BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a.
bahwa dengan semakin banyaknya Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Batang yang menggunakan ruang milik publik dalam melaksanakan kegiatannya, sehingga perlu dilakukan pengaturan, penataan dan pengawasan agar tidak mengganggu pemanfaatan ruang milik publik;
b.
bahwa Pedagang Kaki Lima yang merupakan kegiatan perekonomian sektor informal perlu dibina dan diberdayakan sehingga dapat mengembangkan usahanya menjadi kegiatan perekonomian sektor formal yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima;
Mengingat : 1.
Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757);
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 1
5.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
7.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
8.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
9.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5096);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3381); 2
14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 291); 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 607); 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 19. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Nomor 38 Tahun 1995 tentang Kebersihan dan Keindahan Lingkungan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Tahun 1995 Nomor 3 Seri B); 20. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2005 nomor 2 Seri E Nomor 1); 21. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Batang (Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2008 Nomor 1 Seri E Nomor 1); 22. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Batang (Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2010 Nomor 16); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG dan BUPATI BATANG MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA.
PENATAAN
DAN 3
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
9. 10.
11.
12.
13. 14.
Daerah adalah Kabupaten Batang. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batang. Bupati adalah Bupati Batang. SKPD adalah Perangkat Daerah pada pemerintah Kabupaten yang membidangi urusan Pedagang Kaki Lima. Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. Peralatan bergerak adalah sarana yang dipergunakan oleh PKL berupa tenda, meja, gerobak dorong, kendaraan beroda dua, kendaraan beroda tiga, kendaraan roda empat, dan sejenisnya. Tanda Daftar Usaha, yang selanjutnya disebut TDU, adalah surat yang dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran usaha PKL sekaligus sebagai alat kendali untuk pemberdayaan dan pengembangan usaha PKL di lokasi yang ditentukan. Ruang milik publik adalah area yang dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat umum. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan Pedagang Kaki Lima dengan pelaku usaha sektor formal dan masyarakat. Penataan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya. Penyidikan adalah suatu tindakan dari para aparat penegak hukum (penyidik) dalam mencari dan menemukan, mengumpulkan alat bukti serta mencari tahu siapa pelaku tindak pidana Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disingkat PPNS Daerah adalah Pejabat PNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan penyidikan.
4
BAB II TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Peraturan Daerah ini bertujuan : a. untuk mengatur, menata, memberdayakan, membina dan mengawasi kegiatan PKL; b. mewujudkan harmonisasi antara kegiatan PKL dengan manfaat dan fungsi ruang milik publik agar tercipta ketertiban, keindahan, keamanan dan kenyamanan dalam pemanfaatan ruang milik publik; c. memfasilitasi kegiatan PKL agar dapat mengembangkan kegiatannya menjadi kegiatan perekonomian sektor formal dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya; d. menumbuhkan dan mengembangkan kemitraan antara PKL dengan pelaku usaha sektor formal dan/atau masyarakat. Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini mencakup hak dan kewajiban PKL, penataan, pemberdayaan, pembinaan dan pengawasan, larangan, sanksi administrasi dan ketentuan pidana. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 4 Setiap PKL berhak : a. mendapatkan pelayanan perizinan; b. melakukan kegiatan PKL di lokasi yang telah ditentukan; c. mendapatkan pengaturan, penataan dan pembinaan dalam rangka mengembangkan kegiatan PKL menjadi kegiatan perekonomian sektor formal; d. memperoleh fasilitasi dalam rangka pemberdayaan PKL. Pasal 5 Setiap PKL wajib : a. mematuhi ketentuan perundangundangan; b. menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai TDU yang dimiliki PKL c. mematuhi jam buka dan jam tutup kegiatan usaha yang ditetapkan Bupati; d. menjaga kebersihan, keindahan dan ketertiban lingkungan sekitar kegiatan usahanya. e. menyediakan tempat sampah dan/atau tempat air limbah serta membuang sampah dan/atau air limbah ke tempat yang telah ditentukan setelah selesai menjalankan kegiatan usahanya. f. memindahkan dan/atau membongkar sarana dagangannya dari lokasi tempat usahanya setelah selesai menjalankan kegiatan usahanya.
