BUKU
TAMAN TRADISIONAL BALI V. PENGARUH GEOLOGI, SOSIAL, EKONOMI, ADAT ISTIADAT DAN AGAMA TERHADAP TAMAN TRADISIONAL BALI VI. TANAMAN UPAKARA DAN USADA PADA TAMAN TRADISIONAL BALI
OLEH : SANG MADE SARWADANA `dkk
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSEKAP FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA 30 APRIL 2015
V. PENGARUH GEOLOGI, SOSIAL, EKONOMI, ADAT ISTIADAT DAN AGAMA TERHADAP TAMAN TRADISIONAL BALI
Bali merupakan pulau yang memiliki keindahan bentang alam atau lansekap yamg sangat banyak dan memiliki nilai estetika, keadaan alam pulau Bali yang seperti ini tidak terlepas dari letak gerorafis pulau Bali yang strategis,
sehingga keindahan alam yang begitu beragam dan
dibalut oleh budaya masyarakat bali yang terdiri dari banyak budaya yang dipengaruhi oleh
kehidupan religi masyarakat Bali yang mayoritas
beragama Hindu. Keberadaan Taman Tradisional Bali sangat dipengaruhi oleh faktur-faktor yang menjadi elemen baik elemen keras (hard scape) maupun elemen lunak (soft scape) serta mandukung filosofi, karakter, estetika , unsur-unsur desain, prinsip desain, faktor desain dan aspekaspek desain dari taman tradisonal Bali tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah faktor Geologi, Sosia, Ekonnomi, Adat istiadat dan Agama. Perubahan yang terjadi pada faktor-faktor tersebut akan memberikan dampak pada keberadaan dari taman tradisional Bali, tergantung pada situasi dan kondisi
yang ada pada setiap kabupaten. Perkembangan
parawisata di Bali sangat besar pula pengaruhnya terhadap perkembangan keberadaaan taman tradisional Bali.
5.1 Keaadaan geografis Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8°3'40" - 8°50'48" Lintang Selatan dan 114°25'53" - 115°42'40" Bujur Timur. Relief dan topografi Pulau Bali di tengah-tengah terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur.
Batas fisiknya adalah sebagai berikut: Utara : Laut Bali Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat) Selatan : Samudera Indonesia Barat :Selat Bali (Propinsi Jawa Timur)
Kabupaten dan Kota di Bali Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng.
Keadaan Penduduk Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Islam, Protestan, Katolik, dan Buddha. Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali, dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata. 5.2 Pengaruh Budaya
5.2.1 Budaya dan Kebudayaan
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Koentjaraningrat (1990) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem mencakup segala hal yang merupakan hasil cipta, karsa, dan karya manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Karya yaitu masyarakat yang menghasilkan
teknologi dan kebudayaan kebendaan yang terabadikan pada keperluan masyarakat. Rasa atau karsa yang meliputi jiwa manusia yaitu
kebijaksanaan
yang
sangat
tinggi
di
mana
aturan
kemasyarakatan terwujud oleh kaidah-kaidah dan nilai-nilai sehingga denga rasa itu, manusia mengerti tempatnya sendiri, bisa menilai diri dari segala keadaannya.
Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berkaitan. Manusia dengan kemampuan akalnya membentuk budaya, dan budaya dengan nilai-nilainya menjadi landasan moral dalam kehidupan manusia. Seseorang yang berperilaku sesuai nilai-
nilai budaya, khususnya nilai etika dan moral, akan disebut sebagai manusia yang berbudaya. Selanjutnya, perkembangan diri manusia juga tidak dapat lepas dari nilai- nilai budaya yang berlaku. Sebuah masyarakat yang maju, kekuatan penggeraknya adalah individuindividu yang ada di dalamnya. Tingginya sebuah kebudayaan masyarakat dapat dilihat dari kualitas, karakter dan kemampuan individunya.
Dalam
kebudayaan
terdapat
nilai-nilai
yang
dianut
masyarakat setempat dan hal itu memaksa manusia berperilaku sesuai budayanya. Antara kebudayaan satu dengan yang lain terdapat perbedaan dalam menentukan nilai-nilai hidup sebagai tradisi atau adat istiadat yang dihormati. Adat istiadat yang berbeda tersebut, antara satu dengan lainnya tidak bisa dikatakan benar atau salah, karena penilaiannya selalu terikat pada kebudayaan tertentu.
5.2.2 Budaya Nasional
Secara umum, budaya dibedakan menjadi dua macam, yaitu budaya daerah dan budaya nasional. Budaya daerah adalah suatu kebiasaan dalam wilayah atau daerah tertentu yang diwariskan secara turun-temurun oleh generasi terdahulu pada generasi berikutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah muncul saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga itu menjadi suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk di wilayah lain. Budaya daerah sendiri mulai terlihat berkembang di Indonesia pada zaman kerajaan – kerajaan terdahulu. Itu dapat dilihat dari cara hidup
dan
interaksi
sosial
yang
dilakukan
masing-masing
masyarakat kerajaan di Indonesia yang berbeda satu sama lain. Dari bermacam-macam budaya daerah tersebut maka muncullah sesuatu yang disebut Budaya Nasional.
