BUKU PANDUAN & LEMBAR KERJA PRAKTIKUM HISTOLOGI MODUL 3.1 SISTEM RESPIRASI & LIMFOID
DEPARTEMEN HISTOLOGI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU
2014
KATA PENGANTAR Buku Panduan Praktikum Histologi ini diterbitkan dalam rangka memudahkan mahasiswa dalam memahami materi praktikum histologi. Hal-hal yang penting dijelaskan dalam bentuk penjelasan tertulis maupun gambar (atlas histologi). Dengan penuntun praktikum ini diharapkan para mahasiswa Kedokteran dapat memahami struktur anatomi mikroskopis organ tubuh yang normal sehingga mahasiswa mempunyai gambaran perbandingan dengan organ tubuh yang abnormal (Patologi Anatomi). Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
PENULIS
TATA TERTIB PRAKTIKUM HISTOLOGI A. PERSIAPAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa harus mempelajari teori yang berhubungan dengan materi yang akan dipraktikumkan. 2. Setiap mahasiswa harus membawa penuntun praktikum, atlas histologi, dan 1 set pensil berwarna. Jika salah satu alat tersebut diatas tidak lengkap, mahasiswa tersebut tidak boleh mengikuti praktikum. 3. Setiap mahasiswa harus menjaga tata tertib praktikum baik sebelum, selama, maupun sesudah praktikum B. PRAKTIKUM 1. Menjelang praktikum dimulai diadakan pre test, mahasiswa yang mendapat nilai < 50 pada pre test harus mengikuti inhal sampai mendapat nilai yang cukup 2. Mahasiswa yang datang terlambat, jika pretes sedang berlangsung, dibenarkan mengikuti pretes tanpa tambahan waktu, mahasiswa yang datang seusai pretes, tidak dibenarkan mengikuti praktikum maupun inhal 3. Mahasiswa bertanggung jawab serta menjaga keutuhan dan kebersihan baik mikroskop maupun preparat, sejak praktikum dimulai sampai selesai. 4. Materi-materi praktikum yang sudah ditentukan oleh PJ praktikum harus digambar pada lembar kerja mahasiswa. Gambar-gambar tersebut dikumpulkan kepada tutor kelompok praktikum setelah praktikum selesai & harus mendapatkan pengesahan untuk dapat mengikuti praktikum selanjutnya. 5. Preparat demonstrasi yang telah disediakan, tidak diperkenankan untuk digeser atau diperkecil / perbesar lapangan pandangnya tanpa persetujuan tutor. 6. Selama praktikum berlangsung, tidak dibenarkan melakukan hal-hal yang dapat mengganggu jalannya praktikum. 7. Mahasiswa dibenarkan memotret preparat setelah selesai menggambar semua preparat, jika melanggar, dikeluarkan dari ruang laboratorium 8. Mahasiswa yang memecahkan preparat harus mengganti preparat tersebut. Preparat yang hilang selama praktikum berlangsung, ditanggung oleh kelompok. 9. Pada waktu praktikum selesai, mahasiswa tidak boleh meninggalkan ruangan praktikum sebelum preparat berjumlah lengkap dan ruangan tertata rapi kembali.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Tata Tertib Praktikum Histologi Daftar Isi Praktikum Histologi I (Sistem Respirasi) Sasaran Pembelajaran Praktikum I A. Cavum Nasi B. Pharynx C. Epiglotis D. Trakea E. Paru Referensi Lembar Kerja Mahasiswa Jadwal Praktikum Tutor & Kelompok Praktikum
