UJI COBA PENGENDALIAN PENYAKIT KANKER BATANG KAKAO DI KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA
Oleh Syahnen, Ida Roma T.U. Siahaan, Sry E.Pinem, dan desianty Dona N.S. Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan Jl. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvetia 20126. Telp. (061) 8470504, Fax. (061) 8466771, 8445794, 8458008, 8466787 http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/
ABSTRAK Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentra kakao di Indonesia. Pengembangan kakao secara luas masih menghadapi hambatan antara lain oleh adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit penting pada tanaman kakao adalah penyakit kanker batang kakao yang disebabkan oleh Phytophthora Palmivora (Butl.), sama seperti patogen pada penyakit busuk buah kakao. Berbagai komponen teknologi untuk pengelolaan penyakit busuk buah kakao telah tersedia seperti pengaturan kerapatan tanaman kakao, sanitasi kebun dan tanaman, pemangkasan dan pengaturan pohon penaung, panen sering, pemanfaatan mikroorganisme antagonis, dan penggunaan fungisida. Komponenkomponen teknologi tersebut dapat dikombinasikan satu sama lain yang kompatibel agar diperoleh hasil yang lebih efektif. Untuk itu telah dilakukan pengujian berbagai komponen teknologi PHT untuk mengendalikan penyakit kanker batang di Kabupaten Asahan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) nonfaktorial dengan 4 (empat) perlakuan dan 7 (tujuh) kali ulangan. Perpaduan teknologi PHT yang dicobakan adalah: P1 : Pengikisan batang + Sanitasi buah/kulit buah terserang + Pemupukan, P2 : Pengikisan batang + Sanitasi buah/kulit buah terserang + Pemupukan + Pengolesan fungisida Anti rot F95, P3 : Pengikisan batang + Sanitasi buah/kulit buah terserang + Pemupukan + Pengolesan fungisida kimia dan P4 : Kontrol. Setiap plot perlakuan terdiri dari 3 (tiga) pohon sampel dari jenis klon RCL, TSH dan RCC. Aplikasi/tindakan pengendalian dilakukan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) bulan. Hasil pengujian menunjukkan penurunan terbesar terdapat pada perlakuan P1 sebesar 73,54% diikuti oleh P2 dan P3 masing-masing sebesar 63,41% dan 68,28%. Kata Kunci : Kakao, kanker batang, Phytophtora palmivora.
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Phytophthora spp. adalah penyebab penyakit penting pada kakao antara lain penyakit busuk buah, kanker batang, hawar daun, hawar bibit, dan layu tunas air. (McMahon & Purwantara, 2004). Delapan
spesies Phytophthora telah
dilaporkan dapat menyebabkan penyakit pada kakao (Umayah dan Purwantara, 2006). Phytophthora palmivora merupakan salah satu patogen utama penyebab penyakit busuk buah tanaman kakao pada berbagai daerah sentra produksi di Indonesia, berakibat pada penurunan produksi secara drastis dengan kerugian berkisar 32,6-99%. (Anonim, 2004 dalam Umrah, 2009; Sukamto, 2008 dalam Umrah, dkk.,, 2009), Keragaman patogenik dari Phythopthora sp. semuanya menjadi ancaman terhadap penurunan produksi kakao (Guest, 2006 dalam Umrah, dkk., 2009). Sekurang-kurangnya terdapat tujuh spesies Phytophthora yang teridentifikasi di lapang, akan tetapi ahli mikologi sekarang ini mengkarakterisasi empat spesies utama yang menginfeksi kakao yaitu P. palmivora, P. megakarya, P. capsici dan P. citrophthora (Evan & Priori, 1987 Darmono, dkk., 2006). Sekurang-kurangnya
terdapat
tujuh
spesies
Phytophthora
yang
teridentifikasi di lapang, akan tetapi ahli mikologi sekarang ini mengkarakterisasi empat spesies utama yang menginfeksi kakao yaitu P. palmivora, P. megakarya, P. capsici dan P. citrophthora (Evan & Priori, 1987 Darmono, dkk., 2006). Pada penyakit kanker batang kakao pada batang atau cabang yang besar terdapat tempat yang warnanya lebih gelap dan agak mengendap. Pada tanaman yang sangat rentan tempat ini sering mengeluarkan cairan kemerahan, yang setelah mongering tampak seperti lapisan karat pada permukaan kulit, lebih-lebih kalau permukaan batang tertutup oleh lumut atau lumut kerak (Semangun, 2000).
