49 HASIL BELAJAR GRAMMATIKA DENGAN MENGUNAKAN TES DISKRET, PRAGMATIK DAN KOMUNIKATIF MAHASISWA SEMESTER I PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA Didi Sudrajat Dosen FKIP Universitas Kutai Kartanegara Abstract. The purpose of the research is to study the effect of using discrete, pragmatic, and communicative tests up on grammatical achievement of the first semester students of English Department of Kutai Kartanegara University. This research was conducted at English Department of Kutai Kartanegara University with 45 randomly selected respondents derived from students. The instruments of the study were three types of tests namely: discrete test, pragmatic test and communicative test dealing with grammar materials for the first semester students of the English Department. The data were analyzed by using one way anova formula and this formula was also used to determine the significant effect of using using discrete, pragmatic, and communicative tests up on grammatical achievement of the first semester students of English Department of Kutai Kartanegara University. This research proved that using discrete, pragmatic, and communicative tests give significant different results up on grammatical achievement of the first semester students of English Department of Kutai Kartanegara University. The results of the research give implications that to develop grammatical test needs to pay attention to various types of tests. Keywords: descrete test, pragmatic test, communicative test, grammatical achievement PENILAIAN merupakan salah satu kegiatan yang selalu dilakukan dalam pendidikan yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Mengadakan evaluasi berarti mengadakan pengukuran dan penilaian. Seperti dikatakan oleh Arikunto (2008) bahwa kegiatan evaluasi meliputi kegiatan mengukur dan menilai. Mengukukur adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif, sedangkan menilai adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk menetapkan derajat penguasaan atribut tertentu oleh individu atau kelompok dalam proses belajar-mengajar sebagai suatu keseluruhan. Materi, metode dan alat pelajaran merupakan pengalaman yang dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan penilaian merupakan upaya untuk mengetahui efektifitas dari pengalaman belajar tersebut. Evaluasi mempunyai hubungan yang erat dengan tujuan dan pengalaman belajar. Dengan demikian dapat ditentukan dalam hal apa suatu pengalaman belajar itu tepat atau tidak. Penilaian bukan hanya merupakan bagian dari proses pembelajaran tetapi merupakan bagian integral dari suatu program pendidikan. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk mendorong pengajaran dalam rangka mengembangkan kualitas program pendidikan agara dapat diperoleh hasil belajar yang maksimal. Selain dari itu banyak faktor yang bermanfaat Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
50 bisa diperoleh dari kegiatan evaluasi yang berhubungan dengan pengembangan metode pengajaran, bahan pelajaran, proses pembelajaran, dan lain sebagainya. Tidak dapat dipungkiri bahwa angka-angka sebagai hasil dari penilaian dan pengukuran dalam dunia pendidikan, merupakan sesuatu yang mempunyai arti yang sangat penting. Angka-angka atau hasil evaluasi tersebut berfungsi sebagai pemberi kesaksian bagi seseorang yang telah memperolehnya. Angka-angka sebagai hasil penilaian dalam pendidikan diperlukan dalam banyak peristiwa dalam kehidupan seseorang, misalnya dalam kenaikan kelas, dalam menentukan kelulusan dari suatu jenjang sekolah, untuk meneruskan ke perguruan tinggi, atau bahkan dalam memperoleh suatu pekerjaan.Menurut Pasaribu dan Simanjuntak (2003), penilaian atau evaluasi pendidikan mengandung tujuan yakni: (1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai yang diharapkan, (2) Memungkinkan pendidik atau guru menilai aktivitas/pengalaman yang diperoleh, (3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan. Dengan demikian penilaian dan pengukuran dalam pendidikan merupakan suatu proses untuk menentukan hasil suatu rencana atau mengukur kemajuan suatu usaha dalam mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus evaluasi atau penilaian bertujuan untuk menilai perkembangan dan kemajuan siswa/mahasiswa dalam suatu mata pelajaran atau mata kuliah tertentu yang terdapat dalam kurikulum.Tujuan yang telah dirumuskan secara khusus dalam proses belajar mengajar/perkuliahan berhubungan erat dengan penilaian atau evaluasi, hal ini seperti dikemukakan oleh Nasution (1997) yang mengatakan bahwa tujuan tidak memenuhi syarat dan karena itu tidak ada maknanya bila tidak dinilai. Tujuan dan penilaian merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam proses evaluasi atau penilaian banyak faktor yang mampu mempengaruhi terhadap hasil evaluasi tersebut. Salah satu faktor yang cukup dominan mempengaruhi hasil evaluasi atau penilaian tersebut adalah alat evaluasi itu sendiri. Dalam evaluasi dilembaga pendidikan baik formal maupun informal sering dipergunakan alat evaluasi yang disebut tes, guna memperoleh angka penilaian dari suatu proses belajar mengajar. Tes dapat diartikan sebagai alat alat, prosedur atau rangkaian kegiatan yang digunakan untuk memperoleh contoh tingkah laku seseorang yang memberikan gambaran tentang kemampuan yang dimiliki dalam suatu bidang tertentu (Djiwandono, 1996). Melalui tes diharapkan diperoleh informasi tentang seberapa banyak dan seberapa mendalam kemampuan yang dimiliki seseorang dalam bidang pengajaran itu. Dalam pengajaran bahasa, tes semacam itu dikenal sebagai tes bahasa yang sasaran pokoknya adalah tingkat kemampuan berbahasa. Mengingat pentingnya peranan alat evaluasi yang disebut dengan istilah tes, maka tidak berlebihan kiranya apabila pembuatan suatu tes perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari para pembuat tes dengan memperhatikan standar suatu tes, baik yang menyangkut validitas maupun reliabilitasnya. Dengan dasar pemikiran itulah maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif. KAJIAN TEORETIK 1. Hakikat dan Sasaran Tes Bahasa Dalam bidang pendidikan pada umumnya dan bidang pengajaran pada khususnya, tes dapat diartikan sebagai alat, prosedur atau rangkaian kegiatan yang digunakan untuk memperoleh contoh tingkah laku seseorang yang memberikan gambaran tentang kemampuan yang dimiliki dalam suatu bidang tertentu (Djiwandono, 1996). Melalui tes diharapkan diperoleh informasi tentang seberapa banyak dan seberapa mendalam Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