PANDUAN PRAKTIKUM HISTOLOGI I MODUL SISTEM RESPIRASI DAN IMUNOLOGI Praktikum Histologi I akan dilaksanakan pada minggu pertama sesuai dengan jadwal yang sudah diatur dalam Buku Pedoman Mahasiswa. Tujuan Pembelajaran: Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan struktur histologis normal epiglotis, trakea dan paru. Lingkup Praktikum: A. Epiglotis. B. Trakea. C. Paru Waktu Praktikum: Sekali pertemuan selama 3x60 menit untuk tiap kelompok. Metoda Praktikum: A. Kuliah pengantar praktikum. B. Praktikum mempelajari dan mengidentifikasi struktur histologi dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan bimbingan para tutor praktikum. C. Membuat gambar sajian histologis yang dipelajari pada lembaran yang telah disediakan. Sumber Daya Manusia: 1 orang tutor untuk tiap kelompok dengan jumlah mahasiswa 8-10 mahasiswa / kelompok. Sarana dan Prasarana: A. Ruang praktikum histologi B. Preparat histologi C. Mikroskop cahaya
I . DASAR TEORI A. Definisi dan klasifikasi Sistem Respiratorius
Sistem respiratorius terdiri dari paru dan seperangkat saluran di atasnya yang menghubungkan tempat pertukaran gas dengan lingkungan luar. Mekanisme ventilasi terdiri dari rongga toraks, otot-otot intercostal, diafragma, dan komponen elastis/kolagen paru. Secara anatomis traktus respiratorius dapat dibagi menjadi traktus respiratorius atas dan traktus respiratorius bawah. Sedangkan secara fisiologis traktus respiratorius dapat dibagi menjadi pars konduksi dan pars respiratorius. Klasifikasi sistem respiratorius (traktus respiratorius): Anatomis: 1. Traktus respiratorius atas: cavum nasi, naso pharynx, dan oro pharyngx 2. Traktus respiratorius bawah: larynx, trachea, bronchus primarius, dan pulmo Fisiologis: Zona konduksi : cavum nasi, nasopharyng, larynx, trahcea, bronchus, brochiolus, dan bronchiolus terminalis. Fungsi zona ini adalah: Sebagai tempat pengkondisian udara yang masuk yang diperankan cavum nasi. Selain itu sebagai saluran masuknya udara ke dan dari paru-paru yang diperankan tulang rawan, serabut elastis, otot polos. Zona respirasi: brochiolus respiratorius, ductus alveolaris, dan
alveolus. Zona ini berperan sebagai tempat pertukaran O2 dan CO2
Gambar 1. Traktus respiratorius dan klasifikasinya
B. Epitel Traktus Respiratorius (Lihat Gambar 1)
Bagian konduksi dari hidung sampai laring lapisan mukosanya disusun oleh jaringan epitel berlapis gepeng (epithelium stratificatum squamosum non-cornificatum). Epitel ini memberikan perlindungan lebih bila dibanding epitel respiratorik. Bagian konduksi dibawah laring dilapisi oleh jaringan epithelium stratificatum columnare ciliata (epitel bertingkat silindris bersilia) yang dikenal dengan epitel respiratorik. Lapisan mukosa ini sedikitnya mengandung empat sel berikut: a. Sel silindris bersilia (sel paling banyak). Setiap sel memiliki ± 300 silia pada permukaan apikalnya. b. Sel goblet (sel piala) merupakan kelenjar yang bersifat uniseluler. Terletak di antara sel-sel silindris dan mengandung granula berisi musin. c. Sel sikat (brush) merupakan sel silidris yang lebih sedikit, tidak bersilia, tetapi memiliki mikrofili. Sel ini memiliki fungsi tranduksi sinyal (sebagai kemoreseptor). d. Sel granul kecil: sel yang jumlahnya paling sedikit, seperti sel sikat, berfungsi sebagai neuroendokrin e. Sel basal merupakan sel punca (stem sel) untuk regenerasi sel sel-sel epitel respiratorik. Tinjauan klinis: sindrom silia imotil, apa yang anda ketahui tentang sindrom ini? Pada perokok proporsi sel silindris bersilia dan sel goblet berubah (sel goblet bertambah banyak) sebagai kompensasi banyak polutan CO dan SO 2. Walaupun demikian karena sel bersilia berkurang lapisan mukus yang banyak sulit digiring keluar dan sering menimbul penyempitan.
