilakukan pada 15 MSP dan hasil panen dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari mulai pukul 08.00 sampai 12.00 hingga diperoleh gabah kering giling (GKG [kadar air + 14%]). Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman, perkembangan penyakit HDB, komponen hasil, dan mutu benih hasil produksi di lapangan. Penghitungan komponen hasil menggunakan GKG. Benih merupakan gabungan dari gabah bernas semua rumpun contoh pada setiap unit percobaan. Tolok ukur pengamatan adalah sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman (cm) diukur pada tanaman padi yang telah dipindah tanam ke sawah. Tinggi dihitung pada 1- 8 MSP. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal batang sampai pucuk daun tertinggi setiap rumpun contoh. 2. Jumlah anakan per rumpun Jumlah anakan setiap rumpun contoh dihitung pada 2, 4, 6, dan 8 MSP. 3. Bobot kering tanaman per rumpun Pengukuran bobot kering tanaman per rumpun (g) dilakukan pada lima rumpun yang dipilih secara acak (selain rumpun contoh) untuk setiap unit percobaan. Bobot kering tanaman diamati pada 2, 4, 6 dan 8 MSP. Tanaman dicabut sampai ke akarnya dan dibersihkan dari tanah yang melekat. Tanaman yang sudah dibersihkan kemudian dioven dengan suhu 80 °C selama 24 jam kemudian ditimbang bobotnya. 4. Kejadian penyakit HDB Pengamatan dilakukan pada 5 dan 12 MSP. Tingkat kejadian (%) dihitung berdasarkan persentase jumlah rumpun contoh yang menunjukkan gejala HDB. 5. Keparahan penyakit HDB Pengamatan dilakukan terhadap semua rumpun contoh pada 12 MSP. Tingkat keparahan penyakit HDB diamati berdasarkan persentase luas daun terserang dibandingkan luas total permukaan daun menggunakan tolok ukur indeks keparahan. Perhitungan indeks keparahan dilakukan menurut Khaeruni et al. (2014) melalui rumus berikut: v 100 Keterangan: n = jumlah tanaman dari tiap kategori serangan, v = kategori serangan, N = jumlah tanaman yang diamati, Z = nilai kategori tertinggi, kategori serangan= 0: tidak ada serangan, 1: skala kerusakan 1–5%, 3: skala kerusakan 6-12%, 5: skala kerusakan 13-25%, 7: skala kerusakan 26–50%, 9: skala kerusakan > 50% s
6.
7.
ara a
Bobot gabah total per rumpun Bobot gabah total per rumpun (g) dilakukan dengan menimbang gabah total (bernas dan hampa) yang dihasilkan setiap rumpun contoh. Bobot gabah bernas per rumpun Bobot gabah bernas per rumpun (g) dilakukan dengan menimbang gabah bernas yang dihasilkan setiap rumpun.
22
8.
9.
Persentase gabah bernas Persentase gabah bernas dihitung pada setiap unit percobaan dengan rumus: o ot ga a r as rs tas ga a r as 100 o ot ga a tota Bobot 1000 butir benih Penghitungan bobot 1000 butir (g) dilakukan menurut ISTA (2014). Setiap unit percobaan diambil secara acak sebanyak delapan ulangan (setiap ulangan terdiri atas 100 butir benih [gabah bernas]). Setiap 100 butir benih ditimbang dan dicatat hasilnya. Ragam, simpangan baku, dan koefisien keragaman di hitung menggunakan rumus berikut: ∑ 2 ∑ 2 im a ga a u 1 Keterangan: N adalah ulangan, dan x adalah berat 100 butir tiap ulangan im a ga o isi
√ agam ; im a ga a u ragama 100 ata rata rat 100 utir a u
Benih padi tergolong chaffy grass seed, sehingga koefisien keragaman tidak boleh lebih dari 6.0. Bobot 1000 butir ditetapkan dengan mengalikan nilai rata-rata bobot 100 butir dari delapan ulangan dengan 10. 10. Daya berkecambah benih Pengujian daya berkecambah benih dilakukan dengan metode uji kertas digulung, didirikan dalam plastik pada suhu 25 oC, menggunakan empat ulangan (setiap ulangan terdiri atas 100 butir benih) per unit percobaan. Pengamatan dilakukan dua kali, yaitu pada 5 HST dan 14 HST. Kecambah dikategorikan tumbuh normal apabila seluruh struktur penting seperti akar, koleoptil, dan daun primer berkembang sempurna atau menunjukkan sedikit kerusakan yang dapat diterima (ISTA 2014). Nilai daya berkecambah dihitung menggunakan rumus berikut: a a
r
am a
i
a g ita am
100
Keterangan: KN I = Kecambah yang telah tumbuh normal pada hari pengamatan pertama (5 HST). KN II = Kecambah yang telah tumbuh normal pada hari pengamatan kedua (14 HST) 11. Indeks vigor benih Pengujian indeks vigor benih dilakukan bersamaan dengan pengujian daya berkecambah. Nilai indeks vigor dihitung dengan menggunakan rumus: s vigor
am a i
orma a a a g ita am
100
12. Populasi Xoo terbawa benih Uji kuantitatif bakteri terbawa benih diuji dengan menggunakan metode grinding (Zamzami 2013) yang dimodifikasi. Sebanyak 10 g benih
23
disterilisasi permukaan dengan cara merendam benih selama 1 menit pada larutan NaOCl 1%, kemudian dibilas dengan air steril tiga kali. Benih kemudian digerus dan ditambahkan akuades steril 90 mL. Hasil gerusan diinkubasi pada lemari pendingin (suhu sekitar 4 oC) selama 2 jam. Suspensi yang terbentuk diencerkan secara bertingkat sampai 10-4. Kemudian suspensi yang telah diencerkan dituangkan dan disebar merata sebanyak 100 μL ke cawan petri yang telah berisi media yeast dextrose calcium carbonate agar. Setelah diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar, koloni Xoo yang terbentuk diamati dan dihitung jumlah koloni yang terbentuk (cfu). um a
oo i
fu g 1
o o i a g iamati 10 g ra a g igu a a
um a i g at
Data dianalisis dengan uji F dengan taraf kepercayaan 95%. Jika terdapat pengaruh nyata terhadap tolok ukur pengamatan, dilakukan uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%.
Hasil dan Pembahasan Percobaan Pendahuluan Verifikasi ulang koleksi biakan bakteri Biakan bakteri patogen dan agens hayati yang akan digunakan telah dikoleksi beberapa tahun dan disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 4-6 oC. Peremajaan bakteri sebelum digunakan dilakukan untuk memastikan bahwa bakteri tersebut masih hidup dan mampu menggandakan diri. Hasil verifikasi terhadap bakteri yang akan digunakan tertera pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil uji verifikasi ulang koleksi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), Bacillus subtilis 5/B, Pseudomonas diminuta A6, dan Aeromonas sp. F112 Jenis pengujian Hasil Keterangan Menimbulkan gejala HDB Uji patogenitas Xoo + pada tanaman padi Uji hipersensitifitas agens hayati B. subtilis 5/B P. diminuta A6 Aeromonas sp. F112
-
Tidak menimbulkan nekrosis pada daun tembakau yang diinokulasi
Pembentukan zona hambat agens hayati terhadap Xoo B. substilis 5/B P. diminuta A6 Aeromonas sp. F112
+ + +
Terbentuk zona hambat pada media agar
Uji kompatibilitas rizobakteri
+
Tidak terbentuk zona hambat pada media agar
24
Biakan Xoo yang digunakan sebagai inokulum penyakit HDB masih bersifat patogenik sehingga menyebabkan daun padi yang diinokulasi mengalami gejala hawar setelah 48 jam inokulasi dilakukan. Daun padi yang diinokulasi pada awalnya seperti tersiram air panas, lalu menjadi berwarna kuning kecoklatan dan tampak mengering. Gejala tersebut berawal dari bagian yang diinokulasi, kemudian memanjang ke arah pangkal daun. Pengujian hipersensitifitas menunjukkan bahwa biakan B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 tidak bersifat patogenik terhadap tanaman karena tidak menimbulkan gejala nekrosis pada bagian daun yang diinokulasi. Pengujian hipersensitifitas sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa agens hayati yang digunakan tidak mengganggu proses fisiologi dan menyebabkan penyakit pada tanaman. Zona hambat terjadi karena bakteri agens hayati memiliki mekanisme tertentu untuk menghambat pertumbuhan Xoo. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa bakteri Xoo yang akan diaplikasikan sebagai patogen serta B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 sebagai agens hayati masih layak digunakan. Pengujian mutu benih sumber Perubahan mutu benih dapat terjadi selama penyimpanan atau dalam transportasi. Menurut Permentan No. 02 tahun 2014, daya berkecambah minimal Benih Dasar yang akan digunakan sebagai benih sumber adalah 80%. Hasil pengujian mutu benih menunjukkan bahwa benih sumber masih memiliki nilai daya berkecambah diatas 80% (91%) dan indeks vigor tergolong tinggi (86%). Hasil pengujian memberikan informasi bahwa benih tersebut layak digunakan sebagai sumber perbanyakan benih. Populasi Xoo terbawa benih diketahui sebesar 2.4 x 105 cfu g-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara alami benih sumber telah terinfeksi Xoo. Percobaan Utama Kondisi umum Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Balai Besar Padi Instalasi Kebun Percobaan Muara, Bogor dengan jenis tanah latosol pada ketinggian 250 m dpl. Penanaman di lakukan awal sampai pertengahan musim hujan dengan curah hujan per bulan 161 – 698 mm. Sistem pengairan di sawah adalah irigasi non teknis. Kondisi lahan percobaan tidak homogen, dimana kelompok (ulangan ) III terletak lebih rendah dibandingkan kelompok I dan II. Hama yang banyak ditemui di lokasi penelitian adalah keong mas (Pomacea canaliculata), belalang (Oxya sp.), walang sangit (Leptocorisa oratorius), wereng hijau (Nephottetix sp.) dan burung (Lonchura sp., Ploceus sp.). Keong mas memakan bagian tanaman dan pengaruhnya sangat terlihat pada minggu-minggu awal bibit dipindah tanam ke sawah sehingga diperlukan penyulaman, terutama pada bagian tepi unit percobaan. Belalang memakan daun-daun tanaman, namun pengaruhnya tidak terlalu besar. Wereng hijau menghisap cairan dari daun dan terdapat pada semua fase pertumbuhan tanaman, serta menjadi vektor penyebaran virus tungro. Walang sangit merusak tanaman ketika mencapai fase berbunga sampai masak susu dengan cara menghisap isi butiran gabah. Burung menyerang saat fase masak susu sampai sebelum panen. Pengendalian terhadap organisme
25
pengganggu tanaman dilakukan secara manual atau kimiawi, kecuali bakterisida. Pemasangan jaring hingga menutupi bagian atas dan samping lahan efektif menghalau belalang dan burung. Pengendalian kimiawi dilakukan untuk menangani hama yang sulit tertangani secara manual. Pestisida nabati dengan bahan aktif saponin digunakan untuk menekan perkembangan keong mas, sedangkan pestisida sintetik dengan bahan aktif fipronil diaplikasikan untuk menekan perkembangan wereng hijau dan walang sangit. Serangan penyakit yang utama adalah HDB dan tungro. Penyakit HDB dan tungro ditemui pada pertanaman padi yang telah lebih dulu ditanam di sekitar petak percobaan. Gejala serangan tungro adalah perubahan warna daun menjadi kekuningan sampai jingga serta tanaman tumbuh kerdil. Pengendalian penyakit tungro adalah mencabut tanaman sakit dan menekan populasi wereng hijau dengan pestisida. Jarak antara pengendalian kimiawi dengan pemberian perlakuan minimal 3 hari. Percobaan 2a.
