The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June 2009 77
ORIGINAL ARTICLE Hidayat M. Anorectal function of hirsphrung’s
ANORECTAL FUNCTION OF HIRSPHRUNG’S PATIENTS AFTER DEFINITIVE SURGERY Muhammad Hidayat*, Farid Nurmantu*, Burhanuddin Bahar** Department of Pediatric Surgery, Medical Faculty, Hasanuddin University, **Faculty of Public Health, Hasanuddin University. *
ABSTRACT Background: There are some methods of definitive surgery for Hirschsprung’s disease. Complications of all surgery procedures of are almost the same, but each procedure has its special benefits. Objectives: To observe the anorectal function of Hisphrungs patients which have had definitive treatment at the Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar. Method: All patients were observed by using Heikkinen score’s for anorectal function during, soon after and 6 months after definitive surgery due to hirsprung disease. Results: From 28 cases we found 10 cases (35.7 %) that were normal:, 5 normal cases (41.7%) PSRHD. There were no cases of incontinance from patients with enterocolitis complications or loss of bodyweight after definitive treatment from the 28 patients. Conclusion: Definitive surgical treatment improved anorectal function. Keywords: hirschsprung, anorectal, surgery
PENILAIAN FUNGSI ANOREKTAL PADA PENDERITA PENYAKIT HIRSPHRUNG’S PASCA TINDAKAN BEDAH DEFINITIF Latar belakang: Terdapat beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan Hirschsprung yang meskipun masing masing mempunyai keunggulan namun memberikan komplikasi yang hampir sama. Tujuan: Melakukan penilaian fungsi anorektal pada penderita Hirschsprung yang ditindaki dengan bedah definitif. Metode: Fungsi anorektal dinilai dengan skor Heikkinen segera dan setelah enam bulan pembedahan. Hasil: Dari 28 kasus yang diteliti diperoleh data skor tertinggi (normal) sebanyak 10 kasus ( 35,7%) dan 5 kasus (41,7%) normal pada tindakan PSRHD . Tidak ditemukan adanya inkontinensia, penurunan berat badan dan komplikasi pada semua kasus Kontinensia ditemukan bervariasi berdasarkan panjang kolon yang direseksi. Simpulan: Tindakan bedah definitif memberikan perbaikan terhadap fungsi anorektal. Kata kunci: hirschsprung, anorektal, bedah
LATAR BELAKANG Hirschsprung Disease (HD) merupakan
suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional1-4. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, dan belum diketahui secara 78 The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 AprilJune2009
ORIGINAL ARTICLE Hidayat M. Anorectal function of hirsphrung’s
pasti patofisiologi terjadinya penyakit ini hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion pada usus tersebut1-4. Sejak awal beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan Hirschsprung ini telah pula diperkenalkan, mula-mula oleh Swenson dan Bill (1946) berupa prosedur rektosigmoidektomi, Duhamel (1956) berupa prosedur retrorektal, Soave (1966) berupa prosedur endorektal ekstramukosa serta Rehbein memperkenalkan tekhnik deep anterior resection. Secara umum diperoleh gambaran hasil penelitian bahwa ke-lima prosedur bedah definitif diatas memberikan komplikasi yang hampir sama, namun masing-masing prosedur memiliki keunggulan tersendiri dibanding dengan prosedur lainnya, tergantung keahlian dan pengalaman operator yang mengerjakannya2, 3, 5. Hingga saat ini, belum ada satupun parameter atau sistem penilaian fungsi anorektal yang diterima secara universal guna mengevaluasi tingkat keberhasilan tindakan bedah definitif3. Padahal keberhasilan mengembalikan fungsi anorektal tersebut ketingkat normal atau mendekati normal merupakan hakikat utama tujuan penatalaksanaan penyakit hirschsprung. Menurut H.A.Heij, parameter terbaik untuk menilai fungsi anorektal adalah kemampuan untuk menahan defekasi sehingga diperoleh tempat dan waktu yang tepat untuk defekasi6. Sedangkan sistem skoring yang dibuat oleh Hekkinen,dkk (1997) yang memuat 7 kriteria dengan masingmasing kriteria memiliki skor antara 0 dan 2, merupakan sistem skoring yang paling banyak diterima saat ini namun belum universal dipakai3. Kecipirit tidaklah sama dengan inkontinensia. Kartono mengusulkan pembagian inkontinensia atas: kecipirit, kontinensia kurang, inkontinensia dan obstipasi berulang. Kriteria tersebut bersifat subjektif dan bersifat non skala sehingga sulit dipergunakan dalam menilai keberhasilan operasi. Sedangkan Heikkinen mengusulkan 7 parameter objektif untuk menilai fungsi anorektal
