BUKU ACARA
a
b
BUKU ACARA
DAFTAR ISI
Pendahuluan Tujuan Output Laporan Ketua Panitia Agenda Program Abstrak Presentasi Oral Daftar Poster dan Video Susunan Panitia Organisasi Pendukung GKIA Ucapan Terima Kasih
02 03 03 04 06 10 40 42 44 44
1
PENDAHULUAN Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA), sebuah koalisi masyarakat sipil yang terdiri atas berbagai lembaga non-pemerintah Internasional dan nasional, organisasi profesi, lembaga mitra pembangunan (UN Agencies) di bidang kesehatan ibu, kesehatan bayi dan anak, kesehatan remaja, dan gizi, diluncurkan pada 23 Juni 2010. GKIA telah berupaya menjadi wadah komunikasi dan koordinasi antar lembaga di tingkat nasional dan di tingkat provinsi (khususnya provinsi NTT dan provinsi Banten) serta advokasi masyarakat sipil terhadap Pemerintah RI dan Parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) RI. Dalam rangka ulangtahunnya yang ke-5, GKIA menyelenggarakan Simposium Praktik Cerdas di bidang Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Gizi tingkat nasional sebagai wadah berbagi pengetahuan dan ketrampilan, serta memberikan ruang dan kesempatan bagi peserta dari daerah untuk berkonsultasi dengan Pemerintah, DPR RI, dan akademisi terkait praktik cerdas yang telah dilaksanakan dan akan dilakukan di masa mendatang.
2
TUJUAN √√ Membagikan praktik cerdas yang telah terjadi di 16 provinsi (Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, NTT, NTB, Maluku, dan Papua) √√ Membagikan hasil kajian global terkait dukungan kebijakan menyusui yang dilakukan GKIA di tingkat nasional √√ Memotivasi peserta daerah untuk membangun koalisi masyarakat sipil tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota √√ Menghasilkan dokumentasi Best Practices & Rekomendasi untuk disampaikan pada Presiden RI sebelum menghadiri UN General Assembly (sebelum 15 Sept 2015)
OUTPUT √√ Tersedianya dokumentasi Best Practices & Rekomendasi untuk disampaikan pada Presiden RI sebelum UN General Assembly (pertengahan Sept 2015), dan didiseminasikan via website & media sosial √√ Terpilihnya focal point perintisan dan/atau penguatan Koalisi Masyarakat Sipil tingkat provinsi untuk 16 provinsi √√ Minimal 2 media nasional berminat untuk menjadi bagian dari GKIA
3
LAPORAN KETUA PANITIA ASTERIA ARITONANG, WAHANA VISI INDONESIA
S
imposium Praktik Cerdas yang berlangsung pada 1920 Agustus ini digagas dalam rangka memperingati 5 tahun Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA). GKIA digagas Wahana Visi Indonesia bersama Kementerian Kesehatan RI, UNICEF dan WHO dengan cita-cita terkoordinasinya masyarakat sipil di bidang kesehatan dan gizi di Indonesia untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015, khususnya tujuan 1c, 4 dan 5. Kita ketahui bersama bahwa tujuan – tujuan pembangunan tersebut belum tercapai sepenuhnya, masih banyak upaya yang harus kita wujudkan bersama, dengan sinergi strategis antarpihak untuk pembangunan kesehatan dan gizi di Indonesia. Salah 1 upaya yang dilakukan GKIA adalah melalui Simposium Praktik Cerdas ini. Panitia yang berasal dari berbagai lembaga (LSM internasional dan nasional, Lembaga PBB, dan Organisasi Profesi) berupaya menjaring praktik cerdas di bidang 4
yang menjadi fokus GKIA yaitu: gizi spesifik, gizi sensitif, kesehatan ibu, bayi dan balita, kesehatan remaja, ketahanan keluarga, dan pembiayaan kesehatan dari berbagai lembaga di berbagai provinsi. Dalam periode 1.5 bulan terkumpul lebih dari 60 abstrak yang kemudian diseleksi untuk disajikan dalam bentuk presentasi oral, video, dan poster. GKIA pada bulan Mei 2015 lalu mewakili Indonesia bersama dengan perwakilan masyarakat sipil Tanzaniadipilih mewakili masyarakat sipil dunia dalam Global Citizen Dialogue yang untuk pertama kalinya diadakan, dalam ajang World Health Assembly di Jenewa – Swiss. Keterwakilan tersebut sebagai apresiasi atas upaya yang dilakukan GKIA memfasilitasi terjadinya Citizen Hearings di 40 kabupaten/kota di 15 provinsi yang ada di Indonesia, dan sebagian peserta yang ikut dalam Citizen Hearings tersebut hadir dalam Simposium ini. Dalam kesempatan istimewa tersebut, perwakilan GKIA berdialog dengan perwakilan Pemerintah Indonesia, dan juga dihadiri oleh Menteri
Kesehatan RI, Ibu Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Sp.M (K). Simposium hari ini juga merupakan bagian dari tindaklanjut yang direkomendasikan beliau untuk dapat diadakan pasca Global Citizen Dialogue. Bagi GKIA, Ibu Menkes adalah sosok pengayom karena pada saat diluncurkannya GKIA 5 tahun lalu, Ibu Menkes yang saat itu dipercaya sebagai Utusan Khusus RI untuk MDGs pun juga hadir dan memberikan Keynote Speech. Bersama dengan Wahana Visi Indonesia, Ibu Nila dalam perannya sebagai Utusan Khusus juga telah menjelajah beberapa daerah terpencil Indonesia di pulau Sumba dan Alor di NTT, dan Sofifi di Maluku Utara. Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs selalu terbuka mendukung inisiatif masyarakat sipil untuk memantau perkembangan Strategi Global Kesehatan Perempuan dan Anak, “Every Woman, Every Child” dan Rekomendasi dari Komite Global untuk Informasi dan Akuntabilitas di bidang Kesehatan.
Multilateral Kementerian Luar Negeri RI dan Dirjen Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI sebagai “suara masyarakat” untuk dibawakan dalam Sidang Umum PBB (UN General Assembly) yang akan berlangsung pada pertengahan September 2015 di New York. Terimakasih atas kehadiran Ibu dan Bapak semua dari 16 provinsi di Indonesia. Kami berharap seusai Simposium ini, 16 provinsi inipun dapat merintis koalisi masyarakat sipil yang dapat menjadi mitra strategis bagi Pemerintah Provinsi dalam pembangunan kesehatan dan gizi. Selamat menikmati Praktik Cerdas GKIA.
Simposium
Hasil dari Simposium Praktik Cerdas ini akan diserahkan pada Dirjen 5
AGENDA PROGRAM Hari I, Rabu 19 Agustus 2015
08.30 – 09.00
Registrasi
09.00 - 09.10
Pembukaan Indonesia Raya, Doa Bersama
Pembukaan Simposium 09.10 – 09.15 09.15 – 09.20
1.
Laporan Ketua Panitia oleh Asteria Taruliasi Aritonang (Wahana Visi indonesia) 2.
Sambutan Pembukaan Simposium oleh Myrna Remata Evora (Plan International Indonesia Country Director)
09.20 – 09.50
Keynote Speech: Peran Masyarakat Sipil dalam Pembangunan Kesehatan Ibu Anak dan Gizi - Post 2015 (Prof. DR.dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM (K))
09.50 – 10.00
Dance for Life youth PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)
10.00 – 12.00
Plenary Session 1: Moderator: dr. Wiyarni Pambudi, SpA, IBCLC 1. Kajian Global di 6 negara - Strategi Masyarakat Sipil dalam Mendukung Kebijakan Menyusui (dr. Wahdini Hakim, MWH-Save the Children Indonesia) 2. Kajian Kualitatif Dukungan Menyusui di RS Melalui Program RS Sayang Bayi di Indonesia (dr. Fransisca Handy, SpA-SELASI, PPK-UI) 3. Praktik Cerdas Makanan Bayi dan Anak (Sri Sukotjo-UNICEF) ISHOMA
12.00 – 13.00 13.00 – 14.00
6
Pameran Pemutaran Film Presentasi: 1. Poster (Ruang Raflesia) 2. Video (Ruang Cempaka – Lt. 2)
DISKUSI TEMATIK RUANG CEMPAKA
RUANG RAFLESIA
RUANG MAWAR
14.00 – 14.45 Ref. 2015101 Moderator: Dewi Utari
Ref.2015111 Moderator: Deswani Kasim
Kelas PMBA
Demo 1 Posisi Pelekatan, Perah ASI, dan Penyimpanan ASIP – AIMI
14.45 – 15.30 Ref. 2015102 Moderator: Dewi Utari
Ref.2015112 Moderator: Deswani Kasim
Kelas PMBA
Demo 2 Pijat Bayi – IAIM Indonesia
15.30 – 16.15 Ref. 2015103 Moderator: Nugroho Indera
Ref.2015113 Moderator : dr Karina Hikmat
Kelas PMBA
Demo 3 MPASI – IKMI
16.15 – 17.00 Ref. 2015104 Moderator: Nugroho Indera
Ref. 2015114 Moderator: dr Karina Hikmat
Kelas PMBA
Demo 4 Sesi Gizi menggunakan Kartu Makanan - Helen Keller InternationalIndonesia
17.00 – 18.00
STAND PAMERAN
Diskusi Peserta Daerah (Ruang Cempaka – Lantai 2) Rencana Tindak Lanjut Koalisi GKIA Provinsi oleh Presidium GKIA
7
Hari II, Kamis 20 Agustus 2015
Registrasi
08.30 – 09.00
Plenary Session 1I: Moderator: dr Budhi Setiawan, MPH (UNICEF) 1. Keselamatan Pasien: Urusan Siapa? (dr. Purnamawati, SpA-Yayasan orang tua Peduli) 2. 20 Tahun MTBS: Dimana Indonesia (DR. dr. Brian Sriprahastuti, MPH-Save the Children) 3. Standar Pelayanan Minimal Kesehatan untuk KIA (Prof. dr. Purnawan Junadi, MPH, PhD)
09.00 – 10.00
10.00 – 11.00
Talk-show: Sinergi Antarstakeholder Pembangunan Kesehatan Ibu, Anak dan Gizi
4.
