Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing Vol. 3, No. 2, Oktober 2008
Corporate Social Responsibility (CSR) Resti Yulistia Muslim Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta Abstract This paper issuing a Corporate Social Responsibility report. The term CSR report is often used instead of a triple bottom line report. The theory behind the triple bottom line is that it is in the interests of a business to act as a steward of the environment, society and the economy. The triple bottom line (abbreviated as "TBL" or "3BL") also known as "people, planet, profit" or "the three pillars. There are some controversies in CSR. (1) While many people agree with the importance of good social conditions and preservation of the environment, there are also many who disagree with the triple bottom line as the way to enhance these conditions (2) There are no operational definition and spesific rules about CSR. Keywords: Corporate Social Responsibility (CSR), bottom line, three pillars, controversy PENDAHULUAN Akhir-akhir ini perusahaan di Indonesia seperti berlomba untuk menginformasikan/mempublikasikan kegiatan sosial yang mereka lakukan. Perusahaan merasa jika mereka tidak melakukan kegiatan sosial dan kemudian tidak mempublikasikannya, maka masyarakat akan menuduh perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang tidak memperhatikan lingkungan dan masyarakat sekitar yang mengakibatnya masyarakat, khususnya investor enggan untuk berinvestasi. Survey Pricewaterhouse Coopers (PwC) terhadap 750 Chief Executive Officers menunjukkan bahwa peningkatan tekanan untuk menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) menempati ranking kedua dari tantangan-tantangan bisnis paling penting di tahun 2000 (Morimoto, Ash dan Hope, 2004 dalam Suharto, 2008a). Tindakan perusahaan dalam melakukan kegiatan sosial seperti melakukan penyelamatan hutan gundul, pengelolaan limbah, pemberian beasiswa, ikut dalam penaggulangan bencana sering disebut sebagai pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Hidayati (2008), program-program CSR yang dijalankan akan menciptakan reputasi positif dalam masyarakat dan keunggulan kompetitif yang dibutuhkan perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis. CSR sebagai sebuah gagasan menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). (Daniri, 2008 dalam Machmud dan Djakman, 2008).
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwa kegiatan perusahaan membawa dampak – for better or worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Fokus perusahaan tidak hanya shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan (Suharto, 2008a). Konsep utama CSR dan the triple bottom line adalah stakeholder. Stakeholders, didefinisikan oleh Edward Freeman (dalam www, zipcon.net) sebagai any group or individual who can affect or is affected by the achievement of the organization's objectives. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan. Contohnya PT Aneka Tambang, Tbk. yang menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever adalah para customer-nya (Suharto, 2008a). Meskipun sedang meroket, CSR tampaknya masih diselimuti kabut misteri. Belum ada definisi CSR yang mudah diukur secara operasional. Beberapa UU CSR di Indonesia belum diikuti oleh peraturan di bawahnya yang lebih terperinci dan implementatif. Standar operasional mengenai bagaimana mengevaluasi kegiatan CSR juga masih diperdebatkan, sehingga CSR menjadi sulit diaudit. (Suharto, 2008a) Artikel ini membahas pengertian corporate social responsibility(CSR), sejarah CSR, pihak-pihak yang mendukung dan menentang program ini, review penelitian CSR dan pengukuran CSR. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY Corporate Social Responsibility (CSR) sebetulnya sudah muncul sejak lama. Pada tahun 1933, A Berle dan G Means, meluncurkan bukunya berjudul The Modern Corporation and Private Property, yang mengemukakan bahwa korporasi modern seharusnya mentransformasi diri menjadi institusi sosial, ketimbang institusi ekonomi yang semata memaksimalkan laba. Pemikiran ini dipertajam oleh Peter F Drucker pada tahun 1946, lewat bukunya, The Concept of Corporation. Di sini, Drucker menegaskan tentang peran manajemen (www.keepandshare.com): "Management has become a major leadership group in industrial society and as such have great responsibilities to their own profession, to the enterprise and to the people they manage, and to their economy and society." Hingga tahun 1980-1990 an, wacana CSR terus berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992 menegaskan konsep sustainibility development (pembangunan berkelanjutan) sebagai hal yang harus diperhatikan, tak hanya oleh negara, tapi terlebih oleh kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya semakin “menggila”. Tekanan KTT Rio, terasa bermakna sewaktu James Collins dan Jerry Porras meluncurkan Built To Last; Succesful Habits of Visionary Companies di tahun 1994. Lewat riset yang dilakukan, mereka menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang
24
Resti Yulistia Muslim
terus hidup bukanlah perusahaan yang hanya mencetak uang semata (www.keepandshare.com). Terobosan besar dalam konteks CSR, dilakukan John Elkington pada tahun 1997 dalam bukunya: Cannibals with Forks, the Tripple Bottom Line of Twentieth Century Bussiness. Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality, dan social justice (www.keepandshare.com). Melalui konsep ini Elkington mengemukakan bahwa perusahaan yang ingin terus menjalankan usahanya harus memperhatikan 3P yaitu profit, people dan plannet. Hal ini dikenal dengan istilah the triple bottom line ("TBL" or "3BL") atau "the three pillars. Ketiga prinsip ini harus saling mendukung dalam pelaksanaan program CSR. Perusahaan yang menjalankan usahanya tidak dibenarkan hanya mengejar keuntungan semata (profit), tetapi mereka juga harus terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people), dan berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan atau peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati (planet). (www.keepandshare.com) . Menurut wikipedia (Wikipedia.org), "People" (human capital) pertains to fair and beneficial business practices toward labour and the community and region in which a corporation conducts its business (Wikipedia.com). "Planet" (natural capital) refers to sustainable environmental practices. A TBL company endeavors to benefit the natural order as much as possible or at the least do no harm and curtail environmental impact. "Profit" is the economic value created by the organisation after deducting the cost of all inputs, including the cost of the capital tied up. Sejak cetusan Elkington ini, bisa dikatakan CSR kian bergulir kencang, dan makin kencang setelah World Summit di Johanesburg pada tahun 2002, yang menekankan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Di wilayah Asia, konsep CSR berkembang sejak tahun 1998, tetapi pada waktu tersebut belum terdapat suatu pengertian maupun pemahaman yang baik tentang konsep CSR (www.keepandshare.com). Pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum adalah pemberian bantuan terhadap organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di negara-negara berkembang. CSR pada saat ini hanya sekadar do good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Perusahaan yang melakukannya termasuk dalam kategori ”perusahaan impresif”, yang lebih mementingkan ”tebar pesona” (promosi) ketimbang ”tebar karya” (pemberdayaan). Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan ”copy-paste design” atau sekadar ”menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan seringkali tumpang tindih (Suharto, 2008a). Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai
25
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan (Suharto, 2008a). Konsep CSR mulai menjadi isu yang hangat sejak tahun 2001, dimana banyak perusahaan maupun instansi-instansi sudah mulai melirik CSR sebagai suatu konsep pemberdayaan masyarakat (www.megawati-institute.org). DEFINISI CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY Menurut Suharto (2008a) belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga. Terdapat berbagai definisi tentang CSR, dimana definisi ini juga semakin berkembang seiring dengan perkembangan dunia global Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi. Menurut World Business Council for Sustainable Development (dalam Suharto, 2008a): Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. Menurut International Finance Corporation (dalam Suharto, 