i
DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru)
VANYA ANNISANINGRUM
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak Penetapan Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri sesuai dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya lain baik diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Vanya Annisaningrum I34120058
ii
ABSTRAK VANYA ANNISANINGRUM. Dampak Penetapan Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani. Di bawah bimbingan ENDRIATMO SOETARTO Taman nasional merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia. Akan tetapi dalam pengelolaannya, taman nasional cenderung mengabaikan aspek kesejahteraan masyarakat. Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif didukung data kualitatif untuk melihat bagaimana taman nasional berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Setelah taman nasional ditetapkan, akses masyarakat terhadap sumber daya alam seperti kayu dan air semakin terbatas terutama akses terhadap sumber daya lahan. Berada di tengah kawasan taman nasional membuat masyarakat yang seluruhnya merupakan petani tidak bisa memperluas lahan pertanian mereka. Akibatnya dari tahun ke tahun lahan pertanian yang dimiliki rumah tangga luasnya semakin sedikit. Luas lahan pertanian dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga petani dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, serta tingkat perumahan dan lingkungan. Hal ini dibuktikan melalui uji regresi dimana variabel independen yaitu luas lahan pertanian berpengaruh signifikan sebesar 0,005 terhadap variabel dependen yaitu kesejahteraan rumah tangga petani. Kata kunci: akses, kesejahteraan, luas lahan pertanian, rumah tangga petani, taman nasional ABSTRACT VANYA ANNISANINGRUM. The Impact of National Park Determination on The Welfare of Farmer Households. Supervised by ENDRIATMO SOETARTO National park is one of the government's efforts to preserve biodiversity in Indonesia. But in its management, national parks tend to ignore the aspect of public welfare. Ranu Pani village is a village enclave in Bromo Tengger Semeru National Park. This research was conducted using a quantitative approach supported by qualitative data to see how the national parks affect the well-being of farm households. After the national parks were established, public access to natural resources such as wood and water increasingly limited, especially access to land resources. Being in the middle of the park to make people who are all farmers can not expand their agricultural land. As a result of the years of agricultural land owned by households is getting a little extent. Agricultural land can affect the welfare of farming households viewed from the level of income, level of education, as well as the level of housing and the environment. This is proved by regression analysis where the independent variable is agricultural land area of 0,005 significant effect on the dependent variable, namely the welfare of farm households. Keywords: access, agricultural land, farmer households, national park, welfare
iii
DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
Oleh VANYA ANNISANINGRUM I34120058
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
iv
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Dampak Penetapan Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini ini ditujukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada, Ibu Vientha Heryani dan Bapak Cahya Budi, yang selalu memberikan dukungan serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat yaitu Ninda, Ida, Citra, Mona, Rizky, dan Sisil yang selalu mendukung serta memberikan saran kepada penulis selama proses penyelesaian proposal skripsi. Penulis ucapkan juga terimakasih untuk teman satu dosen pembimbing yaitu Nurul dan Debby. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2016
Vanya Annisaningrum
vi
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
2
Tujuan Penelitian
3
Kegunaan Penelitian
3
PENDEKATAN TEORETIS Tinjauan Pustaka
4 5
Konsep Agraria
5
Perubahan Struktur Agraria
5
Taman Nasional dan Pengelolaannya
6
Teori Akses
7
Masyarakat Sekitar Taman Nasional
7
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
8
Kerangka Pemikiran
9
Hipotesis Penelitian
10
PENDEKATAN LAPANG
11
Metode Penelitian
11
Lokasi dan Waktu Penelitian
11
Teknik Pengumpulan Data
11
Teknik Penentuan Informan dan Responden
12
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
13
Definisi Operasional
14
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
17
vii
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT SETELAH PENETAPAN TAMAN NASIONAL
20
Sejarah Dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
21
Legalitas dan Legitimasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
21
Perubahan Desa Ranu Pani Sebelum dan Setelah Penetapan Taman Nasional
24
Pandangan Masyarakat Mengenai Taman Nasional
26
AKSES MASYARAKAT DESA RANU PANI SEBAGAI DESA ENKLAF
29
Akses Pemanfaatan Kayu Bakar
29
Akses Pemanfaatan Sumber Air
31
Akses Terhadap Lahan Pertanian
32
DAMPAK TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
36
Luas Lahan Pertanian per Rumah Tangga
37
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
39
Uji Regresi Pengaruh Luas Lahan terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 43 PENUTUP
48
Simpulan
49
Saran
50
DAFTAR PUSTAKA
51
LAMPIRAN
55
RIWAYAT HIDUP
71
viii
DAFTAR TABEL 1 Jenis dan metode pengumpulan data 12 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ranu Pani berdasarkan kelompok usia 18 3 Jumlah dan persentase alat komunikasi yang dimiliki penduduk 19 4 Tanggal penetapan peraturan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 22 5 Jumlah dan persentase pemanfaatan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun 2016 30 6 Jumlah dan persentase pemanfaatan sumber air rumah tangga Desa Ranu Pani tahun 2016 31 7 Data kependudukan Kecamatan Senduro tahun 2012, 2013, 2014 33 8 Jumlah dan persentase status penguasaan lahan Desa Ranu Pani sebelum tahun 2016 dan pada tahun 2005 33 9 Jumlah dan persentase kepemilikan sertifikat lahan Desa Ranu Pani tahun 2016 34 10 Jumlah dan persentase kategori luas lahan pertanian Desa Ranu Pani sebelum tahun 2005 dan pada tahun 2016 38 11 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendapatan rumah tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016 39 12 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendidikan rumah tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016 40 13 Jumlah dan persentase kategori tingkat perumahan dan lingkungan rumah tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016 42 14 Jumlah dan persentase kategori tingkat kesejahteraan rumah tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016 43 15 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani 44 16 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendidikan rumah tangga petani 45 17 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat perumahan dan lingkungan rumah tangga petani 46 18 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani 46
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran 2 Pemandangan Desa Ranu Pani dilihat dari Resort Ranu Pani 3 Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 4 Data luas lahan pertanian dulu dan sekarang
10 17 23 37
ix
DAFTAR LAMPIRAN 1 Jadwal penelitian 2 Peta lokasi penelitian 3 Kerangka Sampling 4 Kuesioner 5 Pedoman wawancara mendalam 6 Hasil uji statistik 7 Tulisan tematik 8 Dokumentasi penelitian
56 58 59 60 64 66 69 70
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman hayati di dalamnya. Beragam jenis flora dan fauna terdapat di Indonesia dan sebagian besar diantaranya merupakan jenis endemik (Kementrian Lingkungan Hidup 2013). Sebagai cara untuk memelihara keanekaragaman hayati tersebut diperlukan adanya habitat yang mampu mendukung keberadaan mereka secara lestari, salah satu bentuknya adalah menetapkan hutan sebagai kawasan konservasi. Sementara kawasan hutan yang memiliki fungsi untuk pengawetan dan pelestarian keanekaragaman hayati disebut sebagai hutan konservasi (UU No. 41 Tahun 1999). Salah satu hutan konservasi yang memegang peranan penting dalam memelihara keanekaragaman hayati adalah taman nasional, yang menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 selain memiliki fungsi sebagai perlindungan keanekaragaman hayati juga berfungsi sebagai wahana pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, budaya, dan ekowisata. Taman nasional sebagai kawasan konservasi harus memiliki batas yang jelas, terutama kawasan yang berbatasan dengan pemukiman. Kawasan taman nasional selain memiliki aspek legalitas, juga harus memiliki aspek legitimasi atau pengakuan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan mayoritas taman nasional di Indonesia ditetapkan dengan kondisi terdapat masyarakat di dalam atau di sekitar kawasan. MacKinnon et al. (1993) menjelaskan bahwa batas kawasan konservasi seharusnya disesuaikan sedemikian rupa agar pemukiman berada di luar. Menurut Dephut dan BPS (2009), terdapat 9.103 desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan. Sebagian besar desa tersebut masuk ke dalam kawasan hutan lindung (9,44%). Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Penduduk Desa Ranu Pani sebagai Suku Tengger, merupakan keturunan asli masyarakat Jawa yang hidup di era Kerajaan Majapahit. Masyarakat Tengger memiliki hubungan yang erat dengan pertanian, karena bertani merupakan pekerjaan yang suci dan bentuk tradisi untuk berbakti kepada leluhur 1 . Selain itu menurut hasil penelitian Nugroho (2014), petani merupakan pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Ranu Pani, pekerjaan lainnya adalah buruh tani, pedagang, tukang bangunan, dan PNS. Penetapan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) membawa perubahan kepada masyarakat yang tinggal didalamnya. Akses terhadap sumber daya alam menjadi lebih terbatas. Sebagai contoh, masyarakat Desa Ranu Pani sangat memerlukan kayu bakar dalam kehidupan sehari-hari mereka. Setelah ditetapkan sebagai taman nasional, masyarakat tidak bisa mengambil kayu bakar secara bebas di dalam hutan. Akan tetapi setelah taman nasional dibentuk, 1
Berdasarkan hasil wawancara dengan Dr. Purnawan D. Negara, S.H., M.H. pada tanggal 24 Januari 2016
2
pemanfaatan hutan oleh masyarakat masih sering terjadi. Hal ini dibuktikan dari data pengambilan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun 2010-2011 mencapai 110 meter kubik per hari untuk 371 kepala keluarga (Profil TNBTS 2010-2011). Selain itu keterbatasan terhadap sumber daya lahan juga merupakan suatu hal krusial, karena masyarakat Suku Tengger tidak bisa dilepaskan dari pekerjaannya sebagai petani. Lama kelamaan, kebutuhan akan sumber daya lahan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk di Desa Ranu Pani. Luas lahan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Ranu Pani tentunya semakin berkurang mengingat jumlah penduduk yang terus bertambah. Kawasan taman nasional seyogyanya memiliki tiga manfaat, yaitu manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial. Manfaat ekologi yaitu melestarikan keanekaragaman hayati yang ada didalamnya. Manfaat ekonomi yaitu menciptakan peluang kerja bagi berbagai pihak. Manfaat sosial yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu, dan mensejahterakan masyarakat merupakan salah satu tugas yang diemban oleh pemerintah. Seperti dinyatakan dalam Undang-undang pasal 33 ayat 3 tahun 1945, bahwa kekayaan alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Maka dari itu pentung bagi taman nasional untuk melestarikan aspek sosial dan budaya setempat. Taman nasional juga sebaiknya berjalan beriringan dengan adat istiadat masyarakat dalam melestarikan lingkungan. Setiap kebijakan yang diterapkan oleh taman nasional harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat, dalam kasus ini khususnya kesejahteraan petani. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir konflik yang terjadi antara masyarakat dan pihak taman nasional. Seringkali perubahan fungsi hutan berujung pada konflik antara masyarakat dengan taman nasional. Seperti pada hasil penelitian di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam memicu adanya perpecahan antara masyarakat dengan pihak pengelola (Marina dan Dharmawan 2011). Taman nasional di sisi lain juga memberikan lahan pekerjaan bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan wisata. Bahkan wisata ini juga merupakan salah satu upaya pengelola untuk memberdayakan masyarakat (Mohd 2008). Maka dari itu perlu dikaji lebih lanjut bagaimana dampak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terhadap kesejahteraan rumah tangga petani? Masalah Penelitian Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa yang termasuk di dalam kawasan taman nasional. Taman nasional selain memiliki legalitas juga harus memiliki legitimasi atau pengakuan dari masyarakat dalam penetapan dan pengelolaannya. Hal ini dikarenakan sejak ditetapkan, taman nasional mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana kondisi sosial masyarakat Desa Ranu Pani sebelum dan setelah taman nasional ditetapkan?
3
Setelah ditetapkan menjadi kawasan taman nasional, masyarakat Desa Ranu Pani selaku desa enklaf mengalami pembatasan kawasan. Akses masyarakat terhadap sumber daya alam seperti kayu bakar, air dan lahan menjadi semakin terbatas. Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana akses masyarakat sebelum dan setelah Desa Ranu Pani menjadi desa enklaf? Setelah didapatkan data mengenai luas lahan pertanian dan kesejahteraan rumah tangga petani saat ini, perlu dikaji apakah luas lahan pertanian berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Hal ini dapat menjadi saran agar pihak taman nasional dapat membuat program pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan para petani disana. Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga petani? Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Kemudian tujuan khususnya adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu: 1. Menganalisis bagaimana kondisi masyarakat di Desa Ranu Pani sebelum dan setelah taman nasional ditetapkan. 2. Menganalisis akses masyarakat sebelum dan setelah Ranu Pani menjadi desa enklaf. 3. Menganalisis dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut : 1. Akademisi Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai gambaran mengenai masyarakat yang hidup di dalam taman nasional. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 2. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dalam menyusun dan mengambil kebijakan mengenai pengelolaan taman nasional yang mementingkan aspek kesejahteraan masyarakat setempat. 3. Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya masyarakat luas mengenai bagaimana taman nasional berdampak terhadap kesejahteraan rumahtangga petani.
