ISSN 1693-7961
BULETIN TEKNIK LITKAYASA SUMBER DAYA DAN PENANGKAPAN Volume 10 Nomor 2 Desember 2012
BULETIN TEKNIK LITKAYASA SUMBER DAYA DAN PENANGKAPAN adalah publikasi untuk Teknisi Litkayasa, yang berisi mengenai kegiatan teknisi litkayasa terkait dengan prospek pengembangan, analisis kegiatan lapangan, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan sumber daya dan penangkapan dan disajikan secara praktis, jelas, dan bersifat semi ilmiah. Terbit pertama kali tahun 2003 dengan frekuensi penerbitan sekali dalam setahun. Sejak tahun 2006, publikasi ini terbit dua kali dalam setahun yaitu pada bulan: JUNI dan DESEMBER.
Ketua Redaksi: Dra. Sri Turni Hartati, M.Si. Anggota: Ir. Agustinus Anung Widodo, M.Si. Drs. Suwarso, M.Si. Dra. Adriani Sri Nastiti, M.Si. Dra. Ni’am Muflikhah Redaksi Pelaksana: Ralph Thomas Mahulette, S.Pi., M.Si. Kharisma Citra Partadinata, S.Sn. Desain Grafis: Darwanto, S.Sos. Alamat Redaksi/Penerbit: Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konsevasi Sumber Daya Ikan Jl. Pasir Putih I Ancol Timur Jakarta Utara 14430 Telp. (021) 64711940; Fax. (021) 6402640 Email:
[email protected] BULETIN TEKNIK LITKAYASA SUMBER DAYA DAN PENANGKAPAN diterbitkan oleh Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konsevasi Sumber Daya Ikan-Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan.
ISSN 1693-7961 BULETIN TEKNIK LITKAYASA Volume 10 No. 2 Desember 2012 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………........
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………….......
iii
Pengukuran Panjang dan Bobot Ikan Lumajang (Cyclocheilichthys enoplos) Daerah Hoxtong dan Selat Cemara, Sungai Musi Bagian Hilir, Sumatera Selatan Oleh : Mirna Dwirastina....................................................................................................................................................
35-39
Teknik Pengambilan, Identifikasi dan Penghitungan Kelimpahan Fitoplankton di Segara Anakan Kabupaten Cilacap
41-46
Oleh : Rakhmat Sarbini dan Yusup Nugraha…………………………………………………………………………..
Teknik Pengamatan Meroplankton Hasil Tangkapan Bongo Net di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah Oleh : Aswar Rudi dan Henra Kuslani…………………………………………………………………………………
Teknik Pengamatan Isi Lambung dalam Rangka Kajian Kebiasaan Makan Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat Oleh : Henra Kuslani, Sukamto dan Tri Muryanto……………………………………………………………………
47-52
53-61
Pengamatan Indek Kematangan Gonad (IKG) dan Kebiasaan Makan (Food Habit) Ikan Serandang (Channa pleurophthalmus) di DAS Musi, Sumatera Selatan Oleh : Muhtarul Abidin dan Mirna Dwirastina...............................................................................................................
63-66
Kebiasaan Makan Ikan Bawal (Colossoma macropomum) di Waduk Cirata, Jawa Barat Oleh : Henra Kuslani, Tri Muryanto dan Sukamto……………………………………………………………………..
67-70
Pengamatan Kelimpahan Zooplankton Daerah Tapung Kanan dan Tapung Kiri Sungai Siak Bagian Hulu Riau Pekanbaru Oleh : Mirna Dwirastina......................................................................................................................
71-73
Teknik Penangkapan dan Hasil Tangkapan Ikan dengan Jaring Insang (gill net) di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur Oleh : Tri Muryanto Dan Sukamto……………………………………………………………………………………….
75-78
iii
KATA PENGANTAR Buletin Teknisi Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan Volume 10 Nomor 2 Desember 2012 adalah terbitan kedua pada Tahun 2012. Pencetakan Buletin ini dibiayai oleh DIPA Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (P4KSI). Buletin Teknisi Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan ini menampilkan delapan artikel yang bersumber dari kegiatan penelitian yang berada di lingkup Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (P4KSI). Terdiri atas tiga artikel yang berasal dari Balai Riset Perikanan Perairan Umum-Palembang dan lima dari Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Delapan artikel mengulas tentang Pengukuran Panjang dan Bobot Ikan Lumajang (Cyclocheilichthys enoplos) Daerah Hoxtong dan Selat Cemara, Sungai Musi Bagian Hilir, Sumatera Selatan, Teknik Pengambilan, Identifikasi dan Penghitungan Kelimpahan Fitoplankton di Segara Anakan Kabupaten Cilacap, Teknik Pengamatan Meroplankton Hasil Tangkapan Bongo Net di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah, Teknik Pengamatan Isi Lambung dalam Rangka Kajian Kebiasaan Makan Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat, Pengamatan Indek Kematangan Gonad (Ikg) dan Kebiasaan Makan (Food Habit) Ikan Serandang (Channa pleurophthalmus) di DAS Musi, Sumatera Selatan, Kebiasaan Makan Ikan Bawal (Colossoma macropomum) di Waduk Cirata, Jawa Barat, Pengamatan Kelimpahan Zooplankton Daerah Tapung Kanan dan Tapung Kiri Sungai Siak Bagian Hulu Riau Pekanbaru, Teknik Penangkapan dan Hasil Tangkapan Ikan dengan Jaring Insang (Gill Net) di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur. Buletin Teknisi Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan ini diharapkan dapat menambah wawasan sekaligus merupakan media peningkatan kapasitas para teknisi litkayasa yang berada di UPT lingkup Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan.
Redaksi
ii
Pengukuran Panjang dan Bobot ..... Bagian Hilir, Sumatera Selatan (Dwirastina, M.)
PENGUKURAN PANJANG DAN BOBOT IKAN LUMAJANG (Cyclocheilichthys enoplos) DAERAH HOXTONG DAN SELAT CEMARA, SUNGAI MUSI BAGIAN HILIR, SUMATERA SELATAN Mirna Dwirastina Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang Teregistrasi I tanggal: 4 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 25 April 2011; Disetujui terbit tanggal: 7 Juli 2011
PENDAHULUAN Perairan umum Sumatera Selatan seluas 2,5 juta ha berupa sungai dan rawa dari daerah aliran Sungai Musi (Wibowo & Sunarno, 2005). Menurut Gaffar (2003) bahwa daerah tangkapan air di daerah aliran Sungai Musi mencakup luasan 60.000 km 2. Pada daerah aliran Sungai Musi tersebut dijumpai jenis-jenis ikan ekonomis penting misal ikan toman (Channa micropeltes), lais (Kryptopterus sp.), sapi (Helostoma temmincki), tembakang (Helostoma temmincki), gabus (Channa striata), lumajang (Cyclocheilichthys enoplos), coli (Albulichthys albuloides), dan lain-lain. Ikan lumajang merupakan salah satu jenis ikan yang sering ditemukan dalam penangkapan para nelayan dengan menggunakan belad, jaring, strum, dan lain-lain. Menurut Muthmaiinah (2008) bahwa Ikan lum ajang termasuk dalam famili Cyprinidae mempunyai ciri-ciri sebagai berikut spina dorsalis sangat panjang, linea lateralis bercabang, bentuk agak panjang dan agak pipih, ada empat sungut, dan bagian perut warna putih keperakan. Ikan ini dapat mencapai ukuran 74,0 cm dan termasuk ikan ekonomis penting. Hubungan panjang dan bobot merupakan salah satu aspek biologi perikanan yang perlu dipelajari. Menurut Effendie (1997), panjang tubuh sangat berhubungan dengan bobot tubuh. Hubungan panjang dan bobot seperti hukum kubik yaitu bahwa bobot sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Namun, hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak
demikian karena bentuk dan panjang ikan berbedabeda. Hubungan panjang dan bobot (length weight relationship) merupakan hal yang penting dalam penelitian ilmiah perikanan, karena hal ini memberikan informasi parameter-parameter populasi. Pertama, sebuah perubahan bobot dan panjang memperlihatkan umur dan kelas kelompok tahun ikan; hal ini sangat penting dalam perikanan. Kedua, data panjang dan bobot tersebut dapat digunakan sebagai data dukung menaksirkan stok perikanan tangkap. Selain itu, data panjang dan bobot dapat juga menggambarkan petunjuk penting tentang perubahan kualitas perairan (Anonimus, 2010). Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui cara pengukuran panjang dan bobot ikan lumajang sehingga data panjang dan bobot ikan lumajang ini dapat digunakan sebagai informasi dalam suatu penelitian. POKOK BAHASAN Bahan dan Metode Alat Ukur Panjang Berupa Mistar atau Papan Ukur Bahan dari penggaris ini terbuat dari seluloid atau mika yang tahan akan perubahan cuaca yaitu panas, dingin, atau bahan-bahan yang tidak mudah rusak, dan juga transparan. Mistar ukur ada garis pembagi baik dalam mm dan inci.
Gambar 1. Papan ukur
35
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 35-39
Timbangan untuk Mengukur Bobot ikan
Gambar 3. Timbangan digital dengan tingkat ketelitian yang bagus. Cara Kerja Pengukuran panjang ikan dilakukan menggunakan papan ukur. Pengukuran panjang ikan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Ambil papan ukur dan letakan posisi kepala ikan di depan. 2. Pengukuran dilakukan dari arah kiri ke kanan, dari ujung kepala sampai ujung ekor seperti pada Gambar 1. 3. Pengukuran ikan dimulai dari angka nol. Gambar 2. Timbangan piringan yang bersifat manual. Panjang total
Gambar 4. Pengukuran ikan lumajang. Pengukuran panjang dilakukan untuk mengetahui sebaran ukuran ikan dari semua contoh yang diambil, memakai satuan centimeter (cm) dalam pengukuran panjang ikan. Pengukuran bobot ikan dilakukan menggunakan timbangan baik timbangan yang menggunakan piringan yang bersifat manual (Gambar 2) ataupun digital (Gambar 3). Timbangan dalam posisi nol saat mulai menimbang. Ikan yang akan ditimbang sudah dibersihkan dulu agar bobot ikan sesungguhnya didapatkan. Pengukuran bobot ikan sebagai berikut: 1. Menyiapkan ikan-ikan yang akan ditimbang serta membersihkan ikan tersebut dari kotoran yang kemungkinan menempel.
36
2. Timbangan yang digunakan diposisikan dalam angka nol. 3. Ikan diambil dan dimasukan dalam timbangan. 4. Catat angka yang tertera dalam timbangan sebagai bobot total ikan tersebut. Satuan bobot yang sering digunakan tergantung bobot kecilnya ikan ada dalam gram atau kilogram. Hasil dan Bahasan Dalam pengukuran panjang dan bobot ikan dari daerah Hoxtong (Tabel 1) dan Selat Cemara (Tabel 2) didapat data-data panjang dan bobot ikan lumajang. Data panjang dan bobot ikan ini sangat berguna untuk mengetahui pertumbuhan dari ikan tersebut. Gambar 5 dapat dilihat bentuk morfologi dari ikan lumajang.
Pengukuran Panjang dan Bobot ..... Bagian Hilir, Sumatera Selatan (Dwirastina, M.)
Gambar 5. Ikan lumajang.
Gambar 6. Peta lokasi pengambilan contoh (tanda kuning). Tabel 1. Pengukuran panjang dan bobot ikan lumajang di daerah Hoxtong No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
PT (cm) 16,6 11,5 8,7 7,1 15,6 8,5
Bobot (g) 47,63 13,52 2,97 8,84 38,46 5,57
No. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
PT (cm) 10,7 10 15,6 9,6 9,3 17,7
Bobot (g) 12,44 9,7 30,24 5,78 7,56 64,48
Tabel 2. Pengukuran panjang dan bobot ikan lumajang di daerah Selat Cemara No. 1. 2. 3. 4. 5.
PT (cm) 17,8 13,2 15,4 17,9 13,9
Bobot (g) 15,8 20,91 35,79 57,17 27,06
No. 6. 7. 8. 9. 10.
PT (cm) 14,6 7,9 13,7 18,1 13,6
Bobot (g) 35,12 5,78 26,7 58,4 21,8
37
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 35-39
Ikan lumajang yang diukur merupakan hasil tangkapan yang didapat dari daerah Hoxtong dan Selat Cemara. Pada proses pengukuran panjang dan bobot ikan lumajang daerah Hoxtong ada 12 ekor maka didapat panjang total tertinggi 17,7 cm pada ikan urutan ke-12 dengan bobot 64,48 g sedangkan pada daerah Selat Cemara ada 10 ekor ikan lumajang
dengan panjang total tertinggi 18,1 cm pada urutan ikan kesembilan dengan bobot 59,4 g. Pada grafik di bawah ini akan terlihat jelas hasil pengukuran panjang dan bobot ikan daerah Hoxtong (Gambar 7) dan Selat Cemara (Gambar 8).