Gambar 2. Foto epitel respiratorius bersilia dari mikroskop elektron; G (sel goblet) C. Struktur Histologis Traktur Respiratorius
Secara umum organ-organ berbentuk tabung (saluran) di dalam tubuh manusia struktur histologisnya terdiri dari beberapa lapisan (tunika) yaitu: a. Tunica intima (Mucosa) Tunica intima terdiri dari sel-sel epithelium yang menempel pada suatu membrana basalis. Dibawah membrana basalis terdapat suatu lapisan jaringan ikat tipis yang disebut juga lamina propria. Pada lamina propria ini juga terdapat beberapa kelenjar, kapiler, dan jaringan cartilago. Pada beberapa organ juga terdapat lapisan di antra lamina propria tunica intima dengan tunica media yang disebut lamina submucosa (biasanya di organ penceranan). b. Tunica media (Muscularis) Terdiri dari jaringan otot baik yang berbentuk sirkular maupun longitudinal c. Tunica adventitia (Serosa) D. Bagian Konduksi 1. Hidung Terdiri atas dua rongga kanan dan kiri yang dibatasi septum nasi. Pintu depan disebut nares anterior = nostril, Pintu belakang disebut nares posterior = choanae. Terdiri dari dua ruangan Vestibulum nasi dan Cavum nasi. Vestibulum Nasi Vestibulum nasi terdiri dari epitel pipih berlapis yang kehilangan keratinnya (epitel peralihan dari kulit ke epitel respiratorius) Mengandung rambut hidung (vibrisea) yang berfungsi sebagai filter (penyaring) udara yang masuk Cavum nasi Dinding lateral ruangan ini ada tiga penonjolan (concha) yaitu superior, media dan inferior. Concha superior ditutupi oleh epitel olfaktorius (reseptor penciuman) akan dipelajari lebih lanjut pada sistem indera. Conchae media dan inferior dilapisi oleh epitel respiratorik. Pada lamina propria concha terdapat plexus vena besar yang dikenal dengan swelling bodies. Apakah fungsi swelling bodies? 2. Sinus & Nasofaring Sinus paranasalis adalah rongga bilateral di os frontale, maxillae, ethmoidale, dan sphenoiale. Dilapisi oleh epitel respiratorik yang lebih tipis dengan lebih sedikit sel goblet. Lamina proprianya mengandung sedikit kelenjar kecil dan menyatu dengan periosteum di bawahnya. Sinus paranasalis berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lobang-lobang kecil dan mukus yang dihasilkan dalam sinus ini terdorong ke dalam hidung sebagai akibat dari aktivitas sel-sel epitel bersilia.
3. Nasopharynx Terletak di bagian posterior rongga hidung, nasofaring adalah bagian pertama faring, yang berlanjut sebagai orofaringke arah kaudal, yaitu bagian posterior rongga mulut. Nasofaring dilapisi oleh epitel respiratorik dan memiliki tonsila pharyngealis di media dan muara bilateral tuba auditorius untuk setiap telinga tengah. 4. Laring Laring adalah saluran kaku yang pendek (4cmx4cm) untuk udara antara faring dengan trakea. Dindingnya diperkuat oleh kartilago hialin (di tiroid, krikoid dan cartilago arytenoid inferior) dan kartilago elastis yang lebih kecil (di epiglotis, cuneiformis, cornikulatum dan cartilago arytenoid superior), yang kesemuanya dihubungkan oleh ligamen. Selain menjaga agar jalan napas terbuka , pergerakan kartilago ini oleh otot rangka berperan pada produksi suara selama fonasi dan epiglotis berfungsi sebagai katup untuk mencegah masuknya makanan atau cairan kedalam trakea. Epiglotis, yang terjulur keluar dari tepian laring, meluas kedalam faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Seluruh permukaan lingual dan bagian apikal permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng. Pada beberapa titik permukaan laringeal di epiglotis epitelnya beralih menjadi epitel bertingkat silindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa di lamina propria. 5. Trakea Trakea adalah saluran dengan panjang 12-14 cm dan dilapisi mukosa respiratorik khas. Di lamina propria terdapat sejumlah besar kelenjar seromukosa menghasilkan mukus encer dan di submukosa. Trakea tersusun atas 16-20 cincin kartilago hialin berbentuk C yang menjaga agar lumen trakea tetap terbuka. Ujung terbuka dari cincin kartilago ini terdapat di permukaan posterior trakea, menghadap esofagus dan dihubungkan oleh suatu berkas otot polos (m. trachealis) dan suatu lembar jaringan fibroelastis yang melekat pada perikondrium. Keseluruhan organ dikelilingi oleh lapisan adventisia. Trakea menjadi relaks selama menelan untuk mempermudah pasase makanan dengan memungkinkan esofagus menonjol kedalam lumen trakea, dengan lapisan elastis yang mencegah peregangan berlebih di lumen. Pada refleks batuk, otot berkontraksi untuk menyempitkan lumen trakea dan meningkatkan kecepatan pengeluaran udara dan melonggarkan materi pada pasase udara. 6. Bronchus dan percabangannya Trakea terbagi menjadi dua bronkus primer yang memasuki paru di hilus beserta arteri, vena dan pembuluh limfe. Setelah memasuki paru, bronkus primer menyusur ke bawah dan ke luar dan membentuk tiga bronkus sekunder (lobaris) dalam paru kanan dan dua buah di paru kiri, dan masing-masing memasok sebuah lobus paru. E. Zona Respiratorius Pada zona ini terlah terjadi proses gas exchange. Zona ini meliputi: bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, saccus alveolaris: 1. Bronchiolus respiratorius (gambaran mikroskopis terdapat dalam tabel preparat histologi)
Setiap bronchiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih bronchiolus respiratorius yang berfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan bagian respiratorik sistem pernapasan. Mukosa bronchiolus respiratorius secara struktural identik mukosa bronchiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus tempat terjadinya pertukaran gas.
