Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
BUKU PEGANGAN PERENCANAAN PROYEK PARTISIPATIF Bagian 1
Ulasan singkat tentang prinsip-prinsip dasar perencanaan proyek dan Pendekatan Kerangka Kerja Logis (LFA)
Guidelines Nordic-Dutch Trade Union Centres FNV, LOFTF, LOTCO, LO Norway, SASK
1
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Daftar Isi Bagian 1 I
Pengantar
II
Perencanaan Proyek Partisipatif 2.1 Pentingnya perencanaan 2.2 Memastikan bahwa orang berpartisipasi 2.3 Mempertimbangkan gender 2.4 Manajemen siklus proyek 2.5 Meningkatkan pelaksanaan proyek
III
LFA: Pendekatan Kerangka Kerja Logis 3.1 Menggunakan LFA dalam perencanaan dan manajemen proyek 3.2 Matriks Perencanaan Proyek (MPP atau logframe) 3.3 Pengorganisasian partisipatif dari proses perencanaan 3.4 Panduan untuk Form Aplikasi
Lampiran Terminologi Daftar dari dokumen yang dijadikan rujukan Tabel Tabel 1: Tabel 2:
Tingkat Partisipasi Perumusan contoh: tujuan, hasil dan kegiatan
Bagan Bagan 1:
Tema utama dalam mendiskusikan isu-isu gender
Bagan 2:
Siklus proyek
Bagan 3:
Fitur-fitur dasar Matriks Perencanaan Proyek
Bagan 4:
Level yang berbeda dari Matriks Perencanaan Proyek
Bagan 5:
Format penyajian dari Matriks Perencanaan Proyek
2
Nordic-Dutch Guidelines
I
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Pengantar
Buku pegangan ini adalah panduan bagi para pengurus dan aktifis serikat pekerja/ serikat buruh yang terlibat dalam proyek-proyek serikat pekerja/ serikat buruh. Maksud dari buku pegangan ini adalah untuk memberikan saran dan arahan tentang bagaimana melakukan perencanaan dan desain proyek. Proyek yang dilaksanakan oleh organisasi serikat pekerja/ serikat buruh sering menangani masalah-masalah dari pengembangan organisasi. Analisa yang menyeluruh terkait organisasi, basis anggota, struktur, masalah dan kebutuhan perlu untuk mengidentifikasi cara paling efektif dalam menangani masalah. Masalah lain yang dihadapi oleh banyak serikat pekerja/ serikat buruh adalah elaborasi dari proposal proyek yang baik. Oleh sebab itu pusat serikat buruh Belanda- Nordic telah mengembangkan panduan gabungan untuk kerjasama proyek internasional dalam rangka meningkatkan kualitas perencanaan proyek. Tiga kriteria sentral memainkan peranan penting dalam appraisal proposal proyek oleh organisasi pendana: kesinambungan, kesetaraan gender dan efektifitas. Proyek dianggap berhasil bilamana, proyek tersebut: - tetap memberikan manfaat meskipun setelah selesainya dukungan tambahan yang disediakan oleh kegiatan, proyek atau program pengembangan temporer (kesinambungan), - memungkinkan baik laki-laki maupun perempuan memiliki akses terhadap manfaat dan peluang untuk berpartisipasi (kesetaraan gender) - Memungkinkan pencapaian tujuan dari intervensi (efektifitas) Metode perencanaan yang dipromosikan dalam buku pegangan ini fokus pada penggunaan Pendekatan Kerangka Kerja Logis (LFA) sebagai alat untuk merencanakan, memonitor dan mengevaluasi. Ini didasarkan atas utamanya pada alat-alat yang dielaborasi oleh beberapa badan dan organisasi pembangunan/pengembangan selama beberapa tahun. Perhatian khusus diberikan untuk mengintegrasikan pendekatan partisipatif dan analisa gender ke dalam desain proyek. Dalam perencanaan proyek LFA telah terbukti memfasilitasi identifikasi masalah dan solusi dan untuk desain proyek dengan cara yang sistimatis dan logis. Lebih lanjut, LFA juga memungkinkan para pihak yang bekerjasama untuk menciptakan pemahaman yang sama terhadap proyek. LFA juga berfungsi untuk membangun struktur monitoring, pelaporan dan evaluasi proyek. Buku pegangan ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian 1 menjelaskan pentingnya perencanaan proyek partisipatif untuk intervensi pengembangan (Bab II). Kemudian konsep utama dijelaskan, yang digunakan di dalam LFA, yakni alat perencanaan yang dipromosikan disini. (Bab III). Di lampiran ada daftar disertai penjelasan terkait terminologi termasuk juga daftar rujukan yang dipakai.
Prosedur perencanaannya sendiri dijelaskan di bagian 2 dari buku pegangan ini bersama dengan instruksi praktis yang memfasilitasi desain proposal proyek. Mereka yang terbiasa dengan perencanaan dan konsep LFA dapat menggunakan bagian 2 yang terpisah dari bagian 1.
3
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Rujukan dibuat di dua bagian pada Form Aplikasi. Dokumen terpisah ini akan digunakan ketika meminta pendanaan melalui sebuah proposal proyek. Meskipun metode perencanaan yang diangkat menyediakan sebuah format standar, ini dapat diaplikasikan dalam sebuah cara yang lebih atau kurang elaboratif tergantung dari besaran masalah yang ditangani. Ini berarti untuk menyesuaikan cakupannya; ini adalah alat yang dapat membantu menemukan cara untuk menangani isu-isu serikat pekerja/ serikat buruh dengan cara yang lebih berhasil. Arahan umum perlu diikuti, tetapi ada fleksibilitas dalam cara untuk tiba di tempat tujuan. Harap catat, bahwa di seluruh buku pegangan ini istilah “proyek” digunakan dengan makna semua jenis kegiatan serikat pekerja/ serikat buruh, termasuk proyek-proyek, programprogram, penelitian-penelitian, dsb.