70 65 60
Berat ikan (gram)
55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Panjang Total (cm)
Gambar 7. Grafik panjang dan bobot ikan lumajang daerah Hoxtong.
65 60 55
Berat ikan (gram)
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Panjang Total (cm)
Gambar 8. Grafik panjang dan bobot ikan lumajang daerah Selat Cemara.
38
Pengukuran Panjang dan Bobot ..... Bagian Hilir, Sumatera Selatan (Dwirastina, M.)
Panjang total merupakan panjang ikan yang diukur dari ujung kepala sampai ujung ekor sedangkan yang dimaksud dengan bobot ikan merupakan bobot ikan keseluruhan sebelum dilakukan pemeriksaan pencernaannya.
DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2010. Hubungan Panjang dan Bobot. http:/ /janu-mhuna.blogspot.com/2010/05/hubunganpanjang-dan-bobot.html. Diakses Hari Selasa, Tanggal 11 Mei 2010.
KESIMPULAN Pengukuran panjang ikan lumajang ini dilakukan dari pangkal kepala sampai ujung ekor menggunakan papan ukur sedangkan pengukuran bobot ikan digunakan alat timbangan piringan atau digital dengan posisi awal keadaan nol. Data panjang dan bobot ikan ini sangat penting untuk informasi penelitian lainnya. PERSANTUNAN Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir.Husah, M.Phill selaku penanggung jawab kegiatan FIBI (Fish Index Bentic Integrated) 2006/2007 serta kepada peneliti dan teknisi di Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang yang telah memberikan arahan, bimbingan, sehingga selesai tulisan ini.
Effendie, M. I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gaffar, A. K. 2003. Upaya pelestarian dan pengembangan plasma nutfah ikan di perairan umum Sumatera Selatan. Makalah Pembekalan Pengurus Komisi Daerah Plasma Nutfah Provinsi Sumatera Selatan. Palembang. Muthmaiinah, D. 2008. Sudahkah Anda Tahu Ikan Lumajang (Cyclocheilichthys enoplos). Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang. Wibowo, A. & M. T. D. Sunarno. 2005. Kelimpahan ikan dan suhu perairan Sungai Musi. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
39
Teknik Pengambilan, Identifikasi …..……Segara Anakan Kabupaten Cilacap (Sarbini, R. & Y. Nugraha)
TEKNIK PENGAMBILAN, IDENTIFIKASI DAN PENGHITUNGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI SEGARA ANAKAN KABUPATEN CILACAP Rakhmat Sarbini dan Yusup Nugraha Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Jatiluhur Teregistrasi I tanggal: 5 Maret 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 8 November 2012; Disetujui terbit tanggal: 12 November 2012
PENDAHULUAN Segara Anakan terletak di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, merupakan kawasan pesisir dengan ekosistem Laguna. Kawasan pesisir tersebut bersifat payau, dengan hutan mangrove dan merupakan muara dari berbagai sungai yang dipengaruhi pasang surut. Perairan Segara Anakan dari tahun ke tahun terus mengalami penyempitan dan pendangkalan akibat sedimentasi yang tinggi dari beberapa sungai, yaitu: Sungai Citanduy, Cibereum, Cikonde, Sapuregel, Donan dan sungai sungai kecil lainnya (Tjahjo,2010). Pertumbuhan dan perkembangbiakan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisika dan kimia perairan (Koesbiono, 1981). Kondisi lingkungan yang merupakan faktor penentu ketersediaan fitoplankton adalah cahaya matahari, suhu, salinitas, pH, kekeruhan dan konsentrasi unsur hara, serta senyawa lainnya (Odum, 1998).
Sumber:
Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan informasi teknik pengambilan, identifikasi dan penghitungan kelimpahan fitoplankton di Segara Anakan kabupaten Cilacap. POKOK BAHASAN Lokasi dan Waktu Pengambilan Sampel Lok asi dan waktu pengambilan sam pel dilaksanakan di perairan Segara Anakan pada bulan Agustus dan Oktober tahun 2010 dengan menggunakan metode survei terstratifikasi (stratified sampling method) di 9 (sembilan) stasiun yang telah ditetapkan (Tabel 1). Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2
Google maps . @2010 Google-citra @2010 terra matrics data peta @2010 tele atlas
Gambar 1. Stasiun pengambilan Sampel
41
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 41-46
Tabel 1. Lokasi dan posisi geografis Stasiun pengambilan sampel
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Posisi Greografis
Stasiun Tritih Donan Kebon Sayur Sapuregel Motean Muara Dua Kelces Majingklak Plawangan Barat
LS o 07 40’080” o 07 42’683” o 07 44’701” o 07 42’929” o 07 42’176” o 07 40’514” o 07 40’586” o 07 40’663” o 07 41’585”
BT o 109 00’704” o 108 59’489” o 109 00’081” o 108 58’081” o 108 52’119” o 108 52’154” o 108 49’711” o 108 47’904” o 108 47’684”
Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan No
Alat dan bahan
Kegunaan
1. 2. 3. 4. 6. 7. 8. 9. 10.
Perahu Planktonnet 60 µm Botol plankton 50 ml Formalin 4 % Ember Mikroskop binokuler cahaya 2 Sedgwick Rafter Current (SRC)1 mm Pipet Buku identifikasi
11. 12.
Counter Formulir data Plankton
Sarana transportasi Menyaring Fitoplankton permukaan Menyimpan sampel fitoplankton yang tersaring Mengawetkan fitoplankton Untuk membilas planktonnet Mengamati fitoplankton Media untuk sampel fitoplankton yang akan diamati Mengambil contoh fitoplankton dari botol Menentukan nama genera atau spesies merujuk pada (Yamaji 1979) Menghitung fitoplankton Mencatat jenis dan kelimpahan fitoplankton
HASIL DAN BAHASAN
terbuka dengan sempurna serta badan jaring terurai kebawah dengan baik (Gambar 2).
Teknik pengambilan sampel fitoplankton Teknik pengambilan sampel fitoplankton di Laguna Segara Anakan adalah sebagai berikut: a. Pengambilan sampel fitoplankton ditarik secara horizontal oleh perahu dengan kecepatan sekitar 2 knot selama 10 menit dengan dari stasiun 1 sampai dengan 9 menggunakan planktonnet berdiameter 30 cm dengan mesh size 60 dengan panjang tarikan 10 m. b. Sebelum planktonnet dimasukan kedalam air pastikan keadaan lingkaran mulut planktonnet
42
c. Menurunkan planktonnet secara perlahan sampai tali membentang sempurna sepanjang 10 m. d. Setelah planktonnet dimasukan kedalam air, planktonnet ditarik dengan perlahan (Gambar 3). e. Sebelum planktonnet ditarik keluar dari permukaan air, planktonnet digoyangkan dengan lingkaran mulut planktonnet sedikit keluar dari permukaan air dengan badan jaring berada di dalam air agar sampel fitoplankton yang menempel pada dinding planktonnet tersebut turun.
Teknik Pengambilan, Identifikasi …..……Segara Anakan Kabupaten Cilacap (Sarbini, R. & Y. Nugraha)
Gambar 2. Planktonnet
Panjang Tali 10 m
Arah tarikan dengan kecepatan 2 knot
Gambar 3. Ilustrasi posisi planktonnet yang ditarik oleh perahu pada kecepatan 2 knot dengan panjang tali 10 m . (www.kuliahplanktonologi.blogspot.com). f. Sampel fitoplankton dituang kedalam ember yang telah diberi air dengan catatan lingkaran mulut planktonnet tidak tenggelam. g. Menyiram dinding plankton net bagian luar dari samping supaya sampel fitoplankton yang menempel pada dinding planktonnet turun dan masuk kedalam botol penampung. h. Sampel fitoplankton yang tersaring dimasukan kedalam botol volume 50 ml yang kemudian ditambah larutan formalin 4 % sebanyak 12,5 cc (Gambar 4).
Teknik identifikasi sampel fitoplankton Identifikasi sampel fitoplankton di Laguna Segara Anakan sebagai berikut: a. Sampel fitoplankton dikocok terlebih dahulu agar tercampur merata. b. Mengambil sampel fitoplankton yang akan diamati dengan pipet volume 1 ml. c. Sampel fitoplankton diteteskan melalui salah satu lubang pada ujung SRC yang diatasnya sudah ditutup dengan cover glass (Gambar 5). d. PermukaanSRCditutupdengancoverglassdiusahakan tidak ada gelembung udara di dalam (Gambar 6).
Gambar 4. Sampel fitoplankton yang tersaring dengan volume 50 ml
e. Pengamatan sampel fitoplankton dilakukan di bawah mikroskop binokuler dengan perbesaran 100x. 1. Mengatur posisi SRC agar pengamat dengan mudah melakukan pergeseran menjadi 100 kotakan, yaitu 10 kotak pada arah vertikal dengan pergeseran 2 kotak dan 10 kotak pada arah horizontal dengan pergeseran 5 kotak (Gambar 7A dan 7B).
43
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 41-46
Masuknya sampel Lubang 1
Kaca penutup
Lubang 2
Gambar 5. Cara memasukan sampel fitoplankton yang akan diamati ke dalam SRC
geser Kaca penutup
geser
Gambar 6. Cara menutup SRC dengan cover glass 50 kotak 20 kotak
A 10 kotak 10 kotak
B Gambar 7. (A) Teknik pergeseran pengamatan menggunakan SRC dengan 1000 kotak (B) Teknik pergeseran pengamatan menggunakan SRC 100 kotak 2. Fokus lensa diatur sampai bentuk fitoplankton yang diamati terlihat dengan jelas. 3. Sampel fitoplankton diidentifikasi dengan buku identifikasi merujuk pada Yamaji ( 1979). 4. Hasil pencacahan setiap genera ditulis pada formulir data plankton.
44
Teknik Penghitungan Penghitungan kelimpahan fitoplankton dilakukan dengan menggunakan metode Sedgwick Rafter Counting (American Public Health Association, 1989), rumusnya sebagai berikut :
Teknik Pengambilan, Identifikasi …..……Segara Anakan Kabupaten Cilacap (Sarbini, R. & Y. Nugraha)
PERSANTUNAN
Dimana : N = Kelimpahan (sel/m3). n = Jumlah sel yang teramati perjumlah kotakan yang diamati A = Jumlah total kotakan SRC (1000 kotak). B = Jumlah kotakan SRC yang diamati (100 kotak). C = Volume sampel yang tersaring (50 ml). D = Volume sampel yang diamati (1 ml) E = Volume sampel yang disaring (607,5 ml) HASIL Kelimpahan fitoplankton pada bulan Agustus dan Oktober 2010 di 9 stasiun dapat dilihat pada Tabel 3a dan 3b. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa pada bulan Agustus dan Oktober ditemukan 5 kelas yaitu terdiri dari kelas Cyanophyceae, kelas Chlorophyceae, k elas Bacillariophyceae, kelas Dinophyceae dan kelas Euglenophyceae. Kelimpahan tertinggi ditemukan di stasiun muara dua dengan 12547,77 sel/liter pada bulan Agustus, sedangkan di bulan Oktober ditemukan di stasiun Plawangan dengan 15265,39 sel/liter. Pada bulan Agustus dan Oktober diketahui bahwa kelas Bacillariophyceae memiliki kelimpahan paling tinggi 34628,45 sel/m3 dan 27515,92 sel/m3 sedangkan kelimpahan terendah adalah kelas Euglenophyceae dengan jumlah kelimpahan 21,23 sel/ m3 dan 7,08 sel/m3. KESIMPULAN 1. Teknik pengambilan Sampel fitoplankton dilakukan secara langsung dilapangan dengan menarik planktonnet pada kecepatan perahu 2 knot. 2. Identifikasi Sampel fitoplankton merujuk pada buku identifikasi Yamaji (1979) menggunakan mikroskop binokuler pada perbesaran 100X 3. Perhitungan kelimpahan fitoplank ton menggunakan SRC pada 100 kotakan dengan bantuan mikroskop binokuler dan merujuk pada APHA (1989). 4. Kelas Bacillariophyceae memiliki kelimpahan tertinggi pada bulan Agustus dan Oktober.
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian Biolimnologi dan Hidrologi Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap tahun 2010 dengan sumber dana dari Anggaran Pengeluaran Belanja Negara tahun 2010. Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan, tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Didik Wahju Hendro Tjahjo selaku kepala Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan sekaligus penanggung jawab kegiatan yang telah memberikan ijin kepada penulis sehingga tulisan ini dapat terselesaikan. DAFTAR PUSTAKA Anonimmous 2012. http://kuliahplanktonologi. blogspot.com/2007/12/metoda-pengambilansampel plankton-dan.html. Diunduh pada tanggal 19 November 2012. Aninommous. 2010. Google maps .@2010 Googlecitra @2010 terra matrics data. peta @2010 tele atlas. Diunduh pada tanggal 13 Desember 2010. Amerikan Public Health Association (APHA) 1989. Standart Method For The Examination Of Water And Waste Water, 17 ed. APHA Washington DC, 1.193 pp. Tjahjo. 2010. Laporan Akhir Riset Tahun 2010. Kajian Resiko Perubahan Lingkungan Terhadap Sumber Daya Udang di Segara Anakan Kabupaten Cilacap Koesbiono, 1981. Biologi laut. Fakultas perikanan. Institut Petanian Bogor. Bogor. 150 pp. Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Alih Bahasa Samingan. T. Edisi ketiga Universitas Gadjah Mada. Press Yogyakarta. Yamaji, Isamu. 1979. Illustration of The Marine Plankton of Japan. Hoikusha Publishing. Co, LT.
