PENYU USUNAN MODEL M P PENDUGA A BERAT T BASAH TEPUNG G SA AGU DUR RI (Metroxxylon rumpphii) DI KABUPAT K TEN SORONG S SELATA AN PROPIINSI PAPU UA BARA AT
YU UNUS YUM MTE
DEPA ARTEMEN N MANAJJEMEN HUTAN H FAKULT TAS KEH HUTANAN N IN NSTITUT PERTAN NIAN BOG GOR 2008
i
ii
RINGKASAN YUNUS YUMTE. Penyusunan Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu Duri (Metroxylon rumphii) di Kabupaten Sorong Selatan Propinsi Papua Barat. Dibimbing oleh SUWARNO SUTARAHARDJA. Penelitian ini berangkat dari fakta bahwa Pulau Papua telah dianggap sebagai pusat keanekaragaman tanaman sagu. Maka informasi yang banyak tentang sifat-sifat atau karakteristik-karakteristik dari tanaman sagu sangat diperlukan untuk menjamin kestabilan dan keberlanjutan pengelolaan hutan sagu di Papua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun model matematika yang dapat digunakan untuk menduga berat basah tepung sagu (kg/pohon) di Kabupaten Sorong Selatan Propinsi Papua Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei tahun 2008 di Kabupaten Sorong Selatan. Jenis sagu yang dijadikan objek penelitian ini adalah Sagu Duri (Metroxylon rumphii). Pohon sagu contoh diambil di Distrik Kais, Teminabuan dan Seremuk. Pohon sagu contoh ini diambil dengan pertimbangan sebaran tempat tumbuh, sebaran diameter dan sebaran tinggi bebas pelepah. Jumlah pohon contoh yang berhasil diukur adalah 52 pohon. 52 pohon contoh tersebut dikelompokan per kelas diameter setinggi dada (Dbh) dengan selang tiap kelasnya adalah 5 cm, dan kelas tinggi bebas pelepah (Tbp) dengan selang tiap kelasnya adalah 5 m. Berdasarkan pada hasil penelitian diketahui bahwa diameter setinggi dada pohon sagu di Kabupaten Sorong Selatan mencapai 64 cm dan tinggi bebas pelepah mencapai 21 m. Hasil produksi basah tepung sagu per pohon berkisar antara 87 – 368 kg dengan rata-rata berat basah tepung sagu 186,68 kg. Bentuk pohon sagu di Kabupaten Sorong Selatan tidak silindris dimana diameter batang bagian tengah lebih besar dari diameter batang bagian pangkal dan bagian ujung. Sehingga volume aktual yang diperoleh dari hasil pengukuran lebih besar dari volume silindris (1/4 µ (D(cm)/100)2 T(m)). Dimana berdasarkan hasil perhitungan diperoleh volume aktual rata-rata pohon contoh adalah 2,635193 m3 sedangkan volume silindris rata-rata pohon contoh adalah 2,169902 m3, dengan volume aktual pohon contoh terbesar mencapai 7,348883 m3. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap 52 pohon contoh ini, juga diperoleh nilai angka bentuk (f) batang sagu sampai batas yang dianggap produktif untuk menghasilkan tepung sagu sebesar 1,26133. Dari total 52 pohon contoh, 35 pohon contoh digunakan untuk tahap penyusunan model dan 17 pohon contoh untuk uji validasi model. Analisis regresi digunakan untuk mendapat model penduga berat basah tepung sagu. Berdasarkan analisis pada tahap penyusunan model dan uji validasi model, diketahui bahwa model Schumacher-Hall (Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874) lebih baik untuk menduga berat basah tepung sagu di Kabupaten Sorong Selatan. Kata kunci : sagu, berat basah, dan model.
iii
ABSTRACT YUNUS YUMTE. The Arrangement of The Fresh Weight Prediction Model of Spiny Sago (Metroxylon rumphii) Starch in South Sorong Regency, West Papua Province. Under supervision of SUWARNO SUTARAHARDJA. The study originated from the fact that Papua Island is considered as the centre of sago palm (Metroxylon spp) diversity. More information on sago palm properties is needed to increase the establishment and sustainable sago palm development in Papua. The objective of this study was to construct the mathematical model to predict the fresh weight of sago starch productions (kg/trunk) in South Sorong Regency. Study was conducted in April to May 2008th in South Sorong Regency. The sago samples were taken from several districts within South Sorong Regency, including Kais District, Teminabuan District, and Seremuk District. Sample trees were chosen with site distribution consideration, diameter classes, and height classes. The sago palm variety that has been chosen as the object of this study was Sagu Duri (spiny sago) or Metroxylon rumphii. A total of 52 sample trees were collected, arranging in breast high diameter classes with interval 5 cm and used length classes with interval 5 m. The result of the study showed that the breast height diameter of sago palms in South Sorong reached 64 cm, and to the length of 21 m. Each sago trunk produced 87 – 368 kg (average 186.68 kg) of fresh starch. Trees form is not cylindrical, where trunk morphology the diameter of middle trunk is bigger than the top and the base, so the actual volume is bigger than the Dbh volume (1/4 µ (D(cm)/100)2 T(m)). Where base on calculating its get average of actual volume 2.635193 m3, while Dbh volume 2.169902 m3. According to this study it’s known that the volume sago trunk in South Sorong can reach 7.348883 m3. Based on the calculation of the 52 sample trees, it was calculated that the (f) falue of sago trunk up to productive level is 1.26133 From the 52 sample; 35 sago palms were chosen to produce model model estimation and 17 sample trees to validate the model. Linear regression analysis is used to obtain the formula of the estimated model. Base on this analyzed we had found that the Schumacher-Hall model (Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874) more relevant to estimated the fresh weight of sago starch production in South Sorong Regency.
Keyword: sago, fresh weight, and model.
iv
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyusunan Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu Duri (Metroxylon rumphii) di Kabupaten Sorong Selatan Propinsi Papua Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Yunus Yumte NRP E14104038
i
KATA PENGANTAR Segala hormat dan puji patut penulis panjatkan bagi Allah Bapa melalui Putra-Nya Yesus Kristus oleh karena kasih dan penyertaan-Nya melalui tuntunan Roh Kudus karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan April–Mei 2008 adalah pengelolaan hutan sagu di Papua, dengan judul Penyusunan Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu Duri (Metroxylon rumphii) di Kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penyelesaian karya ilmiah ini secara baik. Secara khusus ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Ir. Suwarno Sutarahardja, selaku Pembimbing. Selain itu penghargaan penulis disampaikan pula kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong Selatan Propinsi Papua Barat yang telah memberikan izin lokasi penelitian. Kepada Bapak Naftali Fawan, SE, Bapak Yakonias Tigori, SE dan Bapak Karel Murafer, SH yang telah membantu memfasilitasi penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, dan adik tercinta, serta seluruh keluarga dan kerabat atas segala dukungan doa dan kasih sayangnya. Akhirnya semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2008 Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Fak-fak, Papua Barat pada tanggal 30 Juli 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Yakobus Yumte dan Saferia Baru. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Fakfak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggaota Komisi Pelayanan Siswa UKM-PMK IPB tahun 2005-2008 dan Panitia Temu Manajer (TM) Jurusan Manajemen Hutan tahun 2006. Selain di organisasi mahasiswa, penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah (OMDA) Ikatan Mahasiswa Papua - Bogor (IMAPA-Bogor) sebagai anggota tahun 2004-2008 dan sebagai Ketua Panitia Musyawarah Besar IMAPA-Bogor tahun 2007. Selain itu penulis juga pernah melakukan Praktek Kuliah Lapangan (PKL) di PT. BINTUNI UTAMA MURNI WOOD INDUSTRIES (PT. BUMWI) di Pulau Amutu Besar, Kabupaten Teluk Bintuni Propinsi Papua Barat. Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Penyusunan Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu Duri (Metroxylon rumphii) di Kabupaten Sorong Selatan Propinsi Papua Barat, dibimbing oleh Ir. Suwarno Sutarahardja.
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..............................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2 1.3 Manfaat Penelitian .................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3 2.1 Sagu......................................................................................................... 3 2.2 Inventarisasi Hutan Sagu ........................................................................ 7 2.3 Penyusunan Model Penduga Berat Tepung Sagu ................................... 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 11 3.2 Bahan dan Alat ........................................................................................ 11 3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian............................................................... 11 3.3.1 Metode Pengelompokan Data ........................................................ 11 3.3.2 Metode Pengambilan Data ............................................................. 11 3.3.3 Metode Pengolahan Data ............................................................... 12 3.3.4 Metode Analisis Data ..................................................................... 13 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas dan Luas Wilayah.......................................................................... 25 4.2 Karakteristik Wilayah ............................................................................. 26 4.3 Topografi dan Klimatologi ..................................................................... 26
iv
4.3.1 Topografi..................................................................................... 26 4.3.2 Klimatologi ................................................................................. 27 4.4 Geologi .................................................................................................... 27 4.5 Sumber Daya Alam ................................................................................. 27 4.6 Vegetasi Sagu.......................................................................................... 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data Pohon Contoh ................................................................................. 29 5.2 Hubungan Antara Diameter dan Tinggi Bebas Pelepah Pohon Sagu ..... 32 5.3 Penyusunan Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu ........................ 34 5.4 Pemilihan Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu Terbaik .............. 36 5.5 Validasi Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu .............................. 41 5.6 Penentuan Peringkat Gabungan .............................................................. 44 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 46 6.2 Saran ...................................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 48 LAMPIRAN .............................................................................................................. 50
v
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Distribusi luas tanaman Sagu (Metroxylon sp.Rottb) di Indonesia..................... 4 2. Distribusi luas tanaman sagu di Papua ..................................................................... 4 3. Perkiraan luas tanaman sagu dengan kualitas terbaik di Papua .................................. 5 4. Produksi tepung sagu dari Iwaka per bagian batang. ..................................................... 6 5. Tingkat pertumbuhan tanaman sagu (Metroxylon spp)....................................... 8 6. Tahapan pertumbuhan sagu dan fase produksi tepung sagu ............................... 8 7. Analisis keragaman (ANOVA) ........................................................................... 18 8. Sebaran jumlah, jenis dan dimensi pohon contoh pada setiap Distrik ................ 30 9. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter setinggi dada (Dbh) dan sebaran kelas tinggi bebas pelepah (Tbp)di Kabupaten Sorong Selatan ....... 32 10. Analisis keragaman model Spurr ........................................................................ 35 11. Analisis keragaman model Schumacher-Hall ..................................................... 36 12. Analisis keragaman model Stoate ....................................................................... 36 13. Nilai R2, r, Ra2, s dan Fhiutng hasil analisis regresi pada tahap peyusunan model 37 14. Hasil perhitungan nilai sampling error pada masing-masing model penduga. .............. 40 15. Penentuan peringkat model penduga berat basah tepung sagu terbaik berdasarkan kriteria nilai R2, r, Ra2, s dan Fhitung hasil analisis persamaan regresi pada tahap penyusunan model ..................................................................................... 40 16. Nilai bias (e), SA, SR, RMSE dan uji-χ2 (khi-kuadarat/ chi-square) hasil uji validasi model persamaan regresi ................................................................. 42 17. Penentuan peringkat penduga berat basah tepung sagu terbaik berdasarkan kriteria nilai bias (e), SA, SR, RMSE dan uji-χ2 (khi-kuadarat/ chi-square) hasil uji validasi model persamaan regresi ....................................................................... 44 18. Penentuan peringkat gabungan model penduga berat basah tepung sagu terbaik berdasarkan berdasarkan hasil peringkat dari tahap peyusunan model dan tahap validasi model ........................................................................................... 45
vi
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. ”Tumang” tempat menyimpan tepung sagu ........................................................ 12 2. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................................... 25
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Bagan teknik penarikan contoh dengan menggunakan metode Systematic line strip sampling dalam Inventarisasi Potensi Sagu........................ 51 2. Data pohon contoh total, data pohon contoh untuk penyusunan model dan data pohon contoh untuk validasi model ..................................................................... 52 3. Data hasil pengukuran dimensi per-seksi pohon sagu contoh. ............................ 56 4. Hasil pengolahan data pohon contoh dalam tahap penyusunan model dengan menggunakan soft ware Statistika (Minitab. series 14.0) ....................... 67 5. Hasil pengolahan pohon contoh dalam tahap validasi model .............................. 70 6. Tabel berat tepung sagu untuk jenis Metroxylon rumphii di Kabupaten Sorong Selatan .................................................................................................................. 72 7. Gambar kondisi hutan sagu di Kabupaten Sorong Selatan ................................. 75 8. Gambar pengukuran dimensi pohon dan pengukuran berat basah tepung sagu . 79 9. Gambar kegiatan ekstraksi tepung sagu .............................................................. 82
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Sagu (Metroxylon spp) merupakan salah satu sumber karbohidrat yang sangat potensial dan banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat di wilayah timur Indonesia. Pengelolaan hutan sagu termasuk salah satu tujuan pembangunan pertanian dan perkebunan, khususnya dalam usaha penganekaragaman pangan sesuai dengan INPRES No. 20 Tahun 1979. Dewasa ini sagu banyak diperhatikan oleh para ahli, peneliti, perencana, pengambil keputusan (pemerintah) dan pengusaha, karena selain sebagai sumber pangan, sagu menjanjikan banyak harapan untuk dijadikan bahan baku berbagai macam keperluan industri (Haryanto dan Pangloli, 1992). Papua merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kekayaan sagu yang sangat melimpah. Luas hutan sagu di Papua mencapai 1.406.469 ha, atau sekitar 90% dari luas total hutan sagu di Indonesia (BAKORSULTANAL, 1996 dalam Barahima, 2006). Sekitar 30% penduduk Papua mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokoknya (Barahima, 2006). Namun sangat disayangkan keterbatasan informasi tentang sagu mengakibatkan salahnya pengambilan keputusan tentang pengelolaan tegakan sagu secara lestari. Informasi-informasi penting tentang karakteristik sagu dan hal-hal yang berpengaruh terhadap produksi pati (tepung sagu) yang dihasilkan dari pohon sagu merupakan hal mutlak yang harus diketahui dalam mendukung peningkatan pengelolaan sagu yang lebih baik. Gambaran dari kondisi sebenarnya dari potensi sagu dapat digambarkan dalam suatu model matematis (linear dan non linear), sehingga memudahkan dalam menduga potensi yang terkandung dalam suatu tegakan sagu. Model ini merupakan suatu penyederhanaan dari kondisi sebenarnya yang disusun dari peubah-peubah (tinggi bebas pelepah, diameter, dan volume) yang diharapkan mampu menduga potensi tepung sagu (kg/pohon). Dengan demikian target produksi tepung sagu pada suatu tegakan sagu untuk suatu periode dapat diprediksi dengan menggunakan model penduga potensi tegakan sagu.
2
Pengukuran berat tepung sagu merupakan hal yang perlu dilakukan dalam kegiatan pengelolaan pohon sagu untuk mengetahui besar potensi yang dihasilkan oleh sebuah batang sagu. Pengukuran berat tepung sagu umumnya memakan waktu yang cukup lama, karena harus menunggu semua pati/empulur batang selesai diolah menjadi tepung sagu. Sehingga untuk menentukan potensi tepung sagu secara langsung dari suatu tegakan sagu akan memakan waktu yang sangat lama. Selain itu pengukuran berat tepung sagu yang terlalu banyak dan lama kemungkinan memberikan kesalahan pengukuran yang cukup besar. Dengan alasan di atas, maka untuk mendapat berat tepung sagu secara tidak langsung bisa menggunakan suatu model penduga berat tepung sagu. Model ini disusun untuk menentukan berat tepung sagu berdasarkan peubah-peubah yang dapat diukur secara langsung dengan waktu cepat. Model penduga ini dapat berbentuk linear maupun non linear antara produksi tepung basah tepung sagu dengan peubah bebasnya miisalnya diameter setingg dada pohon sagu (Dbh) dan atau tinggi bebas pelepah pohon sagu (Tbp).
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model penduga potensi tepung sagu basah (kg/pohon) di Kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat.