4
5
PENDEKATAN TEORETIS Tinjauan Pustaka Konsep Agraria Istilah agraria seringkali diartikan sebagai tanah dan pertanian saja. Agraria sendiri berasal dari kata agrarius atau ager (latin) yang artinya tanah pertanian. Sitorus (2002) menjelaskan bahwa ruang lingkup agraria lebih luas dari sekedar tanah pertanian atau pertanian, dimana agraria merupakan suatu bentang alam yang mencakup keseluruhan kekayaan alami, baik fisik maupun hayati serta kehidupan sosial yang terdapat didalamnya. Menurut Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960, ruang lingkup agraria meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Ruang lingkup agraria ini seringkali disebut sebagai obyek agraria. Sementara itu subyek agraria merupakan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan obyek agraria, seperti komunitas (sebagai kesatuan dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara), dan swasta (sektor private). Ruang lingkup sumber agraria menurut UUPA dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bumi Pengertian bumi menurut Pasal 1 ayat (4) yaitu permukaan bumi, termasuk juga tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan yang dimaksud adalah tanah. 2. Air Pengertian air menurut Pasal 1 ayat (5) adalah air yang berada di perairan pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia. 3. Ruang angkasa Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang di atas bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia. 4. Kekayaan alam yang terkandung didalamnya Kekayaan alam adalah seluruh makhluk hidup dan benda-benda, termasuk sumber agraria yang terdapat pada, di atas dan/atau di dalam bumi, air, dan ruang angkasa. Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi yaitu unsur-unsur kimia, mineral, bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan mulia yang merupakan endapan alam. Kekayaan alam yang terkandung di dalam air adalah ikan dan lain lain yang berada di peraian pedalaman dan laut dalam wilayah republik Indonesia. Kekayaan alam yang terkandung di atas bumi adalah hutan dan hasil-hasilnya, berupa hasil nabati dan hasil hewan. Perubahan Struktur Agraria Struktur agraria diartikan sebagai hubungan antar warga dan golongan di dalam masyarakat atas penguasaan tanah dan perubahan-perubahan hubungan yang terjadi, baik direncanakan ataupun tidak. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa struktur agraria merupakan hubungan antara subyek dan obyek agraria dalam hal pemilikan/penguasaan/pemanfaatan lahan. Menurut Wiradi (1984) kata “pemilikan” merujuk kepada penguasaan formal, contohnya seseorang memiliki tanah seluas dua
6
hektar sedangkan kata “penguasaan” merujuk kepada penguasaan efektif, contohnya seseorang memiliki tanah seluas dua hektar dan juga menggarap lahan orang lain seluas satu hektar maka luas lahan yang dikuasai adalah tiga hektar. Pemanfaatan lahan merujuk kepada bagaimana pola tanam pada sebidang lahan pertanian. Wiradi (1984) menyebutkan bahwa terdapat lima pengelompokkan dalam penguasaan lahan, diantaranya: 1. Pemilik Penggarap Murni, yaitu petani yang hanya menggarap lahan yang dimilikinya; 2. Penyewa dan penyakap murni, yaitu petani yang tidak memiliki lahan tetapi mempunyai lahan garapan melalui sewa dan/atau bagi hasil; 3. Pemilik penyewa dan/atau pemilik penyakap, yaitu mereka yang di samping menggarap lahannya sendiri juga menggarap lahan milik orang lain; 4. Pemilik bukan penggarap; dan 5. Tunakisma mutlak, yaitu mereka yang benar-benar tidak memiliki lahan garapan. Sebagian besar dari mereka (tunakisma) ini adalah buruh tani dan hanya sebagian kecil saja yang memang pekerjaannya bukan tani. Struktur agraria dapat berubah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Zuber (2007) mengemukakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi perubahan struktur agraria, diantaranya: (1) permintaan lahan dari kegiatan non-pertanian seperti pembangunan real estate, pabrik, areal perdagangan dan pelayanan lainnya yang membutuhkan areal tanah yang luas; (2) faktor sosial budaya seperti aturan warisan; (3) kerusakan lingkungan seperti kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan; dan (4) kelemahan hukum yang mengatur harga pertanian seperti harga pupuk yang tinggi, harga gabah yang rendah serta masalah pengaturan harga beras. Struktur agraria juga berkaitan dengan pola penanaman pada lahan. Taman Nasional dan Pengelolaannya Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Pristiyanto 2005). Taman nasional termasuk ke dalam kawasan pelestarian alam yang memiliki ciri khas dan berfungsi sebagai pelindung ekosistem penyangga kehidupan (Wahyuni dan Mamonto 2012). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006 terdapat empat zona di dalam Taman Nasional yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lain yang menyangkut zona tradisional, zona rehabilitasi, zona khusus, serta zona religi, budaya, dan sejarah. Kebijakan untuk pengelolaan kawasan konservasi disebutkan dalam UUD pasal 33 ayat 3 tahun 1945 dimana bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran masyarakat. Secara struktural, kebijakan pengelolaan kawasan konservasi ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007. Kebijakan konservasi di Indonesia pada dasarnya cenderung tidak melibatkan masyarakat dan tidak mengijinkan adanya aktivitas manusia di 534 kawasan konservasi, termasuk 50 taman
7
nasional, yang secara keseluruhan mencakup 28,2 juta hektar. Konservasi dilihat sebagai hambatan terhadap pembangunan sehingga kurang didukung, bahkan dilawan oleh banyak pihak. Akibatnya konservasi tidak dapat diwujudkan, sementara di dalam dan sekitar taman nasional sudah terlanjur ada masyarakat yang hidup dan menggantungkan hidup mereka dari kawasan tersebut (CIFOR 2010). Mengingat adanya masyarakat didalamnya, taman nasional sebagai kawasan konservasi harus dikembangkan serta dikelola secara lestari, tidak hanya sebatas aspek ekologi, tetapi juga ekonomi dan sosial (Hidayat et al. 2011). Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 pasal 7 tahun 1999, kegiatan konservasi merupakan jembatan kolaborasi antara pusat dan daerah dalam segi pembuatan kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah tertentu. Keberhasilan pengelolaan taman nasional akan berhasil apabila terdapat dukungan dari segi apapun mulai dari masyarakat lokal hingga masyarakat nasional (MacKinnon et al. 1993). Mengatasi masalah ini, beberapa taman nasional menerapkan kebijakan untuk bekerjasama dengan masyarakat sekitar dalam pengelolaannya. Menurut Kadir et al. (2012), beberapa taman nasional telah melibatkan masyarakat di dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan, guna memberikan penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya keberadaan taman nasional serta cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Teori Akses Ribot dan Pelusso (2003) mengartikan akses sebagai kemungkinan dari seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari suatu hal, seperti lahan garapan ataupun pemukiman. Kepemilikian terhadap sesuatu umumnya diakui secara sosial ataupun pengakuan secara hukum, kustom, atau konvensi. Seseorang yang memiliki hak untuk mendapatkan akses biasanya memegang kekuasaan sosial tertentu. Terdapat hubungan antar aktor yang memiliki modal sebagai pengontrol akses dengan aktor yang tersubordinasi. Kedua aktor ini saling berbagi sumber daya untuk mendapatkan keuntungan masing-masing. Menurut Ribot dan Pelusso (2003) terdapat dua mekanisme akses, pertama adalah Akses Legal. Akses ini merupakan akses yang mendapat pengakuan secara hukum, kustom, dan konvensi. Hak yang dipegang pemilik dapat menuntut dengan sanksi, untuk mengontrol akses. Orang lain yang tidak memiliki hak terhadap akses harus membayar atau bertukar layanan untuk bisa memanfaatkan sumber daya tersebut. Kedua, Akses Ilegal yaitu akses yang bertentangan dengan hukum, kustom, dan konvensi. Akses ilegal mengacu kepada memanfaatkan sumber daya yang tidak direstui oleh negara dan masyarakat. Contoh dari akses ilegal adalah pencurian terhadap sumber daya melalui paksaan, mencoba untuk mendapatkan, mengontrol, dan mempertahankan akses secara tidak sah. Berbagai mekanisme akses sumber daya membentuk untaian dari “bundles of power”. Aktor yang membentuk kekuatan ini memiliki peran masing-masing dalam mengontrol atau mempertahankan akses sumber daya, baik pemilik, pekerja, ataupun sekedar penerima manfaat. Masyarakat Sekitar Taman Nasional Masyarakat yang tinggal di sekitar Taman Nasional sebagian besar merupakan masyarakat adat. Menurut UU No. 32 tahun 2009, masyarakat adat adalah kelompok
8
masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan dengan para leluhur, hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. Masyarakat adat secara sederhana terikat oleh hukum adat, keturunan, dan tempat tinggalnya. Menurut Marina dan Dharmawan (2011) masyarakat di sekitar taman nasional memiliki aturan tersendiri dalam mengelola sumber daya alam disekitarnya. Penggunaan sumber daya alam dan aturan-aturan adat yang dibuat untuk mendapatkan akses ke dalamnya menunjukkan masyarakat adat memiliki hubungan yang sangat erat dengan sumber daya alam disekitarnya. Hubungan tersebut menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat tinggi, karena hutan merupakan sumber utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karenanya masyarakat sekitar hutan hidup pada tingkat ekonomi yang sangat subsisten (Kadir et al. 2012). Masyarakat sekitar hutan pada umumya merupakan masyarakat yang tertinggal, dengan kondisi sosial ekonomi yang tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya pengabaian kepentingan masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan hutan (Darusman dan Didik 1998). Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Setiap rumahtangga pasti memiliki tujuan untuk mensejahterakan seluruh anggota keluarganya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sejahtera adalah keadaan aman, sentosa dan makmur, dan terlepas dari segala gangguan. Jika merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 keluarga yang sejahtera secara luas dimaknai sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kehidupan hidup spiritual, materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Suatu keluarga yang sejahtera dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan spiritual, material, dan sosial. Menurut Effendi dan Tukiran (2014) rumah tangga dibagi menjadi rumah tangga biasa dan rumah tangga khusus. Rumah tangga biasa adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu bangunan, serta makan dari satu dapur. Rumah tangga khusus mencakup orang yang tinggal di asrama, yang urusan sehari-harinya diatur oleh suatu badan atau yayasan. Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu, dan mensejahterakan masyarakat merupakan salah satu tugas yang diemban oleh pemerintah. Sementara itu kesejahteraan petani diukur untuk melihat kualitas hidup petani di suatu wilayah menggunakan beberapa indikator. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur kesejahteraan, diantaranya: 1. Kependudukan; 2. Kesehatan dan gizi; 3. Pendidikan; 4. Ketenagakerjaan; 5. Taraf dan pola konsumsi; 6. Perumahan dan lingkungan; dan 7. Kemiskinan.
9
Indikator ini kemudian diuji kepada rumahtangga petani yang telah ditentukan, termasuk juga seluruh anggota keluarga yang ada didalamnya. Kesejahteraan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010 juga dapat diukur dari pendidikan (angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, dan angka pendidikan yang ditamatkan), kesehatan (angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan hidup, dan persentase gizi buruk), pertanahan (persentase penduduk yang memiliki lahan), dan ketenagakerjaan (rasio penduduk yang bekerja). Kesejahteraan juga dapat diukur melalui pengeluaran rumah tangga ataupun pendapatan rumah tangga. Menurut Dwipadyana (2014) pengeluaran rata-rata per kapita per tahun adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga selama setahun untuk konsumsi semua anggota rumah tangga, dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Dwipadyana (2014) juga menyatakan kesejahteraan bisa diukur dengan besarnya pendapatan rumah tangga. Semakin besar pendapatan maka kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan meningkat dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rumah tangga. Sebagian besar masyarakat di sekitar taman nasional memiliki tingkat kesejahteraan yang tergolong rendah. Salah satunya pada hasil penelitian di kawasan Taman Nasional Babul dimana 65 persen masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan dengan tingkat pendidikan yang rendah, 84,4 persen merupakan lulusan SD (Kadir et al. 2012). Begitu juga dengan masyarakat sekitar TNMB yang berpendidikan rendah dengan persentase 47,6 persen merupakan lulusan SLTP (Keli, Sukarno, Ruminarti 2012). Padahal menurut Undangundang Nomor: 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, taman nasional sebenarnya memberikan peluang untuk memperoleh manfaat optimal bagi kesejahteraan (ekonomi) masyarakat, pemanfaatan kawasan hutan (termasuk penambangan bendabenda non hayati) dapat dilakukan pada semua kawasan hutan, kecuali pada hutan cagar alam dan zona inti serta zona rimba pada taman nasional. Sementara itu desa di dalam taman nasional mengalami tekanan dari segi populasi penduduk. Apabila populasi penduduk tidak dapat dikendalikan, maka konversi lahan pertanian untuk pemukiman dapat terjadi. Kerangka Pemikiran Perubahan fungsi kawasan hutan menjadi kawasan konservasi ataupun taman nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Penetapan kawasan konservasi ini tidak hanya berdampak positif, tetapi juga negatif khususnya bagi masyarakat yang sudah tinggal sejak dulu tinggal di dalam kawasan. Taman nasional merupakan salah satu bentuk dari kawasan konservasi. Penetapan kawasan taman nasional harus memiliki dua aspek, yaitu aspek legitimasi dan aspek legalitas. Kedua aspek ini lah yang selanjutnya akan mempengaruhi bagaimana akses masyarakat terhadap sumber agraria. Jika taman nasional tidak memiliki aspek legitimasi, akses masyarakat menjadi terbatas karena wilayah taman nasional tidak bisa dimanfaatkan secara bebas khususnya akses terhadap sumber air, kayu bakar, dan lahan pertanian. Sejak menjadi desa enklaf, petani tidak dapat memperluas lahan mereka karena berbenturan dengan batas kawasan. Di sisi lain, luas lahan pertanian menjadi semakin sedikit karena terbagi-bagi melalui sistem
10
pewarisan. Sementara itu, kondisi masyarakat di sekitar taman nasional sendiri ratarata berada di bawah garis kemiskinan serta memiliki pendidikan yang rendah. Kesejahteraan petani diukur untuk melihat kualitas hidup petani di suatu wilayah menggunakan beberapa indikator. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur kesejahteraan, diantaranya kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta kemiskinan. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Luas Lahan Pertanian Rumah Tangga Perubahan luas lahan pertanian sejak awal kepemilikan hingga saat ini
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 1. Tingkat Pendapatan 2. Tingkat Pendidikan 3. Tingkat Perumahan dan Lingkungan Gambar 1 Kerangka Pemikiran Keterangan : : Hubungan pengaruh : Analisis deskriptif Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, terdapat beberapa hipotesis yang akan diujikan dalam penelitian, diantaranya: 1. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani. 2. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendidikan rumah tangga petani. 3. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat perumahan dan lingkungan rumah tangga petani. 4. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani.
11
PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian penjelasan atau eksplanatori. Penelitian eksplanatori adalah penelitian yang analisisnya menjelaskan hubungan antar variabel melalui uji hipotesis (Effendi dan Tukiran 2014). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif untuk memperkaya informasi mengenai fenomena sosial terkait yang didapatkan selama penelitian di lapang. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survei menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner (Lampiran4) yang diberikan kepada responden, untuk mengetahui dampak penetapan taman nasional, perubahan akses terhadap sumber agraria, dan kesejahteraan rumah tangga petani. Sementara itu, pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode wawancara mendalam dibantu dengan panduan pertanyaan wawancara (Lampiran 5) kepada informan, observasi, dan studi literatur terkait. Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk menelusuri fenomena perubahan kawasan menjadi taman nasional, apa saja perubahan akses terhadap sumber agraria dan dampaknya terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Selain itu dilakukan observasi langsung dan juga studi dokumentasi terkait. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, karena beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1. Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf, atau desa yang terletak di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sehingga dapat dilihat perubahan apa saja yang terjadi setelah taman nasional ditetapkan. 2. Masyarakat di Desa Ranu Pani merupakan suku Tengger, dimana pertanian merupakan bagian dari budaya Tengger. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan, terhitung mulai bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016. Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, survey lokasi penelitian, kolokium, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan secara langsung di lapangan melalui survei, observasi, dan wawancara mendalam kepada responden maupun informan. Data sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen di Kantor Desa Ranu Pani, buku, jurnal ilmiah, internet, serta hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder merupakan landasan dan data pendukung karena berasal dari dokumen tertulis yang telah ada. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden melalui wawancara yaitu rumah tangga petani di Desa Ranu Pani. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara
12
mendalam kepada informan yang telah dipilih yaitu pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, aparatur desa dan tokoh masyarakat setempat. Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan yang dapat mendukung data kuantitatif oleh responden. Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data Metode No
Kebutuhan Data
1.
Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
2.
Survei
Observasi
Studi Dokumentasi
Wawancara mendalam
Sumber data dari Balai Besar Taman Nasional
Sumber data dari wawancara mendalam kepada informan
-
-
Akses terhadap sumber agraria
-
Sumber data dari pengamatan oleh peneliti di lapangan
Sumber data dari wawanara mendalam kepada informan
Luas Lahan Pertanian
Sumber data dari wawancara kepada responden
Sumber data dari pengamatan oleh peneliti di lapangan
Sumber data dari wawancara mendalam kepada informan
4.
Kesejahteraan masyarakat
Sumber data dari wawancara kepada responden
Sumber data dari pengamatan oleh peneliti di lapangan
5.
Peta desa dan data monografi Desa Ranu Pani
3.
