978-602-397-010-0
Belajar dari Pengalaman
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MIKRO
i
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ii
Purwanto Beny Harjadi Agung Budi Supangat
Belajar dari Pengalaman
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MIKRO
UNS PRESS
iii
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Ir. Purwanto, M.Si., dkk Belajar dari Pengalaman: Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro. Cetakan ke-1 . Surakarta . UNS Press . 2016 xvi + 188 Hal; 16 x 24.5 cm Belajar dari Pengalaman: PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MIKRO. Hak Cipta @ Ir. Purwanto, M.Si., dkk. 2016
Penulis Ir. Purwanto, M.Si. Ir. Beny Harjadi, M.Sc. Dr. Agung Budi Supangat, S.Hut., MT. Penyunting Drs. C. Kukuh Sutoto, M.Si. Tata Letak Tomy Kusuma AP Ilustrasi Sampul Tomy Kusuma AP Penerbit & Pencetak Penerbitan dan Pencetakan UNS (Anggota IKAPI) Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126 Telp. (0271) 646994 Psw. 341 Fax. 0271 7890628 Website : www.unspress.uns.ac.id Email :
[email protected] Cetakan 1, Edisi I, Januari 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang All Right Reserved Dicetak : Dana Balitek DAS
ISBN 978-602-397-010-0
iv
MOTTO Di setiap saat dan tempat, kita temui Ilmu Allah yang harus dipelajari, dipahami, dan diterapkan dalam kehidupan untuk kesejahteraan diri dan orang lain (Purwanto, 2008)
v
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah memberi dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sampai terwujudnya buku ini. Untuk itu kami ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (20092014), Kementerian Kehutanan yang telah mencetuskan kebijakan penelitian integratif Penngelolaan Daerah Aliran Sungai, yang merupakan bagian dari kebijakan penelitian dan pengembangan Kementerian Kehutanan. 2. Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memberi arah kebijakan agar hasil-hasil penelitian diterbitkan dalam bentuk buku sehingga informasinya komprehensif dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. 3. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam (PUSKONSER) yang telah mengarahkan dan memprioritaskan penelitian pengelolaan Daerah Aliran Sungai menjadi salah satu Program Penelitian PUSKONSER. 4. Kepala Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang telah membina, mengarahkan, mengendalikan, menfasilitasi, dan memantau kegiatan penelitian pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 5. Koordinator Rencana Penelitian Integratif yang telah memberi arah kegiatan penelitian Implementasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) sebagai bagian dari penelitian integratif Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Lintas Kabupaten dan Lintas Propinsi. 6. Ir. Paimin, MSc. (Alm) dan Ir. Sukresno, MSc. (Alm) yang meletakkan dasar-dasar pemikiran dalam Penelitian Pengelolaan DAS pada Skala Mikro ini, semoga menjadi amal jariyah untuk beliau-beliau. 7. Teman-teman peneliti, teknisi, dan tata usaha Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang
vi
telah membantu penelitian Implementasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) tahun 2009 – 2014. 8. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo yang bekerja sama dalam pengelolaan DAS Mikro Pronggo, Kabupaten Pacitan. 9. Bupati Temanggung dan Bupati Pacitan yang telah mengijinkan Tim peneliti untuk melakukan penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Mikro di wilayah kerjanya. 10. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Temanggung dan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Pacitan yang memfasilitasi pelaksanaan kegiatan penelitian di lapangan. 11. Muspika Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung dan Muspika Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan yang telah memfasilitasi pertemuan-pertemuan dalam kaitannya penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Mikro. 12. Kepala Desa – Kepala Desa dan Kelompok tani – Kelompok Tani di DAS Mikro Wonsari dan DAS Mikro Pronggo yang turut mendorong masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan penelitian ini. 13. Bapak Ir. Kukuh Sutoto, MP., dengan pengetahuan dan pengalaman beliau yakni dari awal bekerja sampai pensiun masih berkecimpung dalam kegiatan pengelolaan DAS sehingga Beliau dapat mengoreksi dan memberi masukkan yang berguna untuk perbaikan buku ini. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu kegiatan penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Mikro Wonosari dan DAS Mikro Pronggo sampai ditertbitkannya buku ini. Amin.
Semoga amal beliau-beliau dapat menjadi amal jariyah. Surakarta, Januari 2016 Penulis
vii
KATA PENGANTAR Buku ini disusun berdasarkan pengalaman penulis melakukan Kajian Implementasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dan DAS Mikro Pronggo, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Buku ini ditujukan untuk pembaca yang berkecimpung dalam pengelolaan DAS pada skala impelementasi (DAS Mikro), yakni pemerintah daerah, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, atau lembaga lain seperti LSM yang langsung berhubungan dengan kegiatan pengelolaan DAS Mikro. Buku ini diharapkan sebagai bahan masukkan untuk penyusunan petunjuk teknis dalam pengelolaan DAS pada skala mikro. Struktur buku ini terdiri dari 10 bab. Bab I berisi latar belakang yang menjawab pertanyaan: mengapa Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro), harus dilakukan? Bab II berisi definisi DAS Mikro. Tidak ada definisi yang tegas tentang DAS Mikro. Berbagai sumber, baik peraturan perundangan maupun hasil kajian tentang definisi DAS Mikro dari dalam negeri maupun luar negeri, yang kebanyakan berasal dari hasil kajian di India disajikan dalam bab ini. Bab III berisi aspek hukum pengelolaan DAS Mikro, yang melandasi pengelolaan DAS Mikro sehingga apabila para pihak akan menerapkan di tempat lain, tidak ada kekhawatiran akan melanggar hukum. Bab IV berisi teknik pemilihan lokasi DAS Mikro, yang diturunkan dari Sub DAS karena rencana pengelolaan DAS berdasarkan herarkhi (berjenjang). Dalam buku ini penurunan dari Sub DAS ke DAS Mikro didasarkan pada parameter-parameter dalam buku Sidik Cepat Degradasi Sub DAS (Paimin, Sukresno, dan Purwanto; 2010). Bab V berisi analisis potensi dan permasalahan yang terdiri dari potensi dan permasalahan biofisik, sosial, dan ekonomi. Bab VI memuat hasil analisis kelembagaan yang berisi siapa berbuat apa dalam pengelolaan DAS Mikro pada waktu yang telah lalu. Hasil analisis kelembagaan tersebut digunakan dalam meyusun organisasi pengelolaan DAS Mikro ke depan. Bab VII berisi penyusunan rencana pengelolaan DAS Mikro. Bab VIII berisi implementasi pengelolaan DAS Mikro. Bab IX berisi monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS Mikro. viii
Monitoring dan evaluasi terdiri dari monitoring pengelolaan lahan, hirologi, dan sosial ekonomi masayarakat yang terkait dengan pengelolaan DAS Mikro; dan Bab X merupakan penutup yang berisi bahwa buku ini diharapkan sebagai salah satu acuan dalam mengelola DAS Mikro dan beberapa saran apa yang masih harus dilakukan ke depan dalam hal pengelolaan DAS Mikro. Disadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan. Surakarta, Januari 2016 Penulis
ix
DAFTAR ISI UCAPAN TERIMA KASIH
vi
KATA PENGANTAR
viii
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
‘’xiii xvi
I
PENDAHULUAN
1
II
DEFINISI DAS MIKRO
7
III
ASPEK HUKUM PENGELOLAAN DAS MIKRO
11
IV V
TEKNIK PEMILIHAN AREAL DAS MIKRO DATA DASAR UNTUK ANALISIS POTENSI DAN PERMASALAHAN A. DAS Mikro Pronggo B. DAS Mikro Wonosari PROSES PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN A. DAS Mikro Pronggo B. DAS Mikro Wonosari ANALISIS PERAN LEMBAGA PENGELOLAAN DAS MIKRO A. DAS Mikro Pronggo B. DAS Mikro Wonosari IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAS MIKRO A. Sosialisasi . B. Sumber-sumber Pembiayaan Pengelolaan DAS Mikro MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAS A. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS B. Monitoring dan Evaluasi Kinerja DAS Mikro PENUTUP DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN TENTANG PENULIS
21 27
VI VII
VIII IX X
x
27 36 47 47 54 71 72 78 97 97 99 115 115 121 139 140 147 187
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Hierarki Perencanaan Pembangunan Nasional
16
Tabel 2
Nama dan Luas Sub-sub DAS, Tingkat kerentanan pasokan air banjir, longsor, kekritisan lahan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan Sub DAS Progo Hulu
22
Tabel 3
Penutupan Lahan di Sub DAS Progo Hulu
24
Tabel 4
Hujan Harian Maksimum Hujan 3 Harian Berurutan Maksimum dan HujanTahunan di Arjosari dan Nawangan (Tahun 1998-2007).
31
Tabel 5
Kelas Lereng DAS Mikro Progo
32
Tabel 6
Penutupan Lahan di DAS Mikro Pronggo
34
Tabel 7
Kecamatan, Desa dan Luas Masing masing Desa Yang Termasuk DAS Mikro Wonosari
36
Tabel 8
Hujan Harian Maksimum, Hujan 3 Harian Berurutan Maksimum dan Hujan Tahunan di Arjosari dan Nawangan (tahun 2008-2009)
41
Tabel 9
Kelas Lereng dan Luas Masing masing Kelas lereng
42
Tabel 10
Hasil Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan DAS Mikro Pronggo
52
Tabel 11
Kepadatan Penduduk Geografis di DAS Mikro Wonosari Kabupaten Temanggung
59
Tabel 12
Kepadatan Agraris Masyarakat di DAS Mikro Wonosari
63
Tabel 13
Luas Kepemilikan Lahan Pertanian per KK
64
Tabel 14
Perlakuan Konservasi Tanah
65
Tabel 15
Budaya Hukum Adat Terkait dengan Konservasi Tanah & Air
66
Tabel 16
Perilaku Konservasi Tanah
67
Tabel 17
Ketergantungan Masyarakat Pada Lahan
68
Tabel 18
Pendapatan Masyarakat Desa-desa di DAS Mikro Wonosari
69
Tabel 19
Kegiatan Dasar Wilayah Berdasarkan Tenaga Kerja
70
Tabel 20
Kelompok-kelompok Tani di DAS Mikro Wonosari
89
Tabel 21
Pembagian Kerja dan Tata Waktu Pengelolaan DAS Mikro Progo
xi
101
Tabel 22
Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Mikro Progo dari Tahun 2007-2013
122
Tabel 23
Curah Hujan, Debit Minimum dan Maksimum dan Koefisien Regim Sungai Pronggo
124
Tabel 24
Neraca Air Bulanan Tahun 2013 di Sub DASProngo
128
Tabel 25
Hasil Analisis Beberapa Parameter Kualitas Air di Outlet DAS Mikro Wonosari, Temanggung
129
Tabel 26
Perbandingan Parameter Kualitas Air di Hulu Tengah dan Hilir DAS Mikro Wonosari Temanggung
131
Tabel 27
PDRB, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Perkapita Masyarakat Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Tahun 2009-2013
135
Tabel 28
PDRD dan Proporsi Lapangan Usaha Kecamatan Bulu. Kabupaten Temanggung Tahun 2013
137
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Peta Kerentanan Pasokan Air Banjir, Daerah Rawan Banjir, Daerah Rawan Tanah Longsor dan Kekritisan Lahan, Sub DAS Progo Hulu
23
Gambar 2
Peta Tutupan Lahan Sub DAS Progo Hulu
24
Gambar 3
Lokasi DAS Mikro Wonosari, Bagian dari Sub-Sub DAS Kuas
25
Gambar 4
Peta DAS Mikro Pronggo dan Wilayah Desa Terkait
28
Gambar 5
Sebaran Formasi Geologi di DAS Mikro Pronggo
29
Gambar 6
Sebaran Sistem Lahan di DAS Mikro Pronggo
30
Gambar 7
Kelas Kelerengan di DAS Mikro Pronggo
32
Gambar 8
Penggunaaan Lahan di DAS Mikro Pronggo
33
Gambar 9
Peta Administrasi Desa-des di DAS Mikro Wonosari
37
Gambar 10
Jenis Batuan di DAS Mikro Wonosari, Kecamatan Bulu, Kab.Temanggung
39
Gambar 11
Jenis Tanah di DAS Mikro Wonosari
40
Gambar 12
Kelas Lereng dan Luas Lahan Masing-masing Kelas Lereng
43
Gambar 13
Penutupan Lahan di DAS Mikro Wonosari
45
Gambar 14
Lahan Yang Ditanami Cabe Menggunakan Plastik Sebagai Mulsa
46
Gambar 15
Peta Daerah Rawan Kebanjiran di DAS Mikro Pronggo
49
Gambar 16
Peta Sebaran Daerah Rawan Kekeringan di DAS Mikro Pronggo
49
Gambar 17
Peta Sebaran Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor di DAS MikroPronggo
50
Gambar 18
Peta Sebaran Tingkat Kekritisan Lahan di DAS Mikro Pronggo
50
Gambar 19
Unit Lahan di DAS Mikro Pronggo
54
xiii
Gambar 20
Hasil Analisis Pasokan Air Banjir di DAS Mikro Wonosari
55
Gambar 21
Parameter Untuk Analisis Kerentanan Daerah Rawan Banjir di DASMikro Wonosari
56
Gambar 22
Hasil Analisis Kerentanan Kekritisan Lahan di DAS Mikro Wonosari
57
Gambar 23
Hasil Analisis Kerentanan Tanah Lomngsor di DAS Mikro Wonosari
58
Gambar 24
Peta Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL) Per Unit Lahan di DAS Mikro Wonosari
70
Gambar 25
Lembaga Yang Berpengaruh Terhadap Pembangunan (Schott, 1995)
72
Gambar 26
Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Pronggo Kab. Pacitan, Propinsi Jawa Timur
99
Gambar 27
Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Wonosari Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah
99
Gambar 28
Sumber-sumber Pendapatan Petani dengan Menerapkan Prinsip-prinsip Konservasi Tanah dan Air
105
Gambar 29
Tindak Lanjut dari Sosialisasi Berupa Pelatihan Pengolahan Tanah .
106
Gambar 30
Pembangunan Plot Contoh Konservasi Tanah (Perbaikan Teras)
107
Gambar 31
Lokasi Plot Contoh Konservasi Tanah dan Air untuk Mengatasi Kerentanan Lahan di Desa Wonosari, DAS Mikro Wonosari
109
Gambar 32
Analisis Masalah, Studi Banding, Sekolah Lapang dan Pembangunan Plot Konservasi Tanah di DAS Mikro Wonosari
110
Gambar 33
Kebun Bibit Desa di Dusun Drono, Desa Temon, Kec. Arjosari, Kabupaten Pacitan
111
Gambar 34
Plot Contoh Hutan Rakyat Jabon dan Sengon
113
Gambar 35
Kegiatan Studi Banding di Magelang
114
Gambar 36
Perubahan Penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo 20092013
123
xiv
Gambar 37
Kecenderungabn Curah Hujan, Debit Minimum, debit Maksimum dan Koefisien Regim, Sungai DAS Mikro Pronggo
125
Gambar 38
Lokasi Sumber Mata Air di DAS Mikro Pronggo
127
Gambar 39
Pendapatan Per Kapita Kecamatan Bulu Tahun 2009-2013
135
Gambar 40
Proposal Lapangan Usaha dalam PDRB Kecamatan Bulu 2009 – 2014
138
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Formulasi Sistem Karakteristik Tingkat Sub DAS
149
Lampiran 2
Kartu Lapangan ISDL
157
Lampiran 3
Unit Lahan DAS Mikro Pronggo
158
Lampiran 4
Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di DAS Mikro Wonosari Tahun 2009-2013
170
Lampiran 5
Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di DAS Mikro Pronggo Tahun 2009-2013
181
xvi
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB I PENDAHULUAN Bagi orang awam, Daerah Aliran Sungai (DAS) dimaknai sebagai lahan di kanan-kiri sungai atau bahkan hanya dataran banjir yakni lahan-lahan di kanan-kiri sungai yang tergenang saat banjir terjadi. Padahal menurut akademisi dan telah dibakukan dalam perundang-undangan yang dimaksud DAS adalah wilayah daratan yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit (topografi) yang mana air hujan yang jatuh ke dalamnya akan dialirkan melalui anak-anak sungai, kemudian terkumpul pada sungai utama dan akhirnya akan dialirkan sampai ke laut (Peraturan Pemerintah, No. 37 Tahun 2012). DAS merupakan cadangan dan pemasok air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga. DAS juga merupakan pengendali banjir, kekeringan, dan sedimentasi hasil erosi tanah. Kondisi DAS di Indonesia terus mengalami degradasi atau kemunduran fungsi seperti ditunjukkan semakin besarnya jumlah DAS yang memerlukan prioritas penanganan yakni 22 DAS pada tahun 1984, menjadi berturut-turut sebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 1992 dan 1998, dan diperkirakan sekitar 282 1
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
DAS dalam kondisi kritis (Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005). Kondisi DAS demikian tercermin dari luasnya lahan kritis di dalam DAS di Indonesia yang diperkirakan meliputi luas 23.242.881 ha yang tersebar di dalam kawasan hutan 8.136.646 ha (35%) dan di luar kawasan 15.106.234 ha (65%) (Departemen Kehutanan, 2001). Pada tahun 2011, total luas lahan kritis di Indonesia dengan rincian kritis dan sangat kritis adalah 29,9 juta ha atau mengalami penurunan dibanding kondisi tahun 2001 (Ditjen BPDASPS, 2011). Akibat kondisi iklim yang tidak menentu dan kerusakan DAS sering terjadi bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor. Pada tahun 2011 terjadi bencana banjir 403 kejadian, pada tahun 2012, terjadi 540 kejadian banjir dan 291 longsor. Berdasarkan
peta
bencana
di
Indonesia,
terdapat
315
kabupaten/kota yang berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari banjir dengan jumlah penduduk 61 juta jiwa (Nugroho, 2013). Pada September dan Oktober 2014 terjadi kekeringan di beberapa tempat di Indonesia. Hal ini akibat dari mundurnya musim kemarau dan kondisi DAS yang menurun. Penurunan fungsi DAS terjadi sebagai akibat pengelolaan sumberdaya alam di dalam DAS cederung eksploitatif, agresif, dan ekspansif sehingga melampaui daya dukungnya. Kondisi ini dikarenakan pemahaman tentang pengelolaan DAS masih lemah, khususnya tentang peranan setiap anggota masyarakat dalam pengelolaan DAS. Demikian juga pemahaman tentang potensi
2
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
dan sifat rentan serta kapasitas yang dapat ditenggang oleh suatu DAS terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang ada. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan (PP. No. 37 Tahun 2012). Definisi pengelolaan DAS yang lebih operasional disampaikan oleh Dixon dan Easter (1986), Pengelolaan DAS diartikan sebagai proses formulasi dan implementasi suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut sumber daya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan memperhitungkan kondisi sosial, politik, ekonomi dan faktor-faktor institusi yang ada di dalam DAS tersebut dan sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial yang spesifik. Prinsip dari pengelolaan DAS yakni satu sungai (one river), satu perencanaan (one plan), dan satu manajemen teritegrasi (one integrated management). Satu manajemen terintegrasi tersebut menunjukkan bahwa pelaku pengelola DAS terdiri dari banyak pihak dan ujung tombak dari pengelola DAS adalah pengguna lahan. Kondisi DAS tergantung dari baik-buruknya pengelolaan lahan yang ada di dalamnya. Pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan Kelas Kemapuan Lahan (KPL) dapat menimbulkan dampak negatif. Untuk lahan pertanian dampak tersebut yakni penurunan kesuburan tanah dan peningkatan erosi tanah yang dapat menurunkan produksi. Pada lahan pemukiman yang 3
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
berpotensi longsor dapat meningkatkan bahaya longsor. Pada lahan kehutanan, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan KPL dapat menimbulkan degradasi hutan. Pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan KPL dan kaidah konservasi tanah dan air akan menyebabkan lahan terdegradasi sehingga akan menurunkan kemampuan lahan untuk menyimpan air. Bila terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi akan terjadi limpasan yang besar. Bila total limpasan dari seluruh lahan di dalam suatu DAS mengalir ke satu sungai dan daya tampung sungai tidak mampu menampung maka terjadi banjir. Demikian juga bila air hujan yang jatuh di tanah pada lahan yang mudah longsor dan aliran airnya tidak dikelola dengan baik maka tanah akan mudah longsor. Kondisi DAS yang kurang optimal juga dipicu oleh tidak adanya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut (Paimin, 2010). Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri
dengan
tujuan
yang
kadangkala
bertolak
belakang. Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi daerah dalam pemerintahan dan pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
dengan
memanfaatkan
sumberdaya alam yang ada. Permasalahan ego-sektoral dan egokedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada DAS yang lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu, dalam
4
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
rangka memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu. Pengelolaan masyarakat.
DAS
Agar
bertujuan
tujuan
tersebut
untuk dapat
kesejahteraan dicapai
maka
perencanaan pengelolaan DAS mutlak diperlukan. Untuk mempermudah
perencanaan dan pengelolaan, DAS dibagi
berdasarkan hirarkhinya yakni pada tingkat DAS, Sub DAS, dan Sub-sub
DAS.
Disamping
itu,
DAS
juga
diklasifikasi
berdasarkan perwilayahan yaitu: DAS lokal, regional, nasional, dan internasional (Departemen Kehutanan, 2001). Dengan mengacu pada administarsi pemerintahan yang ada dan sistem pengelolaan DAS yang akan diterapkan, maka ujicoba implementasi pengelolaan DAS pada unit DAS skala mikro (tingkat Sub-subDAS) dari suatu Sub DAS yang berada dalam wilayah kabupaten/kecamatan, digunakan untuk menguji baik sistem perencanaan, sistem monitoring dan evaluasi (monev),
maupun
sistem
kelembagaan.
Uji
coba
ini
menghasilkan Model Pengelolaan DAS mikro yang dapat digunakan sebagai model yang dapat dicontoh di tempat lain. Isi buku ini merupakan rangkuman pengalaman dalam penelitian
partisipatif
dalam
pengelolaan
DAS
Mikro.
Pengelolaan DAS mikro dimulai dari analisis peramasalahan dan potensi biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan; penyusunan rencana pengelolaan dan perancangan, implementasi, pengembangan kelembagaan dan monitoring dan evaluasi. Buku ini 5
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
diharapkan
dapat
dimanfaatkan
oleh
Bupati,
Perencana
Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota, pengambil kebijakan dalam pengelolaan DAS, akademisi, dan kelompok tani sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
6
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB II DEFINISI DAS MIKRO Tidak ada definisi yang tegas tentang DAS mikro. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P. 15/V-Set/2009 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro yang disebut DAS mikro adalah DAS dengan luas < 5.000 ha. Definisi tersebut ditemukan dalam definisi Model DAS Mikro (MDM) yakni suatu contoh pengelolaan DAS dalam skala lapang dengan luas kurang dari 5.000 ha yang digunakan sebagai tempat untuk memperagakan proses partisipatif pengelolaan sumberdaya alam, rehabilitasi hutan dan lahan, teknik-teknik konservasi tanah dana air, sistem usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan, sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan masyarakat. Kementerian Pertanian, India mendefinisikan DAS mikro yakni Subsub DAS yang memiliki luas antara 500-1.000 ha (Ministry of Agriculture, Government of India, 2011). Hal ini didasarkan pada hirarkhi ukuran DAS dari unit hidrologi dimana DAS dibagi menjadi: wilayah sumberdaya air (water resource region), basin, daerah tangkapan air/DTA (catchment), dan sub 7
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
DTA (sub-catchment), DAS (watershed), juga dibagi menjadi sub DAS (sub-watershed) dan DAS mikro (micro-watershed). Agriinfo (2011) membagi DAS berdasarkan luasnya menjadi 6 kelas yakni: 1). DAS mikro (mikro watershed) = 0 – 10 ha, 2). DAS kecil (small watershed) = 10 – 40 ha, 3). DAS mini (mini watershed) = 40 – 200 ha, 4). Sub DAS (sub watershed) = 200 – 400 ha, 5). DAS makro (macro watershed) = 400 – 1.000 ha, dan 6). River basin> 1.000 ha. Berdasarkan TNAU Agriculture Portal (2013), DAS dibagi berdasarkan ukurannya menjadi DAS mini (mini watershed) = 1 – 100 ha, DAS mikro (micro watershed) = 100 – 1.000 ha, DAS milli (milli watershed) = 1.000 – 10.000 ha, sub DAS (sub watershed) = 10.000 – 50.000 ha, dan DAS makro (macro watershed) > 50.000 ha. Klasifikasi DAS berdasarkan luasnya dari beberapa institusi di atas menunjukkan tidak ada kesepakatan mengenai ukuran luas DAS mikro. Berdasarkan pengalaman di lapangan sebaiknya luas DAS mikro + 1.000 ha. DAS mikro seluas itu secara hidrologis terukur. Disamping itu pengelolaan DAS mikro merupakan bagian dari pembangunan jangka menengah (5 tahun) sehingga setiap tahun diharapkan dapat menyelesaikan masalah +200 ha dari luas DAS mikro dan pada akhir rencana pengelolaan tahun ke 5, DAS mikro tersebut sudah selesai dan dapat dijadikan model pengelolaan DAS mikro yang baik. Apabila memungkinkan DAS mikro yang dipilih berada pada wilayah satu Desa sehingga pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan akan lebih mudah. 8
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
DAS mikro merupakan satu kesatuan ekosistem yang koheren dalam satuan terkecil dari suatu areal geografis dengan karakteristik alamiah seperti kelerengan, tanah, drainase, dan geomorfologi (Shukla, 1992; Ramakrshna, 2003). DAS mikro juga merupakan satuan perencanaan yang paling tepat dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan (Shukla, 1992). Perencanaan skala DAS mikro berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan karena dapat mengintegrasikan berbagai program pembangunan dengan penggunaan sumberdaya air yang efisien, akses terhadap sumberdaya air yang berkeadilan, dan kontrol yang terdesentralisasi.
