Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
EFEKTIFITAS ANTICENDAWAN TERHADAP KAPANG PENCEMAR JAGUNG (The Effectivity of Antifungal Against Mold Contaminants of Corn) RIZA ZAINUDDIN AHMAD Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30, Bogor 16114
ABSTRACT Corn is the main ingredient required for human and animals health. The nutrients of corn are appropriate media for fungi to grow. In order to prevent losses for mold contamination of corn, an antimold is required. Corns were treated with different antimolds including AC1, AC2, and FC and were then incubated in room temperature (24° – 30°C) for 16 weeks. The results showed that FC could inhibit declining of mold growth in corn, while AC2 had low effects at the second to fourth week of incubation. The conclusion is that FC could be used as an atimold for corn. Key Words: Corn, Antimold, Contamination of Mold ABSTRAK Jagung merupakan bahan pokok yang dibutuhkan manusia dan hewan. Kandungan gizi jagung merupakan tempat yang cocok untuk tumbuhnya cendawan. Untuk mencegah kerugian terhadap cemaran kapang pada jagung maka diberi anti cendawan. Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari efektifitas anticendawan terhadap pengurangan pertumbuhan kapang pencemar jagung. Bahan jagung uji diberi perlakuan dengan menambahkan anticendawan (AC1), (AC2) dan (FC) lalu di inkubasi pada suhu kamar (24° – 30°C) selama 16 minggu, pengamatan jumlah populasi kapang dilakukan pada 2, 4, 8, 12 dan 16 minggu. Hasil yang didapat dari penelitian ini FC cenderung menghambat pertumbuhan kapang pada jagung, sedangkan AC2 hanya sedikit pada minggu ke-2 sampai ke-4 inkubasi. Kesimpulan dari penelitian ini FC diduga dapat dipakai sebagai anticendawan untuk jagung. Kata Kunci: Jagung, Anticendawan, Cemaran Kapang
PENDAHULUAN Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung merupakan bahan pokok untuk nutrisi bagi manusia dan hewan, selain komponen utama penyusun ransum pakan ternak yang ditaksir mencapai 50%. Palawija ini banyak ditanam di Indonesia. Sebagai sumber karbohidrat utama jagung juga menjadi alternatif sumber pangan. Penduduk pada beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung (Zea mays spp.) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Hingga kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar. Jenis jagung meliputi
Jagung Dent (Zea mays indentata), jagung Flint (Zea mays indurate), jagung Waxy, jagung manis (Zea mays rugosa), jagungpop (Zea mays everta, jagung indian.dan jagung flour (Zea mays amylacea). Biji jagung kaya akan karbohidrat terdapat sebagian besarnya pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin (ISKANDAR 2007; ISI 2008). Pencemaran kapang Aspergillus spp. adalah masalah yang utama dalam pencemaran jagung selain jenis kapang-kapang lainnya (Mucor spp., Penicillium spp.) Pencemaran Aspergillus spp. pada jagung dapat menyebabkan kasus aspergillosis dan aflatoksikosis pada hewan yang mengkonsumsinya. Pada jagung juga pernah terisolasi A. amstelodami, meskipun
775
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
1x107 dan disimpan pada suhu kamar (25o – 30oC) selama 16 minggu. Diamati jumlah cendawan dalam waktu simpan 0, 2, 4, 8, 12, dan 16 minggu. Adapun proses isolasi cendawan yang terdapat pada pakan pengerjaannya dilakukan dengan metode biakan berpengenceran THOMPSON (1969) yang telah dimodifikasi pada media Potato Dekstrose Agar (PDA). Selanjutnya setelah diinkubasi selama 4 hari cendawan tersebut diidentifikasi dan dihitung jumlah koloninya. Penelitian dilakukan sebanyak 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah jumlah koloni kapang yang tumbuh pada jagung.
spesies Aspergillus ini jarang tumbuh sebagai cendawan pencemar (HASTIONO dan AHMAD 1995). Penyakit ini sangat merugikan mulai dari gangguan kesehatan sampai dengan penyebab kematian. Pengendalian Aspergillus spp yang terpadu ini dapat dilakukan mulai dari sanitasi, manajeman hingga penggunaan anti cendawan untuk Aspergillus spp. Penggunaan anticendawan masih dapat dilakukan baik ditinjau dari segi kesehatan maupun ekonomi. Penelitian ini bertujuan mempelajari anticendawan 1(AC1) dan anticendawan 2 (AC2) dan Feed Crub (FC) dalam menghambat pertumbuhan cendawan pada jagung.
