DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan )
OLEH AKBAR PERDANA A.14101635
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN AKBAR PERDANA. Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma, Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan). Di Bawah Bimbingan Ir. Dwi Rachmina, MSi Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati, pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, baik sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, maupun sebagai pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Sebagian besar areal perkebunan kelapa sawit tersebut saat ini berada di Sumatera dan kedepan pengembangannya diarahkan ke Kawasan Indonesia Timur, khususnya di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Kaitannya dengan pengembangan komoditi kelapa sawit di Indonesia, pada tahun 1975 dibentuk berbagai pola pengembangan, salah satunya KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya) pada tahun 1993. KKPA adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada koperasi primer untuk diteruskan kepada anggota-anggotanya guna membiayai usaha yang produktif. Kredit ini dapat digunakan sebagai : 1). Modal kerja 2). Investasi 3). Modal kerja dan Investasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang dijalankan oleh PT Sinar Kencana Inti Perkasa yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Sinar Mas dengan petani kelapa sawit. Perusahaan ini telah menjalankan kemitraan melalaui program KKPA sejak tahun 1997 untuk mengatasi kesulitan dalam hal pengembangan areal perkebunan kelapa sawit di daerah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Selain mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA di PT Sinar Kencana Inti Perkasa, dalam penelitian ini akan dilihat pula dampak pelaksanaan program KKPA terhadap pendapatan usahatani petani peserta plasma dan petani peserta non KKPA. Analisis yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah analisis pendapatan usahatani. Sementara itu, berbagai kendala yang dihadapi oleh para pelaku kemitraan melalui program KKPA akan dianalisis secara deskriptif. Alokasi dana untuk pelaksanaan program KKPA tahun anggaran 1997 sebesar Rp ±18 Milyar berasal dari dana Bank Indonesia. Dana tersebut dialokasikan ke Kecamatan Kelumpang Selatan dengan distribusi dana sebesar 100 persen untuk Kecamatan Kelumpang Selatan. Indikator keberhasilan program KKPA seperti tercantum dalam pedoman umum program KKPA adalah harus adanya koperasi dan inti, KUD Gajah Mada merupakan koperasi yang bertindak sebagai penyalur. Dalam penyalurannya, terhadap pemotongan terhadap Dana KKPA yang diterima oleh petani peserta program KKPA. Pemotongan setiap hasil panen yang dilakukan oleh KUD
Gajah Mada tersebut dimaksudkan untuk mengganti biaya yang diberikan dalam program KKPA dengan bunga 16 persen dan sudah termasuk 2 persen fee untuk koperasi. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh petani peserta KKPA merasa tidak berkeberatan dengan adanya pemotongan dana tersebut. Luasan lahan kelapa sawit petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA adalah sama yaitu satu Hektar. Walaupun demikian, produksi petani peserta KKPA masih lebih tinggi dibandingkan dengan petani non peserta KKPA. Produksi total petani peserta KKPA mencapai 83,272 Kg, sedangkan petani non peserta KKPA hanya 52,296 Kg. Kecilnya produksi petani non peserta KKPA diakibatkan kurangnya modal dan sarana produksi pertaniannya, berbeda dengan petani peserta KKPA yang dapat mudah memperoleh modal dan sarana produksi melalui program KKPA. Pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA lebih besar dari petani non peserta KKPA. Pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 27.305,636, sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani non peserta KKPA adalah sebesar Rp. 22,253,952. Tingginya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani peserta KKPA dikarenakan penerimaan total usahatani petani peserta KKPA (Rp. 35.745.362) lebih besar dari petani non peserta KKPA (Rp. 29.263.152), walaupun untuk biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA lebih kecil dibandingkan dengan petani peserta KKPA. Pada penelitian ini, pendapatan biaya total petani peserta KKPA Rp. 24.569,411 lebih besar dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 17.127,072. Hal ini terjadi karena total biaya usahatani petani peserta KKPA lebih kecil (Rp. 11.175.951) dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 12.136.080. Apabila dilihat dari nila R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya maka diketahui usahatani petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA yang dikembangkan oleh petani peserta KKPA pada dasarnya layak untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio (atas biaya tunai dan biaya total) yang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa usahatani petani kelapa sawit KKPA maupun petani non peserta sama-sama menguntungkan. Namun apabila dilihat dari perbandingan antara usahataninya maka diketahui usahatani petani peserta KKPA memiliki R/C rasio atas biaya tunai yang lebih besar dari usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA. Adapun nilai R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah sama dengan 4,23 sedangkan nilai R/C rasio untuk petani non peserta KKPA yaitu 4,17. Hal ini berarti bahwa tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani peserta KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 4,23 untuk setiap satu rupiah. Penerimaan tersebut tidak berbeda jauh dengan petani non peserta KKPA yang menerima Rp. 4,17 untuk setiap satu rupiahnya. R/C rasio biaya totalnya maka diketahui bahwa R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah 3,19 lebih besar dari R/C rasio petani non peserta KKPA yaitu 2,41. Hal ini berarti bahwa tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah Rp. 2,41 lebih kecil dari penerimaan petani peserta KKPA. Biaya per satuan hasil petani peserta KKPA lebih kecil daripada petani non peserta KKPA karena biaya total yang dikeluarkan lebih besar , meskipun harga per kg lebih mahal dari petani peserta KKPA.
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DI KOTA BARU KALIMANTAN SELATAN BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 19 Juni 1980. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan H. Syafruddin Machmudda dan Husniah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Dirgahayu 1, Kabupaten Kotabaru pada tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Kotabaru dan selesai pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Kotabaru dan selesai pada tahun 1998. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 1998 sebagai mahasiswa Program Diploma 3 Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Jurusan Ilmu dan Nutrisi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan dan selesai pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Judul : Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk mmm Anggotannya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Nama : Akbar Perdana NRP : 14101635
Menyetujui Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP : 131 124 019
Tanggal Kelulusan:
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin memberikan yang terbaik buat semua yang berperan dalam penulisan skripsi ini. Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan pendidikan dibutuhkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada : 1. Keluargaku (M. Zaaidan Aflah, Nelli Perdianti, Abah, Mama dan Agung Manunggal beserta keluarga H. Lukman Ahmad) tersayang yang selalu mendukung studi saya baik berupa pikiran, tenaga, dan terlebih-lebih materi serta kasih sayang yang tidak pernah dapat terukur. 2. Ibu Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan perhatian selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Ir. Netti Tinaprilla, MS selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis. 4. Dosen layak uji 5. Dosen Komdik 6. Pimpinan PT SKIP dan staf yang memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 7. Pimpinan KUD Gajah Mada dan staf yang memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Petani-petani kelapa sawit selaku responden yang telah memberikan informasi untuk melakukan penelitian. 9. Keluarga besar H. Lukman Ahmad 10. My Sweet Heart 11. Alumni-alumni dan teman-teman GMNI yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 12. Teman-teman seperjuangan di Ekstensi Manajemen Agribisnis. 13. Keluarga besar Blue Corner dan IMAM (Roby, Dody, Yudha, Tb, Febry, Frans, Indra)
Bogor, November 2005
Penulis
KATA PENGANTAR Mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit “(Studi PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan). Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang nantinya berdampak pada peningkatan pendapatan usahatani kelapa sawit petani peserta KKPA yang dibandingkan dengan usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA. Analisis yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah analisis pendapatan usahatani kemudian hasilnya dijadikan tolak ukur keberhasilan program KKPA. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak dan penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini dan penulis mengharapkan masukan dan saran. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... i DAFTAR TABEL ........................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .......................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix I.
II.
III.
PENDAHULUAN........................................................................... 1 1.1.
Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2.
Perumusan Masalah .............................................................. 5
1.3.
Tujuan Penelitian .................................................................. 7
1.4.
Kegunaan Penelitian ............................................................. 8
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 10 2.1.
Skim KKPA ......................................................................... 10
2.2.
Kebijakan Pemerintah dan Pendanaan Program KKPA ........ 12
2.3.
Koperasi Kredit..................................................................... 14
2.4.
Peranan Kredit Sebagai Sumber Modal Usaha....................... 15
2.3.
Analisis Usahatani Kelapa Sawit .......................................... 17
2.3.
Dampak Kemitraan Usahatani .............................................. 18
KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................... 21 3.1.
Kerangka Konseptual............................................................. 21 3.1.1. Peranan Koperasi Sebagai Sumber Modal Usaha ........ 21 3.1.2. Analisis Usahatani ...................................................... 25 3.1.3. Evaluasi Program KKPA ............................................ 29
3.2. IV.
Kerangka Operasional ............................................................ 30
METODE PENELITIAN .............................................................. 33 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 33 4.2. Metode Pengambilan Sampel ................................................... 33
ii
4.3. Sumber dan Pengumpulan Data ................................................ 33 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 34 4.4.1. Analisis Pelaksanaan Program KKPA ............................ 35 4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani ...................................... 35 V.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................ 37 5.1. Gambaran Daerah Penelitian..................................................... 37 5.1.1. Wilayah dan Tofografi Areal Perkebunan ..................... 37 5.1.2. Keadaan Iklim dan Tanah ............................................. 37 5.1.3. Keadaan Tanaman ........................................................ 38 5.2. Gambaran Umum Perusahaan .................................................. 38 5.2.1. Lokasi Perusahaan ........................................................ 38 5.2.2. Sejarah Umum Perusahaan ........................................... 39 5.2.3. Tenaga Kerja ................................................................ 39 5.2.4. Struktur Organisasi ....................................................... 41 5.3. Gambaran Umum KUD ........................................................... 42 5.3.1. Lokasi KUD ................................................................. 42 5.3.2. Sejarah Umum KUD .................................................... 42 5.3.3. Tenaga Kerja ................................................................ 43 5.3.4. Struktur KUD ............................................................... 44 5.4. Sejarah Kemitraan PT SKIP dengan KUD Gajah Mada Melalui Program KKPA .......................................................... 45 5.5. Mekanisme Kerjasama Antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP Serta Petani Peserta KKPA ....................................... 47
VI.
SISTEM PEMELIHARAAN USAHATANI KELAPA SAWIT PETANI PESERTA KKPA DAN PETANI NON PESERTA KKPA ......................................................................... 50 6.1. Proses Pemeliharaan Kelapa Sawit............................................ 50 6.1.1. Pemeliharaan Piringan dan Tempat Penampungan Hasil (TPH) .................................................................. 50 6.1.2. Pengendalian Gulma ..................................................... 50
iii
6.1.3. Penunasan .................................................................... 51 6.1.4. Pemupukan ................................................................... 52 6.1.5. Pengendalian Hama dan Penyakit ................................. 52 6.1.6. Pemanenan ................................................................... 53 6.2. Penggunaan Input .................................................................... 54 6.2.1. Pupuk Kimia ................................................................ 54 6.2.2. Pestisida dan Herbisida ................................................. 54 6.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja ............................................ 55 VII.
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KKPA .................... 56 7.1. Proses Pelaksanaan Program KKPA ......................................... 56 7.2. Penyaluran dan Pengembalian Dana Bantuan Pada Program KKPA ............................................................... 58 7.3. Peran pembinaan dalam Pelaksanaan Progran KKPA ............... 61 7.4. Dampak Pelaksanaan Program KKPA Terhadapa Pengembangan Usaha ............................................................. 62
VIII.
ANALISIS DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KKPA KELAPA SAWIT TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PESERTA ............................................................. 67 8.1. Karateristik Responden ............................................................ 67 8.1.1. Umur Petani ................................................................. 67 8.1.2. Tingkat Pendidikan ...................................................... 68 8.1.3. Status Usahatani ........................................................... 69 8.1.4. Pengelaman Usahatani .................................................. 70 8.2. Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA ......... 71 8.2.1. Tingkat Produksi dan Produktivitas .............................. 71 8.2.2. Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA ................................................... 71 8.2.3. Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA ... 74 8.2.4. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta KKPA ... 74
iv
8.3. Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA .................................................................. 76 8.3.1. Tingkat Produksi dan Produktivitas .............................. 76 8.3.2. Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA ............................................ 76 8.3.3. Analisis Penerimaan Usahatani Petani Non Peserta KKPA .............................................................. 78 8.3.4. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Non Peserta KKPA .............................................................. 79 8.4. ... Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA ........................................................ 80 8.4.1. Tingkat Produksi dan Produktivitas ............................... 80 8.4.2. Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA............................ 81 8.4.3. Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA............................ 82 8.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA............................ 82 IX.
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 85 9.1. Kesimpulan ............................................................................ 85 9.2. Saran ...................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 88 LAMPIRAN .................................................................................................... 90
v
DAFTAR TABEL Nomor
Judul
Halaman
1.
Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1996-2002 .......... 2
2.
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 1996-2003 ....................................................... 3
3.
Luas Tanaman Menghasilkan dan Perkembangan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Pola Pengelolaannya Tahun 2001-2003 .......................................................................................... 4
4.
Produksi Perkebunan Kelapa Sawit PT SKIP Tahun 2003-2005 .................... 7
5.
Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA sebelum Tahun 1998 Dan Skim KKPA Tahun 1998 Sampai Sekarang ........................................... 12
6.
Klasifikasi Karyawan PT SKIP Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Tahun 2005 ................................................................................ 40
7.
Jumlah Karyawan dan Posisi Tenaga Kerja PT SKIP Tahun 2005 ................ 40
8.
Klasifikasi Karyawan KUD Gajah Mada Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Tahun 2005 ............................................................ 44
9.
Jumlah Karyawan dan Posisi Tenaga Kerja KUD GM Tahun 2005 .............. 44
10.
Alat-alat Potong Buah dan Kegunaanya TM 3-5 ........................................... 53
11.
Daftar Harga Pupuk Kimia Tahun 2005 ........................................................ 54
12.
Penyaluran Dana Bantuan Program KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 1997 ................................................................... 59
13.
Angsuran Per Bulan Petani Peserta KKPA Tahun 2005 ................................ 59
14.
Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA Tahun 1998 Dengan Penerapan Skim KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan .............. 60
vi
15.
Bentuk Pengunaan Dana Program KKPA ..................................................... 59
16.
Sebaran Responden Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Umur di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 .................................................................................................. 67
17.
Sebaran Responden Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 68
18.
Sebaran Responden Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Status Usahatani di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 70
19.
Sebaran Responden Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Pengalaman Usahatani di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 70
20.
Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Per Hektar Petani Peserta KKPA Tahun 2005 ............................................... 71
21.
Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 73
22.
Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 74
23.
Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 75
vii
24.
Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Per Hektar Petani Non Peserta KKPA Tahun 2005 ....................................... 76
25.
Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 77
26.
Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 79
27.
Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 80
28.
Produktivitas Kelapa Sawit Per Hektar Petani Peserta KKPA Dan Petani Non Peserta KKPA Tahun 2005 ................................................. 81
29.
Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA Dan Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ....... 81
30.
Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA Dan Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ....... 82
31.
Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA Dan Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ....... 84
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Judul
Halaman
Diagram Alur Kerangka Pemikiran …. ...................................................... 32
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Judul
Halaman
Luas dan Perkembangan Areal Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Propinsi Tahun 2001-2003 …..................................................................... 90
2.
Struktur Organisasi PT Sinar Kencana Inti Perkasa Tahun 2005 …. ........... 91
3.
Struktur KUD Gajah Mada Tahun 2005 …. ................................................ 92
4.
Alur Kemitraaan Antara PT Sinar Kencana Inti Perkasa KUD Gajah Mada Tahun 1997 Sampai Tahun 2005 …............................... 93
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati, pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, baik sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, maupun sebagai pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia. Hal ini terlihat pada tahun 2003, PDB perkebunan mencapai Rp 3.858 miliar, kontribusi terhadap PDB nasional 3,9 persen dan terhadap sektor pertanian 20,45 persen. Pertumbuhan PDB perkebunan mencapai 10,69 persen, devisa yang disumbangkan US$ 2,25 miliar (BPS, 2003). Berdasarkan data dari Capricorn Indonesia Consult (2000), konsumsi minyak sawit (CPO) menurut industri pemakai di Indonesia tahun 2000 yaitu minyak goreng, margarine, sabun, oleochem adalah sebesar 4,018.9 ribu Ton. Seiring dengan tingginya permintaan pasar lokal dan pasar Internasional, total produksi minyak sawit Indonesia meningkat tajam, yaitu dari 1,67 juta Ton pada tahun 1996 menjadi 2,96 juta Ton pada tahun 1997. Volume dan nilai ekspor Indonesia komoditas minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahun 1998, sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, produksi minyak sawit menurun menjadi 1,47 juta Ton, namun demikian pada tahun 2002 produksi kembali meningkat menjadi 6,33 juta Ton. Nilai ekspor minyak tertinggi dicapai pada tahun 2002, yaitu US$ 2,09 Milyar.
2
Tabel 1. Volume Dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1996-2002 Minyak Sawit Tahun
Volume (ton)
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Laju Rata-rata (persen/thn)
Nilai (000 US$)
1.671.957 2.967.589 1.479.278 3.298.987 4.110.027 4.903.218 6.333.708 31,91
Harga (US$/kg)
825.415 1.446.100 745.277 1.114.242 1.087.278 1.080.906 2.092.404 23,83
1.179 1.187 3.862 3.445 2.467 2.270 2.953 29,85
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 (data diolah)
Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati
dunia
telah
mendorong
pemerintah
Indonesia
untuk
memacu
pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 8 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit sebesar 7.48 juta Ha dengan produksi total produksi 14.715 juta Ton, yaitu dari 2.249 juta Ha pada tahun 1996 menjadi 5.239 juta Ha pada tahun 2003. Pada tahun 1996-2003, pertumbuhan rata-rata luas areal perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat (PR) sebesar 12,77 persen, perkebunan besar milik negara (PBN) 5,50 persen dan perkebunan besar swasta (PBS) 13,49 persen. Sebagian besar areal perkebunan kelapa sawit tersebut saat ini berada di Sumatera dan kedepan pengembangannya diarahkan ke Kawasan Indonesia Timur, khususnya di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Perkembangan luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut pengusahaannya dapat dilihat pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 1996 – 2003 Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Laju Ratarata (persen/ thn)
PR 738.887 813.175 890.506 972.395 1.052.796 1.561.031 1.808.424 1.827.844 12,77
Luas Areal (ha) PBN PBS 426.804 1.083.823 448.735 1.254.169 489.143 1.409.134 494.143 1.508.582 501.143 1.620.787 609.947 2.542.457 631.566 2.627.068 645.823 2.765.504 5,50
13,49
Jumlah 2.249.514 2.516.079 2.788.783 2.975.120 3.174.726 4.713.435 5.067.058 5.239.171
PR 1.133.547 1.292.829 1.384.163 1.441.319 1.503.395 2.798.032 3.426.740 3.645.942
13,66
18,06
Produksi (ton) Minyak Sawit PBN PBS 1.706.852 2.058.259 1.800.252 2.287.366 1.857.089 2.434.902 1.995.122 2.552.742 2.056.519 2.657.511 1.519.289 4.079.151 1.607.734 4.587.871 1.543.528 4.627.744 10,54
11,66
Jumlah 4.898.658 5.380.447 5.640.154 5.989.183 6.217.425 8.396.472 9.622.345 9.817.214 9,53
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 (data diolah)
Perkebunan kelapa sawit Indonesia tersebar di beberapa pulau yang meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Di pulau Kalimantan, secara rata-rata terjadi peningkatan luas areal cukup besar setiap tahunnya. Pada tahun 2003, di Propinsi Kalimantan Barat terdapat areal kelapa sawit seluas 415,821 Ha dan Kalimantan Tengah seluas 222,034 Ha. Peningkatan luas areal terjadi di Kalimantan Timur yaitu sekitar 16,36 persen setiap tahunnya, sedangkan di Kalimantan Selatan peningkatan luas areal kelapa sawit hanya sekitar 3,81 persen setiap tahunnya. Peningkatan luas dan perkembangan areal kelapa sawit di Indonesia menurut Propinsi dapat dilihat pada Lampiran 1. Perkembangan hasil produksi dan luas areal kelapa sawit di Indonesia ternyata tidak menunjukkan peningkatan produktivitas kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini, dimana penurunan laju pertumbuhan produksi tersebut justru terlihat pada PBN (-2,18 persen) dan PBS (0,03 persen) dalam kurun waktu tahun 2001 sampai 2003, sedangkan PR mengalami peningkatan laju pertumbuhan produksi sebesar 2,85 persen per tahun. Penurunan produktivitas kelapa sawit ini di akibatkan umur tanaman kelapa sawit yang sudah tua dan adanya peremajaan tanaman kelapa sawit. Luas tanaman menghasilkan dan
4
perkembangan
produktivitas
kelapa
sawit
di
Indonesia
menurut
pola
pengelolaannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Tanaman Menghasilkan dan Perkembangan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Pola Pengelolaannya Tahun 2001-2003 Tahun 2001 2002 2003 Laju Rata-rata (persen/thn)
PR
PBN 2,63 2,73 2,86
2,85
PBS 3,07 3,05 2,87
-2,18
2,90 2,99 2,90 0,03
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 (data diolah)
Dalam
kaitannya dengan pengembangan
komoditi
kelapa sawit
di Indonesia, pada tahun 1975 dibentuk berbagai pola pengembangan, salah satunya KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya) pada tahun 1993. KKPA adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada koperasi primer untuk diteruskan kepada anggota-anggotanya guna membiayai usaha yang produktif. Kredit ini dapat digunakan sebagai : 1). Modal kerja 2). Investasi 3). Modal kerja dan Investasi. Keberhasilan pembangunan pola KKPA, telah memberi pengalaman yang sangat berharga, sehingga keterpaduan sistem agribisnis dan agroindustri yang dikembangkan dapat diaplikasikan pada pola pembangunan perkebunan yang lain. Kehadiran pengusaha pengolah dapat juga berperan dalam pemberdayaan petani di bidang teknologi, modal, kelembagaan dan lain-lain sehingga ketersediaan bahan baku dapat lebih terjamin dalam volume dan mutu.1 Kemitraan pada pola KKPA terus berkembang dan memerlukan kehadiran dari mitra usaha, karena itu pada pola KKPA terus ditata dan dikembangkan 1
Abet Nego, SE.,http://www.sawitwacth.or.id. Agustus 2002. Pandangan Kritis Terhadap Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) di Perkebunan Besar Kelapa Sawit.