9
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
10
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB III ASPEK HUKUM PENGELOLAAN DAS MIKRO Pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Filosofi hukum di Indonesia tentang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, termaktub dalam UUD tahun 1945, Pasal 33 (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dasar filosofis tentang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup juga termaktub dalam konsep perlindungan hak asasi manusia, dimana sejak tahun 1974, dalam article 25 memasukkan hak atas lingkungan yang sehat dan baik (the right to a healthful and decent environment) (UN, 1974). Hal ini dilatarbelakangi adanya persoalan lingkungan, khususnya pencemaran
industri
yang
sangat
merugikan
perikehidupan
masyarakat. Pengelolaan DAS mikro meliputi kegiatan perencanaan, implementasi, pengembangan kelembagaan, monitoring dan evaluasi. Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu bentuk perencanaan pembangunan manusia dan sumberdaya 11
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
alam dengan menggunakan satuan atau unit pengelolaan daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS). UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pengelolaan DAS merupakan bagian dari urusan pemerintah bidang Kehutanan. Dalam lampiran Undang-undang tersebut: BB. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan disebutkan bahwa urusan Daerah Aliran Sungai (DAS), Pemerintah Pusat adalah Penyelenggaraan pengelolaan DAS sedangkan Daerah Propinsi merupakan Pelaksanaan pengelolaan DAS
lintas
Daerah
kabupaten/kota
dan
dalam
Daerah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. Peraturan ini sesuai dengan UU No 25 tahun 2004 pasal 33 menyebutkan bahwa
gubernur
menyelenggarakan
koordinasi,
integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan antar kabupaten/kota. Penataan ruang merupakan bagian dari proses perencanaan pengelolaan DAS. UU No. 7 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, pasal 7 disebutkan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang
untuk
sebesar-besar
kemakmuran
rakyat
dengan
memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 10 menyebutkan,
wewenang
pemerintah
daerah
provinsi
dalam
penyelenggaraan penataan ruang meliputi: (a) pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan 12
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
kabupaten/kota, (b) pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, (c) pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan (d) kerja sama penataan ruang antar provinsi dan pemfasilitasian kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota. Pasal 11 ayat (1) mengamanatkan bahwa wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: (a) pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota, (b) pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota, (c) pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan (d) kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota. Ujung tombak dari pengelolaan DAS adalah pengelola lahan yang seharusnya menerapkan teknik konservasi tanah dan air. Peraturan yang memayungi kegiatan tersebut yakni, Undangundang No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air (KTA). Secara garis besar UU No. 37 Tahun 2014 terdiri dari: Ketentuan Umum, Asas Tujuan dan Ruang Lingkup, Penguasaan Wewenang
dan
Tanggung
Jawab,
Perencanaan
KTA,
Penyelenggaraan KTA, Hak dan Kewajiban, Pendanaan, Bantuan Insentif Ganti Kerugian dan Kompensasi, Pembinaan dan Pengawasan KTA, Pemberdayaan Masyarakat, Peran Serta Masyarakat, Administratif,
Penyelesaian Ketentuan
Konflik, Pidana,
Penyidikan, Ketentuan
Sanksi
Peralihan,
Ketentuan Penutup dan Penjelasan. Secara detail isi UU No. 37 Tahun 2014, pembaca dapat membaca langsung UU ini. 13
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 tentang Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, pada pasal 14 disebutkan bahwa gubernur melakukan pengawasan atas pengendalian kerusakan tanah yang berdampak atau diperkirakan berdampak lintas kabupaten/kota, dan bahwa menteri dan/atau kepala instansi yang bertanggung jawab melakukan pengawasan atas pengendalian kerusakan tanah yang berdampak atau diperkirakan berdampak lintas propinsi. Hierarki perencanaan berimplikasi pada skala peta kerja yang
digunakan.
PP
No.
15
Tahun
2010
tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang disebutkan bahwa skala peta untuk tingkat kabupaten paling sedikit 1 : 50.000, untuk tingkat provinsi digunakan tingkat ketelitian skala minimal 1 : 250.000, dan untuk skala nasional 1 : 1.000.000. Dengan demikian skala perencanaan pengelolaan pada tingkat DAS atau tingkat bagian DAS dalam wilayah administrasi (sub DAS) mengikuti hierarki skala ini. Namun peta yang sesuai dengan skala yang diamanatkan oleh Peraturan Perundangan, kadang kala tidak tersedia sehingga skala peta disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaannya. Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS terdapat dua kriteria DAS dalam hal pengelolaannya, yakni DAS yang perlu dipertahankan dan DAS yang perlu direhabilitasi. Kewenangan perencanaan pengelolaan DAS mikro dalam PP tersebut berada di BAPPEDA kota dan kabupaten. 14
Dalam
hal
perundangan
berkaitan
dengan
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
pengelolaan DAS mikro, maka perlu adanya perda yang memberikan tugas kepada BAPPEDA kota dan kabupaten untuk memasukkan
aspek
pengelolaan
DAS
dalam
menyusun
perencanaan pembanganan daerah. Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu bentuk perencanaan pembangunan sumberdaya alam (vegetasi, tanah, dan air) dengan menggunakan satuan atau unit pengelolaan daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) dengan bagian-bagian wilayahnya. UndangUndang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan acuan utama peraturan perundangan yang mendasari penyusunan perencanaan pembangunan di Indonesia.Untuk itu, sistem perencanaan pengelolaan DAS harus kompatibel dengan sistem perencanaan nasional. Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 pasal 3, 4, 5, dan 7, hierarki perencanaan pembangunan nasional dapat diringkas seperti pada Tabel 1.
15
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 1. Hierarki Perencanaan Pembangunan Nasional Jenjang Pemerintahan
Jangka Waktu Pembangunan Panjang Menengah Tahunan RPJP RPJM RKP Nasional Nasional Nasional Kementerian/Lembaga Renstra-KL RenjaKL RPJP RPJM RKPD Provinsi Daerah Daerah SKPD RenstraRenjaSKPD SKPD RPJP RPJM RKPD Kabupaten/Kota Daerah Daerah SKPD RenstraRenjaSKPD SKPD Sumber: UU No. 25 Tahun 2004 (Diolah) Perencanaan pembangunan nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota terdiri dari: (a) rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), (b) rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), dan (c) rencana pembangunan tahunan atau rencana kerja pemerintah/daerah (RKP/D). Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) kementerian/lembaga, yang kemudian disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), merupakan dokumen perencanaan kementerian/lembaga untuk periode lima tahun, yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi. Rencana pembangunan tahunan kementerian/ lembaga, yang kemudian disebut Rencana Kerja Kementerian/ Lembaga
(Renja-KL),
adalah
dokumen
perencanaan
kementerian/lembaga untuk periode satu tahun yang disusun 16
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif, serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Demikian juga untuk daerah, RPJM Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD),
selanjutnya
disebut
Renstra-SKPD,
merupakan
dokumen perencanaan SKPD untuk periode lima tahun yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD yang disusun berdasarkan RPJM Daerah dan bersifat indikatif. Rencana pembangunan tahunan SKPD, yang kemudian disebut Renja-SKPD, adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode satu tahun yang disusun dengan berpedoman pada Renstra-SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat (Paimin, et. al., 2012). Program pengelolaan DAS harus diciptakan, agar kegiatan pengelolaan DAS masuk dalam perencanaan pembangunan nasional, propinsi maupun kabupaten/kota dan desa. Agar
pengelolaan
DAS
sejalan
dengan
sistem
pembangunan yang berlaku dalam pemerintahan maka sistem perencanaan yang dibangun juga harus diselaraskan. Dalam proses penselarasan, hal yang perlu disadari bahwa batas wilayah DAS yang alami jarang sekali (bahkan tidak ada) yang 17
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
berhimpitan dengan batas wilayah administrasi pemerintahan. Sementara itu luas DAS di Indonesia sangat beragam, sehingga DAS perlu dikelompokkan dengan menyesuaikan keberadaannya dalam wilayah administrasi pemerintahan yang “dominan”, yakni DAS dalam wilayah kabupaten dominan, DAS dalam wilayah provinsi dominan, dan DAS lintas provinsi. Untuk mengikuti hierarki perencanaan dalam UU No. 25 Tahun 2004, wilayah DAS yang lintas provinsi dan lintas kabupaten dibagi menjadi satuan hidrologis atau daerah tangkapan air yang berada dalam wilayah provinsi dan kabupaten (Paimin, et. al., 2012). Prioritas penyelesaian permasalahan DAS dimulai dari satuan hidrologis atau DTA yang berada pada kabupaten/kota atau propinsi dominan sehingga insentif baik fiscal (DAK) maupun pembinaan sumberdaya manusia (pelatihan dan penyuluhan) diprioritaskan pada propinsi, kabupaten, dan kota yang memiliki DTA yang dominan. Perencanaan disusun untuk jangka waktu lima-tahunan atau rencana pembangunan jangka menengah (RPJM). Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dalam Lampirannya menyebutkan bahwa: pemerintah merupakan
penyelenggara
pengelolaan
DAS
sedangkan
pemerintah propinsi merupakan pelaksana pengelolaan DAS dalam 1 propinsi. Undang-undang Pemerintah Daerah sebelumnya yakni UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,pada pasal 17 ayat (1) disebutkan bahwa hubungan dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya 18
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: (c) penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. Pada pasal 17 ayat (2) disebutkan bahwa hubungan dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antar pemerintahan daerah meliputi pelaksanaan pemanfaatan dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, antara pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi pelaksanan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya yang menjadi kewenangan daerah, kerjasama bagi hasil atas
pemanfaatan
hubungan
dalam
bidang
pemanfaatan
sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antar pemerintahan daerah, dan pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya. Pada pasal 196 dinyatakan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait melalui badan kerjasama. Apabila daerah tak bisa melaksanakan kerjasama maka pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah (Pusat). UU No 25 tahun 2004 pasal 33 menyebutkan bahwa gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan antar kabupaten/kota. Desa merupakan institusi pemerintah terendah yang sangat penting mendukung dalam pengelolaan DAS Mikro. Untuk itu, Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2014 tentang
Desa menjadi
salah satu dasar pertimbangan hukum dalam pengelolaan DAS Mikro. Pasal 26 (1), Undang-undang tersebut, Kepala Desa 19
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 tentang Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, pada pasal 14 disebutkan bahwa gubernur melakukan pengawasan atas pengendalian kerusakan tanah yang berdampak atau diperkirakan berdampak lintas kabupaten/kota, dan bahwa menteri dan/atau kepala instansi yang bertanggung jawab melakukan pengawasan atas pengendalian kerusakan tanah yang berdampak atau diperkirakan berdampak lintas propinsi. Aturan pelaksanaan dalam pengelolaan DAS mikro antara lain: 1). Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P. 15/V-Set/2009 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro, 2). Peraturan Menteri Kehutanan
No.
P.
39/Menhut-II/2009
tentang
Pedoman
Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu, 3). Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 42/MenhutII/2009 tentang Pola Umum, Kriteria dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu, 4). Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 17/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
20
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB IV TEKNIK PEMILIHAN AREAL DAS MIKRO Pemilihan model DAS mikro didasarkan 3 pertimbangan. Pertama, tingkat kekritisan DAS mikro dibandingkan dengan DAS mikro lainnya dalam satu sub DAS dominan dalam satu kabupaten.
Kedua,
mudah
dikunjungi
dan
dilihat
oleh
masyarakat karena dalam jangka panjang model pengelolaan DAS mikro diharapkan dapat dijadikan show windows sehingga pengelolaannya ditiru oleh masyarakat di DAS mikro yang lain. Ketiga, model DAS diharapkan dapat dikelola dalam jangka waktu menengah, yakni 5 tahun, sehingga dalam pembangunan jangka menengah tersebut pengelolaan model DAS telah selesai dan dapat dijadikan model. Tingkat kekritisan DAS dalam satu Sub DAS dianalisis dengan menggunakan Manual Sidik Cepat Degradasi Sub DAS (Paimin et al., 2010). Berdasarkan analisis menggunakan manual sidik cepat karakteristik sub DAS tersebut akan diperoleh tingkat kerawanan sub sub DAS. Tingkat kerawanan DAS dalam satu sub DAS yang dianalisis diranking dari yang paling rawan sampai yang tidak rawan sehingga diketahui prioritas DAS yang 21
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
lebih dulu harus dikelola. Sebagai contoh pemilihan DAS mikro yang didasarkan pada analisis kerentanan yakni pemilihan DAS mikro Progo Hulu di Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah (Tabel 2). Informasi nama dan luas masing-masing subsub DAS, kerentanan pasokan air banjir, daerah rawan banjir, daerah rawan tanah longsor, dan kekritisan lahan dan prioritas penangannya disajikan pada Gambar 1. Tabel 2. Nama dan Luas Sub-sub DAS, Tingkat kerentanan pasokan air banjir, longsor, kekritisan lahan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan Sub DAS Progo Hulu. No.
Nama Sub-Sub DAS
(1)
(2)
Luas Debit (Ha) Karakteristik Aliran
Pasokan Rentan Rentan KeAir Tanah kritisan Banjir Longsor Lahan
Keren- Kerentanan tanan Yang Dpt SosekDikelola lembaga
Prioritas penanganan
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(5+6+7+8)
(9)
11.751
1,403 ©
4,20
1,15
3,10
2,70
10,15
I (Soseklem)
2.
Progo Hulu Galeh
11.101
1,721 ©
4,10
1,12
3,33
1,90
9,45
V (lahan Kritis)
3.
Kuas
7.025
0,182 (IM)
4,10
1,09
3,33
2,10
9,63
IV (lahan Kritis)
4.
Jambe
4.979
0,522 ©
4,20
1,14
3,46
2,10
9,90
II (lahan Kritis)
5.
Gemilang
1.464
*
3,90
1,10
3,49
*
*
6.
2.146
*
3,90
1,07
3,55
*
*
7.
Sijengkol -Lembir Jetis
692
*
4,00
1,06
3,18
*
*
8.
Mandang
7.700
0,366 ©
3,80
1,10
3,25
2,20
9,35
VI (lahan Kritis)
9.
Tingal
10.637
0,799 ©
4,00
1,21
3,49
2,20
9,90
III (lahan Kritis)
1.
Diolah dari Paimin, .et al. (2010) dengan permisi *) Tidak ada data, © = continuous, IM = Intermittent, tingkat kerentanan 1 – 5, angka paling besar menunjukkan kondisi paling rawan.
22
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 1.
Peta Kerentanan Pasokan Air Banjir, Daerah Rawan Banjir, Daerah Rawan Tanah Longsor dan Kekritisan Lahan, Sub DAS Progo Hulu.
Disamping analisis kerentanan sub-sub DAS yang menghasilkan peta kerentanan pasokan air banjir, daerah rawan banjir, daerah rawan longsor, dan kekritisan lahan masih diperlukan informasi penggunaan lahan untuk memilih area DAS Mikro. Contoh analisis penggunaan lahan untuk memilih area DAS Mikro, dilakukan di Sub DAS Progo Hulu (Gambar 2 dan Tabel 3., Paimin, dkk. 2010). Informasi penggunaan lahan tersebut digunakan untuk memilih DAS mikro yang akan dikelola mewakili penggunaan lahan tertentu. Dari Tabel 3, Sub-
23
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
sub DAS Kuas didominasi oleh penggunaan lahan untuk usaha tembakau dan tanaman semusim, maka untuk tujuan model pengelolaan DAS mikro yang didominasi lahan tembakau dan tanaman semusim, Sub-sub DAS Kuas sesuai untuk tujuan tersebut.
Gambar 2. Peta Tutupan Lahan Sub DAS Progo Hulu Tabel 3. Penutupan Lahan di Sub DAS Progo Hulu No .
Penutupan Lahan
1. 2.
Air tawar Belukar
3.
Hutan
0
0
0
0
0
0
0
179
0
179
4.
Kebun
2.985
960
311
411
378
425
18
3.329
3.921
12.838
5.
Pemukiman
1.487
1.493
893
791
186
239
81
1.272
1.328
7.771
6.
Rumput
14
30
213
138
17
7
0
0
0
419
7.
Sawah irigasi Sawah tadah hujan Tanah berbatu Tegalan/ lahan tembakau/ semusim
5.231
3.480
0
0
0
0
1.093
157
11.802
498
3
1.634
449
832
488
568
1.417
6.986
0
0
1.84 1 1.09 7 0
0
0
0
0
0
5
5
1.231
4.479
2.50 7
1.919
370
580
1
3.663
844
15.595
11.75 1
11.10 1
7.02 5
4.979
1.4 60
2.146
692
10.63 7
7.700
57.495
8. 9. 10.
Jumlah
Sub-sub DAS Progo Hulu
Galeh
Kuas
Jambe
59 246
57 599
6 158
21 64
Sumber: Paimin, dkk. 2010
24
Gemilang 6 58
Sejengkol Lembir 6 56
Jeti s
Tingal
3 0
5 527
Jumlah (Ha)
Mandang 27 2
189 1.711
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Sub-sub DAS Kuas masih terlalu luas (7.025 ha) untuk Model DAS Mikro, maka perlu diturunkan lagi menjadi area DAS Mikro yang memiliki luas + 1.000 ha.Turunan dari Subsub DAS Kuas, yang memenuhi persyaratan luas tersebut yakni DAS Mikro Wonosari yang memiliki tingkat kekritisan = 3,33 (dari skala 5) dan pasokan air banjir (curah hujan) tinggi. Kedua faktor tersebut bila tidak dikelola makin memperburuk kondisi DAS mikro. Untuk itu DAS Mikro Wonosari dipilih untuk mewakili pengelolaan DAS Mikro yang memiliki permasalahn kekritisan lahan yang didominasi oleh lahan tembakau dan tanaman semusim. Gambar lokasi DAS Mikro Wonosari yang terpilih disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Lokasi DAS Mikro Wonosari, Bagian dari Sub-Sub DAS Kuas
25
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
26
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB V DATA DASAR UNTUK ANALISIS POTENSI DAN PERMASALAHAN Dalam penyusunan buku ini, data dasar untuk analisis potensi dan permasalahan yang dihadapi pada pengelolaan DAS mikro dilakukan di DAS Mikro Pronggo, Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur dan DAS Mikro Wonosari, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah. Hasil analisis tersebut disajikan sebagai berikut:
A. DAS Mikro Pronggo 1. Letak, Luas, dan Geomorfologi DAS mikro Pronggo mencakup luas 1.107 ha yang secara geografis berada pada 11109‟18” - 1110 11‟30” BT dan 80 3‟44” - 80 7‟4” LS, dan secara administratif berada pada Desa Temon (825 ha), Jatimalang (136 ha), Gembong (88 ha), Arjosari (29 ha), Gegeran (15 ha), dan Jetis Kidul (14 ha). Peta DAS mikro Pronggo dengan desa yang termasuk di dalamnya dapat dilihat pada Gambar 4.
27
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 4. Peta DAS Mikro Pronggo dan Wilayah Desa Terkait DAS mikro Pronggo berada pada elevasi 78 – 625 m dpl, yang umumnya bertopografi curam sampai sangat curam, pada geomorfologi pegunungan, dengan material geologi
polymit
conglomerate,
sandstone,
siltstone,
limestone, claystone, sandy marl, pumiceous and stone, intercalated by volcanic breccia, lava, dan tuff.
2. Geologi DAS Mikro Pronggo tersusun dari formasi geologi Mandalika (Temon) seluas 591 ha dan formasi Arjosari (Toma) seluas 516 ha. Formasi Mandalika tersusun dari perselingan breksi gunung api, lava, tuff bersisipan batu pasir tufan, batu lanau dan batu lempung. Formasi Arjosari tersusun dari konglomerat aneka bahan, batu pasir, batu 28
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
lanau, batu gamping, batu lempung, napal pasiran, batu pasir batu apung, bersisipan breksi gunung api, lava dan tuf. Sebaran formasi geologi di DAS mikro Pronggo seperti pada Gambar 5. Pada tapak (site) dengan tumpuan batu lempung dan batu lanau, dan dilewati garis sesar, serta pada lereng terjal akan sangat rentan terhadap tanah longsor. Yang paling rentan adalah kondisi tersebut terpotong oleh jalan dan bangunan lainnya. Adanya jalan raya antara Arjosari – Nawangan yang memotong DAS mikro Pronggo merangsang pertumbuhan pemukiman sepanjang jalan tersebut yang umumnya terletak pada lereng curam. Kondisi demikian sangat rawan terhadap tanah longsor sehingga keselamatan pemukim sangat terancam setiap saat.
Gambar 5. Sebaran Formasi Geologi di DAS Mikro Pronggo
29
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
3. Jenis Tanah Jenis tanah di DAS mikro Pronggo terdiri dari Koluvial (Dystrandept) seluas 72 ha, Litosol (Drystropent) seluas 494 ha, dan Mediteran (Tropaquept) seluas 541 ha. Sebaran masing-masing jenis tanah separti pada Gambar 6.
Gambar 6. Sebaran Jenis Tanah di DAS Mikro Pronggo 4. Curah Hujan Karakteristik hujan di DAS mikro Pronggo didekati dari stasiun terdekat di Ajosari. Data pengamatan hujan harian selama 10 tahun terakhir (1998 – 2007) yang telah dianalisis untuk kebutuhan karakterisasi DAS seperti pada Tabel 4. Dari stasiun Arjosari diperoleh informasi bahwa curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2.208 mm, hujan 30
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
harian maksimum sebesar 181 mm yang terjadi pada tahun 2007, dan hujan 3 (tiga) hari berturut-turut sebesar 207 mm yang terjadi pada tahun 2007. Di Arjosari memiliki jumlah bulan kering (hujan <100 mm/bulan) rata-rata sekitar 5 (lima) bulan. Tabel 4. Hujan Harian Maksimum, Hujan 3 Hari Berurutan Maksimum dan Hujan Tahunan di Arjosari dan Nawangan (Tahun 1998 – 2007)
2000
2001
2002
2003
2005
2006
2007
Tahun -an 3350
2318
2604
2375
2133
2046
-
1864
1162
2023
Harian maks 97
89
162
116
94
128
84
112
83
181
139
159
188
155
169
103
136
111
207
5
5
5
6
7
5
4
-
7
3 hri Urut 169 Maks Bln kering 1 (bln)
Sumber :
2004
1999
Tahun (mm) 1998
Stasiun Hujan Arjosari
Diolah dari Laporan Monitoring Hujan. Dinas Pengairan Kabupaten Pacitan (1998-2007)
5. Kelas Lereng Lereng lahan umumnya curam dengan kelas lereng >15%. Sebaran kelas lereng seperti pada Tabel 5 dan Gambar 7.
31
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 5. Kelas Lereng DAS Mikro Pronggo No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelas Lereng (%)
Jumlah
<2 2-5 5-8 8 - 15 15 - 25 25 - 35 35 - 45 45 - 65 65
Ha 4 21 26 109 278 375 237 57 0 1107
Luas % 0,4 1,9 2,3 9,8 25,1 33,9 21,4 5,1 0 100
Gambar 7. Kelas Kelerengan di DAS Mikro Pronggo
32
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
6. Penggunaan Lahan dan Kelas Kemampuan Lahan Berdasarkan Peta RBI tahun 1993 dan ground check, penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo terdiri dari tegalan/agroforestry atau campuran tanaman semusim dan tahunan seluas 801,35 ha (79,72%), tegal/ladang dominan tanaman semusim 73,69 ha (7,33%), sawah tadah hujan 17,95 ha (1,79%), kebun Akasia 71,09 ha (7,07%), hutan negara jenis jati 29,01 ha (2,88%), dan pemukiman/ pekarangan 12,09 ha (1,20%) yang tersebar di dekat jalan raya dan sungai. Peta penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo disajikan pada Gambar 8 dan Tabel 6.
Gambar 8. Penggunaan Lahan di DAS Mikro Pronggo
33
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 6. Penutupan Lahan di DAS Mikro Pronggo No
Luas
Penutupan lahan Ha
%
1
Belukar/Kebun Campuran
915
82,7
2
Kebun
77
6,9
3
Pemukiman
21
1,9
4
Sawah Irigasi
11
1,0
5
Sawah Tadah Hujan
8
0,7
6
Tegal/Ladang
75
6,8
1107
100
Jumlah
7. Sosial Ekonomi Berdasarkan Kecamatan Arjosasri Dalam Angka 2008, jumlah penduduk di DAS mikro Pronggo sebesar 2.161 jiwa yang terdiri dari 1.014 laki-laki dan 1.147 perempuan. Kepadatan penduduk geografis sebesar 215 jiwa/km2, sedangkan kepadatan agraris sebesar 221 jiwa/km2, dengan asumsi rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 5 org per KK maka rata-rata kepemilikan lahan seluas 2,27 ha/KK. Pertumbuhan penduduk sebesar 0,95% per tahun. Penduduk di DAS Mikro Pronggo menyebar di dua Desa yakni Desa Temon dan Gembong.