1.3 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi tambahan tentang potensi hutan sagu di Kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat. 2. Menjadi salah satu sumber pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam hal pengelolaan hutan sagu di Kabupaten Sorong Selatan.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sagu Sagu
(Metroxylon
spp)
termasuk
ordo
Sapindiciflorae,
sub-famili
Calamoideae dari famili Palmae. Nama tanaman sagu yang dengan bahasa latin Metroxylon spp, berasal dari 2 (tiga) kata yaitu Metra yang berarti empulur, Xylon yang berarti Xylem dan sagu yang menunjukan kepada pati. Metroxylon sagu berarti tanaman yang menyimpan pati pada batangnya. Sagu merupakan tanaman yang tumbuh di daerah berair, berbunga hanya sekali, serta toleran terhadap salinitas. Sagu termasuk satu dari beberapa jenis palem yang penting dan telah diolah sejak dahulu kala. Sagu dianggap penting karena memproduksi atau menghasilkan pati (tepung sagu) yang merupakan sumber karbohidrat (Flach, 1983). Menurut Harsanto (1985), secara komersial dikenal tiga jenis sagu yaitu: sagu Ihur (Metroxylon rumphii, Mart.var.Sylvestre, Mart), sagu Tuni (Metroxylon rumphii) dan sagu Molat (Metroxylon sagu, Rottb). Sagu diduga berasal dan Maluku dan Papua, karena itu sagu mempunyai arti khusus sebagai pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga kini belum ada data yang pasti sejak kapan sagu mulai dikenal. Diduga pemanfaatan sagu dikawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan memanfaatkan kurma di Mesopotamia. Tanaman sagu tumbuh di negara-negara Asia Tenggara, Oceania dan Kepulauan Pasifik dan pada semua hutan daerah katulistiwa pada 10O LS dan 10O LU, 90O BT sampai dengan 180O BT dan altitude sampai 1.000 m di atas permukaan laut (Bintoro, 1999). Umumnya sagu tumbuh di daerah dataran rendah hingga ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Habitat sagu adalah rawa, di sekitar daerah sumber air, di sekitar sungai dan di dataran rendah yang lembab. Tanaman sagu juga memiliki kemampuan tumbuh dengan sedikit atau tanpa pemeliharaan serta memiliki kemampuan tumbuh di daerah berair dengan derajat keasaman tanah (pH) antara 3,7
4
sampai 6,5. Sagu tumbuh baik pada suhu diatas 25OC dengan kelembaban mencapai 90% dan radiasi matahari 900 J/cm2/hari. Suhu pada habitat sagu di daerah Sorong Selatan antara 27OC sampai 29OC dengan kelembaban relatif 84,3% dan curah hujan 4.365 mm/tahun. Distribusi tanaman sagu di Indonesia tidak merata di semua daerah. Tanaman sagu liar kebanyakan ditemukan di daerah “Molucas” seperti di Sulawesi, Maluku dan Papua. Secara jelas distribusi tanaman sagu di Indonesia dan Papua disajikan pada tabel-tabel berikut ini: Tabel 1 Distribusi luas tanaman Sagu (Metroxylon sp.Rottb) di Indonesia No Pulau Daereh Luas (ha) 36.670 Papua Jayapura 342.273 Merauke 21.537 Membramo 25.133 Sarmi, Waropen dan Biak 1 6.137 Pulau Salawati 86.237 Bintuni-Manokwari 489.642 Inanwatan-Sorong 389.840 Fak-fak 19.494 Maluku Seram 9.610 Halmahera 2.235 2 Bacan 848 Buru 9.762 Pulau Aru Sulawesi Sulawesi Selatan 8.159 Sulawesi Tengah 13.981 3 Sulawesi Utara 23.400 4 5 6
Sumatera Kalimantan Jawa
Dataran rendah Indragiri, Bengkalis, Riau Kepulauan Kalimantan Barat sampai dengan selatan Tenggara Jawa Barat
Jumlah (ha) 1.406.469
41.949
45.540
2.795
2.795
2.795
2.795
292
292
Total
1.528.917
Sumber : Pusbanijasig, BAKORSURTANAL (1996), dalam Barahima (2006) Tabel 2 Distribusi luas tanaman sagu di Papua No Daerah
Luas (ha)
(1)
(2)
(3)
1
Waropen Bawah
40.022
2
Sarmi
17.679
5
(1)
(2)
(3)
3
Agats dan Kasuari
368.240
4
Inanwatan
374.500
Total
800.441
Sumber : Henanto (1992) dalam Matanubun dan Maturbongs (2005) Tabel 3 Perkiraan luas tanaman sagu dengan kualitas terbaik di Papua No
Daerah
Hutan Sagu Alam (ha)
Hutan Sagu Tanam (ha)
1
Bintuni
300.000
2.000
2
Papua Barat
400.000
-
3
Papua Selatan
350.000
2.000
4
Daerah Lain
150.000
10.000
1.200.000
14.000
Total
Sumber : Flach (1997) dalam Matanubun dan Maturbongs (2005)
Sedangkan total luasan hutan sagu menurut Laporan Pemerintah Propinsi Papua Tahun 2003 adalah 4.013.470 ha dan menyebar di kabupaten Merauke (3.569.130ha), Fak-fak (389.840 ha), Manokwari (11.330 ha), Biak Numfor (6.500 ha) dan Jayapura (36.670 ha). Dari total luasan di atas 14.000 ha atau sekitar 0,34% merupakan hutan sagu tanam yang dikelola masyarakat secara tradisional. Pusat Penelitian Ubi-Ubian dan Sagu, Universitas Negeri Papua (PPUSUNIPA, 2004 dalam Matanubun dan Maturbongs, 2005) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat dan survey lapangan total areal hutan di beberapa lokasi di Papua adalah sekitar 681.691,03 ha. Hasil menunjukan bahwa sekitar 255.482,15 ha sagu terdapat di daerah Waropen, 149.778,42 ha terdapat di daerah Sorong Selatan dan sekitar 398.083,31 ha di daerah Jayapura. Menurut Deinum (1948) dalam Barahima (2006) tanaman sagu yang tumbuh secara alami dapat dipanen pada umur 12 tahun. Sedangkan Flach (2005) menyatakan bahwa tanaman sagu pada tanah organik umurnya lebih lama yaitu 15 sampai 17 tahun, sedangkan pada tanah rawa umur panen 8 sampai 10 tahun. Pada umur panen tanaman sagu dapat mencapai tinggi 15–20 meter dengan diameter batang antara 35–50 centimeter pada bagian pangkal atas dan diameter antara 50–60 centimeter
6
pada bagian ujung. Dengan rata-rata berat per pohon mencapai 1 ton (Bintoro, 1999). Dan menurut Flach (1983) berat batang sagu bervariasi antara 800–1.250 kg. Berdasarkan hasil penelitian terhadap produksi sagu Iwaka di Timika Papua, ditemukan hasil seperti disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 4 Produksi tepung sagu dari Iwaka per bagian batang. No Batang I
Bagian Batang Ujung Tengah Pangkal Jumlah/Rata-rata Ujung Tengah Pangkal Jumlah/Rata-rata Ujung Tengah Pangkal Jumlah/Rata-rata
II
III
Total/rata-rata
Panjang Batang (cm)
Diameter (cm)
Produksi Tepung Sagu (kg)
250 250 250 750 320 320 320 960 267 267 267 801 837
54 45 42 46,67 56 53 44 51,67 56 48,5 40,5 48,33 48,89
29,53 22,25 25,55 77,33 40,88 32,17 34,19 107,24 6,73 12,60 6,86 26,19 70,25
Sumber : Istalaksana dkk (1999) Komposisi
batang sagu menurut Flach (1983) mangandung 25,7 – 32%
bagian kulit/cortex. Empulur sagu (pith core) berkisar antara 643 – 850 kg, atau sekitar 68 – 70% dari komposisi batang sagu. Dengan kandungan pati 20,2 – 21,8%, kadar air (KA) berkisar antara 50 – 66% serta sisanya berupa serat kasar berkisar antara 13,8 – 21,8%. Dihitung berdasarkan berat kering, pati pada sagu dapat mencapai 54 – 60%. Pati sagu dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, bahan baku industri dan produk sampingan. Pati sagu sebagai sumber pangan telah sejak dahulu diusahakan pada sebagian daerah di Indonesia Timur seperti Papua, Maluku dan Sulawesi. Menurut Departemen Kesehatan (1992), komposisi kandungan gizi dalam tepung sagu yaitu: kalori = 357 cal, protein = 1,40 g, lemak = 0,20 g, karbohidrat = 85,90%, kalsium = 15,00 mg, besi = 1,40 mg dan vitamin = 0,01 mg.
7
2.2 Inventarisasi Hutan Sagu Society of American Forester (1958) dalam Davis (1966) menggunakan istilah ”forest survey” yang didefinisikan sebagai kegiatan inventarisasi lahan hutan untuk mengetahui areal, kondisi hutan, volume kayu, dan speseis-spesies di dalamnya, untuk tujuan khusus seperti jual-beli kayu, pengelolaan hutan, atau sebagai dasar kebijakan dan penyusunan program-program kehutanan. Sebagai salah satu bagian kegiatan penting dalam perencanaan hutan, kegiatan inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam perencanaan hutan. Inventarisasi hutan adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data serta informasi tentang sumberdaya, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara lengkap. Adalah hal yang mutlak bahwa pengelolaan areal hutan secara berkelanjutan membutuhkan jumlah informasi yang besar dan kekontinyuan dari beragam informasi. Ini adalah kenyataan untuk beberapa pengurusan hutan dan juga untuk produksi kayu serta produk hutan bukan kayu. Dalam pengertian ini inventarisasi hutan adalah usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Dalam kegiatan inventarisasi hutan sagu, beberapa informasi penting yang perlu diketahui adalah tingkat pertumbuhan dan fase produksi tepung. Informasi tentang tingkat pertumbuhan sagu dan fase produksi tepung sagu (aci) disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Adapun data yang dikumpulkan dalam kegiatan inventarisasi sagu mencakup: data pokok dan data penunjang. Data pokok yang dikumpulkan yaitu: nama jenis-jenis sagu, potensi sagu setiap jenis, potensi sagu seluruh jenis dan potensi permudaan. Sedangkan data penunjang yang perlu dikumpulkan meliputi: keadaan bio-fisik daerah (letak, luas, topografi, goelogi dan tanah, iklim, fungsi hutan, flora dan fauna yang lindungi, dan lain-lain), dan data keadaan penduduk, perhubungan serta perekonomian. Dalam inventarisasi potensi sagu, metode pengambilan contoh yang baik untuk digunakan adalah “systematic line strip sampling” dengan lebar jalur 20 meter dan intensitas sampling 2% (jarak antar jalur 1 km). Metode ini memanfaatkan
8
kondisi alam berupa sungai dan garis pantai sebagai base line. Jalur ukur untuk pengukuran contoh dibuat memotong kontur. Secara sederhana skema penarikan contoh dengan metode systematic line strip sampling disajikan pada Lampiran 1 (Anonim, 1999). Tabel 5 Tingkat pertumbuhan tanaman sagu (Metroxylon spp) No 1 2 3 4
Tingkat pertumbuhan Semai (seedling) Pancang (sapling) Tiang (pole) Pohon (tree)
Tinggi batang bebas pelepah (m) ≤ 0,5 > 0,5 – 1,5 > 1,5 – 5,0 > 5,0
Sumber : Harsanto (1985) Tabel 6 Tahapan pertumbuhan sagu dan fase produksi tepung sagu No 1
Tahapan Pertumbuhan Tunas
Periode Pertumbuhan (tahun) 1.0
Keterangan
Anakan masih menempel pada pohon induk, berdauan 2 atau lebih 2 Anakan 1.0 – 1.5 Anakan masih menempel pada pohon induk tetapi sudah mempunyai system perakaran sendiri dan dapat dipisahkan dari pohon induk untuk ditanam 3 Sapihan 1.5 – 2.5 Anakan telah tumbuh secara mandiri dan telah membentuk pelepah keras. Pada tingkat ini telah terbentuk system perakaran yang kuat dan sukar dipisahkan 4 Belum Masak 6.0 Pohon muda telah terbentuk batang tetapi belum Tebang (BMT) berjantung, daun pada pucuk mulai memendek, duri daun hampir seluruhnya hilang dan sebagian dari pelepah daun putus serta deretan duri pada pelepang hilang 5 Masak Tebang Jantung mulai keluar sampai mulai berbuah, (MT) seluruh pelepah daun sudah menguning 6 Lewat Masak Selubung jantung mulai pecah dan keluar tungkai Tebang (LMT) bunga seperti buah sirih dan seluruh buah berbentuk tanduk rusa Sumber : Sjachrul (1993), dalam Bintoro (1999)
2.3 Penyusunan Model Penduga Berat Tepung Sagu Menurut Harsanto (1985) pengukuran berat tepung sagu merupakan hal yang perlu dilakukan dalam kegiatan pengelolaan pohon sagu untuk mengetahui besar potensi yang dihasilkan oleh sebuah batang sagu. Pengukuran berat tepung sagu
9
umumnya memakan waktu yang cukup lama, karena harus menunggu semua pati/empulur batang selesai diolah menjadi tepung sagu. Sehingga untuk menentukan potensi tepung sagu secara langsung dari suatu tegakan sagu akan memakan waktu yang sangat lama. Selain itu pengukuran berat tepung sagu yang terlalu banyak dan lama, kemungkinan memberikan kesalahan pengukuran yang cukup besar. Dengan alasan diatas, maka untuk mendapat berat tepung sagu secara tidak langsung bisa menggunakan suatu model penduga berat tepung sagu. Model ini disusun untuk menentukan berat tepung sagu berdasarkan peubah-peubah yang dapat diukur secara langsung dengan waktu cepat. Berat tepung sagu pada fase produksi masak tebang memilki hubungan yang nyata dengan volume batang sagu-nya. Sedangkan volume batang sagu dapat diduga secara langsung dengan menggunakan peubah diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah dari pohon sagu. Sehingga untuk penentuan berat tepung sagu, dapat menggunakan peubah diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah pohon sagu. Selanjutnya berat tepung sagu dapat ditentukan secara tidak langsung berdasarkan diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah batang sagu. Dengan adanya model penduga berat maka pengukuran berat tepung sagu secara langsung tidak diperlukan. Untuk menyusun model penduga berat tepung sagu, perlu dilakukan pengukuran secara langsung terhadap pohon contoh. Pohon model dipilih secara purposive dengan memperhatikan jenis, sebaran diameter, sebaran tinggi bebas pelepah, sebaran tempat tumbuh, serta pohon contoh yang dipilih adalah pohon pada fase produksi tepung masak tebang yang pertumbuhannya baik dan sehat. Diameter dan tinggi bebas pelepah dapat diukur langsung, sedangkan untuk berat tepung sagu diukur dengan cara menimbang tepung sagu yang telah diekstrak dari batangnya. Menurut Somantri dan Muhidin (2006) prinsip umum yang harus dipegang oleh siapa saja yang bermaksud menghimpun data statistika ialah waktu, tenaga, biaya dan alat yang sehemat mungkin dapat dihimpun data yang lengkap, tepat, dan dapat dipercaya. Hasil pengukuran diatas selanjutnya akan dianalisis untuk mengetahui sejauh mana model-model tersebut dapat diandalkan untuk menduga berat tepung sagu.
10
Analisis regresi adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengambil keputusan terkait dengan model diatas. Tingkat ketepatan dan ketelitian sebuah model berkaitan erat dengan besar kecilnya bias. Semakin tinggi bias, maka kesalahan yang dihasilkan dari model semakin besar. Bias berkorelasi positif dengan banyaknya contoh maka untuk memperkecil bias, contoh yang diambil harus banyak, langkap dan teliti (Sutarahardja, 1999).
11
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan April–Mei 2008. Kegiatan pengambilan data dilakukan di Distrik Kais, Seremuk dan Teminabuan Kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: peta Kabupaten Sorong-Selatan dan data hasil surfei potensi sagu Papua tahun 2005. Sedangkan alat yang digunakan antara lain : alat tulis, meteran besi, pita ukur, timbangan berat, tally sheet, perangkat keras PC (Personal Computer), Software Minitab 14, MS Excel 2003, Ms Word 2003 dan alat hitung berupa kalkulator. 3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian 3.3.1 Metode Pengelompokkan Data 1. Mengelompokkan data pohon contoh berdasarkan fase produksi tepung sagu. 2. Mengelompokkan data semua pohon contoh (tinggi batang bebas pelepah > 5 m) kedalam beberapa kelas diameter dengan interval 5 cm, beberapa kelas tinggi dengan interval 5 m dan sebaran tempat tumbuh 3. Mengelompokkan data menurut jenis pohon sagu. Jumlah pohon sagu contoh diambil sebanyak minimal 30 pohon yang tersebar menurut kelas diameter, kelas tinggi dan menurut sebaran tempat tumbuh. 4. Pengukuran dilakukan pada pohon sagu dengan fase produksi tepung sagu telah masak tebang. 3.3.2
Metode Pengambilan Data Teknik pengambilan pohon contoh untuk penyusunan model dilakukan secara
purposive dengan pertimbangan sebaran diameter pohon, sebaran kelas tinggi dan
12
sebaran tempat tumbuh (berbatasan dengan mangrove, pada hutan rawa dan pada areal yang berbatasan langsung dengan daratan). Karena pada umumnya tanaman sagu tumbuh di daerah yang datar dengan batang yang tegak lurus, sehingga tinggi bebas pelepahnya dianggap sama dengan panjang batang produktif yang diambil tepung sagunya. Maka pengukuran panjang batang produktif dianggap merupakan pengukuran tinggi bebas pelepah. 3.3.3
Metode Pengolahan Data
3.3.3.1 Perhitungan Volume Per Seksi (Vs) Menghitung volume per seksi semua pohon contoh dalam kelompok data dengan menggunakan rumus Smalian, yaitu: VS =
(G + g ) ) L 2
dimana: Vs = volume seksi batang (m3) G = luas bidang dasar pangkal seksi batang (m2) g = luas bidang dasar ujung seksi batang (m2) L = panjang seksi batang (m) Sedangkan volume aktual pohon (Vai) dihitung dengan cara menjumlahkan volume batang per seksi.
Tumang
Gambar 1 ”Tumang” tempat menyimpan tepung sagu
13
3.3.3.2 Mengukur Berat Basah Tepung Sagu (Kg/pohon) Untuk mendapatkan berat basah dari tepung sagu, maka dilakukan kegiatan penebangan dan ekstraksi. Hasil ekstraksi tepung sagu biasanya disimpan dalam ”tumang”. Pengukuran berat basah tepung sagu dilakukan dengan menimbang ”tumang” yang berisi tepung sagu basah hasil ekstraksi. ”Tumang” merupakan tempat untuk menyimpan hasil ekstraksi tepung sagu basah yang biasanya terbuat dari daun sagu (gambar 1).
3.3.4
Metode Analisis Data Pada pekerjaan ini pendugaan potensi produksi tepung sagu (Ws) dapat secara
langsung menggunakan peubah-peubah yang dapat diamati dan diukur langsung dilapangan. Peubah-peubah yang digunakan untuk menduga potensi produksi tepung sagu (Kg/pohon) diantaranya adalah : •
Tinggi bebas pelepah(Tbp);
•
Diameter setinggi dada (Dbh);
Secara matematis hubungan fungsinya dapat dinyatakan sebagai berikut: Ws = f (Tbp , Dbh) Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam rangka mendapatkan model penduga berat basah tepung sagu (kg/pohon) atau kunci penafsiran dalam bentuk numerik (persamaan regresi) yang benar-benar dapat dipercaya. Analisis statistika pembangunan model regresi dilakukan dengan tahap sebagai berikut: 3.3.4.1 Hubungan antara diameter setinggi dada dengan tinggi bebas pelepah Hubungan antara diameter setinggi dada (Dbh) dengan tinggi bebas pelepah (Tbp) merupakan asumsi dasar dalam menilai seberapa erat hubungan antara diameter setinggi dada dengan tinggi bebas pelepah pohon sagu. Dimana apabila terdapat hubungan yang erat antara diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah, maka penyusunan model penduga berat tepung sagu dapat menggunakan satu peubah bebas saja (Dbh atau Tbp). Besarnya keeratan hubungan antar dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r):
14
r=
di mana : x y
Cov xy (varx . vary )
: tinggi bebas pelepah : diameter setinggi dada
covxy : (Σxy-(ΣxΣy)/n)/n-1 varx
: (Σx2-(Σx)2/n)/n-1
vary
: (Σy2-(Σy)2/n)/n-1
Hubungan linear sempurna terdapat antara y dan x dalam contoh, apabila r = +1 atau r = -1. Apabila r mendekati + 1 atau -1, hubungan antara kedua peubah itu kuat dan berarti terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. 3.3.4.2 Pengujian koefisien korelasi Dalam pengujian ini dilakukan perhitungan koefisien korelasi dari kedua peubah (r) sebagai penduga koefisien korelasi populasinya (ρ). Apabila r = 0 maka besar kemungkinan untuk menyimpulkan ρ = 0 dan apabila r mendekati + 1 atau – 1, hal tersebut mencirikan bahwa ρ ≠ 0. Suatu uji untuk menyatakan kapan r berada cukup jauh dari nilai ρ adalah melalui pengujian koefisien korelasi dengan uji Z-Fsiher (Walpole dan Myers, 1993). Dalam uji Z-Fisher ini dilakukan transformasi nilai-nilai r dan ρ kedalam Z-Fisher. Mangacu pada penyusunan tabel volume pohon, Sutarahardja (1982) dalam Sutarahardja (2008) mensyaratkan bahwa nilai ρ harus lebih besar dari 0,701 atau ρ > 0,701 yang berarti pada nilai ρ > 0,7 hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon dianggap cukup kuat. Dimana jika ρ > 0,701 artinya ρ2 > 50%. Hubungan yang kuat dengan ρ2 > 50% menjamin bahwa sekurang-kurangnya 50% keragaman volume pohon yang disebabkan oleh keragaman tinggi pohon dapat dicakup oleh pengaruh keragaman diameter pohon. Sehingga hipotesis yang digunakan dalam pengujian transformasi Z-Fisher ini adalah: Ho : ρ = 0,701 Hi : ρ > 0,701
15
•
Menghitung nilai trasformasi Z-Fisher dari nilai koefisien korelasi populasi (ρ) dan koefisien korelasi contoh (r): Zρ = 0,5 ln{(1 + ρ)/(1 – ρ)} Zr = 0,5 ln{(1 + r)/(1 – r)}
•
Menghitung simpangan baku dari hasil transformasi Z-Fisher: σZr = 1/√(n – 3)
•
Kriterium uji dalam pengujian transformasi Z-Fisher: Z-Hitung = (Zr – Zρ)/ σZr
•
Kaidah keputusan adalah: Jika Zhitung > Ztabel, maka terima H1 dan tolak H0. Artinya pada keadaan ini model penduga berat basah tepung sagu dengan menggunakan satu peubah bebas (Dbh) layak disusun. Jika Zhitung ≤ Ztabel, maka terima H0 dan tolak H1. Artinya pada keadaan ini model penduga berat basah tepung sagu dengan menggunakan satu peubah bebas (Dbh) tidak layak disusun. Oleh karena ini penyusunan model penduga berat basah tepung sagu harus menggunakan dua peubah bebas (Dbh dan Tbp).
