CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) UNTUK INISIATIF PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK Oleh H.ASEP HIKMAT, M.Si.
Abstrak Corporate Social Responsibility adalah sebuah kewajiban yang dibebankan pada Perseroan Terbatas melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat (1) UU 40 tahun 2007 ini menjelaskan “Perseroan yang menjalanjan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Dengan adanya Undang-Undang ini, industry atau korporasikorporasi wajib untuk melaksanakannya, namun kewajiban ini bukan merupakan suatu beban yang memberatkan. Pembangunan suatu negara tidak hanya tanggung jawab pemerintah dan industri saja. Diperlukan kerjasama dengan seluruh masyarakat untuk menciptakan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Perusahaan berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Saat ini dunia usaha tidak hanya memperhatikan keuntungan yang didapatkan, namun juga harus memperhitungkan aspek sosial, dan lingkungan. Ketiga elemen inilah yang kemudian bersinergi membentuk konsep pembangunan berkelanjutan. Corporate Social Responsibilities adalah sebuah wujud kepedulian perusahaan kepada lingkungan sekitarnya. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial. Pewajiban perusahaan untuk menyelenggarakan Corporate Social Resposibilities tergolong baru, yaitu dengan diundangkannya UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebenarnya bagaimanakah sejarah CSR terbentuk? Dan bagaimanakah pelaksanaannya di Indonesia? Hal tersebut menarik perhatian penulis untuk menuliskannya dalam makalah berjudul “Corporate Social Responsibility, Sebuah Kepedulian Perusahaan terhadap Lingkungan di Sekitarnya”. Diharapkan melalui tulisan ini dapat memperluas wawasan pembaca tentang Corporate Social Responsibilities. kebijakan publik. Studi kebijakan terutama kebijakan publik digunakan sebagai alat untuk menerapkan pengetahuan ilmiah dalam rangka memecahkan masalah atau menyelesaikan masalah sehari-hari yang dihadapi publik. Intinya kebijakan publik ini merupakan faktor yang me-leverage kehidupan bersama. Sebagai bentuk riil dari politik, kebijakan publik
I.
PENDAHULUAN Hakekat yang paling mendasar lahirnya suatu kebijakan (kebijakan publik) adalah untuk menyelesaikan permasalahan publik setidaknya dapat menjadi alternatif solusi menjawab tuntutan publik atau minimal meminimalisasi masalah publik. Kemajuan atau kemunduran suatu bangsa dan negara, salah faktor kritikalnya adalah
STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI
1
adalah output paling nyata dalam sistem politik karena sehebat apapun demokrasi jika sistem politiknya tidak mampu mengembangkan kebijakan publik yang unggul, tidak ada gunanya. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam sebagai unsur utama pembangunan pada setiap negara akan berbeda satu dengan lainnya, tetapi pada dasarnya akan mengacu pada dua (2) hal kerangka konteks ; “economic sense dan sustainable sense”. Namun demikian, pada kebanyakan negara praktek pengelolaan sumber daya alam ini relatif kurang memperhatikan aspek kerentanan (vulnerability) dan keterbatasan daya dukung SDA, kesejahteraan masyarakat lokal/setempat, pekerja dan kerusakan lingkungan, padahal potensi SDA menjadi sarana untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik generasi sekarang maupun genarasi yang akan datang (present and future generation). Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR) saat ini kian berkembang baik bentuk maupun model implementasinya. Perusahaan diharapkan tak hanya mencari keuntungan yang besar dengan mengeksploitasi lingkungan sekitarnya, tetapi harus diimbangi tanggung jawab yang juga besar terhadap lingkungan sosial maupun alam. Perusahaan bukan lagi sebagai entitas yang mementingkan diri sendiri (selfish), alienasi dan atau ekslusivitas dari lingkungan masyarakat, melainkan sebuah entitas badan usaha yang wajib melakukan adaptasi sosial kontrol dengan lingkungan di mana ia berada serta dapat
diminta pertanggungjawaban layaknya subyek hukum pada umumnya. II.