5
sampai mencapai skala ekonomi. Perkembangan kemitraaan agribisnis pada pembangunan perkebunan pada tahun 2000, program PIR-Bun KKPA mencapai 163 perusahaan yang bermitra dengan luas areal plasma 1.655.480 ha dan rencana investasi sekitar Rp. 7.963.000.2
1.2 Perumusan Masalah Pemerintah
mengupayakan
pengembangan
subsektor
perkebunan
khususnya perkebunan kelapa sawit dengan jalan meningkatkan luas areal kelapa sawit, pemberian paket kredit, peningkatan penanganan produksi kelapa sawit melalui koperasi serta jaminan harga kelapa sawit. Upaya pemerintah ini sesuai dengan reorentasi pembangunan subsektor perkebunan dari usahatani tradisional kearah usahatani maju yang berbasis agribisnis secara utuh. Pada kenyataannya, perkebunan rakyat masih rendah dibandingkan dengan perkebunan besar nasional swasta, baik secara luas areal tanaman, hasil produksi dan pendapatan. Hadirnya Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA), diharapkan mampu meningkatkan potensi ekonomi petani plasma peserta KKPA. Adapun tujuan dari KKPA adalah menyediakan fasilitas permodalan bagi anggota koperasi primer untuk meningkatkan penghasilan dan pendapatan petani sekaligus untuk mengembangkan koperasi.3 Tujuan
dikeluarkannya
skim
KKPA
karena
pemerintah
menilai
permodalan anggota koperasi primer tidak kuat. Dalam perkebunan besar kelapa sawit, skim KKPA tentu ditujukan kepada KUD yang bermitra dengan
2 3
http://www.bi.go.id./sipuk/im/ind/ Kemitraan Terpadu. Maret 2005 Abet Nego, SE.,http://www.sawitwacth.or.id. Agustus 2002. Pandangan Kritis Terhadap Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) di Perkebunan Besar Kelapa Sawit.
6
perusahaan inti. Hal ini merupakan keharusan, karena skim KKPA mewajibkan pola inti plasma. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peserta plasma, program KKPA sangat dipengaruhi oleh pola kerjasama/kemitraan yang dibangun antara perusahaan inti dan plasma yang menyangkut pengolahan lahan, penyediaan bibit, penanaman bibit, pemeliharaan, pemanenan dan terakhir adalah pengangkutan TBS. Dimana semua biaya kegiatan di atas harus dibayar plasma secara cicilan setiap bulannya kepada perusahaan inti melalui sarana koperasi. Kabupaten Kotabaru merupakan sentra perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Selatan dari luas lahan yang dicadangkan 320.685 Ha,4 saat ini sudah direalisasikan 83.077 Ha. Dari luas lahan (pencadangan) itu digarap oleh 21 buah perusahaan perkebunan besar swasta nasional. Tujuh perusahaan diantaranya berada dibawah bendera Salim Group (Indo Agri Plantation) dan lima perusahaan di bawah bendera Sinar Mas. Hingga kini dari lahan 83.077 Ha telah menghasilkan seluas 32.069 Ha. PT. Sinar Kencana Inti Perkasa (SKIP) salah satu perusahaan yang berada dibawah bendera Sinar Mas. PT. SKIP merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memberikan kontribusi CPO terbesar di daerah Kabupaten Kotabaru rata-rata sebesar 70 persen per bulan, dengan luas areal perkebunan 4.045 Ha. Di perkebunan kelapa sawit PT. SKIP menerapkan pola PIR KKPA yang bermitra dengan koperasi Gajah Mada sejak tahun 1997. Berdasarkan informasi dari manajer di PT. SKIP terdapat fluktuatif produksi setiap bulan. Data bulan Januari 2005 hasil produksi hanya mencapai 4
http://www.indomedia.com. Mei 2005. Kalsel Penghasil CPO Terbesar di Indonesia.
7
2.035,14 Ton, sedangkan target yang direncanakan sebesar 7.015,77 Ton, sehingga produksi bulan Januari 2005 mengalami penurun produksi sebesar 70,99 persen atau sebesar 4.980,63 Ton. Produksi perkebunan kelapa sawit PT. SKIP dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit PT. Sinar Kencana Inti Perkasa Tahun 2003-2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
2003 2,525,540 2,188,590 2,083,340 1,662,580 1,311,540 780,660 294,840 288,480 1,075,860 3,359,850 3,543,460 4,455,560 23,570,300
Tahun 2004 4,811,910 4,797,370 5,411,180 6,061,430 5,086,140 4,136,830 2,641,270 1,673,200 1,290,870 1,213,120 1,208,200 1,086,850 39,418,370
2005 2,035,140 2,889,250 4,432,880 6,191,870 6,730,280 5,625,280 4,470,010
32,374,710
Sumber : PT. SKIP, 2005
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas perumusan masalah yang dapat di rumuskan untuk penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan program KKPA untuk petani peserta kelapa sawit di PT. SKIP. 2. Apakah pelaksanaan program KKPA tersebut berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani peserta kelapa sawit.
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengevaluasi pelaksanaan program KKPA kelapa sawit di PT. SKIP. 2. Menganalisis pengaruh pelaksanaan program KKPA terhadap petani peserta kelapa sawit.
8
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi : 1. Perusahaan, yaitu dengan menganalisis upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peserta plasma program KKPA kelapa sawit sehingga dapat membantu dalam mencapai tujuan bersama baik perusahaan maupun petani peserta plasma. 2. Penulis, penelitian berguna untuk melatih dalam menganalisis permasalahan berdasarkan fenomena fakta dan data yang tersedia sebagai aplikasi dengan pengetahuan yang dienyam selama studi. 3. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perbandingan dalam melakukan studi lanjutan dan bahan rujukan terhadap kondisi arus global sehingga industri agribisnis domestik khususnya industri minyak kelapa sawit dapat terus melangsungkan usaha.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Pengkajian studi ini dilakukan pada perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta yang bergerak dibidang program KKPA kelapa sawit. Perusahaan yang dijadikan tempat studi ini adalah PT. Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru - Kalimantan Selatan. Dari hasil survei lapang, diketahui bahwa program KKPA kelapa sawit sangat penting dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan usahatani petani peserta KKPA. Program KKPA ini merupakan suatu bentuk kerjasama antara masyarakat yang mempunyai lahan (petani) dengan perusahaan inti.
9
Penelitian ini hanya dititikberatkan pada pelaksanaan program KKPA kelapa sawit terhadap perbandingan pendapatan usahatani petani peserta KKPA dengan petani peserta non KKPA yang sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan petani. Data analisis secara deskriptif tabulasi dan secara kuantitatif statistik. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis deskriftif dan analisis pendapatan usahatani, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Random Sampling. Dengan teknik analisis ini diharapkan akan diketahui tingkat pendapatan dalam memenuhi kehidupan ekonomi petani.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skim KKPA Surat edaran Bank Indonesia (BI) No. 30 tanggal 26 Oktober 1997 dimana skim KKPA berketentuan dengan point-point berikut: 1.
Bank pemberi kredit adalah Bank umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.
2.
Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang, yang diatur dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian.
3.
Usaha produktif adalah semua usaha yang dapat memberikan nilai tambah.
4.
Plafon induk adalah jumlah maksimum kredit likuiditas BI yang dapat ditarik oleh bank dalam 1 (satu) tahun anggaran.
5.
Plafon Individual adalah jumlah maksimum kredit likuiditas BI yang dapat disetujui oleh BI bagi bank untuk setiap pemberian KKPA. Peranan koperasi primer dalam penyaluran KKPA ini dapat dibedakan
menjadi dua yakni; sebagai pelaksana (executing) atau sebagai penyalur (channeling). Sebagai pelaksana, koperasi primer secara langsung bertindak sebagai nasabah bank, sedangkan sebagai penyalur koperasi primer hanya berperanan untuk mengadministrasikan penyaluran dan pengembalian kredit. Tugas koperasi primer, baik sebagai pelaksana maupun penyalur KKPA, mempunyai kesamaan yaitu melakukan (1) Pengajuan usulan proyek, (2) Seleksi anggota, (3) Pengawasan penggunaan kredit, (4) Pembinaan kepada anggota, (5) Penangihan angusuran kredit, dan (6) Administrasi pemberian kredit. Tugas, yang berbeda yaitu bagi koperasi penyalur KKPA hanya melakukan koordinasi penyaluran kredit. Cukup besarnya peranan koperasi karena selain KKPA bertujuan untuk menyediakan fasilitas permodalan bagi anggota untuk meningkatkan usaha dan pendapatan juga untuk mengembangkan koperasi. Plafon KKPA yang dapat diberikan dengan kebutuhan dan kemampuan mengembalikan kredit dari anggota dengan maksimum kredit sebesar Rp. 50 juta per anggota. Bahkan BI tidak pernah menetapkan target realisasi KKPA melainkan ditentukan berdasarkan kelayakan proyek yang resikonya sepenuhnya
11
menjadi tanggungjawab bank pelaksana. Tingkat bunga KKPA (sebelum 1998) sebesar 14% per tahun termasuk di dalamnya fee untuk koperasi sebesar 3 persen, sedangkan untuk tahun 1998 sampai sekarang tingkat bunga sebesar 16% per tahun termasuk fee 2 persen untuk koperasi. Suku bunga KKPA ditetapkan BI didasarkan pada suku bunga pasar, tidak bunga berbunga. Pembayaran fee untuk koperasi primer sebagai pelaksana dilakukan dua tahap yaitu (1) sebesar 59 persen dari total fee dibayarkan atas dasar realisasi pembayaran angsuran pokok dan bunga tanpa memperhatikan keragaan kredit, dan (2) sebesar 50 persen dari total fee disimpan dalam bentuk tabungan beku pada bank pemberi kredit dan dapat dibayarkan setelah KKPA di bayar lunas. Sedangkan fee untuk koperasi primer sebagai penyalur sebesar 50 persen dari total fee untuk koperasi pelaksana dan dibayarkan atas dasar realisasi pembayaran angsuran pokok dan bunga dari anggota koperasi tanpa memperhatikan keragaan kredit. Jangka waktu KKPA modal kerja maksimum satu tahun atau satu musim tanam (bisa lebih dari satu tahun) untuk tanaman musiman dan untuk modal kerja yang terkait dengan investasi disesuaikan dengan kemampuan nyata proyek dan maksimum 15 tahun (termasuk masa tenggang). Penyaluran KKPA dengan pola kemitraan merupakan suatu keharusan, karena skim KKPA mewajibkan pola inti plasma. Oleh karena itu, pelaksanaan penyaluran KKPA yang berlangsung saat ini berorentasi lebih mengacu pada pola pembentukan integrasi vertikal dari suatu jenis rantai agribisnis. Contohnya, penyaluran KKPA untuk membiayai pembangunan kebun kelapa sawit plasma, penyaluran KKPA untuk membiayai pembelian sapi perah, KKPA nelayan, KKPA PIR trans, KKPA unggas, KKPA tebu rakyat dan KKPA tenaga kerja indonesia. Dalam dua contoh tersebut KKPA baru disalurkan jika ada perusahaan inti yang memberikan jaminan untuk menerima produk petani tersebut dan atau bersedia memberikan bimbingan teknis pada petani bersangkutan. Perbandingan ketentuan-ketentuan skim KKPA dapat dilihat pada Tabel 5.
12
Tabel 5. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA Sebelum Tahun 1998 dan Skim KKPA Tahun 1998 Sampai Sekarang No
Pokok-pokok Ketentuan
1.
Plafon Kredit
2.
Penggunaan Kredit
3.
Suku Bunga Kredit
4. 5.
Suku Bunga KL Lembaga Keuangan
6.
Penyalur Kredit
7.
Jangka Waktu Kredit
8.
Persyaratan Koperasi
9.
Bank Pemberi Kredit
KKPA Sebelum Tahun 1998
KKPA Tahun 1998 Sampai Sekarang
Sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar kembali anggota koperasi primer dengan maksimum kredit Rp. 50 juta/anggota, dipersyaratkan serta dikaitkan dengan adanya tabungan anggota koperasi primer atau tabungan koperasi primer anggota koperasi primer. Untuk memenuhi kebutuhan modal investasi dan/atau modal kerja bagi usaha anggota koperasi yang produktif. Ditetapkan BI berdasarkan suku bunga Pasar saat ini sebesar 14% termasuk fee koperasi 3%. 4% KLBI Bank kepada anggota koperasi dengan diketahui oleh koperasi, bila koperasi berfungsi sebagai channeling agent Bank dengan koperasi bila koperasi berfungsi sebagai executing agent Kredit Investasi maksimum 15 tahun. Kredit Modal Kerja : Terkait dengan investasi : Maksimum 5 tahun. Tidak terkait dengan investasi : Maksimum 1 tahun, kecuali untuk tanaman musiman tertentu dimungkinkan lebih dari 1 tahun. Koperasi primer yang sudah menjadi badan hukum Bank umum yang tergolong sekurang-kurangnya cukup sehat.
Sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar kembali anggota koperasi primer dengan maksimum kredit Rp. 50 juta/anggota, dipersyaratkan serta dikaitkan dengan adanya tabungan anggota koperasi primer atau tabungan koperasi primer anggota koperasi primer. Untuk memenuhi kebutuhan modal investasi dan/atau modal kerja bagi usaha anggota koperasi yang produktif. Ditetapkan BI berdasarkan suku bunga Pasar saat ini sebesar 16% termasuk fee koperasi 2%. 9% PT. PNM Bank kepada anggota koperasi dengan diketahui oleh koperasi, bila koperasi berfungsi sebagai channeling agent Bank dengan koperasi bila koperasi berfungsi sebagai executing agent Kredit Investasi maksimum 15 tahun. Kredit Modal Kerja : Terkait dengan investasi : Maksimum 5 tahun. Tidak terkait dengan investasi : Maksimum 1 tahun, kecuali untuk tanaman musiman tertentu dimungkinkan lebih dari 1 tahun. Koperasi primer yang sudah menjadi badan hukum Bank umum yang tergolong sekurang-kurangnya cukup sehat.
Sumber : BI, diolah. 2.2 Kebijakan Pemerintah dan Pendanaan Dalam Program KKPA Pemerintah menilai bahwa rendahnya kondisi ekonomi petani plasma perkebunan sebagai akibat lemahnya permodalan yang dimiliki petani. Berdasarkan hal ini pemerintah mengeluarkan kebijakan bidang permodalan
13
petani plasma melalui Keputusan Bersama Menteri Pertanian Dan Menteri Koperasi Dan Pembinaan Pengusaha Kecil No. 73/Kpts/Ot.210/2/98 dan 01/Skb/M/II/1998 tentang Pembinaan Dan Pengembangan Koperasi Unit Desa Di Bidang Usaha Perkebunan Dengan Pola Kemitraan Melalui Pemanfaatan Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA). Skim KKPA hanya merupakan insentif permodalan petani plasma melalui koperasi primer dalam bentuk subsidi suku bunga kredit. Bila dilihat secara permodalan, yang sangat diuntungkan adalah perusahaan inti, bahwa keterlibatan permodalan inti dalam pembangunan kebun plasma dapat dikatakan tidak ada sama sekali karena sudah digantikan oleh KPPA. Resiko yang terjadi dalam kegagalan pelaksanaan KKPA seluruhnya ditanggung oleh petani dan sebagai catatan, umumnya bank penyalur kredit telah mengasuransikan kredit yang disalurkan kepada koperasi.5 Pendanaan Program PIR KKPA, dengan kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999 tentang Bank Indonesia, maka bank tersebut tak lagi berkewajiban menyediakan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk mendukung kredit program. Namun pemerintah menunjuk lembaga keuangan untuk melanjutkan kredit program pengembangan perkebunan tersebut, yakni PT. Permodalan Nasional Madani (PNM), PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI), KUT (Kredit Usaha Tani), dan KKOP (Kredit Koperasi untuk Operasi Pangan). PNM diwajibkan menyalurkan kredit untuk KKPA Umum. sedang BRI menyalurkan kredit untuk KKPA tebu rakyat. Penyediaan kredit melalui pola KKPA selama ini pun bermanfaat untuk pembangunan perkebunan, pabrik atau unit pengolahan hasil perkebunan. Dalam pembangunan perkebunan, baik kebun maupun pabrik diusulkan supaya tak dipersyaratkan lagi adanya avalis. Dengan demikian koperasi yang sudah mandiri mampu membangun industri pengolahan yang terintegrasi dengan kebunnya, walau tanpa ada perusahaan inti.6
5
Abet Nego, SE., http://www.sawitwacth.or.id. September 2002. Kajian Kebijakan dan Praktek Penyelenggaraan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia.
6
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng. 2003,.” Pengembangan Kemitraan dan Dukungan Pendanaannya Di Bidang Perkebunan”. www.sawitwatch.or.id/kampanye.