Aplikasi agens hayati pada benih pertumbuhan bibit di persemaian
untuk memacu
Perlakuan benih sebelum tanam secara matriconditioning, dengan bakterisida atau agens hayati B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6, meningkatkan daya tumbuh benih, namun menghasilkan tinggi, panjang akar dan bobot kering bibit yang tidak berbeda dibandingkan kontrol (Tabel 5). Tabel 5 Daya tumbuh benih padi IR64 pada 14 HSS (hari setelah semai) dan pertumbuhan bibit pada 19 HSS Daya tumbuh Tinggi Panjang Bobot Perlakuan benih benih bibit akar bibit kering bibit (%) (cm) (cm) (g) Kontrol 88b 22.60 7.33 0.14 Matriconditioning + 96a 20.73 8.49 0.13 Bakterisida Biomatriconditining 95a 21.80 8.95 0.14 (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6) Kk (%) 3.40 7.47 14.58 19.50 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test a a α . Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bahan aktif bakterisida adalah streptomisin sulfat 20%. Pengamatan daya tumbuh berdasarkan 4 x 100 butir benih, tinggi, panjang akar dan bobot kering tanaman berdasarkan 4 x 5 bibit pada setiap unit percobaan. Kk = koefisien keragaman.
Hidrasi benih terkendali dapat mengaktifkan reaksi biokimia di dalam benih benih secara perlahan sehingga benih lebih siap untuk berkecambah. Matriconditioning yang diintegrasikan dengan hormon, pestisida, biopestisida atau mikroba bermanfaat meningkatkan perkecambahan, mengurangi patogen terbawa benih, meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Ilyas 2006). Matriconditioning dengan air saja dapat meningkatkan daya berkecambah dan
26
kecepatan tumbuh benih, namun tidak mampu menurunkan keberadaan Xoo terbawa benih (Rachmawati 2009). Peningkatan daya tumbuh dan keragaan bibit padi karena aplikasi matriconditioning dengan bahan pelembab berupa suspensi bakterisida berbahan aktif steptomisin sulfat 20% konsentrasi 0.2% atau suspensi agens hayati B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 telah dilaporkan (Ilyas et al. 2008; Yukti 2009; Budiman 2009, Rachmawati 2009; Agustiansyah et al. 2010, 2013b; Lizansari 2013; Zamzami et al. 2014; Khodar et al. 2016). Perlakuan benih sebelum tanam melalui biomatriconditioning memiliki efektivitas yang sama dengan bakterisida dalam meningkatkan daya tumbuh benih (14 HSS) di persemaian. Peningkatan daya tumbuh di lapangan mengindikasikan adanya peningkatan vigor benih, yaitu kemampuan benih untuk berkecambah dan tumbuh normal pada kondisi sub optimum. Benih yang cepat berkecambah dapat beradaptasi lebih cepat terhadap lingkungan tumbuhnya sehingga dapat bertahan dan tumbuh normal. Bibit yang dapat tumbuh normal diduga memiliki kemampuan setara dalam menghadapi tekanan lingkungan dan menyerap nutrisi di lapangan. Hal tersebut menyebabkan bibit yang mampu bertahan sampai waktu pindah (19 HSS) tanam memiliki tinggi, bobot kering, dan panjang akar yang tidak berbeda. Percobaan 2b. Aplikasi agens hayati untuk memacu pertumbuhan tanaman, mengendalikan hawar daun bakteri dan meningkatkan produksi benih padi di lapangan Pengaruh kelompok terhadap jumlah anakan, bobot kering tanaman, dan keparahan penyakit HDB di lapangan Rancangan percobaan RAK di sawah digunakan untuk melihat pengaruh kelompok terhadap tolok ukur pengamatan. Jumlah anakan 2, 4, 6 dan 8 MSP, bobot kering tanaman 4, 6, dan 8 MSP serta keparahan penyakit 12 MSP pada kelompok III memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kelompok I dan II (Tabel 6). Aliran air irigasi atau hujan mengalir dari kelompok I, II, dan menuju kelompok III sehingga lahan kelompok III cenderung lebih basah atau tergenang dibanding kelompok pertama dan kedua. Pada penelitian ini kelompok III menunjukkan jumlah anakan per rumpun dan bobot kering tanaman lebih rendah daripada kelompok I dan II. Sementara itu serta indeks keparahan penyakit HDB lebih tinggi dibandingkan kelompok I dan II. Suplai air berlebihan mulai pindah tanam sampai fase anakan maksimal mengurangi efisiensi pertumbuhan serta meningkatkan perkembangan penyakit HDB. Menurut Sudir et al. (2012), pertanaman padi dengan pengairan secara terus-menerus membentuk kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan HDB. Abdulrachman et al. (2013) menambahkan bahwa pengairan berselang tergenang-kering pada lahan sawah sejak bibit dipindah tanam sampai anakan maksimal berpengaruh positif untuk mendukung pertumbuhan akar, meningkatkan absorpsi oksigen oleh akar, serta menghambat penyakit HDB karena kelembaban lingkungan mikro berkurang.
27
Tabel 6
Pengaruh kelompok terhadap jumlah anakan dan bobot kering per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP (minggu setelah pindah tanam) dan indeks keparahan penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada 12 MSP Kelompok Tolok ukur pengamatan Kk (%) I II III Jumlah anakan per rumpun 2 MSP 5.78a 5.74a 4.42b 15.31 4 MSP 20.08a 18.86ab 17.12b 7.91 6 MSP 25.63a 23.82ab 22.32b 10.54 8 MSP 26.33a 25.50a 21.88b 6.31 Bobot kering per rumpun (g) 2 MSP 1.59 1.74 1.69 13.61 4 MSP 3.41a 2.84ab 2.32b 20.87 6 MSP 16.35a 11.34b 8.63b 28.14 8 MSP 30.41a 33.47a 21.77b 28.63 Indeks keparahan penyakit HDB 23.13b 23.89b 31.48a 17.08 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan . Benih perbedaan nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test a a α yang digunakan telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Pengamatan bobot kering berdasarkan 45 rumpun per kelompok (1 rumpun = 2 tanaman), keparahan penyakit berdasarkan 270 rumpun per kelompok. Keparahan penyakit = ∑(n v) / (N Z) 100%, dimana n = jumlah tanaman dari tiap kategori serangan, v = kategori serangan, N = jumlah tanaman yang diamati, Z = nilai kategori tertinggi, kategori serangan = 0: tidak ada serangan, 1: skala kerusakan 1–5%, 3: 6-12%, 5: 13-25%, 7: 26–50%, 9: > 50%. Kk = koefisien keragaman.
Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap pertumbuhan tanaman padi Perlakuan biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112, atau kombinasi perlakuan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman 2-8 MSP (Tabel 7). Keadaan ini memperlihatkan hasil yang serupa dengan penelitian lapangan Lizansari (2013) dan Khodar et al. (2016). Sementara itu perlakuan matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman padi berumur 8 MSS di rumah kaca (Zamzami et al. 2014). Jumlah anakan dan bobot kering tanaman pada 2, 4, 6, dan 8 MSP tidak berbeda nyata antara semua perlakuan yang diberikan (Tabel 8 dan 9). Hal ini sebanding dengan penelitian Lizansari (2013) dan Khodar et al. (2016). Penelitian Zamzami et al. (2014) menginformasikan bahwa pada pengujian di rumah kaca, perlakuan matriconditioning benih + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 atau penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112 meningkatkan bobot kering tanaman padi berumur 8 MSS.
28
Tabel 7 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap tinggi tanaman padi IR64 pada 1-8 MSP (minggu setelah pindah tanam) Tinggi tanaman (cm) Perlakuan 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP Kontrol 30.93 40.20 48.30 55.00 61.40 68.27 76.60 Bakterisida 30.01 40.80 48.57 56.63 63.10 70.80 77.13 BM 30.35 40.77 50.03 58.07 65.17 72.10 77.33 RA 30.55 39.77 48.13 54.80 57.70 67.37 75.60 SD 64.93 71.23 77.03 BM + RA 31.20 42.03 51.43 58.63 61.27 67.80 77.10 BM + SD 63.60 72.13 78.80 RA + SD 61.83 69.70 76.23 BM + RA + SD 65.10 72.03 80.33 Kk (%) 2.74 3.91 3.09 4.54 6.35 4.10 4.65 Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM = biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA = perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman). Data perlakuan SD baru diperoleh pada 6 MSP (SD mulai dilakukan pada 60 HSS atau sekitar akhir 5 MSP). Kk = Koefisien keragaman.
Tabel 8 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP (minggu setelah pindah tanam) Jumlah anakan Perlakuan 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP Kontrol 5.6 18.1 22.1 24.6 Bakterisida 5.5 19.5 27.5 26.4 BM 5.0 18.1 25.9 23.8 RA 4.9 17.7 21.9 25.6 SD 24.2 23.5 BM + RA 5.5 20.0 21.2 22.8 BM + SD 23.6 25.3 RA + SD 23.1 24.3 BM + RA + SD 25.7 24.7 Kk (%) 15.31 7.91 10.54 6.31 Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM = biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA = perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman). Data perlakuan SD baru diperoleh pada 6 MSP (SD mulai dilakukan pada 60 HSS atau sekitar akhir 5 MSP). Kk = Koefisien keragaman.
29
Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap bobot kering per rumpun tanaman padi IR64 pada 2, 4, 6, dan 8 MSP (minggu setelah pindah tanam) Bobot kering (g) Perlakuan 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP Kontrol 1.65 2.34 9.84 22.31 Bakterisida 1.46 2.94 10.30 26.35 BM 1.67 3.13 12.22 31.64 RA 1.81 2.55 10.10 24.16 SD 13.86 35.64 BM + RA 1.79 3.30 12.44 23.58 BM + SD 15.98 35.05 RA + SD 11.96 27.72 BM + RA + SD 12.28 30.48 Kk (%) 13.61 20.87 28.14 28.63 Tabel 9
Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM = biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA = perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan dilakukan terhadap 5 rumpun selain rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman). Data perlakuan SD baru diperoleh pada 6 MSP (SD mulai dilakukan pada 60 HSS atau sekitar akhir 5 MSP). Kk = Koefisien keragaman.
Semua metode aplikasi agens hayati pada penelitian ini tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi. Pertumbuhan tanaman sampai 8 MSP lebih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Hal tersebut berdampak pada fase generatif dimana jumlah anakan produktif tidak berbeda nyata pada semua perlakuan (Tabel 10). Meskipun demikian, semua perlakuan aplikasi agens hayati dan bakterisida memiliki jumlah anakan produktif lebih tinggi dibandingkan kontrol dengan kisaran peningkatan 6.3-18.2%. Kecenderungan peningkatan jumlah anakan produktif karena perlakuan agens hayati melalui perlakuan benih dan pernyemprotan daun juga ditunjukkan oleh Khodar et al. (2016). Menurut Agustiansyah et al. (2013a), B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 dapat melarutkan fosfat serta menghasilkan siderofor dan IAA sehingga berpotensi memacu pertumbuhan tanaman. Aeromonas sp. F112 juga diketahui menghasilkan IAA. Peningkatan pertumbuhan tanaman tidak nyata dibandingkan kontrol pada penelitian ini. Hal tersebut mengindikasikan aktivitas agens hayati tersebut hanya memberi sedikit pengaruh terhadap tanaman.
30
Tabel 10
Pengaruh aplikasi agens hayati melalui melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap terhadap jumlah anakan produktif per rumpun tanaman padi IR64 pada 12 MSP (minggu setelah pindah tanam) Jumlah anakan Peningkatan jumlah anakan Perlakuan produktif produktif terhadap kontrol (%)a Kontrol 15.9 0.0 Bakterisida 18.8 18.2 BM 17.6 10.7 RA 18.2 14.5 SD 17.6 10.7 BM + RA 16.9 6.3 BM + SD 18.2 14.5 RA + SD 17.3 8.8 BM + RA + SD 17.4 9.4 Kk (%) 6.27
Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM = biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA = perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman). Kk = Koefisien keragaman. Peningkatan jumlah anakan produktif = (jumlah anakan produktif perlakuan-jumlah anakan produktif kontrol)/ jumlah anakan produktif kontrol 100%. a = tidak dilakukan uji F.
Penyakit hawar daun bakteri di lapangan Semangun (2004) menginformasikan bakteri penyebab HDB menginfeksi melalui luka pada daun dan akar, hidatoda, serta luka akibat gesekan daun atau infasi serangga. Pada varietas rentan, gejala bersifat sistemik dan mirip gejala terbakar. Penyakit HDB sangat mudah menular saat di pertanaman. Eksudat bakteri sering keluar ke permukaan daun pada pagi hari saat cuaca lembab, dan mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif. Pengendalian HDB di lapangan sulit dilakukan. Rachmawati (2009) melaporkan serangan HDB di areal pertanaman empat varietas padi BB Padi Sukamandi. Pertanaman varietas IR64 memiliki keparahan 90.5% dan kejadian 93.75%, sementara itu keparahan dan kejadian pada varietas Ciherang, Cibogo dan Mekongga yang tergolong varietas resisten berturut-turut adalah 89.9 dan 87.5, 85.40 dan 81.25%, serta 66.9 dan 62.50%. Pengendalian patogen merupakan salah satu mekanisme PGPR (plant growth promoting rhizobacteria) untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Kerkeni et al. 2008; Singh et al. 2011; Ahemad dan Kibret 2014). Pengujian laboratorium pada media agar menunjukkan B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 dapat menghambat pertumbuhan Xoo (Yukti 2009; Agustiansyah 2013a; Zamzami et al. 2014). Aktivitas agens hayati yang dapat menghambat perkembangan Xoo adalah produksi HCN dan siderofor pada P. diminuta A6, serta siderofor pada B. subtilis 5/B (Agustiansyah 2013a).
31
Informasi mengenai perkembangan penyakit HDB di lapangan tertera pada Tabel 11. Pada penelitian ini, penyakit HDB tidak banyak ditemui saat tanaman berada dalam fase vegetatif, dan berkembang saat fase generatif. Menurut Mew (1989) gejala hawar dapat terjadi pada seluruh fase pertumbuhan, namun umumnya dimulai sejak fase anakan maksimal sampai pemasakan (maturity). Tabel 11 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap kejadian dan indeks keparahan penyakit HDB tanaman padi IR64 pada 5 dan 12 MSP (minggu setelah pindah tanam) Kejadian penyakit (%) Indeks keparahan penyakit (%) Perlakuan 5 MSP 12 MSP 5 MSP 12 MSP Kontrol 5.00 (2.38) 100 0.62 (1.27) 31.1 Bakterisida 2.22 (1.72) 100 0.25 (1.11) 24.7 BM 2.78 (1.90) 100 0.31 (1.14) 27.9 RA 2.23 (1.78) 100 0.50 (1.22) 21.0 SD 100 26.2 BM + RA 0.62 (1.23) 100 0.12 (1.06) 27.7 BM + SD 100 27.9 RA + SD 100 26.7 BM + RA + SD 100 24.0 Kk (%) 76.43(28.20) 0.00 73.45 (9.50) 17.08 Keterangan: Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM = biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA = perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman). Kejadian penyakit = (jumlah tanaman bergejala/ jumlah tanaman yang diamati) 100%, keparahan penyakit = ∑(n v) / (N Z) 100%, dimana n = jumlah tanaman dari tiap kategori serangan, v = kategori serangan, N = jumlah tanaman yang diamati, Z = nilai kategori tertinggi, kategori serangan= 0: tidak ada serangan, 1: skala kerusakan 1–5%, 3: 6-12%, 5: 13-25%, 7: 26–50%, 9: > 50%. Data perlakuan SD baru diperoleh pada 6 MSP (SD mulai dilakukan pada 60 HSS atau sekitar akhir 5 MSP). Kk = Kofisien keragaman. Angka dalam kurung = hasil transformasi (x+1).
