Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan
Inventarisasi Flora Dilindungi dan Mengidentifikasi Home Range Lutung Budeng (Trachypithecus auratus cristatus) Serta Hubungan Antara Keduanya
BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
1
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Berdasarkan fakta yang ada, flora dan fauna merupakan bagian dari peran hidup manusia sebagai sarana penunjang dalam kehidupannya. Ketergantungan kegiatan manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam cenderung semakin meningkat, baik terhadap flora maupun fauna, sehingga tidak disadari banyak jenis tumbuhan dan satwa liar telah dan atau menuju kepunahan. Baluran dipergunakan sebagai daerah perburuan liar selama ± 500 tahun. Pada tahun 1928 A.H. Loedeboer menyatakan Baluran sebagai daerah konservasi untuk melindungi hidupan liar didalamnya. Pada tahun 1937, direktur Kebun Raya Bogor K.W. Wadermann menetapkan Baluran sebagai suaka alam dan berubah menjadi Taman Nasional pada tahun 1982. Taman Nasional Baluran sebagai satu-satunya kawasan konservasi (salah satu 5 taman nasional tertua di Indonesia) yang memiliki savana terluas di Pulau Jawa (sebagai replika savana di Afrika) dengan Banteng (Bos javanicus) sebagai maskot utamanya. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi kita untuk melestarikan dan melindungi kawasan tersebut. Disamping itu, keanekaragaman jenis flora maupun fauna sebagai pendukung komponen ekosistem utamanya sangat tinggi dan beragam jumlah maupun jenisnya, yang diantaranya yaitu : rusa, kerbau liar, kijang, ajag, macan tutul, burung merak, lutung; yang kesemuanya masuk dalam kategori satwa dilindungi. Berdasarkan uraian judul di atas cakupan obyek yang diamati terlalu luas, sehingga diperlukan alternatif pemfokusan ruang lingkup yang diamati yaitu untuk floranya kategori jenis langka dan dilindungi sedangkan satwa liarnya yaitu jenis primata {Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus)}. Sedangkan untuk lokasi pengamatan dipilih 2 dari ke-3 Seksi Konservasi Wilayah (Pandean dan Bekol) karena dianggap sudah mewakili kawasan Taman Nasional Baluran dan data yang diperlukan diprediksikan sudah representatif. Dari keanekaragaman jenis flora dan fauna yang ada di Taman Nasional Baluran, ketersediaan data yang akurat tentang hal – hal tersebut sangat penting guna menentukan kebijakan pengelolaan ke depan. Maka dari itu, keberadaan flora langka dan dilindungi serta Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus) perlu kiranya didukung oleh data yang lebih lengkap dan akurat. Berpijak dari keadaan tersebut
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
2
maka
kegiatan
ini
sangat
diperlukan
dalam
memperoleh
data
yang
berkesinambungan.
B. Maksud dan Tujuan Maksud dari kegiatan ini adalah memberikan gambaran dan sekaligus dalam rangka pengumpulan data yang terbaru tentang flora langka dan dilindungi serta satwa liar, khususnya Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus), di Taman Nasional Baluran. Sedangkan tujuannya yaitu : 1. Untuk mengetahui jenis – jenis flora langka dan dilindungi, data identifikasi (tinggi, diameter dan keliling dll.) serta daerah sebarannya. 2. Untuk mengetahui home range dan habitat Lutung budeng serta keterkaitan hubungan dengan flora langka dan dilindungi.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistematika Tumbuhan Sebagaimana kita ketahui Indonesia terdiri dari 17.058 pulau dengan kekayaan sumberdaya alam baik darat, laut dan udara yang merupakan modal dasar bagi upaya pembangunan nasional di segala bidang. Sumber daya alam Indonesia meliputi ± 193 juta ha daratan dan ± 500 juta ha lautan, dan di dalamnya terkandung sumber daya alam hayati lebih dari 25.000 jenis tumbuhan dan 400.000 jenis hewan, dan dari berbagai biota perairan yang belum banyak diketahui serta 70 tipe ekosistem yang berpotensi dalam menunjang kehidupan manusia pada umumnya dan rakyat Indonesia pada khususnya (Anonymous, 1992). Keanekaragaman jenis yang tinggi tersebut, khususnya dunia tumbuhan mempunyai bermacam-macam nama yang kadang-kadang sangat berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya (disesuaikan dengan tempat / daerah), lingkungan tempat hidup maupun sebutan yang mudah dalam dunia perdagangan. Untuk memudahkan pengenalan nama tumbuhan maka
para ahli botani
membedakannya dengan menggunakan tata nama Binomial Nomenklatur (tata nama Botani). Penggolongan tersebut dalam dunia tumbuhan dibagi menjadi 4 divisio, yaitu: Tallophyta (jamur), Bryophyta (lumut), Phteridophyta (paku-pakuan) dan Spermatophyta (tumbuhan berbiji, berbunga dan berbuah) (Anonymous, 1995). Dari ke-4 divisio, dalam bidang kehutanan yang banyak ditangani mengenai golongan Spermatophyta terutama jenis vegetasi berkayu (tumbuhan tingkat tinggi) karena terdapat 3 bagian organ yang besar yaitu: akar, batang dan daun serta dilengkapi dengan bagian yang lain, yaitu: bunga dan buah.
B. Kriteria Kelangkaan Makhluk hidup tidak selalu mempunyai kerapatan (density) yang sama dalam ruang dan waktu. Ada jenis yang pada suatu saat tersebar luas dengan kerapatan yang tinggi, tetapi pada saat yang lain menciut dan sulit dijumpai. Adanya fenomena ini membuat makhluk hidup bersifat endemik (tersebar jarang) dan menjadi relik (tersisa). Jenis yang tersebar jarang secara alami tidak mempunyai populasi dengan kerapatan yang tinggi. Penyebaran terbatas, kejarangan berbiak, persaingan antar individu, tekanan dari ulah manusia dan sebab-sebab alami lainnya serta sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya yang menyebabkan kelangkaan.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
4
Disamping itu, tiap jenis makhluk hidup mempunyai rentang kehidupan (life span) yang membatasi proses hidup masing-masing karakteristiknya (Anonymous, 1992). Indonesia terletak pada kawasan tropika basah yang mempunyai sumber daya alam dan ekosistem yang sangat beragam, sehingga banyak mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi sumber daya ekonomi. Oleh karena itu, dalam kebijakan pengelolaannya haruslah memandang beberapa segi diantaranya yang menyangkut jenis flora yang dianggap langka. Menurut Suwanda (1992) dalam Anonymous (1995), menjelaskan bahwa sekitar 400.000 jenis tumbuhan / flora sekarang yang ada di dunia diduga banyak yang
telah
musnah
dari
Suryawan (1994) dalam
muka
bumi
sedangkan
di
Indonesia
menurut
Sastra Pradja (1997) menjelaskan secara keseluruhan
kawasan hutan Indonesia di huni oleh sekitar 10.000 jenis pohon-pohonan, sedangkan jenis kayu Indonesia yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dan kemudian dibudidayakan berjumlah sekitar 4.000 jenis, dari jumlah tersebut 267 jenis telah diperdagangkan berarti masih banyak jenis-jenis yang belum dimanfaatkan dan dibudidayakan sehingga dengan demikian beragam jenis tersebut semakin berkurang yang berakibat pada jenis yang mulanya sering dijumpai sekarang menjadi sulit ditemukan dan sudah menunjukkan kelangkaan. Dari sekian jumlah jenis flora tersebut di atas, khususnya yang ada di Taman Nasional Baluran terdapat 423 jenis dari 87 family yang tersebar dalam kawasan dan membentuk ekosistem yang beragam (heterogen), sehingga memberikan nilai kekayaan tersendiri baik dari segi ekonomis maupun ekologis. Tumbuhan disebut langka karena mempunyai ciri-ciri yang diuraikan dalam kategori IUCN, plant Red Data Book (Lucas dan Cyng dalam Tantra 1978); menjelaskan 5 pengertian kelangkaan tumbuhan yaitu: 1. Punah
: untuk tumbuhan yang dianggap telah musnah.
2. Genting
: jenis yang terancam kepunahan tanpa perlindungan yang tetap.
3. Rawan
: bentuk
tumbuhan
yang terdapat dalam jumlah sedikit dan
dieksploitasi secara terus-menerus. 4. Jarang
: tumbuhan yang jenisnya banyak tetapi tersebar secara lokal dan daerah sebarannya luas.
5. Terkikis : jenis tumbuhan yang mengalami proses kelangkaan dan informasi keadaan sebenarnya belum cukup banyak.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
5
Penyebab kelangkaan dikarenakan beberapa faktor, antara lain: 1. Tumbuhan tersebut belum diketahui masyarakat tetapi populasinya di alam selalu terancam oleh pembukaan hutan dan lahan, pencemaran lingkungan dan kerusakan lainnya. 2. Tumbuhan tersebut sudah dikenal masyarakat dan banyak telah dikenal pemanfaatannya
tetapi
upaya
pembudidayaannya
belum
berhasil.
Contoh: cendana (Santalum album), eboni (Diospyros sp) dan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri). 3. Tumbuhan tersebut sudah diketahui manfaatnya / telah dibudidayakan tetapi kemudian
tersisih
dari
masyarakat
karena
alasan-alasan
tertentu.
