BAGIAN II PRINSIP-PRINSIP FIQH MUAMALAH DALAM BMT
FIQH MUAMALAH Untuk memenuhi keperluan anggota akan beragamnya jasa yang dapat ditawarkan oleh BMT, maka dasar dalam melakukan pengembangan produk jasa BMT harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dalam fiqh muamalah.
Pengertian Secara etimologi, fiqh berasal dari kata faqiha yang berarti faham dan muamalah berasal dari kata amila yang berarti berbuat atau bertindak. Muamalah adalah hubungan kepentingan antara sesama manusia.
Ruang Lingkup Muamalah meliputi transaksi kehartabendaan seperti perkawinan, jual beli, sengketa, gugatan dll. Sesuai dengan perkembangan lembaga keuangan syariah, maka pembahasan fiqh muamalah meliputi akad-akad tertentu seperti: Akad Jual Beli (Aqdu Al Ba’i), jaminan (Rahn), Titipan (Wadiah), dll.
AKAD
Pengertian Pengertian
akad
dalam
Islam
berarti
perikatan,
perjanjian
dan
permufakatan (ittifaq). Adanya Ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qobul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariah akan berpengaruh pada objek perikatan. Apabila ijab qobul itu memenuhi
ketentuan syariah maka muncullah segala akibat hukum dari akad yang disepakati tersebut. Dalam kasus jual beli misalnya, akibatnya adalah berpindahnya kepemilikan barang dari penjual kepada pembeli dan penjual juga berhak menerima harga barang.
Rukun Akad 1. Shigat akad, yaitu pernyataan untuk mengikatkan diri yang diwujudkan melalui ijab qabul. 2. Adanya pihak-pihak yang berakad (muta’aqidaani), dan 3. Objek akad (ma’qud fiih)
Syarat-syarat Akad Ulama fiqh menetapkan bahwa akad yang telah memenuhi rukun dan syaratnya mempunyai kekuatan yang mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. Namun sebelum terjadinya ikatan, pihak-pihak yang terlibat
diperbolehkan
mengajukan
persyaratan-persyartan,
asalkan
persyaratan tersebut masuk akal. Misalnya akad jual beli yang kuantitas barangnya cukkup besar, si pembeli mensyaratkan bahwa barang itu dikirim kerumahnya, tidak dibawa sendiri oleh pembeli. Dengan kata lain pihak-pihak yang berakad mempunyai kemerdekaan dalam menentukan akad. Rosulullah SAW bersabda: “ Kaum muslimin boleh melangsungkan sesuatu berdasarkan ketentuan syariat yang mereka tetapkan” (HR. Abu Daud dan Hakim).
Pembagian akad
Akad shahih Yaitu akad yang telah memenuhi rukun dan syaratnya. Hukum dari akad shahih adalah berlaku seluruh akibat hukum yang ditimbulkan oleh akad tersebut dan mengikat bagi pihak-pihak yang berakad.
Akad tidak shahih Yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syaratnya sehingga seluruh akibat akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihakpihak yang berakad.
Berakhirnya akad Ulama fiqh menyatakan bahwa akad akan berakhir apabila: 1. Berakhirnya masa berlaku akad 2. Dibatalkan oleh pihak yang berakad 3. Salah satu dari rukun atau syarat tidak terpenuhi 4. Akad tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak dan tidak tercapai tujuan akad tersebut secara sempurna 5. Wafatnya salah satu pihak yang berakad, maka akad tersebut menjadi batal seperti akad sewa menyewa, rahn, kafala, syirkah, wakalah, muzara’ah, dan sebagainya.