51 kemampuan yang dimiliki seseorang dalam bidang pengajaran itu. Dalam pengajaran bahasa, tes semacam itu dikenal sebagai tes bahasa yang sasaran pokoknya adalah tingkat kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa mengacu kepada kemampuan yang berhubungan dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi nyata senari-hari. Dengan kemapuan berbahasa, seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan isi hatinya kepada orang lain yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa sebagi suatu bentuk berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi memungkinkan orang untuk melakukan komunikasi dengan orang lain, terlepas dari-ada tidaknya pengetahuan tentang teori dan seluk beluk bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi (Djiwandono, 1996). Kenyataan, orang dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa bukanlah disebabkan oleh karena ia mengetahui (teori) penyusunan kalimat, pemilihan dan perangkaian kata-kata, atau jenis,klasifikasi, dan ciri bunyi-bunyi bahasa yang digunakannya. Semua itu merupakan bagian dari pengetahuan tentang bahasa yang digunakan, tetapi bukan merupakan bagian dari kemampuan berbahasa. Kedua hal itu, perlu dibedakan antara satu dari yang lainnya, baik dalam pengertian maupun dalam penerapannya, termasuk kaitannya dengan tes bahasa. Pengertian dan penggunaan tes bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berbahasa, tidakd engan pengetahuan tentang babasa. Tes yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan tentang bahasa seperti pengetahuan tentangtatabahasa, tentang bentuk kata, tentang bunyi bahasa dan sebagainya, meskipun ada hubungannya dengan bahasa, bukan merupakan tes bahasa. Tes semacam itu adalah tes pengetahuan tentang bahasa, yang dapat dibandingkan dengan tes pengetahuan tentang ilmu ekonomi, sejarah, astronomi dan lain-lain. Dalam kajian kebahasaan, kemampuan berbahasa dibedakan ke dalam kompetensi berbahasa dan ketrampilan berbahasa. Kompetensi berbahasa mengacu kepada kemampuan yang bersifat abstrak, berupa potensi yang dimiliki seorang pemakai bahasa. Kompetensi itu memungkinkan pemakaibahasa untuk memahami bahasa yang digunakan orang lain, maupun mengungkapkan dirinya melalui bahasa. Karena sifatnya yang abstrak, kompetensi berbahasa tidak dapat dilihat, didengar, atau dibaca, meskipun kompetensi berbahasa itu senantiasa terdapat di belakang penggunaan bahasa. Sebaliknya, keterampilan berbahasa bersifat kongkret dan mengacu kepada penggunaan bahasa senyatanya, dalam bentuk lisan yang dapat didengar, atau dalam bentuk tertulis yang dapat dibaca. Semua itu merupakan sasaran tesbahasa, yang merupakan bagian dari kajian kebahasaan, khususnya kajian kebahasaan terapan. Sebagai bagian dari kajian kebahasaan, tes bahasa dapat saja disebut tes kebahasaan. Karena sasaran pokoknya adalah kemampuan berbahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa, tes bahasa dapat juga meliputi tes kompetensi berbahasa, dan tes ketrampilan berbahasa. Meskipun demikian, dalam prakteksehari-hari, istilah yang lazim digunakan adalah tes bahasa, yang dapat menunjuk kepada kemampuan berbahasa yang bersifat umum, atau kompetensi berbahasa dan keterampilan berbahasa yang merupakan rinciannya. Semua itu dicakup dalam istilah tes bahasa. Kemampuan berbahasa secara konvensional dianggap meliputi empat jenis kemampuan. Keempat jenis kemampuan berbahasa itu adalah: (i) kemampuan menyimak untuk memahami bahasa yang digunakan secara lisan, (ii) kemampuan membaca,untuk memahami bahasa yang diungkapkan secara tertulis, (iii) kemampuan berbicara, untuk mengungkapkan diri secara lisan, dan (iv) kemampuan menulis, untuk mengungkapkan diri secara tertulis. Dengan demikian, tes bahasa yang sasaran umumnya adalah kemampuan Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
52 berbahasa, rincian sasarannya meliputi kemampuan menyimak, kemampuan membaca, kemampuan berbicara, dan kemampuan menulis Kemampuan berbahasa dapat pula dikaitkan dengan penguasaan terhadapkomponen bahasa seperti dimaksudkan dalam ilmu bahasa struktural.Seperti diketahui, dalam ilmu bahasa struktural, bahasa dianggap terdiri daribagian-bagian yang dapat dipisahkan dan dibedakan satu dari yang lainnya. Bagian-bagian tersebut dikenal sebagai komponen bahasa, yang terdiri dari bunyi bahasa, kosakata, dan tatabahasa. Penguasaan atas komponen-komponen bahasa dianggap merupakan bagian dari kemampuan berbahasa. Oleh karena itu tes bahasa yang sasarannya adalah kemampuan berbahasa, meliputi pula tes bunyi bahasa, tes kosakata, tes tatabahasa. Dengan demikian, cakupan tes bahasa secara keseluruhan meliputi dua kelompok sasaran. Kelompok sasaran pertama adalah kemampuan berbahasa, yang terdiri dari: kemampuan menyimak, kemampuan membaca, kemampuan berbicara, dan kemampuan menulis. Kelompok sasaran kedua adalah komponen bahasa, yang terdiri dari: bunyibahasa, kosakata, dan tatabahasa (Harris, 1977). 2. Pendekatan danJenis Tes Bahasa Seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu, terdapat kaitan yang erat antara tes bahasa dan pengajaran bahasa di satu pihak, dan antara pengajaran bahasa dan tujuan pengajarannya, di pihak yang lain. Tes bahasa dirancang dan diselenggarakan sesuai dengan pengajaran bahasa yang secara nyata telahdiselenggarakan. Sebaliknya, penyelenggaraan pengajaran bahasa didasarkan atas tujuan yang telah dikaji dan dirumuskan sebelumnya. Apabila suatu bentuk pengajaran bahasa bertujuan untuk pertamatama meningkatkan kemampuan membaca, misalnya, maka pengajaran yang diselenggarakan dititikberatkan pada kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kemampuan membaca pula. Selanjutnya, tes yang diselenggarakan dalam pengajaran bahasa dengan tujuan utama peningkatan kemampuan membaca itu pun, pertama-tama adalah teskemampuan membaca. Dan demikian seterusnya. Sebagai suatu usaha yang titik berat kegiatannya adalah bahasa, penyelenggaraan pengajaran bahasa senantiasa dipengaruhi oleh pendekatan tertentu dalam ilmu bahasa. Kadang-kadang seluruh penyelenggaraanpengajarannya bahkan dirancang atas dasar pendekatan yang digunakan sebagai acuan pokok itu. Bagaimana bahasa dimengerti dan disikapi menurut suatu pendekatan ilmu bahasa tertentu, pertama-tama dapat mempengaruhi penentuan tujuan pengajarannya. Pengaruh itu lebih lanjut dapat pula terasa dalam hal bagaimana bahasa itu diajarkan, atau apa yang perlu diajarkan. Dan karena eratnya hubungan antara tes bahasa dan penyelenggaraan