Contoh: lerek, padi lokal dan umbi-umbian. Sedangkan jenis flora yang dilindungi menurut SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari 1972 adalah: 1. Pohon-pohon yang mutlak dilindungi: a. Jenis-jenis pohon yang dilindungi berdasarkan Ordonansi perlindungan ATam 1941 Stbl. 1941 No. 187, b. Pohon-pohon yang dipergunakan sebagai sarang lebah dan merupakan lapangan penghidupan bagi rakyat setempat, c. Pohon-pohon induk, d. Pohon-pohon yang tumbuh di atas daerah / tempat yang dinyatakan keramat / suci, e. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitar daerah aliran sungai / sumber air dengan radius paling sedikit 50 m, 2. Pohon-pohon yang dilindungi dan dapat ditebang setelah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan (Anonymous, 1992).
C. Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) 1. Klasifikasi Sejarah paleofauna menunjukkan bahwa 2 spesies primata telah punah dari Pulau Jawa, yaitu orang utan (Pongo pygmaeus) dan siamang (Shymphalangus syndactylus). Saat ini masih terdapat 5 spesies primata yaitu owa jawa (Hylobates moloch),
surili
(Presbytis
comata),
kukang
(Nycticebus
coucang),
lutung
(Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Diantaranya ada 2 species yang endemik yaitu owa jawa dan surili, serta satu subspecies yang endemik yaitu lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus).
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
6
Adapun taksonomi dari lutung budeng yang ada di Jawa Timur yaitu : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Klas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Subordo
: Antropoidea
Familia
: Cercopithecidae
Subfamili
: Colobinae
Genus
: Presbytis
Subgenus
: Trachypithecus
Spesies
: Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)
Lutung / budeng / Ebony leaf monkey atau di Indonesia lebih dikenal dengan lutung (Sunda), lutung dan budeng (Jawa), petu, hiredeng (Bali).
2. Morfologi Menurut Written, 1982 dalam Bismark, 1993, lutung budeng mempunyai panjang tubuh dari ujung kepala sampai tungging, jantan dan betina dewasa rata-rata 517 mm dan panjang ekornya rata-rata 742 mm. Sedangkan berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg. Warna rambut hitam, diselingi dengan warna keperak-perakan. Bagian ventral berwarna kelabu pucat dan kepala menyembul jambul. Anak lutung yang baru lahir berwarna kuning jingga tidak berjambul. Setelah meningkat dewasa warnanya berubah menjadi hitam kelabu. Primata yang tergolong arboreal ini mempunyai bentuk ibu jari yang besar, morfologi telapak tangan berupa segitiga dan datar merupakan adaptasi lutung untuk dapat hidup di pohon.
3. Habitat dan Penyebarannya Satwa benar-benar menyeleksi habitat yang sesuai untuk kehidupannya, tapi perlu dimengerti bagaimana satwa melakukan seleksi terhadap apa yang disukainya. Hal demikian dapat terjadi disebabkan 2 hal, yang pertama adalah secara genetik setiap individu dapat bereaksi terhadap keadaan lingkungan sehingga dapat menimbulkan upaya pemilihan. Yang kedua adalah adanya hubungan antar jenis atau kelompok serta proses belajar yang dimulai sejak dari satwa masih muda atau belajar
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
7
dari pengalaman yang didapat dari individu yang lebih tua. (Written, 1982 dalam Bismark, 1983) Sudah menjadi teori umum bahwa sumber dan penyebaran pakan berkaitan erat dengan pola home range primata. Adanya keragaman struktur fisik tumbuhan dan keragaman jenisnya baik secara terpisah atau bersama-sama akan menyediakan berbagai relung yang potensial dalam sebaran satwa. Adanya perbedaan tinggi dari jenis tumbuhan menurut umur maupun jenis dan sifat tumbuhnya menciptakan stratifikasi hutan seperti adanya bentuk dan tipe tajuk. Keadaan struktur hutan ini berpengaruh pada ketersediaan makanan primata sesuai dengan relung ekologinya, seperti terlihat pada ketinggian tempat masing-masing primata di pohon (Oates, 1977 dalam Bismark, 1983) Jenis lutung budeng Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821) dapat ditemukan di Bangka, Belitung, Kep. Riau, Kalimantan Timur dan Selatan, Sumatera bagian Selatan termasuk juga Jawa Timur, Bali dan Lombok.
4. Perilaku Perilaku satwa, termasuk primata, dapat dikelompokkan atau dibagi ke dalam katagori-katagori yang didasarkan pada fungsinya yang meliputi perilaku pemeliharaan, perilaku makan, orientasi dan navigasi dan beberapa perilaku sosial baik interspesifik maupun intraspesifik yang juga disebut sosiobiologi (Slater, 1990 dalam Setyawan, 1996). Dalam melakukan aktivitas sehari-hari lutung budeng mempunyai jadwal tertentu dari kegiatannya sehari-hari, seperti yang dilakukan jenis-jenis satwa lainnya. Penggunaan waktu tersebut cenderung sama dari hari ke hari, namun dapat berubah cukup banyak bila ada faktor yang mempengaruhi kehidupan primata seperti ketersediaan pakan dan kondisi cuaca yang berubah. Lutung budeng Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821) hidup dalam kelompok yang terdiri atas 6 – 20 individu dengan beberapa jantan. Kelompok ini memiliki daerah territorial dan mempertahankan daerahnya terhadap kelompok lainnya. Lutung jantan mampu melakukan teriakan keras yang diikuti lompatan. Jantan-jantan melompat ke cabang-cabang pohon dan mengguncangkannya. Perilaku ini sering ditemukan ketika dua kelompok saling bertemu sehingga konfrontasi antar kelompok dapat dihindarkan. (Nowalk & Paradiso, 1983 dalam Setyawan, 1996).
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
8
Cara mengambil makanan dilakukan oleh lutung dengan beberapa cara : a. memakan langsung dengan mulutnya jika makanan berupa pucuk daun yang langsung dapat digigit. b. meraih anak ranting / tangkai daun dengan tungkai dengan kemudian memasukkan ke dalam mulut. c. memetik dahulu untuk makanan berupa buah. d. Lutung dikenal sebagai monyet pemakan daun. Jenis makanannya terdiri dari buah, daun, dan biji-bijian serta tunas daun. Menurut Written (1982) dalam Bismark (1983) , komposisi makanan lutung terdiri dari 50 % daun, 32 % buah, 13 % bunga dan sisanya bagian tumbuhan lain dan serangga.
5. Status Dilindungi Keberadaan lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) di Indonesia merupakan jenis primata yang dilindungi. Status dilindungi tersebut
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kehutanan
Dan
Perkebunan
Nomor : 733/Kpts-II/1999 tentang Penetapan Lutung budeng (Trachypithecus auratus) sebagai Satwa Yang Dilindungi. Salah satu pertimbangan dalam penetapan status dilindungi ini karena populasi jenis satwa ini telah mengalami penurunan dan keberadaannya di alam terancam punah.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
9
III.
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan ini dilaksanakan selama 10 hari mulai tanggal 18 – 27 Juli 2005 pada 2 Seksi Konservasi Wilayah Pandean dan Bekol di Taman Nasional Baluran.
B. Alat dan Bahan Adapun alat yang dipakai dalam kegiatan ini adalah : 1. Kompas 2. Meteran 3. Binokuler 4. Kamera 5. Crysten meter 6. Haga 7. Parang 8. Bambu 9. Clipboard 10. Alat tulis 11. Tally sheet
C. Cara Kerja 1.
Studi literatur tentang kategori flora langka dan dilindungi (CITES, IUCN, PP, SK. Menhut, SK. Mentan dan Keppres) khususnya di Taman Nasional Baluran.
2.
Survei lokasi kegiatan yang dijadikan pengamatan.
3.
Menentukan blok / daerah lokasi sebaran berdasarkan hasil survei pendahuluan untuk pengamatan flora dan pengamatan satwa liar {lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus)}.
4.
Membagi waktu pelaksanaan menjadi 2 kelompok waktu (karena yang dibahas ada 2 topik masalah / jenis kegiatan dan waktu serta personil yang terbatas); yaitu 5 hari untuk pengamatan flora dan 4 hari untuk pengamatan lutung budeng.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
10
5.
Membagi personil inti dan tenaga buruh menjadi 2 untuk 2 lokasi / tempat kegiatan (Seksi Konservasi Wilayah Pandean dan Bekol) pada kegiatan pengamatan flora sedangkan pengamatan lutung budeng difokuskan pada Seksi Konservasi Wilayah Bekol.
6.
Uraian / hal – hal yang diamati pada 2 jenis kegiatan tertera pada lampiran.