14
2.3 Koperasi Kredit Koperasi kredit adalah badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu yang bersepakat menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan (BK3I, 1996). Anggota Koperasi Kredit adalah kumpulan orang yang sekurangkurangnya 20 orang baik pria maupun wanita sekaligus menjadi pelaksana, pengawas dan pengguna jasa koperasi kredit itu sendiri. Mereka bersepakat untuk menabungkan uang mereka tanpa paksaan sebagai modal bersama guna dipinjamkan dengan jaminan watak baik dan kelayakan usahanya. Bunga yang dikenakan tidak terlampau kecil atau terlampau besar dalam arti dapat memberi balas jasa simpanan sesuai pasar dan dapat membiayai operasional kantor koperasi kredit. Pelayanan pinjaman koperasi kredit diberikan selama dapat meningkatkan penghasilan dan atau usaha stabilitas kehidupan anggota bukan untuk kehidupan konsumtif atau spekulatif (Sumardjono, 1990). Koperasi kredit dalam menjalankan usahanya tidak terlepas dari prinsip koperasi yang merupakan essensi dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakan koperasi dengan badan usaha lain. Prinsip-prinsip koperasi adalah pedoman bagi koperasi dalam melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktek. Prinsip-prinsip ditegaskan dalam Undang-Undang Perkoperasian Tahun 1992 Nomor 25 adalah (1) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, (2) pengelolaan dilakukan secara demokratis, (3) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha anggota, (4) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, (5) Kemandirian, (6) pendidikan dan (7) kerjasama antar koperasi. Tujuan utama pendirian koperasi kredit yaitu (1) membantu keperluan kredit anggota dengan bunga yang rendah dan syarat yang ringan, (2) mendidik anggota giat menabung untuk membentuk modal bersama, (3) mendidik anggota hidup hemat dan (4) menambah pengetahuan tentang koperasi (Firdaus dan Susanto, 2002).
15
2.4 Peranan Kredit Sebagai Sumber Modal Usaha Pengertian kredit usaha mikro adalah usaha produktif dengan total asset maksimal Rp 25 juta di luar tanah dan bangunan, dengan plafon kredit bank yang diterima maksimal Rp 50 juta. Kredit usaha kecil (KUK) adalah usaha produktif yang mempunyai kekayaan bersih maksimal Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan, nilai penjualan tahunannya maksimal Rp 1 milyar, serta menerima plafon kredit bank antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Sedangkan kredit usaha menengah adalah usaha produktif dengan kekayaan bersih antara Rp 200 juta sampai dengan Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan, serta menerima plafon kredit bank antara Rp 500 juta hingga Rp 5 milyar.7 Pengertian kredit menurut undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah : penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.8 Pengertian kredit menurut UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.9 Upaya peningkatan dan pengembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional oleh Bank Indonesia dalam hal ini dilakukan dengan mendorong pemberian kredit perbankan kepada UMKM dan kebijakan serta strategi penguatan industri. Bank Perkreditan Rakyat sebagai lembaga keuangan mikro yang memiliki peran strategis dalam memberikan pelayanan jasa keuangan kepada UMKM. Dalam perkembangan kredit UMKM,
7
Wijoyo Santoso SE MA Kepala Bidang Ekonomi dan Moneter Kantor Bank Indonesia, Surabaya. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0303/20/jatim/196496.htm. 20 Maret 2003
8
http://www.bi.go.id/sipuk/pmkr/ind/Pengertian.htm
9
http://manbisnis.tripod.com/dua_sat.
16
terjadi peningkatan kredit baru yang disalurkan perbankan ke sektor UMKM selama semester I/2004 adalah sebesar Rp. 30,9 triliun atau mencapai 80,4% dari total busines plan perbankan untuk menyalurkan kredit UMKM yang sebesar Rp. 38,5 triliun. Dengan perkembangan tersebut maka debet kredit UMKM pada akhir Juni 2004 mencapai Rp. 243,8 triliun atau mempunyai pangsa 49,6% dari total kredit perbankan yang berjumlah Rp. 491,4 triliun. Pertumbuhan kredit sektor UMKM selama semester I/2004 meningkat 14.3%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan total kredit pada periode yang sama sebesar 11,8%, dengan mencakup jumlah rekening kredit UMKM sebanyak 17,2 juta rekening. UMKM meliputi Kredit Mikro dengan plafon kurang dari Rp. 50 juta, Kredit kecil dengan plafon anatara Rp. 50 - Rp. 500 juta, Kredit Menengah dengan plafon antara Rp. 500 juta - Rp. 5 milliar. Penggunaan kredit UMKM sebagian besar masih dimanfaatkan untuk sektor produktif yakni sebesar 52,7% (untuk kredit modal kerja 42,2% dan investasi 10,5%) sedangkan untuk tujuan konsumtif sebesar 47,3%. Alokasi kredit UMKM berdasarkan skala (plafon) kredit meliputi kredit mikro sejumlah Rp. 101,3 triliun (47,5%), kredit kecil Rp. 50,3 triliun (23,6%), dan kredit menengah Rp. 61,7% triliun (28,9%).10 Keberhasilan penyaluran kredit UMKM oleh bank tidak terlepas dari berbagai upaya berkaitan dengan kemudahan dan percepatan proses kredit. Berbagai upaya itu antara lain dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain, misalnya penyaluran kredit kepada BPR, koperasi, dan asosiasi pelaku UMKM. Penggunaan sumber dana murah dari instansi pemerintah, contohnya penanaman modal madani (PMM) pada program kredit kepada koperasi primer untuk anggota (KKPA), kredit kepada pengusaha kecil & mikro (KPKM), dan Departemen Keuangan untuk program Kredit Ketahanan Pangan (KKP).11
10
Sri Mulyati Tri Subari. Bank Indonesia Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat. http://www.bwtp.org/arcm/indonesia/IV_News_and_Events/BWTPworkshop/Subari_Bank Indonesia.pdf
11
http://www.suaramerdeka.com/harian/0304/16/eko11.htm. 16 April 2003 Ekonomi
17
2.5 Analisis Usahatani Kelapa Sawit Daswir, Wahyono dan Lubis dalam Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit (1995), melakukan penelitian tentang permasalahan usahatani sistem kolektif murni di Perusahaan Inti Rakyat-Asean Development Bank (PIR-ADB), di Besitang , Sumatera Utara. Analisis yang dilakukan yaitu berupa analisis keragaan tingkat hasil, analisis pendapatan petani dan menganalisis manajemen usahatani. Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan keragaan tingkat hasil dan pendapatan petani PIR-ADB Besitang lebih baik daripada produktivitas yang dicapai oleh kebun inti. Secara umum berdasarkan angka rerata produktivitas yang dicapai, tingkat adaptasi teknologi dalam usahatani kelapa sawit adalah cukup. Rerata pendapatan tertinggi yang dicapai petani plasma pada tingkat harga penjualan Rp. 145,75/Kg TBS ialah Rp. 187.363,50/bulan. Untuk manajemen usahatani secara kolektif murni mempunyai kelebihan antara lain perlakuan yang adil terhadap peserta dapat dirasakan dimana petani mempunyai tanggung jawab bersama dalam meningkatkan produksi dan pendapatan. Namun kelemahannya adalah bahwa peserta berpeluang untuk tidak terlibat langsung dengan kegiatan lapangan atau bahkan tidak pernah tinggal di lokasi pemukiman. Studi evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (1994) membandingkan antara sistem usahatani petani peserta PIR kelapa sawit dengan petani non PIR di Propinsi Kalimantan Barat. Adapun hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa sistem usahatani yang diterapkan oleh petani non PIR. Pada petani proyek PIR, usahatani kelapa sawit yang diusahakan dilaksanakan secara baik dan teratur berdasarkan sistem budidaya yang ada. Keadaan ini lebih terlihat pada lahan yang belum dikonversi. Adapun kegiatan–kegiatan sebelum tanaman menghasilkan dikerjakan oleh proyek, mulai dari land clearing, pembibitan, penanaman, pemupukan dan pemeliharaan sampai tanaman menghasilkan. Sedangkan pada usahatani non PIR, mulai dari membuka lahan, penanaman tanaman dan pemeliharaan sampai siap panen dilakukan secara tradisional dan sepenuhnya dikerjakan oleh petani. Selain itu petani tidak mendapatkan penyuluhan pertanian khususnya kelapa sawit secara rutin, sehingga tandan buah segar yang dihasilkan jumlahnya cenderung tidak merata setiap bulan.
18
Selain itu penelitian tentang pendapatan petani juga dilakukan oleh Girsang, Pandapotan et al (1996) yang berjudul Analisis Pembangunan dan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Pola PIR-Lok Pengaruhnya Terhadap Tingkat Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Peserta. Penelitian ini menyatakan bahwa kehadiraan proyek pembangunan perkebunan dalam bentuk pola PIR-Lok, telah memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam upaya meningkatkan kesejahteraan bagi petani yang menjadi pesertanya. Hasil penelitian menunjukkan distribusi pendapatan petani peserta pada ketiga lokasi PIR-Lok berada pada distribusi yang merata dengan nilai Indeks Gini (Gini Ratio) 0,126-0,254 dari sisi pengeluaran dan 0,125-0,264 dari sisi penerimaan. Adapun Indeks Gini adalah suatu alat analisis untuk mengukur ketimpangan pendapatan. Berdasarkan indikator Good Service Ratio, tingkat kesejahteraan yang dicapai pada lokasi PIR-Lok menunjukkan keadaan yang beragam, yakni dengan nilai GSR 2,524-3,460. namun demikian secara makro tingkat kesejahteraan secara relatif yang dapat dicapai oleh petani peserta PIR-Lok dapat dikatakan lebih baik jika dibandingkan dengan petani non PIR-Lok yang berada disekitarnya. 2.6 Dampak Kemitraan Usahatani Secara umum penelitian terhadap dampak pelaksanaan pola PIR KKPA di PT. SKIP bertujuan untuk mengetahui apakah dengan pola PIR KKPA dapat meningkatkan pendapatan petani peserta plasma atau kebalikannya. Oleh karena itu,
perlu suatu rujukan yang relevan terhadap penelitan mengenai tingkat
pendapatan dan pola kemitraan petani. Berdasarkan hasil penelitian dilakukan oleh Krismasari (1998), tentang dampak pelaksanaan PIR-Trans kelapa sawit terhadap pendapatan petani. Dari hasil analisis kelayakan finansial diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 9.060.666,49 dan nilai IRR sebesar 26,70 persen serta nilai Net B/C sebesar 1,67. Dari hasil nilai-nilai tersebut menunjukan bahwa kebun plasma kelapa sawit PIR-Trans PT. Inti Indosawit Subur layak secara finansial. Secara ekonomis, pendapatan yang diperoleh petani plasma sebesar Rp. 3.173.275,59 dan sebelumnya
19
Rp. 2.247.283,67 , pendapatan petani mengalami peningkatan 31,4% dari sebelumnya. Saraswati (2002), melakukan penelitian mengenai dampak pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra (studi kasus PT. Bumi Mekar Tani dengan petani kacang tanah di kecamatan Kali jati, Kabupaten Subang). Dari hasil analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya total petani mitra lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan mereka sebelum bermitra dan dengan pendapatan petani non mitra. Sebelum bermitra, pendapatan atas biaya total petani mitra mencapai Rp. 725.903,11 , sedangkan setelah bermitra menjadi Rp. 352,069,93. Angka ini juga sedikit lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan petani non mitra, yaitu Rp. 403.771,86. Kecilnya pendapatan petani mitra disebabkan tingginya harga benih dan pupuk dari perusahaan. Demikian pula dengan nilai B/C rasio petani mitra yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sebelum bermitra dan petani non mitra. Jika sebelum bermitra, petani memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,50 untuk setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan dan petani non mitra sebesar Rp. 2,56, petani mitra hanya memperoleh sebesar Rp. 1,22. Salman dan Wahyono dalam Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit (1998), mengenai tingkat pendapatan dan ketahanan petani plasma PIR kelapa sawit. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dikemukan perkembangan kehidupan ekonomi petani plasma sampai dengan Maret 1998, kondisinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, sehingga harus mencari tambahan di luar usahatani. Sedangkan tingkat ketahanan petani peserta PIR perkebunan kelapa sawit masih relatif tinggi (18 persen). Daswir dan U. Lubis dalam Jurnal Penelitian Kelapa Sawit (1995), melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi usaha perkebunan kelapa sawit rakyat pola KKPA. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa usahatani pola KKPA PIR-Trans dengan tingkat bunga 14 persen per tahun dapat dikatakan nilai tambah dari modal yang diinvestasikan cukup baik dan layak untuk dilaksanakan. Kelayakan ini harus didukung pelaksanaan teknis, tersediannya fasilitas sosial ekonomi yang diperlukan tingkat produktivitas tetap stabil dan harga tidak mengalami kemerosotan.
20
Sutirto (1998), melakukan penelitian mengenai analisis finansial agribisnis mangga model pembiayaan KKPA yang berlokasi di Jawa Barat. Desain kelayakan investasi agribisnis jenis mangga dilakukan dengan metode discounting cashflow. Hasil analisis finansial cashflow perkebunan mangga arumanis pada skala 40 hektar (Ha) yang menggunakan discount rate 16 persen, diperoleh nilai NPV sebesar 1.075.673,263, sedangkan IRR yang dihasilkan sebesar 19,03 persen dan Net B/C diperoleh hasil sebesar 1,3, sedangkan payback period dalam pengusahan mangga arumanis berjangka 9,2 tahun. Sedangkan hasil analisis finansial cashflow perkebunan mangga gedong pada skala 20 Ha yang menggunakan discount rate 16 persen, diperoleh nilai NPV sebesar 323.155,632 sedangkan IRR yang dihasilkan sebesar 17,88 persen dan Net B/C diperoleh hasil sebesar 1,2 , sedangkan payback period dalam pengusahan mangga gedong berjangka 8,6 tahun. Hasil analisis finansial terhadap proyek agribisnis mangga baik, mangga arumanis maupun gedong, pada skala 40 dan 20 Ha dengan menggunakan discount rate 16 persen layak untuk diusahakan. Dari hasil analisis finansial proyek agribisnis mangga tersebut dapat dilihat bahwa besarnya skala usaha menetukan tingkat kelayakan yang diperoleh.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Konseptual 3.1.1. Peranan Kredit Sebagai Sumber Modal Usaha Arti yang luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa Latin kredit berarti “credere” artinya percaya. Maksud dari percaya dari si pemberi kredit adalah percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu.12 Menurut Sinungan (1990), kredit adalah pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada waktu tertentu yang akan disertai dengan suatu kontraprestasi yang berupa bunga. Sedangkan pengertian kredit menurut Kotler (Pudjomulyono, 1990), kredit adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan pembelian atau mengadakan pinjaman dengan surat perjanjian, pembayaran akan dilakukan dan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang telah disepakati. Pengertian kredit diatas dapatlah dijelaskan bahwa kredit adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Nasabah menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan sebagai pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Bila masalah 12
M. Fitri Rahmadana dan Hafniah Lumbanraja. Analisis Pemakaian Jasa Kredit Pada PerumPengadaian. http://manbisnis.tripod.com/dua_sat.
22
ini terjadi maka dapat kita lihat berpindah materi dari yang memberi kredit kepada yang diberi kredit sehingga terjadi dua pihak yang terlibat, yaitu: a. Pihak yang berkelebihan uang yang disebut pemberi kredit (kreditur) b. Pihak yang membutuhkan uang yang disebut penerima kredit (debitur). Manusia memerlukan kredit karena manusia adalah homo economicus dan setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia beraneka ragam sesuai dengan harkatnya yang selalu meningkat, sedangkan kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Hal ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan cita-citanya, dalam hal ini ia berusaha. Maka untuk meningkatkan usahanya atau untuk meningkatkan daya guna suatu barang, manusia sangat memerlukan bantuan dalam bentuk permodalan. Bantuan pada lembaga keuangan bank maupun non perbankan disebut kredit. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti bahwa pinjaman kredit yang diberikan betul-betul yakin bahwa nasabah atau debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterima sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang akan disetujui oleh kedua belah pihak, tanpa keyakinan tersebut suatu lembaga kredit tidak akan dapat memberikan kredit. Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi, dan pengurangan jumlah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ditujukan oleh adanya peningkatan produksi (output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah
23
jumlah input atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input maupun penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal. Dengan kata lain pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan pengunaan modal. Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari modal pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal milik sendiri umumnya relatif sedikit, maka sebagai tumpuan tentunya akan beralih pada kredit yang dapat tersedia pada saat diperlukan (tepat waktu). Keterbatasan modal untuk usaha pertanian di pedesaan, mengakibatkan petani mengadopsi paket teknologi di bawah tingkat keharusannya dilakukan. Keadaan ini mempersulit pengembangan usaha di pedesaan sehingga petani tidak dapat diharapkan mampu meningkatkan produktivitasnya tanpa adanya tambahan modal. Oleh karena itu, keberadaan berbagai kredit program yang dilakukan oleh pemerintah sangat membantu meningkatkan produktivitas usaha masyarakat di pedesaan yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas secara nasional. Kredit program berperan dalam pembangunan pertanian melalui cara: (1) Membantu petani kecil untuk mengatasi permasalahan keterbatasan modal dengan biaya (bunga) yang relatif ringan, (2) Membantu petani dalam pengadaan sarana produksi pertanian sampai ke lokasi dan (3) Petani peserta kredit program mendapat pelayanan dalam hal pembinaan dan penyuluhan pertanian. Peranan kredit dalam pembangunan ekonomi, terutama di pedesaan, bukan saja sebagai pelancar pembangunan tetapi merupakan unsur pemacu adopsi teknologi yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan produksi, nilai tambah,
menciptakan
kesempatan
kerja
dan
meningkatkan
pendapatan
24
masyarakat. Selanjutnya diharapkan pembentukan modal dapat meningkat lebih cepat, dan pada gilirannya memberikan kesempatan lebih besar bagi petani untuk melakukan inovasi-inovasi sederhana guna menghadapi kendala yang mereka hadapi sehari-hari dan meningkatkan peluang diversifikasi sumber pendapatan petani (Mosher, 1966). Pendapatan itu didukung oleh Hayami dan V.W. Ruttan (1985) yang mengemukkan peranan kredit bagi pembangunan pertanian pedesaan yaitu : (1) Bahwa kredit program membantu petani kecil untuk mengatasi keterbatasan modal melalui biaya (bunga) yang relatife ringan, (2) Mengurangi ketergantungan petani pada pedagang perantara dan sekaligus penyempurnaan pasar, (3) Sebagai suatu lembaga yang mendorong penggunaan input modern oleh petani, (4) Sebagai mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat desa sehingga mendorong pemerataan dan (5) Sebagai insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi usahatani. Mosher (1966) menekankan bahwa untuk meningkatkan produksi petani dan membentuk struktur pedesaaan progresif, perlu tersedia fasilitas-fasilitas kredit yang efesien sehingga kredit tersedia serta mudah didapatkan (tetapi tidak berarti murah atau tingkat bunga rendah atau dengan subsidi pemerintah) oleh petani yang mampu mengelola dengan baik dan dapat mengembalikan tepat waktu. Lebih penting lagi adalah ketersediaan tepat waktu dari alat-alat dan input lain yang lebih produktif bagi petani yang membelinya dengan menggunakan dana kredit. Peranan kredit dalam pembagunan ekonomi, terutama di pedesaan bukan saja sebagai pelancar pembangunan (Mosher, 1966) tetapi kadang-kadang
25
merupakan unsur pemacu adopsi teknologi yang pada akhirnya diharapkan mampu peningkatan produksi, nilai tambah, dan pendapatan masyarakat. Sebagai ilustrasi misalnya kredit untuk sektor pertanian (seperti Bimas, KUT, Kredit TRI, kredit Interfikasi Tambak dan sebagainya) tidak hanya membantu petani dalam mengatasi modal tetapi juga sebagai alat yang efektif untuk pemacu adopsi teknologi. Bahkan dapat juga berfungsi efektif sebagai perangkat introduksi (Syukur, M. Dkk., 1990). Contohnya yaitu kredit Bimas yang ditujukan untuk menunjang peningkatan produksi dengan kredit berupa paket sarana produksi pertanian (saprodi).
