i
DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL
WIRA FUJI ASTUTI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Wira Fuji Astuti NIM I34110055
iii
ABSTRAK WIRA FUJI ASTUTI. Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil. Di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA dan MAHMUDI SIWI Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor pendorong munculnya gurandil dengan aktivitas yang dilakukan oleh gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dan hubungannya dengan kesejahteraan rumah tangga dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, yaitu penggunaan instrumen berupa kuesioner, dan didukung data kualitatif dengan metode wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan penelusuran dokumen. Hasil penelitian ini memaparkan bahwa faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin. Faktor yang sangat mempengaruhi tingginya aktivitas gurandil adalah faktor ekonomi karena rendahnya tingkat pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas gurandil adalah faktor hukum dan faktor sosial. Tingkat aktivitas gurandil dikategorikan sesuai dengan karakteristik gurandil yaitu gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil tong. Aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin paling tinggi adalah gurandil cetek. Berdasarkan aktivitas gurandil tersebut diperoleh hubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil yang dilihat dari kondisi fisik bangunan tempat tinggal, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat pengeluaran. Kata kunci: aktivitas gurandil, faktor-faktor pendorong, tingkat kesejahteraan
ABSTRACT WIRA FUJI ASTUTI. The Impact of the Activities of Illegal Mining for Household Welfare Gurandil. Under the guidance of IVANOVICH AGUSTA and MAHMUDI SIWI This study aimed to analyze relationship between factors which are stimulated emergence of gurandil with activities undertaken by gurandil in doing illegal gold mining, and its relationship with welfare of households, by using Spearman rank correlation test. This research was conducted using quantitative research approach, namely use of instruments such as questionnaires, and qualitative data supported by in-depth interviews, participant observation and document analysis. Results of this study explain that the factors stimulates the emergence gurandil are associated with the level of activity in the gold mining without permission. Factors that influence intensity of gurandil's activity is economic factors, because of low level of earned income to meet family needs. Another factor that affects activity of gurandil is legal factors and social factors. Gurandil activity levels are categorized according to the characteristics, namely gurandil shallow, regular gurandil, and gurandil barrel. Gurandil activity in gold mining without permission is gurandil shallow highest. Based on the obtained relationship gurandil activity by household welfare level gurandil is seen from physical condition of residential buildings, level of health, education level, income level, and level of expenditure. Keywords:, driving factors of gurandil, gurandil activity, level of welfare
iii
DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL
WIRA FUJI ASTUTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
iii
Judul Skripsi Nama NIM
: Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteran Rumah Tangga Gurandil : Wira Fuji Astuti : I34110055
Disetujui oleh
Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi Dosen Pembimbing I
Mahmudi Siwi, SP, MSi Dosen Pembimbing II
Diketahui
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: _______________
PRAKATA
Untaian puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti. Pujian dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, dan para sahabat hingga tabi’in dan pengikutnya hingga hari akhir. Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan untuk Bapak Enkon Sukondi sebagai kepala desa, Bapak Ahmad Rifai sebagai sekretaris Desa Pangkal Jaya, keluarga Ibu Neng dan Bapak Adang, perangkat Desa Pangkal Jaya dan seluruh masyarakat Desa Pangkal Jaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut dan telah memberikan kemudahan bagi penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi dan Mahmudi Siwi, SP, MSi sebagai dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ibu Masneti dan Bapak Asril orang tua tercinta, kakak, dan adik tersayang serta semua keluarga yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir Fredian Tonny Nasdian, MS dan Bapak Martua Sihaloho, SP, MSi sebagai penguji dalam sidang skripsi yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis serta Bapak Dr Sofyan Sjaf, MSi selaku dosen penguji petik yang telah melakukan pengkoreksian pada sistematika dan tata cara penulisan yang baik. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada Anita Pertiwi, Dwi Tasya Liandra sebagai sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat layaknya keluarga, Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang khususnya angkatan 48, Ikatan Mahasiswa Serambi Mekah dan Pagaruyung serta temen-temen satu bimbingan Desi Rosita, Nashrul Latif dan Ami Kusuma Handayani yang saling menyemangati satu sama lain. Dan juga ucapan terimakasih kepada keluarga besar SKPM terutama untuk temen-temen seperjuangan SKPM 48 atas semangat dan kebersamaan selama ini serta semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2015
Wira Fuji Astuti
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pengertian Pertambangan Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) Dampak Aktivitas Pertambangan Dampak Aspek Sosial-Ekonomi Kesejahteraan Kerangka Pemikiran Hipotesis Definisi Operasional PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pemilihan Responden dan Informan Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis dan Lingkungan Kondisi Demografi dan Ekonomi Sosial Budaya Kondisi Sarana dan Prasarana Kondisi Sosial Budaya FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PENAMBANG EMAS TANPA IZIN (GURANDIL) Karakteristik Responden Faktor Sosial Faktor Hukum Faktor Ekonomi AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (GURANDIL) Identifikasi Tingkat Aktivitas Gurandil di Desa Pangkal Jaya Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Cetek (Kecil) Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Biasa Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Tong KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Cetek Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Biasa Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Tong
viii x xiii xiv 1 1 3 4 4 5 5 5 6 7 8 9 10 11 12 19 19 19 19 20 21 23 23 24 27 28 29 29 31 33 35 39 39 40 42 44 49 49 56 61
ix
HUBUNGAN FAKTOR PENDORONG, TINGKAT AKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL Hubungan Faktor Pendorong dan Aktivitas Gurandil Hubungan Tingkat Aktivitas dengan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
69 69 70 73 73 74 75 91
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
20 21 22 23 24
25
Definisi operasional faktor-faktor pendorong Definisi operasional aktivitas gurandil Definisi operasional tingkat kesejahteraan Pemilihan informan Teknik pengumpulan data dan jenis data Jumlah dan persentase luas lahan menurut jenis pemanfaatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 Jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2011-2014 Jumlah dan persentase penduduk Desa Pangkal Jaya menurut jenis kelamin tahun 2014 Data penduduk yang tersebar menurut RW/Dusun Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2014 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 Sarana dan prasarana peribadatan Desa Pangkal Jaya tahun 2013 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) Di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan kategori umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan luas lahan yang dimiliki di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
12 13 15 20 21 23 24 24 25 26 26 27 27 28 28 29 30 30
34 37 49 50 50
51
51
xi
26 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 27 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 28 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 29 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 30 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 31 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 32 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 33 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 34 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 35 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 36 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 37 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 38 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 39 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 40 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 41 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 42 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 43 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 44 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 45 Uji kolerasi Rank Sperman faktor –faktor pendorong munculnya gurandil dan tingkat aktivitas gurandil (gurandil cetek, biasa, dan tong)
52 52
53 56 56 57
57
57
58 58 58 61 62 62
63
63
63 64 64 70
xii
46 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya 47 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya
71
72
DAFTAR GAMBAR 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kerangka Pemikiran Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Bangunan rumah gurandil cetek Bangunan rumah gurandil tong Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015. Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
11
33 36 41 44 45 46 53 54 55 55 59 59 60 61 65 65 66 67
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Sketsa lokasi penelitian Jadwal penelitian Uji Reliabilitas Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil cetek di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir 6 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil Cetek di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir 7 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil biasa di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir 8 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil biasa di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir 9 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil tong di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir 10 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil tong di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir 11 Dokumentasi Penelitian
81 82 83 83
84
85
86
87
88
89 90
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sebagai salah satu sektor industri dalam tatanan ekonomi global, industri pertambangan memiliki posisi dominan dalam pembangunan sosial ekonomi negara maju dan berkembang. Hadirnya sektor industri memberikan dampak positif maupun negatif bagi masyarakat. Tanpa menampik dampak positifnya, dampak negatif dalam ranah sosial, ekonomi, lingkungan, politik, dan budaya yang ditimbulkan sektor industri ini lebih banyak. Dampak negatif tersebut cenderung membesar di negara-negara berkembang atau di negara-negara yang menghadapi kendala ketidakefektifan sistem pemerintahan, ketiadaan regulasi (perundangan) yang memadai serta tingginya gejolak sosial-politik (Kristanto 2004). Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah bukan sematamata berorientasi pada pembangunan fisik saja melainkan lebih jauh dimaksudkan untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya lahir dan batin menuju peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia yang adil dan makmur sejahtera. Sesuai pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat”. Oleh karena itu, pemerintah berusaha memanfaatkan sumber tenaga, sumber alam dan teknologi untuk pertumbuhan pembangunan ekonomi Indonesia. Pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam telah dibangun melalui semangat UUD 1945 Pasal 33 dengan tujuan utama adalah untuk sebesar besarnya kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan pembentukan kebijakan pertambangan yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Menurut Saleng (2007), dibentuknya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan konsekuensi dari lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Pemerintah di samping meningkatkan sektor pertanian dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga menggalakkan industri baik industri kecil, industri menengah dan juga industri besar, untuk menciptakan lapangan kerja baik di sektor formal maupun informal. Industri menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia. Industri sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia hanya dapat dipenuhi oleh barang dan jasa yang disediakan dari sektor industri.
2
Pembinaan dan penyiapan masyarakat menjadi masyarakat industri, hanya dimungkinkan oleh pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perubahan perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Namun lebih dari itu, industri membutuhkan kesiapan sosial budaya dari masyarakat untuk menerima, mendukung serta melestarikan keberadaan fisik suatu industri di tengah masyarakat bahkan justru kesiapan sosial budaya ini merupakan faktor penting dalam penunjang lajunya proses industri dalam suatu masyarakat. Industri tambang mineral dan migas dapat berkembang sangat pesat karena kebutuhan dan permintaan atas mineral dan energi yang terus meningkat bersamaan dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta kesejahteraan. Namun di balik peningkatan tersebut, terdapat dua permasalahan besar yang dihadapi industri yaitu pertama cadangan sumber alam semakin menipis dan kedua resistensi masyarakat khusus nya masyarakat lokal semakin meningkat yang terungkap dari kasus konflik antaran korporasi dengan komunitas lokal, baik diakibatkan oleh praktik tambang sendiri mapun berbentuk konflik kepentingan. Oleh sebab itu, dibalik pesatnya perkembangan industri tambang dan migas, kedudukan korporasi sangat rentan terhadap tekanan utamanya dari kalangan civil society karena persepsi umum melihat praktik industri tersebut lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positifnya terhadap lingkungan sekitar, secara fisik maupun sosial (Prayogo 2011) Hadirnya industri pertambangan di daerah Bogor menimbulkan daya tarik tersendiri bagi pencari kerja baik dari dalam maupun dari luar daerah pertambangan, sehingga akan menimbulkan masyarakat yang majemuk. Dengan adanya masyarakat tersebut, berbagai macam budaya dan prilaku akan berpengaruh kepada kehidupan baik pada kondisi sosial maupun kondisi ekonomi. Sebelum adanya industri mata pencarian mayarakat adalah di bidang pertanian. Seiring berkembangnya industri yang masuk ke pedesaan perlahan lahan budaya bertani mulai luntur dan masyarakat lebih tertarik untuk bekerja di industri. Akan tetapi, untuk masuk ke ranah industri masyarakat juga harus bersaing satu sama lain agar terserap oleh industri. Persaingan yang ada yaitu persaingan dalam hal keterampilan (skill) dan juga pengetahuan masyarakat pada bidang pekerjaan yang menuntut kedua hal tersebut. Hal ini terjadi saat perusahaan mengambil karyawan dari luar daerah, jika ada orang lokal biasanya perusahaan hanya memposisikan mereka sebagai satpam atau pembantu saat survei lapangan. Dikarenakan kebanyakan masyarakat asli daerah tersebut masih berpendidikan rendah dan minim dalam kemampuan. Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan PT. Antam (Persero) Tbk UBPE Pongkor. Selain di bidang pertanian, masyarakat Desa Pangkal Jaya pada umumnya bekerja sebagai penambang emas tanpa izin atau yang dikenal dengan penambang gurandil/tikus. Sebelum beroperasinya perusahaan pertambangan di daerah gunung pongkor, penambang gurandil telah ada dengan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, fenomena peti (penambang gurandil) marak sekitar tahun 1998 akibat faktor daya tarik harga emas yang mencapai angka Rp 100 000 per gram, di samping karena krisis ekonomi dan pengangguran yang melonjak. Diperkirakan ada sekitar 3 000 hingga 8 000 gurandil yang beroperasi di Pongkor. Sekitar 70% dari jumlah ini adalah pendatang dari Cikotok, Salopa, Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, Rangkasbitung,
3
Bengkulu, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur, sementara hanya 30% saja yang berasal dari Desa Bantar Karet dan Desa Cisarua1. Pada saat ini harga emas yang di tambang dan diolah dengan cara sederhana mencapai Rp 12 500 000/ons. Hal tersebut dapat memicu tingginya aktivitas masyarakat untuk melakukan penambangan gurandil. Dampak yang yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar di bidang pertambangan, karena kegiatan penambangan liar dilakukan dengan menggunakan peralatan tradisional yang menyebabkan korban jiwa pada saat melakukan proses penambangan. Dari uraian diatas, maka perlu dikaji sejauhmana dampak aktivitas pertambangan emas tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat gurandil? Masalah Penelitian Berdirinya perusahaan pertambangan dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap sosial dan ekonomi masyarakat sekitar dan nantinya akan menghadirkan sebuah kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat. Kegiatan pertambangan tersebut ada yang memiliki izin dan tidak memiliki izin. Namun, sebagian besar masyarakat dalam melakukan kegiatan pertambangan tidak memiliki ijin dari pihak atau instansi manapun yang terkait. Menurut beberapa literatur dengan pandangan-pandangan yang berbeda, keberadaan perusahaan memberikan dampak yang positif, seperti yang dikemukakan Ismono (2010) menyatakan keberadaan perusahaan pertambangan belum tentu memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat. Selain itu kegiatan penambangan tanpa izin pada suatu wilayah dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Munculnya para penambang liar atau tanpa izin disebabkan oleh adanya berbagai faktor pendorong seperti faktor sosial, faktor ekonomi, faktor hukum dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji sejauhmana faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil untuk melakukan pertambangan tanpa izin? Masyarakat yang tidak terserap oleh perusahaan pertambangan besar memilih bekerja sebagai penambang liar. Pertambangan emas tanpa izin ini bagi sebagian masyarakat menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada sektor pertanian. Akan tetapi pekerjaan tersebut belum tentu menjadikan hidup masyarakat sejahtera. Taraf hidup atau tingkat kesejahteraan masyarakat adalah perubahan kondisi ekonomi masyarakat yang diukur dengan tingkat pendidikan, bentuk bangunan rumah, dan kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Berdasarkan tingkat pendidikan, Paryono (2005) menyatakan bahwa semenjak beroperasinya kegiatan pertambangan, pendapatan masyarakat dari sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor non pertanian. Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan daerah 1
Artikel menelusuri jejak gurandil di tambang emas pongkor 2011 diunduh dari http://fatullahtambangemas.blogspot.com/2011/03/menyusuri-jejak-gurandil-di-tambang.html
4
pertambangan emas. Akan tetapi dalam kegiatannya, masyarakat lokal belum begitu terlibat. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji sejauhmana aktivitas sebagai penambang tanpa izin berhubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis sejauhmana dampak kegiatan pertambangan tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat gurandil di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Kemudian tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permaasalahan, yakni: 1. Menganalisis hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil untuk melakukan pertambangan tanpa izin. 2. Menganalisis hubungan antara aktivitas sebagai penambang tanpa izin (gurandil) dan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain untuk: 1. Akademisi, yaitu memberikan tambahan khasanah pengetahuan mengenai dampak yang ditimbulkan baik itu positif maupun negatif oleh keberadaan perusahaan pertambangan dan aktivitas pertambangan emas tanpa izin serta membuka realitas pikiran bagi mahasiswa dalam menanggapi permasalahan tersebut 2. Masyarakat, untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan tanpa izin terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan membantu masyarakat dalam menyikapi dampak tersebut khususnya para gurandil 3. Pemerintah dan Perusahaan, diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan yang dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap kelangsungan hidup masyarakat dan pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Perusahaan agar lebih respect terhadap masyarakat dan lebih memperhatikan kondisi sekitar perusahaan baik lingkungan maupun sosial dan dalam menghadapi permasalahanpermasalahan yang dirasakan oleh masyarakat.
PENDEKATAN TEORITIS Bab ini menjelaskan mengenai berbagai pustaka yang dirujuk dalam melakukan penelitian. Pustaka-pustaka tersebut diambil dari berbagai sumber seperti buku, peraturan pemerintah, maupun hasil-hasil penelitian. Selain itu, bab ini juga menjelaskan mengenai kerangka penelitian beserta dengan hipotesis penelitian, dan definisi operasional dari masing-masing variabel yang dihitung. Tinjauan Pustaka Pengertian Pertambangan Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka penguasaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. Sedangkan Penambangan adalah bagian kegiatan Usaha Pertambangan untuk memproduksi mineral dan/ atau batubara dan mineral ikutannya. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Menurut UU No. 11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni: Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital). Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes. Hasil penelitian Risal et al (2013) menyatakan bahwa terdapat sejumlah unsur yang sudah pasti melekat pada pertambangan, yakni adanya tindakan penghancuran/pengrusakan, kebohongan, mitos, dan keuntungan untuk segelintir orang tertentu (orang kaya). Selanjutnya Risal et al (2013) menyatakan objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak terbaharukan (nonrenewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth), aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation). Manan dan Saleng (2004) dalam Siregar (2009) juga menyatakan bagaimana peran kegiatan pertambangan. Pertambangan memiliki peran yang strategis dan kontribusi besar terhadap pembangunan daerah. Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu daerah, komunitas baru akan terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah beroperasinya pertambangan. Komunitas baru tersebut akan memberikan pengaruh terhadap perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat pencari kerja dan pelaku
6
ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru dan menyebabkan jasajasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pertambangan. Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) Kegiatan Peti adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Ngadiran, Santoso dan Purwoko (2002) persolan-persoalan kegiatan pertambangan emas tanpa izin diantaranya: a. Keselamatan kerja kurang terjamin karena para penambang dalam pengolahan bijih emas menggunakan bahan kimia beracun seperti sianida dan merkuri b. Modal kerja ditanggung oleh seorang pemilik lubang atau pemilik mesin. Cara patungan diupayakan diantara penambang sekalipun jumlahnya sangat terbatas. Apabila modal tetap saja belum mencukupi, para penambang sering sekali terpaksa hutang karena tidak ada bank yang mau memberikan kredit c. Para penambang bekerja dengan teknik yang sederhana yang dipelajari secara tradisional dan turun-temurun, sehingga tidak terjadi inovasi. Sumantri dan Herman (2007) dalam Wibisono (2008) menyatakan bahwa faktor pendorong kehadiran Peti dapat dikelompokkan menjadi: 1. Faktor sosial, yaitu kegiatan Peti merupakan kegiatan yang sudah menjadi pekerjaan turunan karena dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat setempat; terdapatnya hubungan yang kurang harmonis antara pertambangan resmi atau berizin dengan masyarakat setempat; dan terjadinya penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. 2. Faktor hukum, yaitu ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan; kelemahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan, yang diantara lain tercermin dalam kekurangberpihakan kepada kepentingan masyarakat luas dan tidak adanya teguran terhadap pertambangan resmi atau berizin yang tidak memanfaatkan wilayah usahanya (lahan tidur); serta terjadinya kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan. 3. Faktor ekonomi disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang sesuai dengan tingkat keahlian atau keterampilan masyarakat bawah; kemiskinan dalam berbagai hal, yakni miskin secara ekonomi, pengetahuan, dan keterampilan; keberadaan pihak ketiga yang memanfaatkan kemiskinan untuk tujuan tertentu, yaitu penyandang dana (cukong), beking (oknum aparat) dan LSM; krisis ekonomi berkepanjangan yang melahirkan pengangguran terutama dari kalangan masyarakat bawah.