2
Gambar 1. Luka pada batang kakao yang berbatas jelas dengan kulit sehingga kayu tampak dari luar setelah kulit kerak dikorek. Sumber : Foto Laboratorium Lapangan (2012). Kalau lapisan kulit luar dikorek, tampak bahwa lapisan kulit bagian dalam berwarna merah kecoklatan. Bercak ini dapat meluas dengan cepat, sehingga banyak kulit produktif yang rusak (Semangun, 2000). Kanker batang mempunyai hubungan yang erat dengan busuk buah dan usaha pengendalian busuk buah. Faktor-faktor yang membantu busuk buah akan membantu kanker batang. Namun kalau usaha pemetikan buah sakit dilakukan dengan teliti, kanker batang hanya akan sedikit menimbulkan kerugian (Semangun, 2000). Penyakit kanker batang dapat terjadi karena patogen yang menginfeksi buah menjalar melalui tungkai buah mencapai batang. Penyakit berkembang pada kebun yang mempunyai kelembaban dan curah hujan yang tinggi atau sering tergenang air. Inokulum yang memulai infeksi pada buah berasal dari tanah atau akar, batang dan daun yang terinfeksi. Infeksi akar berasal dari residu inokulum tanah biasanya tidak menyebabkan kerugian ekonomi, meskipun demikian akar-akar yang terinfeksi dapat berperan sebagai sumber inokulum untuk infeksi buah, hal yang sama terjadi pada kanker batang dan kulit batang juga berperan sebagai sumber inokulum untuk infeksi buah. Sekali buah terinfeksi dan terjadi sporulasi, dapat menghasilkan sejumlah besar sumber inokulum untuk infeksi buah-buah yang lain (Bowers et al. 2001 dalam Ramlan, 2010). 3
METODOLOGI
Pengujian dilaksanakan di kebun kakao milik Bapak Adi di Desa Lubuk Palas Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan, sejak Bulan April hingga Bulan Nopember 2012. Pengujian dilaksanakan berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) nonfaktorial dengan 4 (empat) perlakuan dan 7 (tujuh) kali ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah metode PHT untuk mengendalikan penyakit kanker batang. Perpaduan teknologi PHT yang dicobakan adalah: P1 P2 P3 P4
: Pengikisan batang + Sanitasi buah/kulit buah terserang + Pemupukan : Pengikisan batang + Sanitasi buah/kulit buah terserang + Pemupukan + Pengolesan fungisida Anti rot F95 : Pengikisan batang + Sanitasi buah/kulit buah terserang + Pemupukan + Pengolesan fungisida kimia : Kontrol (tanpa perlakuan) Setiap plot perlakuan terdiri dari 3 (tiga) pohon sampel dari jenis klon RCL,
TSH dan RCC. Aplikasi/tindakan pengendalian dilakukan 2 (dua) kali dalam 1 (satu)
bulan.
Pengamatan
pengendalian dilakukan
pertama
dilakukan
sebelum
aplikasi/tindakan
untuk mendapatkan data awal lalu pengamatan
dilanjutkan setelah aplikasi pertama dan sebelum aplikasi selanjutnya dilakukan. Parameter yang diamati adalah luas kulit batang/cabang kakao yang terserang penyakit kanker batang tiap pengamatan. Luas kulit batang/cabang kakao yang terserang kanker batang dihitung dengan menggunakan kertas millimeter blok. Hasil penghitungan parameter dituangkan dalam tabel data hasil pengamatan. Pupuk yang digunakan dalam pengujian ini adalah ZA/Urea, TSP/SP36 dan ZK/KQ. ZA/Urea digunakan sebagai sumber N (Nitrogen), TSP/SP36 sebagai sumber P (Phospor) dan ZK/KQ sebagai sumber K (Kalium). Dosis untuk setiap jenis pupuk diberikan untuk setiap pohon ke tanaman adalah sebagai berikut: 600 gr ZA (280 gr Urea) + 324 gr TSP/SP36, 180 gr ZK/KQ. Dan dosis ini dibuat 1,5 kali dari dosis anjuran. 4
Aplikasi fungisida Anti rot F95 dan fungisida kimiawi (bahan aktif Triadimefon 250 g/l) dilakukan dengan cara pengolesan pada bagian tanaman terserang yang telah dikikis terlebih dahulu.