Budaya nasional adalah gabungan dari budaya daerah yang ada di negara tersebut. Budaya daerah yang mengalami asimilasi dan akulturasi dengan daerah lain di suatu negara akan terus tumbuh dan berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan dari negara tersebut. Misalkan daerah satu dengan yang lain memang berbeda, tetapi jika dapat menyatukan perbedaan tersebut maka akan terjadi budaya nasional yang kuat yang bisa berlaku di semua daerah di negara tersebut walaupun tidak semuanya dan juga tidak mengesampingkan budaya daerah tersebut. Contohnya Pancasila sebagai dasar negara, Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaan yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 12 Oktober 1928 yang diikuti oleh
seluruh
membulatkan
pemuda tekad
berbagai untuk
daerah
menyatukan
di
Indonesia
Indonesia
yang
dengan
menyamakan pola pikir bahwa Indonesia memang berbeda budaya tiap daerahnya tetapi tetap dalam satu kesatuan Indonesia Raya dalam semboyan “bhineka tunggal ika”. Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni: Kebudayaan
nasional
dalam
pandangan Ki
Hajar
Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi
nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional.Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari pernyataannya: Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama. Di samping terdapat istilah kebudayaan daerah dan
kebudayaan
Indonesia.
nasional, juga
Kebudayaan
Indonesia
terdapat adalah
istilah
kebudayaan
seluruh kebudayaan
nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. 5.2.3 Budaya Bali Sejarah BALI berasal dari kata “ Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti Kekuatandan “Bali” berarti pengorbanan yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita, Supaya kita selalu siap untuk berkorban. Bali mempunyai dua orang pahlawan nasional yang sangat berperan dalam mempertahankan daerahnya yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Ketut Jelantik Pulau Bali adalah bagian dari kepulauan sunda kecil yang berikota Denpasar. Tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai tempat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tampat peristirahatan. Suku Bangsa Bali dibagi menjadi dua , yaitu Bali Aga (penduduk asal Bali yang biasa tinggal di Daerah Trunyan ) dan Bali Mojopahit (Bali Hindu /Keturunan Bali Mojopahit) Unsur-unsur Budaya Bali
A. Bahasa Sebagian besar
menggunakan bahasa Bali
dan bahasa Indonesia,
sebagian besar masyarakat Bali adalah Bilingual atau bahkan Trilingual . Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan industry pariwisata. Bahasa Bali dibedakan menjadi dua, yaitu 1. Bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar dan 2. Bahasa Bali Mojopahit yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih halus. B. Pengetahuan Banjar atau bisa disebut sebagai desa adalah satu bentuk kesatuankesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan tersebut diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara keagamaan.
Banjar
dikepalai oleh Klian Bnjar yang bertugas sebagai menyangkut segala urusandalam lapangan kehidupan sosial dan keagamaan, Tetapi sering kali juga harus memecahkan persoalan yang mencakup , adat dan tanah C. Teknologi Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang sistem perairan, yaitu sistem Subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawahsawah. Mereka juga sudah mengenal yang menyerupai bangunan fengshui.
arsitektur yang mengatur tata Arsitektur merupakan ungkapan
perlambang komunikatif dan edukatif .Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam airputih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.
D. Or ganisasi Sosial a. Perkawinan Penarikan garis keturunan dalam masayarakat Bali adalah mengarah pada Patrilineal . Sistem Kasta sangat mempengaruhi berlangsungnya suatu perkawinan , karena seorang wanita ynag kastanya lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah tidak dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan ,
yaitu akan membuat malu keluarga dan
menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak wanita Di beberapa daerah Bali (tidak semua daerah) berlaku adat penyerahan mas kawin (petuku luh), tetapi sekarang ini terutama di antara keluarga orang-orang terpelajar sudah menghilang. b. Kekerabatan Adat menetap di Bali setelah menikah mempegaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat . Ada dua adat menetap yang sering berlaku di Bali yaitu adat virilokal adalah adat yang membenarkan pengantin baru menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami, dan adat neo lokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri di tempat kediaman yang baru c. Kemasyarakatan Desa suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat Bali mencakup pada dua pengertian, yaitu Desa Adat dan Desa Administratif. Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan ataupun adat istiadat , sedangkan desa adalah kesatuan admibistratif . Kegiatan Desa Adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan , sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.
E. Mata Pencaharian Pada u`mumnya masyarakat Balu bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam. Pada dataran yang curah hujannya yang cukup baik, peternakan terutama sapi dan babi sebagai usaha penting dalam masyarakat peddesaan di Bali. baik perikanan darat maupun laut yang merupakan mata pencaharian sambilan. Kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakan, pabrik kopi, pabrik rokok dan lain-lain. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada penduduk.