D. Personil Pelaksana Dalam kegiatan ini anggota tim yang terlibat yaitu : 1. Widyantoro, S.Hut
(Ketua)
2. M. Yusuf Sabarno, S.Hut
(Anggota)
3. Arif Pratiwi, ST
(Anggota)
4. Yusuf Hernawan, A.Md
(Anggota)
5. Siswo Dwi Prayitno
(Anggota)
6. Sutadi
(Anggota)
7. Achmad Toha
(Anggota)
E. Sumber Dana Kegiatan ini dibiayai dari sumber dana DIPA Balai Taman Nasional Baluran Tahun Anggaran 2005.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Inventarisasi Flora Langka dan Dilindungi Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diperoleh data bahwa ditemukan 11 jenis yang kemudian diambil 1 pohon sebagai sampel untuk tiap jenisnya. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Jenis Flora Langka dan Dilindungi Yang Ditemukan JUMLAH No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
NAMA JENIS
Tinggi
Diameter
Keliling
LBDS
(m)
(cm)
(cm)
(cm2)
Trenggulun
23
(Protium javanicum)
17
Buni (Antidesma bunius L. Spring) Bayur (Pterospermum difersifolium Bl.) Pulai (Alstonia schlolaris L. Br.) Kepuh (Sterculia foetida L.) Kemiri (Aleulitas moluccana L. Will) Trengguli (Cassia fistula L.) Kesambi (Schleichera oleosa Will.) Mimbo (Azadirachta indica) Mata buta (Excoacaria agallocha) Bungur (Lagerstromia speciosa Pers.)
8,6
27 13
58,1
Lokasi Sampel Camping Ground
Ketinggian Lokasi (m dpl) 5
8
30
94,2
706,5
Perengan
7
25
61,1
192
2930,6
Perengan
7
18
67,8
213
3608,5
Perengan
7
30
103,5
325
8409,1
Manting
1
20
38
119.3
1133,5
Betek
175
5
8
25,1
50,2
Betek
175
20
76,4
240
4582
HM 50
25
11
20,2
27
Bekol
25
15
34,4
108
928,9
Uyahan
3
8
29,9
94
701.8
Camping Ground
5
Lokasi ditemukannya jenis-jenis flora langka dan dilindungi tersebar secara acak di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran khususnya yang terdapat di 2 Seksi Konservasi Wilayah (Pandean dan Bekol) sebagai lokasi pengamatan. Khusus untuk jenis mimbo (Azadirachta indica) dan kesambi (Schleicera oleosa Merr.) jumlahnya melimpah dan hampir merata di Taman Nasional Baluran. Sedangkan satu jenis lagi yaitu bungur (Lagerstromia speciosa Pers) yang keberadaannya merupakan jenis eksotik karena sengaja ditanam ± sekitar tahun 1980-an (didatangkan dari luar kawasan). Spesies tersebut ditanam oleh petugas pada
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
12
kegiatan penghijauan dan termasuk dalam kategori langka dan dilindungi. Jumlahnya hanya 1 (satu) pohon dan kelilingnya telah mencapai 94 cm dengan tinggi ± 8 m. Keberadaan flora langka dan dilindungi terhadap satwa lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus) mayoritas hanya sebagai jalur lintasan / jalur edar dan tempat singgah / tempat bermain, jadi bukan sebagai habitat asli / habitat tetap. Hanya pada jenis-jenis tumbuhan tertentu pada saat musim berbuah kelompok lutung sering mendatanginya untuk mencari pakan, antara lain: trenggulun (Protium javanicum), buni (Antidesma bunius), kesambi (Schleicera oleosa Merr.), dan mimbo (Azadirachta indica).
Nama dan Deskripsi Flora Langka dan Dilindungi di Taman Nasional Baluran
1. Trenggulun (Protium javanicum BURM) Nama Daerah :
Sunda : Tanggulun – Jawa : Bernang, Gulun, Katos, Trenggulun – Madura : Tangghulun
Family : Burseraceae Status : dilindungi berdasarkan SK. Mentan
No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5
Februari 1972. Morfologi : Pohon : Pohon pendek dan gemang, yang biasanya sangat bengkok dan dekat pada tanah sudah bercabang; tingginya hingga 22 meter dan gemang 110 cm, tumbuh menyebar di seluruh Jawa pada ketinggian kurang dari 55 meter di atas permukaan laut, biasanya tumbuh bercerai – berai Kegunaan : Teras kayunya lebar, berwarna coklat kemerah – merahan, berat, dan sangat halus seratnya; tetapi walaupun penduduk memuji keawetannya dan kekuatannya, namun jarang digunakan karena di tempat ia didapati, biasanya juga terdapat jati. Hanya mendapatkan potongan – potongan pendek, tetapi sangat tebal; hanya dekat Puger di sebelah selatan Besuki, ditemukan eksemplar – eksemplar yang berbatang lurus. Di Malang digunakan untuk pembuatan gigi silinder gilingan – tebu rakyat karena sifat kerasnya dan tidak mudah belah yang maksimal untuk keperluan ini. Trenggulun juga sangat baik untuk dibuat landasan perahu. Kayu ini tidak diserang anai – anai, dan walaupun harganya tinggi dipakai untuk
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
13
pembuatan tiang pada pembangunan rumah. Selain itu juga digunakan untuk membuat tangkai alat – alat pengetam dan palu dari kayu. Daunnya yang muda dimakan. Gerusan halus (bubur) dari daunnya yang sangat berbau seperti terpentin, dioleskan pada perut si sakit dan juga dapat digunakan sebagai obat batuk dengan cara daunnya digerus halus dengan sedikit gula, ditambah sedikit cairan perasan dari jeruk pecel, lalu diminum. Buahnya dapat dimakan; rasanya agak manis dengan rasa tambahan seperti terpentin, sumber lain mengatakan asam, tetapi masih dapat dimakan, sumber lain lagi mengatakannya tidak dapat dimakan. Kulit buahnya mengandung minyak atsiri yang harum, yang dipandang sebagai pengganti terpentin dan bahan lain semacam itu yang pedas.
2. Buni (Antidesma bunius L. Spring) Nama Daerah : Buni angin, Wuni, Burneh, Huni gedeh, Huni Wera. Family : Euphorbiaceae Status : tanaman langka menurut IUCN Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon dengan tinggi mencapai 5-20 m, percabangan banyak dan rendah. Daun : bertangkai pendek bentuk daun lanset sampai ellips, boleh dikatakan gundul, bagian atas berwarna hijau kekuningan halus, bawah hijau mengkilap dan berbulu halus. Bunga : perbungaan berbentuk malai keluar dari ujung ranting, pada waktu muda berwarna hijau muda dan setelah tua / dewasa merah berbulu halus dan berbau harum, bunga jantan dan betina terletak pada pohon yang berbeda. Buah : bentuk buah bulat kecil / ellips yang muda berwarna hijau, kuning muda sampai merah dan apalagi masak berwarna ungu kebiru-biruan, daging buah mengandung banyak cairan, daging buah banyak dimakan. Habitat : Jenis tumbuhan ini tumbuh di hutan pada ketinggian sampai 1.300 m dpl, juga banyak ditanam dan diambil buahnya. Kegunaan :
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
14
Daging buah dapat dipakai sebagai bahan sirup dan minuman, buah biasa dibuat rujak gula, daun muda buat lalapan dan kulit batangnya banyak mengandung alkhohol dan digunakan sebagai campuran penggunaan obat. Perbanyakan : Tumbuhan ini dapat diperbanyak dengan biji dan juga dengan cangkok dan stek, telah dicoba dibudidayakan dan baik untuk tanaman skala besar.
3. Bayur (Pterospermum difersifolium Bl.) Nama Daerah : Pterobayur, Bajur. Family : Stercoliaceae Status : tanaman langka menurut IUCN dan dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari 1972. Morfologi : Pohon : tumbuhan berbentuk pohon dengan tinggi mencapai 50 m dan diameter 100 cm, kulit batang berwarna abu-abu halus sampai beralur dangkal, papagan berwarna merah dengan garis-garis radial yang putih dan lebar, tajuk melebar dan berwarna coklat muda keemasan. Daun :
bentuk daun bulat telur dengan dasar yang tidak simetris, berdaun tunggal berwarna cokelat merah karat pada permukaan bawah.
Bunga : perbungaan berbentuk malai berwarna merah karat, berbulu terdapat pada ketiak daun / ujung ranting. Buah :
berbentuk seperti tabung, ujung meruncing dan memiliki sudut 5.
Habitat : Terdapat pada hutan sekunder / primer biasanya pada tanah aluvial, dengan iklim basah sampai kering, tumbuh pada ketinggian 1-1.400 m dpl. Kegunaan : Kayu bayur dapat dipergunakan sebagai bahan jembatan, rumah, bangunan, papan, kapal, kayu lapis, mebel, rangka pintu, patung, ukiran dan kerajinan tangan. Papagan kayu dapat digunakan sebagai obat sakit perut, dysentri, bisul, sakit gigi, pendarahan, terkilir dan kulit melepuh. Penyebaran : Terdapat di semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
15
4. Pulai (Alstonia schlolaris L. Br.) Nama daerah : Pulai, Pole, Polay Family : Apocinaceae Status : tanaman langka IUCN
Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon yang besar dengan mencapai 30 – 40 m, kulit batangnya rapuh berwarna coklat abu-abu, rasanya sangat pahit dan sepet, bergetah putih bila dilukai akan mengeluarkan getah / cairan seperti susu. Daun :
bentuk daun bulat sampai lonjong, susunan daun berbentuk melingkar, pada lingkarannya terdapat 4 – 8, permukaan daun berwarna hijau mengkilap sedangkan bawah daun pucat, percabangannya mengumpul seperti karangan bunga, tajuk tidak begitu lebat.
Bunga : berwarna putih, tersusun dalam malai bertangkai panjang, letak malai pada ujung tangkai. Buah :
bentuk seperti bumbung memanjang menggantung pada tiap tangkai terdapat 2 buah.