Aplikasi B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 tidak nyata menurunkan tingkat kejadian dan indeks keparahan penyakit HDB dibandingkan kontrol pada 5 dan 12 MSP (Tabel 11). Menurut Reddy dan Yin (1989), gejala HDB yang timbul dipengaruhi oleh inokulum awal dan kemampuan menggandakan diri pada tanaman. Mew (1987) melaporkan inokulum dengan populasi 104-106 cfu mL-1 diperlukan bagi Xoo untuk menimbulkan gejala. Kondisi cuaca dengan curah hujan, jumlah hari hujan, dan kelembaban udara yang tinggi di lapangan selama penelitian (Lampiran 4) sangat mendukung perkembangan penyakit HDB. Tingkat kejadian penyakit mencapai 100% pada semua perlakuan, menunjukkan semua tanaman yang diamati memiliki gejala HDB. Semua perlakuan agens hayati menunjukkan penurunan tingkat keparahan dibandingkan kontrol, namun tidak sampai pada taraf yang nyata. Hal ini
32
menunjukkan agens hayati yang diaplikasikan tidak mampu mengendalikan perkembangan HDB secara optimal. Pengaruh perlakuan agens hayati terhadap komponen hasil padi Komponen hasil diukur pada kadar air gabah 13.8% (GKG). Bobot total gabah dan bobot gabah bernas tidak berbeda nyata pada semua perlakuan (Tabel 12). Tabel 12 Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap terhadap komponen hasil per rumpun tanaman padi IR64 Peningkatan Bobot total Bobot gabah Persentase bobot gabah Perlakuan gabah bernas bobot gabah bernas terhadap (g) (g) bernas (%) kontrol (%)a Kontrol 33.89 30.05 88.6abc 0.0 Bakterisida 36.59 31.53 85.9c 4.9 BM 38.85 35.40 91.1a 17.8 RA 35.04 30.38 86.7bc 1.1 SD 35.01 31.66 90.3a 5.4 BM + RA 34.22 30.17 88.2abc 0.3 BM + SD 37.65 33.09 87.9abc 10.1 RA + SD 35.59 32.02 90.0a 6.6 BM + RA + SD 38.49 34.30 89.2ab 14.2 Kk (%) 11.49 12.12 1.87 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan %. Benih perbedaan nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test a a α yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM = biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA = perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Pengamatan dilakukan terhadap 30 rumpun contoh per unit percobaan (1 rumpun = 2 tanaman). Peningkatan gabah bernas terhadap kontrol = (produksi gabah bernas perlakuan – produksi gabah bernas kontrol)/produksi gabah bernas kontrol 100%. a = tidak dilakukan uji F.
Tingkat keparahan penyakit HDB memiliki hubungan negatif dengan pengisian benih tanaman padi (Rajarajeswari dan Muralidharan 2006) dan apabila penularan terjadi pada saat tanaman berbunga maka gabah tidak terisi penuh bahkan hampa (Sudir et al. 2012). Gabah bernas disetarakan dengan benih. Hasil penghitungan korelasi antara keparahan penyakit 12 MSP dengan pembentukan benih pada penelitian ini sangat kecil, yaitu -0.02. Hal ini disebabkan semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap indeks keparahan penyakit dan bobot gabah bernas yang dihasilkan. Persentase bobot gabah bernas terhadap bobot total gabah memberikan pengaruh yang berbeda (Tabel 12), namun secara umum perlakuan agens hayati tidak berbeda nyata dengan bakterisida atau kontrol. Perlakuan biomatriconditioning meningkatkan produksi gabah bernas paling tinggi terhadap kontrol (17.8%). Jarak tanam 25 cm 25 cm diasumsikan
33
menghasilkan 160 000 rumpun dalam 1 hektar (ha), sehingga estimasi potensi produksi benih dengan perlakuan biomatriconditioning adalah 5.664 ton ha-1 (kontrol 4.808 ton ha-1). Peningkatan produksi benih yang dihasilkan sebesar 0.856 ton ha-1. Peningkatan produksi benih melalui biomatriconditioning juga diperlihatkan pada penelitian Zamzami et al. (2014) dan Khodar et al. (2016). Aplikasi agens hayati Bacillus dan Pseudomonas pada tanaman berpengaruh positif terhadap hasil panen karena mampu meningkatkan nutrisi tersedia dalam tanah dan mengendalikan penyakit tanaman (Egamberdiyeva 2007; Khan et al. 2009; Zhang et al. 2010). Mutu benih padi hasil produksi di lapangan Kementerian Pertanian RI (2015) melalui Kepmentan No. 355 tahun 2015 menetapkan standar mutu lapangan dan laboratorium dalam sertifikasi benih bina tanaman pangan. Pedoman sertifikasi tersebut belum menetapkan standardisasi serangan hama dan penyakit dalam sertifikasi benih padi, seperti intensitas penyakit HDB di lapangan dan populasi Xoo terbawa benih. Semua aplikasi agens hayati terhadap tanaman tidak nyata meningkatkan bobot 1000 butir dan daya berkecambah benih, namun nyata meningkatkan indeks vigor benih hasil produksi dibandingkan kontrol atau bakterisida (Tabel 13). Tabel 13
Pengaruh aplikasi agens hayati melalui biomatriconditioning benih, perendaman akar bibit, dan penyemprotan daun terhadap mutu benih padi IR64 hasil produksi di lapangan Bobot 1000 Indeks Daya Populasi Xoo Perlakuan butir vigor berkecambah terbawa benih (g) (%) (%) ( cfu g-1) Kontrol 28.770 72.7b 84.3 4.6 106 (6.53) Bakterisida 28.873 75.7b 84.3 1.9 106 (6.27) BM 29.450 81.7a 87.7 2.3 106 (6.35) RA 28.978 81.0a 87.0 1.5 106 (6.14) SD 29.251 80.7a 86.7 1.5 106 (6.16) BM + RA 29.073 81.7a 85.3 1.8 106 (6.26) BM + SD 29.021 81.7a 90.7 2.1 106 (6.30) RA + SD 28.900 82.0a 88.7 2.2 106 (6.32) BM + RA + SD 29.474 84.0a 89.7 2.0 106 (6.27) Kk (%) 1.82 3.45 3.54 68.29 (3.42) Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test a a α %. Benih yang digunakan untuk semua perlakuan termasuk kontrol, telah diinokulasi dalam suspensi Xoo 108-109 cfu mL-1 selama 24 jam pada ruangan bersuhu 25 oC. Bakterisida = matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%). BM = biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6), RA = perendaman akar bibit dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, SD = penyemprotan daun dengan Aeromonas sp. F112. Percobaan terdiri atas 3 kelompok. Benih hasil panen diperoleh dari 30 rumpun contoh per unit percobaan. Analisis bobot 1000 butir berdasarkan 8 x 100 butir, indeks vigor dan daya berkecambah berdasarkan 4 100 butir, dan Xoo terbaawah benih 10 g benih per unit percobaan. Angka dalam kurung adalah hasil transformasi log (x). Angka dalam kurung = hasil transformasi log (x). Kk = Koefisien keragaman.
34
Indeks vigor merupakan salah satu tolok ukur pengujian vigor yang lebih sensitif untuk menginformasikan mutu benih. Persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (indeks vigor) dapat digunakan sebagai estimasi daya tumbuh di lapangan pada benih buncis (Kolasinska et al. 2000), serta memiliki korelasi yang tinggi dengan daya tumbuh di lapangan pada benih kedelai (Santorum et al. 2013) dan kacang tanah (Bajpai et al. 2015). Vigor awal benih merupakan faktor yang ikut menentukan keberhasilan pertanaman generasi berikutnya. Penggunaan benih padi dengan indeks vigor yang tinggi meningkatkan bobot gabah bernas per rumpun (Yukti 2009; Fiana 2010). Vigor benih dipengaruhi oleh berbagai faktor mulai dari benih masih berada di tanaman induk, pemanenan, pengolahan, dalam transportasi sampai sebelum tanam (Ilyas 2012). Agustiansyah (2013b) melaporkan biomatriconditioning benih dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 meningkatkan indeks vigor benih hasil produksi di lapangan. Permatasari (2015) melaporkan perlakuan matriconditioning benih cabai merah dengan Pseudomonas kelompok fluorescens dilanjutkan penyemprotan daun dengan agens hayati yang sama meningkatkan indeks vigor benih hasil produksi. Pada penelitian ini, perlakuan agens hayati B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 dalam proses produksi di lapangan diduga memiliki peran dalam pembentukan vigor awal benih hasil produksi padi. Populasi Xoo terbawa benih pada perlakuan kontrol, bakterisida, serta semua metode aplikasi agens hayati tidak berbeda nyata (Tabel 13). Hal ini mengindikasikan aplikasi agens hayati tidak efektif menghilangkan atau menurunkan Xoo terbawa benih. Bakteri Xoo dapat menginfeksi tanaman secara sistemik (Mew 1989; Agarwal dan Sinclair 1996), dan ditemukan pada benih yang dipanen dari tanaman padi yang terserang HDB di lapangan (Zamzami et al. 2014). Tingkat kejadian dan keparahan penyakit HDB tanaman tidak berbeda nyata pada semua perlakuan yang diuji (Tabel 11). Keadaan tersebut menyebabkan semua perlakuan tersebut juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap populasi Xoo terbawa benih.