34
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani, pemilik maupun penggarap, dengan pendapatan ratarata Rp. 3.709.600,- per tahun dari pendapatan total sebesar Rp. 4.076.484/tahun. Dari angka tersebut maka ketergantungan masyarakat terhadap lahan sangat tinggi yaitu 90,09%. Apabila dibandingkan dengan pendapatan rata-rata penduduk Kabupaten Pacitan sebesar Rp. 4.105.778, pada tahun 2007 maka lokasi kajian memiliki kerentanan tinggi (5). Memperhatikan mata pencaharian penduduk yang sebagian besar bertumpu pada lahan pertanian, sementara itu lahan umumnya berada pada lereng tejal, maka hal demikian mengindikasikan tekanan penduduk terhadap lahan sangat besar dan mendorong lahan mudah terdegradasi. Wadah kegiatan pertanian secara umum telah terbentuk dalam kelompok tani pada setiap dusun, dan terbagi dalam Kelompok Kerja (Pokja) sesuai dengan jenis kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan wawancara dengan responden, sebagian besar penduduk pada usia kerja merantau ke Kota Besar. Hal ini akibat kondisi lahan, sebagian besar lahan adalah lahan kering sehingga pengelolaan intesifnya hanya pada masa tanam (MT) I dan MT II sedangkan MT III dibiarkan untuk menunggu panen tanaman singkong.
35
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
B. DAS Mikro Wonosari 1. Letak, Luas dan Geomorfologi DAS Mikro Wonosari
mencakup luas 1.476,07 ha
yang secara geografis berada pada 398900-406200 UTM BT dan 9186500-9194500 UTM LS, dan secara administratif berada pada 17 desa dan 3 (tiga) kecamatan di Kabupaten Temanggung. Kecamatan dan Desa yang termasuk di dalam DAS Mikro Wonosari dapat dilihat pada Tabel 7. Letak masing-masing desa di dalam DAS Mikro Wonosari dapat dilihat pada Gambar 9. Tabel 7. Kecamatan, Desa, dan Luas Masing-masing Desa yang termasuk DAS Mikro Wonosari
36
No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Bulu Temanggung Wonosari Wonosari JUMLAH
Desa Pagergunung Wonosari Bansari Malangsari Mondoretno Pakurejo Pengilon Pasuruhan Gondosuli Campursari Tegallurung Bulu Ngimbrang Putat Tlogorejo Danurejo Salamsari
Luas (ha) 140.15 335.23 94.31 55.08 44.00 250.34 50.58 198.85 16.29 10.00 13.45 133.44 70.71 24.95 0.36 35.78 2.56 1.476,07
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 9. Peta Administrasi Wonosari
Desa-desa
di
DAS
Mikro
2. Geologi Berdasarkan Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar Magelang-Semarang Skala 1: 100.000, bahan induk lokasi kajian merupakan batuan gunung api sumbing (qsm) (Gambar, 10), bersusunan andesit, augit, dan olivin serta sedikit batuan kompleks gunung sumbing yang tak teruraikan (qsu). Menurut Ngkoimani (2005), batuan beku andesit yang banyak tersingkap di bagian selatan Pulau Jawa digolongkan sebagai Andesit Tua (Old Andesite) dan menurut pentarikhan dengan metode K-Ar umumnya berumur Tersier. Andesit adalah suatu jenis batuan beku vulkanik dengan komposisi antara dan tekstur spesifik yang umumnya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik dan daerah-daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi. Nama andesit berasal dari nama Pegunungan Andes. Batu andesit 37
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
banyak digunakan dalam bangunan-bangunan megalitik, candi dan piramida. Begitu juga perkakas-perkakas dari zaman prasejarah banyak memakai material ini, misalnya: sarkofagus, punden berundak, lumpang batu, meja batu, arca dll. Di zaman sekarang batu andesit ini masih digunakan sebagai material untuk nisan kuburan orang Tionghoa, cobek, lumpang jamu, cungkup/kap lampu taman dan arcaarca untuk hiasan. Anonimus (1990) menyatakan bahwa kandungan kwarsa pada batuan beku andesit hanya sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Mineral pokok batuan andesit adalah plagioklas yang terdapat dalam jumlah sama atau melebihi jumlah total mineral berwarna kelam seperti biotit, homeblende, dan augit. Batuan ini termasuk dalam batuan intermediet dengan kadar SiO2 57,5%. Umumnya batuan ini menghasilkan tanah yang kaya dan subur, karena banyak mengandung unsur basa dan mudah mengalami pelapukan, sehingga tanahnya bertekstur halus. Mikroskopis batuan ini tersusun atas phenokrist plagioklas yang besar dan mineral berwarna hitam kelam seperti amfobol, biotit, dan augit dalam bahan dasar feldspar yang berbentuk jarum mikrolit dan kadang-kadang gelas (Klasifikasi Tanah, 1990).
38
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 10. Jenis Batuan di DAS Mikro Wonosari, Kecamatan Bulu, Kab.Temanggung
3. Jenis Tanah Berdasarkan Peta RePPProt tahun 1996, jenis tanah di DAS Mikro Wonosari terdiri dari Dystrandepts di bagian hulu dan hilir serta eutrandepts di bagian tengah. Dystrandepts dan eutrandepts merupakan great group dari sub ordo andepts dan ordo inceptisol. Menurut Foth (1994) ordo inceptisol merupakan tanah dengan horison pengubahan atau pemusatan yang berciri pedogenik tetapi tanpa akumulasi material yang mengalami pemindahan selain karbonat dan silika, biasanya lembab atau lembab selama 90 hari
berturut-turut
pada
periode
yang
cocok
untuk
pertumbuhan tanaman. Sub ordo andepts terdiri dari liat allophane dimana struktur longgar (BJ < 0,85), kadang mengandung zarah-zarah kaca volkan. Sebanyak 60% atau lebih dalam fraksi debu atau fraksi di atas debu, memiliki 39
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
permeabilitas baik dan tidak memiliki epipedon plaggen (Haryadi, 2006) sedangkan menurut Foth (1994) merupakan tanah liat amorf atau debu vulkanik vitrik atau batu apung. Jenis tanah di DAS Mikro Wonosari disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Jenis Tanah di DAS Mikro Wonosari 4. Curah Hujan Karakteristik hujan di DAS mikro Wonosari didekati dari stasiun terdekat di Bulu. Data pengamatan hujan harian selama 5 tahun terakhir (2005 – 2009) yang telah dianalisis disajikan pada Tabel 8. Dari stasiun Bulu diperoleh informasi bahwa curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1.735 mm per tahun. Di Kecamatan Bulu memiliki jumlah bulan kering (hujan <100 mm/bulan) rata-rata sekitar 5 bulan setahun yakni pada bulan Mei - September.
40
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 8. Hujan Harian Maksimum, Hujan 3 Hari Berurutan Maksimum dan Hujan Tahunan di Arjosari dan Nawangan (Tahun 2008- 2009) 2005 No Bulan
2006
2007
2008
HH (hr)
CH (mm)
HH (hr)
CH (mm)
HH (hr)
CH (mm)
2009
1
Jan
280
19
325
21
240
20
347
HH (hr ) 16
2
Feb
410
21
246
18
261
23
202
18
261
22
3
Mar
251
18
216
18
278
25
232
19
102
19
4
April
199
14
240
15
227
19
229
15
176
22
5
Mei
87
10
77
11
75
6
21
9
272
22
6
Juni
60
12
17
3
99
8
3
2
53
11
7
Juli
58
6
8
3
22
5
0
0
2
3
8
Agu s Sept
23
5
0
0
0
0
18
1
25
2
32
10
0
0
2
1
0
0
0
0
10 Okt
159
14
11
2
17
5
73
17
82
9
11 Nop
234
17
121
15
80
15
150
16
206
13
12. Des
447
22
203
23
377
24
176
24
179
20
Jumlah
2.240
168
1.464
129
1670
151
1451
137
1850
168
14
122
10,8
139,8
12,6
120,9
11,4 154
9
CH (mm)
Rata-rata 186,7
Sumber:
CH (m m) 492
HH (hr) 25
14
Diolah dari Laporan Monitoring Hujan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Temanggung Tahun 2009
5. Kelas Lereng Berdasarkan kelas lereng, lahan-lahan yang memiliki kelas lereng > 26% seluas 134,61 ha berada di Desa Wonosari, Pagergunung, dan Bansari (Gambar 12). Lahanlahan tersebut berada di kawasan hutan lindung dan kirikanan sungai. Untuk kawasan hutan lindung penutupannya sudah cukup baik tetapi untuk kiri-kanan sungai sudah ada tanaman seperti cengkeh, suren, kayu manis, dsb tetapi 41
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
diperlukan pengkayaan. Kelas lereng 9-26%, seluas 846,29 ha (Tabel 9) dengan penutupan lahan tegalan yang ditanami tembakau dan tanaman pangan (jagung) dan holtikultur (cabe, tomat, bawang merah, kacang, dll). Konservasi yang diterapkannya adalah pembuatan guludan, pemupukan dan penutupan mulsa plastik. Sedangkan untuk kelas lereng < 9% seluas 495,18 ha dengan penggunaan lahan untuk sawah baik sawah tadah hujan maupun sawah irigasi dengan teras yang sangat baik. Tabel 9. Kelas Lereng dan Luas Masing-masing Kelas Lereng NO
KELAS LERENG
1
0–8
495,18
2
9 – 15
514,08
3
16 – 25
332,21
4
26 – 45
130,11
5
> 46 Jumlah
42
Luas (ha)
4,50 1.476,07
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 12. Kelas Lereng & Luas Lahan Masing-masing Kelas Lereng 6. Penggunaan Lahan dan Kelas Kemampuan Lahan Berdasarkan analisis Peta Rupa Bumi Indonesia tahun 1993 dan survey lapangan, penggunaan lahan di DAS Mikro Wonosari terdiri dari hutan (35,52 ha), tegalan (701,83), pemukiman (158,74 ha), sawah tadah hujan (215,87 ha) dan sawah irigasi (364,11 ha). Secara spasial, penggunaan lahan di Mikri DAS Wonosari disajikan pada Gambar 13. Kawasan hutan di bagian hulu DAS Mikro Wonosari merupakan hutan lindung yang didominasi hutan vegetasi dataran tinggi. Jenis-jenis pohon yang ditemukan antara lain cemara gunung (Casuarina junghuniana), puspa (Schima noronhae dan S. walicii), Agathis sp, dan kayu manis. Kawasan hutan lindung G. Sumbing dikelola oleh RPH Wonosari, BKPH Temanggung, KPH Wonosari Utara. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain penanaman bambu sebagai batas antara hutan lindung G. Sumbing dengan tanah 43
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
milik masyarakat dan penanaman pengkayaan (Enrichment planting) dengan jenis puspa dan agathis sp. Dari aspek konservasi tanah dan air kondisi hutan lindung Gunung Sumbing di hulu DAS Mikro Wonosari cukup baik untuk konservasi tanah dan air. Kerapatan pohon tidak terlalu rapat tetapi memiliki ground cover yang rapat sehingga dapat menahan erosi oleh air hujan. Kawasan yang terluas dari lahan di DAS Mikro Wonosari yakni tegal. Tegal tersebar di Desa Wonosasri, Bansari,
Pagergunung,
Malangsari,
Pasuruhan,
dan
Gondosuli bagian selatan. Tegal di DAS Mikro Wonosari ditanami jagung, cabe, tomat pada musim tanam I (November – Februari) dan ditanami tembakau pada musim tanam II (Maret – Oktober). Jenis tembakau yang banyak ditanam oleh masyarakat di DAS Mikro Wonosari yakni jenis Kemloko I, II, dan III. Jenis tembakau ini untuk wilayah hulu Desa Wonosari dapat menghasilkan tembakau srintil yang berkualitas baik dengan harga sampai mencapai Rp. 300.000,- per kg. Menurut Kepala Desa Wonosari1 keutungan bersih menanam tembakau di sekitar Desa Wonosari sebesar Rp. 32.000.000,- per ha.
1
Wawancara dengan Kepala Desa Wonosasri, Agus Parmuji, dilakukan di Desa Wonosari pada tanggal 4 November 2010 sebagai pengelola lahan dan pedagang tembakau. 44
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 13. Penutupan Lahan di DAS Mikro Wonosari Pengolahan tanah di lahan tegalan dilakukan dengan cara menyangkul dan dilakukan sekitar
bulan November
setelah panen tembakau. Apabila lahan akan ditanami cabe, tomat, atau sawi, tanah dibuat guludan, diberi pupuk kemudian ditutup dengan plastik mulsa (Gambar 14). Namun bila lahan akan ditanami jagung maka tidak dilakukan penutupan plastik. Penggunaan plastik untuk menutup guludan tersebut tentunya akan mengurangi erosi tanah oleh air hujan namun bila dikaji tentang besarnya limpasan maka dengan
mengggunakan
tutup
plastik
tersebut
akan
meningkatkan besarnya limpasan. Sawah tadah hujan dan sawah irigasi merupakan penggunaan lahan lainnya. Sawah tadah hujan menyebar di Desa Pengilon, Mondoretno, dan Pakurejo. Sawah tadah hujan dapat panen 1 x setahun sisanya ditanami tembakau dan jagung, tomat atau cabe merah. Kegiatan pengolahan 45
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
lahan untuk tanaman tembakau di lahan ini dimulai pada bulan Mei. Kemudian penanaman dilakukan pada bulan Juni. Kualitas tembakau di bagian hilir dari DAS Mikro Wonosari tidak terlalu baik dibanding dengan daerah hulu (Wonosasri). Harga tembakau di wilayah ini antara Rp. 60.000,- Rp. 80.000,- per kg. Untuk sawah irigasi terdapat di bagian hilir dari DAS Mikro Wonosari. Sawah inigasi ini dapat panen 3 x setahun tetapi pada saat musim kemarau masih terlihat ditanami tembakau.
Gambar 14. Lahan Yang Ditanami Cabe Menggunakan Plastik Sebagai Mulsa Pemukiman merupakan penutupan lahan yang paling sempit di DAS Mikro Wonosari. Pola pemukiman di DAS Mikro Wonosari realtif berdekatan satu dengan yang lainnya. Di daerah hulu yakni Wonosari dan Pagergunung, rumahrumah di bangun pada lahan yang miring dan jarak rumah yang satu dengan lainnya sangat berdekatan. Kondisi ini disamping rawan longsor juga penutupan lahan menjadi rapat dan kemampuan tanah untuk menginfiltrasikan air hujan menjadi kecil. 46
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB VI PROSES PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN
A. DAS Mikro Pronggo 1. Analisis Permasalahan Biofisik Karakteristik DAS Mikro Pronggo tersusun dari parmeter-parameter seperti diuraikan dalam Bab II dan diaplikasikan untuk penyususnan karakteristik DAS mikro dengan menggunakan formula seperti pada Lampiran 1-4. Masing-masing parameter penyusun karakteristik DAS mikro telah diinventarisasi untuk kemudian disusun sebagai basis
analisis
tingkat
kerawanan
atau
kerentanannya
(karakteristik). Hasil analisis banjir dengan menggunakan formula pada Lampiran 1, daerah yang rentan kebanjiran pada kategori “sangat rentan” (skor >4,3) seluas 11 ha, “rentan” (skor 3,5 – 4,3) seluas 2 (dua) ha, dan “agak rentan” (skor 2,6 – 3,4) seluas 3 ha. Sebaran daerah yang rawan kebanjiran seperti pada Gambar 15. Daerah yang sangat rawan terkena 47
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
banjir adalah daerah pertemuan sungai Pronggo dan sungai utama Grindulu. Dengan menggunakan formula pada Lampiran 2, potensi pasokan air banjir dari daerah tangkapan airnya termasuk kategori “rentan”, dengan skor 3,8. Sebaliknya
pada
musim
kemarau,
dengan
menggunakan formula Lampiran 2, ancaman kekeringan DAS mikro Pronggo secara umum hanya pada kategori “agak rentan” (skor 2,6 – 3,4) yakni mencakup wilayah seluas 1,014 ha dimana sebarannya seperti disajikan pada Gambar 16. Berdasarkan analisis kerentanan tanah longsor dengan formula pada Lampiran 4 Wilayah DAS mikro Pronggo yang termasuk rentan longsor dalam kategori “rentan” (skor 3,5 – 4,3) seluas 8 (delapan) ha, dan “agak rentan” (skor 2,6 – 3,4) seluas 541 ha, sisanya bukan merupakan ancaman bencana. Sebaran daerah rawan tanah longsor seperti Gambar 17. Dengan menggunakan formula ada Lampiran 3 luas lahan kritis di DAS mikro Pronggo yang termasuk kategori “rentan/kritis” (skor 3,5 – 4,3) seluas 29 ha, “agak kritis” (skor 2,6 – 3,4) seluas 808 ha, “sedikit kritis” (skor 1,7 - 2,6) seluas 261 ha, dan sisanya 3 (tiga) ha dalam kategori “tidak kritis”, dimana sebarannya seperti pada Gambar 18.
48
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 15. Peta Daerah Rawan Kebanjiran di DAS Mikro Pronggo
Gambar 16. Peta Sebaran Daerah Rentan Kekeringan di DAS Mikro Pronggo.
49
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 17. Peta Sebaran Daerah Rentan Bencana Tanah Longsor di DAS Mikro Pronggo
Gambar 18. Peta Sebaran Tingkat Kekritisan Lahan di DAS Mikro Pronggo
50
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
2. Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi Pengelolaan DAS Mikro Berdasarkan data sosial untuk kepadatan penduduk geografis 215 jiwa/km2 termasuk kategori sedang (3) sedangkan kepadatan agraris sebesar 221 jiwa/km2 berarti memiliki kerentanan yang rendah dari segi penguasaan lahan. Perilaku konservasi penduduk kurang memperhatikan konservasi tanah, hanya 34% yang melakukan konservasi tanah pada lahan hutan rakyat dengan vegetasi jarang, lahan yang sangat miring masih digunakan untuk tanaman semusim sehingga dari segi perilaku konservasi memiliki kerantanan yang agak tinggi. Budaya hukum adat tidak ada sehingga kerentanannya tinggi, nilai tradisional tentang konservasi
lahan
juga
sudah
tidak
ada
sehingga
kerentanannya tinggi. Ketergantungan masyarakat terhadap lahan cukup tinggi yaitu 91%. Penduduk sebagian besar bekerja pada sektor pertanian dengan nilai LQ = 1,34, berarti LQ > 1 yang memiliki kerentanan tinggi. Kelembagaan konservasi lahan belum melembaga, masyarakat tahu tentang pentingnya konservasi tanah tetapi belum melakukan sepenuhnya sedangkan lembaga formal seperti Desa belum mendukung tentang konservasi tanah sehingga tingkat kerentannya
tinggi.
Untuk
itu
perlu
pengembangan
kelembagaan melalui pengembangan organisasi, nilai-nilai, dan aturan main (North, 1991; Kartodiharjo, 2000; Marut,
51
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
2000) dan kognitif masyarakat (Scott, 1995)
tentang
konservasi tanah dan air. Tabel 10. Hasil Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan DAS Mikro Pronggo. No.
Parameter/Bobot
Sosial
Kepadatan penduduk geografis (10%) Kepadatan penduduk agraris (10%) Budaya: a. Perilaku konservasi tanah (20%) b. Budaya hukum adat (5%) c. Nilai tradisional (5%) a. Ketergantungan terhadap lahan(20%) b. Tingkat pendapatan (10%). c. Kegiatan dasar wilayah (10%)
Ekonomi (40%
Kelembagaan (20%)
a.
b.
Keberdayaan lembaga dalam konservasi (10%) Keberdayaan lembaga formal dalam konservasi
Besaran
Kategori Nilai
Skor
215 jiwa/km2
Sedang
3
221 jiwa/km atau 2,27 ha/ KK
Rendah
1
a. 34%
Agak tinggi Tinggi Tinggi
4
a. 91%
Tinggi
5
b. Rp. 4.076.484,-
Rp.4.105.778,(Kab.Pacitan) Tinggi
5
a. Rendah
5
b. sedang
3
a. tidak ada b. Tidak ada
5 5
5
c. LQ = 1,34
a.
b.
Konservasi tanah tidak melembaga Konservasi lembaga cukup berdaya
3. Analisis Unit Lahan Survey unit lahan memerlukan tenaga ahli ilmu tanah, GIS, dan vetetasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan data, yakni peta RBI, peta tanah, peta penutupan lahan, GPS, alat ukur pH
52
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
tanah, bor tanah, dan komputer. Berdasarkan pengalaman survey unit lahan, 1 (satu) hari - 1 (satu) tim yang terdiri dari 1 (satu) orang ahli tanah, 1 (satu) orang ahli GIS dan 1 (satu) orang ahli vegetasi menghasilkan 5 (lima) unit lahan. Analisis unit lahan dimulai dari desk analysis peta bentuk lahan, kemiringan lahan, dan penutupan lahan. Peta jenis bentuk lahan kemiringan dan tutupan lahan diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000. Idealnya peta yang digunakan yakni 1 : 10.000 namun peta tersebut tidak tersedia di pasaran. Dari peta unit lahan hasil analisis meja (desk analysis) kemudian di bawa ke lapangan untuk survey lapangan. Manual survey unit lahan disajikan pada Lampiran 2. Unit lahan di DAS mikro Pronggo berdasarkan desk analysis yakni 57 unit. Hasil survey lapangan unit lahan DAS mikro Pronggo disajikan pada Gambar 19. Secara detail kondisi masing-masing unit lahan di DAS mikro Pronggo disajikan pada Lampiran 3.
53
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 19. Unit lahan di DAS Mikro Pronggo
B. DAS Mikro Wonosari Hasil analisis kerentanan pasokan air banjir dengan parameter seperti pada Lampiran 1 dan diproses dalam bentuk sistem informasi geografis. Bedasarkan hasil analisis kerentanan
54
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
pasokan air banjir, seluruh DAS Mikro Wonosari memiliki kerentanan yang tinggi = 4,1 (Gambar 20).
Gambar 20. Hasil Analisis Pasokan Air Banjir di DAS Mikro Wonosari Dari analisis kerentanan daerah rawan banjir sesuai parameter dalam lampiran 1 yang disusun dalam bentuk sistem informasi geografi, terdapat lahan dengan lua 3,41 ha di DAS Mikro Wonosari yang memiliki kerentanan daerah rawan banjir yang agak tinggi (Gambar 21). Daerah rawan banjir tersebut berada di hilir DAS Mikro Wonosari. Penggunaan lahan di daerah rawan banjir tersebt yakni sawah 3x panen setahun. Pada musim penghujan wilayah tersebut bila terjadi banjir perlu
55
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
mendapat perhatian terutama drainase dijaga agar lahan tersebut bisa segera dikeringkan.
Gambar 21. Hasil Analisis Kerentanan Daerah Rawan Banjir di DAS Mikro Wonosari Hasil analisis kerentanan kekritisan lahan sesuai parameter pada lampiran 1 dan diproses dalam bentuk sistem informasi geografi (Gambar 22), 834 ha lahan di Mikro Wonosari pada kondisi agak kritis dan 76 ha pada kondisi kritis. Lahan-lahan yang agak kritis sampai kritis berada di Desa Pengilon ke arah hulu yakni Desa Bansari, Pager Gunung dan Wonosari. Lahan tersebut digunakan untuk budidaya tembakau dan sayur. Budidaya tembakau yang dilakukan saat ini menggunakan input 56
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
yang intensif
yakni
penambahan
pupuk
kandang
yang
berlebihan. Pemahaman tentang pengolahan lahan terjadi perubahan dari generasi sebelumnya ke generasi sekarang. Orang-orang tua dahulu mengolah lahan dengan terasering sedangkan generasi sekarang mengolah lahan miring ke luar dan dianggap sebagai teknik yang baik karena mudah mengolahnya dan bidang olahnya lebih luas. Untuk itu perlu penyuluhan dan pembuatan plot-plot contoh konservasi tanah agar pengelolaan lahan dilakukan secara benar sesuai kaidah-kaidah konservasi tanah dan menguntungkan untuk budidaya tembakau.
Gambar 22. Hasil Analisis Kerentanan Kekritisan Lahan di DAS Mikro Wonosari
57
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Hasil analisis kerentanan tanah longsor sesuai formula lampiran 1 dan diajikan dalam bentuk sistem informasi geogrfis, ada beberapa titik yang memiliki kerawanan tanah longsor yang agak tinggi yakni di Desa Pengilon, Pakurejo, Wonosari bagian bawah, Bulu dan Malangsari (Gambar 23). Daerah rawan longsor tersebut masih digunakan untuk pemukiman sehingga disarankan untuk membuat fondasi sampai ke batuan sehingga dapat mencengkeram batuan dan akan mengurangi bahaya longsor.
Gambar 23. Hasil Analisis Kerentanan Tanah Longsor di DAS Mikro Wonosari
58
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
1. Sosial 1) Kepadatan Penduduk Geografis Berdasarkan Profil Desa Kecamatan Bulu Tahun 2009, jumlah penduduk di DAS mikro Wonosasri sebesar 25.063 jiwa yang terdiri dari 12.465 laki-laki dan 12.598 perempuan. Kepadatan penduduk geografis sebesar 1.072 jiwa/km2 (Tabel 11). Kepadatan agraris masyarakat di DAS Mikro tersebut sebesar 8,236 orang/ha (Tabel 18), sedangkan luas kepemilikan lahan per KK di DAS Mikro Wonosari rata-rata sebesar 0,473 ha/KK. Tabel 11. Kepadatan Penduduk Geografis di DAS Mikro Wonosari Kab. Temanggung. Luas (ha)
No
Desa
1
Wonosari
417
2
Bansari
372
3
Pagergunung
389
4
Malangsari
5
Pasuruan
225
79
6
Gondosuli
252
7
Pakurejo
138
8
Pengilon
79
9
Mondoretno
126
10
Bulu
147
11
Ngrimbang
160
12
Danupayan
190
Jumlah/Rata-rata
2.574
Penduduk Lakilaki (Jiwa) 1.631
Pendu duk Wanita (Jiwa) 1.812
1.346
1.374
1.131
1.07
445
425
1.08
1.159
1.609
1.534
862
736
394
432
837
786
1.168
1.245
824
858
1.138
1.167
12.465
12.598
Σ Pendu duk (Jiwa)
Kepada tan (jiwa/k m2)
3.443
826
2.72
731
2.201
566
870
1.101
2.239
995
3.143
1.247
1.598
1.158
826
1.046
1.623
1.288
2.413
1.641
1.682
1.051
2.305
1.213
25.063
1.072
Kriteria
Nilai
Tinggi Tinggi
5 (11)
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi tinggi tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
5 (12) 5 (13) 5 (6) 5 (10) 5 (3) 5 (5) 5 (9) 5 (2) 5 (1) 5 (8) 5 (4) 5 (7)
Sumber: Diolah dari Data Kecamatan Bulu Dalam Angka 2009
59
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Ada beberapa klasifikasi kepadatan penduduk yang digunakan sebagai berikut: 1. Food And Agriculture Organization/FAO (2006) mengklasifikasikan kepadatan penduduk menjadi dua yaitu a. Kepadatan rendah dengan kepadatan penduduk < 250 jiwa/Km2 b. Kepadatan tinggi dengan jepadatan penduduk > 250 jiwa/Km2 2. National Urban Development Strategis/NUDS (2002) mengklasifikasikan kepadatan penduduk menjadi tiga yaitu: a. Daerah pedesaan (rural) dengan kepadatan penduduk < 100 jiwa/Km2 b. Daerah
pinggiran
(Suburban)
dengan
kepadatan
penduduk 100 – 10.000 jiwa/Km2 c. Daerah perkotaaan (urban) dengan kepadatan penduduk > 10.000 jiwa/Km2 3. Menurut
Undang-Undang
No.