Pengikisan kulit yang terserang
dilakukan dengan menggunakan pisau scrap.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan rencana pengujian telah dicobakan beberapa kombinasi teknologi pengendalian untuk menekan luas batang/cabang terserang kanker batang kakao. Pada petak perlakuan P1 dicobakan teknologi pengendalian pengikisan batang + sanitasi buah/kulit buah terserang + pemupukan. Pada petak perlakuan P2 dicobakan teknologi pengendalian pengikisan batang + sanitasi buah/kulit buah terserang + pemupukan + pengolesan fungisida Anti rot F95. Pada petak perlakuan P3 dicobakan teknologi pengendalian pengikisan batang + sanitasi buah/kulit buah terserang + pemupukan + pengolesan fungisida kimia. Pada petak perlakuan P4 tidak diberi perlakuan (kontrol). Berdasarkan hasil pengamatan luas kulit batang/cabang terserang dari pengamatan I (sebelum aplikasi) hingga pengamatan VII (setelah aplikasi VI) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luas kulit batang/cabang terserang pada pengamatan I s/d Pengamatan VII Rataan luas kulit batang/cabang terserang pada pengamatan (mm 2)
P1
9239.72
5834.72
3915.28
3270.83
2320.83
1988.61
2444.44
3795.71a
% Penurunan serangan pada akhir perlakuan 73,54
P2
21577.78
10602.78
5436.11
5198.61
4702.78
3312.50
7894.44
7261.51a
63,41
P3
26219.44
13384.72
3129.72
5468.89
12229.86
4162.50
8317.78
9227.88a
68,28
P4
5677.08
4788.89
3722.22
4020.83
4031.25
2984.72
1908.33
3603.57a
66,39
Perlakuan
I
II
III
IV
V
VI
VII
Rataan
Keterangan: Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Duncan pada tingkat kepercayaan 95%.
5
Pada Tabel 1 diketahui bahwa secara statistik pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap rataan luas kulit batang/cabang terserang penyakit kanker batang. Tidak berpengaruhnya pemberian perlakuan-perlakuan yang dicobakan dapat ditinjau dari beberapa faktor antara lain faktor iklim, variasi klon kakao pada pohon-pohon sampel dan adanya kemungkinan faktor perlakuan petani di luar perlakuan (misalnya penumpukan kulit-kulit buah kakao terserang busuk buah di bawah pohon kakao sehingga meningkatkan penularan infeksi kanker pada batang). Seperti diketahui penyakit kanker batang mempunyai hubungan yang erat dengan busuk buah dan usaha pengendalian busuk buah karena patogennya sama. Buah kakao yang terserang penyakit kanker batang atau Phytophthora palmivora sebaiknya segera dipetik dan dikubur ke dalam tanah. Ini merupakan salah satu cara mengatasi penyebaran penyakit kanker batang terhadap tanaman kakao (Semangun, 2000). Percikan air hujan dan tiupan angin yang mengandung spora patogen dari buah terinfeksi dapat berpindah ke batang (Jackson & Wright 2001 dalam Ramlan, 2010). Sangat bervariasinya klon kakao di lokasi pengujian menimbulkan variasi serangan kanker batang pula walaupun tidak tercatat jenis-jenis klon pada tiap pohon sampel. Berdasarkan pengamatan lapangan diketahui bahwa terdapat klon RCL, TSH, RCC di dalam kebun lokasi pengujian. Menurut Puslitkoka Jember dalam Rubiyo, dkk. (2010), klon TSH 858 termasuk kelompok agak tahan terhadap infeksi P. palmivora di laboratorium. Serangan kanker batang di lokasi pengujian bukan merupakan serangan baru tapi sudah ada sebelum pengujian dilakukan. Pada kondisi iklim yang kering serangan sedikit namun pada kondisi basah serangan meningkat akibat peningkatan kelembaban dan curah hujan. Namun kondisi agak basah juga dapat membantu meningkatkan kandungan air tanaman sehingga pemulihan dari dalam tanaman juga dapat terjadi. Hal ini dapat menguragi perluasan kulit batang/cabang terserang namun harus disertai dengan tindakan budidaya yang mendukung (seperti sanitasi, pemupukan dan pemetikan buah sering). Hal ini diperlukan untuk meningkatkan ketahanan internal tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. 6
