BAB VI PENGEMBANGAN KONSEP UNIT PEMBANGKIT GELEMBUNG UDARA (BUBBLE GENERATOR) DENGAN PEMANFAATAN TURBULENSI ALIRAN 6.1. Pengantar Tangki tekan pada unit DAF membutuhkan investasi sekitar 12 % dari total nilai investasi unit DAF dan biaya operasi tangki DAF sekitar 50 % dari total biaya operasi (Rees dkk., 1980 dalam Haarhoff dan Rykaart, 1995), sehingga peningkatan efisiensi tangki tekan dapat menghemat biaya operasi unit DAF yang cukup besar. Pengembangan pembangkit gelembung (bubble generator) yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dimensi gelembung udara sekecil mungkin sehingga untuk volume udara terlarut yang sama (atau volume udara yang diinjeksikan ke tangki tekan) akan menghasilkan jumlah gelembung udara yang lebih banyak. Tujuan ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya, terutama oleh Takahashi dkk. (1979) yang menyatakan bahwa jumlah gelembung udara yang dihasilkan tergantung dari konsentrasi udara, derajat gangguan terhadap cairan dan geometri nozzle. Berdasarkan pendapat Takahashi dkk (1979), pengembangan dan penelitian untuk meningkatkan kinerja tangki tekan unit DAF dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, peningkatan konsentrasi udara terlarut pada tekanan tangki tekan. Penelitian pada kelompok ini dilakukan secara intensif dan menerus oleh Edzwald di Amerika dan Haarhoff di Afrika Selatan. Kedua, penelitian dan pengembangan geometri nozzle pada tangki tekan DAF dilakukan secara intensif dan menerus oleh Rubio di Brasilia. Ketiga, kelompok pengembangan dengan peningkatan derajat gangguan terhadap cairan banyak dilakukan oleh para pengembang pompa di Jerman dan Jepang, misalnya oleh perusahaan Edur Pump dan Nikuni Pump.
Mendasarkan pada pembagian kelompok penelitian untuk peningkatan kinerja tangki tekan (atau pembangkit gelembung) di unit DAF, penelitian ini termasuk dalam kelompok ketiga. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian pada kelompok tiga lainnya adalah penelitian ini tidak mempergunakan mekanisme gerak pada komponen alat yang dikembangkan untuk meningkatkan derajat gangguan cairan. Penelitian ini mencoba memanfaatkan hidrodinamika fasa cair dan gas yang berada dalam unit pembangkit gelembung. Proses hidrodinamika dan perubahan fasa yang mungkin terjadi pada tangki tekan antara lain turbulensi aliran dan kavitasi. Proses kavitasi terjadi saat fasa cair berada pada tekanan uap. Uap hasil kavitasi ini diharapkan membantu terbentuknya gelembung mikro bersama dengan turbulensi aliran, dan sebaliknya. Turbulensi aliran sebagai metode utama untuk meningkatkan derajat gangguan fasa cair yang berada di dalam pembangkit gelembung dicoba dengan meningkatkan kecepatan udara masuk. Sedangkan geometri dari pembangkit gelembung di desain dengan tujuan untuk menjaga derajat gangguan aliran dan menampung gelembung yang telah terbentuk untuk tetap berada dalam ukuran mikron. Variabel yang akan diamati pada penelitian ini adalah debit air dan udara, suhu, kelarutan oksigen (dissolved oxygen-DO) dan dimensi gelembung udara yang dihasilkan. Tekanan sebagai salah satu variabel dari kinerja tangki tekan dibuat tetap sebesar 60 psi. Pada penelitian ini, turbulensi dan kavitasi yang terjadi tidak diamati, maka kinerja pembangkit gelembung hanya dapat diketahui secara makro dengan DO sebagai variabel hasil proses. Turbulensi yang terjadi pada pembangkit gelembung dijelaskan oleh hasil simulasi dengan menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Sedangkan kavitasi berada di luar pembahasan penelitian ini. Kavitasi terjadi jika cairan berada pada tekanan dan suhu uap. Penggunaan CFD diharapkan dapat membantu menjelaskan proses mikro yang tidak diamati pada percobaan ini. Hasil pengamatan pada percobaan dan simulasi CFD diharapkan dapat saling melengkapi untuk menjelaskan proses yang terjadi pada
187
pembangkit gelembung. CFD merupakan sekumpulan algoritma hidrodinamika yang diselesaikan dengan secara numerik. Algoritma yang digunakan pada CFD merupakan kumpulan persamaan baik analitis maupun emprik yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian sebelumnya. Sehingga kualitas hasil simulasi dari CFD sangat tergantung pada persamaan pembangun CFD, akurasi dan keandalan serta kestabilan numeris dari metode numeris yang digunakan, data input serta kemampuan pemakai dalam menginterpretasi keluaran dari CFD. CFD yang dipergunakan pada penelitian ini adalah perangkat lunak Fluent®. Metode perhitungan yang dipergunakan pada simulasi hidrodinamika dengan CFD adalah metode Eulerian. Metode Eulerian dipergunakan dengan pertimbangan aliran yang terjadi merupakan aliran dua fasa, yaitu fasa cair sebagai fasa pembawa dan fasa udara dalam komponen gelembung udara sebagai fasa terdispersi. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian tentang pengaruh hidrodinamika pada kinerja unit DAF untuk penyisihan partikel tapioka. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja tangki tekan dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wisjnuprapto dan Amri (2004). Wisjnuprapto dan Amri mendapatkan tekanan optimum dari tangki tekan adalah 60 psi dan waktu tinggal 2 menit. Penelitian utama tentang pengaruh hidrodinamika pada kinerja unit DAF, merupakan kelanjutan dari penelitian Wisjnuprapto dan Utomo (1994). Penelitian lain tentang unit DAF yang telah dilakukan oleh Wisjnuprapto dkk. sejak 1994-2005 menunjukkan kinerja unit DAF sangat baik pada proses pengolahan limbah cair dari pabrik pengolahan minyak kelapa sawit, penyisihan minyak dari limbah cair air-minyak dan pada proses produksi tepung tapioka. Aplikasi unit DAF pada proses produksi tapioka dilakukan dengan mensubstitusi proses sedimentasi dengan proses DAF, sehingga mampu mengurangi waktu proses produksi dari 13 jam menjadi 40 menit (Wisjnuprapto dan Budianto, 2004). Wisjnuprapto dkk. (2005) juga melakukan penelitian lanjutan dengan pengolahan limbah cair dari proses produksi tapioka yang mempergunakan DAF dengan proses biologi; dengan hasil limbah cair
188
mampu memenuhi baku mutu seperti yang tercantum dalam Kepmen KLH No. 51/MENLH/10/1995.