HASIL DAN PEMBAHASAN MATERI DAN METODE Pada minggu ke-16 nutrisi utama kapang berupa karbon dan nitrogen mulai habis pada jagung tersebut sehingga jumlah populasi cendawan secara umum baik pada jagung kontrol maupun yang diberi perlakuan menurun jumlah populasinya (Tabel 1). Dari ke-3 perlakuan hanya penambahan antikapang
Sebanyak 12 sampel jagung tumbuk @ 200 gram, diberi perlakuan dengan penambahan anticendawan “AC1”, “AC2” (1 kg/ton), dan FC (0,5 kg/ton), dan Kontrol, Kemudian Masing-masing perlakuan diberi inokulum A. flavus dengan konsentrasi 0, 1x105, 1x106,
Tabel 1. Jumlah rata-rata cendawan pada jagung dalam wadah (A3) (dibulatkan dalam satuan 105) Perlakuan Kontrol
0
2
4
8
12
16
0
2020
4028
4045
60160
400313
203300
10
72
4015
4614
22153
402980
208630
106
2029
2232
4049
45560
420130
401260
7
4026
4047
4243
22323
600600
260903
43
2219
4024
20695
600960
206260
26
6011
6020
21814
600630
400663
5
10 AC1
0 5
10
6
AC2
Feed Crub (FC)
10
2006
4042
4045
40242
602233
202030
107
2056,56
4036
4213
63360
406130
400693
0
4006
4207
2220
100530
400900
226330
105
4003
2029
4003
40160
204600
203903
6
10
2032
4003
4036
20563
402613
400700
107
2210
2248
4026
40323
204803
204201
0
4006
4051
4033
41363
200803
200660
5
10
2026
4226
2046
22659
400631
400603
106
4019
2237
2033
42313
402203
201966
60
4065
3075
21774
401631
242233
10
776
Inkubasi minggu ke-
Penambahan inokulum A. flavus
7
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
FC saja yang cenderung dapat menghambat pertumbuhan kapang pada jagung, hal ini teramati pada pengamatan minggu ke-4 dimana terjadi penurunan jumlah populasi cendawan dibandingkan dengan hasil pengamatan minggu ke-2 pada semua perlakuan baik yang ditambah maun tidak inokulum A. flavus. Demikian pula dengan antikapang AC 2 namun hanya pada penambahan inokulum 107 A. flavus. Antikapang FC hanya mempunyai daya hambat terhadap kapang selama 4 minggu, setelah itu daya kerjanya habis, hal ini karena dayatumbuh kapang pencemar yang cepat dibanding daya hambat antikapang FC yang tidak ditambah dosisnya. FC adalah salah satu antikapang yang mempunyai cara kerja kontak langsung dengan cendawan pencemar jagung, dengan cara menempel melapisi jagung dan menghambat serangan pertumbuhan cendawan khususnya kapang. Namun dengan keterbatasan dosis yang diberikan menyebabkan pada akhirnya jumlah populasi cendawan meningkat pada minggu ke-8 meski pada minggu ke 4 populasinya menurun. Namun demikian itu sudah cukup menjelaskan bahwa FC adalah antikapang (Tabel 1). Berbeda dengan antikapang AC1 yang sama sekali tidak menghambat pertumbuhan kapang dan AC2 hanya sedikit menghambat. Diduga hal ini dosis perlakuan yang diberikan terlalu sedikit, bila ditambahkan dosisnya maka hasilnya akan lain, namun bila terlalu besar dosisnya perlu dipertmbangkan segi ekonomis dan efek sampingnya terhadap jagung dan konsumen nantinya. Namun cemaran pada jagung agak berbeda seperti yang diungkapkan oleh WIDIANA (1994) dan ZAHARI (1995) yang menyatakan bahwa semakin lama penyimpanan maka semakin banyak jumlah cendawan yang tumbuh, hal ini berbeda dengan pengamatan (Tabel 1, 2 dan 3). Ketika pada minggu ke-16 jumlah populasi cendawan menurun karena habisnya nutrisi. Pernyataan WIDIANA (1994) dan ZAHARI (1995) belum membandingkan dengan ketersediaan karbon dan nitrogen pada bahan pakan dalam waktu. Jadi yang berperan adalah nutrisi dan pertumbuhan cendawan lain. Jagung merupakan tempat yang ideal untuk tumbuhnya cendawan dan khususnya kapang
