%JEBMBN*4,$0/ 1SBCIVQNjEBTFOEJSJUFUBQIBEJS HFOFSBTJEFNJHFOFSBTJ TFCBHBJǴJLTNjHVSVUVOHHBM ZBOHVUBNBZBOHUFSVTIBEJSEBMBNLFIJEVQBO UJBQUJBQQFOZFNCBIEJ*4,$0/TFCVBILFIBEJSBO ZBOHUBLUFSQVUVTEBOBLUJGNFNCJNCJOHEBON NFOHBSBILBO#FMJBVBEBMBIKJXBEBSJ*4,$0/ 0MFILBSFOBJUV ƴSǟMB1SBCIVQNjEBTFOEJSJUFSVT CFSUJOEBLTFDBSBFGFLUJGEJEVOJBJOJTFMBNB*4,$0/ CF UFSVTIBEJSTFCBHBJFLTQSFTJZBOHKFMBTEBOOZBUB TFSUBBMBUQFNFSTBUVLFIFOEBLCFMJBV%FOHBODBSB EFNJLJBO ƴSǟMB1SBCIVQNjEBUFUBQNFSVQBLBOKJXB EBSJ*4,$0/ EBO*4,$0/NFSVQBLBOCBEBOCFMJBV #VLVJOJUJEBLEJNBLTVELBOVOUVLTFLFEBSEJCBDB NFMBJOLBOVOUVLEJUFSBQLBO
¥
XXXJTLDPOJE
Dokumen Fondasional GBC International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) Äcärya-Pendiri: His Divine Grace A.C.Bhaktivedanta Swami Prabhupʆda
nama oṁ viṣṇu-pādāya kṛṣṇa-preṣṭhāya bhū-tale śrīmate bhaktivedānta-svāmin iti nāmine Kepada Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda, yang sangat dicintai oleh Sri Krishna, karena telah berlindung di kaki-padma Krishna, hamba menyampaikan sembah sujud hamba. namas te sārasvate deve gaura-vāṇī-pracāriṇe nirviśeṣa-śūnyavādi-pāścātya-deśa-tāriṇe Kepada Anda, Oh sang guru spiritual, abdi dari Sarasvatī Gosvāmī, hamba menyampaikan sembah sujud hamba. Anda bermurah hati mengajarkan pesan Sri Caitanyadeva dan menyelamatkan negaranegara Barat, yang dipenuhi dengan paham impersonal dan paham kekosongan.
1
Daftar Isi Catatan dari Komite Eksekutif GBC ISKCON
4
Kata Pengantar
5
Pendahuluan
11
Naskah
16
Naskah Beserta Ulasan
21
2
Anggota Śrīla Prabhupāda Position Committee Akrūra Dāsa Ātmārāma Kṛṣṇa Dāsa Bhakta Priya Devī Dāsī Bhakti Charu Swami Bhaktivaibhāva Swami Caitanya Candrodaya Dāsa Gopāl Kṛṣṇa Goswami Hari Śauri Dāsa Hṛdayānanda Goswami (anggota terdahulu) Madhu Sevita Dāsa Mālatī Devī Dāsī (anggota terdahulu) Ravīndra Svarūpa Dāsa Śraddhādevī Dāsī Sureśvara Dāsa Vāsudeva Dāsa Vīrabāhu Dāsa Viṣṇu Mūrti Dāsa Yadubara Dāsa
3
C"Å"Å"ç ê"ù K!" Å# E$%#$&Å ' GBC ISKCON Karya ini, yang berjudul, Śrīla Prabhupāda: Ācārya-Pendiri ISKCON, yang disusun oleh Ravindra Svarupa Dasa, disahkan secara resmi oleh Governing Body Commission (GBC) ISKCON. GBC meminta seluruh penyembah dan para kolega ISKCON untuk memberikan perhatian penuh dan mendalam terhadap karya ini, karena akan memperluas pemahaman bersama dan menghargai kedudukan Śrīla Prabhupāda dan peran istimewa beliau dalam International Society for Krishna Consciousness/ISKCON. Śrīla Prabhupāda tidak hanya sekedar membawakan pesan Sri Caitanya dan Sri Krishna kepada kita. Walau hal itu sendiri sudah merupakan tugas mulia, Śrīla Prabhupāda, sebagai Ācārya-Pendiri menciptakan fondasi, fungsi serta visi ISKCON sebagai komunitas global yang bertujuan untuk “merohanikan kembali seluruh masyarakat manusia”. Peran Śrīla Prabhupāda, seperti yang akan Anda baca di sini, adalah peran yang berkesinambungan. Kehadiran beliau harus dirasakan dalam setiap napas para penyembah ISKCON saat ini, dan para penyembah di masa yang akan datang. Memahami bahwa Śrīla Prabhupāda adalah pusat dari hidup dan juga komunitas kita, dan memahami bagaimana mempertahankan peran beliau yang esensial, adalah tujuan penulisan karya ini. Seperti apa yang Bhakti Charu Swami tulis di bagian Kata Pengantar, “buku ini tidak dimaksudkan untuk sekedar dibaca, melainkan untuk diterapkan.” Komite Eksekutif GBC Desember 2013
4
KATA PENGANTAR Śrīla Prabhupāda, tanpa diragukan lagi adalah kepribadian yang dikirim oleh Śrī Caitanya Mahāprabhu untuk memenuhi ramalanNya: “Aku telah berinkarnasi untuk memprakarsai gerakan sankirtana ini. Aku akan menyelamatkan jiwa-jiwa yang jatuh di dunia ini… Di setiap kota dan desa di seluruh dunia, gerakan pengucapan nama suci-Ku akan menyebar.” (Caitanya Bhagavata, Antya 4. 120, 126). Untuk memahami peran istimewa Śrīla Prabhupāda dalam perspektif Gaudiya, kita harus melihat kembali ke awal sejarah dan memperoleh pengetahuan tentang bagaimana rencana Śrī Caitanya Mahāprabhu untuk memenuhi ramalan-Nya terungkap secara bertahap. Pada saat kembali dari Gaya, Śrī Caitanya Mahāprabhu memulai misi nāma-saṅkīrtana-Nya. Dan saat menyebarkan nāma prema, “Dia dan rekan-rekanNya tidak mempertimbangkan siapa yang cocok dan tidak, ataupun di mana penyebaran ini pantas dan tidak pantas dilakukan. Mereka tidak menetapkan syarat apa pun. Di mana pun mereka mendapat kesempatan, anggota-anggota Pañca-tattva ini akan menyebarkan cinta kepada Tuhan.” (Caitanya Caritāmṛita, Ādi-līlā 7.23). Banjir nāma prema ini telah meliputi seluruh penjuru dan terusmenerus menganugerahi dunia ini di bawah perlindungan guru-guru spiritual yang dikuasakan seperti enam Gosvāmī, Śrīnivāsa Ācārya, Narottam Das Ṭhākur dan Śyāmānanda Prabhu. Sayangnya, setelah kepergian Śrī Caitanya Mahāprabhu dan rekanrekan-Nya yang telah dikuasakan ini, era kegelapan yang sangat pekat menyelimuti blantika Gauḍīya Vaiṣṇavisme. Dikarenakan pengaruh zaman Kali, muncul banyak apasampradāya, sekte-sekte yang menyimpang, yang memudarkan ajaran murni Caitanya Mahāprabhu tentang Kesadaran Krishna dengan doktrin dan praktik-praktik yang materialistik dan tidak bermoral. Dan mereka melakukan itu atas nama Sri Caitanya! Segera setelah itu, Ajaran Sri Caitanya menjadi dikaitkan dengan perilaku asusila, dogma dan unsur-unsur anti-sosial. Akibatnya, 5
komunitas orang-orang India terpelajar mulai mengembangkan sikap kebencian kepada Caitanya Mahāprabhu. Era kegelapan ini berlanjut hampir 250 tahun lamanya. Sebagai upaya untuk menghidupkan kembali gerakan saṅkīrtanaNya dan sekali lagi menyinari langit Gauḍīya, Śrī Caitanya Mahāprabhu mengirim salah seorang rekan dekat-Nya, Bhaktivinoda Ṭhākura ke dunia ini. Dibekali dengan kecakapan rohani, Bhaktivinoda Ṭhākura menulis tanpa kenal lelah untuk mengalahkan ajaranajaran yang tidak dibenarkan, menyimpang dan bertentangan dengan ajaran Caitanya Mahāprabhu tentang Kesadaran Krishna. Melalui tulisan-tulisannya yang penuh dedikasi dan tak kenal lelah, beliau mengekspos semua ajaran bernuansa adharma pada masa itu dan sekali lagi mengungkap kepada dunia tentang ajaran Caitanya Mahāprabhu yang bertuah dan penuh welas asih: misi nāmasaṅkīrtana-Nya. Tulisan-tulisan tersebut yang nantinya membentuk fondasi $iloso$is dari rencana dasar yang sistematis dan institusional bagi Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura untuk mewujudkan ramalan Caitanya Mahāprabhu. Penemuan kembali tempat kelahiran Caitanya Mahāprabhu oleh Bhaktivinoda Ṭhākura dan pemberian cetak biru (dalam bentuk “nāmahaṭṭa”) untuk menginsa$i keinginan Caitanya Mahāprabhu bahwa nāma-saṅkīrtana harus disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia adalah isyarat yang sangat jelas dan luar biasa mengenai keyakinan penuhnya terhadap kata-kata Caitanya Mahāprabhu. Akan tetapi, beliau tahu bahwa tugas yang sangat besar untuk menyebarkan Kesadaran Krishna ini ke seluruh dunia akan memerlukan keterlibatan secara bersama-sama ribuan orang dari generasi ke generasi. Ini tidak akan dan tidak bisa menjadi tugas satu orang saja—institusi rohani benar-benar diperlukan. Doanya yang sungguh-sungguh kepada Sri Jagannātha terjawab dan Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura muncul di dunia ini sebagai putranya untuk memberikan wujud nyata dari cetak birunya dalam bentuk Gauḍīya Mission. Dalam kurun waktu hanya 15 tahun, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura menyebarkan gerakan saṅkīrtana Caitanya Mahāprabhu ke seluruh India dan memikat hati banyak orang terkenal pada masa itu untuk membantu beliau dalam misinya. Enam puluh empat maṭha didirikan di India untuk menyebarluaskan ajaran Caitanya Mahāprabhu pada saat itu. 6
Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura menyadari arti penting institusinya untuk melanjutkan pengajaran yang penuh semangat setelah kepergiannya nanti. Beliau dengan tegas dan terbuka menginstruksikan murid-muridnya yang terdepan bahwa Gauḍīya Mission ini harus dikelola dan dipertahankan oleh sebuah Badan Pengatur. Secara mengejutkan, beliau tidak menunjuk siapa pun untuk menjadi penerusnya. Beliau meninggalkan dunia ini pada 1 Januari 1937, dan segera setelah itu muncul pertikaian dan ketidaksepahaman dalam Gauḍīya Mission. Institusi ini pun, yang telah dikenal dengan pengajarannya yang tegas dan murni mengenai ajaran Caitanya Mahāprabhu, menjadi terkenal dengan faksi-faksi yang bermasalah dan kasus-kasus dalam sidang pengadilan. Dua faksi saling bersaing untuk menjadi ācārya penerus dan banyak murid senior yang meninggalkan institusi ini karena merasa muak. Persatuan Gauḍīya Mission sebagai kesatuan entitas di India yang terdiri dari banyak pusat pengajaran, beberapa usaha publikasi, dan ribuan penyembah yang bekerja dengan kompak di bawah kepemimpinan yang bersatu, tidak lagi ada. Khayalan akan kepemilikan dan kebanggaan memudarkan dan menghentikan misi dan perintah Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, yaitu untuk mengembangkan gerakan penyebarluasan ajaran Caitanya Mahāprabhu ke seluruh dunia. Srila Prabhupada kita, atau Sri Srimad A. C. Bhaktivedanta Swami, dikecewakan oleh kejadian ini, tapi terlihat jelas dari kegiatankegiatan beliau bahwa beliau sepenuhnya paham hati dan misi guru spiritualnya: 1. Segera setelah beberapa pengikutnya di New York menerima pesan beliau dengan sepenuh hati, beliau secara resmi mendirikan institusinya. Beliau menamakannya International Society for Krishna Consciousness (Masyarakat Kesadaran Krishna Internasional) dan secara resmi menyebutkan tujuh tujuannya. Semua ini terjadi di tahun 1966. 2. Untuk melanjutkan misi Caitanya Mahāprabhu dan melindungi warisan rohani ISKCON, Srila Prabhupāda dengan 7
sangat sistematis membentuk Governing Body Commision (Badan Pengurus) dan dengan sangat tegas memberi perintah kepada pengikut-pengikut beliau yang senior: “Jangan membuat kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh saudarasaudara seperguruan saya setelah berpulangnya Guru Mahārāja saya. Kelolalah komunitas ini bersama-sama melalui GBC. 3. Untuk mengamankan ISKCON sebagai misi rohani dengan basis !iloso!i dan budaya yang kuat, beliau tanpa kenal lelah dan penuh kecermatan menerjemahkan dan memberikan penjelasan atas ajaran-ajaran Śrī Caitanya Mahāprabhu yang paling mendalam dan paling penting dalam bentuk Bhagavadgītā, Śrīmad-Bhāgavatam dan Caitanya-caritāmṛta. Dan beliau dengan tegas mengatakan bahwa buku-bukunya adalah basis dari gerakan Kesadaran Krishna dan institusi ISKCON. 4. Dan, seperti Guru Mahārāja beliau, beliau tidak memilih atau menyebutkan satu nama penerus untuk ISKCON, melainkan beliau ingin para muridnya secara bersama-sama mengatur dan mengelola institusi ini melalui sebuah Badan Pengurus. Ketika saya menjadi asisten pribadi Śrīla Prabhupāda, berkali-kali saya mencatat bahwa beliau bersikeras agar dalam setiap cetakan atau publikasi, gelar Founder-Ācārya (Ācārya-Pendiri) dan nama lengkap beliau harus tercantum di bawah nama institusi ISKCON. Saat itu saya masih sangat naif dan tidak berpengalaman, dan sering berpikir, “Śrīla Prabhupāda adalah Vaiṣṇava yang agung dan rendah hati, mengapa beliau terus-menerus menekankan masalah ini?” Saya tidak pernah secara terbuka bertanya tentang hal ini kepada Śrīla Prabhupāda, tapi ini terus membingungkan saya. Tapi, perlahanlahan, atas karunia beliau, seiring berjalannya waktu, saya mulai memahami maksud beliau. Frasa “Ācārya-Pendiri” bukan hanya sebuah gelar tetapi merupakan sebuah sistem rohani yang berupaya untuk melindungi, melestarikan, dan memberi umur panjang kepada sebuah institusi yang didedikasikan untuk pembebasan masal jiwajiwa yang terikat di seluruh dunia pada zaman Kali yang penuh kegelapan ini. 8
Tokoh Vaiṣṇava yang agung seperti Śrī Madhvācārya dan Śrī Rāmānujācārya sukses menerapkan sistem ini. Secara jelas terlihat, penerapan sistem ini secara utuh di dalam ISKCON sangat penting bagi suksesnya ramalan Caitanya Mahāprabhu. Saya berbagi pemahaman ini kepada saudara-saudara seperguruan saya yang lebih senior dan merasa sangat bahagia ketika mengetahui bahwa Śrīla Prabhupāda telah memberikan mereka karunia berupa pemahaman yang sejalan dengan saya. Maka, di tahun 2006, GBC membentuk berbagai komite untuk merencanakan dan mencapai berbagai tujuan strategis. Salah satu komite itu adalah Śrīla Prabhupāda Position Committee / Komite Tentang Kedudukan Śrīla Prabhupāda (SPPC), yang misinya adalah untuk membantu usaha yang telah ada dan mengembangkan inisiatif baru untuk secara terus-menerus menegakkan Śrīla Prabhupāda sebagai Ācārya-Pendiri ISKCON dan sebagai śikṣa-guru utama untuk semua penyembah di ISKCON. Buku ini adalah sebuah inisiatif dari SPPC. His Grace Ravīndra Svarūpa Prabhu, yang tidak diragukan lagi sebagai salah seorang pemikir dan penulis yang brilian di ISKCON, menulis buku ini dan semua anggota GBC dan banyak penyembah senior telah secara serius dan saksama menelaahnya. Buku ini diteliti secara menyeluruh dan berdasarkan pada śāstra dan fakta sejarah, bersifat akademis dan menyediakan fondasi di mana kita bisa membangun kultur pendidikan yang saling berkaitan yang berguna untuk memantapkan kedudukan Śrīla Prabhupāda sebagai Ācārya-Pendiri ISKCON secara tegas dan sebenarnya. Tentunya, Kesadaran Krishna yang murni tidak mengenal teknikteknik—melainkan berdasar pada kerendahan hati dan penyerahan diri sepenuhnya. Dan, dalam mood inilah kami mempersembahkan penerbitan buku ini kepada Caitanya Mahāprabhu, Śrīla Prabhupāda dan seluruh penyembah. Mohon diingat bersama, bahwa buku ini tidak ditujukan untuk sekedar dibaca, melainkan untuk diterapkan. Jika kita melakukan demikian, hubungan kita yang bersifat individu maupun kolektif dengan Śrīla Prabhupāda akan berkembang tanpa batas dan kita akan mencapai pemahaman sebenarnya bahwa Ācārya-Pendiri 9
kita yang tercinta tidak lekang oleh waktu. Beliau adalah pelayan abadi dari luapan kasih sayang rohani Caitanya Mahāprabhu dan Krishna prema. Dan hati beliau meleleh dan mengalir tanpa batas maupun halangan kepada siapa pun yang memperlihatkan sedikit ketertarikan pada ajaran-ajaran beliau dan misi nāma-saṅkīrtana. Kami dengan penuh kerendahan hati meminta dukungan aktif Anda dalam mewujudkan langkah penting berikutnya dalam rencana Śrī Caitanya Mahāprabhu untuk membanjiri seluruh dunia dengan Krishna prema—yaitu dengan secara teguh dan nyata mengukuhkan Śrīla Prabhupāda sebagai Ācārya-Pendiri ISKCON sepanjang masa. Terima kasih banyak. Salam, dalam pelayanan kepada Śrīla Prabhupāda Bhakti Charu Swami Vrindavan, India November 2013
10
PENDAHULUAN Buku yang ada di tangan Anda sekarang—atau di layar Anda— dipersembahkan kepada Anda sebagai buah matang dari proyek perencanaan berbagai bidang yang dijalankan secara intensif dan strategis yang diluncurkan pada tahun 2006 oleh GBC ISKCON. Usaha sungguh-sungguh yang berkesinambungan ini telah mempersatukan banyak penyembah seluruh dunia untuk terlibat dalam perencanaan dan pengembangan yang sistematis untuk mewujudkan masa depan yang menjanjikan bagi perkumpulan milik Śrīla Prabhupāda ini. Pada puncaknya, kami berfokus pada pemberdayaan seluruh organisasi kita—setiap anggota, seluruh unit yang berbeda-beda, setiap otoritas pengurus dan pembimbing—sehingga semuanya dapat bekerja dalam kerja tim yang efektif untuk mewujudkan keinginan Śrīla Prabhupāda dan Śrī Caitanya Mahāprabhu. Dari awal, semuanya memahami bahwa ada satu unsur istimewa dalam pencapaian ini, dan seperti yang biasanya diistilahkan, yaitu “tetap menempatkan Śrīla Prabhupāda sebagai pusat.” Dalam kaitan akan hal ini, tim perencana strategis sadar betul bahwa masa depan menghadang ISKCON dengan sebuah tantangan serius: transisi/peralihan yang tak terhindarkan di mana seluruh penyembah yang memiliki pengalaman langsung dengan Sang ĀcāryaPendiri akan tidak hadir lagi. Kehilangan yang akan segera terjadi ini menjadi dorongan tambahan bagi kinerja Śrīla Prabhupāda’s Position Committee (SPPC). Setiap anggota komite ini paham bahwa kedudukan Śrīla Prabhupāda bagi generasi mendatang haruslah sama dengan kedudukan beliau bagi generasi sebelumnya. (Malah, beberapa orang meyakini, kedudukan beliau bisa menjadi lebih dari sebelumnya di masa mendatang). Bagaimana caranya mewujudkan hal ini? Bagaimana caranya mengelola semua penyembah di ISKCON agar dari generasi ke generasi tumbuh kesadaran yang meningkat terus-menerus terhadap hubungan mereka yang mendalam dengan Ācārya-Pendiri mereka, sehingga semua penyembah menyadari bahwa beliau benar-benar hadir di tengah kehidupan mereka? 11
Bagaimana misi beliau, ajaran beliau, visi beliau, tekad beliau, karunia beliau, menyatu di setiap detak jantung para penyembah? Sebagai seorang anggota SPPC, saya ditugaskan untuk menulis dokumen dasar untuk para penyembah di ISKCON mengenai penjelasan tentang kedudukan Śrīla Prabhupāda sebagai Ācārya-Pendiri. Setelah menerima tugas ini, saya menghabiskan siang dan malam larut dalam pemikiran, yang terkadang sangat menyemangati diri saya, tentang Śrīla Prabhupāda—tentang hidup beliau, dan warisannya, tentang perkumpulannya, tentang diri saya sebagai seorang murid, dan demikian pula tentang saudara-saudara seguru saya. Selama siang dan malam ini, emosi dan batin saya menjadi memuncak dengan kuat, dan pada saat yang sama ditangguhkan dari kesimpulan-kesimpulan yang pasti. Kemudian saya duduk diam, dan dalam waktu 2-3 jam, mengetik pernyataan-pernyataan pendek— tidak lebih dari tiga halaman—yang sepertinya keluar dengan sendirinya, yang berdasarkan pada sedikit penelitian atau bahkan tanpanya, dan tidak ada temuan baru—benar-benar hanyalah intuisi dan “keinsafan” saya. Saya kemudian sedikit memperbaikinya, dan, pada saat ada kesempatan, saya memperlihatkannya kepada anggota-anggota SPPC yang lain. Tidak disangka, respon positif yang begitu besar meyakinkan saya, bahwa setidaknya saya berjalan di jalur yang benar. Jalur ini terwujud menjadi bentuk yang konkrit berupa instruksi untuk menindaklanjuti. Mereka berkata, “Sejauh ini bagus. Sekarang, tulislah ulasannya.” Saya harus mencatat bahwa pujian “bagus” ini diikuti oleh sederetan komentar yang terperinci—mulai dari komentar untuk meminta, di satu dan lain bagian, pendukung, klari ikasi, atau uraian yang lebih banyak; komentar dan penjelasan yang mengisyaratkan kekhawatiran atau area-area yang berpotensi menimbulkan kebingungan; komentar tentang pengajuan topik yang perlu disertakan atau dikaji lagi, dan seterusnya. Saya ambil semua komentar itu—yang terbukti menjadi sangat berguna—dan kemudian, setelah memutuskan untuk mengolah pernyataan pendek tersebut, saya melakukan sesuai yang diminta, dan mulai menulis sebuah ulasan. 12
Alhasil, produk akhir, yang sekarang berada di genggaman, hadir dalam bentuk sebuah tulisan yang disertai ulasan atas tulisan tersebut. Tulisan saya itu disajikan lebih dahulu diikuti oleh ulasan yang lebih panjang. Pada bagian ini, naskah utama diperlihatkan dalam urutan yang semestinya, tetapi dipecah menjadi bagianbagian untuk memudahkan. Naskah utama dicetak tebal, sementara ulasan yang mengikutinya dicetak biasa. Naskahnya pendek, hanya 1.300 kata (5 halaman). Ulasannya, setelah tersusun, cukup panjang, sekitar 21.000 kata (79 halaman). Naskah tersebut awalnya memerlukan waktu penyusunan sekitar tiga jam; sedangkan ulasannya perlu waktu enam tahun. Naskah utamanya sendiri sangat sederhana dan cocok untuk khalayak luas. Sementara ulasannya secara khusus diperuntukkan bagi mereka yang berkeinginan menjadi atau merupakan prabhupāda-śiṣya, murid śikṣā sejati Śrīla Prabhupāda. Hal ini, tentu saja semestinya menjadi tujuan yang bersifat tetap untuk seluruh anggota ISKCON, dan dengan sendirinya membawa kepada terwujudnya keinginan tulus Sri Caitanya. Usaha yang tidak diduga memerlukan waktu yang cukup lama dan terkadang cukup sulit dalam menyusun ulasan ini membawa saya kepada karunia yang tak terduga pula: Saya mempelajari secara lebih mendalam hal-hal yang sebelumnya saya ketahui hanya secara dangkal dan formil. Saya memulai penyusunan ini dengan mengetahui bahwa Śrīla Prabhupāda adalah murid yang hebat, tapi sekarang saya memperoleh pengetahuan yang lebih menyeluruh dan mendalam tentang bagaimana agungnya beliau. Saya memperoleh keinsafan yang terus berkembang. Apa yang saya temukan meningkatkan pengetahuan saya tentang pencapaian Śrīla Prabhupāda dan menumbuhkan rasa cinta dan syukur yang semakin bertambah kepada beliau. Karunia pengetahuan ini juga telah memperlihatkan kepada saya betapa pentingnya, sebagai murid beliau, untuk menyinari kemuliaan beliau dengan pernyataan yang paling jujur, yaitu kesaksian saya sebagai murid beliau. Lebih lanjut lagi, saya mampu melihat dengan lebih menyeluruh makna sejati dari gelar mulia yang beliau sandang, “Ācārya-Pendiri International Society for Krishna Consciousness.” 13
Saya berdoa, semoga dengan membaca buku ini Anda akan memperoleh karunia sebagaimana yang saya dapatkan ketika menyusun buku ini. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah membantu, menyemangatkan, membimbing, memfasilitasi, dan mengkoreksi saya selama penyusunan buku ini. Seluruh misi perencanaan strategis yang diketuai oleh Gopāla Baṭṭa Prabhu dan asisten-asistennya yang kompeten telah menciptakan dan mempertahankan kondisi yang memungkinkan pencapaian ini. Komite SPPC, yang saat ini diketuai bersama oleh H.H Bhakti Charu Swami dan Akrūra Prabhu, telah mengalami beberapa kali perubahan anggota selama kurun waktu 7 tahun ini, tetapi respon dan semangat yang konsisten dari semua anggota yang telah melayani dan dilayani di dalam komite ini adalah bukti betapa ini jauh lebih berharga daripada apa yang bisa saya ungkapkan, dan dengan penuh rasa syukur, saya ingin mengungkapkan ini sekali lagi. Banyak penyembah senior di luar SPPC yang juga meninjau ketika karya ini sedang dalam proses. Khususnya, sebuah acara “Sannyāsī, Guru, dan GBC Sanga” yang dihadiri ratusan lebih tokoh, bersidang di Mayapura pada Februari 2013, meninjau kembali naskah karya ini, dan meluangkan waktu untuk memberikan ulasan dan pemikiran yang sangat berharga. Naskah yang sama juga mendapat respon dari sekitar 20 anggota senior. Dan hasilnya, keluarlah naskah “ùinal”, yang ditinjau sekali lagi oleh GBC ketika mengadakan pertemuan di Juhu pada Oktober 2013. Dengan beberapa tambahan saran untuk peningkatan, GBC memberikan persetujuan bulat untuk penerbitan buku ini sebagai pernyataan resmi dari GBC. Terima kasih saya kepada anggota-anggota GBC atas kesabaran, bantuan, dan yang paling utama, karunia mereka yang tidak bisa terbayarkan. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan langsung dari murid saya, Śraddhā devī dāsī yang memberikan pengelolaan yang berkesinambungan dan bantuan teknis terhadap usaha ini, dan juga bantuan editorial serta saran yang begitu lengkap. Istri saya, Saudāmaṇī devī dāsī, seorang pembaca serta kritikus yang cerdas ketika karya ini masih dalam proses, serta dukungannya yang 14
tanpa henti. Saya adalah orang yang susah diatur, tapi dia mampu melakukannya. Dalam pelayanan kepada Śrīla Prabhupāda Ravīndra Svarūpa Dāsa Philadelphia, Pennsylvania December 2013
15
KEDUDUKAN ŚRĪLA PRABHUPĀDA NASKAH Prabhupāda sebagai Ācarya-Pendiri ISKCON Śrīla Prabhupāda memberi perhatian yang besar agar kedudukan beliau sebagai Ācārya-Pendiri ISKCON selalu diperlihatkan dengan jelas. Beliau memberi mandat agar setiap buku karya beliau menampilkan nama beliau secara lengkap pada judul buku dan di bagian sampul buku, “Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda,” dan “Ācārya-Pendiri International Society for Krishna Consciousness” ditempatkan tepat di bawahnya. Demikian pula, beliau memerintahkan agar “Ācārya-Pendiri: Sri Srimad A.C. Bhaktivedānta Swami Prabhupāda” dicantumkan tepat di bawah “International Society for Krishna Consciousness” di semua dokumen resmi ISKCON, kop surat, publikasi, dan tanda tangan. Dalam hal-hal seperti ini dan dalam hal-hal lainnya, hubungan khusus dan erat Śrīla Prabhupāda dengan ISKCON harus selalu dihormati. Sebagai Ācārya-Pendiri, Śrīla Prabhupāda memiliki kedudukan unik di dalam ISKCON. Kita perlu memahami hal ini secara mendalam. Sebagai ācārya, teladan perilaku pribadi beliau adalah panutan dan norma bagi semua penyembah ISKCON. Sebagai pendiri, standar pribadi dan prinsip tindakan beliau, spirit atau “mood” khusus beliau, memberi bentuk bagi perkumpulan dan organisasi yang beliau dirikan. Tiap-tiap anggota harus menyerap spirit tersebut, menyatukannya ke dalam landasan identitas dirinya. Spirit beliau menyebar ke seluruh institusi sebagai hakikat dari budaya institusi tersebut, dan para anggota menjadi perwujudan nyata yang dapat dilihat di dunia ini. Kita menghormati dan belajar dari banyak ācārya agung yang ada di dalam garis perguruan kita, namun sebagai Ācārya-Pendiri ISKCON, bagi kita kedudukan Śrīla Prabhupāda adalah istimewa di antara ācārya-ācārya tersebut. Di dalam ISKCON, Prabhupāda sendiri 16
tetap hadir, generasi demi generasi, sebagai śikṣā-guru tunggal yang utama yang terus hadir dalam kehidupan tiap-tiap penyembah di ISKCON—sebuah kehadiran yang tak terputus dan aktif membimbing dan mengarahkan. Dengan demikian, beliau adalah jiwa dari ISKCON. Oleh karena itu, Śrīla Prabhupāda sendiri terus bertindak secara efektif di dunia ini selama ISKCON terus hadir sebagai ekspresi yang jelas dan nyata serta alat pemersatu kehendak beliau. Dengan cara demikian, Śrīla Prabhupāda tetap merupakan jiwa dari ISKCON, dan ISKCON merupakan badan beliau. Alasan-Alasan Srila Prabhupāda Mendirikan ISKCON Setelah Śrīla Prabhupāda sukses membangun perkumpulan Sri Caitanya sebagai sebuah misi pengajaran yang mendunia, beliau mengambil keputusan penting untuk membentuk sebuah institusi baru, International Society for Krishna Consciousness, dengan beliau sendiri sebagai ācārya-pendiri. Beliau melakukan hal ini dengan berlandaskan pada pengetahuan yang beliau insaùi. Hakikat dari pengetahuan itu beliau serap dari guru spiritualnya sendiri. Sayangnya, setelah Guru Mahārāja dari Śrīla Prabhupāda berpulang, pengetahuan dan keinsafan tersebut semakin tidak tergambarkan di dalam institusi yang dibangun oleh guru beliau sendiri, institusi yang kini telah terpecah-pecah. Oleh karena itu, Prabhupāda mendirikan organisasi baru yang secara keseluruhan maupun pada setiap bagiannya akan mewujudkan dan mengembangkan keinsafan tersebut—sebuah keinsafan yang mewujudkan diri sebagai komitmen yang teguh dan tanpa mengenal lelah untuk membawakan cinta kasih Tuhan yang murni kepada umat manusia yang sedang menderita di mana-mana. Institusi yang akan mampu untuk bertindak berdasarkan komitmen seperti itu dengan kekuatan gabungan yang meliputi rentang ruang dan waktu yang luas memerlukan sebuah bentuk khusus. Karena itu, Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Gosvāmī mengharapkan sebuah organisasi di mana otoritas tertingginya berada bukan pada sosok ācārya tunggal melainkan pada sebuah dewan pengatur, yang beliau namai “Governing Body Commission.” Gauḍīya Maṭha gagal 17
mewujudkan struktur tersebut sehingga, Prabhupāda mengatakan, telah menjadi “tidak berguna.” Tantangan Utama Kita Śrīla Prabhupāda menetapkan struktur seperti itu untuk ISKCON, dengan membentuk Governing Body Commission pada tahun 1970 dan mengawasi artikulasi dan perkembangannya yang berjalan secara bertahap. Dengan menyatakan bahwa beliau menginginkan adanya “ratusan dan ribuan guru spiritual” di dalam ISKCON, beliau menyiratkan bahwa norma hubungan guru-murid akan terus berlanjut di dalam kesatuan institusi, di bawah arahan GBC. Dalam organisasi yang demikian, banyak guru akan dapat bertindak dengan kekuatan bersama, melaksanakan kegiatannya bersama pemimpinpemimpin dan manajer-manajer lainnya dalam keselarasan kolektif. Selama Prabhupāda masih hadir sebagai ācārya dan dīkṣā-guru tunggal, struktur tersebut tentu masih harus tetap dalam bentuk embrio, anak yang masih berada di dalam kandungan ibunya, yang bentuk dan fungsinya belum berkembang secara lengkap. Selama Prabhupāda masih hadir, berdasarkan sifat dari keadaan itu sendiri, jelas GBC belum dapat melaksanakan peran penuhnya sebagai “otoritas manajemen tertinggi,” dan Prabhupāda tetap menjadi satu-satunya guru. Karena itu, karya sempurna Prabhupāda harus menunggu waktu untuk menjadi terwujud. Sebagai hasilnya, Prabhupāda meninggalkan tugas kepada kita setelah kepergian beliau, yakni tugas untuk mengartikulasi bentuk dan fungsi ISKCON untuk bisa bertindak secara efektif di dunia ini. Satu tantangan utama adalah mengintegrasikan hubungan gurumurid—yang membawa tuntutan loyalitas dan komitmen yang mendalam terhadap sosok guru—di dalam masyarakat yang lebih luas yang menuntut loyalitas yang dalam makna tertentu lebih tinggi dan meliputi semuanya. Loyalitas tersebut adalah kesetiaanbersama kita kepada Ācārya-Pendiri kita, Śrīla Prabhupāda, sebuah loyalitas yang akan dibuktikan secara nyata melalui kerja sama kita satu dengan yang lain, di dalam struktur yang beliau wariskan untuk kita, untuk memenuhi keinginan terdalam beliau. 18
Kita telah melihat bahwa sistem “zonal-ācārya” yang awalnya diterapkan, yang mengintegrasikan guru ke dalam sebuah struktur yang luas, telah secara tidak langsung menciptakan zona-zona geogra is yang secara tersendiri lebih bersatu ketimbang ISKCON secara keseluruhan. Integritas ISKCON menjadi dipertaruhkan. Sistem tersebut telah dihapuskan. Namun kita perlu beranjak lebih jauh lagi dalam mewujudkan organisasi yang diinginkan oleh Śrīla Prabhupāda. Menarik untuk dicermati bahwa dua gerakan utama anti-ISKCON— yang seringkali mengklaim diri sebagai “ISKCON yang sebenarnya”— terbentuk melalui penolakan spesi ik terhadap salah satu komponen dari keseluruhan komponen Prabhupāda: kedudukan “ritvik” menginginkan tidak adanya guru-guru yang aktual melainkan hanya ada GBC sebagai otoritas institusi, sementara para pengikut sannyāsī yang dominan atau yang lainnya ingin menyingkirkan GBC yang aktual dan bergantung pada ācārya tunggal yang karismatik. ISKCON perlu mengembangkan kedua unsur tersebut: loyalitas bersama yang kuat terhadap ISKCON dan GBC, dan hubungan pengajaran yang dalam dan utuh antara guru individual dengan murid-muridnya di dalam ISKCON. Kita perlu menginsa i bahwa kontradiksi ataupun kon lik itu tidak perlu ada. Kita perlu menginsa i bagaimana sesungguhnya mereka saling menguatkan dan mendukung satu sama lain. Sebuah unsur penting untuk menegakkan sintesis yang kita perlukan ini adalah dengan dicapainya pemahaman mendalam tentang kedudukan Śrīla Prabhupāda dan mewujudkan pemahaman tersebut ke dalam tindakan—baik jñāna maupun vijñāna. Sebagai Ācārya-Pendiri, Śrīla Prabhupāda sendiri melambangkan—dan, dalam sebuah makna, adalah—persatuan ISKCON. Karena itu, beliau harus menjadi sosok yang kehadirannya tak terhindarkan harus dominan dirasakan dalam kehidupan semua penyembah, tanpa memandang siapa yang menjadi dīkṣā-guru atau śikṣā-guru mereka. Guru-guru yang masih hadir di dunia ini cenderung memberikan pengaruh yang lebih tegas terhadap para pengikutnya dibandingkan dengan guru-guru yang telah tidak hadir secara fisik. Karena sosok pribadi Śrīla Prabhupāda kini tidak lagi hadir, ketidakhadiran vapu 19
tersebut perlu digantikan dengan keinsafan yang terus semakin mendalam mengenai perwujudan beliau sebagai vāṇi (sebagaimana yang beliau sendiri ajarkan). Kehadiran beliau tersebut perlu dijadikan bagian penting dari struktur ISKCON, untuk menjadi bagian penting dari budaya ISKCON, di mana kehadiran beliau tidak akan berkurang bahkan ketika semua orang yang mengenal Śrīla Prabhupāda secara pribadi telah mengikuti beliau meninggalkan dunia ini. Hasil-Hasil Akan ada banyak konsekuensi apabila kedudukan Śrīla Prabhupāda sebagai Ācārya-Pendiri dapat diinsaùi. Beberapa di antaranya: 1) Akan memungkinkan bagi generasi demi generasi untuk menerima karunia khusus yang diberikan oleh Śrīla Prabhupāda. Jalan untuk pulang kembali kepada Tuhan yang telah beliau buka akan terus semakin banyak dilintasi. 2) Dengan berlindung sepenuhnya kepada Śrīla Prabhupāda sebagai śikṣā-guru dalam manifestasi vāṇi-nya, semua pengajar di ISKCON, pada berbagai tingkat kemajuan, akan dapat menyampaikan ajaran sejati Śrīla Prabhupāda secara otentik, dan dengan demikian memberikan tuntunan yang benar, naungan dan perlindungan kepada semuanya. 3) Kehadiran aktif Śrīla Prabhupāda akan memastikan kesatuan dan integritas ISKCON. 4) Ajaran-ajaran ISKCON akan tetap konsisten dalam segala ruang dan waktu. 5) Pengetahuan yang diinsaùi oleh Śrīla Prabhupāda—yang memberkati beliau dengan potensi khusus untuk menyebarluaskan kesadaran Kṛṣṇa—bukan hanya akan dilestarikan melainkan juga dikembangkan. 6) Buku-buku beliau akan tetap menjadi pusat bagi kita, sebab buku-buku tersebut mengandung pengetahuan dan arahan yang menanti perkembangan di masa mendatang untuk diinsa#i. 7) Mata Śrīla Prabhupāda akan terus menjadi lensa yang akan digunakan oleh semua generasi di masa mendatang untuk memahami ācārya-ācārya terdahulu kita.