Moderator: Irma Hidayana 1. Media (Atika Waloejani-Kompas) 2. Perusahaan (Waila Wisjnu-Unilever) 3. Pemerintah Daerah (dr. Johari Angkasa -Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan) Universitas (dr. Agustin Kusumayati, MSc,PhD-FKM Universitas Indonesia) DISKUSI TEMATIK
RUANG CEMPAKA
RUANG RAFLESIA
RUANG MAWAR
STAND PAMERAN
11.00 – 11.45 Ref.2015109 Moderator: Tatak Ujiyati
Ref.2015105 Moderator: dr Ramona Sari
Ref.2015115 Moderator: Sri Sukotjo
Demo 5 Menu Bergizi berbahan Lokal - Helen Keller InternationalIndonesia
11.45 – 12.30 Ref.2015110 Moderator: Tatak Ujiyati
Ref.2015106 Ref.2015116 Moderator: Moderator: dr Ramona Sari Sri Sukotjo
12.30-13.30
8
ISHOMA Pameran Pemutaran Film
Demo 6 Si Jari Emas – USAID EMAS
DISKUSI TEMATIK RUANG CEMPAKA
RUANG RAFLESIA
RUANG MAWAR
STAND PAMERAN
13.30 – 14.15
“Contracting Out sebagai Alternatif Solusi Pelibatan Non Peme-rintah dalam Pembangunan Kesehatan & Gizi” DR. dr. Dwi Handono Sulistyo, MKes (UGM) Moderator: Tatak Ujiyati
Ref.2015107 Moderator: Bahaluddin Surya
Ref.2015117 Moderator: Rozi Jafar
Demo 7 – Kelas Ibu Bapak (Save the Children dan LKBK)
14.15 – 15.00
“Mengenal PromKes dan Desa Sehat”
Ref.2015108 Moderator: Bahaluddin Surya
Ref.2015118 Gizi Spesifik 3 Moderator: Rozi Jafar
Demo 8 – Parenting (Plan Internasional Indonesia)
DR.Nana Mulyana, SKM, MKes Moderator: dr Sunitri W 15.00-15.30
Rehat Sore
15.30-16.00
Diskusi Terbuka: Rangkuman Rekomendasi Hasil Diskusi Pleno dan Tematik (DR.dr. Brian Sriprahastuti, MPH& dr. Hana Wadoe Koedji -Save the Children)
16.00-16.30
1.
Penutupan Seminar: Penyerahan Rekomendasi kepada Kemenlu RI dan Kemenkes RI (UN General Assembly) oleh Selina Patta Sumbung (Chairperson Save the Children Indonesia) 2. Sambutan Kemenlu RI (Dirjen Multilateral) 3. Sambutan Kemenkes RI (Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak)
9
ABSTRAK PAKAR
STRATEGI MASYARAKAT SIPIL DALAM MENDUKUNG KEBIJAKAN MENYUSUI: KAJIAN GLOBAL DI 6 NEGARA Wahdini Hakim Save the Children dan University of Dundee
Latar Belakang: Secara global dilaporkan bahwa hanya 38% balita mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan. Selain banyak faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya persentase pemberian ASI eksklusif, saat ini terlihat kecenderungan bahwa isu menyusui mulai hilang dari agenda global. Komitmen kebijakan politik merupakan hal mendasar dalam meningkatkan praktek pemberian ASI. Tanpa hal ini maka semua upaya yang bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan mendukung pemberian ASI dan meningkatkan derajat kesehatan di suatu negara akan sia-sia. Adanya komitmen politik sangat bergantung pada advokasi berbasis bukti yang dilakukan organisasi-organisasi global maupun lokal. Diskusi: Studi ini mengkaji situasi di enam negara, yaitu Bangladesh, Brazil, Indonesia, Nigeria, Filipina dan Inggris dengan tujuan mengidentifikasi peran lembaga internasional maupun lokal dalam mendorong adanya kemauan politik untuk melindungi, mempromosikan dan mendukung pemberian ASI. Ke-6 negara dipilih berdasarkan jumlah populasinya yang tinggi, tantangan dalam bidang kesehatan dan gizi, keterwakilan geografis dan keberhasilan dan pengalaman terkait praktek pemberian ASI. Setiap studi kasus menggunakan metode desk review, wawancara lewat telpon dan survey online. Secara spesifik studi ini juga mengkaji peran lembaga internasional dan lokal melalui forum Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak dalam mendukung kebijakan yang mendukung praktek menyusui di Indonesia, fakor-faktor yang mempengaruhi adanya komitmen politik pemerintah dan juga tantangan dan peluang bagi organisasi masyarakat sipil. Kesimpulan: Di ke enam negara tersebut ditemukan bahwa kerjasama dan koordinasi, terciptanya lingkungan yang mendukung, implementasi program, advokasi dan dukungan terhadap tenaga kesehatan merupakan komponen penting dalam mempengaruhi adanya komitmen poitik yang mendukung praktek pemberian ASI. 10
ABSTRAK PAKAR
IMPROVING HOSPITAL SUPPORT FOR BREASTFEEDING IN INDONESIA THROUGH BABY FRIENDLY HOSPITAL INITIATIVE: A QUALITATIVE STUDY Fransisca Handy1 1
Sentra Laktasi Indonesia
Background: The Baby-Friendly Hospital Initiative (BFHI) aims to promote and support breastfeeding was launched by WHO/UNICEF in 1991. Year 2011 Indonesia only had 8% of government hospitals implement 7 out of 10 steps of successfull breastfeeding as part of BFHI. Globally, many studies have investigated BFHI implementation, mainly from developed countries. Studies from developing world are scanty. This study would like to investigate obstacles and facilitators to improve hospital support for breastfeeding in Indonesia. Methods: Using in-depth interview and document review of the ministry of health, provincial and district health offices, related professional organizations, 8 hospitals from 3 diferrent provinces (Jakarta, West Java and Banten) and community support groups. Data were analyzed using thematic analysis. Results: National policies and regulation on breastfeeding support in maternity service are in place. However, the equipment to implement it are not yet completed. Inadequate knowledge and skill of the health providers to support and help breastfeeding is the most dominant and consistent finding. Lack of knowledge about medical indication of formula milk and the absence of clinical guidelines for common problems in breastfeeding are 2 major findings in the hospital daily service. In some of the hospitals,“change agents” were identified, who promoted BFHI, teamed up with the managers of other professional groups. The existency of community support group has been identified as one good opportunity, yet collaboration between community and hospital need to be developed. Conclusion: Successful implementation of the BFHI in Indonesia depends on a complex interplay of multiple factors from the national to district policy makers, health education institutions, related professional organization to 11
equipt and monitor their members and empowered community. BFHI seems to pose a great challenge to health professionals’ work routines and, thus, clear structural changes of such routines as well as ongoing monitoring and support activities are required. Keywords: Baby-Friendly Hospital Initiative, Breastfeeding, qualitative study
ABSTRAK PAKAR
KESELAMATAN PASIEN, URUSAN SIAPA? Purnamawati1, 1
Yayasan Orang Tua Peduli
Kultur layanan kesehatan penuh ”retakan”. Dalam buku To Err is Human (Insitute of Medicine) dinyatakan bahwa layanan kesehatan sudah sangat tidak aman; sekitar 98.00 orang meninggal setiap tahunnya akibat ”medical error” (definisi medical error adalah: the failure of a planned action to be completed as intended or the use of a wrong plan to achieve an aim). Oleh karena itu, harus ada perubahan. Semua pihak terkait sebaiknya mengedukasi diri perihal “patient safety”, demi mewujudkan perbaikan dalam hal “patient safety”. Kita “sangat mendewa”kan obat-obatan, padahal tidak semua penyakit terapinya harus obat. Kita kurang tergerak untuk mempelajari PANDUAN penanganan penyakit (standar pelayanan medis [SPM]). SPM membantu memberikan layanan yang terbaik, yang tepat, dan mengedepankan “safety. Pada Technical briefing seminar WHO tahun 2004 perihal Kebijakan Obat Esensial dikemukakan bahwa di negara sedang berkembang, jumlah obat yang diresepkan (padahal tidak diperlukan) sebesar 39 – 59%. Konsumen kesehatan merupakan pihak yang paling berkepentingan akan kesehatan dan kesejahteraan dirinya. Tahukah anda bahwa di negara dengan sistem kesehatan yang kuat sekalipun, agka kematian akibat medical error menempati urutan ke 5, di atas angka kematian akibat HIV/AIDS dan angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas. 12
Layanan kesehatan yang berkualitas adalah layanan kesehatan yang profesional artinya mendahulukan kepentingan pasien, layanan kesehatan yang padat akal (bukan padat ongkos), layanan kesehatan yang transparan dan sesuai bukti ilmiah alias EBM atau kedokteran berbasis BUKTI. Be Smarter Be Healthier
ABSTRAK PAKAR
20 TAHUN MTBS: SAMPAI MANA INDONESIA? Brian Sriprahastuti Save the Children Indonesia & Universitas Indonesia
Latar Belakang: Percepatan penurunan angka kematian balita secara global tidak cukup meyakinkan pencapaian target global tahun 2015 sebesar 2/3 dari AKBA. Hal tersebut mendorong komunitas dunia untuk mentargetkan AKBA global kurang dari 20 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2035 (Niles, 2012). Pada tahun 2012, AKBA Indonesia masih 40 per 1.000 kelahiran hidup (BPS, 2012). WHO sejak tahun 1997 merekomendasikan penerapan intervensi kelangsungan hidup anak secara terpadu melalui pendekatan manajemen terpadu balita sakit (Gove, 1997; Mason dkk., 2009). Evaluasi MTBS yang dilakukan terhadap 42 negara, menemukan fakta bahwa sekalipun intervensi kelangsungan hidup anak yang dilakukan banyak yang tidak menjangkau mereka yang membutuhkan. Diskusi: Pemerintah Indonesia menyebutkan MTBS sebagai strategi untuk percepatan pencapaian target MDG4. Fokus strategi MTBS diterapkan melalui (1) peningkatan cakupan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan yang terampil MTBS, (2) penguatan struktur manajemen di tingkat pusat dan daerah, (3) memastikan ketersediaan obat, (4) pelaksanaan MTBS di tingkat keluarga dan masyarakat, serta (5) penyelenggaraan konseling bagi ibu dan caregivers (Bapenas, 2010). Pelatihan MTBS untuk tenaga kesehatan di tingkat layanan dasar dan rujukan di Indonesia telah dilaksanakan dalam 20 tahun terakhir ini. 13
Hasil evaluasi penerapan MTBS yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, UNICEF dan WHO di Provinsi Aceh pada tahun 2011 menemukan bahwa masih ada 20% petugas MTBS yang belum mendapatkan pelatihan. Kepatuhan petugas terhadap protokol klinis pengobatan juga sangat rendah. Dalam evaluasi tersebut dikatakan bahwa 65% balita sakit diare bukan disentri dan batuk bukan pneumonia masih mendapatkan antibiotik. Hanya 20% balita sakit diare yang mendapatkan zinc, 5% balita diare tidak mendapatkan oralit dan 80% sediaan obat dalam bentuk puyer multi-drug. Tujuh puluh persen (70%) puyer tersebut diberikan kepada balita sakit batuk bukan pneumonia dengan komposisi yang tidak rasional (Mulati, 2012). Hasil yang hampir mirip terjadi di Kabupaten Kupang pada tahun 2009, melalui studi kepatuhan petugas dalam penatalaksanaan kasus pneumoni dengan menggunakan pendekatan MTBS (Soge dll., 2009). Kesimpulan: Indonesia menghadapi kendala untuk bisa konsisten menerapkan MTBS, karena masalah ketersediaan dan pemerataan tenaga kesehatan serta kecukupan logistik, terutama di daerah miskin, terpencil dan geografis sulit selain masalah kepatuhan petugas pada protap. Menerapkan layanan intervensi melalui pendekatan MTBS, seharusnya disertai dengan strategi untuk penjangkauan balita untuk cakupan semesta. MTBS menjadi salah satu metode untk memastikan balita sakit mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas, dalam artian rasional, tepat dan merata. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan komitmen kuat dari pemerintah daerah, untuk mengatasi kendala yang dihadapi sehingga kebutuhan input dapat terpenuhi. Kata kunci: Balita Sakit, intervensi kunci, manajemen terpadu.
