DISTRIBUSI PENYAKIT SPECKLE (Cladosporium m usae Mason) DI BEBERAPA PROPINSI DI SUMATERA Sahlan Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok-Aripan Km. 8, PO Box 5, Solok, Sumatera Barat 27301. Penyakit speckle merupakan penyakit yang menyerang daun pisang yang disebabkan oleh cendawan Cladosporium musae Mason. Pada tanaman pisang yang peka, serangan penyakit speckle akan menyebabkan daun menyjadi nekrosis sehingga daun akan cepat mengering dan mati. Akibatnya jumlah daun akan berkurang secara cepat dan pada akhirnya akan berakibat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi, bahkan gagal panen. Penyakit ini telah tersebar diseluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun demikian, sejauh ini distribusi dan tingkat serangan penyakit speckle daun belum diketahui. Penelitian dilakukan dengan metode survei yaitu dengan cara mengamati secara langsung kebun-kebun pisang di beberapa kabupaten di Propinsi Sumatera Barat (Tanah Datar, Limapuluh Kota, Agam, Pariaman dan Pasaman), Propinsi Bengkulu (Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahyang), propinsi Sumatera Utara (Kabupaten Simalungun, Deli Serdang dan Kotamadya Medan). Jumlah kebun sampel yang dipilih dengan segaja adalah dua kebun tiap kabupaten dengan masing-masing kebun populasi tanamannya minimal 100 batang. Jika varietas/kultivar pisangnya sama, maka diambil 10 tanaman secara acak sebagai sampel, sementara jika kultivar/varietas tanaman pisangnya tidak sama, maka masing-masing kultivar/varietas diambil 5 tanaman secara acak. Penelitian dilakukan dari bulan Nopember - Desember 2006. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran penyakit speckle daun Cladosporium dan kultivar pisang yang terserang. Identifikasi penyakit speckle dilakukan berdasarkan atas gejala yang ada dan diperkuat dengan pengamatan bentuk konidiophor pada permukaan daun di laboratorium. Data tingkat serangan baik tingkat kebun maupun propinsi diambil nilai rat-ratanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit speckle paling banyak ditemukan di propinsi Sumatera Utara dan sebagian di Sumatera Barat, sementara di propinsi Bengkulu tidak ditemukan. Kultivar pisang utama yang terserang adalah Barangan dan Emas, sementara jenis varietas/kultivar lainnya sperti Kepok, Lidi dan Telor tidak ditemukan terserang penyakit speckle. Kata kunci: Tanaman pisang; Speckle; Cladosporium musae Mason; Distribusi ABSTRACT. Sahlan. 2010. Distribution of speckle disease (Cladosporium m usae Mason) in several provinces in Sumatra. The research was done by direct observation in banana orchards, two orchards of each county with each of population at least 100 plants were taken as sample garden. From each sample garden, if banana population comprised similar varieties/cultivars, as many as 10 plants were randomly selected as sample in accordance with wind direction. If the banana varieties/cultivars varied, each variety/cultivar was taken five samples randomly. The research was conducted in several counties in West Sumatra (Tanah Datar, Limapuluh Kota, Agam, Pariaman and Pasaman), Bengkulu Province (Rejang Lebong and Kepahiang), and North Sumatra (Simalungun, Deli Serdang and Kotamadya Medan) from November to December 2006. The objective of this research was to know the distribution of speckle disease and banana cultivars attacked. The result of this study showed that speckle disease caused by C. musae Mason was mainly found in North Sumatra province and in part of West Sumatra province. Banana cultivars that were attacked primarily were Barangan and Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
237