karena mengandung karbohidrat (30,3%), protein (4,1%) dan air (63,5%) (ISKANDAR 2007), Oleh karena itu, peran antikapang atau anti cendawan sangatlah diperlukan berguna untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan kapang pada jagung. Hal ini sesuai dengan ONIONS et al. (1981). yang menyatakan bahwa Pertumbuhan cendawan secara umum dipengaruhi oleh nutrisi yang cukup yaitu; karbohidrat, oksigen dan makro elemen seperti karbon, nitrogen, pospor, natrium dan magnesium. Mikro elemen yang terdiri dari besi, seng, mangan, tembaga, dan molibdat, kalsium dan galium. Selain itu cahaya, respirasi, reaksi dari medium, temperatur, kelembaban, pertumbuhan jamur dan mikroba lain juga berpengaruh pada tumbuhnya cendawan. Keragaman pertumbuhan cemaran kapang pada jagung baik pada kontrol maupun perlakuan (diwakilkan oleh antikapang FC) tanpa penambahan inokulum A. flavus hampir sama dengan jumlah cemaran yang ditambahkan dengan inokulum A. flavus. Pada pengamatan miselia steril tetap dominan mencemari jagung (Tabel 2), selanjutnya Rhizopus sp jumlahnya 2 x 1010 CFU pada inkubasi minggu ke-12 namun pada minggu ke-16 menjadi nol mungkin mati ditutupi pertumbuhannya oleh miselia steril (Rhizoctonia sp.), yang pada pengamatan sebelummnya hanya berjumlah 2.5 x 109 CFU. Rhizoctonia sp. lebih berkompetitif di dalam hidupnya dibandingkan Rhizopus spp. Berikutnya kapang A. fumigatus juga sedikit mencemari.jagung. Secara berurutan jumlah populasi cendawan yang mencemari jagung pada pengamatan minggu ke-16 dari yang terbanyak jumlahnya sampai terkecil adalah: Rhizoctonia sp.; A. fumigatus; A. flavus; Mucor spp. dan Cephalosporium spp. (Tabel 2). Jumlah cendawan pencemar khususnya kapang sangat bervariasi jumlah dan keragamannya, namun dari hampir semua pengamatan pertumbuhan kapang memberikan hasil yang sama yaitu kapang yang cocok tumbuh pada jagunglah yang paling dominan jumlahnya. FC mempunyai daya kerja sampai minggu ke-4 setelah itu dan Rhizoctonia sp pada akhirnya yang paling banyak jumlah populasinya di minggu ke-16 (Tabel 2 dan 3).
777
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 2. Jumlah cendawan pada jagung pada kontrol tanpa penambahan inokulum (dibulatkan dalam satuan 105) Minggu ke-
Nama kapang 0
2
4
8
12
16
A. flavus
10
16
36
60
60
600
A. niger
10
10
0
0
0
0
A. fumigatus
0
0
0
20000
0
2000
A. glaucus
0
0
0
0
0
0
A. tamarii
0
0
0
0
0
0
A. candidus
0
0
6
0
0
0
Mucor spp.
0
1
3
100
1
300
Rhizoctonia sp.
0
2000
2000
20000
25000
200000
Rhizopus spp.
0
0
0
0
200000
0
Monilia spp.
0
0
0
0
0
0
Penicillium spp.
0
0
0
0
0
0
Cephalosporium spp.
0
0
0
0
0
300
Fusarium spp.
0
0
0
0
0
0
Acremonium spp.
0
0
0
0
0
0
Jumlah
20
2027
2045
40160
225060
203100
Tabel 3. Jumlah cendawan pada jagung tanpa penambahan inokulum dan ditambahkan FC (dalam satuan 105) Minggu ke-
Nama jamur 0
2
4
8
12
16
A. flavus
6
46
23
160
300
300
A. niger
0
2
0
0
0
0
A. fumigatus
0
0
0
1000
300
30
A. glaucus
0
0
0
0
0
0
A. tamarii
0
0
0
0
0
0
A. candidus
0
0
0
0
0
0
Mucor spp.
2000
2000
2000
20000
3
30
0
0
2000
20000
200000
200000
Rhizoctonia sp. Rhizopus spp.
0
0
0
3
0
0
Monellia spp.
0
0
0
0
0
0
Penicillium spp.
0
3
0
0
0
0
Chladosporium spp.
0
0
0
0
0
0
Fusarium spp.