dengan masing-masing memiliki skor (Tabel1). Dikatakan normal apabila skor 14, kontinensia baik apabila skor 10–13, kontinensia sedang jika skor antara 5–9, sedangkan inkontinensia apabila skor sama dengan atau kecil dari 43. Hingga saat ini belum pernah dilakukan penelitian fungsi anorektal penderita Hirschsprung pasca tindakan bedah definitif di kota Makassar. Oleh karena itu akan dilakukan pengamatan fungsi anorektal pada penderita Hirschsprung yang telah dilakukan tindakan bedah definitif di rumah sakit umum pusat Wahidin Sudirohusodo dan rumah sakit Jejaring yang ada di kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan bedah definitif terhadap penderita penyakit Hirschsprung di rumah sakit pendidikan kota Makassar melalui pengamatan fungsi anorektal.
METODE Penelitian ini bersifat longitudinal dan dilaksanakan pada Sub-Bagian Bedah Anak RS. Wahidin Sudirohusodo dan jejaringnya di Kota Makassar serta melakukan kunjungan rumah penderita di Makassar dan sekitarnya. Populasi penelitian adalah semua penderita anak dengan HD. Jumlah populasi dihitung berdasarkan perkiraan lama masa
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June 2009 79
ORIGINAL ARTICLE Hidayat M. Anorectal function of hirsphrung’s
Tabel 1. Skoring Untuk mengevaluasi Fungsi Anorektal No. Yang Diamati Skor 1. Frekensi buang air dalam 1 hari a. 1 – 2 kali 2 b. 3 – 5 kali 1 c. lebih dari 5 kali 0 2. Bentuk (konsistensi) tinja a. Padat 2 b. Lunak 1 c. Cair 0 3. Buang air besar tanpa disadari : a. Tidak pernah 2 b. Selalu, jika sedang stres 1 c. Selalu setiap waktu 0 4. Perasaan ingin buang air besar (‘kebelet’) a. Ada 2 b. Terus menerus, meski feces sudah keluar 1 c. Tidak pernah ada 0 5. Lamanya kemampuan menahan perasaan ingin buang air besar sebelum mendapat tempat (WC) yang diinginkan : a. Beberapa menit 2 b. Beberapa detik 1 c. Tidak mampu sama sekali 0 6. Kemampuan mengenali/memisahkan
bentuk tinja yang akan keluar (Apakah padat, cair atau gas ) : a. Mampu 2 b. Mampu kalau sedang buang air besar saja 1 c. Tidak mampu 0 7. Pemakaian obat-obatan untuk memperlancar buang air besar : a. Tidak perlu 2 b. Kadang-kadang 1 c. Selalu 0 80 The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 AprilJune2009
ORIGINAL ARTICLE Hidayat M. Anorectal function of hirsphrung’s
penelitian dan perkiraan jumlah rata-rata kasus perbulan. Berdasar data sebelumnya jumlah kasus sesuai adalah sebesar 5 kasus per bulan. Dengan masa penelitian 6 bulan, jumlah populasi diperkirakan sebesar 30 orang. Sampel penelitian dihitung dengan menggunakan tabel Izaac-Michael dan berdasarkan tabel tersebut didapatkan jumlah sampel sebesar 28 yang dipilih secara non random. Syarat Inklusi adalah semua penderita HD yang telah dan akan menjalani tindakan bedah definitif di RSWS dan jejaringnya, berusia sekurang-kurangnya 3 tahun saat mengikuti penelitian dan telah menjalani operasi definitif sekurangkurangnya 1 bulan dan berdomisili di kota Makassar dan sekitarnya. Pada penderita yang sempurna menjalani kohort 6 bulan dilakukan penelitian sepanjang rekam medik memberi informasi seperti yang ada pada alat ukur. Pasien tidak diikutkan kedalam penelitian jika terdapat komplikasi penyakit berat, menderita kelainan bedah lain dan hasil pemeriksaan patologi ditemukan tidak bebas aganglionik. Data dianalisis dengan uji sebelum sesudah (Willcoxon signed rangk test) dan disajikan secara tabular. Kesetaraan antara beberapa kelompok data diuji dengan uji MANN-WHITNEY U atau uji lainnya yang sesuai. Digunakan α = 0,05 untuk tingkat kemaknaan.