Karena banyak
wisatawan mengunjungi Bali, maka timbullah usaha perhotelan, travel dan toko kerajinan tangan. F. Relegi Agama yang dianut oleh sebagian besar orang
Baliadalah agama
Hindu sekitar 95% dari penjumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup agama Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin. Orang Hindu percaya adanya satu Tuhan dalam konsep Tri Murti, yaitu wujud Brahma (sebagai pencipa), Wisnu (Sang Pelindung dan pemelihara) serta wujud Siwa (Sang Pelebur/Prallina). Tempat beribadah umat Hindu adalah Pura. Tempat pemujaan untuk leluhur disebut Sanggah, Pura Kawitan, Kitab suci agama Haindu adalah Weda. Orang yang meninggal dunia pada agama Hindu diadakan upacara Ngaben yang dianggap sangat penting untu membebaskan arwah orang yang telah meninggal dunia. Hari suci agama Hindu ada yang berdasarkan sasih dan ada pula yang berdasarkan wuku. Contoh hari raya yang berdasarkan sasih adalah Nyepi dan Siwaratri, sedangkan contoh hari raya ysng berdasarkan wuku adalah Galungan, Kuningan, Saraswati, Tumpek Kandang (Tumpek Uye), Tumpek Wariga (Tumpek Bubuh), Tumpek Wayang dan lain sebagainya. Tiga kerangka
agama Hindu adalah Tatwa (filsafat), Etika (Susila) dan Upacara (Ritual). Ada lima macam upacara disebut Panca Yadnya, yaitu Dewa Yadnya, Resi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya.
Aspek
Relegi
Pertamanan
Tradisional
Bali
Seperti diketahui bahwa sarana upakara di Bali (Hindu), terdiri dari air, daun, bunga, buah dan api. Selain unsur api dan air, selebihnya adalah merupakan unsur tanaman. Sloka pada Weda V.11.6 berbunyi : “Tvam agne agniraso guhahitam Anuavidan sinriyanam vane-vane” yang artinya kurang lebih bahwa tanaman merupakan ciptaan Tuhan untuk menunjang kebutuhan makhluk hidup termasuk manusia (makan dan keperluan lainnya). Lebih jauh lontar Bhagawad Gita IX sloka 26 menyebutkan bunga sebagai unsur pokok dalam upakara selain buah-buahan, daun dan air yang bunyinya : Pattram Puspamtoyam Yo me bhakty prayacchati Tad aham bhaktyupahrtam Asn-mi prayat-tmanah yang artinya kurang lebih adalah siapa pun dengan kesujudan hati mempersembahkan pada Ku (Tuhan) daun, bunga, buah-buahan dan air, persembahan yang didasari oleh cinta dan keluar dari lubuk hati yang suci, aku terima. Unsur-unsur persembahan itu dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi “banten” atua
sesaji
(sesajen).
Lontar Aji Fanantaka dan Kunti Sraya, menyebutkan ada beberapa tanaman yang dapat dan tidak dapat dipakai sebagai kelengkapan upakara.
Bagian tanaman yang paling banyak dipakai sebagai kelengkapan dalam upakara adalah bunga, kemudian buah dan daun. Bunga selain mempunyai makna keindahan, juga umumnya berbau harum, sehingga dapat memberi pengaruh kesucian dan membantu pemusatan pikiran menuju
Tuhan.
Penempatan atau penanaman tanaman disesuaikan dengan Pengider Bhuana (putaran bumi) terutama dilihat dari segi warna bunga atau buahnya. Tanaman mendori putih, sebaiknya ditanam di Timur atau Purwa
karena
sebagai
pelambang
dari
Sang
Hyang
Iswara.
Tanaman jambe atau pinang terdiri dari beberapa jenis, seperti buah pinang sari, buah gangga, dan jenis buah pinang lainnya akan lebih baik ditanam di bagian Selatan atau daksina, karena sebagai pelambang dari Sang Hyang Brahma. Tanaman siulan, sebaiknya ditanam di bagian Barat atau pascima, banyak dipakai dalam kwangen (sarana sembahyang), dan sesajen lainnya. Tanaman teleng biru, akan lebih baik kalau ditanam di bagian Utara atau uttara, digunakan dalam setiap sesaji. Tanaman tunjung atau teratai yang terdiri dari berbagai macam warna, yang dipakai di berbagai keperluan upakara dewa-dewi, penempatannya di pekarangan mengikuti warnanya yaitu biru di uttrara (utara), putih di purwa (timur), merah di daksina (selatan) dan kuning di pascima (barat). Demikian pula halnya dengan jenis tanam-tanaman lainnya, seperti kelapa merupakan unsur terpenting dari berbagai jenis kelengkapan upakara seperti dalam upakara keagamaan Hindu seperti Padudusan, pecaruan Rsi Gana, labuh Gentuh dan pecaruan besar lainnya. Kelapa gading di barat untuk Dewa Mahadewa, Kelapa Bulan (warna putih) di timur untuk Dewa Iswara. Kelapa Gadang (hijau) di utara untuk Dewa Wisnu. Kelapa Udang di selatan untuk Dewa Brahma. Kelapa Sudamala (Wiswa warna, campuran keempat warna yang telah dikemukakan) di tengah untuk Dewa Siwa. Jenis kelapa yang lain dan juga digunakan dalam kelengkapan upakara adalah kelapa Bojog, Rangda, Mulung, dan Julit. Penanamannya di luar “natah”
dapat
disekitar
dapur,
areal
pekarangan,
tegalan.