7
Dampak Aktivitas Pertambangan Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan penambangan batubara yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan secara umum. Dampak penambangan berarti perubahan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha eksploitasi baik perubahan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan maupun lingkungan alam. Dampak penambangan bisa positif bila perubahan yang ditimbulkannya menguntungkan dan negatif jika merugikan, mencemari, dan merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan menjadi penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun kriteria dampak penting, yaitu: (1) jumlah manusia yang akan kena dampak, (2) luas wilayah penyebaran dampak, (3) intensitas dan lamanya dampak berlangsung, (4) banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat komulatif dampak, dan (6) berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible) dampak. Seperti kebijakan di Kalimantan Timur sejak tahun 2002 hingga tahun 2011 lalu, terdapat sedikitnya 1 271 izin pertambangan di Kalimantan Timur yang menjadikan produsen batubara nomor 1 di Indonesia, dengan hampir 61% batubara dihasilkan dengan mengeruk bumi Kalimantan Timur. Tetapi sangat ironis bahwa provinsi terluas ke dua di Indonesia ini, bahkan tak mampu memenuhi kebutuhan pangan mandiri penduduknya yang tumbuh 3.7% per tahun (Risal et al 2013). Kristanto (2004) menjelaskan dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia. Disini tidak disebutkan karena adanya proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja, sedangkan banyak proyek yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada, tetapi dampaknya besar. Jadi yang menjadi objek pembahasan bukan saja dampak proyek terhadap lingkungan, melainkan juga dampak lingkungan terhadap proyek. Menurut Salim (2007) setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah: 1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional; 2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD); 3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; 4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang; 5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang; 6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan 7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang. Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah: 1. Kehancuran lingkungan hidup; 2. Penderitaan masyarakat adat; 3. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal; 4. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan;
8
5. Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan 6. Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan Selain itu, kegiatan Peti juga memberikan dampak baik itu dampak positif maupun dampak negatif terhadap aspek ekologi dan sosial-ekonomi kepada masyarakat lokal. Kegiatan Peti pada umumnya tidak ramah lingkungan, karena hanya mengejar kepentingan dalam waktu singkat seperti halnya bagaimana untuk mendapatkan uang. Hal ini disebabkan oleh minimnya kesadaran untuk tetap melestarikan lingkungan. Tidak hanya kerusakan lingkungan yang ditimbukan oleh kegiatan Peti tetapi juga menelan korban jiwa yang jumlahnya lebih besar dibandingkan perusahaan pertambangan. Berdasarkan aspek sosial ekonomi, kegiatan Peti diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap pembangunan tetapi juga terhadap masyarakat lokal yang berada di sekitar lokasi penambangan. Dalam skala makro, Peti dilihat sebagai bahaya dan ancaman bagi investasi pertambangan di Indonesia. Namun, dalam skala mikro penambangan emas dapat digolongkan sebagai salah satu gerakan “ekonomi kreatif” yang memenuhi kebutuhan hidup rakyat kecil. Mereka berusaha menggali dan menemukan butiran emas demi perbaikan hidup ekonomi para penambang. Setiap hari mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti berbelanja, membayar uang sekolah anak, berobat, membeli kendaraan bermotor dan meniti masa depan yang lebih baik (Willybrodus, dan Chang (2012). Selanjutnya, Willybrodus, dan Chang (2012) terdapat beberapa dilema dalam kegiatan pertambangan emas. Pertama, adanya desakan kebutuhan hidup (keterpaksaan hidup) rakyat kecil dan perolehan izin pemerintah untuk menambang emas di kawasan Mandor. Menambang emas analog dengan berspekulasi dalam sebuah dunia usaha. Tidak semua penambang emas berpenghasilan tinggi. Sebelum beroperasi, penambang lokal harus memiliki mesin dompeng (gelundungan) bermutu baik, yang berharga sekitar Rp 20 000 000,00. Biaya operasi harian terkadang mencapai Rp 500 000,00 – Rp 1 000 000,00. Modal usaha pertambangan rakyat tidak kecil dan modal ini tidak dengan sendirinya segera kembali. Terkadang dalam sehari penghasilan maksimal mereka mencapai Rp 10 000 000,00. Terkadang mereka sangat sulit mencapai target yang diharapkan. Kedua, bukan mustahil bahwa seorang penambang emas tanpa izin ditangkap dan diproses secara hukum, walaupun para penambang memiliki antena khusus kalau ada petugas keamanan akan merazia penambang emas tanpa izin. Walaupun ketenangan dan kenyamanan kerja para penambang rakyat masih belum terjamin, para penambang rakyat tetap mengadu untung di tengah ketidakpastian hidup ekonomi, sosial dan politik dewasa ini. Semua kegiatan penambangan terhenti kalau keadaan cuaca buruk, seperti hujan dan banjir melanda kawasan pertambangan. Dampak Aspek Sosial-Ekonomi Dampak sosial ekonomi merupakan dampak aktivitas pertambangan pada aspek sosial ekonomi yang dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif akibat aktivitas pertambangan diantaranya adalah terjadinya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), terciptanya lapangan pekerjaan, dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah pertambangan sedangkan dampak negatif dari adanya aktivitas pertambangan adalah terjadinya penurunan pendapatan bagi masyarakat yang bergerak di sektor pertanian, karena
9
menurunnya kualitas lahan yang digunakan. Hasil penelitian Budimanta (2007) menunjukkan bahwa aktivitas penambangan di daerah Bangka Belitung memberikan berbagai dampak positif dan negatif pada kehidupan warga. Dampak positif diantaranya adalah meningkatnya penghasilan devisa bagi negara, terciptanya lapangan pekerjaan. Selain itu, adanya perbaikan infrastruktur seperti akses jalan ke Penagan dari Pangkal Pinang menjadi semakin mudah dan kondisi jalanan semakin baik. Waktu tempuh menjadi semakin efisien dibandingkan sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga dua hari bagi para pejalan kaki. Pada aspek ekonomi, pendapatan yang diperoleh warga menjadi semakin meningkat. Hal ini terlihat dari adanya kemampuan warga untuk mendirikan rumah permanen yang terbuat dari bahan bata dan semen, dibandingkan kondisi sebelumnya yang hanya terbuat dari kayu penyangga. Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) bagi sebagian masyarakat dapat menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada sektor pertanian. Selain itu, kegiatan Peti dapat dilakukan oleh semua tingkatan pendidikan, baik itu tinggi maupun rendah karena kegiatan Peti ini tidak perlu dimiliki latar belakang pendidikan sebab para penambang dapat belajar dari pengalaman mereka dengan cara melihat dan meniru kegiatan yang dilakukan rekannya dilapangan2 Masuknya sebuah industri dalam suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap pergerakan penduduk, seperti halnya dapat memicu terjadi migrasi penduduk. Dijelaskan oleh Rusli (2012) migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Seseorang melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu geografis ke geografis lainya. Banyak faktor melatarbelakangi seseorang melakukan migrasi seperti halnya adalah dalam memperoleh pekerjaan. Kesejahteraan Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto 2005). Konsep kesejahteraan yang ideal dikemukakan oleh BPS (2005), bahwa ada tujuh indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan antara 2
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sej_044043_chapter5.pdf[diunduh pada tanggal 25 Desember 2014]
10
lain: pendapatan, konsumsi atau pengeluatan keluarga, fasilitas tempat tinggal, kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, dan kemudahan mendapat akses pendidikan. 1. Pendapatan adalah penghasilan tetap yang diperoleh dalam satu bulan yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. 2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 3. Fasilitas tempat tinggal yang dapat diukur dari luas lantai rumah, penerangan, jenis alas/lantai rumah, kondisi MCK, kondisi bangunan, atap, sumber air. Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah tangga. 4. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit. Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah dengan melihat kondisi keluhan kesehatannya. 5. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden dalam menjangkau dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan seperti JAMKESMAS dan lain-lain. 6. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam memperoleh jenjang pendidikan yang baik dan tinggi. 7. Kepemilikan alat transportasi merupakan jenis alat transportasi yang dimiliki responden untuk mempermudah akses ke berbagai tempat. Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, dapat digambarkan bahwa pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses transportasi, kepentingan dan kebutuhan keluarga serta masyarakat merupakan tolak ukur atau indikator untuk mengukur dan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kerangka Pemikiran Berdirinya perusahaan pertambangan emas akan memberikan pengaruh, baik itu positif maupun negatif. Terlihat dari keberadaan perusahaan pertambangan tersebut dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap tingkat pendapatan daerah. Keberadaan perusahaan bukan hanya dirasakan oleh pemerintah daerah akan tetapi juga pada masyarakat sekitar perusahaan beroperasi, yang mana masyarakat disini adalah aktor utama yang dapat langsung merasakan dampaknya. Perusahan pertambangan besar atau perusahaan legal akan mendorong munculnya para penambang liar atau penambang tanpa izin yang diakibatkan tidak terserapnya tenaga kerja dari kalangan pribumi. Berbagai faktor pendorong seperti faktor sosial, faktor hukum, dan faktor ekonomi yang disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang sesuai dengan tingkat keahlian atau keterampilan masyarakat bawah. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi tingkat aktivitas masyarakat untuk melakukan pertambangan tanpa izin. Tingkat aktivitas dapat dilihat dari lama bekerja, frekuensi bekerja, tingkat modal kerja, dan tingkat keselamatan kerja. Dari indikator terebut dapat dilihat sejauh mana aktivitas masyarakat penambangan liar dengan menggunakan teknik-teknik sederhana dan secara tradisional. Dalam kerangka analisis juga dijelaskan pembukaan pertambangan mempengaruhi masyarakat untuk menjadi penambang liar yang juga memberikan dampak positif dan negatif baik dalam bidang sosial maupun ekonomi. Yang
11
dilihat dari tingkat pendidikan, keselamatan kerja, peluang kerja, tingkat kesehatan dan lain lain. Dijelaskan juga bagaimana tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perolehan pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendidikan juga akan mempengaruhi kesempatan atau peluang kerja di sektor pertambangan secara legal. Hal ini akhirnya sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat lokal. Tingkat kesejahteraan dapat diukur dari tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, tingkat perubahan luas lantai, tingkat perubahan jenis lantai, tingkat perubahan sumber penerangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas MCK, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, perubahan peluang kerja, tingkat konsumsi pangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas transportasi. X1 Tingkat Faktor Pendorong x1.1 Tingkat faktor sosial x1.2 Tingkat faktor hukum x1.3 Tingkat faktor ekonomi
X2 Tingkat Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin x2.1 Lama bekerja x2.2 Frekuensi bekerja x2.3 Tingkat modal kerja x2.4 Tingkat keselamatan kerja x2.5 Tingkat migrasi
Y Tingkat Kesejahteraan Y1 Tingkat perubahan luas lantai Y2 Tingkat perubahan jenis lantai Y3 Tingkat perubahan sumber penerangan rumah tangga Y4 Tingkat perubahan fasilitas MCK Y5 Tingkat perubahan fasilitas transportasi Y6 Tingkat kesehatan Y7 Tingkat pendapatan Y8 Tingkat pengeluaran Y9 Tingkat pendidikan
Keterangan: : Hubungan Gambar 1 Kerangka Pemikiran Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian disajikan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil dengan dengan tingkat aktivitas gurandil. 2. Terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil.
12
Definisi Operasional Faktor Pendorong Kehadiran PETI Pertambangan emas adalah proses atau teknik yang digunakan untuk mengambil emas dari dalam tanah. Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu daerah, komunitas baru akan terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah beroperasinya pertambangan. Komunitas baru tersebut akan memberikan pengaruh terhadap perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat pencari kerja dan pelaku ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru dan menyebabkan jasa-jasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pertambangan. Ada berbagai faktor-faktor pendorong hadirnya pertambangan tanpa izin yang dilakukan oleh sebuah institusi atau kelompok maupun perorangan yang didorong karena adanya faktor sosial, faktor hukum, faktor ekonomi. Tabel 1 Definisi operasional faktor-faktor pendorong No Variabel Definisi Operasional Indikator 1.
Tingkat hubungan antar pihak
Suatu kapasitas individu dalam menjalin interaksi antar pihak untuk meningkatkan kerjasama
2.
Tingkat ketidaktahuan masyarakat tentang hukum Tingkat kelemahan undangundang
Suatu pemahaman responden terhadap regulasi atau peraturan yang berlaku
3.
4.
Tingkat kemampuan kerja
Kekurangberpihakan kepada kepentingan masyarakat luas dalam menegakkan hukum di bidang pertambangan. Suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan
Jenis Data Ordinal
Sumber Rujukan Wibisono 2008
Ordinal
Wibisono 2008
Ordinal
Wibisono 2008
1. Kesanggup- Ordinal an kerja 2. Pendidikan 3. Masa kerja
Wibisono 2008
1. Dalam Provinsi 2. Dalam Kabupaten 3. Dalam Kecamatan 4. Dalam Desa 1. Tidak tahu 2. Tidak ada 3. Ada
1. 2. 3. 4.
Tidak tahu Rendah Sedang Kuat
13
Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tabel 2 Definisi operasional aktivitas gurandil No Variabel Definisi Indikator Jenis Operasional Data Lama Waktu kerja para 1. Masa kerja Ordinal 1. bekerja responden di area baru yaitu ≤ pertambangan 10 Tahun dalam hitungan 2. Responden tahun. Untuk masa dengan laten penyakit masa kerja akibat kerja lama yaitu memerlukan waktu > 10 Tahun lebih dari 10 tahun untuk bermanifestasi. Frekuensi Jumlah hari kerja 1. Normal ≤ 5 Ordinal 2. bekerja responden dalam hari/minggu seminggu 2. Tidak normal >5 hari/minggu Tingkat Aktiva lancar 1. Kebutuhan Ordinal 3. modal (kas/bank, surat modal kerja berharga, piutang 2. Perputaran dagang, modal persediaan) yang digunakan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah buruh, pembayaran utang, dan pembayaran lainnya, dimana tingkat perputarannya tidak melebihi jangka waktu operasi normal
Sumber Rujukan Harrianto, 2010
Menaker 1997
Eugene. F Brigham, Joel. F Houston (2006)
14
No
Variabel
4.
Migrasi
5.
Tingkat t keselamat an kerja
Definisi Operasional perusahaan(1 tahun) Perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain melewati batas administrasi dengan tujuan menetap (permanen) dan tidak menetap (non permanen). Migrasi ini ingin melihat berapa banyak masyarakat yang datang atau masuk ke desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor semenjak meluasnya kegiatan penambangan tanpa izin (PETI). Keadaan dimana tenaga kerja merasa aman dan nyaman, dengan perlakuan yang didapat dari lingkungan dan berpengaruh pada kualitas kerja, yang dapat dilihat dari tempat kerja yang merupakan lokasi dimana para karyawan melaksanakan aktifitas kerjanya dan mesin dan peralatan yang bagian dari kegiatan operasional dalam proses produksi
1. 2. 3. 4.
Indikator
Jenis Data
Sumber Rujukan
Harian Periodik Musiman Permanen
Ordinal
Rusli 2012
1. Tempat Ordinal kerja 2. Mesin dan peralatan kerja
Suma’ur 1996
15
No
Variabel
Definisi Operasional yang biasanya berupa alat – alat berat dan ringan.
Indikator
Jenis Data
Sumber Rujukan
Tingkat Kesejahteraan Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto 2005). Tabel 3 Definisi operasional tingkat kesejahteraan No Variabel Definisi Indikator Operasional Jenis Merupakan 1. Mata air 1. perolehan perolehan 2. Sumur, ledeng sumber air sumber air untuk eceran pemenuhan 3. Ledeng kebutuhan meteran fisiologis 4. Sumur bor/pompa terlindung 5. Air minum dalam kemasan/isi ulang 6. Lainnya...... Fasilitas Merupakan jenis 1. WC umum 2. tempat fasilitas yang 2. WC bersama buang air dimiliki rumah tanah/semen besar/WC tangga 3. WC bersama responden yang keramik digunakan untuk 4. WC pribadi aktivitas buang Tanah /semen air besar. 5. WC pribadi keramik 6. Lainnya,...... Jenis lantai Merupakan jenis 1. Tanah 3.
Jenis Data Ordinal
Sumber Rujukan BPS (2005)
Ordinal
BPS (2005)
Ordinal
BPS
16
No
Variabel bangunan tempat tinggal
4.
5.
Jenis dinding terluas
Sumber penerangan
6.
Tingkat kesanggupan pengobatan
7.
Tingkat pendapatan
8.
Tingkat pendidikan
Definisi Operasional lantai bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga. Merupakan jenis dinding bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga. Merupakan sumber penerangan yang digunakan oleh rumah tangga responden dalam bangunan tempat tinggalnya. Kesanggupan untuk memperoleh pengobatan yang layak dalam satu tahun terakhir Rata-rata hasil (X) kerja berupa uang yang diperoleh tiap individu per bulan, tingkat pendapatan diukur berdasarkan rataan pendapatan rumah tangga responden Tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
Indikator 2. Bambu 3. Kayu murah 4. Kayu mahal 5. Keramik 6. Lainnya 1. Rumbia 2. Bambu 3. Kayu kualitas rendah 4. Tembok bata 5. Tembok beton 6. Lainnya,...... 1 Obor 2. Senter/ petromak 3. Listrik non PLN 4. Listrik PLN (bersama tetangga) 5. Listrik PLN 6. Lainnya,..... 1. Pukesmas 2. Poliklinik 3. Rumah Sakit 4. Jasa Medis lainnya,....... X ≤ ½ SD : rendah
Jenis Data
Sumber Rujukan (2005)
Ordinal
BPS (2005)
Ordinal
BPS (2005)
Ordinal
BPS (2005)
Ordinal
BPS (2005)
Ordinal
UU RI No. 20 Tahun 2003
½ SD < X < ½ SD : sedang X ≥ ½ SD : tinggi
1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Diploma
17
No
3.
9.
Variabel
Tingkat pengeluaran
Kepemilikan alat transportasi utama
Definisi Operasional tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Rata-rata (X) konsumsi/pengel uaran untuk pemenuhan kebutuhan pangan, pendidikan dan kesehatan (nonpangan). Pengukuran tingkat pengeluaran didasarkan pada pengeluaran rumah tangga responden untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan pendidikan dan jasa (nonpangan). Merupakan jenis alat transportasi utama yang dimiliki oleh
Indikator
Jenis Data
Sumber Rujukan
5. Sarjana 6. Master 7. Doktor
X ≤ ½ SD : rendah
Ordinal
BPS (2005)
Ordinal
BPS 2005
½ SD < X < ½ SD : sedang X ≥ ½ SD : tinggi
1. 2. 3. 4.
Gerobak Sepeda Sepeda motor Mobil untuk
18
No
Variabel
Definisi Operasional rumah tangga responden
10.
Mata pencaharian
Usaha atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh pendapatan. Dalam penelitian ini akan melihat perubahanperubahan yang terjadi dari segi jenis mata pencaharian masyarakat.
11.
Jenis perolehan pangan
Merupakan jenis pangan yang diperoleh untuk pemenuhan gizi seimbang diperoleh dari kesanggupan mengkomsumsi daging/telur/ ikan dalam seminggu
Indikator angkutan umum 5. Mobil untuk pribadi 6.Lainnya 1. PNS/POL/ TNI 2. Swasta 3. Pedagang 4. Buruh 5. Petani 6. Wiraswasta 7. Ternak 8. Buruh harian lepas 9. IRT 10. Lainnya
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Daging telur dan susu ayam ikan sayur-sayuran buah-buahan
Jenis Data
Sumber Rujukan
Ordinal
Kariyasa , Siregar, Suradisa stra, dan Yusdja
Ordinal
BPS 2005
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode sensus rumah tangga gurandil, kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi dari responden. Penelitian kuantitatif ini bersifat explanatory research yang menjelaskan hubungan-hubungan kausal antara variebel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi 2006). Pendekatan kuantitatif diharapkan dapat menjawab bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh faktor pendorong dan aktivitas pertambangan emas tanpa izin terhadap kesejahteraan rumah tangga gurandil yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan, peluang kerja, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dan jenis pemukiman. Data kualitatif digunakan dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa, serta dapat menggali berbagai realitas, proses sosial, dan makna yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai dampak aktivitas pertambangan emas tanpa ijin terhadap kesejahteraan rumah tangga gurandil dilakukan di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan lokasi pertambangan yaitu PT. Antam (Persero) Tbk Pongkor dan sebagian besar masyarakat (85%) bekerja sebagai penambang tanpa izin atau yang lebih dikenal dengan gurandil serta desa tersebut termasuk ke dalam kategori Ring 1. Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan Desember 2014. Pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Januari 2015, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data primer (Lampiran 2). Kegiatan penelitian ini terdiri dari kegiatan penyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.