45
46
Tabel 3b. Kelimpahan fitoplankton di Segara Anakan pada Bulan Oktober 2010
Tabel 3a. Kelimpahan fitoplankton di Segara Anakan pada Bulan Agustus 2010
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 41-46
Teknik Pengamatan Meroplankton Hasil ….…..di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah (Rudi. A & Henra, K)
TEKNIK PENGAMATAN MEROPLANKTON HASIL TANGKAPAN BONGO NET DI SEGARA ANAKAN, CILACAP, JAWA TENGAH Aswar Rudi dan Henra Kuslani Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Jatiluhur Teregistrasi I tanggal: 2 Februari 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 10 Oktober 2012; Disetujui terbit tanggal: 12 Oktober 2012
PENDAHULUAN Segara Anakan terletak di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Segara Anakan terletak pada koordinat: 70 34’ – 70 47’ Lintang Selatan dan 1080 46’ - 1090 03’ Bujur Timur (BPKSA, 2003). Segara Anakan terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Nusa Kambangan, merupakan perairan semi tertutup (laguna) yang terdiri dari laguna pusat (utama) yang dikelilingi oleh hutan mangrove dan lahan pasang surut (Triyanti et al., 2010). Selain berperan sebagai penahan abrasi, gelombang dan sumber keanekaragaman, ekosistem mangrove Segara Anakan memiliki nilai ekologi yang penting sebagai habitat meroplankton dalam mencari mak an, dan pemijahan berbagai biota laut. Meroplankton merupakan istilah bagi larva atau biota perairan yang sebagian daur hidupnya bersifat planktonik (Romimohtarto & Juwana, 2004). Salah satu perairan laguna di Indonesia yang cukup potensial adalah Laguna Segara Anakan. Meroplankton dapat dipakai sebagai indikator untuk mengetahui fase perkembangan ikan atau biota air diperairan. Nontji (2008) menyatakan bahwa informasi mengenai meroplankton berguna untuk
Klaces 5 6 Plawangan Barat
4
mengetahui daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) di suatu kawasan perairan. Penelitian meroplankton telah dilaksanakan di Indonesia antara lain oleh Sahilatua & Wiadnyana (1996) di Teluk Ambon, Maluku; Pello (2000) di Teluk Hurun, Lampung; oleh Taufik et al., (2005) tentang iktioplankton di Teluk Tomini dan Laut Banda; oleh Setijanto et al. (2003) tentang larva ikan Engraulidae di Segara Anakan, Cilacap; serta oleh Wagiyo (2007) tentang iktioplankton di Laut Arafura. Tujuan penulisan ini untuk memberikan informasi mengenai tata cara pengamatan meroplankton di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. POKOK BAHASAN Lokasi dan Waktu Sampling Pengambilan sampel di lakukan pada bulan April 2011 di perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tegah. Sampling dilakukan pada 6 stasiun pengamatan yaitu : 1) Tritih, 2) Kebon Sayur, 3) Motean, 4) Muara Dua, 5) Klaces, dan 6) Plawangan Barat, seperti terlihat pada Gambar 1.
1
Tritih
Muara dua Montean 3
Kebon sayur 2
Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di Segara Anakan, Cilacap.
47
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 47-52
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2. HASIL Tahapan teknik pengamatan meroplankton di lab BP2KSI, sebagai berikut :
2. Melakukan penyaringan sampel meroplankton dari botol sampel menggunakan teknik pengendapan dan pemindahan cairan pengawet dengan cara sebagai berikut : 3. a. Sampel dibersihkan dari benda–benda asing seperti potongan daun dan bahan lainnya menggunakan pinset. b. Sampel didiamkan beberapa saat hingga bagian meroplankton mengendap seperti pada Gambar 3.
1. Siapkan alat dan bahan.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan Jenis alat bahan
Fungsi
Alat Mikroskop stereozoom
Alat untuk pengamatan meroplankton Sebagai panduan identifikasi
Panduan identifikasi meroplankton atau larva (e,g. Romimohtarto & Juwana, 2004; Anonim, 2007) Cawan transparan ber-grid Botol meroplankton Pinset bertangkai Beaker glass dan Petridish Vial glass (botol spesimen) Handconter Alat tulis Bahan Alkohol 70% Aquades Tissu Blangko pengamatan Kertas label
-
Mikroskop Stereozoom
Tempat pengamatan Tempat penyimpanan Alat penyortiran Tempat sampel Tempat hasil sortiran Alat menghitung Alat untuk mencatat hasil di blanko pengamatan meroplankton Larutan pengawet Larutan pengenceran Sebagai lap Pencatatan hasil sortiran Penanda botol vial glass
-
Blanko Pengamatan Kertas Label
-
Piset bertangkai Handcounter Vial glass Alkohol 70% Botol larva Cawan transparan ber grid
Gambar 2. Alat dan bahan yang digunakan.
48
Teknik Pengamatan Meroplankton Hasil ….…..di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah (Rudi. A & Henra, K)
Gambar 3. Pengendapan sampel meroplankton. c. Penyaringan dilakukan dengan membuang air di bagian permukaan secara perlahan-lahan (Gambar 4). Saat melakukan penyaringan perlu hati-hati agar tidak ada endapan meroplankton yang ikut terbuang.
d. Penyaringan dilakukan hingga sampel dalam botol habis dan hasil saringan di simpan dalam beaker glass seperti pada Gambar 5.
Gambar 4. Membuang air di bagian permukaan yang ada pada beaker glass.
Gambar 5. Hasil saringan disimpan dalam beaker glass.
49
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 47-52
4. Sampel meroplankton yang sudah disaring pada beaker glass kemudian dituangkan sedikit secara perlahan hingga menutupi permukaan dasar petridish dengan garis batas (grid) masih terlihat jelas (Gambar 6). Apabila terlalu pekat, sampel dapat diencerkan dengan aquades.
5. Sampel kemudian diamati di bawah mikroskop stereozoom dengan perbesaran 100x dengan pengamatan dilakukan pada seluruh bidang grid pada petridish secara zig-zag bertujuan agar sampel teramati seluruhnya seperti terlihat pada Gambar 7.
Gambar 6. Meroplankton yang ada pada beaker glass dituangkan kedalam petridish.
Gambar 7. Bidang grid pada petridish. 6. Hitung/cacah setiap jenis meroplankton yang ditemukan didalam sampel, seperti larva ikan, telur, zoea, mysis, udang, copepoda, sagita, cumi-cumi, ubur-ubur, kepiting, dan jenis meroplankton lainnya jika di temukan dengan bantuan petunjuk identifikasi meroplankton yang tersedia. Pencacahan dapat di lakukan menggunakan bantuan handcounter. Hasil cacahan kemudian dicatat pada blanko pengamatan. 7. Beberapa sampel larva yang akan diamati lebih lanjut seperti larva ikan, udang, kepiting, dan lainlain kemudian disortir dan dimasukkan kedalam vial glass sebagai spesimen dan berisi larutan alkohol 70%. Beri label sebagai penanda.
50
8. Lakukan prosedur tersebut hingga sampel meroplankton pada satu botol sampel telah habis diamati seluruhnya dalam beberapa kali ulangan tergantung pada kepadatan sampel. 9. Sampel meroplankton hasil cacahan dalam botol specimen (vial glass) dapat diamati kembali untuk keperluan identifikasi lebih lanjut, misalnya identifikasi larva ikan dan untuk keperluan dokumentasi pada waktu-waktu lainnya. Sampel meroplankton kemudian disortir menggunakan Mikroskop stereozoom dan dikelompokkan berdasarkan kriteria Romimohtarto & Juwana (2004). Hasil sortiran diawetkan dengan alkohol 70% pada botol vial (Gambar 8).
Teknik Pengamatan Meroplankton Hasil ….…..di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah (Rudi. A & Henra, K)
Gambar 8. Hasil sortiran meroplankton. Hasil pengamatan meroplankton di Segara Anakan trip I bulan April 2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasark an Tabel 2 diketahui bahwa meroplankton di Segara Anakan terdiri dari larva ikan, telur ikan, larva udang, larva kepiting, capepoda, sagitta, luciferidae, Squilla sp dan kategori lain-lain. Kategori lain-lain terdiri atas larva ubur-ubur, lobster, bivalvia, asteroidea, isopoda, spinoidae, amphipoda, cumacea, dan caridae.
Hasil pengamatan meroplankton yang ditemukan adalah larva kepiting terutama di stasiun Klaces sebanyak 14211 individu. Selain larva kepiting, jenis meroplankton berikutnya jumlahnya lebih banyak adalah larva udang dan copepoda ada pada stasiun Kebon Sayur. Sedangkan hasil pengamatan yang paling sedikit ditemukan meroplankton ada pada stasiun Muara Dua. Ditemukannya meroplankton di perairan Segara Anakan menujukan bahwa perairan tersebut berperan sebagai daerah asuhan (nursery ground).
Tabel 2. Hasil pengamatan meroplankton Segara Anakan trip I bulan April 2011
No
Jenis Meroplankton (Individu)
Stasiun Tritih
Kebon Sayur
Motean
Muara Dua
Klaces
Plawangan Barat
1
Larva Ikan
50
55
26
166
12
98
2
Telur
238
156
740
0
170
2
3
Larva udang
1391
1573
517
307
340
315
4
Larva kepiting
1944
1298
1369
356
14211
1303
5
Copepoda
516
4300
277
65
27
23
6
Sagita
237
286
11
0
1
0
7
Luciferidae
48
308
1
4
253
2
8
Squilla sp.
14
47
0
0
0
0
9
Lain-lain
5
35
0
0
0
0
51
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 47-52
KESIMPULAN 1. Teknik pengamatan meroplankton di Segara Anakan dengan cara penyaringan, penghitungan dan identifikasi yang merujuk pada Romimohtarto & Juwana (2004). 2. Hasil pengamatan yang paling banyak ditemukan di perairan Segara Anakan didominasi oleh larva kepiting di stasiun Klaces. PERSANTUNAN Tulisan ini merupakan bagian dari hasil kegiatan penelitian “Kajian Resiko Perubahan Lingkungan terhadap Sumber Daya Udang di Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap: Struktur Komunitas dan Kesehatan Stok Udang” dibiayai APBN Tahun Anggaran 2011.
Pello, F.S. 2000. Distribusi dan Komposisi Meroplankton serta Keterkaitannya dengan Kelimpahan Fitoplankton di Teluk Hurun Lampung. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis (Tidak dipublikasikan). Romimohtarto, K., & S. Juwana. 2004. Meroplankton Laut, Larva hewan Laut yang Menjadi Plankton. Djambatan. Jakarta. p.214. Sahilatua, I. & N.N. W iadnyana. 1996. Variasi Kelimpahan Meroplankton di Teluk Ambon. Perairan Maluku dan Sekitarnya Volume 10: p. 49 – 57. Setijanto, A. Chaeri, & M. Nursid. 2003. Kelimpahan Larva Ikan Engraulidae dan Hubungannya dengan Parameter Lingkungan di Estuaria Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi Sumber Daya dan Penangkapan.9 (7): 59 – 66.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. Larva Fish Identification Guide.Southeast Asian Fisheries Development Center In Collaboration With The Unep/Gef South China Sea Project. 20 p. BPKSA. 2003. Survey Sosial Ekonomi Rumah Tangga Daerah di Kawasan Segara Anakan tahun 2007. Nontji, A. 2008. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 248 p.
52
Taufik, M., Suwarso, & Nurwiyanto. 2005. Distribusi Kelimpahan Iktioplankton di Teluk Tomini dan Laut Banda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11 (6): 73 – 83. Triyanti, R., R. A. Wijaya, S. Koeshendrajana., dan F. N. Priyana. 2010. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2010. Jakarta. p. 31-46. Wagiyo. 2007. Kelimpahan, Komposisi, dan Sebaran Iktioplankton di Laut Arafura. Jurnal Iktiologi Indonesia. 7 (2): 75 – 82.