2008a): Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan. Menurut Institute of Chartered Accountants, England and Wales (dalam Suharto, 2008a): Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka. Menurut Canadian Government (dalam Suharto, 2008a): Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang. Menurut European Commission(dalam Suharto, 2008a): Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan. Menurut CSR Asia (dalam Suharto, 2008a): Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders. Menurut ISO 26000, (dalam Suharto, 2008a) CSR adalah: Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusankeputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang
26
Resti Yulistia Muslim
diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; memper-timbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3, 2007). Berdasarkan pedoman ini, CSR tidaklah sesederhana sebagaimana dipahami dan dipraktikkan oleh kebanyakan perusahaan. CSR mencakup tujuh komponen utama, yaitu: the environment, social development, human rights, organizational governance, labor practices, fair operating practices, dan consumer issues (Sukada dan Jalal, 2008 dalam Suharto, 2008a). Pada dasarnya CSR merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan untuk mengintegrasikan kepedulian sosial dalam interaksi dengan berbagai stakeholders, yang berdasarkan pada prinsip sukarela maupun kemitraan (www.megawati-institute.org). Pengertian CSR yang relatif lebih mudah dipahami dan bisa dioperasionalkan untuk kegiatan audit adalah dengan mengembangkan konsep Tripple Bottom Lines (Elkington, 1998 dalam Suharto, 2008) dan menambahkannya dengan satu line tambahan, yakni procedure. Dengan demikian, CSR adalah: Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional. (Suharto, 2008a). Terdapat tiga gambaran umum tentang pelaksanaan CSR di Indonesia, yang pada kenyataannya masih perlu mendapat perhatian, yaitu (www.megawatiinstitute.org): 1. konsep pelaksanaan CSR masih bersifat Pendekatan “Top Down” dengan frekuensi community engagement yang lebih banyak 2. Penerapan CSR lebih banyak bersifat sukarela (bukan mandatori berdasarkan UU/PP) 3. Organisasi pengelola CSR masih belum terpadu (unsur-unsur sosial, lingkungan, etika bisnis, profit MODEL PELAKSANAAN CSR Sedikitnya terdapat empat pola/ model pelaksanaan Corporate Social Responsibility yang umumnya diterapkan di Indonesia (Saidi dan Abidin, 2004 dalam www. megawati-institute.org): Melalui Keterlibatan Langsung Program CSR dilakukan secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri berbagai kegiatan sosial ataupun menyerahkan bantuan-bantuan secara langsung kepada masyarakat. Melalui Yayasan ataupun Organisasi Sosial
27
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
Terdapat sebuah yayasan ataupun organisasi sosial yang didirikan sendiri untuk mengelola berbagai kegiatan sosial yang dalam hal ini merupakan aplikasi dari kegiatan CSR. Bermitra dengan Pihak lain CSR dilakukan dengan membangun kerjasama dengan pihak lain baik itu lembaga sosial/organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah, instansi pendidikan, dll. Kerjasama ini dibangun dalam mengelola seluruh kegiatan maupun dalam pengelolaan dana. Bergabung Dalam Konsorsium Bergabung, menjadi anggota ataupun mendukung sebuah lembaga sosial yang berbasis pada tujuan sosial. Dari keseluruhan model tersebut, di Indonesia pada umumnya terdapat model pelaksanaan CSR dengan bermitra dengan pihak lain ataupun organisasi lain. Adapun kecenderungan kegiatan yang dilakukan adalah berupa pelayanan sosial pendidikan dan pelatihan, lingkungan, ekonomi dan sebagainya. PRO dan KONTRA CSR Di Indonesia, perkembangan CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No.40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). (Suharto, 2008a) UU PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR ”dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan (Suharto, 2008a) Peraturan lain mengenai CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 (dalam Suharto, 2008a) tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Meskipun UU ini telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang mengabaikan CSR (Pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi perusahaan nasional (Suharto, 2008a). Jika dicermati, peraturan tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). (Suharto, 2008a) Kelompok yang kontra UU CSR berpendapat bahwa core business perusahaan adalah mencari keuntungan. Oleh karena itu, ketika perusahaan diwajibkan memerhatikan urusan lingkungan dan sosial, ini sama artinya dengan mendesak Greenpeace dan Save The Children untuk berubah menjadi korporasi yang mencari