Teknik Pemilihan Responden dan Informan Populasi penelitian ini adalah keseluruhan masyarakat yang bekerja sebagai gurandil yang ada di Desa Pangkal Jaya dengan unit analisis yaitu rumah tangga. Penelitian ini menggunakan sensus terhadap seluruh rumah tangga gurandil . Selanjutnya ditentukan sampel penelitian sebanyak 32 orang responden.
20
Pengambilan sample atau responden dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Informan adalah orang yang dapat menjelaskan dan memberikan keterangan atau gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkunganya. Informan juga dikatakan sebagai pihak yang dapat mendukung keberlangsungan informasi penelitian secara lancar. Adapun informan yang diambil adalah instansi terkait dalam penelitian ini seperti perangkat Desa Pangkal Jaya, tokoh masyarakat seperti ketua RT, ketua RW, dan gurandi serta masyarakat. Banyaknya informan tidak dibatasi, akan tetapi informan tersebut sudah dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat membantu peneliti dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Tabel 4 Pemilihan Informan Kerangka Berfikir Faktor-faktor pendorong
Aktivitas gurandil Kondisi kesejahteraan
Informan - Masyarakat - Ketua RT - Ketua RW - Kepala Desa - Gurandil - Perangkat desa - Ketua RT/RW - Kepala desa - Masyarakat
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi dari instansi terkait. Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan dan berguna mengenai penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi terkait data dari kantor kepala desa dan studi literatur penelitian sebelumnya yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian seperti profil desa, masyarakat, kondisi geografis, demografis, sosial ekonomi dan budaya serta tingkat kesejahteraan. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Dalam melakukan pengamatan secara langsung, peneliti juga melakukan wawancara mendalam kepada informan dengan mengacu pada panduan pertanyaan dan kuesioner kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan yang tertuang di dalam kuesioner merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Kuesioner berisi variabel faktor pendorong, tingkat aktivitas, dan lingkup kesejahteraan. Aturan dalam penentuan nilai alpha yaitu jika nilai alpa > 0.90 maka realibilitas sempurna, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.90 maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.5 maka reliabilitas moderat, dan jika nilai alpha <0.5 maka reliabilitas rendah. Dalam penelitian ini diperoleh hasil uji reliabilitas (Cronbach’s Alpha) 0,769 artinya kuesioner memiliki reliabilitas tinggi (Lampiran 3).
21
Tabel 5 Teknik pengumpulan data dan jenis data Teknik Pengumpulan Data Kuesioner
Wawancara mendalam
Observasi lapangan dokumentasi
Data yang Dikumpulkan
1. Karakteristik responden 2. Karakteristik rumah tangga 3. Aktivitas gurandil 4. Faktor pendorong 5. Tingkat kesejahteraan rumah tangga 6. Migrasi 7. Faktor-faktor pendorong 8. Aktivitas gurandil 9. Tingkat kesejahteraan rumah tangga\ 10. Kebijakan tentang undang undang dan 11. Gambaran umum desa melalui profil desa 12. Kondisi tempat tinggal 13. Sarana dan prasarana 14. Cara pengolahan hasil tambang
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis yaitu data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows 16.0. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007. Kemudian SPSS for windows 16.0 digunakan untuk membantu dalam uji statistik dengan menggunakan Rank Spearman . Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Rank Spearman digunakan untuk uji korelasi yang menghubungkan variabel faktorfaktor pendorong, tingkat aktivitas gurandil serta adanya hubungan keduanya dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Verifikasi dilakukan dengan mendiskusikan hasil olahan data kepada responden, informan, dan dosen pembimbing. Seluruh hasil penelitian dalam laporan skripsi.
22
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Lingkungan Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor yang terletak antara 060 36’ Lintang Selatan dan 1060 33’ Bujur Timur dengan luas wilayah 370 Ha dengan jarak 2 kilometer dari ibukota kecamatan, 45 kilometer dari ibukota kabupaten dan 187 kilometer dari ibukota propinsi. Batas-batas wilayah desa adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalong Liud, 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bantar Karet, 3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Nanggung dan Parakamuncang (dengan batas kali), dan 4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Hambaro. Wilayah Desa Pangkal Jaya secara administratif merupakan Desa Swakarsa yang terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan memiliki 31 Rukun Tetangga (RT). Sebagian besar wilayah Desa Pangkal Jaya adalah bukit dengan kemiringan antara 150 - 200 di sebelah timur dibatasi oleh perbukitan “Sibentang” yang sekaligus menjadi batas dengan Desa Hambaro, dan di sebelah selatan dengan bukit/Gunung Butak dan Bukit/Gunung Malang yang menjadi batas dengan Desa Bantar karet. Komposisi penggunaan lahan di Desa Pangkal Jaya lebih dominan digunakan sebagai pertanian padi sawah, perumahan dan pertanian tanah kering. Penggunaan tanah yang besar dalam bidang pertanian memiliki andil yang besar mengingat curah hujan di Desa Pangkal Jaya cukup tinggi sehingga mendukung potensi pertanian. Tabel 6 Jumlah dan persentase luas lahan menurut jenis pemanfaatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 Luas lahan Jenis Penggunaan Hektar (Ha) Persentase (%) Sawah Tadah Hujan 122.00 32.97 Kebun/hutan rakyat 114.00 30.81 Pemukiman dan Pekarangan 74.00 20.00 Lain-lain 34.40 9.30 Sawah Setengah Teknis 24.00 6.49 Sarana Pendidikan 0.80 0.21 Sarana Peribadatan 0.50 0.14 Danau/Situ 0.30 0.08 Total 370.00 100.00 Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
24
Desa Pangkal Jaya merupakan desa berbatasan langsung dengan PT. Antam (Persero) Tbk Pongkor yang membantu masyarakat dengan menangani masalah jalan dan beberapa sarana dan prasarana yang ada di Desa Pangkal Jaya. Desa Pangkal Jaya ini juga dialiri oleh sebuah sungai yang besar yaitu sungai Cikaniki. Selain itu, desa Pangkal Jaya memiliki sebuah danau yang dinamakan dengan “situ saat”. Danau yang sangat asri yang dikelilingi oleh berbagai tumbuhan dan pepohonan membuat daerah di sekelilingnya begitu indah. Akan tetapi, lokasi yang sangat jauh untuk dijangkau tidak memungkinkan untuk berkunjung secara terus menerus terutama akses menuju danau sangat tidak memadai. Jalan yang sangat berbahaya harus dilalui untuk menuju danau tersebut. Di bidang transportasi, sarana transportasi yang menghubungkan desa dengan wilayah sekitarnya termasuk lancar. Hal ini di buktikan dengan tersedianya angkutan umum menuju Desa Bantar Karet yang melewati Desa Pangkal Jaya. Fasilitas transportasi ini memudahkan akses masyarakat terhadap fasilitas publik seperti pendidikan, perdagangan, dan lainnya. Kondisi Demografi dan Ekonomi Sosial Budaya Kependudukan Penduduk Desa Pangkal Jaya berdasarkan data perkembangan jumlah penduduk tahun 2014 tercatat sebanyak 7 417 Jiwa. Menurut hasil sensus penduduk Tahun 2013 tercatat sebanyak 7 039 Jiwa, tahun 2012 sebanyak 6 824 jiwa, tahun 2011 sebanyak 6 578 Jiwa. Jumlah rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2011, sebanyak 1 753 kepala keluarga, tahun 2012, sebanyak 1 888 kepala keluarga, tahun 2013 sebanyak 1 932 kepala keluarga, tahun 2014 berjumlah 2 010 kepala keluarga. Tabel 7 Jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2011-2014 Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) 2011 6 578 2012 6 824 2013 7 039 2014 7 417 Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tabel 8 Jumlah dan persentase penduduk Desa Pangkal Jaya menurut jenis kelamin tahun 2014 No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%) 1 Laki-laki 4 028 54.31 2 Perempuan 3 389 45.69 Jumlah 7 417 100.00 Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014 Dari data jumlah penduduk dan luas wilayah dapat dihitung kepadatan penduduk geografis Desa Pangkal Jaya. Kepadatan penduduk geografis dinyatakan dengan jumlah jiwa tiap km2 luas wilayah. Dengan demikian kepadatan penduduk geografis Desa Pangkal Jaya adalah 20.05 jiwa/km2
25
Tabel 9 Data penduduk yang tersebar menurut RW/Dusun Jumlah Persentase No RW/Dusun Penduduk (%) (jiwa) 1 RW 01 (Kampung Parengpeng) 477 6.43 2 RW 02 (Kampung Tapos) 429 5.78 3 RW 03(Kampung Kirayam) 677 9.13 4 RW 04 (Kampung Ciketug lebak) 399 5.38 5 RW 05 (Kampung Ciketug Tonggo) 418 5.64 6 RW 06 (Kampung Pangkalan Wetan) 538 7.25 7 RW 07 (Kampung Pangaduan Kuda) 1 101 14.84 8 RW 08 (Kampung Pangaduan Kuda) 855 11.53 9 RW 09 (Kampung Wates) 553 7.46 10 RW 10 (Kampung Wangun) 387 5.22 11 RW 11 (Kampung Ciketug Tengah) 578 7.79 12 RW 12 (Kampung Pangkalan Kulon) 512 6.90 13 RW 13 (Kampung Tapos) 493 6.65 Jumlah 7 417 100.00 Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014 Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan adalah pekerjaan apa yang dilakukan oleh penduduk Desa Pangkal Jaya sebagai sumber mata pencaharian utama bagi keluarganya. Dengan adanya lahan pertanian yang cukup luas, masyarakat atau penduduk Desa Pangkal Jaya memiliki peluang untuk bekerja di bidang pertanian. Akan tetapi dengan berkembangnya berbagai macam jenis pekerjaan menjadikan penduduk desa pekerja sebagai buruh atau buruh harian lepas dan wiraswasta. Selain itu penduduk juga sebagian kecil bekerja sebagai karyawan swasta, pedangang keliling, petani, PNS, buruh tani, karyawan swasta dan karyawan pemerintahan
26
Tabel 10 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Pangkal Jaya tahun 2014 Jumlah Jenis Pekerjaan Orang Persentase (%) Wiraswasta* 983 40.37 Buruh* 707 29.03 Pedagang Keliling 382 15.69 Buruh Harian Lepas* 173 7.10 Petani 88 3.61 Karyawan Swata 53 2.18 Pensiunan 13 0.53 Pegawai Swasta 11 0.45 PNS 9 0.37 Karyawan Pemerintahan 8 0.33 Supir 7 0.29 Peternak 1 0.04 Jumlah 2 435 100.00 Keterangan *: termasuk ke dalam pekerjan gurandil
Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014 Dari data perkembangan jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2014, tidak ada yang menyebutkan secara resmi atau tertulis tentang mata pencaharian penduduk sebagai penambang gurandil. Pekerjaan tersebut ditulis secara resmi sebagai buruh, buruh harian lepas dan wiraswasta. Berdasarkan jumlah penduduk yang bekerja menurut jenis kelamin dapat dijelaskan bahwa perempuan memilih untuk tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Dari data di atas juga dapat dilihat penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah penduduk yang berumur sudah tua dan tidak kuat lagi untuk melakukan pekerjaan seperti penambang gurandil. Tabel 11 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2014 Kelompok Umur Persentase No Laki-laki Perempuan Jumlah (tahun) (%) 1 0-6 283 228 511 6.89 2 7-12 511 464 975 13.15 3 13-18 508 505 1 013 13.66 4 19-25 616 525 1 141 15.38 5 26-40 1 020 866 1 886 25.43 6 41-55 710 548 1 258 16.96 7 56-65 223 150 373 5.03 8 65-75 123 82 205 2.76 9 ≥ 75 34 21 55 0.74 Jumlah 4 028 3 389 7 417 100.00 Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014
27
Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sehingga pendidikan adalah sebuah investasi (modal) di masa yang akan datang. Pada umumnya tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya adalah Sekolah Dasar (SD). Tabel 12 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 Persentase Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah (%) Tidak Tamat SD 998 655 1 653 23.94 SD 2 488 2 138 4 626 66.99 SLTP 252 152 404 5.85 SLTA 153 48 201 2.91 D3 5 10 15 0.21 Sarjana 4 2 6 0.09 Pasca Sarjana 1 1 0.01 Jumlah 3 901 3 005 6 906 100.00 Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013 Kondisi Sarana dan Prasarana Desa Pangkal Jaya memiliki saran dan prasarana baik di bidang pendidikan, keagamaan, maupun dalam bidang kemasyarakatan lainnya. Sarana dan prasarana yang digunakan oleh keluarga gurandil antara lain PAUD, SD, dan MTs karena sebagian gurandil memiliki anak dan bersekolah di sekolah tersebut yang berada dekat dengan tempat tinggal mereka. Tabel 13 Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Pangkal Jaya No Nama Sekolah
Jenjang
Status
1 PAUD Kakatua PAUD Swasta 2 PAUD Darussa’adah PAUD Swasta 3 PAUD Al-Muhimmah PUD Swasta 4 SDN Pangkal Jaya SD Negeri 5 SDN Ciketug SD Negeri 6 SDN Wates SD Negeri 7 SDN Tapos SD Negeri 8 MTsS Al- Madaniyah SLTP Swasta Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Lokasi Kp. Pangaduan Kuda Kp. Ciketug Kp. Tapos Kp. Parengpeng Kp. Pangkalan Kp. Pangaduan Kuda Kp. Tapos Kp. Pangaduan Kuda
Berdasarkan sarana dan prasarana beribadatan, yang paling sering digunakan oleh gurandil adalah majlis taklim. Hal ini terlihat dari, selain bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga gurandil juga tergabung dalam kelompok pengajian yang dilakukan satu kali dalam seminggu. Kegiatan tersebut bertempat di majlis taklim di setiap kampung.
28
Tabel 14 Sarana dan prasarana peribadatan Desa Pangkal Jaya No Jenis Jumlah (unit) 1 Masjid 14 2 Mushola 12 3 Majlis Taklim 8 4 Madrasah 6 Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013 Selain sarana dan prasarana di atas juga terdapat beberapa sarana dan prasarana yang ada di desa seperti sarana irigasi yang digunakan untuk sawah irigasi walaupun belum dapat dikatakan baik, jalan desa, jembatan, poskamling dan tempat pertemuan atau balai desa. Di desa ini belum ada pos posyandu yang tetap. Dalam bidang pemasaran juga terdapat warung-warung yang menjual makanan, sembako dan juga sayur mayur. Fasilitas pasar belum ada di desa ini. Hal ini menyebabkan masyarakat sering mengalami kesulitan dalam memasarkan usahataninya. Guna mempercepat proses pembangunan dan kelancaran pelaksanaan pemerintahan daerah, di Desa Pangkal Jaya terdapat beberapa lembaga pendukung antara lain PKK, lembaga MUI yang menanungi bidang keagamaan, kelompok tani, dan lembaga pendidikan lainnya seperti pondok pesantren. Kondisi Sosial Budaya Tantangan dalam pembangunan kesejahteraan sosial meliputi proses globalisasi dan industrialisasi serta krisis ekonomi dan politik yang berkepanjangan. Dampak yang dirasakan diantaranya semakin berkembang dan meluasnya bobot, jumlah dan kompleksitas berbagai masalah sosial. Keadaan ini bisa dilihat dan diamati dari data tabel 15 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Tabel 15 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) Di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 Masalah Kesejahteraan Sosial Keluarga Miskin Sosial Keluarga Rumahnya tidak Layak Huni Penyandang Cacat Eks Narapidana Pemulung Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Jumlah 786 262 8 6 2
Dari tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat 786 keluarga yang tergolong miskin sosial dan 262 tergolong keluarga yang memiliki rumah tidak layak huni. Kondisi di atas sedikit-sedikit semakin berkurang dengan adanya bantuan dari pemerintahan untuk keluarga miskin.
29
FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PENAMBANG EMAS TANPA IZIN (GURANDIL)
Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini terdapat 32 gurandil yang bekerja sebagai yang tinggal di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Gurandil yang ada di Desa Pangkal Jaya mempunyai ciri yang terdiri dari tiga karakteristik yaitu gurandil cetek (kecil), gurandil biasa, dan gurandil tong. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan kategori umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong Ketegori Umur (tahun) n % n % n % 15-19 0 0.00 1 12.50 0 0.00 20-24 1 6.25 2 25.00 2 25.00 25-29 4 25.00 0 0.00 2 25.00 30-39 5 31.25 4 50.00 4 50.00 40-44 4 25.00 1 12.50 0 0.00 45-49 2 12.50 0 0.00 0 0.00 Total 16 100.00 8 100.00 8 100.00 Kategori umur dalam penelitian ini didasarkan pada kategori umur menurut Rusli (2012). Dalam penelitian ini, umur dikelompokkan berdasarkan kategori gurandil yaitu gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil tong. Berdasarkan hasil penelitian, umur responden berkisar dari 19 tahun sampai dengan 45 tahun. Gurandil cetek merupakan gurandil yang memiliki jumlah paling banyak dibandingkan gurandil biasa dan gurandil tong. Kategori umur 3039 tahun gurandil cetek memiliki persentase 31.25%, gurandil biasa memiliki 50.00%, dan gurandil tong memiliki 50.00%. Jika dilihat dari rata-rata umur responden yang bekerja sebagai penambang gurandil yaitu umur 32 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden dalam penelitian di Desa Pangkal Jaya dapat dilihat dari tabel 17.
30
Tabel 17 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong Indikator n % n % n % SD/ Sederajat-Tidak Tamat SD-Tamat SMP/ Sederajat-Tidak Tamat SMP/ Sederajat-Tamat SMA/ Sederajat-Tamat Total
7
43.75
5
62.50
4
50.00
7 1
43.75 6.25
1 0
12.50 0.00
1 0
12.50 0.00
1 0 16
6.25 0.00 100.00
0 2 8
0.00 25.00 100.00
1 2 8
12.50 25.00 100.00
Berdasarkan tabel 17 di atas menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan sebagian besar responden tergolong rendah yaitu tidak tamat SD/Sederajat atau tidak sekolah. Sebanyak 7 orang atau 43.75% dari gurandil cetek, 5 orang atau 62.50% dari gurandil biasa, dan 4 orang atau 50.00% dari gurandil tong memiliki pendidikan SD/Sederajat-Tidak tamat. Sebanyak 7 orang atau 43.75% dari gurandil cetek, 1 orang atau 12.50% dari gurandil biasa, dan 1 orang atau 12.50% dari gurandil tong memiliki pendidikan SD-Tamat. Sedangkan responden yang memiliki pendidikan SMP/Sederajat-Tidak tamathanya terdapat pada gurandil cetek yaitu sebanyak 1 orang atau 6.25%, serta responden yang memiliki pendidikan SMA/Sederajat-Tamat terdapat pada gurandil biasa dan gurandil tong yaitu masing masing 2 orang atau 25.00%. Rendahnya tingkat pendidikan responden disebabkan karena kesulitan ekonomi keluarga yang tidak mampu untuk membayar uang pendidikan. Dengan bekerja di bidang pertanian masyarakat Desa Pangkal Jaya tidak bisa mencukupi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Oleh karena itu dengan adanya potensi sumber daya alam yaitu potensi penambangan emas yang ada di Gunung Pongkor menyebabkan masyarakat di Desa Pangkal Jaya beralih profesi sebagai penambang gurandil atau tikus yang akan menghasilkan uang lebih cepat dari pada di bidang pertanian. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan luas lahan yang dimiliki di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong Indikator n % n % n % Rendah ( ≤ -5.89 m) 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Sedang ( -5.90 – 4 13 81.25 5 62.50 8 100.00 403.95 m) Tinggi (4 403.96 – 3 18.75 3 37.50 0 0.00 20 080 m) Total 32 100.00 8 100.00 8 100.00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang rata-rata memiliki luas lahan dalam kategori sedang yaitu dengan luas lahan yang dimiliki antara -
31
5.90 sampai 4 403.95 meter. Sebanyak 13 orang atau 81.25% dari gurandil cetek, 5 orang atau 62,50%, dan 8 orang atau 100.00% dari gurandil tong memiliki luas lahan dalam katerogi sedang. Sedangkan responden yang memiliki luas lahan yang termasuk kategori tinggi adalah gurandil cetek (3 orang atau 18.75%) dan gurandil biasa (3 orang atau 37.50%). Lahan yang dimiliki oleh gurandil cetek pada umumnya merupakan sebuah warisan dari orang tua atau keluarga dan lahan yang dimiliki oleh gurandil biasa merupakan warisan serta pembelian dari hasil bekerja sebagai gurandil. Sedangkan pada guradil tong pada umumnya lahan yang dimiliki merupakan hasil setelah bekerja sebagai gurandil dan rata-rata digunakan untuk perumahan atau tempat tinggal.