56/PRP/1960
dalam
Pemerintah Kabupaten Musi Rawas (2005), kepadatan penduduk diklasifikasikan menjadi empat yaitu: a. Tidak padat dengan kepadatan penduduk 1 – 50 jiwa/Km2 b. Kurang padat dengan kepadatan penduduk 51 – 250 jiwa/Km2 c. Cukup padat dengan kepadatan penduduk 251 – 400 jiwa/Km2 d. Sangat padat dengan kepadatan penduduk > 401 jiwa/Km2 60
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Besaran untuk parameter kepadatan penduduk akan digunakan angka yang pasti artinya kriteria tersebut merupakan kriteria yang yang statis (tidak berubah seiring dengan pertumbuhan penduduk). Hal ini akan bermanfaat untuk melihat keterbandingan kondisi dari waktu ke waktu dan keterbandingan antara daerah. Dari beberapa klasifikasi kepadatan penduduk yang ada harus dipilih salah satu yang akan digunakan sebagai acuan dalam penghitungan. Dalam hal ini akan digunakan klasifikasi sesuai Undang-Undang No. 56/PRP/1960. Alasan pemilihan metode klasifikasi ini adalah karena ada dasar hukum yang kuat yang bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, kisaran klasifikasi dari NUDS dirasa terlalu luas. Namun demikian ada sedikit perubahan yaitu untuk tidak padat dan kurang padat dijadikan satu kriteria karena sebenarnya Wonosari masuk dalam kriteria kepadatan penduduk yang rendah. Berkaitan dengan hal tersebut, besaran untuk parameter kepadatan penduduk sebagai berikut: a. Penduduk jarang dengan kepadatan penduduk < 250 jiwa/Km2 masuk kategori rendah dengan skor 1. b. Penduduk padat dengan kepadatan penduduk 250 – 400 jiwa/Km2 masuk kategori sedang dengan skor 3. c. Penduduk sangat padat kepadatan penduduk > 400 jiwa/Km2 masuk kategori tinggi dengan skor 5.
61
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
2) Kepadatan Penduduk Agraris Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), kepadatan penduduk
agraris
adalah
angka
yang
menunjukkan
perbandingan jumlah penduduk pada suatu daerah dengan luas lahan pertanian yang tersedia. Kepadatan penduduk agraris dinyatakan dalam orang/Ha. Melalui kepadatan penduduk agraris versi BPS tersebut akan diketahui daya dukung lahan pertanian untuk menyediakan pangan bagi penduduk di wilayah tersebut. Oleh karena itu, besaran yang digunakan dalam formulasi untuk parameter kepadatan penduduk agraris adalah luas lahan pertanian (Ha) untuk ketersediaan pangan bagi satu orang dalam satu tahun. Kepadatan
agraris
masyarakat
di
DAS
Mikro
Wonosasri 6,11 – 10,36 orang per ha (Tabel 12). Kepadatan agraris terendah terdapat di Desa Wonosari dan kepadatan tertinggi terdapat di Desa Bulu. Apabila dilihat dari huluhilir maka kecenderungan hulu lebih rendah kepadatan agrarisnya dan daerah hulir lebih padat. Apabila dilihat dari hirarki desa-kota atau wilayah pusat-pinggiran (centrepheryphery) maka daerah kota lebih padat dibanding dengan daerah pedesaan walaupun dari aspek kepadatan agrarisnya..
62
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 12. Kepadatan Agraris Masyarakat di DAS Mikro Wonosari No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Desa Wonosari Bansari Pagergunung Malangsari Pasuruan Gondosuli Pakurejo Pengilon Mondoretno Bulu Ngrimbang Danupayan Jumlah
Luas Lahan Pertanian (ha) 287 249 264 79 225 252 138 79 126 147 161 190 2.197
Penduduk pertanian 1.754 2.383 1.665 608 1.883 1.902 1.166 601 1.107 1.523 1.249 1.952 17.793
Kepadatan Agraris (orang/ha) 6.111 9.570 6.307 7.696 8.369 7.548 8.449 7.608 8.786 10.361 7.758 10.274 8.236
Untuk kepentingan perhitungan kerentanan sisial dari aspek kepadatan penduduk agraris maka dilakukan konversi dari jumlah petani per ha dijadikan pemilikan lahan per Kepala Keluarga. Berdasarkan konversi tersebut, hasil perhitungan pemilikan lahan per KK dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan kriteria kerentanan sosial Paimin, dkk (2009) yang membuat kriteria kerentanan kepadatan agraris berdasarkan kriteria, pemilikan lahan > 0,5 ha/ KK = rendah, 0,25 – <0,5 ha/KK sedang, dan < 0,25 ha/KK = tinggi maka kerentanan sosial berdasarkan luas kepemilikan lahan di dsajikan pada Tabel 13 berikut:
63
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 13. Luas Kepemilikan Lahan Pertanian per KK No.
Desa
Luas Lahan Pertanian (ha)
1
Wonosari
287
KK Petani
Luas Kepemilikan Lahan Pertanian/KK
415
Kriteria
Nilai
0.692
Rendah
1 3
2
Bansari
249
686
0.363
Sedang
3
Pagergunung
264
361
0.731
Rendah
1
0.369
Sedang
3 3
4
Malangsari
79
214
5
Pasuruan
225
474
0.475
Sedang
6
Gondosuli
252
554
0.455
Sedang
3 3
7
Pakurejo
138
320
0.431
Sedang
8
Pengilon
79
135
0.585
Rendah
1
Sedang
3
9 10
Mondoretno
126
343
0.367
Bulu
147
530
0.277
Sedang
3 1
11
Ngrimbang
161
319
0.505
Rendah
12
Danupayan
190
447
0.425
Sedang
3
0.473
Sedang
3
Jumlah
2197
4798
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa kerentanan sosial dari aspek kepadatan agraris, masyarakat di DAS Mikro Wonosari berkisar antara rendah – sedang artinya dari kepemilikan lahan cukup luas. Namun demikian pengelolaan lahan di DAS Mikro Wonosasri cukup intensif dengan pemanfaatan untuk lahan tembakau dan sayur.
2. Budaya 1) Perilaku konservasi tanah Berdasarkan budaya perilaku konservasi tanah hampir seluruh responden melakukan konservasi tanah. Untuk lahan tegalan dilakukan pembuatan guludan dan sebagian besar dilkakukan penutupan dengan plastik sebagai mulsa. Dari ancaman erosi perlakukan konservasi tanah yang demikian 64
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
sangat baik untuk mengurangi erosi permukaan tetapi hal ini akan meningkatkan limpasan yang menyebabkan terjadinya erosi pada alur-alur di antara guludan-guludan (Tabel 14). Tabel 14. Perlakuan Konservasi Tanah No.
Desa
Besaran (%)
Kriteria
Nilai
1 Wonosari
75
rendah
1
2 Bansari
85
rendah
1
3 Pagergunung
87.5
rendah
1
4 Malangsari
92.5
rendah
1
95
rendah
1
6 Gondosuli
87.5
rendah
1
7 Pakurejo
92.5
rendah
1
8 Pengilon
97.5
rendah
1
9 Mondoretno
97.5
rendah
1
10 Bulu
97.5
rendah
1
11 Ngrimbang
100
rendah
1
12 Danupayan
100
rendah
1
5 Pasuruan
2) Budaya hukum adat (5%) Berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh dan kepala-kepala desa, di seluruh desa di DAS Mikro Wonosari tidak ada budaya hukum adat yang terkait dengan konservasi tanah dan air (Tabel 15).
65
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 15. Budaya Hukum Adat terkait dengan Konservasi Tanah dan Air No. Desa
Besaran
Kriteria
Nilai
1 Wonosari
Tidak ada
Tinggi
5
2 Bansari
Tidak ada
Tinggi
5
3 Pagergunung
Tidak ada
Tinggi
5
4 Malangsari
Tidak ada
Tinggi
5
5 Pasuruan
Tidak ada
Tinggi
5
6 Gondosuli
Tidak ada
Tinggi
5
7 Pakurejo
Tidak ada
Tinggi
5
8 Pengilon
Tidak ada
Tinggi
5
9 Mondoretno
Tidak ada
Tinggi
5
10 Bulu
Tidak ada
Tinggi
5
11 Ngrimbang
Tidak ada
Tinggi
5
12 Danupayan
Tidak ada
Tinggi
5
3) Nilai tradisional (5%) Berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh dan kepala-kepala desa, di seluruh desa di DAS Mikro Wonosari tidak ada nilai-nilai tradisional yang terkait dengan konservasi tanah dan air. Hal ini berarti bahwa orang yang melakukan konservasi tanah tidak mendapat penghargaan atau nilai lebih dari anggota masyarakat yang tidak melakukan konservasi tanah (Tabel 16).
66
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 16. Nilai Tradisional Konservasi Tanah No. Desa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Wonosari Bansari Pagergunung Malangsari Pasuruan Gondosuli Pakurejo Pengilon Mondoretno Bulu Ngrimbang Danupayan
Besaran
Kriteria
Nilai
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
3. Ekonomi 1) Ketergantungan terhadap lahan Berdasarkan Sidik Cepat Degradasi Sub DAS (Paimin, dkk. 2006) dalam parameter tingkat kerentanan ketergantungan terhadap lahan yang dicerminkan oleh pendapatan sektor pertanian terhadap total pendapatan dengan kriteria: < 50% (rendah), 50 – 75% (sedang), dan > 75% (tinggi) maka ketergantungan masyarakat di DAS Mikro Wonosari disajikan pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa ketergantungan masyarakat terhadap lahan tinggi dan merata untuk semua desa di dalam DAS Mikro Wonosari.
67
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 17. Ketergantungan Masyarakat Pada Lahan Sumber Pendapatan
No.
Desa
Pertanian
1
Wonosari
11.562.473,15
2
Bansari
11.064.614,66
3
Pagergunung
11.039.727,91
4
Malangsari
9.813.833,338
5
Pasuruan
9.021.119,294
6
Gondosuli
7.912.681,864
7
Pakurejo
6.778.074,883
8
Pengilon
6.245.954,198
9
Mondoretno
7.056.641,808
10
Bulu
8.574.093,853
11
Ngrimbang
5.892.011,001
12
Danupayan
6.252.428,506
Jumlah
101.213.654,473
Non Pertanian 1.005.432,45 832.820,46 1.649.614,52 970.598,90 784.445,16 977.971,92 1.012.815,79 543.126,45 531.145,08 4.616.819,77 654.667,89 656.332,27 14.235.790,647
Persentase Pendapatan Nilai Pertanian (%) Kriteria Tinggi 92 5 Tinggi 5 93 Tinggi 5 87 Tinggi 5 91 Tinggi 5 92 Tinggi 5 89 Tinggi 5 87 Tinggi 5 92 Tinggi 5 93 Tinggi 5 65 Tinggi 5 90 Tinggi 5 91 88 5 Tinggi
2) Tingkat pendapatan Pendapatan
rata-rata masyarakat di DAS Mikro
Wonosari sebesar Rp. 9.989.996,81,- per kapita per tahun (Tabel
18).
Pendapatan
rata-rata
terendah
di
Desa
Ngimbrang sebesar Rp. 6.546.678,89,- dan tertinggi di Desa Bulu sebesar Rp. 13,190,913.62 per kapita per tahun. Untuk kepentingan penilaian prioritas penanganan untuk masingmasing Desa maka perbedaan pendapatan tertinggi – terendah dibagi 5 (lima) sehingga akan diperoleh 5 kelas prioritas penanganan. Prioritas 1 dengan pendapatan
prioritas
2
dengan
pendapatan
Rp.
7.498.408,78 – Rp 9.159.467,46,- prioritas 3 dengan 68
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
pendapatan rata-rata sebesar Rp. 9,159,467.47 - Rp. 10,820,526.15,-, prioritas 4 dengan pendapatan rata-rata Rp. 10,820,526.15,- - Rp. 12.481.584,53,- dan prioritas 5 dengan pendapatan > Rp. 12.481.584,53,- (Purwanto, dkk., 2010). Tabel 18. Pendapatan Masyarakat Desa-desa di DAS Mikro Wonosari Nilai Kerentanan
Prioritas Penanganan
12.567.905,60 > Rp. 12.481.584,53,-.
1
5
Bansari
11.897.435,12 > Rp. 10.820.526,15,-
2
3
Pagergunung
12,689,342,43
> Rp. 12.481.584,53,-.
1
5
4
Malangsari
10.784.432,24
> Rp. 9.159.467,47,-
3
3
5
Pasuruan
9.805.564,45
> Rp. 9.159.467,47,-
3
3
6
Gondosuli
8.890.653,78
> Rp. 7.498.408,78,-
4
7
Pakurejo
7.790.890,67
> Rp. 7.498.408,78,-
4
2
8
Pengilon
6.789.080,65
< Rp. 7.498.408,78,-
5
1
9
Mondoretno
7.587.786,89
< Rp. 7.498.408,78,-
4
2
13.190.913,62
>Rp. 12.481.584,53,-
1
No.
Desa
1
Wonosari
2
Pendapatan rata-rata
Kriteria kerentanan
4
2
5
10
Bulu
11
Ngrimbang
6.546.678,89
< Rp. 7.498.408,78,-
5
1
12
Danupayan
6.908.760,78
< Rp. 7.498.408,78,-
5
1
Jumlah
73.510.652,64
3) Kegiatan Dasar Wilayah Kegiatan dasar wilayah didekati dengan Location Quotation (LQ) tenaga kerja yang berkerja di sektor pertanian dan lainnya. Kerentanan dari aspek kegiatan dasar wilayah terdapat 8 desa dari 12 desa di DAS Mikro Wonosari memiliki kerentanan tinggi artinya di desa-desa tersebut sebagian besar adalah bekerja di sektor pertanian (Tabel 19).
69
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 19. Kegiatan Dasar Wilayah Berdasarkan Tenaga Kerja No.
Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Wonosari Bansari Pagergunung Malangsari Pasuruan Gondosuli Pakurejo Pengilon Mondoretno Bulu Ngrimbang Danupayan Jumlah
Tenaga Kerja Pertanian Non (orang) Pertanian (orang) 1310 34 974 344 1196 153 491 77 897 280 1157 1363 205 322 95 453 143 902 87 716 651 807 962 1164 4394 10389
LQ Pertanian
Kriteria
Nilai
1.39 1.05 1.26 1.23 1.08 0.65 0.87 1.18 1.23 1.27 0.79 0.78
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah
5 5 5 5 5 1 1 5 5 5 1 1 1.06
4) Analisis Unit Lahan Hasil survey lapangan unit lahan DAS mikro Wonosari disajikan pada Gambar 24. Secara detail kondisi masingmasing unit lahan di DAS mikro Wonosari disajikan pada Lampiran 4.
Gambar 24. Peta Kelas Kemampuan Lahan (KPL) PerUnit Lahan di DAS Mikro Wonosari
70
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB VII ANALISIS PERAN LEMBAGA PENGELOLA DAS MIKRO Sebelum menyusun organisasi pengelolaan DAS Mikro perlu dilakukan analisis stakeholders atau analisis para pihak yang terkait dan potensial untuk dijadikan institusi atau person kunci dalam pengelolaan DAS Mikro. Sebagai contoh analisis kelembagaan dilakukan di DAS Mikro Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung (Purwanto, 2010). Untuk mengetahui organisasi dan lembaga yang terkait dengan pengelolaan DAS Mikro, teori yang digunakan antara lain teori kelembagaan yang mendorong pembangunan yang terdiri dari lembaga masyarakat, pemerintah, swasta dan kelas menengah (midle class) yang terdiri dari pers, Lembaga Swadaya Masyarakat, pemerhati lingkungan, dll (Gambar 25) (Scott, 1995). Dalam penelitian ini dipilih pisau analisis untuk membedah permasalahan penelitian, dirinci atas pengertian kelembagaan, masyarakat, pemerintah, swasta, dan kelas menengah serta hubungan diantara lembaga tersebut.
71
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Masyarakat
Kelas Menengah (Midle Class): Pers, LSM, dll).
Pemerintah
Gambar 25. Lembaga Yang Berpengaruh Pembangunan (Scott, 1995).
Swasta
Terhadap
A. DAS Mikro Pronggo Organisasi yang berperan dalam pengelolaan DAS Mikro Pronggo antara lain: 1. Proyek Bank Dunia dalam bentuk Upper Solo Watershed Management through People‟s Participation and Income Generation DAS Mikro Pronggo merupakan bagian lokasi proyek Bank Dunia dalam Upper Solo Watershed Management through People’s Participation and Income Generation. Kegiatan rehabilitasi lahan dari proyek tersebut di DAS
72
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Mikro Pronggo dimulai tahun 1976. Kegiatan berupa pembuatan teras dan penanaman kelapa. 2. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Solo telah menetapkan DAS Mikro Pronggo sebagai Molel DAS Mikro (MDM) pada tahun 2004. Ini artinya, sejak tahun 2004, DAS Mikro Pronggo merupakan salah satu DAS yang diprioritaskan untuk ditangani. Beberapa kegiatan yang sudah
dilakukan
antara
lain:
penyampaian
rencana
pengelolaan DAS Mikro Pronggo kepada masyarakat, pengumpulan data biofisik dan sosial ekonomi (2004), pemasangan alat penakar curah hujan dan Stasiun Pengamat Arus
Sungai
monitoringnya
(SPAS)
(2004)
(2004-2014),
serta
pengukuran
pembangunan
dan
wanafarma
seluas 2 ha (2006), dan pembagian bibit tanaman untuk GNRHL setiap tahun dari tahun 2004 - 2008. 3. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan Sinergi dengan kegiatan BPDAS Solo, maka Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan mendukung kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo yang ada di wilayah kerjanya. Setiap tahun, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan menganggarkan untuk kegiatan GNRHL. Kegiatan tersebut berupa pengadaan bibit sampai dengan pembagian kepada masyarakat di lapangan. Namun demikian realita di lapangan, pembagian bibit tidak 73
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
didasarkan pada kebutuhan bibit
untuk
lahan
yang
diprioritaskan tetapi dibagi rata setiap rumah tangga. Pada tahun 2009, setiap rumah tangga hanya mendapat + 9 bibit tanaman per rumah tangga. Hal ini yang menyebabkan sasaran rehabilitasi tidak pada lahan prioritas tetapi terkadang di tanam pada lahan yang telah penuh dengan tanaman pohon. 4. Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan Balai Kabupaten
Penyuluhan Pacitan
Kehutanan
melalui
dan
Perkebunan
penyuluhnya
melakukan
penyuluhan terutama tentang arti pentingnya penanaman pohon. Mereka juga membuat rehap teras. Pertemuan memang tidak rutin tergantung dari ketersediaan dana namun penyuluh tersebut sering datang ke desa sesuai dengan jadwal
pertemuan
kelompok
tani.
Selain
kegiatan
penyuluhan mereka juga membangun persemaian Desa dengan jenis cengkeh. 5. Balai Penuyuluhan Pertanian Kabupaten Pacitan Balai
Penyuluhan
Pertanian
Kabupaten
Pacitan
melakukan penyuluhan terutama terkait dengan tanaman pangan
dan
tanaman
semusim.
Mereka
melakukan
penyuluhan dan membangun plot-plot seperti penanganan hama
74
terpadu
untuk
tanaman
padi.
Sebagai
sarana
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
pendukung, di Kantor BPP Kabupaten Pacitan juga dilakukan pengukuran curah hujan, namun lokasi tersebut tidak berada di dalam DAS Mikro Pronggo tetapi masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian ini karena lokasinya hanya + 3 Km dari DAS Mikro Pronggo. 6. Desa di Dalam DAS Mikro Pronggo Di DAS Mikro Pronggo terdapat dua desa yang menjadi pemukiman penduduk. Oleh sebab itu, hanya dua desa tersebut yang memiliki kelompok tani. Kelompok tani tersebut bernama Kelompok Tani Sumber Urip di Desa Gembong dan Kelompok Tani Akur di Desa Temon. Profil kelompok tani pada desa Temon dan Gembong sebagai berikut: (1) Desa Temon Kelompok Tani Akur, Desa Temon, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan dibentuk tahun 2001. Sejarah berdirinya karena akan ada program kredit usaha tani dari Dinas Pertanian Kabupaten Pacitan sehingga Penyuluh Pertanian
Lapangan
(PPL)
menyuruh
petani
untuk
membentuk kelompok. Kepengurusan Kelompok Tani Akur terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendara. Pemilihan pengurus dilakukan melalui pemilihan. Penyusunan rencana dipandu PPL. Kelompok Tani Akur telah melakukan kegiatan wanafarma
75
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
dan penghijauan pada tahun 2007-2008 yang dibiayai dari kegiatan GERHAN, oleh BP DAS Solo. Kelompok
Tani
Akur,
memiliki
aturan
dalam
penanaman pohon yaitu dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m dan dicemplong dengan ukuran 50 x 30 cm. Lahan yang miring harus dibuat teras. Sanksi bagi yang tidak melakukan tidak ada. Petani telah mengetahui bahwa manfaat terasering dan pembuatan saluran air dan telah melaksanakan serta melakukan penanaman pisang pada lahan bekas longsor. (2) Desa Gembong Kelompok Tani Sumber Urip telah berdiri sejak 1982 yang memiliki kegiatan di bidang Pertanian. Kelompok tani berdiri dilatarbelakangi adanya penyaluran bantuan bibit padi unggul. Kelompok tani ini melakukan pertemuan setiap bulan dan juga didatangi penyuluh hampir setiap pertemuan. Isi pertemuan adalah tukar informasi perihal pertanian. Kemudian pada tahun 2005, dibentuk lagi kelompok tani yang khusus menangani konservasi lahan. Pembentukan kelompok Sumber Urip yang kedua dilatarbelakangi adanya bantuan
untuk
membangun
hutan
rakyat/GERHAN.
Kegiatan GERHAN didanai dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan dan BP DAS Solo. Kepengurusan Kelompok Tani Sumber Urip terdiri dari Ketua, Ketua I, Sekretaris, dan Bendahara baik yang kelompok tani pertanian maupun yang konservasi dengan 76
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
jumlah anggota kelompok tani ini yakni 26 orang. Proses pemebentukan
pengurus
dilakukan
pemilihan
secara
langsung oleh seluruh anggota. Kegiatan utama Kelompok Tani yaitu pertanian sawah untuk kelompok tani yang dibentuk tahun 1982 dan pembangunan dan pengelolaan hutan rakyat untuk kelompok tani yang dibentuk tahun 2005. Untuk kelompok tani yang kedua, setelah kelompok tani ini dibentuk, kemudian dilakukan
penyuluhan
oleh
PPL
untuk
melakukan
pembangunan dan pengelolaan hutan rakyat. Program tersebut sudah dibuat oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan dan BP DAS Solo sehingga kelompok tani tinggal melaksanakan saja, namun setelah kegiatan gerhan ini berhenti maka kegiatan kelonpok tani juga berhenti. 7. PT. DSC PT. DSC merupakan perusahaan yang bergerak dalam pembuatan veneer dan kayu lapis yang berada di Kecamatan Glagah Ombo, Kabupaten Pacitan. Dalam rangka kegiatan CSR
perusahaan
tersebut
membagikan
bibit
kepada
masyarakat Kecamatan Arjosari dimana DAS Mikro Pronggo berada, sebanyak 5.000 bibit sengon pada tahun 2007. Bibit tersebut diserahkan kepada Camat Arjosari kemudian diteruskan ke desa-desa tetapi sekali lagi di tingkat
77
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
desa bibit tersebut dibagikan ke rumah tangga dan tidak didasarkan pada lokasi prioritas.