3.3.4.3 Penyusunan model penduga Penetapan bentuk model penduga berat basah tepung sagu yang akan dibangun, apakah berbentuk linear (sederhana dan berganda) atau berbentuk non linear, maka perlu dibuat suatu diagram tebar dari pohon contoh yang diambil. Berdasarkan diagram tebar tersebut, maka dapat dipilih model penduga potensi produksi tepung sagu yang dimaksud model-model penduga volume pohon menurut Spurr (1952) adalah antara lain: 1. Model Berkhout
: Ws = a Dbhb
2. Model Kopezky-Gehrhardt
: Ws = a + bDbh2
3. Model Horenald-Krenn
: Ws = a + bDbh + cDbh2
4. Model Spurr
: Ws = a (Dbh2Tbp)b
5. Model Schumacher-Hall
: Ws = a Dbhb Tbpc
6. Model Stoate
: Ws = a + bDbh2 + cDbh2Tbp + dTbp
16
Dimana: Ws
: berat basah tepung sagu (kg)
Dbh
: diameter setinggi dada pohon sagu (cm)
Tbp
: tinggi bebas pelepah pohon sagu (m)
a,b,c,d : konstanta regresi Model-model tersebut diatas dapat dibuat menjadi model-model regresi linear melalui transformasi logaritmis maupun tanpa transformasi logaritmis. Bentuk persamaan Berkhout, Spurr dan Schumacher-Hall ditransformasi menjadi bentuk persamaan logaritmis. Sedangkan persamaan Kopezky-Gehrhardt, HorenaldKrenn, dan Stoate karena telah dalam bentuk persamaan linear, sehingga tidak dilakukan transformasi kedalam bentuk persamaan logaritmis. Sehingga model-model yang akan dibentuk menjadi: •
Model Berkhout : Ws = a Dbhb ; transformasi logaritmis menjadi : Log Ws = Log a + b Log Dbh
•
Model Kopezky-Gehrhardt
: Ws = a + bDbh2
•
Model Horenald-Krenn
: Ws = a + bDbh + cDbh2
•
Model Spurr : Ws = a (Dbh2Tbp)b; transformasi logaritmis menjadi : Log Ws = Log a + b Log (Dbh2Tbp),
•
Model Schumacher Hall : Ws = a Dbhb Tbpc ; transformasi logaritmis menjadi Log Ws = Log a + b Log Dbh + c Log Tbp,
•
Model Stoate
: Ws = a + bDbh2 + cDbh2Tbp + dTbp
Dari model-model linear tersebut diatas, maka bentuk model regresi linear yang akan diperoleh adalah: •
Model Berkhout
•
Model Kopezky-Gernhart : Yi = β0 + β1Xi + εi
•
Model Horenald-Krenn
: Yi = β0 + β1Xi + εi : Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + εi
17
•
Model Spurr
•
Model Shumacher- Hall : Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + εi
•
Model Stoate
: Yi = β0 + β1Xi + εi : Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3X3i + εi
Dimana : Yi
= nilai peubah tak bebas pada pengamatan ke-i
Xi, X2i dan X3i = nilai peubah bebas pada pengamatan ke-i β0
= koefisien elevasi atau intersept
β1, β2, dan β3
= koefisien arah regresi
εi
= galat/sisa
β0, β1, β2, dan β3 adalah parameter populasi yang nilainya tidak diketahui sehingga diduga dengan menggunakan pohon contoh terpilih. Dimana intersept (β0) akan diduga b0, dan bi ( i = 1, 2, dan 3) adalah penduga bagi koefisien regresi (β1, β2, dan β3) serta ei merupakan penduga bagi galat/sisaan (εi) . Sehingga model-model penduga yang akan dibentuk adalah: •
Model Berkhout
•
Model kopezky-gernhart : yi = b0 + b1xi + ei
•
Model Harold-Krenn
: yi = b0 + b1x1i + b2x2i + ei
•
Model Spurr
: yi = b0 + b1xi + ei
•
Model Shumacher- Hall : yi = b0 + b1x1i + b2x2i + ei
•
Model Stoate
: yi = b0 + b1xi + ei
: yi = b0 + b1x1i + b2x2i + b3x3i + ei
Untuk menganalisis bentuk-bentuk persamaan regresi diatas maka perlu dicari besarnya nilai-nilai koefisien regresi dari masing-masing bentuk persamaan diatas. •
Penyusunan model penduga dengan satu peubah bebas Model persamaan regresi linearnya: Yi = β0 + β1Xi + εi yang diduga oleh
yi = b0 + b1xi + ei
Nilai koefisien elevasi dan koefisien regresi (Walpole dan Myers, 1993): n ⎛ n ⎞⎛ n ⎞ n ∑ xi yi − ⎜ ∑ xi ⎟⎜ ∑ yi ⎟ ⎝ i =1 ⎠⎝ i =1 ⎠ b1 = i =1 2 n ⎛ n ⎞ 2 n ∑ xi − ⎜ ∑ xi ⎟ i =1 ⎝ i =1 ⎠
dan
b0 = y − b1 x
18
•
Penyusunan model penduga dengan dua atau tiga peubah bebas Model persamaan regresi linearnya: Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3X3i + εi yang diduga oleh: yi = b0 + b2x1i + b2x2i + b3x3i +ei Nilai koefisien elevasi dan koefisien regresi (Walpole and Myers, 1993): b = ( X ' X ) −1 X ' Y , Dimana:
⎡b0 ⎤ ⎡ ⎢ ⎥ ⎢n ⎢ ⎥ ⎢ ⎢b1 ⎥ ⎢n ⎢ ⎥ ⎢∑ x1i i =1 ⎥ ⎢ , (X ' X ) = ⎢ n b= ⎢ ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢∑ x 2 i ⎢b2 ⎥ ⎢ i =1 ⎢ ⎥ ⎢n ⎢ ⎥ ⎢∑ x3i ⎢⎣b3 ⎥⎦ ⎣ i =1
n
n
∑ x1i
∑ x 2i
i =1
n
i =1
n
∑x i =1
∑x
2 1i
i =1
n
∑x i =1
n
x
2 i 1i
n
∑x i =1
1i
∑x i =1
x 2i
2 2i
n
x
3i 1i
∑x i =1
3i
x 2i
⎤ ⎡n ⎤ x ∑ 3i ⎥ ⎢∑ y i ⎥ i =1 ⎥ ⎢ i =1 ⎥ n ⎥ ⎢n ⎥ x1i x3i ⎥ ∑ ⎢∑ x1i y i ⎥ i =1 ⎥ ⎥ and ( X ' Y ) = ⎢ i =1 n ⎥ ⎢n ⎥ x 2 i x 3i ⎥ ∑ ⎢∑ x 2 i y i ⎥ i =1 ⎥ ⎢ i =1 ⎥ n n ⎥ ⎢ ⎥ x32i ⎥ ⎢ ∑ x 3i y i ⎥ ∑ i =1 ⎦ ⎣ i =1 ⎦ n
Untuk pengujian persamaan regresi dilakukan dengan analisis keragaman (ANOVA) seperti pada Tabel 7 berikut ini : Tabel 7 Analisis keragaman (ANOVA) Derajat bebas (db) Dbregresi(p-1)
Jumlah Kuadrat (JK) JKRegresi
Kuadrat Tengah (KT)
Fhitung
KTRegresi
KTR/KTS
2. Kesalahan Percobaan (sisa
Dbsisa (n-p)
JKSisa
KTSisa
3. Total
Dbttotal (n-1)
Sumber Keragaman (SK) 1. Regresi
Ftabel (α=5%)
JKTotal
dimana : p = jumlah peubah; n = jumlah contoh pengamatan lapangan; F0,05 = F pada tingkat kepercayaan 5 %.
Untuk melihat hubungan antara peubah bebas (x) dengan peubah tak bebas (y) dalam persamaan regresi tersebut diatas, serta untuk menguji kebaikan model yang dibentuk, maka beberapa parameter yang perlu dihitung pada tahap penyusunan model ini antara lain:
19
1) Koefisien Determinasi (R2) dan koefisien (r) korelasi Nilai R2 dan r dapat dihitung dengan rumus (Draper dan Smith, 1992): R2 =
( JK regresi ) JK total , terkoreksi untuk rataan Y
dan r = R 2
Perhitungan nilai koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (r) adalah untuk melihat tingkat keeratan hubungan antara peubah bebas dan peubah tidak bebas. Semakin besar nilai R2 dan r akan semakin besar total keragaman yang dapat diterangkan oleh regresinya, berarti bahwa regresi yang diperoleh makin baik. 2) Koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) Nilai Ra2 dapat dihitung dengan rumus (Draper dan Smith, 1992): Ra 2 = 1 − dimana:
JKS
( JKS ) /(n − p) x 100% ( JKTT ) /(n − 1) = jumlah kuadrat sisa
JKTT = jumlah kuadrat total terkoreksi (n – p) = derajat bebas sisaan (dbs) (n – 1) = derajat bebas total (dbt) Keterandalan hasil perhitungan Ra2 dengan hasil R2 memiliki ketentuan yang sama. Perhitungan Ra2 ini dimaksudkan untuk menambah keyakinan dalam penerimaan model terbaik. Kelebihan Ra2 ini dapat membandingkan keterandalan model-model yang memiliki banyak peubah bebas yang berbeda. 3) Perhitungan simpangan baku (s) dengan rumus (Draper dan Smith, 1992): s = s2 =
dimana : s2
JKS (n − p)
= kuadrat tengah sisaan
JKS = jumlah kuadrat sisa (n – p) = derajat bebas sisaan (dbs)
20
Hasil perhitungan simpangan baku ini menunjukkan tingkat ketelitian penduga model. Semakin kecil nilai simpangan bakunya, maka model penduga yang disusun semakin teliti. 4) Kesalahan Sampling Dalam pendugaan dengan menggunakan contoh akan mengahasilkan kesalahan yang disebut sebagai kesalahan sampling atau kesalahan dalam pengambilan contoh (sampling error), yang besarnya dinyatakan dalam persen (%). Kesalahan sampling dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Sutarahardja, 1999):
SE =
t (α / 2,df ) S y y
x 100%
Dimana : SE = Sampling Error S y = simpangan baku rata-rata model penduga berat tepung sagu
y = rata-rata penduga berat basah tepung sagu 5) Keberartian persamaan regresi Untuk menerangkan mengenai keberartian dari suatu persamaan regresi, yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan regresi yang nyata atau tidak nyata antara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya. Dilakukan uji signifikansi (Uji-F) dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel pada tingkat nyata (α) tertentu. •
Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : βi = 0
hubungan regresi tidak nyata
H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi ≠ 0
hubungan regresi nyata
(i = 1,2,….,p), dengan p = banyaknya peubah bebas •
Kriterium uji adalah: Fhitung = KTR/KTS dimana: KTR = kuadrat tengah regresi KTS = kuadrat tengah sisaan
21
•
Kaidah keputusan adalah Jika Fhitung
> Ftabel
Tolak H0 dan Terima H1
≤ Ftabel
Terima H0 dan Tolak H1
Menurut Draper dan Smith (1992), apabila Fhitung > Ftabel pada taraf nyata 5% dan taraf nyata 1%, maka H0 ditolak, artinya sedikitnya ada satu peubah bebas yang mempengaruhi peubah tidak bebas, sehingga persamaan regresi yang diuji dapat diterima. 6) Menentukan peringkat model terbaik pada tahap penyusunan model Dari hasil penentuan peringkat berdasarkan hasil R2, r, Ra2, s dan UjiF, langkah selanjutnya adalah memberikan peringkat kepada model-model untuk selanjutnya dipilih menjadi model terbaik. 3.3.4.4 Validasi model
Apabila dari hasil uji ANOVA sebelumnya menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan dapat diterima dan koefisien determinasinya (R2) cukup kuat, serta nilai simpangan baku regresi (s2) yang dihasilkan kecil, maka model regresi tersebut belum dapat digunakan sebelum dilakukan uji validasi. Uji validasi model dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang performasi model penduga berat basah tepung sagu yang telah disusun dan dianggap baik pada tahap penyusunan model sebelumnya. Dalam validasi ini akan diperlihatkan keakuratan hasil dari model penduga berat basah tepung sagu yang telah disusun dan dianggap baik, apakah hasilnya berbeda nyata dengan berat basah tepung sagu yang aktualnya atau tidak berbeda nyata. Untuk pengujian validasi model, dapat dilihat dari pengujian fakta-fakta berikut: 1) Bias Bias (e) merupakan selisih antara nilai harapan dengan parameternya. Makin tinggi bias, maka kesalahan makin besar. Bias dapat terjadi karena kesalahan yang disebabkan oleh alat ukur, pengukur, dan kesalahan metode sampling (Sutarahardja, 1999). Untuk menghitung nilai bias relatif dapat menggunakan rumus berikut:
22
⎡ n ⎛ ⎛ (W − Wai ) ⎞ ⎞⎤ ⎟⎥ x 100% ⎟⎟ e = ⎢∑ ⎜⎜ ⎜⎜ i ⎟ n Wa i ⎠ ⎠⎦⎥ ⎣⎢ i =1 ⎝ ⎝ dimana: Wi
= berat basah tepung sagu dugaan pohon ke-i yang diperoleh dengan menggunakan persamaan penduga berat
Wai = berat basah tepung sagu pohon ke-i dari pohon contoh untuk uji validasi n
= jumlah pohon contoh dalam kelompok data validasi model
2) Ketelitian Menurut Sutarahardja (1999), tingkat ketelitian (accuracy) merupakan maksimum penyimpangan antara statistik dengan parameter pada tingkat nyata atau tingkat kepercayaan tertentu, yang diukur oleh besar kecilnya ragam. Menurut Brush dalam Husch (1963), tingkat keakuratan suatu model dapat ditentukan oleh besarnya nilai Simpangan Rata-Rata (SR) dan Simpangan Agregatif (SA) yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus: n ⎡ n ⎤ ⎢ ∑ Wi − ∑ Wai ⎥ ⎥ SA = ⎢ i =1 n i −1 ⎢ ⎥ Wi ∑ ⎢⎣ ⎥⎦ i =1
n
SR = ∑ [((W i−Wai / Wi ) / n )]x100% i =1
Menurut Spurr (1952), Simpangan Agregatif (SA) merupakan selisih antara jumlah berat basah tepung sagu dugaan (Wi) yang diperoleh berdasarkan model penduga dengan berat basah tepung sagu aktual (Wai), terhadap berat basah tepung sagu dugaan (Wi). Suatu model dikatakan baik apabila mempunyai nilai SA yang berkisar dari -1 sampai +1. Sedangkan Simpangan Rata-Rata (SR) adalah rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih antar jumlah berat basah tepung sagu dugaan dan berat tepung sagu aktual, proporsional terhadap jumlah berat basah tepung sagu dugaan. Nilai simpangan rata-rata untuk suatu model yang baik adalah tidak lebih dari 10%.
23
3) Ketepatan Tingkat ketepatan/keseksamaan (precision) adalah berhubungan erat dengan besar kecilnya bias. Untuk menunjukkan ketepatan model dapat digunakan nilai Root Mean Square Error (RMSE), dimana dapat dihitung dengan rumus (Sutarahardja, 2008): n
∑ ((W
RMSE =
i =1
i
− Wai ) / Wa i ) n
2
x 100%
4) Uji validasi model dengan uji-χ2 (khi-kuadrat/ chi-square) Untuk melakukan uji validasi digunakan uji khi-kuadrat/chi-square. Dalam uji ini dibandingkan antara nilai χ2hitung dengan nilai χ2tabel pada taraf nyata α=5%. •
Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : Wi = Wai H1 : Wi ≠ Wai
•
Besarnya nilai χ2hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
χ •
2
hitung
n
(Wi − Wai )2
i =1
Wai
=∑
Kriterium ujinya adalah: Wilayah kritik: χ2hitung < χ2(1-α/2,n-1) dan χ2hitung > χ2(α/2,n-1) Jika χ2hitung berada didalam wilayah kritik maka tolak H0 Jika χ2hitung berada diluar wilayah kritik maka terima H0 Dari pengujian validasi dengan uji khi-kuadrat maka akan diperoleh
apakah nilai-nilai dugaan berat basah tepung sagu yang dihasilkan ”berbeda nyata” atau ”tidak berbeda nyata” dengan nilai berat basah tepung sagu aktualnya pada diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah tertentu. 5) Menentukan peringkat model penduga berat basah tepung sagu yang terbaik pada tahap validasi model.
24
Pemberian peringkat yaitu dengan menjumlahkan peringkat yang diperoleh berdasarkan kriteria nilai bias (e), simpangan agregatif (SA) dan simpangan rata-rata (SR), nilai RMSE serta hasil Uji khi-kuadrat. 3.3.4.5 Penentuan peringkat gabungan
Untuk mendapatkan persamaan terbaik akhir, langkah yang dilakukan adalah menjumlahkan peringkat akhir dari tahap penyusunan model dan tahap validasi model untuk setiap persamaan. Persamaan terbaik adalah persamaan yang memiliki peringkat tertinggi berdasarkan kriteria-kriteria pada tahap penyusunan model dan tahap validasi model.
25
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas dan Luas Wilayah
Kabupaten Sorong Selatan merupakan salah satu Kebupaten di Provinsi Papua Barat dengan ibukota di Teminabuan. Kabupaten Sorong Selatan mnerupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten Sorong pada tahun 2004 bersama beberapa kabupaten lain di Propinsi Papua. Luas wilayah Kabupaten Sorong Selatan ± 29. 811 km2. Secara administratif, letak Kabupaten Sorong Selatan adalah: •
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sorong
•
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Manokwari
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Maluku
•
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sorong
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
26
4.2 Karakteristik Wilayah
Berdasarkan karakteristik wilayah, Kabupaten Sorong Selatan terbagi atas tiga kawasan yaitu kawasan perbukitan, kawasan dataran rendah dan kawasan payau. Adapun beberapa karakteristik wilayah yang dimiliki Kabupaten Sorong Selatan adalah sebagai berikut: 1) Kabupaten Sorong Selatan didiami 3 (tiga) suku besar yakni suku Maybrat, suku Tehit dan suku Imeko. 2) Kabupaten Sorong Selatan diapit oleh kawasan ekonomi Kepala Burung Papua Barat yaitu arah selatan Fak-Fak (Laut Seram) yang mempunyai lintasan dengan Propinsi Maluku, sebelah utara berlintasan dengan Kabupaten Sorong, sebelah Timur berlintasan dengan Kabupaten Manokwari dan sebelah barat berlintasan dengan Kabupaten Sorong. Letak geografis satu lintasan dengan Kabupaten Teluk Bintuni yang memiliki potensi LNG Tangguh. 3) Dataran tinggi memiliki potensi dalam bidang pertanian, batu-batuan, fosfat dan perikanan darat. Dataran rendah memiliki potensi lahan pertanian, perkebunan, hutan dan perikanan. Dataran payau memiliki potensi dalam bidang perikanan dan hutan bakau. 4) Potensi di dalam bidang pariwisata alam, danau, air terjun dan budaya 5) Memiliki lahan yang sangat luas untuk dikembangkan berbagai jenis komoditi agrobisnis dan agroindustri. 4.3 Topografi dan Klimatologi 4.3.1
Topografi
Topografi Kabupaten Sorong Selatan cukup bervariasi terdiri dari dataran tinggi yang merupakan daerah pegunungan dan lereng-lereng (pedalaman ± 65%) serta dataran rendah, air payau dan pantai (± 35%). Penyebaran wilayah tersebut adalah sebagai berikut: a. Dataran tinggi meliputi distrik Ayamaru, Ayamaru Utara, Mare, Aifat, Aifat Timur, Sawiat dan sebagian Aitinyo. b. Dataran rendah meliputi Distrik Teminabuan, Seremuk, Wayer, Moswaren, dan Sebagian Aitinyo.