-
-
Sumber data dari Kantor Desa Ranu Pani
Sumber data dari Kantor Desa Ranu Pani
Sumber data dari wawancara mendalam kepada informan
-
Teknik Penentuan Informan dan Responden Populasi atau universe adalah keseluruhan unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi dapat dibedakan menjadi populasi sampel dan populasi sasaran
13
(Effendi dan Tukiran 2014). Populasi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga di Desa Ranu Pani, sedangkan populasi sasaran yaitu seluruh petani di Desa Ranu Pani. Unit analisa yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani. Pemilihan responden dilakukan menggunakan metode pengambilan sampel acak (simple random sampling), yaitu cara mengambil atau menentukan sampel dari anggota populasi secara acak yang dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi. Pertama-tama, sensus dilakukan terlebih dahulu untuk mendapatkan daftar kepala keluarga masyarakat di Desa Ranu Pani yang merupakan populasi sampel, dengan syarat: 1) Penduduk asli di Desa Ranu Pani. 2) Bekerja sebagai petani. Setelah itu dibuatlah kerangka sampel (sampling frame) dari dua dusun di Desa Ranu Pani, yaitu Dusun Sidodadi dan Dusun Besaran. Kemudian dari kerangka sampel dipilh responden secara acak menggunakan metode pengambilan sampel acak (simple random sampling). Pengambilan sampel secara acak ini dilakukan dengan program komputer Microsoft Excel 2010. Jumlah sampel yang didapatkan adalah 35 KK sebagai responden. Sementara itu, pemilihan informan dilakukan secara purposive (sengaja) dan jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan dilakukan menggunakan metode teknik bola salju (snowball) yaitu metode yang memperoleh informasi dari satu informan ke informan lainnya. Pencarian informasi dihentikan apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau berada pada titik jenuh. Informan dalam penelitian ini diantaranya pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, aparatur desa, dan tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan lebih dalam mengenai perkembangan taman nasional dan dampak pergeseran kepemilikan lahan pertanian secara adat terhadap kesejahteraan rumah tangga petani di Desa Ranu Pani. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini memiliki dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kuanlitatif. Pembuatan tabel frekuensi dan tabulasi silang dibuat untuk melihat data awal responden dari masing-masing variabel menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010. Tabel frekuensi dibuat agar distribusi jawaban dari responden dalam satu pertanyaan lebih mudah diamati (Effendi dan Tukiran 2014). Kemudian SPSS. for windows 21.0 digunakan dalam uji statistik Uji Regresi Linier Sederhana untuk mengolah data selanjutnya. Uji Regresi merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengetahui seberapa berpengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pengolahan data dilakukan dengan pengkodean jawaban kuesioner, setelah itu dimasukkan ke dalam buku kode menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010 sebelum dimasukkan ke SPSS. for windows 21.0 untuk mempermudah pengolahan data. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan dan penyederhanaan data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur. Reduksi data ini bertujuan untuk menggolongkan data dan membuang data yang tidak perlu. Kemudian proses penyajian data dilakukan dengan menyusun informasi yang
14
dapat menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dimengerti untuk disajikan dalam laporan. Verifikasi data merupakan proses penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Hasil wawancara mendalam juga digunakan sebagai masukan untuk menyempurnakan pertanyaan dalam kuesioner. Hasil wawancara dari kuesioner pun dapat digunakan untuk merumuskan panduan pertanyaan mendalam dengan informan. Pandangan subyektif-kualitatif informan kemudian dibandingkan dengan hasil analisis obyektif-kuantitatif responden, sehingga didapatkan informasi dengan analisa dan interpretasi yang lebih rinci dan mendalam. Definisi Operasional Berikut adalah definisi operasional yang digunakan dari berbagai variabel yang akan dianalisis dalam penelitian: 1. Pengelompokkan pola penguasaan sawah dinyatakan dalam skala nominal yang dilihat dari: a. Tidak memiliki lahan, yaitu petani tidak memiliki lahan pertanian. b. Pemilik, yaitu petani yang hanya menggarap lahan yang dimilikinya; c. Penggarap, yaitu mereka yang tidak memiliki lahan tetapi mempunyai lahan garapan melalui sewa dan/atau bagi hasil. d. Pemilik penggarap, yaitu mereka yang di samping menggarap lahannya sendiri juga menggarap lahan milik orang lain. 2. Kategori luas pemilikan lahan pertanian yang dilihat adalah dahulu dan sekarang sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan. Luas pemilikan lahan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu sempit, sedang dan luas. Nilai dari setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di lapangan. Dinyatakan dalam skala ordinal dengan satuan hektar, kemudian diperoleh nilai: (1) Awal memiliki lahan a. Sempit : < 0,39 hektar b. Sedang : 0,39 – 1 hektar c. Luas : > 1 hektar (2) Sekarang a. Sempit : < 0,39 hektar b. Sedang : 0,39 – 1 hektar c. Luas : > 1 hektar 3. Status kepemilikan lahan adalah ada atau tidaknya sertifikasi lahan pertanian yang dimiliki oleh petani. Dinyatakan dalam skala nominal dengan indikator: a. Tidak Bersertifikat :1 b. Bersertifikat :2 4. Kesejahteraan adalah baik atau buruknya kualitas hidup rumah tangga petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Indikator yang digunakan adalah tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat perumahan dan lingkungan. Kesejahteraan dikatakan
15
tinggi apabila dari ketiga aspek tersebut mendapatkan skor 7-9, sedang apabila mendapatkan skor 4-6, dan rendah apabila mendapatkan skor 1-3. a. Rendah = skor 1 b. Sedang = skor 2 c. Tinggi = skor 3 5. Tingkat pendapatan adalah penghasilan yang didapatkan oleh rumah tangga petani, dilihat dari kegiatan pertanian dikurangi dengan pengeluaran rumah tangga. Nilai dari setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di lapangan. a. Rendah = < 3,2 juta per bulan b. Sedang = 3,2 juta – 6,6 juta per bulan c. Tinggi = > 6,6 juta per bulan 6. Tingkat pendidikan adalah kemampuan petani dan anggota keluarganya dalam mengikuti pendidikan formal. Tingkat pendidikan dilihat dari pendidikan terakhir, merupakan ijazah kelulusan terakhir yang dimiliki oleh anggota rumah tangga. Nilai dari setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di lapangan. a. Rendah = tidak/belum sekolah dan belum lulus sekolah dasar b. Sedang = SD - SMP c. Tinggi = SMA 7. Tingkat perumahan dan lingkungan adalah kualitas tempat tinggal dan lingkungan yang layak huni. Nilai dari setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di lapangan. a. Kualitas atap merupakan jenis atap yang digunakan untuk rumah tinggal. - Seng = skor 1 - Genteng = skor 2 b. Kualitas dinding merupakan jenis dinding yang digunakan untuk rumah tinggal. - Tembok = skor 1 - Kayu = skor 2 c. Kualitas lantai merupakan jenis lantai yang digunakan untuk rumah tinggal. - Semen = skor 1 - Keramik = skor 2
16
17
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) telah ditata batas dan sudah temu gelang berdasarkan Berita Acara Pemeriksaaan Batas Hutan pada tanggal 22 September 1986 yang telah disahkan oleh Menteri Kehutanan tanggal 8 Nopember 1993. TNBTS ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.178/MenhutII/2005 tanggal 29 Juni 2005 seluas 50.276,20 ha. Kawasan TNBTS terletak di empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Lumajang. Jumlah wilayah kecamatan dan desa yang terletak di sekitar kawasan adalah 3 kecamatan (9 desa) di Kabupaten Probolinggo, 4 kecamatan (12 desa) di Kabupaten Pasuruan, 5 kecamatan (22 desa) di Kabupaten Lumajang dan 6 kecamatan (25 desa) di Kabupaten Malang. Dari ke-68 desa penyangga yang ada di sekitar TNBTS, terdapat 2 desa penyangga yang berada di dalam kawasan (desa enklaf) yakni Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang dan Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Kedua desa tersebut ditempati oleh penduduk asli yakni masyarakat Tengger. Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Akses menuju Desa Ranu Pani dapat ditempuh melalui Malang ataupun Lumajang. Desa ini terletak pada ketinggian 2.100-2.200 mdpl dengan suhu saat musim hujan berkisar antara 30ºC hingga 6ºC dan pada musim kemarau berkisar 28ºC hingga -6ºC. Luas wilayah keseluruhan untuk Desa Ranu Pani adalah 385 hektar, meliputi wilayah pemukiman dan lahan pertanian. Jarak Desa Ranu Pani dari Pusat Pemerintahan Kecamatan sejauh 28 km, jarak dari Ibu Kota Kabupaten sejauh 45 km, dan jarak dari Ibu Kota Provinsi sejauh 175 km.
Gambar 2 Pemandangan Desa Ranu Pani dilihat dari Resort Ranu Pani
18
Desa Ranu Pani sebagai desa enklaf termasuk ke dalam Zona Tradisional, dan berbatasan langsung dengan: a. Utara : Desa Ngadas (Zona Tradisional) b. Timur : Zona Pemanfaatan c. Selatan : Zona Rimba d. Barat : Zona Rimba Secara geografis terlihat bahwa Desa Ranu Pani terletak di tengah-tengah taman nasional. Zona yang lebih dominan mengelilingi desa adalah zona rimba. Desa Ranu Pani terdiri dari wilayah pemukiman dan wilayah lahan pertanian. Lahan pertanian di Desa Ranu Pani memiliki topografi yang berbukit-bukit. Komoditas utama yang ditanam adalah kentang, kubis, dan daun bawang. Kentang merupakan komoditas yang paling banyak ditanam karena keuntungan dari penjualannya lebih besar dibandingkan komoditas lain. Akan tetapi menurut pihak taman nasional, kentang merupakan komoditas yang tidak konservatif atau tidak ramah lingkungan. Kentang membutuhkan unsur hara yang lebih banyak dan membutuhkan air yang lebih banyak dalam sekali tanam. Hal ini dapat menyebabkan lahan pertanian tidak subur dalam jangka panjang. Akan tetapi masyarakat tetap menanam kentang karena kentang tumbuh subur di ladang mereka dan hasilnya lebih menguntungkan. Kawasan Desa Ranu Pani pada awalnya merupakan kawasan yang dihuni oleh warga negara Belanda, setelah ditinggalkan oleh Belanda Desa Ranu Pani ditinggali oleh Suku Tengger dari desa sekitar. Desa Ranu Pani juga merupakan desa pemekaran dari Desa Argosari pada tahun 2002 (Yuliati 2011). Desa Ranu Pani saat ini dihuni oleh 395 KK dengan total penduduk 1.387 jiwa, terdiri dari 641 laki-laki dan 746 perempuan (Nugroho 2014). Penduduk Desa Ranu Pani terbagi menjadi beberapa kelompok usia: Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ranu Pani berdasarkan kelompok usia Kelompok Usia (tahun) Jumlah 00 – 03 97 04 – 06 93 07 – 12 123 13 – 15 78 16 – 18 53 19 – ke atas 845 Total 1 289 Sumber: Data potensi umum Desa Ranu Pani tahun 2010
Persentase (%) 7.5 7.2 9.5 6.1 4.1 65.6 100.0
Desa Ranu Pani memiliki tujuh RT (Rukun Tetangga) dan dua RW (Rukun Warga). Selain itu terdapat dua dusun, yakni Dusun Sidodadi (dusun atas) dan Dusun Besaran (dusun bawah). Kedua dusun ini letaknya agak berjauhan dan dibedakan berdasarkan letak geografis. Mata pencaharian utama para penduduk di Desa Ranu Pani adalah
19
petani. Petani merupakan ciri khas masyarakat Tengger. Beberapa penduduk juga memiliki mata pencaharian sampingan yaitu sebagai buruh tani, guru, PNS, porter, supir Jeep, tukang parkir, dan juga relawan di taman nasional. Desa Ranu Pani memiliki satu gedung PUSKESMAS, yang cukup sering digunakan oleh masyarakat. Rata-rata masyarakat mengunjungi PUSKESMAS ini untuk mengobati balita mereka yang terkena demam akibat belum bisa beradaptasi dengan cuaca yang dingin. Selain itu Desa Ranu Pani memiliki satu gedung Balai Desa, satu gedung PAUD, dan satu gedung untuk SD dan SMP. Rata-rata pendidikan terakhir penduduk adalah SD, dikarenakan SMP baru dibentuk pada tahun 2012. Sebelumnya untuk melanjutkan sekolah ke SMP, penduduk harus pergi ke Kabupaten Malang atau Lumajang yang dapat ditempuh dengan waktu 1,5-2 jam dari desa. Desa Ranu Pani terdapat beragam tempat ibadah berupa dua masjid, satu gereja, dan juga dua pura. Meskipun masyarakatnya memiliki beragam keyakinan, namun sifat kekeluargaan tidak hilang di Desa Ranu Pani. Seluruh masyarakat menghargai apabila terdapat agama yang sedang melaksanakan hari raya ataupun ibadah. Meskipun agamanya beragam, seluruh masyarakat tetap melaksanakan acara-acara adat yang dimiliki oleh Suku Tengger. Desa ini memiliki kendala berupa tidak adanya satelit telepon genggam. Alat komunikasi berupa telepon genggam (handphone) digantikan oleh pesawat telepon yang memudahkan penduduk untuk saling berinteraksi satu sama lain ataupun dengan pasar untuk menjual hasil pertanian mereka. Data kepemilikan alat komunikasi adalah sebagai berikut: Tabel 3 Jumlah dan persentase alat komunikasi yang dimiliki penduduk Alat Komunikasi Jumlah (n) Persentase (%) Pesawat Telepon 147 59.5 Pesawat TV 60 24.3 Pesawat Radio 25 10.1 Antena Parabola 15 6.1 Total 247 100.0 Sumber: Diolah dari data potensi umum Desa Ranu Pani tahun 2010 Fasilitas lsitrik di Desa Ranu Pani sudah ada sejak tahun 2007. Listrik tersebut merupakan fasilitas dari pemerintah Malang, sedangkan Desa Ranu Pani termasuk ke dalam Kabupaten Lumajang. Selain itu terdapat kekurangan pada fasilitas jalan, karena jalan di Ranu Pani mulai dari perbatasan masuk desa cukup rusak dan perlu segera diperbaiki. Hal ini disebabkan oleh banyaknya truk sayur yang melewati desa dan juga banyaknya kendaraan para pendaki saat musim pendakian.