4
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
II
Perencanaan proyek partisipatif
2.1
Pentingnya merencanakan
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Secara umum, kegiatan serikat pekerja/ serikat buruh bertujuan untuk pengembangan organiasasi dan mencari cara untuk merubah situasi-situasi yang tidak memuaskan menjadi situasi-situasi yang lebih diinginkan. Perencanaan berfungsi sebagai alat penting untuk mempengaruhi pengembangan organisasi dalam sebuah arah tertentu. Perencanaan adalah proses pembuatan keputusan dan komunikasi pada tujuan yang akan dicapai di masa depan dalam cara yang bisa lebih dikendalikan
Perencanaan adalah proses pembuatan keputusan yang pertama. Untuk mencapai perbaikan situasi yang ada, serikat pekerja/ serikat buruh harus membuat pilihan diantara alternatif-alternatif yang berbeda. Setiap alternatif terdiri dari sebuah cara yang mungkin untuk mencapai situasi yang diinginkan dan berimplikasi pada cara yang berbeda dalam menggunakan sumberdaya yang terbatas yakni proposal kita. Untuk membuat keputusan terjadi, terbukti perlu untuk dilakukan, bahwasannya orang yang terlibat berkomitmen untuk bertindak mengikuti keputusan-keputusan yang sudah dibuat. Perencanaan juga sebuah proses komunikasi. Orang yang terlibat – para pengurus dan aktifis serikat pekerja/ serikat buruh, pekerja yang dibantu, organisasi lapangan – mereka semua memiliki gagasan yang berbeda tentang bagaimana situasi yang diinginkan akan terlihat seperti apa dan bagaimana menuju kesana. Agar dapat mencapai kesepakatan, mereka harus mengungkapkan gagasan-gagasan ini satu sama lain. Mereka juga harus diinformasikan terkait latar belakang hal kurang memuaskan yang harus ditangani, dan pada mekanisme yang mengarahkan pada eksistensi yang berkesinambungan. Dengan cara ini mereka dapat mencari opsi-opsi untuk penyelesaian perselisihan, selain dari yang telah mereka pikirkan. Melalui komunikasi kita mendapatkan komitmen orang terhadap keputusan yang dibuat. Proses perencanaannya sendiri menjadi lebih baik jika tujuan-tujuannya digunakan. Sebuah tujuan adalah deskripsi eksplisit tentang situasi masa depan yang dipertimbangkan untuk diinginkan. Tujuan berfungsi sebagai arah untuk mengarahkan organisasi-organisasi serikat pekerja/ serikat buruh dalam pembuatan dan implementasi aksi/tindakan terkait. Tujuan membuat lebih mudah untuk mengidentifikasi cara-cara dan alat untuk meraihnya. Ini membuatnya lebih mudah untuk mencapai kesepakatan pada tujuan tersebut. Perencanaan berimplikasi pengendalian. Koordinasi di dalam dan di antara organisasi serikat pekerja/ serikat buruh perlu untuk pemanfaatan sumberdaya terbatas yang tersedia secara efisien. Juga perlu bahwasannya menyadari risiko-risiko dan faktor-faktor tidak menentu di dalam lingkungan, yang kemungkinan menjadi penghalang pencapaian terhadap tujuantujuan dan untuk melakukan tindakan untuk mengatasi kejadian-kejadian ini. Kebutuhan untuk adaptasi yang berlanjut membuat perencanaan sebagai proses dinamis yang tinggi. Organisasi serikat pekerja/ serikat buruh perlu rencana untuk mengoordinasikan kegiatan-
5
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
kegiatan mereka. Melalui perencanaan mereka memastikan bahwa situasi masa depan yang diupayakan dimasukkan dalam pertimbangan. Perencanaan khususnya relevan dalam situasi-situasi berikut: - Masalah-masalah yang harus ditangani ada diantara kelompok yang lebih besar dari individu-individu; - Masalah-masalahnya lebih kompleks dan lebih struktural sifatnya. - Alat untuk menyelesaikan masalah tidak mudah tersedia. 2.2
Memastikan orang berpartisipasi
Jika perencanaan harus bisa efektif, maka sebuah rencana yang baik harus dirumuskan dan dioperasionalisasikan bersama dengan semua pihak yang terkait: orang yang mendapatkan asistensi, masyarakat setempat, organisasi pemerintah, organisasi swasta, organisasi lapangan/ serikat pekerja/ serikat buruh. Partisipasi mereka dalam proses perencanaan adalah wajib, karena tanpa keterlibatan aktif mereka hanya sedikit capaian yang dapat diraih. Pendekatan partisipatif menyediakan mekanisme bagi para pihak terkait untuk memengaruhi dan berbagi kendali atas inisiatif, keputusan dan sumberdaya pengembangan serikat pekerja/ serikat buruh
Ini harus diakui, meskipun ada berbagai level (tingkatan) partisipasi (lihat Tabel 1). Berbagi informasi dengan dan konsultasi oleh para pihak terkait membentuk tingkat partisipasi yang rendah, sedangkan kolaborasi dan pemberdayaan oleh pihak-pihak terkait akan membentuk tingkat partisipasi yang tinggi. Dalam pendekatan perencanaan sebagaimana yang disajikan dalam buku pegangan ini kita berupaya mendapatkan tingat partisipasi yang tinggi. Ini berarti bahwa proses perencanaan harus diatur dengan cara tersebut, dan bahwasannya pihak-pihak terkait secara aktif ikut serta dalam proses perencanaan di momen-momen yang relevan.
Tabel 1: Tingkat Partisipasi Tingkat Partisipasi Rendah: 1. Berbagi informasi
Komunikasi satu arah
2. Konsultasi
Komunikasi dua arah Tingkat Partisipasi Tinggi:
3. Kolaborasi
Berbagi kendali atas keputusan dan sumberdaya
4. Pemberdayaan
Peralihan kendali atas keputusan dan sumber daya
Sumber: Bank Dunia, 2003
6
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Ada berbagai cara untuk mengatur keterlibatan pihak-pihak terkait dalam proses perencanaan. Pengorganisasian workshop perencanaan, dimana pihak-pihak ini (perwakilannya) secara aktif berkontribusi terhadap proses perencanaan, telah terbukti menjadi langkah yang efektif. Perencanaan proyek yang berorientasi tujuan adalah sebuah metode spesifik, yang menggunakan pendekatan yang demikian. Kebanyakan elemen yang esensial dari pendekatan ini telah digabungkan dalam metode perencanaan sebagaimana disajikan dalam buku pegangan ini. 2.3
Mempertimbangkan gender
Gender adalah istilah yang menggambarkan definisi perbedaan antara perempuan dan lakilaki secara sosial. Relasi gender adalah aturan, tradisi, dan hubungan sosial dalam masyarakat, budaya dan organisasi. Bersama-sama hal tersebut menentukan apa yang dianggap “feminin” dan “maskulin”, dan bagaimana power (kekuasaan) dialokasikan secara berbeda antara perempuan dan laki-laki. Gender merujuk kepada konstruksi sosial terkait feminisme dan maskulinisme, yang berbeda berdasarkan waktu dan tempat. Gender dihasilkan melalui pembelajaran dan prilaku bukan bawaan sejak lahir Faktanya, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan adalah salah satu prinsip-prinsip dasar serikat pekerja/ serikat buruh, tidak dapat dipisahkan dari demokrasi, keadilan dan hak asasi manusia. Ini dianggap sebagai persyaratan untuk pengembangan serikat pekerja/ serikat buruh yang fair dan berkesimbungan. Berjuang keras untuk kesetaraan gender berarti berjuang keras untuk masyarakat dan kerja-kehidupan yang berkesetaraan, dimana perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan dalam hak, kewajiban dan peluang. Meningkatnya kesetaraan juga berkontribusi terhadap kesehatan yang lebih baik, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, lingkungan yang lebih baik dan berkurangnya kemiskinan. Dalam proyek-proyek serikat pekerja/ serikat buruh berbagai kategori dapat dibedakan menurut jenis permasalah gender yang mereka cari penanganannya, contohnya: a)
Ketidaksetaraan gender di tempat kerja/ tenaga kerja: Terkait upah, pekerjaan, promosi, kekerasan dan pelecehan seksual, kondisi kerja, K3 dsb.