BENTUK-BENTUK HUBUNGAN EKONOMI DALAM ISLAM (AKAD) Bentuk hubungan ekonomi antara pihak-pihak yang terlibat dalam system ekonomi Islam ditentukan oleh hubungan akad. Dalam fiqh Islam akadakad yang sering digunakan oleh Lembaga Keuangan Syariah dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelompok: 1. Akad pertukaran 2. Akad bersyarikat 3. Akad pelayanan
Akad Pertukaran
Pengertian Akad pertukaran terjadi apabila terjadi pertukaran baik berupa harta atau non material dengan harta atau non material. Yang dimaksud dengan harta adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis, seperti pertukaran mata uang dengan mata uang lainnya yang disebut sharf, mata uang dengan barang yang disebut bai’, atau barang dengan barang. Kemudian pertukaran harta dengan jasa seperti pada akad sewa.
Terdapat juga pertukaran yang sifatnya non material seperti pertukaran manfaat dengan manfaat atau pelayanan dengan pelayanan. Bentuk hubungan ini merupakan salah satu bentuk awal penyelenggaraan hubungan muamalat dengan Islam. Akad pertukaran yang pertama inilah yang mendasari kegiatan tamwil dalam BMT/akad jual beli kecuali akad sharf (pertukaran mata uang) dan barter.
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Dasar hukum jual beli “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisa (4):29). ”Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. AlBaqarah (2):275).
Rukun jual beli •
Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
•
Objek akad (barang dan harga)
•
Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
Syarat penjual dan pembeli a. Cakap, yaitu sempurna akal dan fikiran, cukup umur, mengerti secara hukum b. Memiliki walayah, kuasa atas objek akad c. Tidak ada paksaan dalam melakukan jual beli (saling ridho) d. Untuk menjamin bahwa jual beli dilakukan tanpa paksaan, maka perlu dituangkan dalam bentuk perjanjian (ijab qabul) yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak dalam melaksanakan akad tersebut termasuk menerima segala dampaknya.
Syarat objek akad (Barang dan Harga)
a. Syarat Barang Pertama
barang
yang
diperjual
belikan
harus
memenuhi
persyaratan untuk mencegah penipuan dan hal lain yang dapat merugikan penjual/pembeli. Syarat barang yang akan dijual adalah sebagai berikut: •
Halal
•
Barang yang dijual harus ada bukan fiktif
•
Jelas kepemilikannya
•
Jelas spesifikasinya (ukuran, bentuk, warna dan sifat)
b. Syarat Harga Barang yang diperjual belikan haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Jenis harganya b. Jenis mata uang yang digunakan sebagai alat pembayaran harus jelas
c. Pembayaran harga barang yang dijual boleh ditangguhkan dengan syarat: •
Adanya
kepastian
jangka
waktu
dan
cara
pembayarannya •
Jangka waktu pembayaran terhitung sejak tanggal penyerahan barang yang diperjual belikan
•
Jangka waktu pembayaran tidak boleh didasari pada musim yang tidak tetap
•
Penjual berhak menentukan harga
Jenis jual beli Terdapat beberapa bentuk perjanjian jual beli, namun yang sangat dominan dilakukan oleh kegiatan BMT adalah Al Murabahah
Al Murabahah
Pengertian Jual beli Murabahah dalam fiqh Islam dikategorikan dalam “Bai’ AlAmanah” yaitu jual beli yang harus diketahui oleh pihak-pihak pembuat akad, baik harga pokoknya dan margin keuntungan yang diambil. Oleh sebab itu jual beli Murabahah biasa diistilahkan dengan proses jual beli dengan memberikan margin keuntungan yang telah disepakati. Dalam BMT, pola Murabahah dapat diterapkan dapam pembiayaan pengadaan barang yaitu disebut pembiayaan Murabahah.
Pembiayaan Murabahah sangat tepat diterapkan untuk mengakomodasi kebutuhan nasabah terhadap pengadaan barang untuk keperluan usaha. Pihak yang mempunyai kelebihan dana dapat membantu memenuhi kebutuhan ini dengan membiayai pembelian barang tersebut.
Rukunnya adalah •
Dua pihak pembuat akad; Baa’I = penjual (pihak yang memiliki barang) dan Musytari = pembeli (pihak yang akan membeli barang).
•
Objek akad; mabi’ = barang yang akan diperjual belikan dan Tsaman = harga
•
Ijab qabul = pernyataan timbang terima. Rukun-rukun ini pula yang harus diterapkan dalam pelaksanaan perbankan syari’ah.
Syarat-syaratnya adalah: •
Pihak yang berakad yaitu Bai’ dan Musytari harus cakap hukum atau baligh (dewasa) dan mereka saling meridhoi (rela).
•
Khusus
untuk
Mabi’
persyaratannya
adalah
harus
jelas
spesifikasinya, jumlah, jenis yang akan ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam kategori barang haram •
Harga dan keuntungan harus disebutkan begitupula system pembayarannya. Semuanya ini dinyatakan di depan akad resmi (ijab qabul) dinyatakan tertulis. Besarnya harga jual dalam Murabahah
adalah
harga
beli
(pokok)
ditambah
margin
keuntungan.
Bai’ Salam
Pengertian Salam adalah penjualan sesuatu dengan spesifikasi tertentu (yang masih berada) dalam tanggungan dengan pembayaran segera/ disegerakan. Atau akad yang disepakati untuk membeli sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dan membayar harganya lebih dahulu sedangkan barangnya diserahkan kepada pembeli dikemudian hari.
Landasan Hukum “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk
waktu
yang
ditentukan,
maka
hendaklah
kamu
menuliskannya…” (Al-Baqarah: 282)
Ibnu Abbas r.a. berkata, “Aku bersaksi bahwa Salam yang dijamin untuk waktu tertentu benar-benar dihalalkan Allah didalam kitabullah dan diizinkan” kemudian ia membaca ayat ini, “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu menuliskannya…” (Al-Baqarah: 282)
Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW tiba di Madinah dimana mereka melakukan Salaf untuk penjualan buah-buahan (dengan waktu)n satu tahun atau dua tahun, lalu beliau bersabda, “Siapa yang melakukan salaf, hendaklah melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai dengan batas waktu tertentu”
Rukun Pihak pembuat akad: pembeli (Muslim/salam), penjual (Muslamu ilaihi) •
Objek akad: hasil produksi/barang (Muslam fiih) dan harga (ra’su al maal as salam)
•
Shigat Ijab Qabul
Syarat •
Cakap secara hukum dan memiliki kuasa
•
Hasil produksi yang akan dibeli (dipesan) harus jelas seperti, jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya.
•
Hasil produksi tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara’
(najis,
haram,
samar/tidak
kemudharatan (menimbulkan maksiat)
jelas)
atau
menimbulkan
•
Muslim fiih harus bisa dijelaskan (ada spesifikasinya) dengan ketentuan-ketentuan umum dan tidak ada keraguan bahwa pesanan tersebut tidak ada ketika jatuh tempo
•
Harga pembelian harus jelas
•
Harga pembelian atau harga jual harus jelas jenisnya, apakah berbentuk rupiah atau dollar dan sebagainya
•
Modal tidak boleh berbentuk utang dan harus segera dibayarkan pada saat akad disetujui
•
Harga jual tidak boleh berubah
•
System pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama
Al Istishna’
Pengertian Al Istishna’ adalah jual beli pesanan khusus dengan persyaratan yang lebih spesifik dari slam. Jual beli pesanan tersebut dilakukan dengan persyaratan-persyaratan khusus, spesifikasi baranga yang diinginkan konsumen, jenis, jumlah, sifat, disain dan sebagainya.
Perbedaannya dengan akad salam ialah akad salam biasa digunakan untuk produk hasil pertanian sedangkan Al Istishna’ digunakan dalam produksi manufaktur, konstruksi dan sejenisnya.
Landasan Hukum Dari Anas mengatakan :”Nabi SAW telah membuat sebuah cincin”. Dan dari Ibnu Mas’ud: “Bahwa Nabi SAW telah membuat sebuah cincin dari emas” (HR. Bukhori) Dari Sahal berkata: “Rosulullah SAW telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau): “Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk
membuatkan sandaran tempat dudukku sehingga aku bisa duduk diatasnya” (HR. Bukhori)
Rukun dan Syaratnya Rukun dan syaratnya hampir sama dengan salam, kecuali cara pembayaran. Dalam system pembayaran dilakukan dimuka semuanya sedangkan dalam Al Istishna’ pembayaran dapat dilakukan sebagiannya dimuka dan sebagiannya bagi ketika barang diterima.
Akad Salam dan Al Istishna’ jarang diaplikasikan di BMT namun tidak menutup kemungkinan untuk aplikasinya.
Ijarah
Pengertian Ijarah berarti suatu jenis akad untuk mengambil manfaat (ajran) dengan cara pertukaran. Maksud manfaat adalah kegunaan, yaitu barang yang mempunyai banyak manfaat dan selama menggunakan barang tersebut tidak mengalami perubahan atau musnah. Manfaat yang diambil tidak berbentuk zatnya melainkan sifatnya dan dibayar sewa atas penggunaan manfaat tersebut. Misalnya rumah yang dikontrakkan /disewa, mobil disewa untuk perjalanan
Landasan Hukum “…Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita) karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Al Qashas (28) : 26)
Ahmad, Abu Daud dan An Nasa’I meriwayatkan dari Saad bin Abi Waqqosh, r.a. berkata :”dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rosulullah SAW melarang kami cara itu dan memerintahkan agar kami membayarnya dengan uang emas atau perak”.
Rukun •
Pihak pembuat akad : Penyewa (musta’jir), pemilik barang (mu’ajjir)
•
Objek akad : barang/objek sewaan (ma’jur), harga sewa /manfaat sewa (ajran/ujrah)
•
Ijab qabul
Syarat a. Pihak yang terlibat harus cakap hukum dan memiliki kuasa serta saling ridho b. Ma;jur (barang/objek sewa) ada manfaatnya: •
Manfaat tersebut dibenarkan agama /halal
•
Manfaat tersebut dapat di nilai/diukur /diperhitungkan
•
Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
•
Ma’jur wajib diberi musta’jir.
Akad ijaroh juga dapat di kombinasi dengan akad kepemilikan seperti akad Ijarah Muntahiah bi Tamlik (akad sewa yang berakhir dengan kepemilikan) baik dengan cara hibah maupun dijual. Dalam aplikasinya diBMT akad ijarah ini hampir tidak digunakan.
Akad Bersyarikat (Asy Syirkah)
Pengertian Pengertian akad bersyarikat adalah kerjasama antara kedua belah pihak atau lebih dimana masing-masing pihak mengikut sertakan modal (dalam berbagai bentuk), kerja, atau nama baik dengan perjanjian pembagian keuntungan yang disepakati bersama.
Struktur Syirkah Secara struktur gambaran besarnya syirkah dapat digambarkan sebagai berikut:
Syarikah
Syarikah Al Milk (bukan kontrak)
Ikhtiyariah (sukarela)
Amwal
Mufawadha
Syarikah Al Uqud (kontrak)
Ijbariah (terpaksa)
Mudharobah
Inan
Abdan
Wujuh
Jenis-jenis Syirkah
Syirkah Al Amlak – Proprietary Partnership Perserikatan atau perkongsian dalam pemilikan. Eksistensi suatu perkongsian
yang
tidak
perlu
kepada
suatu
akad
sebagai
pembentukannya tetapi terjadi daengan sendirinya, hal tersebut dapat terjadi karena dorongan sukarela atas kesepakatan atau ijbari (paksaan hukum) seperti dalam kasus warisan, sebidang tanah warisan yang menjadi milik bersama beberapa orang ahli waris
Syirkah Al Uqud – Contractual Partnership Perserikatan berdasarkan suratu akad. Syirkah yang akadnya disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal kerja dan keuntungan. Syirkah Al Uqud terbagi empat: Syirkah Mudharobah, Syirkah Al ‘Abdan, Syirkah Al Wujuh dan Syirkah Al Amwal yang terbagi kepada Syirkah Al ‘Inan dan Syirkah Al Mufawadah.
Syirkah Al ‘Abdan / Al A’mal Perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama
Syirkah Al Wujuh Perserikatan tanpa modal, mengandalkan nama baik dan kepercayaan seperti berserikatnya dua orang atau lebih dengan mengandalkan nama baik.
Syirkah Mudharobah Akad kerja sama antara pemilik modal (shohibul maal) dengan orang yang ahli (mudhorib) dalam mengelola uang dalam perdagangan /usaha. Keuntungan
dari
usaha
tersebut
dibagai
bersama
berdasarkan
kesepakatan. Apabila terjadi kerugian yang tidak disengaja, maka pemilik
modal menanggung kerugian tersebut. Mudharobah disebut juga oleh ulama Hijaz (Iraq) Muqaradhah /Qiradh.
Syirkah Al Inan Penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak harus sama jumlahnya yang kermudian harta tersebut digunakan untuk suatu usaha dan keuntungannya dibagi bersama.
Syirkah Al Mufawadhah Perserikatan yang modal semua pihak dan bentuk kerjasama yang mereka lakukan baik kualitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata (dan definisi ini adalah menurut Madzhab Hanafi)
Rukun Syirkah Menurut jumhur ulama, rukun Syirkah (termasuk Syirkah amlak maupun Syirkah Uqud) ada tiga yaitu: a. Shighat (lafadz ijab dan qabul) b. Pihak yang berakaq (shahibul maal /rabbul maal) dan pelaksana (musyarik) c. Objek akad (proyek/usaha)
Syarat Syirkah Dua jenis Syirkah diatas mempunyai syarat umum yaitu: a. Perserikatan itu merupakan transaksi yang bisa diwakilkan. Artinya salah satu pihak jika bertindak hukum terhadap objek perserikatan itu dengan izin pihak yang lain dianggap sebagai wakil seluruh pihak yang berserikat b. Pembagian keuntungan untuk masing pihak yang berserikat dijelaskan nisbahnya (prosentase) ketika berlangsungnya akad.
c. Keuntungan dari usaha itu dibagi dari hasil usaha/ laba harta perserikatan bukan dari harta lain.
Sedangkan syarat-syarat tambahan bisa disesuaikan dengan jenis Syirkahnya seperti: Jenis usaha yang dilakukan harus jelas dan tidak melanggar syariah Modal diberikan berbentuk uang tunai atau asset yang likuid (dapat segera dicairkan)
Akad Syirkah yang biasa digunakan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah Syirkah Al Inan.
Musyarakah (Syirkah Inan)
Pengertian Khusus dalam aktifitas lembaga keuangan syariah, maka jenis syirkah yang digunakan adalah syirkah Inan. Dengan demikian secara teknis makna syirkah inan adalah persekutuan (kerjasama) yang dilakukan oleh dua orang/lembaga atau lebih ayng bisa memanfaatkan harta dengan cara mengumpulkan sejumlah harta tertentu dengan pembagian (nisbah) yang jelas dan diketahui atau saham-saham dalam jumlah tertentu. Kerjasama tersebut dilakukan untuk perkembangan suatu usaha secara bersama-sama
Keuntungan dari usaha tersebut dibagi berdasarkan besar saham yang ditanam, begitu pula bila terjadi kerugian.
Dasar Hukum Musyarakah diatur berdasarkan al Quran, Hadist dan Ijma Ulama. “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu sebagian berbuat zalim kepada sebagian yang lain keculai orang beriman dan mengerjakan amal shalih.” (QS. Shad (38) : 24)
Hadist: “Allah SWT telah berkata saya menyertakan dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak menghianati yang lain. Seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut.” (HQR. Abu Hurairah)
Penggunaan dana Musyarakah Musyarakah dapat digunakan untuk membiayai proyek atau usaha-usaha yang bersifat kerjasama (patungan) seperti penyediaan modal kerja dan investasi atau membiayai transaksi ekspor dan impor (jual beli) , usaha patungan dalam franchise (waralaba), kerjasama dalam pola kemitraan dan sebagainya.
Dana /harta •
Dana Musyarakah bisa berupa uang tunai (cash) atau bisa juga berupa harta benda yang marketable seperti trading assets, property, equipment, atau dapat dinilai dengan uang sepeti emas, perak dan intangible assets, seperti hak paten dan goodwill
•
semua modal tadi dicampur dan menjadi hak proyek usaha dan bukan milik perorangan pemilik modal. Pencampuran modal tersebut dan bentuk usaha yang akan dijalankan harus tertulis secara notaril
•
dana Musyarakah tidak boleh diperlakukan untuk memberi pinjaman kepada pihak lain
Pekerjaan dan biaya a. Untuk menjalankan proyek Musyarakah, para pengurus boleh berasal dari pemilik modal sendiri atau beberapa orang diluar mereka (bukan pemilik modal) asalkan para pengurus tersebut mendapat izin resmi dari seluruh pemilik modal b. Biaya aktual dari usaha /proyek harus dituangkan dalam akad dan disetujui
bersama.
Kemudian
lama
usaha/proyek
selesai
(menghasilkan) juga harus diketahui bersama c. Karena Lembaga Keuangan Syariah berpredikat sebagai Shahibul Maal juga, maka memiliki hak untuk turut serta (intervensi) dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek d. Para pengurus proyek harus melaporkan perkembangan usahanya kepada pemilik modal e. Jika pemilik modal/rabbul maal sepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai pelaksana (wakil) proyek tersebut maka ada dua perjanjian yang berlaku. Perjanjian pertama yaitu perjanjian Musyarokah antara pemililk modal. Kedua perjanjian Mudharobah /Murabahah yaitu antara pemilik modal dengan wakil (pelaksana proyek). Penunjukkan adanya pihak ketiga didasarkan pada surat Al kahfi (18) : 19. “maka suruhlah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini…”
Bagi hasil – keuntungan dan kerugian a. Distribusi keuntungan dibagikan sesuai porsi kontribusi modal yang telah disepakati, begitupula distribusi kerugiannya. b. Salah satu pihak tidak berhak merubah (termasuk mengurangi atau menambahkan) nisbah bagi hasil tanpa adanya kesepakatan bersama c. Apabila terjadi perubahan kontribusi modal atau dana maka pembagian juga berubah dengan ketentuan porsi nisbah
Berkakhirnya akad syirkah a. Salah satu pihak mengundurkan diri, maka usaha atau proyek yang sudah disepakati sebelumnya tidak langsung secara otomatis putus b. Salah satu pihak meninggal dunia c. Salah satu pihak Kehilangan kecakapannya bertindak hukum d. Modal perserikatan tersebut hilang atau usaha tersebut hancur total.
Mudharabah (Al Qiradh)
Pengertian Al Mudharabah adalah suatu akad kerjasama untuk melaksanakan suatu usaha antara dua belah pihak, yaitu pihak penyedia modal/dana (Shahibul Maal) dan pihak yang mengelola usaha (Mudharib)
Dasar Hukum “Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah SWT” (QS. Al. Muzammil (73):20)
Rukun a. Pihak yang berakad: •
Shahibul Maal/Rabbul Maal (pemilik modal)
•
Mudharib (pelaksana/usahawan)
b. Modal (Maal) c. Kerja atau usaha (dharabah) d. Keuntungan e. Shigat (Ijab Qobul)
Syarat-syarat a. Orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak hukum b. Syarat modal yang digunakan harus: •
Berbentuk uang
•
Jelas jumlahnya
•
Tunai (bukan berbentuk utang)
•
Langsung diserahkan kepada Mudharib
c. Pembagian keuntungan harus jelas dan besar sesuai nisbah yang disepakati: •
Keuntungan dibagikan dengan perbandingan yang telah disepakati bersama dan dituangkan dalam perjanjian tertulis
•
Pembagian keuntungan dapat dilakukan setelah Mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada pemilik modal.
