BENTUK NEGASI VERBA DIALEK OSAKA (SATU TINJAUAN MORFOFONOLOGI)
REGINA FEBRIA 180610070088
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU BUDAYA JURUSAN SASTRA JEPANG AGUSTUS 2012
2
Bentuk Negasi Verba Dialek Osaka (Satu Tinjauan Morfofonologi)
ABSTRAK Penelitian ini mengkaji bentuk negasi dalam dialek Osaka, dari sudut morfofonologi. Sesuai dengan latar belakang masalah, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan varian dan proses morfofonemik yang terjadi dalam pembentukan negasi dalam dialek Osaka. Bentuk negasi pada verba merupakan salah satu perbedaan terbesar dalam tata bahasa dialek Osaka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Data diambil dari skenerio drama, komik dan website. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 3 jenis bentuk negasi dalam dialek Osaka yaitu, –mahen (–masen), –hen (–nai), dan pemendekan bentuk negasi –n. Yang membedakan ketiganya adalah tingkat kesopanannya. Kata kunci: negasi, dialek, morfofonologi
REGINA FEBRIA, MAHASISWA SASTRA JEPANG UNPAD, LULUS 31 MEI 2012
3
Negation Form of the Verb in Osaka Dialect (Review of Morphophonolgy)
ABSTRACT This research discibes negation form in Osaka dialect with morphophonology approaches. Related to the background of research, the aims are to describe the varieties and the morphophonemic processes that occur in the formation of negation in Osaka dialect. Negation on the verb form is one of the biggest differences in the Osaka dialect grammar. The metode used in the research is decriptive. The data is taken from scripts drama, comic, and website. The results of this research show that there are three types of negation form in the Osaka dialect, -–mahen (-–masen), –hen (-–nai), and the short negation form –n. The differentiate the three of them is level of politeness. Keywords: negation, dialect, morphophonology.
REGINA FEBRIA, MAHASISWA SASTRA JEPANG UNPAD, LULUS 31 MEI 2012
4
Bentuk Negasi Verba Dialek Kansai (Satu Tinjauan Morfofonologi)
Regina Febria 180610070088
PENDAHULUAN Di Jepang terdapat berbagai macam dialek. Dialek Osaka adalah salah satunya. Dialek Osaka memiliki perbedaan dalam aksen dan kosa kata dibandingkan dengan bahasa baku.
Dalam bahasa standar umumnya bentuk
negasi adalah verba + verba bantu (nai), sedangkan dalam dialek Osaka bentuk negasi verba + verba bantu (hen) telah banyak digunakan. Bentuk negasi merupaka salah satu perbedaan terbesar dalam tata
bahasa dialek Osaka.
Penelitian ini adalah untuk menganalisis “Bentuk Negasi Verba Dialek Osaka”
PEMBAHASAN Secara morfologis ~hen berupa kata yang tidak memiliki makna leksikal dan tidak dapat berdiri sendiri. Verba bantu ~hen dapat dilekatkan pada semua jenis verba baik golongan I, golongan II, maupun golongan III. Tetapi proses morfemisnya berbeda-beda (Palter & Slotsve, 2002 : 35-36).
REGINA FEBRIA, MAHASISWA SASTRA JEPANG UNPAD, LULUS 31 MEI 2012
5
Terdapat beberapa perbedaan penggunaan verba bantu yang menyatakan negasi dalam dialek Osaka dengan bentuk negasi pada ragam bahasa standar. Dalam dialek Osaka, dikenal tiga jenis bentuk negasi pada verba. Bentuk negasi yang ditandai oleh pemakaian verba bantu ~mahen (setara dengan ~masen pada bahasa standar), verba bantu ~hen (setara dengan ~nai pada bahasa standar), dan pemendekan bentuk negasi ~nai menjadi ~n. Contoh: (1) お酒は飲むけど、たばこはよう吸わんねん。 (KOKN : 126)
Verba suwan pada data (1) berasal dari verba suu ‘menghisap’ yang diubah menjadi bentuk negasi. Silabis akhir u diganti wa, dan dilekati verba bantu ~n, menghasilkan verba yang berbunyi suwan ‘tidak menghisap’. Kemudian, pemarkah ~nen dibubuhkan pada verba suwan, menghasilkan verba suwannen. Verba bantu ~n biasanya digunakan pada percakapan informal atau percakapan dengan lawan bicara yang seumuran.