2. Ductus alveolaris Semakin ke distal pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke dalam dinding bronkiolus semakin banyak. Bronciolus respiratorius bercabang menjadi saluran yang disebut ductus alveolaris yang sepenuhnya dilapisi oleh muara alveoli. Ductus alveolaris dan alveolus dilapisi oleh sel alveolus gepeng yang sangat halus. Di lamina propria yang mengelilingi tepian alveolus terdapat anyaman sel otot polos, yang menghilang di ujung distal ductus alveolaris. Sejumlah besar matriks serat elastin dan kolagen memberikan sokongan pada duktus dan alveolusnya. 3. Saccus alveolaris Duktus alveolaris bermuara ke dalam atrium di dua saccus alveolaris atau lebih. Serat elastin dan retikular membentuk jalinan rumit yang mengelilingi muara atrium , saccus alveolaris dan alveoli. Serat-serat elastin memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi dan berkontraksi secara pasif sewaktu ekspirasi. Serat-serat retikuler berfungsi sebagai penunjang yang mencegah pengembangan berlebih dan kerusakan kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis. Kedua serabut tersebut menunjang jaringan ikat yang menampung jaringan kapiler disekitar setiap alveolus. 4. Alveoli/ Alveolus Alveolus merupakan evaginasi mirip kantong (berdiameter sekitar 200 µm) pada bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris dan saccus alveolaris. Alveoli bertanggung jawab atas terbentuknya struktur berongga dalam paru. Secara struktural, alveolus menyerupai kantong kecil yang terbuka pada satu sisinya, yang mirip dengan sarang lebah. Di dalam struktur mirip mangkok ini, berlangsung pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar difusi antara lingkungan luar dan dalam. Dinding terletak di antara dua alveolus yang bersebelahan sehingga disebut sebagai septum intraalveolaris. Setiap septum intra-alveolaris dilapisi oleh sel epithelium squamosum simplex pada kedau mukanya. Di antara kedua epithelium disebut interstitium yang terdiri dari jaringan ikat dan kapiler. Interstitium alveolus ini merupakan bagian tubuh yang paling banyak mengandung kapiler. Kapiler di alveolus ini tidak berfenestra. Udara dalam alveolus dipisahkan dari darah kapiler oleh tiga komponen yang secara kolektif disebut sebagai membran respiratorik atau sawar darah-udara yang terdiri dari: o Lapisan permukaan (surfactan) dan sitoplasma dari sel alveolaris (epithel squamous simplex) o Membrana basalis penyatuan lamina basal sel alveolus dan lamina basal sel endotel kapiler o Sitoplasma sel endotel
Gambar 3. Sawar darah-udara (membran respiratorik) Sel sel di septum interalveolaris: Sel squamous simplex (sel alveolus tipe I): Inti pipih, sitoplasma sedikit, membrna basalis difus terdapat fibril elastis /kolagen (dapat dilihat dengan pengecatan PAS). Populasi sel ini paling banyak yaitu 97%. Sel alveolus type II (3%) Sel ini terdapat diantara sel-sel tipe I, bentunya cendrung besa kuboid /bulat, memiliki mikrofili di apex, sitoplasma terdapat RE, mitokondria, komplex Golgi, vakuola , sitosom (badan multilamellar), produksi surfaktan. Surfaktan berguna untuk meningkatkan tegegangan permukaan agar alveoli tetap terbuka. Pada fetus surfaktan dibentuk pada minggu akhir kehamilan. Pada bayi dengan kelahiran premature, surfactan belum terbentuk (masih sedikit) sehingga alveoli sukar mengembang. Keadaan tersebut di sebut sebagai penyakit membrana hialin (respiratory distress syndrome) sel endotel kapiler Sel makrofag/dust cell o Sel besar, inti oval, sitoplasma bervakuola o lokasi: dinding alveoli(tempat dibentuknya),septum interalveolaris, ruang alveoli, bergerak sampai bronkhiolus(alveolar fagosit) o asal dari monosit o pada payah jantungè bendungan paruè menangkap erirosit yang masuk alveoliè pigmen hemosiderinè failure heart cells Pada septum interalvoelaris terdapat luabang-lubang kecil (porus) 10-15 μm yang menghubungkan dua alveolus. Porus ini berfungsi untuk menyamakan tekanan antar alveolus dan juga sebagai jalur kolateral jika salah satu bronchiolus tersumbat. Inhalasi NO2 menyebabkan matinya sel alveolus tipe I dan II. Kemudian diikuti oleh peningkatan aktivitas mitosis sel-sel alveolus tipe I yang masih hidup. Sel ini akan membentuk sel tipe I dan II.