20
21
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT SETELAH PENETAPAN TAMAN NASIONAL Sejarah Dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Pristiyanto 2005). Kawasan Bromo Tengger Semeru memang memiliki berbagai keanekaragaman hayati yang dapat terbilang unik. Bromo, Tengger, dan Semeru sendiri merupakan tiga lokasi yang berbeda. Bromo merupakan nama sebuah gunung berapi aktif yang sudah ada sejak 1,4 juta tahun lalu. Gunung Bromo dikelilingi oleh lautan pasir sekaligus padang rumput yang membuat gunung ini berbeda dari gunung yang lain. Tengger merupakan nama dari suatu masyarakat adat yakni Suku Tengger, dimana masyarakat dan legenda terdahulunya tersebar di sekitar Bromo dan batasannya disebut sebagai lingkaran magis. Masyarakat Suku Tengger sebagian besar merupakan petani, dan memiliki beragam budaya yang khas seperti Hari Raya Karo, Yadnya Kasada dan Unan-Unan, upacara adat yang berhubungan dengan siklus kehidupan seseorang, seperti: kelahiran (upacara sayut, cuplak puser, tugel kuncung), menikah (upacara walagara), kematian (entas-entas), upacara adat yang berhubungan dengan siklus pertanian, mendirikan rumah, dan gejala alam seperti leliwet dan barikan. Sedangkan Semeru juga merupakan nama dari sebuah gunung berapi aktif, yang juga merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa (3676 mdpl). Gunung Semeru sendiri memiliki tiga danau yang menjadi daya tarik bagi wisatawan yaitu Ranu Kumbolo, Ranu Regulo, dan Ranu Pane. Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, sebelum ditetapkan sebagai taman nasional kawasan Bromo Tengger Semeru merupakan kawasan cagar alam, taman wisata hutan lindung, dan hutan produksi terbatas. Akan tetapi melihat alam, lingkungan, dan adanya budaya khas masyarakat sekitar, kawasan ini ditunjuk menjadi taman nasional melalui Pernyataan Menteri Pertanian No.736/Mentan/X/82 tanggal 14 Oktober 1982. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki visi berupa “Terwujudnya kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sebagai destinasi ekowisata bertaraf internasional yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.”. Jika dilihat dari sejarah kawasan, dasar penunjukan kawasan Bromo Tengger Semeru sebagai taman nasional dilandasi oleh 3 hal pokok yaitu untuk perlindungan dan pengawetan ekosistem (Cagar Alam) Laut Pasir dan Ranu Kumbolo, pemanfaatan wisata (taman wisata) di Laut Pasir Tengger, Ranu Pane dan Ranu Regulo dan Ranu Darungan dan fungsi lindung kawasan dengan keberadaan hutan lindung. Legalitas dan Legitimasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Legalitas dan legitimasi merupakan dua hal yang harus dimiliki oleh setiap taman nasional. Legalitas merupakan keabsahan dari suatu lembaga atau institusi yang ditunjukkan melalui peraturan-peraturan pemerintah yang sah. Legitimasi
22
merupakan sejauh mana masyarakat mau menerima dan mengakui suatu kewenangan atau kebijakan dari seorang pemimpin. Kedua hal ini bersifat krusial karena akan berpengaruh terhadap pengelolaan suatu taman nasional. Apabila taman nasional hanya memiliki legalitas, tentunya akan banyak kendala yang muncul akibat adanya konflik dengan masyarakat lokal. Maka dari itu, seyognyanya sebelum suatu taman nasional ditetapkan pihak pengelola mengadakan diskusi dengan masyarakat lokal agar dapat diterima oleh semua pihak. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhitung sudah berusia 34 tahun hingga saat ini.Sejak ditetapkan menjadi taman nasional pada tahun 1982 Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki beberapa legalitas berupa peraturan pemerintah, diantaranya: Tabel 4 Tanggal penetapan peraturan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Tanggal 14 Oktober 1982
Peraturan Pernyataan Menteri Pertanian No.736/Mentan/X/82
23 Mei 1997
Keputusan Menteri Kehutanan No.278/Kpts-VI/1997
29 Juni 2005
Keputusan Menteri Kehutanan No.178/Menhut-II/2005
Keterangan Penunjukkan menjadi taman nasional Perubahan luas taman nasional menjadi 50.276,3 ha Penetapan taman nasional oleh Menteri Kehutanan
Sumber: RPTNBTS 2010-2025
Berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa Taman Nasional Bromo Tengger Semeru telah disahkan tiga kali oleh Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan. Sejak awal ditetapkan, seluruh taman nasional secara otomatis akan memiliki legalitas berupa aturan resmi dari pemerintah terkait. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berada di bawah naungan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007, tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Jumlah pegawai TNBTS adalah sebanyak 102 orang, dengan rincian 13 orang pegawai struktural, 52 orang pegawai non-struktural, dan 37 orang pegawai fungsional (Polisi Hutan, Penyuluh, dan Pengendali Ekosistem Hutan). Pengelolaan TNBTS sendiri dibagi menjadi dua bidang pengelolaan, yaitu Bidang Pengelolaan TN Wilayah I yang berada di Wonorejo-Pasuruan, dan Bidang Pengelolaan TN Wilayah II yang berada di Purwerejo-Lumajang. Berikut merupakan struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru:
23
Gambar 3 Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Sumber: RPTNBTS 2015-2024
Berbeda dengan legalitas yang sudah pasti dimiliki oleh setiap taman nasional, legitimasi justru sebaliknya. Legitimasi dari suatu taman nasional ditentukan sejak bagaimana proses penetapan taman nasional tersebut hingga pengelolaannya. Sebab tidak semua penetapan taman nasional diterima oleh masyarakat lokal, khususnya masyarakat yang sangat bergantung pada hasil hutan.Pada kasus Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, masyarakat tidak
24
dilibatkan dalam pengalihan kekuasaan tetapi disosialisasikan setelah taman nasional ditetapkan. Setelah adanya sosialisasi mengenai taman nasional, masyarakat tidak keberatan karena masyarakat dan taman nasional memiliki tujuan yang sama yaitu untuk melestarikan sumber daya alam yang ada disana. Ini berarti masyarakat dengan senang hati menerima kondisi mereka yang berada di tengah-tengah kawasan taman nasional. Akan tetapi taman nasional juga harus memberdayakan masyarakat, karena selain termasuk ke dalam Zona Tradisional masyarakat Desa Ranu Pani juga merupakan masyarakat Suku Tengger yang harus dilestarikan dari segi budaya. Pemberdayaan masyarakat sudah tercantum di dalam rencana pengelolaan TNBTS. Salah satu tujuan kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah terwujudnya keharmonisan antara masyarakat dengan pihak TNBTS sehingga tetap lestari dan masyarakat dapat hidup sejahtera. Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara, pemberdayaan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat masih terbilang kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya sosialisasi dan pendekatan yang dilakukan oleh pihak taman nasional kepada masyarakat. Taman nasional lebih sering melakukan program-program yang bertujuan untuk melestarikan kawasan hutan. “Taman nasional kurang melakukan pendekatan dan pendampingan kepada warga, mereka hanya memberi arahan tetapi tidak terjun langsung. Padahal warga sangat butuh arahan dari pihak taman nasional, khususnya mengenai pengelolaan wisata dan sistem terasering untuk pertanian” (BNY, 32 tahun) Taman nasional selain itu juga memberikan dampak positif kepada Desa Ranu Pani. Pasalnya setelah taman nasional ditetapkan, pembangunan desa menjadi lebih pesat. Pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, serta listrik sudah bisa dinikmati oleh masyarakat. Hal ini diiringi dengan semakin terkenalnya wisata pendakian Gunung Semeru yang semakin ramai didatangi pendaki dari tahun ke tahun. Ramainya pengunjung tentunya harus diimbangi dengan perkembangan pembangunan desa untuk memberikan akomodasi para pendaki. Jika dilihat secara keseluruhan, taman nasional sudah mendapat legitimasi karena masyarakat diuntungkan dari segi pembangunan dan tambahan pekerjaan di bidang wisata. Mereka yang sudah mengakui adanya taman nasional diantaranya adalah masyarakat yang juga bekerja sebagai relawan. Sebagian lainnya bersikap netral terhadap taman nasional. Akan tetapi masih dibbutuhkan evaluasi untuk pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat khususnya yang berkaitan dengan pekerjaan utama mereka, yaitu petani. Perubahan Desa Ranu Pani Sebelum dan Setelah Penetapan Taman Nasional Sebelum adanya taman nasional, kawasan Desa Ranu Pani dan hutan disekelilingnya dikelola oleh Perhutani sebagai kawasan hutan produksi dan hutan
25
lindung. Perhutani merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki tugas dan wewenang untuk perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan perlindungan hutan. Kawasan hutan dikuasai oleh Perhutani setelah Belanda meninggalkan desa, kurang lebih pada tahun 1970-an. Selama dikuasai oleh Perhutani, tidak ada pembatasan kawasan karena masyarakat masih bisa memanfaatkan hutan selama hutan itu bukan termasuk ke dalam hutan lindung. Kebutuhan akan kayu bakar tidak menjadi masalah. Masyarakat juga bisa memperluas lahan pertanian mereka ke dalam hutan dengan kondisi tertentu, namun memang tidak banyak masyarakat yang melakukan hal ini karena lahan yang mereka miliki sudah dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah ditetapkan menjadi taman nasional pada tahun 1982, Desa Ranu Pani lebih dibatasi ruang lingkupnya karena peraturan kawasan pada taman nasional berbeda dengan Perhutani. Pada awalnya tidak ada perubahan yang berarti, hanya sebatas perpindahan kekuasaan dan belum berdampak kepada masyarakat. Seiring berjalannya waktu, perubahan yang paling terlihat adalah dari segi luas lahan pertanian. Bertambahnya penduduk di Desa Ranu Pani perlahan mulai mengikis lahan pertanian disana. Sistem pewarisan lahan menyebabkan rumah tangga petani saat ini hanya memiliki sebagian kecil lahan dari orang tua mereka, berbeda dengan dulu dimana satu rumah tangga bisa memiliki hingga puluhan hektar. Meskipun demikian masyarakat tidak merubah pekerjaan utamanya sebagai petani, karena bertani merupakan tradisi Tengger yang tidak bisa mereka tinggalkan. Desa Ranu Pani berada di lereng Gunung Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa. Sejak dikelola oleh taman nasional, Gunung Semeru menjadi wisata yang semakin populer di kalangan para pendaki. Hal ini berdampak kepada masyarakat Ranu Pani, karena mereka harus menyediakan akomodasi bagi para pendaki. Wisata pendakian ini pun membuat beberapa masyarakat memiliki pekerjaan tambahan, diantaranya sebagai porter, guide, sewa jeep, penitipan motor, penjual souvenir, penginapan, dan penjual makanan. Banyaknya lahan pekerjaan tambahan tidak membuat masyarakat meninggalkan pekerjaan mereka sebagai petani. Selain keterkaitan antara bertani dengan Suku Tengger, hal ini dikarenakan hanya sebagian kecil masyarakat yang menyediakan jasa wisata karena mereka lebih mendapatkan keuntungan dari hasil pertanian dibandingkan bekerja di bidang wisata. “Warga disini semuanya berorientasi ke pertanian, wisata kurang diminati karena pertanian lebih menguntungkan. Masyarakat sini juga belum bisa mengelola wisata mbak, makanya penjual disini banyak yang dari luar desa” (SLM, 26 tahun) ”Kalau lagi musim pendakian ya saya jualan, kalau lagi ditutup saya ke ladang. Disini semua memang jadi petani karena sudah tradisi dari dulu mbak, kami kan dapet warisan dari orang tua untuk digarap” (TOM, 27 tahun)
26
Pandangan Masyarakat Mengenai Taman Nasional Sejak ditetapkan dari tahun 1982 hingga sekarang, pihak taman nasional sudah beberapa kali melakukan sosialisasi dan program pemberdayaan. Beberapa diantaranya yaitu sosialisasi batas kawasan, program penghijauan, dan programprogram untuk mengatasi gangguan dari masyarakat terhadap kerusakan lingkungan. Ranu Pani sendiri memiki potensi gangguan seperti pencurian kayu bakar untuk penghangat, perburuan liar, pencurian hasil hutan non kayu, kebakaran hutan, sampah pengunjung. Mengatasi potensi ini pihak taman nasional telah membuat program Masyarakat Peduli Api (MPA), Pendampingan kelompok paguyuban porter, taruna wisata, dan pembuatan gerbang desa wisata. Masyarakat merasa taman nasional memiliki satu tujuan yang sama dengan mereka, yaitu untuk melestarikan lingkungan sekitar. “Kita gak merasa dirugikan, toh taman nasional sudah membantu kita buat menjaga lingkungan. Keadaan disini engga terlalu berubah sejak ada taman nasional, paling hanya peraturannya saja.” (MST, 43 tahun) “Taman nasional sudah membantu penghijauan dan perbaikan jalan, tetapi disini butuh sosialisasi untuk kebakaran hutan karena masih ada saja warga yang iseng membakar hutan dgn alasan kayu yg tumbuh akan lebih bagus. Mereka belum tahu dampaknya bagi lingkungan dan bagi kita sendiri.” (SPL, 29 tahun) Masyarakat merasa senang karena taman nasional sangat membantu dalam pelestarian lingkungan, namun masyarakat merasa taman nasional kurang melakukan pendekatan kepada mereka. Pemberdayaan masyarakat untuk kesejahteraan mereka pun kurang diperhatikan, lantaran taman nasional lebih berorientasi pada konservasi kawasan. Masyarakat merasa pihak taman nasional tidak membaur dengan masyarakat disana (selain para relawan dan masyarakat yang bekerja sebagai petugas taman nasional). Padahal masyarakat berharap pihak taman nasional dapat membantu beberapa masalah yang sedang mereka hadapi, yaitu masalah sumber air, sistem pertanian terasering, kayu bakar, dan pengelolaan wisata. Masyarakat juga merasa kurang setuju dengan sanksi yang diberikan taman nasional ketika ada masyarakat yang melanggar. “Taman nasional kurang melakukan pendekatan dan pendampingan kepada warga. Mereka hanya memberi arahan tetapi tidak terjun langsung.Seharusnya mereka pendekatan ke warga bukan cuma jadi mandor aja.” (BNY, 32 tahun)
27
Box 1 Kasus Bapak BNY (32 tahun) Beliau merupakan seorang petani sekaligus aparat pemerintahan desa. Beliau mengatakan bahwa taman nasional memang punya tujuan baik, tapi seharusnya tetap mementingkan kesejahteraan masyarakat. Apalagi di Desa Ranu Pani terdapat salah satu resort taman nasional. Masyarakat sudah berpartisipasi dalam kegiatan wisata untuk membantu pendaki, dan membersihkan sampah, juga membantu dalam setiap kegiatan penelitian. Seharusnya taman nasional lebih memperhatikan masalah dan kebutuhan masyarakat. Contohnya sistem terasering, karena lahan yang berbukit menyebabkan air hujan membawa lumpur hingga mengendap ke danau dan membuat jalan tertutup lumpur. Taman nasional diharapkan bisa membantu dalam menyadarkan masyarakat dan bekerja sama dengan instansi terkait. Selain itu hukuman untuk yang mengambil kayu dirasa kurang cocok seharusnya jangan langsung dipenjara tetapi diberi peringatan dulu dan diserahkan ke desa. Jika tidak berubah baru ditangani oleh pihak taman nasional. Beliau juga merupakan ketua paguyuan jeep. Beliau mengatakan bahwa seluruh pemilik jeep saat ini mengalami kerugian akibat para pendaki sudah menyewa jeep dari Malang. Hal ini dikarenakan akses jalan dan sulitnya berkomunikasi dengan masyarakat desa sehingga banyak para pendaki yang tidak mengetahui kalau di Desa Ranu Pani terdapat penyewaan jeep. Menurut beliau, seharussnya pihak taman nasional peka dan mau turun tangan dalam masalah ini. Pihak taman nasional dapat mengadakan penyuluhan berupa bagaimana cara mengelola wisata dan mengadakan pertemuan dengan paguyuban jeep dari bawah agar mereka bisa berbagi keuntungan. Beliau berkata bahwa untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan campur tangan dari pihak yang memiliki wewenang.
28
29
AKSES MASYARAKAT DESA RANU PANI SEBAGAI DESA ENKLAF Akses Pemanfaatan Kayu Bakar Saat dikelola oleh Perhutani, masyarakat tidak dapat memanfaatkan kayu bakar yang ada di dalam kawasan. Hal ini dikarenakan aturan dari Perhutani yang melarang pemanfaatan hutan, kecuali untuk agroforestri. Meskipun demikian, kebutuhan masyarakat akan kayu bakar tetap terpenuhi. Hal ini dikarenakan kawasan Perhutani yang tidak terlalu luas. Masih terdapat banyak hutan yang mengelilingi Desa Ranu Pani, dan masyarakat mengambil kayu bakar dari hutan tersebut. Masyarakat pun mengatakan bahwa mereka tidak mengalami masalah dalam akses pemanfaatan kayu bakar, karena memang masih banyak hutan yang bisa dimanfaatkan selain kawasan hutan Perhutani. Setelah taman nasional ditetapkan, pemanfaatan kayu bakar menjadi lebih terbatas. Taman nasional memiliki aturan yang berbeda, selain itu kawasan taman nasional lebih luas daripada kawasan Perhutani. Taman nasional terbagi menjadi beberapa zonasi. Berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 68/Kpts/DJ-VI/1998 tanggal 4 Mei 1998, zonasi TNBTS adalah sebagai berikut: 1. Zona Inti seluas 22.006 Ha, merupakan bagian taman nasional yang kondisi alamnya belum diganggu manusia dan mutlak untuk dilindungi karena berisi keanekaragaman khayati yang khas; 2. Zona Rimba seluas 23.48520 Ha, merupakan wilayah yang mendukung upaya perkembangbiakan satwa liar; 3. Zona Pemanfaatan Intensif seluas 425 Ha, merupakan bagian taman nasional yang potensi alamnya dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan jasa lingkungan lainnya; 4. Zona Pemanfaatan Tradisional seluas 2.360 Ha, merupakan bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang memiliki ketergantungan dengan alam; dan 5. Zona Rehabilitasi (2.000 Ha), merupakan bagian dari taman nasional yang perlu dilakukan pemulihan karena mengalami kerusakan. Desa Ranu Pani sendiri termasuk ke dalam zona tradisional dan berbatasan dengan zona rimba dan zona pemanfaatan. Hal ini tentunya membatasi ruang lingkup dan akses masyarakat terhadap kayu bakar yang ada di dalam hutan. Akses untuk mendapatkan kayu bakar semakin terbatas, karena zona pemanfaatan di sekitar desa hanya sedikit luasnya. Kayu bakar yang boleh dimanfaatkan hanya kayu-kayu kering, bukan dari pohon yang ditebang. Apabila terdapat masyarakat yang melanggar, taman nasional memiliki peraturan tersendiri apabila terdapat masyarakat yang mengambil kayu bakar di dalam hutan, taman nasional memberikan sanksi berupa hukuman penjara selama tiga bulan. Maka dari itu saat ini banyak masyarakat yang menanam pohon di pinggir ladang untuk mencukupi kebutuhan kayu bakar mereka.