28
Resti Yulistia Muslim
keuntungan ekonomi. (Suharto, 2008a). UU CSR dipandang dapat mengganggu iklim investasi. Program CSR adalah biaya perusahaan, sementara jika tidak dilakukan, akan mendapat sanksi. Di tengah situasi negara yang masih diselimuti budaya KKN, CSR akan menjadi beban perusahaan tambahan disamping biaya-biaya siluman yang selama ini sudah memberatkan operasi bisnis. (Suharto, 2008b). Kelompok yang setuju dengan UU CSR umumnya berargumen bahwa CSR memberi manfaat positif terhadap perusahaan, terutama dalam jangka panjang. Selain menegaskan brand differentiation perusahaan, CSR juga berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh license to operate, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Data riset majalah SWA atas 45 perusahaan menunjukkan CSR bermanfaat memelihara dan meningkatkan citra perusahaan (37,38 persen), hubungan baik dengan masyarakat (16,82 persen), dan mendukung operasional perusahaan (10,28 persen) (Sinar Harapan 16/03/2006 dalam www.megawati-institute.org). CSR juga bisa berfungsi sebagai strategi risk management perusahaan (Suharto, 2008a). Menurut Suharto (2008b), CSR dapat: 1. Memperkuat kinerja dan keuntungan ekonomi yang lebih efisien dan berkelanjutan; 2. Meningkatkan komitmen para pekerja; 3. Memantapkan akuntabilitas perusahaan terkait investasi sosial dan kemasyarakatan; 4. Mengurangi kerentanan dan instabilitas operasi perusahaan terkait menguatnya hubungan dengan masyarakat; dan 5. Mempertegas reputasi dan citra perusahaan. Dampak positif dari pengungkapan sosial (Riski, 2006 dalam Wikipedia.org ) adalah: 1. Mengentaskan kemiskinan dengan menggunakan pekerja yang berasal dari sekitar perusahaan, mereka dapat menyumbangkan kenaikan angka angkatan kerja dengan menciptakan lapangan kerja. 2. Meningkatkan standar pendidikan, dengan memberikan bea siswa bagi yang benar-benar membutuhkan dan membantu pembangunan sarana dan prasarana pendidikan terutama untuk pendidikan dasar. 3. Meningkatkan standar kesehatan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang kesehatan terutama bagi masyarakat sekitar. Di luar negeri, Negara-negara Eropa mendukung CSR dengan memiliki peraturan dalam pelaporan triple bottom line, temasuk Prancis dan Denmark (Wikipedia.org). Terdapat berbagai contoh keuntungan pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh berbagai perusahaan maupun instansi. Di Inggris, sebuah survei membuktikan, bahwa 86% konsumen merasa melihat suatu citra positif sebuah perusahaan jika mereka melihat perusahaan tersebut benar-benar “melakukan sesuatu untuk menjadikan dunia suatu tempat yang lebih baik” (Acces Ommibus Survei 1997). Selain itu, Di Amerika, tahun 1999, survei lembaga Environic menyatakan sepertiga konsumen di Amerika Serikat yang menyukai produk-produk dari perusahaan yang memiliki visi bisnis pembangunan masyarakat yang lebih baik. (www.megawati-institute.org)
29
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
Pihak yang menentang mengatakan bahwa (1) penyelamatan lingkungan tidak mendatangkan keuntungan (profit), perusahaan tidak seharusnya memperhatikan hal selain bisnis utama perusahaan. (2) Beberapa negara berpandangan bahwa ketika mensejahterakan negara, tidak hanya didasarkan pada 1 sektor saja yaitu sosial, tetapi juga dibantu dari elemen bisnis, perserikatan perkerja dan politik. (3) CSR akan memaksa perusahaan untuk bertanggung jawab diluar usaha mereka. (Wikipedia.org) REVIEW PENELITIAN CSR Beberapa Penelitian mengenai CSR sudah banyak dilakukan, diantaranya: Tabel 1. Ringkasan dan Perbandingan Bebepapa Penelitian CSR di Indonesia Peneliti Dessy Widia (2009)
Sampel, periode Seluruh perusahaan Go Publik di BEI tahun 2003 - 2007.
variabel Kepemilikan Manajemen, financial leverage, profitabilitas, biaya politis
RR. Nur Diana Hidayati (2008)
Studi kasus pada PT. Unilever Indonesia, Tbk; PT. Sari Husada; PT. Astra International, Tbk; dan PT. Aneka Tambang, Tbk.