b)
Kesetaraan gender dalam serikat pekerja/ serikat buruh: dalam hal partisipasi, kepemimpinan, pembuatan keputusan/kebijakan, perundingan, dsb,
c)
Kesetaraan gender dan sebagaimana terkait dengan permasalahan yang lebih besar: di dalam komunitas, masyarakat, politik, ekonomi dan sistim hukum, dst.
7
Nordic-Dutch Guidelines
Bagan 1:
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Tema utama dalam mendiskusikan isu gender
Strategi untuk menangani situasi ketidaksetaraan gender pastinya membutuhkan perhatian khusus. Membuat pilihan untuk kesetaraan gender mulai dengan kesadaran tentang kehadiran ketidakadilan dan perbedaan berbasis gender di situasi-situasi kerja, seperti di organisasi serikat pekerja/ serikat buruh dan konteks masyarakat yang lebih luas. Hal ini juga termasuk niat untuk mengubah kondisi-kondisi, persyaratan-persyaratan dan strukturstruktur tidak adil yang menciptakan ketidaksetaraan. Pada akhirnya hal ini membutuhkan distribusi sumberdaya, power (kekuasaan) dan peluang-peluang yang merata agar menjadi perhatian baik bagi perempuan dan laki-laki. Dalam mendiskusikan isu-isu gender, penting untuk menganalisa argumen-argumen yang digunakan demi menjaga status quo ketidaksetaraan gender. Misalnya, observasi seperti “jumlah anggota perempuan yang cukup besar sebagai sarana untuk pembentukan kepemimpinan dapat digunakan untuk argumen bahwa secara konsekwen ada cukup perempuan yang secara teori dapat mengambil posisi kepemimpinan dan adalah terserah mereka untuk menggunakan peluang-peluang yang ada. Meskipun demikian, apa yang terabaikan dalam kasus ini adalah akses perempuan terhadap posisi-posisi tersebut pada praktiknya sangat terhambat, misalnya oleh praduga tentang kapasitas kepemimpinan mereka dibandingkan dengan laki-laki. Diskusi gender yang tulus terkait hal ini di sisi lain akan mencari tahu alasan mengapa begitu sedikit perempuan di posisi tertentu dan posisi (kepemimpinan) tertentu, yang dapat dikatakan hal ini terjadi karena praktik-praktik ketenagakerjaan yang diskriminatif. Faktanya, sebetulnya bukannya tidak lazim ketidaksetaraan gender mewujud di dalam cara orang dipekerjakan oleh organisasi-organisasi swasta, organisasi-organisasi pemerintah atau serikat pekerja/ serikat buruh. Pada saat mendiskusikan struktur organisasi, perbedaan antara posisi pekerjaan bagi perempuan dan laki-laki begitu juga perbedaan dalam hal gaji seringkali tergambar. Secara tradisional perempuan cenderung dipekerjakan dengan posisi lebih rendah dari rangkingnya dengan sedikit akses untuk proses pembuatan keputusan. Struktur dan prosedur remunerasi sering menghasilkan gaji yang lebih rendah bagi para perempuan, meskipun mereka dalam posisi-posisi yang sama perbandingannya dengan lakilaki yang dipekerjakan. Solusi atas jenis ketidaksetaraan-ketidaksetaraan gender semacam ini di dalam suatu organisasi, akan membutuhkan strategi-strategi yang spesifik. Ini dimulai dengan menciptakan pemahaman terkait isu tersebut, sehingga orang di dalam posisi-posisi manajemen begitu juga di bursa kerja akan menganggapnya serius. Begitu juga komitmen
8
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
nyata dari orang-orang yang ada di posisi-posisi kunci akan diperlukan untuk membuat perubahan-perubahan dalam hal struktur dan prosedur remunerasi. Di dalam kebijakan gender mereka, pusat serikat pekerja/ serikat buruh Belanda Nordic menyertakan pemberian bantuan/ asistensi terhadap serikat pekerja/ buruh dalam kegiatan-kegiatan berikut: Menganalisa kualitas gender untuk menemukan perubahan-perubahan apa saja yang diperlukan Merumuskan kebijakan kesetaraan gender untuk digunakan dalam pekerjaan seharihari. Membuat rencana operasional yang memfasilitasi pelaksanaan kebijakan gender Mendapatkan pengetahuan dan peluang untuk mempengaruhi dan memonitor kerja mempromosikan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki Berkontribusi terhadap ratifikasi dan implementasi konvensi ILO tentang kesetaraan gender. Sesuai dengan kebijakan gender mereka, pusat serikat pekerja/ serikat buruh Belanda Nordic menyaratkan bahwa analisa gender dimasukkan dalam semua permohonan untuk proyek pendanaan. Hal ini berlaku di keselruhan fase proyek tersebut (identifikasi, perumusan, pendanaan, implementasi, evaluasi) dan ini dimasukkan dalam semua dokumentasi proyek yang relevan (informasi lebih spesifik terkait aspek-aspek yang dapat dianalisa di lampiran “Pertanyaan Pengarah” di bagian dua paragraph 4).
9
Nordic-Dutch Guidelines
2.4
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Pengelolaan siklus proyek
Untuk membuat proyek bekerja secara efektif, proyek harus dikelola melalui semua fase yang disebut siklus proyek. Tahap berikut dapat diketahui di dalam pengelolaan siklus proyek: Bagan 2: Siklus proyek Identifikasi – Perumusan – Appraisal Komitmen – Monitoring Implementasi – Evaluasi Kesimpulan F Identification
Evaluation Conclusion
Formulation PROJECT CYCLE
Monitoring Implementation
Appraisal Commitment
Sumber: DGIS, 1993 1. Identifikasi Ketika serikat pekerja/ serikat buruh mengembangkan strategi yang mungkin untuk melakukan kegiatan dalam mengatasi isu problematis, pendekatan proyek dapat dimunculkan sebagai strategi yang mungkin. Eksplorasi lebih lanjut terkait ide-ide awal menuntun pada perumusan rencana proyek dalam hal tujuan, hasil dan kegiatan. Mungkin terbukti perlu melakukan studi kelayakan dari proyek yang diajukan yang mengindikasikan apakah proposal cukup menarik untuk menjustifikasi sebuah persiapan yang lebih rinci. 2. Perumusan Dalam fase ini semua rincian proyek dijelaskan dan disajikan untuk appraisal bagi organisasi pendana, yang memeriksa kelayakan dan kesinambungan proyek dan cara proyek sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang ada. 3. Appraisal (penaksiran) dan komitmen Appraisal dan komitmen dibutuhkan untuk menyetujui rencana yang sudah dirumuskan. Komitmen pendanaan khususnya menjadi penting. Fase pendanaan terdiri dari kegiatankegiatan berikut: pembuatan draf proposal pendanaan, pemeriksaan oleh bagian pendanaan, keputusan pendanaan dibuat, pembuatan draf dan penandatanganan kesepakatan pendanaan.
10
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
4. Implementasi dan monitoring Ini adalah fase terkait eksekusi proyek, dengan menggunakan sumber daya yang disediakan sesuai kesepakatan pendanaan, untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan dan maksud proyek. Di dalam fase ini berbagai laporan dibuat sebagaimana disetujui di dalam kontrak (kesepakatan) pendanaan: rencana pengoperasian, rencana kerja tahunan dan laporan monitoring. Monitoring adalah satu alat penting di dalam pengelolaan proyek. Pada saat implementasi sebuah proyek progres dari implementasi harus secara teratur dicek untuk melihat apakah semuanya berjalan sesuai yang direncanakan. Ketika sebuah proyek dimonitor secara seksama, penyimpangan-penyimpangan diidentifikasi pada awal tahap dan bila perlu harus dikoreksi. 5. Evaluasi Di dalam fase evaluasi hasil dan dampak dari proyek dianalisa. Evaluasi dapat dimulai selama implementasi untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan bagi tindakan penyelesaian. Setelah implementasi, evaluasi digunakan untuk merumuskan rekomendasi proyek-proyek serupa atau menindaklanjuti proyek. 2.5
Memperbaiki implementasi proyek
Banyak tahun pengalaman di seluruh dunia dengan kerja sama pembangunan/ pengembangan telah memperlihatkan perlunya memahami kekurangan-kekurangan yang mengancam kesuksesan pelaksanaan proyek. Evaluasi proyek-proyek masa lalu memperlihatkan bahwa kelemahan utama dalam pelaksanaan proyek dapat dibagi menjadi dua kategori: 1. Baik dalam persiapan dan implementasi, satu atau lebih faktor-faktor esensial untuk kesuksesan hasil diabaikan, 2. Atau muncul pada saat pelaksanaan proyek bahwa ada kekurangan dalam disiplin dan tanggung jawab yang perlu dan oleh sebab itu menghalangi keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang benar yang diambil pada saat yang tepat. Metode perencanaan sebagaimana disajikan dalam buku pegangan ini didesain untuk melakukan tindakan dalam mengatasi masalah-masalah dari kategori pertama. Kesalahan/ kekurangan yang sering terjadi dalam kategori ini adalah: - Kegagalan menangani masalah yang sebenarnya dari orang yang dibantu (mendapatkan asistensi) atau para pihak terkait; - Definisi tujuan proyek yang tidak jelas dan tidak realistis; - Di satu sisi, tidak ada perbedaan yang dibuat di antara tujuan-tujuan, dan alat untuk sampai kepada tujuan-tujuan tersebut di sisi lain; - Teknologi yang diaplikasikan tidak tepat dan tidak dimanfaatkanya sumberdaya setempat (yang dapat diperbaharui); - Adanya kekurangan dalam hal kejelasan definisi tentang siapa yang “memiliki” proyek; - Tidak ada perhatian yang diberikan pada nilai-nilai sosio-kultural (sosbud) dari orang yang mendapatkan asistensi; - Tidak ada upaya yang dibuat untuk memperkuat kapasitas tata kelola organisasi (serikat pekerja/ serikat buruh) yang dilibatkan dalam intervensi-intervensi;
11
Nordic-Dutch Guidelines
-
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Risiko-risiko tidak diantisipasi dan cara-cara untuk menghindarinya atau membatasinya tidak dieksplorasi; Kurangnya kesinambungan – kegiatan akan “mati” ketika dukungan eksternal menghilang.
Sebagai jawaban dari masalah-masalah kategori kedua, disamping menggunakan pendekatan perencanaan yang memadai, juga penting untuk menciptakan kondisi-kondisi lain untuk pelaksanaan proyek yang sukses, diantaranya adalah hal-hal berikut yang dianggap sama pentingnya: -
Memahami bahwa proyek bersifat ekonomi dan secara financial layak pada saat dan setelah implementasi; Menanamkan proyek dalam kerangka kerja rasional kebijakan dukungan dari sisi oganisasi lapangan yang bertanggung jawab untuk mengeksekusinya; Yang terakhir, tetapi bukannya yang paling tidak penting, adalah penting untuk diingat bahwa kegiatan, proyek atau program yang didanai pihak luar harus dilihat hanya sebagai satu cara dari banyak cara yang mungkin untuk menangani masalah pengembangan. Melalui analisa masalah akan sering terungkap bahwa masalah-masalah tertentu paling baik diselesaikan – atau kebutuhan-kebutuhan tersebut yang terbaik adalah dipenuhi – dengan cara lain.
12
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
III
LFA: Pendekatan Kerangka Kerja Logis
3.1
Menggunakan LFA dalam perencanaan dan pengelolaan proyek
Pendekatan Kerangka Kerja Logis adalah sebuah alat untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi proyek. Di dalam perencanaan proyek LFA sering digunakan sebagai cara partisipatif untuk membangun sebuah proyek yang berfungsi memenuhi dua tujuan utama: - Untuk memperjelas dan membuat definisi dengan cara yang lebih persis dan logis terkait tujuan, hasil dan kegiatan proyek, yang perlu untuk mencapai proyek yang memberikan manfaat dan dampak yang berkesinambungan dengan membuat hubungan saling terkait yang jelas serta asumsi-asumsi diluar cakupan proyek yang mungkin berpengaruh terhadap kesuksesannya; Apakah kita menangani masalah yang benar dan penyebab masalah yang benar dengan kegiatan dan input yang benar? Dengan kata lain: Apakah kita melakukan hal yang benar? - Untuk meningkatkan implementasi, pengawasan & monitoring proyek serta evaluasi lanjutan dengan menyediakan tujuan-tujuan proyek yang didefinisikan secara jelas dan membuat indikator-indikator yang dapat dicek untuk menentukan apakah tujuan-tujuan ini telah dicapai (langkah keberhasilan yang dapat dimonitor). Bagaimana kita tahu bahwa kita akan meraih sukses sejalan dengan progres proyek? Dengan kata lain : Apakah kita melakukan hal-hal yang benar? LFA adalah yang paling efektif digunakan di semua tahapan siklus proyek. Pada saat fase identifikasi, perumusan dan appraisal proyek, proyek didesain secara progresif dalam rincian lebih lanjut dan dikembangkan dalam rencana proyek final. Inti dari strategi proyek dirumuskan dalam hal logika intervensinya, yang dirangkum dalam apa yang disebut dengan matriks perencanaan proyek. Matriks perencanaan proyek menyediakan dasar yang kuat untuk implementasi, monitoring & pengawasan proyek, serta evaluasi lanjutannya. Kekuatan dari LFA adalah bahwasannya setiap tahapan di dalam siklus proyek semua isu yang relevan, termasuk asumsi yang dijadikan dasar proyek, diperiksa dan dilaksanakan hingga tahapan selanjutnya. Dengan cara ini, menyediakan basis kuat untuk kelanjutan dan penyatuan antar tahapan. Konsep dan konteks proyek yang berjalan, dan oleh sebab itu memungkinkan monitoring dan evaluasi perencanaan. Sebagai suatu alat, LFA berkontribusi untuk meningkatkan transparansi di semua tingkatan. LFA juga untuk memfasilitasi komunikasi antara para pihak yang terlibat. Secara khusus, pendekatan kerangka kerja logis mengurangi kemungkinan untuk perubahan sepihak atau keputusan-keputusan yang subyektif, dengan memaparkan semua asumsi landasan proyek, membentuk awalan. Ini khususnya dapat berguna dalam menentukan
13
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
batas dimana proyek harus menjalankan fungsinya, dengan mengidentifikasi aspek-aspek yang berada di luar kendali serikat pekerja/ serikat buruh. Ini juga berguna untuk menciptakan pembagian kerja dan tugas, jadwal waktu untuk implementasi dan perincian anggaran/ budget. Pelaporan yang terstruktur dan sistematis difasilitasi di setiap tahapan dari siklus proyek. Ini juga meningkatkan konsistensi dan memudahkan dalam membaca antara dokumen proyek yang berbeda. LFA juga memungkinkan untuk tahapan-tahapan siklus proyek yang berurutan dengan tetap konsisten dan terintegrasi, meskipun pihak-pihak yang berbeda memainkan sebuah peran di berbagai tahapan.
3.2
Matriks Perencanaan Proyek (PPM atau logframe)
Di dalam penggunaan LFA dibuat Matriks Perencanaan Proyek (MPP atau logframe) untuk memberikan gambaran tentang tujuan dan lingkungan proyek. Matriks ini adalah format standar dimana informasi spesifik pada logika intervensi proyek disesuaikan berdasarkan analisa situasi diperbaiki. Di bagan 3 diperlihatkan fitur/ karakteristik dasar dari matriks ini.
Bagan 3: Fitur dasar dari Matriks Perencanaan Proyek
Tujuan LINGKUNGAN PROYEK Sumber: NORAD, 1999 Fitur/ karakteristik dasar dari Matriks Perencanaan Proyek terdiri dari “tujuan”, “proyek” dan “lingkungan” yang aktual (sesungguhnya): “Proyek” merujuk pada apa yang seharusnya dapat dijamin dari pelaksanaan proyek tersebut; ini berkenaan dengan elemen-elemen yang secara langsung dipengaruhi oleh pelaksanaan proyek. “Tujuan” adalah hasil langsung dari pelaksanaan proyek. Ini mengantisipasi bahwa proyek akan secara signifikan berkontribusi pada realisasi tujuan. “lingkungan” merujuk pada faktor-faktor eksternal di luar kendali pelaksanaan proyek. Faktor-faktor ini akan secara signifikan berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan proyek tersebut. Mengidentifikasi faktor-faktor eksternal kunci di tahapan awal akan membantu dalam penyeleksian strategi proyek yang tepat. Monitoring baik untuk pemenuhan tujuan proyek dan faktor-faktor eksternal selama berlangsungnya proyek dan melakukan tindakan berdasarkan informasi tersebut akan meningkatkan probabilitas keberhasilan. Di dalam fitur/ karakteristik dasar berbagai level (tingkatan) dapat membedakan Matriks Perencanaan Proyek sebagaimana diperlihatkan di bawah.
14
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Bagan 4: Berbagai tingkatan Matriks Perencanaan Proyek
Development objective Tujuan Pengembangan
Indicators Indikator
Assumptions Asumsi
Tujuan Proyek Project objective
Indikator Indicators
Assumptions Asumsi
Expected results Hasil yg diharapkan
Indikator Indicators
Assumptions Asumsi
Asumsi Assumptions
Kegiatan-kegiatan Activities
Input Inputs
Sumber: NORAD, 1999 Di bagan 4, fitur/karakteristik dasar dari Matriks Perencanaan Proyek (Bagan 3) telah disesuaikan dengan membedakan tingkatan berikut: Terkait dengan “tujuan” (di kotak atas kiri) dua tingkatan diketahui. “tujuan pengembangan”1 tingkatnya lebih tinggi dari kontribusi yang diharapkan dari proyek tersebut. Tujuan proyek2 merujuk pada akibat, dimana proyek diharapkan dapat meraih sebuah hasil di akhir intervensi proyek. Pada tingkatan-tingkatan ini sebuah kolom yang memuat indikator-indikator ditambahkan; indikator-indikator tersebut menjelaskan bagaimana capaian dari tujuan diukur. Terkait dengan “proyek” aktual (kotak di bawah sebelah kiri) tergambar tiga tingkatan. Hasil yang diharapkan merujuk pada output (keluaran) yang diharapkan diraih oleh proyek dalam kerangka waktu durasi proyek. Kegiatan mengindikasikan tugas mana yang telah dilaksanakan di dalam proyek (pekerjaan yang perlu dilakukan) untuk memproduksi hasil yang diharapkan. Input merujuk pada alat dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas ini. Dalam hal indikator-indikator hasil yang diharapkan diperlukan untuk menjelaskan bagaimana pencapaian hasil diukur. Terkait dengan lingkungan, referensi eksplisit dibuat berdasarkan asumsi-asumsi di setiap level horizontal yang diketahui yang menyatakan kejadian-kejadian, kondisikondisi atau keputusan-keputusan yang penting tersebut, yang perlu untuk menjaga kesinambungan tujuan dalam jangka panjang.