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 47-52
KESIMPULAN 1. Teknik pengamatan meroplankton di Segara Anakan dengan cara penyaringan, penghitungan dan identifikasi yang merujuk pada Romimohtarto & Juwana (2004). 2. Hasil pengamatan yang paling banyak ditemukan di perairan Segara Anakan didominasi oleh larva kepiting di stasiun Klaces. PERSANTUNAN Tulisan ini merupakan bagian dari hasil kegiatan penelitian “Kajian Resiko Perubahan Lingkungan terhadap Sumber Daya Udang di Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap: Struktur Komunitas dan Kesehatan Stok Udang” dibiayai APBN Tahun Anggaran 2011.
Pello, F.S. 2000. Distribusi dan Komposisi Meroplankton serta Keterkaitannya dengan Kelimpahan Fitoplankton di Teluk Hurun Lampung. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis (Tidak dipublikasikan). Romimohtarto, K., & S. Juwana. 2004. Meroplankton Laut, Larva hewan Laut yang Menjadi Plankton. Djambatan. Jakarta. p.214. Sahilatua, I. & N.N. W iadnyana. 1996. Variasi Kelimpahan Meroplankton di Teluk Ambon. Perairan Maluku dan Sekitarnya Volume 10: p. 49 – 57. Setijanto, A. Chaeri, & M. Nursid. 2003. Kelimpahan Larva Ikan Engraulidae dan Hubungannya dengan Parameter Lingkungan di Estuaria Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi Sumber Daya dan Penangkapan.9 (7): 59 – 66.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. Larva Fish Identification Guide.Southeast Asian Fisheries Development Center In Collaboration With The Unep/Gef South China Sea Project. 20 p. BPKSA. 2003. Survey Sosial Ekonomi Rumah Tangga Daerah di Kawasan Segara Anakan tahun 2007. Nontji, A. 2008. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 248 p.
52
Taufik, M., Suwarso, & Nurwiyanto. 2005. Distribusi Kelimpahan Iktioplankton di Teluk Tomini dan Laut Banda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11 (6): 73 – 83. Triyanti, R., R. A. Wijaya, S. Koeshendrajana., dan F. N. Priyana. 2010. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2010. Jakarta. p. 31-46. Wagiyo. 2007. Kelimpahan, Komposisi, dan Sebaran Iktioplankton di Laut Arafura. Jurnal Iktiologi Indonesia. 7 (2): 75 – 82.
Teknik Pengamatan Isi Lambung ……………Waduk IR.H.Djuanda, Jawa Barat (Kuslani Henra, et al)
TEKNIK PENGAMATAN ISI LAMBUNG DALAM RANGKA KAJIAN KEBIASAAN MAKAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI WADUK IR. H. DJUANDA, JAWA BARAT Henra Kuslani, Sukamto dan Tri Muryanto Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Jariluhur Teregistrasi I tanggal: 8 Februari 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 29 November 2012; Disetujui terbit tanggal: 30 November 2012
PENDAHULUAN Waduk Ir. H. Djuanda terletak dikabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Luas genangan air maksimum 8,300 ha dengan kedalaman maksimum 95 m kedalaman rata-rata 36,4 m dan pengembangan garis pantai 5,96 (Tjahjo, 1986). Waduk ini merupakan waduk serba guna yang memiliki fungsi utama sebagai sarana irigasi, sedangkan fungsi lainnya ialah olahraga air, pariwisata, pembangkit listrik tenaga air dan perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) (Sukimin et al., 1997). Kegiatan pemanfaatan Waduk Ir. H. Djuanda melalui penebaran beberapa jenis ikan telah dilakukan sejak tahun 1965 seperti ikan : gurame, tawes, mas, nila, mujaer, dan patin (Sarnita, 1982). Selanjutnya tahun 2008 telah dilakukan penebaran ikan bandeng sebanyak ± 2 juta ekor (Chanos chanos) oleh DKP kerjasama dengan ACIAR (Tjahjo et al., 2011).
Taksonomi ikan bandeng (Chanos chanos) (Kottelat et al., 1993) : Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malocopterygii Family : Chanidae Genus : Chanos Species : Chanos chanos POKOK BAHASAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda pada 4 stasiun yaitu Bojong, Jamaras, Keramba Jaring Apung (KJA) dan DAM (Gambar 1) pada bulan Januari, Februari dan Desember tahun 2009. Bahan dan alat
Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis dibeberapa bagian negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Thailand, dan Taiwan. Ikan bandeng mempunyai pangsa pasar cukup tinggi dengan harga yang menguntungkan berkisar antara Rp 8.000 sampai Rp 10.000 per kg. Tulisan ini menyajikan tentang teknik pengamatan isi lambung ikan bandeng (Chanos chanos) di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat.
Sampel ikan bandeng (Chanos chanos) (Gambar 2) diperoleh sebanyak 25 ekor dari hasil tangkapan jaring insang (1 – 4 inchi) di 4 lokasi penangkapan, yaitu daerah Bojong : 1 ekor, Jamaras : 2 ekor, KJA : 3 ekor, dan DAM : 4 ekor. Hasil tangkapan ikan bandeng berukuran panjang antara 12,5 – 38,0 cm dan berat antara 15 - 748 gram. Bahan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
53
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 53-61
Jatiluhur Reservoir
Dam
4
Jawa Barat
2 3 1
Gambar 1. Peta Waduk Ir. H. Djuanda dan stasiun penelitian, (BRPSI, 2009) (Ket.: 1 = Bojong. 2 = Jamaras. 3 = KJA. 4 = DAM) Tabel 1. Bahan dan alat yang digunakan : Bahan dan alat Bahan : Ikan bandeng (Chanos chanos) Larutan Formalin 5 % Kertas kalkir Alat : Gunting bedah Papan ukur Timbangan digital Kantong plastic Pensil Cool box Cawan petridish Objec glass Miskroskop Binokuler dan Mikroskop Stereozoom Cover glass 22x22 mm
Keterangan Sampel ikan yang akan diamati Zat pengawet Untuk menulis informasi sampel Untuk membedah perut ikan Mengukur panjang ikan Menimbang berat ikan Menyimpan sampel ikan dalam kantong Menulis data ikan Menyimpan sampel ikan Wadah merendam isi lambung ikan Wadah meletakan sampel untuk dilihat dibawah mikroskop Mengamati isi lambung ikan yang bersifat plankton dan berukuran makro Penutup objec glass
Buku Komputer
Mencatat hasil pengamatan secara manual Memasukan data hasil pengamatan, mendokumentasikan data hasil pengamatan secara elektrik
Buku Identifikasi plankton dari Needham & Needham (1963)
Pedoman dalam penamaan plankton
54
Teknik Pengamatan Isi Lambung ……………Waduk IR.H.Djuanda, Jawa Barat (Kuslani Henra, et al)
Gambar 2. Ikan bandeng (Chanos chanos) yang tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda.
Gambar 3. Ikan bandeng (Chanos chanos) yang tertangkap menggunakan jaring insang ukuran 1- 4 inchi di Waduk Ir. H. Djuanda. Tata Cara Pengambilan Sampel Sampel ikan bandeng yang tertangkap diukur panjang dan beratnya dengan menggunakan papan ukur dan timbangan digital. Hasil pengukuran dicatat pada buku lapangan dan di kertas kalkir (panjang total, panjang standar dan berat) disertai data informasi lokasi dan tanggal. Sam pel ik an bandeng dibedah dengan menggunakan gunting. Pembedahan dimulai dari anus kearah bagian atas perut kemudian kearah depan bagian belakang operculum dan ke arah ventral sampai dasar (Gambar 4). Selanjutnya isi perut ikan bandeng dimasukan kedalam kantong plastik dan disertakan data ikan, kemudian ditambahkan larutan formalin 5 % dan disimpan dalam cool box untuk
dibawa dan diamati di laboratorium Balai Penelitian Pemulihan Dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Jatiluhur. Sebaiknya sampel cepat diamati langsung setelah sampai di Laboratorium. Tata cara pengamatan sampel 1. Sampel isi perut ikan bandeng kemudian ditaruh dicawan petridish diangin-anginkan dan diberi air untuk mengurangi kadar formalin. (Gambar 5). 2. Lambung ikan dipisahkan dari alat pencernaan. (Gambar 6). 3. Bagian alat pencernaan diuraikan, kemudian digunting dari bagian ujung depan (esophagus) hingga lambung atau lambung palsu (usus yang membesar) (Gambar 7).
55
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 53-61
Gambar 5. Proses perendaman sampel isi perut ikan bandeng di cawan petridish
Gambar 6. Pemisahan lambung ikan dari alat pencernaan
Lambung
Lambung
Alat Pencernaan
Gambar 7. Penguraian isi lambung ikan 4. Isi lambung kemudian dikeluarkan seluruhnya, kem udian diencerkan dengan aquades secukupnya. Semprot dinding lambung hingga isinya dapat keluar semuanya. (Gambar 8). 5. Isi lambung yang telah diencerkan diambil sebanyak 0.05 ml dengan menggunakan pipet tetes 3 ml kemudian diteteskan pada objec glass preparat ukuran 25,4 x 76,2 mm dan ditutup dengan cover glass berukuran 22 x 22 mm. Peletakan cover glass diletakan secara perlahan-
56
lahan dengan kemiringan 450 agar tidak terdapat gelembung udara pada sampel yang akan diamati (Gambar 9). 6. Mengamati isi lambung berupa organisme/plankton kemudian diamati dibawah mikroskop binokuler. Pengamatan dilakukan pada perbesaran 100x. Pendugaan jumlah didasarkan pada metode estimasi volume pada 9 (sembilan) lapang pandang dengan satu kali ulangan. (Gambar 10).
Teknik Pengamatan Isi Lambung ……………Waduk IR.H.Djuanda, Jawa Barat (Kuslani Henra, et al)
Gambar 8. Pengenceran sampel isi lambung dengan aquades
Gambar 9. Sampel yang diteteskan pada objec glass yang siap diamati
Gambar 10. Pengamatan plankton menggunakan mikroskop binokuler 7. Penentuan besarnya estimasi volume jenis makanan dilakukan dengan perbandingan bagian terbesar disetiap lapang pandang (Effendi, 1979). 8. Catat hasil pengamatan pada blanko pengamatan tersaji pada Lampiran 1. 9. Analisis data untuk mengetahui kebiasaan makanan digunakan metode Indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance) (Natarajan & Jhingran, 1961). Sebagai berikut :
IP
Vi x Oi x 100 Vi x Oi
Keterangan : IP = Index of Preponderance Vi = Persentase volume satu macam makanan Oi = Frekuensi kejadian satu macam makanan
Dalam analisis makanan dibedakan dalam 3 katagori, yaitu makanan utama, pelengkap dan tambahan (Nikolsky, 1963) : makanan utama dinilai IP lebih dari 25%, makanan pelengkap dari 5-25% dan makanan tambahan kurang dari 5%. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan ikan bandeng (Chanos chanos) mempunyai kebiasaan makan yang bersifat plankton feeder. Makanan utamanya berupa fitoplankton jumlahnya rata-rata sebesar 50,74 % dan zooplankton rata-rata sebesar 44,82 %, sedangkan detritus dan serasah tumbuhan termasuk kedalam makanan tambahan. Persentase makanan ikan terlihat pada Tabel 2 dan plankton yang dimakan oleh ikan bandeng pada Gambar 11.
57
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 53-61
Tabel 2. Persentase % makanan ikan bandeng (Chanos chanos) selama pengamatan.
Jenis makanan FITOPLANKTON
Januari -
Waktu penelitian Februari Desember -
Total
Rata-rata
152.27
50.74
Chlorophyceae
-
-
-
-
-
Actinastrum sp.
-
0.67
-
-
-
Ankisthrodesmus sp.
-
-
-
-
-
Chlorella sp.
-
-
1.19
-
-
Coelastrum sp.
0.15
-
-
-
-
Crucigenia sp.
0.01
-
0.14
-
-
Dictyosphaerium sp.
0.05
-
-
-
-
Scenedesmus sp.
0.02
-
0.02
-
-
Ulothrix sp.
24.54
9.89
4.79
-
-
Volvox sp.
1.27
-
-
-
-
Spirogyra sp.
-
-
-
0.01
-
Cyanophyceae
-
-
-
-
-
Lyngbya sp.
-
-
0.23
-
-
Merismopedia sp.
0.18
-
-
-
-
Microcystis sp.
1.10
-
18.57
-
-
Oscillatoria sp.
0.63
5.11
0.01
-
-
Phormidium sp.
0.01
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0.05
-
10.01
-
-
Bacillariophyceae Melosira sp. Nitzschia sp.
-
-
0.02
-
-
Synedra sp.
0.96
2.67
0.24
-
-
Tabellaria sp.
0.44
3.89
-
-
-
Desmidiaceae
-
-
-
-
-
Closterium sp.
-
-
0.01
-
-
Cosmarium sp.
-
-
0.08
-
-
Micrasterias sp.
-
-
0.01
-
-
Staurastrum sp.
0.39
-
0.13
-
-
Dinophyceae
-
-
-
-
-
Ceratium sp.
14.86
30.55
1.64
-
-
Peridinium sp.