Faktor Sosial Faktor sosial merupakan salah satu faktor pendorong masuknya penambang gurandil/tikus ke suatu daerah yaitu Desa Pangkal Jaya yang dapat dilihat dari tingkat hubungan antar pihak baik antara masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat desa dengan pihak pertambangan resmi yaitu PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor. Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan pusat pertambangan yaitu di Gunung Pongkor yang memiliki jumlah penambang tanpa izin atau penambang gurandil/tikus hampir sama dengan Desa Bantar Karet dan Cisarua. Berdasarkan hasil penelitian, jika dilihat dari hubungan yang terjadi antar sesama warga dalam melakukan kegiatan sehari hari tergolong baik. Adanya gotong royong, kerja bakti yang terjadi untuk kepentingan bersama sering dilakukan misalnya dalam pembuatan fasilitas umum seperti pembuatan mesjid untuk beribadah dan jalan umum. Dalam menjalin silaturrahmi, masyarakat asli/pribumi mengadakan pengajian secara rutin seminggu sekali. Pengajian tersebut diadakan secara bergeliran karena lokasi antar kampung yang ada di desa sangatlah jauh. “Dari dulu sampai sekarang neng, alhamdulillah orang orang sini hubungannya baik-baik aja. Sering ngaji bareng, bikin mesjid buat ibadah. Ya alhamdulillah pada mau gotong royong buat keperluan bersama. Jika ada yang sakit, kalo kita bisa bantu ya pasti dibantu neng, misalnya ngumpulin duit buat biaya berobat”. (NL, 2015)
Menurut penuturan salah satu ketua RT di Desa Pangkal Jaya, jika dilihat hubungan antar warga asli dengan pendatang tidak begitu baik karena adanya perbedaan seperti prinsip, kesempatan dalam mengakses layanan atau fasilitas publik, bersaing dalam mendapatkan pekerjaan. Masyarakat asli/pribumi sangat sulit untuk mendapakan pekerjaan yang memadai dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan masuknya masyarakat bukan pribumi menyebabkan adanya suatu kompetisi dalam hal mendapatkan pekerjaan atau bekerja salah satunya adalah bekerja sebagai gurandi/penambang emas tanpa ijin yang berlokasi di Gunung Pongkor. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya jumlah gurandil yang beroperasi di gunung tersebut.
32
“Tahun 90-an, terjadi konflik antar orang sini dengan orang pendatang dari Banten. Masalahnya itu muncul karena perebutan untuk menjadi gurandil, masalah hutang yang belum dibayar. Rumah dipinggir jalan menjadi target. Jadikan kita takut dan harus lebih hati-hati lagi”. (MR, 2015)
Perbedaan-perbedaan tersebut mulai berubah menjadi persamaan tujuan ketika warga pendatang telah menjadi warga Desa Pangkal Jaya dengan cara menikah atau membawa keluarga untuk menetap di Desa Pangkal Jaya. Dapat di simpulkan bahwa warga asli/ pribumi tidak bisa menerima secara langsung orang asing yang masuk ke desa mereka. Berdasarkan hasil penelitian, jika dilihat hubungan yang terjalin antara masyarakat dengan pihak perusahaan PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor tergolong kurang harmonis. Hubungan terjadi ketika perusahaan baru beroperasi dengan saat ini mulai renggang. Hubungan tersebut terlihat juga dari banyaknya masyarakat yang tidak bisa bekerja di pertambangan dan pihak pertambangan lebih membutuhkan orang-orang yang mempunyai pendidikan dan keterampilan yang lebih baik. Selain itu juga terlihat bahwa, Masyarakat atau warga desa ini sekarang dipersulit untuk mencari nafkah untuk anak istri. Sekarang ada peraturan jika gurandil terkena razia atau terkangkap, langsung dibawa ke Cibinong tidak lagi sebatas di polsek Nanggung. Yang dahulunya bisa diselesaikan dengan cara keluarga dan musyawarah sekarang malah malah dibikin ribet neng. Belum lagi ongkosnya”. (AM, 2015)
Hal tersebut juga dijelaskan oleh salah seorang gurandil yang berasal dari Desa Pangkal Jaya, “Sekarang hubungan masyarakat sama Antam tidak baik. Beberapa bulan kemaren, gurandil-gurandil pada ditanggap walaupun tidak masuk ke lubang perusahaan. Ratusan orang ditanggap dari desa lain juga banyak. Ada juga yang langsung main fisik di dalam lubang. Sebagai warga sini tidak senang dengan perlakuan itu, jadi kita kemaren mengadakan demo sebagai penolakanlah istilahnya dengan mengumpulkan gurandil-gurandil dari berbagai desa agar gurandil yang ditangkap dibebaskan”. (AU, 2015)
Dapat disimpulkan, semakin tinggi atau semakin baik hubungan yang terjadi sesama warga asli, maupun dengan warga pendatang, maka semakin tinggi tingkat tingkat kepercayaan dan semakin banyak orang yang berdatangan baik untuk bekerja maupun untuk hal lainnya. Sedangkan semakin kurang baik hubungan masyarakat dengan pihak perusahaan, maka semakin tinggi atau semakin banyak orang yang menjadi penambang tanpa izin.
33
Faktor Hukum
Jumlah
Indonesia merupakan negara yang berlandaskan pada hukum yang berlaku di setiap sektor. Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang memiliki peraturan yang diatur dalam undang-undang pertambangan dan memiliki landasan hukum dalam pengoperasiannya. Dalam penelitian ini, faktor hukum merupakan suatu faktor yang dapat mendorong munculnya pertambangan tanpa izin atau penambang gurandil/tikus dilihat dari tingkat kelemahan dalam penegakan atau penerapan undang-undang atau hukum itu sendiri. Hukum yang berlaku di Indonesia khususnya di sektor pertambangan telah banyak tertulis dalam undangundang salah satunya adalah Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 pasal 33 ayat 3, “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa hasil pertambangan merupakan suatu kekayaan alam yang diambil atau digali dalam perut bumi, yang dipergunakan untuk mensejahteraan rakyatnya. Akan tetapi tidak terjadi pada masyarakat kecil yang tinggal di sekitar pertambangan. Hasil penelitian menunjukaan bahwa, dari semua responden memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang hukum di sektor pertambangan. Sejumlah 14 orang responden (43.80%) tidak mengetahui akan adanya undang-undang yang mengatur tentang pertambangan dan juga peraturan tentang larangan bagi penambang tanpa izin atau penambang gurandil/tikus. Hal ini dapat dikatakan tingkat pengetahuan atau pemahaman responden terhadap hukum sangat rendah. Tingkat pengetahuan responden yang tergolong sedang yaitu sebanyak 8 responden (25.00%), sedangkan tergolong tinggi sebanyak 10 responden (31.20%). Responden tidak mengetahui adanya hukum yang mengatur disebabkan karena mereka memiliki keterbatasan untuk menggali informasi karena kesulitan untuk mendapatkan tingkat pendidikan yang berkualitas.
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 2 Grafik jumlah dan persentase total responden gurandil berdasarkan tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
34
Tabel 19
Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Tingkat pengetahuan terhadap hukum 1. Cetek Rendah Sedang Tinggi 2. Biasa Rendah Sedang Tinggi 3. Tong Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi
Jumlah
Persentase (%)
8 0 8
50.00 0.00 50.00
4 0 4
50.00 0.00 50.00
5 0 3
62.50 0.00 37.50
14 8 10 32
43.80 25.00 31.20 100.00
Kuesioner penelitian, terdapat pertanyaan mengenai peraturan tentang pertambangan apakah telah memihak ke masyarakat terutama masyarakat di sekitar pertambangan. Pada umumnya responden menjawab dengan jawaban tidak. Siapa yang melangggar akan ditangkap dan dihukum. Hal ini karena peraturan yang telah dibuat dan ditetapkan pada saat ini tidak berlaku untuk kalangan atas seperti pihak swasta maupun pemerintah. Zaman sekarang peraturan atau hukum hanya berlaku pada rakyat kecil atau rakyat yang tidak berdaya. Hukum di negara Indonesia masih perlu ditegakkan. Dengan adanya kelemahan dalam menegakkan hukum di sektor pertambangan menyebabkan maraknya berbagai aktivitas atau kegiatan yang tidak mempunyai izin dalam pelaksanaannya. “Justru dengan tidak adanya regulasi yang kuat atau ketegasan peraturan, ya orang luar itu setidaknya di beri sanksi misalnya tidak boleh untuk menambang di gunung pongkor, yang menyebabkan kali cikaniki kotor sebenarnya orang luar, tapi orang luar/warga pendatang yang telah berhasil yang telah memiliki anak buah untuk menambang, akan tetapi yang diberi sanksi atau hukuman adalah warga asli desa. Masyarakat hanya berfikiran, kekayaan alam merupakan hak kita semua, misalnya terdapat potensi emas di dalam laut, di gunung atau di tempat lain jika kita bisa kenapa tidak kita ambil apalagi emas tersebut di wilayah kita sendiri”. (AM, kepala desa)
35
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor hukum merupakan faktor pendorong yang sangat kuat yang menyebabkan munculnya para penambang baik dari dalam maupun dari luar desa. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya dalam penerapan atau penegakan hukum yang terjadi di areal pertambangan terhadap para gurandil walaupun hukum tentang pertambangan telah ada dan baik. Kurangnya penegakan hukum tersebut dikarenakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atau tidak tegas pada posisi bekerja, misalnya adanya relasi/jaringan atau kerjasama yang terjadi antar penjaga keamanan dengan gurandil gurandil yang memiliki modal yang cukup.
Faktor Ekonomi Selain faktor sosial dan hukum, faktor ekonomi juga merupakan salah satu faktor yang memicu adanya aktivitas penambang tanpa izin atau penambang gurandil. Desa Pangkal Jaya merupakan desa dengan areal pertanian yang luas. Bekerja di bidang pertanian tidak mencukupi dalam memenuhi kehidupan sehari hari seperti kebutuhan pangan, maupun pendidikan anak sekolah, sehingga akan menyebabkan masyarakat untuk mencari pekerjaan yang dapat menghasilkan uang dengan cepat salah satunya adalah menjadi penambang gurandil. Berdasarkan hasil penelitian, responden memilih bekerja sebagai gurandil karena berbagai faktor seperti tidak memerlukan modal yang tinggi seperti tingkat pendidikan yang tinggi, keterampilan yang tinggi, mempunyai pengalamn kerja. Hal ini selaras dengan tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pangkal Jaya mayoritasnya adalah tidak sekolah atau tidak tamat SD. Jika dilihat hanya beberapa orang yang mempunyai pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas/Sederajat. Selain itu pada saat ini, masyarakat tidak tertarik untuk bekerja di sektor pertanian karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Bekerja sebagai penambang gurandil memiliki resiko yang paling berbahaya yaitu kecelakaan tambang yang akan memyebabkan kematian. Akan tetapi karena masalah ekonomi masyarakat tidak mempunyai pilihan lain untuk mengidupi keluarganya. Dilihat dari tingkat keterampilan dan keahlian masyarakat khususnya di Desa Pangkal Jaya, keterampilan bekerja yang paling tinggi adalah bertani. Tidak banyak warga yang bekerja dan mempunyai keterampilan yang memadai. Dari responden yang bekerja sebagai penambang gurandil terdapat salah satu anggota keluarga yang bekerja di PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor, karena memiliki keterampilan dan pendidikan yang sesuai syarat minimal untuk bekerja di perusahaan pertambangan. Selain itu faktor ekonomi yang menyebabkan munculnya para penambang gurandil adalah tingkat pengganguran yang tinggi. Pengangguran adalah kondisi dimana seseorang tidak bekerja dan harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut BPS (2012) tingkat pengangguran di Kaupaten Bogor mencapai 222 040 orang atau10.75% dari jumlah 2 175 470 angkatan kerja. Jumlah pengangguran di kabupaten bogor naik 0.11% dari tahun 2010 atau sebanyak 205 032 orang 10.64%. pada tahun 2011, pengangguran 222 638 orang atau 10.73% dari total angkata kerja. Desa Pangkal Jaya menjadi target untuk menjadi tempat para penambang gurandil karena letak Desa Pangkal Jaya tidak jauh dari lokasi penambang dan jika membutuhkan pengeluaran untuk transportasi tidak besar.
36
Keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Pangkal Jaya berhubungan erat dengan tingkat pendapatan. Rendahnya pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan sebelumnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari semakin mahal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan masyarakat Desa Pangkal Jaya sebelum bekerja sebagai gurandil adalah masih pelajar, tidak bekerja, petani, buruh, dan pedagang asongan. Dari pekerjaan tersebut diperoleh pendapatan sebagai berikut:
Gambar 3 Grafik jumlah dan persentase total responden gurandil berdasarkan pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Berdasarkan gambar 3, dapat disimpulkan bahwa responden sebelum bekerja sebagai gurandil memiliki pendapatan Rp 0 sampai Rp 5 400 000 per bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata pendapatan responden sebelum bekerja sebagai gurandil adalah Rp 1 781 563 per bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
37
Tabel 20
Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Jumlah Persentase (%)
Kategori 1. Cetek Rendah Tinggi Sedang 2. Biasa Rendah Tinggi Sedang 3. Tong Rendah Tinggi Sedang Total Rendah ( ≤ Rp 976 401) Sedang (Rp 976 402- Rp2 586 723) Tinggi (Rp 2 586 733- Rp 5 400 000) Total
7 6 3
43.80 37.50 18.70
4 2 2
50.00 25.00 25.00
3 3 2
37.50 37.50 25.00
13 9 10 32
40.625 28.125 31.25 100.00
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sebanyak 13 orang responden sebelum bekerja sebagai gurandil memiliki penghasilan rendah yaitu ≤ Rp 976 401. Sebanyak 9 orang memiliki penghasilan sedang yaitu Rp 976 402- Rp2 586 723 serta 10 orang responden memiliki penghasilan sebesar Rp 2 586 733- Rp 5 400 000. Tingginya tingkat pendapatan yang diperoleh oleh responden tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan karena masyarakat Desa Pangkal Jaya pada umumnya tergolong ke dalam masyarakat yang konsumtif (lebih mengutamakan membeli kebutuhan sekunder maupun tersier).
38
AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (GURANDIL)
Identifikasi Tingkat Aktivitas Gurandil di Desa Pangkal Jaya Aktivitas pertambangan tanpa izin merupakan suatu aktivitas pertambangan yang tidak diperbolehkan berdasarkan undang-undang pertambangan yang berlaku. Pertambangan tanpa izin tidak hanya terjadi di Gunung Pongkor saja akan tetapi di berbagai daerah lainnya seperti di daerah Sawah Lunto Sumatra Barat juga terdapat penambang tanpa izin. Penambang tersebut dalam penelitian ini lebih dikenal dengan sebutan penambang gurandil/tikus yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang memiliki hubungan kekeluargaan dan tidak memiliki izin dalam beroperasinya. Mayoritas penambang gurandil yang berasal dari Desa pangkal Jaya ini adalah anak-anak muda yang putus sekolah karena tidak mempunyai biaya yang cukup untuk melanjutkan pendidikan mereka dan telah memiliki tanggung jawab sendiri untuk menghidupi keluarganya. Aktivitas penambang gurandil telah dimulai sebelum PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor berdiri. “Dulu orang sukabumi yang menikah dengan orang sini sering ke gunung pongkor untuk mencari kayu bakar, rumput buat ternak. Akan tetapi dia mencoba melihat melihat dan menggali tanah untuk di angkut untuk keperrluan ke rumahnya. Dari situ orang orang melihat dan berfikiran dengan cara sederhana dan mengolah tanah tersebut dengan cara yang sangat sederhana. Dari hal itu terlihat adanya potensi emas dan orang mulai bermunculan sebagai penambang yang disini di sebut gurandil atau penambang tikus”. (MR, 2015)
Tingginya aktivitas penambang gurandil untuk menambang hasil bumi dipicu dengan berdirinya PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor dengan tidak terserapnya penduduk lokal/pribumi untuk bekerja di perusahaan besar dengan gaji yang tetap. Warga mulai melakukan penambangan dengan menggali lubanglubang kecil di luar lubang perusahaan dengan cara dan peralatan yang sangat sederhana dan memiliki resiko yang tinggi. Selain itu masyarakat juga dihadapi dengan masalah ekonomi yang semakin memprihatinkan. Berawal dari harga bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dari waktu ke waktu semakin mahal dan jika masih bertumpu pada sektor pertanian tidak akan cukup untuk menghidupi keluarga. Misalnya di sektor pertanian dengan menanam padi, hasil dari pertanian tersebut baru bisa dinikamti tiga bulan sekali. Adanya kendala dari kesulitan akses air untuk irigasi karena sekitar 122 Ha dari luas Desa Pangkal Jaya merupakan sawah tadah hujan dan hanya mengandalkan jika musim hujan untuk mulai menanam, adanya kekeringan karena musim kemarau, kurangnya pengelolaan yang matang akan jarak tanam yang tidak sesuai menyebabkan hasil tani yang kurang maksimal. Kendala yang beragam tersebut menyebabkan banyak petani beralih bekerja sebagai penambang gurandil atau tikus. Hal ini disebabkan juga karena hasil dari penambangan akan lebih mudah dan cepat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan
40
pekerjaan itu yang mempunyai potensi tinggi untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi. Mayoritas atau 85% dari penduduk Desa Pangkal Jaya mempunyai mata pencaharian sebagai penambang gurandil atau tikus yang di dominasi oleh lakilaki setengah baya usia produktif. Akan tetapi masih ada yang bekerja sebagai petani atau buruh tani yang atau pekerjaan lain seperti pedangan sayuran jualan roti. Mereka adalah orang-orang yang sudah tua yang tidak mempunyai fisik yang kuat untuk melakukan penambangan. Tidak semua orang di desa ini jadi gurandil, contohnya saya kerja dari dulu jualan roti. Masih ada yang jadi tani, buruh kasar. Jadi gurandil tuh berat neng, banyak resiko terutama mati. (EM, 2015)
Tingkat aktivitas penambangan gurandil/tikus dapat diukur dari lama bekerja, frekuensi bekerja, tingkat modal kerja, tingkat keselamatan kerja dan tingkat migrasi dan diklasifikasikn berdasarkan karakteristik gurandil yaitu gurandil cetek (kecil), gurandil biasa, dan gurandil tong. Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Cetek (Kecil) Gurandil cetek (kecil) merupakan gurandil yang paling banyak yang ada di Desa Pangkal Jaya yang biasanya melakukan penambangan selama satu hari (berangkat pagi pulang siang atau sore). Gurandil cetek merupakan awal gurandil melakukan penambangan. Pada umumnya kategori gurandil cetek merupakan penduduk Desa Pangkal Jaya yang berasal dari kalangan anak putus sekolah atau penduduk yang ingin mencoba menjadi penambang karena sebelumnya tidak memiliki pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian, tingginya atau semakin banyaknya gurandil cetek yang melakukan penambangan emas dipicu karena ekoomi yang semakin memburuk yaitu dilihat dari tingkat pendapatan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tingkat aktivitas gurandil cetek dalam melakukan penambangan dilihat dari lama bekerja yaitu biasanya melakukan penambanganuntuk menggali bahan tambang selama satu hari (berangkat pagi pulang siang/sore) serta melakukan pengolahan dari bahan tambang menjadikan kepingan emas sekitar 6 jam. Dalam melakukan penambangan emas gurandil cetek hanya menggunakan peralatan yang sederhana seperti senter, pahat dan palu serta karung goni untuk mengumpulkan hasil tambang. Hasil tambang tersebut adalah bongkahan tanah atau kepingan batu-batu dari gunung yang akan diolah menjadi kepingan emas. Ya teh, gurandil kaya saya biasanya pergi pagi dan pulang siang. Setelah itu langsung ngolah sendiri. Biasanya nambang di lobang kecil dan tidak dalam, ya cukup untuk sehari-harilah hasilnya. Dan alatnya Cuma senter, pahat, palu dan karung goni. Ya paling sehari dapet 3-4 karung goni (HD, 2014).