14
ABSTRAK PAKAR
STANDAR PELAYANAN MINIMUM 2015-2019, UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK Purnawan Junadi Fakultas Kesehatan Masyarakat-Universitas Indonesia
Latar Belakang: Sejak era reformasi dan setelah amandemen UUD 1945, fungsi pemerintah mulai didistribusikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan bahkan berdasarkan pasal 18 ayat (6) UUD 1945 dinyatakan bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya. Selanjutnya berdasarkan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah terdapat 31 urusan yang dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Sebagian besar urusan yang terkait dengan pelayanan langsung kepada rakyat telah diserahkan kepada pemerintah daerah baik kabupaten/kota maupun provinsi termasuk dalam urusan kesehatan. Dengan berpindahnya urusan pemerintahan dan tanggung jawab pemerintahan kepada daerah, maka untuk menjamin agar setiap warga negara mendapat pelayanan yang baik dari pemerintah daerah terutama terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar warga negara, maka perlu ditetapkan standar pelayanan minimal yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya termasuk bidang kesehatan. Diskusi: Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Meskipun setiap kebijakan tentang pemerintahan daerah di Indonesia selalu ditandai dengan penyerahan kewenangan kepada daerah, namun “tingkat kebebasan” bagi daerah dalam melaksanakan kewenangan tersebut justru hal yang sangat perlu untuk didiskusikan atau kalau perlu dipertanyakan. Dengan dikeluarkannya UU BPJS pada tahun 2014, memberikan kesempatan untuk mengubah total Orientasi SPM 2015-2019 menjadi lebih ke kearah 15
preventif, Deteksi Dini dan Perlindungan Khusus. Dilihat dari dimensi Kesehatan Ibu dan Anak, SPM yang baru ini menggunakan pendekatan daur kehidupan, sehingga masalah kesehatan ibu dan anak bisa tertangani secara sistematis dan jauh lebih dini. Tambahan lagi, dengan telah berlakukan UU Pemerintahan Daerah no 23 th 2014, maka isu pendanaan yang selalu menjadi hambatan dalam pelaksanaan SPM Kesehatan bisa teratasi. Isu seperti apakah kesehatan ibu dan anak menjadi urusan UKM atau UKP, dan bagaimana menjembatani pelaksanaan kesehatan ibu dan anak dari preventif dan kuratif di lapangan. Kesimpulan: Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menjamin setiap warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebijakan desentralisasi memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan komitmen mobilisasi sumber dana daerah untuk memenuhi SPM Kesehatan.
ABSTRAK No. 2015101
PEMBELAJARAN SMS SEHAT PROGRAM PROMOSI KESEHATAN SEKOLAH Ilma Ilmiawati1, Yunus Ismail1, Fandi Ahmad1, Dody Kudji Lede1, Yantri Arkiang1, Jennifer Grant1, Christina Rony Nayoan1, Wahdini Hakim1, Lusi Margiyani1, Mohini Venkatesh2 1
Save the Children Indonesia
2
Save the Children USA
LATAR BELAKANG: Project SEHAT adalah program pendidikan kesehatan sekolah di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Malaka, NTT bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan anak usia sekolah dasar di wilayah target. Pengembangan project pendidikan kesehatan diawali tingginya masalah kesehatan gigi dan mulut anak < usia 12 tahun di Indonesia dimana studi Kementrian Kesehatan RI 2007 menemukan 90% penyakit karies gigi dan 80% penyakit gusi pada anak-anak. Melalui program UKS/UKGS di sekolah. HASIL: Hasil evaluasi project sebelumnya mengidentifikasi perlunya penguatan informasi PHBS melalui orang tua murid dan inilah titik tolak pendekatan 16
mobile technologi SMS kesehatan untuk masyarakat. Asumsinya adalah mayoritas masyarakat di area target program memiliki handphone dan sangat mungkin penyebaran informasi PHBS dilakukan dengan upaya minimal namun menjangkau orang tua/anggota masyarakat di sekolah target. Langkah pengembangan SMS dengan sender PROGRAM SEHAT diawali riset formatif Juni 2014 untuk mengidentifkasi kebutuhan, bentuk pengiriman sms kesehatan serta targetnya. Metode yang digunakan studi kualitatif melalui FGD guru, orang tua murid dan anak serta wawancara mendalam kepada stakeholder, provider komunikasi dan organisasi lain yang memiliki program sejenis. Hasilnya sebuah rekomendasi bentuk SMS blast kepada orang tua murid di 17 SD di 12 desa di kecamatan Kupang Barat. Tahap selanjutnya dilakukan pengembangan pesan bersama orang tua murid dan staff puskesmas untuk mengetahui dialek dan waktu pengiriman. Kemudian SMS dikirimkan selama teratur seminggu 3 kali dengan diawali dan diakhiri studi evaluasi pada April dan Juli 2015. Evaluasi awal melibatkan 221 responden menemukan 82,4% responden memiliki handphone, 20% membeli pulsa > Rp 50.000 dengan tingkat pengetahuan orang tua tentang praktek PHBS di Kec Kupang Barat (47.40%) lebih tinggi dibandingkan di Kec Malaka Tengah (34.5%). KESIMPULAN: SMS kesehatan ini merupakan intervensi strategis yang masih dikembangkan dan menjadi salah satu kegiatan penguatan kapasitas bagi staff puskesmas dalam mengembangkan inovasi kampanye PHBS kepada masyarakat.
ABSTRAK No. 2015102
MEMBANGUN KELOMPOK LAKI LAKI PEDULI KELUARGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG Dwi Hafsah Handayani1 1
PKBI Daerah Lampung dan Rutgers WPF Indonesia
Latar Belakang: Kata perkasa mengarah pada image maskulin. Anak lelaki sejak kanak-kanak tidak melakukan pekerjaan domestik rumah tangga, tidak boleh cengeng, boleh bermain bola dan dilarang bermain boneka. Ketika dianggap melanggar prinsip tersebut, maka anak lelaki mendapat kekerasan 17
baik verbal atau non verbal dari orang terdekat, termasuk dari Ayah yang menjadi teladan sebagai lelaki. Tujuan program adalah mempersiapkan laki-laki menjadi ayah perkasa yang mampu melindungi dan mendampingi keluarga dan tidak melakukan kekerasan. Metode: Program ini menyasar pada dua kelompok laki-laki, yaitu kelompok remaja dan kelompok ayah muda. Program dilaksanakan di Provinsi Lampung, yaitu Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Barat dengan periode intervensi Juli 2013 – November 2015. Metode yang dipergunakan adalah curah pendapat, diskusi serial dan home visit tentang Kesehatan Ibu dan Anak, SRHR, gender equality, HIV/ AIDS. Hasil: Kesuksesan program ini diukur dari perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP), yang didukung lingkungan dengan pendekatan maskulinitas secara positif, disertai peningkatan akses masyarakat akan layanan kesehatan dan kasus kekerasan dan pelibatan beragam stakeholder. Akses layanan kesehatan ibu dan anak, antara lain dilihat dari kesertaan suami mendampingi ibu dalam pemeriksaan kehamilan. Pelibatan stakeholder antaralain adalah bersama P2TP2 dan Kepolisian menciptakan mekanisme rujukan kasus dan konseling lelaki pelaku kekerasan. Pengukuran hasil akhir baru akan dikakukan pada Desember 2015. Kesimpulan: Lelaki menjadi korban sistem patriarki yang tidak mengandung pendekatan kesetaraan. Advokasi untuk replikasi program di daerah sekitar karena merubah norma dan perilaku memerlukan dukungan yang berkelanjutan.