Sementara selama pengujian jumlah curah hujan dan hari hujan relatif kecil dimana curah hujan sebesar 105 mm/bulan dan hari hujan 10,44hari/bulan, sehingga luas kulit batang/cabang terserang mengalami penurunan di tiap perlakuan. Selain itu, pengamatan terhadap pengaruh perlakuan-perlakuan yang dicobakan juga memerlukan waktu yang cukup panjang (minimal satu tahun) mengingat patogen mengakibatkan kerusakan hingga ke dalam kayu yang membutuhkan waktu agak panjang dalam efeknya terhadap batang tanaman secara menyeluruh dan juga bergantung kondisi iklim. Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat walaupun tidak memberikan pengaruh, namun terjadi penurunan persentase terhadap luas kulit batang/cabang terserang sejak pengamatan awal (sebelum aplikasi) hingga akhir pengamatan (pengamatan VII). Persentase penurunan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu kombinasi pengikisan batang, sanitasi buah/kulit terserang dan pemupukan sebesar 73,54%. Persentase penurunan terendah terdapat pada perlakuan P2
yaitu kombinasi
perlakuan pengikisan batang, pengolesan fungisida Anti rot F95, sanitasi buah/kulit terserang dan pemupukan. Namun bila melihat data di Tabel 1 tersebut, perlakuan P3 dan Kontrol (P4) juga memiliki persentase penurunan luas kulit batang/cabang terserang yang hampir sama dengan perlakuan P1 dan P2 yaitu masing-masing 68,28% dan 66,39%. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan pengikisan batang, sanitasi buah/kulit terserang dan pemupukan memberikan efek yang cukup baik untuk menjaga terjadinya peningkatan serangan kanker batang, serta pengorekan bagian kulit yang sakit dan mengolesinya dengan fungisida. Sanitasi juga memacu kebersihan pohon dan memperbaiki kesehatan tanaman. Fulton (1989) dalam Ramlan (2010), menyarankan untuk pengelolaan penyakit busuk buah kakao adalah melengkapi program aplikasi fungisida dengan paket program praktek budidaya (kultur teknis) seperti pemangkasan, pengendalian gulma, drainase, membuka buah yang terinfeksi sesering mungkin, dan sanitasi pohon secara kontinu. Perbandingan rataan luas kulit batang/cabang terserang kanker batang pada awal pengamatan dan setelah aplikasi perlakuan (Gambar 2).
7
30000 25000 20000
P1
15000
P2
10000
P3
5000
P4
0 I
II
III
IV
V
VI
VII
Gambar 2. Grafik rataan luas kulit batang/cabang terserang (mm2) kanker batang kakao sebelum aplikasi dan setelah aplikasi.
KESIMPULAN 1. Pengendalian penyakit kanker batang kakao dapat dilakukan dengan perpaduan/kombinasi seluruh tindakan perlakuan yang dicobakan yaitu pengikisan batang, sanitasi buah/kulit buah terserang, pemupukan pengolesan fungisida Anti rot F95 dan pengolesan fungisida kimia Triadimefon. 2. Penurunan persentase luas kulit batang/cabang terserang terbesar terdapat pada perlakuan kombinasi pengikisan batang, sanitasi buah/kulit terserang dan pemupukan sebesar 73,54%. 3. Perlakuan pengikisan batang + sanitasi buah/kulit buah terserang + pemupukan + pengolesan fungisida Anti rot F95 (P2)
serta kombinasi
perlakuan pengikisan batang + sanitasi buah/kulit buah terserang + pemupukan + pengolesan fungisida kimia (P3) memberikan penurunan
luas kulit
batang/cabang terserang sebesar masing-masing 63,41% dan 68,28%.
DAFTAR PUSTAKA Darmono, T.W., I. Jamil dan D.A. Santosa, 2006. Pengembangan penanda molekuler untuk deteksi Phytophthora palmivora pada tanaman kakao. Menara Perkebunan, 2006 74(2), 87-96. Kembaren, L. 2012. Target Produksi Kakao 2 Juta Ton. Jurnal Nasional. Selasa, 15 May 2012. Halaman 15. www.jurnas.com. Diakses 10 Januari 2013. 8
Ramlan, 2010. Pengelolaan Penyakit Busuk Buah Kakao. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010. 381 h. Rubiyo, A. Purwantara dan Sudarsono. 2010. Ketahanan 35 Klon Kakao Terhadap Infeksi Phytophthora palmivora Butl. Berdasarkan Uji Detached Pod. Jurnal Littri Vol. 16 No. 4, Desember 2010: 172-178. Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. Cet.keempat (revisi). Gadjah Mada University Press. 382-385. Umayah, A. dan A. Purwantara. 2006. Identifikasi Isolat Phythopthora asal Kakao. Menara Perkebunan, 2006, 74 (2), 76-85. Umrah, Tj. Anggraeni, R.R. Esyanti dan I.Nyoman P. Aryantha. 2009. Antagonistis dan Efektivitas Trichoderma sp. dalam Menekan Perkembangan Phytophthora palmivora pada Buah Kakao. J. Agroland 16 (1) : 9 - 16, Maret 2009. Wahyudi, T dan Misnawi. 2007. Peluang dan Tantangan Komoditi Kakao dan Kopi untuk Pasar Uni Eropa. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 2007, 23(3), 118-130.
9