Pengolahan untuk menjadikan kepingan emas, gurandil cetek menggunakan alat yang disebut “gelundungan” akan tetapi tidak semua gurandil memiliki alat tersebut. Gurandil cetek yang tidak memilki gelundungan melakukan pengolahan di tempat orang lain dengan status menyewa dan
41
membutuhkan uang untuk membayarnya. Akan tetapi gurandil yang mempunyai alat pengolahan sendiri lebih memiliki modal yang kecil untuk melakukan pengolahannya. Setelah melakukan pengolahan menjadi kepingan emas gurandil tersebut dapat menjual kepingan emas dan menggunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Gambar 4 Bangunan rumah gurandil cetek Karakteristik gurandil cetek juga dapat dilihat dari frekuensi melakukan penambangan emas dalam sebulan terakhir. Frekuensi bekerja adalah hari yang d gunakan gurandil cetek untuk melakukan penambangan emas dalam satu bulan terakhir. Berdasarkan hasil penelitian, dalam sebulan terakhir gurandil cetek melakukan penambangan sekitar 8-16 kali. Dalam melakukan penambangan gurandil juga melihat kondisi lingkungan seperti cuaca yang tidak mendukung yang akan membahayakan keselamatan diri. gurandil juga melihat kondisi lingkungan seperti cuaca yang tidak mendukung yang akan membahayakan keselamatan diri. Tingkat modal kerja yang dibutuhkan gurandil cetek tidak sebesar yang digunakan oleh gurandil biasa atau gurandil tong. Gurandil cetek hanya memerlukan dan menggunakan peralatan sederhana yaitu pahat, palu dan karung goni. Untuk memenuhi peralatan tersebut gurandil cetek tidak perlu mengeluarkan biaya besar karena alat alat tersebut mudah untuk didapatkan dengan harga murah. Akan tetapi jika modal kerja seperti alat alat tersebut tidak ada maka gurandil, baik gurandil cetek maupun gurandil biasa tidak bisa melakukan penambangan. Berlandaskan hubungan yang terjalin dengan baik antara gurandil, jika gurandil tidak memiliki biaya untuk menyiapkan alat-alat tersebut satu sama lain saling tolong menolong dengan cara meminjamkan uang agar gurandil yang tidak memiliki modal bisa melakukan penambangan dan pembanyarannya dilakukan setelah mendapatkan hasil dari proses penambangan tersebut. Hasil penelitian menunjukan, gurandil cetek menggunakan perlengkapan yang sangat sederhana baik dalam penambangan maupun dalam pengolahan dan lebih sering melakukan penambangan dari pada gurandil biasa maupun gurandil tong. Selain itu juga memiliki ciri penghasilan rendah dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
42
“Ya neng, mau gimana lagi, jadi gurandil mah untung-untungan. Kadang untung, kadang rugi. Untungnya sekali, ruginya lima kali. Belum lagi buat bayar utang buat modal pertama ke gunung. Ya segitulah dapatnya buat makan saja cukup alhamdulillah. Kadang pulang dari gunung ga bawa apa-apa karena gunung nya lagi ga bagus padalah badan udah sakit-sakit”. (AU, 2014)
Selain modal, karakteristik gurandil cetek dapat dilihat dari cara menjual hasil galiannya. Salah satu caranya adalah menjual hasil galiannya dalam bentuk bahan galian mentah yaitu batu-batuan/tanah yang telah dikumpulkan dalam karung goni ke bandar/pengumpul atau gurandil tong. Bandar/pengumpul tersebut merupakan bandar-bandar kecil penyandang dana yang dapat menikmati hasil tanpa harus menghadapi resiko kematian seperti tertimbun tanah longsor, terjebak asap bakaran, atau bentrok dengan aparat perusahaan. Selain itu cara gurandil cetek menjual hasil galiannya adalah dengan menjual hasil dalam bentuk kepingan emas. Akan tetapi, kepingan emas tersebut tidak memiliki nilai yang tinggi karena kadar yang terkandung di dalamnya rendah.
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Biasa Gurandil biasa merupakan karakteristik gurandil yang melakukan penambangan untuk mendapatkan atau memperoleh hasil tambang menggunakan waktu sekali penambangan 3 sampai 6 hari dalam satu minggu. Gurandil tersebut biasa biasa disebut dengan sebutan gurandil bukan gurandil biasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses melakukan penambangan dengan cara berkelompok. Dalam satu kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 4 orang yang akan melakukan penambangan dalam lubang. Anggota kelompok tersebut merupakan orang-orang atau gurandil yang juga memiliki hubungan keluarga atau juga berasal dari daerah lain. Akan tetapi kelompok gurandil yang ada di Desa Pangkal Jaya dan melakukan penambnagan di Gunung Pongkor merupakan kelompok berdasarkan hubungan keluarga atau teman satu desa. lama bekerja merupakan waktu yang dibutuhkan gurandil biasa dalam melakukan penambangan sehingga memperoleh bahan tambang yang akan diolah menjadi kepingan emas. Dari uraian tersebut, diperoleh waktu yang digunakan gurandil biasa adala 3 sampai 6 hari dalam satu minggu untuk melakukan penambangan. Dalam melakukan pengolahan menjadi kepingan emas, gurandil biasa menggunakan waktu lebih kurang satu hari tergantung kekerasan bahan galian yang diperoleh. Jika bahan galian yang diperoleh merupakan pecahan batu-batuan yang didalamnya diduga mengandung emas akan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan bahan galian yang diperoleh yaitu gumpalan tanah yang lebih cepat dihaluskan. Selain itu, bahan galian yang diperoleh lebih banyak dibandingkan dengan gurandil cetek. “Proses pengolahan menjadi kepingan emas dimulai dari tahap pertama dengan cara menghancurkan batu/tanah yang telah digali dari gunung menggunakan palu, setelah hancur dimasukkan ke dalam gelundungan
43
selama 4 sampai 6 jam. Paling kurang selama 4 jam tergantung kekerasan batu. Setelah itu akan terlihat butiran-butiran emas dan pisahkan dengan lumpur, karena nantinya lumpur bisa diolah lagi menjadi perak. Selanjutnya dilakukan proses peleburan sampai kering kira-kira 30 menit sampai menjadi bahan urat karang (seperti pasir) setelah itu diolah lagi dengan mencampurkan raksa + air selama 3 jam. Selanjutnya ditumbuk, disaring dipisahkan dengan merkuri untuk mendapatkan emas sesuai kadarnya. Setelah itu dilakukan pembakaran (digebos), dimasukin ke dalam air, di pukul (digeprek) untuk mendapatkan kepingan, di bakar lagi selama 10 menit untuk mendapatkan merapikan kepingan emas, di pukul (digeprek) lagi sampai benar-benar rapi sehingga dapat kepingan yang bagus dan langkah selanjutnya di timbang untuk di jual”. (UN, 2015)
Proses pengolahan bahan galian tersebut menggunakan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida, secara kesehatan akan menggangu atau membahayakan keselamatan diri penambang. Penambang cetek, gurandil biasa maupun gurandil tong dengan mudah memperoleh bahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam pengolahan emas tersebut dapat diperoleh di pasar dan di toko/warung biasa. Bahan-bahan yang mudah diperoleh tersebut menjadikan gurandil lebih mudah dalam pengolahan menjadi keingan emas. Berdasarkan frekuensi bekerja yang dilakukan oleh gurandil biasa, hasil penelitian menunjukkan bahwa gurandil biasanya pada umumnya melakukan penambangan ke Gunung Pongkor dalam satu bulan terakhir 2-6 kali. Hal ini disebabkan oleh waktu yang digunakan dalam satu kali penambangan lebih lama. berdasarkan hasil penelitian rata-rata gurandil melakukan penambangan yaitu 4 kali dalam sebulan terakhir. Sebagai penambang gurandil waktu bekerja tidak seperti orang yang bekerja di perusahan resmi yang telah terjadwal untuk bekerja. Penambang gurandil memiliki kebebasan untuk menentukan kapan melakukan penambangan tergantung kesanggupan, kesiapan dan kemauan sendiri serta kelompok penambang. Karakteristik gurandil biasa juga terlihat dari penghasilan yang diperoleh lebih besar dibandingkan gurandil cetek yang digunakan selain untuk memenuhi kebutuhan sehari hari juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekunder atau kebutuhan tersier. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi bangunan rumah dan kepemilikan peralatan serta kepemilikan aset kendaraan yang lebih baik dibandingkan gurandil cetek. Dilihat dari tingkat modal kerja yang dibutuhkan gurandil biasa sama halnya dengan gurandil biasa yang menggunakan pahat, palu, linggis dan karung goni. Akan tetapi gurandil biasa memiliki modal yang lebih besar yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan dan kebutuhan lainnya selama gurandil tersebut barada di dalam lubang galian. Para gurandil tersebut membawa bekal logistik, mulai dari beras, mie, garam, ikan asin, rokok, dan juga peralatan memasak untuk memenuhi kebutuhan. Mengendap di perut bumi atau di lubang galian selama 3 sampai 6 hari tersebut salah satunya dengan tujuan mnghindari kejaran aparat keamanan perusahaan. Setelah melakukan penggalian bahan tambang, secara berangsur-angsur diangkut keluar lubang menggunakan tenaga penggangkut seperti kuli pikul. Setelah terkumpul bahan galian tersebut dibagi rata dengan anggota kelompok karena dalam melakukan penggalian secara
44
berkelompok dan selanjutnya bahan tersebut diangkut ke tempat pengolahan masing-masing dengan menggunakan mobil angkutan. Berdasarkan relasi atau jaringan yang dimiliki oleh gurandil biasa, tergolong luas dan kuat antara sesama gurandil atau kelompok gurandil. Pada umumnya satu kelompok gurandil memiliki jaringan dengan pihak keamanan perusahaan dan untuk masuk ke dalam lubang bekas, mereka harus menyuap atau memberikan uang pada pihak keamanan setempat. Besaran yang diberikan tergantung pihak yang bersangkutan, akan tetapi biasanya berkisar 1 000 000 sampai 2 000 000 per kelompok.
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Tong Gurandil tong merupakan gurandil yang tidak melakukan penambangan ke Gunung yaitu Gunung Pongkor, akan tetapi memiliki tempat pengolahan bahan galian menjadi kepingan emas. Gurandil tong lebih identik dengan bos (atasan) dan memiliki posisi yang sedikit aman dibandingan gurandil cetek dan gurandil biasa. Hal ini karenakan oleh guradil tong tidak harus menghadapi bahasa seperti tertimbun longsor, terjebak asap bakaran, atau bentrok dengan aparat perusahaan dan bahaya lainnya yang berhubungan dengan lokasi penggalian bahan tambang. Gurandil tong pada umumnya mempunyai anak buah atau pekerja untuk melakukan baik penambangan ke gunung maupun dalam melakukan pengolahan menjadi kepingan emas. Sebelum menjadi gurandil tong, gurandil tersebut merupakan gurandil kecil atau gurandil biasa yang pada akhirnya memiliki modal yang lebih banyak untuk menyediakan tempat pengolahan atau lebih dikenal dengan sebutan tong.
Gambar 5 Bangunan rumah gurandil tong Gurandil tong dicirikan dengan penghasilan yang diperoleh lebih besar dari pada gurandil biasa. Hal ini terlihat bahwa gurandil ini memiliki satu atau dua orang karyawan atau pekerja yang diupah per hari atau per minggu. Dari hasil tersebut gurandil tong memperoleh kehidupan yang lebih memadai seperti kondisi bangunan tempat tinggal. Cara kerja gurandil tong atau cara dalam pengolahan bahan tambang menjadi kepingan emas lebih baik dari pada gurandil cetek maupun gurandil biasa. Gurandil tong memiliki tenpat pengolahan yang besar
45
Jumlah
dan memiliki tempat yang luas yang sering disebut tong. Dari hasil pengolahan tersebut gurandil tong memperoleh kepingan emas dengan berat dan kadar yang bagus. Bahan galian tersebut diolah dengan menggunakan bahan kimia beracun seperti sianida dan merkuri akan tetapi dalam membentuk kepingan emas yang bagus menggunakan ketelitian dan waktu yang cukup lama agar kepingan yang dihasilkan berkualitas tinggi dan dijual dengan harga yang tinggi. Dari keuntungan tersebut, gurandil tong memilki penghasilan yang lebih besar dibandingkan gurandil cetek dan gurandil biasa. Gurandil tong memilki relasi yang kuat antar sesama mauun pihak luar seperti halnya dengan pihak bandar emas. Setelah kepingan emas diperoleh, kepingan tersebut dijual ke tempat penjual emas resmi dengan harga sesuai harga emas dunia. Untuk mengetahui harga emas terbaru gurandil tong memanfaatkan jaringan antar sesama gurandil tong maupun dengan menggunakan media masa seperti televisi. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas gurandil juga dapat dilihat dari tingkat keselamatan diri sebagai penambang. Berdasarkan hasil penelitian, dari semua responden terdapat 29 orang (90.60%) berpendapat bahwa menjadi penambang gurandil atau tikus mempunyai resiko yang sangat tinggi terutama dengan keselamatan, karena melakukan penambangan tersebut hanya bermodal keberanian dan tidak memiliki peralatan yang safety. Sedangkan 3 orang responden (9.40%) berpendapat menjadi penambang gurandil menjamin keselamatan diri, karena memiliki keyakinan dan keberanian yang kuat.
Tidak
Ya
Gambar 6 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Berdasarkan gambar 6, tingginya resiko yang akan terjadi tidak menjadikan para penambang gurandil baik gurandil cetek maupun gurandil biasa untuk tidak menjadi penambang. Hal ini disebabkan karena potensi yang ada
46
Jumlah
untuk memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dengan tingkat keterampilan dan pendidikan yang rendah adalah bekerja sebagai penambang gurandil atau tikus. Indikator terakhir yang dapat menentukan tingkat aktivitas penambang gurandil dalam melakukan penambangan adalah tingkat migrasi. Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain melewati batas administrasi. Migrasi ini ingin melihat berapa banyak masyarakat yang datang atau masuk ke Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor semenjak meluasnya kegiatan penambangan tanpa izin atau penambang gurandil/tikus. Pada penelitian ini, rumah tangga di Desa Pangkal Jaya dilihat dari asal kependudukannya dibedakan menjadi dua kategori yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang. Penduduk asli dalam penelitian ini adalah setiap orang yang lahir dan tinggal di Desa Pangkal Jaya dan penduduk pendatang adalah setiap orang yang lahir bukan dari Desa Pangkal Jaya tetapi tinggal di desa tersebut.
Tidak Migrasi
Migrasi
Gambar 7 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Hasil penelitian menunjukan bahwa, terdapat 43.80% dari keluarga responden merupakan penduduk pendatang yang lahir di daerah lain dan 56.20% merupakan penduduk asli Desa Pangkal Jaya. Pada tahun 2015 sebanyak 43.80% warga pendatang tersebut telah menjadi warga Desa Pangkal Jaya, karena telah menikah dengan warga asli Desa Pangkal Jaya. Selain itu dengan cara menikah, warga pendatang membawa keluarganya dari tempat tinggal asal untuk menjadi warga Desa Pangkal Jaya.
47
“Pertama kali tahu adanya potensi emas di kecamatan nanggung, banyak sekali orang orang yang berdatangan ke desa-desa terutama Desa Pangkal Jaya. Seperti dari daerah Sukabumi, Banten, Leuwiliang, dll. Akan tetapi sekarang telah menjadi warga dan memiliki KTP Pangkal Jaya dengan cara menikah dan membawa keluarganya untuk tinggal di Desa Pangkal Jaya. Kebanyakan dari penambang gurandil yang berhasil merupakan warga yang awal nya pendatang dan telah memiliki berbagai fasilitas yang memadai. Dan kebanyakan warga asli bisa dikatakan jadi penambang gurandil yang tidak sukses karena hasilnya cukup untuk sehari-hari”. (AM, kepala desa)
Dari hasil penelitian dan penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa tingkat aktivitas penambang gurandil yang berasal dari Desa Pangkal Jaya dari tahun ke tahun tergolong meningkat. Dapat dilihat dari banyaknya orang yang berdatangan ke desa untuk menetap dan bekerja sebagai penambang gurandil/tikus. Desa Pangkal Jaya menjadi target migrasi karena mempunyai keunggulan dibandingkan dengan desa desa lain di Kecamatan Nanggung yaitu jarak yang tidak terlalu jauh dengan lokasi penambangan di Gunung Pongkor dengan mempertimangkan biaya transportasi dan akomodasi untuk melakukan penambangan. Selain itu juga dapat dilihat dari tingginya resiko dan bahaya yang tidak bisa diprediksi kapan terjadi bencana tidak menyurutkan niat penambang untuk melakukan penambangan. Aktivitas gurandil paling tinggi terlihat dari gurandil cetek. Dapat juga dilihat dari frekuensi bekerja sebulan terakhir yang tergolong tinggi.