Resiko usaha •
Bila terjadi kerugian, maka seluruh kerugian akan ditanggung oleh Shahibul Maal dan Mudharib tidak mendapatkan keuntungan atas usaha yang telah dilakukannya
•
Untuk memperkecil resiko terjadinya kerugian Shahibul Maal dapat memberikan persyaratan kepada Mudharib dalam menjalankan usahanya dan disepakati bersama.
Dalam kegiatan usaha BMT akad Mudharobah diterapkan pada halhal sebagai berikut: •
BMT berfungsi sebagai Mudharib dalam kegiatan penyimpanan dana
•
BMT berfungsi sebagai Shahibul Maal dalam kegiatan penyaluran dana
Perbedaan Mudharabah dan Musyarakah
Kriteria
Mudharabah
1. Prinsip Dasar
Sumber
Musyarakah
modal Sumber modal berasal
hanya berasal dari dari Shahibul Maal dan Shahibul Maal
Mudharib
Kepercayaan penuh Adanya
keterlibatan
(trusty financing)
Maal
(joint
terlibat
atas
Shahibul financing)
2. Manajemen
Hanya
pengusaha, Dapat
pemilik modal tidak kesepakatan bersama terlibat 3. Penanggung Kerugian
Pemilik Modal
Bersama-sama
4. Jenis Modal
Uang tunai
Uang dan harta benda dinilai dalam uang
Perbedaan antara bunga dengan bagi hasil
Bunga
Bagi hasil
a. penentuan bunga pada waktu Penentuan besarnya rasio/nisbah akad
dengan
asumsi
selalu untung
harus hasil
dibuat
dengan
pada
waktu
berpedoman
akad pada
kemungkinan b. Besarnya
prosentase Besarnya
berdasarkan pada jumlah uang berdasarkan (modal) yang dipinjamkan
dijanjikan
pertimbangan
apakah
bagi
pada
hasil jumlah
keuntungan yang didapat
c. Pembayaran bunga tetap seperti Bagi yang
rasio
hasil
bergantung
pada
tanpa keuntungan usaha yang dijalan. Bila usaha usaha rugi maka kerugian akan
yang dijalankan nasabah untung ditanggung bersama oleh kedua atau rugi
pihak
d. Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat meningkat
sekallipun
jumlah sesuai dengan peningkatan jumlah
keuntungan berlipat
pendapatan
e. Keberadaan bunga diragukan Tidak
ada
yang
meragukan
oleh semua agama termasuk keabsahan bagi hasil islam
Akad Pelayanan Akad-akad pelayanan yang biasa dipergunakan di Lembaga Keuangan Syariah ialah akad wadiah (titipan), wakalah (perwakilan), hiwalah (anjak piutang), dan kafalah (garansi). Dan akad pelayanan yang paling efektif untuk BMT adalah adalah akad Wadiah
Akad Wakalah Perjanjian pemberian kepercayaan dan hak dari lembaga /seseorang kepada pihak lain sebagai wakil dalam melaksanakan urusan tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberikan kepercayaan. Wakil boleh mendapatkan keuntungan di luar transaksi atau berdasarkan kesepakatan bersama. Wakalah sendiri dapat dibagi menjadi:
1. Wakalah Muthlaqoh Mewakilkan secara mutlak tanpa batasan waktu atau urusanurusan tertentu
2. Wakalah Muqayyadah Dalam kontrak ini muwakil menunjuk wakil untuk bertindak atau melakukan
urusan
tertentu.