20
KEDUDUKAN ŚRĪLA PRABHUPĀDA NASKAH BESERTA ULASAN Prabhupāda sebagai Ācarya-Pendiri ISKCON Śrīla Prabhupāda memberi perhatian yang besar agar kedudukan beliau sebagai Ācārya-Pendiri ISKCON selalu diperlihatkan dengan jelas. Beliau memberi mandat agar setiap buku karya beliau menampilkan nama beliau secara lengkap pada judul buku dan di bagian sampul buku, “Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda,” dan “Ācārya-Pendiri International Society for Krishna Consciousness” ditempatkan tepat di bawahnya. Demikian pula, beliau memerintahkan agar “Ācārya-Pendiri: Sri Srimad A.C. Bhaktivedānta Swami Prabhupāda” dicantumkan tepat di bawah “International Society for Krishna Consciousness” di semua dokumen resmi ISKCON, kop surat, publikasi, dan tanda tangan. Dalam hal-hal seperti ini dan dalam hal-hal lainnya, hubungan khusus dan erat Śrīla Prabhupāda dengan ISKCON harus selalu dihormati. Perhatian besar Śrīla Prabhupāda. Pada tahun 1970, sejumlah tulisan karya Śrīla Prabhupāda yang diterbitkan oleh Percetakan ISKCON menampilkan nama penulis tanpa gelar penghormatan, dan kedudukan beliau di ISKCON ditandai dengan gelar “Ācārya” bukannya “Ācārya-Pendiri.” Dari kejadian tersebut, Prabhupāda mendeteksi adanya upaya terencana untuk mengecilkan kedudukan beliau. Satsvarūpa dāsa Gosvāmī menceritakan tentang kejadian tersebut di dalam Śrīla Prabhupāda-līlāmṛta (4.93): Ketika Percetakan ISKCON di Boston keliru mencetak nama Prabhupāda di sebuah buku yang baru terbit, Srila 21
Prabhupada merasa sangat terganggu. Edisi soft-cover Skanda Dua Śrīmad-Bhāgavatam mencantumkan nama beliau sebatas A.C. Bhaktivedanta di bagian cover. Gelar penghormatan yang biasa dicantumkan yakni “Sri Srimad” dan “Swami Prabhupāda” tidak dicantumkan. Nama Śrīla Prabhupāda tampil nyaris tanpa signi#ikansi spiritual. Terbitan lain dari Percetakan ISKCON menjelaskan Prabhupāda sebagai “ācārya” ISKCON, kendati Prabhupāda telah berulangkali menekankan bahwa beliau adalah ācārya-pendiri. Telah ada banyak ācārya, atau guru spiritual, dan akan ada semakin banyak lagi; tetapi Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda adalah satu-satunya ācārya-pendiri International Society for Krishna Consciousness. Yang lebih memperburuk keadaan, ketika Prabhupāda membuka Bhāgavatam baru itu, jilidan buku tersebut rontok dan lembar-lembar halaman buku itu berjatuhan. Prabhupāda menatap tajam dalam kemarahannya. Brahmānanda menceritakan ingatan pengalaman pribadinya tentang kejadian tersebut di dalam serial video Following Śrīla Prabhupāda (Juli-Agustus 1970, Los Angeles): Saat itu terjadi apa yang dianggap oleh Prabhupāda sebagai upaya untuk mengecilkan kedudukan guru spiritual oleh para pemimpin, utamanya oleh saya sendiri. Sayalah yang paling tercemari oleh apa yang dapat saya katakan sebagai rasa iri terhadap guru spiritual. Dalam kunjungan ke Los Angeles ini, berbagai hal tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya—dimulai dari Percetakan ISKCON, yang menjadi tanggungjawab saya. Buku-buku telah tercetak, sementara gelar Prabhupāda tidak tercantum dengan benar. Hanya tercantum A.C. Bhaktivedanta Swami, di mana “Sri Srimad” telah dihilangkan. Bahkan pada sebuah buku, salah satu jilid Bhāgavatam, hanya mencantumkan A.C. Bhaktivedanta— 22
bahkan gelar “Swami” dihilangkan. Saya menyerahkan kepada Prabhupāda sebuah buku terbitan Percetakan ISKCON dari Boston yang baru saja kami cetak. Beliau membuka buku itu dan jilidannya langsung rontok. Kejadian ini terjadi di dalam temple ketika sedang dilakukan penyampaian secara resmi. Śrīla Prabhupāda menengarai bahwa kejadian-kejadian yang tidak semestinya terjadi ini dan kejadian-kejadian buruk lainnya dilatari oleh “pencemaran yang halus dan membahayakan” yang menyebar dari India (SPL 4:94-95): Ketika anomali-anomali lokal sedang membebani Śrīla Prabhupāda, beliau memperhatikan adanya hal-hal ganjil yang ditulis oleh murid-muridnya di India di dalam surat-surat mereka, dan Srila Prabhupada pun merasa semakin terganggu. Sebuah surat kepada para penyembah di Amerika melaporkan bahwa saudarasaudara seguru Prabhupāda di India keberatan dengan gelar Prabhupāda yang belia sandang. Menurut mereka, hanya Bhaktisiddhānta Sarasvatī yang dapat disebut Prabhupāda.... Srila Prabhupada mengetahui bahwa walau kadangkala tidak berpengetahuan, murid-muridnya tidaklah bermaksud jahat. Namun demikian, surat-surat dari India tersebut telah membawa penyakit spiritual yang ditularkan oleh sejumlah saudara seguru Prabhupāda kepada murid-murid beliau di sana... Prabhupāda sangat peka terhadap segala ben-tuk ancaman terhadap ISKCON.... Tapi kini sejumlah pernyataan yang disampaikan secara tidak bertanggungjawab di India sedang melemahkan keyakinan sejumlah muridnya. Mungkin pencemaran yang halus dan membahayakan yang sedang menyebar inilah yang menyebabkan terjadinya kesalahan di Percetakan ISKCON dan bahkan masalah-masalah lainnya di Los Angeles. 23
Sebagai akibatnya, dengan susah payah Śrīla Prabhupāda memastikan bahwa kebijakan yang telah beliau tetapkan dalam menampilkan tentang kedudukan beliau diikuti dengan tegas. Dapat kita lihat perhatian beliau diungkapkan secara langsung di dalam surat-surat: Bagus sekali kamu sudah membuka center dan mendaftarkan Perkumpulan. Ini awal yang bagus. Satu hal, terkait pendaftaran, yakni bahwa sistem kita adalah mencantumkan nama Acarya-Pendiri Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada pada semua dokumen pendaftaran, demikian pula semua surat-menyurat, buku, dan berbagai publikasi. Saya lihat nama tersebut telah tercantum di dalam surat Subaladas Swami, itu sudah benar. Lakukanlah dengan cara seperti itu.1 Kamu boleh lanjutkan dan daftarkan Perkumpulan kita di sana dengan mengikuti langkah-langkah yang benar dan perlu dilakukan. Sebelum pengesahan pendaftaran dilakukan, saya minta agar kamu mengirimkan kepada saya satu salinan anggaran dasar perkumpulan kita supaya saya dapat memberikan persetujuan akhir. Nama saya harus dicantumkan sebagai acharya-pendiri, A.C. Bhaktivedanta Swami. Otoritas penuh dalam semua urusan ini harus berada di tangan saya.2 Maka, dapat kita lihat bagaimana Śrīla Prabhupāda benar-benar menginginkan agar kedudukan beliau di dalam ISKCON selalu ditunjukkan dengan gelar “Ācārya-Pendiri.” Dalam konteks khusus ini, Prabhupāda menilai bahwa sebutan “ācārya”, yang digunakan secara tersendiri tidaklah pantas dan bahkan merupakan penghinaan. Beliau memerintahkan penggunaan kata gabungan Inggris-Sanskerta ini. Gelar “Ācārya-Pendiri” inilah yang menggambarkan hubungan khusus yang erat yang dipertahankan antara Śrīla Prabhupāda dan ISKCON. 1
VB: Surat kepada Deoji Punja: Bombay, 13 November 1974. VB: Surat kepada Mr. Punja: Bombay, 29 Desember 1974.
2
24
Sebagai Ācārya-Pendiri, Śrīla Prabhupāda memiliki kedudukan unik di dalam ISKCON. Kita perlu memahami hal ini secara mendalam. Sebagai ācārya, teladan perilaku pribadi beliau adalah panutan dan norma bagi semua penyembah ISKCON. Sebagai pendiri, standar pribadi dan prinsip tindakan beliau, spirit atau “mood” khusus beliau, memberi bentuk bagi perkumpulan dan organisasi yang beliau dirikan. Tiap-tiap anggota harus menyerap spirit tersebut, menyatukannya ke dalam landasan identitas dirinya. Spirit beliau menyebar ke seluruh institusi sebagai hakikat dari budaya institusi tersebut, dan para anggota menjadi perwujudan nyata yang dapat dilihat di dunia ini. Seorang Ācārya, atau, Prabhupāda menyebutnya, “profesor di bidang ilmu pengetahuan spiritual,”3 berbeda dengan akademisi modern. Sang profesor spiritual mengurus para murid dan setelah menginisiasi mereka untuk mempelajari pengetahuan spiritual, mendidik mereka secara menyeluruh perihal pengetahuan Veda dan melatih mereka dalam hal aturan dan disiplin yang dibutuhkan. Kata Ācārya berasal dari kata ācāra, sebuah kata yang menunjukkan aturan-aturan perilaku berdasarkan śāstra demikian pula sosok yang menaati perilaku itu sendiri. Seorang ācārya mengajarkan tentang perilaku tersebut bukan hanya melalui penyampaian katakata melainkan melalui teladan pribadi. Sang ācārya adalah teladan. Prabhupāda menulis, “Seorang ācārya adalah pengajar ideal yang mengetahui maksud kitab suci, berperilaku persis seperti aturanaturan di dalamnya dan mengajarkan kepada murid-muridnya untuk menjalani pula prinsip-prinsip tersebut.”4 Ajaran yang demikian melampaui pengetahuan teoretis, melibatkan pembentukan karakter yang berdasarkan pada upaya siswa untuk mengikuti teladan yang diperlihatkan oleh sosok sang ācārya. Seorang ācārya harus tetap setia kepada para ācārya pendahulunya. “Seseorang tidak bisa menjadi ācārya (guru spiritual) jika ia tidak 3
CC Ādi 1.46, penjelasan. CC Ādi 7.37, penjelasan.
4
25
mengikuti dengan tegas garis perguruan para ācārya. Barang siapa yang benar-benar serius ingin mencapai kemajuan dalam bhakti, yang ia inginkan semestinya hanyalah memuaskan para ācārya terdahulu.”5 Pada saat yang sama, sang ācārya harus menggabungkan kesetiaan yang mendalam tersebut dengan kemampuan untuk secara luwes merancang petunjuk-petunjuk yang efektif untuk komunitas murid yang beranekaragam. “Setiap ācārya memiliki cara khususnya sendiri dalam menyebarluaskan perkumpulan spiritualnya,” Prabhupāda menulis. “Seorang ācārya harus merancang cara yang memungkinkan orang-orang dengan satu atau lain cara bergabung dengan kesadaran Kṛṣṇa.”6 Dengan mengingat pengalaman beliau sendiri, beliau menulis: Sang pengajar (ācārya) harus mempertimbangkan waktu, calon siswa dan negara. Ia harus menghindari prinsip niyamāgraha—yaitu, ia hendaknya tidak berusaha melakukan hal yang tidak mungkin dilakukan. Sesuatu yang dapat dilakukan di suatu negara belum tentu dapat dilakukan di negara lain. Tugas sang ācārya adalah berpegang pada hakikat bhakti. Bisa dilakukan perubahan kecil di sana-sini sejauh menyangkut yuktavairāgya (pelepasan ikatan yang benar).7 Prabhupāda menjelaskan bahwa kemampuan untuk mempertahankan kesetiaan yang teguh terhadap tradisi dan pada saat yang sama cakap dalam mengadaptasi tradisi tersebut untuk berbagai jenis penerima dan keadaan adalah tanda bahwa pengetahuan telah diinsa$i: Keinsafan pribadi bukan berarti bahwa seseorang dapat memamerkan pemahamannya sendiri, atas dasar sikap sombong, dengan berusaha melangkahi para ācārya terdahulu. Ia harus memiliki keyakinan penuh terhadap 5
CC Madhya 19.156, penjelasan. CC Ādi 7.37, penjelasan. 7 CC Madhya 23.105, penjelasan. 6
26
para ācārya terdahulu, dan pada saat yang sama ia harus menginsa i topik tersebut dengan sedemikian baiknya sehingga ia dapat menyampaikannya dengan cara yang cocok untuk keadaan tertentu. Maksud sejati ayat tersebut harus dipertahankan. Tidak boleh ada makna yang tidak jelas muncul darinya, tetapi ia harus dapat disampaikan dengan cara yang menarik agar dipahami oleh pendengar. Ini disebut keinsafan.8 Melalui keinsafan yang dicapainya, menjadi tersedia “cara khusus untuk menyebarluaskan perkumpulan spiritualnya”, bagi sang ācārya. Demikianlah seorang ācārya menguasai teknik-teknik bagaimana siswa-siswa yang serius bisa menjadi dekat dengan dirinya (upanīti) dan melalui cara tersebut ia menyemangatkan para siswa, menguasakan mereka dengan pengetahuan dan keinsafan yang ia miliki. Mereka menjadi wakil-wakil pribadinya, dalam arti bahwa mereka menjadi orang-orang yang secara mendasar menghadirkan kembali sang ācārya bagi pihak lain. “Founder-Ācārya” (Ācārya-Pendiri), gabungan kata Bahasa Inggris dan Bahasa Sanskerta ini, adalah istilah khusus yang ditetapkan oleh Śrīla Prabhupāda untuk menunjukkan kedudukan diri beliau terkait dengan ISKCON. Terkait hal ini, telah kita lihat bagaimana Prabhupāda menilai bahwa semata-mata gelar “Ācārya” bukan hanya tidak layak melainkan juga bahkan merendahkan kedudukan beliau. Kita ketahui pula bahwa kata “ācārya” itu sendiri secara tradisi digunakan sebagai gelar penghormatan bagi tokoh pemimpin sebuah institusi spiritual. Dengan demikian, harus kita simpulkan bahwa seseorang yang menyandang gelar “Ācārya-Pendiri” mengemban jabatan yang lebih berat, jabatan yang memerlukan pengakuan khusus. Śrīla Prabhupāda adalah ācārya pertama dalam garis perguruan kita yang mengambil (dan, lebih jauh lagi, menegaskan penggunaan) gelar resmi ini. Barangkali kita menduga bahwa Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura diakui secara resmi untuk menyandang gelar tersebut, tetapi tidak ada catatan sejarah tentang hal tersebut. 8
SB 1.4.1, penjelasan.
27
Bila kita meneliti terbitan periodik berbahasa Inggris milik Gauḍīya Maṭha, yakni The Harmonist9, terungkap bahwa pada masamasa awal, Bhaktisiddhānta cenderung dihormati dengan dua gelar khusus. Di satu pihak, beliau adalah “Presiden Śrī Viśva Vaiṣṇavarāja Sabhā;” dan di pihak lain beliau adalah “sang Ācārya,” gelar yang digunakan baik tersendiri maupun dalam kaitan dengan sekumpulan orang, seperti dalam: Ācārya dari “komunitas Gauḍīya,” “komunitas Madhva-Gauḍīya,” “para Vaiṣṇava Gauḍīya,” dan semacamnya. Kadangkala dua gelar tersebut digabungkan namun tetap berbeda makna, sebagaimana kita lihat dalam contoh-contoh seperti: “Acharyya (Mesiah) zaman saat ini dan sekarang merupakan presiden perkumpulan historik Viswa Vaishnava Raj Sabha” (Harm. 28.2:58).10 Viśva-Vaiṣṇavarāja Sabhā, yang telah secara resmi direvitalisasi (berjalan di bawah kepemimpinan badan yang terdiri dari tiga murid terdepan) memiliki hubungan erat dengan konfederasi templetemple—pusat-pusat pelatihan, pendidikan, dan pengajaran—yang 9
Pada bulan Juni 1927 Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura mengubah Sajjana toṣaṇī (yang dimulai pada tahun 1881 oleh Śrīla Bhaktivinoda Ṭhākura) menjadi majalah berbahasa Inggris yang bernama The Harmonist. (Nama tersebut, sebagaimana yang dijelaskan di dalam edisi pertamanya, berarti “padanan berbahasa Inggris” dari Sajjana-toṣaṇī.) The Harmonist dimulai dengan edisi nomor dua puluh lima, sebab ia merupakan kelanjutan dari Sajjana-toṣaṇī—yang kini telah menghadirkan dirinya dalam bahasa Inggris untuk menyajikan dirinya kepada dunia yang lebih luas” (Harm. 25:4). Majalah tersebut diterbitkan secara bulanan hingga Juni 1933 (Vol. 30, no. 12), dan, setelah mengalami jeda selama empat belas bulan, dilanjutkan kembali dengan perubahan menjadi terbitan setiap dua minggu sekali. 10 Viśva-Vaiṣṇava-rāja Sabhā dikatakan “historik” sebab ia muncul selama zaman Enam Gosvāmī. Setelah mengalami masa-masa tenggelam, Sabhā tersebut dibangkitkan kembali oleh Śrīla Bhaktivinoda Ṭhākura pada tahun 1886 (dengan nama yang lebih singkat yakni Viśva-Vaiṣṇava Sabhā), dan pada tahun 1918 “diterangi kembali” (dengan nama awalnya) oleh Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura. Sebagaimana beliau menjelaskannya, viśva-vaiṣṇava-rāja berarti “Raja dari semua Vaiṣṇava di dunia,” yang artinya adalah Śrī Caitanya Mahāprabhu, dan sabhā tersebut adalah perkumpulan orang-orang yang memuja Śrī Caitanya Mahāprabhu (Sajjana-toṣaṇī, dikutip dalam SBV I:70-73).
28
terus bertambah jumlahnya, yang secara kolektif kemudian disebut “Gauḍīya Maṭha” dan, “Gaudiya Mission” yang terus meningkat kegiatannya.11 Pada saat yang sama, sebutan “Ācārya” dan “Presiden” digabungkan menjadi bentuk yang berangsur-angsur menjadi gelar 11
Istilah “Gauḍīya Mission” menjadi sering digunakan yang meliputi Gauḍīya Maṭha dan Viśva-Vaiṣṇava-Rāja Sabhā. Sabhā tersebut, sebagaimana Bhakti Vikāśa Swami menjelaskannya (SBV 1:259) “berfungsi sebagai organ resmi institusi Gauḍīya Maṭh.” Hal-hal berikut menjelaskan sejumlah gagasan tentang hubungan antara Maṭha dan Sabhā tersebut: 1) Daftar nama-nama sejumlah Gauḍīya Maṭha muncul pada cover depan bagian dalam dari The Harmonist antara tahun 1927-1933 di bawah judul “Math-Math yang tergabung dalam Shree Visva Vaishnava Raja Sabha.” 2) Undangan-undangan untuk acara-acara besar di Maṭha-Maṭha tersebut dikeluarkan oleh sekretaris dari Śrī ViśvaVaiṣṇava-Rāja Sabhā, yang kadangkala pada kop suratnya menampilkan “Sree Viswa Vaishnava Raj Sabha” dan “Shree Gaudiya Math” (Harm. 28:57-58, 104, 30:32). 3) Sabhā tersebut disebutkan telah mengorganisir panggung “Pameran Ketuhanan” berskala besar yang diselenggarakan di Māyāpura, di dekat Śrī Caitanya Maṭha, pada bulan Februari 1930, diselenggarakan kembali pada bulan September 1931 di Śrī Gauḍīya Maṭha, Calcutta, dan kemudian pada bulan Januari 1933 di Dacca. 4) Śrī Caitanya Maṭha di Māyāpura, yang dirancang sebagai “Math Induk” bagi seluruh institusi Gauḍīya Maṭha, diuraikan pula sebagai “Markas Besar Viswa Vaishnaba Raj Sabha” (Harm. 27:269) demikian pula sebagai “Math Induk utama dari Sree Visva Vaishnav Raj-Sabha, didirikan dengan tujuan untuk mengisi seluruh alam semesta dengan Nam Samkirtana sebagaimana yang telah dipermaklumkan oleh Sree Krishna Chaitanya Mahaprabhu” (Harm. 31:140). 5) Artikel yang berjudul “Kehidupan di dalam Gaudiya Math” diawali dengan kalimat: “Tuhan Yang Maha Esa Sree Krishna Chaitanya beserta rekan-rekan-Nya tinggal secara kekal di Sree Chaitanya Math dan Gaudiya Math yang tera%iliasi dengannya yang telah mewujudkan keberadaannya di seluruh negeri atas karunia Sree Krishna Chaitanya di bawah naungan Sree Visva Vaishnava-Raj Sabha” (Harm. 30:141). 6) Artikel “Gaudiya Mission ke Barat” menyatakan: “Sree-Viswa-Vaishnava-Raj Sabha mengirimkan rombongan pengajar ke Barat untuk mengantarkan Pesan Sree Krishna Chaitanya kepada orang-orang yang beradab tersebut” (Harm. 30:322-25). 7) Sebagian besar edisi-edisi The Harmonist memuat kolom yang menampilkan berita-berita tentang kegiatan Mission tersebut. Saat menyampaikan laporan tentang jenis acara yang sama, kolom tersebut mengalami perubahan judul berturut-turut dari: “Tentang Kami,” menjadi “Mengenai Math,” menjadi “The Gaudiya Mission” menjadi “Sri Vishwa Vaishnava Raj Sabha (The Gaudiya Mission)” dan terakhir, “Sri Vishwa Vaishnava Raj Sabha.”
29
baku untuk Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura: “Presiden-Ācārya.” Gelar gabungan ini digunakan dalam kaitan dengan “Viśva-Vaiṣṇava Rāja Sabhā” maupun “Gauḍīya Maṭha” (atau variasi-variasi lainnya seperti “Gaudiya Mission” dan “Mission”). Lebih lanjut, gelar “Presiden-Ācārya,” seperti halnya gelar “Ācārya”, sering muncul sebagai sebutan yang berdiri sendiri untuk Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura.12 Di pihak lain, penggunaan kata “pendiri” pada gelar-gelar Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sangatlah jarang. Contoh yang paling menonjol terdapat di dalam doa pujian Vyāsa-Pūjā termasyhur karya “Abhay Charan Das, untuk para Anggota, Sree Gaudiya Math, Bombay”. Di dalam doa pujian tersebut Śrīla Prabhupāda-kita menyebut Bhaktisiddhānta Sarasvatī sebagai “Acharyadeva sang gurudunia, yang merupakan pendiri Gaudiya Mission ini dan Presiden Acharya Sree Sree Viswa Vaishnab Raj-Shabha: Yang saya maksud adalah Guru Spiritual saya. . . ” (Harm. 32:291).13 12
Beberapa contohnya: Publikasi “Acara Sree Sree Brajamandal Parikrama” pada tahun 1932 mencantumkan gelar sang pemandu, Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, sebagai “Presiden-Acharyya dari Sree Viswa Vaisnav Raj Sabha” (Harm. 30:92). Saat menerima Gubernur Benggala di Māyāpura, Pandit A.C. Banerjee “Sekretaris Sree Viswa Vaishnava Raj Sabha” dalam kata sambutannya “atas nama Mission” (Harm. 31:253), menyebut Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sebagai “Presiden-Acarya dari Mission ini” (Harm. 31:260). Dalam artikel yang berjudul “Pesan Sree Chaitanya,” Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura adalah “Presiden-Acharya dari Sree Gaudiya Math dan pemimpin spiritual Sabha” (Harm. 32:12); demikian pula, dalam sebuah “Kata Sambutan” untuk B.H. Bon Mahārāja, artikel “Warga Calcutta” menyebutkan tentang “guru spiritual Anda yang sangat termasyhur, paramahamsa sreemad bhakti siddhanta saraswati goswami maharaj, Presiden-Acharyya dari Gaudiya Math” (Harm. 32:115). 13 Ketika berbicara di hadapan para pengajar di Ṭhākura Bhaktivinoda Institute di Māyāpura, Bhakti Pradīpa Tīrtha Mahārāja menyebut Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sebagai “Presiden-Pendiri Institut ini” (Harm. 31:397). Beliau disebut “Presiden-Pendiri Sree Gaudiya Math” di dalam “Sree Gaudiya Math: Sebuah Gambaran Historis dan Deskriptif,” sebuah artikel panjang karya “Mahopadesaka Sripad K. M. Bhaktibandhab B.L.” (Harm. 32:394). Kita harus mencermati juga bahwa Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura kadangkala diberi gelar “Pemimpin Pengorganisir Gauḍīya Mission” (Harm. 26:221, 30:256, 32:254).
30
Walaupun kita tidak menemukan istilah “Ācārya-Pendiri” digunakan sebagai gelar untuk Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, gelar khusus ini muncul di dalam karya tulis Gauḍīya Maṭha dalam bahasa Inggris yang paling terkemuka: Sree Krishna Chaitanya, karya Niśikānta Sānyāl. Telah kita cermati bahwa pada tahun 1927 Sajjana-toṣaṇī berubah menjadi majalah berbahasa Inggris yang bernama The Harmonist dengan tujuan untuk menyebarluaskan kesadaran Kṛṣṇa ke dunia di luar India—tahap persiapan untuk kemudian mengirimkan “para pengajar Misi” ke negeri asing pada tahun 1933. “Kejayaan yang menyempurnakan,” Bhakti Vikāśa Swami menyebutnya, “bagi seluruh kegiatan Gauḍīya Maṭha hingga sejauh ini.” (SBV 1:108). Untuk dapat mengirim pengajar-pengajar ini dengan berbekalkan perlengkapan yang layak untuk melaksanakan misi mereka, pertama-tama sebuah karya tulis harus disiapkan untuk mereka gunakan, karya tulis yang akan menyampaikan tentang “pesan Misi” tersebut dan disampaikan dengan cara yang cukup baik, lengkap, dan canggih untuk menyesuaikan dengan orang-orang berbudaya di negara-negara maju. Karya tersebut adalah Sree Krishna Chaitanya.14 Penulisnya, Niśikānta Sānyāl, Professor Sejarah di Ravenshaw College di Cuttack, memiliki nama inisiasi Nārāyaṇa Dāsa dan ia memperoleh gelar Bhakti Sudhākara dari Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura. Sang guru dan muridnya sering bekerja dalam kolaborasi yang akrab, mengerjakan proyek-proyek sastra berbahasa Inggris, dan karya ini termasuk di antaranya.15 Bhakti Vikāśa Swami menceritakan bahwa Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sampai tertahan untuk tinggal 14
Karya tersebut adalah yang pertama dari yang ditargetkan sebanyak tiga jilid. Jilid yang kedua baru terbit pada 2004 (Kolkata: Gaudiya Mission); yang ketiga belum pernah ditulis. 15 Bhakti Vikāśa Swami menulis (SBV 2:362-63): “Sebagai editor dan kontributor utama The Harmonist, Bhakti Sudhākara menempati kedudukan terhormat yang khusus di kalangan para saudara segurunya. Memiliki kompetensi baik dalam pemahaman /iloso/is maupun ekspresi Bahasa Inggris yang kompleks, dan hatinya sejalan dengan hati gurudevanya, praktis ia adalah sosok padanan kirtana Śrīla Sarasvatī Ṭhākura sebagaimana diungkapkan dalam Bahasa Inggris; demikianlah Śrīla Sarasvatī Ṭhākura kadangkala menerbitkan artikel
31
di stasiun Bukit Nilgiri Ootacamund selama dua bulan pada musim panas 1932 untuk berkonsentrasi merevisi Sree Krishna Chaitanya (SBV 1:243). Jelas bahwa para pengajar tidak dapat memulai perjalanan misi mereka ke Barat sampai buku itu siap berada di tangan mereka (SBV 2:27): Dengan terbitnya karya berbahasa Inggris dari Professor Sanyal yang berjudul Sree Krishna Chaitanya pada Gaura-pūrṇimā 1933, Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī memutuskan bahwa waktunya telah tiba untuk menyebarluaskan ajaran Mahāprabhu ke Eropa. Dan pada 10 April mimpi beliau akhirnya terwujud ketika Śrīmad Bhakti Pradīpa Tirtha Mahārāja, Śrīmad Bhakti Hṛdaya Bon Mahārāja, dan Saṁvidānanda Prabhu berangkat naik kapal dari Bombay menuju London. Tiga puluh lima tahun kemudian, pada 14 Maret 1967, Śrīla Prabhupāda menulis dari San Francisco kepada Brahmānanda Dāsa di New York untuk menyatakan persetujuan beliau atas karya tersebut: Saya senang mendengar bahwa Donald telah membeli buku Prof. Sanyal yang berjudul Krishna Caitanya. Almarhum Prof. N. K. Sanyal adalah saudara Seguru saya dan buku karyanya yang berjudul Krishna Caitanya dibenarkan dan absah. Simpanlah dengan sangat baik dan kita dapat menerbitkan sejumlah artikel dari buku tersebut di majalah Back to Godhead. Itu akan sangat banyak membantu kita sebab Guru Spiritual saya telah memberikan persetujuannya terhadap buku tersebut. Mohon simpanlah dengan baik dan saat saya kembali saya akan melihatnya. tulisan beliau sendiri dengan nama Prof. Nishi Kant Sanyal, M.A., dan demikian pula sebaliknya... Proyek penting lain yang dipercayakan kepadanya adalah penyusunan buku Sree Krishna Chaitanya. Dan ia ditunjuk untuk menulis naskah ceramah yang akan disampaikan oleh Śrīmad Bon Mahārāja di Inggris.”