6.2. Dasar Teori 6.2.1. Klasifikasi Tangki Tekan Unit DAF Beberapa desain tangki tekan (pembangkit gelembung) DAF telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain Haarhoff dan Rykaart (1995) dengan mempergunakan media plastik di dalam tangki tekan. Wisjnuprapto dan Amri (2004) mempergunakan media potongan pipa PVC diameter ¾” yang disusun teratur dan acak. Penelitian tangki tekan telah mencapai pada tahap produksi alat. Unit pembangkit gelembung mikro yang ada sekarang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : 1. Pompa DAF, antara lain dihasilkan oleh perusahaan Edur® Pump, Nikuni® Pump, Hellbender® Pump, Hyland® Pump dan Discflo® Pump 2. Bubble Generator dengan ionisasi, misalnya MICROBBLE® yang diproduksi oleh Soo San Enc Co., Ltd Pompa DAF bekerja berdasarkan prinsip pencampuran udara dan air di dalam aliran pompa DAF. Fraksi udara pompa DAF berkisar antara 10 - 20%. Pembangkit gelembung mikro dengan proses ionisasi mempergunakan prinsip lapisan ganda (dual-film) untuk menghasilkan gelembung. Ionisasi menghasilkan gelembung dengan dimensi yang lebih kecil yaitu 5 – 50 μm, dengan jumlah gelembung udara 6 milyar per liter, luas permukaan gelembung udara 1,200,000 cm2 dan jumlah yang dapat
digunakan
pada
proses
DAF
adalah
40%
~
65%
dari
volume
(http://www.soosanenc.com). Tangki tekan yang dipergunakan sebagai unit konsep pembangkit gelembung pada disertasi ini didesain dengan tekanan operasional 60 psi. Tangki tekan ini dibuat dari bahan PVC dengan diperkuat dengan resin pada sambungan antar bidang. Tekanan
189
optimal dan diameter gelembung yang didapatkan peneliti sebelumnya pada tangki tekan tanpa menggunakan media tetapi dengan menggunakan variasi nozzle diberikan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Hasil penelitian sebelumnya untuk tekanan, diameter gelembung pada berbagai variasi nozzle di tangki tekan DAF Peneliti
De Rijk dkk. (1994)
Edzwald (1995)
Rykaart dan Haarhoff (1995)
Ponasse dkk. (1998)
Tekanan Tangki Tekan (psi) 50,75 72,50 89,90 50,75 72,50 89,90 58,8 – 88,2 29,0 72.5 29,0 72.5 29,0
Diameter Median (μm) 114 103 80 75 39 33 40 62,8 62,7 68,7 76,8 57,9 49,4 68,7 61,4
72,5
57,9 29,5
58,8 – 88,2
50
Jenis Nozzle
Jenis Fluida
Needle valve Needle valve Needle valve Hague Hague Hague Tabung lurus Tabung lurus Tanpa belokan Dengan belokan Tanpa belokan Dengan belokan Ujung tidak meruncing Ujung meruncing Ujung tidak meruncing Ujung meruncing Tabung Reynolds
Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air
6.2.2 Komposisi dan Konsentrasi Udara pada Kondisi Setimbang 6.2.2.1 Konsentrasi setimbang dengan atmosfer Udara atmosfer kering pada tekanan standar 101,3 kPa dan suhu 200C secara praktis terdiri dari tiga komponen utama yaitu nitrogen, oksigen dan argon. Dan pada kondisi tersebut setiap 1 m3 udara kering mengandung 44,6 mol. Konsentrasi massa tiap komponen udara dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan berikut :
190
⎛ 273, 2 ⎞ ⎛ Pa ⎞ G = f ⋅ mm ⋅ 44, 6 ⋅ ⎜ ⎟⎜ ⎟ ............................................................(6.1) ⎝ T ⎠ ⎝ 101.3 ⎠ dengan, G
= konsentrasi massa udara (mg.l-1),
f
= fraksi mol atau volume udara (tanpa dimensi),
mm = massa molekul komponen udara (g.mol-1), T
= suhu mutlak (OK)
Pa
= tekanan mutlak dari udara kering (kPa).
Berdasarakan konsentrasi massa udara ini dengan menggunakan persamaan Henry dapat diperkirakan konsentrasi massa udara dalam air. Persamaan Henry tersebut adalah : G = H * C ....................................................................................................(6.2)
dengan, H
= tetapan Henry (tanpa dimensi)
C
= konsentrasi massa dalam air (mg.l-1).
Pengaruh suhu pada tetapan Henry diberikan oleh persamaan berikut (Haarhoff dan Cleasby, 1990) : ⎛1
1⎞
⎛ T ⎞ A⋅⎜ T − T ⎟ H 2 = H1. ⎜ 1 ⎟ .10 ⎝ 1 2 ⎠ ..............................................................................(6.3) ⎝ T2 ⎠
dengan A adalah nilai koreksi suhu (K) yang diberikan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2. Nilai komponen udara pada suhu 200C Parameter Massa Molekul (mm) Fraksi volume pada atmosfer standar (f) Tetapan Henry (H) Tetapan Suhu (A) Difusi dalam air (D)
Satuan g.mol-1 %
Nitrogen 28,0 78.08
Oksigen 23,0 20,95
Argon 39,9 0,93
K m2.s-1
60,1 620 1,67 x 10-9
30,0 690 2,19 x 10-9
26,9 840 2,28 x 10-9
Sumber : Haarhoff dan Rijkaart (1995)
191
6.2.2.2 Konsentrasi setimbang dalam tangki tekan
Komposisi udara dalam tangki tekan yang dioperasikan secara menerus berbeda dengan komposisi udara atmosfer. Karena seluruh udara yang masuk dalam tangki tekan terlarut keluar bersama air dari tangki tekan, maka jumlah gas yang terlarut tergantung pada sifat udara yang masuk. Hal ini menyebabkan udara pada tangki tekan dibandingkan dengan udara atmosfer relatif mengalami pengayaan nitrogen dan menekan oksigen dan argon. Komposisi udara dalam tangki tekan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan massa pada tangki tekan. Nilai persentase oksigen dalam tangki tekan dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : f s, o =
f o .H o ................................................................(6.4) f n .H n + f o . H o + f a . H a
dengan, subskrip o, n dan a = untuk oksigen, nitrogen dan argon, subskrip s
= menunjukan tangki tekan.
Menurut Cummings (1996) konsentrasi jenuh udara di sekitar gelembung udara dapat diperkirakan dengan mempergunakan asumsi suhu udara yang berada di dalam gelembung sama dengan suhu air, kelembaban 100% dan tekanan lebih besar dibandingkan dengan tekanan terukur karena adanya tegangan permukaan dan tekanan hidrostatik. Cummings (1996) memperkirakan konsentrasi jenuh O2 yang berada di sekitar gelembung udara dengan diameter d pada tekanan atmosfer dengan persamaan berikut : C sat =
berat..mol..O2 1 * ρ w * PO2 * berat..mol..H 2O H
⎛⎛ ⎞ 4σ ⎞ ⎜⎜ ⎜1.atm + ρ w gh + ⎟ − Pv ⎟⎟ ...........(6.5) d ⎠ ⎝⎝ ⎠
dengan PO2
= proporsi O2 di dalam atmosfer,
ρw
= massa jenis air, σ adalah tegangan permukaan dan
Pv
= tekanan uap air (Pa) yang dapat dihitung dengan persamaan Antonie
(persamaan 6.7).
192
Aplikasi persamaan 6.5 untuk memperkirakan konsentrasi jenuh oksigen yang berada di sekitar gelembung udara dengan diameter d di dalam tangki tekan, dan dapat dituliskan sebagai berikut : C sat =
berat..mol..O2 1 * ρ w * f s ,o * berat..mol..H 2O H
⎛⎛ ⎞ 4σ ⎞ ⎜⎜ ⎜ Patm + Pgauge + ⎟ − Pv ⎟⎟ d ⎠ ⎝⎝ ⎠
.......(6.6)
dengan, fs,o
= fraksi O2 di dalam tangki tekan (persamaan 4),
Patm
= tekanan atmosfer (persamaan 6.8),
Pgauge = tekanan terukur tangki tekan dan Pv
= tekanan uap air di dalam tangki tekan (persamaan 6.7).