1
Level tujuan ini juga disebut sebagai ‘tujuan jangka panjang’, ‘tujuan umum’ atau ‘tujuan akhir’ di dokumen-dokumen lain. 2 Juga disebut sebagai ‘tujuan langsung’. ‘tujuan jangka pendek’ atau ‘maksud’
15
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Dengan cara ini Matriks Perencanaan Proyek adalah ringkasan dari desain proyek, dimana hal ini mengidentifikasi elemen-elemen kunci, faktor-faktor eksternal dan konsekwensi yang diharapkan untuk melengkapi/ menyelesaikan proyek dengan berhasil. Meskipun demikian, LFA tidak hanya menyediakan metode yang berbeda untuk dianalisa. Ini juga menyediakan sebuah cara untuk menyajikan hasil dari analisa-analisa ini. Sebelum sebuah proyek mulai, masalah-masalah dari situasi saat ini dianalisa. Berdasarkan atas analisa-analisa ini, tujuan proyek dapat dirumuskan dan diterjemahkan dalam istilah-istilah Kerangka Kerja Logis. Hasil dari analisa tersebut dirangkum dalam Matriks Perencanaan Proyek yang ditransformasikan sebagaimana diperlihatkan di bawah: Bagan 5:
Format penyajikan Matriks Perencanaan Proyek Logika intervensi
Indikator
Sumber verifikasi
Input
Biaya
Asumsi
Tujuan pembangunan/ pengembangan Tujuan proyek Hasil yang diharapkan Kegiatan
Prakondisi Sumber: NORAD, 1999 Di dalam bentuk ini Matriks Perencanaan Proyek ini terbukti menjadi alat yang baik untuk membuat struktur tujuan dan komponen dari sebuah proyek. Dengan demikian, hal ini membantu selama maksud-maksud implementasi begitu juga untuk membuat struktur monitoring dan evaluasi. Selanjutnya, matriks ini dapat digunakan sebagai alat yang efisien dalam komunikasi, khususnya ketika dokumentasi proyek distandarisasi sesuai dengan logika. Matriks ini dibagi menjadi tiga kolom. Kolom pertama dan sel (kotak) di bawah dari kolom kedua (warna abu-abu) memaparkan apa yang menjadi perhatian langsung dari proyek. Di dalam terminologi logframe (kerangka kerja logis) hal-hal tersebut disebut sebagai ‘logika intervensi proyek’, dimana ini didasarkan atas apa yang disebut dengan ‘hirarki tujuan’:
Tujuan proyek berkontribusi pada tujuan pengembangan, sebagaimana intervensi lain di luar yang dilakukan oleh proyek. Dengan meraih hasil yang diharapkan proyek akan berkontribusi pada pencapaian tujuan proyek. Pada gilirannya hasil-hasil ini dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan yang membutuhkan input tertentu.
16
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Tiga sel (kotak) di atas dari kolom kedua berisikan indikator-indikator dari tujuan terkait dan hasil yang diharapkan. Sebuah indikator adalah tindakan tertentu yang dirumuskan dalam hal jumlah tertentu untuk maksud evaluasi. Oleh sebab itu, perlu bahwasannya indikatorindikator ini dapat diverifikasi secara obyektif. Dengan cara ini sebuah indikasi dapat diberikan, apakah output (keluaran) proyek memenuhi standar yang ditetapkan oleh indikator-indikator di lingkat tujuan pengembangan, tujuan proyek dan hasil yang diharapkan. Karena kegiatan didefinisikan sebagai tindakan kongkrit, tidak ada indikator yang dirumuskan di tingkatan (level) ini. Indikator membuat logika intervensi proyek menjadi dapat dioperasikan dan terukur. Penggunaan indikator memungkinkan: Verifikasi dari kelayakan dan kesinambungan tujuan proyek dan hasil yang diharapkan Perencanaan sumberdaya (fisik, manusia dan finansial) yang berorientasi hasil Monitoring tujuan, hasil dan kegiatan proyek Banyak proyek misalnya, bertujuan untuk partisipasi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Pengelolaan proyek perlu mengindikasikan bagaimana akan mengukur partisipasi laki-laki dan perempuan dalam setiap kegiatan proyek. Untuk memungkinkan dan memfasilitasi monitoring dan evaluasi, kolom ketiga mengidentifikasi sumber verifikasi. Sumber verifikasi menyatakan bagaimana atau dimana informasi dapat ditemukan untuk memverifikasi realisasi tujuan pengembangan, tujuan proyek dan hasil yang diharapkan, yang telah berhasil dioperasikan melalui indikatorindikator tersebut. Kolom ke empat dan terakhir merujuk pada asumsi yang dimiliki oleh para perencana proyek tentang faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor eksternal ini penting untuk diketahui karena merujuk pada kondisi, kejadian dan/atau keputusan di luar wilayah proyek, yang membutuhkan solusi atau harus dipenuhi demi memastikan bahwa faktor-faktor proyek di level (tingkatan) tertentu akan menuntun pada realisasi dari pencapaian yang dimaksudkan di level (tingkatan) yang lebih tinggi (misalnya, ‘hasil yang diharapkan’ menuntun pada ‘tujuan proyek’). Karena berada di luar kendali proyek, faktor-faktor eksternal adalah variabel-variabel dimana proyek tidak memiliki atau, paling banyak, memiliki pengaruh yang sangat terbatas. Perhatian khusus harus diberikan pada penggabungan langkah-langkah tambahan, asumsi dan prakondisi penyebab mematikan yang mungkin. Langkah tambahan: untuk melakukan tindakan mengatasi asumsi-asumsi, langkah tambahan harus digabungkan ke dalam desain proyek yang meminimalisasi risiko-risiko yang menyertainya, Asumsi penyebab yang mematikan: ini adalah faktor-faktor eksternal yang akan membuat mustahil keberhasilan dan kesuksesan implementasi. Jika asumsi penyebab yang mematikan ini teridentifikasi, bagian yang terkena dari desain proyek harus dikaji ulang. Prakondisi: Ini adalah faktor-faktor eksternal yang harus dipenuhi sebelum memulai proyek. Ada aturan-aturan gramatika yang membantu dalam perumusan logika intervensi. Di dalam buku pegangan ini tujuan dirumuskan dalam hal sebuah proses: yakni untuk menyatakan situasi masa depan yang diinginkan sebagai sebuah proses untuk diraih.