Kesimpulan benih sebelum tanam dengan biomatriconditioning 1. Perlakuan (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6) memiliki efektivitas yang tidak berbeda dengan matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat) dalam meningkatkan daya tumbuh benih IR64 14 HSS di persemaian (95 dan 96%) dibandingkan kontrol (88%). 2. Perlakuan benih sebelum tanam dengan biomatriconditioning dan matriconditioning + bakterisida belum efektif meningkatkan tinggi, panjang akar, dan bobot kering bibit saat akan dipindah tanam (19 HSS). 3. Semua aplikasi agens hayati (biomatriconditioning, perendaman akar bibit sebelum pindah tanam dalam suspensi B. subtilis 5/B + P. diminuta A6, penyemprotan daun dengan suspensi Aeromonas sp. F112, serta kombinasi dua dan tiga perlakuan tersebut) belum efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot kering tanaman, jumlah anakan produktif), ataupun menurunkan intensitas penyakit HDB (kejadian
35
dan indeks keparahan) di lapangan dibandingkan matriconditioning + bakterisida dan kontrol. 4. Semua aplikasi agens hayati belum efektif meningkatkan komponen hasil (bobot total gabah, bobot gabah bernas) dan hampir semua tolok ukur mutu benih yang dihasilkan (bobot 1000 butir, daya berkecambah, dan populasi Xoo terbawa benih), dibandingkan matriconditioning + bakterisida dan kontrol. 5. Aplikasi biomatriconditioning terhadap benih sebelum semai memberikan peningkatan produksi benih padi paling tinggi (17.8% dari kontrol) dibandingkan perlakuan lainnya, walaupun tidak berbeda nyata. 6. Semua aplikasi agens hayati efektif meningkatkan indeks vigor benih hasil produksi (80.7-84.0%) dibandingkan kontrol (72.7%) dan matriconditioning + bakterisida (75.7%).
PEMBAHASAN UMUM Aplikasi agens hayati sesuai dengan prinsip pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan adalah suatu sistem budidaya terintegrasi yang mengutamakan pengendalian hayati untuk mengatasi masalah hama dan penyakit, lebih mengelola lingkungan kehidupan, dan meminimalkan aplikasi senyawa kimia sehingga memperkecil potensi gangguan keseimbangan biologi (Sinaga 2009). Pemanfaatan bakteri sebagai agens hayati disebabkan kemampuan bakteri untuk berasosiasi dengan tanaman. Bakteri agens hayati dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan mekanisme langsung atau tidak langsung melalui pengendalian penyakit. Mekanisme langsung terjadi melalui fiksasi nitrogen, pelarutan fosfat, serta produksi siderofor, fitohormon, dan 1-aminocyclopropane1-carboxylate deaminase, sedangkan mekanisme tidak langsung melalui produksi antibiotik, HCN, dan siderofor, kompetisi ekologi niche (lingkungan tumbuh), dan induksi ketahanan sistemik (Compant et al. 2005; Choudhary dan Johri 2009; Martinez-Viveros et al. 2010; Glick 2012; Ahemat dan Kibret 2014). Penelitian rizobakteri genera Bacillus dan Pseudomonas sebagai agens hayati telah banyak dilakukan. Inokulasi bakteri P. alcaligenes PsA15 dan B. polymyxa pada jagung menstimulasi pertumbuhan tanaman pada tanah dengan defisiensi hara (Egamberdiyeva 2007). Beberapa strain PGPR Bacillus sp. mengurangi tingkat keparahan Phytoptora blight di rumah kaca pada pertanaman labu (Zhang et al. 2010). Aplikasi P. fluoroscens strain PDY7 sebagai biofertilizer untuk merangsang pertumbuhan tanaman padi dan mengendalikan HDB karena mengandung senyawa antibakteri dengan bahan aktif 2,4-diacetylphloroglucinol yang efektif terhadap Xoo (Velusamy et al. 2013). Bacillus sp. CKD061 dan P. fluorescens PG01 meningkatkan kualitas benih dan pertumbuhan tanaman sorgum (Sutariati dan Khaeruni 2013). Aplikasi formula spora B. subtilis B12 dapat menekan penyakit HDB hingga 21% (Wartono et al. 2014). Bakteri B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 telah digunakan oleh Agustiansyah et al. (2011; 2013a; 2013b), Zamzami et al. (2014), Lizansari (2013) dan Khodar et al. (2016) dalam rangka pengendalian penyakit HDB pada produksi benih padi. Seleksi yang dilakukan oleh Zamzami (2013) dari daun tanaman padi menghasilkan bakteri dengan kode isolat F112 yang berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman padi dan mengendalikan Xoo. Identifikasi yang dilakukan menginformasikan bahwa bakteri tersebut merupakan jenis Aeromonas sp. Genus Aeromonas juga ditemukan di rizosfir tanaman (Inbar dan Chet 1991; García-Gutiérrez et al. 2012; Aarab et al. 2015; Ariawan et al. 2015; Naureen et al. 2015). Aeromonas sp. F112 memiliki sifat memproduksi IAA namun tidak memproduksi HCN. Sifat ini sama dengan A. media, A. allosaccharophilla dan A. hydrophilla (Aarab et al. 2015). Kemampuan kelompok Aeromonas lainnya adalah menghasilkan enzim kitinase (Inbar dan Chet 1991; Naureen et al. 2015), pelarut fosfat dan siderofor (Aarab et al. 2015). Karakteristik Aeromonas sp. F112 yang memproduksi fitohormon IAA dan tidak patogenik pada tanaman membuat bakteri ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati.
37
Bakteri yang dimanfaatkan sebagai agens hayati harus memiliki kemampuan menghasilkan senyawa yang mendukung pertumbuhan tanaman atau menghambat perkembangan patogen. Aeromonas sp. F112, B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 menghasilkan IAA. Secara umum IAA mempengaruhi pembelahan, pemanjangan, dan diferensiasi sel tanaman, menstimulasi perkecambahan benih dan umbi, meningkatkan perkembangan xilem dan akar, mengendalikan proses pertumbuhan vegetatif, menginisiasi pembentukan akar lateral dan adventif, mediator respon terhadap cahaya, mempengaruhi fotosintesis, pembentukan beragam metabolit, serta resistansi terhadap kondisi stres (Glick 2012). Menurut Dick (2013) tujuan rizobakteria memproduksi fitohormon seperti IAA belum diketahui secara pasti, namun diduga untuk menstimulasi eksudat akar yang lebih banyak dari pertumbuhan akar. Hubungan yang saling menguntungkan terjadi antara tanaman dengan rizobakteri. Menurut Ahemad dan Kibret (2014), IAA yang dihasilkan bakteri meningkatkan panjang dan luas permukaan akar sehingga memberikan akses yang lebih besar bagi tanaman untuk menyerap nutrisi dari tanah. Kemampuan B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 sebagai pelarut fosfat dan penghasil siderofor turut mendukung perkecambahan dan pertumbuhan tanaman. Mekanisme pelarutan fosfat oleh agens hayati meningkatkan fosfor (P) tersedia bagi tanaman. Unsur P berguna dalam perkembangan akar, kekuatan batang, pembentukan bunga dan benih, produksi, dan resistensi terhadap penyakit (Khan et al. 2009). Produksi siderofor oleh agens hayati menyebabkan terbatasnya unsur besi (Fe) dalam tanah bagi patogen. Jumlah Fe yang terbatas akan menurunkan kemampuan proliferasi patogen. Selain itu, kompleks Fe-siderofor dapat diserap oleh tanaman sehingga mampu meningkatkan jumlah klorofil, meningkatkan ketahanan terhadap stres lingkungan, dan memacu pertumbuhan tanaman (Glick 2012). Aplikasi biomatriconditioning benih nyata meningkatkan daya tumbuh di persemaian. Tahap perkembangan selanjutnya, tidak ditemukan pengaruh agens hayati yang nyata terhadap pertumbuhan dan komponen produksi. Pengaruh kelompok terlihat pada pertumbuhan tinggi dan bobot kering tanaman sampai 8 MSP, namun tidak pada hasil. Hal ini diduga karena pengairan lahan saat tanaman mulai berbunga sampai pengisian benih dilakukan secara kontinyu (tidak secara berselang) dan merata pada semua kelompok. Ketersediaan air yang cukup pada tahap perkembangan tersebut memberikan kondisi optimal bagi pembentukan benih. Semua perlakuan aplikasi agens hayati yang diuji tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan pengendalian penyakit HDB dibandingkan kontrol ataupun perlakuan bakterisida. Menurut Agrios (2005), lima faktor yang mempengaruhi epidemi penyakit tanaman adalah lingkungan yang sesuai, patogen yang virulen, tanaman inang yang rentan, waktu, dan tindakan manusia. Sumber inokulum Xoo pada penelitian ini selain berasal dari benih, juga berasal dari lingkungan percobaan. Curah hujan dan kelembaban relatif yang tinggi selama percobaan dilakukan sangat mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit HDB secara alami. Kombinasi aplikasi agens hayati B. subtilis 5/B, P. diminuta A6 dan Aeromonas sp. F112 tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tunggal. Jeyalakshmi et al. (2010) melaporkan pada sistem penanaman benih langsung tanaman padi, kombinasi aplikasi formula agens