B. DAS Mikro Wonosari 1. Aturan Hukum Terkait Pengelolaan DAS Wonosari Bagian paling hulu dari DAS Mikro Wonosari adalah kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Dasar perundangan perusahaan tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara. Pasal 3 ayat (3) menyatakan bahwa Pengelolaan Hutan di Hutan Negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) meliputi kegiatan: a. tata hutan dan penyusunan rencana Pengelolaan Hutan; b. pemanfaatan hutan; c. rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan d. perlindungan hutan dan konservasi alam. Penjelasan UU No. 41 tahun 1999 Pasal 26 Ayat (1) Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung adalah segala bentuk usaha yang menggunakan kawasan dengan tidak mengurangi fungsi utama kawasan, seperti: a. budidaya jamur, b. penangkaran satwa, dan c. budidaya tanaman obat dan tanaman hias. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya, seperti: a. pemanfaatan untuk wisata alam, b. pemanfaatan air, dan c. pemanfaatan keindahan dan kenyamanan. Pemungutan hasil hutan bukan
78
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
kayu dalam hutan lindung adalah segala bentuk kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi utama kawasan, seperti: a. mengambil rotan, b. mengambil madu, dan c. mengambil buah. Usaha pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan fungsi lindung, sebagai amanah untuk mewujudkan
keberlanjutan
sumber
daya
alam
dan
lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Berdasarkan hasil diskusi dengan Kepala dan Perangkat
Desa
Wonosari
di
lapangan,
masyarakat
mengetahui bahwa kawasan tersebut merupakan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Batas hutan dengan lahan tembakau masyarakat yakni berupa patok besi dan batas alam berupa tanaman bambu terlihat jelas. Bagian tengah DAS Mikro Wonosari merupakan lahan tegalan sedangkan bagian hilirnya adalah lahan sawah. Lahan-lahan tersebut
dibebani hak milik bedasarkan
Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Berdasarkan Undang-undang tersebut, lahan-lahan menjadi barang privat walaupun dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 ayat 1, bumi, tanah dan air serta kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 79
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Akibat dari kebijakan politik tentang desentralisasi pemerintahan
maka
pengaturan
pembagian
urusan
pemerintah, pemerintah daerah propinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/ kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 tahun 2007. Dalam lampiran PP tersebut, dalam Sub Bidang 41 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, pemerintah memiliki tugas menetapkan pola umum, norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan DAS, penetapan kriteria dan urutan DAS/Sub DAS prioritas serta penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu, Pemerintah Daerah Propinsi memiliki tugas memberikan pertimbangan teknis penyusunan rencana pengelolaan, penyelenggaraan
pengelolaan
DAS
skala
propinsi,
sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki tugas memberi pertimbangan teknis penyusunan rencana pengelolaan dan penyelenggaraan pengelolaan DAS skala kabupaten. Namun demikian implementasi dari Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tersebut di lapangan belum dilaksanakan. 2. Organisasi Yang Potensial Mendukung Pengelolaan DAS Mikro Wonosari 1) Organisasi Pemerintah a) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kab. Temanggung Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
(BAPPEDA) Kabupaten Temanggung merupakan salah satu amanat Undang-undang No. 32 tahun 2004 80
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
tentang Pemerintahan Daerah. Institusi ini untuk mendukung
perencanaan
pembangunan
daerah
sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan Pembangunan Nasional. Pada
Bab VII mengenai
Perencanaan Pembangunan Daerah pasal 152 ayat 1 yang mengamanatkan Perencanaan Pembangunan Daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Pada
Musyawarah
Rencana
Pembangunan
(Musrenbang) tahun 2010, rencana pembangunan Kabupaten Temanggung terkait langsung dengan pengelolaan
DAS
Mikro
Wonosari
yakni
penghijauan, perikanan dan penguatan kelembagaan petani. Sumberdana kegiatan tersebut yakni Dana Alokai Khusus (DAK) dan tugas pembantuan dari pemerintah pusat serta Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT). b) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo (BPDAS SOP) di Yogyakarta Tugas pokok BPDAS SOP adalah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana, pengembangan kelembagaan, dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai Serayu Opak Progo. Dalam kaitannya
pengelolaan
DAS
Mikro
Wonosari,
BPDAS SOP Yogyakarta melalui Dinas Pertanian,
81
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung memberi insentif ke masyarakat di DAS Mikro Wonosari untuk membangunan hutan rakyat di Desa Wonosari pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2011 masyarakat dibantu bibit suren (Toona sureni) oleh kedua instansi tersebut dari dana alokasi khusus (TA) 2010. Hutan rakyat di lokasi kajian tidak seperti hutan rakyat pada umumnya merupakan tegakan hutan tanaman melainkan berupa pohon-pohon yang ditanam di batas-batas kepemilikan. Demikian pula tanaman suren (T. sureni) oleh masyarakat ditanam di batas-batas kepemilikan. Sampai
dengan
tahun
anggaran
2010,
pelaksanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) masih didanai dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Kehutanan melalui BPDAS SOP Yogyakarta. Kegiatan dapat dikategorikan sebagai program desentralisasi sedangkan berdasarkan Lampiran PP 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, seharusnya pelaksanaan GERHAN dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Temanggung dalam bentuk program dekonsentrasi.
82
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
c) Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Temanggung mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Temanggung merupakan mitra kerja BPDAS Serayu Opak Progo dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Beberapa kendala dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan disampaikan oleh Masrik Amin selaku Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung: “Dari aspek pendanaan untuk rehabilitasi lahan kami mendapat dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Temanggung namun dalam pelaksanaannya partai politik ikut campur tangan sebagai politik balas jasa pada konstituen dan untuk kemenangan pemilihan umum tahun 2014 sehingga kami sulit untuk menentukan lokasi dan target kelompok tani dalam pelaksanaan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN)”. Dinas Pertanian – Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung telah
menyusun
Rencana Teknik
Kehutanan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTKRHL) sesuai
dengan
petunjuk
pelaksanan
GERHAN 83
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Kementerian Kehutanan tetapi karena masalah tersebut maka pelaksanaan GERHAN tidak sesuai rencana”. Lebih lanjut Masrik Amin menyatakan bahwa: ”sebenarnya, prioritas penanganan lahan kritis di Kabupaten Temanggung seluas 18.000 ha dan Kabupaten Temanggung memiliki fungsi untuk penyangga ketersediaan air baku untuk 10 kabupaten yang ada di sebelah hilir yang termasuk DAS Progo, DAS Bodri dan DAS Tuntang sehingga penanganan GERHAN
diperlukan
prioritas
wilayah-wilayah
tertentu”.
d) Dinas Pekerjaan Temanggung Tugas
pokok
Umum
Dinas
Kabupaten
Pekerjaan
Umum
Kabupaten Temanggung adalah 1). Meningkatkan infrastruktur di bidang sarana prasarana jalan dan jembatan pada kawasan kota, pedesaan, pusat pertumbuhan, dan strategis, 2). Mewujudkan infrastruktur di bidang sumberdaya air guna mendukung ketahanan
pangan,
penyediaan
air
baku,
dan
mengamankan daerah pemukiman dari daya rusak air,
dan
3).
Mewujudkan
pengawasan
dan
pengendalian guna mencapai infrastruktur yang handal dan bermanfaat. Dalam kegiatan pengelolaan DAS Mikro Wonosari, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Temanggung memiliki andil dalam 84
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
monitoring curah hujan. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Temanggung bekerja sama dengan: 1). Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, 2). Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan,
dan
3).
Camat
Bulu;
melakukan
pengukuran pencatatan dan pelaporan curah hujan harian di Kecamatan Bulu. Data curah hujan tersebut dilaporkan periodik bulanan, triwulan dan tahunan untuk digunakan oleh instansi terkait. Kegiatan lain yang
dilakukan
oleh
Dinas
PU
Kabupaten
Temanggung di DAS Mikro Wonosari antara lain pembuatan bendung di Kali Gondangan dan Kali Semen, rehab bendung di Desa Mondoretno dan Desa Pakurejo. e) Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung Di Kecamatan Bulu terdapat Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BPPPK) yang betanggung
jawab
kepada
Badan
Pelaksana
Penyuluhuan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung. Badan tersebut dibentuk berdasarkan Perda Kabupaten Temanggung No. 21 tahun 2008, yang bertanggungjawab kepada Bupati dengan
tugas
kewenangan
pokok daerah
melaksanakan dalam
sebagian
penyelenggaraan
penyuluhan di bidang pertanian, perikanan, dan 85
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
kehutanan (Perda Kabupaten Temanggung No. 21 tahun 2008). Jumlah penyuluh di BPPPK Kecamatan Bulu sebanyak 16 orang yang tediri dari penyuluh pertanian 11 orang, perikanan 4 orang dan kehutanan 1 orang. Penyuluh kehutanan tersebut mendekati usia pensiun dan belum ada perekrutan kembali. Menurut Mualim, Kepala Subbagian Tata Usaha, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan: ”Sistem penyuluhannya yakni monovalen namun demikian dalam satu kecamatan merupakan teamwork”. Lebih lanjut Mualim mengatakan: ”Pada awal tahun anggaran, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan dan Dinas Perikanan mengadakan rapat dengan BPPPK Kabupaten Temanggung untuk membahas kegiatan-kegiatan yang membutuhkan dukungan
penyuluhan”.
Mualim
lebih
lanjut
mengatakan:”Pembiayaan untuk pelaksanaan teknik penyuluhan disediakan oleh Dinas terkait”. ”Untuk meningkatkan kemampuan penyuluh, setiap hari Sabtu dilakukan training oleh Dinas terkait dan tanggal 1 setiap bulan dilakukan rapat koordinasi seluruh penyuluh di Kabupaten Temanggung”.
86
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
f) Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Temanggung Badan
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Temanggung memiliki tugas pokok, melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang lingkungan hidup. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut diatas. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung mempunyai fungsi: 1) Perumusan kebijakan teknis bidang lingkungan hidup; 2). Penyelenggaraan Urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang lingkungan
hidup;
3).
Pembinaan,
fasilitasi
dan
pelaksanaan tugas di bidang pengembangan kapasitas dan pengamanan lingkungan hidup, 4). Penelitian dampak dan pengembangan teknologi lingkungan hidup, pengendalian pencemaran, kerusakan dan konservasi lingkungan hidup, dan pengendalian kerusakan
dan
konservasi
lingkungan
hidup;
5). Pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang lingkungan hidup; 6). Pelaksanaan kesekretariatan badan; dan 7). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kegiatan konservasi tanah dan air yang telah dilakukan oleh BLH Kabupaten Temanggung di DAS Mikro Wonosari TA. 2009 dan 2010 antara lain: pembuatan sumur resapan (7 unit) dan gully plug (3
87
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
unit), penanaman daerah tangkapan sumber air (capturing) dengan radius 300 m dari sumber air (di Desa Danupayan). Jenis tanaman untuk water capturing adalah duwet (syzygium cumini), trembesi (Samanea saman), dan suren (Toona sureni). g) Kecamatan Bulu Organisasi Kecamatan Bulu secara eksplisit tidak
ada
Seksi
yang
membidangi
pertanian,
perikanan dan perkebunan. Namun demikian apabila ada
kegiatan
sektor
tersebut
Kepala
Seksi
Pembangunan Masyarakat Desa (PMD) Kecamatan Bulu bersama para penyuluh melakukan pembinaan kepada masyarakat. h) Desa Organisasi Desa Sekretaris
Desa,
terdiri dari Kepala Desa,
Seksi
Pemerintahan,
Seksi
Pembangunan dan Seksi Kesejahteraan Masyarakat. Tidak ada seksi yang secara langsung menangani aspek pengelolaan DAS, lingkungan, maupun konservasi tanah dan air. Namun demikian, menurut Kodiran Lilik, Sekretaris Desa Mondoretno: ”Berdasarkan Musyawarah Pembangunan Desa Tahun 2010, diusulkan agar dilakukan penanaman turus jalan dengan pohon buah-buahan dan tanaman keras (jambu, matoa, mlinjo,
88
dan mangga). Pada tahun
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
2011 usulan tersebut disetujui dari sumber dana Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2011. Dari hasil diskusi dengan penyuluh di Balai Penyuluhuan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Bulu ada 6 Desa yang perangkat desa dan Gapoktan yang mendukung kegiatan pertanian secara luas yakni Desa Wonosari, Campusari, Tegalurung, Pager Gunung, Danupayan, dan Ngimbrang. Namanama kelompok tani di DAS Mikro Wonosari dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Kelompok-kelompok Tani di DAS Mikro Wonosari
1
Pagergunung
Bulu
(2) Enggal Jaya I dan II
Dukungan terhadap Pengelolaan DAS* Tinggi
2
Wonosari
Bulu
(2) Wonosari I dan II
Tinggi
3
Bansari
Bulu
Rendah
4
Malangsari
Bulu
(4) Sederhana I, II, III, dan IV (2) Sri Tani dan Sri Tari
5
Mondoretno
Bulu
(2) Subur dan Makmur
Tinggi
6
Pakurejo
Bulu
Rendah
7
Pengilon
Bulu
(2) Pangudi Makmur dan Margo Luhur (1) Pengilon
8
Pasuruhan
Bulu
Rendah
9
Gondosuli
Bulu
10
Campursari
Bulu
11
Tegallurung
Bulu
(2) Sumber Makmur dan Sumber Rejeki (3) Rejosari I, II dan Pamrih Hasil (2) Margo Laras dan Sumber Roso (2) Trampil I dan II
12
Bulu
Bulu
Rendah
13
Ngimbrang
Bulu
14
Putat
Bulu
(2) Pangudi Luhur dan Pangudi Asih (2) Makmur dan Loh Jinawi (2) Maju I dan II
15
Tegalrejo
Bulu
(3) Bumi Rejo I, II, dan III
Rendah
16
Danupayan
Balu
Tinggi
17
Salamsari
Kedu
(3) Sri Margo, Sri Martani, dan Guyup Rukun (1) Salamsari
No.
Desa
Jumlah
Kecamatan
Nama Kelompok Tani
Rendah
Rendah
Rendah Tinggi Tinggi
Tinggi Rendah
Rendah
37 Kelompok Tani
*) PDAS = Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
89
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung antara peneliti dengan penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kecamatan Bulu, di dalam DAS Mikro Wonosari, terdapat 2 Gapoktan yang telah memiliki badan hukum yakni Gapoktan Desa Pakurejo dan Campursari. Disamping itu ada 11 (sebelas) desa yang mengelola keuangan mikro (micro finance) yang merupakan hibah dalam proyek Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sebesar Rp. 1.00.000.000,- per Gabungan Kelompok Tani. Besarnya pinjaman per anggota sebesar Rp. 1.000.000,- untuk pembelian sarana produksi pertanian. Periode pengembaliannya selama 2, 3 atau 6 bulan yaitu untuk pedagang 2 bulan, petani sawah 3 bulan dan petani tembakau 6 bulan. i) Lembaga Masyarakat Lembaga non formal yang mengakar Sub DAS Wonosari antara lain pengajian ”yasinan” dan kerja bakti bersih desa. Kegiatan yasinan merupakan kegiatan rutin setiap Kamis malam di masing-masing RT sedangkan kegiatan bersih Desa dilakukan setiap Hari Minggu pagi pada saat tidak sibuk mengurusi tanaman tembakau (Juni, Juli, dan Nopember). Dua lembaga tersebut merupakan media yang sebaiknya
90
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
digunakan untuk melakukan penyuluhan tentang pengelolaan DAS Mikro. Sebagian besar masyarakat di DAS Mikro Wonosari adalah petani tembakau. Mereka hampir sepanjang tahun sibuk dengan kegiatan pertanian terutama untuk mengurus tembakau. Untuk wilayah atas yakni Desa Wonosari, Pagergunung, Bansari dan Wonotirto mulai Maret telah mengolah lahan untuk tanaman tembakau dan panen pada pertengahan Nopember. Sedangkan untuk wilayah tengah yakni Desa Pasuruhan, Malangsari, dan Tegalrejo pengolahan lahan untuk tembakau dimulai bulan April dan berakhir pada pertengahan bulan Nopember dan untuk wilayah bawah Desa Gondosuli, Pakurejo, Bulu, Putat, Campursari, Pengilon, Danupayan, dan Tegalurung dimulai pada bulan Mei. Untuk wilayah atas, tembakau ditanam pada Bulan Maret diantara tanaman jagung, cabe, atau tomat. Pada bulan Juni, setelah tanaman jagung, cabe atau tomat panen maka tinggal tanaman tembakau monokultur yang tersisa dan panen tembakau terakhir pada pertengahan bulan Oktober. Seperti teknik budidaya pada umumnya, pada awal musim tanam dilakukan pengolahan lahan, kemudian penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pemanenan yang dilakukan seminggu sekali sampai daun tembakau habis 91
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
dipanen. Tenaga kerja untuk pengolahan lahan dilakukan oleh tenaga kerja rumah tangga petani sendiri namun yang memiliki lahan yang luas menggunakan tenaga kerja lokal yang tidak memiliki lahan atau mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah. Menurut informasi masyarakat, semakin tinggi lokasi dari permukaan laut, kualitas tembakaunya semakin baik. Tembakau srintil yang baik biasanya dihasilkan di lokasi Lamuk (di luar DAS Mikro Wonosari),
Lamsi
(bagian
lebih
hulu
Desa
Wonosari), Wonosari bawah, dan Pagergunung. Harga tembakau srintil dapat mencapai Rp. 300.000,/kg sedangkan tembakau biasa hanya mencapai Rp. 90.000,-/kg (Purwanto, et. al. 2010). Petani tembakau sangat
sibuk
mengelola
tanaman tembakau sampai penjualannya yakni dari bulan Maret s/d Nopember. Waktu luang biasanya pada pertengahan Nopember sampai awal Desember. Apabila terkait dengan ketersediaan waktu yang ada, penyuluhan konservasi tanah dan air dalam rangka pengelolaan DAS sebaiknya secara intensif dilakukan pada bulan tersebut (Purwanto, et. al. 2010). Masyarakat juga sudah mengetahui pentingnya menanam 92
pohon,
yakni
untuk
memperbaiki
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
kesuburan tanah dan menahan angin ribut sehingga tanaman pertaniannya tidak rusak. Namun demikian, jenis tanaman pohon yang sebaiknya ditanam tidak mengganggu tanaman tembakau. Jenis yang cocok menurut masyarakat adalah suren. Namun demikian, berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
Bapak
Misdiyanto dan Bapak Raharjo, pengelola lahan tembakau di Desa Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung (tanggal 11 April 2011) bila penanamannnya terlalu rapat akan mengganggu tanaman tembakau (Purwanto, et. al. 2012). j) Lembaga Swasta Perusahaan rokok, PT. Djarum, perusahaan pupuk organik, PT. Fertila dan penyuluh pertanian Balai
Penyuluhan
Pertanian,
Perikanan
dan
Kehutanan Kecamatan Bulu melakukan pembinaan budidaya tembakau ke petani tembakau di Desa Wonosari dan Bansari dengan cara membuat demplot penanaman tembakau kemloko I, kemloko II dan kemloko III. PT. Djarum memiliki kepentingan untuk menjaga suplai tembakau dari wilayah tersebut sedangkan PT. Fertila memiliki kepentingan agar pupuk organik yang diproduksinya dibeli oleh petani. Menurut
petani,
pengetahuan
mereka
tentang
pola
mendapat
tambahan
tanaman
tembakau
93
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
kemloko dan penggunaan dosis pupuk fertila (Purwanto, et. al. 2010). k) Lembaga Lain Pada
tahun
2010,
Koramil
Parakan
menyumbang bibit tanaman tembresi untuk di tanam sebagai turus jalan. Bantuan tersebut diserahkan kepada Kepala Desa Mondoretno, Ngrimbang, Pengilon,
Bulu,
dan
Danurejo
masing-masing
sebanyak 200 batang. Organisasi Koramil tidak memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pengelola DAS tetapi karena ada Peraturan Presiden No. 89 tahun 2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan maka Koramil turut serta dalam kegiatan pengelolaan DAS. Kesadaran akan perlunya rehabilitasi lahan tersebut harus terus dipupuk sesuai dengan tujuan GERHAN yakni gerakan sosial rehabilitasi lahan yang secara mandiri dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat. Pemerintah hanya berfungsi sebagai pendorong dalam kegiatan tersebut (Purwanto, et. al. 2011). Berdasarkan
informasi
di
atas,
penulis
mengusulkan mekanisme pengelolaan DAS Mikro Wonosari sebagai berikut: Perencanaan pengelolaan DAS Mikro sebaiknya disusun oleh Balai Pengelolaan DAS Serayu Opak Progo dan Bappeda Kabupaten Temanggung kemudian disosialisasikan ke seluruh 94
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
lembaga yang terkait. Implementasi dilakukan oleh masyarakat dan didampingi oleh Balai Pengelolaan Daerah
Aliran
Yogyakarta,
Sungai
Dinas
Serayu
Pertanian
Opak
Progo
Perkebunan
dan
Kehutanan Kabupaten Temanggung, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Temanggung, Kecamatan Bulu, masyarakat dari 17 Desa di dalam DAS Mikro Wonosari. Monitoring dan evaluasi lahan, untuk tahap awal dilakukan oleh lembaga pemerintah dan hasilnya disampaikan kepada masyarakat
yang
selanjutnya masyarakat (Kepala Desa, Gapoktan, dan Rumah Tangga pengelola lahan) diajari untuk mesendiri.
monitornya
Monitorirng
dan
evaluasi
hidrologi, pemantauan curah hujan sebaiknya dilakukan
oleh
Dinas
Temanggung
dan
Pekerjaan debit
air
Umum sungai
Kabupaten Wonosari
sebaiknya dilakukan oleh BPDAS Serayu Opak Progo.
95
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
96
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB VIII IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAS MIKRO A. Sosialisasi Setelah dilakukan analisis kerentanan biofisik dan sosial ekonomi dan dibuat peta kerentanan maka dilakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholders implementator pengelolaan DAS Mikro Pronggo yakni Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Pacitan. SKPD tersebut antara lain: 1). Bappeda, 2). Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 3). Dinas Pertanian dan Peternakan, 4). Badan Pelaksana Penyuluhan, 5). Kantor Lingkungan Hidup, 6). Camat Arjosari, 7). Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo, 8).Kepala Desa Gembong dan 9). Kepala Desa Temon. Sosialisasi ini juga melibatkan Gabungan Kelompok Tani (GaPokTan) Desa Temon dan Desa Gembong dan pabrik pengolah kayu serta perusahaan pengolah kayu PT. Daya Sakti Unggul Cooperation Pacitan. Suasana rapat sosialisasi d Sosialisasi dilakukan pada Bulan Maret 2009. Dari kegiatan sosialisasi ini hanya Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Solo, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan, Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten 97
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Pacitan, lurah dan camat yang siap membantu kegiatan ini sedangkan PT. Daya Sakti Unggul siap menjadi pasar hasil kayu dari kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo sedangkan instansi yang lain hanya siap mendukung tetapi tidak tegas mengambil bagian yang mana dari kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo tersebut.Suasana sosialisasi rencana pengelolaan disajikan pada Gambar 26. Sosialisasi untuk DAS Mikro Wonosari dilakukan di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, bulan Maret 2010. Sosialisasi dihadiri Kepala Bappeda, Camat Bulu, Kepala Sub Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten
Temanggung,
Badan
Pelaksana
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung, Kepala Polisi Sektor Kecamatan Bulu, Komandan Koramil Kecamatan Bulu, 18 Kepala Desa di dalam DAS mikro Wonosari. Dalam sosialisasi disepakati untuk membangun contoh konservasi tanah di lahan tembakau yakni di sebelah utara atau bagian lebih hulu Dusun Wonosari atau disebut Blok Seman oleh masyarakat. Karena sebagian besar areal DAS mikro Wonosari merupakan lahan tembakau maka bila masyarakat mau menerapkan konservasi tanah di lahan tembakaunya maka pengelolaan DAS mikro Wonosari telah dicapai. Kesepakatan yang lainnya: 1). Pembuatan sumur resapan yang dilakukan oleh Badan
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Temanggung,
2). Pembuatan gully plug dan penanaman suren yang dilakukan oleh Sub Dinas Kehutanan Kabupaten Temanggung. 98
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 26. Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Pronggo, Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur
Gambar 27. Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Wonosari, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah
B. Sumber-sumber
Pembiayaan
Pengelolaan
DAS
Mikro Dalam diskusi penyusunan rencana pengelolaan DAS Mikro dilakukan inventarisasi sumber-sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan pengelolaan DAS Mikro dapat berasal dari masyarakat, pemerintah, pengusaha, maupun LSM. Sumber pembiayaan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk moneter dan natura. Dalam diskusi penyusunan rencana pengelolaan DAS Mikro Pronggo, tahun 2009, diinventarisasi sumbersumber pembiayaan. Kegiatan penyusunan rencana pengelolaan 99
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
dilakukan dan dibiayai oleh Balai Penelitian Kehutanan Solo. Untuk kegiatan implementasi sumber pembiayaan berasal dari berbagai sumber. Rehabilitasi lahan secara vegetatif yang dilakukan melalui GNRHL, pembangunan hutan rakyat, pembangunan wana farma, dan pembangunan kebut bibit rakyat dibiayai oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan. PT. Daya Unggul Cooperation bersedia menyumbang bibit sengon. Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan bersedia
untuk
melakukan
penyuluhan
tentang
kegiatan
kehutanan, perkebunan, dan konservasi tanah serta dapat menyediakan bibit jati, jabon, dan cengkeh. Balai Penyuluhan Pertanian dapat membantu dalam penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) untuk usaha tanaman semusim, pembuatan plot-plot contoh penggunaan bibit unggul padi sawah dan pengendalian hama terpadu. Peyuluhan yang dilakukan oleh Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan dan Balai Penyuluhan Pertanian, Kabupaten Pacitan direncanakan 2 (dua) bulan sekali. Balai Penelitian Kehutanan Solo dapat melalukan penelitian, pembangunan plot-plot contoh konservasi tanah dan plot contoh untuk rehabilitasi lahan secara vegetatif serta membiayai kegiatan studi banding. Pemasangan alat penakar curah hujan dan pemabangunan Stasiun Pengamatan Air Sungai dan kegiatan pemantauannya dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo. Biaya yang dibutuhkan dalam kegiatan tersebut di atas berasal dari instansi dan perusahaan
100
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
masing-masing sesuai dengan usulan kegiatan yang sudah disepakati. a. Rencana Tata Waktu dan Pembagian Tugas Pengelolaan DAS mikro merupakan bagian dari pembangunan daerah dan jangka waktunya yakni 5 tahun atau pembangunan jangka menengah. Untuk itu, tata waktu rencana pengelolaan DAS mikro disusun dalam jangka 5 (lima) tahun.Sebaiknya penyusunan rencana dilakukan pada Tabel 21. Tabel 21. Pembagian Kerja dan Tata Waktu Pengelolaan DAS Mikro Pronggo
101
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
b. Pemberdayaan masyarakat Dewasa ini, pengelolaan DAS yang bersifat kolaboratif sebagai sebuah paradigma baru dalam kebijakan lingkungan makin banyak dibicarakan. Perubahan paradigma dari kebijakan yang bersifat terpusat (centralized) dan command and control yang menjadi ciri kebijakan lingkungan tahun 70an
menjadi
kebijakan
yang
bersifat
pengelolaan
kolaboratif yang didesain untuk mendapatkan konsensus dan kerjasama antar pemangku kepentingan pada tingkat DAS semakin menguat (Lubell, 2004). Lebih lanjut, Lubell (2004) dalam penelitiannya di Florida menemukan bahwa persepsi petani terhadap efektivitas kebijakan pemerintah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Hal ini berarti kebijakan pemerintah di daerah hulu untuk melakukan kebijakan konservasi tanah harus menguntungkan dari sisi ekonomi. Kerangka pikir partisipatif yang bersifat bottom up ternyata belum bisa menjawab permasalahan degradasi lingkungan di daerah hulu. Hal ini disebabkan oleh pembuatan rencana yang kadangkala merupakan preferensi lokal kadangkala kurang mempertimbangkan aspek lain (teknis). Namun demikian, Bonnal (2005) dalam FAO (2006) menyebutkan bahwa walaupun banyak proyek, program, dan rencana telah melibatkan partisipasi masyarakat, namun masyarakat belum tentu mengimplementasikannya. Hal ini terjadi karena banyak ahli pengelolaan DAS 102
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
kesulitan untuk mengubah manajemen mereka, metode kerja yang top down, dan tidak mengerti sepenuhnya situasi dari penduduk DAS. Pada saat yang sama, masyarakat lokal terus melihat diri mereka sendiri sebagai penerima petunjuk yang pasif dan sulit untuk masuk ke dalam tipe hubungan partisipasi yang baru. FAO (2006) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat dan petunjuk konservasi yang dibuat pada tahun 80-an masih tetap relevan saat ini, antara lain: (1) pengelolaan sumberdaya alam tidak akan sukses tanpa keterlibatan dan dukungan
dari
para
pengguna
sumberdaya
tersebut,
(2) partisipan harus memiliki kapasitas dan tanggung jawab dalam membuat keputusan, dan (3) promosi dari pengelolaan partisipatif DAS merupakan proses yang memakan waktu lama yang menyaratkan arti yang tepat. Saat ini, program-program pengelolaan DAS mulai berubah dari pendekatan partisipatif ke pendekatan kolaboratif. Pendekatan kolaboratif merupakan pendekatan dari pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat pluralist yang berdasarkan atas pembelajaran bersama, pertukaran dan negosiasi antar aktor dengan kepentingan yang berbeda, termasuk para ahli dan pembuat keputusan. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan DAS Mikro Pronggo dan DAS Mikro Wonosari dilakukan melalui kegiatan: 103
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
1) Penyuluhan Penyuluhan di DAS Mikro Pronggo dilakukan oleh penyuluh Balai Penyuluhan Pertanian, Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan; Kabupaten Pacitan, dan peneliti dan
teknisi
Pengelolaan
Balai
Penelitian
DAS.Penyuluhan
Teknologi oleh
Balai
Kehutanan Penyuluhan
Pertanian dan Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan dilakukan 2 (dua) bulan sekali yang bertempat di Kantor Desa
Temon dan Desa Gembong.