pengajarannya, dan bahkan juga dengan tujuan pengajarannya, pengaruh pendekatan ilmu bahasa terhadap penyelenggaraan pengajaran bahasa itu pada akhirnya tercermin pula pada pengembangan dan penggunaan tes bahasanya. Dalam pendekatan ilmu bahasa struktural, misalnya, bahasa dianggap sebagaise suatu yang terdiri dari bagian-bagian yang dapat dipisah-pisahkan, yang meliputi bunyi bahasa, kosakata, dan tatabahasa. Bagian-bagian itu tersusun menurut struktur tertentu, yang bersama-sama membentuk bahasa. Dalam penyelenggaraan pengajaran bahasa berdasarkan pendekatan ilmu bahasa struktural, pengembangan kemampuan berbahasa diupayakan melalui pengembangan penguasaan komponen kemampuan berbahasa secara terpisahpisah. Oleh sebab itu tujuan pengajaran yang ingin dicapai, bahan pengajaran yang digunakan, serta tes yang diselenggarakan, seluruhnya mengacu kepada adanya komponenkomponen bahasa itu. Sebagai akibatnya dalam penyelenggaraan pengajarannya, akan dapat ditemukan pelajaran dan latihan yang terpisah-pisah tentang bunyi bahasa, kosakata, Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
53 tatabahasa, dan seterusnya. Demikian pula tes yang diselenggarakan sebagai bagian dari rangkaian penyelenggaraan pengajarannya. Tes yang digunakan akan meliputi tes bunyi bahasa, tes kosakata, tes tatabahasa, dan seterusnya. Pendekatanstruktural yang mendasari tujuan pengajaran, mendasari penyelenggaraan pengajarannya, dan bahkan mendasari pula penyelenggaraan tes bahasanya. Kajian tentang pendekatan terhadap tes bahasa, dapat dilakukan dengan titik tolak dan kriteria yang berbeda, dan yang menghasilkan rincian pendekatanyang berbeda pula. Dengan memperhatikan rincian yang berbeda-beda seperti dikemukakan oleh berbagai ahli dalam berbagai sumber, pendekatan tesbahasa secara keseluruhan dapat dibedakan ke dalam: (a) pendekatan diskret, (b) pendekatan integratif, (c) pendekatan pragmatik, dan (d) pendekatan komunikatif (Heaton, 1975). a. Pendekatan dan Jenis Tes Diskret Pendekatan diskret dalam tes bahasa bersumber pada pendekatan structural dalam kajian kebahasaan. Dalam pendekatan struktural, bahasa dianggapsebagai sesuatu yang memiliki struktur yang tertata rapi, dan terdiri dari komponen-komponen bahasa, yaitu komponen bunyi bahasa, kosa-kata, dan tatabahasa. Komponen-komponen itu tersusun secara berjenjang menurut suatu struktur tertentu. Dalam struktur itu, bagian-bagian kecil bersama-sama membentuk bagian-bagian yang lebih besar, bagian-bagian lebih besar membentuk bagian-bagian yang lebih besar lagi, dan demikian selanjutnya, sampai terbentuknya bahasa sebagai struktur terbesar. Ditinjau dari arah sebaliknya, pendekatan struklural menggambarkan bahasa sebagai sesuatu yang memiliki struktur, yang terdiri dari komponen-komponen yang dapat dibedakan dan dipisahkan satu dari yang lain. Dalam tes bahasa pendekatan diskret satu bentuk tes dianggap sebagai dan dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap satu, dan hanya satu jenis kemampuan berbahasa atau komponen bahasa. Dalam Pengertian itu, suatu bentuk tes bahasa hanya dapat merupakan salah satu dari tes menyimak, tesberbicara, tes membaca, tes menulis, atau tes bunyi bahasa, tes kata-kata, dan tes tatabahasa. Secara lebih ketat, pendekatan diskret dalam tes bahasa bahkan menjurus kepada pengertian bahwa satu butir tes seharusnya hanya mempermasalahkan satu dan hanya satu hal saja dari masing-masing aspek kemampuan berbahasa atau komponen bahasa (Djiwandono, 1996). Dalam Pengertian itu, satu butir tes hanya mempermasalahkan kemampuan membedakan atau melafalkan bunyi/f/ saja, mengenali makna atau menggunakan satu kata sahih atau reliabel saja,dan seterusnya. Penerapan pendekatan diskret dapat ditemukan dalam pengajaran bahasa dalambentuk pengajaran komponen-komponen kebahasaan secara terpisah, seperti bunyibunyi bahasa, kata-kata, struklur-struktur kalimat dan sebagainya. Pada tes bahasa, pendekatan diskret dapat ditemukan dalam bentuk tes yang dirancang khusus untuk masing-masing komponen kebahasaan secara terpisah. Penerapan pendekatan diskret dalam tes bahasa secara ketat bahkan mengandung arti bahwa satu butir tes hanya digunakan untuk mengukur satu, dan hanya satu aspek saja, dari kemampuan berbahasa. Satu butir tes menyimak pada tes bunyi bahasa yang dilakukan secara diskret, misalnya, hanya manyangkut kemampuan membedakan satu bunyi bahasa dengan bunyi bahasa yang lain. Dalam tes kosakata dengan pendekatan struktural dapat ditemukan butir tes yang menanyakan makna satu patah kata, yang bahkan digunakan secara terpisah di luar kalimat. Dalam pelaksanaan sebenarnya, tentu saja tidak selalu mungkin atau tepat untuk menerapkan pengertian itu secara ketat dan konsekuen, dengan selalu membatasi cakupan satu butir tes pada hanya satu aspek kecil dari kemampuan berbahasa. Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
54 b. Pendekatan dan Jenis Tes Integratif Apabila pendekatan diskret bertitik tolak dari anggapan bahwa bahasa dapat dipisahpisahkan ke dalam komponen-komponen bahasa sampai dengan bagian-bagiannya yang terkecil, pendekatan integratif justru menekankan sebaliknya. Meskipun didasarkan atas pandangan yang sama dengan pendekatan diskret terhadap bahasa, yaitu pandangan struktural, pendekatan integratif beranggapan bahwa bahasa merupakan penggabungan dari bagian-bagian dan komponen-komponen bahasa, yang bersama-sama membentuk bahasa. Bahasa merupakan suatu integrasi dari bagian-bagian terkecil yang membentuk bagianbagian yang lebih besar, yang secara bertahap dan berjenjang membentuk bagian-bagian yang lebih besar lagi, yang pada akhirnya merupakan bentukan terbesar berupa bahasa seutuhnya. Penggabungan secara bertahap dan berjenjang terhadap bagian-bagian bahasa itu dapat ditemukan mulai dari tataran bunyi bahasa, ke tataran kata-kata, untuk setanjutnya ke tataran frase, kalimat, dan wacana seutuhnya. Pada tataran bunyi bahasa dipat ditemukan adanya bunyi-bunyi bahasa yang dapat dikelompokkan ke dalam satu kelompok fonem, karena memiliki kesamaan ciri-ciri tertentu. Bunyi [t] yang dental dalam bahasa Indonesia, dan [t] yang inter-dental, misalnya dapat dikelompokkan ke dalam satu kelompok bunyi bahasa yang disebut fonem, yaitu fonim /t/. Fonem-fonem itu dapat digabungkan satu denganyang lain, dan menghasikan morfem, yaitu bentukan bahasa berupa kumpulan fonem yang memiliki makna. Gabungan fonem-fonem:/b/, /i:/ dan /n/ dalam bahasa Inggris, misalnya, membentuk morfem /bi:n/ yang memiliki makna. Gabungan fonem-fonem:/b/, /e/ dan /d/, dalam bahasa Inggris membentuk morfem /bed/ dan seterusnya. Lebih lanjut gabungan morfem menghasilkan bentukan-bentukan bahasa yang lebih besar berupa kata, frasa, atau kalimat,seperti: /buks/, /ten buks/, atau /ai laik gud buks/ dalam bahasa Inggris, dan sebagainya. Semua itu menunjukkan bagaimana unsur-unsur bahasa dapat digabungkan satu denganyang lain, untuk menghasilkan bentukan bahasa yang lebih besar dari unsurunsur yang digabungkannya. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari, penggabungan unsur-unsur semacam itu terjadi juga antara komponen bahasa yang satu dengan yang lain, dan bahkanjuga antara kemampuan berbahasa dan komponen bahasa.Penggunaan bahasa secara lisan, misalnya, senantiasa menyangkut penggabungan berbagai komponen bahasa seperti bunyi bahasa kosa kata, dan tatabahasa, dengan kemampuan berbahasa lisan. Demikian juga bentukbentuk penggunaan bahasa yang lain, seperti bacaan, yang menggabungkan semua komponen bahasa itu dengan kemampuan memahami bacaan. Tes bahasa dengan pendekatan integratif melakukan pengukuran penguasaan kemampuan berbahasa atas dasar penguasaan terhadap gabungan antara beberapa bagian dari komponen bahasa dan kemampuan berbahasa. Berbedadengan pendekatan diskret yang memungkinkan penggunaan kata-kata lepas, atau bahkan, bunyi-bunyi bahasa lepas sebagai butir tes, pendekatan integratif mengandalkan penggunaan bahasa dalam konteks yang besarnya beragam. Konteks yang kecil ditemukan pada penggunaan bahasa dalam katakata, kata-kata dalam kalimat, atau kalimat-kalimat dalam bacaan. Bahasa dalamkonteks hanya dapat dipahami melalui pemahaman terhadap gabungan berbagai bagian dari komponen bahasa dan kemampuan berbahasa, seperti yang dapat ditemukan dalam penggunaan bahasa senyatanya. Bentuk tes menggunakan kalimat, melengkapi kalimat atau teks bacaan, merupakan beberapa bentuk tesdengan pendekatan integratif. Mengerjakan tes semacam itu selalu mempersyaratkan penggunaan lebih dari satu bagian komponen bahasa atau kemampuan berbahasa sekaligus secara integratif. Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
55 Meskipun bertitik tolak dari pandangan struktural yang sama terhadap bahasa, penggunaan tes bahasa integratif, atau tes integratif, tidak semata-mata memperhatikan satu bagian terkecil saja dari kemampuan berbahasa ataukomponen bahasa dalam satu butir tes. Pada tes integratif, terdapat penggabungan dari bagian-bagian terkecil itu pada satu butir tes. Penggabungan itu dapat terjadi antara satu bagian dari kemampuan berbahasa atau komponen bahasa dengan bagian yang lain, atau satu bagian dengan bagian lain dari ke dua komponen itu. Mengubah bentuk suatu kalimat menjadi bentuk kalimat yang lain, misalnya, tidak saja menuntut kemampuan tentang susunan kalimat sebagai bagian dari tatabahasa, melainkan juga memerlukan penguasaan perubahan bentuk kata, dan bahkan makna kata-katanya yang merupakan bagian daripenguasaan kosakata. Tergantung pada jenis dan bentuk tesnya, penggabungan itu dapat meliputi banyak aspek kebahasaan. Tes memahami bacaan, misalnya, mempersyaratkan penggunaan beberapa aspek kemampuan berbahasa dankomponen bahasa, tidak saja pemahaman isi bacaan, melainkan juga pemahaman organisasi bacaan, struktur kalimat, dan bahkan kosakata. Semuaitu terintegrasikan dalam bacaan, yang harus dipahami secara integratif pula, sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam tes integratif. c. Pendekatan dan Jenis Tes Pragmatik Pendekatan pragmatik mengutamakan peranan penggunaan bahasa senyatanya dalam kajian terhadap bahasa, termasuk tes bahasa. Dalam pendekatan ini, bahasa tidak ditinjau dari struktumya dengan menunjukkan adanya strukturyang berlapis dan bertingkat sampai ke bagian-bagiannya yang terkecil, seperti pada pendekatan diskret. Bahasa tidak juga didekati sebagai penggabungan bagian-bagian terkecil secara berlapis dan bertingkat dalam mewujudkan bahasa, seperti pada pendekatan integratif. Pendekatan pragmatik mengaitkan bahasa dengan penggunaan senyatanya, yang melibatkan tidak saja unsur-unsur kebahasaan seperti kata-kata, frase, atau kalimat, melainkan unsur-unsur di luarnya juga, yang selalu terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa. Pemahaman secara pragmatik terhadap bahasa, tidak semata-mata tergantung pada pemahaman terhadap unsur-unsur kebahasaan.Secara pragmatik, pemahaman itu ditentukan pula oleh pemahaman terhadap unsur-unsur di luar unsur kebahasaan, yang dalam kenyataan selalu hadir dalam setiap bentukpenggunaan bahasa yang alamiah. Kehadiran unsur-unsur non-kebahasaan yangtidak dapat dihindarkan itu menghasilkan suatu bentuk penggunaan bahasa yang lengkap, yang mampu mengungkapkan pesan sesuai dengan yang ingin disampaikan oleh pemakai bahasanya. Hal-hal yang tidak diungkapkan secara eksplisit melalui ungkapan kebahasaan, dilengkapi secara implisit melalui unsur-unsur nonkebahasaan. Pemahaman terhadap ungkapan kebahasaan seutuhnya, mempersyaratkan pemahaman terhadap seluruh unsur itu, baik unsure kebahasaan maupun unsur nonkebahasaan, yang saling melengkapi. Sisi lain dari pendekatan pragmatik yang menekankan eratnya kaitan antara unsur kebahasaan dan non-kebahasaan dalam penggunaan nuansa seutuhnya, adalah tidak dapat dihindarkannya adanya berbagai kendala. Dipercayai bahwa dalam kehidupan nyata seharihari, nyaris tidak terdapat penggunaan bahasa yang utuh dan murni, tanpa hadirnya unsurunsur lain di dalamnya sebagai kendala. Unsur-unsur itu dapat berupa unsur kebahasaan, seperti: penambahan atau pengurangan kata-kata secara tidak disengaja. Unsur itu dapat pula berupa unsur non-kebahasaan, seperti suara-suara lain, peristiwa dan keadaan sekitar,tingkah laku orang-orang sekitar, dan sebagainya yang terjadi pada saat yang bersamaan dengan suatu penggunaan bahasa. Semua itu menghasilkan penggunaan bahasa yang tidak seutuh dan semurni seperti dimaksudkan oleh pemakainya. Tetapi itulah Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