Identifikasi dilakukan pada: keterkaitan program CSR dengan bisnis inti perusahaan; cakupan program CSR terhadap triple bottom line, pelaksanaan program CSR yang merupakan pembangunan berkelanjutan & keunggulan kompetitif
Sembiring (2005)
Sayekti (2007)
Utomo (2000)
Lutfi (2001)
30
perusahaan yang tergolong dalam industri high profile dan low profile
Hasil Tingkat kepemilikan manajemen, financial leverage, profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial, dan terdapat reaksi investor atas pengungkapan informasi sosial. Sedangkan biaya politis tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial Perusahaan consumer goods (Unilever Indonesia & Sari Husada) dan manufaktur (Astra International) melaksanakan program CSR yang terkait maupun tidak terkait dengan bisnis inti perusahaan, sedangkan perusahaan tambang (Aneka Tambang) melaksanakan program CSR yang tidak terkait dengan bisnis inti perusahaan
Pengaruh negatif probabilitas terhadap pertanggungjawaban sosial perusahaan dan pengaruh positif signifikan profit terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan Tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negatif terhadap ERC. pengungkapan sosial di Indonesia relatif rendah, namun perusahaan high profile ternyata melakukan pengungkapan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan low profile tidak dapat pengaruh yang signifikan dari praktik pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan
Resti Yulistia Muslim
Fr. Reni. Retno Anggraini (2006)
prosentase kepemilikan manajemen (MAN) dan tipe industri (IND) ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas
Machmud dan Djakman (2008)
Seluruh perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006.
Corporate Social Disclosure Index (CSDI), menggunakan indikator GRI (economic, environment, labor practices, human rights, society, dan product responsibility). nilai 1 jika terdapat pengungkapan, & nilai 0 jika tidak terdapat pengungkapan atau pengungkapan tidak sesuai dengan indikator GRI., Kepemilikan asing, Kepemilikan institusi
Lely Dahlia dan Sylvia Veronica Siregar (2008) Rika Nurlela dan Islahudin (2008)
Perusahaan publik yang tercatat di BEI pada tahun 2005 dan 2006,
Corporate Social Disclosure Index (CSDI), menggunakan indikator GRI (www.globalreporting.o rg.) Corporate Social Responsibility, Kepemilikan manajemen, Nilai Perusahaan
Perusahaan sektor non keuangan yang terdaftar di BEJ untuk tahun 2005.
terhadap perubahan harga saham prosentase kepemilikan manajemen (MAN) dan tipe industri (IND) berpengaruh signifikan terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapkan informasi social, tidak terdapat pengaruh ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas terhadap kebijakan pengungkapan informasi sosial oleh perusahaan truktur kepemilikan asing termasuk kepemilikan asing Eropa dan United State dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial
tingkat pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh positif terhadap ROE, dan tidak berpengaruh terhadap CAR
prosentase kepemilikan manajemen dan interaksi antara Corporate Social Responsibility dengan prosentase kepemilikan manajemen yang berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
Pengukuran CSR Pengukuran CSR menggunakan indeks CSR/ Corporate Social Disclosure Index (CSDI) yang didapat dari daftar pengungkapan CSR. Beberapa peneliti menggunakan indikator GRI (economic, environment, labor practices, human rights, society, dan product responsibility). nilai 1 jika terdapat pengungkapan, & nilai 0 jika tidak terdapat pengungkapan atau pengungkapan tidak sesuai dengan indikator GRI. Indeks CSR didapat dengan membagi jumlah total pengungkapan dengan jumlah item
31
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
pengungkapan. Berikut ini beberapa daftar pengungkapan yang digunakan oleh beberapa peneliti. 1. Daftar Pengungkapan CSR yang digunakan oleh Monika dan Hartanti (2008) Checklist Pengungkapan Corporate Social Performance Content Themes (1) Environment
(2) Energy
(3) Health and safety
(4) Human resources
(5) Community involvement
(6) Fair business practices
(7)Products