Disamping merubah kondisi sosial ekonomi dan biofisik, salah satu penyuluh kehutanan di Kecamatan Arjosari mendapat penghargaan Penyuluh Kehutanan Teladan tahun 2014 dari Menteri Kehutanan. Konsep yang harus disampaikan yakni pertanian terpadu. Untuk mendapatkan kesejahteraan, petani sebaiknya memanfaatkan berbagai sumber pendapatan petani yakni dari lahan sawah, lahan kering, perikanan, peternakan, hutan rakyat, dll, dengan prinsip-prinsip konservasi tanah yang merupakan ujung tombak kegiatan pengelolaan DAS. Sumber-sumber pendapatan tersebut dapat disajikan pada Gambar 28.
104
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 28. Sumber-sumber Pendapatan Petani dengan Menerapkan Prinsip-prinsip Konservasi Tanah dan Air. 2) Sekolah lapang Sekolah lapang dilakukan agar masyarakat mendapatkan informasi dan pengetahuan serta dapat mepraktekkan pengetahuan tersebut secara langsung. Pengalaman mempraktekkan teknologi konservasi tanah yang diajarkan oleh penyuluh/pelatih mendorong masyarakat memahami permasalahan,
merasakan
kesulitan
dalam
praktek,
dan
memecahkan masalah secara berkelompok dan mengerti manfaat
teknologi
konservasi
tanah
dan
air
yang
dipraktekkannya.
105
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 29. Tindak Lanjut dari Sosialisasi berupa Pelatihan Pengolahan Tanah
3) Pembangunan Demplot Pembangunan plot contoh ditujukan agar seluruh pihak yang berpartisipasi dalam pengelolaan DAS mikro dapat melihat langsung contoh pengelolaan DAS mikro dimana ujung tombaknya adalah konservasi tanah dan air di setiap penggunaan lahan. Beberapa contoh kegiatan pembangunan plot disajikan sebagai berikut: 106
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
1. Plot Perbaikan Teras di DAS Mikro Pronggo Perbaikan teras dilakukan pada Bulan September 2009 kemudian pada bulan Oktober 2009 dilakukan penanaman jagung sebagai demplot pengelolaan lahan kering yang kritis (Gambar 30). Demplot dibangun berdasarkan analisis kerentanan lahan dan sosial ekonomi masyarakat dimana sebagian besar lahan di DAS Mikro Pronggo merupakan lahan kritis namun masih ditanamai tanaman semusim karena merupakan sumber pangan masyarakat. Masyarakat merasa aman bila memiliki cadangan pangan di rumahnya sehingga perlu dibangun teknik pengolahan lahan untuk tanaman semusim tetapi masih memperhatikan prinsipprinsip konservasi tanah.
Untuk mengatasi kekritisan lahan dilakukan perbaikan teras (Nop 2009) Perbaikan teras meningkatkan produksi jagung 1,8 x (Maret 2010) Permasalahan teras mudah rusak karena longsor
Penanaman cantel (gagal) tidak tumbuh Bibit sdh mati Terlalu banyak hujan (2010) a. Tongkol jagung kecil dan tidak berisi penuh pada lahan yang tidak dilakukan perbaikan teras
b. Tongkol jagung besar dan berisi pada lahan yang dilakukan perbaikan teras
Gambar 30. Pembangunan Plot Contoh Konservasi Tanah (Perbaikan Teras)
107
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
2. Plot Perbaikan Teras Lahan Tembakau di DAS Mikro Wonosari, Temanggung, Propinsi Jawa Tengah Menurut informasi pada saat dilakukan fokus group diskusi di Desa Wonosari bahwa pada sekitar tahun 1970-an pengelolaan lahan tembakau di Desa Wonosari dilakukan penterasan miring ke dalam. Akibat proses pewarisan lahan dari orang tua ke anaknya dan pemilikan lahan semakin sempit maka generasi berikutnya mengolah lahan miring ke luar dengan anggapan bidang olahnya semakin luas (Purwanto, dkk. 2010). Berdasarkan pemahaman yang keliru tentang pengelolaan lahan tersebut tim peneliti memutuskan untuk membuat plot-plot contoh konservasi tanah dalam bentuk perbaikan teras pada lahan tembakau, pembuatan saluran pembuangan air, dan drop struktur (Gambar 31). Berdasarkan analisis kerentanan dengan metode Sidik Cepat Degradasi Sub DAS (Paimin,dkk. 2010) yang dilakukan pada TA. 2010, sebagian besar dari DAS Mikro Wonosari mengalami kerentanan tanah kritis. Untuk itu perlu dilakukan rekayasa sosial dan biofisik untuk mengatasi permasalahan tersebut. Langkah yang dilakukan dalam kegiatan tersebut yakni sosialisasi hasil analisis kerentanan kepada masyarakat yang dilakukan di Desa Wonosari, diskuasi dan analisis permasalahan pengelolaan DAS yang dilakukan oleh masyarakat sendiri melalui diskusi. Dari hasil diskusi tersebut diputuskan untuk membangun plot contoh konservasi tanah yang dilakukan di 108
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
lahan Bapak Sugito Remben seluas 0,415 ha dan Bapak Slamet yang dibiarkan sebagai kontrol seluas 0,128 ha di Desa Wonosari, dengan denah lokasi seperti pada Gambar 31.
Gambar 31 Lokasi Plot Contoh Konservasi Tanah danAir Untuk Mengatasi Kerentanan Lahan di Desa Wonosari, DAS Mikro Wonosari. Teknik konservasi tanah yang dilakukan yakni pembuatan teras karena kondisi lahan di Desa Wonosari bagian hilir belum dilakukan penerasan berbeda dengan hulu yang sudah dilakukan penerasan walaupun belum sempurna. Proses sosialisasi sampai dengan pembuatan teras disajikan pada Gambar 32.
109
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 32. Analisis Masalah, Studi Banding, Sekolah Lapang dan Pembangunan Plot Konservasi Tanah di DAS Mikro Kuas Wonosari 3. Pembangunan Hutan Rakyat Hutan rakyat dalam kegiatan pengelolaan DAS mikro merupakan teknik konservasi
tanah secara
vegetatif.
Disamping sebagai teknik konservasi vegetatif, hutan rakyat juga dapat memasok kebutuhan kayu masyarakat dan industri perkayuan. Hutan rakyat di DAS mikro Pronggo dibangun dari insentif yang dilakukan oleh BPDAS Solo dalam bentuk kebun bibit rakyat dan BPTKPDAS Solo dalam bentuk plot contoh konservasi tanah vegetative dan swadana masyarakat. Pembangunan kebun bibit rakyat (KBR) di Dusun Drono, Desa Pronggo, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan (Gambar 33) oleh BPDAS Solo dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan. Kebun Bibit Desa tersebut untuk mensuplai kebutuhan bibit dengan luas tanam 125 ha. 110
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Jenis yang disemaikan di Kebun bibit antara lain: jati (2.000 btng), jabon (2.000 btg), gmelina (12.000 btg), sengon laut (10.000 btg), dan nangka (5.000 btg).
Gambar 33. Kebun Bibit Desa di Dusun Drono, Desa Pronggo, Kecamatan Arjosari Pelaksanaan pembuatan kebun benih dimulai pada bulan Mei 2010 untuk jenis jati, September 2010 untuk jenis jabon, Oktober 2010 untuk jenis gmelina. Semua jenis tanaman berasal dari benih. Benih dikecambahkan di bedeng perkecambahan kemudian disapih ke polybag. Media persemaian merupakan campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1. Kegiatan pembuatan kebun bibit rakyat ini dipandu secara aktif oleh penyuluh UPTD Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo (BPDAS Solo). Namun demikian partisipasi, total masyarakat belum terlaksana. Kegiatan ini mengupah masyarakat melalui Kepala Dusun Drono, Desa Temon, Kecamatan Arjosari. Walaupun konsep awalnya adalah pemberdayaan Kelompok Tani Akur II tetapi 111
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
realitanya semua kegiatan dilalukan dengan sistem upah. Sistem pengupahan ini tidak salah tetapi makna partispasi menjadi kurang. Kegiatan pengisian polybag dilakukan oleh 25 orang selama 25 hari dengan upah Rp. 25.000,- per hari. Kegiatan pemeliharaan bibit dilakukan oleh 2 orang selama pembibitan dengan upah Rp. 25.000,- per hari. Pembangunan plot contoh hutan rakyat yang dilakukan oleh BPTKPDAS Solo bertujuan untuk konservasi tanah secara vegetatif. Lokasi penanaman dan teknik penanaman disesuaikan dengan KPL dan kesesuaian lahan. Berdasarkan diskusi dengan anggota Gapoktan Akur, di DAS Mikro Pronggo, jenis yang diminati oleh petani yakni sengon, jati, dan ingin mencoba jenis jabon. Setelah + 1,5 tahun jenis jabon ditanam, timbul keraguan masyarakat tentang pasar kayu jenis tersebut maka berdasarkan rapat pengurus Gapoktan Akur diputuskan untuk menanyakan peluang pasar kayu jabon ke perusahan pengolahan kayu di sekitar lokasi DAS Mikro Pronggo yakni perusahaan di Kabupaten Pacitan. Berdasarkan diskusi dengan 2 pengusaha pengolah kayu di Kabupaten Pacitan, harga kayu jabon tidak berbeda jauh dengan harga kayu sengon yang sudah biasa dibudidayakan oleh petani maka keyakinan petani untuk menanam jenis tersebut semakin tinggi.
112
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 34. Plot Contoh Hutan Rakyat Jabon dan Sengon Perkembangan industri hilir yang memanfaatkan kayu hasil hutan rakyat telah mendorong masyarakat untuk melakukan rehabilitasi lahan secara mandiri. Di sekitar DAS Mikro Pronggo, ada industri pengolah kayu menjadi produk triplex yakni CV. Dasa Sakti Unggul Corporation (CV. DSUC) yang berlokasi di Desa Gegeran, Kecamatan Arjosari dan di Desa Sambong, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Pabrik yang berada di Desa Gegeran berdiri tahun 2003 dan yang berada di Desa Sambong berdiri tahun 2009. Adanya peluang pasar tersebut, beberapa petani telah menanam pohon dengan biaya sendiri. Mereka membeli bibit per batang seharga: sengon Rp. 1.500,-, Acacia mangium Rp. 1.500,-, jabon Rp. 2.250,- – Rp. 2.500,-, cengkeh Rp. 5.000,dan durian Rp. 15.000,-.
113
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
4) Studi Banding Tujuan studi banding adalah menambah pengetahuan masyarakat dengan melihat langsung kegiatan usaha dan konservasi tanah yang dilakukan oleh kelompok tani lain. Dalam kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo, studi banding dilakukan di Petani Modern An Nur, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Danpak dari studi banding Petani desa Temon, DAS Mikro Pronggo meyatakan bahwa hasil studi banding yang dilakukan TA. 2010, di Pertanian Organik An Nur, Nguter, Sukoharjo menunjukkan bahwa mereka mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang pertanian terpadu yakni sawah, lahan kering, peternakan, perikanan, dan hutan rakyat dimana yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan dan saling mendukung (Purwanto, dkk, 2010). Studi banding untuk petani DAS Mikro Wonosari dilakukan ke Kelompok Tani Kredo, Desa Dokerso, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang (Gambar, 35).
Gambar 35. Kegiatan Studi Banding di Magelang 114
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB IX MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAS MIKRO A. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS Mikro 1. Perencanaan Pengelolaan DAS Mikro Dokumen perencanaan
pengelolaan DAS
Mikro
Pronggo disusun oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran SungaiSolo (BPDAS) Solo, tahun 2004. Sistem perencanaan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal RLPS No. 088/Kpts/V/2003 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Dokumen perencanaan berisi data biofisik dan sosial ekonomi serta analisis lahan kritis. Dalam dokumen perencanaan tersebut masih merupakan rencana rehabilitasi lahan sebagai rencana kerja BPDAS Solo di Areal Model DAS Mikro Pronggo dan belum memasukkan kegiatan pengelolaan DAS Mikro yang akan
dilakukan
oleh
seluruh
pihak
terkait
dengan
pengelolaan DAS Mikro Pronggo. Pada bulan Maret 2009, Tim Peneliti Balai Penelitian Kehutanan Solo, merevitalisasi rencana pengelolaan DAS Mikro Pronggo, yang dimulai dari analisis potensi dan 115
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
permasalahan. Kegiatan analisis dimulai dari desk analisis dilanjutkan dengan survey dan pengumpulan data sekunder. Dari data yang terkumpul dilakukan analisis: kekritisan lahan, daerah rawan kebanjiran, daerah rentan kekeringan, dan daerah rentan bencana tanah longsor, sosial, ekonomi, dan kelembagaan masyarakat yang berkaitan dengan pengelolaan DAS mikro
yang didasarkan pada formula
Paimin, dkk (2006). Disamping itu juga dilakukan analisis unit lahan untuk mengetahui lebih detail kondisi masingmasing unit lahan sebagai dasar untuk bahan rancangan kegiatan pada masing-masing unit lahan. Kegiatan selanjutnya yakni sosialisasi rencana pengelolaan ke seluruh stakeholders untuk memperoleh kesepakatan jenis kegiatan yang harus dilakukan dalam pengelolaan DAS mikro, siapa berbuat apa, kapan harus dilakukan, sumber pembiayaan dari mana,
bagaimana
melakukannya,
disepakati
dalam
sosialisasi ini. Pelaksanaan kegiatan penyusunan rencana pengelolaan DAS Mikro Pronggo, tahun 2009 tersebut seharusnya dilakukan oleh BPDAS Solo tetapi pada tahun tersebut tidak tersedia anggaran maka BPK Solo yang melaksanakan sekaligus sebagai wahana kegiatan kajian implementasi pengelolaan DAS pada skala mikro. Pengelolaan DAS mikro seperti kegiatan pembangunan pada umumnya yakni tidak berhenti pada tahun tertentu tetapi berkelanjutan. Ke depan, berdasarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan 116
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Daerah Aliran Sungai, pasal 22 (2) Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS dilakukan oleh: c. bupati/walikota sesuai kewenangannya (3)
Dalam
untuk
menyusun
DAS
dalam
Rencana
kabupaten/kota.
Pengelolaan
DAS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bupati/walikota sesuai kewenangannya dapat membentuk tim dengan melibatkan Instansi Terkait. Bila dikaitkan dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 219 (1) maka Badan Perencanaan
Pembangunan
Daerah
Kabupaten
yang
seharusnya menyusun rencana pengelolaan DAS mikro. Permasalahan timbul karena BAPPEDA selama ini tidak pernah melakukan penyusunan rencana pengelolaan DAS sehingga tidak memiliki sumberdaya manusia dan anggaran yang memadai untuk kegiatan tersebut. Untuk itu perlu adanya penyediaan anggaran dan pelatihan penyusunan rencana pengelolaan DAS. Pada kondisi peralihan pada penerapan PP No. 37 tahun 2012 yakni pada tahun 2014 – 2015 sebaiknya dilakukan pendampingan
penyusunan
rencana pengelolaan DAS di dalam Kabupaten/Kota termasuk DAS mikro. Pendampingan ini sebaiknya dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS yang telah berpengalaman dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu.
117
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
2. Implementasi Pengelolaan DAS Mikro a. Penyuluhan masyarakat Menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani Akur, penyuluhan kepada masyarakat yang disepakati dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS Mikro Pronggo tidak berjalan sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Pelaksanaan penyuluhan tergantung ada tidaknya proyek. Ketika ada proyek KBR oleh BPDAS Solo dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan maka sosialisasi dan penyuluhan dilakukan. Demikian juga ketika adanya proyek
pembangunan
kebun
bibit
cengkeh
yang
dilakukan oleh Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunantan, Kabupaten Pacitan; penyuluhan gencar dilakukan. Pada tahun 2014 berkembang kemitraan antara Petani pemilik lahan dan pemilik modal yang berasal dari Kota Pacitan, Propinsi Jawa Timur dan Solo, Propinsi Jawa Tengah untuk membangun hutan rakyat seluas 10 ha dengan cara bagi hasil. Dalam perjanjiannya modal kerja awal (pengolahan lahan, bibit, dan pupuk) berasal dari pemilik modal. Pembagian hasil sebagai berikut: pemilik lahan nantinya mendapat 60%, 35% untuk pemilik modal sedangkan 5% lainnya untuk kas kelompok. Kemitraan seperti ini yang lebih intensif komunikasinya karena semua pihak secara pribadi berharap akan mendapatkan keuntungan.
118
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Di DAS mikro Wonosari penyuluh secara aktif melakukan penyuluhan terutama di fokuskan di bagian hulu yakni di Desa Bansari dan Wonosari. Pengembangan kopi yang ditanam di antara tanaman tembaku dilakukan di Desa Bansari. Namun demikian tanaman pohon tidak disukai oleh petani maka tidak ada pengembangan yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. b. Pembangan plot-plot contoh Kondisi fisik jagung di plot contoh, Sub DAS Pronggo, pada saat pemanenen disajikan pada Gambar 13. Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa hasil panen jagung pada lahan yang dilakukan perbaikan teknik konservasi tanah, memiliki tongkol yang lebih besar dan berisi jagung dari pangkal sampai ujungnya sedangkan pada lahan yang tidak dilakukan perbaikan teknik konservasi tanah memiliki tongkol yang lebih kecil dan banyak yang ompong. Hasil pengukuran rata-rata berat basah jagung di DAS Mikro Pronggo sebesar 2.99 kg/m2 untuk lahan yang dilakukan perbaikan teras dan 1,66 kg/m2 untuk lahan yang tidak dilakukan perbaikan teras. Kalau dikonversi dalam satuan luas per ha, untuk lokasi DAS Mikro Pronggo, maka produksi lahan yang tidak dilakukan perbaikan teras sebesar 29,9 ton/ha dan yang tidak dilakukan perbaikan sebesar 16,6 ton/ha. Kenaikan
119
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
produksi akibat perbaikan teras sebesar 80,12% untuk berat jagung tongkol (Gambar 38). c. Pembangunan kebun bibit rakyat untuk hutan rakyat. Pendistribusian bibit dan penanaman dilakukan pada awal Januari 2011. Pendistribusian bibit dilakukan dengan cara menyerahkan tanggungjawabnya kepada desa Temon. Kepala desa membagikan kepada Kepala Dusun, kemudian kepala dusun membagikannya kepada Ketua Rumah Tangga dan Ketua RT membagikan bibit kepada kepala rumah tangga. Pembagian yang merata ini menyebabkan satu Rumah Tangga petani hanya mendapatkan bibit antara 5 – 8 bibit. Rumah tangga menanamnya di lahan tanpa ada kontrol dari petugas penyuluh. Pendistribusian bibit ini sebaiknya dievaluasi kembali. Penanaman merupakan bagian dari penyelesaian masalah pengelolaan DAS Mikro. Maka penanaman sebaiknya merupakan bagian dari penyelesaian kerentanan kekritisan lahan, kerentanan banjir dan kekritisan tanah longsor. Luas lahan yang rentan (kekritisan lahan, banjir, dan tanah longsor). Untuk menyelesaikan masalah yang telah dibagi berdasarkan jenis kerentanan tersebut, DAS Mikro sebaiknya dibagi menjadi 5 (lima) bagian dari hulu sampai ke bagian hilir. Setiap tahun diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga dalam kurun 5 (lima) tahun ke depan permasalahan 120
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
dalam DAS Mikro dapat diselesaikan dan DAS Mikro dapat dijadikan contoh pengelolaan DAS dalam skala mikro.
B. Monitoring dan Evaluaisi Kinerja DAS Mikro 1. Lahan a) Penutupan Lahan Analisis Penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo disajikan pada Tabel 28. Dari Tabel 28 dapat dilihat bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo cukup dinamis terutama dari hutan tanaman menjadi penggunaan lainnya (pemukiman, sawah, tegal/ ladang, dan kebun campuran) (Gambar 36). Perubahan penggunaan lahan dari kebun campuran menjadi pemukiman merupakan dampak dari pertumbuhan penduduk sebesar 0,21%/tahun. Disamping perubahan penutupan lahan (Lampiran 4), monitoring lahan yang sebaiknya dilakukan yakni perubahan penerapan teknik konservasi tanah (KTA) dan air pada masing-masing unit lahan. Parameter ini merupakan indikator keberhasilan pengelolaan DAS Mikro dari aspek lahan. Apabila teknik KTA diterapkan pada lahan yang semakin luas maka pengelolaan DAS Mikro semakin baik dari aspek lahan maupun dari aspek perilaku masyarakatnya. Untuk DAS Mikro Pronggo selama pengelolaan, tahun 2009 – 2014, lahan seluas 62
121
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
ha semakin baik KTAnya dari luas lahan kritis 132,99 ha atau 46,62% dari luas lahan kritis pada awal pengelolaan. Kegiatan tersebut yang dilakukan oleh masyarakat secara mandiri dengan pemberdayaan yang dilakukan oleh seluruh pihak. Tabel 22. Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Mikro Pronggo dari Tahun 2007-2013. No. 1.
2.
3. 4.
5.