3.1.2. Analisis Usahatani Usahatani adalah setiap organisasi yang tersusun dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Pada dasarnya setiap usahatani memiliki empat unsur pokok yang terdiri dari unsur lahan yang diwakili oleh alam, ada unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, ada unsur modal yang beraneka ragam jenisnya dan ada unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seorang yang disebut petani. Keempat unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan dalam usahatani karena sama pentingnya (Soeharjo dan Patong, 1973). Tujuan dari setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda tergantung lingkungan dan kemampuan pengelolaannya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), apabila motif usahatani ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian disebut usahatani pencukupan kebutuhan keluarga (subsisten). Bila motif
26
usahataninya didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial. Pada dasarnya dalam menyelenggarakan usahatani setiap petani berusaha agar hasil panennya berlimpah dengan harapan mendapatkan keuntungan yang besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi hal itu sering tidak tercapai karena beberapa hal, antara lain yaitu karena alokasi sumberdaya yang kurang tepat. Usahatani yang baik adalah usahatani yang bersifat produktif dan efiesien yaitu mempunyai produktivitas yang tinggi dan bersifat kontinyu. Keberhasilan dalam mengelola usahatani dapat diukur melalui besarnya pendapatan yang diterima dari usahataninya. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahataninya dan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahataninya (Soeharjo dan Patong, 1973). Pendapatan usahatani dapat diukur berdasarkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai usahatani (farm net cash flow) dihitung dari selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. Pendapatan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani sedangkan pengeluaran tunai (farm payment) didefinisikan sebagai jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang keperluan usahatani demikian pula pengeluaran tunai usahatani mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani yang tidak mencakup benda, jadi nilai produk
27
usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayarkan dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani (Soekartawi, 1986). Biaya tunai meliputi biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, dan biaya variabel, misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obatobatan, dan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat dan bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga. Pendapatan total usahatani (total farm income) merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Penerimaan total usahatani (total farm revenue) adalah penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaaan untuk konsumsi keluarga. Pengeluaran atau biaya total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga. Pengeluaran ini dapat dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan tidak tetap. Pengeluaran tetap adalah pengeluaran usahatani yang tidak tergantung pada besarnya produksi misalnya pajak bumi dan bangunan, penyusutan bangunan dan lain-lain. Pengeluaran tidak tetap adalah pengeluaran yang digunakan untuk tanaman yang jumlahnya berubah sebanding dengan produksi tanaman tersebut, misalnya bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Analisis pendapatan mempunyai dua tujuan yaitu, menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan dapat memberikan
28
bantuan untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu kegiatan. Untuk menganalisis keberhasilan suatu usahatani dapat digunakan beberapa pengujian yaitu, analisis biaya per satuan hasil, analisis imbangan penerimaan dan biaya serta analisis pendapatan atau keuntungan cabang usaha (Tjakrawilaksana, 1983). Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur analisis efesiensinya. Salah satu ukuran efesiensi adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio). Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu cabang usahatani dengan cabang usahatani lain berdasarkan perhitungan finansial. Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan cabang usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Analisis Imbangan Benefit dan biaya (B/C Ratio) menggambarkan rasio dari keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani terhadap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani tersebut. Dalam analisis B/C rasio akan diuji seberapa besar keuntungan atau manfaat yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani. Usahatani dikatakan layak atau berhasil jika usahatani tersebut dapat menutup pengeluaran-pengeluarannya, dapat memberikan balas jasa yang sesuai (berdasarkan prinsip biaya yang dikorbankan atau opportunity cost) kepada sumberdaya usahatani yang dipakai, beroperasi secara berkesinambungan dan dapat meningkatkan atau mengembangkan usaha dari waktu ke waktu (Soeharjo dan Patong, 1973).
29
3.1.3. Evaluasi Program KKPA Evaluasi pelaksanaan program KKPA dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan kesepakatan yang dibuat, serta bagaimana langkah penerapan pola kemitraan yang dilakukan pada program KKPA tersebut. Selain itu keberhasilan program KKPA juga akan memberikan dampak berupa manfaat yang optimal bagi kedua belah pihak. Untuk itu dalam evaluasi program ini juga perlu diketahui dampak kemitraan. Dalam menentukan pola kemitraan usaha agribisnis yang akan diterapkan, ditempuh beberapa langkah. Pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan masing-masing pihak yang bermitra. Suatu keputusan untuk melakukan kemitraan lebih dahulu didasari oleh pertimbangan adanya kebutuhan untuk meningkatkan kinerja usaha. Kebutuhan itu muncul dari motivasi untuk menghilangkan kelemahan dan ancaman yang menghambat serta memanfaatkan peluang yang ada bagi pengembangan usaha. Langkah berikutnya adalah langkah persiapan dan perencanaan, yang meliputi tahap perumusan tujuan, pencarian mitra yang sesuai, penentuan prinsip kemitraan, penyusunan rencana pelaksanaan dan penandatanganan kontrak kemitraan. Setelah semua perencanaan telah disepakati, baru dapat dilaksanakan kemitraan sesuai perencanaan yang disusun. Selanjutnya setiap periode tertentu secara berkala, terutama pada akhir masa perjanjian, pihak-pihak yang bermitra melakukan evaluasi untuk menentukan apakan kemitraan perlu dilanjutkan atau tidak. Jika kemitraan dilanjutkan dengan berbagai perbaikan, maka tahap persiapan akan dapat diulang lagi yang dimulai dengan proses penentuan prinsipprinsip kemitraan. Jika kemitraan dihentikan dan salah satu pihak masih ingin
30
mengembangkan kemitraan, maka dimulai lagi dengan proses pencarian mitra yang sesuai (Saputro, et.al, 1995). Evaluasi pelaksanaan kemitraan sangat diperlukan untuk : (1) Menilai tingkat pelaksanaan hak dan kewajiban kedua pihak yang bermitra, (2) Menilai besarnya manfaat yang diperoleh masing-masing, (3) Mengidentifikasi faktorfaktor yang menunjang dan menghambat pelaksanaan kemitraan, serta (4) Mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Kemudian agar kemitraan dapat terus berlanjut dan mencapai tujuannya, setelah evaluasi, dilakukan penyempurnaan dan pengembangan kemitraan lebih lanjut. Untuk itu perlu dirumuskan strategi pengembangan kemitraaan lebih lanjut.
3.2. Kerangka Operasional Produktivitas usahatani kelapa sawit di Indonesia masih terbilang rendah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kendala yang dihadapi petani, seperti kurangnya kemampuan petani dalam hal permodalan, teknologi dan manajemen. Salah satu jalan keluar untuk mengatasi berbagai kendala tersebut adalah dengan menjalin kemitraan antara petani dan perusahaan besar swasta kelapa sawit melaluiprogramKKPA. Dengan lahan dan tenaga kerja yang tersedia, petani dapat menjadi pemasok bagi perusahaan , Sedangkan perusahaan dapat membantu petani dalam hal penyediaan input usahatani, teknik budidaya dan kemampuan manajerial. Dengan demikian, kedua belah pihak dapat sama-sama diuntungkan dengan adanya kemitraan dengan pola KKPA.
31
Dampak kemitraan dengan pola KKPA yang dilaksanakan oleh PT. SKIP dapat dilihat dari adanya peningkatan pendapatan pada petani peserta KKPA. Peningkatan pendapatan petani peserta KKPA dapat diketahui dengan membandingkan pendapatan petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA. Untuk membandingkan pendapatan petani peserta KKPA dengan petani non peserta KKPA, digunakan analisis pendapatan usahatani. Penelitian ini akan dilihat perbandingan analisis pendapatan usahatani kelapa sawit antara petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA, untuk melihat ada tidaknya dampak dari pola KKPA sebagai alat evaluasi alternatif pengembangan pendapatan petani peserta KKPA. Alternatif pengembangan pendapatan petani peserta KKPA ini diakhiri dengan mencoba untuk menentukan apakah pola KKPA yang ada perlu pengembangan atau tidak. Penentuan pengembangan pola KKPA didasarkan pada evalusi pola KKPA berupa pelaksanaan kewajiban dan hak pihak-pihak yang bermitra, analisis usahatani dan identifikasi faktor potensi dan kendala dalam pola KKPA serta faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pola KKPA. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
32
Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
INPUT - Pupuk - Obat-obatan - Lahan - Tenaga Kerja
MODAL
Program KKPA
Analisis Dampak Pelaksanaan Program KKPA terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma : - Pendapatan Usahatani - Imbangan Penerimaan dan Biaya Usahatani
Petani Non Peserta KKPA
Evaluasi Program Permodalan KKPA
Petani Peserta KKPA
Perbandingan Pendapatan Usahatani Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Alternatif Pengembangan Program KKPA Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Sinar Kencana Inti Perkasa, Kecamatan Kelumpang Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja di Kabupaten Kotabaru dengan alasan daerah tersebut merupakan sentra pengembangan perkebunan kelapa sawit dan pemasok terbesar produksi kelapa sawit di Kalimantan Selatan sampai saat ini yaitu sebesar 70 persen per bulan (3.284 Ton/bulan). Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2005.
4.2. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel petani dilakukan secara acak sederhana dari populasi yang berada di Kecamatan Kelumpang Selatan, karena di Kecamatan tersebut merupakan sentra perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan rumus Slovin dapat ditentukan jumlah responden sebanyak 70 orang. Petani yang menjadi responden terdiri dari petani plasma peserta KKPA 40 orang dan petani peserta non KKPA 30 orang, dimana kelapa sawit sudah menghasilkan, yaitu umur tanaman antara enam (TM 3) sampai delapan tahun (TM 5).
4.3. Sumber dan Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam kegiatan penelitian ini dibedakan atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan perusahaan inti dan koperasi serta petani peserta KKPA maupun petani
34
peserta non KKPA contoh menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan. Data ini mencakup produksi tanaman kelapa sawit, pengunaan input/faktor produksi, harga yang diterima petani, pemasaran produk dan pembinaan petani, serta pengamatan langsung di lapangan. Data yang diambil dari petani contoh terdiri dari data petani yang menjadi peserta KKPA dan data petani peserta non KKPA. Kedua jenis data tersebut kemudian akan diperbandingkan untuk melihat dampak pelaksanaan KKPA terhadap pendapatan petani. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait baik di tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi dan koperasi serta PT. Sinar Kencana Inti Perkasa.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif maupun kuantitatif. Data kuantitatif yang telah diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung, dianalisis secara deskriptif sesuai dengan landasan teori yang terkait, ditunjang dengan data kuantitatif dalam bentuk daftar atau tabel-tabel. Tujuan pertama dalam penelitian ini, akan dianalisis secara deskriptif dengan didukung oleh data-data kuantitatif. Analisis tujuan kedua, digunakan analisis biaya dan pendapatan usahatani, selanjutnya dilakukan analisis perbandingan antara petani peserta KKPA dan petani peserta non KPPA untuk melihat dampak pelaksanaan pola KKPA. Dan untuk menganalisis tujuan ketiga, dilakukan berdasarkan analisis pertama dan kedua serta ditambah dengan identifikasi faktor-faktor yang menghambat dan menunjang pola KKPA.
35
4.4.1. Analisis Pelaksanaan Program KKPA Analisis pelaksanaan program KKPA dilakukan untuk menjawab tujuan pertama penelitian. Analisis ini membutuhkan data kualitatif yang berhubungan dengan pelaksanaan pola KKPA. Data kualitatif yang dibutuhkan adalah data mengenai tingkat pelaksanaan pola KKPA yang telah dilakukan baik dari segi kelembagaan maupun peraturan yang telah disepakati bersama.
4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani kelapa sawit dilakukan untuk menjawab tujuan
kedua.
Peningkatan
pendapatan
dapat
diketahui
dengan
cara
membandingkan tingkat pendapatan usahatani, R/C rasio dan biaya persatuan hasil petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA. a. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit
PT BT n Y .Py X i .Pxi BTe i 1
= Pendapatan atau keuntungan usahatani kelapa sawit (Rp)
PT
= Penerimaan total usahatani kelapa sawit (Rp)
BT
= Biaya total usahatani kelapa sawit (Rp)
Y
= Kuantitas kelapa sawit (kg)
Py
= Harga kelapa sawit (Rp/kg)
Xi
=
Kuantitas input usahatani kelapa sawit ke-I, meliputi: pupuk (kg), tenaga kerja (HOK) dan lain sebagainya
Pxi
= Harga input usahatani kelapa sawit ke-I (Rp), meliputi: pupuk (kg), tenaga kerja (HOK) dan lain sebagainya
Bte
= Biaya tetap usahatani kelapa sawit (Rp), meliputi: pajak,sewa lahan, bunga kredit dan penyusutan alat-alat pertanian
36
Efesiensi usahatani kelapa sawit dapat diketahui dari perbandingan antara total
penerimaan
dengan
total
biaya
pada
masing-masing
usahatani
(Tjakrawiralaksana, 1973), yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) =
PT BT
Py .Y n Pxi X i BTT i 1
R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya angka rasio tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani mengutungkan atau tidak. Usahatani dikatakan menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih besar dari satu yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani akan memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usahatani dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Hal ini berarti pula setiap satu rupiah biaya dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah.
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Gambaran Daerah Penelitian 5.1.1 Wilayah dan Topografi Areal Perkebunan Kecamatan Kelumpang Selatan merupakan salah satu Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Kota Baru, letak Kecamatan Kelumpang Selatan berada sekitar 120 km dari kota Kabupaten. Perkebunan ini secara astronomi terletak antara 3º 30, lintang selatan sampai 3º 45´ lintang selatan dan 115º 26´ Bujur Timur sampai 115º 50´ Bujur Timur. Mengenai batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : a. Sebelah utara
: Kecamatan Sungai Kupang
b. Sebelah selatan
: Kecamatan Batulicin
c. Sebelah barat
: Desa Pelajau Baru
d. Sebelah timur
: Desa Mandala
Keadaan topografi Kecamatan Kelumpang Selatan pada umumnya datar sampai berombak (kemiringan 0 - 8 %) dan berombak sampai bergelombang (kemiringan
8 – 15 %) dengan ketinggian tempat 50 – 100 meter di atas
permukaan laut (mdpl).
5.1.2 Keadaan Iklim dan Tanah Curah hujan rata-rata dari sepuluh tahun terakhir adalah 2.691 mm dan rata-rata hari hujan 145 hari. Keadaan tanah di Kecamatan Kelumpang Selatan termasuk beragam mulai dari tanah Podsolik merah kuning, tanah alluvial, dan sebagian kecil tanah latosol dan regosol. Sifat tanah pada umumnya merupakan
38
endapan liat, mengandung bahan organik (gambut), solum relatif dalam, tekstur halus sampai sedang, dengan tingkat kemasaman (pH) tanah berkisar 4-5. Jenis tanah tersebut meruapakan tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang rendah, sehingga kegiatan pemupukan perlu mendapatkan perhatian khusus.
5.1.3 Keadaan Tanaman Tanaman kelapa sawit yang diusahakan oleh petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA dari persilangan Dura dan Pisifera (Tenera) yang diproduksi oleh pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Socfindo dan Guthrie. Jarak tanam yang digunakan petani peserta KKPA adalah 9,2 m x 9,2 m x 9,2 m (segi tiga sama sisi) dengan populasi tanaman efektif 136 pokok/ha, sedangkan petani peserta non KKPA adalah 9,2 m x 9,2 m x 9,2 m (segi tiga sama sisi) dengan populasi tanaman efektif 132 pokok/ha. Secara keseluruhan luas areal total petani peserta KKPA yaitu 2.100 ha dan petani peserta non KKPA yaitu 300 ha, dengan rata-rata kepemilikan lahan untuk petani peserta KKPA 1,75 ha/paketnya sedangkan untuk petani peserta non KKPA 1 ha. Produksi tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh kedua kelompok petani tiap bulanya tidak tetap (fluktuasi). Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor iklim (curah hujan) dan faktor pemeliharaannya.
5.2. Gambaran Umum Perusahaan 5.2.1. Lokasi Perusahaan PT. Sinar Kencana Inti Perkasa kantor dan pusat produksi di Kabupaten Kotabaru, Kalimatan Selatan. Kantor PT. SKIP di Kecamatan Kelumpang Selatan sedangkan kantor produksi di Kecamatan Sungai Kupang.
39
5.2.2. Sejarah Umum Perusahaan PT. SKIP adalah perusahaan perkebunan yang bergerak dibidang pengelolaan kelapa sawit yang berdiri pada tahun 1989. PT SKIP adalah anak perusahaan dari PT Sinar Mas Indonesia yang berada di daerah Kalimantan Selatan, Kabupaten Kotabaru dan merupakan salah satu pemasok bahan baku minyak goreng yang diproduksi oleh PT Sinar Mas Indonesia. PT SKIP mempunyai luas areal perkebunan kelapa sawit sendiri ± 789 Ha yang terletak di Kecamatan Kelumpang Selatan. Selain memliki areal perkebunan kelapa sawit, PT SKIP juga mempunyai PKS untuk mendukung kegiatan produksi TBS yang diterima baik dari areal perkebunan sendiri maupun dari petani peserta plasma.
5.2.3. Tenaga Kerja Tenaga Kerja yang ada di PT SKIP terdiri dari berbagai jenjang pendidikan. Memang tidak harus seluruhnya memiliki latar belakang disiplin ilmu dibidang pertanian atau perkebunan, tetapi pengalaman yang dimiliki dan kemauan kerja yang keras dan disiplin. Kegiatan produksi tidak mungkin terlaksana tanpa adanya dukungan tenaga kerja yang memadai. Tenaga kerja yang berkerja di PT SKIP dibagi menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja kontrak. Karyawan diwajibkan bekerja selama delapan jam per hari atau 45 jam selama enam hari, dari hari senin sampai dengan hari sabtu mulai pukul 07.00 sampai 15.00 WITA dengan waktu istirahat selama satu jam.
40
Pendidikan karyawan PT SKIP bervariasi sekolah menengah pertama sampai sarjana. Karateristik karyawan PT SKIP berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Klasifikasi Karyawan PT SKIP Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan, Tahun 2005 Pendidikan Sarjana Diploma SLTA SLTP Total
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 3 4 5 3 6 18 3
Total
Persentase 3 4 8 6 21
9,68 12,90 58,07 19,35 100
Dalam menjalankan kegiatan di kebun PT SKIP memperkerjakan 612 orang yang terdiri dari karyawan staf 21 orang dan karyawan non staf sebanyak 591 orang. Jumlah dan posisi tenaga kerja PT SKIP dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah karyawan dan Posisi Tenaga Kerja PT SKIP, Tahun 2005 No 1
2
Bagian Karyawan Staf Unit Head Asisetan Kepala Asisten Divisi Mandor Kerani Divisi Jumlah Karyawan Non Staf SKU Bulanan Kantor SKU Bulanan Traksi SKU Bulanan Divisi SKU Harian Jumlah
Jumlah (orang) 1 1 4 6 9 21 30 28 40 503 591
Sistem pengupahan karyawan bergantung pada status dan golongan, karyawan tetap memperoleh upah menurut golongannya masing-masing. Selain mendapat gaji pokok dan premi (bagi yang mendapat premi), juga mendapat tunjangan fasilitas seperti rumah,listrik, air bersih, sarana ibadah dan pendidikan, poliklinik dan sarana olahraga.
41
Karyawan harian memperoleh upah sesuai dengan ketentuan perusahaan berdasarkan upah minimum provinsi (UMP) yang berlaku di masyarakat yakni Rp. 17.700,-. Sedangkan karyawan lepas dan kontraktor digaji pada awal bulan (saat gajian besar). Jumlah yang diterima tergantung dari prestasi kerja (output) mereka dilapangan. Pembagian upah dilaksanakan dua kali dalam sebulan, gaji pokok diberikan pada awal bulan yakni sekitar tanggal satu setiap bulannya atau sering disebut dengan gajian besar. Sedangkan gajian kedua berupa pemberian premi gaji atau sering disebut gajian kecil yang diberikan pada pertengahan bulan sekitar tanggal 15. Bagi karyawan yang tidak mendapat premi diberikan pinjaman sebesar Rp. 75.000,- dengan asumsi pada saat gajian besar dilakukan pemotongan. Bagi pekerja borongan pemberian gaji diberikan berdasarkan jenis pekerjaan dan prestasi yang telah dicapai.