27
c. Dataran payau meliputi Distrik Inanwatan, Kais, Kokoda dan sebagian Seremuk. 4.3.2
Klimatologi
Sorong Selatan memiliki iklim tropis basah. Suhu udara rata-rata tertinggi mencapai 32oC dan terendah mencapai 27oC, dengan tingkat kelembaban udara ratarata per tahun 80,5%. Curah hujan di daerah Sorong Selatan cukup tinggi terutama pada bulan September sampai dengan Oktober jika dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. 4.4 Geologi
Geologi Kabupaten Sorong Selatan terdapat hamparan galian golongan C seperti batu gunung, batu kali, fosfat, pasir dan tanah. Jenis tanah di Kabupaten Sorong Selatan yaitu Podsolik, Histosol, Organoson/Aluvial dan Podsolik Kelabu. 4.5 Sumber Daya Alam
Kabupaten Sorong Selatan mempunyai hutan yang heterogen dan terdapat beberapa jenis kayu dan hasil hutan lainnya. Potensi sumber daya alam yang ada di Kabupaten Sorong Selatan meliputi sumber daya alam non hayati yaitu air, lahan dan udara, serta sumber daya alam hayati yang terdiri dari flora dan fauna. Sumber daya air berasal dari dalam tanah maupun air tanah dangkal yang tersebar di lereng pegunungan. Potensi bawah tanah yang cukup melimpah, yang sifatnya dinamis sebanding dengan jumlah suplai air pada musim penghujan. Sumber daya lahan berupa hutan 1.822.023 ha, yang terdiri dari hutan lindung 194.565 ha, hutan PPA 46.384, hutan produksi tetap 1.175.236 ha dan hutan produksi yang dikonversi 294.381 ha. 4.6 Vegetasi Sagu
Sekitar 40% dari vagetasi sagu di Papua adalah areal produksi yang potensial dimana telah siap untuk dipanen. Di daerah Sorong Selatan sendiri berdasarkan hasil surfei bahwa vegetasi sagu sekitar 53.000 ha di Inanwatan dan 94.600 ha di Sungai Kais dan Metamani telah siap untuk dipanen. Sagu merupakan makanan pokok bagi mayarakat di Distrik Kais, Kokoda, Inanwatan, dan sebagian Seremuk. Masyarakat
28
lokal mengolah sagu untuk konsumsi sehari-hari dan sebagian dijual ke pasar. Pengolahan sagu masih menggunakan teknik tradisional yang diturunkan secara turun temurun. Hutan sagu di daerah Sorong Selatan termasuk dalam iklim basah zona A menurut klasifikasi Oldeman (1980, dalam Luhulima dkk, 2005). Rata-rata curah hujan di daerah ini 4.365 mm/th, dengan temperatur rata-rata setiap bulan antara 2729oC dengan kelembaban relatif 84,3%. Fisiografi daerah ini secara umum organic marshland dengan tipe tanah Histosol. Di daerah ini sekitar 100–150 pohon sagu dewasa per hektar dapat dipenen tiap tahun. Kerapatan (plant density) tanaman sagu mencapai 296 individu/ha untuk fase pohon, dan total individu sagu untuk semua fase pertumbuhan mencapai 5.686 individu/ha dengan perkiraan 417 kalster sagu/ha. Di Sorong Selatan dalam bahasa lokal terdapat empat tipe tanaman sagu yang sering dikelola untuk dikonsumsi yaitu: Basairo, Mola/igo, Edidau dan Bibewo (sagu raja). Sagu raja memiliki kerapatan yang cukup tinggi (382 clusters/ha) dan berisi 4.898 individu dari fase benih (seedling). Sosial
dan
budaya
masyarakat
setempat
memberikan
kemungkinan
mengkonversi hutan sagu alam menjadi hutan tanaman sagu komersial. Hal ini ditunjukan dengan persepsi baik dari masyarakat lokal terhadap nilai positif dari hutan tanaman sagu komersial. Masyarakat berpendapat bahwa selama pengelolaan sagu untuk skala besar mampu memberikan kompensasi terhadap hak atau mekanisme kompensasi yang rasional dari investor kepada masyarakat lokal dalam hal memegang dan meningkatkan aksessibilitas dari hutan tanaman sagu komersial. Hasil analisis ekonomi dan finansial menunjukan bahwa pengembangan konversi dari hutan sagu alam kepada hutan tanaman sagu komersial dapat menahan sekitar 10% dari pengurangan nilai dari sagu. Secara singkat dengan pemanfaatan sumber daya hutan sagu dan sumber daya lokal lain, mengakibatkan perubahan ekonomi yang besar terhadap daerah yang terpencil dan juga memberikan pengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan dari masyarakat lokal dan peningkatan ekonomi di wilayah distrik secara umum.
29
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data Pohon Contoh
Pohon sagu contoh yang digunakan dalam penyusunan model penduga potensi tepung sagu diambil di beberapa Distrik (Kecamatan) yang ada di Kabupaten Sorong Selatan dengan pertimbangan ketersebaran tempat tumbuh. Distrik-distrik tersebut adalah Distrik Kais, Distrik Teminabuan, Dan Distrik Seremuk. Hutan sagu di Distrik Kais merupakan hutan sagu rawa payau (< 100 m dpl), sedangkan hutan sagu di Distrik Teminabuan dan Seremuk merupakan hutan sagu dataran rendah (100–700 m dpl). Selain mempertimbangkan ketersebaran tempat tumbuh, pengambilan pohon contoh juga memperhatikan sebaran diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas pelepah (Tbp) dari pohon sagu. Pohon contoh yang dipilih dalam keadaan sehat, berbentuk normal dan sedang dalam fase produksi tepung sagu masak tebang. Pengukuran pohon contoh dilakukan pada pohon yang telah ditebang, serta yang empulurnya sedang atau telah diekstrak menjadi tepung sagu. Jumlah pohon yang berhasil diukur dalam penelitian ini sebanyak 52 pohon contoh, dengan pembagian 35 pohon contoh untuk tahap penyusunan model dan 17 pohon contoh untuk validasi model. Setiap pohon diukur dimensinya yaitu diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas pelepah (Tbp), dimensi per seksi serta ditimbang berat basah tepung sagu yang dihasilkan. Pengukuran panjang batang produktif (tinggi bebas pelepah) dilakukan sampai batas produktif yang dianggap bisa mengghasilkan tepung sagu dalam jumlah dan kualitas yang baik. Lima puluh dua pohon contoh tersebut dikelompokkan per kelas diameter setinggi dada dengan selang tiap kelasnya adalah 5 cm, dan kelas tinggi bebas pelepah dengan selang tiap kelasnya adalah 5 m. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan diketahui bahwa bentuk pohon sagu di Kabupaten Sorong Selatan tidak silindris dan juga tidak menyerupai kerucut seperti pada sebagian besar pohon berkayu. Bentuk pohon sagu di Kabupaten Sorong Selatan berdasarkan hasil pengukuran di lapangan menyerupai botol teh, dimana
30
diameter batang bagian tengah lebih besar dari diameter batang bagian pangkal dan bagian ujung. Sehingga volume aktual yang diperoleh dari hasil pengukuran lebih besar dari volume silindris (Vs). Dimana berdasarkan hasil perhitungan diperoleh volume aktual rata-rata pohon contoh adalah 2,635193 m3 sedangkan volume silindris rata-rata pohon contoh adalah 2,169902 m3, dengan volume aktual pohon contoh terbesar mencapai 7,348883 m3. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap 52 pohon contoh ini, juga diperoleh nilai angka bentuk (f) batang sagu sampai batas yang dianggap produktif untuk menghasilkan tepung sagu sebesar 1,26133. Hasil pengukuran ini didukung dengan hasil penelitian Istalaksana dkk (1999), di Timika Papua (Tabel 4). Berikut disajikan penyebaran jumlah pohon pada tiap Distrik tempat pengambilan pohon contoh serta penyebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas pelepah (Tbp). Tabel 8 Sebaran jumlah, jenis dan dimensi pohon contoh pada masing masing Distrik No Pohon (1)
1
Distrik (2)
Teminabuan
Asosiasi (3)
Hutan sagu dataran Rendah
Jumlah pohon contoh : 21
Nama Jenis (4) Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii
Dbh (cm) (5) 52 48.6 62.4 41.1 57.8
Tbp Vol Aktual Berat tepung (m) (m3) sagu (kg) (6) (7) (8) 10.5 2.365011 258.3 11.4 3.135376 192.8 8 2.079253 149.5 6.1 0.857953 90.1 9.7 2.839754 165.5
53.1
15.6
3.012796
303.9
Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii
47.2 56.2 47.6 43.7 48.2 46.1 50.2 46.8
9.1 16.4 11.6 16.8 17 7.5 8.3 13.5
1.936205 3.925275 3.207911 3.459418 3.884550 1.674037 2.061735 4.567658
157.8 230.6 212 192.8 256.1 101.6 123.2 196.5
37.5
11.1
2.303849
131.8
Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii
47.2 50 53.1 61.3 44.3 59
13.8 9.8 9.5 20.2 12.5 14.6
4.002738 2.144480 2.319216 7.348883 2.299227 4.889852
201.4 164.5 140.5 368.3 154.3 186.4
31
Distrik Kais
2
Hutan sagu Rawa Payau
Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon sagu Metroxylon sagu Metroxylon sagu Metroxylon sagu Metroxylon sagu
44 42.8 32.6 62.1 42.1 56.7 39.8 35.2 36.6 36.4 37.8 39.2 33.4 33.1 31.8 64.5 46.8 41.2 55.1 58.2 64.1 50.6 57.8 32.6 37.8 47.3 45.6
7.9 12.2 10.3 12.6 13.4 8.1 8.5 13.2 10.6 7.7 12.8 10.2 9.3 11.4 8.6 17.6 15.7 18.1 11.5 11.8 10.2 10.8 9.6 10.8 8.3 16.8 11.7
1.137577 2.083529 1.054051 3.491419 2.741449 2.001599 1.190945 1.709451 1.777843 1.280558 2.100537 2.165122 1.232662 1.570488 0.908045 5.385904 3.381241 3.526146 3.117068 3.470302 3.624888 2.419161 2.643544 1.102926 1.044240 3.364777 2.113279
102.2 196.2 137.1 341.6 225.7 169.9 128.1 223.1 147.4 122 189.1 143.5 137 146.5 98 347.3 244.8 256.2 212.5 218.3 186.2 198.3 203.7 201.2 131.9 258.7 206
Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii Metroxylon rumphii
29.7 61.2 34.6 51.3
11.2 13.5 7.8 16.1
1.024970 4.466031 0.830457 4.754629
132.1 244.8 87 221.6
Jumlah pohon contoh : 27
3
Distrik Seremuk
Hutan sagu dataran rendah
Jumlah pohon contoh : 4 Jumlah pohon contoh total : 52
Menurut Harsanto (1985) diameter batang sagu berkisar antara 35–50 cm, dimana 1 pohon sagu bisa menghasilkan 150–300 kg tepung sagu basah. Namun dari Table 8 diatas dapat diketahui bahwa diameter pohon sagu di Kabupaten Sorong Selatan dalam fase produksi tepung sagu (masak tebang) adalah berkisar antara 29–64 cm, dengan tinggi bebas pelepah antara 7–21 cm. Dengan produksi tepung sagu berkisar antara 87–368 kg. Hal ini menunjukkan bahwa potensi tepung sagu per hektar di Kabupaten Sorong Selatan sangat besar.
32
Tabel 9 Sebaran Jumlah Pohon Contoh menurut kelas diameter setinggi dada (Dbh) dan sebaran kelas tinggi bebas pelepah (Tbp) di Kabupaten Sorong Selatan Kelas diameter (1) < 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 55 – 60 > 60 Jumlah
5- 10 (2) 3 3 2 2 3 3 1 17
kelas tinggi 10 – 15 15 – 20 (3) (4) 4 5 3 2 5 3 2 1 4 3 1 26 7
> 20 (5) 1 1 2
Jumlah (6) 7 8 7 10 7 7 6 52
Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa penyebaran jumlah pohon di setiap kelas diameter dan kelas tinggi cukup merata, sehingga mempermudah dalam tahap penyusunan model untuk menduga potensi produksi tepung sagu basah. 5.2 Hubungan Antara Diemeter dan Tinggi Bebas Pelepah Pohon Sagu
Untuk mengetahui hubungan antara diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas pelepah (Tbp) pohon sagu, digunakan analisis korelasi. Menurut Santosa dan Ashari (2005), analisis korelasi sederhana digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel. Hasil dari analisis korelasi adalah koefisien korelasi yang menunjukkan kekuatan dan kelemahan dari suatu hubungan. Nilai koefisien korelasi (r) ini akan berada pada kisaran angka minus 1 (-1) sampai plus 1 (+1). Nilai koefisien korelasi minus menunjukan hubungan yang terbalik, dimana pengaruh yang terjadi adalah pengaruh negatif. Sedangkan nilai koefisien korelasi positif menunjukkan hubungan searah dua variabel, dimana kenaikan suatu variabel akan menyebabkan kenaikan variabel lain dan sebaliknya penurunan suatu variabel akan menyebabkan penurunan pada variabel yang lain. Apabila terdapat korelasi yang erat (nyata atau sangat nyata) antara diameter setinggi dada (Dbh) dengan tinggi bebas pelepah (Tbp), maka dapat diasumsikan bahwa tinggi bebas pelepah pohon sagu dapat dijelaskan peranannya oleh diameter setinggi dada pohon sagu. Sehingga selanjutnya untuk menduga volume dan berat basah tepung sagu dapat menggunakan peubah diameter setinggi dada (Dbh) saja.
33
Berdasarkan hasil pengolahan terhadap 35 pohon model terpilih diketahui bahwa nilai koefisien korelasi antara diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas pelepah (Tbp) pohon sagu adalah sebesar 0,400 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 16%. Nilai koefisien korelasi (r) tersebut merupakan nilai dugaan bagi parameter sebenarnya ρ yang nilainya tidak diketahui dan akan diuji dengan menggunakan uji Z-Fisher pada tingkat nyata α=5%. Dimana hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah H0 : ρ = 0,701 H1 : ρ > 0,701 Dengan kriterium ujinya adalah: •
Jika Zhitung > Ztabel, maka terima H1 dan tolak H0. Artinya pada keadaan ini model penduga berat basah tepung sagu dengan menggunakan satu peubah bebas (Dbh) layak disusun.
•
Jika Zhitung ≤ Ztabel, maka terima H0 dan tolak H1. Artinya pada keadaan ini model penduga berat basah tepung sagu dengan menggunakan satu peubah bebas (Dbh) tidak layak disusun. Oleh karena ini penyusunan model penduga berat basah tepung sagu harus menggunakan dua peubah bebas (Dbh dan Tbp).
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai-nilai: 1+ ρ
a.
Z ρ = 0 ,5 ln 1 − ρ
b.
Z
r
= 0 ,5 ln
c. σ zr = d.
Z
hitung
1+ r = 0 , 4236 1− r
1
= 0 ,1768
n−3 =
Z
= 0 ,8814
r
−
σ
Zρ
= − 2 ,5889 < Ztabel = 1,650
terima H0 : ρ = 0,7071
Zr
Dari hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa diameter setinggi dada (Dbh) pohon sagu dengan tinggi bebas pelepahnya (Tbp) secara nyata tidak memiliki hubungan yang erat. Oleh karena itu penyusunan model penduga berat basah tepung sagu harus menggunakan dua peubah bebas yaitu diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas pelepah (Tbp).
34
5.3 Penyusunan Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu
Berdasarkan hasil pengujian korelasi antara diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah sebelumnya, diketahui bahwa diameter setinggi dada tidak dapat secara baik menerangkan tinggi bebas pelepah, atau hubungan antara diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah kurang erat. Maka model regresi yang akan disusun adalah berbentuk regresi linear maupun berbentuk regresi non linear dengan menggunakan dua peubah bebas, yaitu diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas pelepah (Tbp). Ws = f (Dbh,Tbp) Sehingga model-model yang akan disusun adalah: 1. Model Spurr
: Ws = a (Dbh2Tbp)b
2. Model Schumacher Hall
: Ws = a Dbhb Tbpc
3. Model Stoate
: Ws = a + bDbh2 + cDbh2Tbp + dTbp
Dimana: Ws
: berat basah tepung sagu (kg)
Dbh
: diameter setinggi dada pohon sagu (cm)
Tbp
: tinggi bebas pelepah pohon sagu (m)
a,b,c,d : konstanta regresi Model-model tersebut diatas dapat dibuat menjadi model-model regresi linear melalui transformasi logaritmis maupun tanpa transformasi logaritmis. Bentuk persamaan Spurr dan Schumacher-Hall ditransformasi menjadi bentuk persamaan logaritmis. Sedangkan persamaan Stoate karena telah dalam bentuk persamaan linear, sehingga tidak dilakukan transformasi ke dalam bentuk persamaan logaritmis. Sehingga model-modelnya menjadi: 1. Ws = a (Dbh2Tbp)b
transformasi logaritmis menjadi:
Log Ws = Log a + b Log (Dbh2Tbp). Dari model tersebut, maka bentuk model regresi linear yang diperoleh adalah: Yi = β0 + β1Xi + εi yang diduga oleh Dimana: Log Ws = Yi = yi a = β0 = b0 2. Ws = a Dbhb Tbpc
yi = b0 + b1xi + ei b = β1= b1 Dbh2 Tbp = Xi = xi
transformasi logaritmis menjadi:
εi = ei = galat/sisa
35
Log Ws = Log a + b Log Dbh + c Log Tbp. Dari model tersebut, maka bentuk model regresi linear yang diperoleh adalah: Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + εi yang diduga oleh
yi = b0 + b2x1i + b2x2i +ei
Dimana: Log Ws = Yi = yi
b = β1= b1
εi = ei = galat/sisa
a = β0 = b0
c = β2 = b2
Log Tbp = X2i = x2i
Log Dbh = X1i = x1i 3. Ws = a + bDbh2 + cDbh2Tbp + dTbp . Dari model tersebut, maka bentuk model regresi linear yang diperoleh adalah: Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3X3i + εi yang diduga oleh: yi = b0 + b2x1i + b2x2i + b3x3i +ei Dimana: Ws = Yi = yi
b = β1= b1
d = β3 = b3
a = β0 = b0
c = β2 = b2
Dbh2Tbp = X2i = x2i
Tbp = X3i = x3i
εi = ei = galat/sisa
Dbh2 = X1i = x1i
Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap 35 pohon contoh terpilih untuk penyusunan model dengan menggunakan soft ware statistika (Minitab. Series 14.0) diperoleh hasil sebagai berikut: Model Spurr: Ws = a (Dbh2Tbp)b
Log Ws = 0,008 + 0,513 log (Dbh2 Tbp) Ws = 1,019 (Dbh2 Tbp)0,513
Dibawa menjadi bentuk awal Dengan analisis keragaman: Table 10 Analisis keragaman model Spurr Sumber Keragaman (SK)
Derajat bebas (db)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
Fhitung
Ftabel (α=5%)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Ftabel (α=1 %) (7)
4,13
7,46
1. Regresi
1
0,64039
0,64039
2. Kesalahan Percobaan (sisa)
33
0,23787
0,00721
3. Total
34
0,87826
Keterangan: ** = sangat nyata
88,84
**
36
Model Schumacher Hall: Ws = a Dbhb Tbpc
Log Ws = 0,254 + 0,648 Log Dbh + 0,874 Log Tbp Ws = 1,792 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874
Dibawa menjadi bentuk awal
Table 11 Analisis keragaman model Schumacher-Hall Sumber Keragaman (SK) (1)
Derajat bebas (db) (2)
Jumlah Kuadrat (JK) (3)
Kuadrat Tengah (KT) (4)
1. Regresi
2
0,70941
0,35471
2. Kesalahan Percobaan (sisa)
32
0,16884
0,00528
3. Total
34
0,87826
(5)
Ftabel (α=5%) (6)
Ftabel (α=1%) (7)
67,23**
3,28
5,26
Ftabel (α=5%)
Ftabel (α=1%)
2,89
4,43
Fhitung
Keterangan: ** = sangat nyata
Model Stoate: Ws = a + bDbh2 + cDbh2Tbp + dTbp
Ws = 9,2 + 0,0122 Dbh2 + 0,00146 (Dbh2 Tbp) + 9,56 Tbp Tabel 12 Analisis keragaman model Stoate Sumber Keragaman (SK) (1)
Derajat bebas (db) (2)
Jumlah Kuadrat (JK) (3)
Kuadrat Tengah (KT) (4)
1. Regresi
3
132449
44150
2. Kesalahan Percobaan (sisa)
31
40000
1290
3. Total
34
172450
Fhitung (5) 34,22 **
Keterangan: ** = sangat nyata
5.4 Pemilihan Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu Terbaik
Pemilihan model terbaik disini mengandung arti model yang memiliki keunggulan-keunggulan dibanding model-model penduga berat basah tepung sagu yang lain. Penentuan model terbaik didasarkan pada parameter: nilai koefisien determinasi (R2), nilai koefisien korelasi (r), nilai koefisien determinasi terkoreksi (Ra2), nilai simpangan baku (s) dan nilai uji keberartian regresi dengan menggunakan Uji-F, sebagaimana disajikan dalam Tabel 13 berikut ini:
37
Tabel 13 Nilai R2, r, Ra2, s dan Fhiutng hasil analisis regresi pada tahap peyusunan model No (1) 1
Persamaan Penduga Berat Basah Tepung Sagu (2) Ws = 1,109 (Dbh2 Tbp)0,513
2
Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874
3
Ws = 9,2 + 0,0122 Dbh2 + 0,00146 (Dbh2 Tbp) + 9,56 Tbp
Nilai
(7)
Ftabel (α=5%) (8)
Ftabel (α=1%) (9)
0,0849
88,84**
4,13
7,46
0,0726 35,9212
67,23** 34,22**
3,28 2,89
5,26 4,43
R2
r
Ra2
S
Fhitung
(3)
(4)
(5)
(6)
72,9%
0,854
72,1%
80,8% 76,8%
0,899 0,876
79,6% 74,6%
Keterangan : ** = sangat nyata Perhitungan koefisien determinasi (R2) adalah untuk melihat keeratan hubungan antara peubah bebas (Dbh dan Tbp) dengan peubah tak bebas (Ws). Dimana nilai R2 memberikan panduan kebaikan model dengan menjelaskan seberapa besar perubahan dari berat basah tepung sagu (Ws) yang mampu dijelaskan oleh diemeter setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas pelepah (Tbp). Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,5 atau 50% adalah batas minimal yang digunakan dalam penyusunan model penduga berat basah tepung sagu yang dianggap cukup memadai. Tabel 13 menunjukkan bahwa ketiga model di atas dianggap secara baik menggambarkan hubungan antara diameter setinggi dada, tinggi bebas pelepah dan berat basah tepung sagu, karena memiliki nilai koefisien determinasi lebih dari 50%. Namun berdasarkan hasil di atas dapat dilihat bahwa persamaan (2) memiliki nilai koefisien determinasi (R2) lebih besar dari persamaaan (1) dan Persamaan (3); yaitu sebesar 80,8% sedangkan persamaan (1) dan persamaan (3) masing-masing 72,9 % dan 76,8%. Artinya bahwa dengan menggunakan persamaan (2), 80,8% keragaman berat basah tepung sagu dapat dijelaskan oleh diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah pohon sagu. Selain melihat nilai koefisien determinasi (R2) diatas, keeratan hubungan antara peubah bebas (Dbh dan Tbp) dan peubah tak bebas (Ws) juga dapat dilihat melalui besarnya nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi (r) ini akan berada pada kisaran angka minus 1 (-1) sampai plus 1 (+1). Nilai koefisien korelasi minus menunjukkan hubungan yang terbalik, dimana pengaruh yang terjadi adalah pengeruh negatif. Sedangkan nilai koefisien korelasi positif menunjukkan hubungan searah antara peubah bebas dengan peubah tak bebas, dimana kenaikan suatu variabel
38
akan meyebabkan kenaikan variabel lain dan sebaliknya penurunan suatu variabel akan menyebabkan penurunan pada variabel yang lain. Nilai r didapat dari akar kuadrat koefisien determinasi (r = √R2). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi (r) untuk masing-masing model persamaan adalah 0,854 (persamaan 1), 0,899 (persamaan 2) dan 0,876 (persamaan 3). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ketiga persamaan diatas secara baik menggambarkan keeratan hubungan antara peubah bebas (Dbh dan Tbp) dan peubah tak bebasnya (Ws) dimana nilai koefisien korelasinya mendekati + 1. Tetapi dari nilai r di atas dapat dilihat bahwa persamaan (2) memiliki nilai r lebih besar dari persamaan (1) dan persamaan (3), sehingga dapat dikatakan bahwa persamaan (2) lebih baik menunjukkan hubungan searah antara diameter setinggi dada, tinggi bebas pelepah dan berat basah tepung sagu. Dari hasil sebelumnya juga memperlihatkan nilai koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) lebih dari 50 %. Nilai koefisien determinasi terkoreksi ini digunakan untuk menambah keyakinan dalam penerimaan model terbaik. Ra2 digunakan karena memberikan nilai yang telah disesuaikan dengan jumlah variabel bebas. Dari Tabel 13 sebelumnya dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) untuk persamaan (1) sebesar 72,1%. Artinya 72,1% perubahan atau variasi dari berat basah tepung sagu dapat dijelaskan oleh perubahan atau variasi dari diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah. Untuk persamaan (2) nilai koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) sebesar 79,6%. Artinya 79,6% perubahan atau variasi dari berat basah tepung sagu dapat dijelaskan oleh perubahan atau variasi dari diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah. Dan untuk persamaan (3) nilai koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) sebesar 74,6%. Artinya 74,6% perubahan atau variasi dari berat basah tepung sagu dapat dijelaskan oleh perubahan atau variasi dari diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah. Sehingga dapat dikatakan bahwa persamaan (2) 79,6% lebih baik menerangkan perubahan atau variasi berat basah tepung sagu yang diakibatkan oleh variasi atau perubahan diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah lebih baik dari persamaan (1) dan (3).