32
Di dalam halaman-halaman Sree Krishna Chaitanya itulah gelar gabungan kata bahasa Inggris dan Sanskerta “Founder-Ācārya” (Ācārya-Pendiri) hadir diperkenalkan secara menonjol, dan muncul untuk pertama kalinya pada daftar isi: BAB VII PARA ACHARYA!PENDIRI Sistem yang dibangun oleh Sree Vishnuswami, Sree Nimbaditya, Sree Ramanuja dan Sree Madhva menandai bangkitnya Vaishnavisme yang dapat ditelusuri hingga masa prasejarah. Mereka mewujudkan pemujaan yang penuh sikap hormat kepada Vishnu. Arti pentingkedua mereka adalah menjadi penyanggah yang tanpa kompromi, menentang opini-opini keyakinan yang spekulatif. Sintesis spiritual mereka, walau terdengar bagus, belumlah sempurna. Penulis memulai pandangan pembukanya tentang periode terbit dan tenggelamnya spiritualitas manusia yang kemudian difokuskan kepada empat sampradāya Vaiṣṇava yang normatif dan bersejarah. Tuhan sendiri mengesahkan sampradāya-sampradāya tersebut dengan cara menginspirasi tokoh-tokoh yang disebut oleh Professor Sānyāl sebagai “pengajar-pengajar prasejarah yang sejati.” Beliau menjelaskan: Empat komunitas (sampradaya) pada Zaman Besi terhubung dengan zaman purba melalui pengakuan mereka terhadap otoritas tersembunyi para pengajar purba yang kekal, yakni, Lakshmi, Brahma, Rudra dan empat Sana (chatuhsanah). Empat Acharya-Pendiri dari Zaman Besi menyatakan bahwa yang mereka ajarkan adalah pandangan-pandangan dari para pengajar keagamaan mula-mula tersebut. Maka, dapat kita lihat bahwa tiap-tiap sampradāya memiliki dua anggota berpasangan yang terbedakan dari semua anggota lainnya dilatari oleh pengaruh kuat mereka sebagai pemberi bentuk bagi 33
penerus-penerus mereka. Tokoh pertama dalam tiap-tiap dua anggota berpasangan tersebut adalah salah satu di antara “pengajar-pengajar purba yang kekal” yang menjadi “pengajar prasejarah yang asli” bagi sampradāya tersebut; tokoh kedua dalam pasangan tersebut adalah sang “Ācārya-Pendiri,” seorang guru yang menetapkan paradigma yang membangkitkan kembali dan mereformasi komunitas tersebut pada Kali-yuga, mengisinya dengan jalan pemikiran dan tindakan yang khas.16 Gelar “Ācārya-Pendiri,” sebagaimana yang digunakan oleh Niśikānta Sānyāl, dibatasi hanya untuk empat tokoh terkenal dalam sejarah tersebut, yang biasanya pula disebut dengan istilah para “sampradāya-ācārya.”17 “Ācārya-Pendiri” adalah sebutan khusus untuk mereka. Dengan pemahaman seperti ini, dapat kita mengerti mengapa Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sendiri tidak memakai gelar tersebut. Karena itu, cukup menarik ketika kita menemukan bahwa di halaman-halaman The Harmonist diperkenalkan kata “Acharyya pendiri”, dengan cara yang rendah 16
Urutan kronologisnya disediakan oleh Profesor Sejarah dari Universitas Ravenshaw: “Para pengajar pra-sejarah mula-mula, yang merupakan sumber tertinggi keempat komunitas tersebut, berdasarkan urutan kemunculan mereka adalah (1) Lakshmi, Permaisuri kekal dan tak terpisahkan dari Vishnu, (2) Brahma, yang muncul dari bunga padma di pusar Garbhodakasayi Vishnu, (3) Rudra, yang muncul dari Purusha kedua, dan (4) empat Sana yang merupakan putra-putra Brahma yang terlahir dari pikiran. Urutan para Acharya pada Zaman Besi adalah (1) Sree Vishnuswami, (2) Sree Nimbaditya, (3) Sree Ramanuja, dan (4) Sree Madhva.” (SKC 150). 17 Ini adalah istilah yang biasanya digunakan oleh Śrīla Prabhupāda. Di dalam Gauḍīya Maṭha, istilah “Ācārya-Pendiri” digunakan untuk mengacu kepada pihak yang sama yang ditunjukkan oleh istilah tersebut. Sebuah contoh yang menjelaskan hal tersebut: Di dalam The Harmonist edisi Oktober 1931 (Harm. 29.4: 125) kita menemukan disebutkannya “Srila Vishnu Swami, AcharyyaPendiri dari salah satu di antara empat Sampradaya Vaishnava.” (Ini terdapat dalam uraian pada pajangan di “Pameran Pendidikan Ketuhanan” yang diselenggarakan pada tahun tersebut di Calcutta.) Pada halaman yang sama, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura disebut sebagai “Acharya dari para Gaudiya Vaishnava.” (Yang menarik adalah, Shree Krishna Chaitanya baru diterbitkan pada bulan Maret, 1933.)
34
hati namun penuh percaya diri, untuk menyebut kepada Presiden institusi Gauḍīya Maṭha sendiri. Frasa tersebut, sebagaimana yang telah digunakan, diperkenalkan dalam sebuah artikel penting, berjudul “The Gaudiya Math,” yang kemudian disajikan dalam tiga jilid bersambung dimulai pada The Harmonist edisi Oktober 1930.18 Dengan demikian, publikasi artikel tersebut mendahului ingarbingar yang terjadi pada bulan November terkait dengan selesainya temple mewah yang bernama “Śrī Gauḍīya Maṭha” di Bāg-bazar, Calcutta. Insitusi tersebut, dalam kemegahannya yang baru mencuat, menjadi acuan khusus bagi judul artikel tersebut. Sajian pertama artikel “The Gaudiya Math” mengisi bagian depan edisi Oktober, dan halaman depannya memajang foto tokoh yang sangat dihormati, Jagabandhu Bhakti Rañjana,19 yang mendanai dan mengarahkan pembangunan temple. Artikel The Harmonist itu tidak mencantumkan nama penulisnya, praktik yang memberi artikel itu pengesahan editorial yang kuat (jika bukan ditulis sendiri oleh editornya).20 Saat merayakan langkah besar Misi tersebut menuju kegiatan pengajaran ke seluruh dunia, The Harmonist mengambil kesempatan pula untuk menjelaskan secara lengkap tentang struktur spiritual (dan sampai batas tertentu struktur esoteris) dari organisasinya yang sedang meluas itu. “The Gaudiya Math” tampil sebagai sebuah essay de#initif perihal eklesiologi Gauḍīya Vaiṣṇava.21 18
Harm. 28.5:129-135, 28.6:163-168, 28.7:216-220. Seorang penguasaha yang sangat sukses yang menjadi murid Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura. Uraian tentang penyembah yang berumah tangga ini dapat dilihat di SBV 2:364-371. 20 Gaya penulisan maupun isinya jelas menunjukkan bahwa Niśikānta Sānyāl adalah penulisnya. Lihat catatan nomor 15 untuk mengetahui tentang hubungan dekatnya—khususnya di bidang penulisan berbahasa Inggris— dengan Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura. 21 “Eklesiologi” adalah cabang ilmu teologi yang membahas tentang konstitusi dan fungsi spiritual gereja (ecclesia). Istilah itu tercipta pada abad ke-19 di Inggris untuk menunjukkan pemikiran tentang arsitektur gereja—konstruksi dan ornamentasi dari struktur "isik. Dewasa ini, istilah tersebut dalam konteks Kristen telah diperluas hingga meliputi wacana-wacana seperti: Apa hubungan antara Gereja dengan Yesus atau Tuhan? Atau dengan Kerajaan 19
35
Artikel tersebut memisalkan sebuah metafora pengendalian22 yang digunakan oleh anggota komunitas untuk memahami bentuk dan aktivitas institusi Gauḍīya Maṭha mereka: sebatang pohon yang tumbuh dengan sehat, yang batang-batang dan cabang-cabangnya tumbuh subur meluas menutupi seluruh dunia. Tentu saja metafora tersebut diambil dari bab sembilan Śrī Caitanya-caritāmṛta, Ādilīlā, yang berjudul “Pohon Bhakti Pemenuh Segala Keinginan.” Di bagian tersebut, Mahāprabhu digambarkan sebagai tukang kebun yang membawa pohon pemenuh keinginan tersebut, atau bhaktikalpa-taru, ke bumi, menanamkan bijinya di tanah Navadvīpa, lalu merawat tanaman itu, yang kemudian tumbuh untuk memberikan buah berupa Kṛṣṇa prema kepada semua orang di mana pun mereka berada. Mahāprabhu bukan hanya sebagai tukang kebun, tetapi juga sebagai pohon itu sendiri (kṛṣṇa-premāmara-taruḥ svayam) demikian pula sebagai penikmat dan yang membagikan buah-buah dari pohon itu. Institusi Gauḍīya Maṭha adalah perwujudan pohon itu. Benih pohon itu—demikian para anggota memahaminya—telah ditanam dan disirami di Navadvīpa, tempat kelahiran Mahāprabhu, melalui wakil-Nya, Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, yang sempat mengasingkan diri tinggal di tempat itu dari tahun 1905 hingga 1914, mengucapkan 192 putaran japa per hari, memenuhi sumpah Tuhan? Bagaimana cara Gereja menyelamatkan? Apa hubungan gereja dengan dunia atau dengan masyarakat sekuler? Tradisi Vaiṣṇava kita sendiri nyatanyata memiliki eklesiologi, sehingga kita dapat menggunakan juga istilah tersebut. The Oxford English Dictionary memberikan deêinisi berikut bagi kata “ecclesia:” “Kata bahasa Yunani untuk kumpulan yang secara teratur melakukan pertemuan; utamanya diterapkan pada kumpulan umum warga Athena. Pada kata pengantar tentang Kekristenan kata tersebut menjadi kata umum pengganti kata gereja.” Demikianlah kata tersebut cocok dengan situasi kita: kita juga adalah sebuah kumpulan, sebuah konggregasi—sebah sabhā, seperti dalam “Viśva-Vaiṣṇava-rāja Sabhā.” Dan, sebagaimana yang akan kita lihat, arsitektur suci memiliki peran penting di dalam ISKCON, sebagaimana juga pada pendahulunya. 22 “Metafora Pengendalian” adalah istilah yang diambil dari kritik sastra. Maksudnya adalah sebuah metafora yang meliputi atau mengatur keseluruhan karya sastra.
36
untuk mengucapkan nama suci sebanyak satu milliar kali. Yajña tersebut beliau jalani utamanya di sebuah pondok yang dibangunnya di tempat yang kemudian pada 27 Maret 1918 beliau mengambil sannyāsa di sana. “Pada hari beliau mengambil sannyāsa,” tulis Bhakti Vikāśa Swami, “Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī mendirikan pula Śrī Caitanya Maṭha di Māyāpur, mengungkapkan tentang pelayanan kepada Arca Śrī Śrī Gāndharvikā-Giridhārī beserta Arca Sri Caitanya, yang di hadapan Arca-Arca tersebut beliau menjalani sumpahnya mengucapkan satu miliar nama suci.”23 Dengan cara demikian, pohon Gaudiya Mission menancapkan akarnya di tanah suci, dan tidak lama kemudian mulai bertumbuh dan bercabang, khususnya dalam bentuk Gauḍīya Maṭha, yang didirikan pada tahun 1920 oleh Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura di 1 Ultadingi Junction Road, Calcutta.24 Gambaran tersebut tentang institusi ini disajikan pada edisi perdana The Harmonist (Juni, 1927). “Gaudiya Math: Pesan dan Kegiatannya,” dibuka dengan wacana retorika yang menyuarakan semangat pertumbuhan yang dinamis, menggambarkan Gauḍīya Maṭha sebagai sebatang pohon—mengakar di Māyāpura (“tanah Kemunculan” Mahāprabhu), bercabang ke Calcutta, dan menyebarluas ke seluruh India: Atas karunia Tuhan junjungan para Gaudiya, hari ini pesan Gaudiya Math tersampaikan kepada semua orang di seluruh Gauda Desh—dan bukan hanya di Gauda Desh, melainkan juga hingga Naimisharanya, Ayodhya, Prayag, 23
SBV 1:66. Uruian tentang asal mula Gauḍīya Mission ini didasarkan pada materi yang terdapat di dalam SBV, “Bagian Satu: Tinjauan Biogra'i” (SBV I:1122). 24 Tempat ini diperoleh pada tahun 1918 dan dijadikan pusat bagi kegiatan pengajaran di Calcutta dengan nama “Bhaktivinoda Āsana.” Saat itu empat gṛhastha beserta keluarga mereka tinggal di sana; Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura memiliki sebuah ruangan di lantai dua (SBV 1:68-9). Tempat itu diubah menjadi sebuah kuil dengan nama “Gauḍīya Maṭha” pada tahun 1920. Di sanalah, dua tahun kemudian, Śrīla Prabhupāda bertemu dengan guru spiritualnya untuk pertama kalinya.
37
Kasi, Sree Brindaban, Mathura di satu sisi, dan juga hingga Dakshinatya [India selatan] dan di mana-mana di seluruh tanah Orissa di sisi lain, [dengan demikian] telah terproklamirkan pesan Gaudiya Math, cabang utama Sree Chaitanya Math yang merupakan akar yang ditanam di tanah Kemunculan Sreeman Mahaprabhu— Sree Mayapur Nabadvipa Dhama. Pesan Gaudiya Math telah terus tersebar di Gaudamandala, Kshetramandala dan Brajamandala. Saat acara persemian Gauḍīya Maṭha yang baru dipindahkan ke Bāgbazar pada Oktober 1930—yang dibangun dengan maksud untuk menjadi markas besar bagi penyebarluasan gaura-vānī ke seluruh dunia25—The Harmonist pada bulan itu diawali dengan analisa tentang makna mendalam acara tersebut (Harm. 28.5:129): Gaudiya Math adalah perwujudan pelayanan tertinggi kepada Sri Sri Radha-Govinda yang termanifestasi di tengah-tengah lingkungan modern perkotaan atas karunia dari sang Acharyya... Ia [Gaudiya Math] merupakan perwujudan dari pelayanan ideal sesosok individu yang bukan merupakan bagian dari zaman ini ataupun zaman manapun, dan bukan bagian dari dunia ini. Atas keinginan sosok individu tersebut, pelayanannya yang ideal kepada Sri Sri RadhaGovinda telah terwujud di kota tersibuk di negara ini dalam bentuk sebuah institusi yang dibangun untuk tempat mempraktikkan dan menyebarluaskan pelayanan yang paling sempurna kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Institusi ini... keberadaannya, baik dalam hal inisiatif pendirian maupun pertumbuhannya, adalah atas upaya dari Sri Srimad Paramhansa Srila Bhaktishiddanta Saraswati Goswami Maharaj . . . . 25
“Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī mengarahkan [Jagabandhu] untuk membangun sebuah kuil yang dari sana pesan Gaurasundara dapat disebarluaskan ke seluruh dunia” (SBV 2:366).
38
Dengan demikian, Gauḍīya Maṭha muncul dan berkembang atas karunia sang Ācārya. Berikut uraian tentang asal mulanya (Harm. 28.5:130): Gaudiya Math [di Calcutta] adalah cabang utama Sri Chaitanya Math di Sridham Mayapur. Perbedaan antara Gaudiya Math dan Sri Chaitanya Math dapat dipahami melalui analogi perbedaan antara sebuah lilin dengan lilin lain yang menjadi sumber nyala lilin tersebut. Gaudiya Math adalah perbanyakan Chaitanya Math dalam bentuk nyata ke jantung dunia. Sri Chaitanya Math secara kekal merupakan sumber mula-mula bahkan ketika ia terwujud bagi pandangan orang-orang di dunia ini, di lingkungan rohani Kediaman Kekal Tuhan. Kegiatan Gaudiya Math dan Math-Math cabangnya secara hakikat adalah identik dengan kegiatan Sri Chaitanya Math dan secara kategori berbeda dengan kegiatan biasa di dunia ini. Penggunaan analogi lilin di sini bermakna penting. Diambil dari Śrī Brahmasaṁhitā 4.46, yang menguraikan tentang keterkaitan antara Sri Kṛṣṇa dengan perbanyakan-Nya. Analogi tersebut, sebagaimana digunakan di sini, menggambarkan bahwa institusi itu sendiri bersifat transendental dan memiliki kelengkapan layaknya Tuhan sendiri, di mana perbanyakan-Nya dan perbanyakan-Nya yang berikutnya tidak berbeda dengan diri-Nya. Karena itu, Gauḍīya Maṭha dan cabang-cabang Maṭha lainnya identik secara spiritual dengan Maṭha induknya di Māyāpura demikian pula dengan Maṭha-Maṭha lainnya. Kemudian (Harm. 28.5:131): Gaudiya Math identik juga dengan Acharyya pendirinya. Rekan-rekan, pengikut dan kediaman dari Beliau Yang Mulia adalah bagian-bagian dari badan beliau sendiri. Tidak satu pun di antara mereka yang menyatakan diri sebagai sesuatu selain bagian badan yang tunduk sepenuhnya kepada satu individu tersebut. Ketundukan yang tanpa syarat, tanpa sebab dan spontan ini terhadap 39
Sang Pemimpin bukan hanya cocok dengan kebebasan penuh inisiatif pada diri anggota-anggota badan yang tunduk tersebut tetapi juga mutlak diperlukan. Di sepanjang artikel tersebut, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura disebut dengan sebutan “sang Acharyya,” tetapi di satu bagian ini, yang menguraikan secara terperinci sifat dari hubungan spiritual antara diri beliau dengan institusi beliau (yang setara secara spiritual), secara eksplisit beliau dibedakan sebagai “Acharyya pendiri.” Beliaulah sosok “sang Pemimpin,” yang kepadanya institusi yang terdiri atas sumber daya manusia dan materi tersebut mempersembahkan pelayanannya, “keberadaannya baik perihal inisiatif maupun pertumbuhan adalah berasal darinya.” Dalam keadaan seperti itu, institusi tersebut tidak berbeda dengan sang Ācārya-Pendiri. Pada sajian kedua, “The Gaudiya Math” kembali membahas tentang pemaparan teologis tentang struktur dan fungsi institusi tersebut (Harm. 28.6:165): Seluruh aktivitas Gaudiya Math berasal dari Sri Srimad Paramahansa Srila Bhakti Siddhanta Saraswati Goswami Maharaj, penerus spiritual Sri Rupa Goswami yang awalnya dikuasakan oleh Sri Caitanyadeva untuk menjelaskan tentang proses pengabdian spiritual penuh cinta untuk kebaikan semua jiwa. Realitas dari keseluruhan aktivitas Gaudiya Math bergantung pada inisiatif dari sang Acharya. Sri Chaitanya Math di Sridham Mayapur menyingkap sumber keberadaan Gaudiya Math. Sang Acharya tinggal selamanya bersama Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna Chaitanya di kediaman rohani-Nya di Sridham Mayapur, Negeri Putih yang diuraikan di dalam kitab-kitab suci. Dari sana sang Acharya mewujudkan kemunculannya di tataran dunia ini untuk menyelamatkan jiwa-jiwa dari cengkeraman energi yang menyesatkan dan mengajak mereka menuju cinta-bhakti kepada kaki-padma Sri Sri Radha-Govinda. Cabang-cabang Sri Chaitanya Math adalah perluasan dari pusat pemberi karunia untuk ke40
baikan jiwa-jiwa di seluruh penjuru dunia. Pengakuan tentang jalinan hubungan dengan Sridham Mayapur sangat penting untuk dapat diinsaÅinya sifat sejati Gaudiya Math dan karunia sang Acharya.26 Patut diperhatikan bahwa penggunaan Ācārya-Pendiri untuk menyebut Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura terjadi untuk kali kedua di halaman-halaman The Harmonist. Pada edisi 24 Desember 1936 (Harm. 33.4:90-96) sebuah artikel yang berjudul “Gaudiya Math”— kali ini secara eksplisit dicantumkan bahwa ia ditulis oleh “Prof. Nisi Kanta Sanyal M.A.”—berisi tiga kata tersebut: “Gaudiya Math adalah alat dan padanan dari Paramahansa Paribrajakacharyya Sree Sreemad Bhakti Siddhanta Saraswati Goswami Maharaj. Ia hidup dan bergerak serta memiliki keberadaannya di dalam diri sang AcharyyaPendiri.”27 Seminggu setelah dipublikasikannya kata-kata tersebut, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura meninggalkan dunia ini. Sebagai ringkasan, kita melihat kemunculan istilah persis “AcharyaPendiri” pada buku Sree Krishna Chaitanya untuk membedakan tentang empat pengajar formatif yang, setelah mewarisi ajaran purba mula-mula yang awalnya disampaikan oleh Tuhan sendiri, mampu membangkitkan kembali dan menyuntingkannya untuk transmisi yang bertahan lama, tanpa perubahan bentuk ataupun pengurangan, pada zaman Kali-yuga yang telah merosot dan terus sedang merosot 26
Kita menemukan adanya eklesiologi yang sama ini dinyatakan kembali di dalam The Harmonist sekitar lima tahun kemudian (15 Maret 1935). Di dalam sebuah artikel yang berjudul “Sreedham Mayapur” (Harm. 32.14:313-315), sebuah proposal untuk memindahkan “Math Induk” dari Śrī Caitanya Maṭha di Māyāpur menjadi Śrī Gauḍīya Maṭha di Calcutta, meski “diajukan dengan segala ketulusan,” ditolak dengan tegas dengan alasan bahwa “Sreedham Mayapur adalah Alam Rohani yang telah turun ke bumi,” dan “Gaudiya Math di Calcutta dan Math-Math yang merupakan cabang Mission tersebut di seluruh dunia memiliki dasar kedudukan spiritual mereka sebagai pusat-pusat pelatihan untuk pelayanan kepada Sreedham Mayapur.” 27 Di sini penulis menggunakan sebuah frasa yang terkenal dari Injil Kristen: “Sebab di dalam Dia [Tuhan] kita hidup, kita bergerak, kita ada. . . .” (Kisah 17:28).
41
ini. Mengisi ajaran-ajaran mereka dengan pengetahuan yang telah mereka sendiri insaÅi, mereka memberkati generasi-generasi berikutnya dengan cara berpikir, merasakan dan bertindak yang normatif, demikian pula kekuatan untuk menyelamatkan.28 Temple mewah di Calcutta diresmikan bahkan saat Professor Sānyāl sedang mengupayakan untuk menulis Sree Krishna Chaitanya. Temple tersebut, seperti halnya buku tersebut, dipandang sebagai komponen penting dari sebuah misi pengajaran yang mendunia. Sebagai bagian dari proses pengukuhan tersebut, The Harmonist menyajikan penjelasan eklesiologi yang absah tentang institusi Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura tersebut. Bermakna penting dalam kesempatan tersebut di mana penulis Sree Krishna Chaitanya menggunakan kata-kata “Acharyya pendiri” untuk menggambarkan tentang Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura. Khususnya jika kita menilik tentang hubungan dekat mereka dalam mengerjakan tulisan tersebut, sang murid mengambil langkah yang akan memberikan dampak yang besar tentu setelah mendapat persetujuan dari sang guru spiritual dan Pemimpin Editor. Kemiripan antara “empat Acharya-Pendiri pada Zaman Besi,” dengan ācārya Gauḍīya Mission adalah jelas, walaupun perbedaannya juga jelas. Perihal empat sampradāya-ācārya, wahyu suci pengukuhannya terjadi pada zaman prasejarah. Namun dalam kasus Gauḍīya-sampradāya, penyingkapan rohani yang dihadirkan oleh Sri Caitanya terjadi dalam waktu yang telatif baru-baru ini. “Para pengajar prasejarah mula-mula,” yang diberkati pencerahan 28
Śrīla Prabhupāda: “Sang ācārya memberikan metode yang cocok untuk menyeberangi lautan kegelapan dengan cara menerima kapal yang berupa kaki-padma Tuhan, dan jika metode ini diikuti dengan tegas, para pengikutnya akhirnya akan mencapai tempat yang dituju, atas karunia Tuhan. Metode ini disebut ācārya-sampradāya. Karena itu dikatakan, sampradāya-vihīnā ye mantrās te niṣphalā matāḥ [Sebuah mantra yang diterima di luar dari garis perguruan yang absah yang terdiri dari pengikut-pengikut yang taat, tidak akan memberikan hasil.] (Padma Purāṇa). Sang ācārya-sampradāya sangatlah bonaÅide. Karena itu, seseorang harus menerima sang ācārya-sampradāya; jika tidak demikian maka usaha yang dilakukannya akan sia-sia.” (SB 10.2.31, penjelasan).
42
langsung oleh Tuhan, memiliki padanannya dalam tradisi Gauḍīya pada diri (utamanya) Enam Gosvāmī. Kesejajaran antara pencerahan ṣaḍ-gosvāmī oleh Sri Caitanya dengan pencerahan caturmukha Brahmā oleh Sri Kṛṣṇa terlihat jelas oleh Śrīla Kṛṣṇadāsa Kavirāja Gosvāmī: Sebelum manifestasi alam semesta ini tercipta, Tuhan memberi pencerahan tentang hal-hal terperinci terkait penciptaan dan memanifestasikan pengetahuan Veda di hati Dewa Brahmā. Dengan cara yang sama persis, Sri Caitanya mengisi hati Rūpa Gosvāmī dengan potensi spiritual [nijaśakti], karena sangat ingin membangkitkan kembali kegiatan permainan Sri Kṛṣṇa di Vṛndāvana. Dengan potensi tersebut, Śrīla Rūpa Gosvāmī dapat membangkitkan kembali kegiatan-kegiatan Kṛṣṇa di Vṛndāvana, kegiatan-kegiatan yang nyaris lenyap terlupakan. Dengan cara demikian, Sri Caitanya menyebarluaskan kesadaran Kṛṣṇa ke seluruh penjuru dunia. (CC Madhya 19.1) Dan, tindakan Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sendiri serupa dengan yang dilakukan oleh empat Ācārya-Pendiri dengan membangkitkan kembali dan mereformasi sebuah tradisi yang telah melemah, dan melahirkan sebuah masyarakat yang dibentuk dan diperluas oleh semangat beliau sendiri serta mewujudkan semangat yang tanpa arogansi sang pendiri untuk memuaskan keinginankeinginan Tuhan yang penuh karunia. Dengan sangat perkasa, empat sampradāya-ācārya membantah monisme impersonal, menegakkan kembali siddhānta teistik sejati kitab-kitab Veda, dan menyebarluaskan siddhānta tersebut dengan penuh semangat ke seluruh penjuru India. Demikian pula yang dilakukan oleh Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura. Lebih jauh lagi, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura telah memusatkan sumber daya yang beliau miliki untuk bahkan melangkah lebih jauh lagi: menyebarluaskan acintyabhedābheda-tattva—sintesis tertinggi ajaran-ajaran empat sampradāya-ācārya—ke seluruh planet. 43
Akan tetapi, setelah kepergian Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura secara ùisik dari dunia ini, sangat disayangkan bahwa institusi yang beliau dirikan mengalami pula kehilangan yang besar akibat ketidakhadiran kekuatan spiritual beliau. Sebagai hasilnya, Gauḍīya Mission menjadi kehilangan kekuatan sebagai “perluasan pusat pemberi karunia untuk kebaikan jiwa-jiwa di seluruh penjuru dunia.” Sebagai hasilnya, abdi dari Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, dalam rangka melaksanakan perintah tuannya dan untuk melanjutkan misi tuannya sebagai pelaksana keinginan dan pemenuh cita-cita tuannya, abdi tersebut menjadi Ācārya-Pendiri bagi International Society for Krishna Consciousness. Beliau akan terus hadir secara aktif di antara kita, generasi demi generasi mendatang, selama kita tetap menjadi abdi-abdinya yang setia dalam segala keadaan, sebagaimana yang beliau sendiri perlihatkan kepada kita melalui teladannya yang gemilang. Kita menghormati dan belajar dari banyak ācārya agung yang ada di dalam garis perguruan kita, namun sebagai ĀcāryaPendiri ISKCON, bagi kita kedudukan Śrīla Prabhupāda adalah istimewa di antara ācārya-ācārya tersebut. Di dalam ISKCON, Prabhupāda sendiri tetap hadir, generasi demi generasi, sebagai śikṣā-guru tunggal yang utama yang terus hadir dalam kehidupan tiap-tiap penyembah di ISKCON—sebuah kehadiran yang tak terputus dan aktif membimbing dan mengarahkan. Dengan demikian, beliau adalah jiwa dari ISKCON. Oleh karena itu, Śrīla Prabhupāda sendiri terus bertindak secara efektif di dunia ini selama ISKCON terus hadir sebagai ekspresi yang jelas dan nyata serta alat pemersatu kehendak beliau. Dengan cara demikian, Śrīla Prabhupāda tetap merupakan jiwa dari ISKCON, dan ISKCON merupakan badan beliau. Śrīla Prabhupāda senantiasa hadir. Ketika Śrīla Prabhupāda masih bersama kita, beliau memberkati kita dengan perintah-perintah yang jelas untuk kemudian memelihara pergaulan kita dengan beliau selama ketidakhadiran beliau secara ùisik di masa mendatang. 44
Kita menemukan bahwa perintah-perintah tersebut dijelaskan secara terperinci di dalam Skanda Empat Śrīmad Bhāgavatam, saat Prabhupāda menjelaskan tentang reaksi Ratu Vaidarbhī atas kematian suaminya, sang raja, sebuah kejadian dalam kisah alegoris Nārada tentang Raja Purañjana. Prabhupāda menjelaskan: Secara simbolis sang ratu semestinya adalah murid sang raja; dengan demikian, ketika badan kasar sang guru spiritual berakhir, murid-muridnya hendaknya menangis seperti tangisan sang ratu ketika raja meninggalkan badannya. Akan tetapi, murid dan guru spiritual tidak pernah terpisahkan sebab guru spiritual selalu bersama sang murid selama sang murid mengikuti perintahperintah sang guru spiritual dengan tegas. Ini disebut pergaulan vāṇī (kata-kata). Kehadiran secara #isik disebut vapuḥ (badan). Selama guru spiritual hadir secara #isik, murid hendaknya melayani badan #isik sang guru spiritual, dan ketika guru spiritual tidak lagi hadir secara #isik, murid hendaknya melayani perintah-perintah sang guru spiritual.29 Sang Ratu telah siap untuk terjun ke dalam api pembakaran jenazah suaminya. Keinginan Sang Ratu, Prabhupāda menjelaskan, memperlihatkan tentang pentingnya keteguhan hati seorang murid untuk melaksanakan perintah guru spiritual dengan setia. Kemudian, muncul seorang brāhmaṇa terpelajar—sebagai “kawan lama” Sang Ratu—dan mulai menghibur dan membimbing Sang Ratu. Secara alegoris, Prabhupāda mengatakan, brāhmaṇa tersebut melambangkan Roh Yang Utama. Prabhupāda melanjutkan: Ketika seseorang menjadi serius untuk mengikuti misi guru spiritual, ketetapan hatinya tersebut sama dengan melihat Personalitas Tuhan Yang Maha Esa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, ini berarti menemukan 29
SB 4.28.47, penjelasan.