5.2.4. Struktur Organisasi PT SKIP merupakan perusahaan yang berdiri dibawah bendera PT Sinar Mas. Dalam pelaksanaan tanggung jawab perusahaan maka pimpinan memerlukan pemakaian sistem organisasi didalam perusahaan sehingga segala sesuatu yang menyangkut kepentingan perusahaan dapat berjalan dengan efesien, efektif dan ekonomis. PT SKIP dipimpin oleh seorang Unit Head yang diangkat oleh keputusan dewan direksi. Unit Head adalah pimpinan tertinggi di kebun yang bertanggung jawab kepada direksi atas semua kegiatan di tiap unit kerja kebun. Dalam menjalankan tugasnya, Unit Head dibantu oleh asisten kepala untuk dikantor besar. Dalam menjalankan tugasnya, asisten kepala dibantu oleh empat orang
42
asisten
divisi.
Sedangkan
asisten
divisi
dibantu
oleh
mandor-mandor.
Mandor-mandor membawahi beberapa mandor yang terdiri dari mandor potong buah, mandor perawatan, dan mandor transportasi. Setiap Mandor memliki anggota pekerja sebagai pelaksana pengeloalaan kebun mulai dari perawatan hingga potong buah. Sturuktur organisasi PT SKIP dapat dilihat pada Lampiran 2.
5.3. Gambaran Umum Koperasi Unit Desa 5.3.1. Lokasi KUD Kantor KUD Gajah Mada terletak di Kecamatan Kelumpang Selatan, Desa Telagasari, Kabupaten Kotabaru, Kalimatan Selatan.
5.3.2 Sejarah Umum KUD KUD adalah lembaga ekonomi desa diwilayah plasma yang merupakan wadah
petani
peserta/kelompok
tani
plasma
yang
berfungsi
mengkoordinir/memonitor pemeliharaan, perawatan, panen, transportasi dan penjualan hasil produksi petani peserta di Kecamatan Kelumpang Selatan kepada perusahaan. KUD Gajah Mada berdiri pada tahun 1994 yang diresmikan oleh pejabat setempat. Kegiatan usaha KUD Gajah Mada dari awal berdirinya sampai dengan sekarang hanya meliputi kegiatan perkebunan kelapa sawit. Penghargaan dan prestasi yang telah diraih KUD Gajah Mada seperti : 1. Tahun 2001 ditetapkan sebagai koperasi berprestasi terbaik III tingkat Kabupaten Kotabaru 2. Tahun 2001 ditetapkan sebagai koperasi berprestasi tingkat Kalimantan Selatan 3. Tahun 2004 ditetapkan sebagai koperasi berprestasi tingkat Kalimantan Selatan
43
4. Tahun 2004 terpilih sebagai koperasi berklasifikasi sangat baik tingkat Kabupaten Kotabaru. Bidang usaha KUD Gajah Mada selain unit usaha KKPA, antara lain : 1. Unit usaha simpan pinjam 2. Unit jasa umum 3. Unit usaha hortikultura 4. Unit usaha transportasi 5. Unit usaha pertambangan
5.3.3 Tenaga Kerja KUD Gajah Mada sebagaimana halnya dengan KUD lainnya memiliki tenaga kerja yang beragam keahlianya begitu juga dengan pendidikan, sosial budaya, agama serta berbeda produktivitasnya. Jumlah karyawan KUD Gajah Mada sampai saat ini berjumlah 18 orang dan secara keseluruhan berstatus karyawan tetap yang mempunyai jabatan dan tanggung jawab di masing-masing bagiannya. Karyawan diwajibkan bekerja selama delapan jam per hari atau 45 jam selama enam hari, dari hari senin sampai dengan hari sabtu mulai pukul 07.00 sampai 14.00 WITA dengan waktu istirahat selama satu jam. Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan dapat diperoleh karateristik karyawan KUD Gajah Mada berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8.
44
Tabel 8. Klasifikasi Karyawan KUD Gajah Mada Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan, Tahun 2005 Pendidikan Sarjana Diploma SLTA SLTP Total
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 1 1 2 1 6 2 5 14 4
Total
Persentase 2 3 8 5 18
11,11 16,67 44,44 27,78 100
Dalam menjalankan kegiatan di KUD Gajah Mada meperkerjakan 18 orang yang terdiri dari karyawan tetap. Jumlah dan posisi tenaga kerja PT SKIP dapat dilihat pada Tabe 9. Tabel 9. Jumlah Karyawan dan Posisi Tenaga Kerja PT SKIP, Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Bagian Manager Mgr USP Pembukuan KUD Kasir Adm. Jasa dan umum Adm. Transportasi Driver Keamanan Pamel Pengawas Garading Jumlah
Jumlah (orang) 1 1 1 1 1 3 3 1 6 18
Sebagai bagian dari hubungan yang harmonis, pembinaan SDM juga mencakup aspek kesejahteraan pengurus. Dalam hal ini KUD memberikan berbagai tunjangan pendapatan serta menyediakan sejumlah fasilitas seperti tunjangan kesehatan dan alat transportasi dan pengangkatan karyawan dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tenaga kerja telah diatur oleh peraturan-peraturan KUD.
5.3.4 Struktur Organisasi Tatanan struktur organisasi KUD Gajah Mada berdasarkan pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-udang perkoperasian nomor 25 tahun 1992
45
yang menyebutkan bahwa perlengkapan oerganisasi terdiri dari Rapat Anggota sebagai kekuasan tertinggi, Pengurus yang menjalankan kegiatan usaha dan pengawas yang bertugas dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Sturuktur organisasi KUD Gajah Mada menggambarkan isi dan luas organisasi, pembagian tugas, wewenang, hubungan kerja dan tanggung jawab masing-masing perangkat organisasi. Dengan adanya struktur organisasi ini diharapkan kegiatan KUD terlaksana dengan lancar. Struktur organisasi KUD Gajah Mada hingga tahun 2005 dapat dilihat pada Lampiran 3. Dimana Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasan tertinggi dalam KUD yang bertugas menetapkan dan mengesahkan anggaran dasar, kebijakan umum bidang organisasi, manajemen usaha, pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas, rencana kerja serta mengesahkan laporan keuangan. Susunan pengurus terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara, badan pengawas dan pemeriksaan serta badan pengawas. Pada susunan struktur organisasi KUD Gajah Mada, di tiap-tiap bagian mempunyai tugas dan pembagian pekerjaan masing-masing yang saling berkesesuaian dan berhubungan satu sama lainnya.
5.4 Sejarah Kemitraan PT. SKIP dengan KUD Gajah Mada Melalui Program KKPA Pada sekitar tahun 1989 kebun Kelapa Sawit telah dibangun di sekitar masyarakat anggota KUD oleh PT. SKIP dan PT IGM, dimana kehadiran perusahaan perkebunan tersebut sedikit banyak membawa dampak yang menguntungkan terutama jadi terbentuknya akses-akses jalan kebun yang secara langsung maupun tidak langsung juga dapat membantu masyarakat di dalam
46
melaksanakan aktifitas ekonominya, selain itu juga mampu menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar. Gagasan yang berkembang dalam masyarakat desa Telagasari untuk mengusahakan lahan-lahan tidur milik pemerintah untuk dibangun kebun kelapa sawit sebagai kebun plasma. Namun pada saat itu keterbatasan informasi dan wawasan masyarakat masih sangat minim mengenai plasma. Atas saran dari Pemerintah Daerah dan berbagai pihak lain yang berkompeten, maka masyarakat dan KUD memohon kepada Inti (PT. SKIP) untuk memberikan sosialisasi ataupun penyuluhan mengenai Plasma. Akhirnya pada pertengahan tahun 1994 pihak Inti bersedia memberikan penyuluhan-penyuluhan dan KUD mulai menyusun program-program yang berkenaan dengan KKPA.
KUD Gajah Mada dan
PT. SKIP mulai mengajukan permohonan perijinan kepada pemerintah Daerah tingkat I dan II. Kemudian membuat proposal permohonan pengajuan kredit untuk pembiayaan pembangunan kebun kelapa sawit tersebut dalam bentuk Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA), kepada Bank Indonesia dimana pada waktu itu bank pelaksana yang mengajukan adalah Bank Internasional Indonesia (BII). Setelah dilakukan berbagai macam survei serta uji kelayakan baik dari pihak inti maupun bank dan tinjauan dari pemerintah, maka permohonan perijinan disetujui dengan dikeluarkannya rekomendasi dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan nomor 590/01416/pem tanggal 17 Mei 1995 dan Rekomendasi
Bupati
Kepala
Daerah
Tingkat
II
Kotabaru
nomer
590/2317.A/Tapem tanggal 19 Desember 1994 dan Rekomendasi dari Kanwil. Depstran Prop. Kalsel melalui Surat Keterangan No. B.5494/W.17-EKO/1995.
47
Pada tahun 1997 setelah melalui berbagai macam proses akhirnya kredit pembangunan kebun tersebut pun disetujui sehingga pada tanggal 15 Mei 1997 dilakukan penanaman perdana oleh Bpk. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, yang kemudian sejak saat itu dibangun secara terus menerus dan bertahap, yaitu pada tahap I dibangun di 3 desa (Mandala, Telagasari dan Sukamaju) seluas 2100 Ha dengan dilanjutkan pembangunan kebun Tahap II di 10 Desa (Sei Kupang/Cantung, Sidomulyo, Pelajau Baru, Sei Kupang Jaya, Pulau Panci, Sangking Baru, Sungai Nipah, Pantai Baru, Bumi Asih, dan Pembelacanan). 5.5 Mekanisme Kerjasama Antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta Petani Peserta KKPA Kerjasama kemitraan yang terjalin antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta petani peserta KKPA di daerah Kecamatan Telagasari telah berjalan kurang lebih selama delapan tahun, terhitung sejak bulan Mei 1997. Berdasarkan konsep kemitraan yang dijalankan, maka konsep ini dapat digolongkan ke dalam pola Kerjasama Operasional Agribisnis ( KOA ). Pola ini ditandai dengan adanya hubungan saling membutuhkan antara pihak KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta petani peserta KKPA. Pada pola ini, KUD Gajah Mada sebagai penyalur (channeling)
atau
berperan
untuk
mengadministrasikan
penyaluran
dan
pengembalian kredit sedangkan PT SKIP sebagai pembimbing dalam teknis budidaya tanaman kelapa sawit dan menjamin untuk menerima hasil produk pertani peserta KKPA. Sementara itu, petani peserta KKPA menyediakan lahan dan tenaga kerja. Sampai dengan pelaksanaan penelitian ini (bulan Oktober-Desember 2005), kerjasama yang terjadi antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta petani
48
peserta KKPA, petani diwajibkan menjual hasil panennya kepada PT SKIP dan sebaliknya PT SKIP bertanggung jawab menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi sesuai dengan disepakati sebelumnya. Sistem pembayaran pinjaman, dimana hasil panen petani peserta KKPA langsung dipotong oleh KUD Gajah Mada sesuai dengan jumlah pinjaman petani. Sedangkan untuk sistem penentuan harga hasil panen TBS petani peserta KKPA, ditetapkan oleh PT SKIP per setiap panen dan umur tanaman ada kebijakan harga. Selama proses kerjasama masih berlangsung pihak PT SKIP, harus terus memberikan bimbingan teknis kepada petani peserta KKPA.
VI. SISTEM PEMELIHARAAN USAHATANI KELAPA SAWIT PETANI PESERTA KKPA DAN PETANI PESERTA NON KKPA Sistem usahatani kelapa sawit yang dikembangkan di Kecamatan Kelumpang Selatan dimulai sekitar tahun 1989 yang diawali dengan penanaman kelapa sawit di sekitar masyarakat oleh PT. SKIP dan PT. IGM. Dimana kehadiran perusahaan perkebunan tersebut sedikit banyak membawa dampak yang menguntungkan terutama jadi terbentuknya akses-akses jalan kebun yang secara langsung maupun tidak langsung juga dapat membantu masyarakat di dalam melaksanakan aktifitas ekonominya, selain itu juga mampu menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar. Pada pelaksanaanya pengembangan usahatani kelapa sawit di Kecamatan Kelumpang Selatan, terbagi atas dua kelompok petani yaitu kelompok petani peserta KKPA dan kelompok petani peserta non KKPA. Petani peserta KKPA dalam berusahatani kelapa sawit bekerjasama dengan perusahaan inti (PT SKIP), sedangkan petani peserta non KKPA dalam berusahatani mengandalkan biaya sendiri dan bantuan pemerintah daerah. Untuk lebih jelasnya maka perbandingan keragaan sistem pemeliharaan usahatani kelapa sawit antara petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan dapat dijelaskan sebagai berikut :
50
6.1. Proses Pemeliharaan Kelapa Sawit 6.1.1 Pemeliharaan Piringan dan Tempat Penampungan Hasil (TPH) Piringan berfungsi sebagai tempat menyebarkan pupuk dan tempat jatuhnya brondolan. Piringan harus bersih dari gulma 1.5 – 2 m dari pokok tanaman agar sewaktu menyebarkan pupuk jadi efektif dan efesien dan brondolan dapat terlihat dengan mudah dikutip. Selain itu garuk piringan yang dilakukan untuk membunuh gulma disekitar tanaman pokok, gunanya adalah untuk mengurangi persaingan unsur hara. Kegiatan pemeliharaan piringan dilakukan dua minggu sekali dengan menggunakan alat-alat seperti : cangkul dan parang. Perawatan TPH dilakukan secara manual dengan menggunakan alat seperti cangkul, sabit dan arit. TPH harus ber ukuran kurang lebih 4 m x 2 m, satu TPH dibuat satu jalan panen. Namun perbedaannya hanya terletak pada waktu pemeliharaan piringan dan TPH. Untuk usahatani petani peserta KKPA waktu pemeliharaan piringan dan TPH dilakukan dua kali dalam sebulan, sedangkan pada usahatani petani peserta non KKPA pemeliharaan piringan dan TPH dilakukan hanya satu kali dalam sebulan.
6.1.2. Pengendalian Gulma Kegiatan pemberantasan gulma dilakukan agar pertumbuhan gulma dan memperkecil adanya tempat (sarang) hama dan sumber penyakit. Beberapa gulma yang banyak dijumpai di tempat penelitian adalah lalang, putri malu, gulma daun lebar dan gulma rumputan. Pemberantasan tumbuhan penganggu yang dilakukan dengan cara mendongkel tanaman-tanaman yang tumbuh disekitar tanaman kelapa sawit. Alat yang digunakan adalah cados (cangkul dodos) dan parang. Pengendalian gulma menggunakan pengendalian secara manual dan kimia.
51
Pengendalian gulma secara manual yaitu membabat dan mencabut semua gulma yang liar digawangan, pasar pikul, piringan dan yang menjalar di tanaman kelapa sawit. Pelaksanaan pengendalian gulma petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA dilakukan satu kali setahun. Pengendalian gulma pada petani peserta KKPA lebih sering menggunakan pengendalian secara kimia, sedangkan untuk petani peserta non KKPA secara manual. Hal ini dikeranakan petani peserta non KKPA keterbatasan akan biaya yang dikeluarkan seandainya pengendalian secara kimia.
6.1.3. Penunasan Penunasan dilakukan dengan memotong daun yang sudah tua (kering) dan di tinggalkan satu sampai dua pelepah daun dibawah tandan. Penunasan yang berlebihan dapat menurunkan hasil dan mempengaruhi keadaan fisiologis tanaman seperti perubahan sex ratio. Penunasan dilakukan sebelum dan saat panen. Jumlah pelepah yang ideal sesudah penunasan pelepah sebanyak 48 – 56 pelepah. Penunasan rutin dilaksanakan pada waktu panen dilakukan, penunasan dilakukan untuk memudahkan pemotongan buah masak dan sesudah panen. Alat yang digunakan adalah dodos dan egrek. Kegiatan ini dilakukan dengan melihat kondisi tanaman dan umur tanaman yang petani miliki. Penunasan dilakukan secara rutin oleh petani peserta KKPA dengan rotasi dua kali setahun, sedangkan petani peserta non KKPA melakukan penunasan tergantung kondisi tanaman kelapa sawit yang di miliki.
52
6.1.4. Pemupukan Salah satu tindakan pemeliharaan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar tanaman dapat menyerap sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan pemupukan dilaksanakan sebanyak dua kali setahun yaitu semester I (aplikasi pertama) bulan Maret – April dan semester II (aplikasi kedua) bulan September – Oktober. Jenis pupuk yang digunakan petani peserta KKPA pada saat semester I dan II adalah Urea , Sp 36 , MOP , Kieserite, petani peserta non KKPA adalah Urea, TSP, KCL dan NPK.
6.1.5. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit bertujuan untuk mengendalikan tanaman yang terserang hama dan penyakit serta melakukuan pengendalian agar tanaman tidak mati dan dapat tumbuh dengan normal. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan cara kimia dengan penyemprotan insektisida. Jenis hama yang sering menyerang kedua kelompok petani adalah hama pemakan daun. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA selama proses pemeliharaan kelapa sawit dilaksanakan tidak ada satupun serangan hama yang sangat membahayakan tanaman. Hal ini disebabkan oleh diberlakukannya pengendalian hama dan penyakit secara serempak sehingga perkembangan hama dan penyakit dapat ditekan dibawah ambang batas ekonomi. Pada pengendalian hama dan penyakit ini petani peserta KKPA tidak terlalu banyak menggunakan pestisida. Hal ini karena pengendalian hama dan
53
penyakit dilakukan secara terus menerus. Sedangkan pada petani peserta non KKPA pengendalian hama dan penyakitnya dilakukan hanya apabila ada tanaman yang terlihat terserang hama dan penyakit. Adapun alasan petani peserta non KKPA tetap melakukan pengendalian dengan cara tersebut dikarenakan faktor biaya.
6.1.6. Pemanenan Pemanenan adalah salah satu kegiatan penting dalam rangkaian budidaya tanaman kelapa sawit. Oleh karena itu, dalam teknis pelaksanaannya perlu memperhatikan persiapan panen, hancak dan rotasi panen, kapasitas, kualitas panen dan angkutan panen. Persiapan panen yang dilakukan sebelum panen adalah menentukan kebutuhan tenaga kerja, perawatan jalan, pembuatan pasar rintis, pembuatan pasar tengah, TPH, dan persiapan titi panen. Alat-alat dan kegunaanya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Alat-alat Potong Buah dan Kegunaanya untuk TM 3 - 5 No 1 2 3 4 5
Nama Alat Dodos Besar Karung goni Angkong Gancu Bambu egrek dan asahan
Penggunaanya Potong buah Tempat brondolan Angkut TBS dan brondolan Bongkar/muat TBS Gagang dan pengasah pisau egrek
Cara pemanenan yang biasanya dilakukan oleh petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA pada dasarnya masih menggunakan teknologi yang sederhana dalam melakukan pemanenannya, yaitu dengan menggunakan dodos. Adapun proses kegiatannya pada tahap awal, kelapa sawit ditarik dengan dodos, kemudian kelapa sawit dikumpulkan ke TPH untuk mempermudah dalam melakukan kegiatan pengangkutan. Sisa-sisa kelapa sawit atau yang sering disebut
54
brondolan dikutip dan dikumpulkan di atas karung goni dan dibawa ke TPH. Setelah hasil panen terkumpul semua barulah TBS diangkut dengan menggunakan truk ke pabrik dan siap diolah.