17
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Dengan cara ini dapat diketahui bahwa proyek tersebut adalah bagian dari proses yang lebih besar yang berkontribusi terhadap situasi yang diinginkan. Hasil dirumuskan dalam hal suatu keadaan yang ingin diraih, dimana kegiatan dirumuskan sebagai aksi/ tindakan. Lebih lanjut penggunaannya yang disebut sebagai kriteria SMART direkomendasikan untuk menghindari istilah perumusan yang masih samar. SMART kependekan dari
Spesifik: merujuk pada satu area kompetensi terbatas yang jelas Memungkinkan utk diukur: memungkinkan pengukuran progres Akseptabel (dapat diterima): dapat diterima di lingkungan yang terlibat Realistis: menunjukkan bahwa apa yang diraih adalah harus dengan cara yang realistis
dengan mempertimbangkan asumsi dan prakondisi Terikat waktu: merujuk pada batasan waktu pemenuhan
Tabel 2: Perumusan misalnya: tujuan, hasil dan kegiatan Tujuan Pengembangan Berkontribusi untuk peningkatan posisi tawar dari serikat-serikat pekerja transportasi di 6 wilayah negara kita Tujuan Proyek Membangun organisasi internal yang kuat dari serikat-serikat pekerja transportasi di 6 wilayah negara kita Hasil yang diharapkan 1. Formasi kepemimpinan. Serikat pekerja transportasi yang didukung dipimpin oleh kepemimpinan yang kuat, kapabel dan dapat diperbarui 2. Kapasitas organisasi. Serikat pekerja transportasi yang dibantu mampu mengorganisir kekuatan yang perlu di kalangan sektor transportasi Kegiatan-Kegiatan Ad Result 1. Formasi kepemimpinan 1.1 Pelatihan pemimpin serikat pekerja saat ini dalam skill (ketrampilan) kepemimpinan yang efektif 1.2 Formasi staf dan calon pemimpin dalam skill kepemimpinan Ad Result 2.Kapasitas organisasi 2.1 Perbaikan struktur organisasi 2.2 Pelatihan bagi staf serikat pekerja terkait skill dan pengetahuan kepemimpinan
18
Nordic-Dutch Guidelines
3.3
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Pengorganisasian partisipatif dari proses perencanaan
Untuk implementasi proyek yang berhasil adalah perlu membuat semua pihak terkait memiliki pemahaman yang sama tentang masalah-masalah dan mana dari masalah-masalah tersebut yang akan ditangani oleh proyek.Untuk alasan ini, perlu perhatian khusus pada karakter partisipatif dari proses perencanaan. Ini mungkin dapat dicapai dengan membuat kelompok kerja, dimana para pihak terkait terwakili, berpartisipasi dalam proses perencanaan proyek dalam satu atau lebih workship yang secara khusus diselenggarakan untuk maksud tersebut. Partisipasi melibatkan dialog di antara para pihak terkait
Tentu saja ada banyak cara untuk mengelenggaran proses perencanaan proyek. Meskipun demikian, untuk LFA agar menjadi efektif, semua pihak terkait memiliki sebuah peran dalam menganalisa isu-isu yang akan ditangani. Dengan cara ini, sudut pandang dari stakeholder yang berbeda (mis. Serikat pekerja, anggota laki-laki dan perempuan, orang-orang di komunitas) diajak secara bersama dalam pendesainan proyek. Juga, terbukti efektif untuk melibatkan berbagai tingkatan dari proses perencanaan. Dalam melakukan hal tersebut, adalah sangat penting untuk memberikan perhatian khusus dalam penciptaan atmosfir yang tepat, yang memungkingkan stakeholder-stakeholder secara bebas mendiskusikan permasalahan yang ada dengan dasar kesetaraan. Menciptakan pemahaman dan kepercayaan di antara para peserta akan terbukti merupakan kondisi yang perlu untuk membuat workshop-workshop ini menjadi berhasil.
19
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Lampiran Terminologi
Akses Akses berarti bahwa seseorang dapat memanfaatkan/ menggunakan sumberdaya tertentu. Meskipun demikian akses terhadap sumberdaya tidak secara otomatis berarti sama dengan memiliki kendali atas hal tersebut. Asumsi-asumsi Kejadian-kejadian, kondisi-kondisi atau keputusan-keputusan penting, yang keberadaannya perlu untuk kesinambungan tujuan dalam jangka panjang. Manfaat Manfaat adalah apa yang dapatkan dengan menggunakan sumberdaya mereka, seperti makanan, energy, penghasilan, dan status. Mitra kerjasama Organisasi berbeda yang terlibat dalam eksekusi proyek, kita bedakan disini Organisasi lapangan: organisasi yang dimana proyek dilaksanakan di sebuah negara berkembang atau negara dalam transisi Organisasi internasional: organisasi yang bertanggung jawab atas monitoring dan administrasi akhir dari proyek multilateral Organisasi pemohon: organisasi yang bertanggung jawab atas implementasi dan pelaksanaan dari sebuah proyek. Untuk proyek bilateral, ini seperti organisasi serikat pekerja Nordic-Belanda. Alternatifnya organisasi lapangan dan organisasi pemohon mungkin saja satu dan organisasi yang sama. Untuk proyek multilateral, organisasi internasional adalah organisasi pemohon. Organisasi pendana: di Negara-negara Nordic-Belanda, ini bisa seperti LO/FTF, SASK, FNV, LO-Norway atau LO/TCO. Mereka bertanggung jawab kepada federasi, serikat pekerja dan pemerintah di negara bersangkutan. Klaster Pengelompokan tujuan yang bersifat sama (dalam cara – orientasi akhir) di dalam pohon tujuan Kendali Kendali adalah power (kekuasaan) pembuatan keputusan untuk menentukan siapa yang memiliki akses, siapa yang akan mendapatkan manfaat-manfaat, dan manfaat-manfaat apa saja. Contohnya, Negara, departemen-departemen pemerintah, dan kelompok etnis atau tokoh masyarakat dapat memiliki kendali atas sumber daya. Kendali atas sumber daya biasanya berbasis gender Tujuan pengembangan Tujuan yang lebih tinggi tingkatnya yang dimana proyek diharapkan berkontribusi. Efektifitas Kami mendefinisikan upaya-upaya pembangunan sebagai efektif jika upaya-upaya itu meraih tujuan-tujuannya
20
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Hasil yang diharapkan Output dimana dapat diraih oleh proyek dalam kerangka waktu durasi proyek. Dengan mencapai hasil ini proyek akan berkontribusi terhadap pencapaian tujuan proyek Gender Gender adalah istilah yang secara sosial menggambarkan definisi perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Ini merujuk pada prilaku yang dipelajari didasarkan atas budaya dengan variasi luas dan di antara masyarat yang sifatnya berubah sejalan dengan waktu, menurut lokasi dan lintas budaya. Kesetaraan Gender Kesetaraan gender adalah situasi yang diinginkan dalam semua anggota dari kelompok target, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki akses terhadap manfaat-manfaat dan peluangpeluang untuk berpartisipasi Pembagian tenaga kerja berbasis gender Ini merujuk pada definisi perbedaan secara sosial dalam pembagian tenaga kerja antara lakilaki dan perempuan yang didasarkan atas gender Indikator pencapaian Tindakan (langsung atapun tidak langsung) untuk memverifikasi pencapaian tujuan pengembangan, tujuan proyek atau output (keluaran) Input Alat dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan proyek yang direncanakan. Ini bisa berupa sumber daya manusia, kapasitas administrasi, alat infrastruktur, alat keuangan, dst. Asumsi yang mematikan Faktor-faktor eksternal yang akan membuat implementasi yang sukses atas implementasi proyek menjadi mustahil. Pendekatan Kerangka Kerja Logis (LFA) Sebuah instrument perencanaan yang memfasilitasi identifikasi masalah dan solusi serta memungkinkan untuk perencanaan proyek dalam cara yang sistimatis dan logis, dengan mengelompokkan mereka dalam sebuah kerangka kerja. Prakondisi Faktor-faktor eksternal yang harus dipenuhi sebelum memulai proyek Tujuan proyek Akibat, yang dicapai sebagai hasil dari proyek. Matriks Perencanaan Proyek Sebuah matriks adalah format standar dimana informasi specific dimasukkan sehingga mendapatkan analisa situasi, dalam kasus ini sebuah situasi pengembangan, untuk dapat sampai pada ringkasan desain proyek, yang mengidentifikasi elemen-elemen kunci, faktorfaktor eksternal dan konsekwensi yang diperkirakan dari menjalankan proyek secara berhasil. Sumber daya Sumber daya adalah apa yang orang gunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan mereka, seperti tanah, modal, teknologi, input-input, tenaga kerja, pelayanan, dan pengetahuan
21
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Seks/Jenis kelamin Jenis kelamin adalah atribut biologis yang ditentukan sebelum lahir dan pada dasarnya tidak dapat berubah SMART SMART sebuah singkatan yang merujuk pada aturan untuk merumuskan tujuan, hasil dan indicator. Kependekan dari: - Spesifik : merujuk pada satu area kompetensi terbatas yang jelas -
Memungkinkan utk diukur : memungkinkan pengukuran progres Akseptabel (dapat diterima): dapat diterima di lingkungan yang terlibat Realistis : menunjukkan bahwa apa yang diraih adalah harus dengan cara yang realistis
dengan mempertimbangkan asumsi dan prakondisi - Terikat waktu : merujuk pada batasan waktu pemenuhan Kesinambungan Kami mendefinisikan kesinambungan sebagai upaya-upaya pengembangan yang berkelanjutan dalam memberikan manfaat kepada orang-orang setempat setelah agen pengembangan telah menyelesaikan dukungannya dan meninggalkan wilayah tersebut
22
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
Lampiran Daftar rujukan dokumentasi FAO, 1995. “Gender analysis and forestry: training package” Forests, Trees and People Programme. Rome: Food and Agricultural Organisation of the United Nations Anonymus (2001). “How to make log-frame programming more sensitive to participatory concerns”. In: “Enhancing Ownership and Sustainability: A Resource Book on Participation” (2001). A joint publication of IFAD, ANGOC, IIRR, CIRDAP, MYRADA and SEARSOLIN Balarezo, S. (1995). Guía metodológica para incorporar la dimension de género en el ciclo de proyectos forestales participativos”.Quito: FAO / FTPP / DFPA Dale, R. (1998). Evaluation frameworks for development programmes and projects” New Delhi: Sage Publications India DGIS, 1993. "La tasaciön de los efectos en el medio ambiente en la cooperación al desarrollo". Ministerio de Asuntios Exteriores de los Países Bajos. Gittinger, J. Price (1982). “Economic analysis of agricultural projects” Worldbank EDI Series in Economic Development. Baltimore: The Johns Hopkins University Press GTZ, (1997). “ZOPP Objectives-oriented Project Planning: a planning guide for new and ongoing projects and programmes” .Paper written on behalf of GTZ’s Strategic Corporate Development Unit (04) Eschborn: Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH ILO, (1996). “Design, monitoring and evaluation of technical cooperation programmes and projects: A training manual”. Geneva, International Labour Office. Kamstra, Jan. (1994). “Protected areas: towards a participatory approach” Amsterdam: Novib/ Netherlands Committee for the IUCN Macdonald,M. & Sprenger, E. & Dubel, I. (1997). “Gender and organizational change: bridging the gap between policy and practice” Amsterdam: KIT Press, Royal Tropical Institute MDF (2003). “LFA Training: course on Logical Framework Training” Training manual. Thailand, Bangkok: Management for Development Foundation South Asia. 11 – 15 August 2003. NORAD, 1999. “The logical framework approach (LFA): handbook for objectives-oriented planning” Direktoratet for Utviklingssamarbeid, Norwegian Agency for Development Cooperation. Senter, (1999).
23
Nordic-Dutch Guidelines
Handbook of Participatory Project Planning --part 1-(final version dd 18-12-03)
FNV LO-FTF LO-Norway LO-TCO SASK
“Logical framework in project cycle management for PSO, PSOM and PSI” KOM-InformatieSenter, Ministry of Economic Affairs. The Hague: Senter Internationaal Sinclair, J.M. et all (1991). Collins English dictionary” 3rd edition. U.K: Harper Collins Publ. Tikare, S. et al. (2001). “Organising participatory processes in the PRSP”. Internetdocument: www.worldbank.org/participation Turner, J.R. & Müller, R. (2003). “On the nature of a project as a temporary organization” In: International Journal of project management 21 (2003) 1-8. www.elsevier.com/locate/ijproman Wijnen, G., Renes, W. & Storm, P. (1996) “Projectmatig werken” . Utrecht: Het Spectrum B.V. Worldbank, 2003. “Participation in Development Assistance” In: Précis, number 209, Fall 2003. Worldbank, Operations Evaluations Department OED.
24