38
hayati P. fluorescens melalui perlakuan benih, aplikasi di tanah pada 30 HSS, dan penyemprotan daun pada 60 dan 75 HSS sangat efektif mengendalikan HDB dan meningkatkan hasil. Pada penelitian ini, biomatriconditioning benih dengan B. subtilis 5/B + P. diminuta A6 memberikan peningkatan gabah bernas paling tinggi, yaitu 17.81% dibandingkan kontrol. Selain pada padi, efektivitas biomatriconditioning yang diintegrasikan dengan bakteri agens hayati mampu meningkatkan hasil pada beberapa tanaman seperti cabai (Sutariati dan Saufan 2012), sorgum (Sutariati dan Khaeruni 2013), kacang bambara (Ilyas dan Sopian 2013), dan tomat (Sutariati et al. 2014). Menurut Kado (2010), pengendalian hayati paling efektif diaplikasikan pada benih atau propagul vegetatif. Selain itu, jumlah inokulum agens hayati yang dibutuhkan juga lebih sedikit dibandingkan dengan aplikasi pada tanaman di lapangan. Semua metode aplikasi agens hayati meningkatkan indeks vigor benih hasil produksi, namun tidak berpengaruh terhadap bobot 1000 butir, daya berkecambah, dan populasi Xoo terbawa benih. Indeks vigor merupakan indikator mutu fisiologi benih yang lebih sensitif dibandingkan daya berkecambah (Marcos-Filho 2015). Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh positif agens hayati yang diaplikasikan pada tanaman induk terhadap vigor benih yang dihasilkan. Secara umum B. subtilis 5/B, P. diminuta A6, dan Aeromonas sp. F112 belum mampu berperan optimal sebagai agens hayati di lapangan meskipun hasil pengujian laboratorium dan rumah kaca dilaporkan menunjukkan potensi yang cukup baik untuk mengendalikan Xoo dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi (Yukti 2009; Agustiansyah et al. 2010, 2011, 2013a, 2013b; Zamzami et al. 2014). Menurut Cummings (2009) serta Ahemad dan Kibret (2014), potensi yang ditunjukkan agens hayati pada pengujian skala laboratorium atau rumah kaca tidak selalu memberikan hasil yang sama pada pengujian di lapangan. Aplikasi agens hayati di lapangan seringkali memberikan hasil yang tidak konsisten karena lingkungan biotik dan abiotik sangat berpengaruh terhadap aktivitas agens hayati sehingga berpengaruh terhadap hasil. Introduksi agens hayati membutuhkan proses adaptasi dan dukungan teknik budidaya secara terpadu. Secara alami, ekosistem tempat tanaman tumbuh telah membentuk keseimbangan. Rizosfir merupakan wilayah penyebaran, kompetisi tinggi dan ekologi kompleks bagi mikroorganisme, baik yang menguntungkan atau merugikan bagi tanaman (Compant et al. 2005). Kendala pemanfaatan agens hayati adalah terbatasnya pengetahuan mengenai faktor-faktor ekologi yang menentukan kemampuan bertahan dan aktivitasnya di lapangan. Permasalahan umum penelitian PGPR adalah kesulitan dalam memonitor kerapatan sel bakteri agens hayati yang diintroduksi untuk mengkorfimasi efektivitas inokulasi yang dilakukan (Martínez-Viveros et al. 2010; Saini et al. 2015). Keragaman mikrobial yang tinggi, kerapatan, aktivitas metabolik, dan kompetisi yang terjadi di rizosfir menunjukkan sistem penyangga biologi (biological buffering) tangguh yang umumnya membatasi perkembangan mikroorganisme yang diintroduksi ke suatu wilayah rizosfir (Weller 2007). Sementara itu, paparan sinar ultra violet dan dinamika tingkat kelembaban area filosfir merupakan permasalahan aplikasi agens hayati melalui daun (Efri et al. 2009). Aplikasi agens hayati di lapangan seringkali memberikan hasil yang tidak konsisten (Cummings, 2009; Ahemad dan Kibret, 2014), namun penelitian di lapangan adalah tahap yang harus dilakukan untuk menguji efektivitas agens hayati pada kondisi lingkungan sebenarnya.
KESIMPULAN UMUM Biomatriconditioning (matriconditioning + B. subtilis 5/B + P. diminuta A6) merupakan metode perlakuan agens hayati paling aplikatif. Perlakuan benih ini efektif meningkatkan daya tumbuh benih di persemaian, meningkatkan indeks vigor benih hasil produksi, serta memberikan peningkatan produksi benih paling tinggi di antara metode aplikasi lainnya meskipun tidak efektif mengendalikan penyakit HDB.
DAFTAR PUSTAKA Aarab S, Ollero JV, Megias M, Laglaoui A, Bakkali M, Arakrak A. 2015. Isolation and screening of bacteria from rhizospheric soils of rice fields in Northwestern Morocco for different plant growth promotion (PGB) activities: an in vitro study. Int J Current Microbiol Appl Sci. 4(1):260-269. Abdulrachman S, Mejaya MJ, Sasmita P, Guswara A. 2014. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Ed. Suharna. Jakarta (ID): Balitbang Kementerian Pertanian. Agarwal VK, Sinclair JB. 1996. Principles of Seed Pathology 2nd. Florida (US): CRC Press. Agrios GN. 2005. Plant Pathology 5rd Ed. Burlington (US): Elsevier Academic Press. Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2010. Pengaruh perlakuan benih secara hayati pada benih padi terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap mutu benih dan pertumbuhan bibit. J Agron Indonesia. 38(3):185190. Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2011. Pengaruh perlakuan benih dengan agens hayati terhadap pertumbuhan, hasil padi, dan pengendalian penyakit HDB di rumah kaca. J Agrotropika.16(2):84-90. Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2013a. Karakterisasi rizobakteri yang berpotensi mengendalikan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. J HPT Tropika.13(1):42-51. Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Machmud M. 2013b. Perlakuan benih dengan agen hayati dan pemupukan P untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutu benih padi. J Agron Indonesia. 41 (2): 98 – 104. Ahemad M, Kibret M. 2014. Mecanisms and applications of plantgrowth promoting rhizobacteria: current perspective. J King Saud Univ Sci. 26:120. Ariawan IWG, Suprapta DN, Suniti NW. 2015. Pemanfaatan Aeromonas hydrophila untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada beberapa varietas sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench). E-Jurnal Agroekoteknol Trop. 4(2):81-92. Bajpai R, Singh P, Singh PD. 2015. Study on seed vigour and their correlation to field emergence in groundnut (Arachis hypogaea L.) genotypes. Indian J Research. 4:455-457. Budiman C. 2009. Pengaruh perlakuan pada benih padi (Oryza sativa Linn.) yang terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil padi di rumah kaca [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Brighigna L, Montaini P, Favilli F, Trejo AC. 1992. Role of the nitrogen-fixing bacterial microflora in the epiphytism of tillandsia (Bromeliaceae). American J Botany. 79(7): 723-727. Cappuccino JG, Sherman N. 1983. Microbiology: a laboratory manual. Massachussets (US): Addison-Wesley Publishing Company. Cheng J, Park SB, Kim SH, Yang SH, Suh JW, Lee CH, Kim JG. 2015. Suppressing activity of staurosporine from Streptomuces sp. MJM4426 againts rice bacterial blight disease. J Appl Microbiol. 120:975-985.