2.86
6.67
8.13
-
-
Euglenophyceae
-
-
-
-
-
Euglena sp.
-
-
0.03
-
-
ZOOPLANKTON
-
-
-
Rotifera
-
-
-
-
-
Brachionus sp.
-
3.89
1.43
-
-
Floscullaria sp.
134.45
44.82
0.43
-
0.38
-
-
Incudate sp.
-
-
0.01
-
-
Keratella sp.
6.00
7.78
6.66
-
-
Simocephalus sp.
0.71
-
0.21
-
-
58
Teknik Pengamatan Isi Lambung ……………Waduk IR.H.Djuanda, Jawa Barat (Kuslani Henra, et al)
Tabel 2. Lanjutan Jenis makanan
Januari
Cladocera
Waktu penelitian Februari Desember
Total
Rata-rata
-
-
-
-
-
Bosmina sp.
2.77
-
2.29
-
-
Ceriodaphnia sp.
0.66
-
-
-
-
Daphnia sp.
1.19
-
2.89
-
-
Diaphanosoma sp.
0.18
-
-
-
-
Moina sp.
0.01
-
0.08
-
-
Polyphemus sp.
0.62
-
-
-
-
Copepoda
-
-
-
-
-
Cyclops sp.
35.50
24.44
36.04
-
-
Limnocalanus sp. Nauplius sp.
0.11 0.16
-
-
-
-
Ostracoda
-
-
-
-
-
Ostracoda
0.01
-
-
-
-
Seresah tumbuhan
0.26
-
-
0.26
0.09
4.44
4.74
13.06
4.35
Detritus 3.88 Keterangan : (-) tidak ada data
Actinastrum sp
Bosmina sp
Branschionus sp
Ceratium sp
Daphnia sp
Keratella sp
Microcystis sp
Nauplius sp
Oscillatoria sp
Peridinium sp
Synedra sp
Ulothrix sp
Gambar 11. Gambar plankton yang dimanfaatkan sebagai makanan ikan bandeng (Chanos chanos).
59
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 53-61
KESIMPULAN 1. Ikan bandeng (Chanos chanos) bersifat plankton feeder dengan makanan utamanya berupa fitoplankton dengan persentase sebesar 50,74 % dan zooplankton dengan persentase sebesar 44,82 %, sedangkan makanan tambahan berupa detritus dan serasah tumbuhan. 2. Teknik pengamatan isi lambung ikan bandeng (Chanos chanos) dilakukan dengan cara sistematis yaitu memisahkan isi lambung kemudian diamati secara mik roskopis serta identifik asi menggunakan buku Needham & Needham (1963). 3. Teknik pengamatan isi lambung ikan bandeng (Chanos chanos) menggunakan metode Indek Bagian Terbesar cukup mudah dilakukan atau dipraktekan.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, 7 S. Wirjoatmodjo. 1993. Frehswater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi). Periplus EditionsProyek EMDI. Jakarta. Natarajan, A. V. & A. G. Jhingran. 1961. Index od preponderance-a method of grading the food elements in the stomach analysis of fishes. Indian Journal of Fisheries, VIII (1): 54-59. Needham, J. G. & P. R, Needham 1963. A Guide to the Study of Fresh Water Biology. Fifth Edition. Revised and Enlarge, Holden Day. Inc, San Fransisco. 180 p.
SARAN Sebaiknya analis yang melakukan pengamatan isi lambung ikan bandeng (Chanos chanos) telah menghafal dan memahami jenis plankton air tawar. PERSANTUNAN Tulisan ini merupakan bagian dari hasil kegiatan penelitian “Biolimnologi Dan Hidrologi W aduk Kaskade Sungai Citarum, Jawa Barat” dibiayai APBN Tahun Anggaran 2009 dengan DIPA Nomor: 0061.0/ 032-11.2/XII/2009. Kepada ibu Sri Endah Purnamaningtyas selaku penanggung jawab yang telah memberikan sebagian datanya dan Peneliti yang telah memberikan saran dan perbaikannya.
Nikolsky, G. V. 1963. The ecology of fishes. Transl. by L. Brikett. Academic Press. New York. 352 p. Sarnita AS. 1982. Pengelolaan Perikanan Waduk Jatiluhur. Prosiding Seminar Perikanan Umum. Puslitbang Perikanan. Jakarta. Sukimin, S. M. Ulama & D. G. Benngen. 1997. Proceeding Workshop on ecosystem Approach to lake Reservoir Mangement. Jakarta, 139-195. Tjahjo, D. W. H. 1986. Ciri-ciri morphologi Waduk Saguling dan beberapa waduk lainnya hubungannya dengan potensi pengembangan perikanan. Buletin Penelitian Perikanan Darat. 5 (1) : 47-55.
DAFTAR PUSTAKA BRPSI (Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan). 2009. Biolimnologi dan hidrologi Waduk Kaskade Sungai Citarum, Jawa Barat. Laporan Tahunan.
60
Tjahjo, D. W. H., Purnamaningtyas, S. E dan Kartamihardja, E. S. Evaluasi Keberhasilan Penebaran Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Waduk Ir. H. Djuanda. BAWAL. 3 (4); 231-237.
Teknik Pengamatan Isi Lambung ……………Waduk IR.H.Djuanda, Jawa Barat (Kuslani Henra, et al)
Lampiran 1. Data blanko pengamatan makanan ikan di laboratorium BP2KSI
61
Pengamatan Indek Kematangan Gonad …….……di DAS Musi, Sumatera Selatan (Abidin, M & D. Mirna)
PENGAMATAN INDEK KEMATANGAN GONAD (IKG) DAN KEBIASAAN MAKAN (Food habit) IKAN SERANDANG (Channa pleurophthalmus) DI DAS MUSI, SUMATERA SELATAN Muhtarul Abidin dan Mirna Dwirastina Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang Teregistrasi I tanggal: 8 Februari 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 26 November 2012; Disetujui terbit tanggal: 28 November 2012
PENDAHULUAN Perairan umum Sungai Musi merupakan daerah produksi ikan utama di propinsi Sumatera Selatan, terutama Sungai Musi bagian tengah yang sebagian besar merupakan sungai dengan rawa banjiran (river and floodplain). Beberapa jenis ikan dari marga Channa ( Kerabat Gabus) yang terdapat di perairan ini antara lain serandang (C. pleuropthalmus), bujuk (C. cyanospilos), jalai (Channa sp), gabus (Channa striata) dan toman (C. micropeltes) (Weber and Beaufort 1906, Smith 1954, Kottelat 1984). Ikan-ikan ini sudah semakin jarang tertangkap. Upaya pelestarian dan pengembangan ikan marga channa
memerlukan dukungan data dan informasi tentang distribusi, biologi reproduksi, food habit, karakteristik lingkungan perairan serta aspek perikanannya, guna pelestarian dan pengem bangannya serta kesinambungan produksinya di perairan umum. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui Indek Kematangan gonad (IKG) dan kebiasaan makan (Food habit) ikan serandang (Channa pleurophthalmus) di DAS Musi. POKOK BAHASAN Pengambilan sampel ikan dilakukan di daerah lebak Pasunde DAS MUSI Sumatera Selatan Tahun 2005. (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel Alat dan Bahan
Metode dan Cara Kerja
Dalam pengamatan ini digunakan alat sebagai berikut: Disecting set, botol fial, kantong plastik, karet pengikat, kertas kalkir, pensil dan Mikroskop. Larutan gilson dan formalin digunakan untuk mengawetkan specimen gonad dan lambung ikan.
Sampling (pengambilan contoh) telur ikan contoh di kumpulkan di lokasi yang sudah ditentukan. Kemudian ikan sampel di ukur panjang dan beratnya, kemudian dibuka isi perutnya. Isi perut kemudian dimasukkan kedalam botol fial atau kantong plastik yang sudah diberi label dan di awetkan dengan menambahkan larutan formalin 10-15 %. Untuk telur
63
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 63-66
ikan diawetkan dengan menggunakan larutan gilson. Di Laboratorium sampel di periksa dengan menggunakan mikroskop. Kriteria penentuan TKG Penentuan tingkat kematangan gonad sangat penting dilakukan, karena hal ini dapat berguna untuk mengetahui perbandingan antara gonad yang telah matang dan stok yang ada di perairan, ukuraan pemijahan, musim pemijahan dan lama pemijahan dalam satu siklus. Terdapat dua cara untuk menentukan tingkat kematangan gonad dari ikan Effendie (1997), yaitu : a. Metode morfologis Yaitu dengan pengamatan secara visual terhadap ukuran gonad ikan. Metode ini banyak dilakukan dan relatif lebih mudah, namun tingkat ketelitian rendah. Pengamatan secara morfologis lebih praktis dilakukan terutama di lapangan dan disertai pula dengan rumus GSI dan GI (Mazruoh, 2009). b. Metode histologis Metode ini dilakukan di dalam laboratorium yaitu dengan mengamati perkembangan gonad melalui fase perkembangan sel. Pengamatan dilakukan dengan membuat preparathistologi gonad dan memfikasasi dengan formalin 10%. Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat dan dilakukan proses embedding pada parafin.Setelah itu dilakukan proses sectioning (pemotongan) dengan ketebalan 3 to 8 ì thickness dan dilakuan proses pewarnaan (staining) dengan larutan eosin andhematoxylin. Lalu ditutup (mounting) dengan Canada balsam dan diamati dibawah mikroskop cahaya. Selanjutnya ditentukan proses oogenesis dan tingkat kematangan gonad (Mazrouh, 2009).
jangan sampai hilang atau tercampur sehingga menyusahkan analisa selanjutnya. 4. Gonad ikan dikelompokkan kedalam beberapa kelompok mulai dari yang terendah sampai tertinggi. Pembagian kelompok ini sebaiknya hanya beberapa saja dimana untuk membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya yang terdekat harus jelas perbedaannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad adalah jenis spesies, umur, ukuran, dan sifat fisiologis. Sedangkan faktor luarnya adalah suhu, arus, individu lawan jenis dan tempat memijah yang sesuai (Effendie, 1997). Indek Kematangan Gonad (IKG) dan Faktor Kondisi di hitung menurut Effendie (1975) , dengan menggunakan rumus : IKG = (Wg/Wi) X 100% FK = (W/L 3) X 10 2 Dimana: IKG FK L Wg Wi
= Indek Kematangan Gonad = Faktor Kondisi = Panjang total ikan = Berat gonad = Berat ikan
Rumus Indek of Preponderance : Ii = ( Vi x Oi ) / ( Vi x Oi ) x 100 Dimana: Vi Oi
Menurut Effendie (1997), garis besar penentuan tahap kematangan gonad adalah sebagai berikut : 1. Apabila ikan itu mempunyai seksual demorpisme yang jelas membedakan antara jantan dan betina, untuk kemudian diteliti lebih lanjut masing-masing tingkat kematangannya. 2. Apabila ikan tidak mempunyai seksual demorpisme dan tidak mempunyai sifat seksual sekunder yang jelas, maka untuk melihat jenis kelaminnya dengan jalan melihat gonad melalui pembedahan. 3. Baik untuk ikan jantan maupun ikan betina, ambilah gonadnya dan pisahkan menurut kelaminnya. Gonad ikan jantan dikelompokkan sendiri demikian pula gonad ikan betina, namun data lainnya dari masing-masing gonad tersebut
64
Vi Oi Ii
: Persentase volume satu macam makanan : Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan : Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan : Index of Preponderance
Fekunditas Penentuan fekunditas dilakuk an dengan mengambil ovari ikan betina yang matang gonad pada TKG III dan IV. Fekunditas diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari pada ikan yang telah mencapai TKG III dan IV. Fekunditas total dihitung dengan menggunakan metode sub-contoh bobot gonad atau disebut metode gravimetrik. Cara mendapatkan telur yaitu mengambil telur ikan betina dengan mengangkat seluruh gonadnya dari dalam
Pengamatan Indek Kematangan Gonad …….……di DAS Musi, Sumatera Selatan (Abidin, M & D. Mirna)
perut ikan dan ditimbang. Kemudian gonad tersebut diambil sebagian untuk ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik, selanjutnya butiran telur dihitung. Gonad tersebut diawetkan dengan larutan Gilson untuk melarutkan dinding gonad sehingga butiran telur terlepas. Larutan Gilson dapat melarutkan jaringan-jaringan pembungkus telur sehingga memudahkan dalam perhitungan butir-butir telur (fekunditas).
Cara mengukur diameter telur Diameter telur diukur di bawah mikroskop binokuler dengan bantuan mikrometer okuler yang telah ditera sebelumnya. Pengukuran ini dilakukan pada telur-telur yang berada pada tingkat kematangan gonad III dan IV. Selanjutnya diameter telur dianalisis dalam bentuk histogram. Diameter telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Rodriquez et al., 1995):
Fekunditas ikan ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik dengan rumus (Effendie, 1997) : Dimana: Ds = diameter telur sebenarnya (mm) D = diameter telur secara horizontal (mm), d = diameter telur secara vertikal (mm).