Emas. This is the first research that reported speckle disease Indonesia, especially in Sumatra. The results are also very important in determining the varieties of banana that will be developed on a large scale in surveyed provinces and others. Keywords: Bananas; Speckle; Cladosporium musae Mason; Distributions Tanaman pisang merupakan tanaman yang sangat penting di Indonesia dan negara-negara berkembang terutama yang terletak di daerah tropis. Tahun 2007, di Indonesia diperkirakan luas panen pisang mencapai lebih dari 98.143 ha dengan produksi sekitar 5.454.226 ton per tahun, sehingga menempatkan tanaman pisang sebagai tanaman yang sangat penting sebagai sumber makanan setelah padi dan jagung (Anonim 2010). Sebagaimana halnya dengan tanaman komersial lainnya, tanaman pisang juga tidak luput dari masalah hama dan penyakit. Pada masa lalu, salah satu kendala utama dalam usaha budidaya tanaman pisang di seluruh dunia ialah penyakit Sigatoka Hitam (Black Sigatoka) yang disebabkan oleh cendawan Mycosphaerella fijiensis Morelat. Sementara itu penyakit speckle daun Cladosporium dianggap sebagai penyakit yang kurang penting. Akibatnya perhatian terhadap penyakit ini sangat kurang, sehingga informasi tentang sebaran, biologi dan etiologi penyakit, tanaman tahan, serta cara-cara pengendaliannya sangat kurang. Penyakit speckle daun disebabkan oleh cendawan C. musae Mason, merupakan salah satu dari penyakit becak daun pisang yang terdapat di seluruh negara penghasil pisang di dunia. Stover (1972) dan Jones (2000) melaporkan bahwa penyakit speckle daun umumnya ditemukan pada daun-daun pisang tua yang tumbuh di daerah basah di daerah tropis. Meskipun penyakit speckle daun dianggap sebagai penyakit yang kurang penting, tetapi beberapa kultivar pisang diketahui sangat peka. Sampai saat ini belum ada data tentang berapa besarnya kerugian akibat serangan penyakit ini (Jones 2000). Penyakit speckle daun pertama kali dilaporkan menyerang tanaman pisang di Jamaika dan Afrika Barat (Stover 1972). Selanjutnya penyakit ini dilaporkan menyerang pertanaman pisang di Asia (Bangladesh, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam), Australia-Oseania (Papua New Guinea, Kepulauan Solomon dan Samoa Barat), Afrika (Burundi, Kamerun, Ivory Coast, Republik Demokratik Congo, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, Rwanda, Sierra Leone, Afrika Selatan, Sudan, Togo, Uganda dan
Zimbabwe), Amerika Latin dan Caribbia (Cuba, Ekuador, Honduras dan
Jamaica) (Frossard 1963; David 1988; Sebasigari dan Stover 1988; Jones 1993a; 1994; 2000).
238
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Tushemereirwe dan Bagabe (1998) melaporkan bahwa di Afrika, penyakit speckle daun merupakan penyakit utama di beberapa negara dan tersebar luas hampir di semua negara mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Laporan terbaru menyebutkan bahwa penyakit speckle merupakan penyakit utama yang menyerang pertanaman pisang di Uganda (Tushemereirwe dan Waller 1993; Holderness et al. 1998) dan Malaysia (G. Singh, kom. pribadi.). Di Uganda penyakit speckle daun telah menyebabkan kerusakan daun yang terserang mencapai lebih dari 95%. Tushemereirwe dan Bagabe (1998) melaporkan bahwa penyakit speckle daun akan memperpendek umur daun tanaman serta menyebabkan daun cepat tua dan mengering. Pada tanaman pisang yang tidak disemprot fungisida, serangan penyakit
speckle akan mempercepat munculnya daun-daun baru sehingga siklus hidupnya semakin pendek. Hal ini terjadi karena waktu berbunga dan proses penuaan buah dipercepat, meskipun jumlah buah yang dihasilkannya sama. Akibat terjadinya proses tersebut berat buah yang dihasilkan berkurang sekitar 37% serta mutu buahnya menjadi rendah (Tushemereirwe dan Bagabe 1998). Di Indonesia sejauh ini belum diketahui secara pasti informasi tentang penyebaran maupun kerugian yang ditimbulkannya. Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui penyebaran penyakit speckle daun pisang dan jenis/kultivar pisang yang terserang di beberapa propinsi. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan dengan metode survei yaitu dengan cara mengamati secara langsung kebun-kebun pisang di beberapa kabupaten di Propinsi Sumatera Barat (Tanah Datar, Limapuluh Kota, Agam, Pariaman dan Pasaman), Propinsi Bengkulu (Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahyang), propinsi Sumatera Utara (Kabupaten Simalungun, Deli Serdang dan Kotamadya Medan) pada bulan Nopember - Desember 2006. Jumlah kebun sample yang dipilih dengan segaja adalah dua kebun tiap kabupaten dengan masingmasing kebun populasi tanamannya minimal 100 batang. Jika varietas/kultivar pisangnya sama, pada empat arah mata angin secara acak diambil 10 tanaman sebagai sample, sementara jika kultivar/varietas tanaman pisangnya tidak sama, maka masing-masing kultivar/varietas diambil 5 tanaman secara acak sebagai sampel. Sampel daun pisang diambil dari fase lanjut becak (Gambar 1 A dan 1 B). Identifikasi penyakit berdasarkan atas gejala yang ada serta bentuk konidiophore (Figure 2) sebagaimana telah dipublikasikan sebelumnya (Sahlan dan Ahmad 2003). Untuk melihat bentuk konidiophore pathogen di laboratorium, ambil sampel daun yang Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
239
sakit secara acak dan dengan guntung dipotong-potong dengan ukuran 1 x 1 cm kemudian direndam dalam larutan KOH 10% selama 24 jam. Setelah sampai
di
laboratorium, sample daun yang telah direndam dalam larutan KOH 10% tersebut selanjutnya diambil dan direndam dengan aquadest selama 10 menit dan diulang lima kali dan diamati di bawah mikroskop. A
B
Gambar 1A. Gejala awal penyakit speckle
Gambar 1B. Gejala lanjut penyakit speckle
Gambar 2. Bentuk cendawan C. musae conidiophore. Peubah yang diamati meliputi insidensi penyakit (ada tidaknya tanaman pisang yang terserang), tingkat keparahan penyakit dan jenis/kultivar pisang yang terserang. Tingkat keparahan penyakit (disease severity) dihitung dengan rumus sebagai berikut berikut (Carlier et al. 2002): Σ nb I = -------- x 100 % (N-1)T dimana n = Jumlah daun yang diamati b = Nilai skala setiap kategori serangan Nilai skala kategori serangan: 0 = Tidak terdapat becak di permukaan daun 1 = 1% permukaan daun terserang 240
N = Total skore yang digunakan T = Total jumlah daun yang di amati. 3= 4=
15 % permukaan terserang 33 % permukaan terserang
daun daun
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
2=
5% permukaan daun terserang
6=
50% permukaan daun terseran
5=
50% permukaan terserang>g
daun
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan pertanaman pisang di lima kabupaten di Propinsi Sumatera Barat yaitu Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Agam, Kabupaten Pariaman dan Kabupaten Pasaman menunjukkan bahwa penyakit speckle daun ditemukan hanya menyerang pertanaman pisang Mas dan Barangan. Pada tanaman pisang Emas tingkat keparahan serangan penyakit speckle berkisar antara 15-30 % (Tabel 1). Di propinsi Bengkulu, pertanaman pisang petani khususnya Emas di Kabupaten Kepahiang dan Rejang Lebong tidak menunjukkan adanya serangan penyakit speckle daun yang disebabkan oleh C. musae Mason sebagaimana banyak di jumpai di Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Hal ini perlu dilakukan pengamatan ulang pada waktu lain untuk memastikan intensitas serangan penyakit speckle. Tabel 1. Tingkat serangan penyakit speckle pada beberapa kultivar pisang di tiga Propinsi sampel Tingkat serangan (Disease severity)(%) No Kabupaten (Counties) . Kepok Emas Barangan Ambon Lidi Popinsi Sumatera A. Barat (West Sumatra) 1. Solok 0 15,27 0 0 2. Tanah Datar 0 27,78 0 0 3. Limapuluh Koto 0 0 0 0 4. Agam 0 29,16 0 0 5. Pariaman 0 0 0 6. Pasaman 0 27,28 20,83 0 0 B. Propinsi Bengkulu 1. Kepahyang 0 0 00 0 0 2. Rejang Lebong 0 0 00 0 0 Propinsi Sumatera C. Utara (North Sumatra) 1. Simalungun 0 84,91 100,00 0 0 2. Serdang 0 83,34 100,00 0 0 3. Kodya Medan 0 75,00 72,72 0 0 Catatan : 0 = Tidak terserang; 00 = Tidak ditanam/diusahakan Hasil pengamatan pertanaman pisang petani di propinsi Sumatera Utara yang didominasi dengan kultivar pisang Barangan menunjukkan bahwa tingkat serangan di kabupaten Simalungun, Deli Serdang dan Kodya Medan berkisar antara 72,72%-100%.