39
Nilai kesalahan standar regresi atau simpangan baku (s) dari ketiga persamaan tersebut menunjukkan tingkat ketelitian model. Nilai ini memberikan panduan tentang kesalahan dari model dalam menduga besarnya nilai berat basah tepung sagu dengan peubah diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah. Dimana semakin kecil simpangan baku, semakin baik model dalam menduga. Tabel 13 menunjukkan bahwa persamaan penduga berat basah tepung sagu yang memiliki nilai kesalahan standar estimasi atau simpangan baku yang paling kecil adalah persamaan (2) dengan nilai s (0,0726) selanjutnya adalah persamaan (1) dengan nilai s (0,0849) dan persamaan (3) dengan nilai s (35,9212). Sehingga dapat dikatakan berdasarkan kriteria nilai simpangan baku (s) persamaan (2) lebih baik, karena memiliki simpangan baku atau kesalahan baku yang kecil. Selanjutnya adalah untuk mengetahui signifikansi model hubungan regresi nyata atau sangat nyata, dilakukan uji-F atau uji keberartian model. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel pada taraf nyata α=5%, dan α=1% atau pengujian dilakukan pada tingkat kepercayaan 99% dan 95%. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa ketiga persamaan penduga berat basah tepung sagu diatas memiliki hubungan regresi yang sangat nyata antara peubah bebas dan peubah tak bebasnya. Pada tingkat kepercayaan 95%, ketiga persamaan menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara berat tepung sagu dengan diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah pohon sagu. Hal ini bisa dilihat dimana nilai Fhitung dari ketiga persamaan tersebut lebih besar dari nilai Ftabel pada taraf nyata α (α=5%, dan α=1%).
Namun persamaan (1) memiliki nilai Fhitung yang paling besar
yaitu 88,84 dibanding dengan persamaan (2) Fhitung (67,23) dan persamaan (3) Fhitung (34,22). Jadi persamaan (1) dapat ditetapkan menggambarkan hubungan regresi antara peubah bebas dan peubah bebasnya yang paling baik. Sehingga dapat dapat dikatakan
berdasarkan
hasil
pengujian
keberartian
model
regresi
dengan
menggunakan uji-F, persamaan (1) secara nyata merupakan persamaan terbaik untuk menduga berat basah tepung sagu di Kabupaten Sorong Selatan. Setelah dilakukan perhitungan dan pengujian terhadap parameter-parameter dalam tahap penyusunan model, selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA pada
40
Lampiran 4, maka dapat dihitung nilai-nilai kesalahan sampling (sampling error)
pada masing-masing model penduga. Hasil perhitungan nilai kesalahan sampling pada masing-masing model disajikan dalam Tabel 14 dibawah ini: Tabel 14 Hasil perhitungan nilai sampling error pada masing-masing model penduga No (1) 1 2 3
Persamaan Penduga Berat Basah Tepung Sagu (2) Ws = 1,019 (Dbh Tbp)0,513 Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874 Ws = 9,2 + 0,0122 Dbh2 + 0,00146 (Dbh2 Tbp) + 9,56 Tbp 2
t-tabel
N
y
Sy
Sy
(3) 35 35
(4)
(5)
193.7 193.7
0.089006 0.072638
(6) 0.01504 0.01228
1.960 1.960
(8) 1.289% 1.052%
35
193.7
35.9212
5.916
1.960
5.986%
SE
(α=5%)
(7)
Kesalahan sampling merupakan kesalahan yang terjadi dalam pengambilan contoh. Besarnya nilai kesalahan sampling (sampling error) berkorelasi dengan besarnya nilai kesalahan baku (s). Semakin besar kesalahan dalam pengambilan contoh, maka nilai kesalahan baku yang dihasilkan juga semakin besar. Berdasarkan pada Tabel 14 diatas diketahui bahwa nilai kesalahan sampling untuk masing-masing model persamaan pada tingkat nyata α=5% adalah 1,289% (persamaan 1), 1,052% (persamaan 2) dan 5.986% (persamaan 3). Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai kesalahan yang terjadi dalam pengambilan contoh kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa pada tingkat nyata α=5% data pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan ketiga model penduga berat basah tepung sagu dapat diandalkan. Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut diatas, maka dapat dibuat peringkat untuk masing-masing model yang dianalisis dengan memperhatikan parameter nilai R2, r, Ra2, s, dan uji keberartian regresi dengan uji-F sebagaimana tercantum dalam Tabel 15 berikut ini: Tabel 15 Penentuan peringkat model penduga berat basah tepung sagu terbaik berdasarkan kriteria nilai R2, r, Ra2, s dan Fhitung hasil analisis persamaan regresi pada tahap penyusunan model No (1) 1 2 3
Persamaan Penduga Berat Basah Tepung Sagu (2) Ws = 1,019 (Dbh2 Tbp)0,513 Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874 Ws = 9,2 + 0,0122 Dbh2 + 0,00146 (Dbh2 Tbp) + 9,56 Tbp
2
Peringkat Ra2 s
R
R
(3) 3 1
(4) 3 1
(5) 3 1
(6) 2 1
2
2
2
3
Σ
Peringkat gabungan
(7) 1 2
(8) 12 6
(9) 2 1
3
12
3
Fhitung
41
Berdasarkan kriteria nilai R2, r, Ra2, s dan Fhitung hasil analisis persamaan regresi terhadap 35 pohon contoh terpilih pada tahap penyusunan model sebelumnya, diketahui bahwa ketiga model persamaan diatas secara baik menggambarkan pengaruh keragaman diameter setinggi dada (Dbh) dan tinggi bebas pelepah (Tbp) terhadap berat tepung sagu di Kabupaten Sorong Selatan. Namun berdasarkan pemberian peringkat pada Tabel 15 dapat disimpulkan bahwa persamaan penduga berat basah tepung sagu (2) yaitu Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874 (model SchumacherHall) merupakan persamaan penduga berat basah tepung sagu di Kabupaten Sorong Selatan terbaik pada tahap penyusunan model. Lebih lanjut sebelum model terbaik tersebut di atas digunakan, perlu dilihat uji validasi dari model-model penduga berat basah tepung sagu yang telah disusun. 5.5 Validasi Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu
Dalam validasi model ini akan diperlihatkan tentang keakuratan hasil dari pendugaan berat basah tepung sagu yang disusun, apakah hasil dugaannya ”berbeda nyata” dengan nilai berat basah tepung sagu aktualnya atau ”tidak berbeda nyata”. Jumlah pohon contoh yang digunakan untuk validasi model ini sebanyak 17 pohon contoh. Data pohon contoh untuk tahap validasi model ini tidak digunakan dalam penyusunan model penduga berat basah tepung sagu sebelumnya. Tahapan ini dimaksudkan untuk menambah kepercayaan terhadap keaditifan model yang ditelah disusun dan dianggap baik pada tahap sebelumnya. Tahapan dalam validasi model yaitu membandingkan nilai-nilai: bias (e), ketelitian melalui nilai simpangan agregatif (SA) dan nilai simpangan rata-rata (SR), ketetapan yang diperoleh dari nilai Root Mean Square Error (RMSE) dan uji validasi model melalui uji-χ2 (khi-kuadarat/ chi-square) dari ketiga persamaan penduga berat basah tepung sagu yang telah diperoleh. Model yang dianggap layak digunakan adalah model yang memenuhi kriteria-kriteria dari uji-uji validasi di atas. Berdasarkan hasil pengolahan terhadap 17 pohon contoh yang dipilih untuk vasidasi model-model penduga diperoleh hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 15 berikut ini:
42
Tabel 16 Nilai bias (e), SA, SR, RMSE dan uji-χ2 (khi-kuadarat/ chi-square) hasil uji validasi model persamaan regresi Nilai No (1) 1
Persamaan Penduga Berat Basah Tepung Sagu (2) 2 bh
0,513
Bias (e)
SA
SR
RMSE
χ 2hitung
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
3,56%
0,008
0,04%
1,47%
86,4103**
2
Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874
2,57%
0,014
0,08%
1,06%
23,9489
3
Ws = 9,2 + 0,0122 Dbh2+ 0,00146(Dbh2 Tbp) + 9,56 Tbp
4,28%
0,026
0,15%
1,76%
29,8773**
Ws = 1,019 (D
Keterangan
Tbp)
Nilai kritik χ tabel χ 2tabel (α=0,975) (α=0,025) (8) (9) 2
6,908
28,845
: * = nyata ** = sangat nyata
Bias merupakan kesalahan yang terjadi secara sistematik bisa dikarenakan kesalahan pengukuran, alat ukur, pengukur atau metode sampling yang tidak tepat (Sutarahadja, 1999). Bias berhubungan erat dengan ketepatan (precision) dari suatu persamaan. Persamaan penduga dikatakan baik apabila nilai bias yang dihasilkan kecil. Berdasarkan Tabel 16 di atas diketahui bahwa persamaan (2) memiliki nilai bias (e) lebih kecil (2,57%) dibanding dengan persamaan (1) sebesar 3,56% dan persamaan (3) sebesar 4,28%. Sehingga berdasarkan kriteria nilai bias, dapat dikatakan bahwa persamaan penduga berat basah tepung sagu (2) lebih baik. Menurut Sutarahardja (1999), tingkat ketelitian (accuracy) merupakan maksimum penyimpangan antara statistik dengan penduga parameter pada tingkat nyata atau tingkat kepercayaan tertentu, yang diukur oleh besar kecilnya ragam. Untuk menilai ketelitian dari model penduga berat basah tepung sagu di atas maka digunakan nilai simpangan agregatif (SA) dan simpangan rata-rata (SR). Dimana model persamaan dianggap baik apabila memiliki nilai simpangan agregatif (SA) yang berkisar dari -1 sampai +1 dan nilai simpangan rata-rata yang kurang dari 10% (Spurr, 1952). Berdasarkan pada Tabel 16, diketahui bahwa ketiga model persamaan penduga berat basah tepung sagu tersebut memenuhi kriteria model penduga yang baik berdasarkan nilai SA dan SR. Tetapi persamaan (1) memiliki nilai SA (0,008) dan SR (0.04%) yang lebih kecil dibanding dengan persamaan (2) dan Persamaan (3). Sehingga dapat dikatakan bahwa berdasarkan kriteria nilai SA dan SR model persamaan (1) memiliki ketelitian yang lebih baik.
43
Selanjutnya untuk menentukan ketepatan model digunakan nilai Root Mean Square Error (RMSE). Model dianggap baik apabila memiliki nilai RMSE yang kecil. Dari Tabel 16 diketahui bahwa persamaan (2) memiliki nilai RMSE yang kecil yaitu sebesar 1,06% dibanding dengan persamaan (1) RMSE (1,47%) dan persamaan (3) RMSE (1,76%). Sehingga dapat dikatakan berdadarkan pada kriteria nilai RMSE, persaman (2) dianggap memiliki tingkat ketepatan yang lebih baik. Untuk memastikan apakah model penduga meberikan hasil pendugaan yang tidak berbeda dengan hasil aktualnya, dilakukan uji hipotesis dengan kriterium uji tertentu. Sehingga untuk memastikan validasi dari ketiga model penduga berat basah tepung sagu diatas, maka dilakukan uji validasi. Uji validasi yang digunakan adalah uji χ2 (khi-kuadrat/chi-square) pada taraf nyata α=5%. Model akan dinyatakan valid apabila χ2hitung jatuh diluar wilayah kritik (Wilayah kritik : χ2hitung < χ2(1-α/2, n-1) dan χ2hitung > χ2(α/2, n-1)). Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa persamaan (1) memberikan hasil dugaan berat basah tepung sagu yang berbeda dengan berat tepung sagu aktual. Dimana berdasarkan pada Tabel 16 sebelumnya diketahui bahwa persamaan (1) χ2hitung (86,4103) > χ
2
(0,025,16)
(28,845). Karena χ2hitung jatuh didalam wilayah kritik, maka H0
ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa berdasarkan uji-χ2 (khi-kuadrat/chi-square) persamaan (1) menunjukan perbedaan yang sangat nyata antara nilai berat basah tepung sagu dugaan berdasarkan model dengan nilai berat basah tepung sagu aktual. Persamaan (2) memberikan hasil dugaan berat basah tepung sagu yang tidak berbeda dengan berat basah tepung sagu aktual. Dimana berdasarkan tabel 15 diketahui bahwa persamaan (2) χ2(0,975,
16)
(28,845) < χ2hitung (23,9489) > χ2(0,025,
(28,845) maka keputusan ujinya terima H0 karena
χ2hitung
16)
(23,9489) jatuh diluar
2
wilayah kritik. Sehingga dapat dikatakan berdasarkan uji-χ (khi-kuadrat/chi-square) persamaan (2) paling baik, karena berdasarkan hasil uji-χ2 (khi-kuadrat/ chi-square), nilai berat basah tepung sagu dugaan berdasarkan model tidak berbeda nyata atau sama dengan nilai berat basah tepung sagu aktualnya. Sedangkan persamaan (3) juga memberikan nilai dugaan berat basah tepung sagu yang berbeda dengan nilai berat basah tepung sagu aktual. Dimana berdasarkan
44
hasil uji χ2 (khi-kuadrat/chi-square) diketahui bahwa χ2hiutng (29,8773) > χ2(0,025, 16)(28,845),
maka keputusan ujinya tolak H0 karena χ
2
hitung
(23,9489) jatuh didalam
wilayah kritik. Sehingga berdasarkan hasil uji validasi model dengan uji-χ2 (khikuadrat) diketahui bahwa persamaan (2) layak digunakan untuk menduga berat basah tepung sagu berdasarkan peubah diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah pohon sagu di Kabupaten Sorong Selatan. Berdasarkan hasil diatas kemudian dimasukan kedalam tabel pemberian peringkat untuk menentukan model penduga berat tepung sagu terbaik pada tahap validasi model sebagai berikut: Tabel 17 Penentuan peringkat penduga berat basah tepung sagu terbaik berdasarkan kriteria nilai bias (e), SA, SR, RMSE dan uji-χ2 (khi-kuadarat/ chi-square) hasil uji validasi model persamaan regresi Persamaan Penduga Berat Basah Tepung Sagu
No (1) 1 2 3
(2)
Peringkat Bias (e) (3)
SA
SR
RMSE
χ2hitung
Σ
Peringkat gabungan
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Ws = 1,019 (Dbh2 Tbp)0,513
2
1
1
2
3
9
2
Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874 Ws = 9,2 + 0,0122 Dbh2+ 0,00146(Dbh2 Tbp) + 9,56 Tbp
1
2
2
1
1
7
1
3
3
3
3
2
14
3
Dari Tabel 17 di atas dapat disimpulkan bahwa model penduga berat basah tepung sagu (2) yaitu Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874 (model Schumacher-Hall) layak digunakan. Karena persamaan (2) terbukti paling baik pada tahap uji validasi model berdasarkan pada kriteria nilai bias (e), ketelitian melalui nilai simpangan agregatif (SA) dan nilai simpangan rata-rata (SR), ketetapan yang diperoleh dari nilai Root Mean Square Error (RMSE) serta uji validasi model melalui uji-χ2 (khi-kuadarat/ chisquare). 5.6 Penentuan Peringkat Gabungan
Berdasarkan pada hasil pemberian peringkat pada tahap penyusunan model dan tahap uji validasi model sebelumya, selanjutnya dilakukan penentuan persamaan penduga berat basah tepung sagu terbaik. Penentuan persamaan terbaik ini diperoleh dari hasil peringkat gabungan. Peringkat gabungan ini merupakan penjumlahan dari
45
peringkat yang diperoleh pada tahap penyusunan model dan peringkat yang diperoleh pada tahap uji validasi model. Hasil pemberian peringkat gabungan disajikan pada Tabel 18 berikut ini: Tabel 18 Penentuan peringkat gabungan model penduga berat basah tepung sagu terbaik berdasarkan berdasarkan hasil peringkat dari tahap peyusunan model dan tahap validasi model No (1) 1 2 3
Persamaan Penduga Berat Basah Tepung Sagu (2) Ws = 1,019 (Dbh2 Tbp)0,513 Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874 Ws = 9,2 + 0,0122 Dbh2 + 0,00146 (Dbh2 Tbp) + 9,56 Tbp
Peringkat Tahap Tahap penyusunan validasi model (Σ) model (Σ) (3) (4) 12 9 6 7 12
14
Σ
Peringkat gabungan
(5) 21 12
(6) 2 1
26
3
Dari hasil pemberian peringkat gabungan pada Tabel 18 diatas, dapat disimpulkan bahwa model penduga berat basah tepung sagu untuk jenis Metroxylon rumphii terbaik dan layak digunakan di Kabupaten Sorong Selatan adalah model (2) Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874 (Schumacher-Hall).