122
Penggunaan Lahan Pemukiman/ Pekarangan Sawah (Tadah Hujan + Irigasi) Tegal/ Ladang Kebun Campuran Hutan Monokultur (Rakyat + Perhutani) Jumlah
2007 Ha
%
Tahun, Luas, dan Persen Penutupan 2009 2011 Ha % Ha %
2013 ha
%
12,09
1,2
20,89
2.08
30,29
3,01
43,31
4,31
17,95
1,79
19,43
1.93
20,41
2,03
23,52
2,34
73,69
7,33
74,54
7.42
75,67
7,53
76,19
7,58
801,35
79,72
812,94
80,88
800,24
79,61
780,38
77,64
100,1
9,95
77,38
7,70
78,64
7,82
81,78
8,14
1.005,18
100
1.005,18
100
1,005,18
100
1.005,18
100
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 36. Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Mikro Pronggo 2009-2013. 2. Hidrologi a. DAS Mikro Pronggo Monitoring dan evaluasi (monev) tata air di tingkat DAS Mikro dilakukan berdasarkan aturan yang ada dalam Peraturan Dirjen (PerDirjen) RLPS No. P.04 tahun 2009 tentang Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai dan Perdirjen RLPS No P.15 tahun 2009 tentang Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Di dalam aturan tersebut, parameter monev pada indikator tata air meliputi: koefisien regim sungai (KRS), koefisien aliran tahunan (C), kandungan sedimen terangkut serta kandungan bahan pencemar. Namun demikian, dalam 123
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
penelitian ini tidak seluruh parameter dilakukan pemantauan dan evaluasi. Hasil monev tata air pada masingmasing lokasi DAS Mikro disajikan pada uraian di bawah ini. Berdasarkan Laporan Monitoring dan Evaluasi Tata Air BPDAS Solo, Tahun Anggaran 2005 s/d 2014; debit minimum di DAS Mikro pronggo realtif konstan artinya base flowrelatif tetap yakni + 5 liter/detik sedangkan debit maksimumnya terjadi fluktuasi (Tabel 23). Tabel 23. Curah Hujan, Debit Minimum dan Maksimum dan Koefisien Regim Sungai Pronggo Aspek No. Hidrolo gi 1.
2.
3.
4.
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
1.850
2.891
2.293
2.497
2.721
2.128
*
4,85
2.18
0,309
0,025
0,329
0,204
29,1
*
15.31
11.54
12.290
16,181
15.897
11.093
5.409
*
3.157
5.294
3.977
6.476
4.832
5.438
2005
2006
2007
2008
2009
3.187 Cuhah hujan (mm) 5,00 Debit Minim um (liter/d t) 37,00 Debit Maksimu m (m3/dt) 7.400 Koefisi en Regim Sungai (KRS)
1.464
1.670
1.451
5,38
5,38
17,94
3.335
Sumber: Laporan Monitoring dan Evaluasi Tata Air Tahun Anggaran 2005 s/d 2014 BPDAS Solo. (*: tiak ada data karena alat rusak).
Berdasarkan data penelitian dari 2009 s/d 2014 curah hujan di DAS Mikro Pronggo relatif konstan, debit maksimum cenderung turun, namun debit minimumnya
124
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
malah cenderung turun sehingga KRS semakin tinggi (Gambar 37). Hal ini menujukkan bahwa pengelolaan DAS Mikro Pronggo dapat menurunkan air limpasan tetapi belum mampu untuk memberi jaminan kecukupan air di musim kemarau.
Gambar 37. Kecenderungan Curah Hujan, Debit Minimum, Debit Maksimum dan Koefisien Regim Sungai DAS Mikro Pronggo Berdasarkan nilai KRS rata-rataTabel 29 menunjukkan angka yang sangat tinggi yaitu 5.034. Nilai tersebut termasuk dalam kategori “buruk”, artinya fluktuasi atau perbedaan antara debit maksimum dan debit minimum sangat besar. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa daya resap dan 125
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
simpan sub DAS /DAS Mikro terhadap air sangat buruk, sehingga kurang mampu menahan dan menyimpan air hujan yang jatuh. Di sisi lain air hujan yang menjadi limpasan justru banyak yang terus masuk ke sungai dan terbuang sampai ke laut. Dampak yang ditimbulkan adalah ketersediaan air di DAS pada saat musim kemarau sedikit sehingga berpotensi terjadi kekeringan. Hal tersebut didukung oleh kondisi di beberapa titik di dalam DAS Mikro yang kesulitan air di musim kemarau, contohnya di Desa Gading. Dengan kata lain, fungsi DAS sebagai “sponge” atau “water storage” yang dapat mengatur hidrologi kurang bisa dipenuhi oleh DAS Mikro Pronggo. Salah satu penyebab kondisi tersebut adalah banyaknya penyimpangan penutupan lahan dari KPLnya, dimana area-area dengan KPL VI ke atas (yang seharusnya bertutupan hutan/tanaman keras), banyak yang telah berubah menjadi lahan tegalan. Sebenarnya di DAS Mikro Pronggo terdapat banyak sumber mata air yang bisa airnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Dari hasil survey pada Bulan Agustus 2014, diperoleh sebanyak 10 titik mata air yang tersebar di wilayah tengah dan hulu DAS Mikro, dan hanya 6 yang masih keluar airnya (Gambar 38). Padalah informasi dari masyarakat setempat dan lebih dari 15 titik sumber mata air yang ada di DAS Mikro Pronggo. Hal tersebut menunjukkan bahwa DAS Mikro Pronggo kurang 126
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
bisa berfungsi dalam menyimpan air hujan, untuk dikeluarkan pada musim kemarau sebagai mata air (water regulator).
Gambar 38. Lokasi Sumber Mata Air di DAS Mikro Pronggo Parameter monev tata air lain yang dapat dihitung adalah koefisien aliran tahunan (nilai C) yang merupakan perbandingan antara debit langsung dengan curah hujan tahunan. Kuantifikasi debit air dilakukan dengan pendekatan neraca
air
bulanan
yang
dihitung
dengan
metode
Thornthwaite-Mather (1957). Perhitungan neraca air bulanan dan
tahunan
dilakukan
dengan
memanfaatkan
data
klimatologis terutama curah hujan dan suhu udara rata-rata bulanan di lokasi penelitian. Ringkasan hasil perhitungan neraca air debit bulanan tahun 2013 disajikan pada Tabel berikut. 127
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel 24. Neraca Air Bulanan Tahun 2013 di Sub DAS Pronggo Parameter Curah hujan (mm)
ET (mm) Limpasan, RO (mm)
Jan
Feb Mar
April Mei
Juni Juli Agust Sept Okt
Nov
Dec
557
346
205
219
219
159
557 0
3
31
243
498
Jml
3.037
147,7 126,0 144,9
139,6 139,4 131,0 127,3 52,0
24,0
37,0
140,4
144,5 1.354
293,1 256,5 165,3
115,4 67,5
63,4
31,7
27,6
190,6 1.670
77,8
253,8 126,9
Hasil perhitungan neraca air di atas dapat digunaan untuk menghitung besarnya parameter monev koefisien limpasan tahunan (nilai C), yang merupakan perbandingan aliran langsung (DRO) dengan curah hujan tahunan. Setelah total aliran (debit) dikurangi aliran dasar, dapat diketahui besarnya aliran langsung (DRO) yaitu sebesar 1.340 mm, sehingga nilai koefisien limpasan tahunan adalah 0,441 (atau 44,1%). Nilai
koefisien
limpasan
tersebut
berdasarkan
Permenhut P.04 tahun 2009 temasuk kategori “sedang”. Nilai koefisien sebesar 44,1% dapat diartikan bahwa dari 100% curah hujan yang jatuh, maka sebanyak 44,1% akan menjadi
aliran
langsung,
selebihnya
55,9%
menjadi
simpanan dalam DAS, menjadi aliran dasar serta sebagian diuapkan kembali sebelum menyentuh tanah. Oleh karena itu, nilai koefisien aliran sering disebut sebagai “respon
128
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
DAS”, artinya nilai yang menggambarkan ukuran respon/ tanggapan DAS terhadap input curah hujan yang jatuh. Semakin besar nilai C maka respon DAS semakin buruk, karena dari curah hujan yang jatuh dalam DAS sebagian besar akan menjadi aliran langsung, yang berarti hanya sedikit yang tersimpan dalam DAS.
b. DAS Mikro Wonosari, Temanggung Pada lokasi DAS Mikro Wonosari di Temanggung, monev tata air hanya dilakukan terhadap parameter beban pencemar dan padatan tersuspensi yang ada di aliran sungai. Hasil survey data sekunder terhadap kualitas air Sungai Kuas di hilir DAS Mikro Wonosari disajikan pada tabel 25. Tabel 25. Hasil analisis beberapa parameter kualitas air di outlet DAS Mikro Wonosari, Temanggung Nilai pengukuran Parameter
Satuan
2011
2012
Ratarata
Kriteria *)
TSS
mg/l
29,00
22,00
25,50
Baik untuk semua kelas air
pH
-
8,30
6,20
7,25
Baik untuk semua kelas air
BOD
mg/l
1,90
2,00
1,95
Baik untuk semua kelas air
COD
mg/l
8,00
25,00
16,50
DO
mg/l
6,30
7,20
6,75
Baik untuk semua kelas air
Total Fosfat sebagai P
mg/l
0,28
0,53
0,41
Baik untuk kelas air 3 & 4
NO3 sebagai N
mg/l
0,08
1,87
0,98
Baik untuk semua kelas air
Baik untuk kelas air 2-4
Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung (2012, 2013) *) Berdasarkan kriteria pada PP no. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
129
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Hasil analisis kualitas air di atas menunjukkan bahwa kandungan padatan tersuspensi (TSS) pada aliran Sungai Kuas di hilir DAS Mikro Wonosari dalam kondisi baik untuk semua kriteria kelas air (1 sampai 4) berdasarkan PP. 28 tahun 2001. Hasil pengamatan tahun 2011 dan 2011 menunjukkan nilai TSS rata-rata sebesar 25,5 g/l. Namun demikian, angka tersebut belum bisa menunjukkan besarnya kandungan sedimen tersuspensi (hasil sedimen) yang keluar dari DAS Mikro. Parameter beban pencemar yang diwakili oleh kandungan fosfat dan nitrat dalam air sungai secara umum juga menunjukkan kondisi yang baik. Kandungan fosfat rata-rata tahun 2001-2012 sebesar 0,41 g/l, berdasarkan baku mutu termasuk dalam kriteria baik memnuhi syarat kelas air 3 dan 4, namun tidak memenuhi persyaratan untuk kelas air 1 dan 2. Adapun parameter nitrat rata-rata bernilai 0,98 g/l yang memenuhi syarat untuk semua kelas air 1 sampai 4. Parameter kualitas air yang lain menunjukkan pH yang masih dalam rentang nilai baku mutu, dan memenuhi syarat untuk kelas air 1 - 4. Parameter kualitas air terkait kandungan oksigen dalam air (parameter BOD, COD dan DO) juga secara umum dalam kondisi yang baik. Nilai BOD dan DO memenuhi persyaratan untuk seluruh kelas air, sedangkan parameter COD tidak memenuhi syarat untuk kelas air 1.
130
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Perbandingan kondisi kualitas air di hulu, tengah dan hilir DAS Mikro Wonosari disajikan pada Tabel 26 hulu sungai berada di sekitar mata air, wilayah tengah adalah sungai yang sudah terpengaruh oleh aktivitas pertanian, sedangkan hilir mewakili aliran sungai yang telah mendapat pengaruh dari berbagai aktivitas manusia mulai dari pertanian sampai permukiman. Tabel 26. Perbandingan parameter kualitas air di hulu, tengah dan hilir DAS Mikro Wonosari, Temanggung Nitrat DHL (NO3) (nmhos/cm) (mg/l)
Posphat TSS BOD COD DO (PO4) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
Titik Sampel
pH
Hulu
6,0
147,0
6,88
7,0
0,09
1,6
3,7
4,2
Tengah
7,9
155,0
13,71
8,0
0,68
1,8
5,2
4,9
Hilir *
8,4
158,0
15,16
36,0
0,59
2,6
9,5
4,9
Hilir ) **
7,3
-
0,98
25,5
0,41
1,9
16,5
6,7
)
Keterangan:
*) Pengamatan langsungtahun 2013 **)Data dari BLH Kabupaten Temanggung (2012, 2013)
Berdasarkan tabel di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa kondisi kualitas air di wilayah hulu lebih baik dibandingkan di wilayah tengah dan hilir DAS. Semakin ke hilir, kondisi kualitas air sungai semakin buruk. Hal tersebut tidak terlepas dari keberadaan aktivitas manusia yang semakin beragam dengan semakin ke arah hilir DAS, 131
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
terutama akibat pertanian intensif (penggunaan pupuk, obatobatan dan pestisida) serta pemukiman yang menghasilkan sampah dan limbah rumah tangga yang banyak dibuang ke badan air sungai. Parameter TSS yang juga menunjukkan tingkat kekeruhan dan sedimentasi, pada air di wilayah hulu, tengah dan hilir masih memenuhi kriteria mutu air kelas 1 sampai 4, meskipun berdasarkan pengamatan visual di lapangan, air sungai terlihat keruh ketika terjadi hujan dan banjir. Keberadaan nitrat dan fosfat dalam air di wilayah hulu masih berada di bawah ambang batas untuk mutu air 1 sampai 4, sedangkan air di wilayah tengah dan hilir hanya memenuhi kriteria mutu air kelas 3 dan 4 saja. Parameter DO pada seluruh perairan (hulu sampai hilir) hanya memenuhi kriteria mutu air kelas 2 sampai 4. Nilai DO ini menunjukkan besarnya nilai konsentrasi yang menunjukkan jumlah oksigen yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO semakin bagus kualitas airnya, sebaliknya semakin rendah nilai DO menunjukkan air semakin tercemar. Parameter BOD memperlihatkan kondisi air di hulu dan tengah memenuhi kriteria kelas air 1 sampai 4, namun air di wilayah hilir tidak memenuni kriteria kelas air 1. Parameter COD menunjukkan semua perairan sungai (hulu sampai hilir) memenuhi kriteria kelas air 2 sampai 4, tetapi tidak memenuhi kriteria kelas air 1.
132
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
3. Sosial, Ekonomi, dan Kelembagaan a. Tingkat Pendapatan Monitoring
dan
evaluasi
parameter
tingkat
pendapatan dapat dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan pengumpulan data pendapatan melalui survey. Apabila sebagian besar wilayah DAS mikro merupakan
wilayah
kecamatan
dan
data
PDRB
kecamatan tersedia maka penggunaan data sekunder disarankan
untuk
memonitor
tingkat
pendapatan
masyarakat. Di sisi lain, apabila wilayah DAS mikro terdiri dari beberapa kecamatan dan atau data PDRB tidak tersedia maka dilakukan dengan survey. Dalam buku ini, contoh hasil monitoring dan evaluasi tingkat pendapatan untuk DAS Mikro Pronggo dilakukan dengan survey dan DAS Mikro Wonosari dengan menggunakan Data PDRB dan jumlah penduduk. Monitoring dan evaluasi tingkat pendapatan masyarakat di DAS Pronggo dilakukan dengan survey karena wilayah DAS mikro tidak mewakili Kecamatan Arjosari dan data PDRB Kecamatan Arjosari tidak tersedia sedangkan DAS Mikro Wonosari terdiri dari 14 Desa dari 18 Desa yang berada di Wilayah Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung dan data PDRB Kecamatan Bulu tersedia di Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung.
133
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
a) Pronggo Berdasarkan data awal pendapatan masyarakat di DAS mikro Pronggo sebesar Rp. Rp. 4.076.484,(Paimin, dkk. 2008). Hasil evaaluasi tahun 2014 dengan sampling dengan intesitas 2% dari yang dibagi secara proporsional (Temon 16 org, Gembong 8 org, Jatimalang 8 org dan Gayuhan 6 org), menghasilkan pendapatan rata-rata masyarakat sebesar Rp. 5.358.504,-, tahun 2014. Artinya dengan standar harga berlaku maka pendapatan masyarakat di DAS Mikro Pronggo naik rata-rata 5,24% per tahun. Dari struktur sumber-sumber pendapatan, pendapatan dari pertanian sangat tinggi yakni 87%. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap lahan sangat tinggi. b) Wonosari Berdasarkan data yang dihitung dari PDRB dan Jumlah Penduduk di Kecamatan Bulu yang merupakan sebagian besar wilayah DAS Mikro Wonosari, pendapatan masyarakat cenderung meningkat dari tahun 2009 – 2013 (Tabel 33 dan Gambar 39). Bila dibandingkan dengan pendapatan rata-rata per kapita masyarakat Kabupaten Temanggung maka pendapatan masyarakat di DAS
Mikro
Wonosari
lebih
rendah.
Hal
ini
menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di DAS
134
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Mikro Wonosari dari tahun 2009 s/d 2014 lebih rendah dibanding masyarakat Kabupaten Temanggung lainnya. Tabel 27. PDRB, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung Tahun 2009-2013 Tahun
PDRB (Juta Rupiah)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Pendapatan Per Kapita Kecamatan Bulu (Rp/orang)
Pendapatan Per Kapita Kabupaten Temanggung (Rp/orang)
2009
250.379.29
44.226
5.661.359,61
6.385.490,85
2010
296.438.14
44.635
6.641.383,22
7.154.116.04
2011
324.153.66
45.150
7.179.483,06
7.847.119,79
2012
351.760.10
45.661
7.703.732,29
8.604.543,59
2013
382.143.48
46.149
8.280.644,79
9.381.988,23
Sumber: Kecamatan Bulu Dalam Angka 2009 s/d 2013 dan PDRB Tingkat Kecamatan.Kabupaten Temanggung 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung 2013
Gambar 39. Pendapatan Per Kapita Kecamatan Bulu tahun 2009 – 2013
135
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
b. Ketergantungan Masyarakat terhadap Lahan Ketergantungan masyarakat terhadap lahan adalah proporsi pendapatan dari lahan pertanian terhadap pendapatan keluarga. Secara makro ketergantungan terhadap lahan dapat dihitung dari proporsi PDRB sektor pertanian terhadap PDRB Kecamatan. Ketergantungan masyarakat terhadap lahan di DAS Mikro Wonosari dapat dihitung dari Lapangan Usaha Pertanian dibanding dengan PDRB Kecamatan Bulu (Tabel 28). Berdasarkan data PDRB Kecamatan Bulu sektor pertanian merupakan sumbangan tersbesar produk domestik bruto (Gambar 40). Artinya sebagian besar pendapatan berasal dari pengelolaan lahan sehingga diduga akan meneyebabkan pengelolaan lahan secara intensif dan akan menekan lahan lebih tinggi.
136
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabe1 28. PDRD dan Proporsi Lapangan Usaha Kecamatan Bulu. Kabupaten Temanggung Tahun 2013
137
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Gambar 40. Proposal Lapangan Usaha dalam PDRB Kecamatan Bulu 2009 - 2014
138
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
BAB X PENUTUP Buku ini kiranya dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan DAS Mikro oleh pengambil kebijakan lokal tetapi untuk analisis yang lebih teknis diperlukan pelatihan. Namun demikian, pengelolaan DAS Mikro yang melibatkan seluruh stakeholders, masih memerlukan usaha yang keras agar sesuai dengan kaidah manajemen yakni perencanaan, implementasi, pengembangan kelembagaan dan monitoring serta evaluasinya. Dalam perencanaan selama ini dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS sehingga dengan adanya PP No. 37 tahun 2012 perlu adanya transfer ilmu perencanaan DAS ke Bappeda Kabupaten/ Kota.
139
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2014. Sekolah Lapang. Diunduh tanggal 17 November 2014.http://fish1.jw.lt/Downloads/SL.txt. Agriinfo. 2011. Classification of Watershed. My Agriculture Information Bank. http://www.agriinfo.in/?page=topic& superid=8&topicid=76. Diunduh 17 Oktober 2014. Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutnaan Sosial. Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial. 2011. Sistem Aplikasi Statistik Direktorat Jenderal BPDASPS. Jakarta. Diunduh 13 Oktober 2014. http://www.bpdasps-statistikkehutanan. com/ Dixon. J.A. dan K.W. Easter. 1986. Integrated Watershed Management: An Approach to Resource Management. In: Watershed Resource Management. An Integrated Framework with Studies from Asia and The Pacific. Studies in Water Policy Management no. 10. East-West Center. Hawai. Food Agriculture Organisazion . 2006. The New Generation of Watershed Management Programmes and Projects. FAO Forestry Paper Number 150. Rome. Kartodiharjo.H. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. Kelompok Pengkajian Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan (K3SB). Bogor.
140
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Keputusan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. 088/Kpts/V/2003 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta. Lubell. M. 2004. Collaborative Watershed Management: A View from the Grossroots. The Policy Studies Journal. Vol. 32. No 3. Blackwell Publishing Inc. Oxford. Marut. D.K. 2000. Penguatan Institusi Lokal Dalam Rangka Otonomi Daerah. Wacana. Jurnal Ilmu Sosial Transformatif. Edisi 5 Tahun II: 54-73. Ministry of Agriculture. Government of India. 2011. Dissemination of Micro Watershed Information. Ministry of State for NVDA. Goverment of Madya Pradesh. North. D.C. 1991. Institutions: Institutional Change and Economic Performance. Political Economy of Institutions and Decisions. Cambridge University Press. Cambridge. Nugroho. SP. 2013. BNPB: Trend Bencana Hidrometeorologi Indonesia Terus Meningkat. Portal Berita Info Publik. http://infopublik.org/read/61478/bnpb-trend-„bencanahidrometeorologi-indonesia-terus-meningkat.html Paimin. Purwanto. dan Sukresno. 2006. Sidik Cepat Degrasi Sub Daerah Aliran Sungai. Edisi Revisi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Paimin. Purwanto. dan Sukresno. 2010. Sidik Cepat Degrasi Sub Daerah Aliran Sungai. Edisi Revisi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Paimin.Irfan B. Pramono. Purwanto. dan Dewi R. Indrawati. 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor.
141
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 21 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penyuluhan Pertanian. Perikanan. dan Kehutanan Kabupaten Temanggung. Lembaran Daerah Kabupaten Temanggung Tahun 2008 Nomor 21. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P. 15/V-Set/2009 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Kementerian Kehutanan. Jakarta. Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Kementerian Kehutanan. Jakarta. Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 42/Menhut-II/2009 tentang Pola Umum. Kriteria dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Kementerian Kehutanan. Jakarta. Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 17/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kementerian Kehutanan. Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4068. Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2005 – 2009. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah. Pemerintahan Daerah Propinsi. dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103.
142
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara.Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 124. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292. Pugara. MA. 2011. Analisis Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Mengenai Implikasi Negatif Terhadap Produksi Minyak dan Gas Bumi Nasional. Pugara.Blogspot.com. diunduh 17 Oktober 2014. Purwanto. Beny Haryadi. dan Paimin. 2009. Formulasi Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pada Skala Mikro (Studi Kasus di Sub DAS Model DAS Mikro Pronggo. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Dalam Upaya Pengendalian Banjir dan Erosi-Sedimentasi. Surakarta. 15 Oktober 2009. Purwanto. dkk. 2009. Laporan Hasil Penelitian Implementasi Pengelolaan DAS pada Skala Mikro. Balai Penelitian Kehutanan. Solo (Tidak diterbitkan). Purwanto. dkk. 2010. Laporan Hasil Penelitian Implementasi Pengelolaan DAS pada Skala Mikro. Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS. Surakarta (Tidak diterbitkan). Purwanto. 2012. Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) Wonosari. Kabupaten Temanggung. Prosiding Semilok DAS Menuju Kebutuhan Terkini. Solo.27 Juni 2011. Ramakrishna. N. 2003. Production System Planning for Natural Resource Conservation in a Micro-Watershed.10 Mei 2007 (http://egj.lib.uidaho.edu/egj18/nallathiga1.html). Scott.
R. 1995. Instututions and Organizations. Sage Publication: An International and Profesional Publisher. Thousand Oaks. London-New Delhi. 143
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Sheng. T.C. 1986. Watershed Management Planning : Practical Aproaches. Hlm. 124-146. Dalam. Strategies. approaches. and systems in integrated watershed management. FAO Conservation Guide 14. FAO.UN. Rome Sheng. T.C. 1990. Watershed Management Field Manual. Watershed Survey and planning. FAO Conservation Guide 13/6. FAO.UN. Rome. Sheng. T.C. 1999. Important and Controversial Watershed Management Issues in Developing Countries. Selected Papers from the 10th International Soil Conservation Organization Meeting. Purdue University and USDA-ARS National Soil Erosion Research Laboratory. Shukla. P.R. 1992. A Multiple Objective Model for Sustainable Micro-Watershed Planning with Application. Indian Institute of Management Ahmedabad. Research and Publication Department in its series IIMA Working Papers with number 1058. 10 Mei 2007 (http://ideas.repec.org/p/iim/iimawp/1058.html). Timbergen. J. 1967. Development Planning. Weidenfeld and Nicolson Publishing. London. TNAU Agriculture Portal. 2013. Watershed Management. Agriculture. http://www.agritech.tnau.ac.in.Diunduh 18 Oktober 2014. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Berita Republik Indonesia Tahun II (Tahun 1946) No.7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888.
144
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004. No. 125. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4725. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tetang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5495. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5587. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299. United Nation. 1974. The Universal Declaration of Human Right. United Nation. New York. http://www.un.org/en/documents/udhr/. Diunduh 17 Oktober 2014.