18
ABSTRAK No. 2015103
PENGARUH PIJAT BAYI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK BAYI USIA 6 – 7 BULAN DI KECAMATAN BOGOR BARAT, KOTA BOGOR Dwi Susilowati, M.Kes 1 ,Siti Nur Halimah, MPH 1 1
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung- Prodi Keperawatan Bogor
Latar Belakang: Pijat merupakan terapi sentuh tertua yang diketahui memiliki pengaruh positif pada proses pertumbuhan perkembangan anak, terutama usia 6-7 bulan, otak bayi mengalami pertumbuhan dan perkembangan lebih baik pada area motorik terutama dalam kemampuan mengendalikan berbagai gerakan dan aktifitas fisik. Di usia ini bayi memiliki kemampuan motorik yang relatif sama pengukurannya. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pengaruh pijat bayi terhadap perkembangan motorik bayi usia 6-7 bulan Penelitian dilakukan bulan September-Oktober 2013, bertempat di wilayah kecamatan Bogor Barat, yang memiliki jumlah populasi bayi terbanyak di Kota Bogor, terutama puskesmas Semplak, Pasir Mulya dan Pancasan. Metode: Jenis penelitian quasi eksperimen dengan desain pre-post test one group without control. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi terhadap perkembangan motorik halus dan kasar pada responden (bayi) terpilih, baik sebelum maupun sesudah intervensi pijat bayi yang dilakukan langsung oleh peneliti secara berkala (3x/minggu) sesuai jadwal dan tempat yang telah disepakati bersama orangtua si bayi, selama 2 minggu berturut-turut. Sampel penelitian sebanyak 23 bayi didampingi oleh ibu kandung/pengasuhnya. Hasil: Uji wilcoxon (p=0,000 pada α=0,05) menunjukkan ada pengaruh bermakna terhadap peningkatan kemampuan perkembangan motorik halus dan motorik kasar bayi setelah pemberian pijat bayi dengan rata-rata peningkatan sebesar 37.08 detik pada kemampuan menggaruk manikmanik, 20.18 detik pada kemampuan mencari benang dan 25.88 detik pada kemampuan duduk bayi. Kesimpulan: Pijat bayi telah dirasakan langsung manfaatnya oleh bayi dan diutarakan pula oleh orangtua/ibu si bayi adanya manfaat lain dari perilaku bayi setelah dipijat (tidur lebih nyenyak, lebih lama dan makan lebih lahap). 19
Hasil ini telah dilaporkan pada pihak puskesmas dengan harapan dapat terus dilanjutkan sebagai program tambahan bagi pelayanan kesehatan dan keperawatan bayi/anak. Rekomendasi: diharapkan pijat bayi dapat dijadikan program khusus KIA, baik diluar maupun di dalam gedung puskesmas. Kepada ibu yang memiliki bayi dapat terus belajar dan konsisten memberikan stimulasi pada bayinya, baik langsung maupun tidak langsung, didukung peran aktif kader dan perawat/bidan. Kata kunci: Pijat bayi, Perkembangan Motorik, Bayi Usia 6 - 7 bulan.
ABSTRAK No. 2015104
STIMULASI, DETEKSI, INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG (SDIDTK) MENDUKUNG POLA ASIH, ASAH DAN ASUH ANAK DI KABUPATEN MIMIKA, PAPUA Ibrahim Musa1, Lydia Fransisca Karouwan1, Elroy Logi Tindige1 1
YPCII
Latar Belakang: Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Anak merupakan salah satu komponen program kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Mimika, Papua yang diinisiasi oleh YPCII bekerja sama dengan LPMAK dan Pemda Kabupaten Mimika. Program ini dimulai dengan pengembangan model Posyandu Tumbuh Kembang Anak pada tahun 2012 di 8 Posyandu. Metode: Setelah melalui perbaikan strategi dan penyempurnaan modul pelatihan, pada tahun 2014 SDIDTK diterapkan di 30 Posyandu di 5 kecamatan, dengan penerima manfaat sebanyak 1.551 balita serta 1.267 orangtua balita. Pelatihan sudah diberikan kepada 11 orang petugas Puskesmas, 14 guru SD dan PAUD, 4 orang pengurus PKK Kecamatan dan 46 kader. Kegiatan utama mencakup parenting education kepada orangtua/pengasuh balita; stimulasi dini kepada anak usia 0 - 6 tahun; deteksi dini tumbuh kembang anak secara berkala sesuai dengan jadual; dan intervensi dini (rehabilitasi gizi) untuk anak yang beratnya di bawah garis merah dan di pita kuning KMS. Deteksi dini 20
penyimpangan perkembangan dilakukan dengan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan sedangkan penyimpangan pertumbuhan dipantau melalui kegiatan penimbangan bulanan dengan menggunakan KMS. Kartu Penilaian Kemajuan Perkembangan Anak dalam bentuk gambar digunakan oleh orangtua/pengasuh untuk memantau perkembangan anak. Hasil: Secara kuantitatif, dampaknya terhadap peningkatan status gizi, perkembangan anak serta peningkatan cakupan pelayanan KIA belum dievaluasi, namun, secara kualitatif, kegiatan ini telah memberikan dampak positif bagi perubahan perilaku orangtua/pengasuh dalam menerapkan pola asuh, asih dan asah. Orangtua balita yang sebelumnya acuh dengan perkembangan anaknya karena sibuk dengan rutinitas mencari nafkah serta bersikap kasar secara fisik dan psikis kepada anak karena dianggap sebagai hal yang biasa, perlahan-lahan berubah. Sekarang mereka mulai terbiasa untuk meluangkan waktu mengasuh dan melakukan stimulasi pada saat memandikan dan memberi makan anak serta aktivitas sehari-hari lainnya. Orang tua yang “malas tahu” berubah menjadi “ingin tahu”, ibu hamil mulai rajin mengikuti kelas ibu hamil, anak-anak terlihat ceria, penuh senyum dan canda serta terlihat lebih bersih dan sehat. Kata kunci: stimulasi; deteksi; intervensi; dini; tumbuh; kembang; anak; parenting; education; asuh; asih; asah.
ABSTRAK No. 2015105
DANCE FOR LIFE: GERAKAN MASIF MENOLAK RISIKO KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI Simanjorang EN1 1
PKBI Daerah Lampung dan Rutgers WPF Indonesia
Latar Belakang: Jumlah remaja Indonesia mencapai 26,67% dari total populasi (Sensus Penduduk 2010). Remaja Indonesia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan, diantaranya adalah kekerasan seksual, kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan HIV- AIDS. Tercatat1.025 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di Lampung (Damar, 2014). Kebanyakan kasus kekerasan dilakukan oleh orang 21
terdekat. Setidaknya ada satu remaja perempuan di setiap sekolah yang harus berhenti sekolah karena mengalami KTD. Kasus-kasus tersebut terjadi karena belum adanya sistem pemberian informasi yang komprehensif terkait Hak dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi kepada remaja Metodologi: dance4life menyasar remaja sekolah dan komunitas (usia 10 – 24 tahun) dengan empat tahapan kegiatan: inspire, educate, activate, celebrate. Kampanye dance4life menggunakan pendekatan ramah remaja dan bersifat universal yaitu dengan music dan tari dengan fokus pada topic kekerasan seksual, kehamilan tidak diinginkan dan HIV-AIDS. Hasil:Di Provinsi Lampung, dance4life sudah berjalan sejak 2011 dan bermitra dengan 39 sekolah tingkat SMP dan SMA di Kota Bandar Lampung. Dance4life membantu remaja untuk terbuka ketika berbincang mengenai seksualitas. Remaja yang sudah terpapar informasi menjadi lebih paham atas risiko dan tanggungjawab dari setiap aktifitas terkait seksualitas yang akan mereka lakukan dan memiliki bekal untuk menjadi pendidik sebaya. Orang tua dan guru merasa terbantu, karena mereka sendiri mengaku memiliki keterbatasan: kapasitas pengetahuan dan kepercayaan diri ketika menyampaikan hal tersebut pada anak. Dance4life mengajak masyarakat luas untuk memiliki perspektif yang positif terhadap remaja, bukan hanya sebagai sumber masalah tetapi justru dilibatkan untuk menjadi kunci penyelesaian masalah. Kesimpulan: Advokasi agar replikasi program berlanjut di daerah sekitar karena pendekatan yang menyenangkan dan hasilnya besard engan biaya yang rendah. Dan akan lebih massif serta berkelanjutan jika mendapatkan dukungan pemerintah. Kata kunci: remaja, kesehatan reproduksi, seksualitas
22
ABSTRAK No. 2015106
PENTINGNYA PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL BAGI REMAJA DISABILITAS DI KOTA BANDA ACEH Asmawati Achmad1 1
PKBI Daerah Aceh
Latar Belakang: Pendidikan Kesehatan Seksual dan Reproduksi merupakan hak semua orang, termasuk remaja karena terkait dengan bagaimana mereka paham dan tahu terhadap dirinya, dapat menjaga serta bertangung jawab dengan organ reproduksinya. Faktanya pendidikan Kespro tidak diperoleh oleh kelompok remaja tertentu, seperti kelompok remaja disabilitas, baik itu dari orangtua, guru maupun lingkungan pendidikan lainnya. Selain daripada itu, fakta juga menunjukkan bahwa angka kekerasan seksual yang dialami anak dan remaja disabilitas sangat tinggi. PKBI Aceh membuat Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Remaja Disabilitas pada tahun 2014. Program ini dilakukan di 2 Sekolah Luar Biasa di Kota Banda Aceh. Metode: Kegiatan yang dilakukan dalam program ini meliputi assessment, audiensi dan pengurusan izin (rekomendasi), penyusunan rencana kegiatan bersama sekolah, diskusi dan pemberian informasi ke siswa bekerjasama dengan Puskesmas, training kesehatan reproduksi dan seksual bagi remaja, training Peer Educator dan workshop, pertemuan dengan guru dan orang tua, pertemuan evaluasi reguler dengan lintas sektor dan program. Kegiatan ini melibatkan pihak Yayasan dan Sekolah, Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh, Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, 2 Puskesmas di wilayah program dan orangtua siswa. Hasil: Beberapa temuan penting dari program ini adalah siswa belum memahami apa itu makanan sehat dan bergizi, cara menjaga kebersihan tubuh dan organ reproduksi, serta tidak tahu cara agar terhindar dari kekerasan seksual dan kesehatan lainnya, orang tua merasa kespro bukan kebutuhan penting bagi anaknya, belum semua guru paham tentang pentingnya pengetahuan kespro bagi anak. Program ini berhasil meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan diri dan reproduksinya, ada PE yang berasal dari remaja disabilitas, Guru dan orang tua tertarik untuk mendapatkan pendidikan yang sama, Puskesmas, Dinas Pendidikan dan Kesehatan sangat mendukung kegiatan ini dan berharap kegiatan dapat berlanjut dan di kembangkan di sekolah lain. 23