Habitat : Tumbuhan ini tumbuh secara kelompok di hutan campuran terutama di hutan-hutan yang lembab sampai ketinggian 1.050 m dpl. Kegunaan : Kayunya dipergunakan untuk pembuatan alat-alat keperluan sekolah, kayu lapis, korek api, papan sedangkan kulit kayu dapat dipakai bahan kertas dan obat. Pulai dikenal sebagai tumbuhan obat karena kulit batangnya bisa dipakai obat demam, khususnya untuk malaria. Disamping itu bisa juga untuk obat diare, dysentri dan juga sebagi tonikum. Getahnya dipakai sebagai obat luar untuk bisul, koreng, kudis dan penyakit lainnya.
5. Kepuh (Sterculia foetida L.) Nama Daerah : kekepahan,
kepah,
kepuh,
jangkang,
kepoh,
jhangkang,
klompang, kuleangka
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
16
Family : Sterculiaceae Status : tanaman langka IUCN Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon yang tingginya bisa mencapai 30 m, batang besar, tegak mempunyai benjolan-benjolan dengan percabangan lurus mendatar dengan diameter antara 100 – 120 m. Daun :
berupa daun majemuk menjari, anak daun berbentuk jorong dan daun tidak mudah rontok, dalam helai daun mempunyai bulu-bulu yang halus dan duduk daun berbentuk spiral.
Bunga : berbentuk malai, berkelamin satu, berumah satu, biasanya terdapat pada ketiak daun, yang masih muda berwarna merah tua dan mempunyai bau busuk yang menjadi ciri khas untuk jenis ini. Buah :
menyerupai bumbung dengan warna merah berkulit tebal dan bagian ujungnya berbentuk paruh, pada umumnya buah mudah pecah setelah tua dan buah banyak mengandung minyak. Biji dalam buah sebanyak 10 – 17 dengan warna hitam.
Habitat : Dapat tumbuh pada ketinggian 500 m dpl. Kegunaan : Air seduhan kayu kepuh dapat digunakan sebagai obat penggugur (aboretum), daunnya bisa digunakan sebagai bobok pada tangan / kaki / sendi-sendi yang terkilir, daun muda bisa sebagai obat demam. Buah kepuh yang dibakar dan air abunya dapat untuk mengobati kencing nanah dan busung lapar. Minyak bijinya yang disebut lombi dapat digunakan sebagai obat rematik. Penyebaran : Tumbuhan ini dapat diketemukan terutama di pulau Jawa.
6. Kemiri (Aleulitas moluccana L. Will) Nama daerah : tingkih, bedekan, kemiri, kemireh, muncang Family : Euphorbiaceae Status : dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari 1972.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
17
Morfologi : Pohon : pohon, ketinggian mencapai 10 – 40 m. Kulit batang sedikit kasar dilapisi lentisel berwarna keabu-abuan / cokelat dengan percabangan pada ujung. Daun :
berbentuk bulat sampai bentuk jantung bertangkai panjang, permukaan atas daun muda berbulu putih dan bila sudah tua berubah menjadi hijau kekuning-kuningan dan permukaan bawah daun berwarna putih perak. Sehingga dari jauh tampak keputih-putihan, berdaun tunggal, tepi daun rata, bercangap 3-5, pertulangan daun menjari.
Bunga : berbentuk malai diujung dan ketiak, warna putih / krem, bunga jantan di atas tangkai yang cukup panjang dan bentuknya halus sedangkan yang betina besarnya 2 kali, jumlahnya lebih sedikit bertangkai besar dalam garpu percabangan. Daun kelopak 2 – 5, berbentuk bulat telur, daun mahkota 5 memanjang berwarna putih, jumlah benangsari dalam bunga jantan 20, 4 lingkaran pada pangkal bersatu pada tiang terutama pada dasar bunga berbentuk kerucut, berambut kasar, bakal buah dalam bunga beruang 2, dengan 2 tangkai putik yang berbagi sampai pangkal. Buah :
keras, bentuk telur bola yang lebar, muda berwarna hijau dan tua berwarna cokelat, berdinding cukup tebal dan kaku, biji 1 – 2, kulit biji sangat keras.
Habitat : Tumbuh pada iklim yang agak kering dengan ketinggian 1.500 m dpl. Kegunaan : Kayunya digunakan dalam pembuatan tangkai korek api, bahan kertas, kayu lapis, peti pengepak, kulitnya sebagai obat dysentri, getahnya untuk obat sakit gigi, biji banyak mengandung minyak (minyak kemiri) selain sebagai bumbu, pembuatan sabun, cat, lilin dan bahan pewarna. Penyebaran : Meliputi India, China sampai kepulauan Polinesia dan Selandia Baru. Di Indonesia dapat dijumpai di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Bali.
7. Trengguli (Cassia fistula L.) Nama daerah : tengguli, terngguli, kalebor / klobur, bubundelan. Family : Caesalpinaceae Status : tanaman langka menurut IUCN.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
18
Morfologi : Pohon : tumbuhan berbentuk pohon dengan ketinggian mencapai 10 – 15 m dpl. Daun :
memiliki daun majemuk genap, anak daun 3 – 8 pasang, berbentuk bulat telur memanjang, berambut pendek, pada sisi bawah berwarna hijau biru dan pada waktu tertentu menggugurkan daun secara serempak.
Bunga : tersusun dalam rangkaian berbentuk pandan dengan panjang 15 – 40 cm dan tidak rapat berjumlah 1 – 3, pada ketiak daun yang sudah rontok berbau harum berwarna kuning menyala dan mahkota panjang 2 – 3½cm, 3 tangkai sari berbentuk “S” lebih panjang dari pada umumnya. Daun mahkota bunga berguguran serentak maka di bawah pohon sering terlihat bentuk permadani kuning yang terdiri dari bagian-bagian bunga yang sering disebut “golden shower”. Buah :
berbentuk polong dengan tangkai menggantung, bentuk bulat silindris berwarna hijau yang masih muda dan cokelat kehitaman bila sudah tua, panjang buah mencapai 45 cm, buah tidak pecah. Biji terdapat dalam sekatan yang melintang dibagi dalam ruang-ruang, berbiji 1, dalam 1 polong mengandung 40 – 100 biji.
Habitat : Tumbuh pada ketinggian 100 – 400 m dpl. Kegunaan : Di India kayunya banyak diperjual-belikan sehingga dikenal dengan nama “Indian Labumum” dan juga sebagai tanaman hias.
8. Kesambi (Schleichera oleosa Will.) Nama Daerah : kusambi, kesambi, bahi, bado. Family : Sampindaceae Status : tanaman langka IUCN. Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon dengan tinggi mencapai 15 – 40 m. Tanaman ini mudah dikenal karena memiliki tajuk yang khas dan batang pada umumnya selalu berbengkok-bengkok, penuh lekukan-lekukan mata kayu, biasanya memiliki akar papan / banir rendah, batangnya berwarna cokelat dan keabuabuan.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
19
Daun :
berwarna merah kekuning-kuningan pada masa muda dan hijau kekuningan setelah tua, memiliki daun majemuk menyirip genap, terdiri dari 2 – 4 pasang anak daun berbentuk jorong sampai bulat telur terbalik, seringkali ujung meruncing.
Buah :
berbentuk bulat lonjong / berbentuk spul lebar, permukaan rata / benjolbenjol menajam, berisi 1 – 4 biji yang berbentuk gepeng, kulit buah berwarna kekuning-kuningan dan bila sudah tua berwarna cokelat.
Habitat : Dapat tumbuh sampai ketinggian 1.000 m dpl dan kebanyakan tumbuh baik pada ketinggian > 600 dpl. Kesambi dapat tumbuh dimana tanaman jati dapat tumbuh liar. Kegunaan : Kayunya dapat digunakan sebagai jangkar perahu (tahan terhadap kelembaban / kekeringan), minyak / kulit batangnya dapat digunakan untuk penyakit gatal / kudis dan penyakit lainnya. Selain itu minyaknya dapat dipakai sebagai obat luka, obat tetes telinga / sebagai obat gosok. Penyebaran : Kesambi tersebar di seluruh Asia Tenggara, di Jawa diketemukan pada ketinggian >1.000 m dpl.
9. Mimbo (Azadirachta indica JUSS) Nama Daerah : Jawa : Imba, mamba - Madura : Membha, Mempheuh - Bali : Intaran, Mimba. Family : Meliaceae Status : dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari 1972. Morfologi : Pohon : Tumbuhan menahun, berkayu. Batang tegak, bentuk bulat, percabangan simpodial, kulit pecah – pecah berkerak, diameter 10 – 30 cm. Pohon yang tingginya hingga 20 meter dan gemangnya 100 cm. Batangnya agak bengkok dan pendek, oleh karena itu kayunya tidak terdapat dalam ukuran besar. Gubalnya berwarna kelabu, terasnya berwarna merah dan keras.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
20
Daun : Majemuk, menyirip genap, beranak daun 12 – 16, anak daun asimetris, panjang 7 - 9 cm, lebar 2 – 3 cm, ujungnya runcing, pangkal daun tumpul asimetris, tepi bergerigi, susunan tulang anak daun menyirip, permukaan atas halus, warna hijau tua, daging anak daun seperti kertas, rasanya pahit.