Keterangan : F = fekunditas (butir) G = bobot tubuh (g); Q = bobot gonad contoh (g) N = jumlah telur pada gonad contoh (butir).
HASIL PENGAMATAN
Selanjutnya fekunditas dihubungkan dengan panjang tubuh ikan dan bobot tubuh.
Biologi Reproduksi Ikan Serandang (Channa pleuropthalmus). Pada Tabel 1 ditunjukan data biologi ikan serandang termasuk musim kemarau dan musim hujan.
Tabel 1: Biologi Reproduksi Ikan Serandang (Channa pleuropthalmus)
Nama Ikan Serandang
Berat Ikan 155,1-820
120.5700
TKG
Diameter telur (mm)
I–III–IV (musim kemarau)
0,5-1,25
I–II-IV (musim hujan
1- 1,5
Perkembangan Fekunditas/Gonada Serandang (Channa pleuropthalmus )
Ikan
Tingkat Kematangan Gonad ikan Serandang bila diperhatikan dari hasil pengamatan yang dilakukan pada musim kemarau (kering) didapatkan tingkat kematangan gonad yang bervariasi mulai dari TKG I sampai IV. Sedangkan pada musim hujan ditemui juga tingkat kematangan gonad dari TKG I-II dan IV.
Jumlah telur (butir/g)
Berat Telur (g)
Isi lambung ikan
1.188-1400
5,4-10.6
Hancuran ikan
1.299 - 1565
7,4– 11.1 Hancuran ikan dan udang
Fekunditas Fekunditas merupakan bagian yang penting dalam biologi reproduksi. Dari hasil perhitungan pada musim kemarau di dapatkan berat ikan serandang dengan berat kisaran antara 155,1 – 820 gram, mempunyai (bobot) berat gonad antara 5,4 – 10,6 gram dan fekunditas antara 1.188 -1.400 butir telur dengan diameter telur antara 0,5 mm – 1,25 mm, sedang pada musim hujan ditemui kisaran berat ikan antara 120.5 gram - 700 gram mempunyai (bobot) berat gonad sekitar 7,4 – 11.1 gram dan fekunditas sebanyak 1.299 – 1565 butir telur dengan diameter
65
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 63-66
telur 1 mm - 1,5 mm. Dengan bertambahnya berat gonad maka bertambah pula fekunditasnya. Berdasarkan data perkembangan gonad ikan dapat diduga bahwa pemijahannya terjadi sepanjang tahun, baik musim kemarau ataupun dimusim penghujan. Food Habit Ikan Serandang Berdasarkan hasil pengamatan di temukan bahwa didalam usus (saluran perencanaan) ikan, ditemukan hancuran ikan (92,8%) dan hancuran udang (udang kecil) 7,2%. (Tabel.2). Dari hasil pengamata ini dapat dikatakan bahwa ikan serandang adalah bersifat carnivora.
Hasil pengamatan juga menunjukan (ratio) perbandingan antara ukuran panjang saluran pencernaan dengan panjang ikan: semakin panjang ukuran ikan maka semakin kecil perbandingan antara saluran dan panjang ikan, sebaliknya semakin pendek ukuran maka semakin besar perbandingan saluran pencernaan dengan ukuran panjang ikan. Ikan serandang panjang saluran pencernaan 10 cm dan panjang total 27,2 cm memiliki perbandingan panjang usus dengan panjang total = 1 : 2.72; sepanjang 17,7 cm, memiliki panjang saluran pencernaan 4 cm , sehinggga perbandingannya 1 : 1.4.
Tabel 2. Index of Preponderance beberapa makanan yang ditemui pada marga Channa. No 1 2 3
Jenis Pakan Hancuran Ikan Udang Pot. Tumbuhan Jumlah
Gabus 90,7 8,9 0,4 100,0
Nilai Index of preponderance ( %) Bujuk Toman Serandang 90,4 99.2 92.8 9,6 0,8 7,2 100,0 100,0 100,0
Serko -
Jalai -
Gambar 1 Ikan Serandang (Channa pleuropthalmus). KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. TKG ikan Serandang (Channa pleuropthalmus) pada musim kemarau ditemukan TKG I-IV dan musim hujan ditemukan TKG I-II- IV.
Effendi, M.I., 2000. Metode Biologi Perikanan. Bagian Ichtiologi. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 10.
2. Ikan Serandang dimungkinkan bersifat carnivora karena makanan yang dimakan banyak ditemukan hancuran ikan.
Pennak, R. W., 1978. Fresh Water Invertebrates of the United States. Second Edition. Jhon Wiley and Sons. New York. 783 p.
3. Fekunditas ikan perlu diketahui untuk mengetahui tingkat kematangan gonad (TKG), karna merupakan bagian terpenting dari reproduksi ikan.
Pendi, A.1992. Aspek Ekologi Perairan Dalam Analisis Dampak Lingkungan. Latihan Amd.
PERSANTUNAN Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Azwar Said sebagai Penanggung jawab kegiatan Bioekologis Ikan Gabus di Sungai Musi Sumatera Selatan tahun anggaran 2004/2005 serta kepada peneliti dan teknisi di BPPPU Palembang yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan arahan sehingga selesai tulisan ini 66
Unus, F. dan Sharifuddin. 2010. Analisis fekunditas dan diameter telur ikan malalugis biru (Decapterus macarellus Cuvier, 1833) di perairan Kabupaten Banggai Kepulauan, Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 20 (1): 3743.
Kebiasaan Makan Ikan Bawal ...... Waduk Cirata, Jawa Barat (Kuslani Henra, et al.)
KEBIASAAN MAKAN IKAN BAWAL (Colossoma macropomum) DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT Henra Kuslani, Tri Muryanto dan Sukamto Balai Penelitian Pemulihan Dan Konservasi Sumberdaya Ikan Teregistrasi I tanggal: 30 Maret 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 4 Desember 2012; Disetujui terbit tanggal: 5 Desember 2012
PENDAHULUAN Secara administratif Waduk Cirata termasuk kedalam tiga kabupaten yaitu Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur dan kabupaten Bandung. Waduk Cirata yang terletak pada ketinggian 225 m diatas permukaan laut, mempunyai luas genangan maksimum 6.200 ha dengan kedalaman rata-rata 34,9 m. (Purnamaningtyas et al., 2011). Ikan bawal (Colossoma macropomum) tumbuh dan berkembang di Waduk Cirata karena terlepas dari Keramba Jaring Apung (KJA). Ikan bawal merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi dengan harga jual mencapai Rp 6.000 sampai Rp 10.000, per kg. Ikan bawal memiliki beberapa keistimewaan antara lain ketahanan tubuh yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Lambung merupakan bagian alat pencernaan ikan yang berfungsi untuk mencerna makanan sehingga dapat diketahui apakah ikan tersebut bersifat karnivora, herbivora, dan omnivora (Effendie, 1979). Makanan merupakan faktor pokok bagi kelangsungan dan pertumbuhan ikan (Satria, 2002).
Berdasarkan kuantitas makanan yang dikonsumsi ikan maka makanan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu (Nikolsky, 1963): 1. Makanan utama bila suatu kelompok jenis makan dikonsumsi lebih besar dari 25% 2. Makanan pelengkap bila suatu kelompok jenis makan dikonsumsi antara 5–25%. 3. Makanan tambahan bila suatu kelompok jenis makan dikonsumsi kurang dari 5%. Tujuan Penulisan untuk mengetahui kebiasaan makanan ikan bawal di Waduk Cirata. POKOK BAHASAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Cirata pada tahun 2010 pada bulan April, Juni, Agustus dan Oktober 2010 (Gambar 1). Bahan dan Alat Bahan dan alat yang diperlukan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Jawa Barat
Gambar 1. Peta Waduk Cirata (Putri & Tjahjo, 2011).
67
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 67-70
Tabel 1. Bahan dan alat yang digunakan. Bahan dan Alat Bahan : Ikan bawal (Colossoma macropomum) Larutan Formalin 5 % Kertas kalkir Alat : Gunting bedah Papan ukur Timbangan digital Kantong plastik Pensil Cool box Cawan petridish Objec glass Miskroskop Binokuler Stereozoom Cover glass 22x22 mm
Keterangan Sampel ikan yang akan diamati Zat pengawet Untuk menulis informasi sampel
dan
Mikroskop
Buku Komputer
Buku Indentifikasi plankton dari Needham & Needham (1963)
Untuk membedah perut ikan Mengukur panjang ikan Menimbang berat ikan Menyimpan sampel ikan dalam kantong Menulis data ikan Menyimpan sampel ikan Wadah merendam isi lambung ikan Wadah meletakan sampel untuk dilihat dibawah mikroskop Mengamati isi lambung ikan yang bersifat plankton dan berukuran makro Penutup objec glass yang telah diteteskan sampel isi lambung ikan 0,05 ml Mencatat hasil pengamatan secara manual Memasukan data hasil pengamatan, mendokumentasikan data hasil pengamatan secara elektrik Pedoman dalam penamaan plankton
METODE Ikan bawal (Colossoma macropomum) diperoleh dari hasil tangkapan nelayan. Sampel ikan bawal diukur panjang total (PT), panjang standar (PS), tinggi badan (TB), dan berat badan (BB). Pengukuran sampel ikan bawal menggunakan papan ukur dan berat menggunakan timbangan digital. Jumlah sampel ikan diperoleh sebanyak 91 ekor, secara berurutan sebagai berikut : bulan April sebanyak 20 ekor, Juni 20 ekor, Agustus 22 ekor dan Oktober 29 ekor. Ukuran panjang total ikan yang dianalisis berkisar antara 11 – 24 cm dengan berat tubuh sebesar 23 – 288 gram. Perut ikan bawal dibedah menggunakan gunting untuk diambil isi perutnya yang dilengkapi dengan informasi tentang data ikan yang ditulis di kertas kalkir, kemudian dimasukan dalam kantong plastik dan tambahkan larutan formalin 5% (Tjahjo,1988). Isi perut ikan kemudian disimpan dalam cool box selanjutnya diamati di laboratorium Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan Jatiluhur. Selanjutnya isi perut ikan dibersihkan dengan aquades, dan isi perut ikan diambil lambung dan ambil
68
sampel pakan yang sudah diencerkan dengan pipet 3 ml, setelah itu diteteskan pada objec glass berukuran 25,4 x 76,2 x 1,2 mm dan ditutup dengan cover glass yang berukuran 22 x 22 mm sebanyak 0,05 ml. Selanjutnya diamati dibawah miskroskop untuk mengetahui/menghitung jenis dan jumlah makanan pada pembesaran lensa 100x sebanyak 9 kali lapang pandang. Sisa sampel dimasukan kedalam freezer guna menghindari kerusakan pada sampel. Pengamatan untuk ikan jenis herbivora/planktivora menggunakan mikroskop binokuler, sedangkan untuk jenis ikan predator, omnivora dan carnivora dapat menggunakan mikroskop makro/stereozoom. Analisa kebiasaan makan ikan bawal dapat dihitung menggunak an metode Index of preponderance (Natarajan & Jhingran, 1961). Sebagai berikut :
IP
Vi x Oi x 100 Vi x Oi
IP = Indeks preponderance Vi = Persentase volume satu macam makanan Oi = Frekuensi kejadian satu macam makanan
Kebiasaan Makan Ikan Bawal ...... Waduk Cirata, Jawa Barat (Kuslani Henra, et al.)
Hasil Hasil pengamatan ikan bawal (Colossoma macropomum) dengan panjang rata-rata 11 – 24 cm dan berat rata-rata 23 – 288 g pada bulan April diketahui bahwa makanan utamanya adalah ikan/ anak ikan sebesar 78,03 %. Selanjutnya pada bulan Juni diketahui bahwa makanan utama ikan bawal adalah ikan sebesar 51,66 % dan moluska 40,73 % . Pada bulan Agustus diketahui makanan utama ikan bawal berupa ikan/anak ikan sebesar 46,61 %, tumbuhan 16,43 % dan pelet sebesar 17,41 % sebagai
makanan pelengkap. Pada bulan Oktober diketahui makan utama ikan bawal adalah berupa pelet sekitar 67,50 % dan ikan 30,37 % (Tabel 2), diduga ikan bawal berasal disekitar KJA. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa makanan utama ikan bawal di Waduk Cirata terdiri dari ikan dan moluska, dengan makanan pelengkap adalah tumbuhan. Sehingga ikan bawal (Colossoma macropomum) berdasarkan kebiasaan makanannya termasuk golongan karnivora dengan sifat litoral. (Purnamaningtyas, 2011).