ABSTRAK No. 2015107
PEMANTIK KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN REMAJA: STUDI KASUS PROGRAM LASKAR PENCERAH DI KECAMATAN TOSARI Khumaidah1, Rona Cahyantari Merduaty2
Latar Belakang: Hampir seperempat dari total penduduk di Tosari (22,6%) merupakan usia remaja.Permasalahan remaja di Tosari diperkuat dengan data : 57,2% remaja tidak tahu jika hubungan seksual sekali dapat menyebabkan kehamilan; 1,2% remaja pernah berhubungan seksual;43,5% remaja menikah dan 33,1% memiliki anak pertama kali di bawah usia 19 tahun (Survey PKK PN 2, 2013). Maraknya hal tersebut di kalangan remaja Tosari didukung oleh rendahnya pengetahuan, sikap, dan perilaku terkait kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Tidak adanya kegiatan remaja yang mengarah pada pembinaan kesehatan menjadi salah satu sumber penyebab permasalahan remajadi Tosari. Metodologi: Pada akhir tahun 2012, Pencerah Nusantara Tosari mendirikan organisasi remaja Laskar Pencerah sebagai media pembentukan kader remaja Kecamatan Tosari. Kader remaja dibentuk sebagai pendidik sebaya (peer educator) di sekolah maupun di desa. Hasil: Setiap minggu, kader remaja mendapatkan pembekalan materi mengenai TRIAD KRR (Seksualitas, HIV & AIDS dan Narkoba), Gizi Remaja, delapan fungsi keluarga, lifeskillsserta keterampilan untuk melakukan konseling sebaya. Pembinaan tersebut dilakukan oleh Pencerah Nusantara maupun petugas Puskesmas. Pada tahun pertama pembentukan hingga tahun ketiga terekrut 72 Kader Remaja. Kader tersebut tersebar di setiap sekolah (SMP & SMA) sertadelapan desa di Kecamatan Tosari. Implikasi dari praktik ini adalah 50% desa di Kecamatan Tosari telah memiliki Posyandu Remaja yang aktif dan dikelola oleh kader remaja dan didukung penuh oleh pemangku kepentingan desa setempat. Kesimpulan: Peran kader remaja di sekolah adalah menjadi fasilitator KRR bagi teman sebayanya. Sedangkan kader remaja di desa mampu mengadvokasi pemerintah desa untuk mendirikan Posyandu Remaja sebagai sarana diskusi dan pemantauan kesehatan remaja yang lebih intensif di desa. 24
Program ini dapat direplikasi di daerah lain karena dapat berjalan tanpa biaya. Keberlangsungan program ini akan lebih baik jika terjalin kerjasama lintas sektor di dalamnya. Kata kunci: Kader Remaja, KRR, Posyandu Remaja
ABSTRAK No. 2015108
DRAMA MUSIKAL “BALUKARNA” SEBAGAI ALTERNATIF PENDIDIKAN KESEHATAN IBU-ANAK DAN REMAJA May Ramadhan1
LATAR BELAKANG: Hasil penelitian Klinik Mawar PKBI melalui Data Collections Project Achievement (DCPA),dari data 100 orang WPS (Wanita Penjaja Seks) yang telah dijangkau di Kota Bandung, 49%-nya adalah remaja dan hampir 92% dari mereka adalah remaja putus sekolah. Data yang dihimpun dari mitra-mitra PKBI pada periode Juli 2011 - Maret 2012 menunjukkan bahwa 30% dari 20.000 pekerja seks berusia dibawah 24 tahun. Angka infeksi HIV tertinggi juga terdapat pada kelompok usia muda, yaitu 20-29 tahun. Data Ditjen PP&PL Kemenkes RI menunjukkan hingga Desember 2011, angka infeksi HIV di kalangan usia 20-29 tahun adalah sebesar 13.053 kasus.* METODE: Drama Musikal “Balukarna” merupakan alternative method yang digunakan untuk kampanye sehingga isu dapat dinikmati dan menyenangkan jauh dari kesan menggurui.Upaya menyentuh masyarakat dengan cara ini adalah menyentuh “rasa” agar tergerak secara otomatis atau naluri. Jika kesadaran manusia digambarkan sebagai Gunung Es di tengah laut, maka teater menyurutkan air laut sehingga Kesadaran (Gunung Es) semakin besar dan tampak di permukaan Teater juga membangun pribadi dengan cara menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri. HASIL: Drama Musikal “Balukarna” berhasil menjaring penonton lebih dari 1.000 remaja di berbagai provinsi untuk kemudian dibangun kembali kesadaran dan kewaspadaan terhadap lingkungan, dan sekitar 60 remaja 25
yang dibimbing menjadi aktor untuk lebih seimbang setelah pertunjukan. KESIMPULAN: Lalu, kira-kira apa yang bisa dilakukan manusia ketika otak kiri dan otak kanan seimbang? Apa yang terjadi ketika semuanya telah memiliki paham atas segala yang terjadi? Kita semua mengharapkan anak-anak bangsa yang lebih seimbang. *) Berita pers yang dimuat di harian Pikiran Rakyat pada tanggal 08 Mei 2014 – ditulis oleh Dian M. Marviana
ABSTRAK No. 2015109
PARTISIPASI ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DALAM ADVOKASI PENINGKATAN ANGGARAN KESEHATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA Arifah Ulviah1 1
EMAS Muhammadiyah
Latar Belakang : Kemajuan pembangunan sebuah daerah dapat dilihat dari anggaran daerah yang tersedia, termasuk pengelolaan dana yang ekonomis, efesien dan efektif. Anggaran daerah untuk pelayanan dasar khususnya kesehatan salah satu sektor yang penting untuk melihat komitmen pemerintah daerah dalam pemenuhan hak warga negara. Di Kabupaten Bulukumba dalam dua tahun terakhir, yakni 2014 hingga tahun 2015, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) sangat berperan dalam mengangkat isu kesehatan ibu dan anak dan advokasi untuk mengawal peningkatan anggaran sektor kesehatan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Metode : Penelitian kuantitatif- deskriptif analisis data sekunder anggaran kesehatan APBD Kabupaten tahun 2013 hingga tahun 2015. Hasil : Advokasi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Bulukumba yang dilakukan pada tahun 2014 menunjukkan adanya peningkatan anggaran sektor kesehatan yang signifikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2015. Upaya advokasi ini melibatkan berbagai pihak diantaranya adalah Dinkes, DPRD, Pemda serta berbagai pihak yang 26
perduli terhadap status kesehatan masyarakat di Kabupaten Bulukumba. Dalam APBD tahun 2014, alokasi anggaran kesehatan hanya sebesar Rp. 131.121.541.000 atau 11.90% dari total APBD ( Rp. 1. 101.335.585.768) di luar belanja pegawai dan kemudian mengalami peningkatan alokasi anggaran sektor kesehatan pada APBD tahun 2015 sebesar Rp. 180.647.058.724 atau sekitar 13.50 % dari total APBD ( 1.337.751.514.998) di luar belanja pegawai. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan anggaran kesehatan sebesar Rp. 49.525.517.724 pada APBD tahun 2015 dibandingkan APBD tahun 2014. Anggaran yang dialokasikan untuk pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan mencapai 4 milyar, baik di Puskesmas maupun poskesdes. Peningkatan anggaran kesehatan ini memberikan dampak positif dalam peningkatan kualitas layanan di Kabupaten Bulukumba. Hal ini, selain karena fasilitas sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan baik di Puskesmas maupun di poskesdes terpenuhi juga karena adanya perubahan perilaku petugas kesehatan bertugas sesuai dengan Maklumat Layanan dan SOP layanan kesehatan. Kesimpulan : Anggaran Kesehatan Kabupaten Bulukumba pada tahun 2015 mengalami peningkatan yang signifikan. Sekalipun sebagian besar anggaran kesehatan masih digunakan untuk pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan, akan tetapi peningkatan ini berhasil meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan diharapkan akan mampu menekan angka kematian Ibu dan Anak di Kabupaten Bulukumba Kata Kunci : Partisipasi Masyarakat, Advokasi dan Peningkatan Anggaran.
27
ABSTRAK No. 2015110
ALTERNATIF PROGRAM KIA DI TEMPAT KERJA MELALUI MODELING ANGGARAN CSR DI KOTA BANDUNG Wiwin Winani1 1
Save the Children Indonesia
Anak, remaja dan pekerja muda adalah stakeholder dan righ’s holder dalam sektor bisnis. Mereka memiliki kebutuhan khusus terkait status kesehatan ibu dan anak (KIA). Dibandingkan dengan stakeholder lainnya, mereka cenderung rentan akan eksploitasi dan perlakuan tidak adil dalam mendapatkan hakhaknya termasuk hak untuk mendapatkan informasi dan layanan KIA yang adekuat. Sektor bisnis khususnya industri hotel dan restoran memiliki peran yang besar untuk mengurangi praktek eksplotitasi dan pemenuhan hak-hak termasuk KIA. Tujuan intervensi ini adalah mendorong pendanaan program KIA oleh sektor tersebut melalui promosi Child-Centered CSR yang disusun berdasarkan Prinsip Dunia Usaha dan Hak Anak atau Children’s Rights and Business Principles (CRBP). Intervensi mengunakan Toolkits ICC-CSR yang diujicobakan pada enam hotel dan restoran di Bandung. Intervensi pada tahap penyusunan Toolkit ICC-CSR menunjukkan respon yang positif dari baik dari perusahaan dan Asosiasi Pengusaha Hotel dan Restoran (PHRI) terhadap upaya perlindungan dan pemenuhan hak stakeholder mengingat intervensi ini mendorong peningkatan keuntungan dan mengurangi dampak resiko bisnis. Pengukuran keberhasilan akan dilakukan pada akhir fase uji coba dengan melihat komitmen kebijakan perusahaan bagi stakeholders, support dan anggaran CC-CSR untuk KIA, partisipasi stakeholder dalam monitoring dan evaluasi. Kata Kunci: Anak, remaja dan pekerja muda, Child-Centered CSR, ICC-CSR Toolkits, bisnis hotel dan restoran.