30
Seluruh rumah tangga membutuhkan kayu bakar hampir seperti kebutuhan primer. Mayoritas masyarakat masih menggunakan kayu bakar untuk memasak dan menghangatkan diri. Suhu saat malam hari yang mencapai 28ºC hingga -6ºC membuat setiap rumah tangga membutuhkan perapian. Selain itu perapian juga berfungsi untuk mendekatkan diri antar anggota keluarga dalam suasana yang hangat. Masyarakat rata-rata mengambil kayu bakar dua hingga tiga kali dalam satu minggu. Kayu bakar yang diambil berasal dari kayu kering di hutan dan kayu yang ditanam di pinggir ladang. Jika kebutuhan kayu bakar tidak dapat terpenuhi dari hutan dan ladang, maka masyarakat terpaksa membeli kayu bakar dari luar desa. Data pemanfaatan kayu bakar oleh masyarakat adalah sebagai berikut: Tabel 5 Jumlah dan persentase pemanfaatan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun 2016 Asal Kayu Bakar Hutan Ladang Hutan dan Ladang Total
Jumlah 14 14 7 35
Persentase (%) 40.0 40.0 20.0 100.0
Berdasarkan Tabel 5 ditunjukkan bahwa sebanyak 14 responden atau 40 persen responden mengambil kayu bakar dari hutan. Sebanyak 14 responden atau 40 persen lainnya mengambil kayu bakar dari hasil kayu yang mereka tanam di pinggir ladang. Sebanyak tujuh responden atau 20 persen sisanya mengambil kayu bakar dari hutan maupun ladang. Melihat data tersebut, masyarakat masih bergantung kepada kayu bakar dari dalam hutan, meskipun pemanfaatan kayu bakar dari pinggir ladang hasilnya sama. Pohon yang ditanam di pinggir ladang untuk diambil kayunya jumlahnya tidak seberapa dengan jumlah pohon yang ada di dalam hutan. Masyarakat pun harus menunggu beberapa tahun untuk dapat mengambil kayu bakar dari pohon yang mereka tanam. Akan tetapi beberapa masyarakat mengatakan bahwa mereka takut untuk mengambil kayu di dalam hutan karena jika mereka ketahuan akan langsung dihukum oleh pihak taman nasional. Jika dilihat secara keseluruhan, akses masyarakat terhadap sumber daya kayu memang semakin terbatas. Mengatasi masalah ini, pihak taman nasional memberikan usulan untuk membuat lumbung kayu bakar. Lumbung kayu bakar ini bertujuan agar masyarakat tidak sembarangan masuk kedalam kawasan untuk mengambil kayu bakar, tetapi ada pihak yang mengordinir untuk ketersediaan kayu bakar. Akan tetapi hingga saat ini usulan tersebut belum dilaksanakan. Selain berdasarkan data responden, masyarakat secara keseluruhan masih sangat bergantung kepada hutan untuk pengambilan kayu bakar. Berdasarkan hasil observasi selama di lapangan, sangat sedikit ladang yang ditanami pohon dipinggirnya, karena mengambil kayu bakar di dalam hutan relatif lebih mudah untuk dilakukan.
31
Akses Pemanfaatan Sumber Air Sumber air di Desa Ranu Pani tidak banyak mengalami perubahan. Pada awalnya satu mata air sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga, ditambahn dengan air dari Danau Ranu Pane yang digunakan untuk mengairi ladang. Sementara itu, pertumbuhan penduduk di Desa Ranu Pani semakin meningkat. Hal ini pun diiringi oleh meningkatnya kebutuhan air bersih untuk rumah tangga. Selang beberapa tahun, satu mata air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Saat ini ketersediaan air di Desa Ranu Pani semakin terbatas. Ketersediaan air bersih tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Terdapat dua mata air yang biasa digunakan oleh warga, namun karena bertambahnya jumlah rumah tangga kebutuhan air juga semakin meningkat. Baik itu untuk kebutuhan rumah tangga maupun mengairi ladang. Mata air biasa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, sedangkan untuk mengairi ladang masyarakat mengambil dari danau Ranu Pane ataupun menampung air hujan.Menurut keterangan masyarakat, saat ini sudah sulit untuk mendapatkan air dari mata air yang ada, bahkan seringkali tidak ada air yang keluar. Mengatasi masalah ini, beberapa rumah tangga membuat sumur sendiri untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Tabel 6 Jumlah dan persentase pemanfaatan sumber air rumah tangga Desa Ranu Pani tahun 2016 Sumber Air Mata Air Sumur Total
Jumlah 23 12 35
Persentase (%) 65.7 34.3 100.0
Tabel 6 menunjukkan bahwa hanya 34.3 persen rumah tangga yang membuat sumur sendiri. Sebanyak 65.7 persen rumah tangga masih mengandalkan mata air sebagai sumber air bersih mereka. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi, tidak semua rumah tangga mau dan mampu membuat sumur. Selain itu air dari mata air masih dianggap mencukupi meskipun terkadang mata air tidak mengalir. “Kalo air dari sumber sekarang udah makin sedikit, tapi masih cukup untuk mandi sama cuci.Kadang kalau tidak ngalir, kita ambil langsung dari mata airnya.” (STI, 60 tahun) Tidak terdapat perubahan signifikan terkait pemanfaatan sumber air dari dulu hingga sekarang.Pemanfaatan air untuk kebutuhan rumah tangga masih dirasa cukup oleh masyarakat. Akses terhadap mata air tidak dibatasi oleh pihak taman nasional. karena memang diperuntukkan untuk masyarakat. Hanya ketersediaannya yang semakin terbatas, sehingga diperlukan mata air baru yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini. Pemanfaatan Danau Ranu Pane oleh masyarakat untuk merawat tanaman mereka juga tidak dibatasi oleh taman nasional. Hal ini justru menjadi masalah karena volume air di danau semakin berkurang akibat
32
pemanfaatan air oleh masyarakat dan mengendapnya lumpur yang turun dari ladang berbukit. Jika tidak segera diatasi maka air di Danau Ranu Pane akan habis. Akses Pemanfaatan Lahan Pertanian Luas lahan pertanian sendiri sejak dulu hingga sekarang semakin sedikit, jika dihitung per rumah tangga. Dulu sejak pertama kali pembabatan hutan dan peralihan lahan kosong menjadi lahan pertanian, setiap rumah tangga bisa memiliki 10 hektar hingga 15 hektar ladang. Hal itu terjadi sudah berpuluh tahun silam, yang sudah tidak ditemui lagi saat ini. Sistem pewarisan lahan untuk anak yang menikah menjadi penyebabnya. Jika dulu satu rumah tangga memiliki belasan hektar ladang untuk digarap, saat ini satu rumah tangga rata-rata hanya memiliki ¼ hektar saja. Jual beli lahan tidak berlaku di Desa Ranu Pani karena setiap keluarga ingin mewariskan lahan mereka untuk anak cucunya kelak. “Disini jarang yang mau jual ladangnya, kalau nanti dijual anak cucu mau jadi apa?Lagian sekarang tanah udah mahal, sama kaya harga tanah di Jakarta. Kita mana punya uang buat beli tanah lagi, buat perawatan ladang aja udah cukup mahal biayanya.” (MAR, 40 tahun)” Dahulu belum terdapat lahan pertanian di wilayah Ranu Pani, yang ada hanya hutan tanaman dan lahan kosong. Masyarakat sendiri sudah menanam beberapa komoditas pertanian, namun dalam jumlah yang sedikit dan lahan yang terbatas. Dianggap menguntungkan, lahan untuk pertanian pun diperluas. Hingga sekarang, bertani merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat Desa Ranu Pani dan juga Suku Tengger. Meskipun terdapat batasan kawasan, masyarakat tetap bekerja di ladang baik itu milik sendiri maupun milik orang lain. Menurut keterangan masyarakat, sekitar tahun 2010 ada beberapa masyarakat yang memperluas lahan mereka sedikit demi sedikit ke dalam kawasan taman nasional. Akan tetapi mayoritas masyarakat sudah mengetahui dan tidak berani untuk memperluas lahan mereka. Masyarakat sudah mengerti bahwa mereka tidak boleh melewati batas kawasan. Saat ini pun sudah tidak ada lagi ladang masyarakat yang merambah ke dalam taman nasional. Setelah dikonfirmasi, ternyata pihak taman nasional mengatakan bahwa masih ada beberapa ladang yang melewati batas kawasan dan akan segera ditinjau ulang. “Dulu pernah ada yang nanem lewatin batas taman nasional, tapi kalau sekarang sudah gak ada lagi. Taman nasional sudah kasih tau batasnya dimana aja, dan emang ladang gak boleh lewatin batas yang ada.” (ADI, 32 tahun) Selain dibatasi oleh kawasan taman nasional, luas lahan pertanian juga dipengaruhi oleh bertambahnya penduduk desa. Pertumbuhan penduduk di Desa Ranu Pani terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari data desa tahun 2010 dimana hanya terdapat 380 KK dengan total penduduk 1289 jiwa. Pertumbuhan penduduk ini tak dapat dicegah karena posisi Desa Ranu Pani
33
yang berada di tengah-tengah kawasan taman nasional memiliki batasan ruang lingkup. Lahan yang tetap dan penduduk yang terus bertambah menyebabkan desa ini semakin dipadati oleh pemukiman. Selain itu menurut data BPS (2015) di Kecamatan Senduro memang terus terjadi pertumbuhan penduduk, seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 7 Data kependudukan Kecamatan Senduro tahun 2012, 2013, 2014 Uraian Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Sex Ratio (L/P) (%) Jumlah Rumah Tangga (ruta) Rata-rata ART (jiwa/ruta)
2012
2013
2014
46 762 0.25 204.49 96.32 12 767 3.66
47 701 2.01 208.59 96.29 12 767 3.74
47 873 0.36 209.34 97.45 13 129 3.65
Berdasarkan Tabel 7, tren pertumbuhan penduduk terus terjadi selama tiga tahun terakhir. Jika pertumbuhan penduduk terus meningkat, maka dibutuhkan lahan tambahan untuk pemukiman sedangkan luas wilayah Desa Ranu Pani sudah tidak bisa bertambah. Luas wilayah sekitar 385 hektar yang dibagi menjadi wilayah pemukiman dan wilayah pertanian (luas belum teridentifikasi) dari tahun ke tahun semakin dipadati penduduk. Lahan pertanian pun berpotensi semakin berkurang karena bertambahnya kebutuhan untuk pemukiman. Pada kasus Desa Ranu Pani, terdapat dua kelompok status penguasaan lahan yaitu pemilik murni dan pemilik penggarap. Sementara itu Wiradi (1984) menyebutkan bahwa terdapat lima pengelompokkan dalam status penguasaan lahan, diantaranya pemilik penggarap murni, penyewa dan penyakap murni, pemilik penyewa dan/atau pemilik penyakap, pemilik bukan penggarap, dan tunakisma mutlak. Perubahan status penguasaan lahan diidentifikasi dari awal petani memiliki lahan sendiri hingga saat ini. Status penguasaan lahan tidak berubah akibat adanya penetapan taman nasional, faktor yang menyebabkan perubahan tersebut adalah faktor pewarisan lahan. Tabel 8 Jumlah dan persentase status penguasaan lahan Desa Ranu Pani sebelum tahun 2016 dan pada tahun 2005 Status Penguasaan Lahan Pemilik Murni Pemilik Penggarap Total
Sebelum tahun 2005 Jumlah Persentase (%) 3 8.66 32 91.4 35 100.0
Tahun 2016 Jumlah Persentase (%) 2 5.7 33 94.3 35 100.0
34
Berdasarkan Tabel 8 dapat ditunjukkan saat awal kepemilikan lahan jumlah pemilik murni adalah tiga rumah tangga atau 8,6 persen dari keseluruhan responden. Pemilik penggarap berjumlah 32 rumah tangga atau 91,4 persen dari keseluruhan responden. Jumlah pemilik penggarap lebih banyak dibandingkan pemilik murni. Hal ini dikarenakan mayoritas rumah tangga petani memang lebih memilih untuk menggarap lahan mereka sendiri dibandingkan mempekerjakan buruh tani. Selain itu sangat sedikit masyarakat yang ingin menjadi buruh sehingga jika memiliki lahan luas, harus mencari pekerja atau buruh tani dari luar desa. Saat ini status penguasaan lahan tidak terlalu berubah. Hanya ada tiga rumah tangga yang merubah status penguasaan lahan mereka. Dua rumah tangga berubah dari pemilik murni menjadi pemilik penggarap. Alasan keduanya sama, yaitu ingin membantu anggota keluarga mereka dalam menggarap lahan. Satu rumah tangga lainnya merubah status penguasaan lahan dari pemilik penggarap menjadi pemilik murni. Hal ini dikarenakan anggota rumah tangga tersebut memiliki beberapa pekerjaan sampingan yaitu menjadi polisi hutan, kaepala urusan desa, dan membuka jasa wisata sehingga tidak sempat untuk menggarap lahannya sendiri. Terlihat pada Tabel 8 bahwa terdapat perubahan pada status penguasaan lahan pemilik murni, dari yang berjumlah tiga rumah tangga menjadi dua rumah tangga atau 5,7 persen. Status penguasaan pemilik penggarap bertambah menjadi 33 rumah tangga atau 94,3 persen. Lahan pertanian di Desa Ranu Pani telah ada jauh sebelum taman nasional ditetapkan. Menurut pihak taman nasional, semua lahan pertanian yang ada di dalam kawasan merupakan lahan pertanian ilegal karena berada di dalam tanah negara. Akan tetapi, berdasarkan kondisi di lapangan ternyata seluruh lahan pertanian di Desa Ranu Pani telah memiliki sertifikat sejak awal. Saat ini, tidak semua rumah tangga memiliki sertifikat mereka karena satu sertifikat bisa dipegang oleh beberapa generasi. Kesimpulannya setelah lahan pertanian diwarisi selama sekian tahun, saat ini beberapa lahan yang dimiliki oleh rumah tangga yang berbeda, memiliki satu sertifikat lahan atas nama yang sama. Tabel 9 Jumlah dan persentase kepemilikan sertifikat lahan Desa Ranu Pani tahun 2016 Sertifikat Lahan Ada Tidak Ada Total
Jumlah 34 1 35
Persentase (%) 97.1 2.9 100.0
Berdasarkan Tabel 9 dapat ditunjukkan sejumlah 34 responden atau 97,1 persen dari keseluruhan responden mengatakan bahwa mereka semua memiliki sertifikat atas lahan mereka. Mayoritas mengatakan bahwa sertifikat lahan ada pada orang tua mereka. Sejumlah satu responden atau 2,9 persen mengatakan mereka tidak memiliki sertifikat karena sedang digadaikan ke bank untuk mendapatkan pinjaman.
35
Jika dilihat secara keseluruhan, baik itu status penguasaan lahan maupun kepemilikan sertifikat lahan keduanya tidak dipengaruhi oleh penetapan taman nasional.Status penguasaan lahan rumah tangga petani berubah dikarenakan faktor pewarisan lahan. Penetapan taman nasional tidak menyebabkan mereka berhenti menggarap lahan mereka. Hal itu terlihat dari persentase status penguasaan lahan sebagai pemilik penggarap yang lebih dari 90 persen. Sementara itu untuk kepemilikan sertifikat lahan, terbukti bahwa seluruh lahan pertanian disana merupakan lahan pertanian yang sah. Hanya saja saat ini belum diperbaharui untuk jumlah lahan dan nama pemilik lahan. Masyarakat yang memiliki sertifikat berarti memiliki hak yang legal untuk mengakses lahan pertanian di Desa Ranu Pani, meskipun desa ini berada di tengah kawasan taman nasional.