Kegunaan : Di India terkenal sebagai kayu yang baik dan awet (asal berasal dari pohon yang tua), serupa dengan mahoni dan dapat diampelas dengan baik. Juga di Jawa sifat – sifatnya dipuji dan disana kadang – kadang digunakan untuk pembangunan rumah. Di Madura untuk membuat perabot rumah. Seduhan kulit batangnya digunakan sebagai obat terhadap demam yang berselang (naik turun) dan penggunaan kulit batangnya yang pahit, dianjurkan sebagai tonikum. Pada waktu – waktu tertentu setiap tahun bila dibuat torehan – torehan, akan mengalir cairan dalam jumlah besar, yang di India diminum terhadap penyakit lambung. Setelah kayunya, gomlah merupakan hasil produksi penting, yang biasanya terdapat gumpalan – gumpalan besar pada batang pohonnya, terutama pada pohon yang rusak. Di sekitar Situbondo gom itu umum digunakan sebagai perekat surat dengan kualitas yang lebih baik dari pada jenis perekat surat lain yang terdapat diperdagangkan di Indonesia. Daunnya yang sangat pahit di dalam musim kering di Madura digunakan sebagai makanan ternak. Rebusannya diminum sebagai obat pembangkit selera makan dan obat terhadap malaria, dan bila dimasak dengan beras menjadi bubur berkhasiat pada ulcera yang atonis. Juga di Madura dipres minyak dari bijinya, dan digunakan sebagai obat kudis. Penyebaran : dari dataran rendah, terkenal di Jawa dan kepulauan Sunda kecil, tumbuh pada tanah gersang
10. Mata buta (Excoacaria agallocha) Nama Daerah : Indonesia : Kayu buta – buta, kayu mata buta, memutah, mentaruh, mutah - Jawa : Kayu betah, kapal, menengan - Madura : Bebetah, malengan, menengan. Kayu wangi
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
21
Family : Euphorbiaceae Status : Dilindungi berdasarkan SK. Mentan
No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal
5 Februari 1972. Morfologi : Pohon : Pohon dengan tinggi hingga 16 meter dan besar batang 40 cm. Dilukiskan sebagai pohon pantai yang jelek, yang cenderung mentelung, berbatang bengkok, bermata kayu banyak, belah – belah, penuh alur – alur dan bincul – bincul; didapati pada semua pantai yang kering dan berbatu atau pasir yang tercampur batu kecil. Banyak didapati di bagian – bagian yang agak kering dari hutan bakau, dan disana sering terdapat sebagai tumbuhan yang unggul. Akar – akarnya tersebar hingga jauh dari pohonnya, akar – akar itu bengkok, berbenjol – benjol, dan untuk sebagian tidak tertutup tanah. Pada tempat – tempat yang terkelupas gelamnya juga terdapat kayu wangi – wangian hitam, akan tetapi hanya setebal pisau. Pohon ini mempunyai reputasi dapat menyebabkan kebutaan, kalau sampai masik mata. Tercuci hilang dengan air kelapa. Daun : Dua kelenjar yang duduk pada ujung tangkai daun; helaian daun bulat telur oval, 4 – 10 kali 1,5 – 5 cm, dengan ujung meruncing tumpul dan pangkal bulat tumpul, tepi rata atau bergigi sedikit, seperti kulit. Bunga : Tanaman berumah 2, bunga dalam tandan atau bulir dalam ketiak daun atau di atas tandan bekas daun. Bunga jantan pada ujung ranting terkumpul menjadi berkas dari bulir, rapat serupa untai, bau enak. Daun pelindung pada sisi dalam dengan beberapa kelenjar; taju tenda bunga kecil, bentuk lanset; benang sari 3. Bunga betina dalam tandan yang lebih pendek; taju tenda bunga 3, segi tiga bulat telur lebar; tangkai putik 3, berdaging, melengkung membalik, pada pangkal bersatu. Buah :
Buah 2 – 3 ruang, membuka menurut ruang atau menurut sekat. Berbunga sangat tidak teratur.
Habitat : Dalam vegetasi mangrove dan pada pantai pasir yang tercampur lempung. Kegunaan : Akarnya digerus halus dengan jahe menjadi salep dapat menyembuhkan bengkak – bengkak panas pada kaki dan tangan. Akar – akarnya yang paling
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
22
halus juga cabang – cabangnya, yang telah dikupas gelamnya digunakan sebagai tusuk gigi bagi gigi yang sakit. Biasanya ia tidak digunakan tersendiri sebagai wangi – wangian, akan tetapi dicampur dengan Ungus odoratus, atau kayu wangi – wangian lainnya, sehingga akan lebih keras baunya dan akan bertahan lebih lama. Kayu wangi juga dinamakan garu laut. Minyak dari kayu ini digunakan untuk mengobati bermacam – macam kudis dan penyakit kulit lain; karena zat ini agak lekat, ia harus dihangatkan dan dicampur minyak kelapa sedikit. Orang Ternate menggerusnya pada sebuah batu dan mencampurnya dengan air atau arak cair; ini diminum terhadap kejang perut. Untuk obat pencahar biasa, diambil sepotong dari kulit batang selebar dua jari dan sepanjang dua ruas. Penyebaran : Biasanya berukuran lebih kecil, tersebar di daerah pantai dari Asia Tenggara dan Australia bagian tropis
11. Bungur (Lagerstromia speciosa Pers.) Nama Daerah : ketangi, bungur, laban, bungor. Family : Lythraceae Status :
tanaman langka IUCN dan dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tangga 5 Februari 1972.
Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon dengan tinggi mencapai 10 -45 m, kulit pohon licin dan bagian luar mengelupas. Daun :
bertangkai pendek, bentuk oval ellips atau memanjang berhadapan, mempunyai daun penumpu berwarna hijau tua.
Bunga : berbentuk malai, tersusun dalam rangkaian memanjang hingga mencapai 50 cm terletak pada ujung batang atau cabang juga sering muncul pada ketiak daun yang tinggi, kelopak bunga berwarna cokelat / coklat kehijauan / ungu, berbentuk bulat telur terbalik sampai dengan ukuran panjang ± 0.5 cm, benang sari kuning dan putik berwarna ungu. Buah :
berbentuk bulat telur sampai bulat, berwarna cokelat, pada ujung buah mempunyai benjolan meruncing menyerupai duri, buah mudah pecah bila
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
23
tua hingga menjadi 3 – 7 katup menurut ruang biji, biji cukup besar, pada pangkalnya terdapat tambahan yang agak menebal, ujungnya terdapat sayap berbentuk pisau. Habitat : Bungur tumbuh baik pada ketinggian < 800 m dpl.
Kegunaan : Bungur sering digunakan sebagai tanaman hias dan tanaman peneduh, kayunya banyak digunakan sebagai bahan bangunan, perahu dan alat-alat olah raga.
B.
Identifikasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus cristatus)
Lutung budeng adalah satwa arboreal yang hampir keseluruhan aktivitasnya dilakukan di atas pohon, sedangkan ditinjau dari penggunaan waktu untuk kegiatan harian lutung termasuk satwa diurnal yaitu aktivitas hidupnya dilakukan pada siang hari. Menurut Lim dan Sasekumar (1979) dalam Lekagul dan McNeely (1977) mengatakan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap lutung di Semenanjung Malaya ternyata lutung lebih banyak menggunakan waktunya pada tengah hari untuk kegiatan di pohon yaitu makan dan istirahat. Pengamatan perilaku dan pergerakan lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) di Resort Bama dilaksanakan selama 2 (dua) hari pada tanggal 24 – 25 Juli 2005.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
24
1. Hasil Kegiatan a.
Lokasi Kajang
Tanggal : 24 – 25 Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : 06.00 Selesai : 16.00 Lokasi : Kajang Nama pengamat : 1. M. Yusuf Sabarno 2. Achmad Toha Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Krasak (Ficus superba) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon : Tinggi Total: 16 m Bebas cabang : 4 m (tinggi. ∅, bentuk tajuk, Diameter (∅) : 50 cm ada/tidak buah) Tajuk : melebar bentuk oval Bagian pohon/tajuk yang : dimanfaatkan Vegetasi sekitar 1. Asam (20 m) 5. Mimbo (20 m) (dan jarak dengan 2. Asam (22 m) 6. Apak (19 m) satwa ditemukan) 3. Asam (17 m) 7. Apak (17 m) 4. Walikukun (20 m) 8. Apak (15 m) Kondisi sekitar habitat : Dekat dengan jalan setapak/lintasan manusia. Dekat ( gangguan, alternatif sumber dengan sumur kajang. Kelompok sangat sensitif pakan, dll) terhadap kedatangan pengamat. Identifikasi Kelompok Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi 1 9 Spesifikasi kelompok : Tidak terdapat jenis albino, 1 ekor dewasa terdapat bulu (mis. jenis albino, dll) warna putih di dada.