CSR DAN KECENDERUNGAN IMPLEMENTASINYA Rumusan tentang CSR sampai sekarang memang berbeda dalam arti belum ada kesatuan bahasa. Berikut bebrapa definisi tentang CSR ini dikemukakan; The World Business Council for Suistainable Development, merumuskan CSR sebagai “The continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and sociaty as large to improve their quality of life” Worlf Bank : “The Community of business to contribute to suistanable economic development working with employees and their representatives, the local community and sociaty at large to improve qulaity of life, in ways that are both good for business and good for development”. Intinya kedua rumusan tersebut sama-sama menekankan CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja sama dengan karyawan dan keluarganya serta masyarakat setempat dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan, tambahannya Bank Dunia menekankan pada kemanfaatan kegiatan CSR bagi usaha dan pembangunan. Perkembangan dunia usaha menunjukkan bahwa terjadi perubahan pemahaman dan pelaksanaan CSR di beberapa perusahaan di berbagai
STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI
2
negara maju maupun negara berkembang seperti halnya antara lain di Indonesia. Mulai dari penerapan CSR yang berkarakteristik amal kemudian berkembang kepada CSR yang bersifat pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Perusahaan yang berorientasi jangka panjang cenderung menggunakan pendekatan sustainable development, dimana CSR merupakan strategi jangka panjang yang memberi manfaat positif terhadap perusahaan dan stakeholder-nya, dengan keterlibatan penuh dari semua pihak. Trend menunjukkan bahwa banyak manfaat yang bisa diambil perusahaan dengan melakukan CSR yang bersifat sustainable development. Sustainable development yang dilakukan di dunia usaha tidak diartikan bahwa semua aktivitas yang berhubungan dengan sustainable development hanya dilakukan sepihak oleh kelompok usaha saja. Konsepsustainable development yang berkembang saat ini telah mendefinisikan keterlibatan semua pihak dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya. Integrasi antar kepentingan dilakukan dengan menerapkan konseptriple bottom line yaitu people, planet dan profit, yang kemudian pada sebagian kalangan berkembang menjadi 4P, dengan menambahkan "procedure" sebagai elemen penting. Ide di balik konsep triple bottom line ini tak lain adalah adanya pergeseran paradigma pengelolaan bisnis dari "shareholdersfocused" ke "stakeholders-focused". Dari fokus kepada perolehan laba secara membabi-buta menjadi perhatian pada kepentingan pihak-pihak
yang terkait dengan perusahaan (stakeholder interest) baik langsung maupun tidak langsung. Konsekuensinya, peran dunia bisnis semakin signifikan sebagai alat pemberdayaan masyarakat dan pelestarilingkungan. Dalam bahasa lain, kepedulian perusahaan itu sendiri terlihat dari komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan segala dampak dari aktivitas usahanya dalam dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan (Triple Bottom Line, Azheri, 2011;6) Mainstreaming (pengarusutama an) sustainable development ini menjadi penting bukan hanya bagi dunia usaha, tetapi juga bagi kelompok pengendali pembangunan, dalam hal ini pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Harus pula disadari bahwa sebagai "specialist" dalam menggerakkan roda perekonomian, kelompok usaha memegang peranan penting dalam menentukan peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik dari sisi geografis maupun dari sisi sosial. Dengan demikian, konsep dan desain sustainable development yang diusung oleh kalangan usaha menjadi penting untuk menjadi bagian dari perencanaan pembangunan, baik daerah maupun nasional. Kendati demikian, konsep sustainable development tersebut hanya dapat menjadi berarti jika akses perencanaan pembangunan yang dikendalikan oleh pemerintah dibuka dan diintergrasikan dengan peran para pihak yang melakukan praktik sustainable development. Jalur untuk pengintegrasian pendekatan ini dapat ditempuh dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah dengan mengintegrasikan
STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI
3