5
BAB IV PENATAAN PKL Bagian Kesatu Lokasi, Waktu, Ukuran dan Bentuk Sarana PKL Pasal 6 (1) Setiap orang dilarang melaksanakan kegiatan PKL di ruang milik publik, kecuali pada lokasi yang ditetapkan oleh Bupati. (2) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan serta mempertimbangkan kepentingan umum, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, ekonomi, keamanan, dan ketertiban serta kebersihan lingkungan sekitarnya. (3) Pada lokasi kegiatan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati menetapkan waktu, ukuran dan bentuk sarana PKL dalam melaksanakan kegiatannya, dapat melibatkan masyarakat di sekitar lokasi PKL (4) Ketentuan mengenai lokasi, waktu, ukuran dan bentuk sarana PKL, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Pendaftaran PKL Paragraf 1 Wewenang Pemberian Tanda Daftar Usaha PKL Pasal 7 (1) Setiap orang yang akan melaksanakan kegiatan PKL pada lokasi yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), wajib terlebih dahulu memiliki TDU PKL yang diterbitkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (2) TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. (3) Dalam menerbitkan TDU PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh pemegang TDU PKL. Pasal 8 Bupati dapat melimpahkan kewenangan menerbitkan TDU PKL kepada Camat. Pasal 9 Setiap PKL hanya diperbolehkan memanfaatkan 1 (satu) lokasi kegiatan yang telah ditentukan dan digunakan sendiri untuk kegiatan PKL.
6
Paragraf 2 Permohonan Tanda Daftar Usaha PKL Pasal 10 (1) Untuk mendapatkan TDU PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Permohonan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan : a. kartu tanda penduduk Kabupaten Batang; b. pas photo terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar; c. mengisi formulir yang memuat tentang : 1) nama; 2) alamat/tempat tinggal/lama tinggal; 3) jenis usaha yang dimohon; 4) tempat usaha yang dimohon; 5) luas tempat usaha; 6) waktu usaha; 7) perlengkapan yang digunakan; 8) jumlah modal usaha. d. mengisi formulir surat pernyataan belum memiliki tempat usaha; e. mengisi formulir surat pernyataan kesanggupan untuk menjaga keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan, dan kesehatan serta fungsi fasilitas umum; f. mengisi formulir surat pernyataan yang memuat : 1) tidak memperdagangkan barang ilegal; 2) tidak merombak, menambah, dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada ditempat atau lokasi PKL; 3) tidak memindahtangankan TDU kepada pihak lain; 4) kesanggupan mengosongkan, mengembalikan atau menyerahkan tempat usaha PKL apabila : a) lokasi dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan dan atau dikembalikan kepada fungsinya; b) lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan; c) setelah dievaluasi PKL dinilai layak menjadi usaha kecil. (3) Tata cara untuk mendapatkan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. (4) Bentuk dan isi formulir permohonan TDU beserta lampiran-lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 11 (1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat mengabulkan atau menolak permohonan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berdasarkan kelengkapan persyaratan dan pertimbangan kesesuaian lokasi. (2) Dalam hal permohonan dikabulkan, maka kepada pemohon diberikan Tanda Daftar Usaha PKL. (3) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut diberitahukan secara tertulis dengan menyebutkan alasan-alasannya. 7