6.2 Penggunaan Input 6.2.1. Pupuk Kimia Pada usahatani kelapa sawit petani peserta KKPA, rata-rata pupuk kimia yang digunakan oleh petani adalah Urea , Sp 36 , MOP , Kieserite . Namun ada juga beberapa orang petani yang menggunakan pupuk dari hasil tandan kosong kelapa sawit. Alasan petani yang menggunakan pupuk dari hasil tandan kosong kelapa sawit adalah agar mengurangi limbah kelapa sawit. Adapun alasan petani menggunakan pupuk kimia adalah karena pupuk kimia mampu merangsang pertumbuhan tanaman kelapa sawit lebih cepat dan produksi yang tinggi. Pupuk kimia yang dibutuhkan untuk usahatani kelapa sawit ini adalah sebanyak 504 Kg/ha/tahun. Harga pupuk kimia per kilogram dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Daftar Harga Pupuk Kimia, Tahun 2005 No 1 2 3 4
Nama Pupuk Kimia Urea Sp 36 MOP Kieserite
Harga per kg (Rp) 1.900 2.100 2.600 1.200
6.2.2. Pestisida dan Herbisida Pada usahatani kelapa sawit, petani dalam melakukan pengendalian hama dan penyakitnya menggunakan pestisida. Hal ini dikarenakan untuk mencegah hama dan penyakit menyerang tanaman kelapa sawit. Pada usahatani kelapa sawit petani dalam melakukan pengendalian hama dan penyakitnya menggunakan
55
pestisida. Adapun jenis pestisida yang digunakan, yaitu Insektisida , 24 D-Amine dan Rondentisida. Untuk mengantisipasi serangan hama dan penyakit tersebut biasanya petani menyemprotkan pestisida dalam jumlah yang besar, yaitu 1,5 liter/ha. Herbisida yang digunakan petani di Kecamatan Kelumpang Selatan adalah Round up dan Tosdon. Penggunaan herbisida untuk tanaman kelapa sawit yang digunakan oleh petani rata-rata 20 kg/ha/tahun.
6.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki pengaruh besar terhadap biaya usahatani. Oleh karena itu dalam penggunaannya petani harus diperhitungkan. Untuk proses perhitungannya digunakan satuan HK ( Hari Kerja ) yang didasarkan kepada jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh petani Kecamatan Kelumpang Selatan melakukan proses pemeliharaan, yaitu dari pukul 07.00 – 12.00 WITA. Adapun perbandingan HK yang digunakan oleh petani Kecamatan Kelumpang Selatan adalah sebagai berikut : 1 HK untuk pria sama dengan 1 HKP ( Hari Kerja Pria ), sedangkan 1 HK untuk wanita sama dengan 0.8 HKP. Perbandingan ini didasarkan atas upah yang diterima.
VII. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KKPA
Alokasi dana untuk pelaksanaan program KKPA tahun anggaran 1997 sebesar Rp ±18 Milyar berasal dari dana Bank Indonesia. Dana tersebut dialokasikan ke Kecamatan Kelumpang Selatan dengan distribusi dana sebesar 100 persen untuk Kecamatan Kelumpang Selatan. Dana yang dialokasikan untuk Kecamatan Kelumpang Selatan antara lain digunakan untuk sosialisasi, administrasi dan pembukaan areal perkebunan kelapa sawit. Indikator keberhasilan program KKPA seperti tercantum dalam pedoman umum program KKPA adalah harus adanya koperasi dan inti. Koperasi (plasma) sebagai simbol ekonomi kerakyataan dan inti sebagai simbol kekuatan ekonomi dengan modal skala besar, dimana dua kekuatan yang berbeda bergabung (bermitra) menjadi sebuah kekuatan ekonomi dalam mencapai kesejahteraan bersama. Lembaga ekonomi (koperasi) dan untuk kepentingan administratif disebut juga lembaga ekonomi pengembangan desa terbentuk sejak kecamatan Kelumpang Selatan mendapat dana bantuan pertama kali yaitu pada tahun 1997.
7.1 Proses Pelaksanaan Program KKPA Pelaksanaan program KKPA diawali dengan ditetapkannya Kecamatan Kelumpang Selatan sebagai Kecamatan sasaran. Selanjutnya Dinas Depstran dan Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan sebagai penanggung jawab operasional KKPA dengan dibantu oleh Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Kotabaru serta melalui koordinasi dengan BAPPEDA dan instansi terkait lainnya
57
menetapkan Kecamatan Kelumpang Selatan sebagai lokasi Kecamatan tempat pelaksanaan program KKPA. Dalam penetapan lokasi kecamatan tersebut terdapat ketidaksesuain antara pelaksanaan di Kecamatan Kelumpang Selatan dengan ketetapan yang terdapat pada Pedoman Umum KKPA. Seharusnya koperasi Gajah Mada sudah menjadi badan hukum, hal tersebut merupakan suatu masalah karena pelaksanaan program KKPA. Sedangkan pada tahun 1994 koperasi belum menjadi badan hukum sehingga pemerintah daerah tingkat II mempunyai wewenang untuk membuat kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi. Penetapan tiga desa sebagai lokasi program KKPA didasarkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar desa dan transmigran serta lahan yang cukup untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Tingkat I dan Tingkat II serta Bank Indonesia adalah mengolaksikan dana sebesar Rp. ±18 Milyar untuk pembangunan areal perkebunan kelapa sawit. Mekanisme pencairan dana KKPA mengikuti produser yang berlaku Penyaluran dan langsung ke Lembaga Ekonomi Kerakyatan (Koperasi) untuk disalurkan
pembagunan
areal
perkebunan
kelapa
sawit
dan
saprodi.
Alur kemitraan antara KUD Gajah Mada dan inti PT SKIP ditunjukan Lampiran 4. KUD Gajah Mada merupakan kelembagaan non-pemerintahan yang pembentukanya
difasilitasi
oleh
Pemerintah
Daerah
Tingkat
II.
Pengurus-pengurus KUD Gajah Mada dari tenaga profesional merupakan wakil kelompok masyarakat desa setempat. Para pengurus tersebut mengikuti
58
pembinaan dan pelatihan selama yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Kota Baru. Selanjutnya dalam melakasanakan tugasnya, pengurus KUD didampingi oleh instansi-instansi terkait baik Kabupaten dan Kecamatan.
Secara
khusus,
koperasi
mempunyai
peran
secara
umum
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya. Sesuai dengan pedoman umum program KKPA, sasaran program KKPA diutamakan kepada masyarakat setempat dan transmigran (petani peserta plasma). Mengingat
masyarakat setempat dan transmigran berprofesi sebagai petani.
Dalam pelaksanaanya, penetapan sasaran program ini ditentukan oleh Dinas Depstran dan Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan pertimbangan kondisi umum masyarakat setempat dan transmigran Kecamatan Kelumpang Selatan maka kreteria penetapan calon peserta program KKPA diutamakan masyarakat transmigrasi dari pulau jawa yang kondisi sosialnya kekurangan. Lahan yang dimiliki petani peserta KKPA adalah lahan yang diberikan oleh pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Kota Baru. Berdasarkan ukuran lahan perkebunan kelapa sawit, seluruh responden rata-rata memiliki lahan seluas 1,75 ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta program KKPA didominasi oleh masyarakat setempat, tetapi sebagian juga ada masyarakat transmigran.
7.2 Penyaluran dan Pengembalian Dana Bantuan pada Program KKPA Jumlah penerima dana bantuan program KKPA tahun 1997 pada awal pelaksanaan proyek adalah 400 orang yang terdiri atas 60 persen masyarakat
59
setempat dan 40 persen masyarakat transmigrasi. Pemberian dana untuk anggota peserta KKPA sebesar Rp. 8.500.000/ha dengan suku bunga 16 persen dilakukan secara serantak pada tanggal 15 Mei 1997. Perguliran dana bantuan tersebut dilakukan selama lima bulan sekali setiap tahunnya, sampai 18 Desember 2000. Jumlah dana program KKPA awal di Kecamatan Kelumpang Selatan adalah ±18 Milyar rupiah. Penyaluran dan angsuran dana program KKPA tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Penyaluran Dana Bantuan Program KKPA Tahun 1997 di Kecamatan Kelumpang Selatan Tanggal, Bulan dan Tahun 08-Januari-1998 18-Mei-1998 10-Mei-1999 05-Oktober-1999 17-Mei-2000 15-September-2000 18-Desember-2000 Total
Jumlah Dana yang Disalurkan (Rp) 2,291,317,874 4,245,627,692 4,226,866,000 3,844,570,000 1,280,346,000 957,783,000 914,137,000 17,885,182,566
Sampai dengan 27 Desember 2000, pengembalian dana program KKPA dilakukan setelah tanaman kelapa sawit menghasilkan, yaitu umur tanam tahun ke empat. Pengembalian dana program KKPA terdiri atas dua macam angsuran yaitu angsuran bunga dan angsuran pokok. Angsuran dana bantuan program KKPA dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Angsuran per Bulan Petani Peserta KKPA. Tahun Ke6 7 8
Angsuran (Rp) Bunga 1.094.003 872.100 594.733
Pokok 1.272.269 1.586.949 2.070.674
Total Angsuran (Rp) 2,366,272 1,586,949 2,665,407
Angsuran dana bantuan program KKPA sampai pada saat ini tergolong lancar. Hal ini berdasarkan dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa rata-rata
60
petani peserta KKPA mampu mengembalikan dana angsuran sesuai ketentuanketentuan dari KUD Gajah Mada yaitu dengan cara bayar panen (yarnen). Tabel 14. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA Tahun 1998 dengan Penerapan Skim KKPA Di Kecamatan Kelumpang Selatan No
1.
Pokok-pokok Ketentuan
Plafon Kredit
2.
Penggunaan Kredit
3.
Suku Bunga Kredit
4. 5.
Suku Bunga KL Lembaga Keuangan
6.
Penyalur Kredit
7.
Jangka Waktu Kredit
8.
Persyaratan Koperasi
9.
Bank Pemberi Kredit
Sumber : BI, diolah.
KKPA Tahun 1998 Sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar kembali anggota koperasi primer dengan maksimum kredit Rp. 50 juta/anggota, dipersyaratkan serta dikaitkan dengan adanya tabungan anggota koperasi primer atau tabungan koperasi primer anggota koperasi primer. Untuk memenuhi kebutuhan modal investasi dan/atau modal kerja bagi usaha anggota koperasi yang produktif. Ditetapkan BI berdasarkan suku bunga Pasar saat ini sebesar 16% termasuk fee koperasi 2%. 9% PT. PNM Bank kepada anggota koperasi dengan diketahui oleh koperasi, bila koperasi berfungsi sebagai channeling agent Bank dengan koperasi bila koperasi berfungsi sebagai executing agent Kredit Investasi maksimum 15 tahun. Kredit Modal Kerja : Terkait dengan investasi : Maksimum 5 tahun. Tidak terkait dengan investasi : Maksimum 1 tahun, kecuali untuk tanaman musiman tertentu dimungkinkan lebih dari 1 tahun. Koperasi primer yang sudah menjadi badan hukum Bank umum yang tergolong sekurang-kurangnya cukup sehat.
KKPA Di Kecamatan Kelumpang Selatan Pemberian dana kredit yang diberikan adalah sebesar Rp. 8.500.000/ha dan setiap anggota mempunyai tabungan anggota koperasinya.
Digunakan untuk modal investasi
kebutuhan
Suku bunganya 16%, sudah termasuk fee koperasi 2% 9% PT. PNM KUD Gajah Mada koperasi yang berfungsi sebagai channeling agent
Kredit investasinya selama 15 tahun dikarenakan tanamannya bukan musiman
KUD Gajah Mada sudah berbadan hokum Bank pemberi kredit sudah cukup sehat
61
7.3 Peran Pembinaan dalam Pelaksanaan Program KKPA Pelaksanaan program KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan diawali dengan diadakannya kegiatan pembinaan untuk seluruh petani peserta KKPA. Kegiatan pembinaan atau penyuluhan yang dilakukan oleh KUD Gajah Mada dan inti PT SKIP berselang satu bulan sekali. Secara umum, peserta program KKPA hanya mengikuti penyuluhan saat pertama kali akan mendapatkan dana bantuan. Peserta yang mengikuti pembinaan atau penyuluhan sebanyak 12 bulan/tahun. Selain itu para petani peserta KKPA yang terdiri atas masyarakat setempat dan masyarakat transmigrasi. Tingginya persentase peserta program yang mengikuti penyuluhan dikarenakan keinginan tahuan petani peserta KKPA sangat tinggi. Hal tersebut didasarkan atas tingginya produktivitas tanaman kelapa sawit petani peserta KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan. Materi Pembinaan dan penyuluhan yang diberikan adalah sistem pemeliharaan dan pemanenan tanaman kelapa sawit. Tenaga pembinaan dan penyuluhan adalah mandor-mandor dari pihak inti PT SKIP. Mandor-mandor tersebut berperan sebagai tenaga ahli dalam bidang
sistem
pemeliharaan
Dalam
pelaksanaannya,
dan
pemanenan
Mandor-mandor sangat
tanaman aktif
kelapa
dalam
sawit.
melakukan
pembinaan petani peserta KKPA. Keberadaan tenaga-tenaga pembinaan dan penyuluhan di petani peserta KKPA sangat dirasakan secara nyata oleh petani peserta KKPA. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata responden mengetahui bagaimana sistem pemeliharaan yang baik dan benar. Hal tersebut terlihat tingginya produksi tanaman kelapa sawit petani peserta KKPA dari tahun ke tahunnya.
62
7.4 Dampak Pelaksanaan Program KKPA Terhadap Pengembangan Usaha Bentuk usaha yang didanai program KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan adalah perkebunan kelapa sawit. Petani peserta KKPA yang memperoleh dana bantuan KKPA kini mulai dapat merasakan manfaat yang menguntungkan dengan mudahnya mendapat pekerjaan dikebun, dengan demikian ada suatu kepastian penghasilan setiap bulannya. Sementara mereka juga mendapat suatu harapan yang pasti dari hasil kebun
kelapa sawit mereka nantinya setelah
menghasilkan selain dari pendapatan setiap bulan dari upah kerja mereka. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dalam satu keluarga biasanya yang bekerja tidak terbatas pada kepala keluarga saja, namun dapat juga istri bahkan anak mereka yang memang sudah selesai pendidikannya, sehingga setiap bulannya penghasilan setiap keluarga rata-rata bisa mencapai Rp. 600.000 – 800.000/bulan/KK, tentu hal ini sangat berbeda jauh dari penghasilan mereka sebelum adanya pembangunan perkebunan kelapa sawit tersebut. Dapat disimpulkan penghasilan keluarga petani peserta KKPA akan semakin meningkat dengan tibanya masa tanaman menghasilkan. Di sisi lain, dengan adanya program KKPA ini kini juga semakin nyata adanya pemberdayaan ekonomi dari masyarakat peserta plasma. Pemberdayaan itu pula semakin nyata ketika lahan masyarakat di Kecamatan Kelumpang Selatan masih belum digarap atau lahan tidur dan tidak menghasilkan, kini menjadi lahan yang produktif dan menghasilkan setelah ditanami dengan kelapa sawit serta menjadi lahan andalan bagi sekian banyak masyarakat desa. Kehadiran program KKPA melalui pembangunan areal perkebunan kelapa sawit telah merubah banyak hal dalam dinamika kehidupan masyarakat di Kecamatan Kelumpang Selatan, kini ekonomi masyarakat berubah dratis dari yang semula tidak berdaya
63
menjadi sangat berdaya, dari masyarakat statis menjadi amat dinamis. Itu semua dapat terjadi tak lain dan tak lebih oleh karena keberhasilan program KKPA kemitraan KUD ‘Gajah Mada’ dan PT. SKIP. Dalam penyalurannya, terhadap pemotongan terhadap Dana KKPA yang diterima oleh petani peserta program KKPA. Pemotongan setiap hasil panen yang dilakukan oleh KUD Gajah Mada tersebut dimaksudkan untuk mengganti biaya yang diberikan dalam program KKPA dengan bunga 16 persen dan sudah termasuk 2 persen fee untuk koperasi. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh petani peserta KKPA merasa tidak berkeberatan dengan adanya pemotongan dana tersebut. Adapun Keluhan dari petani peserta KKPA antara lain kurang transfarannya pihak koperasi dalam pengunaan dana bantuan KKPA. Mereka beranggapan bahwa dana yang dialirkan hanya digunakan untuk menambah biaya operasional seperti mengganti atau menambah peralatan yang sifatnya kontinyu. Hal tersebut disebabkan karena modal yang ditanamkan untuk usaha perkebunan kelapa sawit sangat besar. Dilihat dari jumlah dana program KKPA yang disalurkan, alokasi penggunaan rekapitulasi biaya investasi pembangunan total proyek perkebunan kelapa sawit. Biaya investasi pembangunan proyek ditunjukkan oleh Tabel 15. Dana program KKPA yang diterima tersebut 67 persen dari total sebesar 18 Milyar untuk membiayai proyek pembanguan pembangunan perkebunan kelapa sawit. Total investasi tanaman terbesar penggunaannya pada pemeliharaan TBM 2 dan pengerasan jalan yaitu sebesar 25.83 persen.
64
Tabel 15. Bentuk Penggunaan Dana Program KKPA. Bentuk Penggunaan Pembukaan lahan Jalan, jembatan & drainase Penanaman dan pemeliharaan TBM-0 Pemeliharaan TBM-1 Pemeliharaan TBM-2 + perkerasan jalan Pemeliharaan TBM-3 + perkerasan jalan Sertifikasi
Biaya (Rp) 606,900,000 1,060,500,000 2,615,539,016 1,584,534,788 3,265,682,381 3,253,278,000 252,000,000
Persentase 4.80 8.40 20.70 12.53 25.83 25.74 2
Total investasi tanaman
12,638,434,185
100
Peserta program KKPA masih menjalankan usahanya sampai saat ini. Budaya hidup berkelompok terus dipertahankan tidak hanya sebatas dalam penerimaan dan pengembalian dana bantuan saja. Perjalanan program KKPA dari tahun ketahun terlihat nyata dengan meningkatnya pendapatan petani peserta KKPA. Begitupun dengan perbaikan manajemen usaha dan aspek pelestarian lingkungan. Pelaksanaan program KKPA dapat termonitor dengan baik dengan adanya budaya bermusyawarah antara KUD Gajah Mada dan inti PT SKIP serta kelompok – kelompok petani peserta KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan. Budaya lain yang muncul pada petani peserta KKPA adalah budaya menabung. Seluruh petani peserta KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan memilki tabungan. Tabungan tersebut masih bersifat tabungan anggota kelompok yang dikelola oleh KUD Gajah Mada dan hanya terbatas untuk petani peserta KKPA. Pengaruh pelaksanaan program KKPA terhadap penyerapan tenaga kerja sangat terasa dilingkungan masyarakat desa. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk yang di Kecamatan Kelumpang Selatan yang mata pencahariannya di bidang perkebunan kelapa sawit yaitu sebesar 90 persen.
65
Perubahan kesejahteraan secara kuantitatif terlihat pada perubahan pendapatan. Secara umum, pendapatan usaha peserta program meningkat setelah diterimanya dana bantuan. Peningkatan pendapatan kotor ini disebabkan karena dana
bantuan
yang diterima
digunakan untuk modal usaha sehingga
diperhitungkan sebagai penerimaan dan pengeluaran. Untuk petani peserta KKPA, besarnya pendapatan yang diperoleh berbanding lurus dengan luas areal perkebunan yang dimiliki. Dianalisis berdasarkan keuntungan bersih petani peserta KKPA meningkat rata-rata setiap tahunnya sebesar 41 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi tanaman kelapa sawit dan sistem pemeliharaan yang baik. Hasil produksi yang meningkat tidak lepas dari pembinaan dan penyuluhan dari initi PT SKIP. Peningkatan kesejahteraan di bidang sosial pada pelaksanaan program KKPA di kecamatan Kelumpang Selatan ditunjukkan oleh terdapatnya alokasi dana dari keuntungan yang diperoleh untuk kegiatan keagamaan dan pendidikan. Secara kongkrit, dana tersebut digunakan sebagai dana sumbangan pembangunan mesjid dan pembangunan sekolah dasar. Dampak terhadap perbaikan sikap dan perilaku dalam jangka panjang belum menunjukkan adanya perubahan yang sangat drastis meskipun dalam kehidupan sehari – hari petani peserta KKPA saat ini telah dapat merasakan dampak dari bantuan dana program KKPA. Begitupun dengan aspek lingkungan berupa kerukunan dan keamanan areal perkebunan serta perbaikan pemukiman sudah dapat dirasakan perlahan-lahan oleh petani peserta KKPA. Dengan tumbuhnya budaya kebersamaan antara petani, diharapkan akan tumbuh
66
kesadaran menjaga kualitas lingkungan berupa kesepakatan yang melarang kegiatan pencurian hasil panen tanaman kelapa sawit. Tujuan lain yang ingin dicapai dalam program KKPA ini adalah terdapatnya
peningkatan
kesejahteraan
dalam
aspek
infrastruktur
untuk
memperlancar mobilitas pelaksanaan kegiatan ekonomi dan sosial. Pembangunan infrastruktur yang dimaksud dalam program KKPA tersebut adalah pembangunan fasilitas yang menunjang kegiatan usaha petani peserta KKPA seperti dibangunnya balai pertemuan, sarana olahraga dan sebagainya. Selama pelaksanaan program KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan sudah terlihat beberapa perbaikan maupun pembangunan sarana dan prasaran yang sifatnya besar seperti jalan yang dapat menunjang kegiatan program KKPA.