Dengan adanya persembahan dan sarana sesajen dalam upakara Dewa Yadnya, yaitu persembahan kepada Dewa Nawa Sanga (sembilan dewa) adalah : Dewa Wisnu di Utara dipersembahkan godem atau jawaras (Sorgum vulgare Pers), Manggis (Garcinia mangosta L), Pangi (Pangium edule Reinw) daun poh atau mangga (Mangifera indica). Kehadapan Dewa Brahma di Selatan dipersembahkan : Jagung (Zea mays L), salak (Zalacca sdulis BL), pinang (Areca atechu L), dan daun manggis. Dewa Iswara di Timur dipersembahkan : Kemiri (Alereutes molucana Wild), cereme (Phyllanthus acidus Skeels), dan daun durian (Durio zibethinus Mere). Dewa Mahdewa di Barat dipersembahkan : Kelapa (Cocos nusifera L), jagung, dan daun duku (Lancium domesticum Jack). Dewa Siwa di Tengah dipersembahkan : beras (Oriza sativa L), Jali (Coix Lacryma-jobi
L),
dan
nanas
(Ananas
comosus
L).
Demikian pula jenis bunga yang digunakan dalam persembahyangan disesuaikan dengan warna yang dipilih sesuai dengan Asta Dala dan baunya harum. Beberapa jenis bunga yang baik dipakai dalam persembahyangan masing-masing Dewa yang dipuja adalah sebagai berikut : Dewa Wisnu adalah bunga kenanga atau teleng, Dewa Brahma adalah bunga mawar merah, teratai biru, bunga soka, kenyeri, kembang kertas merah, Dewa Iswara adalah bunga teratai putih, jepun atau kamboja petak (putih), cempaka putih. Dewa Mahadewa adalah bunga teratai kuning, cempaka kuning, kembang kuning atau alamanda.
Itulah beberapa jenis bunga yang baik dipakai kalau kita melakukan persembahyangan
pada
saat
upacara
suci
umat
Hindu.
G. Kesenian Kebudayaan kesenian di Bali digolongkan menjadi tiga golongan utama, yaitu : golongan seni rupa misalnya seni lukis, seni patung, seni arsitekktur golongann seni pertunjukkan misalnya seni tari, seni sastra, seni drama, seni music, dan golongan seni audiovisual misalnya seni video dan film. Nilai-nilai Budaya Tatakrama : kebiasaaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia di dalam kelompoknya. Ngoupin : gotong royong Ngayah atau Ngayahang kerja bhakti untuk keperluan agama. Sopan santun : adat hubungan dalam sopan santun pergaulan terhadap orang yang berbeda.
Aspek Pembangunan Di Bali jenis mata pencahariannya adalah bertani di sawah, sekarang sudah mulai bergeser pada jenis mata pencaharian lainnya yang non pertanian. Pergeseran ini terjadi karena saat sekarang dengan berkembangnya industry pariwisata di daerah Bali, maka terjadi perkembangan dalam mata pencaharian
sehingga kebsnyakan
orang
menjual tanah untuk industri pariwisata yang dirasakan lebih besar penghasilannya dan lebih cepat dinikmati . Pendapatan yang diperoleh saat ini kebanyakan dari mata pencaharian seperti : tukang, sopir, industri, dan kerajinan rumah tangga, seperti meliputi usaha slip tepung, slip daging, penyosohan beras, usaha border, jahit dan garmen.
Taman tradisional Bali sangat dipengaruhi oleh faktor Geologi, Sosial Ekonomi, Adat Istiadat mempengaruhi
penggunaan
dan Agama. Keadaan geografi Bali tanaman
sebagai
pendukung
taman
tradisional Bali, tanaman yang digunakan sesuai dengan tinggi rendahnya temat, cuaca dan iklim yang sesuai dengan situasi kebutuhan tanaman .Jenis tanaman yang digunakan pula akan bebeda tergantung pada kemampuan adaptasi tanaman tersebut terhadap lingkungsn yang dpakai tapak taman tradisional Bali sesuai dengan geografis dan geologi daerah dibuatnya taman tradisional Bali. Berbagai jenis kebudayaan dan adat istiadat yang beraneka ragam yang ada di Bali sangat mempengaruhi taman tradisional Bali. Jenis kesenian Bali yang ada melengkapi elemen taman tradidional Bali, baik itu seni rupa, seni patung mendukung melengkapi elem pad ataman tradidional Bali. Gerak dan sirkulasi dari zone ke zone yang lain pad ataman tradisional Bali dalam bentuk alur cerita sering dipergunakan patung-patubg hasil karya seni patung hsil karya orang Bali. Budaya dan adat istiadat yang ada di Bali sangat mempengaruhi taman tradisional Bali, demikian pula elemen lunak seperti tanaman yng dipergunakan sangat dipengaruhi oleh fungsi tanamam untuk keperluan agama seperti tsnaman upakara, obat-ibatan penunjang elemen lunak taman tradisonal Bali. .