48
49
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL
Kesejahteraan merupakan kondisi relatif yang diciptakan oleh masyarakat melalui interaksi sosial untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah, rohani, dan sosial mereka. Untuk menentukan tingkat kesejahteraan rakyat Badan Pusat Statistik tahun 2005 menggunakan berbagai indikator antara lain: tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kondisi perumahan (jenis lantai, luas bangunan rumah, jenis dinding bangunan, dan lain-lain), tingkat pendapatan, dan tingkat pengeluaran Kegiatan pembangunan di Indonesia telah mempengaruhi mata pencaharian masyarakat pada umumnya. Salah satu desa yang yang mengalami perubahan mata pencaharian adalah masyarakat Desa Pangkal Jaya. Sebelum masuknya industri pertambangan mayoritas masyarakat bekerja di bidang pertanian. Akan tetapi setelah masuknya industri pertambangan perlahan-lahan masyarakat berubah profesi sebagai penambang. Penambang dalam penelitian ini adalah penambang tikus atau lebih dikenal dengan gurandil. Aktivitas yang dilakukan oleh para penambang gurandil sangat berpengaruh pada aspek lain seperti tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, pendidikan keluarga, perubahan dari jenis pemukiman atau tempat tinggal. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara tingkat kesejahteraan sebelum responden bekerja sebagai penambang gurandil dengan tingkat kesejahteraan setelah responden bekerja sebagai penambang gurandil atau tikus. Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Cetek Tingkat kesejahteraan juga dapat dilihat dari kondisi tempat tinggal. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadinya perubahan kondisi tempat tinggal masyarakat Desa Pangkal Jaya ke arah tergolong layak atau bagus setelah bekerja sebagai penambang gurandil/tikus. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator seperti perubahan jenis lantai, jenis dinding, luas bangunan tempat tinggal, dan lain lain. Tabel 21 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Sebelum Sesudah Perubahan Indikator n % n % n % 6 Milik Sendiri 37.50 11 68.75 0.83 83.00 1 Kontrak 6.25 0 0.00 -1.00 -100.00 Milik Orang tua 9 56.25 5 31.25 -0.44 -44.00 Total 16 100.00 16 100.00 Keterangan: (-) menurun Berdasarkan hasil penelitian sebelum bekerja sebagai gurandil cetek, 9 orang responden atau 56.25% responden masih tinggal bersama orang tua dengan status kepemilikan rumah milik orang tua. Sebanyak 6 responden atau 37.50% tinggal di rumah dengan status kepemilikan milik sendiri dan 1 orang responden
50
atau 6.25% memiliki rumah dengan status kontrak. Setelah bekerja sebagai gurandil cetek, 11 orang responden atau 68.75% memiliki rumah dengan status milik sendiri, dan 5 orang responden masih tinggal bersama orang tua dengan status kepemilikan rumah milik orang tua. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan ke arah yang positif atau ke arah yang lebih baik setelah masyarakat atau responden bekerja sebagai penambang gurandil. Perubahan terjadi pada status kepemilikan tempat tinggal adalah milik sendiri dengan selisih 0.83 atau meningkat menjadi 83.00%. Sedangkan status kontrak menurun 100.00%, dan status milik orang tua menurun 44.00%. Dari tabel 21 di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan responden menjadi lebih baik jika dilihat dari status kepemilikan tempat tinggal. Tabel 22 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Sebelum Sesudah Perubahan Indikator n % n % n % 8 81.25 Keramik 50.00 13 0.63 63.00 3 18.75 Semen 18.75 3 0.00 0.00 1 0.00 Kayu Murah 6.25 0 -1.00 -100.00 2 0.00 Bambu 12.50 0 -1.00 -100.00 2 0.00 Tanah 12.50 0 -1.00 -100.00 16 Total 100.00 16 100.00 Keterangan: (-) menurun Jenis lantai terluar sebelum responden bekerja sebagai guranil cetek adalah keramik dengan 50.00% atau sebanyak 8 responden dari 16 responden. Sebanyak 3 responden atau 18.75% memiliki jenis lantai rumah semen, 1 orang responden atau 6.25% memiliki jenis lantai rumah kayu murah dan jenis lantai bambu serta tanah masing masing dimiliki oleh 2 orang responden atau 12.50%. Akan tetapi, setelah bekerja sebagai gurandil cetek sebanyak 13 orang responden memiliki jenis lantai rumah atau 81.25% keramik. Sebanyak 3 orang responden atau 18.75% memiliki jenis lantai rumah semen. Berdasarkan hasil penelitian, terjadi perubahan yang semakn meningkat dari jenis lantai keramik dengan peningkatan 63.00% dan jenis lantai kayu murah, bambu dan tanah setelah bekerja sebagai gurandil tidak ada responden yang memiliki jenis lantai rumah tersebut. Dapat disimpulkan bahwa jenis lantai kayu, bambu serta tanah mengalami penurunan sebesar 100.00%. Tabel 23 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Bambu 5 31.25 1 6.25 -0.80 -80.00 Tembok Bata 1 6.25 2 12.50 1.00 100.00 Tembok Beton 10 62.50 13 81.25 0.30 30.00 Total 16 100.00 16 100.00 Keterangan: (-) menurun
51
Berdasarkan tabel 23 terdapat peningkatan 30.00% pada indikator jenis dinding rumah yang dimiliki oleh gurandil cetek yang dilihat dari sebelum sampai sesudah menjadi gurandil cetek yaitu pada jenis dinding rumah tembok beton. Dan mengalami penurunan 80.00% pada jenis dinding rumah yang terbuat daro bambu setelah responden beerja sebagai gurandil cetek. Tabel 24 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Sebelum Sesudah Perubahan Indikator N % n % n % Air Sungai 1 6.25 1 6.25 0.00 0.00 Mata Air 4 25.00 2 12.50 -0.50 -50.00 Sumur Bor/Pompa 11 68.75 12 75.00 0.09 9.00 Air Kemasan 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00 Total 16 100.00 16 100.00 Keterangan: (-) menurun Tabel 24 menunjukkan bahwa sumber air minum yang digunakan oleh rumah tangga gurandil cetek pada umumnya menggunakan sumur bor/pompa baik sebelum maupun sesudan menjadi gurandil cetek. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya perubahan yang signifikan ynag terjadi sebelum dan sesudah bekerja sebagai gurandil. Sumber air minum menggunakan air kemasan terjadi peningkatan yaitu satu orang responden menggunakan sumber air minum tersebut. Selain itu masih ada yang menggunakan sumber air minum seperti air sungai dan sumber mata air. Tabel 25 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Sebelum Sesudah Perubahan Indikator n % n % n % WC Umum 10 62.50 8 50.00 -0.20 -20.00 WC Bersama Keramik 1 6.25 1 6.25 0.00 0.00 WC Pribadi Tanah/Semen 5 31.25 4 25.00 -0.20 -20.00 WC Pribadi Keramik 0 0.00 3 18.75 1.00 100.00 Total 16 100.00 16 100.00 Keterangan: (-) menurun Tabel 25 menunjukkan bahwa responden atau gurandil cetek pada umumnya sebelum bekerja sebagai gurandi cetek menggunakan dasilitas MCK yaitu WC umum. Hal ini dikarenakan setiap kampung memiliki minimal satu tempat MCK yang digunakan untuk kepentingan bersama. Akan tetapi setelah bekerja sebagai penambang gurandil, responden yang menggunakan fasilitas WC umum menurun sebesar 20.00%. Dapat dilihat terdapat peningkatan 100.00% atau selisih satu orang menggunakan WC pribadi keramik dari sebelum bekerja sebagai penambang gurandil cetek dengan sesudah bekerja sebagai gurandil.
52
Tabel 26 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Tidak Sakit 11 68.75 3 18.75 -0.73 -73.00 Demam Berdarah 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00 Demam/Batuk 5 31.25 12 75.00 1.40 140.00 Total 16 100.00 16 100.00 Keterangan: (-) menurun Kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh siapapun termasuk gurandil. Kondisi tubuh harus dijaga dan dilindungi aga tidak terserang penyakit yang dapat datang kapan saya atau tidak mengenal waktu. Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sehat, gaya hidup yang tidak sehat, makan tidak teratur, dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesehatan gurandil cetek setelah bekerja sebagai gurandil menurun sebesar 73.00% serta responden yang terkena penyakit demam/batuk meningkat sebesar 140.00%. Tabel 27 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan N % N % n % Tidak Berobat 11 68.75 3 18.75 -0.73 -73.00 Puskesmas 5 31.25 7 43.75 0.40 40.00 Rumah Sakit 0 0.00 2 12.50 1.00 100.00 Praktek Dokter 0 0.00 3 18.75 1.00 100.00 Obat Alternatif 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00 Total 16 100.00 16 100.00 Keterangan: (-) menurun Rata-rata masyarakat di Desa Pangkal Jaya menggunakan jasa puskesmas untuk berobat agar penyakit yang diderita cepat sembuh. Akan tetapi dengan semakin banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai gurandil menyebabkan jasa yang digunakan tidak hanya puskesmas antara lain praktek dokter, rumah sakit, dan obat alternatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan responden menggunakan jasa puskesmas menjadi 43.75% dari sebelumnya 31.25%. selain itu terdapat 2 orang responden gurandil cetek menggunakan jasa rumah sakit atau 12.50%, sebanyak 3 responden menggunakan jasa praktek dokter atau 18.75% dan 1 orang menggunakan obat alternatif atau 6.25%.
53
Tabel 28 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Tidak Ada 10 62.50 5 31.25 -0.50 -50.00 Sepeda 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00 Sepeda Motor 6 Total 16 Keterangan: (-) menurun
37.50 100.00
10 16
62.50 100.00
0.67
67.00
Merujuk pada tabel 28, dilihat dari aset keepemilikan alat transportasi yang dimiliki oleh gurandi cetek meningkat. Sebelum bekerja sebagai gurandil cetek 10 orang responden atau 62.50% tidak memiliki alat transportasi. Akan tetapi setelah bekerja sebagai gurandil cetek, keadaan tersebut menurun menjadi 5 orang responden atau 31.25% tidak memiliki alat transportasi. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan sebesar 50.00% responden yang tidak memiliki alat transportasi. Alat transportasi yang dimiliki gurandil cetek sebelum bekerja sebagai gurandil adalah sepeda motor yaitu 6 orang responden atau 37.50% memiliki sepeda motor dan setelah bekerja sebagai gurandil meningkat menjadi 10 orang responden atau 62.50%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 67.00% responden yang memiliki sepeda motor. Selain itu, gurandil cetek memiliki sepda setelah bekerja sebagai guradil yaitu 1 orang responden atau 6.75% dari 16 gurandil cetek. Kesejahteraan berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut faktor yang sangat menentukan adalah tingkat pendapatan yang diperoleh oleh anggota keluarga yang bekerja per bulan.
Gambar 8
Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
54
Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh gurandil cetek, digolongkan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendapatan sebelum bekerja sebagai gurandil cetek tergolong rendah apabila pendapatan yang diperoleh kecil dari Rp 282 038 yaitu terdapat 7 orang responden atau 43.80%, tingkat pendapatan tergolong kategori sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 282 038 hingga lebih kecil dari Rp 1 880 461 yaitu terdapat 6 orang responden atau 37.50%, dan kateori tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 1 880 461 yaitu terdapat 3 orang responden atau 18.70%.
Gambar 9 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Setelah bekerja menjadi gurandil cetek, tingkat pendapatan gurandil cetek tergolong rendah apabila pendapatan yang diperoleh per bulan lebih kecil dari Rp 1 535 422, tergolong sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 1 535 422 hingga lebih kecil dari Rp 2 239 577, dan tergolong tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 2 239 577. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggat pendapatan gurandil setelah menjadi gurandil cetek pada umumnya tergolong rendah yaitu lebih kecil dari Rp 1 535 422. Pendapatan yang diperoleh oleh gurandil cetek di Desa Pangkal Jaya menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah menjadi gurandil cetek. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan atau kesenjangan sosial serta perubahan yang terjadi antara sebelum dan sesudah menjadi gurandil seperti adanya kenaikan harga emas setelah bekerja sebagai gurandil. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan, walaupun meningkatnya jumlah responden yang memperoleh tingkat pendapatan rendah, pada kenyataannya jumlah pendapatan yang diperoleh responden setelah menjadi gurandil dikatakan meningkat karena range antara kategori rendah sebelum dan sesudah menjadi gurandil lebih tinggi. Selain tingkat pendapatan, untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu masyarakat juga dapat dilihat dari tingkat atau jumlah pengeluaran yang di keluarkan oleh masyarakat tersebut adalam satu bualan atau satu tahun terakhir.
55
Dalam penelitian ini, pengeluaran yang dihitung adalah pengeluaran dalam satu tahun terakhir
Gambar 10
Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Tingkat pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden digolongkan menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian kategori rendah apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 8 345 933 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya antara Rp 8 345 933 hingga lebih kecil dari Rp 14 456 691, dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp14 456 691. Dari data tersebut rata-rata responden menggeluarkan biaya pada kategori rendah yaitu lebih kecil dari Rp 8 345 933 per tahun.
Gambar 11
Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
56
Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengeluaran sesudah bekerja sebagai gurandil cetek tergolong kategori rendah apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 34 525 738 per tahun yaitu 6 orang responden atau 37.50%, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya antara Rp 34 525 738 hingga lebih kecil dari Rp 60 186 886 yaitu 7 orang responden atau 43.80, dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp 60 186 886 yaitu 3 orang responden atau 18.70%. Dari data tersebut rata-rata responden menggeluarkan biaya pada kategori rendah yaitu lebih kecil dari Rp 8 345 933 per tahun. Meningkatnya jumlah pengeluaran yang dikeluarkan gurandil cetek disebabkan oleh kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya mengalami kenaikan harga dan juga kebutuhan hidup yang sudah beragam.
Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Biasa Tingkat kesejahteraan penambang gurandil biasa dapat juga terlihat dari kondisi fisik tempat tinggal yang dihuni yang dilihat dari status kepemilikan, jenis dinding, lantai rumah, aset kepemilikan alat tranportasi, dan lai-lain. Tabel 29 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Milik Sendiri 1 12.50 4 50.00 3.00 300.00 Milik Orang Tua/ Sanak 7 87.50 3 37.50 -0.57 -57.00 Milik Atasan 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Menujuk tabel 29 tingkat kesejahteraan gurandil biasa jika dilihat dari status kepemilikan rumah sebelum menjadi gurandil 7 orang responden atau 87.50% tinggal bersama orang tua. Akan tetapi setelah bekerja sebagai gurandil biasa 4 dari 8 orang responden gurandil biasa telah memiliki tempat tinggal dengan status milik sendiri, dan 4 orang responden lainnya masih tinggal di rumah dengan status kepemilikan milik orang tua dan atasan. Tabel 30 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Sebelum Sesudah Perubahan Indikator n % n % n % Tanah 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00 Bambu 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00 Keramik 5 62.50 8 100.00 0.60 60.00 Semen 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun
57
Perubahan yang sangat signifikan terjadi pada jenis lantai rumah yang dimiliki oleh gurandil biasa. Sebelum bekerja sebagai gurandil, jenis lantai rumah yang dimiliki terbuat dari tanah, bambu, semen, dan keramik. Jika dilihat setelah responden bekerja sebagai gurandil biasa, jenis lantai yang dimiliki berubah 100.00% menjadi keramilk. Hal ini menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih baik atau sejahtera. Tabel 31 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Bambu 1 12.5 0 0.00 -1.00 -100.00 Tembok Bata 1 12.5 1 12.5 0.00 0.00 Tembok Beton 6 75 7 87.5 0.17 17.00 Total 8 100 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Hasil penelitian menunjukkan bahwa, jenis dinding rumah yang dimiliki oleh gurandil biasa tidak melihatkan perubahan yang tinggi. Hal ini terlihat bahwa sebelum dan sesudah menjadi gurandil biasa jenis dinding yang dimiliki oleh gurandil biasa terbuat dari tembok beton. Tabel 32 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Mata Air 3 37.50 3 37.50 0.00 0.00 Sumur Bor/Pompa 5 62.50 5 62.50 0.00 0.00 Total 8 100.00 8 100.00 Merujuk pada tabel 32, sumber air minum yang dignakan gurandil biasa tidak mengalami perubahan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian gurandil biasa tetap menggunakan mata air dan sumur bor/pompa sebagai sumber air minum untuk keluarga. Tabel 33 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Sebelum Sesudah Perubahan Indikator n % n % n % WC Umum 4 50.00 2 25.00 -0.50 -50.00 WC Pribadi 3 37.50 1 12.50 -0.67 -67.00 Tanah/Semen WC Pribadi Keramik 1 12.50 5 62.50 4.00 400.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Fasilitas MCK yang digunakan sebelum bekerja sebagai gurandil biasa pada umumnya menggunakan WC umum dan WC pribadi semen. Setelah
58
memiliki sedikit demi sedik pendapatan dari hasil gurandil, fasilitas MCK yang digunakan lebih banyak WC pribadi keramik yaitu 5 orang responden atau 62.50% dan 2 orang responden mnggunakan WC umum serta 1 orang responden menggunakan WC pribadi semen. Tabel 34 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Tidak Ada 7 87.50 1 12.50 -0.33 33.00 Sepeda Motor 1 12.50 7 87.50 6.00 600.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Perubahan terlihat dari aset kepemilikan alat transportasi yang dimiliki oleh gurandil biasa. Sebelum responden bekerja sebagai gurandil dalam hal ini adalah gurandil biasa, 7 dari 8 orang responden belum memiliki alat transportasi seperti sepeda motor. Akan tetapi perubahan terjadi setelah bekerja sebagai gurandil 7 dari 8 orang respnden memiliki alat transportasi yaitu sepeda motor. Tabel 35 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Sebelum Sesudah Perubahan Indikator n % N % n % Tidak Ada 3 37.50 2 25.00 -0.33 -33.00 Demam/Batuk 5 62.50 6 75.00 0.20 20.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Merujuk pada tabel.. tingkat kesehatan yang terjadi pada gurandil biasa di Desa Pangkal Jaya mengalami penurunan. Terlihat bahwa perubahan terjadi setelah responden bekerja sebagai gurandil tingkat kesehatan menurun 33.00%. Berdasarkan tempat berobat, setelah bekerja sebagai gurandil menggunakan jasa rumah sakit dan praktek dokter. Hal tersebut tidak mngalami perubahan yang signifikan dibandingkan sebelum bekerja sebagai gurandil. Tabel 36 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan N % n % n % Tidak Berobat 4 50.00 3 37.50 -0.25 -25.00 Puskesmas 2 25.00 3 37.50 0.50 50.00 Rumah Sakit 1 12.50 0 0.00 -1.00 100.00 Praktek Dokter 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun
59
Gambar 12 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh gurandil biasa juga digolongkan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendapatan sebelum bekerja sebagai gurandil biasa tergolong rendah apabila pendapatan yang diperoleh kecil dari Rp 1 172 158 yaitu terdapat 4 orang responden atau 50.00%, tingkat pendapatan tergolong kategori sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 1 172 158 hingga lebih kecil dari Rp 3 215 341 yaitu terdapat 2 orang responden atau 25.00%, dan kateori tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 3 215 341 yaitu terdapat 2 orang responden atau 25.00%.
Gambar 13 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
60
Setelah bekerja menjadi gurandil biasa, tingkat pendapatan gurandil biasa tergolong rendah apabila pendapatan yang diperoleh per bulan lebih kecil dari Rp 6 174 568 yaitu 3 orang responden atau 37.50%, tergolong sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 6 174 568 hingga lebih kecil dari Rp 14 200 731 yaitu 4 orang responden atau 50.00%, dan tergolong tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 14 200 731 yaitu 1 orang responden atau 12.50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggat pendapatan gurandil setelah menjadi gurandil cetek lebih banyak tergolong kategori sedang. Pendapatan yang diperoleh oleh gurandil biasa di Desa Pangkal Jaya menunjukkan bahwa adanya peningkatan ke arah yang lebih baik dan tingkat pendapatan lebih tinggi.
Gambar 14
Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015.
Tingkat pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden digolongkan menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian sebelum bekerja sebagai gurandil biasa, pengeluaran tergolong kategori rendah apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 11 036 853.25 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya antara Rp 11 036 853.25 hingga lebih kecil dari Rp 14 078 896.75 dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp14 078 896.75. Hasil penelitian menunjukkan 4 orang responden atau 50.00% termasuk ke dalam kategori rendah, sebanyak 1 orang responden atau 12.50% termasuk ke dalam kategori sedang, dan 3 orang responden atau 37.50% memiliki pengeluaran kategori tinggi.
61
Gambar 15
Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian sesudah bekerja sebagai gurandil biasa, pengeluaran tergolong kategori rendah apabila pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 51 965 485 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya antara Rp 51 965 485 hingga lebih kecil dari Rp 78 338 264 dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari 78 338 264. Hasil penelitian menunjukkan 3 orang responden atau 37.50% termasuk ke dalam kategori rendah, sebanyak 2 orang responden atau 25.00% termasuk ke dalam kategori sedang, dan 3 orang responden atau 37.50% memiliki pengeluaran kategori tinggi. Jumlah pengeluaran yang dikeluarkan oleh gurandil untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya dapat disimpulkan meningkat dari sebelum hingga sesudah menjadi gurandil. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan semakin beragam dan kebiasaan masyarakat desa yang konsumtif. Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Tong Kesejahteraan gurandil tong di Desa Pangkal Jaya merupakan tingkat kesejahteraan lebih baik dibandingkan dengan gurandil cetek maupun gurandil gurandil biasa jika dilihat dari kondisi fisik rumah dan tingkat pendapatan. Tabel 37 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Milik Sendiri 1 12.50 6 75.00 5.00 500.00 Kontrak 1 12.50 0 0.00 -1.00 100.00 Milik Orang Tua/ Sanak 6 75.00 2 25.00 -0.67 -67.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun
62
Tingkat kesejahteraan gurandil tong jika dilihat dari kondisi fisik rumah seperti status kepemilikan rumah, gurandil tong lebih banyak memiliki rumah dengan status milik sendiri yaitu meningkat menjadi 75.00% dari sebelumnya 12.50%. sedangkan kepemilikan dengan status milik orang tua menurun menjadi 25.00% dari sebelumnya 75.00%. sebelum bekerja sebagai gurandil tong1 orang responden mempunyai rumah atau tempat tinggal denga status kontrak akan tetapi setelah bekerja menjadi gurandil tong telah memiliki rumah dengan status milik sendiri. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan gurandil setelah bekerja sebagai gurandil tong meningkat atau menjadi lebih baik. Tabel 38 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Bambu 2 25.00 0 0.00 -1.00 -100.00 Keramik 2 25.00 8 100.00 2.00 200.00 Semen 4 50.00 0 0.00 -1.00 -100.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Merujuk pada tabel 38 perubahan signifikan terlihat pada jenis lantai rumah yang dimiliki gurandil setelah bekerja sebagai gurandil tong adalah kemamik yaitu 8 orang responden atau 100.00%. jika sebelum menjadi gurandil tong jenis lantai yang dimiliki terbuat dari bambu dan semen. Tabel 39 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Bambu 2 25.00 0 0.00 -1.00 -100.00 Tembok Bata 3 37.50 2 25.00 -0.33 -33.00 Tembok Beton 3 37.50 6 75.00 1.00 100.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Sebelum bekerja sebagi gurandil tong, jenis dinding rumah yang dimiliki terbuat dari bambu, bata dan beton. Sebanyak 2 orang responden atau 25.00% memiliki dinding rumah terbuat dari bambu, jenis dinding rumah terbuat dari tembok bata, dan jenis dinding rumah terbuat dari tembok beton masing-masing 3 orang responden atau 37.50% memiliki. Jika dilihat setelah responden bekerja sebagai gurandil tong, jenis dinding rumah yang dimiliki pada umumnya adal tembok beton yaitu 6 orang responden atau 75.00% dan 2 orang responden lainnya atau 25.00% memiliki jenis dinding yang terbuat dari tembok bata.