45
Personalitas Tuhan Yang Maha Esa dalam perintah sang guru spiritual. Hal ini diistilahkan sebagai vāṇīsevā. Śrīla Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura menyatakan dalam ulasan beliau atas Bhagavad-gītā khususnya sloka vyavasāyātmikā buddhir ekeha kuru-nandana (Bg. 2.41) bahwa orang hendaknya melayani kata-kata guru spiritual. Murid harus setia pada segala yang diperintahkan oleh guru spiritual. Cukup dengan mengikuti jalan tersebut, seseorang akan melihat Personalitas Tuhan Yang Maha Esa... Sebagai kesimpulan, jika seorang murid sangat serius melaksanakan misi sang guru spiritual, ia langsung bergaul dengan Personalitas Tuhan Yang Maha Esa melalui vāṇī atau vapuḥ. Inilah satu-satunya rahasia sukses untuk melihat Personalitas Tuhan Yang Maha Esa.30 Memberi ulasan atas sloka berikutnya, Śrīla Prabhupāda menjelaskan lebih lanjut jalinan hubungan yang mantap dan teguh ini antara pengikut yang setia dengan sang guru spiritual: Orang yang tulus dan murni mendapatkan kesempatan untuk berkonsultasi dengan Personalitas Tuhan Yang Maha Esa dalam aspek-Nya sebagai Paramātmā yang bersemayam di hati setiap orang. Paramātmā selalu adalah sang caitya-guru, guru spiritual di dalam, dan Dia hadir di hadapan kita secara lahiriah sebagai guru spiritual yang memberikan ajaran dan guru spiritual yang memberikan inisiasi. Tuhan bisa bersemayam di hati kita, dan Dia juga bisa muncul di hadapan kita lalu memberikan ajaranajaran. Dengan demikian, guru spiritual tidak berbeda dengan Roh Yang Utama yang bersemayam di hati... Ketika sang brāhmaṇa menanyakan kepada wanita itu siapa laki-laki yang berbaring di tanah, wanita itu menjawab bahwa dia adalah guru spiritualnya dan 30
SB 4.28.51, penjelasan.
46
bahwa dia bingung mengenai apa yang harus dilakukan dalam ketidakhadirannya. Pada saat seperti itu Roh Yang Utama langsung muncul, asalkan sang penyembah telah disucikan hatinya dengan mengikuti petunjukpetunjuk guru spiritual. Seorang penyembah yang tulus yang mengikuti perintah-perintah guru spiritual pasti mendapatkan petunjuk-petunjuk langsung di hatinya dari Roh Yang Utama. Kita harus memperhatikan dengan cermat bahwa kehadiran Śrīla Prabhupāda di dalam ISKCON bergantung kepada satu hal: dedikasi para pengikut beliau yang berkomitmen untuk melaksanakan misi beliau. Di sini Śrīla Prabhupāda telah menyingkap kepada kita tentang “rahasia kesuksesan.” Karunia ini harus kita terima dan hargai. Jiwa dari ISKCON. Berceramah mengenai ayat pertama ŚrīmadBhāgavatam di Caracas pada 21 Februari 1975, Śrīla Prabhupāda menggunakan sebuah contoh yang menarik. Bukan merupakan poin utama beliau, melainkan hanya contoh yang disebutkan begitu saja. Bahkan demikian, perhatian kita menjadi tertuju ke sana: Jadi, di sini dikatakan bahwa kehidupanlah yang merupakan sumber asal, sebab di sini dikatakan, yato ‘nvayād itarataś ca artheṣu abhijñaḥ svarāṭ. [Secara langsung maupun tidak langsung Dia menyadari segala manifestasi, dan Dia bebas merdeka]. Seperti misalnya jika saya dianggap sebagai sumber asal dari perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa ini, maka itu berarti bahwa saya mengetahui segala sesuatu tentang perkumpulan ini secara langsung maupun secara tidak langsung. Jika saya tidak mengetahui secara langsung ataupun secara tidak langsung tentang perkumpulan ini, maka saya tidak bisa disebut ācārya-pendiri. Dan selekas sumber itu menjadi yang mengetahui, maka ia adalah kehidupan. Karena itu, zat yang bersifat mati tidak mungkin menjadi yang mengetahui segalanya. 47
Sebagaimana halnya Śrīla Prabhupāda adalah jiwa dari ISKCON, maka ISKCON adalah badan beliau.31 Dan karena gabungan tersebut adalah gabungan yang bersifat spiritual, badan tidak berbeda dengan yang berada di dalam badan. Dengan konteks yang sama, prinsipnya (sebagaimana telah kita cermati sebelumnya) telah dikemukakan di dalam The Harmonist: Gaudiya Math adalah... identik dengan Acharyya pendirinya. Rekan-rekan, pengikut dan kediaman dari Beliau Yang Mulia adalah bagian-bagian dari badan beliau sendiri. Tidak satu pun di antara mereka yang menyatakan diri sebagai sesuatu selain bagian badan yang tunduk sepenuhnya kepada satu individu tersebut. Hampir empat dekade kemudian, kita menemukan Śrīla Prabhupāda mengemukakan prinsip yang sama dalam sebuah surat kepada Rāyarāma (VB: Korespondensi: 11 Jan. 1968): Kamu telah menyatakan dengan baik sekali bahwa saya adalah nyawamu. Ini berarti bahwa kamu adalah badan saya sehingga nyawa dan badan ini tidak bisa terpisahkan sebab pada tataran spiritual tidak ada perbedaan tersebut. Pada tataran material kadangkala nyawa terpisah dari 31
Pernyataan “ISKCON adalah badan saya” telah berulangkali dikutip dengan dianggap sebagai pernyataan oleh Śrīla Prabhupāda sendiri. (Sebagai contoh, dapat dilihat pada kata pengantar buku Vyāsa Pūjā tahun 1986 oleh Draviḍa Dāsa, demikian pula persembahan Vyāsa Pūjā dari China pada tahun 1986, dari Gaṇapati Dāsa Swami pada tahun 1987, dari Kīrtirāja Dāsa pada tahun 1991, dari Nityodita Swami pada tahun 1995. Dalam doa pujiannya pada tahun 1997, Tamāl Krishna Goswami menguraikan dengan penuh perasaan tentang “pernyataan termasyhur” Śrīla Prabhupāda ini, dan pada tahun berikutnya Giridhārī Swami menyatakan dalam doa pujiannya, “Kita semua telah mendengar tentang kata-kata termasyhur Anda bahwa ‘ISKCON adalah badan saya.’”) Akan tetapi, saat ini kami belum memiliki pengesahan langsung atas pernyataan tersebut. Namun demikian, kita dapat mengakui kebenaran pernyataan tersebut cukup melalui pemahaman kita terhadap makna dari “Ācārya-Pendiri” sebagaimana yang disajikan di dalam The Harmonist.
48
badan, tetapi pada tataran Mutlak tidak ada perbedaan seperti itu. Digerakkan oleh semangat sang Ācārya-Pendiri yang senantiasa hadir, ISKCON adalah perwujudan potensi spiritual Sri Caitanya di dunia ini. Sebagai sebuah entitas yang dijiwai oleh Śrīla Prabhupāda, ISKCON sendiri menjadi sebuah organisme sosial yang akan terus hadir. Sebagaimana halnya sebuah organisme hidup, ia mendekap keanekaragaman unsur-unsur individunya—para anggotanya dan kelompok-kelompok yang merupakan bagian darinya—ke dalam sebuah penyatuan yang transendental, di mana tiap-tiap unsurnya yang unik mengabadikan kesatuan-terpusat dari keseluruhannya, sementara kesatuan yang menyeluruh itu meningkatkan individualitas khusus masing-masing bagiannya. Dengan cara tersebut, ISKCON memperlihatkan prinsip kerohanian tertinggi yang diinsaùi dalam tradisi Vaiṣṇava: “kesatuan dalam perbedaan.”32 Memberi penekanan pada pentingnya penerapan hal tersebut di dalam ISKCON, Śrīla Prabhupāda menjelaskan bagaimana “kesuksesan ISKCON akan bergantung pada kesepakatan” (VB: surat kepada Kīrtanānanda, 18 Oktober 1973): Alam material berarti pertikaian dan tidak ada kata sepakat, khususnya pada Kali yuga ini. Tetapi, untuk perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa ini, kesuksesannya akan bergantung pada kesepakatan, walaupun ada beranekaragam kesibukan. Di dunia material ada keanekaragaman, tetapi tidak ada kesepakatan. Di 32
“Personalitas Tuhan Yang Maha Esa, para makhluk hidup, energi material, energi spiritual dan seluruh ciptaan semua adalah substansi-substansi individual. Akan tetapi, dalam kajian tertinggi, secara bersama-sama mereka merupakan yang esa yang tertinggi, Personalitas Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, mereka yang telah maju dalam pengetahuan spiritual melihat kesatuan dalam perbedaan.” (SB 6.8.32). Dalam penjelasan beliau atas CC Madhya 10.113, Prabhupāda menyatakan bahwa “prinsip kesatuan dalam perbedaan” itu “secara #iloso#is dikenal sebagai acintya-bhedābheda—sama dan berbeda pada saat yang bersamaan.”
49
dunia spiritual ada keanekaragaman, tetapi ada kesepakatan. Itulah perbedaannya. Karena tidak mampu melakukan penyesuaian terhadap keanekaragaman dan ketidaksepakatan, orang yang materlistik menjadikan segalanya nol, kosong. Mereka tidak mampu mencapai kesepakatan dengan adanya keanekaragaman itu, tetapi jika kita tempatkan Kṛṣṇa sebagai pusat, akan tercapai kesepakatan dalam keanekaragaman. Ini disebut kesatuan dalam perbedaan. Karena itu, saya menyarankan agar semua anggota kita bertemu di Mayapur setiap tahun saat peringatan tahunan kemunculan Sri Caitanya Mahaprabhu. Dengan hadirnya semua GBC dan para senior, kita harus membahas bagaimana caranya mencapai kesatuan dalam perbedaan. Tetapi, jika kita bertengkar karena perbedaan, maka itu adalah tataran material. Mohon berusahalah mempertahankan êilsafat kesatuan dalam perbedaan ini. Itu akan menjadikan perkumpulan kita sukses. Alasan-Alasan Srila Prabhupāda Mendirikan ISKCON Setelah Śrīla Prabhupāda sukses membangun perkumpulan Sri Caitanya sebagai sebuah misi pengajaran yang mendunia, beliau mengambil keputusan penting untuk membentuk sebuah institusi baru, International Society for Krishna Consciousness, dengan beliau sendiri sebagai ācārya-pendiri. Beliau melakukan hal ini dengan berlandaskan pada pengetahuan yang beliau insaÅi. Hakikat dari pengetahuan itu beliau serap dari guru spiritualnya sendiri. Sayangnya, setelah Guru Mahārāja dari Śrīla Prabhupāda berpulang, pengetahuan dan keinsafan tersebut semakin tidak tergambarkan di dalam institusi yang dibangun oleh guru beliau sendiri, institusi yang kini telah terpecahpecah. Oleh karena itu, Prabhupāda mendirikan organisasi baru yang secara keseluruhan maupun pada setiap bagiannya akan mewujudkan dan mengembangkan keinsafan tersebut— sebuah keinsafan yang mewujudkan diri sebagai komitmen 50
yang teguh dan tanpa mengenal lelah untuk membawakan cinta kasih Tuhan yang murni kepada umat manusia yang sedang menderita di mana-mana. Sebuah institusi baru. Yang membawa Śrīla Prabhupāda ke Amerika adalah upaya untuk memenuhi perintah langsung guru spiritualnya. Pada dua kesempatan, Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura secara khusus memerintahkan muridnya, Abhaya Caraṇāravinda Dāsa, untuk mengajarkan kepada orang-orang yang berbahasa Inggris. Abhaya menerima petunjuk tersebut persis pada pertemuan pertamanya dengan Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura pada tahun 1922. Dan, pada tahun 1936 beliau menerimanya lagi melalui surat dalam komunikasi terakhir di antara mereka. Saat itu Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura telah melihat melemahnya visi Gauḍīya Maṭha sendiri yang sebelumnya terpelihara dan terpusat hingga telah mengirimkan pengajar-pengajar ke Inggris pada tahun 1933.33 Perintah beliau kepada muridnya ini memperlihatkan dengan jelas bahwa keteguhan hati beliau tidak tergoyahkan. Dalam berbagai upaya panjang beliau untuk memenuhi perintah rohani guru beliau, Śrīla Prabhupāda merancang dengan cermat upaya kreatif beliau sendiri dengan berlandaskan pada paradigma yang telah dibangun oleh Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura di dalam Gauḍīya Maṭha pada tahun 1920an dan 1930an. Upaya panjang itu ditandai dengan tonggak penting seperti terbitnya majalah Back to Godhead berbahasa Inggris pada tahun 1944, terbitnya tiga jilid Skanda Satu Śrīmad Bhāgavatam pada tahun 1962-1965, didirikannya ISKCON di New York pada tahun 1966, dimulainya perkumpulan di Inggris dan Jerman pada tahun 1969, dan kembalinya ditegakkan gerakan Sri Caitanya di India pada tahun 1970 setelah mengalami penyegaran dan revitalisasi. Catatan historis menjadi saksi menyeluruh bagi pengabdian dan kesetiaan teguh Śrīla Prabhupāda. Dan, dengan hal tersebut beliau menyampaikan 33
Bhakti Vikāśa Swami: “Puncak dari segala aktivitas Gauḍīya Maṭha sampai saat ini dicapai pada tahun 1933, dengan dikirimkannya pengajar-pengajar ke Barat.” (SBV 1:108).
51
penghormatannya kepada teladan yang diperlihatkan oleh guru spiritualnya sendiri. Hasil-hasil Śrīla Prabhupāda di bidang kesusasteraaan menggambarkan kesetiaan beliau tersebut: Pada tahun 1927 Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura telah mulai menyiapkan upaya pengajaran yang mendunia dengan cara mengubah Sajjana-toṣaṇī menjadi The Harmonist. Mengikuti jejak langkah tersebut, Śrīla Prabhupāda memulai persiapan untuk memasuki panggung dunia dengan cara memulai terbitnya majalah Back to Godhead.34 Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura bekerja aktif bersama Niśikānta Sānyāl menggarap buku berbahasa Inggris yang otoritatif—proyek buku Sree Krishna Chaitanya dalam tiga jilid—untuk menarik perhatian kaum terdidik Eropa kepada keagungan dan kedalaman ajaran-ajaran Gauḍīya Vaiṣṇava. Karya tersebut diposisikan dengan begitu pentingnya sehingga para misionaris pada tahun 1933 tidak diberangkatkan sebelum mereka memegang jilid pertama karya tersebut. Tiga dekade kemudian Śrīla Prabhupāda mengulang upaya tersebut—kali ini bekerja nyaris hanya sendirian—dan mengabiskan waktu selama tahun 1960 hingga tahun 1965 menyusun, mengumpulkan dana, mencetak, menerbitkan, dan menyebarluaskan Skanda Satu Bhāgavatam dalam tiga jilid—1.100 eksemplar tiap jilidnya. Sebelum kopor-kopor beliau dipenuhi dengan Bhāgavatam untuk menemani, beliau tidak meninggalkan Calcutta. Śrīla Prabhupāda tiba di New York sendirian dan dalam keadaan tanpa apa-apa, namun beliau langsung bergerak membeli properti yang bagus untuk sebuah kuil di Manhattan. Prioritas yang beliau berikan terhadap upaya tersebut mencerminkan pula upaya Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, yang telah memerintahkan upaya yang cukup besar—tetapi akhirnya tidak membuahkan hasil— untuk membangun sebuah kuil yang mengesankan di London.35 Dalam contoh-contoh tersebut dan banyak lagi contoh lainnya, 34
The Harmonist berhenti terbit pada tahun 1937. Pada 1 Oktober 1935, pemimpin dari para misionaris yang pergi ke Eropa, Bhakti Hṛdaya Bon Mahārāja, melakukan kunjungan resmi ke Mahārāja dari Tripura. Gambaran kegembiraan peristiwa tersebut muncul dalam The Harmonist edisi 7 November 1935 (Harm. 32.5:116-118) dengan judul “Kuil 35
52
catatan sejarah memberikan kesaksian yang berlimpah tentang betapa dekatnya Śrīla Prabhupāda dimbimbing oleh teladan yang diperlihatkan oleh guru spiritualnya. Dalam konteks kesetiaan tersebut, satu tindakan penting Śrīla Prabhupāda hadir sebagai sesuatu yang terlihat seperti anomali: keputusan beliau untuk melanjutkan upayanya tersebut di luar pengayoman organisasi yang didirikan oleh guru spiritualnya sendiri dengan cara mendirikan International Society for Krishna Consciousness. Kemudian, seiring perjalanan perkumpulan tersebut—setelah dua tahun berdirinya ISKCON—sang pendiri menerima gelar khusus tersebut yang sebelumnya disandang oleh guru spiritualnya sendiri: “Śrīla Prabhupāda.” Kedua tindakan itu menimbulkan kritik yang terkadang sangat keras dari saudarasaudara segurunya. Akan tetapi, jika tindakan tersebut ditelaah dengan cermat—sebuah tindakan untuk membangkitkan kembali misi Mahāprabhu—terungkap bahwa tindakan tersebut memperlihatkan teladan kesetiaan yang luar biasa. Tidak ada penjelasan lain akan hal tersebut. Kenyataannya, awalnya Śrīla Prabhupāda telah mengajukan diri untuk menempatkan upaya misionarisnya di Barat itu di bawah naungan Gauḍīya Maṭha. Dalam sebuah surat dari New York tertanggal 8 November 1965, beliau memohon kerjasama dari saudara segurunya, Bhakti Vilāsa Tīrtha Mahārāja, sosok yang kemudian menjadi pemimpin Śrī Caitanya Maṭha di Māyāpura. Menerima Hindu Pertama di London.” Terbaca di dalam artikel tersebut: “Swamiji [B.H. Bon] kemudian menyebutkan tentang aktivitas Gaudiya Math di Inggris dan Eropa Tengah, dan menyampaikan kepada Yang Mulia tentang keinginan Tuan Junjungannya, sang pemimpin Gaudiya Math, untuk mendirikan Kuil Hindu pertama di London dan sebuah rumah bagi penyebaran budaya spiritual India di Barat. Yang Mulia mendengarkan dengan saksama hal-hal yang diajukan oleh Swamiji dan dengan senang hati menyampaikan kepadanya pada sore harinya bahwa beliau akan menanggung seluruh biaya untuk didirikannya Kuil Gaudiya Math London...” Akan tetapi, setahun kemudian Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura menjadi sangat tidak puas terhadap Bon Mahārāja, hingga beliau memanggil pulang Bon Mahārāja dari London (bahkan menolak untuk menemuinya ketika kembali) dan bersurat kepada Mahārāja dari Tripura agar jangan memberikan uang lebih lanjut kepada Bon Mahārāja (SBV 2:302).
53
inisiasi dengan nama Kuñja Bihārī Dāsa, sebelumnya ia pernah bergabung dengan Ramakrishna Mission, dan kompetensi dan skil manajerialnya yang mendunia telah membuat Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura menjadikan dia sebagai sekretaris dan pengawas seluruh institusi Gauḍīya Maṭha.36 Surat Śrīla Prabhupāda perlu kita kutip cukup panjang: Saya ada di sini dan melihat bahwa di sini ada lapangan kegiatan yang bagus tetapi saya hanya sendirian tanpa uang dan tanpa ada yang membantu. Untuk memulai sebuah pusat pengajaran, kita harus punya gedung sendiri. Ramakrishna Mission atau misi lain mana pun yang melakukan kegiatan di sini semuanya memiliki gedung mereka sendiri. Jadi, jika kita ingin memulai sebuah pusat pengajaran di sini kita harus memiliki gedung kita sendiri juga. Untuk dapat memiliki gedung sendiri berarti kita harus membayar setidaknya Rs 500.000/-lima lac atau seratus ribu dolar. Dan, untuk melengkapi bangunan tersebut dengan perlengkapan yang terkini berarti tambahan dana dua lac lagi. Jika dilakukan upaya, uang ini juga bisa sekaligus didapatkan. Tetapi saya pikir untuk mendirikan Matha dan kuil-kuil di sini Anda dapat mengambil alih dan saya akan dapat menjadikannya berdiri secara sendiri-sendiri. Ada kesulitan perihal pertukaran dan saya pikir kecuali jika Anda menyiapkan pengaturan khusus untuk merintis cabang Caitanya Math, transfer uang akan sulit dilakukan. Tetapi, jika Anda dapat melakukannya dengan bantuan dari Pemerintah Benggal atau Pemerintah Pusat, di sini ada kesempatan yang bagus untuk segera membuka sebuah pusat pengajaran di New York... Tanpa gedung milik kita sendiri, akan tidak mungkin untuk membuka 36
Pro!il Bhakti Vilāsa Tīrtha Mahārāja dapat dilihat di dalam SBV 2:332-339. Dapat ditambahkan bahwa menurut Śrīla Prabhupāda, tindakan yang tanpa otoritas yang dilakukan oleh Tīrtha Mahārāja mengawali perpecahan Gauḍīya Maṭha (VB: Percakapan Kamar, Bombay, 23 September 1973).
54
pusat pengajaran kita sendiri. Bagi saya, akan diperlukan waktu yang sangat panjang, tetapi bagi Anda ini sangat mudah. Kaum Marwari Calcutta ada di tangan Anda atas karunia Srila Prabhupada. Jika Anda menginginkannya Anda dapat se-gera mengumpulkan dana sebesar Rs 10.00.000/- sepuluh lac untuk membuka sebuah pusat pengajaran di New Work. Setelah satu pusat pengajaran berdiri, saya akan mampu untuk membuka banyak lagi pusat pengajaran lainnya. Jadi, inilah kesempatan kerjasama di antara kita dan saya akan senang mengetahui jika Anda siap untuk menjalin kerjasama ini. Saya telah datang ke sini untuk mempelajari situasinya dan saya menemukan bahwa situasinya sangat bagus dan jika Anda setuju pula untuk bekerjasama maka itu akan sangat bagus atas kehendak Srila Prabhupada... Jika Anda setuju maka anggaplah bahwa saya adalah salah satu pekerja Sri Mayapur Caitanya Matha. Saya tidak memiliki ambisi untuk menjadi pemilik Matha atau Mandir mana pun tetapi saya menginginkan fasilitas untuk bekerja. Saya bekerja siang dan malam untuk penerbitan Bhagavatam saya dan saya membutuhkan pusat-pusat pengajaran di negara-negara Barat. Jika saya berhasil memulai sebuah pusat pengajaran di New York, maka upaya saya berikutnya adalah memulai pusat pengajaran di California dan Montreal... Ada lapangan yang luas untuk melakukan kegiatan tetapi sayangnya kita terus membuang-buang waktu berselisih satu dengan yang lainnya sementara Ramakrishna Mission dengan misrepresentasi yang mereka lakukan telah menegakkan posisi mereka di seluruh dunia. Walaupun mereka tidak begitu populer di negara-negara asing ini, mereka hanya melakukan propaganda besar saja dan sebagai hasil dari propaganda tersebut mereka sangat makmur di India sementara orang-orang Gaudiya Math kelaparan. Sekarang kita harus sadar. Jika memungkinkan, mari bergabung dengan saudara-saudara seguru kita dan mari kita melakukan 55
upaya bersama untuk mengajarkan ajaran Gaura Hari di setiap kota dan desa di negara-negara Barat. Jika Anda setuju untuk bekerja sama dengan saya sebagaimana yang telah saya sarankan di atas, maka saya akan memperpanjang periode Visa saya... jika tidak maka saya akan kembali ke India. Saya ingin agar segera ada sejumlah orang yang membantu saya untuk bekerja bersama saya. Mereka harus telah terdidik dan mampu berbicara dalam bahasa Inggris dan juga bisa membaca bahasa Sanskerta dengan baik. Untuk melakukan pengajaran di sini, dua bahasa yakni Inggris dan Sanskerta akan sangat dihargai. Saya pikir di bawah kepemimpinan Anda setiap kelompok saudara seguru kita hendaknya menyiapkan satu orang yang cocok untuk tujuan ini dan mereka harus setuju untuk bekerja di bawah arahan saya. Jika itu dapat dilakukan maka Anda akan dapat melihat bagaimana Srila Prabhupada tercinta kita akan puas terhadap kita semua. Saya pikir sekarang kita harus melupakan perang saudara yang terjadi di masa lalu dan sekarang melangkah maju melakukan hal yang benar. Jika mereka tidak setuju, maka Anda lakukanlah hal ini sendirian dan saya akan siap membantu melayani Anda. Pada tanggal 23 November Śrīla Prabhupāda kembali bersurat kepada Tīrtha Mahārāja, kali ini dengan uraian tentang properti tertentu dan jumlah pembayaran uang mukanya, dengan memberi catatan: “...Saya pikir jumlah ini dapat segera Anda siapkan dan dirikanlah Sri Caitanya Math Anda atau beri nama cabang tersebut New York Gaudiya Math.” Ketika Prabhupāda mendapatkan peluang untuk menerima donasi dalam jumlah besar dari India untuk membangun kuil, beliau bersurat kepada Bon Mahārāja dan Tīrtha Mahārāja mengajukan permohon agar mereka melakukan pendekatan khusus yang sangat menjanjikan untuk bisa mendapatkan izin yang dibutuhkan dari pemerintah untuk melakukan pengiriman dana ke Amerika. “Segalanya sudah siap,” beliau bersurat kepada Tīrtha Mahārāja: 56
Yakni gedungnya sudah siap, donaturnya sudah siap dan pelayanan rendah saya di tempat ini sudah siap. Sekarang tinggal Anda memberikan sentuhan akhir sebab Anda adalah murid yang paling disayangi oleh Beliau Yang Berkarunia [Bhaktisiddhanta Sarasvati]. Saya pikir Srila Prabhupada menginginkannya, bahwa dalam usaha besar yang diri saya yang rendah ini lakukan, pelayanan berharga Anda juga bisa disertakan. Dalam kejadian tersebut, upaya-upaya keras untuk meraih kerjasama dari dua saudara seguru tersebut tidak membuahkan hasil. Sangat berkebalikan dengan keadaan tersebut, seorang anak muda, murid dari seorang saudara seguru, brahmacārī yang bernama Mangalniloy,37 bersurat kepada Śrīla Prabhupāda mengungkapkan kekagumannya atas upaya Prabhupāda dan keinginannya yang besar untuk membantu beliau. Akan tetapi, guru spiritual Mangalniloy, Mādhava Mahārāja, tidak memiliki semangat yang sama dengan muridnya. Prabhupāda telah meminta kepada Mangalniloy agar mendorong Mādhava Mahārāja agar melakukan upaya di India untuk bisa mengirimkan dana. Akan tetapi, jawaban yang diterima Prabhupāda dari Mangalniloy memperlihatkan secara gamblang sikap antipati dari satu lagi saudara segurunya. Berikut reaksi Prabhupāda yang memperlihatkan hal tersebut (VB: Korespondensi, 23 Juni, 1966): Saya telah mengajukan permintaan ini [untuk membantu mengirimkan dana] kepada Sripada Bon Maharaja tetapi beliau menolak, saya mengajukan permintaan kepada Sripada Tirtha Maharaja dan awalnya beliau berjanji untuk menemui Presiden dan Menteri Keuangan tetapi kemudian beliau berusaha menghindarinya. Jadi saya harus memohon kepada Sripada Madhava Maharaja 37
Ini adalah cara Śrīla Prabhupāda mengucapkannya, yang mencerminkan cara pengucapan dalam bahasa Benggali untuk nama inisiasi dalam Bahasa Sanskrit, Maṅgala-nilāya Dāsa. (Di dalam Śrīla Prabhupāda-lilamrita penyembah ini muncul dengan nama samaran “Mukti.”)
57
melalui Anda untuk melakukan hal yang sangat penting ini yakni segera menemui Presiden dan Menteri Keuangan terkait dengan permohonan saya yang telah disetujui oleh Kedutaan India di Washington. Anda telah menulis kepada saya di dalam surat Anda yang saya balas ini bahwa pertama-tama Anda ingin bergabung terlebih dahulu dengan saya baru kemudian berbicara dengan Sripada Maharaja tentang kerjasama sebab jika tidak demikian maka perjalanan Anda ke negara ini mungkin akan dibatalkan oleh beliau. Saya tidak mengerti maksud dari permintaan Anda ini. Apakah menurut Anda kerjasama dengan saya sebelum Anda bergabung dengan saya tidak mungkin dilakukan? Mengapa ada mentalitas seperti ini. Apakah ini urusan pribadi saya? Srila Prabhupada ingin membangun sejumlah kuil di negara-negara asing sebagai pusat-pusat pengajaran untuk menyampaikan pesan-pesan Srila Rupa Raghunatha dan saya sedang berusaha melakukan hal tersebut di bagian dunia ini. Uangnya sudah siap dan kesempatan terbuka. Jika dengan menemui Menteri Keuangan hal ini dapat difasilitasi, mengapa kita harus menunggu hingga saat di mana Anda tidak bisa berbicara dengan Guru maharaj Anda soal kerjasama sebab Anda takut perjalanan Anda mungkin akan dibatalkan. Mohon jangan berpikir dengan cara seperti itu. Lakukan segalanya sebagai tugas dari Srila Prabhupada dan berusahalah bekerjasama dalam semangat tersebut. Institusi Gaudiya Math telah gagal. Dua kalimat terakhir di atas tetap sangat relevan bagi kita di ISKCON saat ini. Mengantarkan pada perenungan. Pada kalimat pertama, Prabhupāda memberikan dua arahan penting untuk mencapai kesuksesan spiritual: Pandang segala hal yang dilakukan sebagai “tugas dari Śrīla Prabhupāda” (dan bukan sebagai “milik saya” atau “milik Anda”). Kemudian, bekerja sama dengan digerakkan oleh mentalitas yang seperti ini. Kalimat Prabhupāda berikutnya secara terang58
terangan menyatakan tentang konsekuensi dari tidak mengikuti petunjuk-petunjuk yang baru saja disampaikan: niscaya gagal. Jadi, demikianlah bahwa pada tahun 1966 Śrīla Prabhupāda mendapatkan keinsafan yang tak terduga: kelemahan-kelemahan spiritual yang menjadi penyebab kegagalan Gauḍīya Maṭha terus ada hingga tiga dekade kemudian. Karena segala harapannya untuk meraih kerjasama dari para donatur, pemerintah, dan saudara-saudara seguru telah hancur, Śrīla Prabhupāda dipaksa untuk memulai dari nol—hanya beliau saja, sendirian. Tidak mengenal kata menyerah, beliau bersurat kepada Mangalniloy, “Tidak perlu bantuan dari siapa pun.”38 Maka, inilah komponen utama dari konteks lahirnya International Society for Krishna Consciousness. Unsur lainnya adalah pemenuhan spiritual yang diterima Śrīla Prabhupāda dari terus meningkatnya jumlah anak-anak muda Amerika yang memberi perhatian mereka yang sungguh-sungguh terhadap ajaran-ajaran Sri Caitanya. Apa yang hendak dilakukan oleh Prabhupāda? Pada permohonan pertama untuk bekerja sama yang diajukan kepada Tīrtha Mahārāja pada November 1965, tepat setelah beliau tiba di New York, Prabhupāda telah menawarkan diri untuk bekerja di dalam lingkup institusi saudara segurunya: Jadi, inilah kesempatan kerjasama di antara kita dan saya akan senang mengetahui jika Anda siap untuk menjalin kerjasama ini. Saya telah datang ke sini untuk mempelajari situasinya dan saya menemukan bahwa situasinya sangat bagus dan jika Anda setuju pula untuk bekerjasama maka itu akan sangat bagus atas kehendak Srila Prabhupada... Jika Anda setuju maka anggaplah bahwa saya adalah salah satu pekerja Sri Mayapur Caitanya Matha... Setelah terbukti bahwa para penerima permohonan kerja sama itu dan banyak yang lainnya tidak bersedia menjalin kerja sama, Śrīla Prabhupāda kemudian mendirikan institusinya sendiri. 38
VB: Surat kepada Mangalniloy, 16 Juli 1966. (Tertanggal tiga hari setelah Prabhupāda mendirikan ISKCON.)