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Sub Themes Pollution control (air, water, land, noise, visual) Prevention of environmental damage Waste recycling Conservation of natural resources Research and development Environmental audit Environmental policy Other environmental disclosures Conservation and energy saving Development/exploration of new sources Use of new sources Other energy-related disclosure Health and safety at work Customer safety Accidents rate Compensation Other health-related disclosures Employee development/training programs Pay and benefits (profit sharing scheme) Pension scheme Loan to employee Employee share ownership scheme Sport and recreation Other employee related disclosures Charitable donation and service Political donation and service Social activity sponsorship
28
Other community activity disclosures
29
Employment of women (sexual equality)
30 31
Employment of minority (racial equality) Employment of disabled people
32
Customer complaints
33
ISO / Quality, including awards
34
Legal proceedings, litigation and liabilities
35 36
Other fair business practice disclosures Product development
37
Product quality
38
Product safety
39
Other product related disclosures
Sumber. Sumber utama: Gao et al. (2005) dalam Monika dan Hartanti (2008) Dikombinasikan dengan: Hackston dan Milne (1996) dalam Monika dan Hartanti (200)
32
Resti Yulistia Muslim
2. Daftar Pengungkapan CSR yang digunakan oleh Nurlela dan Islahuddin (2008) DAFTAR PENGUNGKAPAN SOSIAL (SOSIAL DISCLOSURE) Tema Kemasyarakatan 1. Dukungan pada kegiatan seni dan budaya 2. Dukungan pada kegiatan olah raga (termasuk sponsorship) 3. Partisipasi pada kegiatan masyarakat sekitar kantor pabrik 4. Dukungan ke lembaga kerohanian 5. Dukungan ke lembaga pendidikan (termasuk bea siswa, kesempatan magang, kesempatan penelitian) 6. Dukungan ke lembaga sosial lain 7. Fasilitas sosial dan fasilitas umum 8. Prioritas lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar (temasuk pemberian fasilitas dan motivasi oleh perusahaan untuk berwiraswasta) Tema Produk dan Konsumen 1. Mutu produk 2. Penghargaan kualitas (termasuk sertifikat kualitas, sertifikat halal dan penghargaan) 3. Costomer Satisfication (upaya untuk meningkatkan kepuasan konsumen) Tema Ketenagakerjaan 1. Jumlah tenaga kerja 2. Keselamatan kerja (kebijakan dan fasilitas keselamatan kerja) 3. Kesehatan (termasuk fasilitas dokter dan poliklinik perusahaan) 4. Koperasi karyawan 5. Gaji/upah 6. Tunjangan dan kesehatan lain (termasuk UMR, bantuan masa krisis, kesejahteraan untuk karyawan, asuransi dan fasilitas transportasi) 7. Pendidikan dan latihan (termasuk kerjasama dengan perguruan tinggi negeri) 8. Kesetaraan gender dalam kesempatan kerja dan karir 9. Fasilitas peribadatan (termasuk peringatan hari besar agama) 10. Cuti karyawan (termasuk cuti yang diperlukan oleh pekerja wanita) 11. Pensiun (termasuk pembentukan/pemilihan dana pensiun) 12. Serikat pekerja 13. Kesepakatan kerja Bersama 14. Turn over pekerja Tema Lingkungan Hidup 1. Kebijakan lingkungan 2. Sertifikasi lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) 3. Rating (termasuk penghargaan dibidang lingkungan) 4. Energi (termasuk energi saving,total energi yang digunakan dan sebagainya) 5. Pencegahan/pengolahan polusi (termasuk pengolahan limbah) 6. Dukungan pada konservasi satwa 7. Dukungan pada konservasi lingkungan Sumber Nurlela dan Islahuddin (2008)
33
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
3. Daftar Pengungkapan CSR yang digunakan oleh Desi Widia (2009) dan Zuhroh dan Sukmawati (2003) DAFTAR PENGUNGKAPAN SOSIAL KETEGORI Tema Kemasyarakatan Dukungan pada kegiatan seni & budaya Dukungan pada kegiatan olah raga Partisipasi pada kegiatan masy sekitar pabrik Dukungan kelembagaan kerohanian Dukungan kelembagaan pendidikan Dukungan kelembagaan sosial lain Fasilitas sosial & fasilitas umum Proritas lapangan kerja bagi masyarakat Tema Produk & Konsumen Mutu produk Penghargaan kualitas Kepuasan konsumen Lain-lain Tema Ketenagakerjaan Jumlah tenaga kerja Keselamatan kerja Kesehatan Koperasi karyawan Gaji / upah Tunjangan kesehatan (asuransi) Pendidikan dan latihan Kesetaraan gender dalam kesempatan kerja Fasilitas peribadatan Cuti karyawan Pensiunan Serikat pekerja Kesepakatan kerja bersama Tema Lingkungan Hidup Kebijakan lingkungan Sertifikat lingkungan & AMDAL Penghargaan dibidang lingkungan Pencegahan & pengolahan polusi Dukungan pada konservasi satwa Dukungan pada konservasi lingkungan