a.1. Perilaku Kelompok lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) yang ditemukan di lokasi Kajang mempunyai ritme harian yang relatif sama setiap harinya. Ketika pagi hari memualai aktivitasnya menuju pohon yang dijadikan sebagai sumber pakan sedang berbuah. Aktivitas yang dilakukan kelompok lutung selama pengamatan bervariasi dari perilaku makan, istirahat, perpindahan, penjagaan terhadap anggota kelompok dan anggota kelompok yang masih muda dan bayi.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
25
Pada saat pengamatan, lutung pada pagi hari mulai pukul 06.00, telah berada di pohon krasak dan makan buah yang menempel pada ranting-ranting. Lutung duduk pada pada batang yang besar kemudian dengan salah satu tangannya meraih ranting dan makan buah krasak. Dijumpai pula lutung yang sedang makan daun asam yang berada berdampingan dengan pohon krasak. Sebagian kelompok yang berada di pohon krasak, setelah merasa cukup puas makan buah krasak, lutung berpindah ke pohon asam dan istirahat. Akan tetapi ada juga anggota kelompok yang berjaga mengawasi kondisi sekitar dan untuk anggota kelompok yang masih muda banyak memanfaatkan waktu untuk bermain. a.2. Kondisi habitat Kajang merupakan hutan pantai yang berbatasan dengan ekosistem mangrove dan pesisir pantai. Kondisi habitat lutung di lokasi Kajang cukup representatif bagi kehidupan lutung sebagai satwa primata arboreal, yaitu lebih menyukai berada di tajuk pohon yang tinggi. Keberadaan berbagai jenis pohon dengan arsitektur tajuk yang melebar, batang cabang-cabang utama yang besar dan kokoh sangat disukai oleh lutung, serta mempunyai tinggi total yang lebih dari rata-rata pohon di sekitarnya. Jenis pohon yang digunakan sebagai habitat selama pengamatan yaitu : asam (Tamarindus indica), krasak (Ficus superba), apak ( Ficus sp.), lamtoroan (Leucana glauca) dan pilang (Acacia leucophloea). a.3. Jalur edar Pergerakan harian kelompok lutung di lokasi ini selama pengamatan dari lokasi tidur kemudian menuju pohon lokasi pakan dan beraktivitas lainnya diperkirakan menempuh jarak + 500 m per hari. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan dan lokasi sumber pakan, adanya gangguan dan faktor pengontrolan daerah territorial.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
26
b. Lokasi Kalitopo Tanggal : 24 – 25 Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : 08.00 Selesai : 16.00 Lokasi : Kalitopo Nama pengamat : 1. Nanang Dwi Wahono 2. Agus Yusuf Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Krasak (Ficus superba) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon : Tinggi Total: 20 m Bebas cabang : 7 m (tinggi. ∅, bentuk tajuk, Diameter (∅) : 55 cm ada/tidak buah) Tajuk : melebar bentuk melingkar Bagian pohon/tajuk yang : cabang-cabang utama, ranting, daun. dimanfaatkan Vegetasi sekitar 1. Serut (10 m) 5. Kesambi (12 m) (dan jarak dengan 2. Asam (8m) 6. Krasak (25 m) satwa ditemukan) 3. Talok (15 m) 7. Garung (20 m) 4. Tekik (20 m) 8. Kondisi sekitar habitat : Dekat dengan jalan setapak/lintasan manusia. Rawan ( gangguan, alternatif sumber gangguan. Terdapat pohon asam didekat krasak, pakan, dll) dikonsumsi daun muda. Identifikasi Kelompok Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total 5 15 2 22 Spesifikasi kelompok : Terdapat jenis albino, 1 ekor dewasa. (mis. jenis albino, dll)
b.1. Perilaku
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
27
Kelompok lutung di lokasi Kalitopo mulai aktivitas pada pagi hari dengan bergerak mencari pohon sumber pakan. Jenis pohon yang didatangi yaitu krasak yang sedang berbuah. Aktivitas lainnya yaitu banyak istirahat di pohon krasak dan asam yang berada di sekitar lokasi tersebut. Ditemukan juga saat lutung turun ke tanah. b.2. Kondisi habitat Lokasi Kalitopo merupakan hutan pantai dengan kerapatan pohon dan tajuk yang tidak begitu rapat. Beberapa jenis pohon yang ditemukan sebagai habitat lutung yaitu asam, kesambi, mimbo, talok dan serut. b.3. Jalur edar Aktivitas kelompok lutung yang berada di Kalitopo mempunyai jalur edar yang tidak terlalu jauh. Dari pohon krasak sebagai tempat tidur dan mencari pakan kemudian menuju pohon asam untuk mencari pakan berupa daun muda sekaligus istirahat. Dan pada sore harinya bergerak kembali ke pohon tempat istirahat / tidur.
c. Lokasi Kelor Tanggal : 24 – 25 Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : 06.00 Selesai : 16.00 Lokasi : Kelor Nama pengamat : 1. Sutadi 2. M Iqbal Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Krasak (Ficus superba) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon : Tinggi Total: 25 m Bebas cabang : 10 m (tinggi. ∅, bentuk tajuk, Diameter (∅) : 40 cm
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
28
ada/tidak buah)
Tajuk : melebar bentuk oval
Bagian pohon/tajuk yang : Dahan dan ranting di tepi tajuk dimanfaatkan Vegetasi sekitar 1. Gebang 5. Manting (dan jarak dengan 2. Trengguli satwa ditemukan) 3. Apak 4. Jati pasir Kondisi sekitar habitat : Kondisi aman, kelompok Lutung tidak ( gangguan, alternatif sumber terganggu dengan pengamat. pakan, dll) Identifikasi Kelompok Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total 3 5 4 12 Spesifikasi kelompok : (mis. jenis albino, dll)
terlalu
c.1. Perilaku Kelompok lutung yang diamati di lokasi kelor mempunyai ragam perilaku yang cukup beragam, yaitu perilaku tidur, makan, berpindah / loncat, istirahat (sambil mengawasi kondisi sekitar), mencari kutu dan turun ke lantai hutan. Aktivitas makan lutung di lokasi ini mempunyai intensitas yang tinggi akan tetapi perilaku makannya dilakukan dengan teratur dan rapi, tidak seperti jenis macaca (monyet ekor panjang) yang nampak rakus dan terburu-buru. c.2. Kondisi habitat Kondisi tempat pengamatan merupakan lokasi hutan pantai dengan keadaan pohon-pohon yang tinggi sehingga cocok untuk habitat lutung. Jenis vegetasi yang ditemukan sebagai habitat lutung di lokasi Bama-Kelor yaitu pohon krasak, jati pasir, rhizophora (merupakan pohon sumber pakan). Bagian pohon yang dimakan terdiri dari pucuk daun muda. c.3. Jalur edar Kelompok lutung di lokasi ini memulai aktivitas + jam 05.00 dan langsung bergerak ke arah pohon sumber pakan yang juga digunakan sebagai pohon tempat tidur. Aktivitas pertama yang diamati yaitu makan di pohon krasak. Pada beberapa jam kemudian bergerak ke timur untuk istirahat, dan pada siang hari juga diamati bergerak menuju hutan mangrove. Kemudian pada sore hari lutung kembali menuju pohon awal yang dijadikan tempat tidur. Jarak tempuh dalam aktivitas dalam sehari + 200 meter.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
29
d. Lokasi Manting Tanggal : 24 – 25 Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : 06.00 Selesai : 16.00 Lokasi : Manting Nama pengamat : 1. Siswo Dwi Prayitno 2. Widyantoro Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Asam (Tamarindus indica) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon : Tinggi Total: 25 m Bebas cabang : 18 m (tinggi. ∅, bentuk tajuk, Diameter (∅) : 40 cm ada/tidak buah) Tajuk : melebar Bagian pohon/tajuk yang : Ujung daun, batang utama dan ranting. dimanfaatkan Vegetasi sekitar 1. Gebang ( 7 m) (dan jarak dengan 2. Kesambi ( 8 m) satwa ditemukan) 3. Nyamplung ( 17m) Kondisi sekitar habitat ( gangguan, alternatif sumber pakan, dll) Identifikasi Kelompok Jantan Tidak teridentifikasi
Spesifikasi kelompok (mis. jenis albino, dll)
: Tidak ada gangguan.
Jumlah kelompok Betina Anak Tidak teridentifikasi : Tidak ada albino.
Total 10
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
30
d.1. Perilaku Duduk di ranting pohon asam sambil makan pucuk daun, sesekali bermain-main di pohon di pohon (berlompat-lompatan dari dan ke pohon di sekitarnya). Sekitar + jam 11.00 mulai saling mencari kutu (jw; petan) antar anggota kelompok. Apabila tidak ada gangguan, aktivitas tersebut dapat berlangsung lama. Pada saat terjadi gangguan (manusia) mereka lari mencari tempat yang lebih aman. Setelah merasa tidak ada gangguan mereka melanjutkan mencari makan. Apabila merasa diamati oleh pengamat mereka terkesan malu dan sembunyi di balik daun / dahan / ranting yang agak terlindungi / tidak terlihat oleh pengamat. Ketika berpindah tempat dilakukan dengan bergelantungan dan atau melompat dari pohon satu ke pohon yang lain. Ketika istirahat, sambil berteduh di cabang / ranting yang rindang, bercengkrama dan ada juga yang tidur-tiduran dengan posisi dada direbahkan di cabang / ranting pohon. Ketika ada gangguan dengan kehadiran lutung dari kelompok lain, anggota kelompok lutung yang mempunyai teritori berusaha mengusir pendatang tersebut, yaitu dengan suara-suara keras yang dikeluarkan oleh pimpinan kelompok lutung tersebut dan berusaha mengusir (dengan mengejar) hingga jarak yang cukup jauh (ada juga lutung yang jatuh akibat kejar-kejaran tersebut). Setelah pendatang tersebut dirasa telah pergi cukup jauh, kelompok pengejar kembali kepada kelompoknya semula. d.2. Kondisi habitat Pohon yang digunakan untuk aktivitas yaitu asam, gebang, nyamplung dan kesambi. Kondisi habitat di lokasi ini cukup teduh dan rindang dengan kondisi cuaca yang cukup cerah dan angin yang kencang. Dengan tinggi pohon utama yang digunakan 12 meter tidak ada buahnya. Jarak antar pohon maupun tajuk agak rapat sebagai tempat untuk melompat dari satu pohon ke pohon yang lain. d.3. Jalur edar Ketika pengamatan dimulai, kelompok lutung dijumpai di pohon manting kemudian berpindah ke pohon manting yang berbeda melewati beberapa tegakan gebang. Kemudian pada siang harinya beristirahat di pohon kelor. Beberapa anggota kelompok juga berada di pohon asam yang berada tidak jauh dari lokasi sebelumnya, disamping untuk beristirahat, juga
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
31
dijumpai lutung yang makan pucuk daun asam. Dan pada sore hari kelompok lutung menuju ke arah pantai dan beraktivitas di pohon kesambi.