28
ABSTRAK No. 2015111
PERBANDINGAN PERAWATAN TALI PUSAT SECARA KERING TERBUKA DAN PERAWATAN MENGGUNAKAN BETADIN TERHADAP WAKTU PELEPASAN TALI PUSAT: STUDI KLINIS Supriyatiningsih1 Devy Istiqomah2
Latar belakang : Di Indonesia angka kematian bayi karena tetanus masih tinggi, umumnya lebih dari 50% bayi terkena tetanus akan berakhir dengan kematian. Untuk menurunkan angka kematian bayi oleh karena serangan tetanus diperlukan perawatan tali pusat. Perawatan tali pusat setelah bayi lahir harus dilakukan secara baik dan benar. Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya perbandingan antara perawatan tali pusat secara kering terbuka dan perawatan tali pusat dengan betadin pada bayi baru lahir terhadap waktu pelepasan tali pusat di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta dan Puskesmas Patas, Kalimantan Tengah. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan crosssectional, bersifat kuantitatif korelatif. Responden pada penelitian ini berjumlah 51 responden dengan menggunakan teknik Random Sampling. Analisa data yang digunakan adalah uji Mann Whitney. Hasil penelitian : Hasil Penelitian ini didapatkan selisih perbandingan perawatan tali pusat antara yang dirawat secara kering terbuka dan betadin dengan perbedaan waktu yaitu 2 hari dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai ratarata perawatan betadin lebih lama dibandingkan dengan kering terbuka. Kesimpulan : Berdasarkan nilai tersebut terdapat perbedaan yang signifikan antara lama pelepasan tali pusat pada bayi baru lahir pada perawatan tali pusat secara kering terbuka dibandingkan dengan perawatan tali pusat dengan betadin yaitu 2 hari. Kata Kunci : Tali Pusat, kering terbuka, betadin. 1 2
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
29
ABSTRAK No. 2015112
PERANAN FORUM MASYARAKAT SIPIL DALAM GERAKAN PENYELAMATAN IBU DAN BAYI BARU LAHIR Siti Masyitah Rahma1,2 1
EMAS Project, 2Muhammadiyah
Latar Belakang: Sejak tahun 2011, Muhammadiyah telah bergabung dalam konsorsium program Expanding Maternal and Neonatal (EMAS) yang didanai oleh USAID. Melalui jejaring struktural Muhammadiyah yang tersebar sampai ke tingkat desa, Muhammadiyah telah menginisiasi 30 forum masyarakat madani (FMM) di 30 kabupaten/kota. Peran FMM adalah memperkuat rujukan ibu hamil mulai dari tingkat desa sampai dengan ke fasilitas kesehatan (Faskes); serta melakukan advokasi kebijakan disetiap level Metode: Dengan menggunakan civicus indeks, perwakilan dari organisasi sipil melakukan analisa tentang peranan masyarakat sipil dalam proses kebijakan khususnya terkait dengan kesehatan ibu dan anak dari sisi nilai, dampak, lingkungan dan struktur. Hasil analisa tersebut di diskusikan bersama dengan pemerintah setempat dan dibuatlah strategi dan rencana aksi FMM. Untuk melihat perkembangan dan kemandirian FMM, program intervensi ini mengunakan dashboard penilaian yang dilakukan secara mandiri oleh FMM. Pada dashboard ini FMM dapat menilai kemampuan membiayai kegiatan sendiri, kerjasama, pengawasan pelayanan, pengorganisasian masyarakat dan mempengaruhi kebijakan dalam penurunan AKI dan AKN. Hasil: Civicus indeks berhasil membantu mengidentifikasi peranan masyarakat sipil dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah dan merumuskan rencana aksi. Dashboard kemandirian FMM sebagai alat monitoring dan memantau pertumbuhan forum tersebut. Setelah dilakukan intervensi ini, FMM telah berhasil meningkatkan respon rujukan kegawat-daruratan dalam memastikan ibu hamil bersalin di Faskes, advokasi kebijakan serta pemantauan kualitas pelayanan Faskes. FMM telah berhasil memfasilitasi “suara” masyarakat kepada penyelenggara Faskes dan pemerintah setempat terkait dengan kualitas rujukan. Di Bulukumba, FMM berhasil melakukan advokasi kenaikan alokasi anggaran kesehatan sampai dengan 13%. FMM juga secara aktif melibatkan media dalam menyebarkan informasi, edukasi dan mempengaruhi kebijakan. 30
MKIA berhasil memastikan semua ibu hamil yang didampinginya melahirkan di faskes. Kesimpulan: Forum masyarakat sipil merupakan mitra kerja pemerintah yang sangat signifikan dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Melalui intervensi ini terbukti bahwa FMM mampu menempatkan diri sebagai pemeran utama dalam melakukan advokasi kebijakan kepada pemerintah, penyelengara faskes serta edukasi kepada masyarakat dalam menurunkan AKI dan AKB. Melalui dialog intensif antara FMM/MKIA kepada masyarakat, pemerintah dan penyelenggara kesehatan, FMM dapat memainkan peranan mereka dalam memantau kualitas pelayanan dan mempersiapkan masyarakat dalam rujukan kegawatdaruratan. Pendekatan ini membuktikan bahwa makin banyak organisasi sipil yang berjejaring akan memberikan dampak dalam mempengaruhi kebijahan dan membawa perubahan.
ABSTRAK No. 2015113
MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT MENGENAI PERSALINAN AMAN DI FASILITAS MELALUI MAJELIS TAKLIM: Aam Muamar1 1
Muhammadiyah
Menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam hal pentingnya menangani persalinan di fasilitas kesehatan bukan persoalan mudah untuk yang berada di pedesaan. Tingkat pendidikan, iklim budaya, sistem kepemimpinan dan akses terhadap informasi yang masih rendah menjadi beberapa di antara banyak faktor penghambat. Kecamatan Pacet merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung yang berada di wilayah bagian timur dengan jumlah penduduk 101.163 jiwa. Tingkat pendidikan penduduknya mayoritas lulusan SD sederajat dengan angka kematian ibu melahirkan cukup tinggi. Jumlah lembaga keagamaan berupa madrasah, masjid dan majlis taklim cukup besar. Persalinan mayoritas menggunakan bantuan dukun, meskipun telah ada puskesmas Poned. 31
Pemberdayaan masyarakat, khusus tentang persalinan telah dilakukan sejak tahun 2012, dengan rencana program sampai 2016. Melalui program EMAS yang disponsori oleh USAID, telah terbentuk Forum Masyarakat Peduli KIBBLA Kab. Bandung sebagai wadah koordinasi dan komunikasi masyarakat mengenai kesehatan Ibu dan anak. Upaya pendampingan dan edukasi terhadap masyarakat dilakukan dengan membentuk tim motivator yang disingkat MKIA. Dengan memahami karakteristik masyarakat setempat, maka MKIA diisi oleh tokoh agama, selain para kader. Melalui pendekatan terhadap para tokoh agama dilakukan treatmen berupa: menyusun silabus materi pengajian, diskusi khusus (FGD), menentukan tema khutbah jumat dan gerakan beas perelek yang sasaran utamanya adalah anggota pengajian majelis taklim. Dengan metode after-before, diperoleh hasil yang cukup signifikan tentang perubahan mind set dan perilaku masyarakat dalam persalinan di faskes. Dari rata-rata kunjungan. 5-6 bumil/minggu menjadi 3040 bumil/minggu (Data Puskesmas 2014). Memahami posisinya dalam struktur masyarakat pedesaan, keberadaan tokoh agama perlu dilibatkan secara optimal dalam upaya melakukan transformasi sosial. Majelis taklim sebagai salah satu pranata sosial perlu mendapat pemberdayaan (revitalisasi) dari pemerintah atau LSM untuk lebih membumikan pesan-pesan langit dalam mencerdaskan masyarakat.