36
37
DAMPAK TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Luas Lahan Pertanian Rumah Tangga Luas lahan pertanian merupakan salah satu faktor yang sangat terpengaruh akibat penetapan taman nasional. Pembatasan kawasan yang diiringi dengan pertumbuhan penduduk akan berpengaruh kepada berkurangnya luas lahan pertanian yang dimiliki per rumah tangga. Jika sebelum taman nasional ditetapkan satu rumah tangga bisa memiliki lima higga sepuluh hektar lahan pertanian, saat ini sangat jarang ditemui rumah tangga dengan luas lahan seperti itu. Faktor yang menyebabkan berkurangnya luas lahan selain pembatasan kawasan adalah pewarisan lahan dan jual beli lahan. Selain itu pertumbuhan penduduk menyebabkan lahan pemukiman semakin luas dan lahan untuk pertanian semakin menyempit. Perubahan luas lahan pertanian dilihat dari sejak awal memiliki lahan hingga pengambilan data dilakukan. 18 16
Jumlah Rumah Tangga
14 12 10 Dulu
8
Sekarang
6
4 2 0 1/4 Ha 1/2 Ha 3/4 Ha
1 Ha 1 1/4 Ha1 1/2 Ha 2 Ha Luas Lahan Pertanian
3 Ha
4 Ha
Gambar 4 Data luas lahan pertanian dulu dan sekarang Berdasarkan Gambar 4 dapat ditunjukkan bahwa dulu luas lahan pertanian paling sedikit adalah ¼ hektar dan paling banyak adalah tiga hektar. Terdapat perbedaan dengan luas lahan sekarang dimana luas lahan pertanian paling sedikit adalah ¼ hektar dan paling banyak adalah empat hektar. Perbedaan ini disebabkan oleh terdapat rumah tangga yang memperluas lahannya melalui pembelian lahan. Sementara itu baik dulu maupun sekarang, mayoritas rumah tangga memiliki luas
38
lahan pertanian sebanyak ¼ hektar. Jumlah rumah tangga yang memiiki satu hektar lahan atau lebih jumlahnya cenderung sedikit. Hal ini dikarenakan mayoritas responden merupakan rumah tangga yang mendapatkan lahan dari warisan orang tua mereka setelah menikah. Data yang terdapat pada Gambar 4 diambil dari sejak awal rumah tangga memiliki lahan pertaniannya sendiri. Rata-rata responden yang diwawancarai sudah memiliki lahan pertanian sejak tahun 2005. Mayoritas responden pun memiliki lahan seluas ¼ hektar, dimana hal ini dapat berdampak buruk untuk beberapa tahun ke depan. Jika sejak tahun 2005 mayoritas rumah tangga memiliki hanya memiliki lahan seluas ¼ hektar, maka ketika lahan tersebut diwariskan akan habis dan akan lebih terdistribusi lagi dalam jangka panjang. Luas lahan pertanian dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu sempit, sedang, dan luas. Berdasarkan hasil perhitungan, luas lahan dikategorikan sempit jika luas lahan kurang dari 0,39 hektar dan luas lahan dikategorikan sedang jika luas lahan berada diantara 0,39 hektar – 1 hektar. Luas lahan pertanian dikategorikan luas jika luas lahan lebih dari satu hektar Tabel 10 Jumlah dan persentase kategori luas lahan pertanian Desa Ranu Pani sebelum tahun 2005 dan pada tahun 2016 Luas Lahan Pertanian Sempit Sedang Luas Total
Sebelum Tahun 2005 Jumlah Persentase (%) 14 40.0 10 28.6 11 31.4 35 100.0
Tahun 2016 Jumlah Persentase (%) 16 45.7 12 34.3 7 20.0 35 100.0
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa mayoritas luas lahan pertanian di Desa Ranu Pani termasuk ke dalam kategori sempit. Jumlah rumah tangga dengan luas lahan sempit adalah sebanyak 14 rumah tangga atau sebanyak 40 persen dari keseluruhan responden. Sebanyak 10 rumah tangga atau 28,6 persen termasuk ke dalam kategori sedang, dan 11 rumah tangga atau 31,4 persen termasuk ke dalam kategori luas. Jika melihat tabel 13, terdapat perubahan dalam setiap kategori. Kategori sempit jumlahnya bertambah menjadi 16 rumah tangga atau 45,7 persen. Kategori sedang bertambah menjadi 12 rumah tangga atau 34,3 persen dan kategori luas bahkan berkurang menjadi tujuh rumah tangga atau 20 persen saja. Perubahan pada luas lahan pertanian terjadi dalam kurun waktu terakhir. Kategori luas lahan sempit semakin meningkat, pun untuk kategori luas jumlahnya semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh sistem pewarisan lahan yang sudah menjadi tradisi. Luas lahan semakin berkurang namun tidak juga bisa bertambah, karena posisi Desa Ranu Pani berada di tengah kawasan taman nasional. Jika dari tahun ke tahun luas lahan yang dimiliki per rumah tangga menjadi semakin sempit, dalam jangka waktu lima tahun ke depan bukan tak mungkin akan banyak rumah
39
tangga yang menjadi tunakisma lahan. Selain itu sulit untuk menjual ataupun membeli lahan karena jumlah lahan yang memang semakin menyempit, ditambah harga jual yang semakin mahal. Bukan hanya berdampak kepada hilangnya mata pencaharian masyarakat sebagai petani saja, tetapi identitas sebagai Suku yang memang berorientasi kepada pertanian juga akan hilang. Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru diasumsikan memiliki dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Selain dilihat dari semakin menyempitnya luas lahan yang dimiliki per rumah tangga, kesejateraan juga dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat perumahan dan lingkungan. Ketiga indikator ini merupakan indikator yang dianggap paling memiliki keterkaitan dengan penetapan taman nasional. Tingkat pendapatan didapatkan dari hasil pengurangan penghasilan dengan pengeluaran. Kemudian akan dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Lumajang. Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tinggi adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan lebih dari 6,6 juta per bulan. Kategori sedang adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan antara 3,2 juta hingga 6,6 juta per bulan. Kategori rendah adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan kurang dari 3,2 juta per bulan. Tabel 11 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendapatan rumah tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016 Tingkat Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah 9 19 7 35
Persentase (%) 25.7 54.3 20.0 100.0
Berdasarkan Tabel 11 dapat ditunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendapatan rumah tangga petani berada pada kategori sedang sebanyak 19 rumah tangga atau 54,3 persen. Sebanyak sembilan atau 25,7 persen rumah tangga berada pada kategori rendah dan sebanyak tujuh atau 20 persen rumah tangga berada pada kategori tinggi. Jika ditinjau berdasarkan kategori ini, hanya sedikit rumah tangga yang memiliki tingkat pendapatan yang termasuk sedikit dari hasil pertanian. Merujuk pada UMK Kabupaten Lumajang, jumlah minimum UMK adalah sebanyak 1.437.000 rupiah per bulan. Nominal UMK ini apabila diintegrasikan dengan tingkat pendapatan rumah tangga petani, termasuk ke dalam kategori rendah. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa sebagian besar tingkat pendapatan rumah tangga petani di Desa Ranu Pani sudah berada di atas UMK Kabupaten Lumajang. Melalui wawancara mendalam, didapatkan hasil bahwa masyarakat merasa bahwa pendapatan mereka kini semakin menurun. Mereka mengatakan bahwa
40
penghasilan mereka memang sudah terbilang cukup, namun masih terbilang sedikit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama untuk kebutuhan menanam di ladang. Hal ini dikarenakan, dalam memenuhi konsumsi rumah tangga masyarakat memanfaatkan hasil pertanian mereka untuk mengurangi pengeluaran. Solusi terbaik adalah memiliki pekerjaan sampingan, dimana beberapa rumah tangga sudah mulai memiliki pekerjaan di bidang wisata. Akan tetapi hal ini hanya berlaku bagi sebagian kecil rumah tangga saja, karena masyarakat pun masih belum paham cara mengelola wisata disana. Selain itu masyarakat tidak mau lepas dari pekerjaan mereka sebagai petani. Mereka memang mengeluhkan tentang pendapatan, akan tetapi mereka juga tidak mau berpikir terbuka untuk mencoba pekerjaan baru sebagai tambahan. “Semua orang disini mah cuma mau jadi petani. Lihat aja nanti berapa tahun lagi lahan pada habis. Gimana mau berkembang kalau mereka pada engga mau buka diri.” (IPL, 33 tahun)” Pendidikan merupakan aspek penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Pendidikan merupakan salah satu indikator kesejahteraan, yang juga termasuk ke dalam upaya pemberdayaan yang seharusnya dilakukan di Desa Ranu Pani. Fasilitas pendidikan di Desa Ranu Pani diantaranya adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Guru yang mengajar di sekolah-sekolah tersebut mayoritas berasal dari luar desa. Jika masyarakat ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, maka mereka harus mencari fasilitas pendidikan di luar desa. Berdasarkan hasil identifikasi rumah tangga, tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi tiga kategori. Kategori tinggi adalah rumah tangga yang telah menempuh pendidikan dari SMA hingga perguruan tinggi. Kategori sedang adalah rumah tangga yang telah menempuh pendidikan dari SD hingga SMP. Kategori rendah adalah rumah tangga yang tidak bersekolah hingga tamat Taman Kanak-kanak. Tabel 12 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendidikan rumah tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016 Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah 2 31 2 35
Persentase (%) 5.7 88.6 5.7 100.0
Berdasarkan Tabel 12 dapat ditunjukkan bahwa tingkat pendidikan paling banyak berada pada kategori sedang dengan jumlah 31 rumah tangga atau 88,6 persen. Pada kategori rendah dan tinggi terdapat masing masing dua rumah tangga atau 5,7 persen rumah tangga. Mayoritas berada pada kategori sedang karena fasilitas yang terdapat pada Desa Ranu Pani memang hanya mencapai SMP, dan masyarakat lebih memilih
41
untuk menjadi petani dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan mereka. Selain itu, responden rata-rata berusia 23 tahun, dimana saat mereka menempuh pendidikan hanya tersedia satu fasilitas pendidikan yaitu Sekolah Dasar (SD). Jika fasilitas pendidikan seperti gedung SMA dibangun, maka kemungkinan banyak masyarakat yang akan melanjutkan sekolah hingga tingkat SMA. Akan tetapi kurangnya tenaga kerja untuk guru sendiri menjadi hambatan untuk menambah fasilitas pendidikan. Tingkat perumahan dan lingkungan merupakan salah satu indikator kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik. Perumahan dan lingkungan dapat dilihat dari banyak aspek. Penelitian ini melihat dari aspek yaitu aspek kualitas tempat tinggal dan lingkungan yang layak, yang terdiri dari kualitas atap, kualitas dinding, dan kualitas lantai rumah. Jenis dari ketiga kualitas tersebut diidentifikasi berdasarkan observasi pada saat penelitian. Akumulasi dari ketiga kualitas rumah dan lingkungan tersebut kemudian akan dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan hasil perhitungan skor. Pada kualitas atap, skor dinyatakan satu apabila menggunakan seng dan skor dinyatakan dua apabila menggunakan genteng. Pada kualitas dinding, skor dinyatakan satu apabila menggunakan kayu dan skor dinyatakan dua apabila menggunakan tembok. Terakhir, pada kualitas lantai skor dinyatakan satu apabila menggunakan kayu dan skor dinyatakan dua apabila menggunakan tembok.
35
Jumlah Rumah Tangga
30 25 20 Skor 1
15
Skor 2
10 5 0 Kualitas Atap Kualitas Dinding Kualitas Lantai Kualitas Perumahan dan Lingkungan
Gambar 5 Data kualitas perumahan dan lingkungan rumah tangga petani Berdasarkan Gambar 5 dapat ditunjukkan bahwa ketiga kualitas perumahan dan lingkungan didominasi oleh skor dua, yang berarti mayoritas rumah tangga petani
42
memiliki jenis atap, dinding, dan lantai yang paling baik pada setiap kategori. Pada kualitas atap, tercatat sebanyak enam rumah tangga menggunakan atap seng dan 29 rumah tangga menggunakan atap genteng. Pada kualitas dinding, sebanyak dua rumah tangga menggunakan dinding kayu dan 33 rumah tangga menggunakan dinding tembok. Sedangkan pada kualitas lantai, sebanyak 12 rumah tangga menggunakan lantai semen dan 23 rumah tangga menggunakan lantai keramik. Jika diakumulasi total skor dari ketiga kategori, maka didapatkan data sebagai berikut: Tabel 13 Jumlah dan persentase kategori tingkat perumahan dan lingkungan rumah tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016 Tingkat Perumahan dan Lingkungan Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah
Persentase (%)
2 9 24 3
5.7 25.7 68.8 100.0
Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak dua atau 5,7 persen rumah tangga tergolong ke dalam kategori rendah. Sebanyak sembilan atau 25,7 persen rumah tangga termasuk ke dalam kategori sedang dan sebanyak 24 atau 68.8 persen termasuk ke dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi tingkat perumahan dan lingkungan, rumah tangga petani sudah dikatakan sejahtera karena mayoritas tergolong ke dalam kategori tinggi. Jika dilihat dari segi perumahan dan lingkungan, perubahan terjadi karena faktor modernisasi. Dulu masih banyak ditemukan rumah yang berdinding kayu, namun saat ini karena sudah terdapat akses yang baik untuk masuk ke dalam desa. Dipermudah oleh akses, bahan bangunan dari luar pun menjadi lebih diminati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan selain dari segi estetika, bahan bangunan seperti tembok dan atap genteng lebih melindungi mereka dari hawa yang dingin. Walaupun demikian, bagian dapur selalu tidak diubah meskipun ruangan lain sudah berganti dengan bahan bangunan modern. Ruangan dapur dibiarkan tetap seperti bangunan dahulu, dimana lantainya adalah tanah, dindingnya adalah kayu dan atapnya adalah seng. Hal ini dikarenakan mereka masih menggunakan kayu bakar di dapur untuk memasak dan menghangatkan diri. Jika dilihat secara keseluruhan, dari masing-masing aspek baik itu pendapatan, pendidikan, dan perumahan lingkungan memiliki hasil yang berbedabeda. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jika diakumulasikan dapat dilihat sebagai berikut:
43
Tabel 14 Jumlah dan persentase kategori tingkat kesejahteraan rumah tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016 Tingkat Kesejahteraan Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah 0 18 17 35
Persentase (%) 0.0 51.4 48.6 100.0
Berdasarkan Tabel 14, tidak terdapat rumah tangga yang tergolong ke dalam kategori rendah. Terdapat 18 atau 51,4 persen rumah tangga yang termasuk ke dalam kategori sedang, dan sebanyak 17 atau 48,6 persen rumah tangga termasuk ke dalam kategori tinggi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa mayoritas rumah tangga petani di Desa Ranu Pani memiliki tingkat kesejahteraan sedang. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat merasa bahwa taman nasional tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan mereka. Padahal seharusnya, taman nasional mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mampu mendapatkan pengakuan masyarakat akan hal tersebut. Beberapa masyarakat yang hanya bekerja seperti petani mengatakan bahwa taman nasional tidak menguntungkan ataupun merugikan mereka. Akan tetapi memang masyarakat menganggap pihak taman nasional kurang memerhatikan kesejahteraan mereka. Pada sisi lain, masyarakat yang juga memiliki pekerjaan sampingan di bidang wisata ataupun menjadi relawan di taman nasional mengatakan bahwa taman nasional sudah membantu masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan. Hal ini berarti tidak semua masyarakat merasa sejahtera sejak taman nasional ditetapkan, dan taman nasional perlu penataan ulang terkait program pemberdayaan masyarakat sekitar. Uji Regresi Pengaruh Luas Lahan terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Penetapan taman nasional mempengaruhi beberapa aspek mulai dari aksesibilitas masyarakat hingga kesejahteraan petani. Salah satu aspek yang dapat mempengaruhi kesejahteraan adalah luas lahan pertanian. Kesejahteraan sendiri diidentifikasi dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat perumahan lingkungan. Pengaruh luas lahan diuji dengan masing-masing indikator kesejahteraan menggunakan uji regresi linier. Adapun alpha atau nilai probabilitas yang digunakan dalam uji tersebut adalah sebesar 5 persen atau 0,05. Hasil uji statistik dari pengaruh luas lahan terhadap masing-masing indikator kesejahteraan rumah tangga petani adalah sebagai berikut:
44
Tabel 15 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani Luas Lahan
Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Petani Signifikasi Koefisien R-squared 0.014 0.410 0.104
Berdasarkan Tabel 15 diperoleh nilai signifikasi 0,014 dimana nilai ini lebih kecil dari nilai probabilitas sebanyak 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani. Apabila luas lahan pertanian semakin sempit, maka tingkat pendapatan rumah tangga akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, apabila luas lahan pertanian semakin luas, maka tingkat pendapatan rumah tangga akan semakin tinggi. Lahan pertanian yang luas secara otomatis akan menambah penghasilan rumah tangga petani. Saat ini luas lahan yang dimiliki oleh rumah tangga petani jumlahnya semakin berkurang dibandingkan beberapa tahun silam karena adanya pewarisan lahan. Diprediksi dalam jangka panjang, luas lahan pertanian akan semakin berkurang atau hilang dan akan berdampak pula terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani. Selain dipengaruhi oleh luas lahan, tingkat pendapatan rumah tangga petani juga dipengaruhi oleh faktor lain. Harga pasar yang tidak menentu juga mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini tentunya berada di luar jangkauan petani, karena mereka tidak bisa mengontrol harga pasar. Apabila harga pasar untuk hasil pertanian sedang bagus, maka penghasilan petani juga akan meningkat. Akan tetapi saat ini masyarakat mengatakan bahwa harga pasaran sedang turun. Faktor lainnya adalah kualitas hasil pertanian dan juga musim. Bagus atau tidaknya hasil pertanian tergantung dari pupuk yang digunakan serta kecukupan nutrisi untuk komoditas pertanian. Musim hujan merupakan musim yang baik untuk bertani karena petani bisa menampung air hujan. Saat musim kemarau, lebih sulit untuk menyiram maupun mengobati tanaman karena petani harus mengambil air dari sumber air yang letaknya cukup jauh dari ladang. Selain berdasarkan hasil uji statistik, masyarakat juga merasakan bahwa luas lahan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan. Apabila lahan pertanian yang dimiliki lebih luas, tentunya penghasilan yang akan didapatkan juga akan lebih banyak. Hal ini didukung dengan harga komoditas pertanian di pasaran. Mengatasi masalah ini sebaiknya diadakan penyuluhan kepada masyarakat bagaimana sistem bertani yang efektif dan efisien. Sistem pertanian di Desa Ranu Pani cenderung boros unsur hara dan tidak ramah lingkungan. Menurut keterangan aparat desa dibutuhkan
45
sistem terasering untuk pertanian yang berkelanjutan. Akan tetapi untuk penanganan hal ini belum ditindaklanjuti. Tabel 16 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendidikan rumah tangga petani Luas Lahan
Tingkat Pendidikan Rumah Tangga Petani Signifikasi Koefisien R-squared 0.059 0.323 0.074
Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0.059 lebih besar dari nilai probabilitas 0,05. Artinya luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendidikan rumah tangga petani. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan rumah tangga petani dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesadaran masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus memiliki kesadaran terlebih dahulu tentang pentingnya pendidikan, yang bisa didapatkan melalui penyuluhan. Meskipun demikian berdasarkan observasi di lapangan, rumah tangga petani yang memiliki lahan pertanian luas cenderung lebih sadar akan pendidikan dan melanjutkan sekolah meskipun harus keluar desa. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi tingkat pendidikan yaitu kurangnya perhatian dari tenaga kerja pendidikan atau guru. Masyarakat yang saat ini statusnya merupakan pelajar mengatakan bahwa kualitas guru di sekolah mereka kurang baik. Para guru di sekolah tidak mengajar tepat waktu bahkan terkadang tidak mengajar sama sekali. Hal ini dikarenakan mayoritas guru berasal dari luar desa dan jarak menuju Desa Ranu Pani terlalu jauh. Akan tetapi, ada beberapa guru dari luar desa yang menetap sementara untuk tetap melakukan aktivitas belajar mengajar. Hasil uji statistik ini juga sejalan dengan pernyataan masyarakat. Luas lahan pertanian tidak dianggap berpengaruh terhadap pendidikan mereka.Meskipun lahan yang dimiliki tergolong luas atau sempit, tetap saja tingkat pendidikan mereka semua akan setara apabila fasilitas pendidikannya terbatas. Belum lagi jika guru yang mengajar kurang berkualitas, tentunya masyarakat akan lebih memilih anaknya untuk membantu di ladang. Saat ini fasilitas pendidikan tersedia hingga jenjang SMP, dan mayoritas bersekolah karena sudah banyak relawan dari luar desa yang melakukan sosialisasi terkait pentingnya pendidikan. Luas lahan memberikan pengaruh tetapi tidak secara signifikan. Contohnya hanya sedikit masyarakat dengan kategori lahan luas yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi karena anggota keluarganya melanjutkan sekolah di luar desa. Begitu pula dengan masyarakat dengan kategori lahan sempit yang tingkat pendidikannya rendah karena lebih baik untuk menggarap ladang sendiri dibandingkan memekerjakan orang lain.