Asumsi yang digunakan pada persamaan (6.6) adalah proporsi oksigen dalam tangki tekan sama dengan di atmosfer. Proporsi oksigen yang sebenarnya berbeda pada atmosfer karena tangki tekan akan mengalami pengayaan nitrogen yang akan membatasi jumlah oksigen terlarut. Asumsi ini berarti menyatakan semua udara yang masuk ke dalam tangki tekan akan ke luar seluruhnya melalui gelembung udara atau kelebihan udara dari tangki tekan. Asumsi lain yang digunakan adalah tekanan hidrostatis diabaikan atau dianggap sama untuk semua ketinggian dalam tangki tekan. Persamaan (6.6) digunakan dalam penelitian ini mengingat parameter yang diukur pada percobaan ini adalah konsentrasi oksigen terlarut (DO). Konsentrasi DO hasil pengukuran dibandingkan dengan persamaan (6.6) dan persamaan (6.4). Persamaan (6.4) memperkirakan fraksi oksigen di dalam tangki tekan bukan pada daerah di sekitar gelembung udara. Dengan mempergunakan asumsi bahwa gelembung udara sudah terjadi dalam unit pembangkit gelembung dan jumlah gelembung yang dihasilkan cukup memenuhi seluruh volume fasa pembawa (air) karena banyak serta berukuran mikron, maka persamaan (6.4 ) juga dapat berada pada kondisi yang sama dengan persamaan (6.6).
193
6.2.2.3 Estimasi tekanan dan faktor koreksi.
Tekanan mutlak pada tangki tekan merupakan jumlah dari tekanan atmosfer dan tekanan terukur dikurangi tekanan uap. Tekanan uap dihitung berdasarkan persamaan Antoine (Sennese, 1999) dan sesudah dikalibrasi dengan data nilai tekanan uap air (CRC Handbook) didapatkan persamaan berikut: Pv = e
4133 ⎞ ⎛ ⎜ 16.84 − ⎟.0 ,1333 t + 238.4 ⎠ ⎝
...................................................................................(6.7)
dengan, PV
= tekanan uap (kPa)
t
= suhu (oC)
Tekanan atmosfer dihitung berdasarkan ketinggian tempat dari atas permukaan air laut : ⎛ 44332 − h ⎞ Patm = ⎜ ⎟ ⎝ 11881 ⎠
5 , 256
.
1 ......................................................................(6.8) 10,13
dengan, Patm
= tekanan atmosfer kering (kPa)
h
= elevasi di atas permukaan air laut (m).
6.2.2.4 Transfer Massa
Massa udara terlarut dihitung dengan mempergunakan persamaan transfer massa. Parameter yang akan dipergunakan di sini adalah oksigen terlarut (dissolved oxygenDO). Konsentrasi DO terhadap waktu, t, pada persamaan kesetimbangan oksigen di dalam air dapat dituliskan sebagai berikut :
(
)
dC = K L a C * − C ......................................................................................(6.9) dt
dengan, KLa
= koefisien transfer massa,
C*
= konsentrasi kelarutan oksigen,
194
C
= konsentrasi oksigen dalam cairan.
Diasumsikan fasa cair adalah homogen dan Co adalah konsentrasi oksegen pada saat t = 0. Integral persamaan kesetimbangan massa dan kondisi batas ini menghasilkan persamaan :
(
)
ln(C * − C ) = ln C * − CO − K L a.t ..............................................................(6.10)
Koefisien transfer massa volumetrik (KLa) dapat dihitung dengan membuat grafik ln (C*-Co) terhadap waktu, t (Mena dkk., 2005).
Sedangkan koefisien transfer massa dapat dihitung
dengan membagi koefisien
transfer massa volumetrik (KLa) dengan luas total bidang kontak antara gelembung udara dengan air (a). 6.2.2.5 Luas Bidang Kontak Antar Muka (a)
Luas bidang pada koefisien transfer massa volumetrik pada tangki tekan unit DAF dapat ditentukan dengan persamaan empirik, hasil pengukuran dan hasil perkiraan dari CFD. Luas bidang kontak pada penelitian ini didapatkan dari hasil fotografi. Hasil fotografi akan memberikan dimensi dan distribusi ukuran gelembung. Hasil fotografi diolah dengan mempergunakan perangkat lunak ImageToll® untuk mendapatkan besaran diameter dan distribusi gelembung udara. Reis dkk (2005) juga mempergunakan metode yang sama dalam pengolahan data dimensi dan distribusi gelembung pada percobaan aliran terosilasi pada mesoreaktor. Perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan data oleh Reis dkk (2005) adalah VidPIV® dan digrafikkan dengan mempergunakan perangkat lunak TECPLOT®. Perbandingan hasil pengolahan fotografi dengan hasil simulasi mempergunakan perangkat lunka CFD FLUENT pada dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) pada penelitian Reis dkk. menunjukkan hasil yang memuaskan. Pada percobaan ini dipergunakan perangkat lunak ImageTool® mengingat kemampuannya dalam membuat grafik sehingga tidak membutuhkan perangkat lunak grafik seperti TECPLOT®.
195
6.2.2.6. Persamaan Analitis dan Empiris
Persamaan analitis untuk perkiraan dimensi gelembung pada unit DAF dilakukan oleh Takahashi dkk. (1979). Jejari dapat diperkirakan dengan persamaan berikut : r=
2σ 2σ = ...................................................................(6.11) PA − Patm H ( f A − f atm )
dengan, fA dan fatm
= fraksi molar udara tekanan terlarut
Untuk memperkirakan jumlah udara Nb (per cm3) yang dihasilkan oleh tangki tekan pada unit DAF didasarkan persamaan dari hasil analisis dan empiris yang dilakukan oleh Takahashi dkk. (1979), yaitu : 3
N b = 0,45.10 (hn d n ) 4
1
⎛ P − Patm ⎞ 2 1 2 2⎜ A ⎟⎟ Q ............................................(6.12a) ⎜ P atm ⎝ ⎠
5 ≤ hn d n ≤ 20 −1
N b = 4,5.10 (hn d n ) 4
2
⎛ PA − Patm ⎞ ⎟⎟ Q ..................................................(6.12b) ⎜ P atm ⎝ ⎠
2⎜
50 ≤ hn d n ≤ 200 4⎛
2
P − Patm ⎞ ⎟⎟ Q .......................................................................(6.12c) N b = 1.10 ⎜⎜ A ⎝ Patm ⎠
dengan, hn dan dn = tebal bahan dan diameter nozzle (cm), Q
= debit fasa cair (cm3.det-1).
Persamaan 6.12a dan 6.12b digunakan untuk geometri nozzle seperti yang masingmasing diberikan pada gambar 6.1a dan 6.1b. Persamaan 6.12c digunakan pada pelepasan tanpa nozzle yaitu dengan neddle valve. Percobaan ini mempergunakan neddle valve.