56 penggunaan bahasa senyatanya, yang pragmatik,yang tidak utuh dan tidak mumi. Meskipun demikian, pesan yang terkandung dalam bahasa yang digunakan senyatanya dengan berbagai macam kendala itu, pada umumnya dapat dipahami, berkat kemampuan berbahasa pragmatik yang diakui keberadaannya dalam pendekatan pragmatik. Dalam tes bahasa, pendekatan pragmatik mendasari penggunaan beberapa jenis tes tertentu, khususnya: dikte, tes cloze, dan c-tes, sebagai suatu bentukpengembangan tes cloze, sesuai dengan pandangannya terhadap bahasa, bentuk-bentuk tes bahasa itu dalam pendekatan pragmatik dianggap sebagai tesyang memenuhi ciri-ciri pragmatik. Bentukbentuk tes itu setatu menggunakan wacana yang mengandung konteks, bukan semata-mata kalimat atau kata-kata lepas. Mengerjakan tes yang menggunakan wacana, mempersyaratkan kemampuan memahami unsur-unsur kebahasaan maupun nonkebahasaan, sebagai bagian dari pemahaman terhadap wacana secara keseluruhan. Dan hal itu sesuai dengan persyaratan pendekatan pragmatik. Di dalam wacana yang digunakan itu terdapat pula berbagai gangguan, berupa bagian-bagian yang hilang, atau menjadi kabur dan kurang jelas, secara alamiah, seperti dalam dikte; atau bagian-bagian yang secaras engaja dihilangkan, seperti dalam tes cloze atau C-tes. Hal itupun sesuai dengan ciri pendekatan pragmatik yang lain, yaitu adanya kendala berupa gangguan dalam penggunaan bahasa secara alamiah. Tesyang dikembangkan atas dasar pendekatan pragmatik, ditandai dengan adanya tugas untuk memahami wacana, melalui pemahaman unsur-unsur kebahasaanyang digunakan secara wajar, termasuk adanya berbagai kendala yang secara wajar terdapat pula di dalamnya.Pemahaman secara Pragmatik itu menuntutpula kemampuan untuk memahami kaitan antara unsur-unsur kebahasaan danunsur-unsur nonkebahasaan yang terkandung dalam wacana. Pada penggunaan tes pragmatik, titik berat pengukuran tidak diletakkan pada penguasaan butir-butir (yang diskret) ataupun gabungan butir-butir (secara integratif) dari kemampuan berbahasa atau komponen bahasa.Tes pragmatik dimaksudkan untuk menyadap kemampuan untuk memahami atau menggunakan bahasa senyatanya, yang erat kaitannya dengan seluruh konteks penggunaannya. Informasi yang ingin diperoteh melalui tes pragmatik adalah tingkat kemampuan seseorang dalam memahami atau menggunakan bahasa seperti yang ditemui pada penggunaan bahasa senyatanya. d. Pendekatan dan Jenis Tes Komunikatif Pendekatan komunikatif mendasarkan pandangannya terhadap penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari senyatanya. Seperti halnya pendekatan pragmatik, pendekatan komunikatif meninggalkan pendekatan diskret yangstruktural, dan pendekatan integratif yang pada dasarnya masih juga struktural. Sebagai suatu pendekatan dengan orientasi psikolinguistik dan sosiofinguistik, pendekatan komunikatif mementingkan peranan unsur-unsur non-kebahasaan, terutama unsur-unsur yang terkait dengan terlaksananya komunikasi yang baik. Namun, berbeda dengan pendekatan pragmatik yang menekankan peranan konteks dalam penggunaan dan pemahaman bahasa, pendekatan komunikatif memperluas unsur konteks itu dengan memperhatikan unsur-unsur yang mengambil bagian dalam tenwujudnya komunikasi yang baik. Sebagai akibatnya, pendekatan komunikatif secara rinci mempersoalkan seluk-beluk komunikasi, yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa. Seluk-beluk komunikasi itu di antaranya meliputi unsur-unsur seperti siapa yang berkomunikasi, bagaimana hubungan antara mereka yang melakukan komunikasi, apa maksud dan tujuan dilakukannya komunikasi, dalam keadaan bagaimana komunikasi terjadi, kapan dan bagaimana komunikasi terjadi, dan sebagainya. Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
57 Tuntutan akan adanya telaah yang lengkap terhadap seluk-beluk penggunaan bahasa menurut pendekatan komunikasi, dapat berarti bahwa setiap bentuk penggunaan bahasa perlu dibuat rincian seluk-beluknya. Untuk satu bentuk penggunaan bahasa, perlu disusun satu rincian seluk-beluk komunikasi tersendiri, yang berbeda dengan rincian seluk-beluk bentuk penggunaan bahasa yang lain. Karena teramat banyaknya kemungkinan bentuk penggunaan bahasa senyatanya, sesuai dengan siapa yang menggunakan bahasa, digunakan terhadap siapa, untuk maksud apa, dan sebagainya, maka secara teoretis diperlukan teramat banyak jumlah dan jenis rincian seluk-beluk penggunaan bahasa yangperlu disusun. Secara lebih praktis, jumlah dan jenis rincian itu tentu saja dapat disederhanakan, dengan memilih bentuk komunikasi yang berlaku lebih umum, dan tidak terbatas pada penggunaan bahasa yang amat khusus. Dalam tes bahasa, penerapan pendekatan komunikatif berdampak terhadap beberapa segi penyelenggaraannya, terutama jenis dan isi wacana yang digunakan, kemampuan berbahasa yang dijadikan sasaran, serta bentuk tugas,soal, atau pertanyaannya.Semua itu harus ditentukan atas dasar ciri komunikatifnya, yaitu hubungan dan kesesuaiannya dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi senyatanya. Untuk memastikan apakah penyelenggaraan tes bahasa sesuai dengan, atau setidak-tidaknya mendekati, ciri-ciri pendekatan komunikatif, perlu dikaji apakah wacana yang digunakan, pertanyaan yang diajukan, dan jawaban yang diharapkan, benar-benar sesuai dengan ciri-ciri penggunaan bahasa yang komunikatif. Apabila ciri-ciri penggunaan bahasa secara komunikatif itu tidak ditemukan, bahkan tidak didekati sekalipun, maka tes bahasa itu tidak dapat digolongkan sebagai tes bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif. Dalam hubungannya dengan bentuk tes bahasa, penggunaan bentuk yang beragam, yang tidak terpancang pada satu bentuk tertentu, lebih sesuatu dengan hakikat pendekatan komunikatif. Penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari pada kenyataannya demikian beragam, sehingga secara umum tidak dapat dinyatakan bahwa satu bentuk tes bahasa tertentu merupakan bentuk tes bahasa komunikatif yang sesuai. Penggunaan bentuk tes bahasa tertentu hanya sesuai dengan bentuk penggunaan bahasa tertentu pula, yang mungkin tidak sesuai dengan bentuk penggunaan bahasa yang lain. Oleh karena itu, penggunaan bentuk tes bahasa yang beragam dan tidak terpaku padasatu bentuktes saja, lebih sesuai dengan hakikat penggunaan bahasa secara komunikatif. Penggunaan tes yang beragam itu sekaligus dapat mengurangi kekurangan yangada, apabila hanya satu bentuk tes digunakan, dan sekaligus memberikan informasi yang lebih lengkap tentang tingkat kemampuan berbahasa yang ingin diukur.Tentu saja bentuk tes bahasa yang digunakan secara beragam itu tetap harus disesuaikan dengan kriteria penggunaan bahasa yang komunikatif, dengan tetap memperhitungkan unsur-unsur non-kebahasaan yang wajar. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kausal komparatif yang bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas yaitu penggunaan tes diskrit, pragmatik dan komunikatif terhadap variabel terikat yaitu hasil belajar belajar gramatika bahasa Inggris mahasiswa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun Akademik 2015/2016 yang berjumah 65 orang dan sampel diambil 45 mahasiswa. Selanjutnya, dalam menganalisis data hasil penelitian, penulis menggunakan tenik analisis varian satu jalur (one way anova) untuk mengetahui pengaruh penggunaan tes diskrit, pragmatik dan komunikatif terhadap hasil belajar grammatika bahasa Inggris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
58 instrumen yang berupa tes diskret, pragmatik dan komunikatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis analisis data yaitu analisis deskriptif dan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis varians satu jalur.Teknik analisis deskriptif pada penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan karakteristik data hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif. Dengan mendeskripsikan data tersebut diharapkan dapat memenuhi persyaratan analisis data untuk kepentingan proses analisis data berikutnya. Disamping itu dapat diketahui kecenderungan keadaan atau karakteristik sampel pada masing-masing variabel, untuk itu pada tahap ini ditentukan karakteristik data sampel pada masing-masing variabel seperti rerata (mean) setiap variabel, median (ME), modus (MO), standar deviasi (SD) dan distribusi frekuensi data. Distribusi frekuensi data yang digunakan adalah frekuensi numerik dan distribusi karegori. Penetapan rentang kelas dalam distribusi kategori mengacu pada distribusi kurva normal. Untuk mengetahui kecenderungan hasil amatan maka ditetapkan pembagiannya menjadi limakategori. Kelima kategori yang dimaksud ialah: Tabel 1 Kategori Hasil Belajar Gramatika Bahasa Inggris No.
Interval Skor
Kriteria Huruf
Kriteria Kualitatif
1 2 3 4 5
80 - 100 66 - 79 56 - 65 46 - 55 0 – 45
A B C D E
Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan rata-rata nilai gramatika mahasiswa yang dites dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis varian satu jalur (one way anova). Untuk pengujian hipotesis penelitian digunakan rumus uji- F seperti dikemukakan oleh Sudrajat (2016) sebagai berikut: RKa F = RKd Keterangan: F= nilai uji F yang diperoleh dari hasil perhitungan RKa = rata-rata kuadrat antara RKd = rata-rata kuadrat dalam HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Data Penelitian Gambaran data hasil penelitian yang berupa data hasil belajar gramatika bahasa Inggris yang diperoleh dari hasil tes dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif disajikan dalam bentuk deskripsi data yang berupa modus, nilai tengah, nilai rerata, dan simpangan baku. Selanjutnya data setiap hasil pengukuran melalui tes disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi serta persentase frekuensi skor tiap-tiap kategori. Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
59 Data hasil belajar gramatika bahasa Inggris yang diperoleh dari hasil tes dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif dideskripsikan seperti berikut ini: 1.1 Hasil Belajar Grammatika dengan Menggunakan Tes Diskret Data hasil belajar gramatika bahasa Inggrisdengan menggunakan tes diskret yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS 20.0 for Windows, diperoleh hasil analisis deskripsi seperti dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Hasil Belajar Gramatika Mahasiswa dengan Menggunakan Tes Diskret Valid Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum Sum
15 0 71,20 72,00 72 5,894 20 60 80 1068
N
Pada tabel 2 tampak bahwa rentang skor gramatika yang diperoleh dengan menggunakan tes diskret dari 15 mahasiswa adalah skor terendah 60 dan skor tertinggi 80 dengan rerata skor (mean) sebesar 71,2 yang mencerminkan bahwa hasil belajar gramatika bahasa Inggris mahasiswa termasuk pada kategori baik. Dan nilai rata-rata/mean (71,2) yang hampir sama dengan nilai median 72 menunjukkan bahwa data hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes diskret berdistribusi normal yang ditunjukkan dengan frekuensi skor yang berada di bawah dan di atas nilai rata-rata berjumlah sebanding. Selanjutnya, untuk mengetahui sebaran kategori skor hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret yang dikategorikan dengan menggunakan skala lima, yaitu terdiri dari kategori sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang. Rangkuman hasil perhitungan untuk mengkategorikan skor hasil belajar gramatika dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Distribusi Fekuensi dan Persentase Skor dengan Menggunakan Tes Diskret. No. 1 2 3 4 5
Interval 80 - 100 66 - 79 56 - 65 46 - 55 0 – 45 Jumlah
Kategori Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
Frekuensi 2 10 3 0 0 15
Persentase %) 13,33 66,67 20,00 0 0 100
Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
60 Dari tabel 3 tampak bahwa kategori skor hasil belajar dengan menggunakan tes diskriet didominasi oleh skor yang berkategori baik, frekuensi dan persentase kategori skor tersebut sebanyak 10 atau 66,67%. Kemudian diikuti oleh skor yang berkategori cukup sebanyak 3 atau 20% dan skor yang berkategori sangat baik sebanyak 2 atau 13,33%. Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes diskret dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes diskretberada pada kategori baik dengan nilai rata-rata sebesar 71,2, walaupun demikian masih ada mahasiswa yang memperoleh nilai cukup yaitu sebanyak 3 atau 20 6%. Fakta ini mengindikasikan bahwa tes diskret baik untuk digunakan dalam melakukan penilaian materi gramatikan untuk mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara. 1.2 Hasil Belajar Grammatika dengan Menggunakan Tes Pragmatik Data hasil belajar gramatika bahasa Inggrisdengan menggunakan tes pragmatik yang diperoleh dari15 responden mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara yang kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS 20.0 for Windows, diperoleh hasil analisis deskripsi seperti dalam Tabel 4 di bawah ini Tabel 4 Hasil Belajar Gramatika Mahasiswa dengan Menggunakan Tes Pragmatik Valid Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum Sum N
15 0 64,00 64,00 60 6,76 24 52 76 960