Tabel 2. Persentase (%) makanan ikan bawal (Colossoma macropomum) selama pengamatan pada tahun 2010. Waktu penelitian
Jenis Makanan April
Juni
Fitoplankton
-
0.37
0.74
0.01
Zooplankton
-
0.01
-
-
Tumbuhan
16.68
6.66
16.43
1.91
Insecta Molusca
1.03 0.02
0.37 40.73
0.85 14.67
0.13 0.07
Cacing
0.01
-
-
-
Ikan
78.03
51.66
46.61
30.37
-
0.05
-
-
4.22
0.15 -
0.65 17.41
67.50
-
-
2.66
0.01
Udang Kepiting Pelet Detritus Keterangan : (-) tidak ada data
Agustus
Oktober
Gambar 2. Ikan bawal (Colossoma macropomum) hasil tangkapan nelayan.
69
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 67-70
Klasifikasi ikan bawal berdasarkan (Eligenmann & Kennedy, 1903) dalam Anonimous (2011) : Kingdom Phylum Class Order Family Sub family Genus Species
: Animalia : Chordata : Actinopterygii : Characiformes : Characidae : Serrasalminae : Colossoma : Colossoma macropomum
Natarajan, A. V. & A. G. Jhingran. 1961. Index od preponderance-a method of grading the food elements in the stomach analysis of fishes. Indian Journal of Fisheries, Vol. VIII, No. 1 : 54-59 pp. Needham, J.G. & P.R, Needham 1963. A Guide to the Study of Fresh Water Biology. Fifth Edition. Revised and Enlarge, Holden Day. Inc, San Fransisco. 180 pp. Nikolsky, G. V. 1963. The ecology of fishes. Transl. by L. Brikett. Academic Press. New York. 352 p.
KESIMPULAN Ikan bawal (Colossoma macropomum) merupakan ikan karnivora dengan sifat litoral. Makanan utama ikan bawal berupa ikan dengan makanan pelengkap moluska dan tumbuhan. PERSANTUNAN Tulisan ini merupakan bagian dari hasil kegiatan penelitian “Biolimnologi Dan Hidrologi W aduk Kaskade Sungai Citarum, Jawa Barat” dibiayai APBN Tahun Anggaran 2010. Kepada ibu Sri Endah Purnamaningtyas selaku penanggung jawab yang telah memberikan sebagian datanya dan Peneliti yang telah memberikan saran dan perbaikannya. DAFTAR PUSTAKA Anomimous. 2011. http://www.fishbase.org/Summary/ speciesSummary.php?ID = 263 & genus name = Colossoma & species name. Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan Institut Perikanan Bogor. Yayasan Dwi Sri. Bogor 112p.
Purnamaningtyas, S. E. 2011. Pengaruh keberadaan ikan bawal (Colossoma macropomum) terhadap komunitas ikan yang ada di Waduk Cirata, Jawa Barat. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III. Purnamaningtyas, S. E., D.W.H. Tjahjo, D.A. Hedianto, D.I. Kusumaningtyas dan Sukamto. 2011. Model Pengendalian Kualitas Lingkungan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Kajian Sumber Daya Ikan di Waduk Cirata, Jawa Barat. Laporan tahunan. BP2KSI. Putri. M. R. A., & Tjahjo, D. W. H. 2011. Beberapa parameter populasi ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) di Waduk Cirata, Jawa Barat. BAWAL. 3 (4) ; 239-244. Satria, H. 2002. Distribusi panjang dan kebiasaan makan ikan Yuwana, ikan Payangka (Ophiocara porocephala) di Perairan Danau Tondanu. Jurnal penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumber Daya dan Penangakapan, 8(1). Tjahjo, D. W. H 1988. Kebiasaan pakan komunitas ikan di Waduk Saguling, Jawa Barat. Belutin Perikanan Darat. 7 (1).
70
Pengamatan Kelimpahan Zooplankton Daerah .....… Bagian Hulu Riau Pekanbaru (Dwirastina, M)
PENGAMATAN KELIMPAHAN ZOOPLANKTON DAERAH TAPUNG KANAN DAN TAPUNG KIRI SUNGAI SIAK BAGIAN HULU RIAU PEKANBARU Mirna Dwirastina Balai Riset Perikanan Perairan Umum Teregistrasi I tanggal: 15 April 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 22 November 2012; Disetujui terbit tanggal: 23 November 2012
PENDAHULUAN
Bahan dan Metode
Plankton adalah makhluk (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya, mengapung, berukuran makroskopis, mengambang, atau melayang didalam air yang kemampuan renangnya terbatas sehingga mudah terbawa arus. Menurut Anonimus (2009) bahwa berdasarkan fungsinya plankton ini dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu: fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton. Fitoplankton merupakan plankton yang berupa tumbuhan atau nabati, Zooplankton merupakan plankton yang berupa hewan, sedangkan bakteri yang hidup sebagai plankton disebut bakterioplankton dan virus yang hidup sebagai plankton dikenal dengan nama virioplankton. Dari empat nama tersebut yang sering dikenal adalah fitoplankton dan zooplankton.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April dan Agustus tahun 2008 di dua lokasi pengambilan sampel. Lokasi pengambilan zooplankton adalah Tapung Kanan dan Tapung Kiri ( Gambar 1).
Dalam penelitian ini kita memfokuskan ke pengamatan zooplankton. Zooplankton merupakan hewan yang berukuran makrokopis yang hidupnya mengapung dan melayang dalam air. Fitoplankton dalam rantai makana berperan sebagai produsen atau penghasil energi yang memerlukan energi sinar matahari untuk proses fotosintesinya. Kemudian fitoplankton tersebut akan dimakan oleh zooplankton sebagai konsumen pertama. Dalam jaring-jaring kehidupan di perairan zooplankton merupakan organisme yang memanfaatkan fitoplankton selanjutnya zooplankton tersebut akan dimakan oleh ikan kecil dan ikan besar ( Fahrul, 2007).
Cara Kerja
Nilai kelimpahan sangat penting diketahui dalam perhitungan plankton karena nilai ini berkaitan dalam menentukan kelimpahan reratif, indek keragaman dan dominansi. Dalam analisa plankton baik fitoplakton maupun zooplakton kita harus mengetahui tingkat kelimpahan dari genus-genus yang ditemukan. Nilai kelimpahan sangat penting diketahui dalam perhitungan plankton karena sangat menentukan kelimpahan reratif, indek keragaman dan dominansi. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui jenis dan kelimpahan zooplankton yang ditemukan di daerah Tapung kanan dan Tapung kiri Sungai Siak Riau Pekanbaru.
Alat dan Bahan Dalam pengambilan sampel zooplankton alat dan bahan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut; 1. Planktonet size 20 2. Ember ukuran 10 L 3. Botol sampel 100 ml 4. Pipet Plastik ukuran 1 ml 5. Alat tulis 6. Larutan formalin sebagai pengawet
Siapkan planktonet,ember, botol yang sudah diberi label ( nama lokasi, tanggal pengambilan sampel dan jam pengambilan sampel ). Ambil air 10 L menggunakan ember secara berulang sebanyak 5 kali dan disaring menggunakan plaktonet. Kemudian air tersebut masukkan dalam botol 100 ml diberi label dan diberi pengawet berupa formalin sebanyak 1 ml. Setelah itu, botol-botol sampel tersebut dikemas dan dibawa kelaboratororium untuk dianalisa lebih lanjut. Pemeriksaan zooplankton di laboratorium menggunakan Sedweight Rafter (SR) dan mikroskop inverted dengan pembesaran 10X20. Ambil botol sampel dan dikocok biar homogen kemudian ambil 1 ml dan masukkan dalam SR, dan diperiksa dibawah mikroskop. Cara Perhitungan Kelimpahan Perhitungan kelimpahan menggunakan rumus : K = A/f x ( Xn2)/V Dimana: K = kelimpahan (ind/L) A = Jumlah kotak yang diamati pada SR
71
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 71-73
Xn2= Jumlah rata-rata dari total organisme i......n2 dari sejumlah kotak yang dipilih pada cawan penghitung. V = Volume yang tersaring pada jaring palnktonet. Sumber ; Wiadnyana dan Gabriel, 2004.
HASIL PEMBAHASAN Selama penelitian di daerah Tapung Kiri dan Tapung Kanan pada bulan Juni 2008 ditemukan beberapa genus plankton serta nilai kelimpahan. Secara rinci dapat di lihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Kelimpahan Zooplankton bulan juni 2008 Tapung Kiri
Gambar 3. Kelimpahan Zooplankton bulan juni 2008 Tapung Kanan Berdasarkan (Gambar 2 ) daerah Tapung Kiri ditemukan 13 genus dengan kelimpahan total 128800 Idv/L didominasi oleh Euglena ( 12000 Idv/L), Tintinnidium (24000 Idv/L) Trachelomonas ( 37600 Idv/ L), Difflugia ( 14000) dan Phacus ( 44000 Idv/L). Berdasarkan (Gambar 3) daerah Tapung Kanan ditemukan 21 genus zooplankton dengan kelimpahan total 110400 Idv/L didominasi oleh Euglena ( 12000
72
Idv/L), Phacus ( 24000 Idv/), Difflugia ( 14000 Idv/L) dan Trachelomonas ( 12800 Idv/L). Kelimpahan terendah di Tapung kiri yaitu Euchlanis ,Anureopsis ,Euglypha, Keratella ,Nauplius, Notholca dengan nilai kelimpahan masing-masing sama yaitu 800 Idv/L. Di Tapung kanan kelimpahan terendah terdapat pada genera Arcella, Balladyna,
Branchionus, Gastrostyla, Hexartha dengan nilai kelimpahan masing-masing sama yaitu 800 Idv/L. KESIMPULAN Dalam penulisan makalah ini dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut: 1) Tapung Kiri ada 13 genus yang ditemukan sedangkan Tapung Kanan ada 21 genus Zooplankton. 2) Kelimpahan tertinggi zooplankton didaerah Tapung kanan dan Tapung Kiri yaitu genus Phacus sp dengan nilai kelimpahan masing-masing 44000 idv/L dan 24000 Idv/L. 3) Kelimpahan terendah didaerah Tapung Kanan yaitu genera Euchlanis ,Anureopsis ,Euglypha, Keratella ,Nauplius, Notholca dan Tapung Kiri yaitu genera Arcella, Balladyna, Brachionus, Gastrostyla, Hexartha masing-masing 800 idv/L.
PERSANTUNAN Penulis Mengucapkan kepada Dr. Ir. Husnah, M.Phill selaku penanggung jawab kegiatan Tingkat Degradasi Lingkungan Sungai Siak Riau tahun 2008/2009 serta kepada peneliti dan teknisi di Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Pelembang yang telah membantu memberikan arahan dan bimbingan sehingga selesai tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 2009. Pengertian dan Penggolongan Plankton. http://entahsiapa15.wordpress.com. 16 januari 2009. Fachrul, M.F, 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. W iadnyana,N.N.,Gabriel,A.A. 2004. Plankton, Produksivitas Dan Ekosistem Perairan. Pusat Riset Perikanan Tangkap Dana Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia .
73
Teknik Penangkapan dan Hasil ............... Waduk IR.H. Djuanda, Jatiluhur (Muryanto, T & Sukamto)
TEKNIK PENANGKAPAN DAN HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN JARING INSANG (gill net) DI WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR Tri Muryanto dan Sukamto Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Jatiluhur Teregistrasi I tanggal: 24 16 Februari 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal: 6 Desember 2012; Disetujui terbit tanggal: 7 Desember 2012
PENDAHULUAN
digunakan dengan ukuran mata jaring diatas 2½ inchi. (Sukamto & Sumarno, 2011).
Waduk Ir. H.Djuanda teeletak di Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat dan selasai dibangun pada tahun 1967. Waduk ini mempunyai genangan makximum 8.300 ha dengan kedalamam maximum 95 meter kedalaman rata-rata 36,4 meter dan pengembangan garis pantai 5,95 meter. (Tjahjo,1986). Waduk Ir. Djuanda merupakan waduk serba guna, yang mana fungsi utama untuk pembangkit listrik tenaga air, mencegah banjir, irigasi, transportasi, dan pariwisata. Di samping kegunaan diatas, waduk tersebut di manfaakan oleh masyarakat sekitar untuk usaha perikanan baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap diantaranya menggunakan jaring insang.
Tujuan penulisan ini adalah mendeskripsikan spesifikasi, cara pengoperasian, dan hasil tangkapan alat tangkap jaring insang (gill net) dengan beberapa ukuran mata jaring di waduk Ir. H. Djuanda Purwakarta Jawa-Barat. POKOK BAHASAN Lokasi dan Waktu Penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan jaring insang percobaan dengan mata jaring 1,1½,2, 2½,3,3½ dan 4 inchi. Jaring tersebut dipasang pada sore hari pukul 17.00 WIB dan di angkat pada pagi hari pukul 07.00 WIB.
Jaring insang (gill net) merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama di sepanjang jaring, dilengkapi dengan pelampung dan pemberat. Alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring (Ayodhya, 1981). Alat tangkap ini merupakan alat tangkap tergolong pasif, merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan, bila
Pengamatan di lakukan di Waduk Ir. H. Djuanda pada bulan Maret, Juni, Agustus dan Oktober 2010. Penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang di lakukan pada enam lokasi yaitu (I) Bojong, (II) Jamaras, (III) Kerenceng, (IV) KJA, (V) DAM dan (VI) Cilalawi, (Gambar 1).