145
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
146
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
LAMPIRAN
147
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
148
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Lampiran 1. Formulasi Sistem Karakterisasi Tingkat Sub DAS Tabel A. Formulasi Banjir dan Daerah Rawan Banjir No I A 1 A
Parameter/Bobot POTENSI BANJIR ESTIMASI (100%) ALAMI (60%) Hujan harian maksimum rata-rata pada bulan basah (mm/hari) (35%)
B
Bentuk DAS (5%)
C
Gradien Sungai (%) (10%)
D
Kerapatan drainase (5%)
E
Lereng rata-rata DAS (%) (5%)
2 A
MANAJEMEN(40%) Penggunaan lahan (40%)
Besaran
Kategori Nilai
Skor
< 20 21-40 41-75 76-150 >150 Lonjong Agak Lonjong Sedang Agak Bulat Bulat < 0.5 0.5-1.0 1.1-1.5 1.6-2.0 > 2.0 Jarang Agak Jarang Sedang Rapat Sangat Rapat
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
<8 8-15 16-25 26-45 > 45
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
Hutan Lindung/ Konservasi*) Hutan Prod/Perkeb**) Pekarangan/Semak/Bel ukar Sawah/Tegal-teras Tegal/Pmk-kota
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
149
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro B A
II 1 A
PENGUKURAN (100%) Debit puncak spesifik 3 2 (m /dt/km ) (100%)
DAERAH RAWAN BANJIR ALAMI (80%) (55%) Bentuk lahan (10%)
B
Meandering Sinusitas (P) = panjang/jarak sungai sesuai belokan : jarak lurus (5%)
C
Pembendungan oleh percabangan sungai/air pasang (10%)
D
Drainase (% lereng lahan kiri-kanan sungai) (30%)
< 0.58 0.58-1.00 1.01-1.50 1.51-5.00 > 5.00
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
Pegunungan Perbukitan Kipas. Lahar. Dataran Teras Dataran Aluvial. Lembah Aluvial Jalur kelokan 1 – 1.1 1.2 – 1.4 1.5 – 1.6 1.7 – 2.0 >2
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi
1 2 3 4
Tinggi
5
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
Tidak ada Anak Cab S Induk Cab S Induk S Induk/Bottle neck Pasang Air Laut > 8 (Sangat Lancar ) 2 - 8 (Lancar )
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Sedang
1 2 3 4 5 1
<2 2 A
MANAJEMEN (45%) Bangunan air (45%)
(Terhambat)
Waduk+Tanggul tinggi dan baik Waduk Tanggul/Sudetan/banjir kanal Tanggul buruk Tanpa Bangunan. penyempitan dimensi sungai
Tinggi
5
Rendah
1
Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
2 3 4 5
*) dan **) dalam kondisi normal atau tidak dalam kondisi kritis atau terganggu.
150
3
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel B. Formulasi Kerentanan Kekeringan dan Potensi Air No
Parameter/Bobot
A A
ALAMI (60%) Hujan tahunan (mm) (20%)
B
Evapotranspirasi aktual tahunan (mm) (17.5%)
C
Bulan kering (< 100 mm/bl) (12.5%)
D
Geologi (10%)
B A
MANAJEMEN (40%) Kebutuhan Air (Indeks Peng Air) 3 Kebutuhan Air (m ) IPA = -----------------------3 Potensi Air (m ) (25%) Debit minimum spesifik 3 2 (m /dt/km ) (15%)
B
Besaran
Kategori Nilai
Sko r
> 2000 1501-2000 1001-1500 500-1000 < 500 < 750 751-1000 1001-1500 1501-2000 > 2000 <2 3-4 5-7 7-8 >8 Vulkan Cmp Vulk-Pgn Lpt Pgn Lipatan Batuan Sedimen Batuan Kapur
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
< 0.3 0.3-0.49 0.5-0.79 0.8-1.0 > 1.0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
> 0.035 0.022-0.035 0.015-0.021 0.010-0.014 < 0.010
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
151
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel C. Formulasi Kekritisan dan Potensi Lahan No
Parameter/Bobot
Besaran
Kategori Nilai
A. 1.
Alami (45%) Solum tanah (Cm) (10%)
>90 60 - <90
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2
Rendah
1
Agak Rendah
2
30 - <60 15 - <30 <15 2.
Lereng (%) (15%)
0 - <8 8 - <15 15 - <25 25 - <45
3.
Batuan Singkapan (%) (5%)
>45 <20 20 – <40 40 - <60 60 – 80
4.
5.
Morfoerosi (erosi jurang. tebing sungai. sisi jalan). Persen dari Unit Lahan (10%) Teksturtanah terhadap kepekaan erosi (5%)
B.
Manajemen
1.
Kawasan Budidaya Pertanian (55%) Vegetasi Penutup (40%)
a.
152
>80 0% 1 - <20 % 20 - <40% 40 - 60% >60 % Sand. lomy sand. clay Silty clay. sandy loam Clay. silty clay Loam. sandy clay loam. sandy clay Silt. silt loam
50 – 80% hutan/perkebunan + tanaman semusim 30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat
Skor
3 4 5
3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
b.
Konsevasi tanah mekanis (15%)
30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim jarang 10 - 30% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat Tanaman semusim rapat 10 - 30% hutan/perkebunan + tanaman semusim jarang Tanaman semusim jarang Teras bangku datar/miring ke dalam Teras bangku miring ke luar Teras campuran Teras gulud. hillside ditch. tanaman terasering Tanpa teras
2. a.
b.
Kawasan hutan dan Perkebunan (55%) Kondisi vegetasi (45%)
Konservasi (10%)
tanah
Vegetasi hutan baik. Tanaman perkebunan baik + cover crop atau Tanaman perkebunan berseresah banyak Vegetasi utama <50% + semak belukar Semak belukar Alang-alang Vegetasi sedikit (>50% tanah tebuka) Teras gulud + tanaman penguat Tanaman terasering/alley cropping Guludan mulsa Teras gulud Tanpa tanaman terasering
Sedang
3
Sedang
3
Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah
3 4
Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
2
Rendah
1
Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
2
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2
5 1
3 4 5
3 4 5
3 4 5
153
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel D. Formulasi Kerentanan Tanah Longsor No A A
Parameter/Bobot ALAMI (60%) Hujan harian kumulatif 3 hari berurutan (mm/3 hari) (25%)
B
Lereng lahan (%) (15%)
C
Geologi (Batuan) (15%)
D
Keberadaan sesar patahan/gawir (m) (5%) Kedalaman tanah (regololit) sampai lapisan kedap (m) (5%)
e
B A
B
C
MANAJEMEN (40%) Penggunaan Lahan (20%)
Infrastruktur (jika lereng <25% = skore 1) (15%) Kepadatan Pemukiman 2 (org/km ) (jika lereng <25%. skor=1)
Besaran
Kategori Nilai
Skor
< 50 50 - 99 100 - 199 200 - 300 >300 < 25 25 - 44 45 - 64 65 - 85 > 85 Dataran Aluvial Perbukitan Kapur Perbukitan Granit Perbukitan Bat. sedimen Bkt Basal-Clay Shale Tidak ada
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Rendah
1
Ada <1 1-2 2-3 3-5 >5
Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
5 1 2 3 4 5
Hutan Alam Hut Tan/Perkebunan Semak/Blkar/Rumput Tegal/Pekarangan Sawah/Pemukiman Tak Ada Jalan Memotong Lereng Lereng Terpotong Jalan <2000 2000-5000 5000-10000 10000-15000 >15000
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah
1 2 3 4 5 1
Tinggi
5
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
(5%) Catatan: Formula ini hanya berlaku pada lereng >25%
154
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Tabel E. Formulasi Kerentanan dan Potensi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Kriteria SOSIAL (50%)
Parameter Kepadatan Penduduk: Geografis (10%) Kepadatan Penduduk: Agraris (10%)
Budaya : Perilaku/tingkah laku konservasi (20%)
Budaya : Hukum Adat (5%)
EKONOMI (40%)
Nilai Tradisional (5%) Ketergantungan terhadap lahan (20%)
Besaran 2 < 250 jiwa/Km 2 250 – 400 jiwa/Km 2 >400 jiwa/Km > 0.05 ha (kepadatan agraris < 20 orang/ha) 0.025 – 0.05 ha < 0.025 (kepadatan agraris > 40 orang/ha) - konservasi telah melembaga dalam masyarakat (masyarakat tahu manfaat konservasi. tahu tekniknya dan melaksanakan) - masyarakat tahu konservasi tetapi tidak melakukan - tidak tahu dan tidak melakukan konservasi - Adat istiadat (custom) pelanggar dikucilkan - Kebiasaan (folkways) pelanggar didenda dengan pesta adat. - Tata kelakuan (Mores) pelanggar biasanya ditegur ketua adat/orang lain - Cara (usage) - pelanggar dicemooh - Tidaka ada hukuman - Ada - Tidak ada < 50% 50 – 75% > 75%
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Skor 1 3 5
Rendah
1
Sedang Tinggi
3 5
Rendah
1
Sedang
3
Tinggi
5
Rendah
1
Agak Rendah
2
3 Sedang 4 Agak Tinggi
5
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Sedang Tinggi
1 5 1 3 5
155
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro Tingkat Pendapatan (10%)
Kelembagaan (20%)
156
Kegiatan Dasar Wilayah (10%) Keberdayaan kelembagaan konservasi (10%) Keberdayaan lembaga formal pada konservasi (10%)
> 1.5 Std. Kemiskinan (SK) 1.26 – 1.5 SK 1.1 – 1.25 SK 0.67 – 1 SK < 0.67 SK
1 2 3 4 5
LQ < 1 LQ = 1 LQ > 1 Ada dan berperan Ada tapi tidak berperan Tidak berperan
Tinggi Agak Tinggi Sedang Agak Rendah Rendah Tinggi Sedang Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat berperan Cukup berperan Tidak berperan
Rendah Sedang Tinggi
1 3 5
1 3 5 1 3 5
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Lampiran 2. Kartu Lapangan ISDL
157
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Lampiran 3. Unit Lahan DAS Mikro Pronggo
158
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
159
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
160
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
161
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
162
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
163
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
164
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
165
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
166
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
167
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
168
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
169
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Lampiran 4. Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di DAS Mikro Wonosari Tahun 2009 - 2014 No 0.
2009 KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
2010 KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
2011 KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
2012 KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
2013 KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
2014 KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VIg tembakau teras miring keluar KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar
5.
KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
KPL IIg: Pemukiman
6.
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
1.
2.
3.
4.
170
Ket
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro 7.
KPL IIg:Pemuki man
KPL IIg:Pemuki man
KPL IIg:Pemuki man
KPL IIg:Pemuki man
KPL IIg:Pemuki man
KPL IIg:Pemuki man
8.
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman
9.
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
KPL IIg: Padi, tembakau, cabe
10.
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman Pemukiman Dusun Wonosari
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman Pemukiman Dusun Wonosari
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman Pemukiman Dusun Wonosari
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman Pemukiman Dusun Wonosari
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman Pemukiman Dusun Wonosari
KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman Pemukiman Dusun Wonosari
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL VIg: tembakau suren, teras miring keluar KPL IVg Teras miring ke luar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL IVg Teras miring ke luar
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL IVg 0.25 ha teras dibuat miring ke dalam
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL IVg 0.25 ha teras dibuat miring ke dalam
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL IVg teras miring keluar berkurang 0.5 ha
KPL VIIgtanam an utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIItopografi. ditanami
KPL VIIgtanam an utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIItopografi. ditanami
KPL VIIgtanam an utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIItopografi. ditanami
KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar KPL IVg teras miring keluar berkurang 0.25 ha miring ke dalam KPL VIIgtanam an utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIItopografi. ditanami
KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIItopografi. ditanami
KPL VIIgtanam an utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam) KPL VIIItopografi. ditanami
11
12.
13.
14.
15.
16.
171
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar
19.
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
20.
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
21.
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam
22.
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
Lahan kering: tembakau, cabe, pisang
17.
18.
172
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro dipasang mulsa plastik KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastik KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastik KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastik KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastik KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik
dipasang mulsa plastic KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastic
24.
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
25.
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakau pisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakau pisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakau pisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakau pisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakau pisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakau pisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke
23.
26.
27.
28.
173
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput
30.
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
31.
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IIIg tembakau KPL VIg Tembakau, cengkeh KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IIIg tembakau KPL VIg Tembakau, cengkeh KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IIIg tembakau KPL VIg Tembakau, cengkeh KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL VIIs tembaku teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IIIg tembakau KPL VIg Tembakau, cengkeh KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IIIg tembakau KPL VIg Tembakau, cengkeh KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IVg Tembakau, kopi, singkong KPL IIIg tembakau KPL VIg Tembakau, cengkeh KPL VIg Tembakau, cengkeh
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman
29.
32.
33.
34.
35.
36.
37. 38.
39.
40.
174
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro 41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIg Tembakau, palawija, suren KPL IVg kopi, tembakau singkong KPL II sawah tembakau cabe KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIg Tembakau, palawija, suren KPL IVg kopi, tembakau singkong KPL II sawah tembakau cabe KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIg Tembakau, palawija, suren KPL IVg kopi, tembakau singkong KPL II sawah tembakau cabe KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIg Tembakau, palawija, suren KPL IVg kopi, tembakau singkong KPL II sawah tembakau cabe KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIg Tembakau, palawija, suren KPL IVg kopi, tembakau singkong KPL II sawah tembakau cabe KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar KPL VII. tanaman utama tembakau.
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL IIIg Tembakau, palawija KPL VIg Tembakau, palawija, suren KPL IVg kopi, tembakau singkong KPL II sawah tembakau cabe KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar KPL VII. tanaman utama tembakau.
175
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
54.
55.
56.
57.
176
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam). 5 ha miring keluar KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya.lah an diteras batu (miring ke dalam. KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras
Tahun 2011 Dinas Pertanian. Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
miring ke dalam dan rumput
58.
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
KPL IIg pemukiman
59.
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIIg, tembakau,
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput KPL VIIg, tembakau,
60.
61.
62.
63.
64.
177
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro jagung, cabe, teras batu miring ke dalam KPL IIc tembakau, cabe pisangden gan Teras datar dengan penguat rumput KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras
69.
70.
65.
67.
68.
71.
178
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
jagung, cabe, teras batu miring ke dalam KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
72. 73.
75.
76.
78.
79.
miring ke dalam Gak ada KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput
miring ke dalam
miring ke dalam
miring ke dalam
miring ke dalam
miring ke dalam
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput
KPL VIIItopografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datarmiring ke dalam dan penguat rumput
179
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro 80.
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa
81.
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
KPL IV g agroforestry , tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput
82.
KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam
KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, jagung,
KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL IIIg tembakau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam KPL IIIg tembakau, jagung,
83.
85.
87.
88
89
180
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
cabe,teras batu miring keluar
Lampiran 5. Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di DAS Mikro Pronggo Tahun 2009 - 2014 No . 1. 2. 3.
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Jati Jati
Jati Jati
Jati Jati
Jati Jati
Jati Jati
Jati Jati
Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis
Tegal campuran : mahoni. kelapa. Acacia auriculifor mis
Tegal campuran : mahoni. kelapa. Acacia auriculifor mis
Tegal campuran : mahoni. kelapa. Acacia auriculifor mis
Tegal campuran : mahoni. kelapa. Acacia auriculifor mis
Tegal campuran : mahoni. kelapa. Acacia auriculifor mis
4.
Acacia, jati
5.
Acacia, gogo
Acacia, jati Acacia, gogo
Acacia, jati Acacia, gogo
Acacia, jati Acacia, gogo
Acacia, jati Acacia, gogo
Acacia, jati Acacia, gogo
6.
Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati.Pisang
Tegal campuran : Acacia auriculifor mis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang
Tegal campuran : Acacia auriculifor mis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang
Tegal campuran : Acacia auriculifor mis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang
Tegal campuran : Acacia auriculifor mis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang
7.
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang
8.
Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa.pisang. sengon merah.kopi
Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Tegal campuran : Acacia auriculifor mis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang (0.5 ha berubah jati +tanaman semusim) Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang Tegal campuran : mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.
Ket
Kondisi rapat
181
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro kopi
kopi
kopi
kopi
kopi
Jati, mahoni Pinus, jati, cengkeh, acacia Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon 1 ha
Jati, mahoni Pinus, jati, cengkeh, acacia Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon
Jati, mahoni Pinus, jati, cengkeh, acacia Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon
Jati, mahoni Pinus, jati, cengkeh, acacia Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon. tanaman semusim
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.
Pemukiman, acacia Mahoni
Pemukim an, acacia Mahoni
Pemukim an, acacia Mahoni
Pemukim an, acacia Mahoni
Jati, mahoni Pinus, jati, cengkeh, acacia Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon. jati ditebang 1.5 ha untuk tanaman semusim Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. 1.5 ha sengon ditebang dirubah tanaman karet Pemukim an, acacia Mahoni
Mahoni
Mahoni
Mahoni
Mahoni
Mahoni
Mahoni
Pemukiman dan djati
Pemukim an dan djati Pekarang an Jati. acacia auriculifo rmis. bambu
Pemukim an dan djati Pekarang an Jati. acacia auriculifo rmis. bambu
Pemukim an dan djati Pekarang an Jati. acacia auriculifo rmis. bambu
Pemukim an dan djati Pekarang an Jati. acacia auriculifo rmis. bambu
Mahoni (dominan
Mahoni (dominan
Mahoni (dominan
Mahoni (dominan
Pemukim an dan djati Pekarang an Jati. acacia auriculifo rmis. bamboo. 5 ha dibuka untuk tanaman semusim Mahoni (dominan
9.
Jati, mahoni
10 .
Pinus, jati, cengkeh, acacia
11 .
Mahoni. gmelina. jati. kelapa. Cengkeh
12 .
13 . 14 . 15 . 16 . 17 . 18 .
19 .
182
Pekarangan Jati. acacia auriculiformis. Bamboo
Mahoni (dominan)
Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon. karet
Pemukim an, acacia Mahoni
Perlu dilakukan perbaikan teras pada lokasi tanaman semusim
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local) Sawah tadah hujan Acacia, jati, pengkaya an tanaman gmelina, sengon Jati. acacia auriculifo rmis. bambu
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local) Sawah tadah hujan Acacia, jati gmelina, sengon
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local) Sawah tadah hujan Acacia, jati, gmelina, sengon
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local) Sawah tadah hujan Acacia, jati, gmelina, sengon
) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local) Sawah tadah hujan Acacia, jati, gmelina, sengon
Jati. acacia auriculifo rmis. bambu
Jati. acacia auriculifo rmis. bambu
Jati. acacia auriculifo rmis. bambu
Jati. acacia auriculifo rmis. bamboo. 4 ha dibuka untuk tanaman semusim Pekarang an
20 .
Sawah tadah hujan
21 .
Acacia, jati
22 .
Jati. acacia auriculiformis. Bamboo
23 .
Pekarangan
Pekarang an
Pekarang an
Pekarang an
Pekarang an
24 .
Jati. mahoni. acacia. kelapa. Trembesi
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi padi gogo
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi padi gogo
25 . 26 . 27 .
Acacia, jati Jati
Acacia, jati Jati
Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi 3 ha ditanami padi gogo Acacia, jati Jati
Acacia, jati Jati
Acacia, jati Jati
Acacia, jati Jati
Acacia. sengon. mahoni.Bamb oo
Acacia. sengon. mahoni. bambu
Acacia. sengon. mahoni. bambu
Acacia. sengon. mahoni. bambu
Acacia. sengon. mahoni. bambo. padi gogo
28 . 29 .
Ketela, dlisem
Ketela, dlisem Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Ketela, dlisem Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Ketela, dlisem Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Acacia. sengon. mahoni. bambo. dibuka 1100 m2 untuk padi gogo Ketela, dlisem Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka. sawah tadah hujan
Ketela, dlisem Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.
Perlu dilakukan perbaikan teras pada lokasi tanaman semusim
Kondisi rapat
183
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
30 .
Pinus, jati, cengkeh, acacia
31 .
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)
32 . 33 . 34 .
Acacia, pinus
35 .
Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis
36 . 37 .
Mahoni, jati
38 .
Lahan tanaman semusim
39 .
Tanah kosong
40 .
Mahoni. jati.. manga.Mlinjo
184
Acacia, pinus Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai.mangga. cengkeh.
Mahoni. jati.Acacia
sawah tadah hujan Pinus, jati, cengkeh, acacia
sawah tadah hujan Pinus, jati, cengkeh, acacia
sawah tadah hujan Pinus, jati, cengkeh, acacia
sawah tadah hujan Pinus, jati, cengkeh, acacia
sawah tadah hujan Pinus, jati, cengkeh, acacia
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha) Acacia, pinus Acacia, pinus Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh. Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculifo rmis
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha) Acacia, pinus Acacia, pinus Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh. Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculifo rmis
Mahoni, jati Mahoni. jati. acacia Mahoni (dominan ). jati. acacia. kelapa Jati
Mahoni, jati Mahoni. jati. acacia Mahoni (dominan ). jati. acacia. kelapa jati
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha) Acacia, pinus Acacia, pinus Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh. Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculifo rmis. jabon Mahoni, jati Mahoni. jati. acacia Mahoni (dominan ). jati. acacia. kelapa jati
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha) Acacia, pinus Acacia, pinus Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh. Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculifo rmis. jabon Mahoni, jati Mahoni. jati. acacia Mahoni (dominan ). jati. acacia. kelapa Jati
Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha) Acacia, pinus Acacia, pinus Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh. Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculifo rmis. jabon Mahoni, jati Mahoni. jati. acacia Mahoni (dominan ). jati. acacia. kelapa Jati
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. tanah kosong
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium
Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium
Perlu perbaikan teras. SPA. dan tanaman penguat teras
Teras bagus
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro 41 . 42 . 43 .
Jati, acacia
44 .
Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim
45 .
Jati. mahoni. kelapa. sengon merah
46 . 47 . 48 . 49 . 50 . 51 . 52 . 53 . 54 .
Jati, acacia
55 .
Jati, acacia Jati. mahoni. acacia auriculiformis. Sengon
Acacia, pinus Pemukiman, acacia Acacia, jati Acacia, jati Acacia, jati Jati Jati, sawah Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. Temu
Jati, acacia Jati, acacia Jati. mahoni. acacia auriculifo rmis. sengon Acacia auriculifo rmis. johar. mahoni. tanaman semusim Jati. mahoni. kelapa. sengon merah Jati, acacia Acacia, pinus Pemukim an, acacia Acacia, jati Acacia, jati Acacia, jati Jati
Jati, acacia Jati, acacia Jati. mahoni. acacia auriculifo rmis. sengon Acacia auriculifo rmis. johar. mahoni. tanaman semusim Jati. mahoni. kelapa. sengon merah Jati, acacia Acacia, pinus Pemukim an, acacia Acacia, jati Acacia, jati Acacia, jati Jati
Jati, acacia Jati, acacia Jati. mahoni. acacia auriculifo rmis. sengon Acacia auriculifo rmis. johar. mahoni. tanaman semusim Jati. mahoni. kelapa. sengon merah Jati, acacia Acacia, pinus Pemukim an, acacia Acacia, jati Acacia, jati Acacia, jati Jati
Jati, acacia Jati, acacia Jati. mahoni. acacia auriculifo rmis. sengon Acacia auriculifo rmis. johar. mahoni. tanaman semusim Jati. mahoni. kelapa. sengon merah Jati, acacia Acacia, pinus Pemukim an, acacia Acacia, jati Acacia, jati Acacia, jati Jati
Jati, acacia Jati, acacia Jati. mahoni. acacia auriculifo rmis. sengon Acacia auriculifo rmis. johar. mahoni. tanaman semusim Jati. mahoni. kelapa. sengon merah Jati, acacia Acacia, pinus Pemukim an, acacia Acacia, jati Acacia, jati Acacia, jati Jati
Jati, sawah Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Jati, sawah Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Jati, sawah Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Jati, sawah Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Jati, sawah Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim
Teras bagus
185
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro 56 .
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia.asam
57 .
Jati. sawah tadah hujan
186
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam Jati. sawah tadah hujan
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam Jati. sawah tadah hujan
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam Jati. sawah tadah hujan
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam Jati. sawah tadah hujan
Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam Jati. sawah tadah hujan
Konservasi bagus
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
TENTANG PENULIS Purwanto. Lahir di Magelang 29 Juli 1961. Alumnus Fakultas Kehutanan IPB, Bogor (1986) dan melanjutkan ke Program Pasca Sarjana Studi Pembangunan, UKSW Salatiga (2008). Awal karirnya dimulai sebagai peneliti Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar (1987 – 2000). Bergabung ke BTPDAS IBB yang sekarang bernama BPTKPDAS Solo tahun 2000 dan sekarang sebagai Peneliti Utama bidang Ekonomi Sumberdaya. Penelitian yang pernah dilakukan dalam aspek: valuasi nilai ekonomi air, pengelolaan DAS pada skala mikro, pemberdayaan masyarakat, dan perencaan pengelolaan DAS. Pada tahun 2012 turut aktif sebagai narasumber dalam penyusunan 8 Peraturan Menteri dan 1 Keputusan Presiden turunan Peraturan Presiden No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Menulis pada seminar nasional, jurnal, bagian buku, dan buku. Beberapa tulisan kritis tentang ekonomi dan kebijakan publik terbit di harian cetak dan media online.
187
Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro
Agung Budi Supangat. Doktor lulusan Program Studi Ilmu Kehutanan, UGM Yogyakarta (2013) dilahirkan di Rembang, 23 Maret 1975. Menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Kehutanan IPB (1998), Gelar Master didapatkan di dua tempat: Program Studi Ilmu Lingkungan, UNS Surakarta (2004) dan Program Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB Bandung (2005). Pada tahun 1999, mulai menekuni sebagai peneliti pada BTPDAS IBB yang sekarang bernama BPTKPDAS Solo dan saat ini sebagai Peneliti Madya bidang Hidrologi. Penelitian yang pernah dilakukan terutama terkait dengan hidrologi DAS, hidrologi hutan, pemodelan hidrologi, dan perencanaan DAS. Saat ini dipercaya sebagai Ketua Kelompok Peneliti Hidrologidi BPTKPDAS Solo.
Beny Harjadi. Lahir di Solo, 16 Maret 1961. Gelar Sarjana S1, diperoleh dari Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB (1987) di gelar Master of Science diperoleh dari Ecole Nationale du Genie Rural, des Eaux et des Forest, Perancis (1996). Bergabung ke BTPDAS yang sekarang bernama BPTKPDAS Solo tahun 2000 dan sekarang sebagai Peneliti Utama bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh. Penelitian yang digelutinya yakni: kemampuan dan kesesuaian lahan, rehabilitasi lahan dan tanah longsor.
188