41
Choudhary DK, Johri BN. 2009. Interactions of Bacillus spp. and plants with special reference to induced systemic resistance (ISR). Microbiological Research 164: 493-51. Compant S, Duffy B, Nowak J, Clement C, Barka EA. 2005. Use plant growthpromoting bacteria for biocontrol of plant disease: principles, mechanisms of action, and future prospects. Appl Environm Microbiol. 71(9):49514959.doi:10.1128/AEM.71.9.4951-4959.2005. Cummings SP. 2009. The application of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) in low input and organic cultivation of graminaceous crops: potential and problems. Environmental Biotechnol. 5(2):43-50. Dick RP. 2013. Manipulation of beneficial microorganisms in crop rhizospheres. Di dalam: Microbial ecology in sustainable agroecosystems. Ed. Cheeke TE, Coleman DC, Wall DH, editor. New York (US): CRC Press. Efri, Prasetyo J, Suharjo R. 2009. Skrining dan uji antagonisme jamur Trichoderma harzianum yang mampu bertahan di tanaman jagung. J HPT Trop. 9(2):121-129. Egamberdiyeva D. 2007. The effect of plant growth promoting bacteria on growth and nutrient uptake of maize in two different soils. Appl Soil Ecol. 36:184– 189.doi:10.1016/j.apsoil.2007.02.005. [EPPO] European and Mediteranean Plant Protection Organization. 2007. Xanthomonas oryzae. Bull EPPO. (37): 543-553. Fiana Y. 2010. Efektivitas matriconditioning plus pestisida nabati dalam mengendalikan patogen seedborne dominan dan peningkatan mutu benih padi (Oryza sativa L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. García-Gutiérrez L, Romero D, Zeriouh H, Cazorla FM, Torés JA, Vicente A, Pérez-García A. 2012. Isolation and selection of plant growth-promoting rhizobacteria as inducers of systemic resistance in melon. Plant Soil. 358:201–212. DOI 10.1007/s11104-012-1173-z. Glick B. 2012. Plant growth-promoting bacteria: mechanisms and applications. [review]. Scientifica. (2012):1-15. doi:10.6064/2012/963401. Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 2000. Bergey’s Manual of Determinavie Bacteriology 9th eds. Philladelphia (USA): Lippincott Williams & Wilkins. Ilyas S, Sudarsono, Nugraha US, Kadir TS, Yukti AM, Fiana Y. 2008. Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi. Laporan Hasil Penelitian KKP3T. Kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Penelitian Padi. Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: teori dan hasil-hasil penelitian. Bogor (ID): IPB Press. Ilyas S, Machmud M. 2013. Teknologi Aplikatif Menggunakan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri dan Meningkatkan Produksi Benih Padi Bermutu dan Sehat. Laporan Kemajuan Hibah Kompetensi: tahun ke-1 dari rencana 2 tahun. IPB. Ilyas S, Sopian O. 2013. Effect of seed maturity ang invigoration on seed viability and vigor, plant growth, and yield of Bamabara groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdcourt). Di dalam: Massawe F, editor. Crops for the Future – Beyond Food Security. Proc. 2nd Int. Symp. on Underutilized Plant Species. Acta Hort. 979:695-701.
42
Inbar J, Chet I. 1991. Evidence that chitinase produced by Aeromonas caviae is involved in the biological control of soil-borne plant pathogens by this bacterium. Soil Biol Biochem. 23(10):973-978.doi:10.1016/00380717(91)90178-M. [IRRI] International Rice Research Institute. 2009. Bacterial Blight [Internet]. 26 Juni 2009; [diunduh tanggal 26 Februari 2014]. Tersedia pada: http://www.knowledgebank.irri.orgericeproductionPDF_&_Docsfs_bacteria l_blight. [ISTA] International Seed Testing Association. 2014. International Rules For Seed Testing. Bassersdorf (CH): ISTA. Jeyalakshmi C, Madhiazhagan K, Rettinassababady C. 2010. Effect of different methods of application of Pseudomonas fluorescens against bacterial leaf blight under direct sown rice. J Biopesticides. 3(2):487-488. Kado CI. 2010. Plant Bacteriology. Minessota (US): The American Phytopathology Society. Kementerian Pertanian RI. 1995. Kepmentan RI No. 411/Kpts/TP.120/6/1995 tentang Pemasukan Agens Hayati ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI. Kementerian Pertanian RI. 2014. Permentan RI No. 02/Permentan/SR.120/1/2014 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI. Kementerian Pertanian RI. 2015. Kepmentan RI No. 355/HK.130/C/05/2015 tentang Pedoman Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI. Kerkeni A, Daarni-Remadi M, Tarchoun N, Khedher MB. 2008. Effect on bacterial isolates obtained from animal manure compost extracts on development of Fusarium oxysporum f. sp. radicis-lycopersici. Asian J Plant Pathol. 2(1):15-23. Khaeruni A, Taufik M, Eijayanto T, Johan EA. 2014. Perkembangan penyakit hawar daun bakteri pada tiga varietas padi sawah yang diinokulasi pada beberapa fase pertumbuhan. J Fitopatol Indones. 10(4):119-125.doi: 10.14692/jfi.10.4.119 Khan AA, Jilani G, Akhtar MS, Naqvi SMS, Rasheed M. 2009. Phosphorus solubilizing bacteria: occurrence, mechanisms and their role in crop production. J Agric Biol Sci. 1(1):48-58. Khodar SA, Ilyas S, Budiman C. 2016. Efektivitas penyemprotan daun dengan agens hayati untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih padi bermutu. J Agron Indonesia, siap terbit. Kizilkaya R. 2008. Yield response and nitrogen concentrations of spring wheat (Triticum aestivum) inoculated with Azotobacter chroococcum strains. Ecological Engineering. 33:150–156.doi:10.1016/j.ecoleng.2008.02.011. Knief C, Delmotte N, Chaffron S, Stark M, Innerebner G, Wassmann R, von Mering C, Vorholt JA. 2012. Metaproteogenomic analysis of microbial communities in the phyllosphere and rhizosphere of rice. Int Soc Microbiol Ecol. 6:1378-1390. Kolasinska K, Szymer J, Dul S. 2000. Relationship between laboratory seed quality test and field emergenceof common bean seed. Crop Sci. (40):470475.
43
Kranz J. 1988. Measuring plant disease. Di dalam: Kranz J dan Rotem J. Experimental Techniques in Plant Disease Epidemilogy. Heidelberg (DE): Springer-Verlag. hlm 35-50. Lizansari KN. 2013. Perlakuan benih dan perendaman akar bibit dengan agens hayati untuk mengendalikan serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta meningkatkan pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Marcos-Filho, J. 2015. Seed vigor testing: an overview of the past, present and future perspective [review]. Sci Agric. 72(4):363-374. Martínez-Viveros O, Jorquera MA, Crowley DE, Gajardo G, Mora ML. 2010. Mechanisms and practical considerations involved in plant growth promotion by rhizobacteria. J Soil Sci Plant Nutr. 10(3): 293–319. Mew TW. 1987. Current status and future prospects oh research on bacterial blight of rice. Annu Rev Phytopathol. 25:359-382. Mew TW. 1989. An overview of the world bacterial blight situation. Di dalam: Bacterial Blight of Rice. Prooceeding of the International Workshop on Bacterial Blight of Rice; 1988 Maret 14-18; Manila, Filipina. Manila (PH): IRRI. Hlm 7-12. Mortensen CN. 1989. Seed Health Testing for Bacterial Pathogens. Copenhagen (DK): Danish Goverment Institute of Seed Pathology for Developing Countries. Naureen Z, Hafeez FY, Harrasi JHA, Bouqellah N, Roberts MR. 2015. Supreesion of incidence of Rhizoctonia solani in rice by siderophore producing rhizobacterial strains based on competition for iron. European Sci J. (11)3:186-207. Oxoid. 2007. Microbact Biochemical Identification Kits: Gram-negative identification system. Cheshire (UK): Thermo Fisher Scientific. Palupi T. 2012. Seed coating dengan agen hayati untuk perbaikan mutu benih padi yang terkontaminasi Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Permatasari OSI. 2015. Aplikasi bakteri probiotik Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih cabai merah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rachmawati AY. 2009. Pengaruh perlakuan matriconditioning plus bakterisida sintetis atau nabati untuk mengendalikan hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) terbawa benih serta meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi (Oryza sativa L.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rajarajeswari NVL, Muralidharan K. 2006. Assessments of farm yield and district production loss from bacterial leaf blight epidemics in rice. Crop Protection. 25:244–252.doi:10.1016/j.cropro.2005.04.013. Reddy R, Yin S. 1989. Xanthomonas campestris pv. oryzae, the causal organism of bacterial blight of rice. Di dalam: Bacterial Blight of Rice. Prooceeding of the International Workshop on Bacterial Blight of Rice; 1988 Maret 1418; Manila, Filipina. Manila (PH): IRRI. Hlm 65-77.
44
Rojas-Tapias D, Moreno-Galván A, Pardo-Díaz S, Obando M, Rivera D, Bonilla R. 2012. Effect of inoculation with plant growth-promoting bacteria (PGPB) on amelioration of saline stress in maize (Zea mays). Appl Soil Ecol. 61:264– 272.doi:10.1016/j.apsoil.2012.01.006. Saharan BS, Nehra V. 2011. Plant growth promoting rhizobacteria: a critical review. Life Sci Med Research. 21:1-30. Saini P, Khanna V, Gangwar M. 2015. Mechanisms of plant growth promotion by rhizobacteria. J Pure and Applied Microbiology. 9:1163-1177. Santorum M, Nobrega LHP, de Souza EG, dos Santos D, Boller W, Mauli MM. 2013. Comparison of test for analysis of vigor and viability in soybean seeds and their relation ship to field emergence. Acta Scientiarum. 35:8392. Santosa DA, Handayani N, Iswandil A. 2003. Isolasi dan seleksi bakteri pemicu tumbuh dari daun padi (Oryza sativa L.) Varietas IR-64. J Tanah dan Lingkungan. 5(1):7-12. Setyolaksono MP. 2013. Keamanan penggunaan agens hayati untuk tindakan pengendalian OPT [internet]. Mei 3013; [diunduh tanggal 27 Agustus 2015]. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon. Semangun H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. 449 p. Sinaga MS. 2009. Bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan: mencapai ketahanan, keamanan dan kedaulatan pangan. Di dalam: Sumardjo, Purbbayanto A, Sutjahjo SH, Boediono A, Toharmat T, Muntasib EKSH, Mandang T, Hartana A, Sinaga BM, editor. Pemikiran Guru Besar IPB (buku II): Peranan Ipteks dalam Pengelolaan Pangan, Energi, SDM, dan Lingkungan yang Berkelanjutan. Bogor (ID): IPB Press. Singh JS, Pandey VC, Singh DP. 2011. Efficient soil microorganisms: a new dimension for sustainable agriculture and environmental development [review]. Agriculture, Ecosystems and Environment. 140:339–353. doi:10.1016/j.agee.2011.01.017. Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta (ID):PT Raja Grafindo Persada. Sucipto I. 2016. Eksplorasi bakteri dan cendawan endofit sebagai agens pengendali penyakit blas (Pyricularia oryzae) pada padi sawah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suhastyo AA, Anas I, Santosa DA, Lestari. 2013. Studi mikrobiologi dan sifat kimia mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan pada budidaya padi metode SRI. Sainteks. 2013:29-39. Supriadi. 2006. Analisis risiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. J Litbang Pertanian. 25(3):75-80. Sudir B, Nuryanto, Kadir TS. 2012. Epidemiologi, patotipe, dan strategi pengendalian penyakit Hawar Daun Bakteri pada tanaman padi. Iptek Tanaman Pangan. 4(2):79-87. Sutariati GAK, Saufan LO. 2012. Perlakuan benih dengan rizobakteri meningkatkan mutu benih dan hasil cabai (Capsicum annuum L.). J Agron Indonesia. 40(2):125–131.