Jatiluhur Reservoir
Dam
5 3 2
4 6
1
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel
75
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 76-78
BAHAN DAN ALAT Spesifikasi Alat Tangkap Jaring Insang (Gill Net) 1. Berbentuk empat persegi panjang. 2. Secara umum jaring insang (gill net) terdiri atas jaring, pelampung, pemberat dan jangkar. 3. Pelampung Jaring insang (gill net) terdiri atas pelampung tanda dan pelampung tali ris. 4. Jaring terdiri dari satuan-satuan jaring yang biasa di sebut tingting (piece). 5. Dalam satu piece mempunyai dimensi panjang 36 m dan lebar 1.5 cm (1 mata = 1 inchi). 6. a. Jaring Jaring terbuat dari nilon dengan ukuran 1;1½ ; 2 ; 2½ ; 3 ; 3½ ; 4 inchi, masing-masing ukuran jaring panjangnya 100 m dan lebar 1.5 cm. b. Tali Ris Tali ris dari bahan dengan ukuran 4-5 mm terdiri dari ris atas dan ris bawah,tali ris atas terdapat pelampung yang di pasang dengan jarak 1 m dan tali ris bawah terdapat pemberat yang di pasang dengan jarak 1m. c. Pelampung Ada dua jenis pelampug yaitu pelampung untuk tanda dan pelampung pada tali ris, pelampung tali ris menggunakan bahan kuralon dengan ukuran 8 mm dan pelampung tanda berbentuk botolan yang terbuat dari plastik dengan ukuran
lebih besar dari pelampung tali ris (diameter 5 cm), pelampung tanda di pasang antara ujung jaring. d. Pemberat Pemberat terbuat dari timah dengan berat masing-masing 20 gr, ukuran panjang 2 cm dan diameter 0.5 cm e. Kapal Penangkapan Kapal yang digunakan untuk pengoperasian di waduk Ir. H. Djuanda menggunakan perahu berukuran panjang 6 m, lebar 0.8 m, dan tinggi 50 cm. Mesin yang digunakan adalah mesin diesel merk Honda 5,5 pk dengan bahan bakar bensin. Teknik Pengoperasian 1. Persiapan Alat Sebelum beroperasi semua peralatan dan perbekalan harus dipersiapkan dengan teliti. Jaring harus disusun di atas kapal dengan memisahkan antara pelampung dan pemberat supaya mudah dalam penurunan jaring dan tidak terjadi kekusutan. Pada saat tawur jaring yang harus di perhatikan juga arah arus,karena kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus antara 45 – 90 derajat. Teknik pengoperasian lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Teknik pengoperasian alat tangkap gill net 2. Waktu Penangkapan Penangkapan ikan di waduk Ir. H. Djuanda ini dilakukan pada sore hari (pukul 17.00) dan di angakat pada pagi hari (pukul 07.00) 3. Tawur Jaring a. Bila kapal telah sampai di daerah tujuan, segera persiapan penawuran jaring dimulai. b. Setelah posisi/kedudukan kapal sudah sesuai dengan yang dikehendaki jaring dapat di turunkan.
76
c. Penawuran jaring di mulai dari pengikatan batu sebagai jangkar/penahan arus. d. Ikat pelampung tanda pada ujung jaring dan ujung tambang jangkar. e. Kemudian jaring di turunkan dengan hati-hati dan teliti agar tidak terbelit nantinya di dalam air, karena berpengaruh pada hasil tangkapan. f. Setelah satu jaring sudah di turunkan kemudian disusul atau di sambung dengan ukuran jarring lain dan ikat pelampung tanda lagi.
Teknik Penangkapan dan Hasil ............... Waduk IR.H. Djuanda, Jatiluhur (Muryanto, T & Sukamto)
g. Setelah semua ukuran jaring sudah di turunkan, ikatkan lagi tambang untuk jangkar/penahan arus dan pelampung tanda, ebagaimana seperti awal penurunan jaring. 4. Pengangkatan Jaring a. Setelah jarng dibiarkan di dalam perairan, jaring dapat diangkat (dinaikkan) ke atas kapal untuk diambil hasil tangkapan. b. Pengangkatan alat ini adalah merupakan kebalikan dari penurunan jaring.
c. Kemudian alat disusun kembali dengan rapi agar mudah untuk digunakan kembali. HASIL DAN BAHASAN Berdasarkan hasil percobaan penangkapan ikan menggunakan jaring insang di waduk Ir. H. Djuanda pada enam lokasi, pengamatan yang dilakukan pada bulan Maret, Juni, Agustus dan Oktober 2010 tertangkap sebanyak 15 jenis ikan dan 618 ekor disajikan pada Tabel 1
Tabel 1. Jenis dan jumlah ikan yang tertangkap oleh jaring gill net 1-4 inchi.
No
Jenis Ikan
Nama Latin
Jumlah (ekor)
1
Kebogerang
Mystus nigriceps
2
Oskar
Amphilophus citrinellus
192
3
Golsom
Hemichromis elongatus
129
4
Hampal
Hampala macrolepidota
8
5
Patin
Pangasianodon hypophthalmus
9
6
Nila
Oreochromis niloticus
20
7
Mujair
Oreochromis mossambicus
1
8
Bandeng
Channos channos
187
9
9
Kapiet
Cyclocheilichthys apogon
39
10
Betutu
Oxyeleotris marmorata
6
11
Benter
Puntius binotatus
2
12
Sapu-sapu
Hypostomus plecostomus
1
13
Lalawak
Puntius bramoides
13
14
Mas
Cyprinus carpio
1
15
Kaca
Parambassis siamensis
1
Total Jenis ikan yang tertangkap di waduk Ir. H. Djuanda selama empat Trip, didominasi oleh ikan Oscar, golsom dan bandeng. Jumlah ikan yang tertangkap menggunakan jaring insang pada bulan Maret 159 ekor, Juni 104 ekor, Agustus 246 ekor dan pada bulan Oktober sebanyak 96 ekor di sajikan pada (Gambar 3). Ikan tertangkap di daerah Kerenceng 162 ekor, Jamaras 105 ekor, Bojong 75 ekor, DAM 185 ekor,
618 KJA 52 ekor dan Cilalawi 39 ekor. Jenis ikan yang tertangkap di dominasi oleh ikan oscar, golsom dan ikan bandeng dan ikan banyak di daerah DAM dan Kerenceng dan Jamaras. Di duga Lokasi DAM, Kerenceng dan Jamaras , merupakan habitat yang di sukai ikan. Contoh ikan Golsom dan ikan bandeng yang tertangkap dengan jaring insang ukuran 2,5 inchi dilihat pada (Gambar 4).
77
BTL. Vol.10 No. 2 Desember 2012 : 76-78
Gambar 3. Hasil tangkapan ikan tahun 2010 KESIMPULAN 1. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada bulan Maret, Juni, Agustus dan bulan Oktober tahun 2010 di enam titik lokasi tertangkap ikan sebanyak 15 jenis dan totalnya mencapai 618 ekor. 2. Hasil penangkapan dengan menggunakan alat tangkap jaring insang (gill net) di waduk Ir.H.Djuanda selama empat kali ulangan di dominasikan oleh ikan Oscar, Golsom dan bandeng. 3. Ikan banyak tertangkap pada lokasi Dam, Kerenceng, Jamaras, dan pada bulan Agustus 2010, tertangkap sebanyak 246 ekor. 4. Jaring insang merupakan alat tangkap yang dominan di Waduk Ir. H. Djuanda.
Gambar 4. Ikan posisi tertangkap jaring insang Daya Ikan, Jatiluhur-Purwakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Penanggung jawab kegiatan Sri Endah Purnamaningtyas, A.pi. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis, untuk memakai data kegiatan. DAFTAR PUSTAKA Sukamto & D. Sumarno. 2011. Penangkapan ikan bandeng menggunakan jaring insang di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur. Buletin Tekik Likyasa sumberdaya Penangkapan Vol. 8. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. p.15-19. Ayodhya,A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
PERSANTUNAN Tulisan ini merupakan kontribusi hasil kegiatan riset monitoring hidrobilogi dan biolimnologi di Waduk Kaskade, Sungai Citarum, Jawa Barat. T.A, 2010, di Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber
78
Tjahyo, D. W. H. 1986. Ciri-ciri morpologi Waduk Saguling dan beberapa waduk lainnya mhubungan dengan potensi perikanan. Buletin Penelitian Perikanan Darat. 5 (1): 47-55.
BULETIN TEKNIK LITKAYASA SUMBER DAYA DAN PENANGKAPAN Pedoman Bagi Penulis 1. Ruang Lingkup: Buletin ini memuat karya tulis para Teknisi Litkayasa lingkup Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan dan institusi lain di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan yang berisikan mengenai kegiatan teknisi litkayasa terkait dengan prospek pengembangan, analisis kegiatan lapangan, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan sumber daya dan penangkapan yang disajikan secara praktis, jelas, dan bersifat semi ilmiah. 2. Bahasa: Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak diperkenankan menggunakan singkatan yang tidak umum dan bersifat semi ilmiah. Pemakaian istilah yang baru supaya mengikuti pedoman Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 3. Penulisan Naskah: Susunan naskah terdiri atas judul, pendahuluan (latar belakang), pokok bahasan dan uraiannya, kesimpulan, serta daftar pustaka. Panjang naskah 5-20 halaman. Naskah diketik 2 spasi di kertas putih ukuran A4 menggunakan program MS-Word dalam 2 spasi , margin 4 cm (kiri)-3 cm (atas)-3 cm (bawah) dan 3 cm (kanan), kertas A4, font 12-times new roman, jumlah naskah maksimal 15 halaman dan dikirim rangkap 3 beserta soft copynya. a. Judul: Terdiri atas suatu ungkapan yang mencerminkan isi tulisan. Judul diikuti dengan nama penulis dan instansinya. b. Pendahuluan: Secara ringkas menguraikan pokok permasalahan akan kegiatan teknis yang mendukung atau terkait dengan litkayasa. c. Pokok Bahasan: Diuraikan secara jelas dan ringkas mengenai bahan dan tata cara kegiatan atau teknis yang mendukung atau terkait dengan penelitian. d. Kesimpulan/Penutup: Disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan judul naskah, maksud, tujuan, dan hasil kegiatan. e. Daftar Pustaka: Nama pengarang (dengan cara penulisan yang baku), tahun penerbitan, judul artikel, judul buku atau nama dan nomor jurnal, penerbit dan kotanya, serta jumlah atau nomor halaman. Sebagai contoh: Sunarno, M. T. D., A. Wibowo, & Subagja. 2007. Identifikasi tiga kelompok ikan belida (Chitala lopis) di Sungai Tulang Bawang, Kampar, dan Kapuas dengan pendekatan biometrik. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 13 (3): 1-14. Sadhotomo, B. 2006. Review of environmental features of the Java Sea. Indonesia Fisheries Resources Journal. 12 (2): 129-157. Defeo, O., T. R. Mc Clanahan, & J. C. Castilla. 2007. A brief history of fisheries management with emphasis on societal participatory roles. In McClanahan T. & J. C. Castilla (eds). Fisheries Management: Progress toward Sustainability. Blackwell Publishing. Singapore. p. 3-24. Utomo, A. D., M. T. D. Sunarno, & S. Adjie. 2005. Teknik peningkatan produksi perikanan perairan umum di rawa banjiran melalui penyediaan suaka perikanan. In Wiadnyana, N. N., E. S. Kartamihardja, D. I. Hartoto, A. Sarnita, & M. T. D. Sunarno (eds). Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia Ke-1. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. p. 185-192. Publikasi yang tak diterbitkan tidak dapat digunakan, kecuali tesis, seperti contoh sebagai berikut: Simpson, B. K. 1984. Isolation, characterization, and some applications of trypsin from greenland cod (Gadus morhua). PhD Thesis. Memorial University of New Foundland. St. John’s. New Foundland. Canada. 179 pp. f. g. h.
Tabel: Hendaknya diberi judul yang singkat, jelas, diberi nomor urut, dan diketik menggunakan MS-Excel. Gambar/Grafik: Gambar atau grafik dibuat dengan garis cukup tebal, disertai dengan data digital menggunakan program MS-Excel. Gambar atau grafik diberi judul dan nomor urut. Foto: Dipilih warna kontras atau foto warna, diberi judul, dan nomor urut.
4. Penyampaian Naskah: Naskah dikirim rangkap 3 disertai disketnya, dialamatkan pada Redaksi Pelaksana Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan. Jl. Pasir Putih I, Jakarta 14430. Telp. (021) 64711940 (Hunting), Faks.: (021) 6402640, E-mail:
[email protected]