63
Tabel 40 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Air Sungai 1 12.50 0 0.00 1.00 100.00 Mata Air 3 37.50 3 37.50 0.00 0.00 Sumur Bor/Pompa 4 50.00 4 50.00 0.00 0.00 Air Kemasan 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00 Total 8 100.00 8 100.00 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang signifikan berdasarkan sumber air minum yang digunakan untuk keluarga gurandil tong. Terlihat dari tabel.. sebelum dan sesudah menjadi gurandil tong, masyarakat atau responden tetap menggunakan sumur bor/pompa dan mata air untuk menjadi sumber air minum keluarga. Akan tetapi 1 orang responden menggunakan air kemasan untuk menjadi sumber air minum keluarga setelah bekerja sebagai gurandil tong. Hal ini disebabkan karena meningkatnya pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tabel 41 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % WC Umum 7 87.50 1 12.50 -0.86 -86.00 WC Pribadi Tanah/Semen 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00 WC Pribadi Keramik 0 0.00 5 62.50 1.00 100.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perubahan jelas terlihat dalam menggunakan fasilitas MCK terjadi pada penggunaan WC umum dan WC pribadi keramik. Sebelum menjadi gurandil tong 87.50% responden menggunakan WC umum dan tidak ada yang menggunakan WC pribadi keramik. Akan tetapi setelah menjadi gurandil 62.50% responden menggunakan WC pribadi keramik dan penggunaan WC umum menurun menjadi 12.50%. Tabel 42 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan n % n % n % Tidak Ada 6 75.00 0 0.00 -1.00 -100.00 Sepeda 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00 Sepeda Motor 1 12.50 5 62.50 4.00 400.00 Mobil Pribadi 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun
64
Tabel.. menunjukkan bahwa sebelum menjadi gurandil atau gurandil tong, responden pada umumnya tidak memiliki aset alat transportasi yaitu 6 dari 8 orang responden atau 75.00%. 2 orang responden lainnya memiliki alat transportasi masing masing yaitu sepeda motor dan sepeda. Perubahan terjadi signifikan terjadi setelah menjadi gurandil tong yaitu pada umumnya responden memilki alat transportasi yaitu 5 orang atau 62.50% memilki sepeda motor, 2 orang atau 25.00% memiliki sepeda dan 1 orang responden atau 12.50% memiliki mobil pribadi. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa setelah menjadi gurandil tong kehidupan menjadi lebih baik jika dilihat dari aset kepemilikan alat transportasi yang dimiliki. Tabel 43 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Indikator Sebelum Sesudah Perubahan N % n % n % Tidak Sakit 5 62.50 1 12.50 -0.80 -80.00 Demam/Batuk 3 37.50 7 87.50 1.33 133.33 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Tingkat kesehatan setelah menjadi gurandil tong dapat disimpulkan menurun. Hal ini terlihat dari kesehatan responden mengalami penurunan 80.00%. dan penyakit yang diderita yaitu batuk/demam meningkat menjadi 87.50%. jika dilihat berdasarkan jasa yang digunakan untuk berobat 4 orang responden menggunakan jasa praktek dokter, 2 orang responden menggunakan rumah sakit dan 1 orang responden menggunakan obat alternatif. Hal ini disebabkan karena tngkat pendapatan yang diperoleh gurandil tong lebih besar dan mencukupi untuk berobat ke praktek dokter maupun yang lainnya. Tabel 44 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Sebelum Sesudah Perubahan Indikator n % N % n % Tidak Berobat 6 75.00 1 12.50 -0.83 -83.00 Puskesmas 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00 Rumah Sakit 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00 Praktek Dokter 0 0.00 4 50.00 1.00 100.00 Obat Alternatif 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00 Total 8 100.00 8 100.00 Keterangan: (-) menurun Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat atau komunitas dapat juga dilihat dari tingkat pendpatan dan tingkat pengeluaran. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat tingkat pendapatan gurandil tong sebelum dan sesudah menjadi gurandil tong. Pendapatan sebelum menjadi gurandil tong digolongkan menjadi 3 kategori yaitu rendah apabila pendapatan yang diperoleh kecil dari Rp 526 959 yaitu terdapat 3 orang responden atau 37.50%, tingkat pendapatan tergolong kategori sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 526 959 hingga lebih kecil
65
dari Rp 1 573 040 yaitu terdapat 3 orang responden atau 37.50%, dan kateori tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 1 573 040 yaitu terdapat 2 orang responden atau 25.00%.
Gambar 16 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 Sesudah bekerja sebagai gurandil tong, tingkat pendapatan semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan yang tergolong kategori rendah apabila kecil dari Rp 12 571 858 yaitu terdapat 3 orang responden atau 37.50%, tingkat pendapatan tergolong kategori sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 12 571 858 hingga lebih kecil dari Rp 24 428 141 yaitu terdapat 3 orang responden atau 37.50%, dan kateori tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 24 428 141 yaitu terdapat 2 orang responden atau 25.00%. Peningkatan jumlah pendapatan tersebut didorong oleh jenis pekerjaan yang mereka lakukan dan harga hasil olahan seperti kepingan emas semakin meningkat.
Gambar 17 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
66
Tingkat pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden digolongkan menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian sebelum bekerja sebagai gurandil tong, pengeluaran tergolong kategori rendah apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 10 932 589 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya antara Rp 10 932 589 hingga lebih kecil dari Rp 15 667 160 dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp 15 667 160. Hasil penelitian menunjukkan 2 orang responden atau 25.00% termasuk ke dalam kategori rendah, sebanyak 5 orang responden atau 62.50% termasuk ke dalam kategori sedang, dan 1 orang responden atau 12.50% memiliki pengeluaran kategori tinggi.
Gambar 18
Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian sesudah bekerja sebagai gurandil biasa, pengeluaran tergolong kategori rendah apabila pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 56 939 066 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya antara Rp 56 939 066 hingga lebih kecil dari Rp 90 649 684 dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp 90 649 684. Hasil penelitian menunjukkan 3 orang responden atau 37.50% termasuk ke dalam kategori rendah, sebanyak 3 orang responden atau 37.50% termasuk ke dalam kategori sedang, dan 2 orang responden atau 25.00% memiliki pengeluaran kategori tinggi.
67
Gambar 19
Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Jenis pengeluaran yang dikeluarkan oleh gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa maupun gurandil tong adalah untuk membeli rokok karena kebiasaan orang atau masyarakat Desa Pangkal Jaya pada umumnya adalah merokok dan teah turun-temurum kepada anak-anak. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata responden mengeluarkan biaya untuk rokok adalah Rp 45 000 per hari. Tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Pangkal jaya jika dilihat berdasarkan sumber bahan bakar dapat dikatakan meningkat dan lebih baik. Hal ini dilihat dari sebelum menjadi gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa, maupun gurandil tong pada umumnya menggunakan kayu bakar dan minyak tanah sebagai sumber bahan bakar yang digunakan sehari-hari. Akan tetapi setelah bekerja sebagai gurandi (gurandil cetek, biasa, dan tong) 100.00% responden menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perubahan tersebut juga disebabkan karena adanya bantuan dari pemerintah berupa kompor gas gratis yang dibagikan ke setiap rumah yang membutuhkan baik di pedesaan maupun di perkotaan. Sedangkan jika dilihat berdasarkan sumber penerangan semua responden atau masyarakat Desa Pangkal Jaya telah menggunakan listrik. Selain melihat tingkat pendapatan, pengeluaran, kesehatan, dan kondisi fisik rumah tingkat kesejahteraan juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang diperoleh oleh rumah tangga khususnya rumh tangga gurandil. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendidikan yang diperleh paling tinggi oleh keluarga gurandil adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Akan tetapi masih banyak anak-anak yang ada di Desa Pangkal Jaya mengalami putus sekolah ketika masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Salah satu penyebabnya adalah motivasi dan minat anakanak untuk sekolah dan menuntuk ilmu sangat minim dan juga tidak ada paksaan dari pihak lain untuk wajib menuntut ilmu.
68
“ ya neng, kalo untuk sekolah mah alhamdulillah bisa gratis sampai SMP, tapi anak-anak di sini ga punya kemauan neng buat sekolah, lebih suka main, lebih suka nyari duit. Kalo yang niat mah bisa diitung neng yang sampai SMA tapi alhamdulillah duit dari hasil gurandil bisa nyekolahkan anak sampai SMA dan untung anak saya ga mau seperti temen-temennya yang putus sekolah. Alhamdulillah anak saya mau sekolah. Mudah-mudahan sampai kuliah”. (YY 2015)
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa, maupun gurandil tong mengalami peningkatan terlihat dari membaiknya kondisi fisik rumah dari sebelum menjadi sesudah gurandil, meningkatnya pendapatan dan pengeluaran sesuai dengan kebutuhan.
HUBUNGAN FAKTOR PENDORONG, TINGKAT AKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL
Pembahasan dalam bab ini menjelaskan mengenai hubungan faktor-faktor pendorong munculnya gurandil, tingkat aktivitas gurandil dan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Dalam hal ini peneliti memandang bahwa adanya kaitan antara faktor-faktor pendorong yang merupakan landasan upaya sebelum munculnya penambang gurandil. Aktivitas penambang merupakan suatu kegiatan usaha atau pekerjaan yang dilakukan sehingga berhubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil.
Hubungan Faktor Pendorong Munculnya Gurandil dan Tingkat Aktivitas Gurandil Faktor-faktor pendorong merupakan suatu faktor yang menyebabkan munculnya kegiatan penambangan tanpa izin atau gurandil. faktor-faktor tersebut yaitu faktor sosial, faktor hukum dan faktor ekonomi. Faktor pendorong yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor yang melandasi munculnya kegiatan penambang gurandil bagi masyarakat Desa Pangkal Jaya maupun dari luar desa. Secara umum, faktor-faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan dengan tingkat aktivitas penambang gurandil untuk melakukan kegiatan penambangan tanpa izin. Uji hubungan yang dilakukan merupkan uji hubungan pada variabel aktivitas gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil tong. Peneliti menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji statistik nonparametrik melakukan uji Rank Spearman pada variabel faktor-faktor pendorong munculnya gurandil (X) dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan tanpa izin/tikus (Y). Data yang ada mengenai faktor-faktor pendorong munculnya gurandil ditotalkan dan dikelaskan dan diintervalkan menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Akhirnya diperoleh data rangking (ordinal). Kemudian data mengenai tingkat aktivitas gurandil yang dilihat dari lama bekerja, frekuensi bekerja, dan lain lain dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Aturan nilai dalam menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), > 0.9 (hubungan mendekati sempurna). Hipotesis secara lebih lanjut dalam bab ini dijelaskan berdasarkan data kuantitatif yang didapatkan dengan menggunakan uji Kolerasi Rank Sperman (α 5 persen), didukung dengan penjelasan kualitatif deskriptif.
70
Uji kolerasi Rank Sperman faktor –faktor pendorong munculnya gurandil dan tingkat aktivitas gurandil (gurandil cetek, biasa, dan tong) Faktor Aktivitas Pendorong Gurandil Spearman Faktor Correlation 1.000 .364* 's rho Pendorong Coefficient Sig. (2-tailed) . .041 N 32 32
Tabel 45
Aktivitas Gurandil
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
.364*
1.000
.041 32
. 32
Berdasarkan uji korelasi, diperoleh nilai koefisien diperoleh sebesar 0.364 dengan signifikan 0.041. Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan moderat. Maka H1 diterima dan H0 ditolak. Untuk memperjelas uji hipotesis dalam penelitian ini maka dijabarkan seperti berikut: H1: Terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil dengan aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin. H0: Tidak terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil dengan aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin. Uji stastistik terhadap kedua variabel tersebut disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel faktor pendorong munculnya gurandil dengan tingkat aktivitas gurandil melakukan penambangan emas tanpa izin.
Hubungan Tingkat Aktivitas Gurandil dengan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil
Aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan merupakan suatu kegiatan utama yang dilakukan oleh penambang untuk mendapatkan nilai ekonomis/pendapatan. Tingkat aktivitas dilihat dari kategori gurandil yaitu gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil tong. Aktivitas ketiga gurandil tersebebut dlihat dari lama bekerja, frekuesi bekerja, dan lain-lain. Sedangkan tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini adalah suatu keadaan ekonomi sebuah rumah tangga yang dapat dilihat dari kondisi bangunan tempat tinggal, finansial rumah tangga (pendapatan dan pengeluaran secara pangan dan sandang), tingkat pendidikan keluarga dan kondisi kesehatan. Tingkat kesejahteraan dibedakan menjadi tingkat kesejahteraan sebelum dan setelah responden menjadi gurandil.
71
Tingkat aktivitas gurandil secara parsial sebelumnya tidak pernah dihubungkan secara terpisah dengan kondisi sosial ekonomi dalam hubungannya tingkat kesejahteraan. Peneliti kemudian memperjelas kasus ini menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-parametik melakukan uji Rank Spearman pada variabel tingkat aktivitas gurandil (X) dengan tingkat kesejateraan (Y). Data yang ada mengenai aktivitas gurandil ditotalkan (gurandil cetek, gurandil biasa, gurandil tong) dan dikelaskan dan diintervalkan menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Akhirnya didapatkan data ranking (ordinal). Kemudian peneliti telah mengkode tingkat kesejahteraan berdasarkan tingkatan (ordinal). Tabel 46 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya Aktivitas Tingkat Gurandil Kesejahteraan Sebelum Spearman's Aktivitas Correlation 1.000 .033 rho Gurandil Coefficient Sig. (2-tailed) . .857 N 32 32 Tingkat Correlation .033 1.000 Kesejahteraan Coefficient Sebelum Sig. (2-tailed) .857 . N 32 32 Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman hubungan tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga sebelum bekerja sebagai gurandil diperoleh nilai koefisien sebesar 0.033 dengan signifikan 0.857. Aturan nilai dalam menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), > 0.9 (hubungan mendekati sempurna). Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan kurang berarti. Selain nilai korelasi yang diperoleh 0.033 juga diperoleh signifikansi 0.857. Nilai signifikansi yang diperoleh memiliki nilai lebih besar dari nilai α yaitu 0.05 (5 persen) yang menginterpretasikan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan sebelum menjadi gurandil. Hal ini sesuai dengan dugaan peneliti bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan sebelum menjadi gurandil walaupun hubungan yang kurang berarti.
72
Tabel 47 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya Aktivitas Tingkat Gurandil Kesejahteraan Setelah Spearman's Aktivitas Correlation 1.000 -.167 rho Gurandil Coefficient Sig. (2-tailed) . .362 N 32 32 Tingkat Correlation -.167 1.000 Kesejahteraan Coefficient Setelah Sig. (2-tailed) .362 . N 32 32 Uji korelasi Rank Spearman hubungan tingkat aktivitas dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga setelah bekerja sebagai gurandil diperoleh nilai koefisien sebesar -0.167 dengan signifikan 0.362. Dengan aturan nilai dalam menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), > 0.9 (hubungan mendekati sempurna). Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki memiliki hubungan lemah. Selain itu, signifikansi yang diperoleh nilai lebih besar dari nilai α yaitu 0.05 (5 persen) yaitu 0.362 yang menginterpretasikan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan sesudah menjadi gurandil. Hal ini sesuai dengan dugaan peneliti bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan sesudah menjadi gurandil walaupun hubungan lemah. Tanda negatif pada nilai kolerasi tingkat aktivitas gurandil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik. Artinya, ketika variabel (x) yaitu tingkat aktivitas gurandil tinggi maka disisi lain variabel (y) yaitu kesejahteraan rendah. Hal ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan oleh gurandil baik gurandil cetek, dan gurandil biasa lebih banyak berkelompok dan menggunakan cara bagi hasil untuk bahan galian. Semakin berkelompok dalam melakukan penambangan maka semakin kecil hasil yang diperoleh maka akan berdampak pada kesejahetraan rumah tangga. Selain itu, berdasarkan pengamatan di lapang, tingginya aktivitas gurandil dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga terlihat dari tingkat pendapatan yang meningkat, kondisi fisik tempat tinggal yang semakin bagus, dan lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil deskripsi profil desa, deskripsi faktor-faktor pendorong munculnya gurandil, tingkat aktivitas gurandil, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga, serta hubungan antara faktor-faktor pendorong munculnya gurandil dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin, dan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga baik sebelum maupun sesudah menjadi gurandil, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Mayoritas penduduk Desa Pangkal Jaya bermata pencaharian utama sebagai penambang gurandil dengan proporsi 85% dan 15% disektor lain seperti petani, pedagang, kuli bangunan, dan buruh tani. 2. Terdapat faktor penting yang mendorong munculnya gurandil yaitu faktor ekonomi, semakin rendahnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan menyebabkan masyarakat desa memilih bekerja sebagai gurandil. Selain itu, didorong karena lemahnya penegakan hukum dalam mengatasi permasalahan tentang pertambangan tanpa izin. Dengan bekerja sebagai penambang gurandil tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. 3. Aktivitas penambang gurandil dikategorikan menjadi tiga yaitu berdasarkan gurandil cetek, guradil biasa dan gurandil tong. Tingkat aktivitas yang paling tinggi dilakukan oelh gurandil cetek karena memiliki frekusensi yang lebih banyak dalam melakukan penambangan ke Gunung Pongkor dibandingkan gurandil biasa dan gurandil tong. 4. Tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil paling tinggi terlihat pada gurandil tong. Hal ini dilihat dari tingkat pendapatan yang tinggi, kondisi fisik rumah yang semakin baik. Akan tetapi dari tingkat kesehatan, baik gurandil cetek, biasa maupun gurandil tong mengalami kondisi kesehatan yang menurun. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 5. Uji statistik Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin. Dengan hasil koefisien yang diperoleh sebesar 0.364 dengan signifikan 0.041. Semakin banyak faktor pendorong munculnya gurandil maka semakin tinggi aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin. 6. Uji statistik Rank Spearman antara variabel tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan gurandil baik sebelum maupun sesudah gurandil diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Dengan hasil koefisien masing-masing 0.033 dengan signifikan 0.857 dan -0.167 dengan signifikan 0.362. Tanda negatif pada nilai kolerasi tingkat aktivitas gurandil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik. 7.
74
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran diantaranya sebagai berikut: 1. Civitas akademika, penelitian ini perlu adanya pembandingan antar dua lokasi yang beragam sebagai pembanding antara aktivitas gurandil dan kesejahteraan rumah tangga gurandil yang tergolong homogen dan heterogen, sehingga dapat memperoleh hasil yang cukup baik melihat hubungannya. 2. Masyarakat dan gurandil, diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis pekerjaan yang sesuai dengan mempertimbangkan resiko dan keuntungan sehingga dapat kesejahteraan rumah tangga. 3. Perusahaan dan pemerintah diharapkan dapat menyusun arah kebijakan melandasi terciptakan penambangan gurandil (terkait faktor sosial, ekonomi maupun hukum), sehingga menciptakan kesejahteraan khususnya untuk rumah tangga. Serta perusahaan xdiharapkan lebih memperhatikan dan meningkatkan kepedulian kepada masyarakat sekitar lokal penambangan khususnya Desa Pangkal Jaya dengan memberdayakan dan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengembangkan potensi yang ada.