VIII.
ANALISIS DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KKPA KELAPA SAWIT TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PESERTA
8.1 Karakteristik Responden 8.1.1 Umur petani Gambaran umum karateristik untuk petani responden baik petani peserta KKPA maupun petani peserta non KKPA kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Responden Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Umur di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Umur Petani (Thn) 30-40 41-50 > 50 Jumlah
Petani Peserta KKPA Jumlah (orang) Persen 10,00 25,00 25,00 62,50 5,00 12,50 40,00 100,00
Petani Non Peserta KKPA Jumlah (orang) Persen 5,00 16,67 22,00 73,33 3,00 10,00 30,00 100,00
Pada Tabel 16 diketahui ternyata hampir sebagian besar petani peserta KKPA maupun petani non peserta KKPA berusia antara 41 sampai 50 tahun, yaitu dengan komposisi 62,50 persen sedangkan untuk petani non peserta KKPA 73,33 persen. Tingginya persentase petani yang berusia diantara 41 sampai 50 menunjukan bahwa petani kelapa sawit, baik yang petani peserta KKPA maupun petani non peserta KKPA masih didominasi oleh kaum tua. Hal ini terjadi karena sebagian pemuda yang ada di Kecamatan Kelumpang Selatan kurang berminat untuk bekerja sebagai petani. Pemuda di Kecamatan Kelumpang Selatan lebih suka menggangur atau bekerja diluar bidang usahatani. Menurut pengalaman biasanya semakin tua umur seseorang maka diduga akan berpengaruh terhadap kemampuan dan kemauan dalam mengadopsi inovasi.
68
Pada petani tersebut hanya melakukan kegiatan usahataninya berdasarkan pengalaman yang sudah biasa dilakukan sehingga tingkat adopsi inovasi dan sistem yang baru menjadi rendah. Tetapi berkat kesabaran dan cara penyuluhan yang baik dari para penyuluh perkebunan menyebabkan para petani tersebut bersedia untuk merubah sistem usahataninya ke usahatani yang lebih baik. 8.1.2 Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan formal petani di Kecamatan Kelumpang Selatan terutama untuk petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA sebagian besar hanya sampai tingkat pendidikan dasar. Persentase jumlah petani peserta KKPA yang menyelesaikan sekolah dasar adalah 50 persen, sedangkan petani non peserta KKPA hanya mencapai 30 persen. Tabel 17. Sebaran Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kelumpang Selatan. Tahun 2005 Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD SLTP SLTA Jumlah
Petani Peserta KKPA Jumlah Persen (Orang) 2,00 5,00 20,00 50,00 13,00 32,50 5,00 12,50 40,00 100,00
Petani Non Peserta KKPA Jumlah Persen (Orang) 10,00 33,33 9,00 30,00 9,00 30,00 2,00 6,67 30,00 100,00
Biasanya petani tidak memiliki pendidikan sampai tingkat dasar kurang memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya dalam melakukan perubahan usahataninya. Hal ini karena petani melakukan perubahan berdasarkan ikut-ikutan petani yang lain, sedangkan yang berpendidikan akan selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan dengan terlebih dahulu memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya.
69
Pada petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA, Pendidikan informal diperoleh dari kegiatan-kegiatan penyuluhan dilakukan oleh perusahaan inti dan dinas perkebunan. Dimana untuk petani peserta KKPA, kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh inti dilaksanakan dua minggu sekali sedangkan untuk petani non peserta KKPA kegiatan penyuluhan dilakukan dalam waktu yang tidak tentu oleh dinas perkebunan Kabupaten Kotabaru. Diharapkan dari penyuluhan tersebut petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA dapat mengembangkan usahatani yang dikelolanya, dengan materi penyuluhan mengenai bagaimana teknik budidaya dan pengendalian hama serta penyakit tanaman. 8.1.3 Status Usahatani Berdasarkan status usahataninya, pada Tabel 18 diketahui bahwa sebagian besar petani peserta KKPA mengusahakan usahatani sebagai usaha pokok, begitu pula dengan petani kelapa sawit non peserta KKPA. Persentase jumlah petani yang mengusahakan kelapa sawit sebagai usaha pokok adalah sama dengan 82,50 persen untuk petani kelapa sawit KKPA dan 70,00 persen untuk petani non peserta KKPA. Tingginya persentase usahatani kelapa sawit sebagai usaha pokok dikarenakan pendapatan dari usahatani ini jauh lebih besar pendapatannya dari usahatani lainnya seperti sayur-sayuran dan palawija. Sedangkan petani yang mengusahakan usahatani ini sebagai sampingan adalah petani yang memiliki kegiatan lain sebagai pedagang, sopir, karyawan, pengawai negeri sipil, buruh, berternak dan tukang ojek.
70
Tabel 18. Sebaran Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Status Usahatani di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Status Usahatani Pokok Sampingan Jumlah
Petani Peserta KKPA Jumlah Persen (Orang) 33 82,50 7 17,50 40 100
Petani Non Peserta KKPA Jumlah Persen (Orang) 21 70,00 9 30,00 30 100
8.1.4 Pengalaman Usahatani Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi tidaklah cukup untuk mendukung keberhasilan seorang petani. Selain pendidikan, baik formal maupun informal dibutuhkan juga pengalaman. Sebagian besar petani Kecamatan Tegala sari, khususnya petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA memiliki pengalaman sudah cukup lama dalam dalam berusahatani. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 19 dimana persentase jumlah petanii yang memiliki pengalaman antara 7 sampai 11 tahun mencapai 62,50 persen untuk petani peserta KKPA dan 50 persen untuk petani non peserta KKPA. Lamanya pengalaman bercocok tanam kelapa sawit yang dimiliki oleh petani tersebut karena merupakan mata pencahrian utama petani di daerah tersebut. Oleh karena itu petani sudah sangat mengenal dengan teknik budidaya kelapa sawit. Tabel 19. Sebaran Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Pengalaman Usahatani di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Pengalaman Usahatani (Tahun) 0-6 7-11 > 11 Jumlah
Petani Peserta KKPA Jumlah Persen (Orang) 7,00 17,50 25,00 62,50 8,00 20,00 40,00 100,00
Petani Peserta Non KKPA Jumlah Persen (Orang) 11,00 36,67 15,00 50,00 4,00 13,33 30,00 100,00
71
8.2 Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA 8.2.1 Tingkat Produksi dan Produktivitas Luas lahan rata-rata petani peserta KKPA yaitu satu hektar, produksi rata-rata per hektar kelapa sawit mengalami peningkatan untuk TM 4 sebesar 16,19 persen sedangkan TM 5 sebesar 67,23 persen. Peningkatan produksi tersebut dikarenakan sistem pemeliharaan yang baik dan dukungan input usahatani yang baik dari pihak perusahaan serta banyak hasil panen TBS yang tidak rusak dan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh pihak perusahaan. Tingkat produktivitas petani peserta KKPA pada TM 7 menjadi 23,57 Ton/Ha dan pada TM 8 mencapai 39,41 Ton/Ha. Tabel 20. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit per hektar Petani Peserta KKPA. Uraian Luas Lahan (Ha) Produksi (Kg) Produktivitas (Ton/Ha)
3 1 20.284 20,28
TM ke4 1 23.570 23,57
5 1 39.418 39,41
Persentase Tahun ke 7 16.19 16.22
Persentase Tahun ke 8 67.23 67.20
8.2.2 Analisis Biaya Usahatani Petani Peserta KKPA Bedasarkan Tabel 21 diketahui ternyata biaya total yang dikeluarkan oleh petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 11.175.951 Besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh petani peserta KKPA karena terkait dengan 2 komponen biaya yang membentuk biaya total, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani secara tunai dalam bentuk uang. Apabila dibandingkan dari sisi pengeluarannya antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan maka diketahui ternyata proporsi penggunaan biaya tunai lebih besar dari biaya diperhitungkan ini terlihat pada persentase penggunaan
72
biaya tunai adalah 75,51 persen dari biaya total, sedangkan penggunaan biaya diperhitungkan adalah sebesar 24,49 persen dari biaya total. Adapun penyebab besarnya persentase penggunaan biaya tunai tersebut terkait dengan komponen penggunaan pupuk kimia dan angsuran bunga. Besarnya biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani peserta KKPA karena terkait dengan pengunaan biaya pembelian pupuk kimia Rp. 3.174.450 (28,40 persen) dan angsuran bunga kredit Rp. 2.560.836 (22,91 persen) yang harus dibayar petani kepada koperasi. Selain itu yang menyebabkan besarnya biaya untuk angsuran bunga ini adalah karena terkait dengan jumlah pinjaman petani kelapa sawit dari pembukaan areal perkebunan sampai berproduksi. Besar dan kecil angsuran petani peserta KKPA tergantung umur tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan. Pada usahatani kelapa sawit ini biaya panen yang harus dikeluarkan oleh petani peserta KKPA, yaitu Rp. 1.575.000. Apabila dilihat dari proporsi penggunaan biayanya ternyata mencapai 14,10 persen dari biaya diperhitungkan. Besarnya biaya panen, dikarenakan kebijakan dari perusahaan inti yang selalu berubah setiap saat, yaitu dengan rata-rata
Rp. 15.000/ton. Persentase
penggunaan biaya untuk komponen ongkos angkut adalah (7,04 persen), sedangkan untuk biaya penyusutan peralatan sama dengan Rp. 373.725 atau sebesar 3,34 persen. Besarnya biaya penyusutan peralatan dikarenakan petani peserta KKPA lebih banyak mempergunakan peralatan untuk bertani. Adapun alat tersebut adalah penyemprot, dodos, egrek, angkung, parang dan sebagainnya.
73
Tabel 21. Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 6
Tahun Ke7
8
1.058.150 36.000 73.680 1.094.003
1.058.150 36.000 73.680 872.100
1.058.150 36.000 73.680 594.733
3.174.450 108.000 221.040 2.560.836
28,40 0,97 1,98 22,91
791.800
791.800
791.800
2.375.400
21,25
3.053.633
2.831.730
2.554.363
8.439.726
75,51
2. Biaya Diperhitungkan Penyusutan Peralatan
124.575
124.575
124.575
373.725
3,34
Ongkos Angkut
237.500
262.500
287.500
787.500
7,04
Biaya Panen
475.000
525.000
575.000
1.575.000
14,10
837.075
912.075
987.075
2.736.225
24,49
3.890.708
3.743.805
3.541.438
11.175.951
100
Pengeluaran Usahatani 1. Biaya Tunai Pupuk Kimia Pestisida Herbisida Angsuran Bunga TKLK Total Pengeluaran Tunai
Total Biaya Diperhitungkan 3. Total Biaya
Total
Persentase
Apabila dilihat dari penggunaan biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani peserta KKPA adalah sama dengan Rp. 8.439.726, besarnya biaya tunai tersebut untuk penggunaan pupuk kimia yang harus dibayar. Untuk persentase biaya pupuk kimia adalah sama dengan 28,40 persen atau Rp. 3.174.450, besarnya penggunaan pupuk kimia dikarenakan banyaknya penggunaan pupuk waktu masa pemeliharaan dan untuk menjaga unsur hara tanah agar tanaman kelapa sawit dapat berproduksi dengan baik. Adapun jenis pupuk kimia tersebut adalah TSP, Urea, MOP, dan Kiesiret. Selain itu, besarnya biaya tunai untuk tenaga kerja luar keluarga adalah karena petani peserta KKPA tidak pernah mengerjakan usahatani kelapa sawit tersebut secara langsung. Pengaturan tenaga kerja, diatur oleh pihak perusahaan inti yang memperkerjakan tenaga kerja terampil dalam usahatani kelapa sawit, baik
tenaga kerja masyarakat lokal maupun didatangkan dari pulau jawa.
74
Sedangkan besarnya biaya peralatan usahatani kelapa sawit dikarenakan harga pembelian alat-alat tersebut terlalu mahal dan lebih banyak alat yang digunakan.
8.2.3 Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA Penerimaan usahatani kelapa sawit merupakan jumlah rata-rata panen dikalikan dengan harga yang diterima petani peserta KKPA. Dalam penelitian ini, harga jual TBS rata-rata yang diterima petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 428,-. Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit petani peserta KKPA sangat baik dengan rata-rata produksi 27.757 kg/tahun dengan luas areal kelapa sawit satu hektar. Tabel 22. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Tahun ke6 7 8 Total Keterangan :
Produksi TBS Pendapatan Total Biaya ( kg) (Rp) (kg) 20.284 8.620.700 3.890.708 23.570 10.017.250 3.743.805 39.418 17.107.412 3.541.438 83.272 35.745.362 11.175.951 1. Harga TBS/kg Tahun Ke 6 = Rp. 425 2. Harga TBS/kg Tahun Ke 7 = Rp. 425 3. Harga TBS/kg Tahun Ke 8 = Rp. 434
Keuntungan (Rp) 4.729.992 6.273.445 13.565.974 24.569.421
8.2.4 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta KKPA Suatu usahatani akan dikatakan mengutungkan jika selisih antara penerimaan dengan pengeluarannya itu bernilai positif. Selisih tersebut akan dinamakan pendapatan atas biaya tunai jika penerimaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran tunai. Berdasarkan selisih tersebut diketahui ternyata pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA adalah Rp. 27.305.636. Namun apabila dilihat dari pendapatan atas biaya totalnya ternyata petani peserta KKPA memperoleh pendapatan atas biaya total adalah sebesar
75
Rp. 24.569.411. Besarnya pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani peserta KKPA tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah produksi yang dihasilkan. Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai petani peserta KKPA maka diketahui ternyata R/C rasio atas biaya tunai petani peserta KKPA , yaitu 4,23. Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya dikeluarkan oleh petani KKPA akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 4,23. Pendapatan usahatani kelapa sawit petani peserta KKPA dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA per Hektar pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Uraian
Petani Peserta KKPA (Rp)
Persentase
A. Penerimaan Usahatani 1. Penerimaan Tunai 2. Penerimaan yang Diperhitungkan 3. Total Penerimaan Usahatani
35.745.362 35.745.362
100
B. Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai 2. Biaya Diperhitungkan Total Biaya
8.439.726 2.736.225 11.175.951
75,51 24,49 100
C. Pendapatan Atas Biaya Tunai
27.305.636
-
D. Pendapatan Atas Biaya Total
24.569.411
-
E. R/C atas Biaya Tunai
4,23
-
F. R/C atas Biaya Total
3,19
-
100
Namun apabila dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya totalnya maka diketahui ternyata nilai R/C rasio petani peserta KKPA, yaitu 3,19. Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh petani peserta KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 3,19.
76
Adapun yang menyebabkan besarnya nilai R/C rasio petani peserta KKPA tersebut adalah karena penerimaan total petani KKPA besar. Besarnya penerimaan total tersebut disebabkan oleh jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani KKPA untuk per hektarnya dalam tiga tahun , yaitu 83.272 ribu kg.
8.3 Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA 8.3.1 Tingkat Produksi dan Produktivitas Luas lahan rata-rata petani non peserta KKPA yaitu satu hektar, produksi rata-rata per hektar kelapa sawit mengalami peningkatan untuk TM 4 sebesar 1,86 persen sedangkan TM 5 sebesar 8,51 persen (dapat dilihat pada Tabel 24). Peningkatan produksi tersebut dikarenakan sistem pemeliharaan yang baik dan dukungan input usahatani yang tetap stabil. Tingkat produktivitas petani non peserta pada TM 7 menjadi 1,85 Ton/Ha dan pada TM 8 mencapai 8,50 Ton/Ha. Tabel 24. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit per hektar Petani Non Peserta KKPA. Uraian Luas Lahan (Ha) Produksi (Kg) Produktivitas (Ton/Ha)
1
Tahun ke7 1
16.740
17.052
18.504
16,74
17,05
18,50
6
Persentase Tahun ke 7
8 1
1,86 1,85
Persentase Tahun ke 8 8,51 8,50
8.3.2 Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA Biaya total yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah sebesar Rp. 12.136,080. Besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA karena terkait dengan 2 komponen biaya yang membentuk biaya total, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Apabila dibandingkan dari sisi pengeluarannya antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan maka diketahui ternyata proporsi penggunaan biaya tunai lebih besar dari biaya diperhitungkan.
77
Hal ini terlihat pada persentase penggunaan biaya tunai adalah sama dengan 57,76 persen dari biaya totalnya, sedangkan penggunaan biaya diperhitungkan adalah sama dengan 42,24 persen dari biaya total (Tabel 25). Adapun penyebab besarnya persentase penggunaan biaya tunai tersebut terkait dengan komponen pupuk kimia, pestisida, herbisida, dan TKDK. Besarnya biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA karena terkait dengan pengunaan biaya untuk pupuk kimia Rp. 2.959.200 (24,38 persen) dan pestisida Rp. 2.100.000 (17,31 persen) yang harus dikeluarkan petani untuk pemeliharaan usahatani kelapa sawit. Selain itu yang menyebabkan besarnya biaya pupuk kimia dan pestisida ini adalah karena terkait dengan harga yang berlaku dipasar lokal yang tidak stabil. Tabel 25. Analisis Biaya Untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Pengeluaran Usahatani
6
Tahun Ke7
8
Total
Persentase
1. Biaya Tunai Pupuk Kimia Pestisida
986.400 700.000
986.400 700.000
986.400 700.000
2.959.200
24,38
2.100.000
17,31
Herbisida
650.000
650.000
650.000
1.950.000
2.336.400
2.336.400
2.336.400
7.009.200
16,07 57,76
2. Biaya Diperhitungkan Penyusutan Peralatan
48.500
48.500
48.500
145.500
1,20
Ongkos Angkut
502.200
511.560
555.120
1.568.880
12,93
Biaya Panen
840.000
840.000
840.000
2.520.000
20,76
TKDK Total Biaya Diperhitungkan
297.500 1.688.200
297.500 1.697.560
297.500 1.741.120
892.500 5.126.880
7,35 42,24
3. Total Biaya
4.024.600
4.033.960
4.077.520
12.136.080
100
Total Pengeluaran Tunai
Pada usahatani kelapa sawit ini biaya herbisida yang harus dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA, yaitu Rp. 1.950.000. Apabila dilihat dari proporsi penggunaan biayanya ternyata mencapai 16,07 persen dari biaya tunai.