59
Prabhupāda sangat dipersalahkan karena telah mendirikan institusinya sendiri. Sekitar dua setengah tahun kemudian beliau bersurat kepada sekretaris Gauḍīya Mission di Calcutta.39 Śrīla Prabhupāda kembali mengangkat tema kunci perihal kerja sama, dengan terus mengulang-ulang menyebut kata tersebut bagaikan tabuh suara genderang. Dan, beliau mengungkap tentang ketiadaan kerja sama bukan hanya untuk menggugat saudara-saudara segurunya melainkan juga untuk dengan cerdas mempertahankan diri atas tindakannya sendiri mendirikan ISKCON: ...dalam hal kegiatan saya menyebarluaskan tujuan yang diinginkan oleh Srila Prabhupada Bhaktisiddhanta Sarasvati Goswami Maharaja, saya siap untuk bekerja sama dalam segala hal dengan Gaudiya Mission, tetapi saya tidak tahu apa syaratnya Anda ingin bekerja sama dengan saya. Tetapi, saya siap menerima syarat apa pun untuk bisa mendapatkan kerja sama penuh dari Anda. Jadi, saya akan senang mengetahui apa syaratnya agar kerja sama kita dapat dilakukan. Tetapi, saya siap dalam segala hal dan saya menanti jawaban Anda dengan penuh harap. Sejauh mengenai tindakan saya memulai sebuah organisasi terpisah yang bernama International Society for Krishna Consciousness, hal itu tidak terhindarkan sebab tidak seorang pun saudara seguru kita yang bekerja sama 39
VB: Surat kepada Sekretaris Gaudiya Mission, 23 Mei 1969. “Gauḍīya Mission”: Dalam penjelasan beliau atas Caitanya-caritāmṛta Ādi-līlā, 12.8, Prabhupāda mengacu kepada perpecahan institusi Gauḍīya Maṭha menjadi “dua faksi” perihal siapa yang akan menjadi ācārya berikutnya. Akibatnya, proses panjang di pengadilan harus dijalani. Faksi yang bermarkas di kuil Calcutta Bāg-bazar mengambil nama “Gauḍīya Mission,” sementara faksi yang bermarkas di Māyāpura Śrī Caitanya Maṭha di bawah Tīrtha Mahārāja disebut “Gauḍīya Maṭha.” Bahkan hingga kini dapat kita lihat sebuah papan tanda yang ditempatkan di altar utama yang menyatakan: Ini adalah Math Induk bagi semua Gaudiya Math Sri Chaitanya Math Sri Mandir
60
satu sama lain. Kita masing-masing mengurusi institusi kita sendiri, dan terjadi perbedaan pendapat bahkan antara Gaudiya Mission dan Gaudiya Math. Jadi, jika sekarang dimungkinkan untuk menyatukan diri kita bersama-sama, saya akan menjadi orang pertama yang menyambut kesempatan yang baik ini. Tetapi terlepas dari yang lainnya, jika Gaudiya Mission siap untuk bekerja sama dengan saya, saya siap untuk menerima kerja sama ini dengan syarat apa pun. Karena itu, mohon memberitahu saya syarat-syarat kerja sama Anda, dan saya akan dengan sangat senang hati mempertimbangkannya. Tiga hari setelah menulis jawaban beliau, Śrīla Prabhupāda mengungkap isi pikiran beliau dalam sebuah surat kepada muridnya, Brahmānanda Dāsa: Mengenai surat Gaudiya Mission dari Dr. Syama Sundar Brahmacari, saya telah menjawab dengan meminta syarat-syarat kerja sama yang telah beliau sebutkan. Kita tunggu syarat-syarat dari mereka, walau ini adalah urusan yang sia-sia. Tetapi tetap saja, seperti yang kamu ketahui, saya tidak pernah putus harapan dalam keadaan mana pun. Jadi, saya bernegosiasi dengan mereka untuk mengetahui bagaimana kita bisa bekerja sama. Perlu diperhatikan bahwa Śrīla Prabhupāda terus melakukan upaya kerja sama dengan anggota-anggota Gauḍīya Maṭha hingga napas terakhir beliau.40 Keteguhan beliau menjadi bukti bagi komitmen 40
Pada dua bulan terakhir beliau ada di bumi ini, Śrīla Prabhupāda mengerahkan waktu dan tenaga beliau untuk mendirikan Bhaktivedanta Swami Charity Trust, dengan tujuan utama untuk menyatukan keluarga Sārasvata— para pengikut Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura—dalam upaya kerja sama untuk memulihkan dan mengembangkan Gaura-maṇḍala-bhūmi. Tamal Krishna Goswami mencatat bagaimana Śrīla Prabhupāda menetapkan tujuan dan menyediakan sebuah contoh nyata. Prabhupāda berkata, “Tidak ada lagi wacana untuk tidak bekerja sama. Sekarang semuanya mari bekerja sama untuk
61
beliau terhadap perintah guru spiritualnya. Inilah semangat beliau, yang disampaikan melalui sebuah pernyataan: “Ini urusan yang siasia, tetapi saya tidak pernah putus harapan.” Kegigihan Śrīla Prabhupāda untuk mengangkat gagasan tentang kerja sama di dalam surat-surat tersebut memperlihatkan bahwa kata tersebut memiliki makna sangat penting bagi beliau. kita harus meluangkan waktu untuk memahaminya. Kata bahasa Inggrisnya berasal dari akar kata bahasa Latin yang berarti “bekerja bersamasama dengan,” tetapi di dalam ajaran-ajaran Prabhupāda istilah itu menjadi termuati dengan penjelasan spiritual yang mendalam. Dalam sebuah ceramah (Seattle, 1968), Śrīla Prabhupāda menyampaikan penjelasan tersebut dengan cara yang sangat sederhana: “Ketika Anda melakukan sesuatu dalam kerja sama dengan Tuhan, itu disebut bhakti.” Kerja sama dengan Kṛṣṇa ini, Prabhupāda menekankan, secara mendasar bersifat sukarela: Kita adalah sosok-sosok pribadi dan Kṛṣṇa adalah sosok pribadi, dan jalinan hubungan kita dengan Kṛṣṇa selalu terbuka sebagai sebuah kesepakatan yang sukarela. Sikap yang suka rela itu—“Ya, Kṛṣṇa, saya akan bekerja sama dengan senang hati. Apa pun yang Engkau katakan”— kesiapan dan niat untuk patuh tersebut hanya mungkin ada jika ada cinta. Paksaan tidak akan membuat saya setuju. Tetapi jika ada cinta, oh, saya akan melakukannya dengan senang hati. Itulah bhakti. Itulah kesadaran Kṛṣṇa.41 Kerja sama adalah prinsip yang sangat penting dalam segala jalinan hubungan sosial yang sehat, dan penerapan tertingginya tercapai dalam kerohanian. Tuhan benar-benar bersifat personal. Karena itu, Tuhan benar-benar bersifat sosial, sebab personalitas menyebarluaskan gerakan Sri Caitanya. Seperti halnya Śrīdhara Mahārāja yang kesulitan untuk menyelesaikan Nath Mandir beliau. Jadi, dengan cara demikian, mari bekerja sama.” (TKG 293). 41 Surat kepada pengajar Gurukula yang tidak disebutkan namanya, dikutip di dalam BTG 54.17 (1973).
62
terwujud hanya dalam jalinan hubungan dengan personalitas lain. Karena alasan itulah, sebagaimana yang berkali-kali disebutkan oleh Prabhupāda, “Kṛṣṇa tidak pernah sendirian.” Dalam sebuah kesempatan, beliau menyebutkan: “Ketika kita berbicara tentang Kṛṣṇa, ‘Kṛṣṇa’ berarti Kṛṣṇa bersama para penyembah-Nya” (VB: Ceramah, Los Angeles, 10 Januari 10, 1969). Para penyembah Tuhan bahkan menjadi tak terpisahkan dengan identitas Tuhan sendiri. Nama-nama Kṛṣṇa sendiri seringkali menggambarkan kenyataan ini dengan diikutsertakannya nama-nama penyembah terdekatNya: Yaśodānandana, Rāmānuja, Rādhāramaṇa, dan sebagainya. Demikianlah, yang mahamutlak itu pada saat yang bersamaan adalah maharelatif—Dia memasuki jalinan hubungan dengan segala jenis penyembah yang individual. Sebagai hasilnya, semua keragaman tersebut menjadi semakin menyatu ke dalam kesatuan yang semakin sempurna. Dengan suatu cara tertentu, relativitas yang transendental terwujud sebagai sebuah masyarakat yang menghadirkan kerja sama total yang harmonis, dan melalui jalinan hubungan tersebut, Tuhan— beserta rekan-rekan-Nya—secara kekal mengalami peningkatan dalam hal keindahan, kemewahan, kebahagiaan dan pengetahuan. Pembebasan bagi seorang Gauḍīya Vaiṣṇava berarti sosialisasi ke dalam masyarakat yang tertinggi ini—sebagai contoh, diterima dalam pergaulan Enam Gosvāmī atau dalam lingkaran para gopī yang melayani Rati-mañjarī atau Lalitā-sakhī. Kebalikannya adalah kutukan: pengasingan dan penyingkiran. Kita, makhluk-makhluk hidup yang mengasingkan diri kita sendiri dan tidak suka bekerja sama—hidup di sini dalam pengasingan, terbelenggu di dalam kurungan oleh dinding-dinding kedap air berupa egoisme kita— selalu dipanggil untuk kembali menjadi anggota-penuh masyarakat yang transendental tersebut. Dan, bhakti-yoga adalah latihan yang memungkinkan kita untuk menjadi pantas bergabung di dalamnya. Melalui bhakti, kita menjadi semakin menyatu ke dalam masyarakat rohani itu, semakin dekat dengan Kṛṣṇa dan semakin dekat dengan rekan-rekan Kṛṣṇa, dan pada saat yang sama, kita berusaha untuk mengajak orang lain bersama kita. “Dan inilah yoga yang tertinggi,” kata Śrīla Prabhupāda pada tahun 1968 di San Francisco. 63
Jika Anda mendorong terus perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa ini, maka Anda akan melakukan jenis yoga tertinggi. Jangan disesatkan oleh apa yang hanya namanya saja ‘yoga.’ Inilah yoga. Yoga berarti kerja sama, kerja sama dengan Yang Mahakuasa. Bhakti adalah yoga kerja sama. Di antara semua masyarakat spiritual di dunia ini, gerakan Saṅkīrtana lah yang paling lengkap dalam membawa kita menuju kerja sama transendental ini. Oleh karena saṅkīrtana adalah yuga-dharma, pada zaman pertengkaran ini, kita akan kembali ke kerajaan Kṛṣṇa bukan sebagai individu-individu yang terpisah-pisah melainkan bersama-sama. “Kita akan punya ISKCON juga di sana,” tulis Śrīla Prabhupāda.42 Tindakan Prabhupāda mendirikan ISKCON adalah “tak terhindarkan” dilatari oleh gagalnya kerja sama di dalam Gauḍīya Maṭha. Institusi baru yang kehadirannya tak terhindarkan ini dirancang dengan sangat cermat oleh Śrīla Prabhupāda, yang dengan setia memosisikan institusi guru spiritualnya sendiri—yang saat itu telah terpecah-pecah tanpa harapan—sebagai pola eklesiologisnya. Didirikannya ISKCON pada Juli 1966 terbukti sebagai langkah awal saja di antara rangkaian lima langkah penting dalam penegakan kembali gerakan Sri Caitanya. Pada musim panas 1966, penyandang gelar agung—jika bukan maha-agung—“International Society for Krishna Consciousness” mencakup tidak lebih dari sesosok orang tua berusia tujuh puluh tahun, sebuah ruko sederhana, dan sekelompok anak muda liar. Namun benih telah ditanam dan pasti akan berbuah.43 Diperlukan waktu sekitar empat tahun bagi terwujudnya semua unsur yang diperlukan, sampai akhirnya ISKCON layak untuk 42
VB: Surat kepada Tuṣṭa Kṛṣṇa. Ahmedabad, 14 Desember 1972. “Benih” itu sendiri adalah Śrīla Prabhupāda, yang tumbuh dari Gauḍīya Maṭha Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura. Meskipun tanaman induknya mati, benihnya bertahan di sisi seberang, tempat akarnya bertumbuh, berkembang, lalu berbuah. Tentu saja, Prabhupāda dikatakan “menanam benih,” sebab cikal bakal ISKCON juga adalah sebuah benih. Keduanya dapat disebut benih, berdasarkan pada prinsip eklesiologis bahwa sang Ācārya-Pendiri tidak berbeda dengan institusi spiritualnya.
43
64
menjadi manifestasi tujuan yang hendak dicapai oleh institusi Gauḍīya Maṭha.44 The International Society for Krishna Consciousness. Merupakan sebuah nama baru bagi sebuah pekumpulan baru, sebuah nama yang disertai dengan singkatan yang rapi dan terkini. Walaupun nama itu baru, namun ia mengingatkan kepada dua nama yang berusia sangat tua, dan nama-nama itu memperlihatkan bahwa perkumpulan tersebut, meskipun merupakan sesuatu yang baru, adalah kelanjutan yang terhubung secara mendalam dengan warisan modern dan purbanya sendiri. Śrīla Prabhupāda sendiri menggambarkan penciptaan istilah bahasa Inggris “Krishna consciousness (kesadaran Krishna)” itu sebagai terjemahan dari gabungan kata bahasa Sanskerta kṛṣṇabhāvanāmṛta. Beliau menulis: “Karena itu, perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa kita disebut kṛṣṇa-bhāvanāmṛta-saṅgha, tempat pergaulan orang-orang yang berpuas hati cukup dengan pemikiran-pemikiran tentang Kṛṣṇa” (SB 9.9.45, penjelasan). Barangkali pada titik ini pembaca bertanya-tanya di mana keberadaan “internasional” di dalam kṛṣṇa-bhāvanāmṛta-saṅgha, maka Prabhupāda menyatakan dengan tegas bahwa kata tersebut melekat pada kṛṣṇa-bhāvanāmṛta: Barang siapa yang khusuk dalam kṛṣṇa-bhāvanāmṛta, tidak ada lagi keuntungan material yang dia minta dari Kṛṣṇa. Sebaliknya, orang tersebut memohon berkat kepada Tuhan agar ia diberkati kemampuan untuk menyebarluaskan keagungan-Nya ke seluruh penjuru dunia. Kesadaran Kṛṣṇa bukan hanya memberikan kebahagiaan kepada para penyembah yang memilikinya melainkan juga mendorong mereka untuk memberikannya kepada orang lain, menyebarluaskannya “ke seluruh penjuru dunia.” Dengan mengingat hal tersebut, kita dapat melihat bahwa frasa kṛṣṇa-bhāvanāmṛta menyinggung tentang sebuah sloka penting di dalam Caitanya-caritāmṛta (CC Ādi-līlā 16.1): 44
Namun tetap dengan syarat bahwa ISKCON tetap utuh.
65
vande śrī-kṛṣṇa-caitanyaṁ kṛṣṇa-bhāvāmṛtaṁ hi yaḥ āsvādyāsvādayan bhaktān prema-dīkṣām aśikṣayat Perkenankan hamba bersujud dengan penuh hormat kepada Śrī Caitanya Mahāprabhu, yang secara pribadi menikmati nektar cinta kebahagiaan rohani terhadap Sri Kṛṣṇa dan kemudian mengajarkan kepada para penyembah-Nya cara untuk merasakannya. Demikianlah Sri Caitanya memberi pencerahan kepada mereka tentang cinta kebahagiaan rohani terhadap Kṛṣṇa untuk menginisiasi mereka ke dalam pengetahuan rohani. Di sini digambarkan bahwa sifat dari “cinta kasih kebahagiaan rohani terhadap Kṛṣṇa” yang ada pada diri Caitanya Mahāprabhu sedemikian rupa sehingga Dia sendiri menikmatinya dan Dia menyebabkan orang lain menikmatinya. Penyembah-penyembah yang dengan demikian menerima kṛṣṇa-bhāvāmṛta itu sendiri menjadi pihak yang merasakan dan juga pihak yang membagikannya. Dengan cara demikian, sewajarnya masyarakat kesadaran Kṛṣṇa kemudian menjadi “internasional.” Dua nama Mahāprabhu muncul di dalam baris pertama sloka tersebut: kṛṣṇa-caitanya dan kṛṣṇa-bhāvāmṛta. Kedua kata tersebut nyaris serupa, di mana keduanya menunjukkan tentang pribadi yang kesadarannya khusyuk dalam Kṛṣṇa.45 Maka kedua kata tersebut 45
Ini akan menjadi lebih tepat apabila kata kṛṣṇa-bhāvāmṛta di dalam Caitanyacaritāmṛita dimodi!ikasi menjadi kṛṣṇa-bhāvanāmṛta. Ada perbedaan kecil antara makna dua kata tersebut, tetapi poin yang baik terkait hal itu adalah bahwa, kṛṣṇa-bhāva dapat dipandang menunjukkan sebuah perasaan sedangkan kṛṣṇa-bhāvana berarti keadaan hidup yang utuh. Akan tetapi, sifat dari kṛṣṇa-bhāva itu sendiri sedemikian rupa sehingga ia adalah kṛṣṇabhāvana yang mahamenyerap. Patut kita cermati bahwa kata yang disebutkan belakangan tersebut muncul dalam khasanah literatur Gauḍīya Vaiṣṇava, sebagaimana Śrīla Prabhupāda menjelaskannya: “Śrīla Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura telah memberi kita karya sastra rohani yang berjudul Kṛṣṇabhāvanāmṛta, yang penuh dengan kegiatan permainan Kṛṣṇa. Penyembahpenyembah yang agung dapat tetap khusyuk memikirkan Kṛṣṇa dengan cara membaca buku-buku seperti itu.” (Kṛṣṇa Book Bab. 46).
66
dapat diartikan dengan sama baiknya sebagai “kesadaran Kṛṣṇa.” Dengan demikian, nama pribadi Sri Caitanya—yang disajikan dalam bahasa Inggris sebagai “kesadaran Kṛṣṇa”— termuat di dalam nama perkumpulan yang didirikan oleh Śrīla Prabhupāda. Leluhur historis lainnya dari “International Society for Krishna Consciousness” adalah “viśva-vaiṣṇava-rāja-sabhā.” Kata-kata tersebut muncul di dalam pernyataan seremonial resmi yang menutup tiaptiap bagian dari kitab Bhāgavata-sandarbha karya Śrīla Jīva Gosvāmī. Kata sabhā berarti “masyarakat.” Kata viśva berarti “seluruh dunia,” di mana kata “internasional” cocok dengannya. Kita dapat menganggap bahwa kata “vaiṣṇava-rāja”—yang secara har!iah berarti “raja para Vaiṣṇava”—adalah Sri Caitanya, sebagaimana yang kita temukan di dalam artikel Sajjana-toṣaṇī yang memberitakan tentang “penegakan kembali” pekumpulan tersebut oleh Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura pada tahun 1919:46 “Śrī Caitanyadeva adalah Kṛṣṇacandra Sendiri, raja dari semua Vaiṣṇava di dunia, Viśva-Vaiṣṇava-rāja. Berkumpulnya para penyembah-Nya adalah Śrī Viśva-Vaiṣṇavarāja-sabhā.” Jika kata-kata “Kesadaran Krishna” pada nama perkumpulan Prabhupāda mengandung nama Śrī Kṛṣṇa Caitanya, dan jika “vaiṣṇava-rāja” menunjuk kepada Śrī Kṛṣṇa Caitanya, maka sebutan “International Society for Krishna Consciousness” merupakan bentuk penghormatan pula terhadap viśva-vaiṣṇava-rāja-sabhā. Sebagai alternatif, jika “vaiṣṇava-rāja” dianggap mengacu kepada penyembah-penyembah terdepan yang telah mencapai tingkatan yang maju dalam kesadaran Kṛṣṇa,47 nama institusi Śrīla Prabhupāda dalam bahasa Inggris akan sesuai pula. Dalam kasus mana pun, kita lihat bahwa nama “International Society for Krishna Consciousness”, melalui berbagai kiasan dan keterhubungannya, menggambarkan bahwa perkumpulan yang diberi nama tersebut tetap terhubung 46
Lihat SBV I:70-73, untuk membaca terjemahan artikel tersebut dalam bahasa Inggris. 47 Makna ini tesebarluas. Sebagai contoh: “‘Visva-vaishnava-raja-sabha’ mengacu kepada perkumpulan yang terdiri atas Vaishnava-Vaishnava yang merupakan raja (yakni, yang paling terkemuka) di antara semua Vaishnava yang ada di dunia ini” (Bhakitikusum Sraman 355).
67
secara mendalam dan terpelihara oleh warisan Gauḍīya-nya, bahkan sambil pada saat yang sama perkumpulan tersebut merevitalisasi tradisi itu untuk dapat membawanya melangkah maju, disesuaikan dengan kebutuhan multikultural pada panggung dunia. Dalam melakukan hal ini, Śrīla Prabhupāda tetap setia kepada tokoh-tokoh agung pendahulunya di dalam tradisi tersebut. Pada tahun 1919, guru spiritualnya sendiri telah secara resmi “membangun kembali” Viśva-Vaiṣṇava-Sabhā yang didirikan oleh Bhaktivinoda Ṭhākura, mengembalikannya ke nama awalnya yakni Viśva-VaiṣṇavaRāja-Sabhā. Pada kesempatan tersebut, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura menyatakan bahwa Viśva-Vaiṣṇava-Rāja-Sabhā yang ada secara kekal, yang turun ke dunia bersama Mahāprabhu dan rekanrekan-Nya, kadangkala ditutupi oleh energi ilusi; tetapi, penyembahpenyembah yang perkasa muncul untuk membangkitkannya kembali dan menyingkirkan kegelapan dunia. Demikianlah yang terjadi bahwa setelah zaman Śrīla Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura dan Śrīla Baladeva Vidyābhūṣaṇa, Viśva-VaiṣṇavaRāja-Sabhā menjadi hampir tidak terdengar, hingga kemudian “Pada 399 Gaura Era (1885 A.D.), bintang cemerlang dalam cakrawala semesta Vaiṣṇava menerangi kembali Śrī Viśva-Vaiṣṇava-rāja-sabhā.” “Bintang cemerlang” tersebut adalah Śrīla Bhaktivinoda Ṭhākura, “pelayan dari raja para Vaiṣṇava semesta,” yang memberkati energi spiritual dan pencapaian kepada Sabhā yang beliau reformasi dan revitalisasi. Pada tahun 1919, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura menegakkan dan menyegarkan kembali Viśva-Vaiṣṇava-RājaSabhā, memperkenalkan kepada tradisi Gauḍīya sebuah tatanan para sannyāsī dan brahmacārī yang diorganisir dalam kegiatan pengajaran dan berpusat di kuil-kuil. Misi tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh India dan melakukan perambahan awal ke Eropa, namun kemudian cahayanya kembali meredup selama tiga puluh tahun. Kemudian, pada tahun 1966, di New York—setelah sendirian membangun tradisinya di Barat, dan setelah menyaksikan bahwa sisa-sisa Gauḍīya Matha telah menjadi “tidak berguna”48—Śrīla 48
CC Ādi 12.8, penjelasan. Pernyataan-pernyataan seperti itu tidak memperlihatkan keseluruhan sikap Śrīla Prabhupāda terhadap saudara-saudara
68
Prabhupāda, dengan mengikuti jejak langkah para pendahulunya yang termasyhur, kembali memberi cahaya penerangan kepada Viśva-Vaiṣṇava-Rāja-Sabhā, yang kini telah dipugar dan disegarkan kembali dengan nama dan gaya berupa International Society for Krishna Consciousness. Śrīla Prabhupāda. Pengikut-pengikut diinisiasi, jumlahnya terus bertambah, dan kuil-kuil mulai dibangun dengan cepat: San Francisco, kemudian Montreal, Los Angeles, kemudian Boston, dan seterusnya. Para penyembah yang telah maju dalam disiplin sebagai murid, dan seiring dengan semakin taatnya mereka, maka mereka pun menjadi terus semakin mampu untuk memahami guru mereka. Seperti halnya mahā-mantra secara berangsur-angsur terungkap bagi mereka yang mengucapkannya dengan cara yang benar, demikian pula guru spiritual terungkap bagi para murid yang mengikuti sang guru dengan benar. Sebagai hasilnya, “Swami” dan “Swamiji” berubah menjadi “Śrīla Prabhupāda.” Hal ini terjadi di Boston, dalam sebuah perbincangan yang spontan. Govinda Dāsī menceritakan: segurunya. Kadangkala beliau mengekspresikan cara pandang yang lebih apresiatif. Berikut adalah dua contohnya. Di dalam penjelasan atas SB 4.28.31, Prabhupāda menulis: Murid-murid Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Gosvāmī Mahārāja semua adalah saudara-saudara seguru, dan walaupun terdapat sejumlah perbedaan pendapat, dan walaupun kami tidak bertindak dalam satu kesatuan, masing-masing dari kami menyebarluaskan gerakan kesadaran Kṛṣṇa ini menurut kapasitas masing-masing dan menghasilkan banyak murid untuk menyebarluaskannya ke seluruh dunia.” Dan, dalam sebuah surat tertanggal 18 November 1967 kepada muridnya, Brahmānanda, Prabhupāda menjelaskan: “Bahkan di antara kami sesama saudara seguru ada kesalahpahaman tetapi tidak satu pun di antara kami yang keluar dari pelayanan kepada Krishna. Guru Maharaja saya memerintahkan agar kami melaksanakan misi beliau bersama-sama. Sayangnya sekarang kami terpisah-pisah. Tetapi, tidak satu pun di antara kami yang berhenti mengajarkan kesadaran Krishna. Bahkan jika terjadi kesalahpahaman di antara saudara-saudara seguru saya, tidak satu pun di antara mereka yang menyimpang dari pelayanan cinta kasih rohani kepada Krishna. Maksudnya adalah bahwa provokasi dan kesalahpahaman bisa saja terus terjadi di antara satu orang dengan orang lainnya. Tetapi keyakinan teguh kita terhadap kesadaran Krishna tidak akan membiarkan terjadinya gangguan material dalam bentuk apa pun.”
69
Selama ini semua orang mengenail beliau sebagai Swamiji. Ini berjalan sampai Mei 1968. Jadi Goursundar [suami Govinda Dāsī] memutuskan bahwa ia ingin menyebut saya Govindaji, sehingga ia bertanya kepada Prabhupāda dan Prabhupāda berkata, “Tidak, sebenarnya ‘ji’ adalah bentuk sapaan kelas-tiga. Sebaiknya jangan panggil dia Govindaji.” Maka, saya pun menyela. Saya sedang duduk tepat di depan beliau dan berkata, “Well, jika itu merupakan bentuk sapaan kelas-tiga, mengapa kami menyebut Anda ‘ji’? Mengapa kami menyebut Anda Swamiji?” Dan beliau berkata, “Itu tidak terlalu penting.” Saya berkata, “Oh, tidak, ini sangat penting. Jika itu adalah bentuk sapaan kelas-tiga, maka kami tidak ingin menyebut Anda dengan sebutan itu. Kami ingin menyebut Anda dengan bentuk sapaan kelas-utama. Jadi tolong beritahu kami nama apa yang baik bagi kami untuk menyebut Anda.” Beliau sangat rendah hati, enggan menjawab, tetapi saya menekan beliau, “Kita harus mengubah hal ini,” dan beliau berkata, “Kamu boleh memanggil saya Gurudev atau Guru Mahārāj atau Prabhupāda.” Maka saya berkata, “Itu ada tiga sebutan. Kita perlu satu.” Maka saya melanjutkan, “Yang mana kah yang terbaik?” dan beliau menjawab, “Śrīla Prabhupāda itu bagus, itu yang terbaik.” Maka saya berkata, “Sejak hari ini Anda akan dipanggil dengan sebutan Śrīla Prabhupāda.” Jadi, saya beritahukan kepada semua penyembah. Sejumlah penyembah tidak menyukainya sebab terasa agak sulit bagi mereka untuk mengucapkannya, “Prabhupāda,” sementara “Swamiji” terasa mengalir dengan lebih mudah. Tapi berangsurangsur kami mulai menyebut beliau Śrīla Prabhupāda sejak saat itu.49
49
Govinda Dāsī, DVD 1: “November 1965 – Musim Panas 1970.” Following Śrīla Prabhupāda: sebuah Seri Kronologis. (ISKCON Cinema, 2006). Transkripsi dari The Bhaktivedanta VedaBase 2011.1.
70
Perubahan itu terjadi dan berjalan dengan biasa-biasa saja; tapi perubahan itu sendiri bermakna sangat penting. Akan berbeda jika yang dipilih adalah “Gurudeva” atau “Guru Mahārāja”—mengingat bahwa keduanya lebih umum dan digunakan secara luas. Tetapi “Prabhupāda” memang istimewa. Kata tersebut muncul di dalam Caitanya-caritāmṛta (Madhya 10:23), mengutip Kāśī Miśra yang menyebut Sri Caitanya sendiri sebagai “Prabhupāda.” Śrīla Prabhupāda memberikan ulasan: Di dalam ayat ini, kata prabhupāda, yang mengacu kepada Śrī Caitanya Mahāprabhu, bermakna penting. Terkait hal ini, Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Gosvāmī Prabhupāda memberikan ulasan, “Śrī Caitanya Mahāprabhu adalah Personalitas Tuhan Yang Maha Esa Sendiri, Śrī Kṛṣṇa, dan semua pelayan-Nya menyapa Dia sebagai Prabhupāda. Ini berarti bahwa ada banyak prabhu yang berlindung di bawah kaki-padma-Nya.” Seorang Vaiṣṇava yang murni disapa sebagai prabhu, dan sapaan ini adalah sebuah etika yang diterapkan di kalangan para Vaiṣṇava. Ketika ada banyak prabhu yang bernaung di bawah perlindungan kaki-padma prabhu lainnya, sebutan Prabhupāda diberikan. Śrī Nityānanda Prabhu dan Śrī Advaita Prabhu juga disapa sebagai Prabhupāda. Śrī Caitanya Mahāprabhu, Śrī Advaita Prabhu dan Śrī Nityānanda Prabhu semuanya adalah viṣṇu-tattva, Personalitas Tuhan Yang Maha Esa, Śrī Viṣṇu. Karena itu, semua makhluk hidup berada di bawah kaki-padma Mereka. Śrī Viṣṇu adalah Tuhan yang abadi bagi semua insan, dan wakil Śrī Viṣṇu adalah pelayan dekat Tuhan. Orang yang demikian bertindak sebagai guru spiritual bagi para Vaiṣṇava pemula; karena itu, guru spiritual sama terhormatnya dengan Śrī Kṛṣṇa Caitanya atau Śrī Viṣṇu sendiri. Karena alasan inilah guru spiritual disapa sebagai Oṁ Viṣṇupāda atau Prabhupāda. Di dalam garis perguruan kita, “Prabhupāda” digunakan secara khusus untuk menghormati tokoh-tokoh bersinar yang terdiri atas 71
Enam Gosvāmī, dan kemudian—berabad-abad kemudian—Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura.50 Demikianlah gelar tersebut menempatkan pendiri ISKCON pada kedudukan yang sangat langka. Penggunaan sebutan “Śrīla Prabhupāda” terhadap guru dan murid tersebut memperlihatkan hubungan pertalian yang mendalam dan khusus di antara dua pribadi tersebut beserta pencapaianpencapaian mereka. Hampir setahun setelah percakapan dengan Govinda Dāsī itu, majalah Back to Godhead No. 23 (18 April, 1969) memuat artikel satu halaman penuh berjudul “Prabhupada” di halaman depan untuk 50
Dalam menyebut Enam Gosvāmī, Śrīla Prabhupāda sendiri cenderung membatasi penggunaan “Prabhupāda” untuk Śrī Rūpa dan Śrī Jīva. Para ācārya terdahulu telah menambatkan gelar penghormatan tersebut kepada anggota Enam Gosvāmī yang lainnya juga. Sebagai contoh, dalam sebuah ceramah pada tanggal 16 Oktober 1932, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura menyebut Raghunātha dāsa Gosvāmī sebagai “Dāsa Gosvāmī Prabhupāda” (VB: Amṛta Vāṇī, Lampiran), dan dalam ulasan beliau atas Caitanya-bhāgavata, Ādi 1.25, beliau mengutip Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura, yang menyebut Sanātana Gosvāmī sebagai “Prabhupāda-kita, Śrī Sanātana Gosvāmī.” Kita perlu mencermati bahwa gelar agung ini telah menjadi hal yang murahan di sejumlah komunitas yang menyimpang (apa-sampradāya). Śrīla Prabhupāda mengacu kepada hal ini ketika dalam penjelasan atas CC Madhya 10.23 beliau menulis: “Para prākṛta-sahajiyā bahkan tidak pantas untuk disebut Vaiṣṇava. Mereka menganggap bahwa hanya para gosvāmī kasta yang hendaknya dipanggil dengan sebutan Prabhupāda. Para sahajiyā yang tanpa pengetahuan tersebut... iri kepada guru spiritual yang bona%ide yang dipanggil Prabhupāda, dan mereka berbuat kesalahan dengan menganggap guru spiritual yang bona%ide sebagai manusia biasa atau anggota dari golongan tertentu.” Jayapatāka Swāmī juga menceritakan tentang sebuah percakapan dengan Śrīla Prabhupāda persis setelah Prabhupāda bertemu dengan beberapa saudara seguru beliau: “Prabhupāda kembali memanggil kami. Beliau berkata, ‘Mereka marah bahwa saya menggunakan nama Prabhupāda, maka saya berkata, ‘“Apa yang bisa saya lakukan? Murid-murid saya memanggil saya seperti itu.”’ Kemudian Prabhupāda mengatakan bahwa sebenarnya nama Prabhupāda sangat umum di kalangan para gosvāmī kasta dan penduduk Navadvīpa lainnya. Jadi itu bukan nama yang asing. Beliau senang mempertahankannya sebab beliau merasa, ‘Mengapa hanya para apa-sampradāya yang memonopoli nama Prabhupāda?’” (Komunikasi Pribadi)
72
mempermaklumkan tentang gelar tersebut.51 “Prabhupad” hanya muncul satu kali pada edisi No. 25 (September 1969), tetapi setelah itu dengan cepat menjadi umum digunakan. Dan, pada edisi No. 27 (tidak bertanggal) “Swamiji” muncul untuk terakhir kalinya di dalam halaman-halaman majalah Back to Godhead.52 Kita telah menguraikan urutan kronologis langkah-langkah atau tahap-tahap strategis yang diambil ISKCON di bawah pengawasan Śrīla Prabhupāda: 1. Bedirinya sebuah institusi yang bernama “International Society for Krishna Consciousness.” 2. Pemberian gelar “Prabhupāda” kepada sang pendiri. Ada tiga lagi unsur penting yang kemudian terwujud dalam proses pembentukan ISKCON. Ketiganya akhirnya terwujud pada awal tahun 1971. Tiga unsur tersebut adalah: 3. Pengakuan lebih lanjut terhadap Prabhupāda dengan gelar “ācārya-pendiri.” 4. Dibentuknya Governing Body Commission (GBC). 5. Diperolehnya tanah di Śrīdhāma Māyāpura untuk “markas besar” ISKCON dan menegakkan fondasi Temple of the Vedic Planetarium di sana. 51
Artikel tersebut menjelaskan tentang makna dan maksud dari nama tersebut dan mengumumkan bahwa “Kami abdi-abdi Beliau Yang Mulia, dari Amerika dan Eropa... memilih untuk menyebut Guru Spiritual kami sebagai Prabhupāda, dan beliau telah menjawab dengan berkata ‘Ya.’” (BTG 25:24) 52 Di dalam BTG No. 26 (Oktober, 1969), artikel berjudul “Ledakan Hare Krishna” karya Hayagriva mencantumkan kata “Prabhupad” di sepanjang artikel tersebut. Di dalam BTG No. 28, kolom utama, “Insan Agung Yang Hadir di Tengah-Tengah Kita” (hal. 7-11), utamanya terdiri atas foto besar Prabhupāda (satu halaman penuh; dua foto lainnya seukuran seperempat dan tiga perempat halaman). Pada teks yang mengiringi foto itu beliau masih “Swamiji.” Namun, di artikelartikel lain dalam edisi itu beliau disebut “Prabhupad” atau “Prabhupad A.C. Bhaktivedanta Swami.” Dalam artikel berjudul “Pernikahan Boston” (yang juga menampilkan banyak foto), sebutan pertama untuk beliau adalah “Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada,” dan kemudian “Prabhupada” dan “Sri Srimad.”
73
Dengan kelima hal tersebut, semua unsur inti ISKCON telah ditetapkan oleh sang ācārya-pendiri.53 Ācārya-Pendiri. Perlu beberapa waktu hingga Gelar Śrīla Prabhupāda yang memiliki arti sangat penting ini akhirnya dipahami dengan benar makna pentingnya. Ketika akhirnya dipahami, pada tahun 1970 hanya gelar “ācārya” saja dipandang tidak layak dan bahkan merendahkan. Namun nampak jelas bahwa sejak awal Śrīla Prabhupāda telah mengetahui secara persis apa yang beliau inginkan. Bagaimana pun, tepat setelah mendirikan ISKCON pada tahun 1966, kop surat pribadi ISKCON Śrīla Prabhupāda memperlihatkan kedudukan beliau hanya sebagai “Acharya: Swami A.C. Bhaktivedanta.”54 Demikian pula, baris “Acharya: A.C. Bhaktivedanta Swami” mulai dikenal publik sejak tersebarnya selebaran yang 53
Untuk memastikan, penanda sangat penting lainnya di ISKCON yang juga telah dicapai pada tahun 1971, utamanya: āśrama untuk brahmacārī, brahmacāriṇī, gṛhastha, dan sannyāsa; proyek komunitas pertanian New Vrindavan; dan Bhaktivedanta Book Trust (yang didirikan sehari setelah dibentuknya GBC). Meski semuanya penting, tetapi nampaknya tidak berfungsi sebagai komponen inti bila dipandang dari sisi eklesiologi. 54 Fotocopy kertas surat ini, yang digunakan untuk mengirimkan surat kepada Hayagriva, dapat ditemukan di dalam buku karya Hayagriva Dasa, Ledakan Hare Krishna, di bagian foto-foto di halaman 128-129. Di bawah “International Society for Krishna Consciousness, Inc.,” tercantum “Acharya: Swami A.C. Bhaktivedanta” dengan huruf kapital tercetak tebal dengan rata kiri. Tepat di bawahnya terdapat kata “Wali” (juga dengan huruf kapital tercetak tebal), di atas sembilan nama yang tercantum di dalam kolom di bawahnya. Nama beliau muncul dengan cara yang sama pada kop surat yang mencantumkan pula alamat temple di San Francisco pada sebuah surat yang ditulis oleh Prabhupāda pada tahun 1967 dari kota tersebut. Di surat lainnya, beliau adalah “A.C. Bhaktivedanta Swami, Acarya” atau, tertulis di bawah tanda tangannya, “Acarya International Society for Krishna Consciousness” (VB: Korekspondensi: 1 Feb. 1968 kepada Hare Krishna Aggarwal; 22 Agustus 1968 kepada David Exley). Dalam sebuah surat panjang tertanggal 5 Februari 1970 kepada Hanuman Prasad Poddar yang menguraikan tentang kegiatan dan pencapaian ISKCON, beliau menulis “... pada setiap akun di bank nama saya tercantum sebagai Acarya.”
74
terkenal “Tetap Melayang Selamanya!” pada bulan September 1966.”55 Jika kita menelaah beberapa tahun awal majalah Back to Godhead,56 tidak kita temukan di mana pun adanya surat resmi dengan baris kop yang memperlihatkan nama dan kedudukan Śrīla Prabhupāda dalam hubungan dengan ISKCON—di mana hanya ada dua perkecualian yang mengejutkan.57 Itu terjadi pada edisi kedua (12 September 1966) dan edisi keempat (15 Desember 1966)— dan keduanya dengan format dan gaya yang begitu dominan yang menunjukkan adanya bimbingan langsung dari Śrīla Prabhupāda, dan membuat ketidakhadirannya di bagian lain menjadi terasa agak misterius. Pada majalah Back to Godhead edisi kedua dan keempat, sampul depan bagian dalam memajang foto Śrīla Prabhupāda seukuran hampir satu halaman penuh. (Ada dua foto yang berbeda, masingmasing menampilkan Prabhupāda di depan pohon besar di Taman Tompkins Square, yang keduanya dari artikel yang sama dalam surat kabar The East Village Other.) Di ruang di atas masing-masing foto tertulis kata-kata: SRI SRIMAD Dan di bawahnya: SWAMI A.C. BHAKTIVEDANTA ACARYA-PENDIRI INTERNASIONAL SOCIETY FOR KRISHNA CONSCIOUSNESS, INC. Setelah dua edisi awal ini, gelar “ācārya-pendiri” lenyap hingga edisi nomor 28 (akhir 1969),58 di mana ia muncul kembali dengan 55
Fotocopy selebaran tersebut dapat diliihat pada BTG No. 26 (Oktober 1969). Salinan dalam bentuk gambar hasil pemindaian dapat diakses di www. backtogodhead.in. 57 Pada setiap edisi Majalah Back to Godhead, kotak kecil kop majalah mencantumkan “Pendiri: A.C. Bhaktivedanta Swami.” Tetapi “Pendiri” di sini mengacu kepada majalah Back to Godhead, bukan ISKCON. 58 Majalah Back to Godhead berhenti mencantumkan tanggal pada setiap edisinya sejak edisi nomor 26 (Oktober 1969). 56
75
kehadiran yang hampir sama dengan dua edisi pada tahun 1966. Pada edisi tahun 1969, sebuah foto Śrīla Prabhupāda mengisi seluruh halaman pertama, dan ada ruang yang cukup hanya untuk tulisan di bawah ini: SRI SRIMAD A.C. BHAKTIVEDANTA SWAMI ACHARYA PENDIRI ISKCON DAN PENGAJAR TERBESAR KESADARAN KRISHNA DI DUNIA BARAT. Akan tetapi, hampir setahun berlalu hingga akhirnya kita kembali melihat perlakuan yang sama terhadap kedudukan Śrīla Prabhupāda. Kemudian, di dalam majalah Back to Godhead No. 36 (akhir tahun 1970) kita menemukan dimulainya penyajian standar secara teratur kedudukan Śrīla Prabhupāda sebagaimana yang biasa kita lihat saat ini—yang prototipnya terdapat di dalam dua edisi awal majalah Back to Godhead—sebuah foto besar di atas nama dan kedudukan beliau yang dicantumkan secara lengkap: Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda Ācārya-Pendiri International Society for Krishna Consciousness Walaupun perlu waktu bagi gelar ācārya-pendiri untuk kemudian digunakan secara normal, nampak jelas bahwa gelar tersebut telah ada di dalam benak Śrīla Prabhupāda sejak awal sekali. Penyajian secara khusus Prabhupāda sebagai ācārya-pendiri di dalam tiga edisi awal tersebut tentu saja jarang dan tidak teratur. Namun ketiganya sangat mengarah kepada pemahaman tertentu—seolah diarahkan oleh pernyataan gaya editorial—bahwa seseorang dapat melihat adanya tuntunan tangan Śrīla Prabhupāda di belakangnya. Krisis yang serius pada tahun 1970—dibahas pada bagian awal ulasan ini—memaksa Śrīla Prabhupāda untuk mengambil tindakan penyelamatan yang tegas untuk membentengi perkumpulannya.59 59
Beberapa saudara seguru di India, setelah mendapatkan akses yang cukup besar terhadap sejumlah murid Śrīla Prabhupāda, telah dengan maksud buruk merendahkan otoritas dan kedudukan Prabhupāda, yang perlahan-lahan ber-
76
Salah satu di antaranya adalah penegakan standar penggunaan “ācārya-pendiri” sebagai gelar beliau untuk mengacu kepada ISKCON. Dengan melakukan hal itu, Prabhupāda bermaksud untuk menekankan kepada semua anggota ISKCON tentang perlunya bagi kita untuk memperdalam pemahaman kita tentang kedudukan beliau dan menyimpannya secara aktif di dalam pikiran. Apa yang menjadikan hal ini begitu penting? Kekuatan spiritual ISKCON bergantung kepadanya. Potensi spiritual tersebut, pada awal ISKCON, terletak sepenuhnya pada diri Śrīla Prabhupāda. Dengan mengikuti petunjuk-petunjuk beliau, murid-muridnya sendiri— walaupun masih mentah dan belum mantap—menjadi dikuasakan dengan potensi beliau. Dengan hanya dibantu oleh penyembahpenyembah pemula yang bertindak sebagai wakil-wakilnya yang efektif, pada tahun 1971 Śrīla Prabhupāda telah menyebarluaskan kesadaran Kṛṣṇa ke seluruh dunia: sebagai tambahan bagi meningkatnya jumlah kuil di Amerika Utara, pusat-pusat ISKCON telah didirikan di London, Paris, Hamburg, dan Tokyo, dan perkumpulan berjalan dengan kuat. Bagaimana Śrīla Prabhupāda mampu mencapai semua ini? Dengan memosisikan perintah guru spiritualnya sebagai kekayaan terbesarnya dan dengan melayani perintah tersebut tanpa syarat, Śrīla Prabhupāda telah dikuasakan—meski sendirian dan tanpa bantuan—untuk mengangkat pekumpulan Hare Kṛṣṇa persis dari titik yang ditinggalkan oleh Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, dan kemudian mendorongnya maju dengan dorongan kuat yang sama yang telah menggerakkan guru spiritualnya sendiri. Yang menakjubkan, tujuan agar kekuatan kesatuan dari “sebuah muara pada terkompromikannya keyakinan dan kesetian bahkan sejumlah murid terdepannya. Śrīla Prabhupāda menyebutkan tentang saudarasaudara segurunya tersebut di dalam penjelasan beliau atas CC ādi. 10.7: “Ketika murid-murid kami memiliki keinginan yang sama untuk menyebut guru spiritual mereka sebagai Prabhupāda, sejumlah orang bodoh menjadi iri. Tanpa mempertimbangkan karya penyebarluasan gerakan Hare Kṛṣṇa, semata-mata karena murid-murid tersebut menyebut guru spiritual mereka sebagai Prabhupāda, mereka menjadi sedemikian iri hati hingga mereka membentuk kelompok sesama orang yang iri seperti itu untuk mengecilkan arti perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa.”
77
institusi besar” yang telah tepusat selama hampir dua dekade, telah terealisasi dalam kejadian tersebut, oleh seorang wakil dari Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura yang bertindak sendirian. Demikianlah Śrīla Prabhupāda telah melihat sendiri—telah membuktikannya dalam tindakan—potensi dari hubungan sebagai murid, hubungan sebagai abdi. Cukup dengan hubungan sebagai abdi tersebut, nampaknya satu energi rohani—gauraśakti—telah terus bertindak tanpa halangan, tanpa jeda, memindahkan dirinya dari satu instrumen yang bersedia menuju instrumen berikutnya. Berikutnya, tantangan bagi Prabhupāda adalah untuk menanamkan seni pengabdian spiritual yang sama ke dalam diri murid-muridnya sendiri. Jika berhasil, pada gilirannya mereka akan melanjutkannya sebagai warisan budaya ISKCON. Jika pengikut-pengikut beliau mampu menerimanya dan menjadi layak untuk menerima warisan beliau, mengembangkannya dan meningkatkannya sebagaimana yang telah beliau sendiri lakukan, menempatkan pengabdian dalam kerja sama sebagai inti dari segala tindakan—maka tugas beliau sebagai ācārya-pendiri akan terpenuhi. Selama periode yang sama, Śrīla Prabhupāda menuruti permintaan sejumlah murid agar mereka dapat menghormati beliau dengan praṇāma-mantra yang khusus dan bersifat pribadi.60 Biasanya murid yang berkompetenlah yang menyusun mantra tersebut sebagai penghormatan terhadap gurudevanya. Mengingat bahwa pada saat itu belum ada murid Śrīla Prabhupāda yang cukup berkuali ikasi secara spiritual maupun secara linguistik untuk melakukannya, 60
Tamāla Kṛṣṇa Goswami: “Setelah kami mendatangi Prabhupāda dan memberitahu beliau bahwa sebagai murid-muridnya kami ingin memiliki sebuah doa khusus yang dapat kami ucapkan sebagai penghormatan kepada beliau, beliau menyusun sebuah ayat yang menguraikan tentang misi beliau” (SS 187). Sebuah mantra “pribadi” menyampaikan penghormatan kepada guru spiritual tertentu atas sejumlah karakteristik pribadi atau pencapaian tertentu. Praṇāma-mantra yang pertama “bersifat umum,” yakni bahwa ia cocok untuk ditujukan kepada guru mana pun yang namanya diselipkan ke dalam mantra tersebut. Tanggal kemunculan praṇāma-mantra baru itu: Dalam sebuah surat tertanggal 9 April 1970 kepada Pradyumna Dāsa, Śrīla Prabhupāda menyebutnya sebagai “tambahan doa yang baru,” dan mengusulkan sebuah modi ikasi pada tata bahasanya dalam bahasa Sanskerta.
78
Prabhupāda ditempatkan dalam kedudukan yang canggung untuk memberikan sendiri mantra tersebut. Sebagai hasilnya, kita diberikan penggambaran Prabhupāda sendiri tentang diri beliau, bagaimana beliau memandang dirinya sendiri, bagaimana beliau ingin kita mengingat beliau saat kita mengenang kehadiran beliau setiap harinya: namas te sārasvate deve gaura-vāṇī-pracāriṇe nirviśeṣa-śūnyavādi-pāścātya-deśa-tāriṇe Sārasvata adalah nama di dalam ayat ini yang Śrīla Prabhupāda ingin agar kita mengingatnya dalam hubungan dengan diri beliau, yakni nama beliau dalam hubungan dengan guru spiritualnya. Sārasvata adalah nama yang berkaitan dengan ayah; artinya adalah “putra [atau murid] dari [Bhaktisiddhānta] Sarasvatī.”61 Sebagaimana Prabhupāda menjelaskan (CC Ādi 10.84, penjelasan): “Sebagai anggota perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa kita termasuk dalam keluarga, atau garis perguruan dari Sarasvatī Gosvāmī, sehingga kita dikenal sebagai para Sārasvata. Karena itulah sembah sujud dihaturkan kepada guru spiritual sebagai sārasvata-deva, atau anggota dari keluarga Sārasvata...” Dengan demikian, nama beliau sendiri di dalam praṇāma-mantra ini semata-mata adalah nama guru spiritualnya, yang, dengan sedikit penyesuaian pada tata bahasa—dengan mengubah huruf a pertama menjadi ā, dan memodi%ikasi akhiran-kata— akan menjadi nama beliau sendiri. Dengan cara demikian, kata “Sārasvata” mengarahkan perhatian kita kepada jalinan hubungan mereka yang mendalam dan menggambarkan bahwa pencapaian61
Terdapat sebuah aturan dalam tatabahasa Bahasa Sanskerta untuk pembentukan sebuah nama yang mengacu kepada nama ayah atau nama ibu. Dalam Bahasa Inggris, nama keluarga seperti “Johnson” atau “Erickson” awalnya terbentuk dengan mengacu kepada nama ayah (“putranya John”). Di Skotlandia, awalan “Mac-” atau “Mc-” adalah tanda dari nama yang terbentuk dengan mengacu kepada nama ayah, “MacDonald” (awalnya) berarti putranya Donald; di Irlandia FitzGerald berarti putranya Gerald. Di Rusia, “Ivanovitch” adalah nama yang terbentuk dengan mengacu kepada nama ayah. Dengan mengikuti aturan bahasa Sanskerta, Prabhupāda menyebut diri beliau sendiri dengan nama “Sārasvata,” putra atau abdi dari Sarasvatī Ṭhākura.
79
pencapaian sang putra—yang dicapai atas nama ayahnya—adalah milik sang ayah, yakni pencipta dan penuntunnya. Dalam contoh ini, sang putra mewakili sang ayah dalam makna harÅiahnya: “mewakili” berarti menghadirkan kembali. Praṇāma-mantra Śrīla Prabhupāda memperkenalkan beliau sebagai dia yang menyebarluaskan (pracāriṇa) ajaran (gauravāṇī) Sri Caitanya ke Barat (pāścātya-deśa). Pencapaian beliau tersebut merupakan tujuan yang diupayakan oleh Gauḍīya Maṭha, yang telah menjejakkan langkah awal di Eropa pada tahun 1933 tetapi tidak mampu melangkah lebih jauh. Andaikan kedudukan tersebut dipertahankan—khususnya dengan dibangunnya sebuah kuil di London—Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sendiri tentu telah pergi ke Barat.62 Menurut keadaan saat itu, kehendak beliau nampak telah mengalami kegagalan. Pun demikian, ketika waktunya tiba, beliau memiliki seorang Sārasvata yang setia yang memenuhi keinginan terdalam di hatinya. Nama sārasvata-deva mengisyaratkan bahwa penyandangnya adalah kelanjutan dari Sarasvatī Ṭhākura dalam bentuk lain. Dalam bentuk tersebut, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura berhasil mewujudkan keinginan terdalam di hatinya. Ketika abdinya yang paling berdedikasi menyadari bahwa keberhasilan tersebut telah digenggam,63 dengan menyandang nama dan bentuk “International Society for Krishna Consciousness,” gelar “ācārya-pendiri” diterima 62
The Harmonist edisi 12 Juli 1935 (Harm. 31:521-22) melaporkan bahwa “Yang Mulia Majarani Indira Devi, Wali Shaeba Cooch Behar berkunjung ke Sree Gaudiya Math, Baghbazar, Calcutta,” di mana beliau bertemu dengan Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura. Saat pertemuan berlangsung, majalah tersebut melaporkan: “Yang Mulia dengan sangat serius menanyakan tentang rencana kunjungan sang Editor [Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura] ke Eropa untuk semakin memperluas penyebarluasan di Barat.” 63 Kita tidak mengetahui waktu persisnya kapan beliau menyadari hal ini. Bagaimana pun, tidak dapat diragukan bahwa pengetahuan Śrīla Prabhupāda tentang masa depan tidak seperti pengetahuan umumnya jiwa-jiwa yang terikat. Pada penghujung musim gugur tahun 1965, Śrīla Prabhupāda duduk di sebuah kursi taman dan berbincang dengan Paul Ruben, seorang kondektur kereta bawah tanah Kota New York, yang mengisahkannya sebagai berikut (SPL 2:28): ‘‘Nampak seolah-olah beliau telah mengetahui bahwa beliau
80
oleh Śrīla Prabhupāda. Tindakan Śrīla Prabhupāda yang percaya diri ini mengisyaratkan bahwa beliau mengetahui dengan sangat baik bahwa gelar tersebut telah dipersiapkan sebagai pengakuan atas keberhasilan puncak Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura dalam menegakkan kesadaran Kṛṣṇa sebagai sebuah gerakan global, dan bahwa Śrīla Sarasvatī Ṭhākura telah mencapai keberhasilan tersebut melalui Sārasvatanya sendiri. Praṇāma-mantra Śrīla Prabhupāda mengakui dua jenis pencapaian: tersebarluasnya bhakti kepada Tuhan, dan tersingkirkannya nihilisme dan impersonalisme. Ini juga merupakan tujuan dari institusi Gauḍīya Maṭha di bawah Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura dan juga pencapaian khusus para sampradāya-ācārya. Patut dicermati bahwa Śrīla Prabhupāda mampu mengenali pencapaian beliau sendiri, dan menerima penghormatan yang memang layak diterima, tanpa setitik pun kesombongan. Telah terbukti bahwa pada saat tertentu, Śrīla Prabhupāda menyadari bahwa walaupun ada segala rintangan, beliau akan mampu melaksanakan perintah guru spiritualnya. Beliau mengakui bahwa beliau telah dikuasakan. Merupakan karakteristik alamiah psikologi spiritual, yang nampak pada diri penyembah-penyembah agung dan orangorang suci, bahwa pengalaman dikuasakan itu tak terhindarkan diiringi oleh pengalaman rasa kerendahan hati yang mendalam, dan semakin pemberian kuasa itu memperlihatkan hasilnya, kerendahan hati itu semakin meningkat. Perpaduan yang selaras antara pencapaian yang besar dan kerendahan hati yang besar ini melampaui lingkup pengalaman orang-orang materialistik biasa. Membayangkannya pun mereka tidak mampu. Ketika keberhasilan yang nyata mulai nampak pada upaya-upaya Śrīla Prabhupāda, beliau mengabaikan upayanya sendiri, memberikan penghargaan kepada pihak lain, dan beliau dipenuhi rasa syukur. Pada sejumlah kesempatan yang mengesankan, beliau mengungkap isi pikirannya kepada khalayak umum. Sebagai contoh, ketika akan memiliki temple-temple yang dipenuhi dengan para penyembah. Beliau memandang ke arah kejauhan lalu berkata, ‘Saya bukan orang miskin, saya kaya. Ada temple-temple dan buku-buku, mereka ada, tetapi waktu sedang memisahkan kita dengan mereka.’”
81
berbicara kepada murid-muridnya yang berkumpul di London untuk merayakan Śrī Vyāsa-pūjā pada 22 Agustus 1973, Śrīla Prabhupāda berkata: Siapa pun yang terhubung dengan perkumpulan kita, dia bukanlah makhluk hidup biasa. Sebenarnya, dia adalah roh yang telah terbebaskan. Dan saya sangat berharap bahwa murid-murid saya yang sedang berpartisipasi sekarang, bahkan jika saya meninggal dunia, perkumpulan saya ini tidak akan berhenti, saya sangat mengharapkan hal ini... Guru Mahārāja saya, Sri Srimad Bhaktisiddhānta Sarasvatī Gosvāmī Prabhupāda, beliau juga berusaha mengirimkan murid-muridnya untuk mengajarkan ajaran Caitanya ke dunia Barat... Pada pertemuan pertama, mungkin kalian sudah mengetahuinya, beliau minta agar saya mengajarkan. Saat itu saya masih muda, baru dua puluh lima tahun, dan juga, saya berumahtangga. Jadi, semestinya saya langsung bergabung dan melaksanakan keinginan beliau, tetapi karena kemalangan saya, saya tidak dapat langsung melaksanakan perintah beliau, tetapi saya menyimpannya di hati saya bahwa itu harus saya lakukan. Jadi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, perintah beliau saya laksanakan pada usia tujuh puluh tahun, bukan pada usia dua puluh lima tahun. Jadi, sebenarnya saya telah menyia-nyiakan banyak waktu, saya dapat mengerti hal itu... Pesan itu telah diberikan ketika saya berusia dua puluh lima tahun, tetapi saya memulainya pada usia tujuh puluh tahun. Tetapi pesan itu tidak saya lupakan. Jika tidak demikian, bagaimana mungkin kemudian saya melakukannya? Itulah kenyataannya. Saya terus mencari kesempatan, bagaimana cara melakukannya. Bagaimana pun, walaupun saya memulainya dengan sangat terlambat, pada usia tujuh puluh tahun, atas bantuan murid-murid saya perkumpulan ini sedang menancapkan akarnya dan tersebarluas ke seluruh dunia. Karena itu, saya harus 82
mengucapkan terima kasih. Semua ini adalah karena kalian. Penghargaannya bukan untuk saya, melainkan untuk kalian di mana kalian telah membantu saya untuk melaksanakan perintah Guru Mahārāja saya. Belakangan pada tahun yang sama di Los Angeles, Śrīla Prabhupāda mengungkapkan pemikiran yang serupa, dengan emosi yang lebih terlihat, pada Hari Berpulang guru spiritualnya (VB: Ceramah, 31 Desember 1973): Jadi, dengan cara demikian, berangsur-angsur saya menjadi terikat kepada aktivitas Gauḍīya Matha ini, dan atas karunia Kṛṣṇa, bisnis saya juga tidak berjalan dengan baik. [tertawa] Ya. Kṛṣṇa bersabda yasyāham anughṛṇāmi hariṣye tad-dhanaṁ śanaiḥ. Jika seseorang benar-benar ingin menjadi penyembah Kṛṣṇa, dan pada saat yang sama tetap mempertahankan keterikatan materialnya, maka yang dilakukan Kṛṣṇa adalah Kṛṣṇa mengambil segala hal material tersebut, sehingga sepenuhnya dia menjadi, maksud saya, bergantung kepada Kṛṣṇa. Hal ini terjadi secara nyata dalam hidup saya. Saya dipaksa untuk datang kepada perkumpulan ini untuk melaksanakannya dengan sangat serius. Dan, saya bermimpi: “Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sedang memanggil saya, ‘Ayo, ikut bersama saya!’” [jeda] Kadangkala saya merasa takut, “Oh, apa artinya ini? Apakah saya harus meninggalkan kehidupan berkeluarga? Apakah Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sedang memanggil saya? Apakah saya harus mengambil sannyāsa?” Oh, saya merasa takut. Tetapi beberapa kali saya melihatnya, beliau memanggi saya. Demikianlah, atas karunia beliau saya dipaksa untuk meninggalkan kehidupan berkeluarga, apa yang disebut-sebut sebagai kehidupan bisnis saya. Dan dengan satu atau lain cara beliau membawa saya untuk mengajarkan pesan-pesan beliau. 83
Jadi, ini adalah hari yang patut dikenang. Apa yang beliau inginkan, telah saya upayakan untuk sedikit melaksanakannya, dan kalian semua membantu saya. Maka saya harus banyak berterima kasih. Kalian sesungguhnya adalah wakil Guru Mahārāja saya [mulai menangis] sebab kalian membantu saya untuk melaksanakan perintah Guru Mahārāja saya... Ketika orang-orang India yang menghargai Śrīla Prabhupāda mulai memuji Śrīla Prabhupāda dengan mengatakan bahwa beliau adalah seorang pesulap atau pencipta keajaiban, beliau menolak dikatakan memiliki kekuatan khusus. Berikut adalah komentar beliau yang disampaikan di Bombay pada 9 Januari 1973: Ya, kita hendaknya tidak berbangga hati bahwa “Saya telah menciptakan keajaiban.” Mengapa?... Kadangkala orang-orang, mereka memberi saya penghormatan yang besar: “Swamijī, Anda telah menciptakan keajaiban.” Saya tidak merasa telah menciptakan keajaiban. Apa yang telah saya lakukan? Saya katakan bahwa saya bukanlah pesulap, saya tidak tahu caranya menciptakan keajaiban. Saya hanya menyajikan Bhagavad-gītā menurut aslinya, itu saja. Jika ada penghargaan, hanya itulah penghargaan untuk saya. Siapa pun dapat melakukannya. Bhagavadgītā sudah ada, dan siapa pun dapat menyajikan Bhagavad-gītā menurut aslinya. Maka hasilnya akan ajaib. Saya bukan pesulap. Saya tidak tahu trik-trik sulap dan yoga-siddhi... Jadi, satu-satunya penghargaan untuk saya, bahwa saya tidak mencampurkan sesuatu apa pun ke dalam ajaran Bhagavad-gītā yang murni ini, itu saja. Itulah penghargaan untuk saya. Dan keajaiban kecil apa pun yang telah terjadi, itu terjadi berdasarkan pada prinsip tersebut. Itu saja. Governing Body Commission. Pergolakan yang terjadi pada tahun 1970 di dalam ISKCON menyediakan kesempatan bagi Śrīla 84
Prabhupāda untuk memuaskan keinginan lain Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura yang belum terpenuhi: pembentukan sebuah badan pengatur untuk mengelola keseluruhan institusi. Perintah tersebut adalah salah satu di antara perintah-perintah terakhir yang disampaikan oleh Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura kepada murid-muridnya pada hari-hari terakhir beliau di dunia ini.64 Ketidakpatuhan terhadap perintah tersebut, menurut Śrīla Prabhupāda, mengantarkan pada terpecahnya Gauḍīya Maṭha (CC Ādi 12.8, penjelasan): Pada awalnya, selama kehadiran Oṁ Viṣṇupāda Paramahaṁsa Parivrājakācārya Aṣṭottara-śata Śrī Śrīmad Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura Prabhupāda, semua murid bekerja secara mufakat; tetapi tepat setelah beliau berpulang, mereka tidak mencapai mufakat. Satu kelompok mengikuti dengan tegas perintah-perintah Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, tetapi kelompok lainnya menciptakan rencana mereka sendiri perihal pelaksanaan keinginan-keinginan beliau. Saat menjelang berpulang, Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura meminta kepada semua muridnya agar membentuk sebuah badan pengatur dan menjalankan aktivitas misionaris dalam kerja sama. Beliau tidak memerintahkan agar satu orang tertentu menjadi ācārya berikutnya. Tetapi tepat setelah beliau berpulang, sekretaris-sekretaris terdepan beliau menyusun rencana, tanpa otoritas, untuk menduduki posisi ācārya, dan mereka terpecah menjadi dua kelompok [ “Gauḍīya Mission” Calcutta dan “Gauḍīya Maṭha” Mayapura] perihal siapa yang akan menjadi ācārya berikutnya. Sebagai akibatnya, kedua kelompok tersebut adalah asāra, atau tidak berguna, sebab mereka tidak memiliki otoritas, setelah mengabaikan perintah 64
Perintah tersebut dituliskan pada 31 Desember 1936 di dalam daftar wasiat beliau. Dokumen aslinya tersimpan di Bhaktivedanta Research Center di Kolkata. Fotocopynya dapat dilihat di MHP 289.
85
sang guru spiritual. Walaupun sang guru spiritual telah memerintahkan untuk membentuk badan pengatur dan melaksanakan aktivitas misionaris Gauḍīya Maṭha, dua kelompok yang tanpa otoritas tersebut mulai melakukan proses pengadilan yang masih terus berlangsung selama empat puluh tahun tanpa ada keputusan. Karena itu, kami tidak termasuk dalam kelompok mana pun. Tetapi, karena kedua kelompok tersebut sibuk membagi aset-aset material institusi Gauḍīya Maṭha, dan berhenti melaksanakan tugas pengajaran, kami mengambil alih misi Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura dan Bhaktivinoda Ṭhākura untuk mengajarkan ajaran Caitanya Mahāprabhu ke seluruh dunia, di bawah perlindungan semua ācārya terdahulu, dan kami dapat melihat bahwa upaya kecil kami ini telah mencapai sukses. Kami mengikuti prinsip-prinsip khususnya yang dijelaskan oleh Śrīla Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura dalam ulasan beliau atas ayat Bhagavad-gītā yang diawali dengan vyavasāyātmikā buddhir ekeha kuru-nandana [BG 2.41]. Menurut petunjuk Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura tersebut, merupakan tugas seorang murid untuk mengikuti dengan tegas perintah-perintah guru spiritualnya. Rahasia kesuksesan dalam kemajuan kehidupan spiritual adalah keyakinan yang teguh sang murid terhadap perintah-perintah guru spiritualnya... Setiap tindakan harus dinilai dari hasilnya. Para anggota kelompok ācārya yang mengangkat diri sendiri yang menguasai properti Gauḍīya Maṭha merasa puas, tetapi mereka tidak bisa mencapai kemajuan dalam pengajaran. Karena itu, melalui hasil dari tindakan-tindakan mereka, dapat kita ketahui bahwa mereka adalah asāra, atau tidak berguna, sedangkan kesuksesan kelompok ISKCON, International Society for Krishna Consciousness, yang mengikuti guru dan Gaurāṅga dengan tegas, terus meningkat setiap hari di seluruh penjuru dunia. 86
Dibentuknya Governing Body Commission pada 28 Juli 1970 adalah tindakan penyelamatan kedua Śrīla Prabhupāda yang terbukti keampuhannya untuk menghadapi gejala perpecahan yang nampak di dalam ISKCON. GBC adalah sejenis institusi—sebuah komite65— yang membutuhkan dan juga mendorong terwujudnya kerja sama. Pemimpin-pemimpin Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura gagal mewujudkan dewan pengatur seperti itu. Andaikan Gauḍīya Maṭha tidak terpecah akibat ketidakpatuhan mereka, akan ada banyak murid Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura yang bekerja bersamasama di Barat. Saat itu, Śrīla Prabhupāda tiba sendirian, dan sendirian beliau membangkitkan kembali gerakan Kesadaran Krishna. Ketika saudara-saudara segurunya secara aktif maupun pasif menolak untuk melakukan kerja sama, tidak ada pilihan lain bagi beliau selain menjadi ācārya tunggal sebagai pemimpin ISKCON. Guru spiritualnya sendiri telah meminta dibentuknya sebuah dewan pengatur untuk meneruskan beliau sebagai pemimpin institusi beliau. Śrīla Prabhupāda menyimpan permintaan ini di hatinya. Inilah keinginan lain Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura yang belum terpenuhi, dan Śrīla Prabhupāda, sang Sārasvata yang setia, berkeinginan untuk memuaskan Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura: Beliau akan membentuk badan tersebut, mengawasi perkembangannya, dan menyiapkannya untuk bertindak sebagai penerusnya untuk memimpin ISKCON. Merupakan adat kebiasaan di India bagi seorang ācārya untuk menyerahkan institusinya ke tangan penerus yang dipilihnya sebagai pewaris kehendaknya. Tindakan yang diambil Śrīla Prabhupāda pada tahun 1970—membentuk GBC—memungkinkan beliau untuk pada tahun 1977 menetapkan hal tersebut sebagai ketetapan pertama di dalam “Penyataan Wasiat” beliau: “Governing Body Commission (GBC) akan menjadi otoritas manajemen tertinggi bagi seluruh International Society for Krishna Consciousness.” Dengan membentuk GBC dan menyerahkannya sebagai penerus yang dipilihnya untuk memimpin ISKCON, Śrīla Prabhupāda memastikan bahwa perintah 65
Secara etimologi (ilmu tentang asal-usul kata), kata tersebut berasal dari kata bahas Latin committere, yang berarti “menyatukan diri, menghubungkan diri.”
87
Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura akan terus berjalan dengan baik di dunia ini dan membuahkan hasil. Tahap terakhir penetapan komponen penting morfologi spiritual ISKCON oleh Śrīla Prabhupāda diawali sekitar masa itu pula. Setelah menghadapi kesulitan yang besar dan banyak kemunduran, yang utamanya dilatari oleh penentangan pasif maupun aktif dari saudarasaudara segurunya,66 Śrīla Prabhupāda mampu membeli tanah di Māyāpura untuk ISKCON, dan beliau dengan cepat mengungkap tentang rencana-rencananya untuk membangun sebuah kuil yang monumental di sana. Bersurat kepada Govinda Dāsī dari Calcutta (28 Mei 1971), beliau menyatakan: Kamu akan gembira mendengar bahwa kita telah membeli sekitar lima acre tanah di Mayapur, tempat kemunculan Sri Caitanya dan kami telah mengajukan untuk mengadakan festival yang bagus di sana sejak hari Janmastami sela-ma dua minggu. Saat itu akan dilaksanakan upacara peletakkan batu pertama [untuk kuil itu]. Saya ingin agar murid-murid terdepan saya datang ke India pada saat itu. Ada 50 cabang, jadi setidaknya satu orang dari tiap-tiap cabang hendaknya menghadiri acara tersebut... Dengan melaksanakan upacara untuk mendirikan fondasi kuil, Śrīla Prabhupāda memperlihatkan komitmen beliau untuk menyelesaikan 66
Satsvarūpa dāsa Goswami menceritakan (SPL 4:95): “Meskipun kadangkala tidak berpengetahuan, beliau mengetahui bahwa murid-muridnya tidaklah bermaksud jahat. Namun surat-surat dari India ini membawa penyakit spiritual yang ditularkan oleh beberapa saudara seguru Prabhupāda kepada murid-muridnya di sini. Prabhupāda telah dipersulit ketika beberapa saudara segurunya menolak untuk membantunya mendapatkan tanah di Māyāpur, tempat kemunculan Sri Caitanya. Walaupun beliau telah meminta kepada mereka agar membantu murid-muridnya yang belum berpengalaman untuk membeli tanah tersebut, mereka tidak bersedia membantu. Kenyataannya, beberapa di antara mereka bahkan menghalangi usaha tersebut. Prabhupāda bersurat kepada salah seorang saudara segurunya, ‘Saya sangat kecewa mengetahui bahwa ada sejenis konspirasi yang dilakukan oleh beberapa saudara seguru kita untuk tidak memberi saya tempat di Māyāpur.’”
88
bangunan tersebut. Sebagaimana yang kemudian terjadi, peletakkan batu pertama tersebut tertunda hingga Gaura Pūrṇimā tahun 1972, dan pada tahun-tahun berikutnya banyak lagi terjadi perubahan yang membuat pemimpin-pemimpin ISKCON berulangkali kembali ke meja gambar. Namun, komitmen Śrīla Prabhupāda sendiri, yang dinyatakannya pada tahun 1972 seolah sebagai sebuah sumpah, telah terbukti mengandung potensi yang telah menggerakan usaha bersama itu untuk melewati segala rintangan, dan Temple of the Vedic Planetarium pun muncul di atas tanah endapan Antardvīpa. Śrīla Prabhupāda memberikan prioritas kepada usaha untuk mendapatkan tanah di Māyāpura untuk “markas besar” ISKCON dan membangun sebuah kuil istimewa di atasnya. Perlahan-lahan, pemimpin-pemimpin Śrīla Prabhupāda mulai menangkap arti penting hal ini bagi beliau. Sebagai contoh (SPL 5:9): Selama kunjungan ke Calcutta tersebut [November, 1971], Prabhupāda telah menyampaikan pula rencanarencananya untuk Māyāpur. Nara-Nārāyaṇa telah membuatkan sebuah model replika gedung yang akan dibangun ISKCON di atas tanah yang baru diperoleh itu, dan Prabhupāda telah memperlihatkannya kepada semua tamunya dan meminta agar mereka membantu. Melihat kekhusyukan Prabhupāda dalam proyek tersebut, Girirāja menawarkan diri untuk membantu melakukan apa pun yang diperlukan. “Nampaknya ada dua hal yang paling Anda inginkan,” Girirāja berkata, “agar buku-buku disebarluaskan dan sebuah kuil dibangun di Māyāpur.” “Ya,” Prabhupāda berkata, sambil tersenyum. “Ya, terimakasih.” Kita mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang prioritas Śrīla Prabhupāda apabila kita memahami kuil tersebut berdasarkan pada eklesiologi Gauḍīya Vaiṣṇava yang menjadi fondasi bagi institusi Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura sebagaimana yang telah kita cermati. Kita telah mencermati bahwa Śrīla Prabhupāda membangun ISKCON berdasarkan pada eklesiologi yang sama. Di 89
dalam institusi Gauḍīya Maṭha, Śrī Caitanya Maṭha di Māyāpura adalah pusat atau kuil “induk” dan semua yang lain adalah cabangcabangnya: “Perbedaan antara Gaudiya Math [di Calcutta] dan Sri Chaitanya Math dapat dipahami melalui analogi perbedaan antara sebuah lilin dengan lilin lain yang menjadi sumber nyala lilin tersebut,” artikel The Harmonist menjelaskan (dengan mengacu kepada Brahma-saṁhitā 5.46). Kuil utama yang berlokasi di Māyāpura, yakni alam spiritual (Śvetadvīpa) yang turun ke dunia ini, benar-benar merupakan padanan yang nampak bagi penglihatan dunia dari lokasi aslinya yang transendental, tempat Sri Caitanya dan sang ācārya tinggal bersama secara kekal. Berbagai cabang yang ada adalah tempat-tempat untuk melatih para calon dalam pelayanan di tempat sang ācārya di Māyāpura yang transendental. Kuil pusat atau induk dari institusi tersebut, karena berlokasi di tepian di antara dua alam, berfungsi sebagai semacam pintu gerbang. Cabangcabang yang terkait dengannya, walau menyebar lebih jauh di alam duniawi, berfungsi pula sebagai pintu-pintu gerbang karena adanya keterhubungan mereka dengan kuil pusat. Terletak di pusat, Śrī Caitanya Maṭha mengajarkan melalui arsitektur beserta hiasan dan kelengkapannya, sains spiritual yang menggariskan prinsip kesatuan yang memungkinkan keberadaan gerbang tersebut: acintya-bhedābheda-tattva. Jalur parikramā yang mengelilingi kubah pusat mengantarkan para pengunjung berkeliling untuk menjumpai satu demi satu wujud dari empat Ācārya-Pendiri Vaiṣṇava, yang masing-masing memiliki tempat sendiri di bagian luar kubah. Masing-masing disusun sejajar di dasar kubah, tetapi strukturnya sendiri menjadikan semuanya terkumpul bersama di sekitar Śrī Caitanya Maṭha. Masing-masing Ācārya-Pendiri tersebut mengemukakan ajaran spesi#ik tentang hubungan antara Tuhan dan energi-energi-Nya. Meskipun tiap-tiap doktrin tersebut kuat dan rasional, namun masih belum lengkap, demikian dinyatakan oleh Niśikānta Sānyāl di dalam Sree Krishna Chaitanya. Tetapi, ajaran Sri Caitanya—yang dirumuskan sebagai acintya-bhedābhedatattva—“merekonsiliasi, mengharmoniskan dan menyempurnakan ajaran-ajaran tersebut” (SKC 164). Kuil itu mewujudkan ajaran Gauḍīya Vaiṣṇava tersebut 90
dan mengajukan usul—yang sedemikian menyeluruh di dalam Sree Krishna Chaitanya—bahwa Mahāprabhu, sang yuga-avatāra, telah memberikan penyempurnaan dan pemenuhan bagi !ilsafat ketuhanan. Temple of the Vedic Planetarium milik ISKCON menghadirkan ajaran yang sama yang dikemukakan oleh Śrī Caitanya Maṭha dengan cara yang lebih terperinci dan komprehensif. Pada skala kosmologis, kuil itu memetakan, memperagakan, dan menggambarkan kebenaran acintyabhedābheda-tattva: bahwa tidak ada sesuatu pun yang berbeda dengan Kṛṣṇa, namun Kṛṣṇa berbeda dengan segala sesuatu.67 Di dalam kubah utama kuil itu kita dapat melihat alam semesta ditampilkan sebagaimana ia terungkap bagi mereka yang mengalaminya dengan persepsi yang tak terhalangi: sebagai yang berasal dari, dan terhubung dengan Kṛṣṇa, sebagai potensi-potensi Kṛṣṇa sendiri. Dengan demikian, kuil tersebut membantah dua jenis persepsi keliru yang tersebarluas, yang keduanya memisahkan Kṛṣṇa dengan energi-energi-Nya. Yang satu adalah jalan monisme atau impersonalisme (nirviśeṣa-vāda), yang menolak adanya realitas energi rohani dan mengesampingkan personalitas Tuhan dan ciptaan, dengan menganggapnya sebagai ilusi. Yang lain adalah jalan materialisme atau nihilisme (śūnya-vāda), yang hanya mengakui keberadaan energi-energi, tanpa asal mula dan tanpa landasan keberadaan. Dengan memperlihatkan hubungan antara Tuhan dan ciptaan, kuil tersebut dapat menyediakan semacam peta jalan menuju Ketuhanan (lengkap dengan berbagai tempat persinggahan, jalan memutar, dan pengalihan). Terpampang di dinding bagian dalam kubah itu, pengunjung dapat melihat gambar-gambar artistik yang disusun dalam lingkaran naik, memperlihatkan urutan-urutan wilayah yang dilewati oleh Gopa-kumāra dalam perjalanannya mengelilingi alam 67
Dua pemaknaan yang mengesankan terhadap acintya-bhedābheda-tattva oleh Śrīla Prabhupāda: “Tidak ada sesuatu pun yang berbeda dengan Yang Mahakuasa. Tetapi Yang Mahakuasa selalu berbeda dengan segala sesuatu” (BG 18.78, penjelasan). Dan: “Dalam satu makna, tidak ada sesuatu selain Śrī Kṛṣṇa, namun demikian, tidak ada sesuatu yang adalah Śrī Kṛṣṇa kecuali pribadi-Nya yang asli” (CC Ādi 1.51, penjelasan).
91
semesta, melintasi berbagai alam material dan spiritual menuju Śrī Kṛṣṇa di Vṛndāvana, sebagaimana yang digambarkan oleh Sanātana Gosvāmī di dalam Bṛhad-Bhāgavatāmṛta. Demikianlah, kuil tersebut memperlihatkan pendakian tertinggi yang mengantarkan semua kehidupan untuk melangkah maju. Di antara lima langkah yang diambil oleh Śrīla Prabhupāda, yang semuanya telah tercapai sampai tahun 1972, langkah terakhir inilah yang menempatkan semua komponen inti ISKCON pada posisinya masing-masing. Kuil tersebut menyempurnakan keseluruhan struktur spiritual ISKCON. Pusat-pusat pengajaran dan kuil-kuil yang tersebar di seluruh dunia tergabung bersama dalam sebuah jaringan yang berkumpul di pusat yakni di Śrīdhāma Māyāpura. Ibarat akarakar sebatang pohon yang menyebar dan membawakan air ke batang utama, ISKCON yang didirikan oleh Śrīla Prabhupāda membawa roh-roh terikat ke Māyāpura, tempat di mana kuil pusat membuka sebuah gerbang menuju dimensi vertikal, yang, ibarat batang pohon, menjulang naik untuk kemudian menyebarkan cabang-cabangnya dengan subur di angkasa spiritual. Inilah karya seorang Ācārya-Pendiri. Seorang Ācārya-Pendiri membuka jalan besar yang mengantarkan menuju alam semesta dan menyeberang menuju alam transendental. Setelah menyiapkan jalan tersebut—dari ujung awal akar hingga ujung akhir daun—sang Ācārya-Pendiri menetapkan syarat-syarat untuk pemeliharannya secara teratur dan untuk pembimbing-pembimbing yang terlatih yang akan mengarahkan, melindungi dan mendorong orang-orang yang menapaki jalan tersebut. Beliau terus mengawasi fungsifungsi tersebut selama ada orang-orang yang bertindak di bawah arahannya. Dalam satu makna, jalur menuju negeri kehidupan tersebut identik dengan sang pembuatnya sendiri. Dengan memberi nama konstruksinya tersebut ISKCON, Śrīla Prabhupāda merancangnya agar sesuatu yang sepenuhnya bersifat spiritual ini akan terwujud bukan hanya bagi orang cerdas (yang memahami apa yang mereka lihat), tetapi bahkan juga bagi orang bodoh (yang tidak mampu memahaminya). Khususnya bagi mereka, beliau merancang banyak pintu masuk menuju jalan tersebut, yang tersebar dalam sebuah jaringan yang meliputi seluruh dunia. Semua terkumpul 92
pada pusat di Antardvīpa, di mana peta dari jalan yang bercahaya itu—dalam bentuk pemetaan alam semesta—diperlihatkan dengan begitu megah, dan tiap-tiap langkah perjalanan menuju alam transendental digambarkan dengan sangat bagus. Demikianlah kuil itu memperlihatkan diri sebagai sebuah portal atau gerbang masuk semesta yang mengantarkan menuju planet-planet surga dan alam kekal Sri Kṛṣṇa.68 Di kuil-kuil dan pusat-pusat kegiatan ISKCON, mūrti-mūrti Śrīla Prabhupāda yang diletakkan di tempat khusus mengisyaratkan tentang posisi beliau yang menjaga gerbang masuk menuju jalan tersebut. Pada titik pertemuan di Navadvīpa-dhāma, kehadiran Śrīla Prabhupāda yang tersebar di seluruh ISKCON di dunia ini dinyatakan oleh wujud cemerlang mūrti beliau berbahan emas di puṣpa-samādhi beliau; dari sudut yang strategis tersebut beliau mengawasi jalan masuk menuju kuil agung itu, gerbang menuju jalan tertinggi. Dan kemudian, di ujung jalan tersebut yakni Śvetadvīpa, Śrīla Prabhupāda sendiri hadir untuk menyambut dan mengumpulkan para pendatang baru yang memasuki ISKCON rohani yang kekal berupa gaura-līlā.69 Dengan cara demikian, jalan spiritual Śrīla Prabhupāda mengantarkan para jīva yang telah terselamatkan untuk mencapai tujuan tertinggi dengan aman. Ācārya-Pendiri kita menandai awal dari proyek beliau dengan buku pertamanya, Jalan Mudah Menuju Planet Lain, dan beliau melanjutkan upayanya melalui penulisan, pencetakan dan penyebarluasan buku-buku dan pada saat yang sama membangun sebuah institusi yang mendunia. Karya beliau terus berlanjut dan kini akhirnya dimahkotai dengan puncak pemersatunya, yakni Temple of the Vedic Planetarium, yang 68
“Portal” atau “Gerbang” tersebut sejatinya adalah manifestasi-luar dari hati Śrīla Prabhupāda. Hati beliau tersebut sangat luas dan sangat mulia, demikian pula menifestasinya dalam sebuah jalur yang mengelilingi dunia dan sebuah temple pusat yang meliputi alam semesta dan juga di luarnya. Semua ini ada di hati Śrīla Prabhupāda ketika beliau berjalan sendirian di jalan-jalan dingin kota Manhattan pada tahun 1966. Kini, gerbang tersebut termanifestasi dalam bentuk yang sangat besar untuk memberikan berkat secara sangat murah hati. 69 Lihat VB, surat kepada Tusta Krsna, 14 Desember, 1972: “Kita akan punya ISKCON juga di sana [di angkasa spiritual }.”
93
menyatukan Bhāgavatam dan Bhāgavata, kitab dan sosok pribadi. Ia menandai inti dan pusat dari karya cipta sang Ācārya-Pendiri, dan ia menunjukkan lokasi poros-dunia yang sebenarnya di Śrīdhāma Māyāpura yang suci, alam spiritual yang telah turun ke dunia ini. “Empat Acharya-Pendiri pada Zaman Besi” masing-masing merumuskan sebuah analisis atas Vedānta yang menegakkan kembali pemahaman teistik Vaiṣṇava yang dikemukakan oleh Vedavyāsa, dan masing-masing mengajarkannya dengan penuh semangat dan melatih orang lain untuk juga mengajarkannya. Dengan cara demikian, wajah menyesatkan impersonalisme dibongkar, dan kesejatian siddhānta Veda tersebarluas ke seluruh India. Dalam penggambaran Bhaktivinoda Ṭhākura, empat acarya tersebut menyiapkan jalan bagi sang yuga-avatāra Śrī Caitanya Mahāprabhu, yang hendak mengemukakan wahyu yang paling rahasia dari kitabkitab Veda yang terbuka dan dapat diakses oleh semua insan melalui saṅkīrtana. Mahāprabhu menginspirasi rekan-rekan terdekat-Nya untuk merumuskan secara sistematis ajaran-Nya sebagai acintyabhedābheda-tattva, yang mencakup dan melengkapi sistem-sistem yang dikemukakan oleh para Ācārya-Pendiri. Rekan-rekan terdekat Mahāprabhu tersebut menyandang gelar khusus “Prabhupāda.” Kemudian, dua lagi pengikut Mahāprabhu telah muncul yang juga menyandang gelar “Prabhupāda”—Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura Prabhupāda dan A.C. Bhaktivedānta Swami Prabhupāda. Yang pertama secara nyata merumuskan strategi dan taktik untuk penyebarluasan gerakan Mahāprabhu ke seluruh dunia secara sistematis; yang kedua melaksanakan rencana tersebut hingga terwujud secara sempurna. Di dalam institusi Gauḍīya Maṭha, gelar “Ācārya-Pendiri” telah disiapkan untuk disandang oleh Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura Prabhupāda, tetapi menurut keadaan, beliau tidak dapat menyelesaikan sendiri rencana-rencana beliau dan menegakkan kesadaran Kṛṣṇa di negara-negara Barat. Akan tetapi, atas nama beliau, karena memahami isi hati guru spiritualnya, A.C. Bhaktivedānta Swami Prabhupāda melanjutkan dari titik yang ditinggalkan oleh Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura dalam tempo dua belas tahun, menegakkan yuga-dharma di seluruh dunia. Dengan cara demikian, upaya penuh belas kasih dari empat 94
Ācārya-Pendiri diperluas dan disempurnakan, atas karunia Śrī Caitanya Mahāprabhu dan kelengkapan-Nya, oleh seorang tokoh lagi yang menyandang gelar yang sama tersebut. Pencapaian-pencapaian luar biasa Śrīla Prabhupāda tentu menjadikan beliau layak untuk menyandang gelar tersebut, tetapi dalam kasus ini hal tersebut tidak menyatakan bahwa beliau telah memulai sebuah “sampradāya baru.” Dengan menyampaikan dengan setia ajaran-ajaran dan praktik-praktik sebagaimana yang diterimanya dalam Gauḍīya sampradāya, beliau melanjutkan tradisi tersebut. Namun demikian, Śrīla Prabhupāda menyampaikan tradisi yang diterimanya dengan cara penyampaian yang tegas dan meyakinkan, yang unik sesuai dengan diri pribadi beliau, sebagai hasil dari pengetahuan yang beliau insa!i. Sebagai hasilnya, di bawah arahan beliau, Gauḍīya-sampradāya telah mampu meluas melampaui tanah kelahiran tradisi tersebut, dalam tampilan kembali yang segar dan terbarukan, untuk menancapkan akar-akarnya ke seluruh dunia, dan kemudian berkembang di mana-mana. Secara historis Gauḍīya-sampradāya muncul sebagai cabang dari Brahmā-Madhva-sampradāya sebab Sri Caitanya—dalam kenyataannya adalah sumber awal seluruh empat sampradāya— muncul sebagai seorang penyembah (bhakta-rūpa). Karena itu, Sri Caitanya mencari dan menerima inisiasi standar Vaiṣṇava dalam salah satu di antara empat sampradāya yang absah. Akan tetapi, Ajaran Sri Caitanya, yang disusun secara sistematis dan diuraikan secara terperinci oleh Enam Gosvāmī, begitu nampak berbeda dengan standar ajaran komunitas Madhvite tempat Sri Caitanya menerima inisiasi, sehingga sewajarnya para pengikut Mahāprabhu menjadi diakui sebagai sebuah komunitas atau sampradāya yang tersendiri. Ditantang untuk menegakkan bona!iditasnya, Baladeva Vidyābhūṣaṇa sukses menjawab tantangan tersebut dengan cara menulis sebuah ulasan Gauḍīya-vaiṣṇava atas Vedānta-sūtra, yakni Govinda-bhāṣya. Dengan demikian, ada pengakuan resmi bagi Gauḍīya-sampradāya sebagai sebuah sampradāya yang berbeda dengan yang lainnya pada awal abad kedelapan belas. Bahkan demikian, Gauḍīya-sampradāya memiliki status yang istimewa, dan kita tidak dapat hanya sekadar menganggapnya sebagai 95
sebuah sampradāya baru, dengan memosisikannya seba-gai satu lagi sampradāya di antara banyak sampradāya lainnya. Justru, Gauḍīyasampradāya, jika dipahami dengan benar, semes-tinya diakui sebagai penyempurnaan dan pemenuhan penyatuan empat sampradāya Kali-yuga yang telah lebih dahulu ada. Demikianlah pemahaman yang dikemukakan oleh keinsafan—dan penyingkapan—Śrīla Bhaktivinoda Ṭhākura, yang beliau catat di dalam karya visionarisnya yang berjudul Śrī Navadvīpa-dhāma-māhātmya pada tahun 1890. Di sana Bhaktivinoda Ṭhākura memberikan uraian terperinci—seolah sebagai seorang saksi—tentang Śrīla Jīva Gosvāmī yang melakukan (tidak lama setelah kepergian Sri Caitanya) navadvīpa-parikramā di bawah bimbingan Prabhu Nityānanda. Di tengah perjalanan mereka, Nityānanda Prabhu menyampaikan kepada Śrī Jīva tentang bagaimana masing-masing dari empat Ācārya-Pendiri pada Kali-yuga, ketika melakukan perziarahan ke Jagannātha Purī atau Navadvīpa, diberkati dengan penyingkapan rahasia tentang kemunculan sang yuga-avatāra di masa mendatang.70 Meminta agar hal tersebut dirahasiakan, Sri Caitanya menyemangatkan dan menginspirasi mereka masing-masing agar melakukan persiapan bagi kemunculan-Nya di masa mendatang. Sebagai contoh, Sri Caitanya muncul dalam sebuah mimpi yang dialami oleh Madhvācārya dan memberi tahu Madhvācārya (NDM 68): Semua orang mengetahui bahwa engkau adalah abdi kekal-Ku. Ketika Aku muncul di Navadvīpa, Aku akan menerima sampradāyamu. Sekarang, pergilah berkeliling dan cabutlah dengan cermat semua kitab suci palsu milik para māyāvādī. Ungkaplah tentang keagungan pemujaan Arca Tuhan. Nantinya Aku akan menyebarluaskan ajaranajaran murnimu. Ketika Sri Caitanya muncul di hadapan Nimbāditya (atau Nimbārka), Sri Caitanya mengungkapkan bagaimana di masa depan Dia akan 70
Sri Caitanya muncul dengan cara yang sama kepada Śaṅkarācārya, mengakui beliau sebagai “Pelayan-Ku,” dan memerintahkan kepadanya: “Jangan mencemari para penduduk Navadvīpa.” Śaṅkara pergi sambil “bhakti telah tertanam di hatinya.”(NDM 68-9)
96
memperkenalkan sebuah ajaran sempurna yang akan meliputi, mencakup, menyatukan, dan melengkapi ajaran dari masing-masing empat Ācārya-Pendiri (NDM 73): Nantinya, ketika Aku memulai gerakan saṅkīrtana, Aku sendiri akan mengajarkan hakikat dari empat iloso i Vaiṣṇava. Dari Madhva Aku akan menerima dua unsur penting: bahwa dia telah mengalahkan ilsafat Māyāvāda sepenuhnya, dan pelayanannya kepada Arca Kṛṣṇa, mengakui Arca sebagai entitas spiritual yang kekal. Dari Rāmānuja Aku akan menerima dua ajaran agung: konsep tentang bhakti yang tak tercemari oleh karma dan jñāna, dan pelayanan kepada para penyembah. Dari ajaranajaran Viṣṇusvāmī Aku akan menerima dua unsur utama: rasa bergantung satu-satunya hanya kepada Kṛṣṇa, dan jalan rāga-bhakti. Dan, darimu Aku akan menerima dua prinsip yang luar biasa: perlunya berlindung kepada Rādhā, dan penghormatan yang tinggi terhadap cinta para gopī kepada Kṛṣṇa. Sebagai kesimpulan, kemunculan Sri Caitanya itu sendiri adalah penyempurnaan bagi empat sampradāya. Penyempurnaan tersebut menyatakan sebuah awal yang baru, dengan Mahāprabhu sebagai yang mengawali wahyu yang mahamurah hati yang belum pernah ada sebelumnya, dengan Enam Gosvāmī sebagai penerima dan penyampai pertama wahyu tersebut, dan dengan Śrīla Prabhupāda sebagai ācārya yang mendirikan dan mengembangkan sebuah komunitas global para kṛṣṇa-bhakta, yang mengesahkan komunitas tersebut sebagai “International Society for Krishna Consciousness,” yang menyegarkan kembali perkumpulan tersebut dengan daya hidup berupa pengetahuan yang diinsa inya, dan yang mendirikan kuil utamanya di markas besarnya di Antardvīpa, yakni Śvetadvīpa yang turun ke bumi, yang dari sana perkumpulannya menyampaikan wahyu Śrī Kṛṣṇa Caitanya kepada dunia, dan dari dunia kembali kepada-Nya. 97
Pengetahuan yang diinsaÅi oleh Śrīla Prabhupāda. Merupakan keberuntungan bagi kita di mana Śrīla Prabhupāda cukup terbuka untuk berbagi dengan kita perihal bagaimana beliau mencapai pengetahuan yang diinsaêinya dan bagaimana pengetahuan tersebut memungkinkan beliau untuk memenuhi keinginan guru spiritualnya dan menegakkan perkumpulan Sri Caitanya sebagai sebuah upaya global. Śrīla Prabhupāda memberikan sebuah penyingkapan yang luar biasa pada tahun 1968 di kuil di Los Angeles, saat peringatan hari berpulang Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura. Sambil memandang ke arah barisan wajah anak-anak muda Amerika yang menatapnya, Śrīla Prabhupāda bertanya-tanya dengan lantang: Saya lahir dalam keluarga yang berbeda; Guru Mahārāja saya lahir dalam keluarga yang berbeda. Siapa yang tahu bahwa saya kemudian akan datang berlindung kepada beliau? Siapa yang tahu bahwa saya kemudian akan datang ke Amerika? Siapa yang tahu bahwa kalian anakanak muda Amerika kemudian akan datang kepada saya? Semua ini adalah pengaturan Kṛṣṇa. Kita tidak mampu memahami bagaimana segalanya terjadi. Tetapi kemudian, Śrīla Prabhupāda melanjutkan untuk memberitahu bagaimana asal mula kehadirannya pada hari itu di Los Angeles. Pada tahun 1936—hari ini adalah tanggal 9 Desember 1968—itu berarti tiga puluh dua tahun yang lalu, di Bombay, saat itu saya sedang menjalankan bisnis: Tibatiba saja—mungkin tepat pada tanggal ini, antara tanggal sembilan atau sepuluh Desember (saat itu Guru Mahārāja agak sakit dan beliau tinggal di Jagannātha Purī, di tepi pantai)—jadi, saya bersurat kepada beliau: “Oh tuanku, murid-murid Anda yang lain—brahmacārī, sannyāsī— mereka melakukan pelayanan langsung kepada Anda. Dan, saya orang yang berumahtangga: saya tidak bisa tinggal bersama Anda, saya tidak dapat melayani Anda dengan baik. Jadi, saya tidak tahu. Bagaimana cara saya dapat melayani Anda?” Semata-mata sebuah gagasan: 98
Saya sedang berpikir untuk melayani beliau, “Bagaimana saya dapat melayani beliau dengan serius?” Benih yang menjadi sumber tumbuhnya semua yang lain hanya “semata-mata sebuah gagasan.” Tidak puas dengan kesibukannya dalam bisnis, merasa dirinya tidak berdaya karena kewajibankewajiban āśramanya, dengan sebuah gerak hati (“tiba-tiba saja”) Prabhupāda bersurat kepada Guru Mahārājanya dengan disertai permohonan, sebuah ratapan dari dalam hati. Beliau merasakan dirinya terkunci dalam kedudukan yang membuat tidak mungkin untuk melakukan pelayanan yang tepat, namun keinginan untuk melakukannya tetap ada. Maka beliau mengungkapkan keinginannya dan rasa ketidakberdayaannya secara terus terang kepada guru spiritualnya. Prabhupāda melanjutkan: Surat balasan itu tertanggal 13 Desember 1936. Di dalam surat itu beliau menulis, “Saya sangat gembira menerima suratmu. Saya pikir engkau harus berusaha untuk mendorong perkumpulan kita dalam bahasa Inggris.” Itulah yang beliau tulis. “Dan itu akan baik bagi dirimu dan bagi orang-orang yang akan membantumu.” Itulah perintah beliau. Dan kemudian pada tahun 1936, pada tanggal 31 Desember—itu berarti tepat setelah menulis surat itu dua minggu sebelum kepergiannya—beliau berpulang. Tetapi perintah guru spiritual saya tersebut saya terima dengan sangat serius, namun saya tidak berpikir bahwa saya harus melakukan ini atau itu. Saat itu saya orang yang berumahtangga. Tetapi ini adalah pengaturan Kṛṣṇa. Jika kita berusaha dengan tegas untuk melayani guru spiritual, melayani perintahnya, maka Kṛṣṇa akan memberi kita segala fasilitas. Itulah rahasianya. Meskipun hampir tidak ada peluang—saya tidak pernah membayangkannya— Perintah tersebut mengejutkan, tak terduga, tidak selaras, dan sepenuhnya mustahil. “Doronglah perkumpulan kita dalam 99
bahasa Inggris”: kenyataannya, itu adalah puncak dari kegiatan pengajaran Gauḍīya Maṭha. Perintah itu berarti: Pergi ke Barat— ke Eropa, ke Amerika. Itu adalah perintah yang sudah dikenal luas, telah disampaikan kepada banyak pemimpin, sannyāsī dan brahmacārī, di Gauḍīya Maṭha. Tetapi, sekarang penerima perintah itu adalah orang yang berumahtangga yang sedang menjalankan bisnis di Bombay, larut dalam urusan rumah tangga dan bisnis, dan sedang membantu kuil sebaik yang beliau mampu. Beliau adalah, sebagaimana kita menyebutnya kini, seorang “anggota konggregasi.” Prabhupāda mengakui bahwa beliau tidak mampu membayangkan keadaan kongkrit apa pun yang memungkinkan hal itu dapat diwujudkan. (“Saya tidak berpikir bahwa saya harus melakukan ini atau itu,” “Meskipun hampir tidak ada peluang—saya tidak pernah membayangkannya—”.) Namun demikian, beliau menerimanya dengan “sangat serius.” Pada saat yang sama, itu adalah komunikasi langsung terakhir yang beliau terima dari guru spiritualnya. Itu bahkan membuatnya lebih bermakna lagi. (Dan tentu beliau ingat bahwa perintah tersebut mengulangi permintaan yang telah diterimanya pada pertemuan pertama dengan Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, empat belas tahun sebelumnya.) Jadi, beliau mengerti bahwa beliau harus menerimanya dengan sangat serius, walaupun awalnya beliau dibuat bingung olehnya: Bagaimana mungkin hal itu akan bisa terjadi? Sebagaimana yang kemudian terjadi, hal itu terjadi atas “pengaturan Kṛṣṇa.” Namun masih ada lagi yang dibutuhkan. Apa yang mendorong Kṛṣṇa untuk membuat pengaturan tersebut? Keseriusan sang murid. “Jika kita berusaha dengan tegas untuk melayani guru spiritual, melayani perintahnya, maka Kṛṣṇa akan memberi kita segala fasilitas. Itulah rahasianya.”71 Inilah “pengetahuan yang diinsa%i” oleh Śrīla Prabhupāda.” 71
Dalam sebuah percakapan dengan Rāmeśvara (VB: 13 Jan. 1977, Allahabad), Prabhupāda menjelaskan bagaimana beliau menerima “segala fasilitas”: “Saya memulai kegiatan saya ketika saya berusia tujuh puluh tahun. Jadi, mereka [saudara-saudara segurunya] berpikir, ‘Orang ini adalah seorang gṛhastha. Ia dipermalukan oleh kehidupan berkeluarga. Apa yang akan mampu dia lakukan?’ (tertawa) Itulah kesan yang ada di benak mereka. Tetapi saya tidak
100
Kemudian, Prabhupāda memberitahu kita bagaimana—kembali atas pengaturan Kṛṣṇa—beliau mempelajari rahasia tersebut: Meskipun hampir tidak ada peluang—saya tidak pernah membayangkannya—tetapi saya menerimanya dengan sedikit serius dengan cara mempelajari sebuah ulasan oleh Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura atas Bhagavad-gītā. Di dalam Bhagavad-gītā terdapat ayat vyavasāyātmikābuddhir ekeha kuru-nandana. Berhubungan dengan ayat tersebut, Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura memberikan ulasan beliau bahwa kita hendaknya menjadikan kata-kata guru spiritual kita sebagai hidup dan jiwa kita. Kita harus berusaha untuk melaksanakan perintah tersebut, perintah khusus sang guru spiritual, dengan sangat teguh, tanpa memedulikan untung atau ruginya untuk diri kita pribadi. Inilah sumber langsung inspirasi Prabhupāda: keinsafan yang diterimanya dari membaca ulasan Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura atas Bhagavad-gītā 2.41. Itu merupakan kunci yang membuka perintah guru spiritualnya. Keinsafan itu menjadi landasan hidupnya dan pencapaiannya, “satu-satunya rahasia” kesuksesannya. Berulangkali Prabhupāda secara langsung maupun tidak langsung menyebutkan tentang saat yang menentukan dalam hidupnya tersebut,72 ketika pernah terabaikan. Guru Mahārāja memberitahu saya. Saya hanya terus berpikir, ‘Bagaimana cara melakukannya? Bagaimana cara melakukannya?’ Saya berpikir, ‘Biarlah saya menjadi pengusaha kaya. Akan diperlukan adanya uang.’ Itulah yang saya pikirkan. Tetapi, Guru Mahārāja meminta kepada saya, ‘Engkau tinggalkan hal ini. Saya akan memberimu uang.’ Itu tidak mampu saya pahami. Saya menyusun rencana. Rencana saya tidaklah keliru. Tetapi saya berpikir ‘Diperlukan adanya uang, maka biarlah saya mendapatkan sejumlah uang terlebih dahulu. Maka baru saya akan memulai.’ Dan Guru Mahārāja berkata, ‘Engkau tinggalkan lah usaha untuk mengumpulkan uang tersebut. Datanglah sepenuhnya. Saya akan memberimu uang.’ Sekarang saya dapat memahaminya. Tetapi saya telah memiliki keinginan itu. Karena itulah beliau menuntun saya.” 72 Salah satu di antara banyak contoh: “Śrīla Viśvanātha Cakravartī Ṭhākura menyatakan di dalam ulasan beliau atas Bhagavad-gītā khususnya sloka vyavasāyātmikā buddhir ekeha kurunandana bahwa orang hendaknya melayani
101
beliau diberkati dengan keinsafan untuk menjadikannya sebagai komitmen total bahwa, apa pun yang akan terjadi, beliau akan menjadikan perintah guru spiritualnya sebagai hidup dan jiwanya. Semata-mata karena komitmen itulah Kṛṣṇa membawa beliau ke Amerika dan memberkati kesuksesan untuk beliau: Jadi, saya berupaya untuk sedikit melakukannya dengan spirit seperti itu. Beliau telah memberi saya segala fasilitas untuk melayani diri beliau. Segalanya telah sampai pada tahap ini, bahwa pada usia tua ini saya telah datang ke negara kalian, dan kalian juga menerima perkumpulan ini dengan serius, berusaha memahaminya. Sekarang kita telah memiliki sejumlah buku. Jadi sudah ada pijakan kecil bagi perkumpulan ini. Kemudian Prabhupāda meminta kepada murid-muridnya sendiri agar mereka memegang komitmen yang sama terhadap perintahnya sebagaimana beliau memegang perintah Guru Mahārājanya: Jadi, dalam kesempatan peringatan berpulangnya guru spiritual saya, sebagaimana saya berusaha untuk melaksanakan kehendak beliau, demikian pula, saya akan meminta juga kepada kalian agar melaksanakan perintah yang sama melalui wasiat saya. Saya sudah tua, dan saya bisa meninggal dunia setiap saat. Itu merupakan hukum alam. Tidak ada yang dapat menghentikannya. Jadi itu tidak begitu mengherankan, tetapi permohonan saya pada kata-kata guru spiritual. Murid harus setia pada segala yang diperintahkan oleh sang guru spiritual. Cukup dengan mengikuti jalan tersebut, seseorang akan melihat Personalitas Tuhan Yang Maha Esa.... jika seseorang setia pada prinsip-prinsip yang diajarkan oleh guru spiritual, dengan satu atau lain cara ia berada dalam pergaulan dengan Personalitas Tuhan Yang Maha Esa. Karena Tuhan bersemayam di hati, Tuhan dapat memberi nasihat kepada seorang murid yang tulus dari dalam hatinya... Sebagai kesimpulan, jika seorang murid sangat serius melaksanakan misi sang guru spiritual, ia langsung bergaul dengan Personalitas Tuhan Yang Maha Esa melalui vāṇī atau vapuḥ. Inilah satu-satunya rahasia sukses untuk melihat Personalitas Tuhan Yang Maha Esa” (SB 4.28.51, penjelasan).