No. Struktur yang akan diamati 1. Epitel respiratorik
Keterangan
Preparat
Temukan epitel pseudostratificatum columnare: Sel-sel silidris dengan inti satu baris dekat dengan lamina basalis Semua sel silidris melekat pada lamina basalis Ujung sel silidris ada yang sampak ke apical ada yang tidak. Sel yang ujungnya sampai ke apical memiliki silia Diantara sel-sel silidris terdapat sel piala Tidak ada preaparat Tidak ada preparat Tidak ada preparat Ada dua macam mucosa epiglottis: Lapisan lingual: epitel squamosum stratificatum non cornificatum Lapisan laringeal: epitel stratificatum columnare Cartilago epiglottis merupakan cartilago elastin Tidak ada preparat
Trachea pml
2. 3. 4. 5.
Sinus nasalis Conchae nasalis Mucosa Nasopharynx Mucosa epiglottis
-
6.
Larynx
7.
Trachea
Terdiri dari 3 lapisan: 1. Tunica mucosa. Dilapisi oleh sel epitel stratificatum columnare bersilia. Di antranya terdapat sel goblet Lamina propria: jaringan ikat elastin Lamina submucosa: terdapat kelenjar campur yang bermuara ke lumen 2. Tunica media: lamina fibrocartilaginea Terdapat tulang rawan hialin yang berbentuk huruf ”C” sebagai kerangkanya. Terdapat 2 daerah, yaitu: - Pars kartilaginea: daerah trakea yang mengandung tulang rawan hialin. - Pars membranasea: celah pada huruf ”C” yang di isi oleh jaringan ikat dan jaringan otot polos. 3. Lamina adventitia adventisia Terdiri dari jaringan ikat yang mengelilingi trakea.
8.
Bronchus primarius
Tidak ada preparat: Struktur histologis sama dengan tranchea, kecuali sel silidrisnya tidak setinggi pada trachea. Sel-sel silidris ini semakin ke bawah maka tingginya makin berkurang Cartilagonya membulat penuh (dan semakin kecil semakin kebawah)
-
9.
Bronchus intrapulmonal
Sama dengan bronchus primarius dengan ukuran yang
Paru HE
Epiglottis
Tidak ada preparat Trachea pml
1 0.
Bronchiolus dan Bronchiolus terminalis
1 1.
Bronchiolus respiratorius
lebih kecil Pada lamina serosa terdapat sekelompok otot polos berbentuk spiral Tunica mucosa: epithelium pseudostratificatum Paru HE columner dan lambat laun berubah menjadi epithelium columnare simplex, dan menjadi cuboid simplex dengan sel piala Lamina propria: teradapat otot polos Submocosa tidak mengandung kelenjar Tidak memiliki cincin cartilago Bronchiolus terminalis: Terdapat sel clara, modifikasi sel epitel, kehilangan cilia, dan memiliki granula sekretorik pada apexnya
1 2.
Ductus alveolaris Saccus alveolaris Alveolus
Merupakan tubulus yang langsung berhubungan Paru HE dengan duktus alveolaris dan alveoli. Lapisan mukosa Bagian proksimal: Dilapisi oleh epitel kolumnar simplek rendah atau kuboid simplek bersilia. Bagian distal: Bermuara kedalam dua atau lebih duktus alveolaris. Dilapisi oleh epitel kuboid simplek rendah tanpa silia. Lapisan lamina propria Terdiri dari serat otot polos, serat elastin, dan kolagen, serta pembuluh darah. Pada dindingnya sudah terdapat alveolus yang merupakan ciri khas saluran ini.
Ductus Alveolaris Berupa saluran yang dindingnya terdiri atas alveolus. Pada setiap pintu masuk ke alveol terdapat epitel skuamous simplek. Didalam lamina propria terdapat serat-serat otot polos yang terpotong melintang sehingga tampak sebagai titik-titik kecil (sukar dilihat). Saccus Alveolaris Terdiri atas beberapa alveol yang bermuara bersama membentuk satu ruangan. Alveolus Berupa kantong yang dibatasi oleh sel epitel skuamous simplek yang amat tipis. Bentuk alveolus bulat atau oval. Terdapat sel septal yang merupakan sel epitel berbentuk kuboid.
Referensi: 1. JUNQUEIRA’s Basic Histology: Text & Atlas, 11 edition.
Paru HE
2. Atlas Defiore dengan korelasi fungsional, Edisi 11
LEMBAR KERJA MAHASISWA PRAKTIKUM I Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.