Pada tabel 4 tampak bahwa rentang skor gramatika bahasa Inggris mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara yang diperoleh dengan menggunakan tes pragmatik adalah 15 mahasiswa dengan dengan skor terendah 52dan skor tertinggi 76 dengan rerata skor (mean) sebesar 64 yang mencerminkan bahwa hasil belajar gramatika bahasa Inggris mahasiswa termasuk pada kategori cukup. Dan nilai rata-rata/mean (69,07) yang hampir sama dengan nilai median 68 menunjukkan bahwa data hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes pragmatik mahasiswa berdistribusi normalyang ditunjukkan dengan frekuensi skor yang berada di bawah dan di atas nilai rata-rata berjumlah sebanding.Selanjutnya, untuk mengetahui sebaran kategori skor hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes pragmatik responden mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara yang dikategorikan dengan menggunakan skala lima, yaitu terdiri dari kategori sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang. Rangkuman hasil perhitungan untuk mengkategorikan skor hasil belajar gramatika bahasa Inggris Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
61 dengan menggunakan tes pragmatik mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara dapat dilihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5. Distribusi Fekuensi dan Persentase Skor dengan Menggunakan Tes Pragmatik. No. 1 2 3 4 5
Interval 80 - 100 66 - 79 56 - 65 46 - 55 0 – 45 Jumlah
Kategori Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
Frekuensi 0 6 8 1 0 15
Persentase %) 0 40,00 53,33 6,67 0 100
Dari tabel 5 tampak bahwa kategori skor hasil belajar dengan menggunakan tes pragmatik didominasi oleh skor yang berkategori cukup, frekuensi dan persentase kategori skor tersebut sebanyak 8 atau 53,33%. Kemudian diikuti oleh skor yang berkategori baik sebanyak 6atau 40% dan skor yang berkategori sangat kurang sebanyak 1 atau 6,67%. Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes pragmatik dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes pragmatikberada pada kategori cukup dengan nilai rata-rata sebesar 64, walaupun demikian masih ada mahasiswa yang memperoleh nilai kurang yaitu sebanyak 1 atau 6,67%. Fakta ini mengindikasikan bahwa tes pragmatik cukup baik untuk digunakan dalam melakukan penilaian materi gramatikan untuk mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016. 1.3 Hasil Belajar Grammatika dengan Menggunakan Tes Komunikatif Data hasil belajar gramatika bahasa Inggrisdengan menggunakan tes komunikatif yang diperoleh dari 15 responden yang kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS 20.0 for Windows, diperoleh hasil analisis deskripsi seperti dalam Tabel 6 di bawah ini Tabel 6 Hasil Belajar Gramatika Mahasiswa dengan Menggunakan Tes Komunikatif Valid Missing Mean Median Mode Std. Deviation Range Minimum Maximum Sum N
15 0 69,07 68,00 68 5,75 20 60 80 1036 Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
62
Pada tabel 6 tampak bahwa rentang skor gramatika bahasa Inggris mahasiswa yang diperoleh dengan menggunakan tes komunikatif adalah 15 mahasiswa dengan dengan skor terendah 60 dan skor tertinggi 80 dengan rerata skor (mean) sebesar 69,07 yang mencerminkan bahwa hasil belajar gramatika bahasa Inggris mahasiswa termasuk pada kategori baik. Dan nilai rata-rata/mean (69,07) yang hampir sama dengan nilai median 68 menunjukkan bahwa data hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes komunikatifmahasiswa berdistribusi normalwalaupun demikian frekuensi skor yang berada di bawah nilai rata-rata lebih banyak dari pada frekuensi skor yang di atas skor ratarata.Selanjutnya, untuk mengetahui sebaran kategori skor hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes komunikatif mahasiswa yang dikategorikan dengan menggunakan skala lima, yaitu terdiri dari kategori sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang. Rangkuman hasil perhitungan untuk mengkategorikan skor hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes komunikatif mahasiswa dapat dilihat pada tabel 7 berikut: Tabel 7. Distribusi Fekuensi dan Persentase Skor dengan Menggunakan Tes Komunikatif No. 1 2 3 4 5
Interval 80 - 100 66 - 79 56 - 65 46 - 55 0 – 45 Jumlah
Kategori Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
Frekuensi 1 10 4 0 0 15
Persentase %) 6,67 66,67 26,66 0 0 100
Dari tabel 3 tampak bahwa kategori skor hasil belajar dengan menggunakan tes komunikatif didominasi oleh skor yang berkategori baik, frekuensi dan persentase kategori skor tersebut sebanyak 10 atau 66,67%. Kemudian diikuti oleh skor yang berkategori cukup sebanyak 4 atau 26,66% dan skor yang berkategori sangat baik sebanyak 1 atau 6,67%. Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes komunikatif dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes komunikatifberada pada kategori baik dengan nilai rata-rata sebesar 69,07, walaupun demikian masih ada mahasiswa yang memperoleh nilai cukup yaitu sebanyak 4 atau 26,66%. Fakta ini mengindikasikan bahwa tes komunikatif baik untuk digunakan dalam melakukan penilaian materi gramatikan untuk mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016. 2. Pengujian Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Terdapat perbedaan hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif mahasiswa semester II Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2014/2015.” Selanjutnya, dilakukan perhitungan data tentang perbedaan hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif mahasiswa Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
63 semester II Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016 ditunjukkan dengan nilai F-hitungyang diperoleh melalui program SPSS 20.0 for Windows seperti tampak pada tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Uji Signifikansi Perbedaan Hasil Belajar Gramatika dengan Menggunakan Tes Diskret, Pragmatik dan Komunikatif
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 410,311 1589,333 1999,644
df Mean Square 2 205,156 42 37,841 44
F 5,421
Sig. ,002