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
241
Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa faktor kultivar sangat menentukan keberadaan penyakit speckle. Di daerah-daeah yang ada tanaman pisang Emas atau Barangan ataupun kedua-duanya dapat dipastikan akan ditemukan penyakit
speckle daun, kecuali di Bengkulu. Kenyataan ini didukung dengan fakta bahwa penyakit speckle ditemukan di propinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara karena ke dua kultivar pisang tersebut banyak diusahakan di propinsi tersebut. Hal yang sama juga ditemukan di wilayah Teluk Intan di Malaysia yang mengusahakan kultivar Emas (Sahlan dan Ahmad 2003). Adanya perbedaan intensitas serangan di tiga propinsi, lebih disebakan karena perbedaan varietas/kultivar yang ditanam disana. Sebagai contoh, kultivar pisang Barangan dan Emas paling banyak ditanam di kebun-kebun petani di Sumatera Utara di banding dua propinsi lainnya. Hal ini disebabkan karena permintaan pasar setempat untuk dua jenis kultivar pisang terbut memang tinggi. Ditinjau dari faktor lingkungan, lokasi pengambilan sample baik di Bengkulu, Sumatera Barata dan Sumatera Utara relatif sama. Selain itu, cara budidaya yang belum intensif, perawatan dan pemeliharaan yang kurang terlihat dari banyaknya gulma gulma dibawah tajuk tanaman, dan juga luas areal pertanaman yang sempit. Sebagai penyakit yang dianggap tidak penting sehingga belum banyak yang diketahui secara tepat gejala penyakit speckle ini. Pada pisang Barangan, gejala penyakit speckle sangat khas yaitu munculnya warna keungu-unguan (Gambar 3) yang akan tampak jelas terlihat meskipun dari jauh. Hal ini sangat kontras dengan gejala pada tanaman pisang Mas yang tidak muncul warna ungu. Berdasarkan hasil pengamatan di beberapa propinsi di Sumatera menunjukkan bahwa kultivar pisang Mas dan Barangan sangat peka terhadap penyakit ini, penyakit ini menjadi penyakit utama di daerah-daerah tersebut (Gambar 4).