SIMPULAN Terdapat 3 varian bentuk negasi dalam dialek Osaka: 1. Mahen Setara dengan masen dalam bahasa standar
REGINA FEBRIA, MAHASISWA SASTRA JEPANG UNPAD, LULUS 31 MEI 2012
6
2. Hen Setara dengan nai dalam bahasa standar 3. N Pemendekan dari nai Ketiga penanda negasi ini dapat dilekati pada godandoushi, ichidandoushi, kahendoushi dan henkakudoushi tetapi proses morfofonemik yang terjadi berbedabeda berdasarkan silabis terakhir verba yang dilekatinya. Perbedaan penggunaan penanda negasi –mahen, -hen, dan, -n adalah perbedaan derajat kesopanannya. Proses morfofonemik: 1. Mahen Pada godandoushi: -
perubahan fonem akhiran –u menjadi fonem /i/ kemudian ditambahkan verba bantu –mahen.
Pada ichidandoushi: -
penghilangan akhiran –ru kemudian ditambahkan verba bantu –mahen.
Pada kahendoushi dan sahendoushi:
REGINA FEBRIA, MAHASISWA SASTRA JEPANG UNPAD, LULUS 31 MEI 2012
7
-
bentuk kamus kuru dan suru, stem ku- dan su- berubah menjadi ki- dan shi- mengalami perubahan fonem /u/ menjadi /i/ ketika dilekati verba bantu –mahen.
2. Hen Pada godandoushi: -
perubahan fonem yaitu fonem dari akhiran –u menjadi fonem /a/. Untuk negasi lampau dilekati verba bantu -henkatta
Pada ichidandoushi: -
penghilangan akhiran –ru kemudian terjadi penambahan verba bantu –hen. Sedangkan untuk verba yang yang pangkal katanya (stem)
hanya
terdiri
dari
satu
suku
kata
mengalami
pemanjangan fonem dan perubahan fonem. Untuk negasi lampau dilekati verba bantu –henkatta Pada kahendoushi dan sahendoushi: -
perubahan fonem /u/ menjadi /e/ pada stem ku- (kuru) dan su(suru). Kemudian terjadi pelesapan silabis akhir –ru dan penambahan fonem –e ketika dilekati verba bantu –hen. Untuk negasi lampau dilekati verba bantu –henkatta
-
REGINA FEBRIA, MAHASISWA SASTRA JEPANG UNPAD, LULUS 31 MEI 2012
8
3. N Pada godandoushi: -
proses perubahan fonem dari akhiran –u menjadi fonem /a/ kemudian langsung dilekati penanda negasi –n. Untuk negasi lampau dilekati verba bantu –nkatta.
Pada ichidandoushi: penghilangan akhiran –ru kemudian terjadi penambahan penanda negasi –n. Untuk negasi lampau dilekati verba bantu –nkatta. Pada kahendoushi dan sahendoushi: -
verba bentuk kamus yang dilekati bentuk negasi –nu mengalami transformasi sehingga –nu mengalami pemendekan menjadi –n (V ぬ→V ん) kemudian dilekati –katta.
REGINA FEBRIA, MAHASISWA SASTRA JEPANG UNPAD, LULUS 31 MEI 2012
9
DAFTAR SUMBER Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Izuru, Shinmura. 1998. Kõjien. Tokyo: Iwanami Shoten. Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Okamoto Makiko, Ujihara Youko, dan Yamamoto Osamu. 1999. Kiite Oboeru Kansai (Osaka) ben Nyuumon. Tokyo: ALC Press. Palter, DC. dan Kaoru Horiuchi Slotsve. 2002. Kinki Japanese. Singapore: Tuttle Publishing. Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Penerbit Angkasa. Shibatani, Masayoshi. 1981. Gengo no Kõzo. Tokyo: Kuroshio Shuppan. Tse, Peter. 1996. Kansai Japanese. Singapore: Tuttle Publishing. Tukushima, Hiroshi. 1987. Kokugogaku. Japan: Tokyo Daigaku Shuppan. Verhaar. J. M. W. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Yanagisawa, Yoshiaki dan Eriko Ishii. 2003. Japanese Language Resourece 1000 Book (Nihon go Kyouiku Juuyouyougo). Baberu
Press.
Yasukata, Yano. et al. 1998. Gengogaku. Tokyo: Tokyo Horei Shuppan.
REGINA FEBRIA, MAHASISWA SASTRA JEPANG UNPAD, LULUS 31 MEI 2012