Adanya perkembangn pariwisata yang ada di Bali yang sangat erat
kaitannya
dengan
keberadaan
taman
tradisional
Bali
sangat
mempengaruhi perkembangan taman tradisional Bali. Masuknya budaya asing akibat jaman globalisasi sehingga terjadi alkulturasi budaya Bali dengan budaya asing yang masuk ke Bali sehingga sangat memungkinka terjadinya pengaruh terhadap perkembangan taman tradisional Bali. Perkembangn pariwisata juga nemberi dampak terhadap perkembangan ekonomi, perkembangan ekonomi ini akan berdampak kepada keberadaan
taman tradisional Bali yang sangat menunjang perkembangan taman yang ada di Bali khususnya taman tradisional Bali sebagai temat rekreasi Bagi pariwisatawan baik wisatawan asing maun domestic.
VI. TANAMAN UPAKARA DAN USADA PADA TAMAN TRADISIONAL BALI
6.1
Tanaman Upakara pada Taman Tradisional Bali Salah satu elemen yang membentuk taman tradisional Bali adalah
tenaman sebagai elemen lunak. Sebagian besar tananaman memiliki multi fungsi baik sebagai bahan untuk upara, sebsgsi bahan obst-obatan, seabagai namnan hias dan sebagai bahan bangunan. Tanaman tradisional Bali menggunakan tanaman upakara sekaligus dipergunakan pula sebagai tanaman untuk penyusun taman tradisional Bali yang peletakannya disesuaikan dengan konsep Tri Mandala maun Tri Hita Karana. Tanaman upakara yang digunakan adalah tanaman-tanaman yang dapat digunakan sebagai upakara pada upacara Panca Yadnya, yaitu Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya dan Butha Yadnya. Tanaman merupakan elemen penting untuk mendukung keindahan suatu taman. Sebagai rencana
atau desain taman
pada umumnya ,
tanaman yang berkonsepkan budaya Bali tidal terlepaskan dari elemen tanaman sebgai penyusun utamanya . Sosoknya yang elok mampu berfungsi sebagai pengisi pandang area kosong antara fasad bangunan dan tanaman. Selain menjadi lebih indah , kehadiran taman bisa menjadi nilai Tambah bagi struktur bangunan yang berkonsep desain tradisional Bali bila ditanam di tempat yang tepat, dengan bentuk arsitetural yang sesuai dengan ruang serta yang optimal. Konsep pemilihan jenis tanaman
pada perytamanan
Bali,
memenuhi criteria di antaranya : 1. Mendukung konsep umum pertamanan
terpilih yang bersumber
pada nilai Hindu atau mitologi yang khas dari suatu wilayah yang ada kaitannya dengan tujuan pengembangan.
2.
Berdayaguna
sosial spiritual dalam arti , tanaman
pad ataman
tersebut nantinya juga dapat dimanfaatan untuk kehidupan sehari-hari masayarakatnya yang tidak bisa dilepaskan dari kegiatan upacara dan pengobatan tradisional . Untuk itu harus ditempatkan sesuai dengan fungsi dan tampilan dari ruang dan arsitektur bangunannya sehingga tercipta keselarasan antara konsep bangunan dan tanamannya. 3. Berpegang pada makna religious tradisional dan estetis fungsional yang lahir dari keterpaduan anaman upakara Dan fungsi ekologis sehingga menghasilkan taman yang memenuhi prinsip satyam, siwam , sundaram yang lebih menekankan pada tanaman
alami,
keselarasan dan keharmonisan
dengan lingkungan sekitarnya.. Satyam artinya kebenaran, Siwam artinya kebersihan, kesucian, kemuliaan Sundaram artinya keindahan, kecantikan, keharmonisan Di Bali, pertamanan bukan saja melibatkan arsitektural, fungsional, estetika, akan tetapi juga melibatkan filosof budaya Bali di setiap penempatan komponen pertamanannya, sehingga terpola sedemikian rupa, baku dan khas untuk setiap komponen yang ada. Pertamanan Bali atau Pertamanan Tradisional Bali mempunyai filosofi yang sangat tinggi, sehingga dimuat di berbagai lontar dan kitab suci. Filosofi Pertamanan Tradisional Bali diawali oleh cerita pemutaran Gunung / Mandara Giri. Dalam lontar Adi Parwa halaman VXIX disebutkan bahwa dalam pemutaran Mandra Giri di Ksirarnawa memunculkan
beberapa
komponenyaitu
:
Ardha Chandra, atau bulan sabit, yaitu unsur keras dan keindahan. Setelah dianalisis keluar sebagai aspek bangunan dengan segala bentuk dan keindahannya. Kayu Kasta Gumani, sebagai unsur tanaman yang memberi kehidupan atau kalpataru, memunculkan Panca Wriksa yaitu
lima tanaman pertama yang tumbuh dan memberi kehidupan, yaitu beringin (Ficus bengalensis) yang dapat memberikan keteduhan dan kedamaian hidup, ancak atau pohon bodhi (Hemandia Pellata) sebagai tempat meditasi untuk berhubungan dengan Tuhan, memohon kehidupan dan kedamaian, pisang (Musa sp), yang merupakan makanan yang memberikan kehidupan, tanaman uduh (Caryota mitis) yang merupakan tempat menerima “pituduh/wangsit” atau petuah serta tanaman peji, sebagai tempat memuji atau menyembah kebesaran Tuhan. Air yang mengental, sebagai pelambang air kehidupan yang merupakan unsur terpenting yang dapat memberikan kesejukan, baik kesejukan pikiran maupun kesejukan lingkungan, jadi merupakan air amertha atau air kamandalu, karena amertha berarti tidak mati atau kehidupan yang langgeng. Penjabaran lebih jauh dari air ini, menghasilkan “Pancara”, yaitu rekayasa air untuk lingkungan, yang meliputi : seta atau jembatan, tama atau tetaman, tambak atau perikanan, telaga atau ekositem dan peken
atau
pasar.