242
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Gambar 3. Bentuk gejala khas dari penyakit speckle C. Musae pada Barangan
Gambar 4. Tingkat keparahan serangan penyakit speckle C. musae pada pisang Barang Stover (1972) melaporkan bahwa di Amerika Tengah gejala penyakit speckle daun pertama berupa bintik-bintik berwarna abu-abu kecoklatan pada permukaan bagian atas daun yang tua. Selanjutnya bintik-bintik ini berubah warnanya menjadi kuning keunguan dan akhirnya terjadi nekrosis berwarna coklat pada daun. Sementara Holderness et al. Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
243
(1998) melaporkan bahwa di Afrika, gejala penyakit speckle daun berupa becak-becak kecil menyerupai gejala mosaik berwarna kuning keunguan. Serangan penyakit speckle daun akan menjadi berat jika daun-daun muda terserang (Tushemereirwe dan Bagabe 1998). Jones (2000) melaporkan bahwa ada kemiripan gejala pada tanaman pisang yang terserang speckle daun yang ditemukan di Uganda, Malaysia, mapun di Thailand. Sahlan dan Ahmad (2003) menemukan bahwa gejala awal penyakit speckle daun ialah terdiri atas bintik-bintik kecil yang makin lama makin memanjang berwarna abu-abu dan akhirnya berubah menjadi gari-garis berwarna coklat. Gejala pada tahap ini akan menyerupai gejala awal serangan penyakit Black leaf streak. Jika kepadatan infeksinya tinggi, lama-kelamaan garis-garis infeksi yang berwarna abu-abu ini akan bergabung sehingga permukaan daun yang terserang akan berubah warna menjadi kuning, sementara jaringan di sekitar daun yang terinfeksi tersebut berwarna kekuningan. Akhirnya sebelum jaringan daun yang terinfeksi mati, beberapa jaringan daun yang terinfeksi bergabung dan warnanya berubah menjadi coklat kehitaman atau ungu kecoklatan. Jika infeksi ini terus berlanjut, maka akan terjadi nekrosis di seluruh permukaan daun. Infeksi dapat pula terjadi pada bagian midrib daun. Jones (2000) juga melaporkan bahwa penyakit speckle daun dapat juga menyerang tanaman pisang liar (enset). Jika becak-becak ini makin banyak, kematian jaringan daun yang luas akan terjadi di sepanjang tepi daun. Hahn et al. (1989) dan Vuylsteke et al. (1993) menyatakan bahwa hampir semua varietas/kultivar tanaman pisang peka terhadap penyakit becak daun, terutama penyakit Sigatoka Hitam (black Sigatoka). Keadaan seperti ini tampaknya mirip dengan penyakit speckle daun C. musae. Frossard (1963) dan Stover (1972) melaporkan bahwa di Ivory Coast kultivar pisang dalam kelompok Cavendish (AAA) dan Gros Michel (AAA) peka, sementara kultivar pisang dalam kelompok AB, AAB, dan ABB dan kelompok Musa sp. yang menghasilkan biji dianggap tidak peka. Namun, laporan terbaru menyatakan bahwa gejala penyakit speckle daun pisang telah ditemukan di Camerun pada kultivar pisang olah dalam kelompok AAB (Jones 2000). Terdapat sedikit perbedaan reaksi tanaman pisang terhadap penyakit speckle daun, terutama sekali pada kelompok pisang diploid AA. Frossard (1963) melaporkan bahwa di Ivory Coast kultivar pisang ‘Figue Sucree’ (AA. sinonim dari ‘Sucrier’) tahan terhadap penyakit ini. Sebaliknya, Jones (2000) melaporkan bahwa di Thailand kultivar pisang ‘Kluai Khai’ (AA. sinonim dari ‘Sucrier’) dianggap sangat peka, mirip dengan kultivar pisang ‘Orito’ (AA, sinonim dari ‘Sucrier’) di Ekuador. 244
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Di Malaysia, penyakit speckle daun pisang ini terutama ditemukan menyerang kultivar pisang ‘Mas’ (diploid AA) dan ‘Barangan’ (triploid AAA) (Sahlan dan Ahmad 2003). Jones (1993a) melaporkan bahwa gejala serangan penyakit ini dijumpai juga pada kultivar Pisang Nangka (triploid AAB). Hasil pengamatan di beberapa propinsi di Sumatera menunjukkan bahwa beberapa kultivar/vairetas tanaman pisang seperti pisang Batu, Raja, Siem, Tanduk dan Ambon tidak ditemukan terserang penyakit speckle ini. Secara umum ketahanan terhadap penyakit becak daun telah diketahui pada kelompok pisang yang dapat dikonsumsi, pisang diploid liar, dan inbred tetraploid (Tezenas du Montcel 1989). Hampir semua kultivar pisang konsumsi dalam kelompok triploid AAA sangat peka, sebaliknya pada kelompok pisang olah yang bergenom AAB tahan, dan kelompok pisang olah yang bergenom ABB diketahui sangat tahan terhadap sebagian besar penyakit becak daun, terutama Sigatoka Hitam (black Sigatoka) (Meredith dan Lawrence 1970; Stover 1980; Tezenas du Montcel 1989) dibandingkan dengan kultivar pisang dari kelompok lainnya. Jones (1993b) melaporkan bahwa genotip pisang ABB (Pisang Awak dan Bluggoe) memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit Black
leaf streak. Tingkat ketahanan tertinggi terhadap penyakit tersebut ditemukan pada tanaman pisang diploid liar seperti Musa acuminata subspesies burmanica dan subspesies
malaccensis (Stover 1980). Varietas pisang yang tahan terhadap penyakit Sigatoka Hitam juga tahan terhadap penyakit daun yang kurang penting (minor leaf diseases) lainnya (Stover dan Buddenhagen 1986). Karena dianggap sebagai penyakit kurang penting (m inor diseases ) maka informasi/ilmu pengetahuan tentang biologi, etiologi, epidemiologi maupun cara pengendaliannya masih sangat terbatas tidak saja di Indonesia tetapi juga di Negaranegara penghasil pisang dunia. Di pasar banyak tersedia berbagai jenis fungisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit becak daun pisang. Jones (2000) menyatakan bahwa fungisida yang digunakan untuk mengendalikan penyakit becak daun khususnya penyakit Sigatoka kuning dan Sigatoka hitam dipercaya dapat digunakan juga untuk mengendalikan penyakit speckle daun pisang. Di Thailand, penyakit speckle daun pisang ini dikendalikan dengan cara menyemprot fungisida benomyl (0.5 g/l) setiap 2 minggu selama musim penghujan. Harus diingat bahwa penyemprotan fungisida untuk mengendalikan penyakit becak daun akan berdampak negatif terhadap lingkungan (Vuylsteke dan Ortiz 1995). Di samping itu jika dilakukan pada pertanaman pisang skala petani yang pada umumnya diusahakan diluasan yang sempit dapat dipastikan tidak akan ekonomis. Oleh karena itu,
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
245
penggunaan kultivar pisang yang tahan akan dapat mengurangi resiko di atas serta dapat menekan terjadinya serangan penyakit becak daun tanaman pisang. KESIMPULAN 1. Penyakit speckle daun yang disebabkan oleh C. musae Mason banyak ditemukan menyerang tanaman pisang di Sumatra Barat dengan tingkat serangan antara 15-30% dan Sumatra Utara dengan tingkat serangan mencapai 100%. 2. Kultivar pisang yang paling peka terhadap penyakit speckle adalah Emas (AA) dan Barangan (AAA). 3. Untuk mengurangi resiko tingginya serangan penyakit speckle, sebaiknya jika akan membudidayakan
tanaman
pisang
Barangan
dan
Mas,
perlu
sekali
untuk
mempertibangkan aspek-aspek lain seperti teknik budidaya dan epidemiologi penyakit tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anonim 2010. Luas panen dan luas produksi tanaman pisang di Indonesia tahun 20032007. http://www.hortikultura.deptan.go.id Carlier, J., D. D. Waele dan J. V. Escalant, 2002. Global evaluation of Musa germplasm for resistance to Fusarium wilt, Mycospaherella leaf spot diseases and nematodes. In-depth evaluation. INIBAP Technical Guidelines No. 6. 63 p. David, J. C. 1988. Cladosporium musae. CMI Descriptions of Pathogenic Fungi and Bacteria, No. 958. Mycopathologia 103:119-120. Frossard, P. 1963. Une cladosporiose du bananier en Cote d’Ivoire. Fruits 18:443-453. Hahn, S., Vuylsteke, D., and Swennen, R. 1989. First reactions to ABB cooking bananas distributed in southeastern Nigeria In: Sigatoka leaf spot diseases of bananas. (Fullerton, R. A. and Stover, R. H., eds.). Proceedings of an international workshop held in San Jose, Costa Rica, 28 March-1 April 1989. Montpellier, France. INIBAP, pp 306-315. Holderness, M., Tushemerierwe, W. K. and Gold, C. S. 1998. Cultural controls and habitat management in the integrated management of banana leaf diseases. In: Mobilizing IPM for sustainable banana production in Africa (Frison, E. A., Gold, C. S., Karamura, E. B., and Sikora, R. A. Eds.). Proceeding of a workshop on banana IPM held in Nelspruit, South Africa, 23-28 November 1998, pp 149-163. Jones, D. R. 1993a. Banana disease survey of West Malaysia, 16-26 August 1993. INIBAP, Montpellier, France, 11 pp. Jones, D. R. 1993b. Evaluating banana and plantain for reaction to black leaf streak disease in the South Pacific. Tropical Agriculture (Trinidad) 70: 39-44. Jones, D. R. 1994. Banana disease survey of Thailand, 26 August – 10 September 1994. Report to INIBAP, Montpellier, France, 9 pp. Jones, D. R. 2000. Diseases of banana, abaca and enset. CABI Publishing, 544 pp. Meredith, D. S. and Lawrence, J. 1970. Black leaf streak disease of bananas (Mycosphaerella fijiensis): Susceptibility of cultivars. Tropical Agriculture
(Trinidad). 47: 375-387.
Sahlan dan Ahmad, Z. A. M. 2003. Isolasi dan identifikasi penyebab penyakit speckle daun pada tanaman pisang. Jurnal Hortikultura. 13(3): 190-196. 246
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
Sebasigari, K. and Stover, R. H. 1988. Banana diseases and pests in East Africa. Report of a survey in November 1987. INIBAP, Montpellier, France. 15 pp. Stover, R. H. 1972. Banana, Plantain and Abaca disease. Commonwealth Mycol. Institute, Kew, Surrey, England. 316 pp. Stover, R. H. 1980. Sigatoka leaf spots of bananas and plantains. Plant disease 64(8):750-
755.
Stover, R. H. and Buddenhagen, I. W. 1986. Banana breeding: polyploidy, disease resistance and productivity. Fruits 41: 175-191. Tezenas du Montcel. 1989. The susceptibility of various cultivated bananas to Sigatoka diseases. In: Sigatoka leaf spot disease of bananas (Fullerton, R. A. and Stover, R. H. eds.). Proceedings of an international workshop held in San Jose, Costa Rica, 28 March-1 April 1989. Montpellier, France, INIBAP, pp 272 - 286. Tushemereirwe, W. K. and Bagabe, M. 1998. Review of disease distribution and pest status in Africa. In: Mobilizing IPM for sustainable banana production in Africa (Frison, E. A., Gold, C. S., Karamura, E. B., and Sikora, R. A. Eds.). Proceedings of a workshop on banana IPM held in Nelspruit, South Africa, 23-28 November 1998, pp 139 -147. Tushemereirwe, W. K. and Waller, J. M. 1993. Black leaf streak (Mycosphaerella fijiensis) in Uganda. Plant Pathology 42:471-472. Vuylsteke, D. and Ortiz, R. 1995. Plantain-derived diploid hybrids (TMPX2x) with black Sigatoka resistance. HortScience 30(1): 147-149. Vuylsteke, D., Swennen, R., and Ortiz, R. 1993. Registration of 14 improved tropical Musa plantain hybrids with black Sigatoka resistance. HortScience 28(9): 957-959. Lembar Tanya Jawab. 1. Nama Penanya Instansi Isi Pertanyaan Jawaban
: Sortha Simatupang : BPTP Sumatera Utara : Serangan speckle terjadi pada tingkat kerapatan tanaman berapa? : Berdasarkan pengamatan saya di Sumut semakin rapat tanaman maka kondisi lingkungan semakin lembab maka serangan penyakit semakin tinggi
Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara Solok, 10 Nopember 2010
247