196
dn
dn
hn dn 1,9 cm
1,9 cm Gambar 6.1a
Gambar 6.1b
Gambar 6.1. Geometri nozzle pada percobaan Takahashi dkk. Jumlah udara yang terbentuk menurut Takahashi dkk. (1979) tergantung dari konsentrasi udara, derajat gangguan terhadap cairan dan geometri nozzle. Persamaan lain yang dapat digunakan untuk memperkirakan luas bidang kontak (a) antara lain persamaan (Calderbank dan Moo-Young, 1961 dalam Panja dan Phaneswara, 1993) : 0,5 0, 4 Pg V ) ρ 0, 2 ⎛ vs ⎞ ( ⎜ ⎟ ......................................................................(6.13) a = 1,44
σ 0, 6
⎜v ⎟ ⎝ t⎠
dengan, Pg
= daya motor pengaduk,
V
= volume tangki agitasi,
σ
= tegangan permukaan air,
Vs dan Vt = kecepatan gelembung dan kecepatan bulk cairan.
Persamaan Calderbank ini diturunkan pada percobaan tangki agitasi. Persamaan 13 memiliki potensi untuk dapat dikembangkan pada tangki tekan unit DAF dengan melakukan pengukuran terhadap diameter gelembung, energi kinetik dan dissipasi energi, serta kecepatan gelembung udara dan cairan pada unit tangki tekan DAF. Wilkinson dan Haringa (1994) membangun persamaan untuk memperkirakan diameter sauter gelembung udara : d s = 3 g −0, 44σ 0,34η l0, 22 ρ l−0, 45 v g−0,02 ..............................................................(6.14)
197
dengan, ηl
= viskositas air (Pa.det)
vg
= kecepatan gelembung (m.det-1)
Luas bidang kontak juga telah dapat diperkirakan dari hasil simulasi CFD berupa luas total permukaan gelembung (Ohnuki dan Akimoto, 2001). CFD yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode Eulerian.
6.2.2.7 Transfer Massa Udara-Air melalui Gelembung Udara
Gulliver (1992, dalam Cummings, 1996) mendefinisikan transfer massa udara-air sebagai transfer zat kimia melalui permukaan udara-air. Pada penelitian ini transfer massa yang terjadi (diasumsikan) adalah transfer gas dari/dan berbentuk gelembung udara di dalam air pada tekanan di atas atmosfer. a. Difusi Molekul
Difusi merupakan transfer massa suatu subtstansi dari suatu sistem ke sistem lainnya karena gerak acak molekul atau gradien suatu fungsi. Difusi dapat dijelaskan dengan persamaan Fick. Difusi yang terjadi pada kondisi tunak (steady) diringkaskan oleh persamaan pertama Fick. Sedangkan pada kondisi tak tunak (unsteady) yang berubah terhadap ruang dan waktu dimuat pada persamaan dua Fick. Difusi yang terjadi pada fasa cair lebih lambat dibandingkan dengan fasa gas karena ukuran molekul fasa gas lebih kecil dibandingkan fasa cair dan pergerakan molekul fasa cair dihambat oleh gaya molekul yang lebih kuat (Aiman, 2004). Menurut persamaan Stokes-Einstein, koefisien difusi molekul Dm merupakan fungsi dari suhu T, viskositas fasa cair μ dan jejari molekul rA , yaitu : Dm =
kT ...........................................................................................(6.15) 6.π .rA .μ
198
dengan, k
= konstantan Boltzman.
Wilke-Chang ( 1955 dalam Aiman, 2004) membangun persamaan Stokes-Einstein ke hubungan empiris dari difusi molekul non-elektrolit : Dm =
7.4 * 10 −8 ( xM )0,5 (TK ) ∀
0,6
μ
(cm 2 / det) ..................................................(6.16)
dengan TK
= suhu dalam Kelvin,
x
= parameter gabungan (2,26 untuk air),
M
= berat molekul air,
μ
= viskositas dinamik dalam cP (bernilai 1.0 untuk air)
∀
= volume molekul gas pada titik boiling dalam cm3/gram/mol (bernilai
25,6 untuk oksigen; 31,2 untuk nitrogen dan 34,0 untuk CO2) (Cumming, 1996). b. Koefisien Transfer Massa KL Transfer massa pada fasa gas ke fasa cair terjadi melalui bidang kontak antara gas dan cair. Transfer massa ini dapat dijelaskan dengan teori lapis tipis (film), lapis batas (boundary layer), penetrasi (penetration) dan teori perubahan permukaan (surface renewal). Teori Lapis Tipis Teori lapis tipis merupakan model pertama dari transfer massa. Model ini dibangun oleh Whitman (1923 dalam Aiman, 2004) dan diaplikasikan pertama kali oleh Hatta (1928-1929 dalam Aiman, 2004) untuk absorpsi dengan reaksi kimia. Teori lapis tipis dikembangkan pada bidang kontak fluida dua fasa dengan lapis tipis yang diam pada kedua sisi batas fluida. Asumsi yang digunakan pada teori lapis tipis adalah transfer massa yang terjadi antara ke dua bidang tipis diam
199
tersebut diabaikan dan perpindahan terjadi pada difusi dalam keadaan tunak. Pengaruh turbulensi pada lapis tipis diasumsikan tereliminasi oleh gradien konsentrasi. Pada teori ini koefisien transfer massa KL berbanding lurus dengan koefisien difusi Dm dan berbanding terbalik dengan ketebalan lapis tipis δ , KL =
Dm
δ
...................................................................................................(6.17)
Ketergantungan koefisien transfer massa terhadap koefisien difusi pada teori lapis tipis sering tidak sesuai dengan hasil percobaan (Aiman, 2004). Teori Lapis Batas Perbedaan teori lapis batas dengan lapis tipis pada konsentrasi dan kecepatan yang bervariasi pada semua arah koordinat (Baehr dan Stehpan, 1998 dalam Aiman, 2004). Asumsi yang digunakan pada teori lapis batas adalah perubahan profil konsentrasi terbesar terjadi pada arah tegak lurus bidang kontak antara fasa. Penyederhanaan ini dilakukan untuk penurunan persamaan hanya pada perbedaan konsentrasi yang signifikan. Untuk difusi yang melalui bidang lapis batas laminer besaran koefisien transfer massa yang terjadi dapat diperkirakan dengan persamaan : KL = c
DM Re n Sc m ..................................................................................(6.18) L
dengan,
L Re =
Sc =
= panjang karakteristik,
Luρ
μ ν DM
= bilangan Reynolds = bilangan Schmidt.
Konstanta c, n dan m tergantung pada jenis aliran, laminer atau turbulen, bentuk permukaan atau saluran yang dilalui fluida.
200
Teori Penetrasi Higbie (1935 dalam Aiman, 2004; Alves dkk., 2006) mengusulkan model untuk perubahan gas antara cairan dengan fasa gas di sekitarnya. Bidang kontak antara gas-cairan dibuat bervariasi dengan elemen cair yang kecil, dan secara kontinyu naik ke permukaan dari bulk cair karena gerak caiar itu sendiri. Setiap elemen cairan yang berada di permukaan akan berada ada dalam kondisi tetap dan konsentrasi gas terlarut di setiap elemen sama dengan konsentrasi bulk cairan di semua tempat selama elemen tersebut mencapai permukaan bidang kontak. Waktu tinggal antara bidang kontak untuk semua elemen adalah sama. Transfer massa terjadi pada beberapa elemen permukaaan cairan karena difusi molekul tak tunak. Persamaan koefisien transfer massa tersebut adalah : KL =
DM ........................................................................................(6.19) te
2 Π
dengan,
KL
= koefisien transfer massa fasa cair,
DM
= difusivitas gas di dalam cairan dan
te
= waktu perubahan permukaan.
Teori Perubahan Permukaan Danckwets (1951 dalam Aiman, 2004; Alves dkk., 2006) mengusulkan teori perubahan permukaan sebagai perbaikan atas teori penetrasi. Konsep yang digunakan adalah waktu tinggal elemen fluida di bidang kontak antar fasa tidak sama. Danckwets mempergunakan fungsi distribusi waktu untuk analisa penurunan persamaan ini. Koefisien transfer massa yang terjadi dinyatakan sebagai berikut : K L = Ds
...................................................................................................(6.20)
201
c. Pengaruh Suhu Terhadap koefisien transfer massa Menurut Panja dan Phaneswara (1992) meningkatnya suhu dapat menyebabkan berkurangnya viskositas, tegangan permukaan dan massa jenis gas dan meningkatkan difusivitas. Hasil penelitian Panja dan Phaneswara (1992) pada tangki pengaduk meningkatnya suhu 100K menyebabkan peningkatan nilai KLa sekitar 17 - 21%.
6.2.2.8 Koefisien Transfer Massa pada Gelembung-Cairan
Difusi molekuler secara kimia sering dibandingkan dengan difusi momentum dengan menggunakan bilangan Schmidt, Sc = μ
ρ .Dm . Perkalian antara bilangan Reynolds
Re dan Sc disebut sebagai bilangan Peclet Pe. Untuk gelembung udara dengan w D diameter D dan bergerak bebas, besaran bilangan Peclet adalah Pe = b , dengan Dm wb adalah kecepatan gelembung udara (Cumming, 1996).
Gulliver (1992 dalam Cummings, 1996) dengan mempergunakan teori lapis batas untuk mendefinisikan bilangan Sherwood Sh pada kondisi kritis, yaitu saat mulai terjadinya turbulensi sebagai berikut :
Sh =
K Lδ = 1,0 .........................................................................................(6.21) D
dengan, Sh
= bilangan Sherwood dan
δ
= tebal lapis tipis.
Pada kondisi aliran turbulen, tebal lapisan δ mengalami perubahan yang konstan. Persamaan transfer massa KL yang dibangun oleh Trope (1982), Alekseyev (1984) dan Batchelor (1980 semua dalam Cummings, 1996) untuk gelembung tunggal terisolasi dengan diameter D > 40μm diberikan oleh persamaan berikut :
202
1
Sh = kb (Pe) 3 .........................................................................................(6. 22) dengan, kb
= 0,45 untuk gelembung bersih hingga 0,64 untuk gelembung kotor.
Dari grafik yang digambar oleh Woolf dan Thorpe (1991) yang dibangun dari penelitian Thorpe (1982 semua dalam Cummings, 1996) persamaan 6. 22 juga berlaku pada gelembung kotor terisolasi di air laut dengan 30μm < D < 500μm, didapatkan nilai KL = 1. 10-4 m/detik. Sedangkan untuk kelompok gelembung, nilai KL dan KLa pada plunging jet dan kolom gelembung diberikan pada Tabel 6.2. Nilai KLa adalah hasil KL dengan luas spesifik a. Dari perbandingan persamaan Kawase dan Moo-Young (1992, dalam Cummings, 1996) dengan persamaan yang ada pada Tabel 6.2 didaptkan nilai KL = 4.10-4 m/detik untuk kelompok gelembung yang berada dalam plunging jet dengan jangkauan diameter udara dan kondisi yang luas. Tabel 6.2. Koefisien transfer massa untuk gelembung pada plunging jet dan kolom gelembung KL (m/det) atau KLa (det-1)
Sumber
Van de Sande & Smith (1975) Van de Sande & Smith (1975) Alekseyev & Kokorin (1984) Kawase & MooYoung (1992) Kawase & MooYoung (1992)
Keterangan
KL = 1*10-4
Vt = circular plunging jet
KLa = 6,3*10-2.Vj1.33. Qa0,3.Dn
Dn = diameter nozzle
KL = 7,5*10-4
30μm < D < 500μm
KL = 0,28.Dm2/3 .(ρg/μ)1/3
D < 2,5 mm
KL = 0,28.Dm1/2 .(ρ1/2.g/μ1/2)1/3
D > 2,5 mm
Sumber: Cummings, 1996
203
Besaran koefisien transfer massa selain ditinjau berdasarkan kelompok gelembung juga telah ditinjau Calderbank dan Moo-Young (1961, dalam Panja dan Phaneswara, 1992) berdasarkan parameter dasar yang mempengaruhinya yaitu : ⎛μ g⎞ K L = 0,42.Sc 2 ⎜⎜ L ⎟⎟ ⎝ ρL ⎠ −1
1
3
............................................................................(6.23)
Persamaan 6.23 menunjukkan bahwa KL adalah fungsi dari viskositas dan massa jenis fluida dan difusivitas dari materi terlarut.
6.2.3 Koefisien Transfer Massa pada Aliran Turbulen
Transfer massa pada kondisi turbulen dapat dijelaskan dengan mempergunakan teori penetrasi. Koefisien transfer massa berdasarkan teori penetrasi seperti dituliskan pada persamaan 19 memuat variabel waktu tinggal te. Besaran nilai te tergantung pada skala dari aliran yang diasumsikan mempengaruhi transfer massa. Higbie (1935, dalam Alves dkk., 2006) mendefinisikan te sebagai waktu kontak bulk aliran cairan di sekitar gelembung, yang dinyatakan dengan : te =
d ........................................................................................................(6.24) u
dengan, d
= diameter gelembung dan
u
= kecepatan slip gelembung.
Substitusi terhadap persamaan 19 menghasilkan (Alves dkk., 2006) : K L = 1,13
1 u DM 2 ....................................................................................(6.25) d
Perbandingan persamaan (6.25) dengan hasil percobaan (Alves dkk., 2006) menunjukkan persamaan (6.25) dapat digunakan untuk memerkirakan koefisien transfer massa yang cukup baik untuk aliran turbulen dengan energi dissipasi (ε)∼0,04 m2/det3 pada gelembung bersih tanpa kontaminan/surfaktan. Persamaan
204
(6.25) tergantung pada diameter gelembung dan berlaku untuk makro gelembung (d > 2 mm) dan tidak tergantung pada turbulensi aliran. Untuk aliran dengan turbulensi, Lamont dan Scott (1970 dalam Alves dkk., 2006) memperkirakan laju fraksional dari perpindahan elemen permukaan, s, dengan model sel eddy. Transfer massa yang terjadi tergantung dari skala eddies dalam kisaran dissipasi. Persamaan yang diusulkan adalah : K L = cDM
1
⎛ε ⎞ 2⎜ ⎟ ⎝υ ⎠
1
4
....................................................................................(6.26)
dengan, ε
= dissipasi energi turbulen,
υ
= viskositas kinematik dan
c
= 0,4 adalah konstanta.
Kawase dkk. (1987 dalam Alves dkk., 2006) mendapatkan nilai c = 1.13 untuk fluida Newtonian. Untuk stirred tank didapatkan nilai c = 0,592 (Prasher dan Wills, 1973 dalam Alves dkk., 2006). Energi dissipasi turbulen yang digunakan pada persamaan (6.26) diasumsikan hanya disebabkan oleh gesekan dengan dinding (Hibiki dan Ishii 2002). Sehingga pengurangan energi kinetik yang disebabkan oleh perbesaran gelembung udara akan diperhitungkan pada persamaan akibat perubahan tekanan. Dissipasi energi turbulen dapat diperkirakan dengan persamaan (Alves dkk., 2006): ε=
2 fu 3 de
.....................................................................................................(6.27)
dengan, f
= koefisein gesekan Manning,
u
= kecepatan cairan pada lokasi gelembung udara dan
de
= diameter equivalent.
205
6.2.4 Aliran Multifasa
Aliran multifasa pertama kali dicetuskan oleh Prof. Soo dari Universitas Illinois tahun 1965. Aliran multifasa menyatakan gerak dari fasa-fasa yang dapat dipandang sebagai komposisi dari partikel. Komposisi partikel dapat terdiri dari padatan, cairan atau gas, dengan fluida yang melingkupinya dapat berupa cairan atau gas. Komposisi partikel ini mengalami dinamika yang banyak ditemukan dalam sistem teknik. Karena itu penjelasan yang tepat dan akurat dari aliran multifasa merupakan hal penting dalam pengetahuan karakterisasi untuk meningkatkan kinerja, mengurangi biaya dan atau meningkatkan keamanan pada sistem teknik (Loth, 2006). Akhir-akhir ini Computational Fluid Dynamics (CFD) menjadi alat prediksi yang dapat dapat digunakan untuk desain dan optimasi pada sistem fluida. CFD adalah sekumpulan algoritma hidrodinamika yang diselesaikan dengan secara numerik. CFD umumnya terdiri dari tiga bagian utama yaitu pre-processor, processor dan postprocessor. Pre-processor terdiri dari algoritma ruang untuk penyelesaian diskritisasi. Processor merupakan algoritma penyelesaian dari persamaan konservasi massa, momentum dan energi, serta persamaan konstututif yang berfungsi menutup penyelesaian persamaan tersebut. Post-processor merupakan kumpulan algoritma untuk menampilkan hasil hitungan. Kombinasi antara CFD dengan aliran multifasa merupakan salah satu metode pendekatan yang dapat dilakukan di sistem multifasa. Pendekatan pada model berhubungan dengan penggunaan komputer dan perkiraan yang diinginkan. Hal ini berarti simulasi aliran multi fasa terdispersi membutuhkan pertimbangan yang mendalam pada pembangunan persamaan dan skema numeris yang digunakan agar efisien dan efektif.
6.2.5 Pemodelan Aliran Multifasa
Aliran multifasa berdasarkan kerangka acuan alirannya dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu : (1) aliran gas-liquid atau aliran liquid-liquid, (2) aliran gas-
206
padatan, (3) aliran liquid-padatan dan (4) aliran tiga fasa, yaitu kombinasi dari rejim aliran terdahulu. Pendekatan pemodelan aliran multifasa secara numerik dibagi menjadi dua yaitu pendekatan Euler-Lagrange dan pendekatan Euler-Euler. Pendekatan Euler-Lagrange Metode pendekatan Euler-Lagrange memperlakukan fasa terdispersi sebagai sebagai Lagrangian. Fasa fluida diasumsikan kontinu dan diselesaikan dengan persamaan Navier-Stokes yang direratakan terhadap waktu. Sedangkan fasa terdispersi diselesaikan dengan merunut (tracking) jumlah partikel yang melalui arus aliran hasil perhitungan persamaan Navier-Stokes. Fasa terdispersi dapat mengalami perubahan momentum, massa dan energi terhadap fasa fluida. Metode pendekatan ini mengasumsikan model ini berlaku untuk fasa terdispersi yang memiliki fraksi volume yang kecil hingga massa fasa kedua besar (mpartikel ≥ mfluida). Arah gerak partikel dihitung secara individual selama perhitungan fasa fluida. Pendekatan Euler-Euler Pendekatan Euler-Euler memperlakukan fasa yang berbeda sebagai aliran kontinu yang saling menekan (inter-penetrting continua). Tetapi karena volume fasa tidak dapat diwakilkan oleh fasa lainnya maka pendekatan Euler-Euler menggunakan konsep fraksi volume fisik sebagai awal penyelesaian. Fraksi volume diasumsikan kontinu terhadap ruang dan waktu serta jumlah keseluruhan volume fraksi adalah satu. Persamaan konservasi setiap fasa diturunkan pada setiap fasa untuk mendapatkan satu kelompok persamaan. Persamaan konservasi memiliki struktur yang sama untuk semua fasa. Persamaan konservasi tersebut membutuhkan hubungan konstitusi untuk dapat diselesaikan. Hubungan konstitutif didapatkan dari hubungan empirik atau teori kinetika.. Pendekatan Euler-Euler memiliki tiga model, yaitu : model volume fluida (volume of fluid, VOF), model campuran (mixture) dan model Eulerian.
207
Model VOF mempergunakan teknik perunutan permukaan yang diaplikasikan pada mesh Eulerian yang tetap. Model ini digunakan pada fluida yang saling tenggelam dengan posisi antar muka fluida merupakan hal yang penting. Cara penyelesaian pada model VOF adalah dengan menyelesaikan persamaan momentum yang dibagi ke setiap fluida dan perhitungan fraksi volume setiap fluida dilakukan pada setiap sel hitungan di seluruh domain. Model campuran melakukan perhitungan persamaan momentum pada persamaan momentum gabungan fasa-fasa dengan menggunakan kecepatan relatif untuk perhitungan kecepatan pada fasa terdispersi. Model Eulerian merupakan model yang paling komplek karena model ini menyelesaikan persamaan momentum dan kontinu untuk setiap fasa. Keterkaitan (coupling) antar fasa didapatkan dari tekanan dan koefisien perubahan antar fasa. Keterkaitan antar fasa dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu : •
Keterkaitan
satu
arah
(one-way
coupling)
yaitu
fluida
pembawa
mempengaruhi partikel melalui seretan dan turbulensi, tetapi partikel tidak mempengaruhi fluida pembawa. Model fasa diskrit, campuran dan Eulerian dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik, tetapi karena model Eulerian memiliki penyelesaian yang paling mahal maka dianjurkan mempergunakan model fasa diskrit atau campuran. •
Keterkaitan
dua
arah
(two-way
coupling)
yaitu
fluida
pembawa
mempengaruhi partikel melalui seretan dan turbulensi, dan partikel juga mempengaruhi fluida pembawa melalui momentum rerata dan turbulensi. Model fasa diskrit, campuran dan Eulerian dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik. Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang lebih baik perlu diperhatikan nilai bilangan Stokes partikelnya. •
Keterkaitan empat arah (four-way coupling) yaitu sama dengan keterkaitan dua arah hanya ditambah faktor tekanan parsial dan tegangan viskos yang
208
disebabkan oleh partikel saling mempengaruhi. Hanya model Eulerian yang dapat menyelesaikan jenis aliran dengan keterkaitan empat arah.
6.2.4.1 Karakterisasi Aliran Multifasa
Karakterisasi aliran bertujuan untuk mengetahui metode penyelesaian yang paling tepat dan murah secara komputasi. Parameter yang paling dekat untuk menunjukkan interaksi antar fasa adalah jarak dan kecepatan partikel. Jarak antar partikel didefinisikan sebagai jarak rerata antara masing-masing partikel, yang dinyatakan oleh persamaan berikut (Crowe dkk., 1978) : L ⎛π 1+ Γ ⎞ =⎜ ⎟ d ⎝6 Γ ⎠
1
3
........................................................................................(6.28)
dengan, Ѓ
= perbandingan antara fraksi fasa terdispersi (άd) dengan fraksi pembawa (άc).
Sedangkan kecepatan partikel dapat diwakili oleh bilangan Stokes. Bilangan Stokes didefinisikan sebagai hubungan antara waktu tanggap partikel (respone time) dengan waktu tanggap sistem. Persamaan bilangan Stokes adalah sebagai berikut : St =
τd ts
......................................................................................................(6.29)
dengan,
ρ d d d2 L τd = dan t s = s 18μ c Vs dengan, Ls
= panjang karakteristik
Vs
= kecepatan karakteristik.
Jika nilai bilangan Stokes St jauh lebih kecil dari satu (<< 1), maka partikel terdispersi akan mengikuti aliran fluida pembawa secara penuh. Pada aliran St << 1
209
semua model (diskrit, campuran dan Eulerian) dapat dipergunakan. Model yang paling murah secara komputasi sebaiknya dipilih untuk dipergunakan. Jika nilai bilangan Stokes St > 1 partikel terdispersi tidak tergantung pada aliran fluida. Pada aliran dengan bilangan Stokes St > 1 hanya model Eulerian yang dapat digunakan. Pada aliran St ≈ 0 model diskrit, campuran dan Eulerian) dapat dipergunakan. Dan pemilihan model dapat dipertimbangkan berdasarkan biaya komputasi yang paling murah. Pada percobaan ini dengan menggunakan diameter gelembung udara berada pada kisaran 10 dan 120 μm, fasa pembawa adalah air, dan panjang karakteristik adalah tinggi kolom pembangkit gelembung (70 cm) maka nilai bilangan Stokes berada pada kisaran 5,3570.10-13 dan 1,1108.10-4. Bilangan Stokes yang terjadi pada pembangkit gelembung udara hampir sama dengan nol, sehingga semua model dapat digunakan untuk simulasi hidrodinamika. Jika pertimbangan didasarkan pada biaya komputasi maka sebaiknya dipergunakan model diskrit atau campuran. Model diskrit membatasi fraksi volume terdispersi kurang dari 10%. Model campuran dan Eulerian memungkinkan untuk simulasi dengan fraksi terdispersi lebih dari 10%. Model campuran menurut tingkat biaya komputasi jauh lebih murah dibandingkan dengan model Eulerian. Pada simulasi hidrodinamika pembangkit gelembung udara letak titik masuk (input) antara udara dan air berada pada titik yang berbeda, sehingga perlu dilakukan penyelesaian persamaan momentum dan persamaan kontinu untuk setiap masingmasing fasa air dan udara. Sehingga hanya model Eulerian saja yang tepat untuk melakukan ini. Model Eulerian yang dipergunkan adalah model Eulerian dengan tingkat keterkaitan satu arah karena dengan nilai bilangan Stokes St ≈ 0 atau St << 0 partikel terdispersi akan mengikuti aliran fluida pembawa secara penuh.
210
6. 3
METODOLOGI
Variabel yang akan diamati pada penelitian ini adalah debit air dan udara, suhu, kelarutan oksigen (dissolved oxygen-DO) dan dimensi gelembung udara yang dihasilkan. Tekanan sebagai salah satu variabel dari kinerja tangki tekan dibuat tetap sebesar 60 psi dengan waktu tinggal 5 menit. Parameter percobaan diberikan pada Tabel 6.3. Untuk setiap variasi yang dilakukan konsentrasi DO (mg/l) diukur sebanyak 10 kali dengan selisih waktu pengukuran 5 menit. Setiap pengukuran DO diikuti dengan pencatatan suhu. Nilai DO dan suhu air sebelum percobaan diukur untuk setiap variasi yang dilakukan. Tabel 6.3. Rancangan percobaan dengan variasi fraksi udara dan air
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kode Percobaan F0 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11
Fraksi Udara 0.00 0.03 0.07 0.10 0.13 0.17 0.20 0.23 0.27 0.30 0.33 0.37
Debit (cc/menit)
Air 1.00 0.97 0.93 0.90 0.87 0.83 0.80 0.77 0.73 0.70 0.67 0.63
Udara 1500.00 1450.00 1400.00 1350.00 1300.00 1250.00 1200.00 1150.00 1100.00 1050.00 1000.00 950.00
Air 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 500.00 550.00
Kecepatan Awal (m/detik) Udara Air 0.0000 0.0796 0.2654 0.0770 0.5308 0.0743 0.7962 0.0717 1.0616 0.0690 1.3270 0.0663 1.5924 0.0637 1.8577 0.0610 2.1231 0.0584 2.3885 0.0557 2.6539 0.0531 2.9193 0.0504
6.3.1. Alat dan Bahan
Selain unit pembangkit gelembung udara, juga digunakan alat percobaan berikut ini: 1. Alat ukur debit udara : Merk Fischer dan Porter, tipe FP-1/8-08-G-5 : BG 1/8
211
2. Alat ukur debit Air
: Merk Fischer dan Porter, tipe FP-1/4-40-G-6 : SS 1/4
3. DO Meter
: Merk Lovibond Tipe Oxi200
4. Pompa Air
: Merk Grundfos, Tipe N2042-1 HP
5. Kompressor udara
: Merk Lakoni LT24-1.5HP
Skema alat yang dipergunakan pada percobaan ini diberikan pada Gambar 6.2. Setiap alat ukur yang digunakan dikalibrasi terlebih dahulu untuk memastikan akurasi. Sedangkan pembangkit gelembung udara yang digunakan diberikan pada Gambar 6.3.
Bubble Generator Alat Ukur Debit Air
Tangki Umpan
Kolom flotasi
Pompa Alat Ukur Debit Udara
Kompressor
DO Meter
Gambar 6.2. Skema alat percobaan pengukuran kinerja pembangkit gelembung udara
212
Gambar 6.3. Unit pembangkit gelembung udara Percobaan dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu nilai DO dari air yang akan digunakan. Air yang digunakan berasal dari jaringan air bersih ITB. Air ini ditampung dalam tangki ukuran 100 liter. Air merupakan fasa yang pertama kali dipompakan ke dalam pembangkit gelembung. Kemudian diinjeksikan udara hingga tercapai tekanan 60 psi. Pengukuran nilai DO pada nol menit dilakukan pada saat tekanan 60 psi tercapai. Pengukuran DO selanjutnya dilakukan setiap 5 menit sebanyak 9 kali. Untuk mengukur diameter gelembung udara digunakan kamera CCD JVC® tipe TKC1310E. Software yang digunakan untuk menangkap gambar adalah VTR®. Sedangkan untuk pengolahan data gelembung udara menggunakan perangkat lunak Image Tools®. Diameter gelembung udara dipergunakan untuk memperkirakan luas bidang kontak. Luas bidang kontak hasil pengukuran akan dibandingkan dengan hasil simulasi CFD. Diameter gelembung yang diukur adalah diameter gelembung yang berada di tangki flotasi, bukan di dalam pembangkit gelembung
213
Hasil pengukuran besaran DO akan dipergunakan untuk menentukan koefisien transfer massa volumetrik (KLa). Koefisien transfer massa (KL) diperoleh dengan membagi koefisien transfer massa volumetrik dengan luas bidang kontak (a) yang didapatkan dari pengukuran dan perkiraan CFD. Besaran koefisen transfer massa akan dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Hidrodinamika dari pembangkit gelembung akan dikaji berdasarkan hasil simulasi CFD. Hal ini dilakukan karena pengukuran kecepatan, karakteristik fisik dan kimia fasa cair dan gas tidak dilakukan pada percobaan ini. Variabel yang akan dibahas dari hasil simulasi CFD meliputi intensitas turbulensi, energi kinetik turbulen, kecepatan dari fasa cair dan gas.
Besaran turbulensi akan dibandingkan dengan nilai DO
terukur untuk mengetahui derajat gangguan terhadap fasa cair, sebagai cara untuk menghasilkan gelembung yang lebih kecil dan banyak. Parameter kecepatan fasa cair dan gas akan digunakan untuk mengetahui hidrodinamika yang terjadi dalam pembangkit gelembung.
214
6.4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.4.1. Hubungan DO dengan Fraksi Udara
Laju peningkatan konsentrasi oksigen terlarut (DO) tertinggi terjadi pada waktu 5 menit pertama, termasuk pada fraksi udara 0%. Hal ini dapat disebabkan oleh dua hal yaitu air jatuh pada tekanan uap air (2367,8 Pa) atau karena pompa umpan air juga membawa sebagian udara. Kemungkinan pertama dapat dilihat dari hasil simulasi tekanan uap total dan dinamik. Kemungkinan kedua dapat terjadi karena pada saat operasional tekanan pompa air ditingkatkan hingga mencapai tekanan 80 psi dengan cara memperkecil debit recycle pompa. Laju kenaikan konsentrasi DO rerata adalah 0,04. Laju peningkatan konsentrasi DO
DO (mg/l)
maksimum dan minimum terjadi pada fraksi udara 0,33 dan 0,00.
24
fraksi udara
22
0.00
20
0.03
18
0.07
16
0.10 0.13
14
0.17
12
0.20
10
0.23
8
0.27
6
0.30
4
0.33
2
0.37
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu (menit)
Gambar 6.4. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) terhadap waktu dengan variasi fraksi udara
213
22
fraksi udara 0.00
20
0.03
DO (mg/l)
18
0.07
16
0.10
14
0.13 0.17
12
0.20
10
0.23
8
0.27 0.30
6
0.33
4
0.37 0
5
10
Waktu (menit)
Gambar 6.5. Laju konsentrasi (DO) pada 10 menit pertama 6.4.2 Transfer Massa Volumetrik
6.4.2.1 Koefisien Transfer Massa Volumetrik (KLa) fraksi udara 0.00 0.03 0.07 0.10 0.13 0.17 0.20 0.23 0.27 0.30 0.33 0.37
3.400
3.300
-3
3
KLa (10 m /detik)
3.350
3.250 3.200 3.150 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu (menit)
Gambar 6.6. Nilai koefisien transfer massa volumetrik
214
3.400
fraksi udara 0.00 0.03 0.07 0.10 0.13 0.17 0.20 0.23 0.27 0.30 0.33 0.37
3.300
-3
3
KLa (10 m /detik)
3.350
3.250 3.200 3.150 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Waktu (menit)
Gambar 6.7. Nilai koefisien transfer massa volumetrik pada 15 menit pertama
6.4.2.2 Luas Bidang Kontak Antar Fasa (a) Pengukuran diameter gelembung untuk mengetahui diameter gelembung udara yang dihasilkan. Dari beberapa hasil fotografi didapatkan beberapa foto yang cukup jelas untuk diolah. Hasil pengukuran memberikan nilai diameter Sauter gelembung (d32) adalah
Frekwensi Frekwensi
sebesar 75 μm. 1.00 1.0 0.90 0.9 0.80 0.8 0.70 0.7 0.60 0.6 0.50 0.5 0.4 0.40 0.3 0.30 0.2 0.20 0.1 0.10 0.0 0.00 25
25
50
50
75
100
125
150
175
75 100 125 150 175 Ukuran Bubble (mikron) Ukuran Bubble (mikron)
Gambar 6.8. Frekuensi kumulatif ukuran gelmbung 215
200
200
250.00 200.00 200 150.00 150 100.00 100
50 50.00 200
180
160
140
120
100
90
80
70
60
50
0 0.00 40
Jumlah Gelembung
Jumlah Gelembung
250
40 50 60 70 80 90 100 120 140 160 180 200 UkuranBubble Bubble (mikron) Ukuran (mikron)
Gambar 6.9 Jumlah gelembung udara dengan diameter antara 40-200 μm
Gambar 6.10 Proses Perhitungan dimensi gelembung dengan ImageTools
216
Meskipun nilai transfer massa kecil KLa (3,315.10-3 – 3,350.10-3 m3/detik) tetapi jumlah DO cukup besar hal ini dapat disebabkan gelembung udara yang dihasilkan memiliki diameter yang cukup kecil sehingga untuk nilai fraksi udara yang sama jumlah geembung udara yang dihasilkan cukup banyak. Dari hasil pengukuran menunjukkan diameter gelembung udara (d32) adalah rerata adalah 75 μm.
Gambar 6.11 Gradasi volume fraksi 2 Dengan mengasumsikan luas permukaan gelembung sebagai luas bidang kontak antara muka udara dan air maka nilai KL dapat diperkirakan. Perbandingan nilai KL dengan hasil percobaan dan persamaan empirik dan analitis akan dikaji berikutnya. Koefisien transfer massa yang lebih besar tidak selalu berarti transfer oksigen yang lebih besar. Misalnya pada permukaan air laut, koefisien transfer massanya lebih besar tetapi kelarutan oksigen lebih rendah sehingga laju transfer rendah (Rosso, 2005).
6.4.3. Hidrodinamika Pembangkit Gelembung
6.4.3.1.Kecepatan Air Kecepatan air dibandingkan dengan terhadap fraksi udara. Seperti nampak dalam gambar 6.12. Kecepatan air maksimum terbesar terjadi pada fraksi udara 0.07 yaitu sebesar 5,55
217
m/detik. Gambar 3 pada Lampiran 1 memberikan kontur kecepatan air tersebut. Untuk nilai fraksi udara yang lebih besar kecepatan air makimum turun. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat gangguan terhadap fasa cair terjadi pada fraksi udara 0,07. Nilai ini juga akan dibandingkan dengan intensitas turbulen. 6.000
V air (m/detik)
5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0
0.025
0.05
0.075
0.1
0.125
0.15
Fraksi Udara
Gambar 6.12 Perbandingan kecepatan air maksimum dengan fraksi udara 4.3.2. Tingkat Gangguan Fasa Cair dalam Pembangkit Gelembung (a) Tingkat gangguan terhadap fasa cair dapat dinyatakan oleh intensitas turbulen. Intensitas turbulen menyatakan perbandingan antara ampiltudo kecepatan dengan kecepatan rerata. Gambar 12 menunjukan intensitas turbulen terhadap variasi fraksi udara. Nilai KLa pada
Intensitas Turbulen (%)
fraksi udara 0,07 adalah 3,3282 10-3. 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0
0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 0.15 Fraksi Udara
Gambar 6.13. Perbandingan intensitas turbulen dengan fraksi udara 218
Meskipun intensitas turbulen pada fraksi 0,07 tidak maksimum tetapi luasan fasa cair yang memiliki intensitas turbulen terbesar terjadi pada fraksi ini, seperti terlihat pada gambar 6.13.
Gambar 6.14. Intensitas turbulensi pada fraksi udara 0,07
219