45
Sutariati GAK, Jusoff K, Ray SIG, Khaeruni A, Muhidin, Meisanti. 2013. Effectiveness of bio-invigoration technologies on seed viability and vigor of cocoa (Theobroma cacao L.). World Applied Sci J. 26 (Natural Resources Research and Development in Sulawesi Indonesia):31-36. doi:10.5829/idosi.wasj.2013.26.nrrdsi.26006. Sutariati GAK, Khaeruni A. 2013. Seed biomatriconditioning using rizobakteri for growth promotion and increase the yield of sorghum (Sorghum bicolour (L.) Moench) on marginal soil. Agr Sci Research J. 3(3):85-92. Sutariati GAK, Madiki A, Khaeruni A. 2014. Integrasi teknik invigorasi benih dengan rizobakteri untuk pengendalian penyakit dan peningkatan hasil tomat. J Fitopatol Indones. 10(6):188–194.doi:10.14692/jfi.10.6.188 Takahashi E, Ito H, Kobayashi H, Yamanaka H, Takeda Y, Nair GB, Arimoto S, Negishi T, Okamoto K. 2012. Production and properties of lipase of Aeromonas sobria. Microbiol Immunol. 56:295-307.doi:10.1111/J.13480421.2012.00445.x Velusamy P, Immanuel JE, Gnamanickam S. 2013. Rhizosphere bacteria for biocontrol of bacterial blight and growth promotion of rice. Rice Sci. 20(5):1-7. Wartono, Giyanto, Mutaqin KH. 2014. Efektivitas formulasi spora Bacillus subtilis B12 sebagai agen pengendali hayati penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi. Penelitian Tanaman Pangan. 34(1):21-28. Weller DM. 2007. Pseudomonas biocontrol agents of soilborne pathogens: looking back over 30 years. Phytopathology. 97(2):250-256.doi: 10.1094/PHYTO-97-2-0250 Yukti AM. 2009. Efektivitas matriconditioning plus agens hayati dalam pengendalian patogen terbawa benih, peningkatan vigor dan hasil padi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zhang S, White TL, Martinez MC, McInroy JA, Kloepper JW, Klassen W. 2010. Evaluation of plant growth-promoting rizobakteri for control of Phytophthora blight on squash under greenhouse conditions. Biological Control. 53:129–135. Zamzami A. 2013. Perlakuan agens hayati untuk mengendalikan hawar daun bakteri, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih padi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zamzami A. Ilyas S, Machmud M. 2014. Perlakuan agens hayati untuk mengendalikan hawar daun bakteri dan meningkatkan produksi benih padi sehat. J Agron Indonesia. 42(1):1-8.
LAMPIRAN Lampiran 1 Indikator reaksi substrat Microbact Kit Gram-Negative Identification System 24E a Reaksi Nomor Nama pengujian Prinsip reaksi sumur Negatif Positif 1 Lisin Lisin dekarboksilase Kuning Biru-hijau 2 Ornitin Ornitin Kuning-hijau Biru dekarboksilase 3 Hidrogen sulfida Produksi hidrogen Warna kuning Hitam sulfida (H2S) jerami 4 Glukosa Fermentasi glukosa Biru-hijau Kuning 5 Mannitol Fermentasi mannitol Biru-hijau Kuning 6 Xilosa fermentasi xilosa Biru-hijau Kuning 7 ONPG Hidrolisis o-nitrofenil- Tidak berwarna Kuning ß-d-galactopyranoside (ONPG) melalui ßgalaktosidase 8 Indol Produksi indol dari Tidak berwarna Merah mudatriptofan merah 9 Urease Hidrolisis urea Warna kuning Merah mudajerami merah 10 Voges-Proskaüer Produksi asetoin Warna kuning Merah muda(VP) jerami merah 11 Sitrat Penggunaan sitrat Hijau Biru sebagai sumber karbon 12 Triptofan deaminase Produksi indol piruvat Warna kuning Merah (TDA) melalui deaminasi jerami triptofan 13 Gelatin Pencairan gelatin Tidak berwarna Hitam 14 Malonat Inhibisi malonat Hijau Biru 15 Inositol Fermentasi inositol Biru-hijau Kuning 16 Sorbitol Fermentasi sorbitol Biru-hijau Kuning 17 Rhamanosa Fermentasi rhamanosa Biru-hijau Kuning 18 Sukrosa Fermentasi sukrosa Biru-hijau Kuning 19 Laktosa Fermentasi laktosa Biru-hijau Kuning 20 Arabinosa Fermentasi arabinosa Biru-hijau Kuning 21 Adonitol Fermentasi adonitol Biru-hijau Kuning 22 Raffinosa Fermentasi raffinosa Biru-hijau Kuning 23 Salisin Fermentasi salisin Biru-hijau Kuning 24 Arginin Dihidrolase arginin Kuning-hijau Biru 7+ Nitrat Reduksi nitrat Kuning Merah a
Sumber: Oxoid (2007)
47
Lampiran 2 Deskripsi tanaman padi varietas IR64a IR64 Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Indeks glikemik Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap Hama Penyakit Anjuran tanam Pemulia Dilepas tahun a
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
IR18348-36-3-3 IR5657/IR2061 Cere 110 – 120 hari Tegak 115 – 126 cm 20 – 35 batang Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar Tegak Tegak Ramping, panjang Kuning bersih Tahan Tahan Pulen 23% 70 24.1 g 5.0 t/ha 6.0 t/ha
: Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak tahan wereng coklat biotipe 3 : Agak tahan hawar daun bakteri strain IV Tahan virus kerdil rumput : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang : Introduksi dari IRRI : 1986
Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
48
Lampiran 3 Kondisi dan kandungan nutrisi tanah Kebun Percobaan Muara Balai Besar Padi, Bogora Kandungan N (%) P-total (mg P2O5/ 100 g) P-tersedia (ppm P2O5) K-total (mg K2O/ 100 g) C-organik (%) pH Fe (ppm) a
Metode ekstraksi
Jumlah
Kjeldahl HNO3 + HClO4 Olsen HNO3 + HClO4 Walkey and Black H2O HNO3 + HClO4
0.28 58.30 18.60 15.64 2.89 6.53 39 737.00
Sumber: Laboratorium Pengujian Departemen AGH Fakultas Pertanian IPB, Bogor
Lampiran 4 Rata-rata suhu harian, kelembapan udara relatif, curah hujan, dan jumlah hari hujan di Kebun Percobaan Muara Balai Besar Padi, Bogor, periode November 2014 – Maret 2015a Bulan Parameter November Desember Januari Februari Maret 2014 2014 2015 2015 2015 0 Suhu ( C) 07.00 24.1 24.2 23.3 22.9 23.2 13.00 31.5 30.4 28.6 28.3 29.8 18.00 25.5 26.4 25.9 25.9 26.2 Rata-rata 26.3 26.3 25.2 25.0 25.6 Minimal 22.9 23.5 22.8 22.0 22.3 Maksimal 32.6 31.6 30.2 29.8 31.4 Jumlah hari hujan 25 20 30 26 28 Curah hujan (mm) 698 161 361 411 494 Kelembaban 83.0 82.0 87.0 85.0 85.0 relatif (%) a
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor
RIWAYAT HIDUP Rahayu Nurkartika lahir di Bogor pada tanggal 5 Januari 1981, sebagai putri pertama dari ayah Suminto dan ibu Sri Muryani. Menyelesaikan pendidikan dari SD, SMP, dan SMA di kota Bogor kemudian dilanjutkan S1 di Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Ilmu Teknologi Benih, Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2005 diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Pertanian. Tahun 2006 diangkat menjadi PNS dan sampai sekarang bertugas di Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Depok. Tahun 2013 penulis mendapat beasiswa dari Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian, Kementerian Pertanian untuk melanjutkan pendidikan jenjang S2 di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih.