Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
UANG KEPENG CINA : MEDIA SENI RUPA TRADISIONAL BALI
I Nyoman Sila dan I Ketut Supir Jurusan Pendidikan Seni Rupa, FBS Universitas Pendidikan Ganesha I Dewa Ayu Made Budhyani, Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, FTK Universitas Pendidikan Ganesha
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang (1) karakteristik Uang Kepeng Cina sebagai media seni rupa tradisional Bali, (2) bentuk, fungsi, dan makna serta jenis-jenis karya seni rupa tradisional Bali dengan media Uang Kepeng Cina, (3) keberlangsungan dan perubahan bentuk serta fungsi Uang Kepeng Cina dalam seni rupa tradisional Bali di kawasan wisata Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif terkait dengan kajian estetika, semiotika, dan pendekatan etnografi. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) karakteristik Uang Kepeng Cina sebagai media perwujudan seni rupa tradisional Bali sesuai dengan bentuk Uang Kepeng Cina yang bulat dan berlubang di bagian tengah menjadi karya seni yang memiliki karakter unik dan khas dengan warna logam hitam, (2) bentuk karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina adalah dua dimensi dan tiga dimensi, fungsinya sebagai sarana upacara ritual dan karya seni rupa sekuler, maknanya ada yang mengandung simbolis dan makna hias, (3) keberlangsungan Uang Kepeng Cina karena kebutuhan upacara ritual, perubahan bentuk dan fungsi karena adanya pengaruh pariwisata, sehingga berkembang menjadi seni sekuler yang memiliki nilai estetis sebagai barang-barang cenderamata untuk menunjang pariwisata. Kata-kata kunci: uang kepeng Cina, seni rupa, pariwisata
Abstract This study aims to examine the (1) characteristics Chinese Coin as the medium of traditional Balinese art, (2) form, function, and JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
223
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
meaning as well as other types of traditional Balinese art works with the media Chinese Coin, (3) continuity and change form and function Chinese Coin in traditional Balinese art in the tourist area of Gianyar, Bali Province. This study used a qualitative approach related to the study of aesthetics, semiotics, and ethnographic approaches. The data was collected through observation, interviews, documentation and analyzed qualitatively. The results showed that (1) characteristics Chinese Coins as the medium of traditional Balinese art embodiment in accordance with the form of Chinese Coins round and hollow in the middle of a work of art that has a unique and distinctive character with the color black metal, (2) forms of work Coins art of China is two dimensional and threedimensional, its function as a means of ritual and secular works of art, which contain no symbolic meaning and significance of ornamental, (3) sustainability Chinese Coins because of the need ceremonies, change of form and function because the influence of tourism, so it evolved into a secular art that has aesthetic value as souvenir items to support tourism. Keywords : Chinese Coin, visual arts, tourism Pendahuluan Uang Kepeng Cina dalam bahasa Bali disebut pipis bolong (bahasa kasar) atau jinah bolong (bahasa halus). Dalam bahasa Bali kata pipis bolong terdiri atas kata pipis yang berarti uang dan bolong berarti lubang. Hal ini karena Uang Kepeng Cina pada umumnya memiliki lubang; ada yang berlubang bundar, lubang bujur sangkar, lubang segi enam, dan lubang yang tidak beraturan (Tim Museum Bali, 1999/2000: 2) Berdasarkan atas jenisnya Uang Kepeng Cina termasuk sejenis uang logam (coins) yang pernah menjadi alat pembayaran yang sah (uang kartal) dalam sejarah transaksi pembayaran sejak zaman kerajaan di Indonesia termasuk di Bali. Bentuknya adalah bulat pipih, dibuat dari campuran logam seperti tembaga, kuningan, timah, dan perunggu. Pada bagian tengahnya berlubang ada yang bundar, bujur sangkar, segi enam, dan ada pula yang lubangnya tidak beraturan. Pada permukaannya berisi tanda, huruf atau cap pengusaha atau pemerintah pada jamannya. Uang Kepeng Cina merupakan salah satu mata uang suatu kerajaan atau negara sebagai alat tukar menukar, seperti untuk memungut pajak dan bea materai secara efektif dan dijamin oleh pemerintah. JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
224
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
Penggunaan Uang Kepeng Cina pada masyarakat Bali ternyata sudah lama berlangsung yaitu pada pada pemerintahan raja-raja Bali Kuna (Goris, 1954). Penggunaan Uang Kepeng Cina untuk mempererat hubungan Cina dengan masyarakat Bali terungkap dalam sebuah cerita rakyat. Dikisahkan seorang raja Bali kuna yang bernama Jaya Pangus (anak dari Siwa Gandu) ingin kawin dengan putri Cina yang bernama Kang Chi Wie. Perkawinan ini tidak disetujui oleh ayah raja, akan tetapi sang raja bersikeras ingin mengawininya. Akhirnya Kang Chi Wie meminta persyaratan untuk tetap bersatunya masyarakat Bali dengan Cina, agar Uang Kepeng Cina dipergunakan dalam upacara-upacara ritual agama (uang kepeng kuci). Sejak saat itu putrinya disebut Balingkang (perpaduan antara raja Bali yang kawin dengan putri Cina) dari Marga (She) Kang. Di Bali penggunaan Uang Kepeng Cina sangat erat kaitannya dengan upacara ritual Agama Hindu. Penggunaan Uang Kepeng Cina terdapat pada setiap upacara ritual. Kehidupan masyarakat Bali yang taat sebagai penganut Agama Hindu tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan ritual. Dalam pelaksanaan upacara ritual itu selalu menggunakan banten. Pembuatan banten sebagai yadnya atau korban suci adalah perwujudan rasa syukur masyarakat. Oleh karena itu tidak mengherankan bila dalam beberapa naskah kuno, Pulau Bali sering disebut Nusa Banten, yang berarti pulau sesajen (I Wayan Ardika dan I Made Sutaba, 1997). Selain sebagai sarana upacara ritual, Uang Kepeng Cina sebagai wujud karya seni rupa juga digunakan dalam pelaksanaan upacara ritual seperti sebagai penghias pada seni bangunan (pelinggih) yang ada di Pura atau tempat-tempat suci (tempat persembahyangan) lainnya. Karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina tersebut seperti: salang, tamiang, dan lamak dan bentuk-bentuk lainnya. Bentuk-bentuk ini dironce atau dirakit dengan dikombinasikan menggunakan benang warna merah, hitam, dan putih, sehingga memiliki nilai magis dan nilai seni. Di Bali, dengan pesatnya perkembangan pariwisata, Uang Kepeng Cina digunakan sebagai media atau bahan dalam mewujudkan karya seni rupa yang bersifat sekuler. Barang (produk) ini digunakan sebagai souvenir atau cenderamata dalam menunjang pariwisata di Bali. Wujud yang ditampilkan dari Uang Kepeng Cina sangat unik dan menarik seperti patung oleg tamulilingan, patung Sri dan Sedana, patung tari kupu-kupu, patung Dewi Sri , hiasan dinding berwujud manusia laki-laki dan perempuan, kolase, dan lain-lain. JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
225
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
Seiring dengan perkembangan pariwisata di Bali, Uang Kepeng Cina menjadi cukup menarik sebagai bahan atau media dalam berkarya seni rupa. Uang Kepeng Cina mempunyai banyak fungsi tanpa meninggalkan nilai-nilai yang telah menjadi keyakinan masyarakat Hindu Bali. Uang Kepeng Cina sebagai sarana upacara ritual Agama Hindu masih tetap berjalan secara terus menerus, dan perkembangan selanjutnya Uang Kepeng Cina menjadi karya seni rupa dalam menunjang kawasan wisata di Kabupaten Gianyar berkembang dengan cepat dan sangat banyak variasinya, sehingga menjadi karya seni yang sangat unik dan menarik untuk diteliti. Berdasarkan latar belakang dan keunikan yang terdapat pada karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina, maka dalam penelitian ini masalah yang sangat menarik untuk dikaji adalah (1) Bagaimanakah karakteristik Uang Kepeng Cina sebagai media dalam perwujudan karya seni rupa tradisional Bali? (2) Bagaimanakah bentuk, fungsi, dan makna, serta jenis-jenis karya seni rupa tradisional Bali dengan menggunakan media Uang Kepeng Cina? (3) Bagaimanakah keberlangsungan dan perubahan-perubahan bentuk dan fungsi Uang Kepeng Cina dalam karya seni rupa tradisional Bali di kawasan wisata Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali? Uang Kepeng Cina ada yang menyebut dengan nama Chineesche Duit, Chineese Coins (mata uang Cina). Penamaan tersebut memperkuat kenyataan bahwa Uang Kepeng Cina adalah uang dari negeri Cina, karena pada permukaan Uang Kepeng Cina tertera huruf Cina (Kanji). Oleh karena itu masuknya mata uang Cina ke Nusantara selalu dikaitkan dengan kedatangan orang Cina dan kontak perdagangan antara pedagang Cina dengan pedagang Nusantara (Ida Bagus Sidemen, 1998). Uang Kepeng Cina yang dipergunakan untuk sarana upacara ritual dianggap memiliki unsur-unsur yang disebut Panca Datu terdiri atas 5 (lima) jenis logam yaitu: perak, tembaga, emas, besi, dan logam campuran. Panca Datu merupakan simbol penyucian dan alat untuk menstanakan para dewa, dalam kaitannya dengan konsepsi pengider-ider yakni manifestasi Tuhan dalam menjaga keseimbangan dunia beserta isinya. Perak tempatnya di Timur (Dewa Iswara), Tembaga di Selatan (Dewa Brahma), Emas di Barat (Dewa Mahadewa), Besi di Utara (Dewa Wisnu), dan Logam campuran di Tengah (Dewa Siwa) (I Gusti Gede Ardana, 1983). Rangkaian Uang Kepeng Cina berbentuk manusia berupa simbolsimbol pemujaan disebut Pratima Rambut Sedana. Sebagaimana diketahui dalam liturgi Hindu manifestasi Tuhan dalam memberikan keselamatan serta JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
226
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
kemampuan kepada umatNya khususnya sebagai Dewa Uang disebut Sang Hyang Rambut Sedana. Upacara peringatan terhadap dewa tersebut dilakukan setiap enam bulan sekali menurut perhitungan kalender Bali yaitu hari Budha cemeng/wage, Wuku Klawu. Pada hari tersebut Pratima Rambut Sedana diupacarai secara khusus yang disebut Odalan Rambut Sedana (I Made Titib, 2001, I Made Gina, 2002). Bertepatan dengan hari tersebut umat Hindu pada umumnya tidak mau melakukan transaksi pembayaran hutang karena apabila dilakukan akan membawa sial atau pemborosan kepada yang melakukannya. Dalam perwujudan bentuk-bentuk yang ditampilkan dari Uang Kepeng Cina dalam karya seni rupa (Dwi Marianto, 2002, dan A.A.M. Djelantik, 1999) dinyatakan bahwa bentuk yang paling sederhana adalah titik. Titik tersendiri tidak mempunyai ukuran atau dimensi. Kumpulan dari beberapa titik akan mempunyai arti bila ditempatkan titik-titik itu dalam posisi tertentu. Kalau titik-titik itu berkumpul dalam jarak dekat dalam suatu lintasan, maka dapat membentuk garis. Pertemuan beberapa garis dapat membentuk sebuah bidang. Beberapa bidang bertemu dapat membentuk ruang. Titik, garis, bidang, dan ruang merupakan bentuk dasar dalam seni rupa. Semua karya seni memiliki form atau bentuk. Bentuk itu bisa realistik, abstrak, representasional atau nonrepresentasional, dibuat secara cermat dengan persiapan yang matang atau dibuat secara spontan ekspresif. Seniman menampilkan karyanya melalui medium yang dipilih. Elemen formal suatu karya seni meliputi: titik, garis, shape, cahaya, tekstur, massa, ruang, dan isi. Bagaimana elemen formal itu diorganisir sering dikatakan sebagai prinsip desain atau pengorganisasian elemen visual. Prinsip itu meliputi skala, proporsi, unity/kesatuan/kepaduan dalam keragaman, repetisi, ritme, keseimbangan, kekuatan arah, kontras, penekanan, dominasi, dan subordinasi. Bentuk yang terdapat pada karya seni di dalamnya termasuk unsur yang sangat dominan yang dapat membedakan dalam setiap penampilannya, seperti pada karya dwimatra dan trimatra. Wocius Wong (1986) menjelaskan, titik, garis, atau bidang akan menjadi bentuk jika terlihat. Sebuah titik pada kertas, betapapun kecilnya pasti mempunyai raut, ukuran, warna, jika harus tampak. Demikian pula halnya dengan garis dan bidang dalam rancangan dwimatra. Di samping itu (Wocius Wong, 1989), menyatakan, perancangan bentuk trimatra dapat diketahui dalam penampakannya terdiri atas tiga arah utama yaitu panjang, lebar, dan tinggi. JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
227
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
Untuk mendapatkan ketiga matra sebuah benda, kita harus mengukur benda itu kearah tegak, lintang, dan bujur. Ketiga arah utama terdiri atas arah tegak ke atas dan bawah, arah lintang kekiri dan kanan, dan arah bujur ke depan dan belakang. Bentuk karya seni dari Uang Kepeng Cina di Bali dirancang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat terkait dengan kegiatan upacara agama Hindu. Wujud Uang Kepeng Cina tampil dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi yang di dalamnya mencakup unsur garis, bidang warna, tekstur, dan lain-lain. Karya seni dari Uang Kepeng Cina itu dibuat dengan teknik kombinasi berbagai media (bahan), seperti: kain, benang, manik-manik kaca, dan lain-lain. Ia merupakan sebuah simbol. Sebuah karya dapat dikatakan seni tidak saja terletak pada bentuk yang dapat memberi rasa puas, akan tetapi juga tampak ketika proses awal muncul dengan hebatnya, sehingga menghasilkan suatu bentuk yang khusus. Kesederhanaan atau kesempurnaan bentuk dan teknik pada dasarnya merupakan penilaian estetika. Franz Boas (1995) mengkaji keterkaitan bentuk dan teknik itu merupakan sesuatu yang selalu mengalami perkembangan sejalan dengan aktivitas manusia, karena alam dipandang tidak memberikan bentuk ideal, kecuali bila diberi sentuhan tangan terampil. Karya seni zaman primitif yang memiliki bentuk dan teknik sederhana memperlihatkan perasaan yang kuat bila dibandingkan bentuk terikat dengan pengalaman teknik yang hebat. Alam tampaknya tidak pernah memberikan bentuk kepuasan ideal formal, yakni jenis tertentu yang bisa ditiru, kecuali objek alami itu ditangani dan diolah melalui proses teknik menjadi bentuk baru yang dapat memberi kesan pada pikiran manusia. Terwujudnya Uang Kepeng Cina melalui berbagai bentuk sebagai karya seni rupa tradisional yang memiliki identitas Bali, walaupun tercipta sebagai seni tradisional yang diciptakan untuk sarana keperluan ritual upacara, kaidah-kaidah yang menjadi unsur-unsur dalam seni rupa, seperti garis, bidang, warna, dan tekstur sudah menjadi bagian di dalamnya. Seniman tradisional Bali walaupun tanpa memiliki pendidikan formal secara khusus dalam bidang seni rupa, namun mereka secara tidak langsung sudah melakukan kaidahkaidah yang terdapat dalam unsur-unsur fisik seni rupa. Pengalaman estetis juga menunjukkan, bahwa cita rasa seni yang dimiliki masyarakat Bali cukup tinggi, karena setiap hasil karya yang ditampilkan baik dalam kelompok sosial maupun individual seperti kegiatan upacara ritual agama Hindu yang selalu menampilkan unsur-unsur seni dalam menciptakan sarana dan JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
228
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
prasarananya. Demikian juga dalam suatu komunitas pengrajin, banyak muncul sertra-sentra kerajinan yang memiliki ciri khas masing-masing, menjadikan Bali sebagai penghasil seni kerajinan tradisional yang terkenal di Dunia. Seiring dengan perkembangan pariwisata di Bali karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina mengalami perubahan bentuk maupun fungsinya. Myron Weiner (1986), menyatakan bahwa perubahan atau perkembangan yang terjadi dalam masyarakat adalah karena ada pengaruh modernisasi. Kehidupan modern ditandai oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi karena hal ini sangat bermanfaat dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh umat manusia. Kehidupan modern mampu mengubah pola pikir dan cara pemecahan masalah yang lebih efektif dan lebih efesien. Gagasan baru dapat membimbing manusia untuk menghadapi persoalan masa kini dan masa mendatang dengan akibat-akibat timbulnya etos baru yang menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai payung pengharapan bagi tercapainya kesejahteraan hidup. Pentingnya keahlian dan kreativitas sebagai ciri yang niscaya dari masyarakat modern. Kajian ini dilengkapi oleh Agus Sachari dan Yan Yan Sunarya (2001), dalam hal tertentu, modernitas juga ditandai oleh semakin intensifnya hubungan sosial impersonal secara kolektif, yang mengakibatkan munculnya hubungan antarindividu yang tidak lagi berpijak pada the others, melainkan atas dasar tuntutan kemandirian. Menurut David C. Meclelland, dalam Weiner (1986), sumber terjadinya modernisasi itu karena adanya virus mental yang disebut n Ach (singkatan dari need for achievement), kebutuhan untuk meraih hasil. Suatu perubahan dalam masyarakat bisa terjadi pada nilai, norma, dan pola perilaku sosial organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan masyarakat (stratifikasi sosial), kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia dewasa ini merupakan gejala yang normal. Pengaruh perubahan itu sendiri bisa merembet dengan cepat ke sektor lain, karena faktor teknologi komunikasi semakin canggih. Peralatan teknologi baru, yang ditemukan dan dirancang di suatu tempat, dengan cepat diketahui oleh masyarakat lain yang lokasinya berada jauh dengan lokasi tempat perancangan itu. Demikianlah suatu perubahan sosial yang memiliki prinsip saling “sambungmenyambung” antara masyarakat yang satu dengan yang lain, sehingga sangat sulit bagi suatu masyarakat untuk menutup diri (mengisolasi) dari rembetan perubahan sosial itu (H.R. Riyadi Soeprapto, 2002). JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
229
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
Metode Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, pendekatan yang digunakan adalah estetika, semiotika, dan Etnografi. (1) Teknik Penentuan informan. Informan dalam penelitian ini terutama adalah perajin yang berada di kawasan wisata Kabupaten Gianyar. Mereka ditunjuk secara purposive dengan mempertimbangkan pengetahuan mereka tentang kerajinan yang dibuat dan mewakili kelompok sosial dalam suatu komonitasnya. Penunjukannya diawali dengan menunjuk informan kunci, yang berperan memberikan informasi utama dan atau paling awal dan juga memberikan informasi tentang informan berikutnya. Pola semacam ini terus dilanjutkan (Snow ball) sehingga jumlah informan semakin besar. Selain itu juga ditunjuk informan dari pemuka agama, tokoh masyarakat terutama yang mengerti tentang keberadaan Karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina ditinjau dari bentuk, fungsi, dan makna. (2) Teknik Pengumpulan Data. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: (a) Teknik Observasi. Teknik observasi yang dipergunakan adalah observasi secara mendalam. Sehubungan dengan itu peneliti langsung terjun ke lapangan mengamati perajin dalam membuat karyanya. Penelitian lapangan ini dilakukan guna mendapatkan data visual sebagai sumber primer, (b) Teknik wawancara. Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam. Agar lebih terarah disusunlah pedoman wawancara dalam bentuk terbuka. Dengan teknik ini diharapkan bisa diperoleh data mengenai latar belakang pembuatan karya seni dari Uang Kepeng Cina melalui bentuk, fungsi, dan makna yang ditujukan kepada para perajin, dan masyarakat yang dianggap mengetahui tentang karya seni dari Uang Kepeng Cina tersebut, (c) Teknik Dokumentasi. Dalam penelitian ini digunakan pula dokumen, misalnya: buku-buku maupun dokumen berupa foto-foto, cerita rakyat, benda-benda yang dibuat dari Uang Kepeng Cina yang telah didokumentasikan, baik yang ada dilembaga pemerintah seperti Museum, Kantor Dinas Kebudayaan, ataupun yang berada pada pribadi perajin, pemuka agama, dan pemuka masyarakat. Penggunaan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk saling melengkapi dalam konteks triangulasi data. Dengan demikian, data yang terkumpul lebih terjamin keabsahannya. (3) Teknik Analisis Data. Penelitian ini menggunakan model penelitian grounded, sehingga analisis data dilakukan sepanjang berlangsungnya penelitian dan secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian. Dalam hubungan dengan hal ini dilakukan berbagai tindakan JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
230
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
seperti penggalian data secara intensif, kategorisasi data, penyusunan data, yang semuanya itu didasarkan pada perolehan data di lapangan. Selain itu, juga dilakukan interpretasi data. Dalam menginterpretasikan data digunakan pendekatan interpretatif kualitatif, yakni penafsiran dengan menggunakan pengetahuan, ide-ide dan konsep-konsep yang ada pada masyarakat perajin yang ditelaah. Dengan menggunakan model analisis data serupa itu, diharapkan dapat dihasilkan suatu deskripsi yang akurat yang terkait dengan sosiokultural masyarakat perajin yang diteliti. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gianyar dengan mengambil lokasi di Kecamatan Ubud, Kecamatan Sukawati, dan Kecamatan Gianyar. Dipilihnya tiga kecamatan ini karena karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina di samping digunakan sebagai sarana upacara ritual Agama Hindu, juga berkembang menjadi seni sekuler sebagai cenderamata untuk menunjang pariwisata. (1) Karakteristik Uang Kepeng Cina sebagai Media dalam Perwujudan Karya Seni Rupa Tradisional Bali, di Bali Uang Kepeng Cina memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan upacara ritual Agama Hindu. Ada yang digunakan dalam bentuk bijian (ketengan) sebagai sesari, ada pula yang digunakan dalam jumlah tertentu yang diikat dalam satu bendel. Uang Kepeng Cina memiliki karakter yang khas dalam perwujudan karya seni rupa di Bali melalui proses merangkai pada lubang ditengahnya dan memiliki warna hitam yang berkilau. (2) Bentuk, Fungsi, dan Makna serta Jenis-Jenis Karya Seni Rupa Tradisional Bali dengan Media Uang kepeng Cina, karya seni rupa trasional Bali yang dibuat dari Uang Kepeng Cina sebagai sarana untuk upacara ritual Agama Hindu dan sebagai seni sekuler di Bali sangat beraneka ragam, ada yang dua dimensi dan tiga dimensi, fungsi sebagai sesari dan hiasan, memiliki makna simbolis, dan jenis-jenis karya yang dihasilkan seperti: salang, tamiang, lamak, patung Sri dan Sedana, patung Dewi Sri, Patung Oleg Tamulilingan, dan Patung Ganesha. (3) Keberlangsungan dan Perubahan Bentuk, Fungsi Uang Kepeng Cina dalam Karya Seni Rupa Bali di Kawasan Wisata Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, keberlangsungan penggunaan Uang Kepeng Cina di Bali terus berlanjut, karena setiap uapacara ritual Agama Hindu di Bali selalu menggunakan Uang Kepeng Cina sebagai sesari maupun sebagai karya seni yang berguna sebagai sarana upacara ritual, maupun sebagai karya seni rupa yang berfungsi untuk menghias bangunan suci. Perubahan bentuk dan fungsi JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
231
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
Uang Kepeng Cina menjadi karya seni rupa sekuler merupakan kreativitas dari para seniman di Kabupaten Gianyar, sehingga karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina menjadi produk komudite pariwisata. Perubahan bentuk maupun fungsi perwujudan karya seni rupa dari Uang kepeng Cina dibuat melalui bentuk yang lain atau berbeda dengan yang digunakan sebagai sarana upacara ritual Agama Hindu. Karya Seni rupa dari Uang Kepeng Cina sebagai barang-barang souvenir atau cenderamata dibuat dengan berbagai fariasi bentuk, ukuran maupun warna untuk menunjang pariwisata, seperti Patung Dewi Sri, Patung Oleg Tamulilingan, dan Patung Ganesha. Pembahasan Karakteristik dari Uang Kepeng Cina dalam karya seni rupa tradisional Bali sangat berbeda dengan karya seni rupa dengan menggunakan media yang lain. Hal ini dapat diamati dari wujud karyanya melalui rangkaian dari Uang Kepeng Cina yang sangat unik ada yang dikombinasi dengan benang, dengan tali plastik, tali ijuk, dan lain-lain dalam suatu rangkaian, sehingga menjadi karya seni rupa yang sangat khas. Uang Kepeng Cina yang berwarna hitam dengan sedikit kilauan menjadikan karya tersebut sangat berkarakter sesuai dengan jenis dan wujud-wujud/tokoh yang dibuat. Dalam wujud manusia Uang Kepeng Cina dikombinasi dengan kayu seperti pada kepala, jari tangan, dan jari kaki. Bentuk, fungsi, makna, dan jenis karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina ini ada yang berbentuk geometris, ada juga yang berbentuk/berwujud manusia dua dimensi secara dekoratif, ada juga yang tiga dimensi yang mengandung makna simbolis dan berfungsi untuk hiasan. Adapun jenisjenis karya seni rupa dari Uang kepeng Cina yang digunakan sebagai sarana upacara ritual Agama Hindu di Bali adalah: Salang, Tamiang, Lamak, berbentuk dua dimensi yang mempunyai fungsi sebagai hiasan pada bangunan suci pada saat upacara ritual, Patung Sri dan Sedana, berbentuk tiga dimensi laki-laki dan perempuan sebagai simbul kesuburan. Patung Dewi Sri, Oleg Tamulilingan, dan Ganesha berbentuk tiga dimensi yang berfungsi sebagai seni sekuler. Berikut beberapa jenis patung dari Uang Kepeng Cina.
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
232
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
Patung Sri dan Sedana
Patung Oleg Tamulilingan
5(3), 223-235
Patung Ganesha
Keberlangsungan penggunaan Uang Kepeng Cina seiring dengan keperluan upacara ritual agama Hindu di Bali, dan itu terus dibutuhkan sebagai sesari dan pelengkap dalam setiap upacara ritual. Perubahan bentuk dan fungsi terjadi pada karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina sangat dipengaruhi oleh pariwisata yang berkembang di Bali. Perubahan ini memberi dampak yang positif dalam mewujudkan keanekaragaman karya seni rupa tradisional Bali sebagai karya seni sekuler yang berkualitas dengan estetika tinggi merupakan kreativitas para seniman Bali dan khususnya seniman di Kabupaten Gianyar. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Uang Kepeng Cina dalam karya seni rupa tradisional Bali sebagai sarana upacara dan perkembangannya sebagai karya seni untuk cenderamata dalam menunjang pariwisata di Kabupaten Gianyar, maka hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Karakteristik Uang Kepeng Cina sebagai media dalam perwujudan karya seni rupa tradisional Bali, dapat dilihat pada Uang Kepeng Cina yang berbentuk bundar dengan lubang pada bagian tengahnya menjadikan karya seni rupa tersebut merupakan rangkaian dari beberapa Uang Kepeng Cina sampai menjadi sebuah bentuk dua dimensi atau tiga dimensi. Uang Kepeng Cina yang berwarna hitam memilik karakter sebagai karya seni rupa yang khas, unik dan sangat menarik. (2) Bentuk, fungsi, dan makna , serta jenis-jenis karya seni rupa tradisional Bali dengan menggunakan media Uang Kepeng Cina, dapat dilihat pada bentuk karya seni dua dimensi dan tiga dimensi. Fungsi karya seni rupa dari Uang Kepeng JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
233
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
Cina ada sebagai pelengkap dalam upacara yang mempunyai makna simbolis seperti bentuk lamak, tamiang, salang, dan perwujudan Sri dan Sedana. (3) Keberlangsungan dan perubahan-perubahan bentuk dan fungsi Uang Kepeng Cina dalam karya seni rupa tradisional Bali sangat dipengaruhi oleh pariwisata yang berkembang pesat di Bali. Karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina sebagai sarana upacara ritual Agama Hindu masih tetap digunakan sesuai dengan jenisnya. Adanya kreativitas dari para seniman Bali pada umumnya dan Gianyar khususnya karya seni rupa dari Uang Kepeng Cina juga berkembang menjadi karya seni yang memiliki nilai estetis dalam menunjang pariwisata, seperti: Patung Dewi Sri, Patung Oleg Tamulilingan, dan Patung Ganesha. Daftar Rujukan Ardika, I Wayan dan I Made Sutaba, (ed). 1997. Dinamika Kebudayaan Bali. Denpasar: Upada Sastra. Boas, Frans. 1955. Primitif Art. New York: Dover Publication, Inc. Djelantik, A.A.M. 1999. Pengantar Ilmu Estetika. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Dwi Marianto, M. 2002. Seni Kritik Seni. Yogyakarta: Lembaga Peukan nelitian Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Gina, I Wayan. 2002. Kalender Bali. Singaraja: Unit Penerbitan IKIP Negeri Singaraja. Riyadi Soeprapto, HR. 2002. Interaksionalisme Simbolik. Yogyakarta: Averroes Press. Sackari, Agus, dan Yan Yan Sunarya. 2001. Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia Dalam Wacana Transformasi Budaya. Bandung: Penerbit ITB. Sidemen, Ida Bagus, dkk., 1998. Sejarah Alih Fungsi Uang Kepeng (Pis Bolong) di Bali Abad Ke-19 Hingga Abad Ke-20. Denpasar: Dokumen Budaya Bali.
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
234
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora
5(3), 223-235
Soedarsono, R.M. 2000. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi, Terjm. Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta. Sudarma, I Putu. 2008. Esensi Uang Kepeng dalam Ritual Hindu. Surabaya: Paramita Team Museum Bali. 1999/2000. Pameran Aktualisasi Uang Kepeng pada Masyarakat Bali. Denpasar: Museum Negeri Bali. Titib, I Made. 2001. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita Surabaya. Weiner, Myron, ed. 1986. Modernisasi: Dinamika Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pertumbuhan.
Wong, Wocius. 1986. Beberapa Asas Merancang Dwimatra, Terjm. Adjat Sakri. Bandung: Penerbit ITB. Wong, Wocius. 1989. Beberapa Asas Merancang Trimatra, Terjm. Adjat Sakri. Bandung: Penerbit ITB.
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
235