e. Lokasi Sumber Batu Tanggal : 24 – 25 Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : 06.00 Selesai : 17.00 Lokasi : Sumber batu Nama pengamat : 1. Yusuf Hernawan 2. Siswanto Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Prepat (Sonneratia alba) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon : Tinggi Total: 42 m Bebas cabang : 30 m (tinggi. ∅, bentuk tajuk, Diameter (∅) : 215 cm ada/tidak buah) Tajuk : melebar bentuk oval Bagian pohon/tajuk yang : dimanfaatkan Vegetasi sekitar 1. Nyamplung ( 5 m) 5. Ketapang (15 m) (dan jarak dengan 2. Rhizophora apiculata (28m) 6. Asam (10 m) satwa ditemukan) 3. Malengan (35 m) 7. Bunut (10 m) 4. Popohan (35 m) Kondisi sekitar habitat : ( gangguan, alternatif sumber pakan, dll) Identifikasi Kelompok Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total 2 4 2 8 Spesifikasi kelompok : 1 albino dewasa jantan
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
32
(mis. jenis albino, dll)
e.1. Perilaku Dalam perilaku makan lutung jantan lebih cepat dalam makan, seperti makan buah prepat, sedangkan lutung betina agak lambat. Waktu istirahat, lutung di lokasi sumber batu diamati lutung dewasa / induk lebih banyak diam sedangkan anak lutung loncat kesana-kemari (+ 5 menit). Kemudian kembali ke gendongan / pangkuan induknya yang sebelumnya anak memberi isyarat muka ke induknya dan anak lutung langsung loncat kearah induk. Berbeda halnya lutung jantan yang nampak cenderung soliter dan lebih banyak porsi istirahatnya dibandingkan betina. Pada saat kondisi ada gangguan, lutung sebagian berpencar dengan jarak + 100 meter, tidak jauh dari titik dimana lutung ditemukan, kemudian akan berkumpul kembali ke tempat semula di saat kondisi dirasa aman. e.2. Kondisi habitat Lokasi Sumber Batu merupakan ekosistem hutan pantai yang berbatasan langsung dengan hutan mangrove, dengan penyebaran vegetasi yang cukup rapat dan tajuk yang saling bersinggungan. Beberapa jenis vegetasi yang ditemui sebagai habitat lutung yaitu pohon nyamplung, Rhizophora apiculata dan malengan cenderung dijadikan tempat istirahat karena terlindung dari terik matahari dan angina, kondisi pohon tidak terlalu tinggi dan ukuran sedang. Vegetasi lain yang digunakan yaitu popohan (ketinggian + 30 meter, sedang berbunga), apak (ketinggian + 35 meter, sedang berbuah), prepat (ketinggian + 42 meter, sedang berbuah), asam dan bunut (rata-rata ketinggian + 20 meter, bunut sedang berbuah sedangkan asam banyak daun muda). e.3. Jalur edar Pergerakan lutung dimulai + jam 05.00 dan langsung bergerak ke arah pohon sumber pakan. Pada jam 06.00 ditemukan di pohon prepat sedang makan, kemudian bergerak kearah utara menuju pohon nyamplung, rhizophora, malengan dan prepat (lain pohon). Kemudian ke arah barat menuju pohon asam dan bunut pada siang hari untuk makan. Selanjutnya bergerak balik ke arah semula datang hingga ke lokasi / pohon awal beraktivitas.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
33
f. Lokasi Bekol Tanggal : 24 – 25 Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : 06.00 Selesai : 16.00 Lokasi : Bekol Nama pengamat : 1. Tri Hari Suparto 2. Arif Pratiwi 3. Nia Diana Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Kesambi (Schleichera oleosa) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon : Tinggi Total: m Bebas cabang : m (tinggi. ∅, bentuk tajuk, Diameter (∅) : cm ada/tidak buah) Tajuk : Bagian pohon/tajuk yang : Cabang, ranting, daun, buah dan pupus daun. dimanfaatkan 1. Kesambi (20 m) 2. Mimbo (22 m) 3. Kayu jaran (17 m) 4. Asam ( 3 m) Kondisi sekitar habitat : Relatif terganggu, terutama oleh pengunjung sekitar ( gangguan, alternatif sumber yang terkadang ramai di akhir pekan. Juga terganggu pakan, dll) oleh kelompok macaca. Sumber pakan tercukupi akan tetapi ruang gerak terbatas. Identifikasi Kelompok Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total 3 8 11 Spesifikasi kelompok : Jumlah 11, terdapat 2 ekor yang albino. (mis. jenis albino, dll) Vegetasi sekitar (dan jarak dengan pohon satwa ditemukan)
f.1. Perilaku
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
34
Pada pukul 05.30, lutung memulai aktivitasnya dengan makan pucuk – pucuk daun di pohon kesambi disebelah timur bukit Bekol. Kemudian pada sekitar pukul 06.00 lutung mulai bergerak, berpindah ke pohon lamtoro dan talok. Lutung – lutung tersebut duduk – duduk sampai kurang lebih pukul 07.15 kemudian bergerak ke arah belakang wisma peneliti. Mereka duduk – duduk beristirahat di pohon kesambi sambil makan daun muda / pupus daun. Pada sekitar jam 07.30 lutung – lutung tersebut berpindah ke arah menara di sekitar lamtoroan. Mereka mematahkan cabang dan ranting – ranting untuk mengambil pucuk daun, dan terus berada disana dalam waktu yang cukup lama. Pada pukul 10.20 mereka berpindah ke pohon mimbo di sebelah timur menara dan dilanjutkan pada jam 11.00 mereka berpindah ke pohon kesambi di sebelah barat menara untuk beristirahat. Hingga pada sekitar pukul 14.00 mereka mulai kembali ke sekitar menara Bekol. Pada pukul 17.30-an mereka mulai bergerak menuju kesambi di sebelah timur bukit Bekol yang merupakan tempat tidurnya di malam hari. f.2. Kondisi habitat Habitat kelompok lutung ini sebagian besar berupa pohon – pohon besar yang rindang dengan cabang – cabang yang relative sambung – menyambung / dekat satu sama lain. Cabang – cabang tersebut memungkinkan lutung untuk berpindah dengan mudah dari satu pohon ke pohon lain. Cabang – cabang pohon tersebut relatif menyebar membentuk tajuk yang lebar sehingga cukup nyaman bagi lutung untuk memanfaatkannya sebagai tempat duduk – duduk dan beristirahat. Pohon – pohon yang dimanfaatkan oleh lutung antara lain asam, kesambi, lamtoro dan mimbo. Pohon – pohon tersebut mempunyai musim berbuah yang tidak bersamaan sehingga bergantian memproduksi buah yang dimanfaatkan oleh lutung. Selain buah, pucuk – pucuk daun / pupus daun juga dimanfaatkan oleh lutung. Hal tersebut bisa terlihat dari ceceran serpihan daun – daun dan buah bekas gigitan yang bertebaran di bawah pohon. Lokasi ini relatif dekat dengan sarana dan prasarana Taman Nasional Baluran di Bekol, antara lain kantor dan pesanggrahan. Dengan demikian lutung – lutung tersebut sebenarnya relative terganggu dengan keberadaan manusia. Namun pergerakan mereka relatif tidak berubah. Pergerakan mereka berubah cukup signifikan hanya pada saat tertentu misalnya pada saat hari Sabtu dan Minggu di saat pengunjung ramai berada di lokasi.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
35
f.3. Jalur edar Aktivitas lutung dimulai sekitar pukul 05.00 dan ditemukan pertama beraktivitas di pohon asam, lokasi daerah blok Curah Udang. Kemudian bergerak ke arah selatan menuju pohon pilang – kesambi – mimbo – lamtoroan – kesambi – asam – kesambi dan pohon jaran.