46
Tabel 17 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat perumahan dan lingkungan rumah tangga petani Luas Lahan
Tingkat Perumahan dan Lingkungan Rumah Tangga Petani Signifikasi Koefisien R-squared 0.115 0.271 0.046
Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0.115 lebih besar dari nilai probabilitas 0,05. Artinya luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat perumahan dan lingkungan rumah tangga petani. Hal ini terbukti dari hasil observasi lapangan, dimana terdapat beberapa rumah tangga yang memiliki lahan pertanian kategori luas tetapi kualitas rumahnya tetap terbilang sederhana. Tingkat perumahan dan lingkungan justru dipengaruhi oleh lamanya rumah tersebut dibangun. Apabila rumah telah dibangun sejak beberapa puluh tahun lalu, materialnya masih menggunakan dinding kayu dan juga lantai semen. Akan tetapi untuk perumahan yang baru saja dibangun sejak beberapa tahun lalu, rumah tersebut telah menggunakan material modern seperti dinding tembok dan lantai keramik. Berdasarkan hasil observasi, luas lahan memang tidak mempengaruhi tingkat perumahan dan lingkungan. Faktor yang memengaruhi tingkat perumahan dan lingkungan adalah kemauan dari masyarakat itu sendiri. Usia juga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Mayoritas masyarakat kelompok usia 50 tahun ke atas rumahnya lebih sederhana dibandingkan masyarakat kelompok usia muda. Hal ini dikarenakan rumah mereka sudah ada sejak lama dan tidak ada keinginan untuk merenovasi rumah, kecuali ada yang harus diperbaiki. Berbeda dengan kelompok usia muda yang baru saja membangun rumah sehingga menggunakan material yang modern. Tabel 18 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
Luas Lahan
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Signifikasi Koefisien R-squared 0.005 0.466 0.217
Tabel 18 menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0.005 lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05. Artinya luas lahan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Apabila luas lahan pertanian semakin sempit, maka tingkat kesejahteraan rumah tangga petani akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, apabila luas lahan pertanian semakin luas, maka tingkat kesejahteraan rumah tangga petani akan semakin tinggi. Jika luas lahan semakin berkurang, maka tingkatn kesejahteraan akan semakin rendah. Hal ini berarti agar kesejahteraan petani
47
meningkat, maka harus ada solusi untuk luas lahan yang semakin terbatas. Meskipun demikian indikator kesejahteraan ini berbeda dengan pendapat masyarakat, karena mereka sudah merasa hidup sejahtera dengan hidup berkecukupan. Hasil uji statistik menujukkan bahwa terdapat satu indikator yang dipengaruhi oleh luas lahan, yaitu tingkat pendapatan. Sementara itu luas lahan tidak mempengaruhi tingkat pendidikan dan tingkat perumahan lingkungan. Secara keseluruhan luas lahan terbukti mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Luas lahan pertanian dipengaruhi secara tidak langsung oleh penetapan taman nasional. Akan tetapi yang lebih mempengaruhi penyempitan luas lahan adalah pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Menyikapi masalah ini, tidak ada pihak yang dapat disalahkan. Akan lebih baik jika pihak taman nasional membantu masyarakat secara langsung dalam mengatasi masalah ini melalui musyawarah bersama. Sejak sebelum penetapan taman nasional hingga saat ini, jika dibandingkan kesejahteraan rumah tangga petani mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan luas lahan pun semakin sempit. Hubungan pengaruh antar keduanya telah diuji menggunakan statistik dan juga berdasarkan observasi lapangan, dimana masyarakat mengatakan taman nasional tidak meningkatkan kesejahteraan mereka. Jika hal ini tidak segera diatasi, kesejahteraan rumah tangga petani akan semakin menurun dari tahun ke tahun.
48
49
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan, dapat ditarik beberapa simpulan yang menjawab tujuan dan hipotesis penelitian. Pertama, setelah ditetapkan menjadi taman nasional, masyarakat tidak menentang adanya keputusan ini. Meskipun masyarakat mengakui bahwa mereka lebih merasa bebas saat hutan dikelola oleh Perhutani, masyarakat mengaku bahwa mereka dan taman nasional memiliki tujuan yang sama yaitu untuk melestarikan lingkungan. Meskipun demikian taman nasional belum mendapatkan pengakuan atau legitimasi secara keseluruhan karena taman nasional belum memerhatikan aspek kesejahteraan masyarakat. Taman nasional telah melakukan banyak upaya terkait pelestarian lingkungan, akan tetapi dianggap kurang mampu mendampingi dan membantu masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan taman nasional seperti pengelolaan wisata dan menyempitnya luas lahan pertanian per rumah tangga. Kedua, akses terhadap sumber daya alam mengalami perubahan sebelum dan setelah taman nasional ditetapkan. Sumber daya alam yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat adalah kayu bakar dan air. Selain itu juga terdapat perubahan akses terhadap sumber daya lahan pertanian. Saat ini akses terhadap kayu bakar lebih terbatas karena zona pemanfaatan di taman nasional di sekitar desa sangat sedikit, berbeda dengan sebelum taman nasional ditetapkan, dimana masih banyak hutan yang bisa dimanfaatkan secara bebas oleh masyarakat untuk mengambil kayu bakar. Sumber air saat ini juga sudah semakin terbatas karena ketersediaannya tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh rumah tangga. Begitu pula dengan lahan pertanian, pengaruhnya lebih besar karena memang mata pencaharian utama masyarakat adalah petani. Luas lahan pertanian rumah tangga saat ini hanya berkisar antara ¼ hingga 3 hektar, sementara sebelum penetapan taman nasional bisa mencapai lima hingga 10 hektar. Ketiga, penetapan taman nasional secara tidak langsung mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga petani. Pasalnya, penetapan taman nasional membatasi ruang lingkup Desa Ranu Pani, baik untuk lahan pemukiman maupun lahan pertanian. Lahan pertanian rumah tangga semakin menyempit karena adanya sistem pewarisan, ditambah penduduk yang terus bertambah membuat lahan pertanian semakin terdistribusi. Melalui hasil uji statistik diperoleh bahwa luas lahan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani dengan signifikasi sebesar 0,005. Secara keseluruhan taman nasional memberikan pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Kesejahteraan cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hasil uji statistik ini juga didukung oleh pernyataan masyarakat yang mengatakan bahwa taman nasional belum bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.
50
Saran Beberapa saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian diantaranya sebagai berikut: 1. Pihak taman nasional sebaiknya lebih memerhatikan aspek kesejahteraan masyarakatnya baik itu bagi masyarakat di desa enklaf maupun masyarakat pada desa penyangga. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh pihak taman nasional. 2. Pemerintah desa juga perlu turun langsung dalam menyelesaikan masalahmasalah yang ada, khususnya pada masalah fasilitas pelayanan masyarakat. 3. Masyarakat harus lebih inisiatif apabila memiliki masalah dan bersikap lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah tersebut, baik itu untuk kelestarian lingkungan maupun peningkatan kesejahteraan.
51
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2015. Jumlah Penduduk Hasil Proyeksi 2011-2015 Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota. [Internet]. [diunduh tanggal 4 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: http://jatim.bps.go.id/LinkTabelStatis/view/id/323 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Indikator Kesejahteraan Rakyat. [Internet]. [diunduh tanggal 4 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: http://www.bps.go.id/index.php/publikasi/1122 [CIFOR] Centre For International Forestry Research. 2010. Kebijakan Pengelolaan Zona Khusus Dapatkah Meretas Kebuntuan dalam Menata Ruang Taman Nasional di Indonesia. [Internet]. [diunduh tanggal 20 Januari 2016]. Dapat diunduh dari: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/infobrief/001BriefI.pdf [Dephut, BPS] Departemen Kehutanan dan Badan Pusat Statistik. 2009. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan. [Internet]. [diunduh tanggal 28 September 2015]. Dapat diunduh dari: http://storage.jakstik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/IdentifikasiDesa2009_0.pdf [KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sejahtera. [Internet]. [Dikutip tanggal 4 Februari 2016]. Dapat dikutip dari : http://kbbi.web.id/sejahtera [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2013. Keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. [Internet]. [diunduh tanggal 8 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari: http://www.menlh.go.id/keanekaragaman-hayati-sebagai-modaldasar-pembangunan [Permenhut] Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. [Internet]. [diunduh tanggal 10 Oktober 2015 2015]. Dapat diunduh dari: http://ekowisata.org/wpcontent/uploads/2011/11/P_56_20061.pdf [Permendagri] Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. [Internet]. [diunduh tanggal 4 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: http://bappeda.kotabogor.go.id/images/perundangan/a21d489fb72a0be33ce076 430638bac4.pdf [UU] Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan. [Internet]. [diunduh tanggal 28 September 2015]. Dapat diunduh dari: http://prokum.esdm.go.id/uu/1999/uu-41-1999.pdf [UU] Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya dan Ekosistemnya. [Internet]. [diunduh tanggal 28 September 2015]. Dapat diunduh dari: http://www.dephut.go.id/INFORMASI/UNDANG2/uu/5_90.htm [UU] Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. [Internet]. [diunduh tanggal 28 Septembe r 2015]. Dapat diunduh dari: http://175.184.234.138/p3es/uploads/unduhan/UU_32_Tahun_2009_(PPLH).pd f
52
[UU] Undang-undang Pasal 33 Ayat 3 Tahun 1945 tentang Perekonomian, Pemanfaatan Sumber daya Alam, dan Prinsip Perekonomian Nasional. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: http://jabar.kemenag.go.id/file/file/ProdukHukum/hdlf1354606725.pdf?t=473 [UU] Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: kemenag.go.id/file/dokumen/UU2299.pdf [UU] Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/435.bpkp [UUPA] Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Dasar Agraria. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: http://dkn.or.id/wp-content/uploads/2013/03/Undang-Undang-RI-nomor5-Tahun-1960-tentang-Pokok-Pokok-Dasar-Agraria.pdf Anwar S. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Surabaya(ID): Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Agroekoteknologi Dwipradyana IMM. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian serta dampaknya terhadap kesejahteraan petani (studi kasus di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan). [Internet]. Tesis. [diunduh tanggal 23 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1076-283548412tesis%20 lengkap%20mahadi.pdf Darusman D, Didik S. 1998. Kehutanan Masyarakat. Bogor(ID): IPB Press Effendi S, Tukiran. 2014. Metode Penelitian Survei. Jakarta(ID): LP3ES Hidayat H, Haba J, Siburian R. 2011. Politik Ekologi Pengelolaan Taman Nasional Era Otonomi Daerah. Jakarta(ID): LIPI Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia Kadir WA, Awang SA, Purwanto RH, dan Poedjirahajoe E. 2012. Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Manusia dan Lingkungan. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 2 November 2015]; 10(3): 1-11. Dapat diunduh dari: http://jpeces.ugm.ac.id/ojs/index.php/JML/article/download/85/63 Keli M, Sukarno A, Ruminarti W. 2012. Persepsi Pengunjung dan Masyarakat Sekitar Pantai Sukamade terhadap Keberadaan Taman Nasional Meru Betiri. Jurnal Kehutanan. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 2 November 2015]; -. Dapat diunduh dari: http://www.ipm.ac.id/wpcontent/uploads/2015/03/pantai%20sukamade.pdf Lestari S, Purwandari H. 2014. Pergeseran kepemilikan lahan pertanian secara adat dan Implikasinya terhadap Gerakan Petani Pedesaan. Jurnal Sodality. [Internet].