0
0
0
0
0
0
Acremonium spp. Jumlah
778
0
0
0
0
0
0
2006
2051
4013
41163
200603
200360
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Pada Tabel 3 secara berurutan cemaran cendawan pada jagung mulai dari yang terbanyak sampai dengan yang terkecil adalah: Rhizoctonia sp. steril; A .flavus dan A. fumigatus pada waktu inkubasi minggu ke 16 (Gambar 1). A. flavus masih tetap kapang pencemar jagung yang utama, selanjutnya Rhizoctonia sp. merupakan cemaran yang paling banyak jumlahnya pada jagung. Rhizoctonia sp. merupakan cendawan pencemar yang mempu berkompetisi untuk tumbuh dibandingkan dengan kapang pencemar lain. Sehingga harus diwaspadai daya cemarnya. Meskipun Rhizoctonia sp. l tidak tergolong kapang namun di dalam penghitungan populasi cemaran Rhizoctonia sp. jumlahnya banyak dan sangat dominan, sehingga perlu sedikit disinggung. Peran antikapang atau anticendawan sangat berarti untuk mencegah pencemaran cendawan terhadap jagung sehingga jagung tidak rusak. Di dalam memilih antikapang atau anticendawan berupa fungisida haruslah diperhatikan daya kerja antifungi, kelompok golongan antifungi. Untuk jagung sebaiknya dipilih antikapang yang mempunyai dayakerja kontak langsung dan diusahakan dari kelompok antikapang yang mempunyai sedikit efek residu. Pemakaian antikapang haruslah diselang seling memakai kelompok golongan antifungi. Beberapa bahan kimiawi dapat dan sering dipergunakan sebagai fungisida (ALANWOOD 2008; GREENSMITH, 2008) seperti: kelompok fungisida aliphalic nitrogen, amida, acylamino acid, anililide, benzanilide, furanilide, sulfonanilide, benzamide, furamide, phynlsulfamide, sulfanamide, valinamide, antibiotika, strobilurin, aromatic, benzimidazole, benzothiazole, carbamate, carbanilate, conazole, copper, dicarboximide, dinitrophenol, dithiocarbamate, imidazole, inorganic, mercury, organophosphorus, organotin, oxazoles, polysulfide, pyrazole, pyridine, urea, triazole, thiazole, thiazine. Beberapa fungisida mempunyai nama dagang dan nama ilmiahnya seperti; Dyrene untuk Anilazine; Heritage untuk Azoxystrobon, Captan untuk Captan Chlorostar untuk Chlporotahlonil, Sentinel untuk Cyproconazole, Fore untuk Mancozeb, Thiram untuk Thiram, Curalan untuk Vinclozolin. Penggunaan obat tradisional sebgai antikapang dapat dicoba, karena pada beberapa penelitian secara in vitro
dapat digunakan sebagai antikapang, namun harus diteliti lebih lanjut seperti efeknya pada jagung itu sendiri dan biaya pembuatannya.
Aspergillus flavus
Aspergilus fumigatus
Miselia steril Gambar 1. Cendawan yang dominan mencemari jagung yang diamati secara mikroskopis
779
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
KESIMPULAN
GREENSMITH. 2008. Fungicides. http://www. greensmith.fungicides.htm (5-5-2008).
Anticendawan FC cenderung dapat menghambat pertumbuhan kapang pada jagung selama waktu simpan 1 bulan.
HASTIONO, S. dan R.Z. AHMAD. 1995. Isolasi Aspergillus amstelodami dari pakan dan beberapa komponennya, khususnya jagung dan dedak. Maj. Parasitol Ind. 8(2): 59 – 64.
UCAPAN TERIMA KASIH
ISI. 2008. The Occurrence of Starch. http://www. international%20Starch%20Production%20of %corn%20 starch.htm (9-16-2008).
Sehubungan dengan terlaksananya kegiatan penelitian ini merupakan bagian kecil pendahuluan dari penelitian besar proyek kerjasama Balitvet dengan PT Kalbe Farma pada tahun 2006. Maka untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu sebagai berikut: Drs. Poo Shue Shyong Apt., Dr. Budi Tangen Jaya, Dr. Sjamsul Bahri, Dr. Tribudhi Murdiati, Dr. Romsyah Maryam, Muharam Saipulloh MSc., Sri Rachmawati MSc., Dr. Raphael Widiastuti, Istiana MS, Eni Kusumaningtyas MSc., serta teknisi lingkup bagian Nutrisi, Toksikologi, Mikologi dan Virologi. DAFTAR PUSTAKA ALANWOOD. 2008. Class–fungicides. http://www. Alanwood.net/pesticides /class-fungicide.htm (3-3-2009). DUBE HC.1996. An Introduction to fungi. Vikas Publishing House PVT Ltd. Delhi. Second Edition.
780
ISKANDAR, D. 2007. Pengaruh dosis pupuk N, P dan K terhadap pertumbuhan Jagung manis di lahan kering. P3 Teknologi Budidaya Pertanian BPPT. ONIONS, ALLSOPP and EGGINS. 1981. Smith’s Introduction to Industrical Mycology. Edward Arnold Ltd., London. THOMPSON, J.C. 1969.Techniques for the Isolation of The Common Pathogenic Fungi.II. Air Sampling, Dilution Plating and the Ringworm Fungi. Medium 1969; 2: 110 – 120. WIDIANA, A. 1991. Pengaruh Waktu dan Ketinggian tempat Simpan Pakan Ayam terhadap Intensitas Kontaminasi oleh Kapang Penghasil Mikotoksin. Skripsi Sarjana Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas MIPA. Universitas Padjajaran, Bandung. ZAHARI, P. 1995. Pengaruh lama penyimpanan pakan terhadap kontaminan alfatoksin pada daerah dataran rendah, sedang dan tinggi. Pros. Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak. Cisarua, Bogor, 22 – 24 Maret 1994. Balitvet, Bogor. hlm. 404 – 407.