konsep sustainable development ke dalam rencana pembangunan daerah yang di Indonesia disebut kegiatan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), dan selanjutnya terintegrasi kedalam dokumen rencana pembangunan daerah. Apabila dokumen rencana pembangunan telah selesai dibahas, ada alternatif lain untuk mensinergikan kegiatan sustainable development para pihak dengan rencana pembangunan daerah, yaitu melalui forum-forum yang mengkhususkan agenda pembahasannya pada desain dan aktivitas CSR di kawasan tertentu. Fenomena yang saat ini masih berlangsung, pemahaman sebagian kalangan dunia usaha terhadap konsep CSR relatif lemah, karena CSR dianggap sebagai suatu kegiatan yang bersifat sukarela (voluntary) yang dilaksanakan dalam bentuk kedermawanan (philanthropy), kemurahan hati (charity) dan promosi perusahaan yang dikemas dalam bentuk pemberian bantuan. Mereka belum memaknai CSR sebagai upaya pencitraan perusaaan (corporate image) di tengah kehidupan masyarakat yang diimplementasikan dalamberbagai kegiatan terstruktur dan bersifat jangka panjang (long term). Negara-negara di Eropa dan Amerika yang telah maju sistem hukumnya, seperti Belanda dan Kanada tetap menyerahkan CSR pada perusahaan yang bersangkutan berlandaskan pada sifat voluntary. Di Indonesia sendiri, kebijakan tentang CSR terutama dari sisi aturan pelaksanaan CSR untuk sustainable development ini dilandasi oleh
beberapa ketentuan, diantaranya Pasal 88 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yakni adanya ketentuan mengenai penyisihan dan penggunaan laba BUMN untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi dan pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Selain itu dijelaskan pula pada Pasal 74 UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dimana perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Produk aturan lainnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan Peraturan Menteri BUMN PER05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Badan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Produk peraturan tersebut telah memungkinkan dan mewajibkan dunia usaha untuk mengembangkan perannya menjadi lebih luas, termasuk pula dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Dari sisi lain, dunia usaha dituntut untuk selalu mengikuti trend dan permintaan pasar, terutama dari sisi standarisasi proses usaha. Khusus untuk pelaksanaan CSR, pencapaian ISO 26000 menjadi syarat penting bagi diakuinya proses produksi dan bentuk relasi dunia usaha kepada stakeholdernya. ISO 26000 diperuntukan bagi segala bentuk perusahaan baik perusahaan/organisasi publik maupun swasta, di negara maju maupun negara-negara berkembang. Standarisasi ISO 26000 menjadikan nilai inisiatif tersebut
STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI
4
sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang mendorong kearah kegiatan CSR yang baik di seluruh dunia. Bisnis yang berkelanjutan bagi sebuah perusahaan tidak hanya menyediakan produk dan layanan yang memuaskan pelanggan, dan melakukannya tanpa membahayakan lingkungan, tetapi juga beroperasi dengan cara yang bertanggungjawab pada masyarakat. Tekanan terhadap layanan yang prima tersebut berasal dari pelanggan, konsumen, pemerintah dan masyarakat luas. Untuk itu pada saat yang sama, para pemimpin organisasi dituntut untuk menyadari bahwa sukses yang langgeng harus dibangun di atas praktik bisnis yang kredibel dan mencegah kegiatan yang tidak jujur.
kebijakan yang dibuat pemerintah merupakan bagaian dari usaha melakukan intervensi terhadap kehidupan publik untuk mencari pemecahan masalah publik (public problem solving). Dalam melakukan intervensi tersebut, pemerintah diberikan kewenangan untuk memaksa publik agar kebijakan yang telah ditetapkan ditaati dan berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, termasuk ‘memaksa’ dunia usaha untuk turut peduli dan bertanggung jawab atas kegiatan usahanya terhadap lingkungannya di mana mereka berusaha. Adanya sifat memaksa yang melekat pada kebijakan publik itu seminmal mungkin digunakan dengan asumsi tumbuh pemahaman dan kesadaran yang tinggi yang berujung pada sebuah kepatuhan untuk melaksanakannya. Untuk mengemban tugas pokok pemerintah dalam membangun negara, memberdayakan dan mensejahterakan rakyatnya, diperlukan keterlibatan konkrit beberapa pihak utama yakni pemerintah itu sendiri (government), dunia usaha (business) dan organisasi publik (seperti NGO) termasuk di dalamnya lembaga pendidikan tinggi/Perguruan Tinggi. CSR yang merupakan wujud keterlibatan dan kepedulian dunia usaha, dapat dipengaruhi dan atau mempengaruhi substansi kebijakan publik yang dirumuskan dan impelementasikan pemerintah sekaligus menjadi bagian penting dalam policy content-nya. Pemerintah berkepentingan untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan CSR sebagai skema alternatif dan pelengkap dalam mensejahterakan rakyatnya melalui pem-