53
Jurnal. [diunduh tanggal 4 Februari 2016]; 2(1): -. Dapat diunduh dari: journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/9411 MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press. Marina I, Dharmawan AH. 2011. Analisis Konflik Sumber daya Hutan di Kawasan Konservasi. Jurnal Sodality. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 28 September 2015]; 5(1): -. Dapat diunduh dari: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/ article/viewArticle/5830 Mohd A. 2008. The Management of Bhawal National Park, Bangladesh by the Local Community for Resource Protection and Ecotourism. Asian Social Science Journal. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 20 Oktober 2015]; 4(7): -. Dapat diunduh dari: http://ccsenet.org/journal/index.php/ass/article/download/1379/1341 Nugroho B. 2014. Manfaat Sosial Ekonomi Danau Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Oleh Masyarakat Desa Ranu Pani. [Skripsi]. Bogor(ID). [dikutip tanggal 23 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: repository.ipb.ac.id/handle/123456789/71019 Prayogi PA. 2011. Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata Penglipuran. Jurnal Perhotelan dan Pariwisata. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 24 Desember 2015]; 1(1): 64-79. Dapat diunduh dari: jurnal.triatmajaya.ac.id/index.php/PnPI Pristiyanto D. 2005. Taman Nasional menurut Ditjen PHKA. [Internet]. [diunduh tanggal 12 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari: http://www.ditjenphka.go.id/kawasan/tn.php Ribot JC, Peluso NL. 2003. A theory of Acces. Rural Sociology. Rural Sociological Society. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 23 Februari 2016]; 68(02): 153181. Dapat diunduh dari: http://community.eldis.org/.5ad50647/Ribot%20and%20Peluso%20theory%20 of%20access.pdf. Sitorus MTF. 2002. Lingkup Agraria dalam Menuju keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi. [Internet]. [diunduh tanggal 4 Februari 2015]. Dapat diunduh dari: http://www.akatiga.org/index.php/catatandiskusi/item/download/17_d919ef488b126498c2b335d289fbc6e1 Wahyuni NI, Mamonto R. 2012. Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Nasional dan Sumber daya Hutan: Studi Kasus Blok Aketawaje, taman Nasional Aketajawe Lolobata. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 6 Oktober 2015]; 2(1): -. Dapat diunduh dari: http://fordamof.org/files/Persepsi_Masyarakat_terhadap_Taman_Nasional_dan_Sumber daya.pdf
54
Zuber A. 2007. Pendekatan dalam Memahami Perubahan Agraria di Pedesaan. [Internet]. [diunduh tanggal 15 Februari 2016]. Dapat diunduh dari: http://ahmad.zuber70.googlepages.com
55
LAMPIRAN
56
57
Lampiran 1 Jadwal penelitian Kegiatan Penyusunan Proposal Penelitian Kolokium Perbaikan Proposal Penelitian Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi
Februari Maret 1 2 3 4 1 2 3 4
April Mei 1 2 3 4 1 2
Juni 3 4 1 2 3 4
58
Lampiran 2 Peta lokasi penelitian a. Peta Desa Ranu Pani
Sumber: Nugroho 2014.
b. Peta Zonasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Sumber: Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2014
59
Lampiran 3 Kerangka Sampling No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nama KK JAS SUK MDI SUW SUG MIS TOM LUG SNT STI BNG SLS EKO YUL MSN SUD IMK SLM YUD BAK SDI WAY KAR SGT UMR BMG JOK ADI MUN PUN GUS MAR TGK BNY RUD
Usia 42 tahun 28 tahun 35 tahun 30 tahun 24 tahun 40 tahun 27 tahun 48 tahun 30 tahun 60 tahun 28 tahun 40 tahun 35 tahun 20 tahun 36 tahun 36 tahun 60 tahun 26 tahun 54 tahun 60 tahun 24 tahun 31 tahun 53 tahun 60 tahun 40 tahun 55 tahun 38 tahun 32 tahun 59 tahun 27 tahun 27 tahun 40 tahun 34 tahun 32 tahun 25 tahun
60
Lampiran 4 Kuesioner DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KUESIONER Dampak Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Peneliti bernama Vanya Annisaningrum, merupakan mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini sedang melakukan penelitian sebagai syarat bagi kelulusan studi peneliti di jenjang Sarjana (S1). Peneliti berharap Bapak/Ibu/Saudara/i menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas serta jawaban akan dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi. Terima kasih atas perhatian dan partisipasinya dalam menjawab kuesioner ini. IDENTITAS/KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama Lengkap Jenis Kelamin Usia Alamat No. Telp/HP Pendidikan Terakhir Status Perkawinan Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan Jumlah Tanggungan
: ...................................................................................... : L / P (lingkari salah satu) : ........... tahun : ...................................................................................... : ...................................................................................... : ...................................................................................... : ...................................................................................... : ...................................................................................... : ...................................................................................... : ........... orang
61
I.
No.
KETERANGAN ANGGOTA RUMAHTANGGA
Hubungan Jenis Kelamin Nama Anggota Rumah dengan Kepala 1. Laki-laki Tangga Rumah Tangga 2. Perempuan (2) (3) (3)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kode Kolom (5) & (6) 1. 6. S1 Tidak/Belum 7. S2/S3 Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. D3/D4
Pendidikan Anggota Rumah Tangga Umur (4)
Pendidikan Saat Ini (5)
Pendidikan Terakhir (6)
Lama Sekolah (Tahun) (7)
62
II.
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
Pendapatan Pertanyaan Jawaban Berapa pendapatan Anda per bulan dari sektor pertanian? Berapa pengeluaran rumah tangga per bulan? Perumahan dan Lingkungan Pertanyaan Jawaban [ ] Keramik [ ] Semen/Kayu Jenis lantai rumah Anda [ ] Tanah [ ] Lainnya, _____ [ ] Genteng [ ] Seng Jenis atap rumah Anda [ ] Daun kelapa kering [ ] Lainnya, _____ [ ] Tembok [ ] Setengah tembok Jenis dinding rumah Anda [ ] Kayu [ ] Lainnya, _____ [ ] PAM [ ] Air sumur Sumber air bersih [ ] Mata air [ ] Lainnya, _____
Keterangan
Keterangan
63
III. Sertifikat Lahan (2)
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Status Penguasaan Lahan (3)
Ada
Tidak Ada
-
-
Kode Kolom (3) 1. Tidak 4. Pemilik Penggarap memiliki lahan 2. Pemilik 3. Penggarap
LUAS LAHAN PERTANIAN
Sebelum
Setelah
Luas Lahan yang Dimiliki (4) Sebelum
Setelah
-
64
Lampiran 5 Pedoman wawancara mendalam Pedoman Wawancara Mendalam untuk Aparat Desa dan Tokoh Masyarakat Hari, tanggal Nama Usia Alamat No. Telp/HP
: : : : :
Pertanyaan 1. Sejak kapan Anda tinggal di Desa Ranu Pani? 2. Sejak kapan Anda menjadi aparat desa/tokoh masyarakat? 3. Apakah terdapat masyarakat pendatang di Desa Ranu Pani? 4. Bagaimana sejarah dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru? 5. Bagaimana respon masyarakat terkait dibentuknya taman nasional? 6. Apakah Anda menyetujui pembentukan taman nasional ini? Mengapa? 7. Apakah terdapat program pemberdayaan masyarakat yang diterapkan di Desa Ranu Pani? 8. Apa saja perubahan dan dampak yang terjadi pada masyarakat setelah adanya taman nasional? 9. Apakah terdapat perubahan akses terhadap sumber agraria setelah adanya taman nasional? 10. Apa saja sumber agraria yang dapat Anda akses saat ini? 11. Apa saja sanksi yang akan didapat apabila membuka lahan pertanian di dalam kawasan taman nasional? 12. Menurut Anda, apakah taman nasional sudah maksimal dalam mensejahterakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan? Jelaskan! 13. Apakah petani merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat? Mengapa? 14. Bersediakah masyarakat menjual lahan pertaniannya kepada orang lain? 15. Menurut Anda apakah rumahtangga petani di Desa Ranu Pani sudah dapat dikatakan sejahtera? Jika ya, dilihat dari segi apa? Jika belum, Mengapa?
65
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Rumah Tangga Petani Hari, tanggal Nama Usia Alamat No. Telp/HP
: : : : :
Pertanyaan 1. Sejak kapan Anda tinggal di Desa Ranu Pani? 2. Apakah yang Anda ketahui tentang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru? 3. Bagaimana pendapat Anda tentang pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru? 4. Apakah Anda mengetahui fungsi dari taman nasional? 5. Apakah Anda setuju dengan adanya taman nasional? 6. Apa saja sumber agraria yang dapat Anda akses saat ini? 7. Apakah terdapat aturan adat dalam memanfaatkan sumber daya alam? 8. Siapa saja tokoh yang berperan penting dalam menerapkan budaya Tengger? 9. Apakah lahan pertanian yang Anda miliki bertambah sempit/luas? Mengapa? 10. Apakah lahan pertanian yang Anda kuasai bertambah sempit/luas? Mengapa? 11. Apakah Anda memiliki sertifikat kepemilikan lahan? 12. Apakah Anda memiliki pekerjaan tambahan? Mengapa? 13. Berapa jumlah sekolah yang ada di desa ini? 14. Apakah menurut Anda pendidikan itu penting? Jelaskan! 15. Apakah Anda memiliki saran untuk pengelolaan taman nasional? Pedoman Wawancara Mendalam untuk Pengelola Taman Nasional Hari, tanggal Nama Usia Alamat No. Telp/HP 1. 2. 3. 4.
: : : : :
Pertanyaan Bagaimana sejarah taman nasional ini dibentuk? Apa saja kendala yang dihadapi ketika taman nasional ditetapkan? Apakah pernah terdapat konflik antara masyarakat dengan pihak taman nasional? Apa saja program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh taman nasional, khususnya di Desa Ranu Pani? Bagaimana respon masyarakat?
66
Lampiran 6 Hasil uji statistik Model Summary Model
R
1
,410
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,168
,143
,633
a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
df
Mean Square
F
2,674
1
2,674
Residual
13,212
33
,400
Total
15,886
34
Sig.
6,679
,014
b
a. Dependent Variable: Tingkat Pendapatan b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients B (Constant)
Std. Error
Beta
1,310
,267
,352
,136
4,898
,000
2,584
,014
1 Luas Lahan Sekarang
,410
a. Dependent Variable: Tingkat Pendapatan Model Summary Model
R
1
,323
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,104
,077
,330
a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
df
Mean Square
,417
1
,417
Residual
3,583
33
,109
Total
4,000
34
F 3,837
Sig. ,059
b
67
a. Dependent Variable: Tingkat Pendidikan b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients B (Constant)
Std. Error
Beta
1,750
,139
,139
,071
12,567
,000
1,959
,059
1 Luas Lahan Sekarang
,323
a. Dependent Variable: Tingkat Pendidikan Model Summary Model
R
1
,271
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,074
,046
,585
a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
df
Mean Square
F
,896
1
,896
Residual
11,275
33
,342
Total
12,171
34
Sig.
2,623
,115
b
a. Dependent Variable: Tingkat Perumahan dan Lingkungan b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients B (Constant)
Std. Error 2,262
,247
,204
,126
Beta 9,157
,000
1,620
,115
1 Luas Lahan Sekarang
a. Dependent Variable: Tingkat Perumahan dan Lingkungan
,271
68
Model Summary Model
R
1
,466
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,217
,193
,455
a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
a
ANOVA Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regression
1,896
1
1,896
Residual
6,847
33
,207
Total
8,743
34
Sig.
9,140
,005
b
a. Dependent Variable: Tingkat Kesejahteraan b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients B (Constant)
Std. Error 1,952
,192
,296
,098
Beta 10,143
,000
3,023
,005
1 Luas Lahan Sekarang a. Dependent Variable: Tingkat Kesejahteraan
,466
69
Lampiran 7 Tulisan tematik Desa Ranu Pani Saat Ini Penduduk di Desa Ranu Pani seluruhnya berprofesi sebagai petani. Penduduk Desa Ranu Pani merupakan Suku Tengger, yang berhubungan erat dengan pertanian. Saat ini para penduduk di Desa Ranu Pani sudah mulai luntur adat istiadatnya. Tidak ada lagi ritual yang dilakukan ketika bertani. Meskipun demikian, para penduduk tetap mempertahankan mata pencaharian mereka sebagai petani dengan alasan penghasilan yang cukup tinggi. Saat ini lahan pertanian di Desa Ranu Pani sudah semakin terbatas, karena status Desa Ranu Pani sebagai desa enklaf. Permasalahan yang dihadapi oleh penduduk Desa Ranu Pani diprediksi akan berdampak buruk dalam jangka panjang. Pasalnya mereka masih belum bisa beralih profesi dari pertanian ke non pertanian. Selain itu sistem pertanian yang digunakan tidak ramah lingkungan. Penduduk tidak merapkan sistem terasering pada ladang yang berbukit, sehingga saat musim hujan lumpur turun ke jalan utama dan mengendap di danau. Selain itu komoditas kentang yang ditanam oleh para petani juga boros unsur hara. Sebagaimana diungkapkan Bapak DNI (27 tahun), sebenarnya pertanian di Ranu Pani itu tidak berkelanjutan. Warga tidak mau menerapkan sistem terasering dengan alasan akan mengurangi hasil pertanian yang didapat. Padahal sebetulnya hasilnya akan sama saja, justru kualitasnya lebih bagus karena diberi jarak. Mereka harus diberi contoh yang berhasil dulu baru mau ikut menerapkan. Saat ini sudah ada petak percontohan tapi memang belum terlihat progressnya. Jadi petani belum mau menerapkan sistem terasering. Belum lagi kentang yang mereka tanam, sebenarnya kentang itu boros unsur hara. Karena kentang butuh banyak air buat perawatannya. Dibandingkan kubis dan daun bawang, kentang itu komoditas yang paling menguntungkan. Harga di pasaran bisa mencapai 10.000 per kilonya. Makanya lebih banyak petani yang tanem kentang Kalau sudah begini beberapa tahun lagi tanahnya udah gak subur. Harusnya penanaman kentang dibatasi, tapi memang sudah sulit karena selain cocok ditanam di ketinggian, belum ada pengganti yang hasil penjualannya sama besar. Agak sulit merubah kebiasaan warga sini. Solusi terdekat yang bisa dilakukan ya sistem terasering itu dulu, tapi tetap butuh kerjasama dengan para petani. Selain masalah lingkungan, penduduk Desa Ranu Pani juga saat ini mengalami penyempitan lahan pertanian. Hal ini disebabkan oleh sistem pewarisan lahan, dan terbatasnya lahan pertanian di kawasan enklaf. Menyempitnya lahan pertanian dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga petani disana. Sebagaimana menurut TGK (34 tahun), sejak ada taman nasional luas lahan keseluruhan sih tetap, tapi per orangnya yang berkurang. Karena lahannya diwariskan ke anak yang sudah menikah. Kalau sudah begitu ya hasil pertaniannya juga berkurang, mau tidak mau pendapatan juga berkurang. Tapi kalau dibilang sejahtera ya kita sebenarnya masih cukup, cuma kita engga tau kedepannya nanti bagaimana. Takutnya banyak yang gak punya lahan karena sudah gak ada lagi yang bisa diwariskan ke anak cucu.
70
Lampiran 8 Dokumentasi penelitian
Gambar 6 Batas kawasan taman nasional dengan ladang
Gambar 7 Kayu bakar di pinggir ladang
Gambar 8 Sertifikat kepemilikan lahan petani
71
RIWAYAT HIDUP Vanya Annisaningrum dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 22 Juni 1995. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Cahya Budi dan Ibu Vientha Heryani. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah SDN Tigaraksa IV periode 2000-2006, SMPN 1 Tigaraksa periode 2006, SMPN 5 Kota Tangerang periode 2007, MTsN Tigaraksa periode 2007-2009, dan SMAN 3 Kabupaten Tangerang periode 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti berbagai macam kegiatan dan organisasi di dalam kampus. Penulis aktif dalam Agria Swara dan Korean Dormitory Club (KDC) periode 2012-2013. Penulis juga aktif dalam Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSB MR) periode 2013-2014, serta aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) periode 2013-2015 sebagai anggota Divisi Konservasi Reptil Amfibi (DKRA). Tidak hanya aktif dalam keanggotaan organisasi, penulis juga pernah menjadi voluntir di beberapa komunitas seperti IPB Mengajar di tahun 2013 dan Forum For Indonesia (FFI) Chapter Bogor di tahun 2015.