32
ABSTRAK No. 2015114
KESETARAAN GENDER DALAM MENURUNKAN KEMATIAN IBU DAN ANAK Alfia Handayani Puskesmas Kampili , Kabupaten Gowa
Latar Belakang: Salah satu cara untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi adalah mengatasi komplikasi persalinan dan memberikan pelayanan Ante Natal Care (ANC) yang berkualitas. Cara-cara tersebut bisa terlaksana dengan baik, apabila disertai dengan informasi dan konseling yang adekuat serta kerjasama yang baik antar sektor, lintas program serta stakeholder. Peranan tokoh masyarakat, serta kader sangatlah besar dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi. Kader adalah ujung tombak dalam mendukung setiap kegiatan. Puskesmas Kampili melakukan inovasi program berupa kegiatan kelas ibu hamil yang difasilitasi oleh kader dari laki-laki. Metode: Pelaksanaan Kelas Ibu hamil sudah berjalan sejak tahun 2010 di puskesmas Kampili dan peran serta suami dalam kelas ibu hamil sangatlah kurang. Inovasi adanya kader laki-laki untuk kelas ibu hamil dilaksanakan di desa julu bori Kecamatan Palangga Kabupaten Gowa. Kebrhasilan program ini dinilai dengan menggunakan metode evaluasi tigabulanan. Selain Kelas Ibu, penyebaran informasi juga dilakukani dalam bentuk papan bicara yang disebarkan di tempat-tempat umum, serta pemasangan stiker 9 tanda bahaya ibu dan 7 tanda bahaya bayi di setiap rumah ibu hamil. Diskusi: Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki laki setara, seimbang dan harmonis. Penerapan kesetaraan gender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional. Puskesmas Kampili merupakan daerah dataran rendah yang tingkat pendidikan masyarakat yang bervasiasi, begitupula dengan mata pencaharian yang bermacam-macam. Masih tinggi paradigma bahwa istri lebih mempunyai peranan di dapur dan mengasuh anak, sedangkan suami sebagai pencari nafkah. Hal ini berakibat banyak ibu hamil yang melewati proses kehamilan dan persalinan tanpa di damping oleh suami. Persepsi awal masyarakat di desa bahwa hamil, melahirkan, dan merawat anak adalah tugas perempuan sedangkan laki-laki mencari nafkah. Kurangnya pengetahuan dan informasi 33
masyarakat tentang kesehatan ibu dan anak serta kurangnya peran keluarga dan suami dalam merawat kehamilan ibu, maka dibentuklah kader laki-laki kelas ibu hamil. Hasil: Dengan adanya kader laki-laki jumlah peserta kelas ibu hamil meningkat dari tahun 2012(53,02%), tahun 2013(68,91%), tahun 2014(97,88%). Peserta kelas ibu hamil yang didamping suami tahun 2012(5,18%), tahun 2013(28,10%), tahun 2014(66,12%). Persalinan yang didampingi suami tahun 2012(12,12%), tahun 2013(30,11%), tahun 2014(58,32%). Deteksi resiko tinggi oleh masyarakat tahun tahun 2012(5,56%), tahun 2013(10,20%), tahun 2014(86,79%). Kesimpulan: Dengan adanya kesetaraan gander dalam kesehatan Ibu dan anak serta sistem penyebaran informasi dan aktifnya kegiatan kelas ibu hamil kematian ibu dan anak menurun. Terbukti masyarakat sudah mampu mendeteksi secara dini komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan anak. Keluarga dan masyarakat sudah dapat mendeteksi secara dini tanda bahaya pada kehamilan dan tanda bahaya pada bayi baru lahir. Partisipasi kadar laki – laki dalam kelas ibu hamil terbukti menurungkan angka resiko pada ibu hamil dan bayi baru lahir
ABSTRAK No. 2015115
PERANAN KADER UNTUK KONSELING DAN MONITORING PRAKTEK PMBA DI JAKARTA Yosellina1,Butet Yunita1 1
Wahana Visi Indonesia
Latar Belakang Salah satu upaya perbaikan status gizi dilakukan melalui proyek penguatan kapasitas kader untuk melakukan konseling dan monitoring Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) di 4 kecamatan, yakni Cilincing, Jatinegara, Kramat Jati dan Makasar, Jakarta. Kader diperkuat untuk memonitor setiap baduta di wilayah mereka lewat kunjungan rumah, dan jika diperlukan dapat memberikan solusi kepada permasalahan pengasuh baduta atau merujuk ke 34
fasilitas kesehatan. Projek ini melibatkan kader masyarakat, pengasuh baduta dan nakes di Puskesmas hingga Dinas Kesehatan. Intervensi dilakukan selama 2,5 tahun. Metodologi Evaluasi dilakukan terhadap program dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif untuk menilai status gizi balita dan perilaku pemberian makanan pada bayi dan anak (PMBA) di kecamatan Kramat Jati dan kecamatan Makasar. Hasil Terjadi perbaikan praktik PMBA serta status gizi di kedua kecamatan. Di kecamatan Kramat Jati, Jakarta timur, bayi 0-6 bulan yang mendapatkan IMD meningkat dari 18,5% menjadi 31,4%, diikuti dengan cakupan anak 6-23 bulan yang mendapatkan makanan dengan variasi dan frekuensi yang tepat menurut umurnya meningkat dari 18,4% menjadi 60%. , Angka stunting balita menurun dari 22,3% menjadi 18,2% dan underweight dari 13,3% menjadi 8,2%. Di Kecamatan Makasar, terjadi peningkatan cakupan ASI ekslusif pada bayi 0-6 bulan meningkat dari 34,4% menjadi 51,4% sedangkan cakupan anak 6-23 bulan yang mendapatkan makanan dengan variasi dan frekuensi yang tepat menurut umurnya meningkat signifikan dari 27,4% menjadi 88%. Angka stunting turun dari 24,9% menjadi 12,2% dan underweight sebesar 13,2% menjadi 3,7%. Kesimpulan Konseling dan monitoring gizi yang dilakukan oleh kader efektif meningkatkan perilaku pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA). Penguatan berkelanjutan dan supervisi terhadap kader perlu dilanjutkan dan dilakukan secara berkala serta melibatkan peran serta tenaga kesehatan hingga pemegang kebijakan yang lebih aktif. Program yang sama dapat direplikaskan di wilayah lain dengan konteks yang kurang lebih sama.
35
ABSTRAK No. 2015116
PENGARUH KELOMPOK IBU TERHADAP PEMBERIAN MAKAN KEPADA BAYI DAN ANAK DI DESA WESAPUT, KABUPATEN JAYAWIJAYA Dewi Sukowati1 1
Wahana Visi Indonesia
Latar Belakang: Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) sebagai salah satu pendekatan dalam memutus rantai penyebab kurang gizi dalam masa 1.000 hari pertama kehidupan. Praktek PMBA yang belum sesuai usia masih banyak ditemui di desa Wesaput, Distrik Wamena Kota, Kabupaten Jayawijaya. Desa ini merupakan desa dampingan dari Wahana Visi Indonesia, dan pada Mei 2013, diadakan pelatihan PMBA terhadap dua orang kader kesehatan yang bekerja di desa ini. Sebagai tindak lanjutnya adalah kedua kader ini bergantian melakukan konseling PMBA ke rumah tangga yang memiliki baduta. Pada Januari 2014, masyarakat sepakat mendirikan kelompok ibu yang bertujuan meningkatkan pengetahuan ibu baduta dan balita. Kelompok ini terdiri dari 19 orang ibu, dengan jam belajar 2 jam setiap minggu pertama setiap bulan. Proses belajar difasilitasi oleh bidan desa Pustu Wesaput. Beberapa topik yang dipelajari adalah Kesehatan Ibu hamil, ASI eksklusif, Tumbuh kembang anak, Mengenal tanda bahaya pada anak balita sakit, Sosialisasi HIV AIDS dan Praktek belajar masak serta PHBS. Metodologi: Setelah 6 kali pertemuan dilakukan evaluasi pada November 2014 terhadap seluruh anggota kelompok ibu dengan metode kualitatif. Pada Maret 2015 dilakukan survei mengenai peningkatan pengetahuan seluruh anggota kelompok ibu menggunakan LQAS (Lot Quality Assurance Survey). Hasil: Proporsi ibu yang berhasil melakukan IMD adalah sebesar 73 % di seluruh kabupaten serta 5,1% nya berada di desa Wesaput (Data Baseline, 2014). Melalui evaluasi tingkat pengetahuan anggota kelompok ibu terjadi adanya peningkatan pengetahuan dari ibu mengenai PMBA sebesar 30%. Dampak terhadap program adalah sampai dengan April 2015 telah ada 5 ibu melahirkan yang berhasil melakukan IMD, dengan dibantu tenaga kesehatan bidan. 6 dari 8 ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI pada anak usia 0-5,9 bulan. 36
Kesimpulan: Peningkatan pengetahuan ibu terhadap PMBA dapat dipengaruhi dengan adanya kelompok-kelompok ibu yang dilakukan rutin dibentuk oleh masyarakat serta didampingi oleh tenaga kesehatan. Oleh karenanya, kegiatan ini telah direplikasi di desa lain di kecamatan yang sama.
ABSTRAK No. 2015117
PENGARUH PELATIHAN DAN PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERILAKU KESEHATAN PEKERJA PEREMPUAN PABRIK GARMEN DI KABUPATEN SUBANG Sapruddin Perwira1 1
Project HOPE
Latar Belakang: Tidak kurang dari 50 juta pekerja perempuan di Indonesai dan 60 persen diantara berada pada usia reproduktif. Kondisi dan lingkungan kerja membuat pekerja kekurangan waktu sehingga mengabaikan kesehatan seperti sarapan pagi, memeriksakan kehamilan, memberi ASI kepada anak dll. Pekerja juga kesulitan menghadiri layanan kesehatan di masyarakat. Masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia menuntut pemberian pemahaman kepada para perempuan usia reproduksi dengan cara memberi informasi kesehatan ibu dan anak sehingga diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan dan perbaikan perilaku kesehatan. Program pemberian informasi kesehatan ibu dan anak kepada pekerja perempuan pabrik garmen ini dilakukan mulai Bulan Juli 2013 sampai sekarang. Metodologi: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara program pelatihan dan promosi kesehatan kepada buruh perempuan di perusahaan garmen terhadap peningkatan pengetahuan dan perubahan praktek perilaku kesehatan. Analisis dilakukan cara deskripsi perbandingan pengetahuan dan perilaku pada dua titik waktu yaitu sebelum dan sesudah program dilakukan. Responden adalah pekerja dengan jumlah 581. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil: Komparasi hasil baseline survey dan midline survey menunjukkan perubahan pengetahuan dan perilaku kesehatan yang menggembirakan, antara lain :pengetahuan tentang bidan sebagai tempat penolong ketika ada 37
kelainan kehamilan naik dari 67,2% menjadi 85%; Persentase ibu melahirkan dengan minimal 4 kali ANC naik dari 78,7% menjadi 92,5%; Persentase pekerja tahu arti anemia dari 40,1% menjadi lebih dari 80%; persentase ibu dengan minimal 4 kali pemeriksaan kehamilan naik dari 78,7% menjadi 92,5% dan persentase ibu yang memberikan makanan selain ASI pada 6 bulan pertama umur anak turun dari 88,5% menjadi 73%. Kesimpulan dan Rekomendasi: Adanya peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku kesehatan yang bisa mendorong perbaikan kesehatan ibu. Keterlibatan pihak pemangku kepentingan (stakeholder) seperti manajemen perusahaan, Dinas Kesehatan/puskesmas, Dinas Tenaga Kerja, anggota DPRD dan APINDO merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan implementasi program ini di perusahaan-perusahaan. Rata-rata perusahaan memiliki jumlah karyawan lebih dari seribu orang, kiranya dapat menjadi perhatian pemerintah dalam mencapai target penurunan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia serta demi suksesnya Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan Produktif yang telah digagas oleh pemerintah.