78
Apabila dilihat dari penggunaan biaya diperhitungkan yang harus dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah Rp. 5.126.880. Besarnya biaya diperhitungkan penyusutan peralatan, ongkos angkut, biaya panen dan TKDK. Untuk persentase biaya TKDK adalah sebesar 7,35 persen atau Rp. 892.500, penggunaan TKDK dikarenakan petani non peserta KKPA mengerjakan kegiatan-kegiatan pemeliharaan usahatani kelapa sawit tersebut tidak memakai TKLK atau mengerjakan sendiri. Selain itu, besarnya biaya diperhitungkan untuk ongkos angkut (Rp.1.568.880) adalah karena mahalnya biaya pengangkutan TBS ketempat penjualan dan murahnya harga TBS/kg. Sedangkan rendahnya biaya penyusutan peralatan usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA (Rp. 145.500) dikarenakan peralatan yang digunakan tidak terlalu banyak dan tidak semua peralatan harus membeli.
8.3.3 Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta Non KKPA Penerimaan usahatani petani non peserta KKPA adalah sebesar Rp. 29.263.152. Dalam penelitian ini, harga jual TBS rata-rata yang diterima petani non peserta KKPA adalah sebesar
Rp. 527,-. Dimana Tingkat
keutungannya sebesar Rp. 17.127.072, setalah ada pengurangan dari penerimaan dengan total biaya produksi dengan rata-rata produksi 17.432 kg/tahun dengan luas areal kelapa sawit satu hektar. Penerimaan usahatani petani peserta non KKPA dapat dilihat pada Tabel 26.
79
Tabel 26. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Tahun ke6 7 8 Total Keterangan :
Produksi TBS Pendapatan Total Biaya ( kg) (Rp) (kg) 16.740 8.721.540 4.024.600 17.052 8.884.092 4.033.960 18.504 11.657.520 4.077.520 52.296 29.263.152 12.136.080 1. Harga TBS/kg Tahun Ke 6 = Rp. 430 2. Harga TBS/kg Tahun Ke 7 = Rp. 521 3. Harga TBS/kg Tahun Ke 8 = Rp. 630
Keuntungan (Rp) 4.696.940 4.850.132 7.580.000 17.127.072
8.3.4 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta Non KKPA Berdasarkan Tabel 27 diketahui selisih antara penerimaan dengan pengeluarannya tersebut ternyata pendapatan atas biaya tunai petani non peserta KKPA adalah Rp. 22.253.952. Namun apabila dilihat dari pendapatan atas biaya totalnya ternyata petani non peserta KKPA memperoleh pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp. 17.127.072. Besarnya pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani non peserta KKPA tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah produksi yang dihasilkan. Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai petani non peserta KKPA maka diketahui ternyata R/C rasio atas biaya tunai yaitu 4,17. Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 4,17. Namun apabila dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya totalnya maka diketahui ternayata nilai R/C rasio petani non peserta KKPA yaitu 2,41. Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 2,41. Adapun yang menyebabkan besarnya nilai R/C rasio petani non peserta tersebut adalah karena penerimaan total petani KKPA besar. Besarnya penerimaan
80
total tersebut disebabkan oleh jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani non peserta KKPA untuk per hektarnya dalam tiga tahun , yaitu 52.296 ribu kg. Tabel 27. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA per Hektar pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Uraian
Petani Peserta KKPA (Rp)
Persentase
A. Penerimaan Usahatani 1. Penerimaan Tunai 2. Penerimaan yang Diperhitungkan 3. Total Penerimaan Usahatani
29.263.152 29.263.152
100
B. Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai 2. Biaya Diperhitungkan Total Biaya
7.009.200 5.126.880 12.136.080
57,75 42,25 100
C. Pendapatan Atas Biaya Tunai
22.253.952
-
D. Pendapatan Atas Biaya Total
17.127.072
-
E. R/C atas Biaya Tunai
4,17
-
F. R/C atas Biaya Total
2,41
-
100
8.4 Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA 8.4.1 Tingkat Produksi dan Produktivitas Luasan lahan kelapa sawit petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA adalah sama yaitu satu Hektar. Walaupun demikian, produksi petani peserta KKPA masih lebih tinggi dibandingkan dengan petani non peserta KKPA. Produksi total petani peserta KKPA mencapai 83,272 Kg, sedangkan petani non peserta KKPA hanya 52,296 Kg. Kecilnya produksi petani non peserta KKPA diakibatkan kurangnya modal dan sarana produksi pertaniannya, berbeda dengan
81
petani peserta KKPA yang dapat mudah memperoleh modal dan sarana produksi melalui program KKPA. Tabel 28. Produktivitas Kelapa Sawit per Hektar Petani Peserta KKPA dan Petani Peserta Non KKPA Tahun ke6 7 8
Petani Peserta KKPA ( kg/Ha) 20.284 23.570 39.418
Petani Non Peserta KKPA ( kg/Ha) 16.740 17.052 18.504
Selisih Kg/ha Persentase 3.544 17.47 6.518 27.65 20.914 53.05
8.4.2 Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Tabel 29 diketahui ternyata total biaya yang dikeluarkan oleh petani peserta KKPA lebih kecil dari petani non peserta KKPA. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 11.175.951, sedangkan total biaya yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah sebesar Rp. 12.136,080. Tingginya total biaya yang harus dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA dikarenakan petani harus mengeluarkan biaya angkut dan panen lebih besar dari petani peserta KKPA. Adapun yang menyebabkan besarnya total biaya tersebut adalah terkait jarak tempuh penjualan hasil panen yang sangat jauh dan sewa tenaga kerja pemanenan. Tabel 29. Analisis Biaya Untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA per Hektar pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai 2. Biaya Diperhitungkan 3. Total Biaya Usahatani
Petani Peserta KKPA (Rp) 8.439.726 2.736.225 11.175.951
Persentase 75,51 24,49 100
Petani Peserta Non KKPA (Rp) 7.009.200 5.126.880 12.136.080
Persentase 57.75 42.25 100
82
8.4.3 Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Pada Tabel 30 diketahui total penerimaan petani peserta KKPA (Rp.
35.745.362)
lebih
besar
dari
petani
non
peserta
KKPA
(Rp. 29.263.152). Hal ini disebabkan karena tingginya produktivitas kelapa sawit dari petani peserta KKPA (83.272 kg) dibandingkan petani non peserta KKPA (52.296 kg), tingginya produktivitas tersebut sangat dipengaruhi sistem pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang baik dan benar serta ketepatan penggunaan pupuk. Tabel 30. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KPPA dan Petani Non Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Uraian
6
Tahun Ke7
8
Total
1. Petani Peserta KKPA a. Produksi TBS (kg) b. Penerimaan (Rp)
20.284 8.620.700
23.570 10.017.250
39.418 17.107.412
83.272 35.745.362
2. Petani Non Peserta KKPA a. Produksi TBS (kg) b. Penerimaan (Rp)
16.740 8.721.540
17.052 8.884.092
18.504 11.657.520
52.296 29.263.152
8.4.4 Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Tabel 31 diketahui ternyata pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA lebih besar dari petani non peserta KKPA. Pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 27.305.636, sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani non peserta KKPA adalah sebesar Rp. 22.253.952. Tingginya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani peserta KKPA dikarenakan penerimaan total usahatani petani peserta KKPA (Rp. 35.745.362) lebih besar dari petani non peserta KKPA (Rp. 29.263.152),
83
walaupun untuk biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA lebih kecil dibandingkan dengan petani peserta KKPA. Pada penelitian ini, pendapatan biaya total petani peserta KKPA Rp. 24.569.411 lebih besar dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 17.127.072. Hal ini terjadi karena total biaya usahatani petani peserta KKPA lebih kecil (Rp. 11.175.951) dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 12.136.080. Berdasarkan hal tersebut maka diketahui bahwa dengan sistem usahatani yang dilakukan petani peserta KKPA maupun petani non peserta KKPA sama-sama berorientasi pada pasar. Budidaya petani peserta KKPA sudah baik namun memerlukan biaya yang besar sedangkan untuk petani non peserta KKPA dalam menerapkan budidaya kelapa sawit masih kurang pengetahuan mengenai teknik budidaya dan system pemeliharaan tanaman kelapa sawit tang baik. Apabila dilihat dari nila R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya maka diketahui usahatani petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA yang dikembangkan oleh petani peserta KKPA pada dasarnya layak untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio (atas biaya tunai dan biaya total) yang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa usahatani petani kelapa sawit KKPA maupun petani non peserta sama-sama menguntungkan. Namun apabila dilihat dari perbandingan antara usahataninya maka diketahui usahatani petani peserta KKPA memiliki R/C rasio atas biaya tunai yang lebih besar dari usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA. Adapun nilai R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah sama dengan 4,23 sedangkan nilai R/C rasio untuk petani non peserta KKPA yaitu 4,17. Hal ini berarti bahwa tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani peserta
84
KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 4,23 untuk setiap satu rupiah. Penerimaan tersebut tidak berbeda jauh dengan petani non peserta KKPA yang menerima Rp. 4,17 untuk setiap satu rupiahnya. Sedangkan apabila dilihat dari R/C rasio biaya totalnya maka diketahui bahwa R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah 3,19 lebih besar dari R/C rasio petani non peserta KKPA yaitu 2,41. Hal ini berarti bahwa tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah Rp. 2,41 lebih kecil dari penerimaan petani peserta KKPA. Biaya per satuan hasil petani peserta KKPA lebih kecil daripada petani non peserta KKPA karena biaya total yang dikeluarkan lebih besar , meskipun harga per kg lebih mahal dari petani peserta KKPA. Tabel 31. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005 Uraian 1. Penerimaan Usahatani 2. Biaya Tunai 3. Biaya Diperhitungkan 4. Total Biaya Usahatani 5. Pendapatan atas Biaya Tunai 6. Pendapatan atas Biaya Total 7. R/C Rasio atas Biaya Tunai 8. R/C Rasio atas Biaya Total
Petani Peserta KKPA (Rp) 35.745.362 8.439.726 2.736.225 11.175.951 27.305.636 24.569.411 4,23 3,19
Petani Peserta Non KKPA (Rp) 29.263.152 7.009.200 5.126.880 12.136.080 22.253.952 17.127.072 4,17 2,41
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian usahatani kelapa sawit petani peserta KKPPA yang dibandingkan dengan usahatani petani non peserta KKPA, maka disimpulkan : Pelaksanaan program KKPA sangat efektif dalam meningkatkan pendapatan petani peserta KKPA. Adanya perubahan perilaku, perbaikan dibidang pertanian, misalnya dalam meningkatkan motivasi petani dalam perbaikan di bidang pertanian khususnya di sektor perkebunan. Pembangunan sarana dan prasarana memudahkan aksesibilitas ke kota dan memudahkan masuknya barang-barang yang dibutuhkan masyarakat di Kecamatan Kelumpang Selatan, dan secara tidak langsung menunjukan perbaikan dibandingkan sebelum adanya program KKPA. Keberhasilan secara umum dari program KKPA mungkin masih memerlukan waktu dan peninjauan kembali dimasa mendatang, sejauh mana petani dilokasi program KKPA dapat mengadopsi kegiatan-kegiatan yang telah dianjurkan dalam meningkatkan keterampilan didalam pengelolaan usahatani untuk mendapatkan hasil yang optimal dan semangat berinisiatif. Jumlah produksi kelapa sawit yang dihasilkan petani peserta KKPA lebih besar daripada petani peserta non KKPA. Rata-rata produksi kelapa sawit yang dihasilakan petani peserta KKPA untuk luasan rata-rata lahan 1 hektar per tahunnya sebanyak 27.757 kilogram, sedangkan produski kelapa sawit yang dihasilkan petani non peserta KKPA untuk luasan rata-rata 1 hektar per tahunnya sebanyak 17.432 kilogram. Hal ini menunjukan pengunaan pupuk kimia dan sistem pemeliharaan dapat mempengaruhi produksi tanaman kelapa sawit.
86
Berdasarkan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui, nilai R/C rasio atas biaya tunai (4,23) dan total (3,19) petani peserta KKPA lebih besar dari petani non peserta KKPA yang mencapai 4,17 untuk biaya tunai dan biaya total 2,41. Besarnya rupiah yang terima oleh petani peserta KKPA disebabkan produktivitas kelapa sawit yang baik dan adanya penekan untuk total biaya usahatani yang dikeluarkan. Hal ini menunjukan bahwa usahatani kelapa sawit petani peserta KKPA yang dijalankan tersebut cukup baik dan layak, namun kelayakan ini harus didukung pelaksanaan teknis, pembinaan lebih lanjut dan diperlukan tingkat produktivitas yang lebih meningkat lagi serta memberikan harga yang berlaku dipasaran sehingga tercipta kestabilan harga.
9.2 Saran Permasalahan yang harus dipecahkan pertama-tama oleh pihak perusahaan dan KUD adalah menaikan harga per kg TBS, karena harga yang selama ini masih terlalu rendah dan masih jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar, dengan menaikan harga tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani peserta KKPA. Pengarahan dan penyuluhan kepada petani peserta KKPA sebaiknya semakin sering diadakan oleh pihak perusahaan. Untuk mengatasi keterbatasan tenaga dan waktu yang dimiliki oleh perusahaan, penyuluhan dengan petani peserta KKPA hendaknya diadakan secara bertahap dan berkala pada setiap kelompok tani. Selain itu, sering juga dilakukan rapat koordinasi antara petani peserta KKPA dan KUD serta pihak perusahaan. Agar pelaksanaan kemitraan akan terkoordinasi dengan baik. Hal ini dilakukan supaya hak dan kewajiban para
87
pelaku kemitraan dapat diketahui dengan jelas dan dipertanggungjawabkan secara hukum sehingga pelaksanaan program KKPA yang diinginkan berjalan dengan baik dan tercipta keharmonisan dalam kemitraan ini.
DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik. 2003 . Pendapatan Nasional Indonesia Sektor Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta. BK3I. 1996. Bahan Pelatihan Dasar Koperasi Kredit. Jakarta. Capricorn Indonesia Consult Inc. September 2001. Studi Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) dan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta. Daswir dan U. Lubis Adlin. 1995. Analisis Ekonomi Usaha Perkebunan Kelapa sawit Rakyat Pola Kredit Koperasi Primer Untuk Anggota. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. Vol 3(2). Firdaus dan Susanto. 2002. Perkoperasian Sejarah, Teori dan Praktek. Ghalia Indonesia. Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2004 . Statistik Perkebunan Indonesia 2001-2003 Kelapa Sawit. Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. 1995. Bahan Rapat Kerja Komisi IV DPR-RI dengan Direktur Jenderal Perkebunan. Jakarta. Direksi Bank Indonesia. 1997. SK. Direksi B.I. Tentang Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya No.30/97/KEP/DIR. Jakarta. Girsang, P. et. al. 1996. Analisis Pembangunan dan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Pola PIR-Lok Pengaruhnya Terhadap Tingkat Distribusi Pendapatan Dan Kesejahteraan Petani Peserta. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hayami, Y. and V.W. Ruttan. 1985. Agricultural Development An International Perspective. The Johns Hopkins University Press. Baltimore and London. Krismasari, A. 1998. Dampak Pelaksanaan PIR-Trans Kelapa Sawit Terhadap Pendapatan Petani. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
89
Mosher, A.T. 1966. Getting Agriculture Moving. Frederick A. Paper, Inc., Boston. Salman, F. dan Teguh Wahyono. 1998. Tingkat Pendapatan dan Ketahanan Petani Plasma PIR Kelapa Sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol 6(3). Saraswati, D. 2002. Dampak Pelaksanaan Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Mitra. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saputro, et.al, 1995. Strategi Pengembangan Kemitraan Di Bidang Perkebunan. Bisnis Indonesia. 1 Agustus 1995. Soehardjo, A. dan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan IlmuIlmu Sosila Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta. Sumarjono. 1990. Mari Berkoperasi Kredit. Badan Pengembangan Daerah Koperasi Kredit. Pematang Siantar. Sutirto Bramono Endrodewo. 1998. Analisis Finansial Agribisnis Mangga Model Pembiyaan KKPA. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syukur, M. Dkk. 1990. Pola Pelayanan Kredit Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Di pedesaan Jabar. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor. Tjakrawiralaksana, A. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Priyambodo, A. dan Nugroho Kurnohadi. 1995. Model Pengembangan Pola Perusahaan Inti Rakyat, Anak Angkat-Bapak Angkat Pada Sub Sektor Perkebunan Kelapa Sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol 3(3). Wahyono, T. 1996. Kemampuan Kelompok Tani Dalam Menunjang Keberhasilan Usahatani Kelapa Sawit Pola PIR-Bun. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol 4(2).
90
Lampiran 1. Luas dan Perkembangan Areal Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Propinsi Tahun 2001-2003 No
Propinsi
2001 Luas (Ha) 1 Nanggroe Aceh D 252,114 2 Sumatera Utara 869,074 3 Sumatera Barat 266,387 4 Riau 1,119,988 5 Jambi 422,503 6 Sumatera Selatan 496,950 7 Bangka Belitung 89,255 8 Bengkulu 66,730 9 Lampung 119,803 10 DKI Jakarta 0 11 Jawa Barat 6,251 12 Banten 14,080 13 Jawa Tengah 0 14 D.I. Yogyakarta 0 15 Jawa Timur 0 16 Bali 0 17 Nusa Tenggara Barat 0 18 Nusa Tenggara Timur 0 19 Kalimantan Barat 389,006 20 Kalimantan Tengah 217,666 21 Kalimantan Selatan 129,673 22 Kalimantan Timur 144,567 23 Sulawesi Utara 0 24 Gorontalo 0 25 Sulawesi Tengah 40,976 26 Sulawesi Selatan 77,363 27 Sulawesi Tenggara 131,286 28 Maluku 0 29 Maluku Utara 0 30 Irian Jaya 50,137 INDONESIA 4,903,809 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 Keterangan : *) Data Sementara
Tahun 2002 Luas (Ha) 257,684 886,612 270,047 1,238,106 429,209 516,928 90,065 70,409 131,362 0 6,251 169,830 0 0 0 0 0 0 406,372 221,034 138,634 191,146 0 0 47,029 83,085 132,850 0 0 52,817 5,339,470
2003* Luas (Ha) 258,195 896,234 278,780 1,301,464 452,968 541,912 91,417 73,910 136,955 0 6,251 17,205 0 0 0 0 0 0 415,821 222,034 139,634 192,146 0 0 48,066 84,304 132,850 0 0 68,490 5,358,636
Lampiran Gambar 2. Organisasi PT Sinar Kencana Inti Perkasa Unit Head
Askep
Asisten Divisi I
Asisten Divisi II
Asisten Divisi III
Asisten Divisi IV
Mandor I
Mandor I
Mandor I
Mandor I
Mandor
Mandor
Mandor
Mandor
91
92
Lampiran 3. Struktur Organisasi KUD Gajah Mada
RAPAT ANGGOTA
BADAN PENGAWAS dan PEMERIKSAAN
PENGURUS
PENGAWAS
MANAGER
PEMBUKUAN
KASIR
KKPA
TANI SAWIT MANDIRI
JASA UMUM
TRANSPORTASI UNIT SIMPAN PINJAM
LAMPIRAN 4. ALUR KEMITRAAN
KUD GAJAH MADA
INTI PT. SKIP
PENGURUS
UNIT HEAD
BP
UUO
UUO
UUO
UUO
SIMPAN PINJAM
TRANSPORT
SAWIT MANDIRI
PLASMA
MANAGER
MANAGER
MANAGER
MANAGER
FUNDING
ASKEP
DIVISI ASISTEN
DIVISI ASISTEN
DIVISI ASISTEN
DIVISI ASISTEN
Areal Tanaman Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
Pekarangan Tanaman Kelapa Sawit Peserta KKPA
Pemanenan tandan buah kelapa sawit Tandan buah kelapa sawit yang telah dipanen
Error!
Kegiatan Pemangkasan
Brondolan Buah Kelapa Sawit Saat Pemanenan
Brondolan yang jatuh pada saat panen dikumpulkan kemudian dibawa ke TPH (tempat pengumpulan hasil)
Jalan perkebunan kelapa sawit KKPA
Kantor PT. Sinar Kencana Inti Perkasa
Kantor KUD Gajah Mada