Dewi Laksmi, sebagai pelambang keindahan, baik dalam keindahan kedamaian, keserasian, keharmonisan dan lingkungan, yang bermuara memberikan amertha kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kuda Oncersrawa (kuda putih), sebagai pelambang kreativitas tata ruang. Bongkah, adalah sebagai pelambang bentuk yang tidak beraturan seperti bebatuan, tanah. Prelaya, adalah kehancuran, kematian
atau
tidak
utuh.
Pemunculan komponen tersebut yang dipakai landasan dalam membuat atau mendisain sebuah taman atau lanskap di Bali, yang harus sesuai pula dengan unsur Satyam (kebenaran), Siwam (kebersihan, kesucian, kemuliaan), Sundaram (keindahan, kecantikan, keharmonisan) yang menjiwai konsep Tri Hita Karana, Tri Mandala, Tri Angga maupun Asta Dala.
Tri Hita Karana adalah tiga sebab yang memberikan kebahagiaan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Konsep Tri Mandala (tiga areal) juga dipakai dalam konsep ini, yaitu Utama Mandalanya adalah Parhyangan atau tempat suci atau pemerajan atau sanggah, Madya Mandalanya adalah pekarangan rumah yang meliputi bangunan tempat tinggal, dapur, kamar mandi, kerumpu atau jineng dan “teba” atau tegalan, sedangkan Nista Mandalanya adalah pekarangan luar rumah atau jaba atau pekarangan sebelum memasuki pekarangan rumah. Selain itu juga memasukkan unsur Tri Angga (tiga bagian badan), yaitu Ulu (kepala), Badan dan Kaki. Ulu (kepala) adalah gunung, akan memberikan tuntutan berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, agar mendapatkan kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin. Badan adalah perkampungan dengan perkotaannya tempat masyarakat mencari penghidupan, sedangkan Kakinya adalah lautan, tempat membuang segala mala petaka dan kotoran lahir dan batin lainnya. Asta Dala adalah delapan penjuru arah mata angin, yaitu Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, Barat Laut.
Pola ruang dibagi berdasarkan konsep natah atau halaman rumah bagi budaya Bali, yaitu “Tapak dara” adanya sumbu perancangan TimurBarat sebagai sumbu religi dan Utara-Selatan sebagai sumbu bumi. Perputaran kekanan dari “Tapak dara” menghasilkan Swastika Yana yaitu yang memberi gerak kehidupan yang seimbang dan harmonis secara abadi menuju kesucian. Di bagian perpotongan sumbu tersebut dilengkapi dengan bangunan Padma (tempat suci), sebagai tempat memuja Çiwa Reka yang menghubungi antara Pertiwi (tanah) dengan Akasa (langit).
Konsep taman tradisonal Bali di atas selanjutnya dijabarkan
dalam
bentuk implementasi dengan pola penanaman jenis tanaman upakara sebagai berikut : Areal Pura (Parahyangan) Pura merupakan tempat suci Hindu yang keseluruhan ruangnya bernilai hubungan kepada Tuhan yang bersifat vertical. Desain taman pura sebaiknya menggunakan konsep taman yang mengambil ajarran atau nilai Ketuhanan Hindu dengan pengisian jenis tanaman upakara saja untuk memperkuat dimaksud ngaben,
yang digunakan
karakter pura. Jenis-jenis tanaman yang dalam upacara
yadnya seperti upacara
perkawinan, kelahiran dan sebagainya. Konsep penempatan
tanaman dalam hirarki ruang Tri Mandala Pura bisa didasarkan pada mitologi Hindu, hirarki nilai penting tanaman upakara , tingkat energy fibrasi aura yang dimiliki dan sebagainya. Untuk menjaga kesucian pura, maka derah sekeliling pura dibuat jaan lan setapak dan dengan radius apanyengker (5-10 m) tidak terdapat bangunan dan radius apanimpugan (_+ 25 m ) dijadikan ruang terbuka hijau yang ditsnamin tanaman upakara sehingga pada pada waktu pelaksanaan upacara di Pura bisa difungsikan sebagai tempat persiapan (menyiapkan sarana upacara). a. Utama Mandala Utama mandala merupakan ruang yang bernilai suci meliputi jeroan pura /merajan termasuk ruang telajakan . Telajakan merupakan ruang peralihan sebelum memasuki bagian dalam /jero. Konsep tanaman di area utam mandala diutamakan tanaman yang bagian bunga, daun dan batangnya berfungsi sebagai tanaman upakara . Keindahan dan aroma wangi bunga menentramkan batin. Tanaman berbuah
akan memberikan efek dan habitus pohon dihindari
untuk ditanam di areal ini untuk mencegah hal yang membahayakan keselamatan pengguna yang dapat merusak kesucian utama mandala .
Termasuk dalam jenis tanaman yang cocok ditanam di utama mandal di antaranya :
Nagasari, Kamajaya-Kamaratih, Sudamandala, Jepun,
Kwanta, Delima selem, Menuh, Soka, Cendana, (Santanum album), Kamboja (Plumeria rubra), Kembang Sepatu ((Hibiscus rosasinensis), Puring/emas-emasan (Codiaeum sp) , Kananga (Canangium odoratum) dan lain sebagainya. Telajakan memiliki konsep
sebagai ruang yang mengeliminir
nilai-nilai buruk/negative dalam diri manusia. Dengan demikian konsep tata hijau di telajakan pun harus bermakna dan bernilai filosofi yang menunjang fungsi ruang utama mansala. Telajakan sebaiknya ditanami jenis tulak, kayu sisih, blatung gada, dapdap dan tunjang langit. Dapdap sebagai sarana dalam upacara prayascita (pembersihan). Tunjang langit bermakna hubungan vertical manusia dengan Tuhan. Hal ini diperkuat dengan karakter pohon hon yang berdaun Sembilan dan mengarah ke langit. Nilai Sembilan dalam Hindu juga memiliki multi makna , salah satunya
berkaitan
dengan jumlah arah mata angin
dengan dewa
penjaganya/dewayta nawa sanga. b. Madya Mandala Merupakan
bagian jaba tengaah bagi pura
atau bagian
pekarangan/natah rumah yang berisi bangunan tinggal , dapur, dan jineng. Tanaman yang ciocok ditanam di areal madya mandala berasal dari jenis tanaman bunga habitus pohon (Soka, Asti, Rijasa, Tigaron, Jepun, Sandat dan lain-lain. c. Nista Mandala Merupakan pekarangan di areal jabaan dan teba. Pada Jaba terdapat
desain gapura yang bermulut kodok sebagai simbul
penyambutan dengan keramahtamahan serta keterbukaan , dan alingaling yang bernilai untuk keamanan dan kenyamanan. Tanaman yang dipilih memiliki fungsi sebagai tsnaman tabir/screen , mengingat jabaan
menjadi ruang bagi public
beristirahat sementara
seelum acara
persembahyasa, Mesui atangan dilakukan atau campuran tnaman aura panas dan dingin. Tanaman dengan karakter vertical , tajuk rapat menjadi alternative terbaik seperti Canigara, Bigin, Ancak, Rijasa, Plasa, Mesui atau pangkas-pangkasan.
Tanaman yang cook titanam di zone ini
merupakan tanaman buah /daun habitus pohon. Nista Mandala sebagai teba bisa dimanfaatkan dengan komposisi beragam jenis tanaman keras, tanaman bambu, perkebuman, buah-buahan, dan sebagainya. Beberapa jenis tanaman yang cocok di tanam di teba di antaranya jebugarum,/pala, utu, durian, manggis, sentul, wani, , kaliasem, mundh, badung, ceroring, kepundung, dn lain-la8in. Selain itu juga , cocok dipilih jenis-jenis kelapa seperti nyuh bojog, nyuh bejulit, nyuh sudamala, nyuh udang, nyuh mulung, dan nyuh gedang.
6.2 Tanaman Usada pada Taman Tradisional Bali
Seperti kita ketahui bahwa salah satu penyusun taman tradisional Bali adalah tanaman, tanaman memiliki fungsi yang banyak, selain sebagai tanaman upakara, sebagai bahan bangunan tradisional Bali juga dapat dipakai sebagai bahan obat-obatan.
Tanaman obat-obatan juga
dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penyusun taman tradisional Bali. Banyak digunakan tanaman obat-obat sebagai taman koleksi bahan obatobat seperti tanaman apotek hidup, tanaman obat keluarga (TOGA), koleksi tanaman obat-obatan yang aapan maupun untuk kepentinganda di Kbun Raya Bedugul. Tumbuh-tumubuhan bsebagai salah satu unsure lingkungan hidup, dalam perjalnan panjang sejarah umat mnusia (homo sapiens) di bumi menunjukkan
bahwa sejak zaman pra sejarah
telah menopang
kehidupannya. Tumbuh-tiumbuhan yang bersifat multifungsi tersebut
telah lama diakrabinya dan dimanfaatkan baik untuk memenuhi pangan, sandang dan yang dapat obat-obatan tentu juga sudah dikenal sejak masa prasejarah (kehidupan berburu dan meramu), khususnya dari masa Neolitik (masa bercocok tanam). Pengetahuan dan teknik-tenik perawatan pasien dan pembuatan obat tradisional dari bahan alsm (tumbuh-tumbuhan) untuk menyembuhkan penyakit tertentu yang telah dikenal pada masa prasejarah tersebut berlanjut ketika Bali memasuki masa sejarah/ mengenal peradaban tulis-menulis) (abad VIII M). Besar kemungkinan pengetahuan pembuatan obat tradisional dari tumbuhtumbuhan
yang telah berkembang
pada masa prasejarah
tersebut
diperkaya dengan pengethuan baru melalui kontak sosial dan budaya dengan suku-suku bangsa asing seperti India (Hindu), Cina, dan bangsa Asia Tenggara lainnya , serta etnis-etnis lain yang ada di Indonesia. Pengetahuan
pembuatan
obat tradisional
dari tumbuh-tuimbuhan
kemudian diwariskan secara turun temurun. Upaya untuk mengungkap dan mengidentifikasi sistem pengobatan tradisional di Bali perlu terus ditingkatkan. Cara-cara perawatan dan pengobatan terhadap jenis penyakit tertentu seperti yang disebutkan dalam Lontar Tru Pramana merupakan cara pengobatan kepercayaan
yang sangat purba, yang berakar dari sistem
animism (anima=arwah; isme = kepercayaan), yaitu
adanya kepercayaan terhadap berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai roh /arwah
dan mempunyai
kekuatan (kasiat) untuk
mengobati jenis penyakit tertentu yang di derita poleh masyarakat. Dalam Lontar Usadha itu disebutkan, ada sekitar 250 jenis pohon yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan herbal. Pohonpohon tersebut termasuk berbagai padi-padian, buah-buahan , rempahrempah, bunga-bungaan, daun-daunan dan akar-akaran.