HASIL Selama kurun waktu 2005-2008 telah dilakukan operasi bedah defenitif pada pasien HD sebanyak 28 kasus. Usia termuda yang kami teliti adalah 3 tahun dan usia tertua 13 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, 12 pasien adalah laki-laki dan 16 perempuan. Dari 28 kasus yang diteliti didapatkan hanya 6 kasus (21,4%) yang pengeluaran mekoniumnya 24 jam setelah lahir. Namun tidak diperoleh data bagaimana mengenai dikeluarkan apakah mekonium spontan atau manual. Dari 28 kasus yang kami teliti 23 kasus (82,1%) dilakukan
kolostomi. Data komplikasi yang kami rangkum dalam penelitian ini adalah enterokolitis dan penurunan berat badan. Pasien yang mengalami enterokolitis adalah sebanyak 17 kasus (60,7 %). Kasus yang mengalami penurunan berat badan (hipothropis) adalah 21 kasus (75 %) dan hanya 7 kasus (25 %) yang euthropis. Berdasarkan panjang reseksi kolon, yang < 10 cm sebanyak 16 kasus (57,1%), panjang reseksi 10-20cm sebanyak 9 kasus ( 32,1%) dan panjang reseksi > 20 cm sebanyak 3 kasus (10,8 %) Tabel 2. Skor heikkinen berdasarkan jenis tindakan. Skor Heikkinen Jenis tindakan Total Swenson Swenson Soave Psrhd Normal 3 1 1 5 10 (37.5) kontinensia baik 3 2 2 6 13 (46.4) kontinensia sedang 2 1 1 1 5 (17.9)
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June 2009 81
ORIGINAL ARTICLE Hidayat M. Anorectal function of hirsphrung’s
Skor heikkinen berdasarkan jenis tindakan Berdasarkan jenis tindakan bedah defenitif yang dilakukan, tindakan Duhamel 8 kasus (36%), Soave 4 kasus (18%), Swenson 4 kasus (18 %), Rehbein tidak ada kasus ( 0 %) dan PSRHD 12 kasus ( 54%). Dari 28 kasus yang diteliti diperoleh data skor heikkinen normal sebanyak 10 kasus ( 35,7%) kontinensia baik, 13 kasus (46,4%) kontinensia sedang 5 kasus (17,9 %). Tabel 2 adalah Skor heikkinen berdasarkan jenis tindakan Berdasarkan jenis tindakan diperoleh p= 0,949 (tidak signifikan) artinya tidak ada perbedaan bermakna berdasarkan jenis tindakan defenitif yang dilakukan. Namun secara deskriptif diperoleh angka 5 kasus (41,7%) normal pada tindakan PSRHD sebagai hasil luaran tertinggi berdasarkan skor heikkinen. Dengan demikian tindakan PSRHD adalah yang terbaik dari semua tindakan yang dilakukan . Berikutnya adalah tindakan Duhamel 3 kasus (37,5 %), Menyusul Swenson dan soave masing masing 1 kasus (25 %). Skor heikkinen berdasarkan pengeluaran mekonium dan tindakan kolostomi Pada pengeluaran mekonium kurang dari 24 jam terdapat kontinensia sedang 16,70 % kasus, kontinensia baik 33,30 % kasus, normal 50 % kasus. Sedangkan pada pengeluaran mekonium lebih dari 24 jam kontinensia sedang 18,20 % kasus, kontinensia baik 50 % kasus, normal 31,80 % kasus. Untuk kasus yang dilakukan tindakan kolostomi ditemukan
kontinensia sedang 17,40 % kasus, kontinensia baik 47,80 % kasus, normal 34,80 % kasus. Sedangkan yang tidak dilakukan tindakan kolostomi, kontinensia sedang 20 % kasus, kontinensia baik 40 % kasus, normal 40 % kasus. Tabel 3 adalah skor heikkinen berdasarkan pengeluaran mekonium Skor Heikkinen berdasarkan Komplikasi. Dalam penelitian ini data komplikasi yang kami nilai adalah enterokolitis dan penurunan berat badan. Kedua komplikasi tersebut tidak didapatkan adanya kasus inkontinensia setelah Tabel 3. Skor heikkinen berdasarkan Pengeluaran mekonium. Mekonium Kriteria Heikkinen skor Jenis tindakan Total Duhamel n=22 (%) (n=8) Swenson (n=4) soave (n= 4) Psrhd (n=9) > 24 jam Normal 1 1 1 4 7(31,8) kontinensia baik 3 2 2 4 11 (50.0) kontinensia sedang 2 1 0 1 4 (18,2) < 24 jam Normal 2 0 0 1 3 (50.0) kontinensia baik 0 0 0 2 2 (33,3) kontinensia sedang 0 0 1 0 1 (16,7) 82 The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 AprilJune2009
ORIGINAL ARTICLE Hidayat M. Anorectal function of hirsphrung’s
Tabel 5. Skor heikkinen berdasarkan Komplikasi enterokolitis. dilakukan tindakan bedah definitif. Pada kasus kasus dengan komplikasi enterokolitis diperoleh hasil kontinensia sedang 29,40 % kasus, kontinensia baik 58,80 % kasus, normal 11,80 % kasus. Sedangkan yang tidak mengalami komplikasi enterokolitis, kontinensia sedang tidak ada kasus, kontinensia baik 27,3 % % kasus, normal 72,7 % kasus. Tabel 5 adalah skor Heikkinen berdasarkan komplikasi enterokolitis. Pada kasus kasus dengan komplikasi penurunan berat badan (hipothropis) diperoleh hasil kontinensia sedang 23,80 % kasus, kontinensia baik 42,90 % kasus, normal 33,30 % kasus. Sedangkan yang tidak mengalami komplikasi enterokolitis, kontinensia sedang tidak ada kasus, kontinensia baik 57,10 % kasus, normal 42,90 % kasus. Tabel 5 adalah skor Heikkinen berdasarkan Komplikasi enterokolitis. Tabel 6 adalah skor heikkinen berdasarkan panjang reseksi kolon. Hasil yang diperoleh berdasarkan panjang reseksi kolon yang dilakukan pada tindakan bedah defenitif adalah 10
cm atau kurang : kontinensia sedang 12,50 % kasus , kontinensia baik 43,80 % kasus, normal 43,80 % kasus , 10,1 – 20 cm: kontinensia sedang 12,5 % kasus, kontinensia baik 62,50 % kasus, normal 25 % kasus , > 20 cm : kontinensia sedang 50 % kasus , kontinensia baik 25 % kasus, normal 25 % kasus. Tabel 7 adalah skor heikkinen berdasarkan panjang reseksi kolon. Tabel 4. Skor heikkinen berdasarkan Tindakan kolostomi Kolostomi Kriteria Heikkinen skor Jenis tindakan Total Duhamel Swenson Soave Psrhd N(%) Ada Normal 3 1 1 3 8 (34.8) Kontinensia baik 3 2 2 4 11 (47.8) Kontinensia sedang 2 1 1 0 4 (17.4) Tidak ada Normal 0 0 0 2 2 (40.0) Kontinensia baik 0 0 0 2 2 (40.0) Kontinensia sedang 0 0 0 1 1 (20.0) Komplikasi enterokolitis Kriteria skor Heikkinen Jenis Tindakan Total Duhamel swenson soave psrhd Ada Tidak ada Normal 0 1 1 0 2 (11.8) kontinensia baik 3 2 2 3 10 (18.8) kontinensia sedang 2 1 1 1 5 (29.4) Normal 3 0 0 5 8 (27.70) kontinensia baik 0 0 0 3 3 (27.30)
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June 2009 83
ORIGINAL ARTICLE Hidayat M. Anorectal function of hirsphrung’s
PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada 28 kasus, dengan ratio laki-laki dengan perempuan adalah 4:3. Hal ini berbeda dengan temuan Swenson yang memperoleh ratio 4:1, sedangkan Kartono mendapati angka 3:1 dan Budi Irwan memperoleh 4,6:1 Menurut Bodian dan Carter, penyakit Hirschprung bersifat resesif autosomal dan diturunkan melalui kromosom sex 3, 6-8. Pengeluaran Mekonium Pertama. Pengeluaran mekonium pertama merupakan tanda khas dari penyakit Hirschsprung pada masa neonatal. Dalam penelitian ini diketahui lebih dari 78 % penderita Hirschsprung mengeluarkan mekonium pertamanya diatas 24 jam. Hal ini sedikit berbeda dengan yang diperoleh Swenson yang mendapatkan 94% penderita penyakit Hirschsprung mengeluarkan mekonium diatas 24 jam. Sherry dan Kramer juga mendapati angka yang sama, Budi Irwan