Paragraf 3 Masa Berlaku Tanda Daftar Usaha PKL Pasal 12 TDU PKL berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi perkembangan usaha. Paragraf 4 Pencabutan Tanda Daftar Usaha PKL Pasal 13 (1) TDU PKL sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dicabut apabila : a. Pemegang TDU PKL melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, dan/atau melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam TDU PKL; b. lokasi usaha yang bersangkutan tidak lagi ditetapkan sebagai tempat usaha PKL; c. pemegang TDU tidak memperpanjang TDU; d. tidak menjalankan kegiatan usahanya secara berturut-turut lebih dari 30 (tiga puluh) hari tanpa memberitahukan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; d. lokasi usahanya digunakan untuk kegiatan yang bertentangan dengan kesusilaan, kepentingan umum atau kelestarian lingkungan hidup. e. memperjual-belikan TDU PKL. (2) Pencabutan TDU PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah diberikan peringatan secara tertulis kepada Pemegang TDU PKL dengan menyebutkan alasan-alasannya. (3) Dalam hal dilaksanakan pencabutan TDU PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Pemegang TDU PKL dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari wajib segera mengosongkan lokasi usahanya. (4) Dalam hal sampai batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemegang TDU PKL masih belum juga melaksanakan kewajibannya, maka Bupati atau Pejabat yang ditunjuk berwenang memerintahkan pengosongan secara paksa. BAB V PEMBERDAYAAN Pasal 14 Bentuk pemberdayaan PKL yang dilakukan Pemerintah Daerah, meliputi : a. bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha; b. fasilitasi kemitraan antara PKL dengan pelaku usaha sektor formal dan/atau masyarakat; c. fasilitasi peningkatan permodalan PKL; d. peningkatan sarana dan prasarana PKL.
8
BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15 (1) Bupati/walikota melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penataan dan pemberdayaan PKL di kabupaten/kota. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. koordinasi dengan Gubernur; b. pendataan PKL; c. sosialisasi kebijakan tentang penataan dan pemberdayaan PKL; d. perencanaan dan penetapan lokasi binaan PKL; e. koordinasi dan konsultasi pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL; f. bimbingan teknis, pelatihan, supervisi kepada PKL; g. mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dalam penataan dan pemberdayaan PKL; dan h. monitoring dan evaluasi. Pasal 16 (1) Dinas melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan PKL melalui kegiatan monitoring dan evaluasi dalam rangka penataan dan pemberdayaan PKL. (2) Dalam hal kewenangan penerbitan TDU PKL dilimpahkan kepada Camat, maka pengawasan PKL dilaksanakan oleh Camat. (3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. BAB VII LARANGAN Pasal 17 Setiap PKL dilarang : a. melakukan kegiatan usahanya di ruang umum yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL; b. menggunakan tempat lain atau tempat yang lebih luas daripada yang telah ditetapkan dalam TDU PKL. c. meminjamkan atau menyewakan tempat usahanya kepada pihak lain; d. menjualbelikan dan/atau memindahtangankan TDU PKL; e. menjual barang-barang atau melakukan pekerjaan yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dinyatakan sebagai barang terlarang dan/atau perbuatan terlarang; f. melakukan usaha atau kegiatan usaha yang mengganggu atau membahayakan keamanan, ketertiban dan/atau keselamatan umum serta menimbulkan pencemaran lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; g. meninggalkan sarana dagang di lokasi tempat usaha setelah selesai kegiatan usahanya ; h. melakukan usaha atau kegiatan yang tidak sesuai dengan lokasi, waktu, ukuran dan bentuk sarana dagang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 9
i.
melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan/atau mengubah bentuk trotoar, fasilitas umum, dan/atau bangunan di sekitarnya; BAB VIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 18
(1) PKL yang melanggar ketentuan Pasal 5 dan Pasal 17 dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan TDU PKL. (2) Dengan pencabutan TDU PKL seperti dimaksud pada ayat (1), Bupati atau pejabat yang ditunjuk berwenang memerintahkan membongkar tempat usaha PKL dan/atau menyita barang dagangan dan/atau peralatan yang digunakan untuk usaha PKL. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 19 (1) Setiap orang yang melanggar Pasal 7 ayat (1), diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah Pelanggaran. BAB X PENYIDIKAN Pasal 20 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam Peraturan Daerah ini. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan Tindak Pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari atau mengumpulkan keterangan mengenai Orang Pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan Tindak Pidana tersebut; c. meminta keterangan dan bahan bukti Orang Pribadi atau Badan sehubungan dengan Tindak Pidana; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan Tindak Pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; 10
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan Tindak Pidana; g. menyuruh berhenti dan melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan Tindak Pidana; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan Tindak Pidana sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Pengaturan Pedagang Kaki Lima (Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 1992 Seri C Nomor 1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Batang. Ditetapkan di Batang pada tanggal 24 Juli 2014 BUPATI BATANG, ttd YOYOK RIYO SUDIBYO
Diundangkan di Batang pada tanggal 24 Juli 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BATANG, ttd NASIKHIN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2014 NOMOR 6 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG, PROVINSI JAWA TENGAH: (96/2014) Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Batang ttd AGUS JAELANI MURSIDI, SH.,M.Hum Pembina Tingkat I NIP. 19650803 199210 1 001
11
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA I. UMUM Tumbuhnya sektor formal dan informal dalam kegiatan perekonomian merupakan konsekuensi logis dari proses pembangunan. Masih belum teratasinya pengangguran, keterbatasan lapangan kerja baru serta desakan kebutuhan ekonomi untuk mempertahankan hidup menyebabkan sementara orang mencari alternatif pekerjaan di luar sektor formal. Sektor informal yang banyak digeluti oleh masyarakat adalah pedagang kaki lima (PKL). Sektor informal ini umumnya berupa usaha berskala kecil dengan modal, ruang lingkup dan pengembangan usaha yang terbatas. Aktivitas perdagangan sektor informal ini di Kabupaten Batang terdapat di berbagai tempat, termasuk alun-alun, trotoar, di sekitar pasar atau bahkan memanfaatkan ruang milik publik lainnya, sehingga perlu dilakukan pengaturan, penataan, pemberdayaan, pembinaan dan pengawasan. Diharapkan sektor informal ini dapat mengembangkan usahanya menjadi kegiatan perekonomian sektor formal yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi pengaturan, penataan, pemberdayaan, pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan PKL yang dilaksanakan oleh masyarakat, agar tercipta ketertiban, keindahan, keamanan dan kenyamanan dalam pemanfaatan ruang milik publik. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas. 12
Pasal 6 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan masyarakat disekitar lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL), antara lain LSM, LPM, RT, RW, Paguyuban Pedagang Kai Lima (PKL) dan Kelompok Masyarakat lainnya. Ayat (5) Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 Pelimpahan kewenangan penerbitan Tanda Daftar Usaha PKL kepada Camat dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada pemohon Pasal 9 Cukup Jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Telah tinggal di Kabupaten Batang dan memiliki KTP Kabupaten Batang minimal 5 tahun kebelakang setelah Peraturan Daerah ini diberlakukan; Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas. Pasal 12 Cukup Jelas. Pasal 13 Cukup Jelas. Pasal 14 Huruf a Cukup Jelas.
13
Huruf b Cukup Jelas. Huruf c Cukup Jelas. Huruf d Peningkatan sarana dan prasarana oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan pada lokasi penampungan dalam rangka relokasi PKL, agar dapat menghidupkan iklim usaha pada lokasi yang baru, sehingga pelaku PKL dapat berkembang menjadi kegiatan perekonomian formal dan mandiri. Peningkatan sarana dan prasarana PKL dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pembinaan adalah pembinaan yang berkaitan dengan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, termasuk pemberian bimbingan dan penyuluhan yang berkaitan dengan larangan dan kewajiban yang harus dilaksanakan Pedagang Kaki Lima, sehingga tidak mengganggu ketertiban, keindahan, kemanan dan kenyamanan masyarakat dalam memanfaatkan ruang milik publik. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Pasal 16 Cukup Jelas. Pasal 17 Cukup Jelas. Pasal 18 Cukup Jelas. Pasal 19 Cukup Jelas. Pasal 20 Cukup Jelas. Pasal 21 Cukup Jelas. Pasal 22 Cukup Jelas.
14