Berdasarkan hasil tersebut di atas maka dapat disusun tabel berat basah tepung sagu (kg/pohon) untuk jenis Metroxylon rumphii di Kabupaten Sorong Selatan dengan model persamaan Schumacher-Hall Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874 tersebut di atas. Tabel berat basah tepung sagu (kg/pohon) untuk jenis Metroxylon rumphii disajikan dalam Lampiran 6.
46
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
1. Diameter batang setinggi dada pohon sagu duri (Metroxylon rumphii) pada tingkat produksi masak tebang di Kabupaten Sorong Selatan berdasarkan 52 pohon adalah berkisar antara 29–65 cm. Dan tinggi bebas pelapahnya berkisar antara 7–21 m. Berdasarkan pada hasil pengukuran diketahui pula bahwa produksi tepung sagu yang diekstrak secara tradisional berkisar antara 87,0–368,3 kg/pohon. 2. Hasil pengujian koefisien korelasi menunjukkan bahwa diameter setinggi dada dan tinggi bebas pelepah pohon sagu tidak memiliki hubungan yang erat. Oleh karena itu hanya tiga model penduga dari enam model penduga berat basah tepung sagu yang telah direncanakan sebelumnya yang layak disusun yaitu Model Spurr {Ws = a (Dbh2Tbp)b}, Model Schumacher Hall {Ws = a Dbhb Tbpc} dan Model Stoate {Ws = a + bDbh2 + cDbh2Tbp + dTbp}. 3. Berdasarkan kriteria-kriteria nilai R2, Ra2, r, s dan Uji keberartian model (Uji-F) pada tahap penyusunan model, dan kriteria-kriteria nilai bias (e), SA, SR, RMSE dan Uji validasi model dengan menggunakan Uji khi-kuadrat diketahui bahwa model penduga berat tepung sagu untuk jenis Metroxylon rumphii di Kabupaten Sorong Selatan yang terbaik dan memiliki peringkat tertinggi dari kriteria-kriteria di atas adalah model Ws = 1,795 (Dbh)0,648 (Tbp)0,874 (model Schumacher-Hall), dengan besar kesalahan yang dihasilkan dalam pengambilan contoh (sampling error) adalah sebesar 1,052%. 6.2 Saran
1. Perlu adanya inovasi pada teknik ekstrasi tepung sagu dari tradisional menjadi semi-mekanis atau mekanis sehingga bisa meningkatkan hasil produksi tepung sagu, serta inovasi dalam pemanfaatan tepung sagu sehingga keuntungannya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
47
2. Peran aktif Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong Selatan bersama masyarakat dalam pengelolaan hutan sagu perlu ditingkatkan, sehingga diharapkan Kabupaten Sorong Selatan bisa menjadi sentral produksi sagu di Papua. 3. Tabel berat basah tepung sagu yang telah disusun dapat digunakan oleh masyarakat atau pengguna lainya untuk menentukan berat basah tepung yang dihasilkan dari sebuah pohon sagu sebelum dilakukan penebangan. 4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang penyusunan model penduga atau penyusunan tabel berat tepung sagu untuk jenis Metroxylon sago.Rottb.
48
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 1999. Bahan Kuliah Dalam Mata Ajaran Inventarisasi Hutan. Inventarisasi Hutan Sagu. Laboratorium Inventarisasi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Barahima. 2006. Keanekaagaman Genetika Tanaman Sagu di Indonesia Berdasarkan Penanda Molekuler Genom Kloroplas dan Genom Inti [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bintoro. HMHD. 1999. Pemberdayaan Tanaman Sagu Sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif Yang Potensial Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Di dalam: Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanaman Perkebunan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Davis KP. 1966. Forest Management: Regulation and Valuation, 2nd ed. Mc GrawHill Book Company. New York [DEPKES] Departemen Kesehatan. 1992. Peran Sagu Dalam Diversifikasi Pangan Nasional. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Drapper NR dan H Smith. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi-2 (Terjemahan). Gramedia. Jakarta. Flach M. 1983. The Sago Palm. Demestication, Exploitation and Product. FAO. Plant Production and Protection . 2005. A Simple Growth Model for Sago Palm. Molat Ambuturus and It,s Implications for Cultivation. Abstracts of The Eight International Sago Symposium in Jayapura, Indonesia. Japan Society for The Promotion Science. Harsanto P Budhi. 1985. Budidaya dan Pengolahan Sagu. Haryanto Bambang, P Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta. Istalaksana P, H Matanubun, L Maturbongs. 1999. Starch Production and Metal Content of Sago Palms Growing in Natural and Mining Deposit Areas in Timika, Papua. Di dalam: Sago Palm Development and Utilization. Proceeding of the Eighth International Sago Symposium. Jayapura, 4 – 6 Agu 2005. Manokwari: Root Crops ang Sago Research Center The State University of Papua. Hlm 113-122.
49
Luhulima F, et al. 2005. Feasibility Study of Natural Sago Forest for The Establishment of Commercial Sago Platation in South Sorong, West Iriran Jaya, Indonesia. Di dalam: Sago Palm Development and Utilization. Proceeding of the Eighth International Sago Symposium. Jayapura, 4 – 6 Agu 2005. Manokwari: Root Crops ang Sago Research Center The State University of Papua. Hlm 58-64. Matanubun H, L Maturbongs. 2005. Sago Palm Potential, Biodiversity Ang SocioCultural Considerations for Industrial Sago Development in Papua, Indonesia. Di dalam: Sago Palm Development and Utilization. Proceeding of the Eighth International Sago Symposium. Jayapura, 4 – 6 Agu 2005. Manokwari: Root Crops ang Sago Research Center The State University of Papua. Hlm 41-54. Muhdin. 2003 .Dimensi Pohon dan Perkembangan Metode Pendugaan Volume Pohon. Pengantar Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana (S-3) IPB. Bogor. Purwita I. 2005. Peyusunan Tabel Volume Pohon Untuk Jenis Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophyla. King) di BKPH Gunung Kencana KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Santosa BP dan Ashari. 2005. Analisis Statistika dengan Microsoft Excel dan SPSS. Andi. Yogyakarta. Somantri A dan SA Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Pustaka Setia. Bandung. Spurr SH. 1952. Forest Inventory. The Ronald Press Company.inc. New York Sutarahardja S. 1999. Bahan Kuliah Dalam Mata Ajaran Inventarisasi Hutan. Metode Sampling Dalam Inventarisasi Hutan. Laboratorium Inventarisasi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. . 2008. Penyusunan Alat Bantu Dalam Inventarisasi Hutan. Bagian Perencanaan Hutan. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Walpole RE, and RH Myers. 1993. Probability and Statistics for Engineers and Scientist, 6th ed. Macmillan Publishing Co. Inc. New York.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1 Bagan teknik penarikan contoh dengan menggunakan metode systematic line strip sampling dalam inventarisasi potensi sagu
a. Sungai sebagai base-line
b. Garis pantai sebagai base-line
Gambar 3 Bagan teknik penarikan contoh dengan menggunakan metode systematic line strip sampling dalam inventarisai potensi sagu Keterangan : : Jalur ukur (lebar jalur ukur = 20 m) : Jalur ukur (lebar jalur ukur = 20 m) : Jarak antar jalur 1 km Intensitas sampling
:2%
52 Lampiran 2 Data pohon contoh total, data pohon contoh untuk penyusunan model dan data pohon contoh untuk validasi model Tabel 18 Data pohon contoh total No Pohon 1 2 3 4 5 6 7
Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais
Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau
Kelas Dbh 40 - 45 40 - 45 < 35 > 60 40 - 45 55 - 60 35 - 40
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Distrik Kais Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan
Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah
35 - 40 35 - 40 50 - 55 45 - 50 > 60 40 - 45 55 - 60 50 - 55 45 - 50
35.2 36.6 52 48.6 62.4 41.1 57.8 53.1 47.2
10 - 15 10 - 15 10 - 15 10 - 15 05 - 10 05 - 10 05 - 10 15 - 20 05 - 10
13.2 10.6 10.5 11.4 8 6.1 9.7 15.6 9.1
1.709451 1.777843 2.365011 3.135376 2.079253 0.857953 2.839754 3.012796 1.936205
1.283893 1.114648 2.228772 2.113718 2.445281 0.808878 2.543883 3.452894 1.591458
1.331459 1.594981 1.061128 1.483346 0.850312 1.060671 1.116307 0.872542 1.216624
223.1 147.4 258.3 192.8 149.5 90.1 165.5 303.9 157.8
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Kais
Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau
55 - 60 45 - 50 40 - 45 45 - 50 45 - 50 50 - 55 45 - 50 35 - 40 45 - 50 50 - 55 50 - 55 > 60 35 - 40
56.2 47.6 43.7 48.2 46.1 50.2 46.8 37.5 47.2 50 53.1 61.3 36.4
15 - 20 10 - 15 15 - 20 15 - 20 05 - 10 05 - 10 10 - 15 10 - 15 10 - 15 05 - 10 05 - 10 > 20 05 - 10
16.4 11.6 16.8 17 7.5 8.3 13.5 11.1 13.8 9.8 9.5 20.2 7.7
3.925275 3.207911 3.459418 3.884550 1.674037 2.061735 4.567658 2.303849 4.002738 2.144480 2.319216 7.348883 1.280558
4.066176 2.063201 2.518499 3.100364 1.251217 1.641932 2.321107 1.225336 2.413419 1.923250 2.102724 5.958569 0.800872
0.965348 1.554822 1.373603 1.252934 1.337926 1.255676 1.967879 1.880177 1.658534 1.115029 1.102958 1.233330 1.598955
230.6 212 192.8 256.1 101.6 123.2 196.5 131.8 201.4 164.5 140.5 368.3 122
Lokasi
Asosiasi
Dbh (cm) 44 42.8 32.6 62.1 42.1 56.7 39.8
Kelas Tbp 05 - 10 10 - 15 10 - 15 10 - 15 10 - 15 05 - 10 05 - 10
Tbp (m) 7.9 12.2 10.3 12.6 13.4 8.1 8.5
Va (m3)
Vs (m3)
1.137577 2.083529 1.054051 3.491419 2.741449 2.001599 1.190945
1.200610 1.754353 0.859295 3.814375 1.864398 2.044188 1.056951
0.947498 1.187634 1.226647 0.915332 1.47042 0.979166 1.126775
102.2 196.2 137.1 341.6 225.7 169.9 128.1
f
W (kg)
53 No Pohon 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Lokasi Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Seremuk Distrik Seremuk Distrik Seremuk Distrik Seremuk Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan
Asosiasi Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah
Kelas Dbh 35 - 40 35 - 40 < 35 < 35 < 35 > 60 45 - 50 40 - 45 55 - 60 55 - 60 > 60 50 - 55 55 - 60 < 35 35 - 40 45 - 50 45 - 50 < 35 > 60 < 35 50 - 55 40 - 45 55 - 60
Dbh (cm) 37.8 39.2 33.4 33.1 31.8 64.5 46.8 41.2 55.1 58.2 64.1 50.6 57.8 32.6 37.8 47.3 45.6 29.7 61.2 34.6 51.3 44.3 59
Kelas Tbp 10 - 15 10 - 15 05 - 10 10 - 15 05 - 10 15 - 20 15 - 20 15 - 20 10 - 15 10 - 15 10 - 15 10 - 15 05 - 10 10 - 15 05 - 10 15 - 20 10 - 15 10 - 15 10 - 15 05 - 10 15 - 20 10 - 15 10 - 15
Tbp (m) 12.8 10.2 9.3 11.4 8.6 17.6 15.7 18.1 11.5 11.8 10.2 10.8 9.6 10.8 8.3 16.8 11.7 11.2 13.5 7.8 16.1 12.5 14.6
Va (m3)
Vs (m3)
2.100537 2.165122 1.232662 1.570488 0.908045 5.385904 3.381241 3.526146 3.117068 3.470302 3.624888 2.419161 2.643544 1.102926 1.044240 3.364777 2.113279 1.024970 4.466031 0.830457 4.754629 2.299227 4.889852
1.435698 1.230388 0.814415 0.980461 0.682688 5.747801 2.699361 2.411808 2.740758 3.137600 3.289924 2.170673 2.517657 0.901008 0.930961 2.950538 1.909788 0.775534 3.969230 0.733021 3.326061 1.925693 3.989574
1.463077 1.759707 1.513556 1.601785 1.330102 0.937037 1.252608 1.462035 1.137301 1.106037 1.101815 1.114475 1.050002 1.224102 1.121680 1.140394 1.106552 1.321632 1.125163 1.132924 1.429507 1.193974 1.225658
189.1 143.5 137 146.5 98 347.3 244.8 256.2 212.5 218.3 186.2 198.3 203.7 151.2 131.9 258.7 206 132.1 244.8 87 221.6 154.3 186.4
2.635193
2.169902
1.26133
186.6808
Va (m3)
Vs (m3)
1.024970 0.908045
0.775534 0.682688
f
W (kg)
Tabel 19 Data Pohon Contoh Terpilih Untuk Penyusunan Model No Pohon 47 34
Lokasi Distrik Seremuk Distrik Kais
Asosiasi Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau
Kelas Dbh < 35 < 35
Dbh (cm) 29.7 31.8
Kelas Tbp 10 - 15 05 - 10
Tbp (m) 11.2 8.6
f 1.321632 1.330102
W (kg) 132.1 98
54 No Pohon 3 32 49 8 29 30 44 31 2 19 1 51 13 46 36 16 18 20 41 50 10 15 27 38 17 42 39 52 28 4 12 40 35
Lokasi Distrik Kais Distrik Kais Distrik Seremuk Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Seremuk Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Kais
Asosiasi Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau
Kelas Dbh < 35 < 35 < 35 35 - 40 35 - 40 35 - 40 35 - 40 35 - 40 40 - 45 40 - 45 40 - 45 40 - 45 40 - 45 45 - 50 45 - 50 45 - 50 45 - 50 45 - 50 50 - 55 50 - 55 50 - 55 50 - 55 50 - 55 55 - 60 55 - 60 55 - 60 55 - 60 55 - 60 > 60 > 60 > 60 > 60 > 60
Dbh (cm) 32.6 33.4 34.6 35.2 36.4 37.8 37.8 39.2 42.8 43.7 44 44.3 41.1 45.6 46.8 47.2 47.6 48.2 50.6 51.3 52 53.1 53.1 55.1 56.2 57.8 58.2 59 61.3 62.1 62.4 64.1 64.5
Kelas Tbp 10 - 15 05 - 10 05 - 10 10 - 15 05 - 10 10 - 15 05 - 10 10 - 15 10 - 15 15 - 20 05 - 10 10 - 15 05 - 10 10 - 15 15 - 20 05 - 10 10 - 15 15 - 20 10 - 15 15 - 20 10 - 15 15 - 20 05 - 10 10 - 15 15 - 20 05 - 10 10 - 15 10 - 15 > 20 10 - 15 05 - 10 10 - 15 15 - 20
Tbp (m) 10.3 9.3 7.8 13.2 7.7 12.8 8.3 10.2 12.2 16.8 7.9 12.5 6.1 11.7 15.7 9.1 11.6 17 10.8 16.1 10.5 15.6 9.5 11.5 16.4 9.6 11.8 14.6 20.2 12.6 8 10.2 17.6
Va (m3)
Vs (m3)
1.054051 1.232662 0.830457 1.709451 1.280558 2.100537 1.044240 2.165122 2.083529 3.459418 1.137577 2.299227 0.857953 2.113279 3.381241 1.936205 3.207911 3.884550 2.419161 4.754629 2.365011 3.012796 2.319216 3.117068 3.925275 2.643544 3.470302 4.889852 7.348883 3.491419 2.079253 3.624888 5.385904
0.859295 0.814415 0.733021 1.283893 0.800872 1.435698 0.930961 1.230388 1.754353 2.518499 1.200610 1.925693 0.808878 1.909788 2.699361 1.591458 2.063201 3.100364 2.170673 3.326061 2.228772 3.452894 2.102724 2.740758 4.066176 2.517657 3.137600 3.989574 5.958569 3.814375 2.445281 3.289924 5.747801
f 1.226647 1.513556 1.132924 1.331459 1.598955 1.463077 1.121680 1.759707 1.187634 1.373603 0.947498 1.193974 1.060671 1.106552 1.252608 1.216624 1.554822 1.252934 1.114475 1.429507 1.061128 0.872542 1.102958 1.137301 0.965348 1.050002 1.106037 1.225658 1.233330 0.915332 0.850312 1.101815 0.937037
W (kg) 137.1 137 87 223.1 122 189.1 131.9 143.5 196.2 192.8 102.2 154.3 90.1 206 244.8 157.8 212 256.1 198.3 221.6 258.3 303.9 140.5 212.5 230.6 203.7 218.3 186.4 368.3 341.6 149.5 186.2 347.3
55 Tabel 20 Data pohon contoh untuk validasi model No Pohon 43 33 9 24 7 37 5 21 23 25 45 11 26 22 6 14 48
Lokasi
Asosiasi
Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Kais Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Teminabuan Distrik Kais Distrik Teminabuan Distrik Seremuk
Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Rawa Payau Hutan Sagu Dataran Rendah Hutan Sagu Dataran Rendah
Kelas Dbh < 35 < 35 35 - 40 35 - 40 35 - 40 40 - 45 40 - 45 45 - 50 45 - 50 45 - 50 45 - 50 45 - 50 50 - 55 50 - 55 55 - 60 55 - 60 > 60
Dbh (cm) 32.6 33.1 36.6 37.5 39.8 41.2 42.1 46.1 46.8 47.2 47.3 48.6 50 50.2 56.7 57.8 61.2