III.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK Thomas R.Dye (1987:3) merumuskan kebijakan publik sebagai sesuatu yang harus dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah, lebih jelasnya sebagai berikut : “.............public policy is whatever goverments choose to do or not to do. Note that we focusing not only on goverment action, but also on government in-action, that is, what government choose not to do. We contend that goverment in-action can have just as great an impact on sociaty as government action.” Selanjutnya, Dye juga mengatakan bahwa pada dasarnya rumusan
STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI
5
bangunan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa hingga saat ini belum ada kesatuan pandang baik pada tingkat teoritis maupun praktis tentang penerapan CSR ini. Masing-masing perusahaan membuat variabel tersendiri dalam memaknai dan menerapkan CSR- nya (Sonny Keraf, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya;1998). Ong Keng Yong (dalam Eko Junaedi;2005) Sekjen ASEAN menyatakan : “Sekitar 80 persen penduduk di seluruh negara Asean tidak mengerti pada konsep pengelolaan perusahaan yang menekankan tanggung jawab terhadap masyarakat dan sekitarnya atau Corporate Social Responsibility (CSR) akibatnya, arus informasi dari masyarakat bawah ke pimpinan perusahaan terhambat, sehingga upaya memperbaiki kinerja perusahaan menjadi lebih sulit”. Berdasarkan kenyataan tersebut, jelaslah bahwa untuk terwujudnya impelementasi CSR yang sesuai dengan harapan memang tidak mudah dan perlu upaya-upaya koordinatif serta penuh kesabaran. Pemerintah harus mampu terus memotivasi para perusahaan agar mau dan mampu menerapkan program CSR-nya tidak saja bersifat phillanthropy, voluntary dan charity, tetapi benar-benar didasari rasa tanggung jawab dan kepedulian nyata untuk bersama-sama pemerintah mensejahterakan rakyat selain juga membangun image perusahaannya. Dalam hal ini, Bank Dunia (2002) merekomendasikan bahwa
pemerintah di suatu negara dapat berperan sebagai mandatory (peran legislasi), facilitating, partnering (proses penguatan dengan multi stakeholder), maupun endorsing (publikasi dan pemberian penghargaan). Masingmasing peran tersebut tentu saja dalam penerapannya memerlukan startegi dan pendekatan yang berbeda. IV. KESIMPULAN Corporate Social Responsibiliti merupakan bentuk komitmen bisnis suatu badan usaha untuk berkontribusi terhadap upaya-upaya mensejahteraan rakyat baik berdimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, melalui pembangunan yang berkelanjutan. Dalam perspektif kebijakan publik, CSR dapat merupakan bagaian dari policy content untuk mendukung program-program pemerintah dalam menjalankan tugas pokoknya yakni pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan bagi rakyatnya. Diperlukan upaya-upaya yang konkrit, koordinatif dan berkesinambungan untuk terwujudnya kesatuan pandang dan kesatuan aksi dalam penerapan CSR sehingga manfaatnya dapat dirasakan tidak saja bagi pembangunan image perusahaan sehingga terus berkembang, tetapi juga bagi masyarakat setempat secara berkesinambungan dan dalam jangka waktu panjang.
Referensi : 1.Azheri, Busyra, 2011.Corporate Social Responsibility, Dari Voluntary Menjadi Mandatory,
STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI
6
PT.Raja Grafindo Persana. Jakarta. 2.Effendi, Sofian, 1988. Paradigma Pembangunan dan Adminis trasi Pembangunan, dalam LAN RI, Jakarta, Lapotan Temu Kaji dan Peran Ilmu Administrasi dan Manajemen dalam Pembangunan. 3.Jones.O.Charles, 1996. Pengantar Kebijakan Publik. Terjemahan dari Buku aslinya “An Introduction to the Study of Public Policy“. Pt.Raja Garfindo. Jakarta. 4.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara 5.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentnag Perseroan Terbatas.
STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI STISIP WIDYAPURI MANDIRI SUKABUMI
7