102
hari bertuah peringatan berpulangnya Guru Mahārāja saya ini, bahwa setidaknya sampai batas tertentu kalian telah mengerti hakikat perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa. Kalian harus berusaha untuk terus mendorongnya. “Melaksanakan wasiatnya” adalah sebuah permainan kata-kata. Ungkapan itu tentu saja berarti melasanakan perintah seseorang, tetapi itu juga merupakan istilah hukum yang resmi untuk mengacu kepada proses yang memungkinkan aset seseorang dapat menjadi hak milik pewarisnya. Melalui komitmennya untuk melaksanakan wasiat Bhaktisiddhānta Sarasvatī, Śrīla Prabhupāda mewarisi dari beliau potensi khusus untuk menyebarluaskan kesadaran Kṛṣṇa. Pada kesempatan tersebut Śrīla Prabhupāda menyatakan wasiatnya: “Saya akan meminta juga kepada kalian agar melaksanakan perintah yang sama melalui wasiat saya. Saya sudah tua.” Atas wasiatnya, Prabhupāda telah menjadikan kita sebagai pewaris-pewaris beliau. Sebagai warisan, beliau memberikan perintah yang jika dilaksanakan akan memberi kita potensi yang sama untuk mengantarkan orangorang menuju perlindungan kaki-padma Kṛṣṇa. “Saya akan meminta juga kepada kalian agar melaksanakan perintah yang sama melalui wasiat saya:” Ini adalah momen yang luar biasa; ini merupakan tindakan pemindahan potensi spiritual, yang memungkinkan kita semua dapat menjadi dikuasakan sebagaimana halnya Śrīla Prabhupāda sendiri dikuasakan. Kemudian, Śrīla Prabhupāda memberitahu kita apa “perintah yang sama” tersebut: ...Setidaknya sampai batas tertentu kalian telah mengerti hakikat perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa. Kalian harus berusaha untuk terus mendorongnya. Orang-orang menderita karena ketiadaan kesadaran ini. Sebagaimana kita berdoa setiap hari perihal para penyembah: vāñchā-kalpatarubhyaś ca kṛpā-sindhubhya eva ca patitānāṁ pāvanebhyo vaiṣṇavebhyo namo namaḥ Seorang Vaiṣṇava, atau penyembah Tuhan, hidupnya diabdikan untuk kebaikan orang-orang. Kalian telah 103
mengetahui—kebanyakan dari kalian berlatar belakang komunitas Kristen—bagaimana Yesus Kristus, beliau berkata bahwa demi kegiatan berdosa yang kalian lakukan beliau telah mengorbankan dirinya. Seperti itulah keteguhan hati penyembah Tuhan. Mereka tidak memedulikan kenyamanan pribadi. Karena mereka mencintai Kṛṣṇa atau Tuhan, karena itu mereka mencintai semua makhluk hidup sebab semua makhluk hidup memiliki hubungan dengan Kṛṣṇa. Demikian pula kalian harus mempelajari hal tersebut. Perkumpulan kesadaran Kṛṣṇa ini berarti menjadi Vaiṣṇava dan merasakan penderitaan umat manusia. Perintah yang beliau terima dalam bentuk “mendorong pekumpulan kita dalam bahasa Inggris” kini disampaikan kembali kepada kita dalam bentuk “menjadi Vaiṣṇava dan merasakan penderitaan umat manusia.” Śrīla Prabhupāda menyimpan hal ini di hatinya, sebagaimana disarankan dalam lagu: guru-mukha-padma-vākya, cittete kariyā aikya, āra nā kariha mane āśā “Jadikanlah kata-kata yang keluar dari bibir padma Śrī Gurudeva menyatu di hatimu; janganlah menginginkan hal lain.” Pencapaian Śrīla Prabhupāda adalah bukti dari potensi petunjukpetunjuk tersebut. Ada banyak orang yang menerima perintah yang sama dari Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura, tetapi dalam hal ini, pemeragaan vyavasāyātmikā-buddhi hanya milik beliau semata. Oleh karena itu, Prabhupāda mendirikan sebuah organisasi baru yang secara keseluruhan maupun pada setiap bagiannya akan mewujudkan dan mengembangkan keinsafan tersebut— sebuah keinsafan yang mewujudkan diri sebagai komitmen yang teguh dan tanpa mengenal lelah untuk membawakan cinta kasih Tuhan yang murni kepada umat manusia yang sedang menderita di mana-mana. 104
Penderitaan Umat Manusia. Perasaan yang sangat kuat terhadap penderitaan umat manusia—yang begitu dominan diwarisi oleh Śrīla Prabhupāda dari Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura— memiliki konsekuensi alamiah: kebutuhan mendesak untuk mengumpulkan dan mengerahkan segala sumber daya—material, personil, keuangan, infrastruktur, organisasi—untuk memberikan bantuan penyelamatan sebanyak mungkin dalam waktu sesingkat mungkin. Inovasi Bhaktisiddhānta Sarasvatī Ṭhākura adalah dengan menciptakan institusi yang bersatu dan terkoordinasi untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Ketika pelayanan sukarela para penyembah diorganisir dan dikoordinasi secara rasional, energinya yang efektif menjadi berlipat ganda karena terkonsolidasi dan terpusat. Institusi yang akan mampu untuk bertindak berdasarkan komitmen seperti itu dengan kekuatan gabungan yang meliputi rentang ruang dan waktu yang luas memerlukan sebuah bentuk khusus. Karena itu, Śrīla Bhaktisiddhānta Sarasvatī Gosvāmī mengharapkan sebuah organisasi di mana otoritas tertingginya berada bukan pada sosok ācārya tunggal melainkan pada sebuah dewan pengatur, yang beliau namai “Governing Body Commission.” Gauḍīya Maṭha gagal mewujudkan struktur tersebut sehingga, Prabhupāda mengatakan, telah menjadi “tidak berguna.” Dewan pengatur. Dewan pengatur adalah sebuah institusi modern Barat berupa manajemen dan pengawasan bersama. Śrīla Prabhupāda menetapkan unsur standar yang umum bagi organisasi tersebut: rapat umum tahunan, resolusi-resolusi yang diambil oleh mayoritas anggota yang memiliki hak suara, mengikuti aturan-aturan prosedur parlementer resmi (sebagaimana yang terdapat dalam Robert’s Rule of Order), resolusi yang diambil dicatat dalam buku notulen oleh sekretaris, dan sebagainya. Sistem “ācārya tunggal” adalah bentuk organisasi yang lebih kuno, lebih dasar, dan mungkin alamiah secara instingtif. Tentu saja itu merupakan pengaturan standar dalam kultur India, yang awalnya berkembang dari, katakanlah seorang sannyāsī dan murid-muridnya yang brahmacārī. 105
Ketika seiring berjalannya waktu institusi tumbuh dengan dipimpin oleh seorang guru atau pemimpin yang kuat dan karismatik, sebagai hasil dari terus terakumulasinya pengikut, tanah, kuil, tempat tinggal, dan anggota-anggota yang kaya, maka sosok yang berada di posisi puncak harus sangat maju secara spiritual agar tidak jatuh menjadi korban godaan kekuasaan, uang, kemasyhuran, dan sejenisnya. Pada saat yang sama, prospek untuk mengendalikan dan menikmati aset-aset tersebut bisa jadi menarik perhatian orang yang keliru—yang tentu saja harus bersikap berpura-pura bahwa dirinya tidak menginginkan hal-hal seperti itu. Dalam kasus seperti itu, kepalsuan, mencari-cari kesalahan, menusuk dari belakang, kelicikan dan kecurangan, dll., bisa mewabah, dan institusi mengarah kepada perpecahan. Keuntungan dari adanya sebuah dewan pengatur adalah bahwa kekuasaan menjadi lebih tersebar, dan para anggota bertindak saling mengawasi satu sama lain. Secara inheren institusi menjadi lebih stabil: Jika pada suatu waktu tidak ada pemimpin karismatik tunggal yang menonjol, institusi dapat terus berjalan. Di pihak lain, keberadaan dua atau lebih pemimpin yang sangat berkuali ikasi dapat diakomodasi dengan baik. Dengan keberadaan dewa pengatur maka mereka menjadi aset—semakin banyak semakin bagus. Tetapi jika hanya ada satu pemimpin tunggal, maka dua atau lebih pemimpin yang berkuali ikasi tinggi akan terabaikan dan tidak termanfaatkan, sebuah kondisi yang menyuburkan perpecahan. Demikianlah sistem dewan pengatur adalah lebih stabil, lebih kuat dan jauh lebih lentur daripada sistem ācārya tunggal. Tetapi, bagaimana jika di dalam dewan tersebut ada sejumlah ācārya yang dikuasakan secara khusus—kita sebut saja mereka “bersinar dengan sendirinya”? Akankah mereka menimbulkan perpecahan? Tidak: Jika memang mereka telah maju dalam kesadaran Kṛṣṇa, maka mereka pasti akan memperlihatkan teladan prinsip pelayanan dalam kerja sama di kaki-padma Śrīla Prabhupāda dan menjadikan dewan pengatur itu semakin kuat.
106
Tantangan Utama Kita Śrīla Prabhupāda menetapkan struktur seperti itu untuk ISKCON, dengan membentuk Governing Body Commission pada tahun 1970 dan mengawasi artikulasi dan perkembangannya yang berjalan secara bertahap. Dengan menyatakan bahwa beliau menginginkan adanya “ratusan dan ribuan guru spiritual” di dalam ISKCON, beliau menyiratkan bahwa norma hubungan guru-murid akan terus berlanjut di dalam kesatuan institusi, di bawah arahan GBC. Dalam organisasi yang demikian, banyak guru akan dapat bertindak dengan kekuatan bersama, melaksanakan kegiatannya bersama pemimpin-pemimpin dan manajer-manajer lainnya dalam keselarasan kolektif. Ratusan dan ribuan guru spiritual. Di New York pada 17 Agustus 1966, saat berceramah tentang Bhagavad-gītā 4.34-38, Śrīla Prabhupāda berkata: Tidak ada halangan bagi siapa pun, bahwa seseorang tidak bisa menjadi guru spiritual. Semua orang dapat menjadi guru spiritual, asalkan dia mengetahui ilmu pengetahuan tentang Kṛṣṇa... Inilah ilmu pengetahuan tentang Kṛṣṇa, Bhagavad-gītā ini. Jika seseorang memahaminya dengan sempurna, maka ia dapat menjadi guru spiritual... Maka, kita membutuhkan ratusan dan ribuan guru spiritual yang mengerti ilmu pengetahuan tentang Kṛṣṇa ini. Dan mengajarkan ke seluruh penjuru dunia... Karena itulah kita telah mendirikan perkumpulan ini dan kita mengundang semua jiwa yang tulus untuk bergabung dengan perkumpulan dan menjadi guru spiritual, lalu mengajarkan pengetahuan ini ke seluruh dunia. Śrīla Prabhupāda menjelaskan harapan beliau kepada Tuṣṭa-kṛṣṇa (VB: Korespondensi, 2 Desember 1975): Setiap murid diharapkan menjadi Acarya. Acarya berarti dia yang mengetahui aturan kitab suci dan 107
menjalankannya dalam kehidupan secara nyata, serta mengajarkannya kepada murid-muridnya... Teruslah menjalani latihan dengan teguh maka kamu akan menjadi Guru yang bonaÅide, dan kamu dapat menerima muridmurid berdasarkan prinsip yang sama. Tetapi, sebagai sebuah etika, merupakan adat kebiasaan bahwa selama guru spiritualmu masih ada maka calon murid dibawa kepada beliau, dan setelah guru spiritualmu berpulang kamu dapat menerima murid tanpa dibatasi. Ini adalah aturan garis perguruan. Saya ingin melihat muridmurid saya menjadi guru spiritual yang bonaÅide dan menyebarluaskan kesadaran Krishna ke mana-mana, itu akan membuat saya dan Krishna sangat bahagia. Śrīla Prabhupāda menyatakan di dalam kesempatan tersebut dan dalam banyak kesempatan lainnya tentang kebutuhan akan guru dalam jumlah yang besar, dan keinginan beliau bahwa “setiap murid” akan membantu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Karena beliau sangat menginginkan agar murid-murid dan pengikutnya tetap berada di dalam ISKCON, beliau mengharapkan adanya peningkatan yang besar dalam hal kekuatan spiritual dan material yang dihasilkan dari pelayanan dalam kerja sama yang eÅisien dan saling menguatkan. Dengan bekerja dan mengajarkan bersama-sama dalam sebuah cara yang terorganisir dan teratur, kekuatan internal dan eksternal kita menjadi jauh lebih besar daripada jumlah kekuatan masing-masing bagian secara individu. Bagaimana pun, yang kita lakukan adalah saṅkīrtana, bukan hanya kīrtana, dan penjelasan lengkap tentang awalan saṁ—yang mengisyaratkan bukan hanya persatuan, melainkan juga keutuhan, intensitas dan kelengkapan—memerlukan keinsafan. Selama Prabhupāda masih hadir sebagai ācārya dan dīkṣāguru tunggal, struktur tersebut tentu masih harus tetap dalam bentuk embrio, anak yang masih berada di dalam kandungan ibunya, yang bentuk dan fungsinya belum berkembang secara lengkap. Selama Prabhupāda masih hadir, berdasarkan sifat 108
dari keadaan itu sendiri, jelas GBC belum dapat melaksanakan peran penuhnya sebagai “otoritas manajemen tertinggi,” dan Prabhupāda tetap menjadi satu-satunya guru. Karena itu, karya sempurna Prabhupāda harus menunggu waktu untuk menjadi terwujud. Sebagai hasilnya, Prabhupāda meninggalkan tugas kepada kita setelah kepergian beliau, yakni tugas untuk mengartikulasi bentuk dan fungsi ISKCON untuk bisa bertindak secara efektif di dunia ini. Satu tantangan utama adalah mengintegrasikan hubungan guru-murid—yang membawa tuntutan loyalitas dan komitmen yang mendalam terhadap sosok guru—di dalam masyarakat yang lebih luas yang menuntut loyalitas yang dalam makna tertentu lebih tinggi dan meliputi semuanya. Loyalitas tersebut adalah kesetiaan bersama kita kepada Ācārya-Pendiri kita, Śrīla Prabhupāda, sebuah loyalitas yang akan dibuktikan secara nyata melalui kerja sama kita satu dengan yang lain, di dalam struktur yang beliau wariskan untuk kita, untuk memenuhi keinginan terdalam beliau. Kerja sama kita satu dengan yang lain. Landasan kerja sama adalah cinta. “Seluruh perkumpulan melaksanakan perintah saya, bukan karena saya pihak yang berkedudukan lebih tinggi,” kata Śrīla Prabhupāda. Ada cinta. Tanpa cinta, kalian tidak akan sanggup melakukannya. Kalian telah memiliki rasa cinta terhadap saya, karena itulah perintah saya kalian laksanakan. Jika tidak demikian, tidak mungkin itu terjadi. Dan, saya juga tidak akan mampu melakukannya. Kalian orang-orang asing, kalian orang-orang Amerika; saya datang dari negara lain. Saya tidak punya uang di bank. Tidak bisa saya memerintahkan kalian: “Kamu harus melakukannya, jika tidak saya kamu akan saya hukum.” Karena ada cinta di sana. Ini adalah hubungan cinta. Saya juga bisa menjadi cukup keras untuk menegur kalian, tetapi kalian juga, dalam segala keadaan perintah saya kalian laksanakan 109
karena adanya prinsip dasar yakni cinta. Dan keseluruhan Åilsafat kita adalah cinta.73 Pada 23 Mei 1977, Śrīla Prabhupāda mengeluarkan pernyataan termasyhur tentang ujian cinta kita. Sebagaimana yang dicatat oleh Tamāla Kṛṣṇa Goswami: Śrīla Prabhupāda menekankan, “Cinta kalian terhadap saya akan diuji dengan melihat bagaimana kalian akan menjaga institusi ini setelah kepergian saya. Kita telah memiliki daya tarik dan orang-orang merasakan keberadaan kita. Ini harus dipertahankan. Tidak seperti Gauḍīya Math. Setelah kepergian Guru Mahārāja, banyak sekali ācaryā bermunculan.”74 Bhakti Charu Swami hadir ketika Śrīla Prabhupāda menyampaikan pernyataan tersebut. Bhakti Charu Swami menceritakannya: Ketika Srila Prabhupada ada di Vrindavan selama hari-hari terakhir beliau, Tamal Krsna Maharaja biasa membacakan dengan keras surat-surat yang ditulis oleh para penyembah untuk Srila Prabhupada, dan Srila Prabhupada kemudian mendiktekan jawaban beliau, dan kadangkala beliau memberikan komentar juga. Suatu kali 73
VB: Ceramah: Diskusi Filsafat: Diskusi dengan Śyāmasundara: Arthur Schopenhauer. 74 (TKG 45) Di dalam Śrīla Prabhupāda-Līlāmṛta, Satsvarūpa dāsa Goswami mencatat versi yang agak sedikit berbeda: “‘Cinta kalian kepada saya,’ kata Śrīla Prabhupāda, ‘akan terlihat dari bagaimana cara kalian bekerja sama untuk menjaga institusi ini bersama-sama setelah kepergian saya’’’ (SPL 6:313). Mengenai perbedaan antara dua versi tersebut, Satsvarūpa dāsa Goswami menyatakan: “Saya mendengarnya dari Tamala Krsna Maharaja dan beliau menuliskannya persis sebagaimana beliau memberi tahu saya. Tamala Krsna Maharaja menuliskan pernyataan tersebut di dalam Buku Harian TKG dengan struktur kalimat yang sedikit berbeda namun maknanya sama.” Dimuat oleh Badrinārāyaṇa Dāsa pada forum elektronik
[email protected] pada 21 Juni 2013.
110
seorang penyembah menulis bahwa ia ingin meyerahkan usia hidupnya kepada Srila Prabhupada agar beliau dapat terus bersama kita di planet ini. Surat yang sangat manis, penuh dengan ungkapan perasaan. Akan tetapi, Srila Prabhupada bereaksi dengan cara yang tidak biasa dan berkomentar bahwa cinta kita yang sesungguhnya kepada beliau akan diperlihatkan melalui cara kita bekerja sama satu dengan yang lain untuk melanjutkan misi beliau. Kejadian tersebut memberi kesan yang sangat mendalam di hati saya, dan saya menjadi sadar bahwa cara terbaik untuk memperlihatkan cinta saya kepada Srila Prabhupada adalah melalui kerja sama saya dengan para penyembah ISKCON yang sedang melayani beliau dengan begitu tulusnya untuk melanjutkan misi beliau.75 Pada hari-hari terakhir beliau, Śrīla Prabhupāda meminta kepada kita bukti cinta yang lebih meyakinkan daripada sekadar ungkapan perasaan, seberapa pun tulusnya. Inilah yang beliau katakan akan bisa meyakinkan beliau: Kerja sama kita satu dengan yang lain untuk memajukan misi beliau setelah kepergian beliau. Standar yang ditetapkan oleh Śrīla Prabhupāda ini—tindakantindakan yang lebih menjadi bukti daripada kata-kata yang penuh semangat—juga mengungkapkan tentang hakikat vāṇī-sevā yang memungkinkan kita untuk mencapai dan mempertahankan pergaulan kita dengan Śrīla Prabhupāda. Lagipula, bekerja bersama-sama untuk menyebarluaskan kesadaran Kṛṣṇa adalah persis merupakan makna dari saṇkīrtana. Śrīla Prabhupāda menjelaskan tentang hal ini dengan sangat luar biasa: Penjelasan ayat ini adalah bahwa bahkan Sri Caitanya Mahāprabhu—Dia adalah Tuhan sendiri, Kṛṣṇa sendiri— Dia merasakan bahwa sendirian Dia tidak akan mampu melakukan tugas itu. Dia merasakan demikian. Jadi 75
Dimuat dalam
[email protected], oleh Bhakti Charu Swami, 21 Juni 2013.
111
demikianlah kedudukannya. Kalian bekerja sama; karena itulah penghargaan saya dapatkan. Jika tidak demikian, apa yang mampu saya lakukan sendirian? Ekākī āmāra nāhi pāya bolo. Caitanya Mahāprabhu Sendiri menginginkan kerja sama kita. Dia adalah Tuhan, Kṛṣṇa. Karena itu, kerja sama adalah hal yang sangat penting. Tidak seorang pun hendaknya berpikir “Saya punya kemampuan yang sangat besar. Saya dapat melakukannya.” Tidak. Hanya dengan kerja sama kita dapat melakukan hal yang sangat besar. “Bersatu kita teguh; bercerai kita runtuh.” Inilah prinsip kita... Maka, tetaplah kuatkan diri dalam mendorong kesadaran Kṛṣṇa, dan Kṛṣṇa akan membantu. Kṛṣṇa adalah yang terkuat. Tetap saja, kita harus bergabung bersama. Saṅkīrtana. Saṅkīrtana berarti banyak orang bergabung bersama untuk mengucapkan nama suci. Itulah saṅkīrtana. Jika tidak demikian, kīrtana. Saṅkīrtana. Bahubhir militvā kīrtayatīti saṅkīrtanam. Bahu: bahu berarti banyak, bergabung bersama. Itulah misi Caitanya Mahāprabhu, bergabung bersama.76 Setelah dua pemimpin berpengaruh meninggalkan ISKCON, Śrīla Prabhupāda memberikan nasihat berikut kepada Babhru Dāsa pada 9 Desember 1973. Semoga senantiasa tertanam di hati kita: Saat ini atas karunia Krsna kita telah membangun sesuatu yang signi&ikan dalam bentuk ISKCON ini dan kita semua adalah satu keluarga. Mungkin kadangkala terjadi perbedaan pendapat dan perselisihan tetapi kita hendaknya jangan pergi. Keadaan seperti itu dapat 76
VB: Percakapan dengan Kelompok Saṅkīrtana Rādhā-Dāmodara. Tanggal 16 Maret 1976, Māyāpur. Ayat yang dimaksud oleh Śrīla Prabhupāda adalah Ādi 9.34. Sri Caitanya berkata: “Aku satu-satunya tukang kebun. Berapa banyak tempat yang mampu Kudatangi? Berapa banyak buah yang mampu Kupetik dan Kubagikan?” Dalam penjelasannya, Śrīla Prabhupāda menguraikan: “Di sini Śrī Caitanya Mahāprabhu mengisyaratkan bahwa penyebarluasan mahāmantra Hare Kṛṣṇa hendaknya dilakukan dengan kekuatan persatuan.”
112
disesuaikan dengan semangat kerja sama, toleransi dan kematangan, maka saya minta kepadamu tetaplah dalam pergaulan penyembah-penyembah kita dan bekerjalah bersama-sama. Ujian bagi dedikasi dan ketulusan kita yang sesungguhnya untuk melayani Guru Spiritual akan terwujud dalam semangat kerja sama untuk mendorong perkumpulan ini dan tidak membuat perpecahan serta menyimpang. Kita telah melihat bahwa sistem “zonal-ācārya” yang awalnya diterapkan, yang mengintegrasikan guru ke dalam sebuah struktur yang luas, telah secara tidak langsung menciptakan zona-zona geogra!is yang secara tersendiri lebih bersatu ketimbang ISKCON secara keseluruhan. Integritas ISKCON menjadi dipertaruhkan. Sistem tersebut telah dihapuskan. Namun kita perlu beranjak lebih jauh lagi dalam mewujudkan organisasi yang diinginkan oleh Śrīla Prabhupāda. Kita perlu beranjak lebih jauh lagi. Kita berharap untuk membangun sebuah budaya pelayanan dalam kerja sama di bawah Śrīla Prabhupāda di dalam ISKCON. Ketika hal ini dapat ditegakkan sebagai sebuah budaya, maka tiap-tiap anggota—dari atas hingga ke bawah—memiliki kedudukan yang sama dalam upaya tersebut. Ia sepenuhnya menjadi bagian menyeluruh dari hakikat keberadaan dalam kesadaran Krishna sehingga ia hadir bahkan dalam gerak langkah terkecil. Anak-anak menyerapnya bersama air susu dari ibunya. Ia maha-ada mengisi segalanya. Kita akan senantiasa berada di tengah kehadiran Śrīla Prabhupāda—dan di tengah kehadiran orang-orang yang dalam kehadirannya beliau berada. Menarik untuk dicermati bahwa dua gerakan utama antiISKCON—yang seringkali mengklaim diri sebagai “ISKCON yang sebenarnya”—terbentuk melalui penolakan spesi!ik terhadap salah satu komponen dari keseluruhan komponen Prabhupāda: kedudukan “ritvik” menginginkan tidak adanya guru-guru yang aktual melainkan hanya ada GBC sebagai otoritas institusi, 113
sementara para pengikut sannyāsī yang dominan atau yang lainnya ingin menyingkirkan GBC yang aktual dan bergantung pada ācārya tunggal yang karismatik. Penolakan spesi ik terhadap salah satu komponen. Sebagaimana kita pelajari dari Gauḍīya Maṭha, jelas merupakan sebuah tantangan untuk melaksanakannya dengan benar. Kita sendiri kini memiliki kelompok-kelompok yang cenderung memisahkan diri, dan kita hendaknya memperlakukan mereka sebagaimana Śrīla Prabhupāda memperlakukan kelompok-kelompok sisa Gauḍīya Maṭha: Dengan pemahaman yang jelas dan tajam tentang penyimpangan yang telah mereka lakukan; dengan sikap yang murah hati dan mengharapkan kebaikan mereka; dan dengan kesabaran yang tanpa batas. ISKCON perlu mengembangkan kedua unsur tersebut: loyalitas bersama yang kuat terhadap ISKCON dan GBC, dan hubungan pengajaran yang dalam dan utuh antara guru individual dengan murid-muridnya di dalam ISKCON. Kita perlu menginsa i bahwa kontradiksi ataupun kon lik itu tidak perlu ada. Kita perlu menginsa i bagaimana sesungguhnya mereka saling menguatkan dan mendukung satu sama lain. Sebuah unsur penting untuk menegakkan sintesis yang kita perlukan ini adalah dengan dicapainya pemahaman mendalam tentang kedudukan Śrīla Prabhupāda dan mewujudkan pemahaman tersebut ke dalam tindakan—baik jñāna maupun vijñāna. Sebagai Ācārya-Pendiri, Śrīla Prabhupāda sendiri melambangkan—dan, dalam sebuah makna, adalah— persatuan ISKCON. Karena itu, beliau harus menjadi sosok yang kehadirannya tak terhindarkan harus dominan dirasakan dalam kehidupan semua penyembah, tanpa memandang siapa yang menjadi dīkṣā-guru atau śikṣā-guru mereka. Guru-guru yang masih hadir di dunia ini cenderung memberikan pengaruh yang lebih tegas terhadap para pengikutnya dibandingkan dengan guru-guru yang telah tidak hadir secara fisik. Karena sosok pribadi Śrīla Prabhupāda kini tidak lagi hadir, ketidakhadiran vapu tersebut perlu digantikan dengan keinsafan yang terus 114
semakin mendalam mengenai perwujudan beliau sebagai vāṇi (sebagaimana yang beliau sendiri ajarkan). Memahami kedudukan Śrīla Prabhupāda. Diharapkan bahwa paper ini akan menjadi salah satu di antara yang nantinya akan banyak lagi bermunculan, yang bertujuan untuk mengembangkan pemahaman yang terus semakin mendalam tentang Śrīla Prabhupāda sebagai Ācārya-Pendiri dan tentang pengabdian yang setia dan terus meningkat kepada beliau. Kehadiran beliau tersebut perlu dijadikan bagian penting dari struktur ISKCON, untuk menjadi bagian penting dari budaya ISKCON, di mana kehadiran beliau tidak akan berkurang bahkan ketika semua orang yang mengenal Śrīla Prabhupāda secara pribadi telah mengikuti beliau meninggalkan dunia ini. Kehadiran beliau tidak akan berkurang. Para ahli antropologi telah mende#inisikan budaya sebagai keseluruhan perilaku yang dipelajari oleh sebuah kelompok yang diteruskan dari generasi ke generasi. Karunia warisan yang besar yang bisa diberikan oleh tiap generasi ISKCON adalah karunia berupa kehadiran Śrīla Prabhupāda. Hasil-Hasil Akan ada banyak konsekuensi apabila kedudukan Śrīla Prabhupāda sebagai Ācārya-Pendiri dapat diinsa#i. Beberapa di antaranya: 1) Akan memungkinkan bagi generasi demi generasi untuk menerima karunia khusus yang diberikan oleh Śrīla Prabhupāda. Jalan untuk pulang kembali kepada Tuhan yang telah beliau buka akan terus semakin banyak dilintasi. 2) Dengan berlindung sepenuhnya kepada Śrīla Prabhupāda sebagai śikṣā-guru dalam manifestasi vāṇi-nya, semua pengajar di ISKCON, pada berbagai tingkat kemajuan, akan dapat menyampaikan ajaran sejati Śrīla Prabhupāda secara otentik, dan dengan demikian memberikan tuntunan yang benar, naungan dan perlindungan kepada semuanya. 3) Kehadiran aktif Śrīla 115
Prabhupāda akan memastikan kesatuan dan integritas ISKCON. 4) Ajaran-ajaran ISKCON akan tetap konsisten dalam segala ruang dan waktu. 5) Pengetahuan yang diinsaçi oleh Śrīla Prabhupāda—yang memberkati beliau dengan potensi khusus untuk menyebarluaskan kesadaran Kṛṣṇa—bukan hanya akan dilestarikan melainkan juga dikembangkan. 6) Buku-buku beliau akan tetap menjadi pusat bagi kita, sebab buku-buku tersebut mengandung pengetahuan dan arahan yang menanti perkembangan di masa mendatang untuk diinsaçi. 7) Mata Śrīla Prabhupāda akan terus menjadi lensa yang akan digunakan oleh semua generasi di masa mendatang untuk memahami ācārya-ācārya terdahulu kita.
116