www.parlemen.net DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -----------------------------LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA BADAN LEGISLASI DPR RI DENGAN PEMERINTAHAN c.q. DIRJEN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAM RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN 5 (LIMA) RUU BIDANG HUKUM/INTEGRATED JUSTICE SYSTEM TANGGAL 20 SEPTEMBER 2003
Tahun Sidang
:
2003 -2004
Masa Persidangan
:
I
Rapat ke
:
3
Jenis Rapat
:
Rapat Panitia Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah c.q. Dirjen Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman Dan HAM RI
Hari/tanggal
:
Sabtu, 20 September 2003
Pukul
:
09.25 - 12.40 WIB
Tempat
:
Ruang Rapat Teluk Jakarta Hotel Horison - Ancol, Jakarta
Acara
:
Pembahasan DIM Persandingan 4 (empat) RUU bidang peradilan dengan Pemerintah
Ketua Rapat
:
Zain Badjeber
Sekretaris
:
Cholida Indryana, SH
Hadir
:
1. 2. 3. 4.
24 orang dari 36 Anggota PANJA Dirjen Peraturan Perundang-undangan dan jajaran Hakim Agung dan Staf Mahkamah Agung RI Tim pendamping 5 (lima) RUU Bidang Hukum Badan Legislasi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN 1. Rapat PANJA Badan Legislasi DPR RI dalam rangka pembahasan 5 (lima) RUU Bidang Hukum dipimpin oleh Ketua Badan Legislasi, Zain Badjeber. 2. Ketua Rapat membuka rapat pada pukul 09.25 WIB. 3. Ketua Rapat mempersilakan kepada para anggota PANJA untuk melanjutkan pembahasan terhadap draft RUU tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Sebagaimana telah Diubah dengan UU nomor 35 tahun 1999.
II. KESIMPULAN Rapat PANJA Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah, menyepakati beberapa hal sebagai berikut: - Perubahan draft RUU sebagai hasil Rapat PANJA adalah sebagaimana terlampir. - Pembahasan keempat draft RUU bidang hukum akan dilanjutkan oleh Rapat PANJA pada tanggal 23 September 2003 Rapat PANJA ditutup pukul 12.40 WIB.
Jakarta, 20 September 2003 a.n. PIMPINAN RAPAT KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI
ZAIN BADJEBER A- 28
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net HASIL RAPAT PANJA TANGGAL 20 SEPTEMBER 2003 PEMBAHASAN DRAFT RUU PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UU NOMOR 35 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAN KEHAKIMAN NO
NASKAH UNDANG-UNDANG
Pasal 21 Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-undang, terhadap putusan Pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
DRAFT DPR RI
DRAFT PEMERINTAH
HASIL PANJA
Pasal 21 Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-undang, terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan. (TIMUS). Catatan: - Substansi disetujui, rumusan disempurnakan (TIMUS) - Penjelasan mengenai "pihakpihak yang berkepentingan" ditempatkan di Penjelasan Pasal dan UU MA - Usul Pemerintah menambahkan rumusan mengenai batasan pengajuan PK, Pasal 21 menjadi dua ayat.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net Pasal 22 Tindak pidana yang dilakukan bersama sama oleh mereka yang termasuk lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer, diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali jika menurut keputusan menteri Pertahanan/Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer
Pasal 22 Tindak pidana yang dilakukan bersama sama oleh mereka yang termasuk lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung, perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. (DISETUJUI) Catatan: Penjelasan Pasal tentang "keadaan tertentu", substansinya, diambil dari KUHAP (3 poin). Rumusan diserahkan Pemerintah.
Pasal 23 1) Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili 2) Tiap putusan Pengadilan ditandatangani oleh Ketua serta Hakimhakim yang memutus dan Panitera yang ikut serta bersidang. 3) Penetapan-penetapan, ikhtiar-
Pasal 23 1. Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (DISETUJUI) 2. Tiap putusan Pengadilan ditandatangani oleh Ketua serta hakim yang memutus dan Panitera yang ikut serta bersidang. (DISETUJUI)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net ikhtiar rapat permusyawaratan dan berita-berita acara tentang pemeriksaan sidang ditandatangani oleh Ketua dan Panitera.
3. Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan dan berita acara pemeriksaan sidang ditandatangani oleh Ketua dan Panitera. (DISETUJUI)
Pasal 24 Untuk kepentingan peradilan semua Pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta. BAB III HUBUNGAN PENGADILAN DAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA
Pasal 24 Untuk kepentingan peradilan semua pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta. (DISETUJUI) BAB III HUBUNGAN PENIGADILAN DAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA
Pasal 25 Semua Pengadilan dapat memberi keterangan, pertimbangan dan nasihat-nasihat tentang soal-soal hukum kepada Lembaga Negara lainnya apabila diminta.
Pasal 25 Semua pengadilan dapat memberi keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan lainnya apabila diminta. (DISETUJUI)
Pasal 26 (1) Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan-peraturan dari tingkat yang lebih rendah dari Undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (2) Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundangundangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi. Pencabutan
Disetujui Pasal 26 DIDROP, karena sudah termuat dalam keputusan Rapat PANJA terhadap Dim nomor 16 dan 17/Pasal 10.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net dari peraturan perundangan yang dinyatakan tidak sah tersebut, dilakukan oleh instansi yang bersangkutan. BAB IV HAKIM DAN KEWAJIBANNYA
BAB IV HAKIM DAN KEWAJIBANNYA
Pasal 27 (1) Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilainilai hukum yang hidup dalam masyarakat. (2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, Hakim wajib memperhatikan pula sifat-sifat yang baik dan yang jahat dari tertuduh.
Pasal 27 (1) Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilainilai hukum yang hidup dalam masyarakat. (DISETUJUI) (2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, Hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa.(DISETUJUI)
Pasal 28 (1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap Hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar ialah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan-keberatan yang disertai dengan alasan-alasan terhadap seorang Hakim yang akan mengadili perkaranya. Putusan mengenai hal tersebut dilakukan oleh Pengadilan (2) Apabila seorang hakim masih
Pasal 28 (1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. (DISETUJUI) (2) Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang akan mengadili perkaranya. (DISETUJUI)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net terikat hubungan keluarga sedarah sampai sederaiat ketiga atau semenda dengan Ketua Hakim anggota, Jaksa, Penasehat Hukum atau Panitera dalam suatu perkara tertentu, ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara itu (3) Begitu pula apabila Ketua, Hakim anggota, Jaksa atau Panitera masih terikat dalam hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan yang diadili, ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara itu.
Catatan: Disetujui bagian kalimat ayat (1) menjadi ayat (2) dengan penyempurnaan rumusan redaksional. Ayat (2) lama menjadi ayat (3) dan ayat (3) lama menjadi ayat (4). (3) Apabila seorang hakim masih terikat hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan Ketua, salah seorang hakim anggota, Jaksa, Advokat atau Panitera dalam suatu perkara tertentu, hakim yang bersangkutan wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara itu (DISETUJUI) Catatan: Substansi disetujui, penyempurnaan rumusan diserahkan Pemerintah.. (4) Apabila Ketua, Hakim anggota, Jaksa atau Panitera masih terikat dalam hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan yang diadili, wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara itu. Catatan: Substansi mengenai pengunduran diri hakim apabila mempunyai hubungan dengan perkara yang ditangani, menjadi satu tambahan ayat baru, rumusan diserahkan ke Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net Catatan: Substansi diperluas dari usul FPG mengenai hubungan keluarga, dikaitkan dengan putusan yang ditangani.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net