Dari hasil perhitungan uji signifikansi perbedaan hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2014/2015 diperoleh nilai Fhitung sebesar 5,421 lebih besar dari Ftabelpada taraf signifikansi (α) 0,05 derajat kebebasan pembilang 2 dan derajat kebebasan penyebut 42, yaitu sebesar 3,22. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2014/2015. Besarnya perbedaan hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakantes diskrit, pragmatik dan komunikatifmahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2014/2015 juga ditunjukkan dengan adanya perbedaan nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa. Nilai ratarata hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret sebesar 70,2 yang diikuti dengan nilai rata-rata hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes komunikatif sebesar 69,07 dan nilai rata-rata hasil belajar dengan menggunakan tes pragmatik sebesar 64. Fakta ini menunjukkan bahwa penggunaan tes diskret, pragmatik, dan komunikatif memberikan hasil belajar yang berbeda dalam mata kuliah grammar I mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016. 3. Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian ini akan menjelaskan dua hal yaitu hasil deskripsi hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif mahasiswasemester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016 dan hasil analisis pengujian hipotesis penelitian dengan menggunakan rumus uji-F untuk menentukan pengaruh penggunaan tes diskret, pragmatik dan komunikatif pada mata kuliah grammar I. Berdasarkan hasil analisis deskripsi hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes diskret menunjukkan bahwa skor mahasiswa didominasi oleh skor yang berkategori baik.Frekuensi dan persentase kategori skor tersebut sebanyak 10 atau 66,67%. Kemudian diikuti oleh skor yang berkategori cukup sebanyak 3 atau 20% dan skor yang berkategori sangat baik sebanyak 2 atau 13,33%. Dari analisis nilai rata-rata bahwa hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes diskretberada pada kategori baik dengan nilai rata-rata Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
64 sebesar 71,2, walaupun demikian masih ada mahasiswa yang memperoleh nilai cukup yaitu sebanyak 3 atau 20 6%. Fakta ini mengindikasikan bahwa tes diskret baik untuk digunakan dalam melakukan penilaian materi gramatikan untuk mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajar dengan menggunakan tes pragmatik menunjukkan bahwa skor hasil belajar grammatika didominasi oleh skor yang berkategori cukup, frekuensi dan persentase kategori skor tersebut sebanyak 8 atau 53,33%. Kemudian diikuti oleh skor yang berkategori baik sebanyak 6 atau 40% dan skor yang berkategori sangat kurang sebanyak 1 atau 6,67%. Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes pragmatik dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes pragmatikberada pada kategori cukup dengan nilai rata-rata sebesar 64, walaupun demikian masih ada mahasiswa yang memperoleh nilai kurang yaitu sebanyak 1 atau 6,67%. Fakta ini mengindikasikan bahwa tes pragmatik cukup baik untuk digunakan dalam melakukan penilaian materi gramatikan untuk mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016. Dari hasil analisis distribusi frequensi dan persentase hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes komunikatif menunjukkan bahwa skor didominasi oleh skor yang berkategori baik, frekuensi dan persentase kategori skor tersebut sebanyak 10 atau 66,67%. Kemudian diikuti oleh skor yang berkategori cukup sebanyak 4 atau 26,66% dan skor yang berkategori sangat baik sebanyak 1 atau 6,67%. Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes komunikatif dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes komunikatifberada pada kategori baik dengan nilai rata-rata sebesar 69,07, walaupun demikian masih ada mahasiswa yang memperoleh nilai cukup yaitu sebanyak 4 atau 26,66%. Fakta ini mengindikasikan bahwa tes komunikatif baik untuk digunakan dalam melakukan penilaian materi gramatikan untuk mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016. Dari hasil perhitungan uji signifikansi perbedaan hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016 diperoleh nilai Fhitung sebesar 5,421 lebih besar dari Ftabelpada taraf signifikansi (α) 0,05 derajat kebebasan pembilang 2 dan derajat kebebasan penyebut 42, yaitu sebesar 3,22. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016. Besarnya perbedaan hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakantes diskrit, pragmatik dan komunikatifmahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016 juga ditunjukkan dengan adanya perbedaan nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa. Nilai rata-rata hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret sebesar 70,2 yang diikuti dengan nilai rata-rata hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes komunikatif sebesar 69,07 dan nilai rata-rata hasil belajar dengan menggunakan tes pragmatik sebesar 64. Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukan hasil penggunaan tes diskret, pragmatik, dan komunikatif memberikan hasil belajar gramatika bahasa Inggris yang Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016
65 berbeda secara signifikan, meskipun demikian ketiga jenis tersebut cukup baik untuk digunakan dalam mengukur hasil belajar gramatika bahasa Inggris mahasiswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian serta keberartian nilai uji-F yang telah diperoleh, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pertama, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret, pragmatik dan komunikatif mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Kutai Kartanegara pada tahun akademik 2015/2016. Kedua, nilai rata-rata hasil belajar gramatika bahasa Inggris dengan menggunakan tes diskret sebesar 70,2 yang berada pada kategori baik, kemudian diikuti dengan nilai rata-rata hasil belajar gramatika dengan menggunakan tes komunikatif sebesar 69,07 yang juga berada pada kategori baik dan nilai rata-rata hasil belajar dengan menggunakan tes pragmatik sebesar 64 yang berada pada kategori cukup. Ketiga, secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukan hasil penggunaan tes diskret, pragmatik, dan komunikatif memberikan hasil belajar gramatika bahasa Inggris yang berbeda secara signifikan, meskipun demikian ketiga jenis tersebut cukup baik untuk digunakan dalam mengukur hasil belajar gramatika bahasa Inggris mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Djiwandono, Soenardi. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: Penerbit ITB. Hamalik, Oemar. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Harris, David P. 1974. Testing English as Second Language. New Delhi: Tata McGrawHill Publishing Company, Ltd. Nawawi, Hadari. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE. Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Pasaribu dan Simanjuntak. 2003. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito. Singarimbun, Masri dan Effendi Sofyan. 2002. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Penerbit LP3ES. Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Press. Sudjana, Nana. 2004. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sudrajat, Didi. 2016. Metode Penelitian pendidikan dengan Pendekatan Kuantitatif. Surakarta: PT Indo Pustaka sinergis. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016