Bentuk
perwakilan
ini
dapat
dipergunakan oleh nasabah dalam proses perdagangan impor barang dengan menggunakan L/C melalui bank. Dalam kasus ini bank meminta nasabah untuk menyimpan dana pembelian dalam bentuk deposit kemudian bank sebagai wakil mendatangkan asset sesuai dengan criteria yang dikehendaki nasabah. Dalam hal ini bank berhak mendapatkan fee (upah jasa)
3. Wakalah Ammah Memberikan kuasa yang bersifat umum dan lazim kepada seseorang untuk bertindak atas namanya. Karena lazimnya perwakilan itu sehingga secara umum diduga bahwa perwakilan itu tidak terjadi.
Hawalah Akad pengalihan hak dan kewajiban (piutang) anggota (pihak pertama) kepada BMT (pihak kedua) dari pihak lain (pihak ketiga). Pihak pertama meminta BMT untuk membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul baik dari jual beli maupun dari transaksi lainnya. Setelah piutang tersebut jatuh tempo, pihak ketiga akan membayar kepada BMT. BMT akan mendapatkan keuntungan dari upah pemindahan itu (manajemen fee).
Kafalah Pihak BMT bertindak sebagai penjamin yaitu memberikan garansi atas anggotanya kepada pihak ketiga.
Akad Al Wadiah (Titipan)
Pangertian Al Wadiah (Titipan) Al Wadiah diartikan sebagai titipan (simpanan) dari pihak yang memiliki barang berharga kepada pihak yang menyimpan (yang dititip) yang harus dijaga dan dikembalikan ketiak pihak yang memiliki barang menghendaki.
Dasar Hukum Al Qur’an “Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya” (QS. An Nisa (4):58) “Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanahnya dan hendaklah dia bertakwa kepada Tuhannya”.(QS. Al baqarah (2):283) Hadist: “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat terhadap orang yang telah mengkhianatimu” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Jenis barang titipan •
Harta benda
•
Uang
•
Dokumen
•
Barang berharga lainnya
Syarat bagi pihak yang dititipi •
Dapat dipercaya untuk mengembalikan titipan secara utuh (amanah)
•
Dapat menjamin keamanan dan pengembalian barang yang dititipi
Jenis Al Wadiah
Wadiah Yad Al Amanah Titipan yang bersifat Wadiah Yad Al Amanah adalah titipan murni dengan pengertian: •
Pihak yang dititip tidak diperbolehkan memanfaatkan barang yang dititipkan
•
Pada saat titipan dikembalikan, barang yang dititipkan berada dalam kondisi yang sama dengan saat dititipkan
•
Juka barang yang dititipkan mengalami kerusakan selama masa penitipan maka pihak yang menerima titipan tidak dibebani tanggung jawab
•
Sebagai imbalan atas tanggung jawab pemeliharaan titipan, pihak yang menerima titipan dapat meminta biaya penitipan
Wadiah Yad Al Dhamanah Wadiah Yad Al Dhamanah adalah akad titipan yang mengandung pengertian sebagai berikut: •
Penerima
titipan
diperbolehkan
memanfaatkan
dan
berhak
mendapatkan keuntungan dari barang yang dititipkan •
Penerima
titipan
bertanggungjawab
atas
titipan
bila
terjadi
kerusakan atau kehilangan •
Keuntungan yang diperoleh pihak yang menerima titipan dapat diberikan sebagian kepada pihak yang menitipkan (sebagai bonus) dengan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya.
JAMINAN (AGUNAN)
Pengertian Jaminan adalah bentuk perwujudan dari itikad yang baik dari penggunaan dana untuk menjalankan usaha dengan sebenar-benarnya serta penuh rasa tanggungjawab
Dasar hukum Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis maka hendaknya ada barang tanggungan yang dipegang (QS Al Baqarah (2) 283).
Fungsi jaminan dalam pembiayaan •
Menambah tingkat kepercayaan pemilik dana kepada pengguna dana
•
Menjaga amanah yang diberikan pemilik dana kepada pengguna dana
•
Meningkatkan
tingkat
kehati-hatian
pengguna
dana
dalam
menjalankan usahanya •
Meningkatkan rasa tanggung
jawab
mengembalikan dana yang diterima.
pengguna
dana untuk