Keterangan : Va : Valume pohon actual hasil penjumlahan volume seluruh seksi Vs : Volume silindris silindris (1/4μD2.T) f : Angka bentuk μ : 3,14
Kelas Tbp 10 - 15 10 - 15 10 - 15 10 - 15 05 - 10 15 - 20 10 - 15 05 - 10 10 - 15 10 - 15 15 - 20 10 - 15 05 - 10 05 - 10 05 - 10 05 - 10 10 – 15
Tbp (m) 10.8 11.4 10.6 11.1 8.5 18.1 13.4 7.5 13.5 13.8 16.8 11.4 9.8 8.3 8.1 9.7 13.5
Va (m3)
Vs (m3)
f
1.102926 1.570488 1.777843 2.303849 1.190945 3.526146 2.741449 1.674037 4.567658 4.002738 3.364777 3.135376 2.144480 2.061735 2.001599 2.839754 4.466031
0.901008 0.980461 1.114648 1.225336 1.056951 2.411808 1.864398 1.251217 2.321107 2.413419 2.950538 2.113718 1.923250 1.641932 2.044188 2.543883 3.969230
1.224102 1.601785 1.594981 1.880177 1.126775 1.462035 1.47042 1.337926 1.967879 1.658534 1.140394 1.483346 1.115029 1.255676 0.979166 1.116307 1.125163
W (kg) 151.2 146.5 147.4 131.8 128.1 256.2 225.7 101.6 196.5 201.4 258.7 192.8 164.5 123.1 169.9 165.5 244.8
56
Lampiran 3 Data hasil pengukuran dimensi per-seksi pohon sagu contoh. Tabel 21 Pohon contoh 1 Seksi keDP 1 48.6 2 44.1 3 46.3 4 40.2 Total
DU 44.1 46.3 40.2 30.4
Ls 2 2 2 1.9
Tabel 22 Pohon contoh 2 seksi keDP DU 1 43 42.1 2 42.1 46.3 3 46.3 48.1 4 48.1 52.1 5 52.1 49.6 6 49.6 39.5 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2.2
Tabel 23 Pohon contoh 3 Seksi keDP DU 1 35.2 32.1 2 32.1 36.4 3 36.4 39.3 4 39.3 38.1 5 38.1 33.6 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2.3
Tabel 24 Pohon contoh 4 seksi keDP DU 1 66.3 62 2 62 63.4 3 63.4 65.2 4 65.2 64.3 5 64.3 49.2 6 49.2 41 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2.6
Tabel 25 Pohon contoh 5 seksi keDP DU 1 51.6 43.2 2 43.2 48.3 3 48.3 50.2 4 50.2 57.3 5 57.3 53 6 53 55.4 7 55.4 46.8 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 1.4
Vs (m3) 0.337287 0.320757 0.293678 0.185854 1.137577
Ket 4 tumang
Vs (m3) 0.284249 0.306721 0.349771 0.394072 0.405958 0.342758 2.083529
Ket 6 tumang
Vs (m3) 0.177775 0.184171 0.224922 0.235137 0.232047 1.054051
Ket 5 tumang
Vs (m3) 0.64609 0.617213 0.649115 0.658232 0.505628 0.415141 3.491419
Vs (m3) 0.352741 0.328611 0.380813 0.453583 0.477519 0.461209 0.286972 2.741449
102.2 kg
196.2 kg
137.1 kg
Ket 10 tumang
341.6 kg
ket 8 tumang
225.7 kg
57
Tabel 26 Pohon contoh 6 seksi keDP DU 1 63.1 57.8 2 57.8 57.1 3 57.1 53.4 4 53.4 48.8 Total
Ls (m) 2 2 2 2.1
Tabel 27 Pohon contoh 7 seksi keDP DU 1 49.2 40.3 2 40.3 39.2 3 39.2 42.8 4 42.8 43.4 Total
Ls (m) 2 2 2 2.5
Tabel 28 Pohon contoh 8 seksi keDP DU 1 37.6 35 2 35 41.1 3 41.1 45 4 45 42.3 5 42.3 41.6 6 41.6 41 7 41 36.4 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 1.2
Tabel 29 Pohon contoh 9 seksi keDP DU 1 38.3 36 2 36 51.4 3 51.4 56.8 4 56.8 49.5 5 43.5 40.3 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2.6
Tabel 30 Pohon contoh 10 seksi keDP DU 1 53.8 42.1 2 42.1 51.2 3 51.2 54.4 4 54.4 60.5 5 60.5 59.5 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2.5
Vs (m3) 0.57371 0.518179 0.479252 0.430458 2.001599
Ket 6 tumang
Vs (m3) 0.314402 0.24807 0.263917 0.364556 1.190945
Ket
Vs (m3) 0.206877 0.227305 0.290968 0.299136 0.276289 0.267793 0.141082 1.709451
Vs (m3) 0.217 0.300 0.460 0.444 0.358 1.778
Vs (m3) 0.361 0.342 0.438 0.518 0.707 2.365
169.9 kg
4 tumang
128.1 kg
Ket 8 tumang
223.1
Ket 6 Tumang
147.4 kg
Ket 10Tumang
258.3 kg
58
Tabel 31 Pohon contoh 11 Seksi keDP DU 1 61.5 48.2 2 48.2 53.5 3 53.5 54.6 4 54.6 61.5 5 61.5 75.1 6 75.1 64.7 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 1.4
Tabel 32 Pohon contoh 12 Seksi keDP DU 1 64.1 55.8 2 55.8 58.5 3 58.5 60 4 60 47.2 Total
Ls (m) 2 2 2 2
Tabel 33 Pohon contoh 13 Seksi keDP DU 1 44.7 41.5 2 41.5 41 3 41 44.2 Total
Ls (m) 2 2 2.1
Tabel 34 Pohon contoh 14 seksi keDP DU 1 61.1 55.1 2 55.1 56.2 3 56.2 64.9 4 64.9 70.3 5 70.3 55.8
Ls (m) 2 2 2 2 1.7
Total Tabel 35 Pohon contoh 15 seksi keDP DU 1 54.4 49.9 2 49.9 49.8 3 49.8 49.4 4 49.4 49.9 5 49.9 50.5 6 50.5 50.7 7 50.7 46.3 8 46.3 43.9 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 2 1.6
Vs (m3) 0.472 0.406 0.459 0.529 0.732 0.537 3.135
Ket
Vs (m3) 0.564 0.513 0.551 0.451 2.079
Ket
Vs (m3) 0.292 0.267 0.299 0.858
Vs (m3) 0.530 0.486 0.576 0.717 0.531
192.8 kg
5 Tumang
149.5 kg
Ket 3 Tumang 90.1
Ket 6 Tumang
2.840
165.5 kg
Vs (m3) 0.427 0.390 0.386 0.387 0.396 0.402 0.369 0.255 3.013
Ket 11 tumang
303.9
59
Tabel 36 Pohon contoh 16 seksi keDP DU 1 51.7 48.8 2 48.8 58.3 3 58.3 53.5 4 53.5 47.4 5 47.4 48.7 Total
Ls (m) 2 2 2 2 1.1
Tabel 37 Pohon contoh 17 seksi keDP DU 1 57.3 54.8 2 54.8 58.2 3 58.2 53.1 4 53.1 61 5 61 61.2 6 61.2 52.8 7 52.8 49.7 8 49.7 45.3 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 2 2.4
Tabel 38 Pohon contoh 18 seksi keDP DU 1 48.2 52.9 2 52.9 56.1 3 56.1 63.2 4 63.2 63.7 5 63.7 64 6 64 63.4 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 1.6
Tabel 39 Pohon contoh 19 seksi keDP DU
Vs (m3) 0.396 0.450 0.491 0.400 0.199 1.936
Ket
Vs (m3) 0.493 0.501 0.486 0.511 0.586 0.510 0.412 0.425 3.925
Ket
Vs (m3) 0.401 0.466 0.559 0.632 0.640 0.510 3.208
Ls (m)
Vs (m3)
1
52.3
44.8
2
0.370
2
44.8
45.3
2
0.319
3
45.3
46.1
2
0.328
4
46.1
46.5
2
0.337
5
46.5
52.5
2
0.385
6
52.5
58.2
2
0.481
7
58.2
58.3
2
0.533
8
58.3
55.2
2.8
0.708
Total Tabel 40 Pohon contoh 20 seksi keDP DU 1 51.1 49.5 2 49.5 52.7
3.459
Ls (m) 2 2
Vs (m3) 0.397 0.410
157.8 kg
9 Tumang
230.6
Ket 8 Tumang
212
Ket 7 tumang
192.8 kg
Ket 9 Tumang
60
3 4 5 6 7 8 9 Total
52.7 54.2 54.4 57.7 59.1 57.3 48.8
54.2 54.4 57.7 59.1 57.3 48.8 42.5
2 2 2 2 2 2 1
Tabel 41 Pohon contoh 21 seksi keDP DU 1 44.3 53.2 2 53.2 57 3 57 51.9 4 51.9 58.5 Total
Ls (m) 2 2 2 1.5
Tabel 42 Pohon contoh 22 seksi keDP DU 1 54.2 50.2 2 50.2 54.5 3 54.5 61.3 4 61.3 61.2 Total
Ls (m) 2 2 2 2.3
Tabel 43 Pohon contoh 23 seksi keDP DU 1 63.3 59.2 2 59.2 64.4 3 64.4 66.3 4 66.3 65.3 5 65.3 70.2 6 70.2 71.3 7 71.3 61.9 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 1.5
Tabel 44 Pohon contoh 24 seksi keDP DU 1 44.2 42.5 2 42.5 46.6 3 46.6 58.3 4 58.3 54.5 5 54.5 56.7 6 56.7 57.3 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 1.1
Tabel 45 Pohon contoh 25 seksi keDP DU 1 49.1 47.3 2 47.3 57.8 3 57.8 66.7
Ls (m) 2 2 2
0.449 0.463 0.493 0.535 0.532 0.442 0.164 3.885
Vs(m3) 0.373 0.477 0.465 0.359 1.674 Vs(m3) 0.428 0.430 0.526 0.677 2.062 Vs(m3) 0.589 0.600 0.670 0.680 0.721 0.786 0.522 4.568 Vs (m3) 0.295 0.312 0.432 0.499 0.485 0.281 2.304
Vs (m3) 0.365 0.434 0.608
256.1 kg
Ket 3 Tumang
101.6
Ket 4 Tumang
123.2
Ket 7 Tumang
196.5 kg Ket 5 Tumang
131.8
Ket 7 Tumang
61
4 5 6 7 Total
66.7 64.4 63.9 65.3
64.4 63.9 65.3 67.2
2 2 2 1.8
0.675 0.646 0.655 0.620 4.003
Tabel 46 Pohon contoh 26 seksi keDP DU 1 54.2 49.3 2 49.3 55.6 3 55.6 57.1 4 57.1 52 5 52 53.3 Total
Ls (m) 2 2 2 2 1.5
Tabel 47 Pohon contoh 27 seksi keDP DU 1 50.6 50.4 2 50.4 55.9 3 55.9 59.6 4 59.6 58.4 5 58.4 48.7 Total
Ls (m) 2 2 2 2 1.8
Tabel 48 Pohon contoh 28 seksi keDP DU 1 68.4 61.8 2 61.8 64.6 3 64.6 69.1 4 69.1 73.3 5 73.3 74.2 6 74.2 74.6 7 74.6 68.8 8 68.8 66.2 9 66.2 63.5 10 63.5 59.5 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2.2
Tabel 49 Pohon contoh 29 seksi keDP DU 1 39.6 44.3 2 44.3 47.6 3 47.6 51.5 4 51.5 41.3 Total
Ls (m) 2 2 2 1.7
201.4
Vs (m3) 0.420 0.432 0.499 0.467 0.326 2.144
Ket 6 Tumang
164.5
Vs (m3) 0.400 0.444 0.524 0.547 0.405 2.319
Vs (m3) 0.665 0.627 0.702 0.796 0.854 0.869 0.807 0.715 0.660 0.653 7.349
3
Vs (m ) 0.276 0.331 0.385 0.287 1.281
Ket 4 Tumang
140.5
Ket
13 Tumang
368.3
Ket 5 tumang
122
62
Tabel 50 Pohon contoh 30 seksi keDP DU 1 43.4 37 2 37 39.2 3 39.2 43.4 4 43.4 48.3 5 48.3 54.7 6 54.7 50.2 Total Tabel 51 Pohon contoh 31 seksi keDP DU
Ls (m) 2 2 2 2 2 2.8
Ls (m)
Vs (m3) 0.254 0.228 0.268 0.330 0.416 0.605 2.101
Vs (m3)
1
53.2
40.8
2
0.347
2
40.8
43.6
2
0.280
3
43.6
53.1
2
0.367
4 5
53.1 64.4
64.6 56.2
2 2.2
0.544 0.628
Total Tabel 52 Pohon contoh 32 seksi keDP DU
Ls (m)
34.1
2
0.217
39.5
2
0.213
3
39.5
49.1
2
0.308
4
49.1
40.8
2
0.317
5
40.8
42.6
1.3
0.177 1.233
Ls (m) 2 2 2 2
6 Tumang
Ket
34.1
Tabel 54 Pohon contoh 34 seksi keDP DU 1 40.3 33.4 2 33.4 35.8 3 35.8 40.3 4 40.3 44.1 Total
ket
Vs (m3)
40.3
Ls (m) 2 2 2 2 2 1.4
189.1
143.5
2
Tabel 53 Pohon contoh 33 seksi keDP DU 1 40.1 33.4 2 33.4 38.8 3 38.8 44.2 4 44.2 43.6 5 43.6 50.4 6 50.4 41.9 Total
8 Tumang
2.165
1
Total
ket
5 Tumang
137
Vs (m3) 0.212 0.205 0.270 0.303 0.347 0.234 1.570
ket
Vs (m3) 0.213 0.188 0.227 0.280 0.908
ket
146.5
3Tumang
98
63
Tabel 55 Pohon contoh 35 seksi keDP DU 1 65.3 64 2 64 68.1 3 68.1 68.3 4 68.3 73.8 5 73.8 65.2 6 65.2 63.2 7 63.2 64.1 8 64.1 59.6 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 2 1.6
Tabel 56 Pohon contoh 36 seksi keDP DU 1 51.9 50.3 2 50.3 51.2 3 51.2 54.6 4 54.6 52.3 5 52.3 53.2 6 53.2 58.4 7 58.4 50.2 8 50.2 43.1 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 2 1.7
Tabel 57 Pohon contoh 37 seksi keDP DU 1 48.2 41.8 2 41.8 45.6 3 45.6 44.2 4 44.2 51.5 5 51.5 55.6 6 55.6 54.3 7 54.3 56.8 8 56.8 50.2 9 50.2 45.1 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 2 2 2.1
Tabel 58 Pohon contoh 38 seksi keDP DU 1 58.3 55 2 55 54.8 3 54.8 62.7 4 62.7 64.6 5 64.6 58.5 6 58.5 53.2 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 1.5
Vs (m3) 0.656 0.685 0.730 0.793 0.758 0.647 0.636 0.480 5.386
Vs (m3) 0.410 0.404 0.439 0.449 0.437 0.489 0.463 0.290 3.381
Vs (m3) 0.318 0.300 0.317 0.359 0.450 0.474 0.484 0.449 0.37430 3.526
Vs (m3) 0.504 0.473 0.542 0.636 0.595 0.367 3.117
ket 13 Tumang
347.3
ket 9 Tumang
244.8
Ket 10 Tumang
256.2
ket 8 Tumang
212.5
64
Tabel 59 Pohon contoh 39 Seksi keDP DU 1 63.6 57.2 2 57.2 59.6 3 59.6 64.3 4 64.3 63.1 5 63.1 60.2 6 60.2 61.8 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 1.8
Tabel 60 Pohon contoh 40 Seksi keDP DU 1 66.8 63.2 2 63.2 66.7 3 66.7 71.2 4 71.2 70.8 5 70.8 62 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2.2
Tabel 61 Pohon contoh 41 seksi keDP DU 1 55.1 52 2 52 55.4 3 55.4 53.2 4 53.2 54.8 5 54.8 49.3 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2.8
Tabel 62 Pohon contoh 42 seksi keDP DU 1 62.1 56.7 2 56.7 60.3 3 60.3 62.1 4 62.1 58.3 5 58.3 53.9 Total
Ls (m) 2 2 2 2 1.6
Tabel 63 Pohon contoh 43 seksi keDP DU 1 38.1 33.2 2 33.2 34.6 3 34.6 40.7 4 40.7 37.3 5 37.3 31.7 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2.8
Tabel 64 Pohon contoh 44 seksi keDP DU 1 40.6 36.9
Ls (m) 2
Vs (m3) 0.573 0.535 0.603 0.637 0.597 0.526 3.470
Vs (m3) 0.663 0.662 0.746 0.791 0.761 3.625
Vs (m3) 0.450 0.453 0.463 0.458 0.595 2.419
Vs (m3) 0.554 0.537 0.588 0.569 0.395 2.644
Vs (m3) 0.200 0.180 0.223 0.239 0.262 1.103
Vs (m3) 0.236
Ket 8 Tumang
218.3
Ket 6 Tumang
186.2
Ket 7 Tumang
198.3
Ket 7 Tumang
203.7
Ket 6 Tumang
151.2
Ket
65
2 3 4 Total
36.9 39.5 43.2
39.5 43.2 39.8
2 2 2.3
Tabel 65 Pohon contoh 45 seksi keDP DU 1 50.7 46.9 2 46.9 49.5 3 49.5 54.6 4 54.6 56.1 5 56.1 54.3 6 54.3 50.8 7 50.8 45.6 8 45.6 44.2 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 2 2.8
Tabel 66 Pohon contoh 46 seksi keDP DU 1 51.5 46.9 2 46.9 46.8 3 46.8 50.6 4 50.6 51.1 5 51.1 44.3 6 44.3 42.8 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 1.7
Tabel 67 Pohon contoh 47 seksi keDP DU 1 34.2 29.1 2 29.1 32.5 3 32.5 37 4 37 37.8 5 37.8 34.6 6 34.6 31.8 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 1.2
Tabel 68 Pohon contoh 48 seksi keDP DU 1 63.3 60.4 2 60.4 64.2 3 64.2 66.8 4 66.8 69.5 5 69.5 67 6 67 64.3 7 64.4 58.6 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 1.5
0.229 0.268 0.311 1.044
5 Tumang
Vs (m3) 0.374 0.365 0.425 0.481 0.478 0.434 0.365 0.443 3.365
Ket
Vs (m3) 0.380 0.345 0.372 0.406 0.357 0.253 2.113
Vs (m3) 0.157 0.149 0.190 0.220 0.206 0.104 1.025
Vs (m3) 0.601 0.609 0.674 0.729 0.731 0.677 0.445 4.466
131.9
10 Tumang
258.7 Ket 7 Tumang
206
Ket 5 Tumang
132.1
Ket 7 Tumang
244.8
66
Tabel 69 Pohon contoh 49 seksi keDP DU 1 39.1 35.6 2 35.6 38.4 3 38.4 36.2 4 36.2 34.8 Total Tabel 70 Pohon contoh 50 seksi keDP DU 1 56.4 52.3 2 52.4 58.5 3 58.5 60.7 4 60.7 64 5 64 65.5 6 65.5 68.8 7 68.8 62.1 8 62.1 58.7 Total
Ls (m) 2 2 2 1.8
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 2 2.1
Tabel 71 Pohon contoh 51 seksi keDP DU 1 48.9 44.7 2 44.7 46.5 3 46.5 50.2 4 50.2 53.1 5 53.1 48.7 6 48.7 45.6 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2.5
Tabel 72 Pohon contoh 52 seksi keDP DU 1 61.4 62.3 2 62.3 64.8 3 64.5 68.7 4 68.7 71.3 5 71.3 65.5 6 65.5 64.2 7 64.2 60.6 Total
Ls (m) 2 2 2 2 2 2 2.6
Vs (m3) 0.219 0.215 0.218 0.178 0.830
Vs (m3) 0.464 0.483 0.558 0.610 0.658 0.708 0.673 0.601 4.755
Vs (m3) 0.344 0.326 0.367 0.419 0.407 0.436 2.299
Vs (m3) 0.601 0.634 0.696 0.769 0.735 0.660 0.795 4.890
Ket 3 Tumang
87
Ket 9 Tumang
221.6
Ket 6 Tumang
154.3
Ket 9 Tumang
186.4
Keterangan : DP : Diameter pangkal seksi ke-i pohon contoh ke-j (cm) DU : Diameter ujung seksi ke-i pohon contoh ke-j (cm) Ls : Panjang seksi ke-i pohon contoh ke-j (m) Vs : Volume seksi ke-i pohon contoh ke-j (m3) Total : Volume actual dan berat tepung sagu pohon contoh ke-j j : 1,2,3,……,n ; n = 52
67
Lampiran 4 Hasil pengolahan data pohon contoh dalam tahap penyusunan model dengan menggunakan soft ware Statistika (Minitab. 14.0) Descriptive Statistics: Dbh, Tbp, W Variable Dbh Tbp W
N 35 35 35
N* 0 0 0
Variable Dbh Tbp W
Maximum 64.50 20.200 368.3
Mean 47.45 11.857 193.7
SE Mean 1.73 0.572 12.0
StDev 10.25 3.383 71.2
Minimum 29.70 6.100 87.0
Q1 37.80 9.300 137.1
Median 47.20 11.500 192.8
Correlations: Dbh, Tbp Pearson correlation of Dbh and Tbp = 0.400 P-Value = 0.017
Model Spurr Regression Analysis: Log W versus log Dbh^2 Tbp The regression equation is Log W = 0.008 + 0.513 log Dbh^2 T
Predictor Constant log Dbh^2 T
Coef 0.0075 0.51294
S = 0.0849006
SE Coef 0.2393 0.05442
R-Sq = 72.9%
T 0.03 9.43
P 0.975 0.000
R-Sq(adj) = 72.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 33 34
SS 0.64039 0.23787 0.87826
MS 0.64039 0.00721
F 88.84
P 0.000
Unusual Observations
Obs 6
log Dbh^2 T 4.21
Log W 2.3485
Fit 2.1689
SE Fit 0.0172
Residual 0.1796
St Resid 2.16R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Model Schumacher Hall Regression Analysis: Log W versus Log Dbh, Log Tbp
Q3 56.20 14.600 223.1
68
The regression equation is Log W = 0.254 + 0.648 Log Dbh + 0.874 Log Tbp
Predictor Constant Log Dbh Log Tbp
Coef 0.2544 0.6484 0.8743
S = 0.0726388