mendapatkan angka 90 %, Hal ini menunjukkan mayoritas pasien dengan HD mengalami keterlambatan pengeluaran mekonium8,9. Menurut Swenson, keterlambatan pengeluaran mekonium adalah simptom kardinal dari suatu penyakit Hirschsprung. Manakala dijumpai neonati dengan gejala keterlambatan pengeluaran mekonium ini, maka harus dijajaki pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan penyakit Hirschsprung. Jikalau tidak, maka bayi akan jatuh dalam obstipasi kronis, pemakaian suppositoria untuk mengeluarkan feces, dan akhirnya terjadi enterokolitis6,9. Komplikasi. Pada penelitian ini, dijumpai kejadian enterokolitis sebelum tindakan bedah definitif 17 kasus (61 %) dari 28 kasus, Menurut Swenson dan Bill, enterokolitis disebabkan oleh obstruksi usus mekanik yang parsial yang dapat terjadi baik sebelum maupun sesudah tindakan bedah. Sedangkan kejadian penurunan berat badan pada pasien HD sebelum dilakukan tindakan bedah definitif adalah 21 kasus (75 %) dari 28 kasus. Salah satu penyebab terjadinya penurunan berat badan disebabkan karena enterokolitis yang menyebabkan gangguan absorbsi makanan. Penilaian Skor Hekkinen Skoring yang dilakukan terhadap pasien HD dengan pengeluaran mekonium < 24 jam didapatkan angka 16,70 % mengalami kontinensia sedang , sedangkan pada pasien pasien dengan pengeluaran mekonium > 24 jam didapatkan angka 18, 20 %. Pada keduanya tidak ditemukan adanya inkontinesia antara pengeluaran mekoium < 24 jam dan > 24 jam dengan demikian dapat dikatakan pada penelitian ini pengeluaran mekonium tidak memberi pengaruh terhadap hasil pasca tindakan bedah defenitif. Pada tindakan kolostomi yang dilakukan sebelum tindakan definitif didapatkan hasil kontinensia sedang sebesar 17,40 % sedangkan pada kasus tanpa kolostomi didapatkan 20 % kasus. Dengan hasil ini menunjukkan pula bahwa tindakan kolostomi tidak mempengaruhi hasil tindakan bedah definitif. Komplikasi enterokolitis didapatkan kontinensia sedang 29,40 % sedangkan tanpa enterokolitis tidak didapatkan adanya kontinensia sedang. Sehingga dapat menjelaskan bahwa adanya enterokolitis dapat mempengaruhi tindakan bedah definitif yang dilakukan. Pada komplikasi penurunan berat badan (hipothropis) didapatkan hasil kontinensia 84 The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 AprilJune2009
ORIGINAL ARTICLE
Hidayat M. Anorectal function of hirsphrung’s
Tabel 7. Skor heikkinen berdasarkan Panjang Reseksi Kolon. Tabel 6. Skor heikkinen berdasarkan Komplikasi penurunan berat badan. sedang 23,80 % dibandingkan dengan pasien pasien dengan euthropis tidak di dapatkan adanya kontinensia sedang. Dengan demikian hal ini dapat pula menjelaskan bahwa adanya penurunan berat badan dapat mempengaruhi tindakan bedah defnitif yang dilakukan. Bila mengamati hasil yang di dapatkan pada panjang reseksi yang dilakukan terhadap penderita HD saat dilakukan operasi defenitif maka diperoleh hasil : Panjang reseksi < 10 cm atau sama kontinensia sedang 12,5 % sedangkan panjang reseksi > 10 – 20 cm dan > 20 cm masing dengan angka 25 % Maka hal ini dapat menjelaskan bahwa semakin pendek reseksi yang dilakukan semakin baik fungsi anorektal pada pasien pasca tindakan bedah defenitif. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa tindakan bedah definitif yang dilakukan memberikan perbaikan terhadap fungsi anorektal. Lama Pengeluaran mekonium dan tindakan kolostomi tidak mempengaruhi fungsi anorektal terhadap tindakan bedah definitif yang dilakukan. Komplikasi enterokolitis dan penurunan berat badan memberi pengaruh fungsi anorektal terhadap tindakan bedah definitif yang dilakukan. Semakin pendek Komplikasi Kriteria Heikkinen skor Jenis tindak Total N (%) Duhamel Swenson Soave Psrhd Hipothropis Normal 3 1 1 2 7 (33.3) kontinensia baik 2 1 1 5 9 (42.9) kontinensia sedang 2 1 1 1 5 (42.9) Euthropis Normal 0 0 0 3 3 (42.9) kontinensia baik 1 1 1 1 4 (57.1) Panjang Reseksi Kriteria Heikkinen skor Jenis tindak Total Duhamel Swenson Soave Psrhd <10 cm Normal 1 1 0 5 7 (43.8%) kontinensia baik 0 0 1 6 7 (43.8%) kontinensia sedang 0 0 1 1 2 (12.5%) 10,1- 20 cm Normal 1 1 0 0 2 (25%) kontinensia baik 3 1 1 0 5 (62.5%) kontinensia sedang 1 0 0 0 1 (12.5%) > 20 cm normal 1 0 1 0 1 (25%) kontinensia baik 0 1 0 0 2 (50%) kontinensia sedang 1 0 0 0 1 (25%)
The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June 2009 85
ORIGINAL ARTICLE Hidayat M. Anorectal function of hirsphrung’s
reseksi yang dilakukan pada tindakan bedah definitif semakin baik fungsi anorektal. Pemakaian sistem skoring fungsi anorektal menurut Heikkinen menggunakan parameter yang mudah dinilai dan dimengerti serta bersifat kuantitatif (skala) sehingga dapat dipergunakan secara luas guna menilai fungsi spinkter ani. Untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
DAFTAR RUJUKAN 1. Nurmantu F. Aganglionosis kolon (penyakit Hirsphrung). Dalam: Kuliah bedah anak; EGC, Jakarta 1993; 103-23. 2. Kartono D. Penyakit Hirschsprung: Perbandingan prosedur Swenson dan Duhamel modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI. 1993. 3. Heikkinen M, Rintala R, Luukkonen. Longterm anal spincter performance after surgery for Hirschsprung’s disease. J Pediatr Surg 1997; 32: 1443-6. 4. Fonkalsrud. Hirschsprung’s disease. In: Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H, e d i t o r s .Ma in g o t ’ sA b d omi n a l Operation. 10 th
ed. New York: PrenticeHall intl. inc; 1997: 2097-105. 5. Teitelbaum DH, Caniano DA, Qualman SJ. The pathofisiology of Hirschsprung’s associated enterocolitis: Importance of histologic correlates. J Pediatr Surg 1999; 34: 1671-7. 6. Swenson O, Raffensperger JG. Hirschsprung’s disease. In: Raffensperger JG,editor. Swenson’s pediatric surgery. 5 th
ed. Connecticut: Appleton & Lange; 1990: 555-77. 7. Klein MD, Phillipart. Hirschsprung’s disease: Three decades’ experience at single institusion. J Pediatr Surg1995; 26: 1291-4. 8. Irwan B.Pengamatan Fungsi anorektal Pasca Tindakan definitif, Makalah Akhir, PPDS bedah FK-USU Medan. 9. Swenson O. Hirschsprung’s disease: A Review. J Pediatr 2002; 109: 914-8