ABSTRAK No. 2015118
PERAN SERTA KELUARGA & MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN MENYUSUI DI KABUPATEN BENER MERIAH Aduma Situmorang1 1
Save the Children Indonesia
Latar Belakang: Save the Children melalui dukungan Keurig Green mountain dari periode 2012 -2015 melaksanakan project LINK2 (Livelihood and Improved Nutrition for Kids) di Kabupaten Bener Meriah – Provinsi Aceh yang bertujuan untuk memperbaiki status nutrisi anak petani kopi. Proyek ini dilaksanakan dengan melakukan kerjasama dengan pemerintah Kabupaten Bener Meriah & masyarakat di dua kecamatan, yaitu Permata & Bener Kalipah. Hasil: Formative Research dilakukan pada tahun 2014, n tentang Pemberian Makanan Bagi Anak ( PMBA). Ini adalah penelitian awal sebagai dasar untuk 38
menyusun strategi komunikasi yang lebih komprehensif dengan pihak – pihak terkait di Kabupaten Bener Meriah. Selanjutnya, strategi komunikasi yang dibangun akan digunakan untuk menyampaikan pesan yang efektif bagi individu, masyarakat dan pihak terkait lainnya untuk mendukung keberhasilan menyusui bagi bayi usia 0-6 bulan dan pemberian makanan tambahan bagi bayi usia 6 -24 bulan. Instrumen penelitian diadopsi dari penelitian – penelitian serupa di beberapa negara. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan diskusi kelompok terarah, dengan responden ibu yang mempunyai anak 0-24 bulan dan key informan tokoh masyarakat. Formative Research menunjukkan bahwaIbu sudah memberikan air, madu, atau bahkan susu formula sebelum anak berumur 6 bulan. demikian pula bahwa ibu mempunyai persepsi ASI Eksklusif yang masih berbeda – beda.Studi ini juga menemukan bahwa Ibu memberikan makanan selain ASI seperti: pisang, jagung yang dianggap sangat berguna Untuk pertumbuhan bayi. Kesimpulan: Keberhasilan menyusui sangat berhubungan dengan kepercayaan dan budaya masyarakat di Bener Meriah. Kerjasama yang komprehensive tidak hanya antara pemerintah dengan masyarakat tetapi juga semua pihak akan menjamin keberhasilan untuk menyampaikan informasi yang tepat bagi masyarakat
39
DAFTAR POSTER DAN VIDEO 1. 2015201: Dukungan Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Bagi Anak Jalanan di Pasar Johar Kota Semarang (Sebrina S. Putri) 2. 2015202: Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Gejala Depresi Post Partum terhadap Pertumbuhan Berat Badan dan Tingkat Perkembangan Anak Usia 1-6 bulan di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor (Yuliastuti, Dwi Susilowati) 3. 2015203: Meaningful Youth Participation sebagai Upaya Promosi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) di Jakarta, Yogjakarta dan Surabaya (Faiqoh) 4. 2015204: PILAR: Program Kesehatan Untuk Remaja di Semarang, Jawa Tengah (Puput Susanto) 5. 2015205: KISARA: Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja di Sekolah (Ni Luh Pasek) 6. 2015206: Aplikasi Telepon Seluler untuk Meningkatkan Kualitas Layanan Gizi di Posyandu (Dita) 7. 2015207: Peningkatan PSM dalam mendorong pembiayaan mandiri untuk KIA melalui program dana sehat di Desa Tanrara Kecamatan Bontonompo Selatan , Kabupaten Gowa (Syariful Alam) 8. 2015208: Advokasi Kebijakan dan Anggaran di Kabupaten Bulukumba (Nawir Sikki) 9. 2015209: Kajian Dampak MTBSM dalam Menurunkan Kasus Kematian Balita di Kabupaten Jayawijaya (Elfi Thana) 10. 2015210: Keberhasilan Seorang Agen Perubahan Dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak di Desa Hilimayo Kecamatan Mandrehe Utara Kabupaten Nias Barat (Ester Linda Yanti Warasi) 11. 2015211: Road to child survival in West Jakarta urban slum (Sri Kusuma Hartani) 12. 2015212: Kemitraan antara rumah sakit daerah NTT dengan RS rujukan nasional di Jawa, Bali dan Makassar dalam Upaya Menurunkan Kematian Ibu (Idawati Trisno) 13. 2015213: Persalinan di pantai, ke samping rumah, ke dalam rumah (Lydia Fransica) 14. 2015214: Peran Serta dan Dukungan Keluarga serta Lingkungan untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi (Teti Mulyati) 15. 2015215: Peran Motivator Kesehatan Ibu dan Anak Di Desa Cilongok Kec Balapulang Kabupaten Tegal (Yuyun Priatingrum) 16. 2015216: Pentingnya Penguatan Modal Sosial Untuk Peningkatan Kesehatan Ibu Dan Anak Di Era Pemberlakuan SJSN Kesehatan (Ade Latifa)
40
17. 2015217: Menurunkan AKI dan AKN dengan Gerakan PERMATA (Fitria Sari) 18. 2015218: Keefektifan kader dalam meningkatkan capaian persalinan di tenaga kesehatan daerah pelayanan Puskesmas Elekma, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya (Veronika Dwi Utami) 19. 2015219: Perawatan PostPartum Ibu Papua Melahirkan Studi Kasus Di Kabupaten Nabire, Provinsi Papua (Abdul Munadang) 20. 2015220: Efektifitas Pelaksanaan Kelas Ibu dan Bapak terhadap Peran Suami dalam pemeriksaan kesehatan Ibu Hamil di Kecamatan Gunungpati Semarang (Amalia Cahyaningtyas) 21. 2015221: Kisah MKIA Desa Bonto Mate’ne, Kec Rilau Alle, Bulukumba (Bakri Abubakar) 22. 2015222: Menyelamatkan Ibu hamil dan melahirkan dengan hati (Didi Rudianto) 23. 2015223: Peningkatan Standar Kualitas & Rujukan Maternal Puskesmas Mattiro Deceng Meski Dukungan Terbatas (Andi Silviani) 24. 2015224: Pengenalan dan Pencarian pertolongan untuk Kompilasi Ibu dan bayi Baru Lahir di Kabupaten Jayawijaya, 2015 (Oktarinda) 25. 2015225: Pendampingan Suportif untuk Peningkatan 11 Kompetensi Dasar Konseling Menyusui (Wiyarni Pambudi) 26. 2015226: Manfaat Pemberian Makanan Tambahan, Calcium, dan Zink pada Balita Gizi Buruk di Mentawai (Louisa A Langi) 27. 2015227:Pengaruh Kebun Gizi Keluarga dalam Peningkatan Status Gizi Keluarga di desa Balodano, Kecamatan Mandrehe Utara, Kabupaten Nias Barat (Dominiria Hulu) 28. 2015228: Mendongkrak Akuntabilitas Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Kabupaten Karawang Melalui Kelompok Kerja (Yusca Yasin) 29. 2015229: Peningkatan Produksi Ayam untuk Gizi Keluarga (Mardewi) 30. 2015230: Hubungan Cara Menyusu pada Ibu Bekerja dengan Berat Badan bayi (Ririn Probowati) 31. 2015231: Desa Siaga untuk Kesehatan ibu dan Anak (John Th. Ire) 32. 2015232: Hubungan Nilai Budaya Dengan Kemampuan Merawat pada Ibu Pasca Seksio Sesarea (Atik Hodikoh-Poltekkes bandung, Prodi Keperawatan Bogor)
41
SUSUNAN PANITIA Ketua Panitia : Asteria T. Aritonang (Wahana Visi Indonesia) Wakil Ketua Panitia : Dewi Utari ( Plan Internasional Indonesia) Sekretariat : Patricia Norimarna (Save the Children) Bidang Acara : Koordinator : Brian Sriprahastuti (Save the Children Indonesia) Anggota : 1. Atik Hodikoh (PPNI) 2. Candra Wijaya (Wahana Visi Indonesia) 3. Dian N. Basuki (WFP) 4. Fajar Arif Budiman (Islamic Relief ) 5. Fransisca Handy (Sentra Laktasi Indonesia) 6. Mardewi (Helen Keller International-Indonesia) 7. Nugroho Indera ( Plan Internasional Indonesia) 8. Rozi Jafar (Micronutrient Initiative) 9. Rustini Floranita (WHO) 10. Sigit Sulistyo (Wahana Visi Indonesia) 11. Sri Sukotjo (UNICEF) 12. Sugeng Eko Irianto (WHO) 13. Sunitri Widodo (APPI) 14. Supriyatiningsih (MPKU Muhammadiyah) 15. Tatak Ujiyati (Save the Children) 16. Wahdini Hakim (Save the Children) 17. Wiyarni Pambudi (Sentra Laktasi Indonesia) Bidang Pendaftaran & Logistik Peserta Daerah & Perlengkapan : 1. Siti Masyitah Rahma (MPKU Muhammadiyah) 2. Marzalena Zaini (Plan Internasional Indonesia) 3. Patricia Norimarna (Save the Children)
42
Bidang Publikasi & Hubungan dengan Media : Koordinator : Frenia Nababan (PKBI) Anggota : 1. Heince Mangesa (Pelkesi) 2. Danielle Johanna (Rutgers WPF) 3. Devi Fitriana (PKBI) 4. Dhiya Khoirunnisa (CIMSA-SCORP) 5. Pentalit Tarigan (Pelkesi) 6. Lucky Vaunda Laemane (Pelkesi) 7. Rinaldi Ridwan (Rutgers WPF) 8. Ryan A Syakur (PKBI) Bidang Pameran : Koordinator : Hesti Tobing, IBCLC (Perinasia/IKMI) Anggota : 1. Helena Seran (ACF) 2. Hikmah Kurniasari (Sentra Laktasi) 3. Nia Umar (AIMI) 4. Poppy Anggraeni (Jhpiego) 5. Rayendra Thayeb (ACF) 6. Sari Handayani (Perinasia) 7. Sushanty (Jhpiego) 8. Vida Parady (Yayasan Orangtua Peduli) MC Acara: 1. 2. 3. 4.
Adhi Sanjaya Sri kusuma Hartani Ara Koswara Almira Andriana
43
ORGANISASI PENDUKUNG GKIA
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih atas dukungan pembiayaan kegiatan, disampaikan kepada Plan Internasional Indonesia, Wahana Visi Indonesia, Save the Children, Sentra Laktasi Indonesia, UNICEF, USAID EMAS (Forum Masyarakat Madani), Rutgers WPF, World Food Program, Pelkesi, Australian Aid dan organisasi lain yang ada dalam koalisi GKIA yang telah mendukung akomodasi dan transportasi peserta dari 16 provinsi.
44
c
d