Secara umum bagian-bagian pohom yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat herbal, dapat dikelompokkan menjadi : daun, buah, bunga, kulit (babakan), akarnya , kayu dan getah pohon. Bagian dari berbagai jenis-jenis pohon
yang dapat digunakan
sebagai
obat di
antaranya : Daun Cempaka, majegau, cendana, nangka, keladi, sentul , kepundung, juwet, bila , tigaron, majakeling, sotong, kelor, pala,
pandan arum, waru,
madori, sirih, selasih, padi-padian, kayu manis, labu pahit, kasegseg, jambu merah, liligundi, ubi karet, dsun kapas, cermen, pule, beringin, tabya bun, kamerakan, dadap, sumaga, srikaya, pala, daun sembung, selasih, gedang, kasturi, kacang, kekara, undis, mentimun, jarak kliki. Buah dan biji Delima putih,jruk tipis, mangkudu, buah pinang, nenas bang, katumbar, lombok, kemiri, pisang (pisang batu dan pisang saba), merica, buah sirih, belimbing besi, kelapa, (gadang dan gading), baligo, pare, atau labu sayur, pulasari, cempaluk, sumaga, buah kutuh/buah kapuk, beras merah, ketan hitam, dan ketan merah. Bunga Cempaka kuning, cengkeh, adas dan kemerakan Kulit (Babakan ) Cendanaule, boni, juwet, kelor, srikaya, baligo, , cempaka kuning, mangga, gedang, kadongdong, blimbing, kamboja, dadap kayu ancak, cerme, gatep, kutuh, kayu,klampuak, gedang kasturi. Akar/Umbi Majegau, delima putih, kapundung, kembang kuning, terung, srikaya, kemiri, kayu salam, kunyit,
padi-padian,
kasegseg, mentimun, kayu manis,
jahe, kencur, tigaron, pala, sentul, keladi,, terong, kenanga,
katumbar, cemcem, temu tiis,
temu ireng,
bangle,
bambu ampel
gading,lengkuas, ilalang,
baligo, kamerakan, bawang putih, bawang
merah, akar selegui, beringin, jarak kliki. Kayu/Batang Cendana, jangu Getah Majegau, boni, kepundung, awar-awar, mangga, weni, kutuh, sumaga Air Nira dan gula aren
Aspek
Usada
Dalam
Pertamanan
Tradisional
Bali
Pertamanan/lansekap itu sendiri secara keseluruhan sudah merupakan usada (obat), karena dapat menghilangkan stres, kelelahan, letih, lesu, kebingungan, marah dan sebagainya, akibat dari keindahan dan kesejukan yang dipancarkan dari taman itu sendiri. Adalah sudah menjadi pandangan umum kalau pertamanan dapat mengubah karakter atau prilaku orang yang menempati atau penikmatnya, ditambah lagi dengan aura yang dipancarkan, maka jiwa yang sedang marah atau pemarah dapat menjadi penuh kasih sayang, duka menjadi periang, pendiam menjadi humoris
dan
sebagainya.
Bukan saja secara kolektif tanaman dapat sebagai usada (obat), akantetapi secara sendiri-sendiri juga sering dipakai sebagai obat atau usada, seperti misalnya tanaman janggar ulam (tanaman penyedap masakan) sangat baik dipakai sebagai obat menurunkan dan menstabilkan tekanan darah tinggi. Isnandar (2003) menyebutkan bahwa tanaman makuto dewa, sangat baik untuk mencegah penyakit kanker. Tanaman tanjung kalau dicampur dengan buah pinang yang masih muda dan gambir, sangat baik untuk memperbesar dan mengencangkan payu dara. Petikan cina, pulosari baik
sekali dipakai untuk meningkatkan vitalitas kaum laki. Bila sulit punya anak/mandul dapat diatsi dengan meminum ramuan umbi bangle, bawah putih,
kencur
dan
daun
jempiring.
Pertamanan tradisional Bali mempunyai filosofi yang sangat tinggi sebagai unsur tanaman yang memberi kehidupan, keteduhan, kedamaian, keindahan, tempat meditasi, memuji dan menyembah kebesaran Tuhan sebagai warisan budaya Hindu di Bali.