SE Coef 0.2158 0.1399 0.1102
T 1.18 4.64 7.93
R-Sq = 80.8%
P 0.247 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 79.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Log Dbh Log Tbp
DF 1 1
DF 2 32 34
SS 0.70941 0.16884 0.87826
MS 0.35471 0.00528
F 67.23
P 0.000
Seq SS 0.37742 0.33200
Unusual Observations Obs 23 30 32
Log Dbh 1.72 1.77 1.79
Log W 2.4121 2.2704 2.5335
Fit 2.2599 2.4206 2.3791
SE Fit 0.0154 0.0192 0.0206
Residual 0.1522 -0.1502 0.1544
St Resid 2.14R -2.14R 2.22R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Model Stoate Regression Analysis: W versus Dbh^2, Dbh^2 Tbp, Tbp The regression equation is W = 9.2 + 0.0122 Dbh^2 + 0.00146 Dbh^2 Tbp + 9.56 Tbp
Predictor Constant Dbh^2 Dbh^2 Tbp Tbp
Coef 9.17 0.01222 0.001455 9.560
S = 35.9212
SE Coef 61.56 0.02306 0.001931 5.541
R-Sq = 76.8%
T 0.15 0.53 0.75 1.73
P 0.883 0.600 0.457 0.094
R-Sq(adj) = 74.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 3 31 34
SS 132449 40000 172450
MS 44150 1290
F 34.22
P 0.000
69
Source Dbh^2 Dbh^2 Tbp Tbp
DF 1 1 1
Seq SS 71923 56685 3841
Unusual Observations Obs 23 30 31 32 35
Dbh^2 2704 3481 3758 3856 4160
W 258.30 186.40 368.30 341.60 347.30
Fit 183.92 265.26 358.68 247.48 334.84
SE Fit 7.72 10.04 23.20 11.54 21.23
Residual 74.38 -78.86 9.62 94.12 12.46
St Resid 2.12R -2.29R 0.35 X 2.77R 0.43 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
70
Lampiran 5 Hasil pengolahan data pohon contoh pada tahap validasi model Tabel 73 Nilai e%, SA, SR, RMSE dan uji X2 untuk persamaan (1) (Model Spurr) Dbh
Tbp
Wa
Wi
1
32.6
10.8
151.2
123.2276
-0.01088
-0.185
5.174967
2
33.1
11.4
146.5
128.6874
-0.00715
-0.12159
2.165795
3
36.6
10.6
147.4
137.4403
-0.00397
-0.06757
0.672973
4
37.5
11.1
131.8
144.2803
0.00557
0.094691
1.181772
5
39.8
8.5
128.1
133.7433
0.002591
0.044054
0.248608
6
41.2
18.1
256.2
204.2086
-0.01194
-0.20293
10.55077
7
42.1
13.4
225.7
178.9444
-0.01219
-0.20716
9.685824
8
46.1
7.5
101.6
145.8358
0.025611
0.435391
19.25986
e%-1
SA-1
0.007629
SR-1
X2-test-1
No
0.044877
RMSE-1
9
46.8
13.5
196.5
200.2318
0.001117
0.018991
0.070871
10
47.2
13.8
201.4
204.2782
0.000841
0.014291
0.041132
11
47.3
16.8
258.7
226.4597
-0.00733
-0.12462
4.017915
12
48.6
11.4
192.8
190.8541
-0.00059
-0.01009
0.01964
13
50
9.8
164.5
181.8201
0.006194
0.10529
1.823632
14
50.2
8.3
123.1
167.6521
0.021289
0.361918
16.12421
15
56.7
8.1
169.9
187.5983
0.006128
0.104169
1.843622
16
57.8
9.7
165.5
209.8708
0.015771
0.268101
11.89587
17
61.2
13.5
244.8
263.6744
0.004535
0.077101
1.455244
Σ
3005.7
3028.807
3.558999
2.1533
86.41034
1.467413
Tabel 74 Nilai e%, SA, SR, RMSE dan uji X2 untuk persamaan (2) (Model Schmacher-hall) SA-2
Dbh 32.6
Tbp 10.8
Wa 151.2
Wi 137.33
e%-2 -0.0054
2
33.1
11.4
146.5
145.41
-0.00044
-0.00744
0.00811
3
36.6
10.6
147.4
145.63
-0.00071
-0.01201
0.021254
4
37.5
11.1
131.8
154.02
0.009917
0.168589
3.746042
5
39.8
8.5
128.1
126.78
-0.00061
-0.0103
0.013602
6
41.2
18.1
256.2
250.99
-0.0012
-0.02034
0.105949
7
42.1
13.4
225.7
195.71
-0.00782
8
46.1
7.5
101.6
124.99
0.013542
0.013765
SR-2
X2-test-2 1.272334
No 1
0.080969
RMSE-2 -0.09173
-0.13288
3.984936
0.230217
5.384765 1.067025
9
46.8
13.5
196.5
210.98
0.004335
0.07369
10
47.2
13.8
201.4
216.26
0.00434
0.073784
1.096423
11
47.3
16.8
258.7
257.18
-0.00035
-0.00588
0.008931
12
48.6
11.4
192.8
186.5
-0.00192
-0.03268
0.205861
13
50
9.8
164.5
166.44
0.000694
0.011793
0.022879
14
50.2
8.3
123.1
144.32
0.01014
0.17238
3.657907
15
56.7
8.1
169.9
152.88
-0.00589
-0.10018
1.705005
16 17
57.8 61.2
9.7 13.5
165.5 244.8
181.2 251.03
0.00558 0.001497
0.094864 0.025449
1.489366 0.158549
Σ
3005.7
3047.65
2.572588
1.125096
23.94894
1.060705
71
Tabel 75 Nilai e%, SA, SR, RMSE dan uji X2 untuk persamaan (3) (Model Stoate) SA-3
Dbh
Tbp
Wa
Wi
e%-3
1
32.6
10.8
151.2
142.1713
-0.00351
-0.05971
0.53914
2
33.1
11.4
146.5
149.7858
0.001319
0.022428
0.073695
3
36.6
10.6
147.4
147.6097
8.37E-05
0.001422
0.000298
4
37.5
11.1
131.8
155.2619
0.010471
0.178012
4.176499
5
39.8
8.5
128.1
129.4432
0.000617
0.010486
0.014085
6
41.2
18.1
256.2
247.8013
-0.00193
-0.03278
0.275323
7
42.1
13.4
225.7
193.6028
-0.00837
-0.14221
4.564591
0.026039
SR-3 (%)
X2-test-3
No
RMSE-3
0.153168
8
46.1
7.5
101.6
130.0986
0.0165
0.280498
7.993808
9
46.8
13.5
196.5
208.1506
0.003488
0.05929
0.690766
10
47.2
13.8
201.4
213.1942
0.003445
0.058561
0.690677
11
47.3
16.8
258.7
251.9792
-0.00153
-0.02598
0.174601
12
48.6
11.4
192.8
186.3124
-0.00198
-0.03365
0.218305
13
50
9.8
164.5
169.158
0.001666
0.028316
0.131896
14
50.2
8.3
123.1
149.8303
0.012773
0.217143
5.804311
15
56.7
8.1
169.9
163.8769
-0.00209
-0.03545
0.213521
16
57.8
9.7
165.5
190.0032
0.008709
0.148056
3.627843
17
61.2
13.5
244.8
257.777
0.003118
0.053011
0.687918
Σ
3005.7
3086.056
4.279041
3.112732
29.87728
1.764294
Keterangan :
e%
: Bias
SA
: Simpangan agregatif
SR
: Simpangan rata-rata
RMSE
: Root Mean Square Error
X2
: Uji Validasi Model (khi-kuadrat)
Descriptive Statistics: Dbh, Tbp, W pada tahap validasi model Variable Dbh Tbp W
N 17 17 17
N* 0 0 0
Variable Dbh Tbp W
Maximum 61.20 18.100 258.7
Mean 45.58 11.547 176.8
SE Mean 2.02 0.725 11.7
StDev 8.33 2.989 48.1
Minimum 32.60 7.500 101.6
Q1 38.65 9.100 139.2
Median 46.80 11.100 165.5
Q3 50.10 13.500 213.6
72
Lampiran 6 Tabel berat basah tepung sagu untuk jenis Metroxylon rumphii di Kabupaten Sorong Selatan Tabel 76 Berat basah tepung (kg/pohon) sagu duri (Metroxylon rumphii) berdasarkan model Ws = 1.795(Dbh)0.648 (Tbp)0.874 (Schumacher-Hall) Tbp 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Dbh 25 58.997 69.188 79.167 88.967 98.614 108.126 117.519 126.804 135.993 145.093 154.111 163.054 171.926 180.733 189.479 198.166 206.799 215.381 223.913 232.399 240.840
26 60.516 70.969 81.205 91.257 101.152 110.909 120.544 130.068 139.493 148.827 158.078 167.251 176.352 185.385 194.356 203.267 212.123 220.925 229.677 238.381 247.040
27 62.014 72.726 83.215 93.517 103.656 113.655 123.528 133.288 142.947 152.512 161.991 171.391 180.718 189.975 199.168 208.300 217.374 226.394 235.363 244.283 253.156
28 63.493 74.461 85.200 95.747 106.128 116.365 126.474 136.467 146.356 156.149 165.854 175.478 185.027 194.505 203.917 213.267 222.558 231.793 240.976 250.108 259.192
29 64.953 76.173 87.159 97.949 108.569 119.041 129.383 139.606 149.722 159.740 169.669 179.514 189.283 198.979 208.607 218.172 227.676 237.124 246.518 255.860 265.154
30 66.396 77.865 89.095 100.124 110.981 121.686 132.256 142.706 153.047 163.288 173.437 183.502 193.487 203.398 213.240 223.018 232.733 242.391 251.993 261.543 271.043
31 67.821 79.537 91.009 102.275 113.364 124.299 135.096 145.771 156.334 166.795 177.162 187.442 197.642 207.766 217.820 227.807 237.731 247.596 257.405 267.160 276.864
32 69.231 81.191 92.900 104.400 115.720 126.882 137.905 148.801 159.584 170.262 180.845 191.339 201.750 212.085 222.348 232.542 242.673 252.743 262.755 272.713 282.619
33 70.625 82.826 94.771 106.503 118.051 129.438 140.682 151.798 162.798 173.691 184.487 195.192 205.813 216.356 226.826 237.226 247.560 257.833 268.047 278.206 288.311
34 72.005 84.444 96.623 108.583 120.357 131.966 143.430 154.763 165.978 177.084 188.090 199.005 209.834 220.582 231.256 241.859 252.396 262.870 273.283 283.640 293.942
35 73.370 86.045 98.455 110.642 122.639 134.468 146.150 157.698 169.125 180.442 191.657 202.778 213.812 224.765 235.641 246.445 257.182 267.854 278.465 289.018 299.516
36 74.722 87.630 100.268 112.681 124.898 306.643 148.842 160.603 172.240 183.766 195.188 206.514 217.751 228.906 239.982 250.986 261.920 272.788 283.595 294.343 305.034
37 76.060 89.200 102.065 114.699 127.136 139.399 151.508 163.480 175.326 187.057 198.684 210.213 221.652 233.006 244.281 255.481 266.611 277.675 288.675 299.615 310.498
Keterangan : Dbh = Diameter setinggi dada pohon sagu duri (cm) Tbp = Tinggi bebas pelepah/panjang batang sagu yang dianggap produktif menghasilkan tepung sagu (m) Ws
= Berat basah tepung sagu yang dihasilkan (kg/pohon)
38 77.386 90.755 103.844 116.698 129.352 141.829 154.149 166.329 178.382 190.318 202.147 213.877 225.516 237.068 248.539 259.935 271.259 282.515 293.707 304.838 315.910
73
Lanjutan Tabel 76 Dbh Tbp
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
5
78.700
80.002
81.292
82.571
83.840
85.098
86.347
87.585
88.814
90.034
91.245
92.448
93.642
94.828
6
92.295
93.822
95.335
96.835
98.323
99.799
101.263
102.715
104.157
105.588
107.008
108.418
109.818
111.209
7
105.606
107.353
109.085
110.802
112.504
114.192
115.868
117.530
119.179
120.816
122.441
124.055
125.657
127.248
8
118.679
120.642
122.588
124.518
126.431
128.328
130.211
132.079
133.932
135.772
137.598
139.411
141.212
143.000
9
131.547
133.723
135.880
138.019
140.139
142.243
144.329
146.399
292.613
150.493
152.517
154.527
156.523
158.505
10
144.236
146.622
148.987
151.332
153.657
155.963
158.251
160.521
162.774
165.009
167.229
169.433
171.621
173.794
11
156.766
159.359
161.929
164.478
167.005
169.511
171.998
174.465
176.914
179.344
181.756
184.151
186.529
188.891
12
169.153
171.951
174.724
177.474
180.201
182.905
185.588
188.250
190.892
193.514
196.117
198.702
201.268
203.816
13
181.410
184.411
187.385
190.334
193.258
196.159
199.036
201.891
204.725
207.537
210.328
213.100
215.852
218.585
14
193.549
196.750
199.924
203.070
206.190
209.285
212.355
215.401
218.424
221.424
224.402
227.359
230.296
233.212
15
205.579
208.979
212.350
215.692
219.006
222.293
225.554
228.789
232.000
235.187
238.350
241.491
244.610
247.707
16
217.508
221.106
224.672
228.208
231.714
235.192
238.642
242.065
245.462
248.834
252.181
255.504
258.804
262.081
17
229.344
233.137
236.898
240.626
244.323
247.990
251.628
255.237
258.819
262.374
265.903
269.407
272.887
276.342
18
241.092
245.080
249.033
252.952
256.839
260.693
264.517
268.312
272.077
275.814
279.524
283.208
286.865
290.498
19
252.758
256.939
261.083
265.192
269.267
273.308
277.317
281.295
285.243
289.161
293.050
296.912
300.746
304.555
20
264.347
268.720
273.054
277.351
281.613
285.839
290.032
294.193
298.321
302.419
306.487
310.525
314.536
318.519
21
275.863
280.426
284.950
289.434
293.881
298.292
302.668
307.009
311.317
315.594
319.839
324.053
328.239
332.395
22
287.311
292.063
296.774
301.445
306.076
310.670
315.227
319.749
324.236
328.690
333.111
337.501
341.859
346.188
23
298.693
303.633
308.531
313.386
318.201
322.977
327.715
332.416
337.081
341.711
346.307
350.871
355.402
359.902
24
310.012
315.140
320.223
325.263
330.261
335.217
340.135
345.014
349.855
354.661
359.432
364.168
368.871
373.542
25
321.273
326.587
331.855
337.077
342.256
347.393
352.489
357.545
362.563
367.543
372.487
377.395
382.269
387.110
74
Lanjutan Tabel 76 Tbp 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
53 96.005 112.590 128.828 144.776 160.473 175.952 191.237 206.348 221.300 236.108 250.784 265.336 279.774 294.106 308.337 322.475 336.523 350.488 364.372 378.181 391.918
54 97.175 113.962 130.398 146.540 162.429 178.097 193.568 208.862 223.997 238.985 253.840 268.569 283.184 297.690 312.095 326.404 340.624 354.759 368.813 382.790 396.694
55 98.338 115.325 131.958 148.293 164.372 180.227 195.883 211.361 226.676 241.844 256.876 271.782 286.571 301.250 315.828 330.308 344.698 359.002 373.224 387.368 401.439
56 99.492 116.679 133.508 150.034 166.302 182.344 198.184 213.843 229.338 244.684 259.893 274.974 289.936 304.788 319.537 334.188 348.747 363.218 377.607 391.918 406.153
57 100.640 118.025 135.048 151.765 168.221 184.447 200.470 216.310 231.984 247.507 262.891 278.146 293.281 308.304 323.223 338.043 352.769 367.408 381.963 396.439 410.838
58 101.781 119.363 136.578 153.485 170.127 186.537 202.742 218.761 234.613 250.312 265.870 281.298 296.605 311.798 326.886 341.874 356.768 371.572 386.292 400.932 415.495
Dbh 59 102.914 120.693 138.100 155.195 172.022 188.615 205.000 221.198 237.226 253.100 268.832 284.431 299.909 315.272 330.527 345.682 360.742 375.711 390.595 405.398 420.123
Cara membaca tabel : Misal : Dbh = 46 cm Tbp = 17 m Maka
: Ws
=……………?
Dari tabel Ws = 255.237 kg
Tbp 44 16 17 18
Tbp 45
46 255.237
60 104.041 122.014 139.612 156.894 173.906 190.681 207.245 223.620 239.824 255.872 271.775 287.546 303.193 318.724 334.147 349.467 364.692 379.825 394.872 409.837 424.723
61 105.162 123.328 141.115 158.584 175.779 192.734 209.477 226.028 242.407 258.627 274.702 290.642 306.458 322.156 337.745 353.231 368.619 383.915 399.124 414.250 429.297
62 106.276 124.635 142.610 160.264 177.641 194.775 211.695 228.422 244.974 261.367 277.612 293.721 309.704 325.569 341.322 356.972 372.524 387.982 403.352 418.638 433.844
63 107.383 125.934 144.096 161.934 179.492 196.805 213.902 230.803 247.528 264.091 280.505 296.782 312.932 328.962 344.880 360.693 376.406 392.026 407.556 423.001 438.366
64 108.485 127.225 145.574 163.595 181.333 198.824 216.096 233.170 250.067 266.799 283.382 299.826 316.141 332.336 348.417 364.392 380.267 396.047 411.736 427.340 442.862
65 109.580 128.510 147.044 165.247 183.164 200.832 218.278 235.525 252.592 269.493 286.244 302.854 319.334 335.692 351.935 368.072 384.107 400.046 415.894 431.655 447.334
75
Lampiran 7 Gambar kondisi hutan sagu di Kabupaten Sorong Selatan
Gambar 4 Pohon sagu berbatang duri
76
Lanjutan lampiran 7
Gambar 5 Pohon sagu dengan tinggi total lebih dari 30 meter
77
Lanjutan lampiran 7
Gambar 6 Kondisi hutan sagu di Distrik Kais
Gambar 7 Kondisi hutan sagu di Distrik Seremuk
78
Lanjutan lampiran 7
Gambar 8 Kondisi hutan sagu dilihat dari tepi sungai Kais
79
Lampiran 8 Gambar pengukuran dimensi pohon sagu dan pengukuran berat basah tepung sagu
Gambar 9 Pengukuran panjang batang produktif pohon sagu
80
Lanjutan lampiran 8
Gambar 10 Pengukuran diameter per seksi batang pohon sagu
Gambar 11 Pengukuran diameter pangkal batang pohon sagu
81
Lanjutan lampiran 8
Gambar 12 Pengukuran panjang dan diameter per seksi batang pohon sagu
Gambar 13 Pengukuran berat basah tepung sagu dengan menimbang tumang berisi tepung sagu
82
Lampiran 9 Gambar kegiatan ekstraksi tepung sagu
Gambar 14 Kegiatan pangkur sagu
Gambar 15 Pati sagu hasil pangkuran yang siap untuk diekstrak menjadi tepung sagu
83
Lanjutan lampiran 9
Gambar 16 Kegiatan ekstraksi pati sagu menjadi tepung sagu
Gambar 17 Sisa pati sagu setelah ekstraksi
84
Lanjutan Lampiran 9
Gambar 18 Tepung sagu hasil ekstraksi
Gambar 19 Penyimpanan tepung sagu ke dalam tumang