Sumber: (dalam Dessy Widia)
34
Resti Yulistia Muslim
KESIMPULAN Corporate Social Responsibility adalah suatu program yang dijalankan perusahaan sehingga akan menciptakan reputasi positif dalam masyarakat dan keunggulan kompetitif yang dibutuhkan perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis. CSR sebagai sebuah gagasan, menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Terdapat pro dan kontra tentang CSR diantaranya pro dan kontra mengenai perlunya CSR dibuatkan peraturannya. Beberapa pihak tidak menyetujui CSR diregulasi karena CSR menimbulkan biaya dan perusahaan menjadi tidak terfokus pada kegiatan utama perusahaan. CSR tampaknya masih diselimuti kabut misteri. Belum ada definisi CSR yang mudah diukur secara operasional. Beberapa UU CSR di Indonesia belum diikuti oleh peraturan di bawahnya yang lebih terperinci dan implementatif. Standar operasional mengenai bagaimana mengevaluasi kegiatan CSR juga masih diperdebatkan, sehingga CSR menjadi sulit diaudit. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Fr. Reni. Retno, 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta), SNA IX, Padang. Hidayati, RR. Nur Diana, 2008. Pola Program-program Corporate Social Responsibility (CSR): studi kasus pada PT. Unilever Indonesia, Tbk.; PT. Sari Husada; PT. Astra Internasional, Tbk.; dan PT. Aneka Tambang, Tbk, Tesis, Univ Gadjah Mada. www.keepandshare.com http://www.megawati-institute.org/pemikiran/corporate-social-responsibility-realitadan-perkembangan.html http://www.zipcon.net/~laura/ CSR and The Triple Bottom Line Tools for issuing a successful CSR report Lutfi, Andy Prayogo Ika. 2001. Analisis Pengaruh Praktek Pengungkapan Sosial Terhadap Perubahan Harga Saham pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ. Skripsi. Universitas Merdeka. Malang Machmud, Novita dan Chaerul D. Djakman, 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) Pada Laporan Tahunan Perusahaan: Studi Empiris pada Perusahaan Publik yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006, SNA XI, Pontianak. Majalah Bisnis dan CSR (2007), Regulasi Setengah Hati, Edisi Oktober
35
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
Monika, Elsa Rumiris dan Dwi Hartanti, 2008. Analisis Hubungan Value Based Management dengan Corporate Social Responsibility dalam Iklim Bisnis Indonesia (Studi Kasus Perusahaan SWA100 2006), SNA XI, Pontianak Nurlela,Rika dan Islahuddin, 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta), SNA XI, Pontianak Riski, 2006. Pengaruh Pengungkapan Informasi Sosial Terhadap Reaksi Investor. Skripsi. Universitas Bung Hatta. Padang Sayekti, Yoseva, dan Ludovicos Sensi Wondabio.2007.”Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient”. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar. 26-28 Juli Sembiring, Eddy. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Pertanggungjawaban Sosial (Studi Empiris Perusahaan yang tercatat di BEJ). Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo, 15-16 September Suharto, Edi, 2008a. Corporate Social Responsibility: What is and Benefit for Corporate, makalah yang disajikan pada Seminar Dua Hari, Corporate Social Responsibility: Strategy, Management and Leadership, Intipesan, Hotel Aryaduta Jakarta 13-14 Februari Suharto. Edi, 2008b. Corporate Social Responsibility: Konsep dan Perkembangan Pemikiran, Yogyakarta. Utomo. Muhammad Muslim. 2000.”Praktek Pengungkapan Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan Antara Perusahaan High Profile dan Low Profile)”. Simposium Nasional Akuntansi III. Widia, Dessy, 2009, Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dan pengaruhnya terhadap investor, Skripsi UBH, Padang. Wikipedia (2010), Corporate Social Responsibility, http://en.wikipedia. org/wiki/Corporate social_responsibility (diakses 2 April) Zuhroh, Diana, dan I Putu Pande Heri Sukmawati, 2003. Analisis Perngaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya 16-17 Oktober
36