75
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2003. Jakarta (ID): BPS [BPS] Biro Pusat Statistik. 2005. Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Berita resmi Statistik No. 47/IX/1 Septembr 2005. [Internet]. [diunduh 01 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari: http://jakarta.Badan Pusat Statistik.go.id/fileupload/brs Brigham, Eugene F, Joel F, Houston. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, alih bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku satu, Edisi sepuluh. Jakarta: PT. Salemba Empat Budimanta A. 2007. Kekuasaan dan Penguasaan Sumber Daya Alam : Studi Kasus Penambangan Timah di Bangka. Jakarta: Indonesia Center for Sustainable Development. Erman E. 2010. Tambang, Perempuan dan Negara Gagal?. Samarinda. [Internet]. [Diunduh tanggal 19 Maret 2015 pukul 13.46]. Dapat diunduh dari: http://issuu.com/borneo2020/docs/erwiza-erman-tambang_perempuan-dannegara-gagal Fahrudin A. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama Ismono. 2010. Tambang Harus Mensejahterakan. [Artikel]. [Internet]. Samarinda (ID): Bappeda Samarinda. [Diunduh tanggal 04 Januari 2015 pukul 12.39 WIB]. Harrianto R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC Kristanto P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: ANDI Ngadiran, Santoso P, Purwoko B. 2002. Dampak Sosial Budaya Penambangan Emas di Kecamatan Mandor Kabupaten Landa Propinsi Kalimantan Barat (Social Culture Impact of Gold Mining at Mandor in Landak Regency West Kalimantan Province). Sosiohumanika. [Internet]. [Diunduh tanggal 22 Maret 2015 pukul 22.25]. Edisi Januari 2002. 15 (1). 131. Paryono. 2005. Dampak Pencemaran Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Ikan Baung di Sungai Cikaniki, Kawasan Pongkor, Bogor. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/1997. Jakarta [Permen] Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah Republik Indonesia,. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Pertiwi HD. 2011. Dampak Keberadaan Perusahaan Pertambangan Batubara Terhadap Ekologi, Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Era Otonomi Daerah, Kasus Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 79 hal Prayogo D. 2011. Socially Responsible Corporation: Peta Masalah, Tanggung Jawab sosial dan Pembangunan Komunitas pada Industri Tambang dan Migas di Indonesia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia
76
Profil Desa Pangkal Jaya. 2013. Bogor (ID). Qomariah R. 2003. Dampak Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Batubara terhadap Kualitas Sumberdaya Lahan dan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rafles. 2012. Kegiatan Pertambangan Emas Rakyat dan Implikasinya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kenagarian Mundam Sakti Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. [Thesis]. [Internet].[Diunduh tanggal 05 Oktober 2014 pukul 16.44 WIB]. Dapat diunduh pada: http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/KEGIATANPERTAMBANGAN-EMAS-RAKYAT.pdf Risal et al. 2013. Analisis Dampak Kebijakan Pertambangan terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Makroman. E-Journal Administrative Reform. [Internet]. Jurnal. [Diunduh tanggal 07 Oktober 2014]; 1(1): 117-131. Dapat diunduh dari: http://ar.mian.fisipunmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/06/Artikel_ejournal_mulai_hlm_g anjil-ok%20%2806-03-13-03-52-45%29.pdf Rusli S. 2005. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta (ID): LP3ES. Salim HS. 2007. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Singarimbun M, Effendi S. 2006. Metode dan Proses Penelitian. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES Indonesia Siregar FF. 2009. Persepsi Masyarakat tentang Pembukaan Pertambangan Emas di Hutan Batang Toru (Studi Kasus Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan). [Skripsi]. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara. Soemarwoto O. 2005. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial). Bandung: PT Refika Aditama. Sulton A. 2011. Dampak Aktivitas Pertambangan Bahan Galian Golongan C terhadap Kondisi Kehidupan Masyarakat Desa (Analisis Sosio-Ekonomi dan Sosio-Ekologi Masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Suma’mur PK. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Cetakan Kedua. Jakarta: CV. Haji Mas Agung. [UU] Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial [UU] Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Wibisono B. 2008. Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral yang Berkelanjutan (Studi Kasus: Pengelolaan Lingkungan ModADA Di Kabupaten Mimika, Papua). [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Willybrodus, Chang W. 2012. Dampak Ekonomis Penambangan Emas bagi Masyarakat Mandor, Kalimantan Barat. [Jurnal Ilmiah Nasional]. [Internet]. [Diunduh pada tanggal 22 Maret 2015 pukul 22.28]. Edisi 38, No. 1/2012,
77
ISSN 977-0125-9989-1-9 (LIPI, No. Akreditasi: 439/AU2/P2MILIPI/08/2012). Zulqayyim. 2006. Dinamika Dua Kota Tambang: Perubahan Sosial dan Munculnya Tambang Rakyat di Sawahlunto Sumatera Barat dan Sungai Liat Bangka pada Masa Reformasi. [Artikel Penelitian]. Padang (ID): Fakultas Sastra, Universitas Andalas Padang.
78
79
LAMPIRAN
80
81 Lampiran 1. Sketsa lokasi penelitian
Keterangan: Nama Wilayah: Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Batas-batas Geografis: Timur Barat Utara Selatan
: berbatasan dengan Desa Hambaro. : berbatasan dengan Desa Nanggung : berbatasan dengan Desa Kalong Liud, dan : berbatasan dengan Desa Bantar Karet
82
Lampiran 2. Jadwal penelitian Kegiatan Penyusun an Proposal Skripsi Kolokiu m Perbaikan Proposal Pengambi lan Data Lapangan Pengolah an dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Penelitian
Des Jan Feb Mar Apr 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Mei 1 2 3 4
83
Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 3
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.769
161
Lampiran 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Ordinalfaktor Pendorong Spearman's rho
Ordinalfaktor Correlation Pendorong Coefficient Sig. (2-tailed) N OrdinalAktivit Correlation asGurandil Coefficient Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2 tailed).
OrdinalAktivitas Gurandil
1.000
.364*
. 32
.041 32
.364*
1.000
.041 32
. 32
OrdinalAktivitas OrdinalTingkatKes Gurandil ejahteraanSebelum Spearman's OrdinalAktivitas Correlation rho Gurandil Coefficient Sig. (2-tailed) N OrdinalTingkat Correlation Kesejahteraan Coefficient Sebelum Sig. (2-tailed) N
1.000
.033
. 32
.857 32
.033
1.000
.857 32
. 32
OrdinalAktivitas OrdinalTingk Gurandil atKesejahtera anSetelah Spearman's OrdinalAktivitas Correlation rho Gurandil Coefficient Sig. (2-tailed) OrdinalTingkat Kesejahteraan Setelah
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
-.167
.
.362
32
32
-.167
1.000
.362
.
32
32
84
Lampiran 5 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil cetek di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir Descriptive Statistics N Minimum Pengeluaran Beras sebelum Gurandil Pengeluaran Ikan sebelum Gurandil Pengeluaran Daging sebelum Gurandil Pengeluaran Telur dan Susu sebelum Gurandil Pengeluaran Sayur-sayuran sebelum Gurandil Pengeluaran Buah-buahan sebelum Gurandil Pengeluaran Minyak/Lemak sebelum Gurandil Pengeluaran Bumbu-bumbuan sebelum Gurandil Pengeluaran Tembakau/Sirih sebelum Gurandil Pengeluaran Sewa/Kontrak Rumah sebelum Gurandil Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll sebelum Gurandil Pengeluaran Biaya Telepon sebelum Gurandil Pengeluaran Peralatan Mandi/Kecantikan sebelum Gurandil Pengeluaran Transportasi sebelum Gurandil Pengeluaran Pakaian sebelum Gurandil Pengeluaran Perkakas Rumah Tangga sebelum Gurandil Pengeluaran untuk Pesta sebelum Gurandil Valid N (listwise)
Maximum
Mean
16
540 000
4 320 000
1 805 625
16
360 000
1 800 000
741 563
7
180 000
600 000
351 429
14
114 000
1 080 000
514 714
16
180 000
720 000
441 250
6
100 000
350 000
191 667
16
360 000
720 000
540 000
12
180 000
720 000
315 000
16
1 800 000
5 040 000
3 116 250
1
300 000
300 000
300 000
16
180 000
1 200 000
510 375
9
120 000
1 620 000
435 556
16
120 000
288 000
179 125
5
1 080 000
2 700 000
1 404 000
13
500 000
3 000 000
1 211 538
1
5 000 000
5 000 000
5 000 000
1
20 000 000
20 000 000
20 000 000
0
85
Lampiran 6 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil Cetek di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir Descriptive Statistics N Minimum Pengeluaran Konsumsi Beras setelah 14 2 700 000 Gurandil 16 336 000 Pengeluaran Ikan setelah Gurandil 16 240 000 Pengeluaran Daging setelah Gurandil Pengeluaran Telur dan Susu setelah 16 144 000 Gurandil Pengeluaran Sayur-sayuran setelah 16 1 080 000 Gurandil Pengeluaran Buah-buahan setelah 13 360 000 Gurandil Pengeluaran Minyak/Lemak setelah 16 1 080 000 Gurandil Pengeluaran Bumbu-bumbuan setelah 16 480 000 Gurandil Pengeluaran Tembakau/Sirih setelah 16 3 600 000 Gurandil Pengeluaran Makana dan Minuman 8 240 000 setelah Gurandil Pengeluaran Perbaikan Rumah setelah 3 3 000 000 Gurandil Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll 16 1 200 000 setelah Gurandil Pengeluaran Biaya Telepon setelah 15 480 000 Gurandil Pengeluaran Peralatan 16 480 000 Mandi/Kecantikan setelah Gurandil Pengeluaran Biaya Kesehatan setelah 11 70 000 Gurandil Pengeluaran Biaya Pendidikan setelah 6 200 000 Gurandil Pengeluaran Transportasi setelah 13 1 200 000 Gurandil 16 500 000 Pengeluaran Pakaian setelah Gurandil Pengeluaran Perkakas Rumah Tangga 9 1 000 000 setelah Gurandil 14 10 000 Pengeluaran Pajak setelah Gurandil Pengeluaran untuk Pesta setelah 2 25 000 000 Gurandil 0 Valid N (listwise)
Maximum
Mean
7 200 000
4 448 571
4 032 000 4 800 000
2 106 000 1 758 000
4 320 000
2 346 750
9 000 000
2 452 500
2 400 000
971 538
1 260 000
1 248 750
1 800 000
1 425 000
25 920 000
10 980 000
7 200 000
1 680 000
50 000 000
19 333 333
4 080 000
1 989 000
3 600 000
1 328 000
1 200 000
690 000
5 000 000
716 364
6 000 000
2 150 000
7 200 000
3 456 923
10 000 000
2 343 750
10 000 000
3 893 333
500 000
231 071
25 000 000
25 000 000
86
Lampiran 7 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil biasa di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir Descriptive Statistics N Minimum Pengeluaran Beras sebelum Gurandil Pengeluaran Ikan sebelum Gurandil Pengeluaran Daging sebelum Gurandil Pengeluaran Telur dan Susu sebelum Gurandil Pengeluaran Sayur-sayuran sebelum Gurandil Pengeluaran Buah-buahan sebelum Gurandil Pengeluaran Minyak/Lemak sebelum Gurandil Pengeluaran Bumbu-bumbuan sebelum Gurandil Pengeluaran Tembakau/Sirih sebelum Gurandil Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll sebelum Gurandil Pengeluaran Biaya Telepon sebelum Gurandil Pengeluaran Peralatan Mandi/Kecantikan sebelum Gurandil Pengeluaran Transportasi sebelum Gurandil Pengeluaran Pakaian sebelum Gurandil Pengeluaran Perkakas Rumah Tangga sebelum Gurandil Pengeluaran Pungutan sebelum Gurandil Valid N (listwise)
Maximum
Mean
8
720 000
5 400 000
2 171 250
8
400 000
1 080 000
687 500
6
180 000
900 000
375 000
8
144 000
720 000
391 500
8
360 000
720 000
612 500
3
200 000
350 000
283 333
8
360 000
1 080 000
652 500
8
180 000
720 000
337 500
8
3 600 000
7 200 000
4 455 000
8
300 000
720 000
531 000
4
120 000
560 000
365 000
7
120 000
288 000
152 571
5
300 000
4 800 000
1 872 000
7
250 000
2 000 000
935 714
1
200 000
200 000
200 000
1
15 000
15 000
15 000
0
87
Lampiran 8 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil biasa di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir Descriptive Statistics N Minimum Pengeluaran Konsumsi Beras setelah 7 2 520 000 Gurandil 7 1 800 000 Pengeluaran Ikan setelah Gurandil 7 900 000 Pengeluaran Daging setelah Gurandil Pengeluaran Telur dan Susu setelah 7 144 000 Gurandil Pengeluaran Sayur-sayuran setelah 7 1 800 000 Gurandil Pengeluaran Buah-buahan setelah 7 480 000 Gurandil Pengeluaran Minyak/Lemak setelah 7 336 000 Gurandil Pengeluaran Bumbu-bumbuan 7 480 000 setelah Gurandil Pengeluaran Tembakau/Sirih setelah 8 672 000 Gurandil Pengeluaran Makana dan Minuman 5 600 000 setelah Gurandil Pengeluaran Konsumsi Lainnya 1 1 350 000 setelah Gurandil Pengeluaran Perbaikan Rumah 2 15 000 000 setelah Gurandil Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll 7 1 200 000 setelah Gurandil Pengeluaran Biaya Telepon setelah 8 180 000 Gurandil Pengeluaran Peralatan 8 480 000 Mandi/Kecantikan setelah Gurandil Pengeluaran Biaya Kesehatan setelah 3 30 000 Gurandil Pengeluaran Biaya Pendidikan 3 300 000 setelah Gurandil Pengeluaran Transportasi setelah 8 720 000 Gurandil Pengeluaran Pakaian setelah 8 1 000 000 Gurandil Pengeluaran Perkakas Rumah 5 2 000 000 Tangga setelah Gurandil 6 29 000 Pengeluaran Pajak setelah Gurandil Pengeluaran untuk Pesta setelah 2 16 000 000 Gurandil 0 Valid N (listwise)
Maximum
Mean
5 580 000
4 088 571
3 600 000 5 400 000
2 749 714 2 840 571
8 280 000
2 628 000
3 600 000
2 314 286
2 400 000
994 286
1 260 000
1 107 429
1 920 000
1 457 143
17 280 000
10 929 000
36 000 000
7 800 000
1 350 000
1 350 000
60 000 000
37 500 000
3 840 000
2 262 857
18 000 000
3 652 500
3 600 000
1 425 000
3 000 000
1 026 667
9 000 000
3 340 000
12 000 000
3 880 500
5 000 000
2 725 000
12 000 000
5 160 000
550 000
328 167
25 000 000
20 500 000
88
Lampiran 9 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil tong di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir Descriptive Statistics N Minimum 8 540 000 Pengeluaran Beras sebelum Gurandil 8 600 000 Pengeluaran Ikan sebelum Gurandil Pengeluaran Daging sebelum 5 240 000 Gurandil Pengeluaran Telur dan Susu sebelum 8 144 000 Gurandil Pengeluaran Sayur-sayuran sebelum 8 360 000 Gurandil Pengeluaran Buah-buahan sebelum 4 180 000 Gurandil Pengeluaran Minyak/Lemak sebelum 8 360 000 Gurandil Pengeluaran Bumbu-bumbuan 6 180 000 sebelum Gurandil Pengeluaran Tembakau/Sirih sebelum 8 1 800 000 Gurandil Pengeluaran Sewa/Kontrak Rumah 1 1 800 000 sebelum Gurandil Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll 8 180 000 sebelum Gurandil Pengeluaran Biaya Telepon sebelum 4 300 000 Gurandil Pengeluaran Peralatan 7 120 000 Mandi/Kecantikan sebelum Gurandil Pengeluaran Transportasi sebelum 3 1 080 000 Gurandil Pengeluaran Pakaian sebelum 7 100 000 Gurandil Pengeluaran Perkakas Rumah 1 250 000 Tangga sebelum Gurandil Pengeluaran Pungutan sebelum 1 5000 Gurandil 0 Valid N (listwise)
Maximum 3 600 000 1 800 000
Mean 2 306 250 1 110 000
900 000
420 000
900 000
484 000
1 080 000
567 500
400 000
322 500
1 200 000
735 000
360 000
300 000
7 200 000
4 050 000
1 800 000
1 800 000
1 080 000
689 250
560 000
447 500
288 000
178 286
7 200 000
3 960 000
1 500 000
671 429
250 000
250 000
5000
5 000
89
Lampiran 10 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil tong di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam satu tahun terakhir Descriptive Statistics N Minimum Pengeluaran Konsumsi Beras setelah 7 2 700 000 Gurandil 7 336 000 Pengeluaran Ikan setelah Gurandil 7 1 344 000 Pengeluaran Daging setelah Gurandil Pengeluaran Telur dan Susu setelah 7 288 000 Gurandil Pengeluaran Sayur-sayuran setelah 7 1 080 000 Gurandil Pengeluaran Buah-buahan setelah 8 360 000 Gurandil Pengeluaran Minyak/Lemak setelah 7 1 080 000 Gurandil Pengeluaran Bumbu-bumbuan 7 4 80 000 setelah Gurandil Pengeluaran Tembakau/Sirih setelah 8 5 040 000 Gurandil Pengeluaran Makana dan Minuman 8 600 000 setelah Gurandil Pengeluaran Perbaikan Rumah 1 6 000 000 setelah Gurandil Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll 8 1 200 000 setelah Gurandil Pengeluaran Biaya Telepon setelah 8 1 800 000 Gurandil Pengeluaran Peralatan 8 480 000 Mandi/Kecantikan setelah Gurandil Pengeluaran Biaya Kesehatan 3 200 000 setelah Gurandil Pengeluaran Biaya Pendidikan 5 240 000 setelah Gurandil Pengeluaran Transportasi setelah 7 2 340 000 Gurandil Pengeluaran Jasa Lainnya setelah 3 4 800 000 Gurandil Pengeluaran Pakaian setelah 8 1 000 000 Gurandil Pengeluaran Perkakas Rumah 8 600 000 Tangga setelah Gurandil 7 270 000 Pengeluaran Pajak setelah Gurandil Pengeluaran untuk Pesta setelah 1 20 000 000 Gurandil 0 Valid N (listwise)
Maximum
Mean
5 040 000
3 060 000
5 400 000 8 640 000
2 201 143 3 483 429
2 160 000
864 000
3 600 000
2 417 143
2 880 000
1 575 000
1 344 000
1 194 857
1 800 000
925 714
24 480 000
13 995 000
18 000 000
6 525 000
6 000 000
6 000 000
2 640 000
1 995 000
7 200 000
3 675 000
6 000 000
1 530 000
7 000 000
2 600 000
12 000 000
3 744 000
4 680 000
3 330 857
24 000 000
11 520 000
3 600 000
2 512 500
85 000 000
15 012 500
4 000 000
910 714
20 000 000
20 000 000
90
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian
Proses Penghancuran bahan galian
Tempat pembakaran karbon
Pembentukan kepingan emas
Proses pengolahan
Pengolahan dan pemisahan
Proses merapikan kepingan emas
91
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Wira Fuji Astuti dilahirkan di Balai Tangah, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat, pada tanggal 26 Desember 1992 dari pasangan Asril dan Masneti. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Pendidikan formal dijalani penulis mulai dari TK. Bustanul Athfal Lintau Buo Utara (1998-1999), SDN 05 Lintau Buo Utara (1999-2005), SMP Negeri 03 Lintau (2005-2008), SMA Negeri 1 Lintau, Sumatra Barat (2008-2011). Pada tahun 2011, penulis diterima menjadi mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis merupakan mahasiswi penerima Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Berprestasi (Bidik Misi) Dikti. Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, sejak pertama kali masuk dunia perkuliahan, penulis sudah aktif mengikuti berbagai organisasi, yaitu bergabung dalam Ikatan Pelajar Mahasiwa Minang Bogor (IPMM Bogor), Unit Kegiatan Mahasiswa yaitu UKM voli IPB 2011-2013 dan organisasi-organisasi di luar kampus lainnya. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti pada 6th Ecology Sport and Art Event divisi medis (kesehatan) tahun 2013, panitia Minang Vaganza divisi konsumsi tahun 2013. Hingga kini penulis masih menjadi mahasiswa aktif di Institut Pertanian Bogor.