2. Pembahasan a. Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) a.1. Perilaku Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, primata melakukan aktivitasaktivitas yang dilakukan sehari-hari. Dalam melaksanakan aktivitas seharihari kelompok lutung mempunyai jadwal tertentu, seperti yang biasanya dilakukan jenis-jenis satwa lainnya. Pemanfaatan waktu yang digunakan lutung cenderung sama dari hari ke hari (ritme harian) dengan asumsi tidak ada gangguan dari luar yang mempengaruhi aktivitas harian tersebut. Aktivitas tersebut meliputi kegiatan yang dilakukan lutung pada saat mereka bangun tidur dan bergerak-berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain hingga kembali ke pohon / lokasi tempat tidur lagi (bisa pohon yang sama maupun berbeda). Selama pengamatan berlangsung, misalnya di lokasi Kajang, Kelor dan Sumber Batu, kelompok lutung yang diamati ditemukan pada awal
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
36
pengamatan di pohon dan dengan jalur edar juga relatif sama. Rata-rata pengamatan dimulai pukul 06.00 dan berakhir pukul 17.00. Pada awal pengamatan kelompok lutung, mereka sebagian besar ditemukan pengamat sedang melakukan aktivitas makan. Sebelum melakukan aktivitas pergerakan menjelajahi jalur edar kelompok tersebut. Di lokasi Kelor, Kalitopo, Kajang pada saat awal diamati sedang makan buah krasak (Ficus superba). Sedangkan di lokasi Bekol dan Sumber Batu, dijumpai sedang makan pucuk daun asam. Secara umum yang dilakukan lutung dalam aktivitas makannya yaitu : •
memilih buah / daun yang akan dimakan,
•
menarik ranting yang terdapat buah atau daun yang hendak dimakan dan kemudian memakannya
•
apabila ada buah atau ranting yang jatuh /lepas dari tanah, tidak diambil / dibiarkan saja.
Setelah cukup puas makan, lutung kemudian istirahat yang dilakukan baik di pohon lokasi pakan maupun bergerak terlebih dahulu ke pohon yang dianggap lebih nyaman / cocok untuk istirahat. Pada saat istirahat lutung memilih tempat / posisi yang nyaman, yaitu mencari batang (terutama percabangan) yang cukup besar dengan duduk maupun tengkurap pada batang pohon tersebut. Selama waktu istirahat, terdapat anggota kelompok yang mengawasi keadaan sekeliling, biasanya dilakukan anggota kelompok jantan. Juga dijumpai (lokasi Sumber Batu) anak lutung yang bermain-main ketika induk istirahat dan akan segera kembali ke pangkuan induknya ketika ada isyarat / tanda dari induknya. Dalam mempertahankan daerah jelajah / teritori, apabila terdapat gangguan baik dari kelompok lutung yang lain maupun gangguan yang lain, mereka akan melakukan perlawanan. Bentuk aktivitas mempertahankan diri dan kelompok tersebut dilakukan baik secara langsung (kontak fisik / berkelahi) maupun dengan isyarat teriakan. Aktivitas mempertahankan diri yang dijumpai yaitu : •
anggota kelompok yang terdapat di pohon tersebut, satu persatu meninggalkan pohon, akan tetapi 1 - 3 ekor bertahan dipohon tersebut sambil
mengawasi
perkembangan
situasi.
Apabila
gangguan
berlangsung mereka akan melakukan perlawanan dan apabila gangguan telah pergi, anggota yang meninggalkan pohon akan kembali ke pohon tersebut.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
37
•
apabila terdapat gangguan dari kelompok yang mereka akan melawan dengan mengejar bahkan berkelahi hingga kelompok pengganggu tersebut lari dengan radius yang diperkirakan aman atau diluar daerah teritorinya.
a.2. Habitat Satwa liar memerlukan tempat-tempat yang dapat digunakan dalam aktivitas sehari-hari untuk mencari makan, minum, bermain, berkembang biak dan berlindung / istirahat. Tempat-tempat yang fungsinya semacam itu membentuk suatu kesatuan yang disebut habitat. Dalam pemilihan habitatnya, kelompok lutung melakukan seleksi terhadap daya dukung yang terdapat di lokasi tersebut. Faktor - faktor yang mempengaruhi primata dalam memilih habitatnya antara lain : •
ketersediaan pakan
•
faktor keamanan dari pemangsa (predator)
•
kondisi cuaca
•
persaingan dengan kelompok yang lain.
Kelompok lutung yang diamati di Taman Nasional Baluran pada kesempatan kali ini, sebagian besar berada di hutan pantai dan berbatasan langsung dengan hutan mangrove. Lokasi yang termasuk dalam kategori kelompok hutan dataran rendah merupakan habitat yang paling disukai, sehingga paling banyak jenis primata, terutama lutung, hidup di lokasi ini. Tipe ekosistem tersebut mempunyai sumber pakan yang sangat banyak dan bervariasi terutama buah-buahan yang hampir selalu ada sepanjang tahun. Dalam pemilihan ruang / strata hutan, lutung mempunyai kebiasaan dan menempati ruang pada lapisan tajuk yang paling atas (arboreal). Kondisi di lokasi pengamatan yang rata-rata mempunyai jenis-jenis pohon yang tinggi dan tajuk yang cukup rapat dan kompak, dengan ranting / cabang yang cocok sebagai aktivitas lutung. Jenis pohon yang disukai lutung karena mempunyai ciri-ciri : • Merupakan pohon yang mempunyai buah dan bisa dimakan. • Mempunyai tajuk yang rindang, cabangnya kuat, tingginya lebih dari 15 m dan berdiameter lebih dari 30 cm. • Pohon yang tahan dari kering (tidak menggugurkan daun)
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
38
a.3. Jalur edar Setiap jenis primata menunjukkan sebaran yang khas melalui aktivitas hariannya. Lutung di Taman Nasional Baluran memulai aktivitas hariannya dari pukul 05.30 dari lokasi tempat tidur dan mulai bergerak menuju pohon sumber pakan. Dalam ritme hariannya, alokasi waktu paling banyak digunakan untuk istirahat dan mencari makanan. Waktu istirahat yang cukup panjang dilakukan lutung salah satunya untuk memberikan waktu yang optimal dalam mencernakan makanan, karena makanan lutung banyak mengandung selulosa dan toxin dari daun tua dan buah.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
39
V.
A.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kegiatan inventarisasi dan identifikasi flora dan satwa liar yang
dilaksanakan di Taman Nasional Baluran difokuskan pada pengamatan flora-fauna langka dan dilindungi. Jenis flora yang diamati yaitu : Trenggulun (Protium javanicum), Buni (Antidesma bunius L. Spring), Bayur (Pterospermum difersifolium Bl.), Pulai (Alstonia schlolaris L. Br.), Kepuh (Sterculia foetida L.), Kemiri (Aleulitas moluccana L. Will), Trengguli (Cassia fistula L.), Kesambi (Schleichera oleosa Will.), Mimbo (Azadirachta indica), Mata buta (Excoacaria agallocha), Bungur (Lagerstromia speciosa Pers.). Untuk jenis fauna yang diamati yaitu Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus) Pengamatan flora dilaksanakan di lokasi Seksi Konservasi Wilayah Pandean dan Bekol. Sedangkan pengamatan Lutung budeng berlokasi di Seksi Konservasi Wilayah Bekol (Bama, Bekol, Kelor, Kalitopo, Manting, Kajang dan Sumber batu).
B.
Saran Pengamatan terhadap flora – fauna di Taman Nasional Baluran hingga
saat ini masih belum berjalan secara maksimal. Masih banyak yang perlu dibenahi dan disempurnakan, demikian halnya dengan kegiatan identifikasi dan inventarisasi flora dan fauna ini. Oleh karena itu, beberapa hal yang diharapkan dapat dijadikan masukan serta bahan evaluasi dari kegiatan yang telah terlaksana ini adalah : 1. Waktu pengamatan yang relatif singkat sehingga pelaksanaan pengamatan belum dapat dilaksanakan meliputi seluruh kawasan Taman Nasional Baluran. 2. Penentuan obyek pengamatan berdasarkan kriteria jenis langka dan dilindungi memerlukan pengkajian awal yang cukup mendalam berdasarkan peraturan dan perundangan yang ada. Sehingga hasil akhir dari kegiatan juga akan lebih bermanfaat dalam rangka pengelolaan kawasan lebih lanjut. 3. Diperlukan pengkajian lebih mendalam dalam rangka menentukan metode pengamatan, sehingga kegiatan dapat berlangsung lebih efektif dan efisien.
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
40
DAFTAR PUSTAKA
Balai Taman Nasional Baluran. 1995. Laporan Inventarisasi Populasi Primata di Taman Nasional Baluran. Proyek Pengembangan TN Baluran Tahun Anggaran 1995/1996. Banyuwangi. Balai Taman Nasional Bali Barat. 1995. Flora Langka Taman Nasional Bali Barat. Proyek Pengembangan Taman nasional bali Barat Tahun Anggaran 1995 / 1996. Bali. Bismark, M. 1993. Ekologi Makan Primata. Program Studi Pengelolaan Satwa Liar. Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Caesariantika, E. 2004. Kemungkinan Penggunaan Berbagai Jenis Pohon yang Berfungsi sebagai Habitat Burung Jalak Putih (Sturnus melanopterus Daudin, 1800) untuk Pengembangan Hutan Kota. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna III. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. Bogor. Setyawan, Koen. 1996. Interaksi Antara Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dan Lutung (Presbytis cristata) di TN Baluran. FMIPA. Universitas Brawijaya. Malang. Steenis van, C.G.G.J. 1997. Flora untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradnya Paramita. jakarta
E:\@calon PEH hehehe\blogBaluran\kegiatan peh\flora\InventFloraLangka-HomeRangeLutungHubungannya-Baluran-05-FIX.doc
41